You are on page 1of 53

Tugas Makalah

Sistem Ekonomi Indonesia


Hambatan Pembangunan

oleh Kelompok 5:
1 Erika (0706291243)

2 Eryan Tri Ramadhani (0706291256)

3 Fatimah Az Zahro (0706291261)

4 Tabhita Novelina (0706291413)

5 Tangguh (0706291426)

Jurusan Ilmu Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Indonesia
ABSTRACT

Not all countries succeeded in their development program, which resulted in a far

gap among high-income economic countries and low income economic countries.

Indonesia, belonging to lower middle-income economic countries, is still facing

serious problems causing development barriers together with other developing

countries. This writing wishes to tell the connections between what are said to be

the development barriers with Indonesia’s economic development situation. From

studying literatures and data of Indonesia’s realistic conditions the writers are

affirmed that the development barriers are indeed obstacles to achieve

development goals.

Keywords: Economic Development, Economic Growth, Traditional Agriculture,

Population Growth, Unemployment, Human Resources, Capital, Inflation

1
DAFTAR ISI

Abstrak ......................................................................................................... 1

Daftar Isi ......................................................................................................... 2

Kata Pengantar ....................................................................................................... 4

Bab I Pendahuluan ............................................................................................. 5

I.1 Latar belakang ................................................................................. 5

I.2 Masalah ........................................................................................... 5

I.3 Identifikasi Masalah ........................................................................ 5

I.4 Tujuan Makalah .............................................................................. 5

I.5 Hipotesis.......................................................................................... 6

Bab II Landasan Teori......................................................................................... 7

II.1 Teori Pembangunan ........................................................................ 7

II.2 Teori Pendapatan Nasional ............................................................. 8

II.3 Teori Pendapatan Per Kapita........................................................... 8

II.4 Teori Pertanian Tradisional............................................................. 8

II.5 Rumus Menghitung Tingkat Pengangguran ................................... 9

II.6 Teori Laju Pertumbuhan Penduduk................................................. 9

II.7 Teori FDI dan Lngkaran Setan Kemiskinan ................................... 10

Bab III Pembahasan ............................................................................................. 12

III.1 Pertanian Tradisional ...................................................................... 12

III.2 Kekurangan Modal dan Tenaga Ahli .............................................. 18

III.3 Perkembangan Penduduk Pesat....................................................... 29

III.4 Masalah Menciptakan Kesempatan Kerja dan Pengangguran ........ 34

III.5 Inflasi............................................................................................... 40

Bab IV Kesimpulan dan Saran ............................................................................. 46

IV.1 Kesimpulan ..................................................................................... 44

2
IV.2 Saran................................................................................................ 45

Daftar Pustaka........................................................................................................ 48

3
KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terimakasih kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,

karena atas berkat dan rahmat-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah tentang

“Hambatan Pembangunan” dalam mata kuliah Sistem Ekonomi Indonesia ini

dengan waktu yang telah ditentukan.

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami

lebih lanjut mengenai berbagai hambatan-hambatan pembangunan Indonesia, yaitu

pertanian tradisional, pengangguran, jumlah penduduk, Sumber Daya Manusia,

modal, dan inflasi.

Terlepas dari semua itu, kami selaku penulis juga adalah manusia biasa yang

tak luput dari kesalahan dalam pembuatan makalah ini, baik itu dari segi penulisan,

pengertian, pembahasan, maupun penyimpulan. Oleh karena itu, kami meminta

dukungan dan pengajaran dari Bapak Satrio Budi Adi, S.E., M.Si. selaku dosen dan

pembimbing dari mata kuliah Sistem Ekonomi Indonesia berupa kritik dan saran

yang membangun.

Depok, 24 April 2008

Penulis

4
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Pemerintah masing-masing negara bertanggung jawab meningkatkan

pembangunan ekonomi negaranya untuk menjamin tingkat kemakmuran penduduk

negara tersebut yang terindikasi dari pendapatan per kapita. Berdasarkan data

pendapatan per kapita, ada negara-negara yang tergolong kaya (high-income

economies), berpendapatan menengah (middle-income), dan ada yang tergolong

berpendapatan rendah (low income economies), di mana terdapat jurang yang

cukup besar di antara negara kaya dan negara berpendapatan rendah. Ternyata,

tidak semua usaha untuk membangun negara-negara tersebut menciptakan hasil

yang diharapkan. Masih banyak negara berkembang yang menghadapi

masalah-masalah yang serius dan menimbulkan hambatan untuk berkembang

dengan cepat, termasuk negara kita, Indonesia, yang tergolong berpendapatan

menengah yang rendah (lower middle-income).

I.2 Masalah
Indonesia merupakan negara dengan wilayah yang luas memiliki potensi yang

sangat besar untuk menjadi negara yang makmur, namun sayangnya hal itu tidak

terjadi. Sebaliknya, Indonesia mengalami masalah-masalah pembangunan yang

serius yang tampak nyata menghalangi upaya pembangunan.

I.3 Identifikasi Masalah

5
Apakah masalah-masalah tersebut benar-benar merupakan hambatan yang

memperlambat proses pembangunan dan apa sajakah hubungan sebab-akibat yang

ditimbulkannya terhadap perlambatan proses pembangunan.

I.4 Tujuan Makalah


Ada 5 tujuan yang ingin diperoleh dalam pembuatan makalah ini, yaitu:

1. untuk mengetahui hubungan pertanian tradisional dengan pembangunan

ekonomi Indonesia,

2. untuk mengetahui hubungan pertumbuhan penduduk dengan pembangunan

ekonomi Indonesia,

3. untuk mengetahui hubungan tingkat pengangguran dengan pembangunan

ekonomi Indonesia,

4. untuk mengetahui hubungan Sumber Daya Manusia dan modal dengan

pembangunan ekonomi Indonesia, dan

5. untuk mengetahui hubungan inflasi dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

I.5 Hipotesis
Kami berpendapat bahwa rendahnya tingkat pembangunan ekonomi dan

tingkat kemakmuran Indonesia disebabkan oleh beberapa hal yaitu masih

tradisionalnya pertanian di Indonesia, pertumbuhan penduduk yang pesat, tingkat

pengangguran yang tinggi, rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia dan modal

yang dimiliki Indonesia, serta tingginya angka inflasi.

6
BAB II
LANDASAN TEORI

II. 1 Teori Pembangunan


Banyak orang mencampuradukkan penggunaan istilah pertumbuhan

ekonomi dan pembangunan ekonomi dalam menerangkan perkembangan

ekonomi, padahal mereka digunakan dalam konteks yang berbeda. Pertumbuhan

adalah tingkat perkembangan suatu negara, yang diindikasikan dengan bertambah

banyaknya jumlah produksi barang/jasa dan diukur melalui pertambahan (atau

persentase pertambahan) pendapatan nasional riil. Sedangkan istilah

pembangunan ekonomi merupakan upaya meningkatkan kemampuan/kebebasan

memilih (increasing the ability dan freedom to choice) dengan mengelola

pertumbuhan dan perkembangan perekonomian. Sebagian ahli ekonomi

mengartikan istilah ini sebagai berikut: economic development is growth plus

change (pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi yang diikuti oleh

perubahan-perubahan dalam struktur dan corak kegiatan ekonomi1). Sementara

konsep pertumbuhan telah dijelaskan, perubahan adalah proses menuju

kematangan atau kemajuan yang mencakup:

perubahan sikap hidup,

perubahan kelembagaan, dan

perubahan struktural (produksi , pengeluaran, dan distribusi).

