Professional Documents
Culture Documents
A. Judul
B. Bidang Penelitian
Bidang Ilmu Pendidikan Kimia
berbagi program studi, baik yang bersentuhan dengan dunia sains, ekonomi sosial budaya,
tenaga kependidikan dan lain sebagainya. Pandangan masyarakat secara umum menyatakan
kesempatan kerja yang ada, ini berarti bahwa tujuan akhir dari penggunaan jasa pendidikan
adalah teraihnya lapangan pekerjaan yang diharapkan. Mereka menganggap bahwa lulus
dari perguruan tinggi adalah modal utama untuk meraih kesuksesan di masa depan. Oleh
karena itu masyarakat berupaya memasuki bidang studi yang dipandang marketable dan
memiliki prospek yang lebih baik untuk pengembangan karir setelah selesai studi.
Pandangan diatas sangat rasional tetapi bila dikaitkan dengan tingkat pengganguran di
Indonesia, ternyata menunjukan gejala yang tidak selaras. Data yang didapat dari
pendidikan; Sekolah Dasar (SD) 3,419,614 atau sekitar 33 persen, Sekolah Menengah
pertama mencapai 2,643,062 atau 25 persen, Sekolah menengah atas (SMA) 3,450,053 atau
36 persen, Diploma/akademi sebesar 330,316 atau sekitar 3 persen, sedangkan yang berlatar
belakang sarjana 409,890 atau sebesar 4 persen. Angka pengangguran untuk perguruan
1
tinggi menduduki angka terkecil tetapi hal ini sangatlah mengkhawatirkan, karena
Suwignyo (2007) fenomena tersebut terjadi karena pendidikan kita lebih banyak
menyiapkan siswa didiknya untuk bekerja di bidang industri dan kecenderungan masyarakat
kita yang mendambakan bekerja sebagai pegawai negeri. Padahal lapangan pekerjaan untuk
sektor industri makin sempit dan daya tampung pegawai negeri juga kecil. Pendidikan
belum mampu menyiapkan anak didiknya untuk kreatif dan inovatif menciptakan lapangan
kerja.
peserta didik dan kegiatan pembelajaran adalah tiga faktor yang memiliki peran penting.
Pengajar sebagai subyek pembelajaran memiliki tugas dan tanggung jawab atas inisiatif dan
pengarah pembelajaran. Peserta didik sebagai obyek, dituntut kesediaan dan kesiapannya
untuk terlibat langsung secara aktif. Pembelajaran akan berlangsung dinamis jika terjadi
keterpaduan harmonis dan bersifat komplementer antara aktifitas pengajar dan peserta didik.
Keberhasilan tersebut ditunjukkan dengan adanya perubahan pada diri peserta didik sesuai
Sangatlah wajar jika suatu proses transformasi pembelajaran berhasil baik jika input
transformasi berupa anak didik yang berkualitas. Permasalahannya adalah tidak semua
transformasi yang berkualitaslah yang akhirnya harus diupayakan dapat memberikan output
pembelajaran sebagai proses transformasi belajar peserta didik, maka diperlukan proses
2
Pendidikan Kimia pada Program Studi Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA)
jurusan Tadris IAIN Walisongo mengemban tugas untuk menghasilkan lulusan sarjana
pendidikan kimia yang bekualitas. Keberadaan program pendidikan kimia yang relatif baru
tentu saja merupakan kendala tersendiri dalam memperoleh mahasiswa dengan jumlah besar
dan berkualitas tinggi. Berdasarkan data kemahasiswaan Fakultas Tarbiyah tahun ajaran
2007/2008 angkatan pertama telah memasuki semester X dan belum pernah meluluskan,
total mahasiswa Pendidikan Kimia sejumlah 88 orang terdiri; 69 orang atau 77,2 % dari
Madrasah Aliyah, 16 atau 18,18% orang dari Sekolah Menengah Atas dan 3 orang atau 3,41
% dari Sekolah Menengah Kejuruan. Sedangkan jurusan asal dari mahasiswa adalah 79 dari
IPA, 9 orang dari IPS.(Tim Evaluasi Diri Tadris Kimia, 2008) Data tersebut setidaknya
Berdasarkan penelitian awal mahasiswa pendidikan kimia mata kuliah Kimia Bahan
Makanan semester genap tahun 2007/2008 terdapat 55,5% mahasiswa yang memiliki nilai
yang kesulitan dalam mengajarnya, hal ini disebabkan tidak semua sekolah yang ditempati
memiliki laboratorium yang memenuhi syarat pembelajaran. Hal ini menjadi kendala
tersendiri bagi pengajar untuk bisa meningkatkan kreativitas dan minat entreprenurship
pembelajaran disekolah.
Kondisi laboratorium kimia Tadris Kimia yang belum memadai (hanya terdiri atas
laboratorium untuk kimia dasar) merupakan suatu tantangan tersendiri bagi pengajar untuk
memanfaatkan sebaik mungkin sarana yang ada melalui pengembangan pembelajaran yang
3
bertujuan meningkatkan orientasi kecakapan mahasiswa (life skill oriented) Pendidikan
Kimia.
