You are on page 1of 22

Unilateralisme Amerika Serikat:

Pengaruh Discourse Konstruktivis

Disusun sebagai Persyaratan dalam


Mata Kuliah Hubungan Luar Negeri dan Keamanan
Amerika

oleh:
Tangguh (0706291426)

Departemen Ilmu Hubungan Internasional


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Indonesia
2009

0
BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Pascaperistiwa 11 September 2001, Amerika Serikat (AS) mengembangkan praktik-praktik
penggunaan angkatan militer melawan teroris berkembang secara simultan melalui retorika
“perang melawan terorisme”. AS mengembangkan National Security Strategy of the United
States (“Strategy”), yang memungkinkan penggunaan force secara unilateral dengan alasan self-
defence. Hal ini dapat dilihat dalam kebijakan-kebijakan AS dalam perang di Afghanistan dan
perang Irak. Kebijakan-kebijakan tersebut menuai kritik dari publik dunia, terutama publik
AS sendiri. Namun, kebijakan-kebijakan AS yang bersifat unilateral tersebut tetap
dilaksanakan, seakan tak mendasarkan pertimbangan opini publik domestik. Hal ini
menimbulkan pertanyaan tentang hubungan antara opini publik dan kebijakan luar negeri,
isu yang telah lama menjadi perdebatan antara tradisi Realis dan tradisi Liberalis dalam ilmu
Hubungan Internasional. Namun, tak dapat dipungkiri bahwa publik AS tersebut telah
melaksanakan proses-proses yang diperlukan untuk mengadvokasi norma-norma antiperang
(antiunilateralisme), yang dapat diidentifikasi sebagai tahap norm emergence dalam suatu
norms life cycle diskursus konstruktivis.

I.2. Rumusan Masalah


“Bagaimanakah konformitas opini publik AS terkait unilateralisme AS, khususnya studi
kasus perang di Afghanistan dan perang Irak, dengan kebijakan AS dalam kedua isu tersebut,
dalam kerangka hubungan opini publik dan kebijakan luar negeri AS? Seperti apakah tahap
norm emergence dalam usaha advokasi norma-norma antiperang oleh publik AS, siapakah
aktor-aktor yang menjadi norm entrepreneur dalam tahap tersebut, bagaimanakah
organizational platform-nya, dan sampai sejauh manakah proses tersebut dapat mengubah
kebijakan perang unilateral AS?”

1
BAB II
TELAAH PUSTAKA

II.1. Strategy Amerika Serikat dan Unilateralisme


Pascaperistiwa 11 September 2001, Amerika Serikat mulai mengobarkan retorika “perang
melawan terorisme” dan mengembangkan National Security Strategy of the United States
(“Strategy”), yang memungkinkan penggunaan force secara unilateral dengan alasan self-
defence. Strategy melegalisasi tiga doktrin yang patut dipertanyakan, yaitu (1) serangan
unilateral terhadap organisasi-organisasi teroris dan negara-negara yang menyembunyikan mereka,
dengan mengidentifikasi dan menghancurkan ancaman teroris sebelum ia mencapai AS; (2)
self-defence unilateral secara pre-emptive, atau penggunaan force secara unilateral dalam
merespon ancaman yang dapat terjadi di masa depan, yang bertujuan melakukan tindakan
balasan terhadap ancaman terhadap keamanan nasional AS yang mengharuskan tindakan
antisipasi untuk mencegahnya karena risiko yang besar; serta (3) intervensi kemanusiaan
unilateral, atau penggunaan force secara unilateral untuk membebaskan rakyat yang hak-hak
asasinya diperlakukan secara kejam, di mana aspek kunci Strategy adalah memperluas
kepentingan demokrasi, pembangunan, pasar bebas, dan perdagangan bebas ke seluruh
sudut dunia. 1

II.2. Hubungan Opini Publik dan Kebijakan Luar Negeri


Amerika Serikat
Tradisi Liberal-Demokratis memandang bahwa kebijakan luar negeri negara-negara
demokratis lebih damai (daripada kebijakan negara-negara nondemokratis) salah satunya
karena akuntabilitas terhadap publik membuat publik memiliki peran konstruktif dalam
membatasi para pembuat kebijakan; sementara tradisi Realis memandang bahwa opini publik
adalah rintangan terhadap diplomasi yang bijaksana dan koheren, karena “syarat -syarat

1Devika Hovell, “Chinks in the Armour: International Law, Terrorism and the Use of Force”, dalam UNSW Law Journal
Volume 27(2) hal. 398-427

2
rasional kebijakan luar negeri yang baik pada permulaannya tak dapat memperhitungkan
dukungan opini publik yang memiliki preferensi yang lebih emosional daripada rasional”
(Hans J. Morgenthau, 1978:558). Pada masa Perang Dunia I, Presiden Wilson dan Menteri
Luar Negeri Elihu Root, yang berpandangan Liberalis klasik, menyambut prospek diplomasi
rakyat. Namun, pada masa pasca-Perang, jurnalis Walter Lippman mengkritik premis sentral
pandangan Liberal klasik bahwa 1) publik tidak memiliki gambaran yang sesuai tentang
hubungan internasional yang nyata, serta bahwa 2) media tidak memiliki kemampuan efektif
untuk menyajikan sumber informasi valid tentang dunia nyata kepada publik. Peristiwa pada
1930-an dan pecahnya Perang Dunia II seakan membenarkan pandangan skeptis tradisi Realis
dalam hal ini. 2

Pasca-Perang Dunia II, muncul berbagai karya tentang opini publik dan kebijakan luar
negeri, seperti publikasi Lippman, esai The Man in the Street Thomas Bailay (1948), dan esai
The American People and Foreign Policy Gabriel Almond (1950), yang menghasilkan Konsensus
Almond-Lippman. Dalil konsensus tersebut adalah sebagai berikut. Ole R. Holsti (2002)
mengkritik Konsensus Almond-Lippman dalil per dalil dengan mengutip berbagai ahli.
Proposisi Konsensus Almond-Lippman dan kritik Holsti dapat dilihat dalam tabel berikut
ini.3

Proposisi Konsensus Almond-Lippman Kritik Holsti

Opini publik sangat mudah berubah pendirian Opini massa secara agregat tercirikan dengan
sehingga menjadi dasar yang meragukan bagi suatu stabilitas (baik pada kebijakan luar negeri
kebijakan luar negeri. maupun pada isu domestik), serta bahwa ketika
sikap publik berubah, hal tersebut tidak terjadi
secara acak maupun 180 derajat, namun
merupakan reaksi masuk akal yang berdasarkan
peristiwa dunia nyata. (Page dan Shapiro, 1988)

Sikap publik terhadap urusan luar negeri Terdapat peningkatan konsistensi ideologis di
kurang memiliki struktur dan koherensi antara publik antara 1960-an dan 1970-an.

