Professional Documents
Culture Documents
Bank Indonesia
Jl. MH Thamrin No.2, Jakarta
Indonesia
Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) ini disusun sebagai bagian dari pelaksanaan
tugas Bank Indonesia dalam mewujudkan misi ≈mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah
melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan stabilitas sistem keuangan dalam rangka mewujudkan
pembangunan ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan∆.
Bank Indonesia
Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan
Biro Stabilitas Sistem Keuangan
Jl.MH Thamrin No.2, Jakarta, Indonesia
Telepon : (+62-21) 381 8902, 381 8075
Fax : (+62-21) 351 8629
Email : BSSK@bi.go.id
Kajian Stabilitas Keuangan
I - Maret
( No. 10, 2007 2008 )
ii
Daftar Isi
iii
Daftar Tabel dan Grafik
Tabel Grafik
1.1 Indikator Ekonomi Dunia 10 1.1 Indeks Harga Saham Global 9
1.2 Pangsa Ekspor Non-Migas Indonesia Per Negara 11 1.2 Ekspor Non-Migas Indonesia 10
1.3 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 14 1.3 Nilai Impor Non-Migas Indonesia 10
1.4 Pengaruh Pelemahan Nilai Tukar Rupiah 1.4 Indeks Harga Beberapa Komoditas 11
Terhadap Ekuitas Konglomerasi 16 1.5 Suku Bunga Internasional 11
1.5 Peringkat Daya Saing √ World Economic Forum 17 1.6 Tingkat Bunga Riil Indonesia dan AS 11
1.7 Outlook Sovereign Rating Indonesia Standard &
2.1 Perkembangan Indeks Harga Beberapa Bursa Poor»s 11
Regional 42 1.8 Outlook Sovereign Rating Indonesia Moody»s 12
2.2 Perkembangan Indeks Harga Sektoral 43 1.9 Outlook Sovereign Rating Indonesia Fitch 12
1.10 Komposisi Aliran Modal Masuk 12
3.1 Konsensus Proyeksi Beberapa Indikator Ekonomi 53 1.11 Komposisi Aliran Modal Portfolio Asing 12
3.2 Persepsi Risiko Indonesia 54 1.12 Portfolio Investment Ratio 12
1.13 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah 13
4.1 Perkembangan Nilai dan Volume Setelmen dalam 1.14 Nilai Tukar Mata Uang Dunia 13
Sistem BI-RTGS 64 1.15 Inflasi Indonesia dan BI-Rate 13
4.2 Transaksi APMK 64 1.16 Perkembangan Suku Bunga Indonesia 14
4.3 Perbandingan Ketentuan SID 66 1.17 Selisih antara Suku Bunga Kredit dengan
Suku Bunga Deposito 14
Tabel Boks : 1.18 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen 15
2.1.1 Perkembangan Jumlah Usaha Asuransi 1.19 Kredit Konsumsi 15
2003-2006 47 1.20 Pertumbuhan ROA dan ROE 15
1.21 Perkembangan Debt to Equity Ratio 15
3.1.1 Proyeksi NPL Gross Tahun 2008 dengan Berbagai 1.22 Probability of Default Perusahaan Non-Financial
Skenario Harga Minyak 58 Go Public (Desember 2007) 16
1.23 Probability of Default Perusahaan Non-Financial
Go Public (Juni 2008) 16
1.24 Probability of Default Perusahaan Non-Financial
Go Public (Juni dan Desember 2007) 16
1.25 Kewajiban Neto Valas terhadap Equity 17
1.26 Pertumbuhan PDB Sektoral 17
1.27 Pembiayaan Korporasi Tbk dan Ekspansinya
(Pertumbuhan Aset) 18
1.28 Tingkat Pengangguran di Indonesia 18
1.29 Perkembangan DER dan TL/TA 18
iv
2.5 Suku Bunga Rata-rata PUAB O / N 27 2.44 Sumber Dana PP Patungan 41
2.6 Pertumbuhan Kredit 28 2.45 Inflows pada SUN-SBI-Saham 42
2.7 Komposisi Aktiva Produktif 28 2.46 Volatilitas Bursa Asia 42
2.8 Perkembangan Kredit valas 28 2.47 Bursa Regional: Perkembangan Indeks Saham 43
2.9 Pertumbuhan Kredit Jenis Penggunaan 29 2.48 Pasar Saham: Nilai Transaksi & IHSG 43
2.10 Perkembangan Kredit Sektor Ekonomi 29 2.49 Market Efficiency Coefficient 43
2.11 Perkembangan UL 30 2.50 Pasar Saham: Nilai Kapitalisasi & Nilai Emisi 44
2.12 Non Performing Loan 30 2.51 Perkembangan Harga Beberapa Seri SUN 44
2.13 Nominal NPL 30 2.52 Yield Penanaman Tenor 5 Tahun 44
2.14 Perkembangan Nominal NPL 31 2.53 Kepemilikan SUN 45
2.15 Perkembangan NPL Gross Kelompok Bank 31 2.54 SUN: Likuiditas Pasar Berbagai Tenor 45
2.16 Perkembangan Nominal NPL Sektor Ekonomi 31 2.55 Emisi dan Posisi Obligasi Korporasi 45
2.17 Pangsa NPL Menurut Sektor Ekonomi 31 2.56 Perkembangan NAB Jenis Reksa Dana 45
2.18 Perkembangan NPL Kredit Jenis Penggunaan 32 2.57 Reksa Dana: NAB & Unit Penyertaan 45
2.19 Pangsa NPL Menurut Jenis Penggunaan Kredit 32 2.58 Reksa Dana: Redemption & Subscription 46
2.20 Perkembangan NPL Gross 32 2.59 Perkembangan Komposisi NAB Reksa Dana 46
2.21 Perkembangan Rasio NPL Gross Kredit
Konsumsi 33 3.1 Profil Risiko Perbankan dan Arahnya 55
2.22 Nominal NPL Korporasi dan MKM 33 3.2 Indeks Stabilitas Keuangan
2.23 NPL Gross MKM dan Korporasi 33 (Financial Stability Index) 55
2.24 NPL Valas dan Rupiah 34
2.25 Stress Test NPL terhadap CAR 34 4.1 Aktivitas Transaksi Sistem Pembayaran
2.26 Kredit, NPL dan Penyisihan Penghapusan Kredit 35 Semester II 2007 63
2.27 Perkembangan Suku Bunga dan Nilai Tukar 35
2.28 Suku Bunga Kredit per Kelompok Bank 35 Grafik Boks :
2.29 Maturity Profile Rupiah 36 1.2.1 Utang Luar Negeri 20
2.30 Maturity Profile Valas 36 1.2.2 Indikator Debt Burden Indonesia 20
2.31 Perkembangan PDN (Overall) 37 1.2.3 Rencana Pembayaran ULN Indonesia 20
2.32 SUN yang Dimiliki Perbankan 37
2.33 Perkembangan NII Perbankan 37 2.1.1. Permodalan Asuransi 2003-2006 47
2.34 Rasio ROA Kelompok Bank 38 2.1.2. Aset-Premi-Klaim: 2003-2006 47
2.35 Komposisi Pendapatan Bunga Bank 38 2.1.3. Perkembangan Laba Asuransi: 2003-2006 47
2.36 Rasio CAR Kelompok Bank Semester II 2007 38 2.1.4. Beberapa Indikator Kesehatan Perusahaan
2.37 Rasio Modal Inti terhadap ATMR dan CAR 38 Asuransi 48
2.38 Peta Perkembangan Modal Inti 39 2.1.5. Investasi Perusahaan Asuransi: 2003-2006 48
2.39 Stress Test CAR 40 2.1.6. Premi: Unit Link & Total: 2003-2006 48
2.40 Kegiatan Usaha Perusahaan Pembiayaan 40 2.1.7. Hasil Investasi: Unit Link terhadap Total:
2.41 Kegiatan Pembiayaan Perusahaan Pembiayaan 40 2003-2006 48
2.42 Kinerja Perusahaan Pembiayaan 41
2.43 Sumber Dana PP Swasta Nasional 41 3.1.1. NPL Perbankan dan Harga Minyak 58
v
Kata Pengantar
Dengan mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, kami menyambut gembira penerbitan Kajian
Stabilitas Keuangan (KSK) No.10, Maret 2008 ini. KSK merupakan penyampaian informasi kepada para stakeholders
tentang salah satu pelaksanaan fungsi pokok Bank Indonesia disamping menjaga stabilitas moneter, yakni memelihara
stabilitas sistem keuangan.
Sebagaimana edisi-edisi sebelumnya, KSK edisi ini memuat hasil analisis tentang sumber-sumber instabilitas,
langkah mitigasi risiko dan prospek stabilitas keuangan ke depan. Selain itu, secara khusus KSK edisi ini juga memuat dua
artikel masing-masing tentang hasil survei kredit properti dan survei neraca keuangan rumah tangga (household).
Keberadaan kedua artikel tersebut sangat penting karena sejarah telah menunjukkan bahwa krisis keuangan dapat
berasal dari kegagalan sektor properti dan ketidakmampuan sektor rumah tangga memenuhi kewajibannya kepada
lembaga-lembaga keuangan.
Penerbitan KSK edisi ini juga sangat strategis mengingat semakin beratnya tantangan yang harus dihadapi oleh
sektor keuangan dan perekonomian Indonesia. Tantangan terbesar berasal dari meningkatnya risiko perekonomian global
terutama sebagai akibat krisis subprime mortgage yang melanda negara-negara besar di dunia. Krisis subprime mortgage
ini telah mengguncang pasar keuangan dunia sehingga menimbulkan ketidakpastian di pasar keuangan global dan
menurunnya kepercayaan pada pelaku bisnis. Tantangan berikutnya adalah meningkatnya tekanan inflasi di tengah
melambatnya pertumbuhan perekonomian dunia, terkait dengan kenaikan harga minyak dunia dan harga komoditi
pokok. Dari dalam negeri, tantangan antara lain berasal dari semakin meningkatnya intensitas bencana alam serta kondisi
makroekonomi yang belum tentu sebaik kondisi sepanjang tahun 2007.
Meningkatnya tantangan-tantangan tersebut di atas memerlukan kewaspadaan dari semua pihak yang terkait di
sektor keuangan. Untuk mendukung kewaspadaan tersebut, sangat diperlukan adanya informasi yang up to date yang
disertai dengan kajian tentang isu-isu yang terkait dengan sektor keuangan. Dalam konteks inilah, penerbitan KSK akan
berperan dalam menyampaikan informasi dan kajian secara rutin sehingga bermanfaat untuk semua pihak yang terkait,
termasuk para pelaku bisnis, pejabat Pemerintah, serta akademisi dan pengamat.
Patut dicatat bahwa tahun 2007 yang baru saja dilewati merupakan salah satu tahun terbaik dalam konteks
stabilitas sistem keuangan. Stabilitas sektor keuangan Indonesia terjaga dengan baik, sedangkan perbankan sebagai
industri terbesar dalam sektor tersebut terus menunjukkan kinerja yang semakin baik. Hal ini antara lain terlihat dari
pelaksanaan fungsi intermediasi yang terus meningkat sehingga pertumbuhan kredit mencapai 25,5%, sementara rasio
non-performing loans (NPL) gross dapat ditekan hingga 4,64% atau untuk pertama kalinya sejak krisis berada di bawah
5%. Ke depan salah satu tantangannya adalah bagaimana mengarahkan pertumbuhan kredit agar lebih mengarah
vi
untuk tujuan produktif serta mendorong kemajuan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang telah terbukti
cukup tahan terhadap krisis.
Dengan harapan-harapan tersebut di atas, sekali lagi kami menyambut gembira penerbitan KSK edisi ini. Untuk
itu, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada Tim Penyusun dan semua pihak yang telah membantu baik secara
langsung maupun tidak langsung. Semoga kajian-kajian yang dilakukan akan bermanfaat dalam menjaga stabilitas sistem
keuangan ke depan sehingga mampu menopang stabilitas makroekonomi yang berkelanjutan demi kesejahteraan
masyarakat seluas-luasnya.
Muliaman D. Hadad
vii
viii
Gambaran Umum
Gambaran Umum
1
Gambaran Umum
2
Gambaran Umum
Gambaran Umum
1. SUMBER-SUMBER INSTABILITAS
Ketahanan sistem keuangan pada paruh kedua terutama terlihat dari semakin bergejolaknya pasar
tahun 2007 menghadapi tantangan yang semakin berat keuangan global. Bahkan, bursa saham global semakin
dibandingkan dengan semester sebelumnya. Sumber- sering terkoreksi secara signifikan yang dipicu oleh
sumber instabilitas yang sudah ada pada semester meningkatnya ketidakpastian dan menurunnya
sebelumnya terus berlanjut di tengah semakin dinamisnya kepercayaan diantara sesama pelaku bisnis di pasar
perkembangan sektor keuangan. keuangan dunia sebagai dampak lanjutan dari krisis
Secara umum, tekanan terbesar terhadap sistem subprime mortgage. Meskipun bank-bank di Indonesia
keuangan selama semester II 2007 lebih banyak tampaknya tidak ada yang terlibat langsung dalam
ditimbulkan oleh gejolak lingkungan eksternal. Hal ini transaksi subprime mortgage, namun sejalan dengan
3
Gambaran Umum
semakin terintegrasinya ekonomi nasional dengan juga masih menjadi sumber instabilitas. Dengan
ekonomi dunia maka gejolak pasar uang global yang tingginya ketergantungan terhadap perbankan maka
ditimbulkan oleh krisis tersebut cepat berimbas kepada gejolak atau krisis yang melanda perbankan dengan
sektor keuangan domestik. Akibatnya, setiap kali terjadi cepat akan menjalar kepada industri lain di sektor
tekanan terhadap bursa saham global maka bursa saham keuangan. Lambatnya penyelesaian berbagai kendala
Indonesia juga ikut terkoreksi secara dalam. Keadaan ini di sektor riil, seperti masalah ketenagakerjaan dan
dapat membahayakan sistem keuangan apabila pada saat keterbatasan infrastruktur, dapat menghambat kegiatan
yang bersamaan terjadi aliran modal keluar secara serentak investasi dan mengganggu kelancaran kegiatan bisnis
dan tiba-tiba (sudden reversal). dunia usaha.
Peningkatan gejolak lingkungan eksternal juga Meskipun pada semester laporan kenaikan kredit
muncul sebagai akibat dari kenaikan harga minyak dunia konsumsi sedikit lebih rendah dari kredit modal kerja,
dan komoditi pokok. Dalam periode laporan, harga minyak namun kewaspadaan perlu tetap ditingkatkan untuk
dunia bahkan sempat melampaui USD110 perbarel. mencegah terkonsentrasinya kredit pada pembiayaan
Sementara itu, harga komoditi pokok juga terus konsumen. Konsentrasi tersebut dapat membahayakan
melambung, terutama harga produk-produk pertanian, sektor keuangan terutama apabila pendapatan rumah
barang tambang dan hasil alam. Kenaikan harga-harga tangga ( household income) tidak cukup kuat untuk
ini menimbulkan ancaman inflasi tinggi yang dapat memenuhi kewajiban pada bank dan lembaga keuangan
menurunkan daya beli masyarakat baik pada tingkat global lainnya. Selain itu, konsentrasi terhadap kredit konsumsi
maupun domestik. Bagi sektor keuangan, inflasi tinggi dapat membuat berkurangnya perhatian untuk
akan mengurangi kemampuan debitur dalam melunasi meningkatkan kredit tujuan produktif yang justru lebih
kreditnya sehingga berpotensi meningkatkan non- dibutuhkan guna mendukung pertumbuhan ekonomi.
performing loans (NPL). Bencana alam yang terjadi silih berganti di Indonesia
Permasalahan pokok lainnya yang berkontribusi pada akhir-akhir ini juga merupakan salah satu sumber
peningkatan gejolak lingkungan eksternal adalah instabilitas yang perlu diwaspadai. Walaupun Bank
melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia yang dipicu Indonesia telah mengeluarkan ketentuan tentang
oleh beban berat perekonomian Amerika Serikat. Paska perlakuan khusus terhadap kredit bank di daerah yang
krisis subprime mortgage, pertumbuhan ekonomi Amerika terkena bencana alam, namun apabila bencana alam itu
Serikat menjadi sangat melambat dan bahkan beberapa terjadi secara meluas dan terus menerus maka ketahanan
pengamat menyebutnya sebagai diambang resesi. sektor keuangan akan ikut terganggu.
Melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia akan Sumber instabilitas penting lainnya terkait dengan
menimbulkan tekanan pada sektor keuangan karena semakin terintegrasinya bisnis perbankan dengan bisnis
mengganggu kinerja eksportir yang menjadi nasabah bank lembaga keuangan non-bank yang menyebabkan batas-
dan lembaga keuangan lainnya. batas antara produk perbankan dan produk lembaga
Sementara itu, tingginya ketergantungan terhadap keuangan lainnya semakin kabur. Hal ini perlu sekali
perbankan, berbagai kendala di sektor riil dan diwaspadai mengingat inovasi produk keuangan yang
terkonsentrasinya kredit pada pembiayaan konsumen tidak disertai dengan kejelasan tentang mitigasi risiko
4
Gambaran Umum
dan transparansi produk yang memadai dapat stabilitas sistem keuangan seperti halnya sektor riil dan
merugikan nasabah dan membahayakan stabilitas sistem rumah tangga (household).
keuangan. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap
Selanjutnya, kemungkinan meningkatnya gangguan perbankan, mitigasi risiko yang dapat dilakukan antara
keamanan karena semakin dekatnya pelaksanaan Pemilu lain adalah dengan mendorong financial deepening yang
juga perlu menjadi perhatian. Meskipun dari pengalaman memungkinkan lembaga keuangan non-bank untuk lebih
Pemilu sebelumnya tidak terdapat hal-hal yang perlu berperan dalam sektor keuangan. Financial deepening juga
dikhawatirkan dan masyarakat juga sudah semakin memungkinkan berkembangnya pasar hedging dan
terbiasa dengan dinamika pesta demokrasi, namun sektor derivative, sehingga dapat membantu lembaga-lembaga
keuangan perlu selalu waspada dalam mengantisipasi keuangan dan pelaku bisnis untuk melakukan manajemen
setiap kemungkinan yang dapat mengganggu stabilitas risiko yang lebih baik.
sistem keuangan, termasuk yang terkait dengan persiapan Untuk mengurangi risiko yang terkait dengan
pelaksanaan Pemilu ini. semakin bergejolaknya pasar global maka hal yang paling
penting dilakukan adalah meningkatkan koordinasi antara
2. MITIGASI RISIKO otoritas perbankan dengan otoritas pasar modal dan
Untuk memperkecil peluang terjadinya instabilitas lembaga keuangan lainnya. Dengan adanya koordinasi
pada sektor keuangan beberapa langkah mitigasi risiko yang erat maka langkah-langkah antisipasi dapat segera
telah dilakukan. Pertama, memperkuat manajemen risiko dirumuskan sebelum permasalahan menjadi meluas. Tidak
perbankan. Selama periode laporan, kemampuan kalah pentingnya adalah meningkatkan fungsi Forum
melaksanakan manajemen risiko semakin meningkat. Hal Stabilitas Sistem Keuangan (FSSK) serta mempercepat
ini merupakan dampak positif dari pelaksanaan sertifikasi disahkannya Rancangan Undang-undang Jaring Pengaman
manajemen risiko bagi pengelola bank serta persiapan- Sektor Keuangan (JPSK). Selain itu, penyusunan Crisis
persiapan yang telah dilakukan perbankan dalam rangka Management Protocol yang mengatur prosedur dan
implementasi Basel II. Selain itu, penggunaan pendekatan langkah-langkah yang harus dilakukan pada saat krisis,
risk based supervision oleh pengawas bank juga telah juga merupakan hal yang sangat penting dalam konteks
mendorong perbankan untuk melaksanakan manajemen menjaga stabilitas sistem keuangan.
risiko yang lebih baik.
Mitigasi risiko juga dilakukan dengan meningkatkan 3. PROSPEK STABILITAS SISTEM KEUANGAN
efektivitas pemantauan (surveillance) terhadap sistem Ke depan, stabilitas sistem keuangan diperkirakan
keuangan. Untuk itu, secara terus menerus dilakukan akan tetap terjaga, meskipun terdapat tantangan yang
review dan pengembangan dari berbagai metode dan lebih berat pada tahun 2008, terutama sebagai akibat
pendekatan yang digunakan dalam rangka surveillance, melambatnya ekonomi Amerika Serikat dan kenaikan
baik yang bersifat kuantitatif seperti stress test dan simulasi, harga minyak dunia, serta dampak ikutan (contagion) atas
maupun yang bersifat kualitatif seperti pemantauan secara tingginya tekanan terhadap pasar keuangan global.
berkala terhadap perkembangan sektor-sektor yang Kondisi ini dapat memicu instabilitas melalui transmisi
berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap perlambatan ekonomi Indonesia. Beberapa hal yang
5
Gambaran Umum
mendukung ketahanan sistem keuangan tersebut, komoditas tersebut juga mendorong terbukanya peluang
terutama perbankan, adalah semakin meningkatnya bisnis pada sektor-sektor seperti pertambangan (batubara),
kemampuan manajemen risiko perbankan serta semakin energi alternatif, dan perkebunan (crude palm oil, kedelai,
membaiknya pelaksanaan surveillance terhadap stabilitas dan tebu).
sistem keuangan, baik dari segi metode maupun luasnya Upaya memelihara stabilitas sistem keuangan
cakupan. Disamping itu, berbagai stress test yang telah memerlukan informasi yang cukup tentang semua sektor
dilakukan memberikan indikasi yang kuat bahwa yang terkait. Untuk mengetahui secara lebih dini
perbankan sebagai sokoguru sektor keuangan cukup perkembangan sektor properti maka dikembangkan suatu
tahan terhadap goncangan risiko kredit, risiko suku bunga, model Early Warning System (EWS) yang dapat
risiko nilai tukar, dan risiko harga surat utang negara (SUN). menjelaskan perilaku kredit properti. Model yang
Hal lain yang memperkuat optimisme ke depan dihasilkan memperlihatkan bahwa NPL properti 6 bulan
adalah semakin kuatnya permodalan bank. Ketentuan ke depan cenderung turun, dan akan kembali naik pada
modal inti minimum sebesar Rp80 miliar pada akhir 2007 periode 12 bulan kemudian. Sementara itu, hasil survei
umumnya telah dapat dipenuhi oleh semua bank umum. neraca rumah tangga ( household ) pada 6 lokasi
Selanjutnya, dengan adanya kewajiban bank umum untuk (Bodetabek, D.I. Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah,
memiliki modal inti minimum sebesar Rp100 miliar pada Jawa Timur dan Sumatera Barat) menunjukkan bahwa
tahun 2010 diharapkan perbankan akan semakin seluruh rumah tangga di lokasi survei mampu memenuhi
memperkuat permodalannya sehingga akan lebih mampu kewajibannya baik terhadap bank maupun lembaga
menghadapi risiko yang lebih besar. keuangan non bank. Hal ini memberikan petunjuk bahwa
Ditengah-tengah meningkatnya risiko ketidakpastian tekanan terhadap ketahanan sistem keuangan yang
di pasar keuangan global, prospek sistem keuangan berasal dari sektor rumah tangga, khususnya pada 6 lokasi
Indonesia masih terlihat positif karena ditunjang oleh tersebut, tidak mengkhawatirkan. Ke depan, untuk
penguatan harga komoditas dan manajemen risiko yang mendapatkan gambaran yang lebih utuh tentang peranan
lebih baik. Meskipun kecenderungan naiknya harga sektor rumah tangga dalam menjaga stabilitas sistem
komoditas umumnya disambut dengan kekhawatiran, keuangan, maka cakupan survei neraca rumah tangga
namun penting dicatat bahwa peningkatan harga perlu diperluas kepada lokasi-lokasi lainnya di Indonesia.