Tujuan suatu pendidikan tinggi adalah menyiapkan peserta didik mengerti dan
terintegrasi dalam dunia kerja setelah pendidikan usai dan pembekalan entrepreneurship
menjadi penting untuk memasuki di dunia kerja (Namuli, 2002). Berdasarkan penelitian
Khoiril Anwar (2008) faktor kesuksesan lulusan perguruan tinggi dipengaruhi banyak hal
diantaranya; mau bekerja keras, percaya diri, mampu bekerja dalam tekanan dan mudah
secara maksimal sehingga mampu menampilkan kompetensi tertentu. Proses belajar tidak
lagi berorientasi pada banyak materi pelajaran kimianya (subject matter oriented) tetapi
lebih berorientasi kepada kecakapan yang dapat ditampilkan oleh peserta didik (life skill
dicapai, proses belajar lebih menarik, peserta didik terfokus perhatiannya dan termotivasi
untuk mengetahui lebih jauh serta hasil belajarnya lebih bermakna (Supartono, 2006).
dikaitkan pada obyek nyata, sehingga selain mendidik, pendekatan ini memungkinkan
mahasiswa dapat mempelajari proses pengolahan suatu bahan menjadi produk yang
4
D. Identifikasi Masalah
Kimia.
2. Input mahasiswa Jurusan Tadris Program Studi Pendidikan Kimia IAIN Walisongo
memiliki latar belakang variatif sehingga memerlukan proses tranformasi ilmu yang
efektif dan efisien untuk meningkatkan hasil pembelajaran.
3. Pembelajaran mata kuliah Kimia Bahan Makanan yang ada, belum berorientasi chemo-
entreprenuership (CEP).
4. Kegiatan praktikum materi kimia bahan makanan yang selama ini ada belum menuntun
mahasiswa menjadi lebih kreatif serta berminat wirausaha (entrepreneurship) maka
memerlukan pembelajaran yang berbasis CEP.
A. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dirumuskan masalah
utamanya yaitu bagaimanakah mengembangkan perangkat pembelajaran kimia bahan
makanan mahasiswa Tadris IAIN Walisongo melalui pembelajaran kimia berbasis
Chemoentreprenurship (CEP) ?
5
d. Apakah pengembangan pendekatan berbasis CEP membawa pengaruh terhadap hasil
A. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum.
2. Tujuan Khusus
A. Manfaat penelitian
6
maupun psikomotor khususnya pada pembelajaran Mata kuliah kimia bahan
makanan.
entrepreneurship.
kompetensi.
4. Bagi lembaga, khususnya Jurusan Tadris Program Studi Pendidikan Kimia Fakultas
A. Kajian Teori
a. Belajar
merupakan suatu perubahan prilaku yang dapat diamati, yang terjadi melalui
Belajar adalah suatu proses dari konditioning reflect (respon) melalui pergantian
dari suatu stimulus kepada yang lain. Thorndike mengartikan Belajar adalah
proses ‘stamping in’ ( diingat), forming, hubungan antara stimulus dan respon.
7
James O. Whittaker dalam Djamarah (1999) memberikan pengertian belajar
adalah Proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau
kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil
menaksir fakta, menggunakan istilah dan penekanan terhadap aspek tertentu (Ali,
2002).
pengalaman hasil observasi dari kejadian yaang dialami, belajar kognitif yang
terjadi bila kita melihat dan memahami peristiwa di sekitar kita dengan cara
b. Hasil Belajar
Penilaian hasil belajar adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengetahui sejauh
mana proses belajar dan pembelajaran telah berjalan secara efektif. Keefektifan
8
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa yaitu faktor internal
terdiri faktor fisiologis dan psikologis, dan faktor eksternal meliputi faktor
lingkungan dan sekolah (Tim pengembangan MKDK IKIP Semarang, 1989). Tes
hasil belajar siswa dilakukan setiap guru untuk memberikan informasi sampai
dimana penguasaan dan kemampuan yang telah dicapai siswa tentang materi
mata pelajaran yang telah diberikan (Simanjuntak dan Pasaribu,1993). Tes hasil
belajar (achievement test) adalah salah satu alat dalam evaluasi. Arikunto (2001)
mengatakan tes adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis dan obyektif
untuk memperoleh data-data atau alat yang diinginkan tentang seseorang dengan
cara cepat dan tepat. Sedangkan Chabib Thoha (1990) mengartikan tes adalah
kesimpulan dengan cara membandingkan degan standar atau testee lainnya. Tes
adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat yang digunakan untuk
Aktifitas mengajar dan belajar adalah inti proses pengajaran. Pengajaran melibatkan
9
berupa prosedur atau langkah pengajar dalam melaksanakan rencana tersebut. Sudjana
(1998) mendifinisikan strategi pengajaran sebagai taktik yang digunakan pengajar dalam
melaksanakan proses belajar mengajar agar dapat mempengaruhi siswa mencapai tujuan
dapat diterapkan sesuai tujuan pengajaran yang saling berkaitan. Benyamin Bloom dalam
Tim MKDK IKIP Semarang (1989) mengklasifikasikan tujuan pengajaran dalam 3 aspek
Glasser menyatakan banyak ragam pola pengajaran yang dikemukakan para ahli
merumuskan sebuah pola dasar mengajar tradisional (pola dasar pokok). Pola tersebut
memiliki empat komponen pokok yaitu tujuan pengajaran, pengenalan peserta didik awal,
proses mengajar dan penilaian. Kemp (1977) menyatakan pola mengajar terdiri dari
kegiatan dosen, kegiatan peserta didik, alat dan metode serta evaluasi.
tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang dan para pengajar
selama ini biasa diterapkan menggunakan metode ekspositori dengan menganut persepsi
lama yang menganggap bahwa dosen sebagai sumber informasi dan fikiran peserta didik
sebagai kertas kosong yang putih bersih dan siap menunggu coretan-coretan berupa
10
pengetahuan dari dosennya. Sudah merupakan tugas dosen untuk mengajar dan
Pembelajaran semacam ini membuat mahasiswa pasif dan kurang terlibat dalam
sehingga selain mendidik, pendekatan CEP ini memungkinkan peserta didik dapat
mempelajari proses pengolahan suatu bahan menjadi produk yang bermanfaat, bernilai
hidup (life skills) yang meliputi enterpreneur personal, sosial, vokasional, dan akademik.