Pembangunan diharapkan menaikkan tingkat kemakmuran dan taraf hidup

masyarakat suatu negara. Sebagai indikator untuk menunjukkan tingkat

kemakmuran biasa digunakan data pendapatan per kapita. Data pendapatan

1
Sadono Sukirno, Makroekonomi, (Jakarta, 2004), 415
7
nasional tidak digunakan karena berbagai negara memiliki jumlah penduduk yang

sangat berbeda. Pendapatan per kapita adalah pendapatan rata-rata penduduk

suatu negara pada suatu waktu tertentu yang nilainya diperoleh dari membagi nilai

Pendapatan Nasional Bruto atau Pendapatan Domestik Bruto pada suatu tahun

tertentu dengan jumlah penduduk pada tahun tersebut. Dalam menghitung

pendapatan per kapita dapat dilakukan penghitungan berdasarkan harga yang

berlaku maupun harga tetap. Data pendapatan per kapita menurut harga yang

berlaku perlu dihitung untuk memberi gambaran kemampuan rata-rata penduduk

membeli barang dan sebagai bahan perbandingan perbedaan tingkat kemakmuran

negara. Namun, untuk menunjukkan perkembangan tingkat kemakmuran suatu

negara perlu dihitung pendapatan per kapita pada harga tetap.

II.2 Teori Pendapatan Nasional


Y = C + I + G + (X-M)

Di mana : Y = pendapatan nasional

C = household consumption (konsumsi rumah tangga)

I = investasi

G = government spending (pengeluaran pemerintah)

X = menerima “valas” dari luar

M = memberi “valas” ke luar.

II.3 Teori Pendapatan Per Kapita


Pendapatan per kapita PNB = Pendapatan Nasional Bruto x 100%

Jumlah penduduk

Pendapatan per kapita PDB = Pendapatan Domestik Bruto x 100%

Jumlah penduduk

8
II. 4. Teori Pertanian Tradisional
Kekurangan modal, pengetahuan, infrastruktur pertanian, dan aplikasi

teknologi modern menyebabkan produktivitas sektor pertanian sangat rendah dan

tingkat pendapatan petani subsisten. Di negara-negara berkembang cara bercocok

tanam yang masih tradisional, penggunaan input-input pertanian yang masih

meluas, kekurangan infrastruktur pertanian, penggunaan alat-alat pertanian yang

sangat sederhana menyebabkan produktivitas di sektor ini masih sangat rendah

yang menimbulkan pendapatan yang rendah dan masalah kemiskinan yang masih

meluas. Di samping itu, rasio tanah-penduduk yang relatif kecil memperburuk

masalah kemiskinan di sektor ini. (Sukirno, 2004: 438-439)

II.5 Rumus Menghitung Tingkat Pengangguran


Tingkat pengangguran = number of people unemployed x 100%

(unemployment rate) labor force

Labor force (angkatan kerja) = jumlah orang yang bekerja + jumlah orang yang

tidak bekerja

II.6 Teori Laju Pertumbuhan Penduduk


Penduduk merupakan unsur mendasar dalam kehidupan sebuah negara.

Jumlah penduduk dalam dunia ini telah bertumbuh dengan pesatnya, khususnya di

negara berkembang seperti Indonesia. Gill (1983) mengatakan bahwa hal ini

dikarenakan adanya revolusi kesehatan yang disokong dengan teknologi yang

canggih yang menghasilkan alat-alat kesehatan yang lebih canggih. Alat-alat

kesehatan itu digunakan dengan tepat sehingga dapat mengurangi angka kematian.

9
Sementara itu, angka kelahiran tetap, bahkan bertambah karena angka kematian

bayi berkurang. Kondisi seperti ini mengakibatkan pertumbuhan penduduk yang

pesat.2

Penduduk memiliki peranan penting dalam pembangunan ekonomi.

Pertumbuhan penduduk yang pesat dapat menjadi peluang dalam pembangunan

ekonomi. Hal ini dikarenakan banyaknya SDM yang merupakan salah satu dari

faktor produksi. Selain itu, penduduk juga merupakan tujuan hasil produksi. Jadi

pertumbuhan penduduk yang pesat akan mengakibatkan perluasan pasar barang.

Namun di samping itu, pertumbuhan penduduk yang pesat juga bisa menjadi

hambatan pembangunan ekonomi, khususnya di negara-negara berkembang.

Dalam bukunya, Sadono Sukirno menjabarkan ciri-ciri negara berkembang yang

mengakibatkan pertumbuhan penduduk yang tinggi menjadi hambatan dalam

pembangunan ekonomi suatu negara adalah:3

1 tingkat pengangguran yang berlebihan,

2 tingkat pendapatan per kapita yang rendah,

3 jaringan pengangkutan yang masih belum sempurna,

4 masih tetap terbatasnya dana untuk penanaman modal, dan

5 terdapatnya kekurangan tenaga terdidik dan usahawan.

Jika penduduk bertambah dengan pesat, SDM yang tersedia memang

banyak, namun hal ini justru menyulitkan pemerintah di negara berkembang karena

umumnya angka kelahiran yang tinggi terutama dipengaruhi oleh orang-orang

yang belum mengetahui dampak buruk dari pertambahan penduduk yang pesat.

2
Richard T. Gill, Ekonomi Pembangunan Dulu dan Sekarang, (Jakarta: Ghalian
Indonesia, 1983), 149
3
Sadono Sukirno, Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah, dan Dasar
Kebijaksanaan (Jakarta, 1982), 204-205
10
Penduduk yang ada bukanlah penduduk yang produktif karena berasal dari

kalangan yang kurang mampu. Oleh karena itu pemerintah harus berjuang untuk

menyediakan bahan makanan pokok, pendidikan, serta lapangan pekerjaan yang

lebih banyak juga. Untuk menggambarkan dengan sederhana konsep ini, Gill (1983)

mengatakan bahwa lebih banyak tangan yang produktif, namun terdapat pula lebih

banyak mulut yang harus diberi makan.4

II.7 Teori FDI dan Lingkaran Setan Kemiskinan


Masalah yang sering melanda negara-negara berkembang adalah kemiskinan,

kurangnya sumber modal, dan kualitas SDM yang terbatas. Keterbatasan modal

yang melanda negara-negara tersebut berakar dari lingkaran setan kemiskinan

(vicious circle of poverty). Menurut teori ini, kondisi kemiskinan suatu negara

merupakan suatu sistem yang berputar atau tersirkulasi dengan teratur. Ada tiga

jenis lingkaran setan yang melanda negara-negara berkembang, low demand, low

saving, dan kurangnya SDA dan SDM. Dalam teori lingkaran setan kemiskinan,

negara yang miskin sulit untuk membentuk modal dan memilki produktivitas yang

rendah yang akhirnya berpengaruh terhadap rendahnya pendapatan riil, low saving,

low investment, dan low rate of capital formation. Salah satu yang menjadi

hambatan pembentukan modal pada negara-negara berkembang adalah sulitnya

investasi.

Foreign Direct Investment (FDI) merupakan pemberian pinjaman atau

pembelian kepemilikan perusahaan di luar wilayah negaranya sendiri. FDI terjadi

manakala bisnis kita melakukan investasi pada fasilitas dan atau memasarkan suatu

produksi di luar negeri. FDI tidak lain merupakan investasi langsung di luar negeri.