6
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil
Bab 1
Kondisi Makroekonomi
dan Sektor Riil
7
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil
8
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil
1.1. KONDISI MAKROEKONOMI itu, indeks bursa saham Indonesia sampai dengan akhir
Perkembangan ekonomi internasional pada semester Desember 2007 masih mengalami peningkatan meskipun
II 2007 didominasi oleh kekhawatiran akan resesi dengan volatilitas yang semakin tinggi. Kecilnya dampak
perekonomian Amerika Serikat yang dipicu oleh krisis krisis subprime mortgage ke pasar keuangan domestik
subprime mortgage dan menurunnya tingkat konsumsi karena tidak adanya lembaga keuangan Indonesia yang
Amerika Serikat. Krisis subprime mortgage merupakan titik melakukan penanaman langsung pada kredit jenis ini.
balik dari skim perkreditan berisiko tinggi yang diberikan Selain itu, tetap bergairahnya pasar saham domestik
lembaga keuangan dalam rangka pembiayaan perumahan. didukung pula dengan semakin membaiknya fundamental
Krisis ini sudah terjadi sejak tahun 2006, namun makroekonomi.
dampaknya baru meluas sejak awal semester II 2007. Dampak lanjutan dari permasalahan krisis subprime
Laporan tentang kerugian yang dialami oleh investor- mortgage menyebabkan turunnya daya beli masyarakat
investor besar kredit sub-prime mortgage, termasuk bank-
bank bereputasi tinggi di Amerika Serikat dan Eropa, yang Grafik 1.1
Indeks Harga Saham Global
diiringi dengan laporan tentang masih terus meningkatnya
35.000 35.000
delinquency rate dan foreclosure rate debitur subprime Singapore Hongkong
30.000 New York Dow Jones 30.000
mortgage menjadi sentimen negatif yang memicu investor 25.000
Indonesia Nikkei
25.000
10.000 10.000
keuangan negara-negara lain termasuk di emerging
5.000 5.000
markets, sehingga mengakibatkan pelemahan indeks
0 0
2006 2007
bursa saham global. Namun demikian, berbeda dengan Sumber: Bloomberg
9
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil
di Amerika Serikat. Melambatnya belanja konsumsi rumah Pelemahan ekonomi Amerika Serikat yang
tangga kemudian membatasi pendapatan sektor korporasi berkepanjangan berpotensi mempengaruhi pertumbuhan
sehingga menimbulkan gelombang pemutusan hubungan ekonomi negara-negara emerging market sejalan dengan
kerja. Mengingat belanja konsumsi rumah tangga semakin ketatnya persaingan ekspor antar negara-negara
merupakan faktor utama yang berkontribusi terhadap tersebut khususnya di Asia. Hal ini disebabkan penurunan
pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat maka daya beli rumah tangga di Amerika Serikat yang
penurunannya menyebabkan pertumbuhan ekonomi merupakan konsumen utama produk ekspor negara-
negara tersebut pada 2007 melambat 0,4% menjadi negara tersebut. Khusus untuk Indonesia, kondisi tersebut
sebesar 2,2%, atau lebih rendah dibandingkan tahun belum berdampak signifikan terhadap nilai dan volume
sebelumnya sebesar 2,6%. Hal ini memicu kekhawatiran ekspor. Sampai dengan November 2007 nilai ekspor
bahwa Amerika Serikat sudah mendekati resesi. Indonesia masih tumbuh cukup tinggi meskipun
Karena ekonomi Amerika Serikat menggerakkan menunjukkan kecenderungan menurun. Dalam 11 bulan
hampir 20% ekonomi dunia, pelemahannya sangat pertama tahun 2007, ekspor Indonesia tumbuh 16,5%
berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi global. (y-o-y), sedikit lebih rendah dibandingkan pertumbuhan
Akibatnya, pada tahun 2007, IMF memperkirakan tahun 2004-2006 dengan rata-rata sebesar 18,8% per
pertumbuhan ekonomi dunia melambat hingga ke level tahun.
4,9%. Perlambatan tersebut lebih dipengaruhi oleh
perlambatan ekonomi yang terjadi di negara-negara maju, Grafik 1.2
Ekspor Non-Migas Indonesia
sementara pertumbuhan ekonomi negara-negara Juta USD Juta USD
10
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil
4 4
Relatif tetap tingginya nilai ekspor Indonesia terutama AS
2 2
didukung oleh kenaikan harga-harga komoditas ekspor di 0 0
-6 -6
Indonesia ke negara-negara Asia khususnya ke China dan
-8 -8
India ikut mendukung bertumbuhnya ekspor Indonesia. 2005 2006 2007
Sumber: Bloomberg, BI, BPS
Peningkatan ekspor kepada dua negara ini cukup mampu
Grafik 1.7
mengkompensasi dampak perlambatan ekspor akibat
Outlook Sovereign Rating Indonesia Standard & Poor»s
permasalahan di perekonomian Amerika Serikat.
BBB+
Dalam upaya pemulihan ekonomi Amerika Serikat, BBB Stable Outlook
-
BBB
the Fed melakukan penurunan suku bunga Fedfund rate BB+
BB
ke level 4,25% pada Desember 2007 dan berlanjut menjadi
-
BB
11
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil
BB 50 43 45
37
BB
- 40
28
B+ 30
B 20
B- 10
CCC+ 0
2004 2005 2006 2007
Jun-97 Des-98 Jun-00 Des-01 Jun-03 Nov-04 Mei-06 Nov-07
Sumber: BI
Sumber: Bloomberg
dana investasi asing ke Indonesia. aset-aset keuangan. Di Indonesia, pada tahun 2007,
Namun demikian, kekhawatiran terhadap pangsa aliran modal portofolio dalam komponen aliran
kemungkinan masih akan terus meluasnya dampak krisis modal mencapai 55% sedangkan pangsa Foreign Direct
subprime mortgage menyebabkan para investor sangat Investment (FDI) sebesar 45%. Sementara pangsa investasi
berhati-hati dalam melakukan investasi. Mereka cenderung dalam SBI (money market) meningkat tajam menjadi 14%.
12
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil
Dalam skala regional, rasio portofolio di Indonesia baik 2006 sehingga menjadi sebesar Rp9.125 pada akhir tahun.
terhadap Capital Account (CA), FDI, dan cadangan devisa Akan tetapi, dibandingkan nilai tukar mata uang beberapa
lebih tinggi dibandingkan Thailand dan Malaysia, meskipun negara lain, selama 2007 indeks nilai tukar rupiah paling
lebih rendah daripada Filipina. rendah walaupun volatilitasnya masih dalam batas yang
Peningkatan ekspor dan terus masuknya aliran terkendali.
investasi portfolio ke Indonesia mendukung terjadinya Volatilitas nilai tukar yang terkendali dan konsistensi
surplus Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) 2007 yang kebijakan moneter untuk menjaga kestabilan harga
lebih tinggi dibandingkan 2006. Perbaikan kinerja NPI berdampak kepada perbaikan ekspektasi inflasi. Selama
mendorong naiknya jumlah cadangan devisa menjadi semester II 2007, laju inflasi bergerak terkendali. Secara
USD56,92 miliar pada Desember 2007 atau setara keseluruhan tingkat inflasi tahun 2007 berada dalam batas
dengan 5,7 bulan impor dan pembayaran utang luar yang ditargetkan oleh Bank Indonesia yaitu 6%±1%.
negeri. Ekspektasi laju inflasi yang terkendali mendorong
Sejalan dengan surplus NPI, imbal hasil rupiah yang dilakukannya penurunan BI rate secara bertahap dan
menarik dan faktor resiko yang terjaga, nilai tukar rupiah terukur hingga mencapai level 8,00% pada Desember
pada 2007 secara rata-rata menguat 0,29% dibandingkan 2007.
8.600 8.600
0 0
8.500 8.500
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2005 2006 2007
2006 2007 Sumber: BPS & BI
Sumber: Bloomberg
110 110
terus bertumbuh meskipun terhambat oleh perlambatan
105 105 pertumbuhan ekonomi dunia. Secara keseluruhan,
100 100 selama tahun 2007 pertumbuhan ekonomi mencapai
95 95
6,33%, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya
90 SGD PHP KRW EUR 90
JPY IDR THB yang sebesar 5,48%.
85 85
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Ke depan, risiko kerawanan sektor eksternal
2007
Ket: Peningkatan indeks = penguatan nilai tukar
Sumber: Bloomberg diperkirakan masih cukup tinggi. Hal ini dipengaruhi
13
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil
15 KI 15
pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2008 yang pada
KMK
Oktober 2007 diperkirakan oleh IMF akan tumbuh sebesar 10
BI-rate SBI 1 bln 10
4,8% mengalami koreksi pada Januari 2008 hingga turun Dep Rp 1 bln
5 5
menjadi 4,1%. Kondisi ini juga mempengaruhi proyeksi Tabungan
mempengaruhi ketahanan sektor keuangan. Hal ini antara 2005 2006 2007
10 10
lain terlihat dari hasil macro stress test tentang risiko kredit
8 8
di industri perbankan (lihat Boks 2.1). Selain faktor-faktor
6 6
makroekonomi, ketahanan sektor keuangan juga dapat
4 4
dipengaruhi oleh utang luar negeri. Analisis mengenai
2 2
potensi tekanan dari sisi utang luar negeri ini disajikan
0 0
Rata-rata KMK KI KK
pada Boks 2.2. Sumber: BI
14
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil
Dari sisi demand, peningkatan keyakinan konsumen go public pada tahun 2007 relatif membaik dibandingkan
tercermin dari kecenderungan meningkatnya Indeks tahun sebelumnya. Hal ini antara lain terlihat dari kenaikan
Keyakinan Konsumen yang berdampak kepada rentabilitas usaha (ROA dan ROE) dan penurunan leverage.
1
peningkatan konsumsi swasta. Hal ini antara lain dapat
Grafik 1.20
diamati dari peningkatan kredit konsumsi. Selain didorong Pertumbuhan ROA dan ROE
oleh penurunan suku bunga, peningkatan konsumsi 600 350
ROA (kiri) ROE (kanan) 300
swasta tersebut juga didukung oleh peningkatan daya beli 500
250
400
sebagian anggota masyarakat dan faktor musiman seperti 200
300 150
perayaan hari-hari besar keagamaan dan tahun baru
200 100
selama semester II 2007. 50
100
0
0
Grafik 1.18 -50
0,20
Grafik 1.19
Kredit Konsumsi 0,00
Tw 1 Tw 2 Tw 3 Tw 4 Tw1 Tw2 Tw3 Tw4 Tw1 Tw2 Tw3 Tw4
Outstanding 2005 2006 2007
Rp triliun %
Sumber: BEI
300 30
250
Kredit (left axis)
25 Namun demikian, peningkatan kinerja sektor
200 20
korporasi tersebut belum diiringi oleh peningkatan
150 15
ekspansi usaha yang memadai. Bahkan sebelum sektor
100 Growth (right axis) 10
korporasi berkembang lebih maju, berbagai gejolak di
50 5
NPL (left axis)
pasar keuangan seperti dampak krisis subprime mortgage
0 0
2004 2005 2006 serta kenaikan harga bahan bakar minyak dan komoditi
Sumber: BI
pokok telah datang menghadang. Gejolak tersebut
Sementara itu, dari sisi supply, sejalan dengan kondisi berpotensi menahan perkembangan kinerja sektor
makroekonomi yang cukup mendukung maka kinerja korporasi ke depan. Dalam kaitan ini, hasil estimasi
keuangan korporasi khususnya perusahaan non-financial probability of default (PD) perusahaan non financial go
public di Indonesia menunjukkan bahwa jumlah
1 Survei Konsumen Desember 2007. Survei ini dilakukan secara rutin setiap bulan sejak
Oktober 1999 oleh Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter, Bank Indonesia. perusahaan dengan PD di atas 0,5 diperkirakan meningkat
15
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil
Des-07 Jun-07
Grafik 1.22
18,9
Probability of Default Perusahaan Non-Financial 16,2
Go Public (Desember 2007) 12,1
10,0 9,8 12,1
9,4
10,0 9,8 9,4
Distribusi Forecast Probability of Default Desember 2007 6,9 7,1
6,9 7,1
0,0
0,0
Agri Mining Bsc Idty Misc Idty Cnsmr Gds Property Infrstrctr Trade,
178 & Che Invstmt
0,0-0,1 0,1-0,2 0,2-0,3 0,3-0,4 0,4-0,5 0,5-0,6 0,6-0,7 0,7-0,8 0,8-0,9 0,9-1,0
sehingga permodalannya turun sebesar 100%. Meskipun
Tabel 1.4
Pengaruh Pelemahan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Ekuitas Konglomerasi
16
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil
secara umum konglomerasi tampaknya cukup tahan Secara umum, terbatasnya pertumbuhan investasi
terhadap gejolak nilai tukar, namun mencermati adalah karena sektor korporasi masih menghadapi
perkembangan ekonomi global dan domestik akhir-akhir berbagai hambatan dalam pengembangan usahanya,
ini, maka sangat diperlukan kehati-hatian mengingat terutama masalah keterbatasan infrastruktur dan
cukup banyak konglomerasi yang memiliki rasio kewajiban ketenagakerjaan. Belum tuntasnya penyelesaian
neto valas terhadap modal lebih dari 25%. permasalahan-permasalahan tersebut menyebabkan daya
saing investasi Indonesia belum menunjukkan perbaikan
Grafik 1.25
Kewajiban Neto Valas terhadap Equity yang signifikan. Menurut World Economic Forum East Asia
%
200 (Juni 2007), secara rata-rata peringkat daya saing investasi
175
Rasio kewajiban neto valas
150 thp equity > 25% Indonesia diantara negara-negara ASEAN hanya berada
125
100
di atas Vietnam dan Filipina.
75
50 Tabel 1.5
25 Peringkat Daya Saing - World Economic Forum
0
(25)
Country GCI 2007- 2008 GCI 2006-2007
(50) (of 131 countries) (of 122 countries)
A C E G I K M O Q S U W Y AA AC AE AG AI AK AM AO AQ
Indonesia 54 54
Sementara itu, meskipun komponen investasi dalam Malaysia 21 19
Vietnam 68 64
struktur PDB menunjukkan pertumbuhan, namun Thailand 28 28
China 34 35
pertumbuhan tersebut masih bersifat terbatas.
Philippines 71 75
Pertumbuhan lebih didorong oleh kemajuan di sektor non- Singapore 7 8
14,00
Pertanian
Industri Pengolahan
Pertambangan & Penggalian
Listrik, Gas dan Air Bersih Kecenderungan pembiayaan korporasi dengan sumber
Bangunan Perdagangan, Hotel,
dan Restoran
12,00 Pengangkutan
dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, dana internal tersebut dapat diamati dari relatif tingginya
Jasa-jasa dan Jasa
10,00
rasio modal sendiri terhadap total aset pada perusahaan
8,00
0,00
menggunakan dana internal menunjukkan semakin
2005 2006 2007
Sumber: BI
membaiknya kondisi keuangan korporasi karena sudah
17
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil
1,0 1,0
modal (debt-to-equity ratio) perusahaan-perusahaan non
Pertumbuhan Aset (kiri)
0,8 Pembiayaan dengan Modal Sendiri (kanan) 0,8 financial go public malah cenderung menurun. Hal ini
0,0 0,0
Grafik 1.29
Perkembangan DER dan TL/TA
-0,2 -0,2
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 1,20 1,20
Sumber: BEI
1,00 1,00
10
0,20 Debt Equity Ratio 0,20
Total Liabilies/Total Assets
8
0,00 0,00
Tw 1 Tw 2 Tw 3 Tw 4 Tw1 Tw2 Tw3 Tw4 Tw1 Tw2 Tw3 Tw4
6 2005 2006 2007
Sumber: BEI
4
2
Ke depan, tantangan di sektor rill diperkirakan cukup
0
2001 2002 2003 2004 2005 Feb-06 Ags-06 Feb-07 Ags-07 tinggi terkait potensi kenaikan inflasi dan pengaruh
Sumber: BPS
perlambatan pertumbuhan ekonomi global. Agar
tidak lagi tergantung pada pembiayaan dari hutang. perekonomian dapat tumbuh lebih kuat diperlukan
Namun pada sisi lain, kecenderungan tersebut berpotensi dukungan dari berbagai pihak untuk mengatasi kendala-
menghambat korporasi untuk melakukan ekspansi usaha kendala yang ada di sektor riil. Sejalan dengan itu, sektor
secara penuh mengingat terbatasnya dana internal. Mikro, Kecil dan Menengah (MKM) yang terbukti telah
Apabila kondisi ini berlanjut maka ketersediaan lapangan mampu bertahan dalam kondisi krisis perlu lebih
pekerjaan baru akan menjadi semakin terbatas sehingga ditingkatkan perannya dalam perekonomian. Dengan
menyulitkan upaya penurunan tingkat pengangguran yang demikian perbaikan kondisi makroekonomi akan dapat
masih tergolong tinggi. benar-benar diikuti oleh membaiknya perkembangan di
Sementara itu, aliran dana dari luar negeri (capital sektor riil sehingga akan meningkatkan ketahanan
inflows) yang umumnya berupa portfolio aset-aset finansial perekonomian dan sektor keuangan domestik terhadap
belum banyak membantu pembiayaan di sektor rill, vulnerabilitas sektor eksternal.
18
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil
k n
Indonesia dari Desember 1995 s.d. Mei 2005, hasil
Yit = αi + δt +
j=1
ΣγY i it - j Σβ X
+
m=0
i it - m + εit stress test menunjukkan bahwa perubahan risiko
kredit, terutama variable LLP/TL, secara signifikan
dimana: dipengaruhi oleh perubahan indikator makroekonomi
Yit : risiko kredit (LLP/TL dan NPL/TL) seperti M2 dan inflasi. Hal ini berarti secara umum
Xit : variabel makroekonomi (GDP, Harga shock yang ditimbulkan oleh faktor makroekonomi
Premium, Harga Solar, M1, M2, IHSG, INF, meningkatkan risiko kredit pada bank. Oleh karena
EXRATE) itu, setiap perkembangan yang terjadi dalam
ai : efek individu dari setiap bank lingkungan makroekonomi baik domestik maupun
eit : residual, dimana et~N(0, σ ) 2 internasional sangat perlu dipantau dan diantisipasi
t : periode dengan cermat oleh para pihak yang terlibat di sektor
LLP = Loan Loss Provisions keuangan. Kegagalan dalam memonitor dan
M1 = Narrow Money mengantisipasi perkembangan makroekonomi dapat
NPL = Non Performing Loans membahayakan industri perbankan dan sistem
M2 = Broad Money keuangan secara keseluruhan.
19
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil
Salah satu aspek penting yang perlu dicermati Namun demikian, kewaspadaan perlu lebih
terkait dengan perkembangan makroekonomi adalah ditingkatkan mengingat terdapat beberapa tanda
potensi tekanan dari utang luar negeri (ULN). Sampai peningkatan potensi tekanan dari sisi ULN. Pertama,
dengan Desember 2007 ULN Indonesia mencapai jumlah ULN terus meningkat. Dibandingkan dengan
US$136,6 miliar yang didominasi oleh Pemerintah posisi tahun 2006 terdapat kenaikan ULN sebesar 7%.
(51,0%), diikuti Swasta & lain-lain (49%). Peningkatan tersebut juga terjadi pada ULN jangka
pendek, yaitu dari USD16,5 miliar menjadi USD23,1
Grafik Boks 1.2.1 miliar atau naik 40,2%. Akibatnya, rasio ULN jangka
Utang Luar Negeri
pendek terhadap total ULN meningkat dari 13%
Juta USD
90.000 menjadi 17%. Kedua, rasio ULN jangka pendek
Pemerintah
80.000 Swasta terhadap cadangan devisa juga meningkat, yaitu dari
Lain-lain
70.000
38,7% (akhir 2006) menjadi 40,6% (akhir 2007).
60.000
50.000 Selain itu, laju peningkatan cadangan devisa lebih
40.000 rendah dibandingkan dengan peningkatan ULN jangka
30.000
pendek.