1. Motivasi berprestasi
untuk menjelaskan tindakan pada atau di dalam suatu organisme untuk memulai
(initiate) dan mengarahkan (direct) perilaku. Konsep motivasi juga dipakai untuk
11
dengan intensitas yang lebih besar dianggap sebagai hasil level motivasi yang
lebih tinggi. Sedangkan menurut Soetanto (1998) motivasi adalah kendali perilaku
2004).
2. Mandiri
Mandiri adalah membangun daya pikir kita untuk tidak tergantung pada
orang lain atau membiasakan diri kita untuk selalu melakukan hal tanpa campur
tangan orang lain. orang yang mempunyai sifat mandiri menyakini dan sadar
bahwa tidak selamanya kita bergantung sama orang lain dan tidak selalu orang
3. Pengambilan Resiko
yang merupakan suatu akibat dari suatu tindakan atau kegiatan. Resiko
12
relatif lebih besar dibandingkan dengan kegagalannya. Resiko rendah keberhasilan
4. Kreativitas
subjek dari perspektif baru dan mebentuk kombinasi-kombinasi baru dari dua atau
lebih konsep yang telah tercetak dalam pikiran. (James R Evan, 1994). Pengertian
dimensi proes, dimensi produk dan dimensi pendorong (press). Berfikir kreatif
menurut Lawson (1980) dimaknai sebagai suatu proses kreatif yaitu merasakan
adanya kesulitan, masalah, kesenjangan informasi, adanya unsur yang hilang dan
13
harus mencamtumkan unsur kebaruan. Ide-ide kreatif merupakan hal baru bagi
kita, meskipun hal tersebut mungkin telah ditemukan orang lain ditempat atau
kembali dan asosiasi pengetahun serta pengalaman dalam cara yang baru (James R
Evan, 1994).
dari lingkunga, ada lingkungan yang tidak menghargai imajinasi atau fantasi dan
b. Ingatan.
c. Kelancaran.
d. Fleksisbilitas.
e. Keaslian
g. Kemampuan adaptasi.
h. “Permainan” intelektual.
i. Humor.
j. Nonkomformitas.
l. Kepercayaan didri.
14
m. Skeptisisme.
n. Intelegensi
9. Mempunyai imajinasi.
(Supartono, 2006)
Pembelajaran kimia dengan pendekatan CEP akan lebih menyenangkan dan dapat
kompetensi tertentu. Proses belajar siswa tidak lagi berorientasi materi pelajaran
15
(subject matter oriented), tetapi lebih berorientasi pada kecakapan yang dapat
mengetahui lebih jauh, serta hasil belajarnya meningkat serta hasil belajarnya
menjadi lebih bermakna. Dampak dari penerapan CEP ini diharapkan dapat
Bahan Makanan, Organoleptik Bahan Makanan, zat aditif, pengolahan dan pengawetan
bahan makanan.
(Yandri,2006). Istilah zat aditif sendiri mulai familiar di tengah masyarakat Indonesia
setelah merebak kasus penggunaan formalin pada beberapa produk olahan pangan,
tahu, ikan dan daging yang terjadi pada beberapa bulan belakangan. Formalin sendiri
16
digunakan sebagai zat pengawet agar produk olahan tersebut tidak lekas
masyarakat untuk bersifat proaktif dalam memilah-milah mana zat aditif yang dapat
dikonsumsi dan mana yang berbahaya. Secara umum, zat aditif makanan dapat dibagi
menjadi dua yaitu : (a) aditif sengaja, yaitu aditif yang diberikan dengan sengaja
dengan maksud dan tujuan tertentu, seperti untuk meningkatkan nilai gizi, cita rasa,
mengendalikan keasaman dan kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa, dan lain
sebagainya. Dan kedua, (b) aditif tidak sengaja, yaitu aditif yang terdapat dalam
makanan dalam jumlah sangat kecil sebagai akibat dari proses pengolahan (De man,
1997). Bila dilihat dari sumbernya, zat aditif dapat berasal dari sumber alamiah
seperti lesitin, asam sitrat, dan lain-lain, dapat juga disintesis dari bahan kimia yang
mempunyai sifat serupa dengan bahan alamiah yang sejenis, baik susunan kimia,
lebih stabil, dan lebih murah. Walaupun demikian ada kelemahannya yaitu sering
kanker pada hewan dan manusia (Anton,1990). Zat aditif makanan telah
17
Terlalu banyak
mengkonsumsi zat
Natrium benzoat, Natrium Nitrat, Asam pengawet akan
Pengawet
Sitrat, Asam Sorbat, Formalin mengurangi daya
tahan tubuh terhadap
penyakit
Pala, merica, cabai, laos, kunyit, ketumbar Penyedap alami
Penyedap Mono-natrium glutamat/vetsin
(ajinomoto/sasa), asam cuka, benzaldehida, Penyedap sintesis
amil asetat, dll
Butil hidroksi anisol (BHA), butil hidroksi
Antioksidan Mencegah Ketengikan
toluena (BHT), tokoferol
Hidrogen peroksida, oksida klor, benzoil
Pemutih -
peroksida, natrium hipoklorit
Baik dikonsumsi
Pemanis penderita diabetes,
Sakarin, Dulsin, Siklamat
bukan gula Khusus siklamat
bersifat karsinogen
Menjadi lebih asam,
Pengatur Aluminium amonium/kalium/natrium sulfat,
lebih basa, atau
keasaman asam laktat
menetralkan makanan
Ditambahkan ke
Aluminium silikat, kalsium silikat,
Anti Gumpal dalam pangan dalam
magnesium karbonat, magnesium oksida
bentuk bubuk
sumber
(Direktorat Survei dan Penyuluhan Keamanan Pangan, 2006)
b. Pengolahan dan Pengawetan Makanan
18
Presentase beras pecah waktu penggilingan cukup tinggi berkisar antara 8%,
ke atas. Hanyalah pecahan butur-butir kecil, yang ikut terbuang bersama dedak,
atau di pisahkan dengan saringan dari beras yang di jual kepada para kelas pekerja.