2 Ole R. Holsti, “Public Opinion and Foreign Policy: Challenges to the Almond—Lippman Consensus”,
dalam Robert J. Lieber (ed.), Eagle Rules? Foreign Policy and American Primacy in the Twenty-First
Century (Prentice Hall, 2002), 361-
3 Ibid.

3
sehingga lebih tepat tidak disebut sebagai Walaupun publik kurang memiliki informasi,
sikap. sikap mereka tentang urusan luar negeri
terstruktur dalam cara yang cukup moderat.

Pada akhirnya, opini publik hanya memiliki Berbagai analisis kuantitatif/korelasional dan
pengaruh yang sangat terbatas terhadap studi kasus menunjukkan bahwa opini publik
pelaksanaan kebijakan luar negeri. memiliki pengaruh penting atas kebijakan luar
negeri. (L.A. Kusnitz; W.E. Miller-D.E. Stoker,
1963; T.W. Graham (1989)

Tabel 1 – Dalil Konsensus Almond-Lippman dan kritik Holsti tentang opini publik dan kebijakan
luar negeri

II.3. Konstruktivisme dan Norms Life Cycle


Alexander Wendt (1994) mengklaim bahwa penyebab-penyebab egoisme negara tak selalu
hal yang bersifat given. Wendt mengungkapkan berbagai asumsi dari teori-teori HI kritis
untuk mengusulkan bagaimana identitas kolektif antara negara dapat muncul secara endogen
pada level sistemik. 4 Dinamika konstruksi identitas dapat dilihat dari dinamika konstruksi
norma yang menjadi pengikatnya.

Norms Life Cycle untuk Menggambarkan Dinamika Konstruksi Identitas

Martha Finnemore dan Kathryn Sikkink (1998) menggunakan beberapa proposisi tentang
tiga aspek norma, yaitu asal norma, mekanisme bagaimana norma berpengaruh, dan kondisi
di mana norma akan berpengaruh dalam politik dunia untuk berargumen bahwa norma
berubah dalam suatu “life cycle” (siklus kehidupan) berpola dan bahwa logika behavioral yang
berbeda-beda mendominasi berbagai segmen yang berbeda dalam siklus tersebut. Finnemore
dan Sikkink membahas tentang norma-norma internasional atau regional yang mengeset
standar-standar tindakan negara yang tepat, namun menganggap bahwa norma-norma
domestik terjalin secara dalam dengan kerja norma-norma internasional: banyak norma
internasional berawal sebagai norma-norma domestik dan menjadi internasional melalui
usaha-usaha entrepreneur, dan berargumen bahwa seluruh pengaruh domestik tersebut paling

4Alexander Wendt, “Collective Identity Formation and The International State”, dalam The American Political Science
Review, Vol. 88, No. 2, Juni 1994

4
kuat pada tingkat awal suatu norms life cycle, dan berkurang secara signifikan ketika suatu
norma telah terinstitusionalisasi dalam sistem internasional. 5

Pengaruh norma dapat dipahami sebagai suatu proses dalam tiga tahap. Seperti
ditunjukkan Gambar 1, tahap pertama adalah “”norm emergence” (kemunculan norma); tahap
kedua melibatkan penerimaan norma secara luas, “norm cascade” (kejatuhan norma); dan tahap
ketiga melibatkan internalization (internalisasi). Dua tahap pertama dipisahkan oleh suatu batas
atau “tipping” point, di mana suatu massa kritis atas aktor-aktor negara yang relevan
mengadopsi norma tersebut. Mekanisme khas tahap pertama, norm emergence, adalah persuasi
oleh para norm entrepreneur (pengusaha norma), yang berusaha meyakinkan suatu massa
kritis negara (pemimpin norma) untuk memeluk norma baru. Tahap kedua bercirikan suatu
dinamika imitasi ketika pemimpin norma berusaha menyosialisasikan kepada negara-negara
lain untuk menjadi pengikut norma. Di akhir norm cascade, terjadi norm internalization; norma
memperoleh suatu kualitas taken-for-granted dan tak lagi menjadi perkara debat publik yang
luas. 6

Gambar 1 Norm life cycle

Karena Finnemore dan Sikkink berargumen bahwa pengaruh domestik terhadap norma-
norma internasional paling kuat pada tingkat awal suatu norms life cycle (norm emergence),
maka penulis hanya akan membahas tahap 1, asal mula atau kemunculan norma. Terdapat
dua unsur dalam keberhasilan penciptaan norma-norma baru,, yaitu norm entrepreneur dan
organizational platform (program organisasional) di mana entrepreneur bertindak. Norm
entrepreneur penting bagi norm emergence karena mereka meminta perhatian terhadap isu atau
bahkan “menciptakan” isu dengan menggunakan bahasa yang memberi nama,
menginterpretasikan, dan mendramatisasinya, proses yang disebut oleh para teoritisi
pergerakan sosial sebagai “framing”. Norm entrepreneur mempromosikan suatu norma baru

5 Martha Finnemore dan Kathryn Sikkink, “International Norm Dynamics and Political Change”, dalam International
Organization, Vol. 52, no. 4, Musim Gugur 1998, h.887-894
6 Finnemore dan Sikkink, ibid., h.895-901

5
dalam standar “logic of appropriateness” (logika kelayakan) yang didefinisikan oleh norma
sebelumnya, sehingga dapat terlihat “tidak pantas” secara eksplisit. Motivasi norm
entrepreneur berkenaan dengan empati (aktor memiliki kapasitas untuk berpartisipasi dalam
perasaan atau gagasan orang lain), altruisme (aktor benar-benar “bertindak untuk
memberikan manfaat kepada orang lain bahkan dalam risiko kerugian yang signifikan
terhadap keadaan aktor itu sendiri”), dan komitmen ideasional (entrepreneur mempromosikan
norma-norma atau gagasan-gagasan karena mereka percaya akan cita-cita dan nilai-nilai yang
terwujud dalam norma-norma tersebut, walaupun usaha mencapai norma-norma tersebut tak
berpengaruh terhadap keadaan mereka). Unsur kedua, organizational platform, dapat
dikonstruksi secara spesifik untuk tujuan mempromosikan norma (seperti berbagai
nongovernmental organization/NGO dan jaringan advokasi transnasional yang lebih besar)
maupun juga dilakukan dari organisasi-organisasi internasional yang memiliki tujuan-tujuan
dan agenda-agenda lain. 7