4
Richard T. Gill, op. cit., 16
11
FDI dipilih dalam kondisi profitabilitas melebihi ekspor maupun lisensi. Dalam

teori FDI, menentukan flow FDI dan stock FDI adalah suatu keharusan. Sejumlah

pengelolaan FDI selama periode tertentu dimaksudkan sebagai flow FDI,

sedangkan stock FDI mengarah kepada keseluruhan nilai akumulasi aset-aset yang

dimiliki dan diperoleh dari negara tujuan. Selain itu, dipertimbangkan juga arus

FDI yang keluar dari negara serta arus FDI yang masuk ke negara.

12
BAB III
PEMBAHASAN

III.1 Pertanian Tradisional


Kondisi Sosial Budaya Petani Indonesia

Kurangnya Pengetahuan Petani

40,73% petani di Indonesia hanya berpendidikan sekolah dasar, sementara

4,62% berpendidikan SLTA dan hanya 0,39% yang berpendidikan

akademi/universitas. Kelompok yang termasuk tidak berpendidikan (tidak sekolah)

dan tidak tamat SD mencapai 47,33%. Data tersebut menunjukkan rendahnya mutu

atau kualitas sumber daya manusia yang dimiliki oleh sektor pertanian Indonesia.

(Soetrisno, 2006: 4-5)

Kurangnya Pengetahuan Lokal Menyangkut Pertanian

Revolusi Hijau yang diluncurkan pada permulaan 1970-an telah mebuat

petani Indonesia melupakan pengetahuan lokal yang menyangkut pertanian dan

lebih menggantungkan diri pada paket-paket teknologi pertanian produk industri

sehingga menjadi objek permainan harga produk-produk tersebut.

Kurangnya Aplikasi Teknologi Modern

15,1 juta orang atau 76,2% dari jumlah rumah tangga pertanian di Indonesia

berusia antara 25-54 sementara 4,2 juta (21,46%) berusia >55. Umur rata-rata

petani Indonesia yang cenderung tua sangat berpengaruh terhadap produktivitas

sektor pertanian di Indonesia: petani yang berusia tua cenderung sangat konservatif

dalam menyikapi perubahan atau inovasi teknologi. Lagipula, petani Indonesia

13
pada umumnya adalah “petani gurem” dan harus mengusahakan pertanian di

lingkungan tropis yang penuh risiko seperti banyaknya hama dan tidak menentunya

curah hujan, sehingga mereka harus lebih hati-hati dalam menerima inovasi

teknologi karena kegagalan berarti penderitaan bagi seluruh keluarga sementara di

Indonesia belum terdapat asuransi yang dapat melindungi mereka dari kegagalan.

(Soetrisno, 2006: 5)

Tingkat Pendapatan Petani Subsisten; Rasio Tanah-Penduduk Relatif Kecil

Soetrisno (2006) mengungkapkan bahwa dalam sosiologi Barat, terdapat dua

konsep petani: peasants dan farmers. Peasants (subsistance farmers) adalah petani

yang memiliki lahan sempit dan memanfaatkan sebagian terbesar hasil pertanian

yang diperoleh untuk kepentingan mereka sendiri, sementara farmers adalah

orang-orang yang hidup dari pertanian dan memanfaatkan sebagian besar hasil

pertanian yang diperoleh untuk dijual dan telah akrab dengan pemanfaatan

teknologi pertanian modern seperti perbankan. Data di bawah ini menunjukkan

bahwa petani Indonesia termasuk peasants atau subsistance farmers.

Di Indonesia, jumlah rumah tangga pertanian didominasi oleh petani yang

memunyai luas tanah kurang dari 0,5 ha. (Soetrisno, 2006: 4) Pada 2002, dari 38,4

juta orang miskin di Indonesia, 65,4% di antaranya berasa di pedesaan, dan 53,9%

adalah petani. Pada 2003, dari 24,3 juta rumah tangga pertanian yang berbasis lahan,

20,1 juta (82,7%) dapat dikategorikan miskin. Sensus Pertanian 2003 seperti dalam

Tabel III.1.1 memberikan gambaran tentang seriusnya masalah kemiskinan dan

ketidaksejahteraan petani. Permasalahan kemiskinan di pertanian bertambah serius

karena sebagian besar “petani gurem” tersebut berada di Pulau Jawa yang memberi

kontribusi >50% terhadap produksi nasional. (Krisnamurthi, 2006)

14
Tabel III.1.1
Perkembangan Rumah Tangga Petani Berdasarkan Sensus Pertanian 2003
1993 2003 Pertambahan
Jumlah Rumah Tangga Pertanian (juta RTP) 20,8 25,4 2,2%/tahun
Jumlah “Petani Gurem” (juta RTP) 10,8 13,7 2,6%/tahun
Porsi “Petani Gurem” 52,7% 56,5%
Porsi “Petani Gurem” di Jawa 69,8% 74,9%
Sumber: Krisnamurthi dalam Sutanto (2006) mengutip Sensus Pertanian 2003 BPS

Realitas Sektor Pertanian


Subsektor Pangan Rentan Terhadap Berbagai Hama

Revolusi Hijau telah mengubah sikap para petani khususnya subsektor

pangan ke sikap pemanfaatan bibit padi yang seragam, yaitu bibit padi unggul yang

disediakan oleh pemerintah, sementara bibit lokal yang semula banyak ditanam

oleh petani dilarang. Keseragaman bibit padi tersebut mengakibatkan subsektor

pangan rentan terhadap berbagai hama, seperti pada 1970-an ketika subsektor

pangan Indonesia terserang hama wereng cokelat yang memusnahkan tanaman padi

dan mengancam Indonesia dengan bahaya kelaparan. (Soetrisno, 2006: 10)

Petani Kehilangan Hak Atas Air dan Bibit

Pembangunan dan proses industrialisasi yang terjadi secara cepat di Indonesia

membuat air dan pemanfaatannya tidak lagi terbatas pada sektor pertanian sehingga

terjadi persaingan. Di tengah-tengah persaingan tersebut, kedudukan sektor

pertanian dan para petani lemah karena 1) pemerintah dan aparat pemerintah

mengedepankan kepentingan para industriawan yang dianggap akan lebih

memajukan negara dan lebih menambah pendapatan asli daerah bagi pemerintah

daerah dan 2) para pemakai air non-pertanian memiliki organisasi yang secara

politis mampu memengaruhi kebijaksanaan pemerintah termasuk pemanfaatan air,

yang tidak dimiliki petani.

15
Seperti halnya air, hak petani untuk memroduksi bibit juga hilang karena

pusat-pusat penelitian, baik yang dimiliki oleh pemerintah maupun organisasi

internasional, juga perusahaan transnasional yang memroduksi bibit unggul mulai

mematenkan bibit-bibit padi, di mana para petani tidak dapat ikut berpartisipasi

dalam proses penentuan agenda penelitian pertanian yang sesuai dengan

kepentingan mereka. Pemerintah juga mengambil produksi bibit dari tangan petani

sehingga jenis-jenis bibit padi lokal pun hilang karena adanya larangan bagi petani

untuk menanamnya dengan alasan produktivitasnya rendah dan rentan terhadap

serangan penyakit, padahal meskipun memiliki produktivitas tinggi, bibit unggul

tetap rentan serangan penyakit. Akibatnya, para petani sangat tergantung atas bibit

pada pihak luar sehingga menimbulkan kerentanan dalam usaha tani yang

memperlemah kemampuan pemerintah untuk menjamin ketahanan pangan.

(Soetrisno, 2006: 62-64)

Penggunaan Obat-obatan Kimiawi Secara Berlebihan

Produk-produk obat-obatan kimiawi menyebabkan sektor pertanian

negara-negara berkembang menjadi salah satu sumber pencemaran utama dan

membahayakan kesehatan manusia dan lebih lanjut akan menghambat upaya

ekspor produk-produk pertanian.

