You are on page 1of 3

Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional .

Fakultas Ilmu Sosial dan


Ilmu Politik. Universitas Indonesia.

Dua Sisi Ujian Nasional

oleh Erika, 0706291243

Judul : “Ujian Nasional (UN) : Harapan, Tantangan, dan Peluang”

Pengarang : Gunadi H. Sulistyo

Data Publikasi : Latihan Bahasa Indonesia PDPT 2007, Jurnal Wacana, Vol. 9 No. 1,
April 2007

Kota dan Nama Penerbit : Depok : Fakultas Ilmu Budaya

Kontroversi Ujian Nasional (UN) yang sudah dimulai sejak tahun 2003 lalu, semakin
membuka mata masyarakat tentang buruknya sistem pendidikan di Indonesia. Betapa
tidak, baru 4 tahun diberlakukan, keberadaan UN sebagai standar kelulusan sudah
mulai dipertanyakan berbagai pihak. Banyak pihak menyatakan setuju, tetapi banyak
pula pihak yang terang-terangan menyatakan ketidaksetujuannya terhadap
penggunaan UN sebagai standar kelulusan siswa SMA. Pertanyaannya, sudah tepat
dan logiskah kebijakan pemerintah dalam menggunakan UN sebagai standar
kelulusan siswa? Dalam wacananya, Gunadi H. Sulistyo mencoba menjelaskan
fenomena UN ini dari kedua sisi, sehingga pada akhirnya kita dapat menjawab
pertanyaan tersebut.

Dalam wacananya, Gunadi H. Sulistyo menyebutkan keberadaan UN sendiri


sebenarnya memang diperlukan dalam dunia pendidikan Indonesia. Salah satu
alasannya adalah, UN dapat dijadikan sebagai motivator bagi guru, orang tua, dan
siswa. Dengan mencanangkan nilai minimal sebagai batas kelulusan dalam UN,
diharapkan siswa menjadi semakin terpacu untuk belajar dengan giat demi
mendapatkan nilai setinggi-tingginya. Para guru pun diharapkan dapat menjalankan
fungsi pengajaran dengan lebih bersungguh-sungguh sehingga dapat mengantarkan
siswa dalam kegiatan pembelajaran. Demikian juga dengan orang tua, mereka
diharapkan akan lebih memperhatikan kesejahteraan dan kebutuhan pembelajaran
Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik. Universitas Indonesia.

anak mereka. Hal ini nantinya akan menciptakan suatu kerja sama yang baik antara
pihak sekolah dan pihak masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan anak.

Sudah bukan rahasia lagi, sistem pendidikan Indonesia memang masih tertinggal jika
dibandingkan dengan sistem pendidikan di negara-negara Asia lainnya. Salah satu
sebabnya adalah banyaknya kecurangan-kecurangan yang sering dilakukan pihak
sekolah untuk mendongkrak nilai murid-murid mereka, sehingga banyak murid, yang
seharusnya tidak berkompeten, dapat lulus dengan mudah. Ini menyebabkan terjadi
kemerosotan mutu lulusan, yang terjadi pada rentang tahun 1965 hingga 1982. Fakta
inilah yang menyebabkan keberadaan UN mutlak diperlukan. Dengan adanya UN,
diharapkan sekolah dapat benar-benar mencetak lulusan berkompeten, yang dapat
dipertanggungjawabkan kualitasnya.

Selain karena 2 alasan yang sudah disebutkan di atas, kiranya perlulah kita juga
mengkaji tentang ketiga mata pelajaran yang diujikan dalam UN. Ketiga mata
pelajaran itu adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Matematika (untuk siswa
jurusan ilmu IPA); ataupun Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Ekonomi (untuk
siswa jurusan IPS). Ketiga mata pelajaran itu sendiri merupakan tiga mata pelajaran
yang seharusnya wajib dikuasai oleh semua siswa SMA. Jika seorang siswa SMA
tidak dapat memperoleh nilai cukup, dalam hal ini minimal 4.25, lantas bagaimana
bisa siswa tersebut dapat “dilepas” dalam masyarakat?

Terlepas dari pendapat-pendapat yang menyatakan keberadaan UN sebagai standar


kelulusan memang mutlak diperlukan, beberapa pihak masih yakin dengan
pendapatnya bahwa keberadaan UN sebenarnya tidak diperlukan. Mereka yang kontra
dengan keberadaan UN umumnya mengatakan, bagaimana mungkin jerih payah
seorang siswa yang belajar dalam 3 tahun, hanya diukur berdasarkan 3 hari ujian? Hal
ini ada benarnya juga, sebab bila seorang siswa, yang notabene adalah anak rajin dan
selalu mendapat nilai bagus dalam ujian, tiba-tiba merasa tidak fit ketika UN, bukan
tidak mungkin anak itu malah tidak lulus. Sementara itu, siswa yang hanya gigih
belajar dalam UN, padahal sehari-harinya ia hanya malas-malasan, malah dapat lulus
dengan nilai yang memuaskan. Hal itu tentu saja tidak adil, bukan?
Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik. Universitas Indonesia.

Lantas, bagaimana dengan siswa yang memiliki kemampuan akademis yang tidak
sesuai dengan 3 mata pelajaran UN? Apakah siswa tersebut tidak dapat melanjutkan
studi ke Perguruan Tinggi, hanya karena ia tidak lulus UN? Jika hal ini sampai terjadi,
tentu negara sendiri yang akan rugi, karena negara menjadi kehilangan salah satu aset
terbesarnya.

Lantas, apakah sebenarnya keberadaan UN sebagai standar kelulusan benar-benar


diperlukan? Tidak ada yang bisa memastikan hal itu. Di satu pihak, keberadaan UN
mutlak diperlukan sebagai alat pengendali mutu pendidikan secara nasional, juga
sebagai pendorong dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Di pihak lain,
keberadaan UN sebagai standar kelulusan dinilai memberatkan siswa dan bersifat
tidak adil pada siswa. Uraian Gunadi H. Sulistyo di atas dapat dipakai untuk
menunjukkan bahwa masalah UN saat ini masih merupakan masalah yang bersisi dua.

You might also like