7 Finnemore dan Sikkink, ibid., h.896-899

6
BAB III
PEMBAHASAN

III.1. Unilateralisme dan Opini Publik Amerika Serikat


Perang di Afghanistan dan Opini Publik

Perang di Afghanistan dimulai ketika AS meluncurkan Operation Enduring Freedom


bersama tentara Inggris (yang kemudian melakukan operasi militernya sendiri, Operation
Herrick) sebagai respon peristiwa 11 September 2001, dengan pernyataan tujuan untuk
menemukan Osama bin Laden dan anggota-anggota tinggi Al-Qaeda lainnya serta
mengajukan mereka ke pengadilan, menghancurkan seluruh organisasi Al-Qaeda, serta
menggantikan rezim Taliban yang mendukung dan memberikan safe harbor kepada Al-Qaeda.
PBB tidak memberi wewenang bagi invasi AS terhadap Afghanistan. 8 Operation Enduring
Freedon dilanjutkan dengan International Security Assistance Force (ISAF), yang dibentuk oleh
Dewan Keamanan PBB pada akhir Desember 2001 untuk mengamankan kabul dan wilayah
sekitarnya, dan dikendalikan oleh NATO sejak 2003. Status perang ini hingga kini masih
berlanjut, setelah jatuhnya pemerintahan Taliban dan kehancuran kamp-kamp Al-Qaeda,
serta mengakibatkan banyak pemberontakan Taliban, operasi militer AS Helmand Province
campaign, dan perang di Barat-Laut Pakistan.

Opini publik pada 2001, ketika invasi dimulai pada Oktober 2001, polling menunjukkan
bahwa 88% warga Amerika mendukung aksi militer di Afghanistan. 9 Suatu polling opini
dunia di 37 negara yang dilakukan Gallup International pada akhir September 2001
menemukan bahwa mayoritas di kebanyakan negara lebih menginginkan respon yang legal,

8 The War In Afghanistan: That Nagging Evidentiary Question | Law and Security Strategy
http://lawandsecurity.foreignpolicyblogs.com/2009/12/10/the-war-in-afghanistan-that-nagging-
evidentiary-question/
9 “America and the War on Terror”, AEI Public Opinion Study,

http://www.aei.org/publications/filter.all,pubID.22819/pub_detail.asp

7
dalam bentuk ekstradisi dan pengadilan, daripada respon militer terhadap 9/11: Hany a di
AS, Israel, dan India mayoritas menginginkan aksi militer di Afghanistan. 10

Pada survei opini publik global Juni 2007 di 47 negara, Pew Global Attitudes Project
menemukan sejumlah besar oposisi terhadap perang Afghanistan; hanya di 4 negara
mayoritas ingin mempertahankan para tentara asing, yaitu AS (50%), Israel (59%), Ghana
(50%), dan Kenya (60%). 11 Pada Juni 2008, survei Pew Global Attitudes di 24 negara
menemukan bahwa mayoritas di 21 dari 24 negara menginginkan AS dan NATO
mengeluarkan tentara mereka dari Afghanistan sesegera mungkin; hanya di tiga dari 24
negara, yaitu AS (50%), Australia (60%), dan Inggris (48%), opini publik lebih cender ung
kepada menjaga tentara di sana hingga situasi stabil. 12 Di AS, survey Pew pada September
2008 menemukan bahwa 61% warga Amerika menginginkan tentara AS untuk tinggal hingga
situasi stabil, sementara 33% menginginkan mereka dikeluarkan sesegera mungkin. 13

Opini publik sekarang, menurut polling Gallup pada November 2009, 36% warga Amerika
berpikir bahwa perang Afghanistan adalah suatu kesalahan, sementara 60% tidak berpikir
serupa. Namun, opini tersebut lebih terkait dengan apakah keterlibatan lebih jauh adalah
penting. Antara 42%-47% menginginkan peningkatan tentara untuk memenuhi permintaan
militer, 39%-44% ingin memulai pengurangan tentara, sementara 7%-9% tak menginginkan
perubahan jumlah tentara. Hanya 29% Democrat yang menginginkan peningkatan tentara
sementara 57% ingin memulai pengurangan tentara. 14 36% warga Amerika menyetujui cara
Obama menangani perang Afghanistan, termasuk 19% Republican, 31% independen, dan 54%
Democrat.15 Pada Desember 2009, polling Pew Research Center menemukan bahwa hanya 32%

10 Lihat David Miller, “World Opinion Opposes the Attack on Afghanistan”,


http://www.globalpolicy.org/component/content/article/154/26553.html serta “Strange Victory: A
critical appraisal of Operation Enduring Freedom and the Afghanistan war”
http://www.comw.org/pda/0201strangevic.html
11 “47-Nation Pew Global Attitudes Survey”, http://pewglobal.org/reports/pdf/256.pdf , h.24, h.116

serta “Global Unease With Major World Powers”,


http://pewglobal.org/reports/display.php?ReportID=256
12 “June 2008 Pew Global Attitudes Project Survey”,

http://pewglobal.org/reports/display.php?ReportID=260 serta “24-Nation Pew Global Attitudes


Project Survey”, http://pewglobal.org/reports/display.php?ReportID=260 h.8, h.29
13 “Views on Iraq and Afghanistan”, http://people-press.org/report/?pageid=1384
14 “In U.S., More Support for Increasing Troops in Afghanistan”, polling Gallup,

http://www.gallup.com/poll/124490/In-U.S.-More-Support-Increasing-Troops-Afghanistan.aspx
15 “A Year Out, Widespread Anti-Incumbent Sentiment: Overview”, Pew Research Center for the People & the

Press, http://people-press.org/report/561/anti-incumbent-sentiment

8
warga Amerika yang menginginkan peningkatan tentara AS di Afghanistan, sementara 40 %
menginginkan pengurangan. Hampir separuh warga Amerika, 49%, percaya bahwa AS harus
“memikirkan urusannya sendiri” secara internasional dan membiarkan negara lain, suatu
peningkatan dari 30% yang mengatakan hal yang sama pada Desember 2002. 16