Produktivitas Sektor Pertanian


Walaupun tingkat produktivitas beberapa komoditi pertanian utama dalam 20

tahun terakhir masih meningkat, tren pertumbuhan produktivitas tersebut semakin

menurun seperti dalam Tabel III.1.2 Hal ini akibat stagnasi teknologi dan

ketidakberdayaan kelembagaan. (Krisnamurthi, 2006)

16
Tabel III.1.2
Rata-rata dan Trend Perkembangan Produktivitas Komoditi Pertanian Utama
1980-2000 (%)
Produktivitas Rata-rata Trend Rata-rata Trend Rata-rata Trend
(ton/ha) 1980-1985 (%) 1986-1995 (%) 1996-2000 (%)
Padi sawah 4.00 3.34 4.49 0.87 4.59 (0.78)
Padi ladang 1.62 4.47 2.05 2.01 2.24 1.02
Padi (total) 3.70 3.55 4.22 0.91 4.34 (0.45)
Jagung 1.62 3.98 2.10 1.89 2.63 2.30
Kedelai 0.89 1.47 1.10 1.29 1.20 0.58
Karet rakyat 0.32 (0.09) 0.36 2.21 0.40 1.29
Karet Negara 0.87 (4.05) 0.77 (1.32) 0.80 3.61
Kelapa sawit Negara 2.59 0.83 3.47 5.86 3.84 (2.72)
Kelapa sawit swasta 2.16 (5.19) 1.77 (2.73) 1.87 (7.84)
Kelapa sawit 2.33 (3.64) 2.08 1.22 2.09 (5.26)
Sumber: Krisnamurthi dalam Sutanto (2006) mengutip BPS, beberapa tahun diolah. ( ) negatif

Selain itu, telah terjadi penurunan produktivitas lahan dan tenaga kerja

pertanian dalam 30 tahun terakhir (Tabel III.1.3). Luasan penguasaan lahan yang

semakin terbatas dan jumlah tenaga kerja yang sangat banyak (relatif terhadap

lahan yang tersedia) menyebabkan rendahnya produktivitas serta terbatasnya

alternatif solusi yang bisa ditawarkan. (Krisnamurthi, 2006)

Tabel III.1.3
Pertumbuhan Produktivitas Lahan dan Tenaga Kerja Pertanian 1967-2001
(%/tahun)
Pertumbuhan Produktivitas 1967-78 1978-86 1986-97 1997-01
Produktivitas Lahan 2.08 4.13 1.83 -1.45
Produktivitas Tenaga Kerja 2.32 5.57 2.03 -0.47
Sumber: Krisnamurthi dalam Sutanto (2006) mengutip Sensus Pertanian 2003 BPS

Solusi untuk Sektor Pertanian


Meningkatkan Sumber Daya Manusia Sektor Pertanian

Program-program pengentasan masalah produktivitas petani di negara-negara

berkembang yang selalu didekati dengan pendekatan ekonomi belum mampu

memecahkan masalah tersebut secara tuntas (Soetrisno, 2006: 72). Peningkatan

17
sumber daya manusia dalam sektor pertanian juga harus diarahkan pada

peningkatan insentif pendidikan, terutama 1) peningkatan manajerial petani karena

globalisasi yang tidak akan dapat terbendung menyebabkan petani atau pengusaha

pertanian perlu bertani secara efisien agar nilai tambah produk pertaniannya dapat

terus meningkat, 2) pengembangan wawasan agrobisnis petani. (Sukartawi, 1996:

27 dan 29)

Mengukuhkan Pengetahuan Lokal Masyarakat Tani

Hal tersebut karena pengetahuan lokal dalam sektor pertanian mampu

mengembangkan dirinya tanpa dukungan input pertanian modern. (Soetrisno, 2006:

67)

Membentuk Organisasi Petani yang Mandiri dan Menjalankan Program

Reforma Agraria

Tersumbatnya partisipasi petani dalam proses pengambilan keputusan yang

menyangkut pembangunan pertanian pada khususnya disebabkan oleh tidak adanya

suatu organisasi yang memiliki kekuatan politik untuk memperjuangkan

kepentingan mereka di forum nasional sementara ketimpangan dalam pemilikan

tanah menyebabkan rendahnya produktivitas petani. Maka, organisasi petani yang

mandiri beserta reforma agraria merupakan upaya mewujudkan keadilan sosial bagi

petani. (Soetrisno, 2006: 72-73)

Mengatasi Kerentanan Subsektor Pangan Terhadap Berbagai Hama

Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah harus sering mengadakan

pergantian bibit padi yang diharapkan dapat lebih memiliki ketahanan terhadap

hama.

18
Menjamin bahwa Petani Memperoleh Hak atas Air dan Bibit

Untuk menjamin hak petani atas air, usaha pertama yang perlu dilakukan

adalah memberdayakan organisasi petani pemakai air (P3A) dengan pemerintah

memberikan hak politik bagi organisasi tersebut untuk melindungi dan

memperjuangkan hak petani atas air.

Untuk menjamin hak petani memroduksi bibit bagi kepentingan komunitas

pertanian, pemerintah khususnya Departemen Pertanian harus

1. mengubah sistem penelitian pertanian dari penelitian di laboratorium

pertanian menjadi penelitian yang dilakukan bersama petani di lahan petani;

2. mengembangkan program penangkar benih desa yang dapat mendukung

otonomi petani dalam menyediakan bibit;

3. mengadakan undang-undang yang mengatur kebijaksanaan tentang sumber

daya genetika atau genetic resources yang berisikan

1) program yang mendukung konservasi sumber daya genetika oleh petani

setempat,

2) pengakuan atas hak petani dan masyarakat pada sumber daya genetika,

3) program pelatihan bagi petani agar mampu menjadi penangkar dan

produsen bibit untuk memenuhi kebutuhan masyarakat petani, dan

4) upaya untuk mencegah berlakunya undang-undang hak paten yang

memberi hak paten atas setiap penemun teknologi atau bibit baru bagi

petani. (Soetrisno, 2006: 65-66)

Mengatasi Penggunaan Obat-obatan Kimiawi; Mengaplikasikan Teknologi

Pertanian Probiotik

Untuk mengatasi penggunaan obat-obatan kimiawi secara berlebihan dalam

pembangunan sektor pertanian, pemerintah disarankan

19
1. tidak mengimpor dan mengekspor 32 bahan kimia yang berbahaya,

2. menarik subsidi pemanfaatan obat-obatan kimiawi oleh petani,

3. menganjurkan petani Indonesia untuk lebih memanfaatkan sistem

pemberantasan hama terpadu,

4. menciptakan pasar alternatif bagi hasil pertanian yang bebas zat kimiawi,

5. memberi kredit dan pembebasan pajak bagi petani yang melaksanakan usaha

tani non-kimiawi,

6. menyelenggarakan pasar yang dapat mempertemukan antara petani dan

konsumen produk pertanian non-kimiawi (Soetrisno, 2006: 68),

7. memperkenalkan teknologi pertanian probiotik yang memanfaatkan fungsi

mikroba sebagai biopestisida, biofertilizer, biokonversi, dan biremediasi

tanaman serta merupakan kombinasi optimum dari teknologi kimia maupun

teknologi organik. (Goenadi dalam Sutanto, 2006)

III.2. Kekurangan Modal dan Tenaga Ahli


FDI dan Indonesia
Berdasarkan survei UNCTAD pada 2007 Indonesia termasuk 15 besar negara

paling menarik sebagai lokasi penempatan FDI (lihat Grafik 2.11). Dalam publikasi

UNCTAD yang lain, disebutkan bahwa peringkat Indonesia dalam indeks kinerja

dan potensi FDI terus menunjukkan perbaikan. Kondisi ini menunjukkan bahwa

meskipun Indonesia masih menghadapi berbagai permasalahan struktural, namun

secara umum investor internasional menilai bahwa prospek usaha di Indonesia

masih baik. Hal ini sejalan dengan persepsi risiko terhadap Indonesia yang dari

tahun ke tahun semakin membaik, seperti terlihat dalam peringkat indeks risiko

yang dikeluarkan International Country Risk Guide (ICRG) seperti terlihat pada

Grafik 2.12.

