You are on page 1of 6

BAB I

PENDAHULUAN
Kriminologi dilahirkan pada pertengahan abad ke-19 yang lampau sejak
diketemukannya hasil penyelidikan cesare lombroso (1876) tentang teori atavisme dan
tipe penjahat serta munculnya teori tentang hubungan sebab akibat bersama-sama dengan
enrique ferri sebagai tokoh aliran linkungan dari kejahatan pada pertengahan abad 20
kriminologi telah membawa perubahan pandangan dari semula kirminologi yang hanay
menyelidiki kuasa kejahatan dalam masyarakat kemudian mulai mengalihkan
pandangannay kepada proses pembentukan perundang-undangan yang ebrasal dari
kekuasaan negara sebagai penyebab munculnya kejahatan dan paa penjahat baru dalam
masyarakat.
Di antara ruang lingkup pembahasan kriminologi adalah teoria labeling dimana
teori ini berlandaskan bahwa kriminalitas adalah sebuah kata dan bukan perbuatan atau
tidakan. Kriminalitas didefinisikan secara social dan orang-orang kriminalitas dihasilkan
secara social dalam suatu proses yang mendorong orang banyak yang memberikan
cap/label pada kelompok pembuat kriminalitas, sehingga dengan adanya cap/label
tersebut maka akan sangat suluit bagi yang besangkutan untuk melepaskan diri dari cap
yang telah diberikan kepadanya.

1
BAB II
TEORI LABELING
Para penganut teori labeling memandang para criminal bukanlah sebagai orang
yang bersifat jahat yang terlibat dalam perbuatan-perbuatan yang bersifat salah tetapi
areka adalah individu-individu yang sebelumnya pernah berstatus jahat sebagai pemberia
system perailan pidana maupun masyarakat secara luas, namun menurut teori labeling,
pemebrian status kepada orang yang pernah terlibat kedalam kejahatan ini dengan
maksud untuk mengontrol penyimpangan malah menghasilkan yang sebaliknya.
Pendekatan teori labeling ini dapat dibedakan menjadi 2 bagian yaitu:
1. persoalan tentang bagaimana dan mengapa seseorang memperoleh cap atau label.
2. efek labeling terhadap penyimapangan tingkah laku berikutnya.
Persoalan labeling ini, memperlakukan labeling ini sebagai dependent variable
atau variable tidak bebas dan keberadaannya memerlukan penjelasan. Lebeling dalam
arti ini adalah labeling sebagai akibat dari reaksi masyrakat.
Persoalan labeling yang kedua adalah (efek labeling) dalah bagaimana labeling
mempengaruhi sseorang yang terkena label atau cap. Persoalan ini memperlakukan
labeling sebagai variable yang independent atau variable bebas. Dalam kaitan ini,
terdapat dua proses bagaimana labeling mempengaruhi seseorang yang terkena cap atau
melakukan penyuimpangan tingkah lakunya.
Pertama, cap atau label tersebut menarik perhatian pengamat dan mengakibtakan
pengamat selalu memperhatikannya dan kemudian seterusnya cap atau label itu diberika
kepadanya oleh si pengamat.
Kedua, cap atau label tersebut telah diadopsi oleh seseorang dan mempengaruhi
dirinya sehingga ia mengakui dengan sendirinyq sebagai mana cap atau label itu
diberikan kepadanya oelh sipengamat.
Salah satu dari kedua proses diatas, dapat memperbesar penyimpangan tingkah
laku (kejahatan) dan membentuk karier criminal seseorang. Seseorang yang sudah
memperoleh cap atau label dengan sendirinya akan menjadi perhatian orang-oramg yang
ada di sampingnya atau disekitarnya. Selanjutnya, kewaspadaan tau keperhatian
seseorang yang ada di sekitarnya akan mempengaruhi orang yang dimaksud sehingga
kejahatan kedua dan selanjutnya akan mungkin terjadi lagi.