Perang Irak dan Opini Publik

Perang Irak dimulai pada 20 Maret 2003, ketika suatu tentara multinasional menginvasi
Irak dipimpin tentara AS dan Inggris. Pemerintah AS dan Inggris mengklaim bahwa Irak
memiliki weapons of mass destruction/WMD (senjata pemusnah massal) yang mengancam
keamanan mereka dan sekutu-sekutu koalisi atau regional mereka. 17 Pada 2002, United Nations
Monitoring, Verification and Inspection Commission (UNMOVIC) tak menemukan bukti
keberadaan WMD di Irak, namun tak dapat membuktikan keakuratan pernyataan senjata
Irak. 18 Alasan-alasan lain invasi tersebut adalah tuduhan beberapa pejabat AS bahwa Presiden
Irak Saddam Hussein menyembunyikan dan mendukung AlQaeda 19 (namun tak ada bukti
koneksi yang pernah ditemukan 20), dukungan finansial Irak terhadap keluarga-keluarga
pengebom jihad Palestina, 21 pelanggaran hak asasi manusia oleh pemerintah Irak, dan satu
usaha untuk menyebarkan demokrasi ke negara tersebut. 22 Invasi Irak membawa kepada

16 “U.S. Seen as Less Important, China as More Powerful”, Pew Research Center for the People & the Press,
http://people-press.org/report/569/americas-place-in-the-world
17 Center for American Progress (29 Januari 2004) “In Their Own Words: Iraq's 'Imminent' Threat”

http://www.americanprogress.org/issues/kfiles/b24970.html serta Senator Bill Nelson (28 Januari


2004) “New Information on Iraq's Possession of Weapons of Mass Destruction”, Catatan Kongres,
http://www.fas.org/irp/congress/2004_cr/s012804b.html
18 H. Blix (7 Maret 2003) “Transcript of Blix's U.N. presentation”,

http://www.cnn.com/2003/US/03/07/sprj.irq.transcript.blix/index.html , Seymour M. Hersh (5


Mei 2003) Selective Intelligence, http://www.newyorker.com/archive/2003/05/12/030512fa_fact ,
“Official's Key Report On Iraq Is Faulted”, Washington Post 8 Februari 2007,
http://www.washingtonpost.com/wp-dyn/content/article/2007/02/08/AR2007020802387.html ,
serta U.S. Senate Intelligence Community (Juni 2008): “Two Bipartisan Reports Detail Administration
Misstatements on Prewar Iraq Intelligence, and Inappropriate Intelligence Activities by Pentagon Policy
Office”, http://intelligence.senate.gov/press/record.cfm?id=298775
19 “The Weekly Standard, Saddam's al Qaeda Connection”,

http://www.weeklystandard.com/Content/Public/Articles/000/000/003/033jgqyi.asp
20 K.M. Woods dan J. Lacey (2008) “Saddam and Terrorism: Emerging Insights from Captured Iraqi

Documents”, vol. 1 Institute for Defense Analyses IDA Paper P-4287, h.ES-1 serta R.J. Kerr et al. (29 Juli
2004) “Intelligence and Analysis on Iraq: Issues for the Intelligence Community”, MORI Doc. ID 1245667
(Langley, VA: Central Intelligence Agency)
21 CNN (12 September 2002) “White House spells out case against Iraq”,

http://archives.cnn.com/2002/US/09/12/iraq.report/
22 “President Discusses the Future of Iraq”, The White House, 26 Februari 2003, http://georgewbush-

whitehouse.archives.gov/news/re;eases/2003/02/20030226-11.html serta “Bush Sought ‘Way’ To

9
pendudukan dan penangkapan Saddam Hussein yang kemudian dieksekusi oleh pemerintah
Irak yang baru. Kekerasan terhadap tentara koalisi dan antara berbagai kelompok sektarian
membawa kepada pemberontakan di Irak, perselisihan antara banyak kelompok Sunni dan
Syiah Irak, serta operasioperasi Al-Qaeda di Irak. 23 Negara-negara anggota Koalisi menarik
mundur tentara mereka setelah opini publik yang menginginkan penarikan mundur tentara
meningkat dan setelah tentara Irak mulai mengambil tanggung jawab keamanan. 24

Telah terdapat oposisi signifikan terhadap perang Irak baik di seluruh dunia maupun di
AS sendiri, baik sebelum maupun selama invasi awal terhadap Irak pada 2003. Dasar rasional
oposisi mencakup kepercayaan bahwa perang tersebut ilegal menurut Piagam PBB, atau akan
menciptakan instabilitas baik dalam Irak maupun di Timur Tengah yang lebih luas. Kritik
juga mempertanyakan validitas tujuan perang yang dinyatakan, seperti hubungan antara
pemerintahan Ba’ath dengan serangan 11 September 2001 terhadap AS serta kepemilikannya
atas WMD. Dalam AS sendiri, opini publik tentang perang perang tersebut bervariasi
sepanjang waktu. Walaupun ada oposisi signifikan terhadap perang Iran beberapa bulan
sebelum perang, polling yang dilakukan selama perang menunjukkan bahwa mayoritas warga
Amerika mendukung tindakan negara mereka. Namun, opini publik berubah pada 2004
menjadi mayoritas percaya bahwa invasi tersebut adalah suatu kesalahan, dan hal tersebut
terus berlanjut hingga sekarang. Terdapat juga kritik signifikan dari politisi AS dan para
personil keamanan nasional dan militer, termasuk para jend eral yang ikut berperang dan
telah mengkritik penanganan perang tersebut. Terkait demonstrasi, di AS juga terdapat
demonstrasi properang, yang menyebut protes-protes antiperang sebagai “minoritas yang
vokal”. 25 Pada Maret 2003, polling Gallup yang dilakukan di awal perang menunjukkan bahwa
5% populasi AS telah memprotes atau membuat oposisi publik terhadap perang
dibandingkan dengan 21% yang menghadiri reli atau display publik yang mendukung

Invade Iraq?” 60 Minutes,


http://www.cbsnews.com/stories/2004/01/09/60minutes/main592330.shtml
23 Menteri Pertahanan AS Robert Gates, 2 Februari 2007,

http://www.defenselink.mil/Transcript.aspx?TranscriptID=3879 , lihat pernyataan “empat perang”