Sebagian besar dari butir-butir yang pecah di saring dari derajat kualitas beras yang
di jual para pedagang sebagai beras kualitas tinggi. Bila pembuangan dengan di
pertahankan di bawah 8%, hanya butir-butir pecahan kecil saja yang di buang, maka
hasil dari asal seharusnya 65% berupa beras giling ringan yang mengandung
thiamin 2 ug per gram. Berbeda halnya dengan beras yang di peroleh melalui proses
penggilingan, pada proses beras yang hanya di peroleh dari hasil penumbukan
hasilnya beras tumbuk tersebut tidak tahan lama, tetapi dengan cara menumbuk
berbagai zat makanan yang terdapat dalam lembaga dan kulit ari sebagian besar
dapat di pertahankan, sebagai jalan tengah beras dapat di giling dengan cara
setengah giling (half milled rice).
a. Memasak nasi
Untuk memudahkan pengangkutan dan penyimpanan maka beras di
masukan dalam karung. Karung ini tidak selalu bersih, banyak di pakai
sekali-sekali. Kemudian penjual eceran menjualnya di toko atau di pasar
dalam keadaan terbuka tanpa mengindahkan kemungkinan pengotoran oleh
debu dan lain-lain. Justru karena itulah beras sering kali kotor mangandung
debu, batu-batu kecil dan mungkin masih mengandung gabah serta di
hinggapi serangga.
b. Memasak sayuran
Di beberapa daerah di Indonesia sayuran di makan dalam keadaan
mentah sebagai lalap. Kebiasaan makan seperti ini baik sekali, karena
memberikan pada menu sehari-hari sejumlah besar vitamin dan mineral.
Tetapi ada biji-bijian yang sebaiknya tidak di makan mentah karena
19
mengandung zat yang merugikan badan. Sayuran yang sudah di masak
berkurang kadar zat makananya, karena pengaruh berbagai faktor selama
memasak. Jumlah vitamin dan mineral yang dipertahankan tergantung pada
sifat yang di miliki oleh zat-zat makanan itu sendiri serta cara memasakyang
di lakukan. Sebagian besar vitamin yang sudah rusak ialah yang tergolong
vitamin yang mudah rusak oleh panas, yang larut dalam air dan yang mudah
di oksidasikan sehingga berubah sifat. Dalam golongan ini yang paling
banyak menderita kerusakan ialah vitamin C. jumlah mineral yang dapat
berkurang karena larut dalam air pemasak terutama karena terdapat asam-
asam organik yang mempermudah pelarutan mineral itu. Dengan singkat,
faktor-faktor yang dapat merendahkan kadar nutrien di dalam sayuran yang
di masak ialah :
1. Bila jumlah air perebus yang di pakai terlalu banyak
2. Bila air perebus ini kemudian bila di buang setelah di pakai, dan
tidak terus di pergunakan sebagai bagian dari masakan
3. Bila sayuran akan di rebus itu di potong-potong dalam ukuran
yang kecil-kecil, dan di biarkan lama sebelum di masak
4. Bila air perebus tidak di biarkan mendidih dahulu sebelum
sayuran di masukan ke dalamnya
5. Bila pada waktu merebus, panci di biarkan terbuka
6. Bila di pergunakan panci atau lainya yang terbuat dari logam
yang dapat mengkatalisa proses oksidasi terhadap vitamin,
misalnya alat-alat yang terbuat dari besi, tembaga dan lain-lain.
Sangat menarik hal sayuran yang dimasak dalam sedikit lemak (di
tumis misalnya), karena lemak ini dapat meninggikan suhu memasak,
sehingga suhu yang diperlukan untuk memasak menjadi lebih pendek.
Berbagai vitaminyang mudah rusak oleh suhu memasak, biasanya tidak larut
dalam lemak dan lemak mungkin dapat melindungi berbagai vitamin yang
mudah di oksidasikan oleh zat asam.
a. Memasak daging
20
Daging dapat di masak dengan mengoreng, merebus atau dengan
di panggang. Pada umumnya memasak daging tidak akan menurunkan
penurunan nilai gizi, bahkan dengan memasaknya, daya cerna (digestibility)
daging jauh lebih baik di bandingkan dengan yang mentah. Ini di sebabakan
oleh berbagai proses yang di akibatkan oleh suhu terhadap protein
(denaturation and coagulation). Suhu memasak dapat menyebabkan
terbentuknya zat-zat dengan aroma yang menarik selera, misalnya bau yang
di timbulkan oleh kaldu (boullion), daging panggang dan sebagainya.
Mungkin dengan mamanggang daging dapat terjadi penurunan kadar zat-zat
makanan karena waktu lemak mencair, mungkin terbawa zat-zat makanan
yang larut terbakar di dalam arang dan terjadi ikatan-ikatan organic yang
merugikan tubuh.