20.000
10.000 Perkembangan ULN tersebut sangat penting
- untuk dicermati dampaknya terhadap ketahanan
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
sektor keuangan mengingat ULN atau modal asing
Secara umum, sustainability ULN Indonesia terlihat yang masuk banyak yang ditempatkan dalam SBI dan
masih baik. Hal ini antara lain terlihat dari indikator- SUN, dan cenderung terus meningkat. Pada akhir
indikator seperti external debt to GDP ratio, external 2007 jumlah SBI dan SUN yang dimiliki asing tercatat
debt to export ratio dan debt service ratio (DSR). Ketiga sebesar USD11,3 miliar atau meningkat USD3,2 miliar
rasio tersebut pada tahun 2007 berada pada posisi yang (39,3%) dibandingkan posisi tahun sebelumnya.
lebih rendah dari nilai benchmark yang ditetapkan oleh Tekanan terhadap ketahanan sektor keuangan dapat
World Bank sehingga dapat dikatakan berada pada level muncul apabila modal asing yang ditempatkan pada
yang cukup aman. domestic securities tersebut tiba-tiba mengalir keluar
20
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil
secara serentak (sudden reversal). Di samping itu, sebesar USD14,6 miliar (61,7%). Dengan demikian,
tekanan juga dapat timbul karena cukup besarnya pihak Pemerintah dan swasta perlu mengupayakan
angka rencana pembayaran ULN. Untuk tahun 2008, agar ULN tersebut dapat dilunasi pada waktunya
rencana pembayaran tersebut mencapai USD23,7 sehingga tidak menimbulkan reputational risk dan
miliar, terdiri dari pembayaran ULN Pemerintah sebesar tidak meningkatkan country risk Indonesia di mata
USD9,1 miliar (38,3%) dan pembayaran ULN swasta dunia internasional.
21
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil
22
Bab 2 Sektor Keuangan
Bab 2
Sektor Keuangan
23
Bab 2 Sektor Keuangan
24
Bab 2 Sektor Keuangan
2005
mengalami perubahan. Sistem keuangan masih terdiri dari 0,3%
5,3% 1,0%
bank umum dan BPR, serta industri keuangan non-bank, 7,3%
3,5%
1,1%
yaitu asuransi, dana pensiun, perusahaan pembiayaan,
sekuritas dan pegadaian. Data menunjukkan bahwa
perbankan masih tetap mendominasi, namun dengan
81,5%
pangsa yang cenderung menurun menjadi sekitar 79%
Bank Umum Komersial Bank Perkreditan Rakyat
Perusahaan Asuransi Dana Pensiun
dari total aset seluruh sistem keuangan. Selain itu, industri PerusahaanPembiayaan Persahaan Sekuritas
Pegadaian
perbankan juga masih didominasi oleh 15 bank besar
2006
4,6% 3,7% 0,3%
dengan pangsa mencapai sekitar 70% dari total aset 3,2%
8,2%
perbankan. 1,1%
25
Bab 2 Sektor Keuangan
kenaikan cukup signifikan, diikuti oleh perusahaan asuransi seperti dari giro dan tabungan, dalam rangka efisiensi
yang juga mengalami sedikit kenaikan pangsa. Secara biaya. Tingginya pertumbuhan tabungan pada periode
agregat, total dana yang dikelola oleh sektor keuangan laporan tidak terlepas dari maraknya berbagai macam
2Ω
mencapai sekitar 64% dari total PDB Indonesia. inovasi untuk produk tabungan, seperti kemudahan
tabungan sebagai alat pembayaran (debit card) dan produk
2.2. PERBANKAN tabungan berjangka dengan bunga yang lebih tinggi.
2.2.1. Pendanaan dan Risiko Likuiditas
Grafik 2.3
Perkembangan Dana Pihak Ketiga Pertumbuhan DPK per Komponen (mtm)
Sepanjang semester II 2007 dana pihak ketiga (DPK) %
12
sebagai sumber dana utama perbankan terus meningkat. Semester I Semester II
9
Pada akhir 2007, total DPK industri perbankan mencapai Giro
Tabungan
%
memilih alternatif investasi lain yang lebih
9
Semester I
menguntungkan, salah satunya dengan melakukan
DPK Rupiah
6
penanaman dalam reksa dana. Akibatnya, selama semester
3
II 2007 NAB reksa dana tumbuh pesat yaitu sebesar 36,4%.
0
-3
DPK valas Semester II
Kecukupan Likuiditas
-6 Kondisi likuiditas perbankan selama semester II 2007
2006 Juni 2007 2007
26
Bab 2 Sektor Keuangan
sebelumnya menjadi sebesar 147,7% per akhir semester mencapai angka 21% pada minggu kedua September
laporan. akibat cukup besarnya kontraksi likuiditas pada saat yang
bersamaan, yang sebagian besar untuk settlement Obligasi
Grafik 2.4
Rasio Alat Likuid Perbankan Retail Indonesia (ORI) dan pembayaran pajak. Namun
PUAB pagi
Namun demikian, preferensi penempatan alat likuid 8
PUAB Va LN PUAB Va DN
perbankan pada instrumen yang bersifat likuid dan berisiko
4
rendah seperti SBI dan Fasbi masih menunjukkan
0
peningkatan. Pada akhir semester II 2007, penempatan Jan'07 Mar'07 Mei'07 Juli'07 Sep'07 Nov'07
27
Bab 2 Sektor Keuangan
25,0
Kredit Modal Kerja (KMK) merupakan jenis kredit
20,0 dengan kenaikan kredit terbesar dan pertumbuhan
15,0
tertinggi sepanjang paruh kedua tahun 2007. KMK
10,0
menyumbang 62,5% dari total kenaikan kredit sepanjang
5,0
28
Bab 2 Sektor Keuangan
20,0 180,0
15,0 160,0
10,0 140,0
5,0 120,0
2006 Jun 2007 Jun Des
0,0
-5,0
-10,0 total kenaikan kredit perbankan pada periode laporan atau
2006 Jun 2007 Jun Des
Dengan perkembangan tersebut, pangsa kredit tetap Lain-lain yang umumnya kredit konsumsi dengan kenaikan
didominasi oleh KMK yaitu sebesar 53,3% dari total kredit mencapai 23,4% (tumbuh 24,7% yoy). Dengan
perbankan, diikuti oleh KK dengan pangsa sebesar 28,2%, perkembangan tersebut, pangsa kredit Sektor Perdagangan
sedangkan sisanya dalam bentuk Kredit Investasi (KI). sudah mencapai 21,6% dari total kredit perbankan dan
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, besarnya telah melampaui pangsa kredit Sektor Industri sebesar
pangsa penyaluran kredit pada jenis KMK dan KK 20,5%. Pilihan kredit dengan risiko yang terkendali juga
mencerminkan preferensi bank untuk menyalurkan kredit tercermin pada perkembangan kredit Mikro, Kecil dan
pada jenis dengan risiko kredit yang lebih terkendali. Hal Menengah (MKM) yang periode laporan meningkat sebesar
ini karena KMK umumnya berupa kredit berjangka pendek Rp60,0 triliun (tumbuh 22,5% yoy). Dengan peningkatan
dalam jumlah yang relatif cukup besar yang diberikan pada tersebut, kredit MKM menyumbang 40,7% dari total
debitur-debitur lama yang telah dikenal perbankan, kenaikan kredit perbankan periode laporan sehingga
sementara KK biasanya mencakup fasilitas kredit yang totalnya mencapai 50,2% dari total kredit perbankan.
relatif lebih kecil dengan debitur mayoritas rumah tangga. Diperkirakan pada semester I 2008, kredit tumbuh
Perbankan memilih berkonsentrasi pada KMK dan KK tidak sebesar periode laporan, namun tetap akan lebih
karena dapat membantu memitigasi mismatch sumber besar dibandingkan semester I tahun 2007. Hal ini
dana yang dominan berjangka pendek. Namun demikian, dikarenakan cukup besarnya fasilitas kredit yang belum
ke depan untuk mendukung tercapainya pertumbuhan ditarik nasabah (undisbursed loans) sampai dengan akhir
ekonomi yang lebih tinggi maka proporsi kredit untuk tahun 2007. Selama semester laporan jumlah undisbursed
tujuan produktif (kredit investasi dan modal kerja) perlu loans (UL) perbankan naik sebesar Rp32,7 triliun atau
lebih ditingkatkan. 18,6% sehingga pada akhir Desember 2007 mencapai
Preferensi memilih risiko yang lebih terkendali juga angka sebesar Rp208,3 triliun. Secara persentase, total
tercermin dari perkembangan kredit berdasarkan sektor UL pada akhir tahun tersebut mencapai 20,7% dari total
ekonomi. Sektor Perdagangan yang umumnya jenis kredit kredit perbankan, atau relatif stabil paska krisis dengan
modal kerja, naik paling besar yaitu mencapai 24,6% dari kisaran 20%-21%.
29
Bab 2 Sektor Keuangan
30
Bab 2 Sektor Keuangan
pertama kalinya menyamai rasio NPL gross kelompok bank ketat agar jangan sampai memburuk kualitasnya karena
besar yaitu sebesar 5,2%. dapat menimbulkan gangguan terhadap ketahanan sektor
keuangan. Sementara itu, perbaikan kualitas kredit juga
Grafik 2.14
Perkembangan Nominal NPL terjadi pada Sektor Perdagangan sebagai sektor dengan
Rp miliar
pangsa nominal NPL kedua terbesar. Nominal NPL sektor
ini turun sebesar Rp2,2 triliun atau 19,6%, sehingga rasio
Asing
NPL grossnya turun dari 6,1% menjadi 4,1%.
Campuran
cukup besar yaitu sebesar Rp4,0 triliun atau 21,7% 80 Jasa Dunia Usaha
31
Bab 2 Sektor Keuangan
Dari segi jenis penggunaan, kualitas kredit modal Mengingat pangsa NPL KMK dan KI dalam total NPL
kerja (KMK) dan kredit investasi (KI) mengalami perbaikan perbankan masih tergolong sangat besar, tidak berlebihan
cukup besar. Membaiknya kualitas kredit Sektor Industri untuk mengatakan bahwa monitoring yang ketat sangat
Pengolahan dan Sektor Perdagangan tersebut di atas, diperlukan dalam menjaga agar perkembangan tersebut
secara tidak langsung juga memperbaiki kualitas KMK tidak membahayakan ketahanan perbankan. Alasan lain
sebagai jenis kredit dengan pangsa NPL terbesar dalam pentingnya monitoring yang ketat adalah kenyataan
total NPL perbankan. Secara nominal NPL KMK turun bahwa kredit seperti KI biasanya ditujukan kepada debitur
sebesar Rp6,1 triliun atau 23,3% sehingga rasio NPL gross korporasi, berjangka panjang dan dengan jumlah fasilitas
kredit ini turun dari 5,8% menjadi 3,7%. Sejalan dengan cukup besar serta sering dalam bentuk valas sehingga
kemajuan tersebut, pangsa NPL KMK dalam total NPL debitur juga menjadi terekspose risiko nilai tukar yang
perbankan turun dari 52,1% menjadi 48,8%. Sementara dapat menambah potensi default kreditnya.
itu, NPL KI juga mengalami perbaikan tercermin dari
Grafik 2.20
penurunan nominal sekitar Rp2,9 triliun atau 19,1% Perkembangan NPL Gross
sehingga rasio NPL grossnya turun dari 9,1% menjadi
% %
4,0
6,6%. Dalam kaitan ini, pangsa nominal NPL KI tercatat 22,0
Konsumsi (kanan)
3,5
mencapai 30,0% dari total NPL perbankan pada akhir
17,0
Investasi (kiri)
semester II 2007. 3,0
12,0
2,5
Grafik 2.18
7,0 2,0
Perkembangan NPL Kredit Jenis Penggunaan Modal Kerja (kiri)
2,0 1,5
Rp triliun
2002 2003 2004 2005 2006 2007 Des
32
Bab 2 Sektor Keuangan
agunan). Dari ketiga jenis kredit konsumsi ini, pada akhir MKM turun sebesar Rp7 triliun atau 23,8%, sehingga rasio
semester II 2007 rasio NPL gross tertinggi terdapat pada NPL grossnya turun dari 7,3% menjadi 4,6%. Meskipun
kartu kredit, yaitu sebesar 12,0%, sedangkan rasio NPL pangsa kredit non-MKM terhadap total kredit perbankan
gross KPR dan jenis lainnya tercatat masing-masing sebesar hanya sebesar 48,9% atau lebih rendah dari pangsa kredit
3,02% dan 1,90%. Tingginya rasio NPL gross kartu kredit MKM, namun penurunan NPL kredit non-MKM merupakan
antara lain karena masih adanya kendala perpajakan dalam hal yang sangat menggembirakan mengingat debitur non-
melakukan penghapusbukuan kredit. Namun demikian, MKM umumnya berasal dari sektor korporasi dengan
perbankan umumnya sudah membentuk cadangan yang jumlah fasilitas yang besar, berjangka waktu panjang dan
memadai sehingga rasio NPL netto kartu kredit sebenarnya sering dalam bentuk valas sehingga dapat membahayakan
cukup rendah. ketahanan sistem keuangan apabila tidak mampu melunasi
pinjamannya kepada perbankan. Pengalaman krisis tahun
Grafik 2.21
Perkembangan Rasio NPL Gross Kredit Konsumsi 1997/1998 menunjukkan bahwa debitur korporasi sangat
rentan terhadap krisis keuangan.
%
15
KPR
13 Kartu Kredit
Lainnya Grafik 2.22
10 Nominal NPL Korporasi dan MKM
8 Rp triliun Rp triliun
50 25
5 45 Korporasi (kiri)
40 20
3
35
0 30 15
2002 2003 2004 2005 2006 2007 Des 25 UMKM (kanan)
20 10
15
Sementara itu, kualitas kredit Mikro Kecil dan
10 5
Menengah (MKM) juga menunjukkan perbaikan, ditandai 5
- 0
dengan penurunan nominal NPL sebesar Rp2,0 triliun atau 2001 2004 2005
` 2006 2007 Des
yang relatif kecil dan jumlah debitur cukup besar, serta 4,0 2,0
2003 2004 2005
` 2006 2007 Des
33
Bab 2 Sektor Keuangan
bank-bank BUMN merupakan debitur dengan fasilitas diperoleh cukup tinggi untuk menutupi tambahan
kredit valas. Keberhasilan restrukturisasi tersebut penyisihan penghapusan kredit yang dibutuhkan, serta
mendorong penurunan nominal NPL valas sebesar Rp2,1 kuatnya permodalan.
triliun atau 2,14%, sehingga rasio NPL grossnya turun dari
7,9% menjadi 5,1%. Sementara itu, nominal NPL kredit Grafik 2.25
Stress Test NPL terhadap CAR
rupiah menurun sebesar Rp6,8 triliun atau turun 16,9%,
%
sehingga rasio NPL gross kredit tersebut turun dari 5,3% 22,5
menjadi 3,8%.
20,0
Grafik 2.24
NPL Valas dan Rupiah
17,5
% USD miliar
35,0 4,5
NPL Valas (USD) 4,0
30,0 15 Bank Besar Bank Menengah Bank Kecil
NPL Gross (kiri)
3,5 15,0
25,0 Car Awal 1 2 3 4 5 7 10 15 20 25
3,0 Skenario Kenaikan NPL
20,0 2,5
15,0 2,0
10,0
1,5 Mitigasi Risiko
1,0
5,0 0,5 Untuk menurunkan risiko kredit perbankan,
0,0 -
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Des
beberapa upaya terus dilakukan. Perbankan melakukan
mitigasi risiko kredit dengan menerapkan manajemen risiko
Stress Test pada setiap lini bisnis, serta dengan meningkatkan
Guna mengetahui ketahanan sistem perbankan kemampuan bank dalam mengelola risiko dengan
terhadap gejolak risiko kredit dilakukan suatu stress test pengembangan kompetensi sumber daya manusia melalui
yang memperlihatkan pengaruh kenaikan NPL terhadap program sertifikasi. Implementasi Basel II juga diharapkan
permodalan bank. Dalam stress test tersebut, perbankan akan memperkuat pelaksanaan manajemen risiko kredit
digolongkan menjadi 3 kelompok, yaitu 15 bank besar, perbankan ke depan. Upaya penting lainnya yang
bank menengah dan bank kecil. Sementara itu, skenario dilakukan perbankan untuk memitigasi risiko kredit adalah
kenaikan NPL dibuat dalam beberapa alternatif dan menjaga kecukupan pembentukan penyisihan
dikaitkan dengan NPL posisi akhir semester II 2007. Hasil penghapusan kredit. Selama periode laporan, penyisihan
stress test menunjukkan bahwa perbankan masih mampu yang dibentuk turun sebesar Rp2,1 triliun atau 4,8%
menghadapi shock berupa kenaikan NPL sampai dengan sejalan dengan menurunnya nominal NPL perbankan.
sebesar 25% dari posisi laporan. Khusus untuk 15 bank Meskipun menurun, namun penyisihan yang dibentuk
besar, rata-rata CAR turun sekitar 1% (terendah 0% dan cukup konservatif untuk mengantisipasi kerugian.
tertinggi 5,5%) dari 18,0% menjadi 16,9%. Bahkan, CAR Mitigasi risiko kredit juga terbantu oleh kebijakan-
bank menengah dan bank kecil cenderung selalu lebih kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah. Salah satunya
tinggi dibandingkan dengan CAR bank besar untuk setiap adalah adanya jaminan yang diberikan Pemerintah
skenario. Cukup besarnya kemampuan perbankan dalam terhadap kredit untuk Kredit Usaha Rakyat (KUR) sehingga
mengatasi kenaikan NPL tersebut adalah karena laba yang risiko yang harus ditanggung perbankan menjadi lebih
34
Bab 2 Sektor Keuangan
60 600 bunga kredit modal kerja (KMK), kredit investasi (KI) dan
500
50
400
kredit konsumsi (KK) turun masing-masing sebesar 88 bps,
PPAP (kiri)
40 300 98 bps dan 78 bps.
30 200
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Walaupun suku bunga KK turun lebih rendah
rendah. Selain itu, Pemerintah juga telah merevisi paket dibandingkan suku bunga kredit lainnya namun
investasi yang dapat meningkatkan kepastian berusaha penurunannya lebih besar bila dibandingkan semester
bagi pelaku bisnis. Hal ini secara tidak langsung membantu sebelumnya. Melambatnya penurunan suku bunga pada
mengurangi potensi risiko kredit bagi perbankan. Dalam akhir tahun tampaknya terkait dengan sempat tertahannya
konteks restrukturisasi kredit, implementasi Peraturan penurunan BI rate. Namun demikian, secara umum tampak
Pemerintah No.33/2006 tentang Tata Cara Penghapusan bahwa bank-bank sudah lebih berani menurunkan suku
Piutang Negara, diharapkan juga akan membantu mitigasi bunga kreditnya. Pada akhir Desember 2007, suku bunga
risiko kredit terutama bagi bank-bank milik Pemerintah. KMK dan KI masing-masing sebesar 13,00% dan 13,01%
35
Bab 2 Sektor Keuangan
atau sudah mencapai level terendah sejak tahun 2001, Grafik 2.29
Maturity Profile Rupiah
dan hanya suku bunga KK yang relatif masih tinggi yaitu
Rp triliun
450
sebesar 16,13%. Tingginya suku bunga KK terutama
300
disumbangkan oleh kelompok bank campuran dan
150
kelompok kantor cabang bank asing yang rata-ratanya
0
masih di atas 30%.
(150)
Dengan trend penurunan suku bunga yang Des05 Jun06
(300) Des06 Jun07
berlanjut selama semester II 2007, perbankan umumnya Des07
(450)
melakukan pengelolaan risiko suku bunga dengan sd 1 bln 1 - 3 bln 3 - 6 bulan 6 - 12 bln > 12 bln
36
Bab 2 Sektor Keuangan
Grafik 2.32
SUN yang Dimiliki Perbankan 2.2.4. Profitabilitas dan Permodalan
% %
100 21 Profitabilitas
Profitabilitas perbankan selama semester II 2007
75 17
14,0
besar, namun kewaspadaan perlu ditingkatkan
12,0
mengingat pasar keuangan global akhir-akhir ini 10,0
6,0
Sejauh ini, strategi yang dilakukan perbankan untuk
4,0
memitigasi risiko pasar yang terkait dengan harga SUN 2,0
Pendapatan Bunga Beban Bunga NIM
adalah dengan memelihara proporsi SUN trading yang -
Des «03 Jun «04 Des «04 Jun «05 Des «05 Jun «06 Des «06 Jun «07 Des «07
37
Bab 2 Sektor Keuangan
3 Grafik 2.36
Rasio CAR Kelompok Bank Semester II 2007
2,5
2 %
25
1,5 Jun'07 Des'07
1 20
0,5
15
0
Bank Besar Bank Lainnya Industri
10
20
SBI turun dari 11,8% menjadi 10,2%.