24 “Britain's Brown visits officials, troops in Iraq”, International Herald Tribune, 2 Oktober 2007,

http://www.iht.com/articles/ap/2007/10/02/africa/ME-GEN-Iraq-Britain.php serta “Italy plans


Iraq troop pull-out”, BBC 15 Maret 2005, http://news.bbc.co.uk/2/hi/europe/4352259.stm
25 Michelle Boorstein, V. Dion Haynes dan Allison Klein, “Dueling Demonstrations As Thousands March

to Capitol to Protest Iraq Conflict, 189 Arrested; War Supporters Take on 'Vocal Minority'”, The Washington
Post, Minggu, 16 September 2007; h.A08, http://www.washingtonpost.com/wp-
dyn/content/article/2007/09/15/AR2007091500826.html

10
perang. Polling ABC news menunjukkan bahwa 2% telah menghadiri protes antiperang dan 1%
menghadiri reli properang. Protes-protes tersebut membuat 20% lebih menentang perang dan
7% lebih mendukung. Polling Fox News menunjukkan bahwa 63% memandang buruk para
pemrotes, hanya 23% yang memandang baik. Menurut Pew Research, 40% mengatakan pada
Maret 2003 bahwa mereka mendengar “terlalu banyak” dari para penentang perang dan 17%
mengatakan “terlalu sedikit”. 26 Beberapa bulan menjelang perang Irak, opini publik AS lebih
menginginkan solusi diplomatis daripada intervensi militer langsung. Polling CBS News/New
York Times pada Januari 2003 menemukan bahwa 63% warga Amerika menginginkan
Presiden Bush menemukan solusi diplomatis terhadap situasi Irak, dibandingkan dengan 31%
yang menginginkan inervensi militer langsung. Namun, polling tersebut juga menemukan
bahwa, apabila diplomasi gagal, dukungan terhadap tindakan militer untuk menggantikan
Saddam Hussein berjumlah lebih dari 60%. 27 Hari-hari sebelum invasi 20 Maret, polling USA
TODAY/CNN/Gallup menemukan dukungan terhadap perang terkait dengan persetujuan
PBB. Hampir enam dari sepuluh mengatakan mereka siap untuk invasi, namun dukungan
tersebut jatuh apabila dukungan PBB tak diperoleh terlebih dahulu. Apabila Dewan
Keamanan PBB menolak resolusi yang membuka jalan bagi aksi militer, hanya 54% warga
Amerika yang menginginkan invasi AS. Dan apabila pemerintahan Bush tidak mencari voting
akhir Dewan Keamanan, dukungan terhadap perang turun hingga 47%. 28 Segera setelah
invasi 2003, kebanyakan polling di AS menunjukkan mayoritas substansial warga Amerika
mendukung perang, namun tren tersebut mulai berubah kurang dari seahun setelah perang
dimulai. Berawal pada Desember 2004, polling secara konsisten menunjukkan bahwa
mayoritas menganggap invasi tersebut adalah suatu kesalahan. Pada 2006, opini te ntang apa
yang harus dilakukan AS di Irak terbagi, dengan mayoritas menginginkan pembuatan jadwal
penarikan mundur, namun menentang penarikan mundur secara langsung. Namun, terkait
hal ini, respon bervariasi tergantung pemilihan kata dalam pertanyaan. 29 Polling USA
Today/Gallup yang dilakukan pada April 2007 menemukan bahwa 58% peserta menyatakan

26 “Public Opinion and the war in Iraq”, h.177-179, http://www.aei.org/docLib/200701121_roody2.pdf


27 “Poll: Talk First, Fight Later, Americans Want Weapons Evidence Before Starting War With Iraq”, CBS
News, http://www.cbsnews.com/stories/2003/01/23/opinion/polls/main537739.shtml
28 USATODAY.com, “Poll: Most back war, but want U.N. support”

http://www.usatoday.com/news/world/iraq/2003-03-16-poll-iraq_x.htm
29 “Iraq”, http://www.pollingreport.com/iraq.htm

11
bahwa serangan pertama AS adalah suatu kesalahan. 30 Pada Mei 2007, New York Times dan
CBS News mengeluarkan hasil polling di mana 61% peserta percaya bahwa AS “harus
menjauh” dari Irak. 31 Selain oposisi publik, juga terdapat oposisi dari personil keamanan
nasional dan militer, tentara, kongres, kandidat presiden, serta pengacara spesialis hukum
internasional.

III.2. Norm Entrepreneur Penentang Unilateralisme Amerika


Perang di Afghanistan

Perang di Afghanistan berulang kali menjadi subjek protes besar-besaran di seluruh dunia
yang dimulai dengan demonstrasi-demonstrasi berskala besar pada hari-hari menjelang
peluncuran resmi Operation Enduring Freedom pada Oktober 2001 dan setiap tahunnya sejak
saat itu. Banyak pemrotes menganggap pengeboman dan invasi Afghanistan adalah agresi
yang tak dapat dijustifikasi. 32 Kematian ribuan warga sipil Afghanistan secara langsung
maupun tidak langsung oleh campaign pengeboman AS dan NATO juga menjadi fokus
mendasar utama protes-protes tersebut. 33 Banyak organisasi baru muncul untuk menentang
perang tersebut, seperti pada Januari 2009, Brave New Foundation meluncurkan Rethink
Afghanistan, suatu kampanye nasional untuk solusi-solusi nonkekerasan di Afghanistan
melalui suatu film dokumenter oleh direktur dan aktivis politik Robert Greenwald. 34 Ketika
peningkatan 30.000 tentara AS diumumkan pada 1 Desember 2009, terjadi protes di beberapa
kota di AS. 35 MoveOn.org, suatu kelompok advokasi kebijakan publik yang mendukung

30 Ibid.
31 “Poll Shows View of Iraq War Is Most Negative Since Start”, New York Times, 25 Mei 2007,
http://www.nytimes.com/2007/05/25/washington/25view.html?_r=1&oref=slogin
32 “Protesters oppose sending more troops to Afghanistan”, The Courier-Journal, http://www.courier-

journal.com/article/20091205/NEWS01/912050335/1008/news01/Protesters+oppose+sending+mor
e+troops+to+Afghanistan serta http://www.wcax.com/Global/story.asp?S=11603057
33 “Anti-war protesters arrested outside West Point”, Poughkeepsie Journal,

http://www.poughkeepsiejournal.com/article/20091202/NEWS01/91201047/1006 serta “250 rally at