1. Pengawetan Bahan Makanan
Pada dasarnya kehilangan bahan gizi seperti lemak asam amino, vitamin, dan
mineral pada proses pengolahan sudah bisa di tekan seminimal mungkin jika
menggunakan teknik pengolahan yang berorientasi gizi. Kebutuhan tubuh akan bahan
gizi yang tidak dapat di penuhi dari bahan yang kita konsumsi dapat di tambah dengan
mengkonsumsi bahan lain yang mengandung zat yang kita butuhkan. Salah satu cara
yaitu dengan mengonsumsi makanan yang masih segar, sayuran dan lain-lain. Dengan
mengkonsumsi buah-buahan segar dan sayuran secara langsung maka kebutuha zat gizi
yang kita butuhkan dapat teratasi karena dala buah-buahan dan sayuran segar tersebut
sudah terdapat zat gizi seperti lemak, protein, vitamin, dan mineral. Pangan secara
umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air yang terkandung di dalamnya
sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu sendiri. Semakin tinggi kadar air
suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan kerusakannya baik sebagai akibat
aktivitas biologis internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak. kriteria
yang dapat digunakan untuk menentukan apakah makanan tersebut masih pantas di
konsumsi, secara tepat sulit di laksanakan karena melibatkan factor-faktor nonteknik,
sosial ekonomi, dan budaya suatu bangsa. Idealnya, makanan tersebut harus: bebas
polusi pada setiap tahap produksi dan penanganan makanan, bebas dari perubahan-
perubahan kimia dan fisik, bebas mikroba dan parasit yang dapat menyebabkan penyakit
atau pembusukan (Winarno,1993).
21
Menurut Desrosier ( 2008 ) Pengawetan makanan dapat dilakukan beberapa
teknik baik yang menggunakan teknologi tinggi maupun teknologi yang sederhana.
Caranya pun beragam dengan berbagai tingkat kesulitan, namun inti dari pengawetan
makanan adalah suatu upaya untuk menahan laju pertumbuhan mikro organisme pada
makanan.
Berikut adalah beberapa teknik standar yang telah dikenal secara umum oleh
masyarakat luas dunia.
1. Pendinginan
Pendiginan adalah penyimpanan bahan pangan di atas suhu pembekuan
bahan yaitu -2 sampai +10 0 C. Cara pengawetan dengan suhu rendah lainya yaitu
pembekuan. Pembekuan adalah penyimpanan bahan pangan dalam keadaan beku
yaitu pada suhu 12 sampai -24 0 C. Pembekuan cepat (quick freezing) di lakukan
pada suhu -24 sampai -40 0 C. Pendinginan biasanya dapat mengawetkan bahan
pangan selama beberapa hari atau minggu tergantung pada macam bahan panganya,
sedangkan pembekuan dapat mengawetkan bahan pangan untuk beberapa bulan atau
kadang beberapa tahun. Perbedaan lain antara pendinginan dan pembekuan adalah
dalam hal pengaruhnya terhadap keaktifan mikroorganisme di dalam bahan pangan.
Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan pangan tidak dapat membunuh bakteri,
sehingga jika bahan pangan beku misalnya di keluarkan dari penyimpanan dan di
biarkan mencair kembali (thawing), pertumbuhan bakteri pembusuk kemudian
berjalan cepat kembali. Pendinginan dan pembekuan masing-masing juga berbeda
pengaruhnya terhadap rasa, tekstur, nilai gizi, dan sifat-sifat lainya. Beberapa bahan
pangan menjadi rusak pada suhu penyimpangan yang terlalu rendah.
Teknik pendinginan adalah teknik yang paling terkenal karena sering
digunakan oleh masyarakat umum di desa dan di kota. Untuk mendinginkan
makanan atau minuman bisa dengan memasukkannya ke dalam kulkas atau lemari es
atau bisa juga dengan menaruh di wadah yang berisi es. Biasanya para nelayan
menggunakan wadah yang berisi es untuk mengawetkan ikan hasil tangkapannya. Di
rumah-rumah biasanya menggunakan lemari es untuk mengawetkan sayur, buah,
daging, sosis, telur, dan lain sebagainya.
2. Pengasapan
22
Cara pengasapan adalah dengan menaruh makanan dalam kotak yang
kemudian diasapi dari bawah.Teknik pengasapan sebenarnya tidak membuat
makanan menjadi awet dalam jangka waktu yang lama, karena diperlukan perpaduan
dengan teknik pengasinan dan pengeringan.
3. Pengalengan
Sistem yang satu ini memasukkan makanan ke dalam kaleng alumunium
atau bahan logam lainnya, lalu diberi zat kimia sebagai pengawet seperti garam,
asam, gula dan sebagainya. Bahan yang dikalengkan biasanya sayur-sayuran, daging,
ikan, buah-buahan, susu, kopi, dan banyak lagi macamnya. Tehnik pengalengan
termasuk paduan teknik kimiawi dan fisika. Teknik kimia yaitu dengan memberi zat
pengawet, sedangkan fisika karena dikalengi dalam ruang hampa udara.