15
Grafik 2.35 10
Komposisi Pendapatan Bunga Bank
5
%
0
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
M
N
O
15 BB
Asg
Cmpr
Lainnya
Indst
L
63,1 59,2 60,1 63,5 64,7 Meskipun mengalami penurunan, CAR perbankan
Indonesia masih tergolong tertinggi di Asia. Permodalan
6,01 8,75 10,37 11,78 10,2 rasio terhadap ATMR sebesar 16,8% pada akhir Desember
Des «05 Jun «06 Des «06 Jun «07 Des «07
BI SSB Kredit Lainnya 2007. Tingginya rasio modal inti terhadap ATMR ini
38
Bab 2 Sektor Keuangan
mencerminkan bahwa solvabilitas perbankan dalam - Naiknya suku bunga terhadap net maturity profile
kondisi yang memadai dalam menyerap risiko usahanya asset dan kewajiban bank dibawah 3 bulan. Dalam
serta memberi ruang gerak yang cukup bagi perbankan hal ini, apabila bank dalam posisi long atau aset lebih
untuk melakukan ekspansi kredit. besar dibanding kewajiban maka akan berdampak
Penting dicatat bahwa walaupun CAR perbankan positif bagi bank dan sebaliknya.
secara agregat tergolong tinggi, masih terdapat beberapa - Melemahnya nilai tukar terhadap posisi devisa netto
bank menengah dan kecil yang memiliki CAR marginal bank. Dalam hal ini, apabila bank dalam posisi long
(antara 9% - 12%). Dengan CAR yang marginal, bank-bank maka akan berdampak positif bagi bank dan
tersebut akan sangat rentan terhadap peningkatan risiko sebaliknya.
terutama apabila tidak memiliki manajemen risiko yang baik. Disamping itu, stress test dimaksud dilengkapi
Sementara itu, terkait dengan kewajiban bank umum dengan skenario turunnya harga SUN menjadi di bawah
untuk memiliki modal inti minimum sebesar Rp80 miliar par pada persentase tertentu serta meningkatnya NPL bank
pada akhir 2007, diketahui bahwa seluruh bank telah pada persentase tertentu. Dampak dari skenario tersebut
memenuhi kewajiban tersebut. Mengingat pada akhir akan ditransmisikan pertama kali pada laba rugi bank dan
2010 perbankan diwajibkan memiliki modal inti minimum kemudian pada permodalan bank.
sebesar Rp100 miliar maka pemantauan ke depan Selain mempertimbangkan risiko pasar, stress test
ditekankan untuk mengetahui potensi pemenuhan ini juga memperhitungkan risiko kredit dengan skenario
ketentuan tersebut. Pada akhir Desember 2007 jumlah yang digunakan berupa memburuknya kondisi perkreditan
bank yang memiliki modal inti antara Rp80 miliar s.d. tiap kategori. Skenario tersebut adalah NPL naik sebesar
Rp100 miliar tercatat sejumlah 20 bank. 5% dari kredit kategori Lancar (L) dan Dalam Perhatian
Khusus (DPK), diikuti 5% kredit kategori Kurang Lancar
Grafik 2.38
Peta Perkembangan Modal Inti (KL) menurun menjadi kategori Diragukan (D) dan 5%
50 kredit kategori Diragukan (D) turun menjadi Macet (M).
45 Des'06
40
Jun'07 Di samping itu, skenario stress test ini juga dilengkapi
Des-07
35
30
dengan naiknya suku bunga 3% yang akan mempengaruhi
25
43 aset dan kewajiban bank, khususnya dengan maturity di
20 39 41
33
15 30 29 30 bawah 3 bulan, melemahnya nilai tukar sebesar Rp500
25 23 25 25
10 20
39
Bab 2 Sektor Keuangan
CARnya menjadi di bawah ketentuan. Selain itu, secara hanya tumbuh 15,52% atau jauh lebih rendah
rata-rata terdapat penurunan CAR sebesar 1,5% yaitu dari dibandingkan dengan pertumbuhan pada tahun
rata-rata 18,0% menjadi 16,5%. Dengan demikian, secara sebelumnya sebesar 37,65%.
umum permodalan bank terlihat masih cukup kuat
Grafik 2.40
menghadapi berbagai shock yang datang dari beberapa Kegiatan Usaha Perusahaan Pembiayaan
jenis risiko secara simultan. Milliar Rp
140
2004
120
Grafik 2.39 2005
Stress Test CAR 100 2006
Jun 07
% 80
30 Nov
CAR AWAL 60
25 CAR BARU
40
20
20
15
0
Aset Pembiayaan Pendanaan Modal
10
5 Grafik 2.41
Kegiatan Pembiayaan Perusahaan Pembiayaan
0
A B C D E F G H I J K L M N O %
100
90
2.3. LEMBAGA KEUANGAN BUKAN BANK DAN 80
70
PASAR MODAL 60
50
Sampai dengan akhir semester II 2007, lembaga 40
30
keuangan bukan bank dan pasar modal terus berkembang 20
10
ditengah meningkatnya tekanan sebagai akibat dari
0
Sewa Guna Anjak Kartu Pembiayaan
bergejolaknya pasar global. Sementara itu, meningkatnya Usaha Piutang Kredit Konsumen
40
Bab 2 Sektor Keuangan
8
tercermin pada turunnya rasio Biaya Operasi terhadap
6
2
2006) menjadi sekitar 76% (November 2007).
0
Meningkatnya efisiensi PP Patungan terutama karena Des 05 Des 06 Jun 07 Jul 07 Ags 07 Sep 07 Okt 07 Nov 07
Ribu 25
120 0,35
20
100 0 ,30
15
0 ,25
80
10
0,20
60 5
0 ,15
40 0
0 ,10 Des 05 Des 06 Jun 07 Jul 07 Ags 07 Sep 07 Okt 07 Nov 07
20 0 ,05
0
Des 05 Des 06 Nov 07
0 ,00 menjadi 3,90 (November 2007). Pada tahun 2007,
Pembiayaan Total ROA SN ROA PP
Pembiayaan SN ROE SN ROE PP
terdapat 9 perusahaan yang telah melakukan penawaran
Pembiayaan Ptgn
umum obligasi dengan nilai emisi sebesar Rp6,15 triliun.
Pinjaman dari perbankan domestik tetap menjadi Selain itu, terdapat 1 perusahaan melakukan right issue,
sumber dana utama PP Swasta Nasional. Pada 2007 jumlah dan 1 perusahaan melakukan penerbitan obligasi di luar
pinjaman tersebut meningkat sekitar 30% menjadi negeri.
Rp13,47 triliun. Sementara itu, pinjaman perbankan Terkonsentrasinya PP pada pembiayaan konsumen
domestik kepada PP secara keseluruhan meningkat sebesar terutama untuk pembelian kendaraan bermotor dan
19% sehingga mencapai angka Rp35,47 triliun yang meningkatnya NPL pembiayaan konsumen tersebut, serta
terutama diberikan kepada PP Patungan. Di samping tingginya ketergantungan PP terhadap sumber dana
pinjaman dari perbankan domestik, PP Patungan juga perbankan dapat meningkatkan eksposur risiko bagi bank.
memanfaatkan sumber dana pinjaman luar negeri. Porsi Sementara itu, penerapan PBI No.8/6/PBI/2006 tentang
pinjaman luar negeri PP Patungan mencapai 52% dari total Penerapan Manajemen Risiko Secara Konsolidasi Bagi Bank
pinjaman (November 2007). Yang Melakukan Pengendalian Terhadap Perusahaan Anak
Selama 2007, PP cukup aktif menghimpun dana berpotensi menyebabkan PP yang terafiliasi dengan bank
melalui penerbitan obligasi sehingga rasio pinjaman mengalami kerugian karena meningkatnya biaya
terhadap ekuitas menurun dari 3,98 (Desember 2006) pencadangan sejalan dengan meningkatnya NPL
41
Bab 2 Sektor Keuangan
pembiayaan konsumen. Kerugian PP tersebut selanjutnya masing-masing Rp35 triliun (SBI), Rp29 triliun (SUN) dan
akan tercermin dalam neraca konsolidasi bank sehingga Rp33 triliun (net beli saham).
perlu diwaspadai sejak dini. Tetap relatif tingginya yield penanaman rupiah
mempertahankan minat investor asing untuk melakukan
2.3.2. Pasar Modal penanaman pada instrumen keuangan rupiah. Namun
Portfolio Investor Asing demikian, terdapat perubahan perilaku portofolio dari para
Memasuki semester II 2007, tekanan stabilitas sistem investor asing yang terutama merupakan manager hedge
keuangan cenderung membesar terutama karena semakin funds. Investor asing menjadi semakin agresif melakukan
agresifnya investor asing untuk melakukan profit taking profit taking jangka pendek serta realisasi keuntungan
jangka pendek. Perilaku investasi investor asing tersebut khususnya dalam rangka menutup kerugian dari portofolio
menyebabkan terkoreksinya perkembangan pasar aset keuangan subprime. Perilaku tersebut menyebabkan
keuangan. Selama semester laporan, penanaman investor terjadinya koreksi pasar saham yang cukup signifikan serta
asing pada instrumen keuangan rupiah tetap naik yaitu meningkatkan volatilitas. Koreksi pasar saham tersebut
sekitar Rp49 triliun atau hampir sama dengan peningkatan kemudian turut menjadi sentimen negatif yang
pada semester sebelumnya. Dengan perkembangan berkontribusi pada melemahnya nilai tukar rupiah terhadap
tersebut, selama tahun 2007 penanaman asing pada SBI, dollar Amerika Serikat.
SUN dan saham meningkat sekitar Rp98 triliun, terdiri dari
Pasar Saham
Grafik 2.45
Pada semester II 2007 pasar saham global mengalami
Inflows pada SUN-SBI-Saham
Triliun Rp koreksi signifikan terutama karena kuatnya sentimen negatif
30
42
Bab 2 Sektor Keuangan
1000 20 500
0 0 0
29 29 28 29 29 29 29 29 29 29 29 29 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov 2007
2006 2007
tahun 2007. Bahkan, pada beberapa bursa Asia, khususnya Pada satu sisi, perilaku portofolio investor asing
yang perekonomiannya terkait langsung dengan AS, indeks mampu mendorong kenaikan harga, namun di sisi lain
harga saham turun cukup tajam. telah mengakibatkan semakin volatile-nya perkembangan
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga sempat harga. Angka koefisien efisiensi pasar (market efficiency
mengalami koreksi tajam sehingga turun sebesar 7% pada coefficient) untuk bursa emerging market Asia sebagian
Agustus 2007 dan mencapai tingkat terendah yaitu besar berada di bawah 75%. Hal ini memberikan
1.908,64 pada tanggal 17 Agustus. Aktifnya penanaman konfirmasi bahwa memang koreksi pasar telah membuat
yang dilakukan investor asing pada saham yang terutama semakin berfluktuasinya harga dalam jangka pendek,
ditujukan untuk profit taking jangka pendek telah namun pasar tetap cukup memiliki ketahanan sehingga
mendorong kembali peningkatan harga sehingga IHSG stabilitas perkembangan harga dalam jangka panjang tetap
mencapai 2.745,83 pada akhir Desember 2007. Oleh terpelihara.
karena itu, secara keseluruhan selama tahun 2007 IHSG
Grafik 2.49
tetap menguat sekitar 28%. Secara sektoral, penguatan Market Efficiency Coefficient
%
indeks yang besar terjadi pada sektor pertanian, sektor 90,0
80,0
pertambangan dan sektor aneka industri.
70,0
60,0
Tabel 2.2 50,0
Perkembangan Indeks Harga Sektoral 40,0
30,0
Pertumbuhan (%) 20,0
Des 06 Jun 07 Des 07
Sem II 07 2007 10,0 MEC-IHSG MEC-KLCI MEC-SET
MEC-PCOMM MEC-STI
0,0
Pertanian 1.190,71 1.680,12 2.754,76 41,10 63,96 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Industri Dasar 148,79 196,10 238,05 31,80 21,39 2007
43
Bab 2 Sektor Keuangan
Grafik 2.50
Pasar Saham: Nilai Kapitalisasi & Nilai Emisi 95
FR0023 FR0025 FR0026 FR0027
FR0028 FR0030 FR0043
90
(N Kapitalisasi, Triliun Rp) (N Emisi, Triliun Rp) 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
2.500 340 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
N Kap (BEJ) 2007
330
2.000 N Kap (BES)
320
N Emisi Grafik 2.52
310
1.500 Yield Penanaman Tenor 5 Tahun
300
%
290 12
1.000
280
10
500 270
260 8
0 250
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des 6
2007
4
2
Pasar Obligasi Indonesia Philipina Thailand Singapura
0
Pada semester II 2007 pasar SUN yang merupakan 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
20 0 7
acuan pasar obligasi domestik mengalami mild correction
sehingga sempat turun rata-rata sekitar 4%. Koreksi pasar perbankan naik cukup pesat, yaitu sekitar 19% menjadi
tersebut terutama terjadi karena sempat tertahannya Rp116 triliun. Dengan perkembangan tersebut pangsa
penurunan BI rate yang berdampak pada menyempitnya kepemilikan SUN oleh residen non perbankan meningkat
potensi kenaikan harga SUN. Kondisi tersebut mendorong dari 22% (akhir Juni 2007) menjadi 25% (akhir Desember
investor melakukan switching portofolio dari SUN yang 2007). Investor residen non perbankan antara lain terdiri
harganya sudah terlalu tinggi kepada SUN yang harganya dari perorangan, lembaga keuangan bukan bank, yayasan
masih di bawah par terutama melalui pembelian di pasar dan lembaga keuangan lainnya.
perdana. Pada tahun 2007 harga SUN secara rata-rata Distribusi likuiditas SUN terkonsentrasi pada tenor 1
hanya naik sekitar 5%, atau jauh melambat dibandingkan tahun s.d 5 tahun yang harganya sudah tinggi dan berada
dengan kenaikan pada tahun 2006 sekitar 20%. di atas par. Ekspektasi akan tertahannya penurunan suku
Tingginya minat investor domestik pada SUN bunga pada tahun 2008 telah mendorong para investor
tercermin dari meningkatnya kepemilikan SUN oleh untuk mengurangi kepemilikan SUN yang harganya sudah
perbankan dan residen non perbankan. Pada akhir semester tinggi dan mengalihkan penanaman pada SUN yang
II 2007 kepemilikan perbankan domestik pada SUN kembali harganya relatif murah. Terkonsentrasinya SUN pada tenor
sedikit meningkat sehingga menjadi sebesar Rp265 triliun, 1 tahun s.d 5 tahun menyebabkan perilaku switching
dengan pangsa terhadap total SUN relatif tetap, yaitu sekitar portfolio investor tersebut menimbulkan tekanan terhadap
58%. Sementara itu, kepemilikan SUN oleh residen non harga SUN.
44
Bab 2 Sektor Keuangan
150
Reksa Dana
100
0
mendorong kenaikan kinerja reksa dana. Pada tahun 2007
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
2007 NAB reksa dana meningkat 79% menjadi sekitar Rp91
Perbankan Residen Asing
triliun, atau sedikit meningkat dibandingkan kenaikan pada
Grafik 2.54 tahun sebelumnya sebesar 76%. Hal ini juga didukung
SUN: Likuiditas Pasar Berbagai Tenor oleh tetap menguatnya perkembangan pasar saham yang
Rp triliun
40 mengakibatkan meningkatnya NAB reksa dana jenis saham
35 FR VR ORI
sekitar 300% menjadi Rp35 triliun. Perkembangan NAB
30
25
sejalan dengan tingginya minat investor sebagaimana
20 terlihat dari perkembangan unit penyertaan yang
15
10
Grafik 2.56
5 Perkembangan NAB Jenis Reksa Dana
0 Rp triliun
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 29
40
Tahun
Pendapatan Tetap Saham Campuran Pasar Uang Terproteksi
35
25
melalui penerbitan obligasi korporasi meningkat cukup
20
pesat. Hal ini terutama didukung oleh tren penurunan suku 15
10
bunga. Emisi obligasi korporasi naik sekitar 30% menjadi
5
sekitar Rp134 triliun, atau jauh lebih tinggi dibandingkan 0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
tahun sebelumnya yang hanya meningkat sekitar 13%. 2007
Emisi & Posisi, Rp triliun Emiten NAB Triliun Rp - Unit Penyertaan Miliar NAB Unit Penyertaan
140 180 100 1800
Emisi Posisi Emiten NAB NAB/Unit
90 1600
120 Unit Penyertaan
175 80 1400
100 70
1200
80 170 60
1000
50
60 800
165 40
600
40 30
160 20 400
20
10 200
0 155 0 0
Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
2006 2007 2007
45
Bab 2 Sektor Keuangan
Dengan diversifikasi tersebut, pangsa NAB masing-masing (pasar uang) dan 18% (terproteksi).
jenis reksa dana menjadi relatif berimbang yaitu: 23% Pada tahun 2008, perkembangan NAB reksa dana
yang terutama didukung bullish- nya pasar saham
Grafik 2.58
Reksa Dana: Redemption & Subscription diperkirakan akan terus berlanjut. Sejalan dengan itu,
46
Bab 2 Sektor Keuangan
Perkembangan Industri Asuransi Dari segi kinerja, selama tahun 2006 terjadi
Salah satu industri terpenting dalam sistem peningkatan aset sekitar 23% menjadi Rp171 triliun,
keuangan Indonesia adalah industri asuransi. sementara premi dan klaim meningkat masing-masing
Berdasarkan data terakhir yang diperoleh, jumlah sekitar 14% menjadi Rp52 triliun dan Rp38 triliun.
perusahaan asuransi menurun dari 157 (2005) menjadi Peningkatan terutama terjadi pada asuransi jiwa, yaitu
146 (2006), sedangkan permodalan meningkat dari aset meningkat 31% menjadi Rp71 triliun sedangkan
Rp25 triliun (2005) menjadi Rp34 triliun (2006). premi dan klaim meningkat masing-masing sekitar
Penerapan risk based capital (RBC) menyebabkan 20% menjadi Rp27 triliun dan Rp23 triliun. Laba
berkurangnya jumlah perusahaan asuransi terkait asuransi jiwa juga meningkat pesat yaitu sekitar 85%
dengan ketidakmampuan memperkuat modal. Namun menjadi Rp2,3 triliun.
demikian, terjadi perluasan bisnis asuransi, terlihat dari
Grafik Boks 2.1.2.
meningkatnya jumlah lembaga penunjang asuransi dari Aset-Premi-Klaim: 2003-2006
219 perusahaan (2005) menjadi 256 perusahaan (2006). Rp triliun
180
Aset Premi Klaim
160
Table Boks 2.1.1
140
Perkembangan Jumlah Usaha Asuransi 2003-2006
120
100
2003 2004 2005 2006
80
I. Perusahaan Asuransi 60
a. Asuransi Jiwa 60 57 51 45 40
b. Asuransi Kerugian 104 101 97 92
20
c. Reasuransi 4 4 4 4
0
d. Asuransi Sosial 5 5 5 5 2003 2004 2005 2006
II. Penunjang Asuransi
a. Pialang Asuransi 120 128 134 154 Grafik Boks 2.1.3.
b. Pialang Reasuransi 21 19 21 29 Perkembangan Laba Asuransi: 2003-2006
c. Adjuster Asuransi 25 30 30 30
Rp miliar
d. Konsultan Aktuaria 20 23 28 34
2500,0
e. Agen Asuransi 0 5 6 9 Asuransi Jiwa Asuransi Kerugian
Reasuransi Asuransi Sos & Jamsostek
2000,0
Asuransi PNS & TNI
47
Bab 2 Sektor Keuangan
memelihara kehati-hatian. Sementara itu, asuransi asuransi konvensional juga memiliki karakteristik
umum juga semakin aktif berinvestasi namun dalam tabungan. Nasabah Unit Link selain memperoleh
pengelolaan investasi tampaknya tidak seefisien pertanggungan atas jiwa juga akan memperoleh
asuransi jiwa. pengembalian investasi sejumlah tertentu.
30.00
50 5
25.00
40 4
20.00
30 3
15.00
20 2
10.00
10 1 5.00
0 0 0.00
2003 2004 2005 2006 2003 2004 2005 2006
Dari segi aktivitas investasi, tampak bahwa Pada tahun 2006, terdapat 21 perusahaan yang
perusahaan asuransi semakin aktif melakukan menyelenggarakan Unit Link. Premi Unit Link terus
penanaman tidak hanya pada deposito namun juga meningkat meskipun kontribusinya terhadap total
pada saham dan obligasi serta reksa dana. Pada tahun premi asuransi jiwa relatif rendah, yaitu sekitar 25%.
2006 investasi asuransi pada saham dan obligasi naik Penyelenggaraan Unit Link menyebabkan asuransi jiwa
158% menjadi Rp60 triliun, sedangkan penanaman semakin aktif melakukan investasi sehingga risiko
pada reksa dana naik 29% menjadi Rp10 triliun. pasar menjadi meningkat. Hal tersebut terlihat pada
melambatnya kenaikan hasil investasi pada saat
Potensi Risiko naiknya suku bunga (tahun 2005) dan meningkat
Penting dicatat bahwa relatif bagusnya pesatnya hasil investasi dengan mulai turunnya suku
perkembangan asuransi jiwa terutama didukung oleh bunga (tahun 2006).
berkembangnya produk asuransi non konvensional yaitu Berkembangnya asuransi jiwa juga didukung
Unit Link. Produk tersebut selain memiliki karakteristik oleh kerja sama antara asuransi jiwa dengan
48
Bab 2 Sektor Keuangan
49
Bab 2 Sektor Keuangan
50
Bab 3 Prospek Sistem Keuangan Indonesia
Bab 3
Prospek Sistem
Keuangan Indonesia
51
Bab 3 Prospek Sistem Keuangan Indonesia
52
Bab 3 Prospek Sistem Keuangan Indonesia
Secara umum prospek sistem keuangan Indonesia tetap positif. Hal tersebut
didukung oleh kondisi makroekonomi yang relatif kondusif di tengah
peningkatan tekanan inflasi dan perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia.
Prospek tersebut juga ditopang oleh kondisi internal sektor keuangan terutama
perbankan dengan permodalan yang kuat dan kemampuan manajemen risiko
yang cenderung membaik. Eratnya koordinasi antara otoritas perbankan
dengan otoritas pasar modal dan lembaga keuangan non-bank sangat
diperlukan untuk memperkuat ketahanan sektor keuangan ke depan.
prospek ekonomi Indonesia tetap positif dengan PDB (%yoy) 6,0 6,3 6,5 6,1 6,2 6,1 6,1 6,1
Inflasi (% yoy) 6,4 6,0 6,5 6,6 6,4 6,7 6,4 6,6
pertumbuhan diperkirakan di atas 6%. Analis ekonomi Asia
Neraca Perdagangan (US$ milliar) 7,9 8,4 8,1 8,7 8,5 8,9 9,4 10,4
Pasifik menyebutkan bahwa proyeksi pertumbuhan
Sumber: Asia Pacific Consensus Forecast
ekonomi tersebut didukung oleh peningkatan perdagangan
internasional dan tingkat inflasi yang relatif terkendali. Sementara itu, investor asing diperkirakan akan
Di samping itu, investasi dan ekspor mulai menjadi masih terus menganggap kondisi ekonomi dan instrumen
penopang pertumbuhan ekonomi disamping sektor investasi Indonesia menarik dan relatif stabil, meskipun
konsumsi yang semenjak paska krisis menjadi penopang terdapat peningkatan persepsi risiko sebagaimana
perekonomian Indonesia. Kondisi ini didorong oleh tercermin pada yield spread yang cenderung meningkat.
penurunan tingkat suku bunga domestik dan iklim investasi Namun demikian, peningkatan aliran investasi terutama
yang semakin membaik kendati belum sepenuhnya pulih yang berjangka pendek perlu diwaspadai karena sangat
seperti sebelum krisis. Prospek makroekonomi yang cukup rentan terhadap gejolak eksternal yang berpotensi
baik ini akan memperkuat kestabilan sistem keuangan dan mendorong terjadinya aliran modal keluar secara serentak
menopang perekonomian Indonesia. dan tiba-tiba (sudden reversal).