20
Daya tarik yang lain adalah Indonesia dianggap memiliki potensi pasar yang

besar, seperti terlihat pada hasil survei WEF di atas yang menempatkan market size

Indonesia pada posisi 15 dari 131 negara. Dalam survei UNCTAD juga disebutkan

bahwa besarnya pasar dan pertumbuhan pasar bersama dengan kualitas lingkungan

21
usaha menjadi determinan utama dalam menentukan lokasi penempatan FDI (lihat

Grafik 2.13).

Perkembangan FDI ke Indonesia selama 5 tahun terakhir (2002-2007)

menunjukkan adanya pergeseran orientasi industri FDI, yakni dari sektor sekunder

ke sektor tersier. Dari sisi penyerapan tenaga kerja, pergeseran orientasi ini perlu

dicermati, mengingat sektor sekunder (industri pengolahan) selama ini adalah

sektor penyerap tenaga kerja terbesar, khususnya untuk unskilled atau low-skilled

labor. Tabel 3.9

22
Aliran Dana FDI ke Indonesia (2008-2011)
Aliran masuk FDI ke Indonesia diperkirakan akan terus meningkat. Upaya

Pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi makro melalui koordinasi kebijakan

fiskal dan moneter akan memberikan ruang bagi upaya Pemerintah dalam

menggerakkan sektor riil. Di samping itu, Pemerintah juga terus melakukan

perbaikan iklim investasi, pembangunan infrastruktur, reformasi sektor keuangan

dan pemberdayaan UMKM. Berbagai upaya ini diperkirakan akan menciptakan

kondisi kondusif bagi masuknya FDI ke Indonesia. Hasil survei UNCTAD dan

Economist Intelligence Unit (EIU) dari The Economists menyatakan bahwa aliran

masuk FDI ke Indonesia diperkirakan masih positif. Prediksi ini terutama

didasarkan pada besarnya pasar domestik dan potensi perkembangannya yang

dinilai cukup tinggi untuk mengimbangi risiko yang ada. Berbagai asumsi eksternal

dan domestik di atas dijadikan dasar dalam penyusunan proyeksi ekonomi

Indonesia 2008-2012 sebagai berikut:

Secara garis besar, proyeksi ekonomi Indonesia 2008-2012 sangat

ditentukan oleh tingkat keberhasilan Pemerintah dalam implementasi reformasi

struktural, seperti terlihat pada Diagram 4.1.

23
Tabel di atas menunjukkan perubahan IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan)

dalam periode tanggal 31 Maret – 4 April 2008. Berdasarkan data di atas, terlihat

bahwa nilai IHSG semakin menurun. Sementara itu, nilai perdagangan total

jumlahnya semakin naik, begitu juga dengan nilai saham. Hal ini menunjukkan

bahwa sebenarnya nilai perdagangan Indonesia mengalami peningkatan yang

berarti bahwa modal pun ikut bertambah. Bandingkan dengan Tabel IHSG pada

periode berikutnya yaitu 7-11 April 2008 seperti yang tertera di bawah ini.

Pada periode kedua bulan April ini, nilai IHSG meningkat. Tetapi bila

dicermati lagi, nilai perdagangan total dan saham sempat mengalami penurunan

pada tanggal 8 dan kembali meningkat pada hari berikutnya yaitu tanggal 9. Hal ini

juga menunjukkan bahwa modal kembali meningkat.

Pada diagram Nilai Perdagangan dan IHSG di atas terlihat bahwa nilai

perdagangan pada kuartal I April mengalami fluktuasi dimulai dari peningkatan

24
sampai tanggal 3, kemudian turun sampai pada titik terendahnya pada tanggal 8.

Setelah itu, nilai perdagangan naik kembali sampai mendekati angka Rp 6 T.

Pada diagram Nilai Transaksi Indonesia-Asing bulan April 2008, jumlah

transaksi Indonesia selama kuartal I lebih tinggi daripada transaksi Asing,

meskipun tiap harinya nilai transaksi Indonesia juga mengalami fluktuasi. Nilai

transaksi terbesar terjadi pada tanggal 3 April dan yang terendah pada tanggal 8.

Pada diagram Aliran Dana Asing bulan April 2008, jumlah dana yang masuk

mengalami perubahan yang ekstrem. Pada awal April sampai dengan hari kedua,

nilai aliran dana asing (ADS) bernilai negatif. Pada tanggal 3 April, nilai ADS

melonjak tajam ke arah nilai positif. Pada tanggal 6 dan 7 April, nilai ADS kembali

turun ke angka di bawah nol (negatif) dan kembali naik ke atas angka nol sampai

tanggal 11 April. Nilai ADS terbesar terjadi pada tanggal 3 April sebesar hampir Rp

800 Milyar.

25
Pendidikan Indonesia

Pada dua Tabel 1 dan Tabel 2 yang berisi data mengenai angka putus sekolah

dan perkembangannya, tampak bahwa pada tingkat SD (Sekolah Dasar) kesadaran

masyarakat untuk bersekolah dapat diakatakan cukup tinggi. Tetapi ironisnya, dari

tahun 2000-2005 jumlah yang menimba ilmu di tingkat SD justru menurun.

Fenomena ini juga terjadi pada tingkat SMP (Sekolah Menengah Pertama). Pada

tingkat ini, dalam periode 2001/02-02/03 sempat terjadi peningkatan, tetapi pada

periode-periode berikutnya jumlah ini mengalami penurunan. Pada tingkat SMA,

jumlah siswa yang bersekolah mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Jumlah

siswa yang duduk di SMK mengalami peningkatan tetapi hanya sampai periode

2002/03-03/04, kemudian pada periode berikutnya jumlahnya pun menurun.

26
Dari tabel di atas diperoleh kesimpulan bahwa mulai tahun 1992-2005 jumlah

lulusan SD mengalami fluktuasi jumlah. Pada tahun 1996/1997 terjadi penurunan

jumlah lulusan SD, tetapi kemudian kembali meningkat pada periode sesudahnya

yaitu 1997/1998. Pada periode setelah 1997/1998, jumlah lulusan SD justru

menurun dan tidak kembali naik sampai pada periode 2003/2004. Jumlah lulusan

SD yang melanjutkan ke jenjang SMP juga meningkat, tetapi pada periode

1997/1998 jumlah ini justru menurun dan kembali naik pada periode setelahnya.

Jumlah lulusan yang melanjutkan ke SMP meningkat sampai pada periode

27
2000/2001. Pada periode berikutnya jumlah ini terus menurun dan akhirnya naik

pada periode 2004/2005.

Berdasarkan data yang terdapat dalam tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa

jumlah lulusan SMP secara mayoritas mengalami peningkatan jumlah. Sedangkan

jumlah lulusan SMP yang melanjutkan ke SM (Sekolah Menengah) baik SMA,

SMK, atau SM yang lain, mayoritas juga mengalami peningkatan kecuali pada

periode 1996/1997 di mana sempat terjadi penurunan jumlah.