4. Pengeringan
pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan
sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di
kandung melalui penggunaan energi panas. Biasanya, kandungan air bahan tersebut
di kurangi sampai batas sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi di
dalamya. Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dan volume
bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang
pengangkutan dan pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga
memudahkan transpor, dengan demikian di harapkan biaya produksi menjadi lebih
murah. Kecuali itu, banyak bahan-bahan yang hanya dapat di pakai apabila telah di
keringkan, misalnya tembakau, kopi, teh, dan biji-bijian. Di samping keuntungan-
keuntunganya, pengeringan juga mempunyai beberapa kerugian yaitu karena sifat
asal bahan yang di keringkan dapat berubah, misalnya bentuknya, misalnya
bentuknya, sifat-sifat fisik dan kimianya, penurunan mutu dan sebagainya. Kerugian
yang lainya juga disebabkan beberapa bahan kering perlu pekerjaan tambahan
sebelum di pakai, misalnya harus di basahkan kembali (rehidratasi) sebelum di
gunakan. Agar pengeringan dapat berlangsung, harus di berikan energi panas pada
bahan yang di keringkan, dan di perlukan aliran udara untuk mengalirkan uap air
yang terbentuk keluar dari daerah pengeringan. Penyedotan uap air ini dapat juga di
lakukan secara vakum.
23
Pengeringan dapat berlangsung dengan baik jika pemanasan terjadi pada
setiap tempat dari bahan tersebut, dan uap air yang di ambil berasal dari semua
permukaan bahan tersebut. Factor-faktor yang mempengaruhi pengeringan terutama
adalah luas permukaan benda, suhu pengeringan, aliran udara, tekanan uap di udara,
dan waktu pengeringan. Mikro organisme menyukai tempat yang lembab atau basah
mengandung air. Jadi teknik pengeringan membuat makanan menjadi kering dengan
kadar air serendah mungkin dengan cara dijemur, dioven, dipanaskan, dan
sebagainya. Semakin banyak kadar air pada makanan, maka akan menjadi mudah
proses pembusukan makanan.
4. Pemanisan
Pemanisan makanan yaitu dengan menaruh atau meletakkan makanan
pada medium yang mengandung gula dengan kadar konsentrasi sebesar 40% untuk
menurunkan kadar mikroorganisme. Jika dicelup pada konsenstrasi 70% maka dapat
mencegah kerusakan makanan. Contoh makanan yang dimaniskan adalah seperti
manisan buah, susu, jeli, agar-agar, dan lain sebagainya.
5. Pengasinan
Cara yang terakhir ini dengan menggunakan bahan NaCl atau yang kita
kenal sebagai garam dapur untuk mengawetkan makanan. Tehnik ini disebut juga
dengan sebutan penggaraman. Garam dapur memiliki sifat yang menghambat
perkembangan dan pertumbuhan mikroorganisme perusak atau pembusuk makanan.
Contohnya seperti ikan asin yang merupakan paduan antara pengasinan dengan
pengeringan.
A. Hipotesis
24
2. Pengembangan perangkat pembelajaran berbasis Chemoentrepreunuership (CEP) dapat
meningkatkan hasil belajar mahasiswa mata kuliah Kimia Bahan Makanan dalam aspek
kognitif.
meningkatkan hasil belajar mahasiswa mata kuliah Kimia Bahan Makanan dalam aspek
aspek afektif
meningkatkan hasil belajar mahasiswa mata kuliah Kimia Bahan Makanan dalam aspek
psikomotor
1. Metode Penelitian
2. Subyek Penelitian
mahasiswa.
3. Desain Penelitian
25
menggunakan desain yang diadaptasi dari model pengembangan pengajaran yang
Langkah 1
Kebutuhan mahasiswa
(secara teoritis)
Langkah 3
Langkah 2
Identifikasi kemampuan subyek
penelitian Analisis kurikulum sains dan
ketersediaan fasilitas
Langkah 4
Pembuatan Perangkat
Pembelajaran (PP) berbasis Langkah 5
CEP
Evaluasi PP oleh 26
pakar
Langkah 6
Langkah 7
Uji Coba I
Penerapan
Hasil
Gambar 1. Bagan Desain Penelitian.
4. Tahap Penelitian
IAIN Walisongo (langkah 2), serta mengungkap kemampuan (dengan instrumen tes
dan evaluasi) kimia yang dimiliki oleh mahasiswa yang menjadi subyek penelitian
27
b. Tahap Pengembangan, Pembuatan Perangkat Pembelajaran berbasis CEP
Pembelajaran yang telah direvisi dan disetujui pakar (langkah 6). Uji Coba tahap
pertama mengunakan Perangkat yang disetujui pakar (langkah 7). Revisi Perangkat
pembelajarn berdasarkan hasil uji coba dan didapatkan perangkat yang baik
(langkah 8).
c. Tahap Penerapan Perangkat Pembelajaran yang baik untuk diaplikasikan dan diamati
A. Fokus Penelitian
1. Fokus input adalah perangkat pembelajaran yang tercermin pada modul yang dilengkapi
dengan petunjuk praktikum mahasiswa.
2. Fokus output adalah respon mahasiswa yang terkait dengan:
a. Hasil belajar aspek kognitif.
b. Hasil belajar aspek afektif.
c. Hasil belajar aspek psikomotor.
d. Kreativitas yang berhubungan mata kuliah bahan makanan
e. Minat entrepreunurship yang berhubungan mata kuliah bahan makanan.
A. Instrumen-instrumen
28
c. Petunjuk praktikum berbasis CEP ini digunakan untuk mengkondisikan peserta
didik agar persiapannya lebih baik dan untuk mempermudah mahasiswa
melakukan kegiatan di laboratorium.