53
Bab 3 Prospek Sistem Keuangan Indonesia
54
Bab 3 Prospek Sistem Keuangan Indonesia
Grafik 3.1
Profil Risiko Perbankan dan Arahnya
Suku
Bunga Harga
SUN
Low
Nilai Tukar
strategi yang ditempuh bank untuk meminimalisir risiko Stabilitas sistem keuangan selama 2007 sebagian
harga SUN adalah dengan memelihara portfolio SUN besar diwarnai oleh dampak perkembangan perekonomian
trading yang rendah. Namun demikian, kewaspadaan perlu dunia, seperti krisis subprime mortgage dan peningkatan
ditingkatkan khususnya apabila terjadi kenaikan portfolio harga minyak dunia dan komoditi pokok. Meningkatnya
SUN trading yang diiringi dengan kejatuhan harga karena tekanan dari perekonomian global tersebut mendorong
gejolak pasar yang umumnya di luar kendali bank. kenaikan tipis indeks stabilitas sistem keuangan (financial
Untuk risiko operasional, masih banyak tantangan stability index) dari 1,21 pada akhir Juni 2007 menjadi
yang dihadapi perbankan Indonesia. Hal ini antara lain 1,25 pada akhir Desember 2007.
karena masih adanya gangguan yang terkait dengan Memasuki tahun 2008, semakin meningkatnya
teknologi informasi. Selain itu, kemungkinan terjadinya ketidakpastian dalam pasar keuangan global sebagai
fraud dan kelemahan operasional lainnya perlu terus akibat lanjutan dari krisis subprime mortgage dan
diminimalisir dengan meningkatkan fungsi internal control. melemahnya perekonomian Amerika Serikat berpotensi
Pengukuran risiko operasional juga masih menjadi suatu menimbulkan dampak negatif terhadap pasar keuangan
tantangan karena keterbatasan data dan keahlian yang domestik dan kinerja korporasi yang menjadi debitur bank.
dimiliki perbankan. Implementasi Basel II nantinya Dari dalam negeri, bencana alam yang terjadi silih berganti
diharapkan dapat mendorong peningkatan kemampuan
Grafik 3.2
perbankan dalam pengukuran dan pengendalian risiko Indeks Stabilitas Keuangan
(Financial Stability Index)
operasional.
2,5
FSI
FSI (average)
2
3.3. PROSPEK SISTEM KEUANGAN INDONESIA
1,34
Kondisi stabilitas sistem keuangan selama semester II 1,5
1,251,27
55
Bab 3 Prospek Sistem Keuangan Indonesia
berpotensi untuk meningkatkan jumlah kredit bermasalah. peningkatan harga minyak dunia dan komoditi pokok,
Hal-hal tersebut diperkirakan akan menimbulkan tekanan serta melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia.
terhadap ketahanan sistem keuangan pada semester I Sampai saat ini, dampak krisis subprime mortgage
2008 sehingga indeks stabilitas sistem keuangan akan masih terus berlanjut dan telah berimbas ke beberapa
sedikit meningkat menjadi 1,34 pada akhir Juni 2008. segmen lain. Di Amerika Serikat, krisis tersebut selain telah
Meskipun terdapat potensi penurunan stabilitas merugikan perusahaan-perusahaan keuangan besar, juga
sistem keuangan yang berasal dari perusahaan korporasi berdampak pada monoline company sebagai perusahaan
yang menjadi debitur bank, namun secara umum yang menjamin ketepatan pembayaran pokok maupun
perbankan diperkirakan akan dapat mengatasinya dengan bunga dari obligasi atau surat berharga lainnya pada saat
pembentukan cadangan aktiva produktif dan permodalan penerbit mengalami default. Dua perusahaan monoline
yang memadai. Selain itu, langkah-langkah restrukturisasi terbesar Amerika Serikat (Ambac Financial Group Inc., dan
kredit yang terus akan dilanjutkan juga diperkirakan dapat MBIA) telah mengalami kerugian dan penurunan peringkat
semakin meningkatkan kualitas kredit perbankan. sehingga harga sahamnya sempat anjlok. Perkembangan
Berbagai gejolak dan perkembangan yang terjadi tersebut dapat mengakibatkan semakin sempitnya credit
dalam perekonomian domestik dan global tidak selamanya market di Amerika Serikat dan negara-negara maju lainnya
dipandang sebagai suatu ancaman. Kenaikan harga yang terkait.
minyak dunia dan komoditas pokok lainnya justru Meskipun Indonesia tidak mengalami kerugian
membuat pencarian sumber energi alternatif menjadi langsung akibat krisis subprime mortgage , namun
semakin penting. Disamping itu, sejak krisis, berbagai jenis imbasnya turut dirasakan sejalan dengan semakin
infrastruktur strategis kurang mendapat perhatian terintegrasinya ekonomi domestik dengan ekonomi
sehingga Pemerintah perlu meluncurkan berbagai paket global. Sementara itu, kenaikan harga minyak dunia
kebijakan untuk mempercepat pembangunan dapat meningkatkan biaya-biaya produksi dan
infrastruktur. Hal-hal ini mendorong terbukanya peluang mendorong kenaikan harga-harga yang menurunkan
bisnis yang besar pada sektor-sektor seperti crude palm daya beli masyarakat. Akibatnya, kemungkinan
oil , batubara, gula, infrastruktur dan properti. meningkatnya kredit bermasalah menjadi semakin besar
Pengembangan sektor-sektor tersebut perlu dukungan sehingga dapat menimbulkan tekanan pada sistem
iklim investasi yang lebih menarik, serta pembiayaan dari keuangan (lihat Boks 3.1).
lembaga-lembaga keuangan dan pasar modal. Melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia yang
dipicu oleh menurunnya perekonomian Amerika Serikat
3.4. POTENSI KERAWANAN juga telah mulai merembet ke beberapa negara di Eropa.
Faktor-faktor yang menjadi potensi kerawanan pada Kebijakan penurunan suku bunga yang ditempuh Amerika
semester sebelumnya diperkirakan masih akan terus Serikat untuk mengatasi perlambatan ekonomi justru
membayangi ketahanan sistem keuangan. Dari sisi mendorong semakin melebarnya perbedaan suku bunga
eksternal, potensi kerawanan terbesar terkait dengan yang berpotensi memicu derasnya arus modal jangka
gejolak perekonomian dunia, terutama sebagai dampak pendek yang masuk pasar keuangan domestik. Kerawanan
dari berlanjutnya kerugian akibat krisis subprime mortgage, dapat timbul apabila terjadi pembalikan arus modal
56
Bab 3 Prospek Sistem Keuangan Indonesia
tersebut secara serentak dan tiba-tiba (sudden reversal) konsolidasi perbankan, dan implementasi Basel II.
ke luar Indonesia. Konsolidasi perbankan diyakini akan meningkatkan daya
Dari sisi internal, potensi kerawanan dapat timbul saing dan skala ekonomis dari bank-bank domestik, serta
sebagai akibat bencana alam yang datang silih berganti, akan memudahkan pelaksanaan pengawasan bank. Pada
gejolak kenaikan harga komoditi pokok, dan persiapan sisi lain, implementasi Basel II akan semakin mendorong
Pemilu. Potensi kenaikan risiko kredit akibat bencana alam peningkatan kualitas manajemen risiko perbankan.
antara lain telah direspon dengan penerbitan ketentuan Potensi kerawanan dapat semakin berkurang dengan
perbankan yang terkait dengan pemberian kredit kepada mengefektifkan Forum Stabilitas Sistem Keuangan (FSSK)
debitur di daerah bencana (lihat Boks 3.2). Sementara itu, yang merupakan media pertukaran informasi dan
penanggulangan kenaikan harga komoditi pokok dan pembahasan berbagai risiko yang berpotensi menimbulkan
antisipasi persiapan Pemilu, sangat memerlukan langkah- shock dan krisis di sektor keuangan. Ke depan, koordinasi
langkah konkrit dari Pemerintah. yang lebih erat antara otoritas perbankan dengan otoritas
Sementara itu, terdapat beberapa tantangan yang pasar modal dan lembaga keuangan non-bank sangat
perlu dijawab oleh perbankan Indonesia ke depan. diperlukan untuk lebih meningkatkan ketahanan sistem
Tantangan pokok antara lain adalah pelaksanaan keuangan.
57
Bab 3 Prospek Sistem Keuangan Indonesia
Menjelang akhir tahun 2007 dan awal tahun 2008, Grafik Boks 3.1.1.
harga minyak dunia cenderung terus meningkat, bahkan NPL Perbankan dan Harga Minyak
Skenario Harga
USD 75 USD 85 USD 100 USD 110 USD 115 USD 120 USD 125
Minyak Dunia
Rasio NPL gross (%) 4,82% 5,02% 5,37% 5,57% 5,66% 5,75% 5,82%
58
Bab 3 Prospek Sistem Keuangan Indonesia
Sejak beberapa waktu terakhir bencana alam lingkungan hidup melalui pembiayaan terhadap
terus menerus melanda Indonesia. Berita tentang proyek-proyek seperti mitigasi efek rumah kaca,
gempa, banjir dan longsor hampir setiap hari menghiasi produksi bahan pengganti bahan bakar minyak, daur
media massa. Terjadinya bencana alam tersebut ulang sampah dan pemrosesan limbah industri.
terutama karena semakin meningkatnya kerusakan Salah satu isu terakhir terkait dengan lingkungan
lingkungan hidup. hidup adalah pemanasan global (global warming). Isu
Kerusakan lingkungan hidup dan bencana alam tersebut telah menjadi salah satu topik penting dalam
yang ditimbulkannya dapat berdampak negatif Konferensi Tingkat Tinggi mengenai perubahan
terhadap stabilitas sistem keuangan. Bencana alam lingkungan ( United Nations Climate Change
tidak saja berpotensi mengakibatkan biaya ekonomi Conference) yang berlangsung di Bali tanggal 3-14
tinggi, namun juga dapat merusak infrastruktur Desember 2007. Dalam kaitan ini, pertanyaan yang
sehingga mengganggu pelayanan jasa keuangan dan paling relevan adalah bagaimana sektor keuangan
pelaksanaan sistem pembayaran. Bagi perbankan, berkontribusi aktif dalam mitigasi dampak pemanasan
bencana alam dapat meningkatkan risiko kredit melalui global?
kenaikan NPL dan menimbulkan risiko operasional. Indonesia memiliki kekayaan alam yang terdiri
Selanjutnya, gangguan operasional yang serius dapat dari kawasan hutan yang meliputi 25% dari
menimbulkan risiko reputasi. Oleh karena itu, Disaster keseluruhan hutan di wilayah Asia Timur dan Pasifik.
Recovery Plan atau Business Continuity Plan yang Laporan dari World Bank menyebutkan bahwa
memadai perlu dipersiapkan secara baik. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki
Tidak diragukan lagi, menjaga lingkungan hidup karakteristik keanekaragaman mahluk hidup yang
merupakan cara yang paling tepat untuk mencegah tinggi. Dengan potensi kawasan hutan yang besar,
terjadinya bencana alam. Sebagai otoritas perbankan, Indonesia memiliki kesempatan untuk mengurangi
Bank Indonesia telah berupaya mendorong bank untuk efek rumah kaca yang selama ini dianggap penyebab
mendukung pemeliharaan lingkungan hidup. Hal ini utama pemanasan global. Pembentukan carbon
antara lain tercermin dalam Peraturan Bank Indonesia market yang dicetuskan sebagai hasil kesepakatan
(PBI) No.7/2/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Kyoto Protocol 1997 dapat menjadi peluang bagi
Penilaian Aktiva Produktif Bank Umum yang lembaga-lembaga keuangan untuk terjun dalam bisnis
mewajibkan bank agar pada saat melakukan penilaian pembiayaan aktivitas yang dapat menurunkan emisi
prospek bisnis debitur mengevaluasi upaya-upaya yang efek rumah kaca atau greenhouse gas (GHG).
telah dilakukan debitur dalam rangka memelihara Di dalam carbon market, negara yang melebihi
lingkungan hidup. Selanjutnya, untuk mendukung kuota dalam emisi GHG dapat mengkompensasinya
pemulihan kondisi perekonomian paska bencana alam, dengan cara pembiayaan proyek penurunan emisi
Bank Indonesia telah menerbitkan PBI No.8/15/PBI/2006 GHG baik di negaranya sendiri maupun di negara lain.
tanggal 5 Oktober 2006 tentang Perlakuan Khusus Transaksi karbon (carbon transaction) didefinisikan
terhadap Kredit Bank bagi Daerah-daerah tertentu di sebagai pembelian kontrak dimana pihak pertama
Indonesia yang Terkena Bencana Alam. Disamping itu, membayar pihak kedua untuk melakukan aktivitas
perbankan juga dapat membantu menjaga kondisi penurunan emisi GHG atau untuk memperoleh hak
59
Bab 3 Prospek Sistem Keuangan Indonesia
untuk melakukan emisi sejumlah GHG sehingga pihak kemungkinan besar akan terus meningkat. Carbon
pertama dapat memenuhi batasan emisi GHG-nya. market internasional sendiri mengalami pertumbuhan
Pembayaran dapat dilakukan dalam bentuk tunai, kapitalisasi senilai US$30 miliar sepanjang tahun 2006,
equity, utang (debt), convertible debt, warrant, atau atau tiga kali lebih besar dari tahun 2005. Sudah
dalam bentuk alih teknologi. Dewasa ini, EU ETS saatnya dipikirkan upaya-upaya untuk menghidupkan
( European Union Emissions Trading Scheme ) perdagangan karbon di pasar keuangan Indonesia
merupakan carbon market yang terbesar dengan sebagai salah satu sumber pembiayaan proyek-proyek
kapitalisasi mewakili negara-negara maju yang telah lingkungan hidup.
secara aktif meramaikan carbon market yang disalurkan
untuk pembiayaan pengurangan emisi GHG di negara- Daftar Pustaka
negara Eropa sendiri dan di negara-negara Asia Cleantech, ≈Avoided deforestation credits head
berkembang. for the voluntary carbon markets∆, 7 Januari 2008.
Mengingat eksposur Indonesia pada carbon New Energy Finance, ≈Clean energy investment breaks
market masih relatif sangat kecil, dan pangsa carbon the $100bn barrier in 2007∆, Press Release 2
market pada pasar keuangan Indonesia juga masih Januari 2008.
relatif sangat kecil maka dampaknya pada stabilitas The World Bank, ≈Environment at a Glance -
sistem keuangan dapat diabaikan. Namun demikian, Indonesia∆, 2004
carbon market berpotensi untuk menjadi sumber The World Bank, ≈State and Trends of the Carbon
pendanaan bagi proyek-proyek lingkungan hidup di Market 2007∆, Mei 2007.
Indonesia. Selanjutnya, karena potensi Indonesia dalam United Nations Framework Convention on Climate
memberikan kontribusi untuk mengurangi efek rumah Change (UNFCCC) website (http://unfccc.int).
kaca sangat besar maka eksposur carbon market ini
60
Bab 4 Infrastruktur Keuangan
Bab 4
Infrastruktur Keuangan
61
Bab 4 Infrastruktur Keuangan
62
Bab 4 Infrastruktur Keuangan
4.1. SISTEM PEMBAYARAN melalui kartu kredit dan kartu account based (ATM,
4.1.1. Perkembangan Sistem Pembayaran ATM+Debet dan Debet).
Sistem pembayaran Indonesia tetap handal dan Dibandingkan dengan semester sebelumnya, nilai
tidak menunjukkan adanya potensi risiko sehingga transaksi pembayaran melalui sistem BI-RTGS pada
mendukung stabilitas sistem keuangan. Pada semester II semester laporan menurun 10,42% dari Rp22,09 ribu
2007, 96,51% dari total nilai transaksi pembayaran antar- triliun menjadi Rp20,01 ribu triliun, meskipun dari segi
bank dilakukan melalui sistem BI-RTGS (Bank Indonesia- volume meningkat 15,34% dari 3,87 juta transaksi
Real Time Gross Settlement). Sementara itu, pemrosesan menjadi 4,57 juta transaksi. Penurunan nilai transaksi
melalui kliring mencapai 3,49% sedangkan sisanya pembayaran antara lain terkait dengan penjarangan
intervensi dalam pengelolaan moneter. Sementara
Grafik 4.1
Aktivitas Transaksi Sistem Pembayaran Semester II 2007 kenaikan volume transaksi pembayaran terjadi karena
peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat pada waktu-
0,0002%
3,4852% 0,0045% waktu khusus seperti peringatan hari besar keagamaan,
tutup buku akhir tahun, dan tahun baru. Alasan lain
peningkatan volume transaksi pembayaran adalah
kenaikan kegiatan transaksi di pasar valas untuk
memenuhi kebutuhan valas dari korporasi, serta
96,5101%
63
Bab 4 Infrastruktur Keuangan
Rp22,09 3,87 Rp20,01 4,57 (10,42%) 15,34% ATM+Debet yang mendominasi (sekitar 95,97%) total
transaksi APMK.
Sebagai kesinambungan dari kegiatan pada semester
Tabel 4.2
sebelumnya, implementasi Sistem Kliring Nasional Bank
Transaksi APMK
Indonesia (SKNBI) pada Penyelenggara Kliring Lokal (PKL)
Jumlah
Jenis Kartu Volume Nilai Transaksi
terus berlanjut sehingga pada akhir semester II 2007 kartu
(dalam juta) Transaksi (dalam triliun)
(dalam juta)
terdapat 41 PKL yang telah menyelenggarakan SKNBI.
Kartu Kredit 9,15 67,22 39,56
Sementara itu, nilai transaksi kliring kredit pada semester Kartu Debet (ATM
laporan tercatat sebesar Rp195,49 triliun dengan volume dan ATM+Debet) 35,20 590,04 941,64
transaksi 19,62 juta transaksi. Sedangkan nilai transaksi Total 44,35 657,26 981,20
64
Bab 4 Infrastruktur Keuangan
BI-RTGS yang digunakan oleh Bank Indonesia. Selain kondisi apapun. Uji coba tersebut juga dimaksudkan
transparan, ketentuan sistem BI-RTGS yang disusun untuk mengetahui kesiapan sistem back up pada
juga memperhatikan aspek efisiensi bagi peserta penyelenggara. Untuk menjaga kelangsungan sistem
sistem BI-RTGS dengan cara memberikan kebebasan BI-RTGS peserta, Bank Indonesia memberikan
untuk memilih jenis kepesertaannya dalam sistem BI- kesempatan kepada peserta untuk melakukan uji
RTGS. Dari segi aplikasi, telah diimplementasikan fitur- coba koneksi ke penyelenggara untuk memastikan
fitur keamanan baru dalam sistem BI-RTGS guna bahwa backup-nya berfungsi dengan baik. Dalam hal
meningkatkan keamanan penyelenggara (Bank backup peserta tidak dapat digunakan, Bank
Indonesia) dan peserta. Selanjutnya, Bank Indonesia Indonesia juga telah menyediakan Fasilitas Guest
juga akan mengeluarkan ketentuan mengenai Bank, yang dapat digunakan oleh peserta untuk
perlindungan konsumen pengguna sistem melakukan penyelesaian transaksi sistem BI-RTGS.
pembayaran, antara lain mencakup perlindungan
dalam pengkreditan dan pendebetan rekening d. Peningkatan Keamanan Alat Pembayaran
nasabah serta pemberian bunga dan kompensasi. Menggunakan Kartu
Proses perizinan dapat dimanfaatkan untuk
b. Pengawasan Sistem Pembayaran meningkatkan keamanan APMK sebelum APMK
Pengawasan yang efektif akan mengurangi risiko tersebut digunakan secara luas oleh masyarakat.
dalam sistem pembayaran. Dalam upaya Dalam proses pemberian izin penerbitan APMK, Bank
mempertahankan penyelenggaraan sistem BI-RTGS Indonesia menerapkan prinsip kehati-hatian antara
yang cepat, aman, dan handal, Bank Indonesia terus lain dengan cara menganalisa dokumen permohonan
melakukan pengawasan terhadap peserta baik secara yang diajukan oleh institusi calon penerbit APMK.
onsite maupun offsite. Pengawasan onsite dilakukan Peningkatan keamanan dari sisi teknologi instrumen
dengan melakukan kunjungan langsung ke lokasi dilakukan dengan mendorong penggunaan teknologi
produksi peserta untuk mengetahui kepatuhan chips untuk kartu ATM dan kartu Debet. Sementara
peserta terhadap ketentuan sistem BI-RTGS. itu, untuk meminimalkan risiko bagi konsumen, Bank
Sementara itu, pengawasan offsite dilakukan dengan Indonesia melakukan pengawasan langsung kepada
menganalisis laboran-laporan yang disampaikan oleh penyelenggara APMK dan pengawasan tidak
peserta, antara lain laporan hasil pemeriksaan internal langsung dengan menganalisa laporan
dan laporan hasil security audit. penyelenggaraan APMK yang diserahkan secara
periodik kepada Bank Indonesia.
c. Business Continuity Plan Sistem Pembayaran
Untuk menjaga kelangsungan sistem BI-RTGS, Bank 4.2. BIRO INFORMASI KREDIT
Indonesia melaksanakan uji coba secara periodik Upaya penting lainnya yang telah ditempuh untuk
dengan menggunakan berbagai skenario kondisi memperkuat infrastruktur sektor keuangan Indonesia
guna mempersiapkan dan melatih personil yang adalah pendirian Biro Informasi Kredit (BIK) di Bank
terlibat dalam operasional agar selalu siap dalam Indonesia. Pembentukan BIK ini merupakan salah satu
65
Bab 4 Infrastruktur Keuangan
program dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API), pelaksanaan SID yang on line dan real time. Adapun
khususnya pilar ke-5 yaitu mewujudkan infrastruktur yang cakupan SID sebagai berikut:
lengkap untuk mendukung terciptanya industri perbankan Pelapor SID meliputi Bank Umum, Bank Perkreditan
yang sehat. Rakyat (BPR), BPR Syariah, Lembaga Penyelenggara
Secara umum, BIK ditujukan untuk membantu Kartu Kredit Selain Bank (LPKKSB) dan Lembaga
perbankan dan lembaga keuangan lainnya dalam Keuangan Bukan Bank. Bagi Bank Umum, BPR
memperlancar proses penyediaan dana dan penerapan dengan total aset sebesar Rp10 miliar atau lebih dan
manajemen risiko melalui tersedianya informasi kualitas LPKKSB, pelaporan ini bersifat wajib, sedangkan bagi
debitur yang dapat diandalkan. Adanya informasi yang perusahaan keuangan lainnya dan BPR dengan aset
lengkap dan transparan mengenai debitur sangat kurang dari Rp10 miliar, pelaporan bersifat sukarela.
dibutuhkan untuk menghindari terjadinya assymetric Laporan debitur meliputi seluruh fasilitas penyediaan
information dalam analisa pemberian kredit agar risiko dana yang tercatat dalam pembukuan mulai dari
kredit dapat diminimalisir. Rp1,- ke atas.