West Point for end of Afghan war”, The Journal News,
http://www.lohud.com/article/20091202/NEWS05/912020350/1015
34 “For Timeliness, Robert Greenwald’s Afghanistan Documentary Is Released on the Web”, NYTimes.com,

http://www.nytimes.com/2009/03/23/movies/23gree.html
35 “Anti-war Leaders Blast Escalation of Afghanistan War”, Fight Back! News, 1 Desember 2009,

http://www.fightbacknews.org/2009/12/1/anti-war-leaders-blast-escalation-afghanistan-war

12
pencalonan presiden Barack Obama, menentang strategi Obama.36 Ekspresi oposisi lainnya
dilakukan oleh aktivis “Peace Mom” Cindy Sheehan; 37 mantan opsir Angkatan Laut dan
anggota House of Representatives (Rep.) John Murtha;38 mantan anggota kongres Republic, opsir
intelijen militer, dan opsir CIA Rob Simmons; inspektur persenjataan PBB di Irak dari 1991
hingga 1998 Scott Ritter; 39 kandidat presiden Partai Republic 2008 dan anggota Rep. Ron Paul;
anggota pertama Congressional Black Caucus yang mendukung Obama dalam nominasi
presiden dari Democrat 2008 anggota Rep. John Conyers Jr.; 40 dan pendiri program AmeriCorps
City Year Alan Khazei. Berbagai organisasi telah meencanakan suatu march nasional demi
perdamaian di Washington, D.C. pada 20 Maret 2010. 41

Perang Irak

Berawal pada 2002 dan berlanjut setelah invasi pada 2003, protes terhadap perang Irak
dilakukan di banyak kota di seluruh dunia, seringkali dikoordinasi untuk berlangsung secara
simultan di seluruh dunia. Demonstrasi-demonstrasi tersebut utamanya diorganisasi oleh
organisasi-organisasi antiperang, yang kebanyakan dibentuk sebagai oposisi terhadap invasi
Afghanistan. Di AS sendiri, terdapat demonstrasi properang, yang jauh lebih banyak daripada
protes-protes antiperang. (Namun, menurut Gallup Polls pada 14 September 2007, “Sejak
musim panas 2005, penentang perang cenderung telah mengalahkan jumlah pendukung
perang. Mayoritas warga Amerika percaya bahwa perang tersebut adalah suatu kesalahan.” 42)
Beberapa bulan menjelang perang, terjadi protes di seluruh AS, di mana protes terbesar terjadi
pada 15 Februari 2003 yang melibatkan 30.000-40.000 pemrotes di New York City, dan jumlah
yang lebih kecil di Seattle, San Francisco, Chicago, dan kota-kota lainnya. Beberapa pengamat

36 “Anti-war groups criticize Obama for sending troops to Afghanistan”, TheHill.com,


http://thehill.com//homenews/administration/70039-anti-war-groups-criticize-obama-on-
afghanistan/
37 “Cindy Sheehan Protests Obama’s Vacation”, Political Hotsheet, CBS News,

http://www.cbsnews.com/blogs/2009/08/28/politics/politicalhotsheet/entry5272036.shtml
38 “Rep. Murtha opposes Afghanistan surge”, Pittsburgh Tribune-Review,

http://www.pittsburghlive.com/x/valleynewsdispatch/s_655945.html
39 Scott Ritter, “Our Murderers in the Sky”, Scott Ritter’s Columns, Truthdig,

http://www.truthdig.com/report/item/our_murderers_in_the_sky_20091210/
40 “President Obama told me to stop ‘demeaning’ him, says Rep. Conyers”, TheHill.com,

http://thehill.com/homenews/administration/71075-conyers-obama-told-me-to-stop-demeaning-
him=Nzk5NTYyYmVkNDQ1YjQ0ZDYzOTVmYzk5MTRhMjM5ZGE=
41 “Today’s Missing News:U.S./NATO ‘OUT NOW’ 2010 DEMONSTRATONS”,

http://todaysmissingnews.blogspot.com/2009/12/usnato-out-now-2010-demonstratons.html
42 “Gallup's Pulse of Democracy: The War in Iraq”, The Gallup Poll,

http://www.galluppoll.com/content/default.aspx?ci=1633

13
memandang bahwa protes terhadap perang Irak secara relatif berskala kecil dan tak terlalu
sering daripada protes pada era Vietnam. Faktor yang paling sering disebutkan adalah
kurangnya draft. 43

III.3. Analisis
Perang di Afghanistan

Dapat dilihat bahwa pada permulaannya, opini publik AS dalam perang di Afghanistan
sejalan dengan kebijakan AS. Pada 2001, warga Amerika mendukung aksi militer di
Afghanistan dan lebih menginginkannya daripada respon yang legal, dalam bentuk ekstradisi
dan pengadilan. Pada 2007 pun, publik AS juga mendukung untuk mempertahankan para
tentara AS di Afghanistan dan menjaga mereka di sana hingga situasi stabil. Pada 2009 pun,
warga AS menyetujui cara Obama menangani perang di Afghanistan. Namun, dalam
perkembangannya, opini publik mulai tak sejalan dengan kebijakan AS. Ketika Obama
menginginkan penambahan berkala tentara AS di Afghanistan sebelum penarikan mundur,
warga Amerika justru menginginkan pengurangan, dan hampir separuh warga Amerika
percaya bahwa AS harus “memikirkan urusannya sendiri” secara internasional dan
membiarkan negara lain.

Tahap norm emergence dapat dilihat dalam bentuk protes besar-besaran di seluruh dunia
termasuk di AS sendiri. Norm entrepreneur termasuk berbagai aktivis terkemuka seperti Robert
Greenwald, Cindy Sheehan, John Murtha, Rob Simmons, Scott Ritter, Ron Paul, John Conyers
Jr., serta Alan Khazei. Organizational platform termasuk berbagai organisasi baru yang muncul
untuk menentang perang tersebut, seperti Brave New Foundation dengan kampanye Rethink
Afghanistan, kelompok advokasi kebijakan publik MoveOn.org, “Peace Mom”, dan berbagai
organisasi lainnya. Namun, dalam perang di Afghanistan ini, dapat kita lihat bahwa usaha
norm emergence ini tak berhasil mencapai tipping point, terbukti dari kelanjutan kebijakan
penambahan tentara AS di Afghanistan pada masa pemerintahan Obama.