2. Instrumen penelitian
Instrumen yang disiapkan adalah
a. Lembar pengamatan terdiri atas 2 bentuk yaitu lembar pengamatan untuk
mengamati kualitas proses belajar mengajar (PBM) berlangsung, dan lembar
pengamatan yang bertujuan mendapatkan data aspek afektif dan aspek psikomotor
peserta didik.
b. Alat tes tertulis digunakan untuk mengukur kemampuan hasil/prestasi belajar
mahasiswa, dan didapatkan data aspek kognitif.
c. Angket digunakan untuk mengungkap kreatifitas, minat, hasil belajar aspek
afektif, aspek psikomotor mahasiswa terhadap pendekatan pembelajaran
Chemoentrepreunuership.
.
A. Validasi dan Uji Coba Instrumen
1. Validasi Instrumen
Validasi instrumen dilakukan dengan dua cara yaitu validasi isi dan validasi
butir, serta dikonsultasikan pada pakar dibidangnya. Instrumen tes dan angket
sebelum digunakan untuk penelitian, terlebih dahulu diuji validitas, realiabilitas dan
untuk instrumen tes dilakukan uji kesukaran, uji daya beda dan diuji coba pada
kelas yang telah menerima materi tersebut.
(tinggi, sedang dan rendah) dan 3 dosen observer untuk mengetahui tingkat
keterbacaannya.
29
belajar siswa dilaksanakan pada mahasiswa semester VI. Soal yang digunakan
untuk mengetahui validitas, daya pembeda, reliabilitas dan tingkat kesukaran soal.
Soal-soal yang telah diuji, digunakan untuk mengungkap hasil belajar mahasiswa
kreatifitas dan minat mahasiswa. Dengan skala likert variabel yang akan diukur
a. Analisis Validitas
Validitas butir soal adalah validitas yang menunjukkan bahwa butir tes dapat
menjalankan fungsi pengukurannya dengan baik. Hal ini dapat diketahui dari
seberapa besar peran yang diberikan oleh butir soal dalam mencapai
keseluruhan skor. Uji validitas butir soal tes ini menggunakan rumus sebagai
Mp − Mt p
rpbis =
St q
Keterangan :
Mp = Rata- rata skor total yang menjawab benar pada butir soal
30
Mt = Rata- rata skor total
N −2
thitung = rpbis
1 − rpbis
Keterangan:
Kriteria pengukurannya adalah jika thitung ≥ t1-α dengan dk = N-2, rpbis signifikan
b. Reliabilitas
Sebuah tes dikatakan reliabel apabila tes tersebeut dapat memberikan hasil
tetap dan ajeg, artinya jika digunkan pada sejumlah subyek yang sama pada
langkahnya adalah
31
1. Membuat tabel analisis butir tanpa harus dikelompokkan nomor ganjil dan
genap.
salah.
r11=kk-1SDt2-∑pqSDt2
Keterangan :
item
32
r = 0,200 – 0,399 : rendah
Tingkat kesukaran adalah angka yang menjadi indikator mudah sukarnya soal.
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar.
JBA + JBB
IK =
JS A + JSB
Keterangan:
IK = Indeks kesukaran
JBA = Jumlah yang benar pada butir soal pada kelompok atas
JBB = Jumlah yang benar pada butir soal pada kelompok bawah
termodifikasi:
33
b. Daya Pembeda
sebagai berikut:
JBA − JBB
DP =
JS A
Keterangan:
DP : Daya Pembeda
JBA : Jumlah yang benar pada butir soal pada kelompok atas
JBB : Jumlah yang benar pada butir soal pada kelompok bawah
34
A. Teknik Pengumpulan Data
nonpartisipan.
3. Uji coba soal-soal tes untuk mengetahui respon aspek kognitif mahasiswa
A. Analisis Data
Analisis data ini digunakan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Langkah
χ2=∑fo-fe2fe
Dimana
b. Uji Hipotesis
35
hasil pengujian diperoleh p value atau signifikansi kurang dari 0,05 dapat
berlangsung(Lawson, 1980).
36
P Kegiatan
1 2
er 3
fo
r
m
a
37
Gambar 2. Grafik Pola Kreatifitas, Inovasi dan Minat Entreprenuership Mahasiswa
1. Aspek Kognitif
dari nilai prestasi belajar yang diperoleh mahasiswa setelah mengikuti tes
Keberhasilan belajar yang ingin dilihat yakni seberapa besar daya serap atau
tingkat pemahaman peserta didik terhadap materi yang telah diberikan selama
mahasiswa.
38
d. Kurang/minimal, apabila bahan yang diajarkan kurang dari 60% dapat
Pada penelitian ini target aspek kognisi yang diharapkan adalah 75%
1. Aspek Afektif
penelitian ini.
2. Aspek Psikomotor
diharapakan adalah 75% mahasiswa trampil dengan aspek yang dinilai dari
3. Aspek Kreatifitas
produk atau gagasan apa saja yang pada dasarnya baru dan sebelumnya
39
tidak dikenal pembuatnya. Target capaian Kreativitas penelitian ini adalah,
kepercayaan diri siswa, dan keuletan dan sikap bekerja keras pada siswa
meningkat.
Minat ialah suatu pemusatan perhatian yang tidak disengaja yang terlahir
dengan penuh kemauannya dan yang tergantung dari bakat dan lingkungan.
Target capaian pada penelitian ini adalah meningkatnya minat
entrepreuneurship mahasiswa, selaku peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Agung, Rusman,2007, Kewirausahaan Sebagai Sebuah Nilai, Terjemahan dari Educational
Technology and society,ISSN 1436-4522
Agus Suwignyo, 2007, Dasar-dasar Intelektual : Yang terlupakan dalam hubungan Univesitas
dan Dunia Kerja. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Ahmadi dan Supriyono, 2004. Membangkitkan Motivasi Berprestasi Anak dengan Tes IQ,
Jakarta. Hariwijaya press
Ali. M. 2002. Bimbingan Belajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Anton, K. 1990, Analisis Makanan dan Bahan Makanan, Bogor :Pusat Antar Universitas IPB.