Penyediaan informasi debitur sebenarnya sudah lama Laporan informasi debitur wajib disampaikan secara
dilakukan Bank Indonesia. Pada mulanya dikenal dengan on line ke Bank Indonesia setiap bulan melalui aplikasi
nama Sistem Informasi Kredit (SIK) yang kemudian diubah SID dengan menggunakan website.
menjadi Sistem Informasi Penyediaan Dana (SIPD) dan sejak Bagi pelapor yang menyampaikan laporan debitar
tahun 2005 dikenal dengan nama Sistem Informasi Debitur sesuai yang ditetapkan berhak untuk memperoleh
(SID) yaitu sistem yang digunakan untuk mengelola dan informasi debitur individual (IDI) secara on line dan
menyediakan informasi mengenai individual debitur. real time. Informasi yang tercakup dalam IDI antara
Sejak berlakunya Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. lain identitas debitur, pemilik/pengurus debitur, jumlah
7/8/PBI/2005 tanggal 24 Januari 2005 tentang SID maka fasilitas yang diterima debitur di bank pelapor, jumlah
laporan informasi debitur ke Bank Indonesia wajib baki debet atau oustanding fasilitas, agunan serta
dilakukan secara on line melalui website yang disediakan kualitas kreditnya.
oleh Bank Indonesia. Pelaksanaan SID berbasis web ini Sanksi bagi pelapor yang tidak menyampaikan
menggunakan aplikasi yang terus disempurnakan mulai laporan atau koreksi laporan sesuai ketentuan atau
dari penggunaan aplikasi yang pertama yaitu versi 504 sesuai dengan perjanjian.
dan saat ini versi 510. Peningkatan dan pengembangan Perbedaan ketentuan SID yang berlaku saat ini
versi aplikasi SID akan membantu kecepatan dalam dengan ketentuan SIPD (SID lama) sebagai berikut :
Tabel 4.3
Perbandingan Ketentuan SID
66
Bab 4 Infrastruktur Keuangan
Tabel 4.3
Perbandingan Ketentuan SID (lanjutan)
Pemeriksaan Tidak terdapat pemeriksaan khusus SID Dilakukan pemeriksaan khusus SID
Penyampaian Laporan Melalui switching PT. Aplikanusa Lintasarta Langsung ke server BI (Kantor Pusat)
Bagi pemberi kredit, manfaat BIK dan SID adalah melakukan koordinasi dan tukar menukar informasi
membantu mempercepat proses analisa dan pengambilan dalam rangka sinkronisasi peraturan perundang-
keputusan pemberian kredit. Selain itu, dengan informasi undangan dan ketentuan di bidang perbankan,
yang lebih komprehensif dan akurat maka risiko kredit lembaga keuangan non bank, dan pasar modal.
dapat diminimalisir. Sementara itu, bagi penerima kredit, melakukan penyiapan ∆macro early warning system∆
manfaat BIK dan SID adalah mempercepat waktu sektor keuangan terhadap permasalahan lembaga-
persetujuan kredit. Disamping itu, nasabah baru akan lembaga dalam sistem keuangan yang berpotensi
mendapat akses yang lebih luas kepada pemberi kredit sistemik berdasarkan hasil early warning system yang
karena informasi kinerja kreditnya di tempat lain dapat dihimpun dari lembaga pengawas yang
diketahui oleh calon pemberi kredit melalui SID. Manfaat bersangkutan.
lainnya adalah debitur dapat melakukan pengecekan mengkoordinasikan dan mensinkronisasikan
terhadap kebenaran data kreditnya yang dilaporkan oleh penyusunan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia
pelapor yaitu dengan mengajukan permohonan tertulis (ASKI).
ke Bank Indonesia dengan menunjukkan bukti identitas melakukan kerjasama persiapan Financial Sector
diri atas nama debitur yang bersangkutan. Assessment Program (FSAP).
Untuk mendukung pelaksanaan fungsi-fungsi
4.3 MITIGASI RISIKO SISTEM KEUANGAN tersebut di atas maka pada bulan Oktober 2007 telah
4.3.1. Forum Stabilitas Sistem Keuangan dibentuk 2 Sub Tim Kerja dan 3 Gugus Tugas pada tingkat
Dalam memitigasi risiko sistem keuangan, berbagai Forum Pelaksana. Sub Tim Kerja yang baru tersebut terdiri
upaya telah dilakukan antara lain mencakup meningkatkan dari Sub Tim Kerja ASKI dan Sub Tim Kerja FSAP. Sementara
efektivitas kordinasi berbagai instansi terkait dalam Forum itu, Gugus Tugas yang baru mencakup Gugus Tugas
Stabilitas Sistem Keuangan (FSSK). Selama semester II Subprime Crisis, Gugus Tugas Crisis Management Protocol
2007, Forum Stabilitas Sistem Keuangan (FSSK) semakin dan Gugus Tugas Repo.
meningkatkan fungsinya. Sebagaimana dilaporkan dalam Secara rutin, FSSK telah mengadakan pertemuan-
KSK edisi sebelumnya, FSSK terdiri dari Forum Pengarah, pertemuan untuk membahas perkembangan terakhir di
Forum Pelaksana dan Tim Kerja, dengan fungsi antara lain sektor keuangan Indonesia. Dalam pertemuan-pertemuan
sebagai berikut: tersebut dibahas langkah-langkah antisipasi yang perlu
menunjang pengambilan keputusan terhadap bank dilakukan. Selain itu, untuk mendorong tukar menukar
bermasalah yang ditengarai sistemik. informasi, Bank Indonesia setiap bulan secara teratur telah
67
Bab 4 Infrastruktur Keuangan
menyampaikan kepada FSSK informasi terakhir tentang sedang dilakukan penyusunan kerangka kerja, dan akan
perkembangan industri perbankan serta hasil penilaian segera dilanjutkan dengan penyusunan kerangka hukum,
terhadap stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan. penyusunan organisasi dan mekanisme koordinasi,
penyiapan infrastruktur, penyiapan data dan information
4.3.2. Crisis Management Protocol sharing, penetapan indikator dan skenario, penyusunan
Sementara itu, terkait dengan Crisis Management program komunikasi, dan pelaksanaan simulasi krisis.
Protocol sudah dirampungkan beberapa kegiatan Diperkirakan seluruh kegiatan tersebut dapat diselesaikan
termasuk penetapan ruang lingkupnya. Pada saat ini pada bulan April 2008.
68
Artikel I - Survey Industri Properti: Mencermati Potensi Tekanan Kemampuan Membayar
Artikel
69
Artikel I - Survey Industri Properti: Mencermati Potensi Tekanan Kemampuan Membayar
70
Artikel I - Survey Industri Properti: Mencermati Potensi Tekanan Kemampuan Membayar
Artikel I
Tujuan kajian ini adalah membangun model ekonomi yang berguna sebagai petunjuk peringatan dini atas
dampak negatif perkembangan industri properti dan real estate terhadap stabilitas sistem keuangan serta untuk
mengetahui perilaku pembiayaan pelaku usaha industri properti dan real estate. Dengan menggunakan data
1996 √ Agustus 2006, hasil kajian menunjukkan bahwa model EWS yang dibangun mampu menjelaskan perilaku
PDB konstruksi, kredit properti serta NPL properti dengan sangat baik, khususnya pada periode prediksi 3, 6 dan
12 bulan.
71
Artikel I - Survey Industri Properti: Mencermati Potensi Tekanan Kemampuan Membayar
keramik, cat, besi, kayu), transportasi dan sektor-sektor terbangunnya early warning system yang baik maka
terkait lainnya. Studi Literatur di berbagai negara (misalnya perkembangan industri properti di masa-masa mendatang
Nathakumaran et al (1996), Key et al (1994), Wood and dapat diprediksi.
Williams (1992), Newell and Higgins (1996), Krystalogianni Tahap kedua, pelaksanaan survei untuk mempelajari
et al (2004) dan Everhart and Duva-Hernandez (2001)) perilaku pembiayaan dari para pelaku industri properti dan
juga menunjukkan bahwa industri properti dan real estate real estate (pengembang, perbankan, dan konsumen) serta
juga menjadi indikator penting kesehatan ekonomi. mengetahui ekspektasi pelaku di industri properti dan real
Kinerja industri properti dan real estate ini sekaligus estate tentang prospek industri tersebut ke depan. Survei
juga dapat dijadikan sinyal bagi sektor keuangan, ini digunakan untuk mengklarifikasi model ekonomi yang
khususnya sektor perbankan. Kejadian di masa lalu disusun pada tahap pertama.
menunjukkan bahwa tekanan pada industri property dan
real estate mampu memicu krisis, antara lain seperti yang 2. EARLY WARNING SYSTEM INDUSTRI PROPERTI
dicerminkan oleh kasus US savings and loan crisis di US DAN REAL ESTATE DI INDONESIA
akhir 1980-an, financial crisis di Swedia dan Jepang awal Shock (baik yang bersumber dari internal maupun
1990-an serta US subprime mortgage loan April 2007. external) akan menyebabkan fluktuasi dalam
Kondisi ini sejalan dengan hasil penelitian Koehler (2001), perekonomian. Dalam jangka panjang, fluktuasi tersebut
Carson (2001), Van den Bergh (2001) dan Zhu (2003). akan membentuk suatu siklus (business cycle) berupa naik-
Mencermati eratnya keterkaitan peran industri turunnya perekonomian yang sangat mungkin akan
properti dan real estate, baik terhadap ekonomi secara terulang di masa datang. Apabila siklus tersebut dapat
keseluruhan maupun terhadap stabilitas keuangan maka dipahami dengan baik maka perilaku ekonomi ke depan
perilaku industri properti menjadi sangat penting untuk bisa diketahui jauh hari sebelumnya. Dalam kondisi
dipelajari secara kontinu. Adapun penelitian ini bertujuan demikian, deteksi dini atau peramalan siklus perekonomian
untuk: menjadi suatu hal yang penting baik bagi pemerintah
(i) Membangun model ekonomi yang dapat digunakan maupun pelaku usaha.
untuk memperoleh petunjuk peringatan dini atas Dalam membangun model Early Warning System
dampak negatif perkembangan industri properti dan (EWS) industri properti dan real estate di Indonesia serta
real estate terhadap stabilitas sistem keuangan, menganalisis dampak industri properti dan real estate
(ii) Mengetahui perilaku pembiayaan dari para pelaku terhadap variabel makroekonomi dan stabilitas keuangan
usaha di industri properti dan real estate digunakan lima kriteria, yaitu : Akurat, Antisipatif,
(pengembang, perbankan, dan konsumen), Komprehensif, Flexible dan Kiwari (up to date). Untuk
(iii) Mengetahui ekspektasi pelaku di industri properti dan mencapai tujuan tersebut, model dibangun dengan
real estate dan prospek industri tersebut ke depan. menggunakan metode Business Cycle Analysis (analisis
Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, penelitian siklus bisnis). Metode ini dirintis oleh National Bureau of
ini dilaksanakan dalam dua tahap. Tahap pertama, Economic Research (NBER) dan saat ini banyak digunakan
menyusun model yang dapat digunakan sebagai petunjuk di negara-negara maju, khususnya Negara OECD. Di
peringatan dini ( Early Warning System EWS) Indonesia dan di negara berkembang lainnya, metode ini
perkembangan industri properti dan real estate. Dengan masih sangat jarang digunakan karena keterbatasan data.
72
Artikel I - Survey Industri Properti: Mencermati Potensi Tekanan Kemampuan Membayar
Dalam business cycle analysis dikenal 3 macam gerak bagi pengambil kebijakan khususnya dalam proses
composite indexes serta 1 reference series. Masing-masing perumusan dan penentuan kebijakan.
composite index merupakan kombinasi dari beberapa Dengan menggunakan data 1996 - Agustus 2006,
variabel. Ketiga index tersebut adalah leading, coincident hasil studi menunjukkan bahwa model EWS yang dibangun
dan lagging indexes. Reference Series adalah variabel yang mampu menjelaskan perilaku PDB Konstruksi, Kredit
dapat menggambarkan kondisi perekonomian secara Properti serta NPL Properti dengan sangat baik, baik pada
agregat yang akan dipelajari, dalam hal ini adalah indikator periode prediksi 3, 6 maupun 12 bulan. Secara ringkas,
sektor properti dan real estate. Leading index bergerak hasil analisis siklus bisnis dapat disajikan sebagai berikut:
mendahului coincident maupun reference series . Properti. Hasil pengembangan model early
NPL Properti
Coincident index bergerak seiring dengan reference series. warning system untuk NPL Properti menunjukkan bahwa
Lagging index bergerak mengikuti (lag) coincident maupun prediksi NPL Properti pada periode 3 dan 6 bulan ke depan
reference series. (akhir 2006 √ Maret 2007) menurun. Hal ini sejalan dengan
Leading index menarik perhatian, karena dapat data NPL (out of sample), namun demikian pada prediksi
memberikan deteksi dini (early warning system) tentang 12 bulan ke depan (Agustus 2007), NPL Properti
arah pergerakan perekonomian secara agregat. Sementara diindikasikan akan mengalami kenaikan. Hal ini pun sejalan
coincident index dapat memberikan gambaran tentang dengan pemberitaan di berbagai media yang juga
current economic situation dan lagging index untuk menunjukkan arah yang sama.
mengkonfirmasikan pergerakan kedua indeks terdahulu. Adapun variabel utama yang menjadi komponen
Studi ini menggunakan tiga alternatif reference series penyusun leading index NPL properti adalah Konsumsi
yang terkait erat dengan industri properti dan real estate, Listrik dan Indeks Harga Konsumen (pada periode prediksi
yaitu : Alternatif 1: Indikator perbankan yang mencakup 3 bulan ke depan), serta SBI 1 bulan (pada periode prediksi
kredit properti dan NPL kredit properti, Alternatif 2: Value- 6 dan 12 bulan ke depan). Konsumsi Listrik mempunyai
added konstruksi yang diukur dari PDB sektor konstruksi korelasi negatif, yang menunjukkan bahwa tingginya
(bangunan), dan Alternatif 3: Tingkat penyerapan yang konsumsi listrik akan diikuti dengan rendahnya NPL
diukur dengan tingkat hunian/penjualan atau indeks harga Properti. Sebaliknya Indeks Harga Konsumen dan SBI 1
sewa/jual (untuk properti dan real estate komersial) dan bulan berkorelasi positif, yang mencerminkan tingginya
indeks harga jual atau tingkat penjualan (untuk properti harga-harga dan SBI 1 bulan akan memicu naiknya NPL
dan real estate residential). Selanjutnya, alternatif reference pada periode 6 dan 12 bulan sesudahnya.
series ke-3 tidak jadi digunakan akibat perubahan definisi Properti. Model early warning system Kredit
Kredit Properti
harga pada 2002, sehingga series yang tersedia sangat Properti menunjukkan bahwa Kredit Properti untuk periode
pendek dan tidak memenuhi syarat. Dari dua alternatif prediksi 3, 6 dan 12 bulan ke depan (November 2006 √
yang tersedia, kemudian dikembangkan early warning Agustus 2007) diindikasikan akan mengalami peningkatan.
system untuk mendeteksi perilaku reference series pada Hal ini pun sejalan dengan data kredit property terkini
periode prediksi 3, 6 dan 12 bulan ke depan. maupun pendapat pelaku pasar sektor properti.
Pengembangan EWS dalam 3 periode tersebut dilakukan Analisis lebih mendalam menunjukkan bahwa
tidak hanya didasarkan pada pertimbangan keakuratan variabel utama yang menjadi penyusun leading index Kredit
hasil analisis semata, namun juga memperhatikan ruang Properti diantaranya adalah: Stok Perkantoran Sewa, Stok
73
Artikel I - Survey Industri Properti: Mencermati Potensi Tekanan Kemampuan Membayar
Hotel Berbintang dan Tingkat Hunian Apartemen. Stok merupakan komponen utama penyusun leading index
apartemen sewa dan tingkat hunian apartemen sewa untuk kredit properti dengan korelasi negatif. Artinya,
berhubungan positif dengan kredit properti, sehingga perbankan cenderung bersikap backward looking ,
tingginya kedua indikator tersebut akan diikuti dengan sehingga tingginya NPL cenderung diikuti oleh rendahnya
kecenderungan naiknya kredit. Sebaliknya stok hotel kredit Properti. Coincident index memperlihatkan bahwa
berbintang berhubungan negatif dengan kredit properti, pergerakan NPL Properti akan berjalan seiring dengan
sehingga rendahnya stok hotel berbintang menjadi indikasi indikator ekonomi lain seperti Konsumsi Listrik, Ekspor,
akan adanya kenaikan kredit properti pada periode Kurs Riil, Tingkat Penjualan Lahan Industri serta Tingkat
sesudahnya. Hunian dan Stok Apartemen Sewa. Selanjutnya, perilaku
PDB Sektor Konstruksi. Sebagaimana dua model NPL properti akan diikuti oleh Kredit Properti, M1 serta
terdahulu, model early warning system untuk PDB Net Foreign Assets.
konstruksi juga mampu menjelaskan pergerakan PDB
dengan sangat baik pada periode prediksi 3, 6 maupun 3. PERILAKU PEMBIAYAAN DAN EKSPEKTASI
12 bulan. Model yang dikembangkan mengindikasikan PELAKU INDUSTRI PROPERTI
bahwa pada hasil prediksi dengan periode 3, 6 dan 12 Untuk mengetahui perilaku pembiayaan dan
bulan ke depan (November 2006 √ Agustus 2007) akan ekspektasi pelaku industri properti dilaksanakan survei
mengalami peningkatan. Hasil prediksi ini masih yang ditujukan untuk mengetahui perilaku pembiayaan
menunggu konfirmasi data aktual PDB yang sedang dan ekspektasi ke depan dari para pelaku usaha di industri
disiapkan untuk dipublikasikan. Namun demikian, hasil properti dan real estate yang mencakup pengembang,
early warning system tersebut sejalan dengan pendapat perbankan, dan konsumen. Survei dilaksanakan di 10 kota
pelaku pasar dan para pakar industri properti di tanah air. di Indonesia, yaitu: Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang,
Analisis lebih dalam menunjukkan bahwa variabel Bekasi, Yogyakarta, Medan, Palembang, Makasar, dan
utama penyusun early warning system PDB Konstruksi Balikpapan. Pemilihan Lokasi Sampel dilakukan dengan
adalah SBI 1 bulan, Tingkat Hunian Ritel dan Real bantuan analisis SSA (Shift-share Analysis) dan LQ (Location
Investment Approval untuk Hotel.. SBI 1 bulan Quotient).
berhubungan negatif dengan PDB Konstruksi, sehingga SSA merupakan suatu metode analisis untuk
rendahnya SBI 1 bulan akan diikuti dengan tingginya mengukur apakah sebuah sektor di wilayah tertentu
kegiatan ekonomi di sektor properti. Sebaliknya Tingkat memiliki kinerja lebih baik dibanding rata-rata daerah lainnya
hunian ritel dan Real Investment Approval untuk Hotel atau dibanding kinerja di tingkat nasional. Sedangkan LQ
bertanda positif, sehingga tingginya tingkat hunian dan digunakan untuk mengidentifikasi sektor basis di suatu
Real Investment Approval akan diikuti dengan peningkatan wilayah. Suatu sektor dikatakan sektor basis apabila memiliki
aktifitas di sektor properti. koefisien LQ > 1. Sebaliknya, apabila koefisien LQ<1 maka
Untuk mempelajari dampak sektor properti ke dapat dikategorikan sebagai bukan sektor basis. Suatu
perekonomian secara umum serta stabilitas sistem daerah akan dipilih menjadi sampel apabila di daerah
keuangan, akan dianalisis variabel NPL Properti baik sebagai tersebut sektor properti (konstruksi) menjadi sektor basis
leading indicator , maupun keterkaitannya dengan penopang ekonomi serta memiliki kinerja yang lebih baik
coincident serta lagging indicators. NPL Properti sendiri dibanding daerah lainnya secara nasional.