Perang Irak

43“There Is Silence in the Streets; Where Have All the Protesters Gone?”, New York Times,
http://www.nytimes.com/2006/08/31/opinion/31observer.html?scp=4&sq=protesters&st=nyt serta
artikel AP, http://www.commondreams.org/headlines07/0321-03.htm

14
Terkait perang Irak, dapat dilihat bahwa opini publik AS tak terlalu berperan signifikan
terhadap pengambilan keputusan oleh AS. Oposisi signifikan terhadap perang Irak tak
memperoleh tanggapan signifikan dari pemerintah AS, dilihat dari keberlanjutan kebijakan
AS di Irak. Hal ini mungkin disebabkan opini publik AS pun masih terbagi, antara antiperang
dan kelompok-kelompok yang properang.

Tahap norm emergence dapat dilihat pada protes yang dilakukan secara simultan di
seluruh dunia, Proses ini, sebelum berhadapan dengan norm unilateralisme pemerintah,
sudah harus berhadapan dengan demonstrasi properang; hal ini mungkin menjadi salah satu
faktor penghambat tahap norm emergence. Norm entrepreneur mencakup publik, personil
keamanan nasional dan militer, tentara, kongres, kandidat presiden, serta pengaca ra spesialis
hukum internasional. Organizational platform termasuk demonstrasi-demonstrasi yang
dilakukan oleh organisasi-organisasi antiperang, yang juga kebanyakan dibentuk sebagai
oposisi terhadap perang di Afghanistan.

15
BAB IV
SIMPULAN

Dalam kasus perang di Afghanistan dan perang Irak, dapat dilihat bahwa kebijakan luar
negeri AS yang unilateral tak sejalan dengan opini publik AS secara umum, seakan
membenarkan tradisi Realis dalam ilmu Hubungan Internasional bahwa opini publik tak
dapat menjadi dasar kebijakan luar negeri yang baik. Dalam kerangka norm emergence, kita
dapat melihat bahwa secara umum proses advokasi dilakukan dalam bentuk protes besar -
besaran di seluruh dunia termasuk di AS sendiri. Norm entrepreneur mencakup berbagai
publik AS sendiri, aktivis terkemuka, personil keamanan nasional dan militer, tentara,
kongres, kandidat presiden, serta pengacara spesialis hukum internasional. Organizational
platform mencakup berbagai organisasi baru yang muncul untuk menentang perang-perang
tersebut. Namun, dapat dilihat bahwa usaha norm emergence ini tak berhasil mencapai tipping
point, terbukti dari kelanjutan kebijakan perang AS di kedua perang ini.

16
DAFTAR PUSTAKA

Sumber Jurnal
Finnemore, Martha dan Kathryn Sikkink. “International Norm Dynamics and Political Change”.
International Organization, Vol. 52, no. 4, Musim Gugur 1998
Holsti, Ole R. “Public Opinion and Foreign Policy: Challenges to the Almond—Lippman Consensus”.
Robert J. Lieber (ed.), Eagle Rules? Foreign Policy and American Primacy in the Twenty-First
Century (Prentice Hall, 2002)
Hovell, Devika. “Chinks in the Armour: International Law, Terrorism and the Use of Force”. UNSW
Law Journal Volume 27(2)
Kerr, R.J. et al. (29 Juli 2004) “Intelligence and Analysis on Iraq: Issues for the Intelligence
Community”, MORI Doc. ID 1245667 (Langley, VA: Central Intelligence Agency)
Wendt, Alexander. “Collective Identity Formation and The International State”. The American
Political Science Review, Vol. 88, No. 2, Juni 1994
Woods, K.M. dan J. Lacey (2008) “Saddam and Terrorism: Emerging Insights from Captured Iraqi
Documents”. vol. 1 Institute for Defense Analyses IDA Paper P-4287, h.ES-1

Sumber Internet
“24-Nation Pew Global Attitudes Project Survey”.
http://pewglobal.org/reports/display.php?ReportID=260
“250 rally at West Point for end of Afghan war”. The Journal News.
http://www.lohud.com/article/20091202/NEWS05/912020350/1015
“47-Nation Pew Global Attitudes Survey”. http://pewglobal.org/reports/pdf/256.pdf
“America and the War on Terror”. AEI Public Opinion Study,
http://www.aei.org/publications/filter.all,pubID.22819/pub_detail.asp
“Anti-war groups criticize Obama for sending troops to Afghanistan”. TheHill.com.
http://thehill.com//homenews/administration/70039-anti-war-groups-criticize-obama-
on-afghanistan/
“Anti-war Leaders Blast Escalation of Afghanistan War”. Fight Back! News. 1 Desember 2009.
http://www.fightbacknews.org/2009/12/1/anti-war-leaders-blast-escalation-
afghanistan-war
“Anti-war protesters arrested outside West Point”. Poughkeepsie Journal.
http://www.poughkeepsiejournal.com/article/20091202/NEWS01/91201047/1006