28
Berdasarkan data di atas, dapat dikatakan bahwa jumlah lulusan SM dari

periode ke periode berikutnya mengalami peningkatan. Yang melanjutkan ke

program Diploma mengalami penurunan pada periode 1996/1997 dan 1999/2000,

sedangkan pada periode-periode lainnya mengalami peningkatan jumlah meskipun

tidak begitu ekstrem. Yang melanjutkan ke program Sarjana juga secara mayoritas

mengalami peningkatan kecuali pada periode 1995/1996 yang sempat mengalami

penurunan yang tidak begitu besar. Yang mengejutkan adalah jumlah lulusan SM

yang melanjutkan ke program Sarjana pada periode 2004/2005 yang mengalami

penurunan jumlah yang ekstrem apalagi pada periode-periode sebelumnya jumlah

29
ini tidak pernah menurun. Secara total, jumlah lulusan SM mengalami peningkatan

kecuali pada periode 2004/2005.

Berdasarkan data-data yang tampak pada tabel-tabel di atas, dapat diambil

suatu kesimpulan bahwa sebenarnya jumlah penduduk yang mengenyam

pendidikan mulai dari SD sampai PT secara mayoritas mengalami peningkatan.

Tetapi dengan adanya fenomena banyaknya pengangguran di Indonesia, hal ini

menjadi suatu kasus baru. Selain itu, dapat pula diambil kesimpulan bahwa tingkat

pendidikan yang tinggi ternyata tidak selalu mempengaruhi jumlah tenaga kerja

dan pengangguran. Hal ini jelas berpengaruh juga terhadap kualitas SDM

masyarakat Indonesia yang terbukti masih rendah.

III.3 Perkembangan Penduduk Pesat


Seperti yang telah dijelaskan oleh Sadono Sukirno bahwa pertumbuhan

penduduk yang pesat di negara berkembang menjadi hambatan bagi pembangunan

ekonomi, hal itulah yang terjadi di Indonesia. Menurut Menko Kesra, Aburizal

Bakrie, penduduk Indonesia pada tahun 2006 diperkirakan 222 juta jiwa dan setiap

tahun masih terjadi kelahiran sebanyak 4.3 juta jiwa dengan pertambahan kurang

lebih 3 juta pertahunnya.

Jumlah penduduk Indonesia yang besar ini akan menyulitkan pemerintah

Indonesia untuk memenuhi hak-hak dasar warga negara seperti pendidikan,

kesehatan, makanan pokok, dan pekerjaan yang layak. Namun dengan kredibilitas

pemerintah saat ini, hal tersebut belum dapat diatasi. Hal ini dapat terlihat dari

kualitas hidup penduduk yang tercermin dari Human Development Index dimana

Indonesia berada di peringkat 108 dari 177 negara.5

5
Broto, “Jumlah Penduduk Besar Persulit Terpenuhi Hak-hak Dasar.”
http://www.menkokesra.go.id/content/view/3419/99/ (20 Apr. 2008 20.20)
30
Indikator dari pembangunan ekonomi adalah pendapatan per kapita yang

mengindikasikan kesejahteran rakya Indonesia. Pendapatan per kapita sangat

berhubungan dengan banyak atau sedikitnya jumlah penduduk di Indonesia.

Cara menghitung pendapatan per kapita

Per kapita PNB = Pendapatan Nasional Bruto

Jumlah penduduk

Per kapita PDB = Pendapatan Domestik Bruto

Jumlah penduduk

Jika PDB sebuah negara tinggi sementara jumlah penduduknya juga tinggi,

maka hal tersebut hanya akan membuat pertumbuhan ekonomi tanpa terjadinya

pembangunan ekonomi karena kesejahteraan rakyat masih rendah. Hal itulah yang

menurut penulis terjadi di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia bila

dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia memang lebih tinggi, namun

pertumbuhan penduduk Indonesia juga cukup tinggi yaitu 1.3% pertahunnya atau

sekitar 3 juta jiwa pertahun. Hal ini mengakibatkan pembangunan ekonomi

31
Indonesia juga cukup stagnan bahkan lebih rendah dibandingkan dengan negara

lain di Asia.
Tabel 1.1.2. Laju Pertumbuhan Penduduk per Tahun menurut Provinsi
Annual Rate of Growth by Province6
Sumber/Source : Sensus penduduk (1971,1980,1990,2000) dan Supas 2005

Periode / Period
Propinsi / Province Grafi
1971-198 1980-199 1990-200 2000-200
Kabupaten / District k
0 0 0 5
00. Indonesia 2.30 1.97 1.49 1.30
11. Nanggroe Aceh
2.93 2.72 1.46 0.52
Darussalam
12. Sumatera Utara 2.60 2.06 1.32 1.35
13. Sumatera Barat 2.21 1.62 0.63 1.49
14. Riau 3.11 4.22 4.35 4.05
15. Jambi 4.07 3.39 1.84 1.84
16. Sumatera Selatan 3.32 3.15 2.39 1.78
17. Bengkulu 4.39 4.38 2.97 1.26
18. Lampung 5.77 2.67 1.17 1.38
19. Kep. Bangka Belitung na na 0.97 3.05
20. Kepulauan Riau na na na 4.99
31. DKI Jakarta 3.93 2.38 0.17 1.20
32. Jawa Barat 2.26 2.57 2.03 1.75
33. Jawa Tengah 1.64 1.17 0.94 0.48
34. DI Yogyakarta 1.10 0.57 0.72 1.39
35. Jawa Timur 1.49 1.08 0.70 0.86
36. Banten na na 3.21 2.20
51. Bali 1.69 1.18 1.31 1.46

6
“Laju Pertumbuhan Penduduk per Tahun menurut Provinsi.”
http://www.datastatistik-indonesia.com/component/option,com_tabel/task,sho
w/Itemid,165/ (22 April 2004 20.15)
32
Periode / Period
Propinsi / Province Grafi
1971-198 1980-199 1990-200 2000-200
Kabupaten / District k
0 0 0 5
52. Nusa Tenggara Barat 2.36 2.14 1.82 0.86
53. Nusa Tenggara Timur 1.95 1.79 1.64 2.27
61. Kalimantan Barat 2.31 2.65 2.29 0.18
62. Kalimantan Tengah 3.43 3.88 2.99 0.63
63. Kalimantan Selatan 2.16 2.32 1.45 1.99
64. Kalimantan Timur 5.73 4.41 2.81 3.12
71. Sulawesi Utara 2.31 1.60 1.33 1.25
72. Sulawesi Tengah 3.86 2.82 2.57 1.07
73. Sulawesi Selatan 1.74 1.42 1.49 0.96
74. Sulawesi Tenggara 3.09 3.66 3.15 2.02
75. Gorontalo Na na 1.59 2.13
76. Sulawesi Barat Na na Na 2.33
81. Maluku 2.88 2.76 0.08 1.60
82. Maluku Utara Na na 0.48 1.64
91. Irian Jaya Barat Na na Na 3.95
92. Papua 2.67 3.34 3.22 2.17

33
Diagram HDI dan Pendapatan Per Kapita Indonesia dibandingkan Algeria

III.4 Masalah Menciptakan Kesempatan Kerja dan


Pengangguran

34
III.4.1. Tenaga Kerja dan Lapangan Kerja

Tenaga kerja (manpower) adalah seluruh penduduk dalam usia kerja (berusia 15

tahun atau lebih) yang potensial dapat memproduksi barang dan jasa. Sebelum

tahun 2000, Indonesia menggunakan patokan seluruh penduduk berusia 10 tahun

ke atas (lihat hasil Sensus Penduduk 1971, 1980 dan 1990). Namun sejak Sensus

Penduduk 2000 dan sesuai dengan ketentuan internasional, tenaga kerja adalah

penduduk yang berusia 15 tahun atau lebih 7.