74
Artikel I - Survey Industri Properti: Mencermati Potensi Tekanan Kemampuan Membayar
Hasil survei baik ke pengembang, konsumen maupun lainnya berasal dari uang muka penjualan, pinjaman bank
perbankan, adalah sebagai berikut: serta pinjaman non-bank. Faktor-faktor yang sangat
Pengembang. Bagi pengembang perumahan tipe mempengaruhi keputusan pengembang untuk meminjam
kecil dan KPR bersubsidi, penjualan dengan cara pre-selling uang di bank adalah: tingkat suku bunga, harga properti,
lebih diminati dibandingkan dengan post-selling. Dengan harga bahan bangunan, tingkat hunian dan permintaan
cara penjualan pre-selling, pengembang mendapatkan akan properti.
kepastian pembeli serta tambahan modal. Sebaliknya,
Grafik A1.3
meskipun harus indent antara 2-6 bulan, konsumen juga Sumber Pembiayaan
lebih senang karena harga jual rumah bisa lebih murah 70,00
50,00
besar tipe rumah yang akan dibeli, maka penjualan tipe
40,00
post-selling semakin digemari. Selain itu, kecenderungan
30,00
untuk menggunakan dana sendiri juga semakin besar. 20,00
10,00
Grafik A1.1
0,00
Cara Penjualan Rumah 1 2 3 4 5 6 7
% 1. Modal sendiri 2. Uang muka penjualan 3. Pinjaman Bank 4. Pinjaman lembaga non Bank
50
57
51
bahwa sejumlah besar konsumen residensial (sekitar 40
52
40
persen) membeli rumah dengan menggunakan dana
36 49
30 48
43
20
sendiri dengan beberapa alasan antara lain: (i) tidak ingin
10 terlibat hutang, (ii) prosedur perbankan yang rumit, serta
0
Tipe kecil Tipe kecil Tipe sedang Tipe besar (iii) memiliki dana yang cukup. Semakin besar tipe rumah
subsidi non subsidi
yang akan dibeli, semakin besar porsi penggunaan dana
Grafik A1.2
Cara Penjualan Produk Properti Komersial sendiri, meskipun secara keseluruhan dana perbankan
% masih lebih besar. Faktor-faktor yang diyakini terkait erat
70 Pre Selling Post Selling dengan pengajuan kredit diantaranya adalah tingkat suku
60 63
bunga, tingkat pendapatan dan besarnya uang muka.
50 54
58
40
42 46 Grafik A1.4
30 37
Komposisi Pembiayaan Konsumen Residensial
20
10
penyiapan lahan sampai siap bangun yang harus Dana Sendiri Dana sendiri dan Non Bank Bank
Dana Sendirii dan Bank Dana sendiri, Bank dan Non Bank Non Bank
ditanggung sendiri oleh pengembang. Selain itu, dana
75
Artikel I - Survey Industri Properti: Mencermati Potensi Tekanan Kemampuan Membayar
80
Pre Selling Post Selling analisis business cycles sejalan dengan kondisi riil di
76
79
lapangan seperti yang ditulis berbagai media (nasional
60
63
maupun internasional), serta temuan hasil survei.
40
37 Wawancara dengan pelaku pasar menunjukkan
24
20 21 bahwa saat ini industri properti sedang dalam fase naik,
0
namun demikian laporan-laporan media menunjukkan
Apartemen Perkantoran Pertokoan
banyaknya properti komersial yang kosong dan berpotensi
Perbankan. Faktor-faktor yang terkait dengan meningkatkan NPL Properti. Di lain pihak, hasil wawancara
besarnya kredit properti adalah: (i) prospek industri dengan perbankan dan pelaku pasar mengindikasikan
properti, (ii) tingkat penyerapan/permintaan pasar properti, bahwa NPL dan suku bunga merupakan beberapa faktor
serta (iii) stabilitas makro, keamanan maupun politik. penting yang perlu diperhatikan dalam bisnis properti. Oleh
Sedangkan, faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya karena itu, pemantauan terhadap credit risk exposure
NPL Properti adalah : (i) tingkat suku bunga, (ii) tingkat (khususnya pada sektor properti) perlu terus diupayakan
pendapatan masyarakat, (iii) tingkat penyerapan/ guna memitigasi resiko yang dapat ditimbulkan oleh NPL
permintaan properti dan (iv) inflasi. Properti tersebut.
76
Artikel I - Survey Industri Properti: Mencermati Potensi Tekanan Kemampuan Membayar
Untuk mengembangkan Early Warning System ke untuk sektor properti, namun juga untuk sektor lainnya.
depan yang mendukung pemeliharaan kestabilan sistem Hal ini telah menjadi perhatian negara-negara maju yang
keuangan, perlu diupayakan penyempurnaan data dan mengembangkan 19 jenis leading indicators untuk melihat
monitoring aktif indikator terkait EWS yang tidak hanya pergerakan ekonomi dan keuangan ke depan.
77
Artikel I - Survey Industri Properti: Mencermati Potensi Tekanan Kemampuan Membayar
Daftar Pustaka
Akerlof, George. 1970. The Market for Lemons: Quality Samuelson, P.A. 1976. Optimality of Sluggish Predictors
, Uncertainty and the Market Mechanism. Quarterly under Ergodic Probabilities. International Economic
journal of Economics 84: 488-500. Review 17:1-7.
Bernanke, Ben S. and Alan S. Blinder. 1988. Credit, Money, Sims, C. 1980. Macroeconomics and Reality. Econometrica,
And Aggregate Demand . National Bureau Of Vol. 48 page 1-48.
Economic Research. Working Paper No. 2534. Siregar, Doli. 2002. Dasar-Dasar Penilaian Properti.
Bussiere, M and Marcel F. 2002. Towards a New Early Stiglitz, J. E. 1992. Capital Markets and Economics
Warning System of Fluctuations in Capital Economies. European
Financial Crises. Working Paper European Central Bank Economics Review. Vol. 36, pages 269-306.
no. 145. Sugema, Iman. 2000. Indonesia»s Deep Economic Crisis:
Greef , I.J.M. de and R.T.A. de Haas. 2000. Housing Prices, The Role of the Banking Sector in It»s Origin and
Bank Lending, and Monetary Policy. Paper presented Propagation, PhD thesis, The Australian National
at the Financial Structure, and Behaviour and University.
Monetary Policy inthe EMU Conference, October 5- Whitley, J and Richard W. 2003. A Quantitative Framework
6, 2000, Groningen. for Commercial Property and its Relationship to the
Kiyotaki, N and Moore J. 1997. Credits Cycles. Journal of Analysis of Financial Stability of the Corporate Sector.
Political Economy, Vol. 105, pages 211-248 Bank of England Working Paper no. 207.
Krytalogianni, A., G. Matysiak, dan S. Tsolacos. 2004. Zhang, Whenda and Juzhong Zhuang. 2002. Leading
Forecasting UK Commercial Real Estate Cycle Phases Indicators of Business Cycle in Malaysia and the
With Leading Indicators: A Probit approach. Applied Philippines. ERD Working Paper No. 32
Economics.
Nanthakumaran, N., B. O»Roarty, and A. Orr. 1997. The
Impact of Economic Indicators on Industrial Property
Market Performance. Center for Property Research.
University of Aberdeen. UK.
78
Artikel II - Survey Neraca Rumah Tangga: Indikator Penting Dalam Surveillance Stabilitas Sistem Keuangan
Artikel II
Survey rumah tangga bertujuan menyusun struktur neraca rumah tangga masyarakat. Neraca rumah tangga
merupakan salah satu indikator penting bagi proses pelaksanaan surveillance stabilitas sistem keuangan. Dengan
tersusunnya neraca rumah tangga diharapkan analisis mengenai kemampuan rumah tangga dalam mendapatkan
kredit perbankan dan potensi terjadinya credit default dari sektor rumah tangga dapat dilakukan dengan lebih
akurat. Selanjutnya, dengan menggunakan teknik random sampling dilakukan survey terhadap responden di
seluruh kabupaten/kota di 6 lokasi yaitu Sumatera Barat, Jawa Barat, Bodetabek, Jawa Tengah, DIY, dan Jawa
Timur. Hasil survey menunjukkan bahwa rata-rata rumah tangga mampu memenuhi kewajibannya baik terhadap
bank maupun lembaga keuangan non bank seperti tercermin dari nilai rasio total liabilities/core income, rasio
bank liabilities/core income dan rasio non-bank liabilities/core income yang masing-masing mencapai 19,98%,
14,42%, dan 5,56%.
79
Artikel II - Survey Neraca Rumah Tangga: Indikator Penting Dalam Surveillance Stabilitas Sistem Keuangan
Gambar A1.1 yaitu Sumatera Barat, Jawa Barat, Bodetabek, Jawa Tengah,
Kerangka Analisis Stabilitas Sistem Keuangan
DIY, dan Jawa Timur. Household balance sheet dari wilayah
Capital
tersebut merupakan langkah awal dalam program
Household Probability Bank
of Default Profitability
Macro
Financial Condition pembangunan household balance sheet Indonesia. Dalam
economic
Non Bank Financial
pelaksanaannya, pemilihan metode studi untuk
Corporate Probability Capital
of Default Financial Profitability System
Financial Performance
Institution Stability melaksanakan survei diserahkan sepenuhnya kepada
Money JSI, Yield
International and Domestic :
Market Curve, Interbank surveyor dengan terlebih dahulu didiskusikan dengan
- Economic Factor Money Market
- Non Economic Factor Financial
System
penyelenggara.
Infrastructure
- Intermediation Untuk membangun balance sheet tersebut
- Transmission
Inflation Target Mechanism
digunakan data primer sebagai hasil survei lapangan yang
Monetary Growth
Inflation Domestic
Stability
Product dilakukan berdasarkan tehnik random sampling. Adapun
pelaksanaan survei mencakup hal-hal sebagai berikut:
belum mencukupi. Dengan tersusunnya neraca rumah 1. Responden survei merupakan rumah tangga (RT) yang
tangga diharapkan analisis atas potensi risiko yang terdapat di 6 wilayah survei. Rumah tangga
dihadapi sektor rumah tangga dapat dilakukan dengan didefinisikan sebagai seseorang atau sekelompok
memadai. orang yang hidup dalam satu bangunan fisik/sensus
dengan makanan dan kebutuhan hidup lainnya
II. TUJUAN dibiayai secara bersama (Badan Pusat Statistik).
Tujuan dilakukannya survei neraca rumah tangga ini 2. Pemilihan dan penentuan jumlah responden
adalah untuk: penelitian di tiap kabupaten/kota proporsional
- Menyusun struktur neraca rumah tangga masyarakat dengan jumlah penduduk kabupaten/kota. Proporsi
di seluruh kabupaten/kota di 6 lokasi yang akan jumlah responden di tiap-tiap kabupaten/kota
digunakan sebagai dasar analisa untuk mengetahui terhadap total responden di suatu propinsi sama
kemampuan rumah tangga dalam mendapatkan dengan proporsi rasio jumlah penduduk di tiap-tiap
kredit perbankan dan untuk mengetahui potensi kabupaten/kota terhadap total penduduk propinsi.
terjadinya kredit bermasalah (credit default) dari Demikian pula, proporsi jumlah responden di tiap-
sektor rumah tangga. tiap kecamatan terhadap total responden di suatu
- Membantu kegiatan surveillance BI terhadap kabupaten/kota sama dengan proporsi rasio jumlah
household sector di Indonesia, terutama dalam penduduk di masing-masing kecamatan terhadap
kaitannya dengan stabilitas sistem keuangan. total penduduk kabupaten/kota. Pemilihan wilayah
sampel pada studi ini didasarkan pada pertimbangan
III. METODOLOGI DAN DATA bahwa daerah tersebut merupakan daerah yang
III.1. Metodologi representatif sesuai dengan metodologi survei.
Survei ini merupakan studi kuantitatif. Proses Disamping itu, pemilihan daerah juga
wawancara dengan responden dilakukan dengan tatap mempertimbangkan faktor kemudahan akses ke
muka langsung. Melalui survei ini akan dibangun daerah tersebut.
household balance sheet (neraca rumah tangga) di 6 lokasi, 3. Basis sampling adalah kelurahan/desa.
80
Artikel II - Survey Neraca Rumah Tangga: Indikator Penting Dalam Surveillance Stabilitas Sistem Keuangan
Sumbar Padang, Bukittinggi Solok, Agam, Padang Pariaman 1 Kas 1 Utang Bank
2 Tabungan 2 Utang Koperasi
Jabar Bandung Bandung, Indramayu,
3 Deposito 3 Utang Pegadaian
Karawang, Garut 4 Giro 4 Utang Toko/Dealer
Bodetabek Tangerang, Bogor, Tangerang, Bogor, Bekasi 5 Tabungan Asuransi 5 Uang Warung
Bekasi, Depok 6 Tabungan Koperasi 6 Utang Pemilik Rumah/
Jateng Semarang, Surakarta, Kudus Tanah
Pekalongan, Magelang 7 Tabungan Kantor Pos 7 Utang Saudara
DIY Yogyakarta Bantul, Kulonprogo 8 Piutang 8 Utang Majikan
9 Saham 9 Utang Arisan/Teman
Sleman, Gunung Kidul
10 Obligasi 10 Utang Pelepas Uang
Jatim Malang, Pasuruan Malang, Pasuruan, Batu 11 Reksadana 11 Utang Lainnya
12 Dana Pensiun
13 Bapertarum
Tabel A2.2 14 Penyertaan modal usaha
Beberapa Penyesuaian yang Dilakukan 15 Ternak
16 Emas
17 Kendaraan
Wilayah Kotamadya 18 Rumah
19 Bangunan
Jatim Snow Ball Purposive Sampling: 5 besar
20 Tanah
kontributor PDRB Jatim 21 Harta Lainnya
DIY Secara umum tidak ada -
penyesuaian, kec. untuk
daerah-daerah yang Dari data kuesioner pula berhasil dihimpun elemen-
terkena dampak gempa
Jateng Pertimbangan anggaran Pertimbangan anggaran untuk elemen pendapatan dan pengeluaran rumah tangga
untuk kecamatan kecamatan yang maju
sebagai berikut:
yang maju
Jabar - - 5 terbesar daerah
kontributor PDRB Jabar Tabel A2.4
'(kec. Bogor, Depok,
Elemen Pendapatan dan Pengeluaran
Tangerang, dan Bekasi)
- Desa yang dikunjungi No Elemen Pendapatan No Elemen Pengeluaran
diseleksi 'berdasarkan
1 Gaji & Tunjangan 1 Pangan
pertimbangan jarak ke pusat
2 Penghasilan usaha Netto 2 Pakaian
kota
3 Penerimaan Pensiun 3 Sewa rumah dan tanah
Bodetabek Snow Ball - 4 Beasiswa/Ikatan Dinas 4 Peralatan rumah tangga
Sumbar Pertimbangan anggaran Pertimbangan anggaran tahan lama
81
Artikel II - Survey Neraca Rumah Tangga: Indikator Penting Dalam Surveillance Stabilitas Sistem Keuangan
5 Ganti Rugi Asuransi 5 Transportasi Total Utang Utang Bank + Utang LKNB + Utang Lain-lain
6 Hasil Menang Undian 6 Kendaraan, dan bahan Kekayaan Bersih Total Aset - Total Utang
bakar Pendapatan Gaji & Tunjangan + Penghasilan usaha Netto
7 Pendapatan Bunga 7 Listrik, air, dan + Penerimaan Pensiun
Piutang dan Bunga telekomunikasi Total Pendapatan Gaji dan Tunjangan + Pendapatan Usaha
Tabungan
Netto + Penerimaan Pensiun + Beasiswa/
8 Hasil Netto Penjualan 8 Pendidikan
Ikatan Dinas + Ganti Rugi Asuransi + Hasil
Tanah
Menang Undian + Pendapatan Bunga
9 Hasil Netto Penjualan 9 Kesehatan
Emas Piutang dan Bunga Tabungan + Hasil Netto
10 Hasil Netto Penjualan 10 Rekreasi dan Perhiasan Penjualan Tanah + Hasil Netto Penjualan
Kendaraan Emas dan Perhiasan + Hasil Netto Penjualan
11 Bantuan Pemerintah 11 Aneka barang dan jasa Kendaraan + Bantuan Pemerintah Non-
Non-Beasiswa Beasiswa + Bantuan Lembaga Non-
12 Bantuan Lembaga Non- 12 Pembayaran pokok Pemerintah Non-Beasiswa + Penerimaan
Pemerintah Non-Beasiswa pinjaman Lainnya
13 Penerimaan Lainnya 13 Pembayaran bunga Konsumsi Pangan+Pakaian+Sewa rumah dan
cicilan.
tanah+Peralatan rumah tangga tahan
lama+Transportasi, kendaraan, dan bahan
Sebelum disusun menjadi Neraca, elemen-elemen bakar+Listrik, air, dan
telekomunikasi + Pendidikan + Kesehatan +
Neraca di atas diklasifikasikan atas dasar perkiraan Rekreasi + Aneka barang dan jasa
kegunaannya (usefulness). Karena data Neraca Rumah Total Cicilan + Bunga Pembayaran pokok pinjaman + Pembayaran
bunga cicilan
Tangga ini akan digunakan dalam rangka memelihara Pembayaran Bunga Pembayaran bunga cicilan
Stabilitas Sistem Keuangan maka untuk aset Pendapatan Bersih Pendapatan √ Konsumsi
82
Artikel II - Survey Neraca Rumah Tangga: Indikator Penting Dalam Surveillance Stabilitas Sistem Keuangan
Average Asset ( Rp ) Average Liabilities ( Rp ) Dari struktur neraca rumah tangga di Jawa Barat
Fixed Assets : Household Debt: Money 4.000 terlihat bahwa aktiva tetap (terutama berupa rumah
Lender
dan bangunan), merupakan komponen terbesar dari
Gold and Jewelry 6.440.278 Household Debt: Others 175.832
Vehicle 34.756.541 Total Others Debt 1.847.581 total aset, yaitu dengan pangsa sebesar 87%. Aktiva
House and buildings 221.637.302 Total Debt 7.506.318
Land 50.354.506 lancar, investasi, dan aktiva lain-lain mengambil
Total Fixed Asset 313.188.627 Net Worth 346.874.202
pangsa sebesar 10%, 2%, dan 1%. Dari sisi aktiva
Other Assets 3.031.080
Total Assets 354.380.520 Total Liabilities and Equity 354.380.520 lancar, komponen terbesar adalah tabungan,
deposito, dan giro dengan pangsa sebesar 68% dari
Pada neraca rumah tangga di Sumatera Barat, total aktiva lancar. Sementara itu, dari sisi pasiva,
komposisi aktiva tetap mendominasi keseluruhan komponen terbesar adalah modal (net worth) dengan
total aset dengan pangsa sebesar 88,38%. Dari sisi pangsa sebesar 97% dari total pasiva. Selain dari
aktiva lancar, komponen terbesar adalah tabungan, modal sendiri, rumah tangga di Jawa Barat lebih
deposito, dan giro yaitu sebesar 54,42% dari total banyak menggantungkan pembiayaannya pada
aktiva lancar. Sementara itu, dari sisi pasiva komponen perbankan yang mencapai 82% dari total utang.
terbesar adalah modal (net worth), yaitu sebesar 3. Bodetabek
97,88% dari total pasiva. Dari sisi utang, rumah
Average Asset ( Rp ) Average Liabilities ( Rp )
tangga di Sumatera Barat masih mengandalkan pada
Current Assets : Household Debt: Banks 5.436.380
sektor perbankan dengan pangsa sebesar 63,40% Cash 918.553 Household Debt : Non 1.910.074
Banks
dari total utang. Sementara itu, pangsa utang kepada
Saving, Deposit and 15.637.631 Household Debt : Store/ 1.976.814
lembaga keuangan non bank dan utang lain-lain Checking Acc Dealer
Insurance, Cooperatives, 915.243 Household Debt : Kiosk 395
sebesar 11,99% dan 24,61%. Post Office
83
Artikel II - Survey Neraca Rumah Tangga: Indikator Penting Dalam Surveillance Stabilitas Sistem Keuangan
aktiva lancar, komponen terbesar adalah tabungan, dari total aktiva lancar. Sementara itu, dari sisi pasiva,
deposito, dan giro dengan pangsa sebesar 66,95% komponen terbesar adalah modal (net worth) dengan
dari total aktiva lancar. Sementara itu, dari sisi pasiva, pangsa sebesar 96,24% dari total pasiva. Selain dari
komponen terbesar adalah modal (net worth) dengan modal sendiri, rumah tangga di D.I.Yogyakarta lebih
pangsa sebesar 95,87% dari total pasiva. Selain dari banyak menggantungkan pembiayaannya pada
modal sendiri, rumah tangga di Bodetabek lebih perbankan yang mencapai 80,87% dari total utang.
banyak menggantungkan pembiayaannya pada Sedangkan, pangsa utang ke lembaga keuangan non
perbankan yang mencapai 45,28% dari total utang. bank dan utang lain-lain sebesar 8,59% dan 10,54%.
Sedangkan, pangsa utang ke lembaga keuangan non 5. Jawa Tengah
bank dan utang lain-lain sebesar 15,91% dan
Average Asset ( Rp ) Average Liabilities ( Rp )
38,81%.