17
“A Year Out, Widespread Anti-Incumbent Sentiment: Overview”. Pew Research Center for the People
& the Press. http://people-press.org/report/561/anti-incumbent-sentiment
Blix, H. (7 Maret 2003) “Transcript of Blix's U.N. presentation”,
http://www.cnn.com/2003/US/03/07/sprj.irq.transcript.blix/index.html
Boorstein, Michelle; V. Dion Haynes dan Allison Klein. “Dueling Demonstrations As Thousands
March to Capitol to Protest Iraq Conflict, 189 Arrested; War Supporters Take on 'Vocal
Minority'”. The Washington Post. Minggu, 16 September 2007.
http://www.washingtonpost.com/wp-
dyn/content/article/2007/09/15/AR2007091500826.html
“Britain's Brown visits officials, troops in Iraq”. International Herald Tribune. 2 Oktober 2007.
http://www.iht.com/articles/ap/2007/10/02/africa/ME-GEN-Iraq-Britain.php
“Bush Sought ‘Way’ To Invade Iraq?” 60 Minutes.
http://www.cbsnews.com/stories/2004/01/09/60minutes/main592330.shtml
Center for American Progress (29 Januari 2004) “In Their Own Words: Iraq's 'Imminent' Threat”
http://www.americanprogress.org/issues/kfiles/b24970.html
“Cindy Sheehan Protests Obama’s Vacation”. Political Hotsheet. CBS News.
http://www.cbsnews.com/blogs/2009/08/28/politics/politicalhotsheet/entry5272036.sh
tml
CNN (12 September 2002) “White House spells out case against Iraq”.
http://archives.cnn.com/2002/US/09/12/iraq.report/
“Gallup's Pulse of Democracy: The War in Iraq”. The Gallup Poll.
http://www.galluppoll.com/content/default.aspx?ci=1633
Gates, Robert. 2 Februari 2007.
http://www.defenselink.mil/Transcript.aspx?TranscriptID=3879
“For Timeliness, Robert Greenwald’s Afghanistan Documentary Is Released on the Web”.
NYTimes.com, http://www.nytimes.com/2009/03/23/movies/23gree.html
“Global Unease With Major World Powers”.
http://pewglobal.org/reports/display.php?ReportID=256
Hersh, Seymour M. (5 Mei 2003) Selective Intelligence.
http://www.newyorker.com/archive/2003/05/12/030512fa_fact
http://www.wcax.com/Global/story.asp?S=11603057
“In U.S., More Support for Increasing Troops in Afghanistan”. Polling Gallup.
http://www.gallup.com/poll/124490/In-U.S.-More-Support-Increasing-Troops-
Afghanistan.aspx
“Iraq”. http://www.pollingreport.com/iraq.htm
“Italy plans Iraq troop pull-out”. BBC 15 Maret 2005.
http://news.bbc.co.uk/2/hi/europe/4352259.stm
“June 2008 Pew Global Attitudes Project Survey”.
http://pewglobal.org/reports/display.php?ReportID=260

18
Miller, David. “World Opinion Opposes the Attack on Afghanistan”.
http://www.globalpolicy.org/component/content/article/154/26553.html
Nelson, Bill. (28 Januari 2004) “New Information on Iraq's Possession of Weapons of Mass
Destruction”. Catatan Kongres. http://www.fas.org/irp/congress/2004_cr/s012804b.html
“Official's Key Report On Iraq Is Faulted”. Washington Post 8 Februari 2007.
http://www.washingtonpost.com/wp-
dyn/content/article/2007/02/08/AR2007020802387.html
“Poll Shows View of Iraq War Is Most Negative Since Start”. New York Times, 25 Mei 2007.
http://www.nytimes.com/2007/05/25/washington/25view.html?_r=1&oref=slogin
“Poll: Talk First, Fight Later, Americans Want Weapons Evidence Before Starting War With Iraq”.
CBS News.
http://www.cbsnews.com/stories/2003/01/23/opinion/polls/main537739.shtml
“President Discusses the Future of Iraq”. The White House. 26 Februari 2003,
http://georgewbush-whitehouse.archives.gov/news/re;eases/2003/02/20030226-11.html
“President Obama told me to stop ‘demeaning’ him, says Rep. Conyers”. TheHill.com.
http://thehill.com/homenews/administration/71075-conyers-obama-told-me-to-stop-
demeaning-him=Nzk5NTYyYmVkNDQ1YjQ0ZDYzOTVmYzk5MTRhMjM5ZGE=
“Protesters oppose sending more troops to Afghanistan”. The Courier-Journal. http://www.courier-
journal.com/article/20091205/NEWS01/912050335/1008/news01/Protesters+oppose+se
nding+more+troops+to+Afghanistan
“Public Opinion and the war in Iraq”. http://www.aei.org/docLib/200701121_roody2.pdf
“Rep. Murtha opposes Afghanistan surge”. Pittsburgh Tribune-Review.
http://www.pittsburghlive.com/x/valleynewsdispatch/s_655945.html
Ritter, Scott. “Our Murderers in the Sky”. Scott Ritter’s Columns. Truthdig.
http://www.truthdig.com/report/item/our_murderers_in_the_sky_20091210/
“Strange Victory: A critical appraisal of Operation Enduring Freedom and the Afghanistan war”
http://www.comw.org/pda/0201strangevic.html
The War In Afghanistan: That Nagging Evidentiary Question | Law and Security Strategy
http://lawandsecurity.foreignpolicyblogs.com/2009/12/10/the-war-in-afghanistan-that-
nagging-evidentiary-question/
“The Weekly Standard, Saddam's al Qaeda Connection”.
http://www.weeklystandard.com/Content/Public/Articles/000/000/003/033jgqy i.asp
“There Is Silence in the Streets; Where Have All the Protesters Gone?”. New York Times.
http://www.nytimes.com/2006/08/31/opinion/31observer.html?scp=4&sq=protesters&
st=nyt serta artikel AP, http://www.commondreams.org/headlines07/0321-03.htm
“Today’s Missing News:U.S./NATO ‘OUT NOW’ 2010 DEMONSTRATONS”.
http://todaysmissingnews.blogspot.com/2009/12/usnato-out-now-2010-
demonstratons.html
“U.S. Seen as Less Important, China as More Powerful”. Pew Research Center for the People & the
Press. http://people-press.org/report/569/americas-place-in-the-world

19
U.S. Senate Intelligence Community (Juni 2008): “Two Bipartisan Reports Detail Administration
Misstatements on Prewar Iraq Intelligence, and Inappropriate Intelligence Activities by Pentagon
Policy Office”. http://intelligence.senate.gov/press/record.cfm?id=298775
USATODAY.com. “Poll: Most back war, but want U.N. support”
http://www.usatoday.com/news/world/iraq/2003-03-16-poll-iraq_x.htm
“Views on Iraq and Afghanistan”. http://people-press.org/report/?pageid=1384

20
Abstract
Post-9/11, the United States (US) developed the National Security Strategy of the United
States (“Strategy”), which enabled it to use force unilaterally for self-defense reasons. This
raised critics from the US public itself, who questioned the appropriateness of such
unilateralism, while the US government still execute unilateral policies. This paper will
examine this issue from the constructivist perspective and prove there had been a cont ested
discourse that stimulated the emergence of the norm of anti-US’s unilateralism (anti-war).
This paper seeks to identify the norm emergence process exercised by the norm entrepreneurs,
and the organizational platform of those entrepreneurs, that argued the appropriateness of
this US policy, and to what extent each process succeeded.

Keywords: unilateralism, US public opinion, American constructivism, norm emergence, norm


entrepreneurs, organizational platform

21

You might also like