Menurut Sensus Penduduk 2000, yang dimaksud dengan lapangan pekerjaan

adalah bidang kegiatan dari usaha/perusahaan/ instansi dimana seseorang bekerja

atau pernah bekerja.

Lapangan usaha/pekerjaan ini dibagi dalam 10 golongan, terdiri dari 5 sub sektor

pertanian dan 5 sektor lainnya, yaitu:

Sektor Pertanian :

1. Sub sektor Pertanian Tanaman Pangan

2. Sub Sektor Perkebunan

3. Sub Sektor Perikanan

4. Sub Sektor Peternakan

5. Sub Sektor Pertanian Lainnya

Sektor Industri Pengolahan

Sektor Perdagangan

7
Tenaga Kerja. Http://www.datastatistik-indonesia.com/content/view/801/801/, diakses pada 20
April 2008, pukul 20.31.

35
Sektor Jasa

Sektor Angkutan

Sektor lainnya.

III.4.2. Definisi Pengangguran

Pengangguran di kota pada prinsipnya merupakan akibat dari dua faktor ekonomi

yang fundamental : rendahnya tingkat pertumbuhan demand (permintaan) terhadap

tenaga kerja kota di sektor industri modern serta tingkat pertumbuhan yang cepat

dari supply tenaga kerja kota yang berasal dari desa 8.

Berdasarkan kategorinya, pengangguran dibedakan menjadi 3, yaitu pengangguran

terbuka (open unemployment), setengah pengangguran (under unemployment), dan

pengangguran terselubung (disguised unemployment).

III.4.2.1. Pengangguran Terbuka

Pengangguran Terbuka merupakan bagian dari angkatan kerja yang tidak bekerja

atau sedang mencari pekerjaan (baik bagi mereka yang belum pernah bekerja sama

sekali maupun yang sudah penah berkerja), atau sedang mempersiapkan suatu

usaha, mereka yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin untuk

mendapatkan pekerjaan dan mereka yang sudah memiliki pekerjaan tetapi belum

mulai bekerja 9.

8
Michael P. Todaro. Ilmu Ekonomi bagi Negara Sedang Berkembang. (Jakarta : Akademika
Pressindo, 1985). Hlm.
9
Pengangguran Terbuka. Http://www.datastatistik-indonesia.com/content/view/803/803/, diakses
pada 20 April 2008, pukul 20.27.

36
Dipandang dari sudut usia, dalam konteks ini pengangguran dibedakan ke dalam

tiga kelompok, yaitu kelompok usia labil (15-19 tahun), usia dinamis (20-39 tahun)

dan usia mapan (di atas 40 tahun) 10.

Ditinjau menurut tingkat pendidikannya, pengangguran dibedakan menjadi

berpendidikan SLTA, berpendidikan SLTP, berpendidikan maksimal SD, dan

pengangguran dengan pendidikan yang relatif tinggi (DI ke atas).

III.4.2.2. Setengah Pengangguran

Setengah Pengangguran adalah bagian dari angkatan kerja yang bekerja di bawah

jam kerja normal (kurang dari 35 jam seminggu). Setengah pengangguran dibagi

menjadi dua kelompok :

Setengah Penganggur Terpaksa, yaitu mereka yang bekerja di bawah jam

kerja normal dan masih mencari pekerjaan atau masih bersedia menerima

pekerjaan lain.

Setengah Penganggur Sukarela, yaitu mereka yang bekerja di bawah jam

kerja normal tetapi tidak mencari pekerjaan atau tidak bersedia menerima

pekerjaan lain, misalnya tenaga ahli yang gajinya sangat besar 11.

III.4.3. Tingkat Pengangguran

10
Dinas Tenaga Kerja dan Administrasi. Pengangguran. Http://dinas-nakertrans.jakarta.go.id/web
site/pages/data-dan-informasi/publikasi-ketenagakerjaan/ptkd-2007/berdasarkan-pengangguran.
php, diakses pada 22 April 2008, pukul 17.27.
11
Setengah Pengangguran. Http://www.datastatistik-indonesia.com/content/view/803/803/,
diakses pada 20 April 2008, pukul 20.27.

37
Tingkat pengangguran (unemployment rate) adalah persentase jumlah orang yang

tidak bekerja dibandingkan dengan jumlah angkatan kerja pada suatu waktu.

Unemployment Rate (%) = number of people unemployed x 100%

Labor force

Unemployment rate = tingkat pengangguran

Number of people unemployed = jumlah orang yang tidak bekerja

Labor force = angkatan kerja, penjumlahan dari orang yang bekerja dengan orang

yang tidak bekerja.

Penggunaan rumus tersebut dapat kita lihat penggunaannya pada tabel berikut.

Tabel 1
Angkatan Kerja dan Pengangguran, 2001-2007
(Juta orang)

Deskripsi 2001 2006 2007 2007


(Ags) (Feb) (Feb) (Ags)
Angkatan Kerja 98,8 106,3 108,1 109,94
Bekerja (employed) 90,8 95,2 97,6 99,93
Pertanian 39,7 42,3 42,6
Pertambangan dan Penggalian n.a. 0,9 1,0
Manufaktur 12,1 11,6 12,1
Listrik, gas dan air minum n.a. 0,2 0,2
Konstruksi 3,8 4,4 4,4
Perdagangan, hotel dan restoran 17,5 18,6 19,4
Transportasi dan komunikasi 4,4 5,5 5,6
Finansial, asuransi, real estate 1,1 1,2 1,3
Jasa-jasa lainnya 11,0 10,6 11,0

Tidak bekerja (unemployed) 8,0 11,1 10,5 10,01

Tingkat pengangguran (unemployment) 8,1 10,4 9,8 9,11


(persentase terhadap Angkatan Kerja)

Sumber: Badan Pusat Statistik, beberapa penerbitan.

38
Pada data angkatan kerja dan pengangguran bulan Agustus 2007, jumlah orang

yang tidak bekerja adalah 10,01 juta jiwa. Sedangkan jumlah orang yang bekerja

adalah 99,93 juta jiwa. Berarti jumlah angkatan kerja = 10,01 juta jiwa + 99,93 juta

jiwa = 109,94 juta jiwa.

Dan tingkat pengangguran = jumlah orang yang tidak bekerja X 100%

Jumlah angkatan kerja

= 10,01 juta jiwa X 100% = 9,11 %

109,94 juta jiwa

Grafik Perbandingan Tingkat Pengangguran Tahun 2005-2007

III.4.4. Pengaruh Jumlah Pengangguran terhadap Tingkat

Pertumbuhan Ekonomi

39
Berdasarkan gambar tersebut, dapat dilihat bahwa berlaku hubungan berkebalikan
antara perubahan tingkat pengangguran (change in unemployment rate) dengan
pertumbuhan GDP (Gross Domestic Product). Semakin tinggi angka
pengangguran, maka semakin rendah angka pertumbuhan GDP, dan begitu pula
sebaliknya.

Oleh karena itu, dengan asumsi jumlah penduduk dianggap tidak berubah dari
tahun sebelumnya, maka bila angka pertumbuhan GDP dan GNP turun, berarti
pendapatan per kapita GDP dan GNP suatu negara juga akan turun.