Current Assets : Household Debt : Banks 4.776.312
4. D.I. Yogyakarta Cash 1.245.918 Household Debt : Non 537.350
Banks
Saving, Deposit and 8.311.627 Household Debt : Store/ 804.410
Average Asset ( Rp ) Average Liabilities ( Rp )
Checking Acc Dealer
Current Assets : Household Debt : Banks 14.172.833
Insurance, Cooperatives, 2.451.280 Household Debt : Kiosk 292
Cash 2.089.595 Household Debt : Non 1.506.023
Post Office
Banks
Account receivable 3.840.979 Household Debt : Landlord 0
Saving, Deposit and 13.779.277 Household Debt : Store/ 1.462.759
Stock, Bond, Mutual Fund 892.200 Household Debt : Relatives 52.900
Checking Acc Dealer
Total Current Asset 16.742.004 Household Debt : Employer 1200
Insurance, Cooperatives, 2.597.860 Household Debt : Kiosk 6.250
Investment 1.339.525 Household Debt : ROSCA/ 39.330
Post Office
Friends
Account receivable 5.905.440 Household Debt : Landlord 22.639
Fixed Assets : Household Debt : Money 440
Stock, Bond, Mutual Fund 148.810 Household Debt : Relatives 125.298
Lender
Total Current Asset 24.520.981 Household Debt : Employer 11.905
Gold and Jewelry 3.719.063 Household Debt : Others 17.200
Investment 10.238.048 Household Debt : ROSCA/ 49.569
Vehicle 28.022.390 Total Others Debt 915.772
Friends
House and buildings 238.762.016 Total Debt 6.229.433
Fixed Assets : Household Debt : Money 20.635
Land 40.048.548
Lender
Total Fixed Asset 310.552.017 Net Worth 323.162.133
Gold and Jewelry 3.909.800 Household Debt : Others 148.527
Other Assets 758.020
Vehicle 41.542.785 Total Others Debt 1.847.581
Total Assets 329.391.566 Total Liabilities and Equity 329.391.566
House and buildings 250.522.599 Total Debt 17.526.437
Land 121.388.179
Total Fixed Asset 417.363.362 Net Worth 449.200.522 Berdasarkan struktur neraca rumah tangga di Jawa
Other Assets 14.604.568
Total Assets 466.726.959 Total Liabilities and Equity 466.726.959 Tengah yang dihitung secara rata-rata terlihat bahwa
aktiva tetap (terutama berupa rumah dan bangunan),
Berdasarkan struktur neraca rumah tangga di merupakan komponen terbesar dari total aset, yaitu
D.I.Yogyakarta yang dihitung secara rata-rata terlihat dengan pangsa sebesar 94,28%. Aktiva lancar,
bahwa aktiva tetap (terutama berupa rumah dan investasi, dan aktiva lain-lain mengambil pangsa
bangunan), merupakan komponen terbesar dari total sebesar 5,08%, 0,41%, dan 0,23%. Dari sisi aktiva
aset, yaitu dengan pangsa sebesar 89,42%. Aktiva lancar, komponen terbesar adalah tabungan,
lancar, investasi, dan aktiva lain-lain mengambil deposito, dan giro dengan pangsa sebesar 50% dari
pangsa sebesar 5,25%, 2,19%, dan 3,13%. Dari sisi total aktiva lancar. Sementara itu, dari sisi pasiva,
aktiva lancar, komponen terbesar adalah tabungan, hampir seluruh kebutuhan rumah tangga dibuayai
deposito, dan giro dengan pangsa sebesar 56,19% oleh modal sendiri (net worth) dengan pangsa sebesar
84
Artikel II - Survey Neraca Rumah Tangga: Indikator Penting Dalam Surveillance Stabilitas Sistem Keuangan
98,11% dari total pasiva. Selain dari modal sendiri, sebesar 6,40%, 1,57%, dan 0,91%. Dari sisi aktiva
rumah tangga di Jawa Tengah lebih banyak lancar, komponen terbesar adalah tabungan,
menggantungkan pembiayaannya pada perbankan deposito, dan giro dengan pangsa sebesar 57,91%
yang mencapai 76,67% dari total utang. Sedangkan, dari total aktiva lancar. Sementara itu, dari sisi pasiva,
pangsa utang ke lembaga keuangan non bank dan hampir seluruh kebutuhan rumah tangga dibiayai
utang lain-lain sebesar 8,63% dan 14,70%. oleh modal sendiri (net worth) dengan pangsa sebesar
6. Jawa Timur 97,90% dari total pasiva. Selain dari modal sendiri,
rumah tangga di Jawa Timur lebih banyak
Average Asset ( Rp ) Average Liabilities ( Rp )
menggantungkan pembiayaannya pada perbankan
Current Assets : Household Debt : Banks 5.386.946
Cash 2.343.074 Household Debt : Non 634.727 yang mencapai 69,44% dari total utang. Sedangkan,
Banks
pangsa utang ke lembaga keuangan non bank dan
Saving, Deposit and 13.704.406 Household Debt : Store/ 1.308.552
Checking Acc Dealer utang lain-lain sebesar 8,18% dan 22,38%.
Insurance, Cooperatives, 1.458.087 Household Debt : Kiosk 0
Post Office
Account receivable 4.218.410 Household Debt : Landlord 0 IV.2. Analisa Rasio
Stock, Bond, Mutual Fund 1.940.200 Household Debt : Relatives 212.000
Total Current Asset 23.664.177 Household Debt : Employer 7.900 Analisa Rasio Total Liabilities/Total Asset
Investment 5.805.538 Household Debt : ROSCA/ 58.286 Rasio ini menunjukkan kemampuan total aset dalam
Friends
Fixed Assets : Household Debt : Money 700 mencover kewajiban rumah tangga. Apabila nilai rasio
Lender
ini kurang dari 1 (= 100%), maka nilai kewajiban
Gold and Jewelry 4.126.520 Household Debt : Others 148.527
Vehicle 34.236.390 Total Others Debt 1.735.965 rumah tangga lebih kecil daripada total asetnya.
House and buildings 219.749.584 Total Debt 7.757.637
Artinya, rumah tangga masih memiliki kemampuan
Land 78.583.960
Total Fixed Asset 336.696.454 Net Worth 361.758.772 untuk mengajukan pinjaman yang lebih besar. Dari
Other Assets 3.350.240
Total Assets 369.516.409 Total Liabilities and Equity 369.516.409
survei yang telah dilakukan terlihat bahwa seluruh
rumah tangga di area survei masih memiliki
Berdasarkan struktur neraca rumah tangga di Jawa kemampuan untuk mengajukan pinjaman yang lebih
Timur yang dihitung secara rata-rata terlihat bahwa besar. Rumah tangga di Bodetabek memiliki rasio
aktiva tetap (terutama berupa rumah dan bangunan), tertinggi, sedangkan rumah tangga di Jawa Tengah
merupakan komponen terbesar dari total aset, yaitu memiliki rasio terendah.
dengan pangsa sebesar 91,12%. Aktiva lancar, Analisa Rasio Total Liabilities/Current Asset
investasi, dan aktiva lain-lain mengambil pangsa Rasio ini menunjukkan kemampuan kemampuan
Rasio
Lokasi Total Liabilities/Total Asset Total Liabilities/Current Asset Total Bank Liabilities/Current Asset Total Bank Liabilities/Fixed Asset
(%) (%) (%) (%)
85
Artikel II - Survey Neraca Rumah Tangga: Indikator Penting Dalam Surveillance Stabilitas Sistem Keuangan
aktiva lancar untuk mengcover kewajiban rumah dibandingkan dengan aset yang dimilikinya. Hal ini
tangga. Apabila rasio ini kurang dari 1 (= 100%) maka berarti rumah tangga masih memiliki kemampuan
nilai kewajiban rumah tangga lebih kecil untuk mengajukan pinjaman yang lebih besar. Hasil
dibandingkan dengan aset lancarnya. Artinya rumah survei menggambarkan bahwa semua rumah tangga
tangga masih memiliki kemampuan untuk di area survei masih memiliki kemampuan untuk
mengajukan pinjaman yang lebih besar. Hasil survei mengajukan pinjaman yang lebih besar. Rumah
menunjukkan bahwa seluruh rumah tangga di area tangga di Bodetabek memiliki rasio tertinggi dan Jawa
survei masih memiliki kemampuan untuk mengajukan Tengah memiliki rasio terendah.
pinjaman yang lebih besar. Rumah Tangga Analisa Rasio Total Liabilities/Core Income
D.I.Yogyakarta memiliki rasio tertinggi, sedangkan Rasio ini menunjukkan kemampuan pendapatan
Sumatera Barat memiliki rasio terendah. utama rumah tangga untuk meng cover
Analisa Rasio Total Bank Liabilities/Current Asset kewajibannya. Hasil survei menunjukkan bahwa
Rasio ini menunjukkan kemampuan aktiva lancar seluruh rumah tangga di area survei memiliki
untuk mengcover kewajiban rumah tangga terhadap kemampuan untuk melakukan pinjaman.
bank. Apabila rasio ini kurang dari 1 (=100%) maka Analisa Rasio Bank Liabilities/Core Income
nilai kewajiban rumah tangga lebih kecil Rasio ini menunjukkan kemampuan pendapatan
dibandingkan dengan aset yang dimilikinya. Artinya utama rumah tangga untuk mengcover kewajibannya
rumah tangga masih memiliki kemampuan untuk ke bank. Hasil survei menunjukkan bahwa rumah
mengajukan pinjaman yang lebih besar. Hasil survei tangga di D.I. Yogyakarta dan Jawa Tengah memiliki
menggambarkan bahwa semua rumah tangga di area nilai rasio yang lebih tinggi dibandingkan dengan
survei masih memiliki kemampuan untuk mengajukan rumah tangga di daerah lain.
pinjaman yang lebih besar. Rumah Tangga di D.I. Analisa Rasio Non-Bank Liabilities/Core Income
Yogyakarta memiliki rasio tertinggi dan Sumatera Rasio ini menunjukkan kemampuan pendapatan
Barat memiliki rasio terendah. utama rumah tangga untuk mengcover kewajiban
Analisa Rasio Total Bank Liabilities/Fixed Asset rumah tangga ke non bank (misal: koperasi ataupun
Rasio ini menunjukkan kemampuan aktiva tetap lembaga microfinance lainnya dan pegadaian). Hasil
untuk mengcover kewajiban rumah tangga terhadap survei menunjukkan bahwa rumah tangga di Jabar
bank. Apabila rasio ini kurang dari 1 (=100%) maka memiliki kemampuan pendapatan yang paling baik
nilai kewajiban rumah tangga lebih kecil dalam mengcover kewajiban hutang non bank
Rasio
Lokasi Total Liabilities/Core Income Bank Liabilities/Core Income Total Non-Bank Liabilities/Core Income Interest Payment/Core Income
(%) (%) (%) (%)
86
Artikel II - Survey Neraca Rumah Tangga: Indikator Penting Dalam Surveillance Stabilitas Sistem Keuangan
dibandingkan dengan rumah tangga di lokasi lainnya. rasio terendah, yaitu 4,816%. Dengan kata lain,
Sementara itu, rumah tangga di Bodetabek memiliki rumah tangga di Jabar memiliki kemampuan
kemampuan pendapatan yang paling rendah dalam pendapatan yang paling baik dalam mengcover cicilan
mengcover kewajiban hutang non bank pinjaman. Sementara itu, rumah tangga di Bodetabek
dibandingkan rumah tangga di lokasi lainnya. memiliki proporsi kewajiban pembayaran cicilan
Analisa Rasio Interest Payment/Core Income pinjaman yang paling besar, dengan rasio 22,485%.
Rasio ini menunjukkan proporsi pendapatan utama Atau dengan kata lain rumah tangga di Bodetabek
rumah tangga yang digunakan untuk membayar memiliki kemampuan pendapatan yang paling rendah
bunga pinjaman. Hasil survei menunjukkan bahwa dalam mencover kewajiban pembayaran cicilan
diantara rumah tangga di semua lokasi survei, rumah pinjaman.
tangga di Jabar memiliki proporsi kewajiban Analisa Rasio (Total Installment+Interest Payment)/
pembayaran bunga yang paling kecil. Dengan kata Current Asset
lain, rumah tangga di Jabar memiliki kemampuan Rasio ini menunjukkan kemampuan aktiva lancar
pendapatan yang paling baik dalam mengcover untuk mengcover cicilan pinjaman (pokok dan
kewajiban bunga pinjaman. Sementara itu, dengan bunga). Hasil survei menunjukkan bahwa diantara
proporsi kewajiban pembayaran bunga pinjaman rumah tangga di semua lokasi survei, rumah tangga
yang paling besar, rumah tangga di DIY memiliki di Jabar memiliki proporsi kewajiban pembayaran
kemampuan pendapatan yang paling rendah dalam cicilan pinjaman yang paling kecil karena memiliki
mencover kewajiban tersebut. rasio terendah, yaitu 9,950%. Dengan kata lain,
Rasio
Lokasi (Total Installment + Interest Payment)/ (Total Installment + Interest Payment)/ Collateral / Agreed Bank Loan
Total Income (%) Current Asset (%)
Analisa Rasio (Total Installment+Interest Payment)/ rumah tangga di Jabar memiliki kemampuan
Total Income pendapatan yang paling baik dalam mengcover cicilan
Rasio ini menunjukkan proporsi pendapatan utama pinjaman. Sementara itu, proporsi kewajiban
rumah tangga yang digunakan untuk membayar pembayaran cicilan pinjaman yang paling besar
cicilan pokok beserta bunga. Hasil survei dimiliki oleh rumah tangga di Bodetabek dengan rasio
menunjukkan bahwa diantara rumah tangga di 82,253%. Dengan kata lain, rumah tangga di
semua lokasi survei, rumah tangga di Jabar memiliki Bodetabek memiliki kemampuan pendapatan yang
proporsi kewajiban pembayaran cicilan pinjaman paling rendah dalam mencover kewajiban
(pokok dan bunga) yang paling kecil karena memiliki pembayaran cicilan pinjaman.
87
Artikel II - Survey Neraca Rumah Tangga: Indikator Penting Dalam Surveillance Stabilitas Sistem Keuangan
Analisa Rasio Collateral/Agreed Bank Loan (assets) dan utang bank, utang Lembaga Keuangan Non
Rasio ini menunjukkan jumlah kredit yang diberikan Bank (LKNB), utang lain-lain, dan kekayaan bersih di sisi
dibandingkan dengan nilai jaminan. Apabila nilai rasio passiva (liabilities and equities). Di lihat dari komposisinya,
ini kurang dari 1 berarti pinjaman yang diberikan tebih sisi aktiva neraca rumah tangga didominasi oleh fixed assets
tinggi daripada nilai jaminan. Ambang batas untuk (khususnya aset berupa rumah dan bangunan), sedangkan
rasio ini adalah 1,25. Nilai rasio yang lebih tinggi di sisi passiva, total utang didominasi oleh utang bank yang
daripada nilai ambang batas menunjukkan bahwa mencapai rata-rata 69,67% dari total utang.
propinsi dimaksud masih potensial untuk mengajukan Secara umum, rumah tangga di seluruh lokasi survei
pinjaman yang lebih besar. Hasil survei menunjukkan berpotensi untuk mengajukan pinjaman yang lebih besar.
bahwa rumah tangga di Jawa Barat, Bodetabek, Hal ini terlihat dari nilai rasio total liabilities/total asset,
D.I.Yogyakarta dan Jawa Timur berpotensi untuk total liabilities/current asset, total bank liabilities/current
mengajukan pinjaman yang lebih besar dibandingkan asset, dan total bank liabilities/fixed asset. Hasil survei juga
pinjaman mereka saat ini. menunjukkan bahwa berdasarkan pendapatan utama yang
dimiliki, seluruh rumah tangga di lokasi survei mampu
VI. KESIMPULAN memenuhi kewajibannya baik terhadap bank maupun
Survei Neraca Rumah Tangga yang dilakukan di 6 lembaga keuangan non bank. Kemampuan ini tercermin
lokasi, yaitu Sumatera Barat, Jawa Barat, Bodetabek, Jawa dari nilai rasio total liabilities/core income, bank liabilities/
Tengah, D.I. Yogyakarta dan Jawa Timur berhasil core income dan rasio non-bank liabilities/core income.
membangun sebuah Neraca Rumah Tangga (Household Sementara itu, apabila dilihat dari elemen total pendapatan
Balance Sheets) per November 2007 baik untuk tingkat dan aktiva lancar, rumah tangga di 6 lokasi survei mampu
propinsi maupun per wilayah kabupaten/kota. Struktur memenuhi kewajiban membayar cicilan pokok beserta
Neraca Rumah Tangga di 6 lokasi survei terdiri dari current bunganya. Hal ini terlihat dari rasio (total installment +
assets, investasi, fixed assets, dan aktiva lain-lain disisi aktiva interest payment)/current asset.
88
Artikel II - Survey Neraca Rumah Tangga: Indikator Penting Dalam Surveillance Stabilitas Sistem Keuangan
Daftar Pustaka
Penelitian dan Pengembangan Ekonomi Universitas Gadjah Laboratorium Studi Manajemen Universitas Indonesia,
Mada, 2007. Laporan Akhir Household Balance Sheet 2007. Survey Neraca Rumah Tangga Bank Indonesia:
Survey Daerah Istimewa Yogyakarta 2007 Analisis Temuan
Pusat Kajian Dinamika Sistem Pembangunan Universitas Lee, Kevin and Paul Mizen (2005), ≈Household Credit and
Brawijaya, 2007. Laporan Akhir Survei Neraca Rumah Probability Forecast of Financial Distress in the United
Tangga Propinsi Jawa Timur 2007 Kingdom∆
Center for Banking Research Universitas Andalas, 2007. Rinaldi, Laura and Alicia Sanchis Arellano (2006),
Laporan Pelaksanaan Survey Neraca Rumah Tangga ≈Household Debt Sustainability: What Explains
2007 di Sumatera Barat Household Non Performing Loan? An Empirical
Laboratorium Studi Kebijakan Ekonomi Universitas Analysis, Working Paper no.570, European Central
Diponegoro, 2007. Laporan Akhir Survei Household Bank, January 2006.
Balance Sheet Wilayah Jawa Tengah Tahun 2007
Laboratorium Penelitian, Pengabdian Pada Masyarakat dan
Pengkajian Ekonomi Universitas Padjajaran, 2007.
Laporan Akhir Survei Household Balance Sheet
89
Artikel II - Survey Neraca Rumah Tangga: Indikator Penting Dalam Surveillance Stabilitas Sistem Keuangan
90
Glosari
Glosari
91
Glosari
92
Glosari
Glosari
Ambil untung (profit taking): tindakan investor dengan Mitigasi risiko (risk mitigation): upaya untuk mengurangi
menjual aset/surat berharga pada saat harga tinggi untuk kemungkinan terjadinya dan dampak risiko.
mendapatkan keuntungan.
Protokol Manajemen Krisis (Crisis Management Protocol):
Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS)
(BI-RTGS): Kerangka kerja yang menetapkan tindakan, peran, dan
penyelesaian transaksi secara elektronis dan real time tanggung jawab otoritas dalam menangani krisis sehingga
dimana rekening peserta dapat didebit/dikredit berkali-kali kerugian ekonomi dapat diminimalkan
dalam sehari sesuai perintah.
Redemption
Redemption: penjualan sekuritas sebelum jatuh tempo
Exchange Traded Fund (ETF)
(ETF): Suatu jenis reksadana yang
Restrukturisasi
Restrukturisasi: penyesuaian persyaratan kredit dengan
memiliki karakteristik mirip dengan suatu perusahaan
penambahan dana dan/atau konversi seluruh atau
terbuka dimana unit penyertaannya dapat diperdagangkan
sebagian tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru,
di bursa. ETF ini merupakan kombinasi dari reksadana
dan/atau konversi seluruh atau sebagian dari kredit menjadi
tertutup dan reksadana terbuka.
penyertaan bank dalam perusahaan, yang dapat disertai
Manajemen kontinuitas bisnis (business continuity dengan penjadwalan kembali dan/atau persyaratan
management): pengelolaan risiko untuk memastikan tetap kembali (reconditioning).
berjalannya fungsi-fungsi penting dalam keadaan
Risiko kredit (credit risk) : risiko yang timbul akibat
gangguan dan proses pemulihan yang efektif.
kegagalan debitur atau mitra bisnis memenuhi
Financial deepening: istilah yang menggambarkan kewajibannya.
perkembangan sektor keuangan pada suatu negara.
Risiko likuiditas (liquidity risk): risiko yang timbul akibat
Financial Sector Assessment Program (FSAP): program IMF ketidakmampuan bank untuk memenuhi kewajiban
dan Bank Dunia yang ditujukan untuk menilai ketahanan jangka pendeknya akibat ketidaksesuaian dana masuk
sistem keuangan suatu negara termasuk kepatuhan dan keluar.
terhadap standar-standar internasional.
Risiko operasional (operational risk): risiko yang terjadi baik
Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum (Capital secara langsung maupun tidak langsung akibat
Adequacy Ratio/CAR) : Rasio kecukupan modal bank; ketidakmampuan atau kegagalan proses internal, manusia
merupakan pembagian jumlah modal yang meliputi tier I, dan sistem atau kejadian eksternal.
tier II, dan tier III dengan aktiva tertimbang menurut risiko.
Risiko pasar (market risk): risiko atas posisi perdagangan
Kredit belum tersalur (undisbursed loans): kredit yang telah akibat perubahan harga.
disetujui namun belum dicairkan.
Sistematically Important Payment Systems (SIPS)
(SIPS): sistem
Kredit Bermasalah (non performing loan/NPL): terdiri dari pembayaran yang berperan penting dan dapat
kredit yang tergolong Kurang Lancar (KL), Diragukan (D) menimbulkan dampak sistemik jika tidak diatur dan diawasi
dan Macet (M). dengan baik.
93
Glosari
Sistem kontrol risiko (risk control systems) : sistem Subprime mortgage: surat utang kepemilikan rumah atau
pengendalian risiko yang telah dituangkan dalam kebijakan KPR kepada masyarakat yang memiliki kualitas kredit yang
dan prosedur bank sesuai dengan prinsip-prinsip rendah tetapi memberikan imbal hasil tinggi
manajemen risiko yang baik.
Sudden reversal: aliran modal keluar secara serentak dan
Stabilitas sistem keuangan
keuangan: suatu sistem keuangan dengan tiba-tiba
intermediasi keuangan yang efektif dimana lembaga, pasar
Volatilitas
Volatilitas: standar deviasi dari perubahan nilai suatu
dan infrastruktur pasar mampu memfasilitasi aliran dana
instrumen keuangan dengan jangka waktu spesifik;
antara penabung dan debitur sehingga mendukung
digunakan untuk menghitung risiko dari instrumen
pertumbuhan ekonomi.
keuangan pada suatu periode waktu umumnya secara
Stress testing: estimasi potensi kerugian terhadap eksposur tahunan.
kredit dan likuiditas yang dihasilkan dari beberapa skenario
perubahan harga dan volatilitas.
94
Kajian Stabilitas Keuangan
No. 10, Maret 2008
PENGARAH
Agusman
TIM PENYUSUN
Ardiansyah, Linda Maulidina, Ratih A. Sekaryuni, Herawanto, Pipih Dewi Purusitawati, Wini
Purwanti, Endang Kurnia Saputra, Ita Rulina, Ricky Satria, Fernando R. B, Noviati, Cicilia A.
Harun, Sagita Rachmanira, Reska Prasetya, Elis Deriantino, Primitiva Febriarti, Hero Wonida,
Mestika Widantri, Heny S
KONTRIBUTOR
PENGOLAHAN DATA