2
Para tokoh kriminologi, telah berupaya memaparkan serta menjelaskan tentang
teori labeling ini, diantaranya:
a. Cooley, Thomas dan Mead (Social Interaktif)
Mareka memandang pribadi manusia terbentuk melalui suatu proses interaksi
social. Mead menyamakan dampak dari labeling social dengan “the angel with fiery
sword at the gate who can cut one off from the world to which he belongs” (malaikat
dengan pedang berapi di gerbang yang dapat memutuskannya dari dunia tempat ia
berada). Labeling dengan begitu memisahkan yang baik dengan yang buruk, yang
berlaku biasa dengan yang menyimpang.
b. Frank Tanneubaum (Dramatization Of Evil)
Frank menjelaskan satu proses terjadinya kejahatan, seseoaang merusak jendela,
memanjat atap atau perbuatan lainnya merupakan tingkah normal bagi orang dewasa
dalam mencari kesenangan dan pertualangan. Orang yang melakukan perbuatan itu boleh
dikatakan menganggu bahkan jahat. Konflik merupakan awal dari suatu proses dengan
mana perbuatan jahat tadi membawa sipelaku tadi menjadi penjahat. Dari titik ini, pelaku
kejahatan tadi akan berpisah dengan masyarakat-masyarakat yang konvensional.
Menerima label atau cap criminal ini, frank menamai ini sebagai proses labeling atau
suatu “dramatization of evil”
c. Edwin Lemert
Lemert mengelaborasi pendapat frnka dengan memformulasikan asumsi-asumsi
dasar dari teori labeling. Lemert membedakan dua jenis penyimpangan. Penyuimpangan
primer(primery deviation) dengan penyimpangan sekunder (secondary deviation).
Premeri deviation ditujukan kepada perbuatan penyimpangan tingkah laku awal,
sedangkan secondary deviation adalah ebrkaitan dengan reorganisasi psikologis dari
pengalaman seseorang sebagai akibat dari penengkapan dan cap katau lebel sebagai
penjahat.
d. John Braithwaite
Inti dari control sosiala adalah apa yang disebut oelh john sebagai shaming, yang
ia definisikan sebagai “semua proses mengekspresikan ketidak setujuan yang memilik
kesegajaan atau pengaruh dari meminta penyesalan mendalam pada diri orang yang
mendapatkan malu dan atau disalahkan pihak lain yang tahu tentang itu.

3
Shaming hadir dalam dua macam, yaitu: reintegrative dengan disintegrative. John
mengatakan bahwa disintegrative dapat menciptakan suatu “class of outcast” ( kelas
orang yang terusir atau terbuang) sedangkan reintegrative adalah suatu tindakan illegal
yang pada awalnya menimbulkan ketidak setujuan masyarakat tetapi kemudian diikuti
oleh upaya-upaya untuk mengintegrasikan pelaku untuk kembali kepada masyarakat
sebagai orang yang taat hokum atau warga yang terhormati melalui kata-kata atau bahasa
tubuh yang menunjukkan pemaafan atau pernyataan untuk tidak menandai pelaku
tersebut sebagai deviant.
Dalam reintegrasi shaming tadi, condemnation (penyalahan) diikuti dengan
community responses (tanggapan-tanggapan masyarakat) yang bertujuan mengikat
kembali pelaku kejahatan dengan ketertiban social.
Dalam kasus in shaming mempunyai dua wajah:
1. ia membuat kepastian bahwa ketidak pantasan perbuatan salah itu diketahui oleh
sipelaku dan oleh semua orang yang menyaksikan.
2. ia menampilkan suatu kesempatan untuk memperbaiki pelaku bagi
keanggotaannya dalam kelompok.
Schrag (1971: 89-91) menyimpulkan asumsi dasar dari teori labeling sebagai
berikut:
1. tidak ada suatu perbuatan yang terjadi dengan sendirinya bersifat criminal
2. rumusan atau batasan tentang kejahatan dan penjahat dipaksakan sesuai dengan
kepentingan mareka yang memiliki kekuasaan.
3. seseorang menjadi penjahat bukan karena ia melanggar undang-undang,
melainkan karena ia di tetapkan demikian oleh penguasa.
4. setiap orang bisa berbuat baik dan buruk, ini bukan berarti mareka dapat
dikelompokkan menjadi kelompok criminal dan non criminal.
5. tindakan penangkapan merupakan awal dari proses labeling.
6. dan lain sebagainya.

4
BAB III
KESIMPULAN
Di antara ruang lingkup pembahasan kriminologi adalah teoria labeling dimana
teori ini berlandaskan bahwa kriminalitas adalah sebuah kata dan bukan perbuatan atau
tidakan.
Pendekatan teori labeling ini dapat dibedakan menjadi 2 bagian yaitu:
1. persoalan tentang bagaimana dan mengapa seseorang memperoleh cap atau label.
2. efek labeling terhadap penyimapangan tingkah laku berikutnya.

Para tokoh kriminologi yang berfaham labeling:


a. Cooley, Thomas dan Mead (Social Interaktif)
b. Frank Tanneubaum (Dramatization Of Evil)
c. Edwin Lemert
d. John Braithwaite

5
DAFTAR PUSTAKA
Atmasasmita, romli. “Teori Dan Kapita Selekta Kriminologi”, PT Refika Aditama:
Bandung, 2007.
Santoso, Topa. “Kriminologi”, PT Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2006
http://www. Massoka. Wordpress.com
http:// www. Fortunecity. com

You might also like