Arikunto, S. 1998. Prosedur Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Bastaman, Otong. 2005. Perangkat Pembelajaran. Bandung: Tim Pengembangan Kurikulum
Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat.
Budiyanto. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Gizi, malang : UMM press
Chabib Thoha. 1990. Tehnik Evaluasi pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Dahar, R,W.1989.Teori-teori Belajar, Jakarta: Erlangga.
De Man, J. 1997. Kimia Makanan, Bandung: Penerbit ITB.
40
Depnakertrans, 2008. Pengangguran di Indonesia tahun 2007, di unduh dari www. Nakertrans.
go .id. tanggal 28 Febuari 2009 jam 20.00
Direktorat Survei dan Penyuluhan Keamanan Pangan. 2006. Pemanfaatan Zat Aditif Secara
Tepat. Lampung: Badan Pengendalian Obat dan Makanan (BPOM).
Djamarah, SB dan Zaib, Aswan. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Cetakan Kedua. Jakarta:
Rineka Cipta.
Djamarah, Syaiful Bahri, 1999. Psikologi Belajar. Jakarta. Rineka Cipta.
Djiwandono, Siti wuryani,2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta. Grasindo
Epstein, G. 2001. Paper presented at educational workshop off psychology, diunduh 10
Oktober 2008, Http://www.psychology.nottingham.ac.uk/grb/papers/ht97-flexitext
Gelder, Leon Van.1979. Didactical Analisys. Groningen, Netherland: Wolters Noordhoff.
Geoffrey g. Meredith. 1996. Kewirausahaan teori dan praktek. Jakarta: PT Pustaka
binamanpressindo.
Irianto, Agus. 2004. Statistik: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: Prenada Media Group
James. R. Evans. 1994. Berfikir Kreatif dalam Pengambilan Keputusan dan Manajemen.
Jakarta: Bumi Aksara.
Kemp, Jerrold, E. 1977. Instructional design; Aplan for unit and course development. Belmot:
California Fearon Pitman Publisher, Inc.
Khoiril Anwar, 2008. Pengangguran Intelektual; Kesenjangan antara pendidikan tinggi dan
Dunia Usaha. Nadwa;Jurnal Pendidikan Islam, ISSN 1979-1739, Semarang: Fakultas
Tarbiyah IAIN Walisongo
Krestini, E.H. 2005. Penerapan Metode Eksperimen Pada Pembelajaran Sistem Respirasi
Manusia Sebagai Upaya Mencapai Hasil Belajar Siswa. Tugas Akhir Program Akta
Mengajar Universitas Langlangbuana. Bandung: Tidak diterbitkan
Lawson, Ralph. 1980. Teaching Science. London: Roultledge.
Mulyasa, E. 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Namuli, Sarah, Tamale.2002. A Presentation on Entrepreneurship Education and Training in
Uganda, Uganda:Ministry of Education and Sports
Petri, M. 1981. A study of adaptive link annotation in educational. Proceding 0f Media Vol 1
Pitsburgh, pa USA
Rohani, A.2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Simanjutak, B, dan Pasaribu, L. 1993. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Tarsito.
Siswoyo Banu, Bambang, 2008, Konsep Dasar UKM, Malang: fakultas Ekonomi UM
Soetanto, 1998. Prinsip desain pembelajaran: instructional design principles. Jakarta: Kencana
Suara Merdeka.2008.Formalin berbahaya Bagi Kesehatan. Semarang: Suara Merdeka press
Sudjana, N 2002. Cara Belajar Siswa Aktif Dalam Proses Belajar Mengajar Bagaimana
Mengaktifkan Siswa Dalam Belajar. Jakarta: PT. Gramedia.
Sudjana. N.1992. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
41
Supartono. 2005. Chemo-Entreprenuership (CEP) Sebagai Pendekatan Pembelajaran Kimia
Yang Inovatif dan Kreatif, Semarang: Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Ilmu
Pengetahuan alam.
Supartono. 2006. Peningkatan Kreatifitas Peserta Didik Melalui Pembelajaran Kimia dengan
Pendekatan Chemoentrepreunuership (CEP). Usulan Reaserch Grant_Program Hibah A2
Semarang: Jurusan Kimia FMIPA UNNES.
Tim Evaluasi diri Tadris Kimia. 2008. Borang Kimia. Semarang: IAIN Walisongo.
Tim Pengembangan MKDK. 1989. Psikologi Belajar. Semarang: IKIP Semarag Press.
Titi dan Rahman,2008 Menumbuhkan Sikap Entrepreneurship di Kalangan Mahasiswa, Buletin
kimia Edu. Bandung: UPI
Titi Wahyukaeni. 2006. Pembelajaran Dengan Pendekatan “CHEMOENTREPRENEURSHIP”
Sebagai Strategi Peningkatan Kemampuan Mata Kuliah Kimia Organik I, Semarang:
Proseding :Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia, 2006
Utami Munandar, 1999, Kreativitas dan Keberbakatan - Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif
dan Bakat. Jakarta, Gramedia Pustaka Utama
Winarno, F.G.I. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan konsumsi. Jakarta; Gramedia Pustaka.
Yandri A. S. 2006. Zat Aditif. Makalah Seminar Kimia Expo X 2006. Jurusan Kimia FMIPA
Lampung: Universitas Lampung
42
LAMPIRAN - LAMPIRAN