Per Kapita PNB = Pendapatan Nasional Bruto


Jumlah Penduduk
Per Kapita PDB = Pendapatan Domestik Bruto
Jumlah Penduduk

 Jumlah penduduk dianggap tetap, maka bila Pendapatan


Nasional/Domestik Bruto meningkat, maka Pendapatan Per Kapita PNB/PDB juga
akan meningkat.

40
Korelasi yang negatif antara tingkat pengangguran dengan pertumbuhan GDP juga
dapat dilihat dari tabel berikut ini :

Pada data di atas, kita dapat melihat adanya korelasi negatif antara Pertumbuhan
Ekonomi dengan Prosentase Pengangguran Terbuka. Misalnya, antara tahun
2005-2006 di mana prosentase pengangguran terbuka mengalami penurunan, yaitu
dari 9,65% menjadi 8,93%; pertumbuhan ekonomi, sebaliknya, malah mengalami
peningkatan, yaitu dari 5,50% menjadi 6,08%. Begitu pula dengan tahun-tahun
berikutnya.

Analisa berdasarkan Teori Pendapatan Nasional

Hubungan antara tingkat pengangguran dengan angka GDP juga dapat dilihat dari
definisi GDP itu sendiri.
GDP adalah market value dari semua jenis barang dan jasa yang diproduksi di
dalam suatu negeri selama kurun waktu/periode tertentu.

Sementara dari Teori Pendapatan Nasional, dikatakan :

Y = C + I + G + (X-M)

41
Di mana : Y = Pendapatan Nasional
C = Household Consumption (konsumsi rumah tangga)
I = Investasi
G = Government spending
X = menerima “vallas” dari luar
M = memberi “vallas” ke luar

Dengan memiliki pekerjaan, orang akan memperoleh gaji, yang kemudian akan
digunakannya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (melakukan konsumsi).
Sehingga, dengan asumsi faktor-faktor lain dianggap tetap, pertambahan C akan
menghasilkan pertambahan Y pula.

Begitu juga dari sisi investasi. Berkaitan dengan investasi, ada 3 sumber investasi,
yaitu private saving, government budget surplus, dan pinjaman luar negeri. Yang
perlu dilihat sehubungan dengan kondisi pengangguran adalah private saving.
Dengan bekerja, seseorang akan memperoleh gaji, yang selain digunakannya untuk
melakukan proses konsumsi, juga akan digunakan untuk menabung. Tabungan
inilah yang kemudian akan digunakan untuk melakukan investasi. Oleh karena itu,
(dengan asumsi semua faktor lain dianggap tetap) dengan bekerja dan
menggunakan gaji hasil pekerjaannya untuk berinvestasi, pendapatan nasional juga
akan meningkat.

III.5 Inflasi
Pengaruh Inflasi Terhadap Pembangunan Ekonomi
Salah satu indikator pertumbuhan ekonomi adalah tingkat kesejahteraan

penduduk. Kesejahteraan tersebut dapat dilihat dari pendapatan perkapita suatu

negara. Semakin tinggi PDB perkapita suatu negara, maka semakin tinggi juga

kesejahteraan masyarakat. Jadi, jika tingkat pertumbuhan penduduk 2%, maka

tingkat petumbuhan ekonomi harus lebih tinggi dari 2%.

42
Meskipun Indonesia telah mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi,

sayangnya tingkat Inflasi di Indonesia juga tinggi. Hal itu menyebabkan tingkat

pertumbuhan ekonomi yang tinggi seolah tidak terlalu berpengaruh bagi

peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Inflasi adalah kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus

menerus. Terdapat tiga komponen yang harus dipenuhi agar dapat dikatakan telah

terjadi inflasi, antara lain:

1. Kenaikan Harga

Harga suatu komoditas dapat dikatakan naik jika harga komoditas tersebut

naik dibandingkan dengan harga pada periode sebelumnya. Periode tersebut

bisa berupa jangka waktu yang lama, seperti triwulan, semester, dan setahun.

Misalnya, harga suatu pakaian Rp.50.000,00 dan tiga bulan kemudian harga

pakaian yang sama menjadi Rp.75.000,00.

2. Bersifat Umum

Kenaikan harga suatu komoditas dapat dikatakan inflasi jika kenaikan harga

tersebut bersifat umum dan menyebabkan harga-harga komoditas lain

menjadi naik. Misalnya, kenaikan harga BBM secara otomatis menyebabkan

biaya operasional produksi naik sehingga harga jual suatu produk juga akan

naik.

3. Berlangsung Terus-menerus

Tidak cukup hanya dengan kenaikan harga yang bersifat umum agar dapat

dikatakan inflasi, tetapi kenaikan harga tersebut juga harus berlangsung

terus-menerus. Jika kenaikan harga hanya berlangsung sesaat, maka hal itu

tidak dapat dikatakan inflasi.

43
Sampai pada tingkat tertentu, inflasi memang dibutuhkan untuk memacu

penawaran agregat. Penawaran agregat ialah total penawaran barang dan jasa dalam

satu periode tertentu. Kenaikan harga barang akan memacu produsen untuk

meningkatkan output produksinya. Namun, para ekonom sepakat bahwa inflasi

yang aman adalah sekitar 5% pertahun. Inflasi yang terlalu tinggi akan

menimbulkan masalah sosial.

Masalah sosial yang tumbuh sehubungan dengan pertumbuhan ekonomi ialah

menurunnya tingkat kesejahteraan penduduk. Tingkat kesejahteraan penduduk

sebagai salah satu indikator pertumbuhan ekonomi akan terganggu di mana inflasi

akan menyebabkan daya beli masyarakat menurun. Sebagai contoh sederhana, jika

seorang ibu rumah tangga tadinya dapat membelanjakan uang Rp.30.000,00 untuk

kebutuhan rumah tangganya selama dua hari, maka setelah adanya inflasi uang

sejumlah Rp.30.000,00 hanya dapat digunakan untuk keperluan satu hari. Oleh

karena itu, tingginya tingkat inflasi akan sangat memberatkan masyarakat, terutama

masyarakat dengan penghasilan rendah. Makin tinggi tingkat inflasi, makin cepat

penurunan tingkat kesejahteraan.

Meskipun Indonesia mengalami kenaikan pertumbuhan ekonomi, namun

Indonesia juga masih tetap memiliki tingkat inflasi yang cukup tinggi sebagaimana

dapat dilihat dalam tabel di atas. Tingkat inflasi yang dialami Indonesia

menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang dicapai tidak mampu membawa

masyarakat menjadi lebih sejahtera karena meskipun PDB meningkat, tapi nilai

harga suatu barang juga terus meningkat sehingga kenaikan PDB tersebut seolah

tidak ada artinya.

Oleh karena itu, pengendalian inflasi menjadi suatu keharusan. Pengendalian

inflasi dapat dilakukan melalui pemeliharaan nilai rupiah dan uang beredar,

44
pemeliharaan harga barang-barang dan jasa tertentu yang tingkat harganya

ditentukan oleh pemerintah seperti air dan listrik, serta menjaga perekonomian dari

fenomena supply-shock seperti kekeringan dan gagal panen yang sangat

memepengaruhi perekonomian.

45
BAB IV
KESIMPULAN
IV.1 Kesimpulan

1. Beberapa masalah yang terjadi di sektor pertanian, seperti kurangnya

pengetahuan petani, kurangnya pengetahuan lokal petani menyangkut

pertanian, kurangnya aplikasi teknologi modern, tingkat pendapapatan petani

yang subsisten, rasio tanah-penduduk relatif kecil, kerentanan subsektor

pangan terhadap berbagar hama, hilangnya petani hak atas air dan bibit, dan

penggunaan obat-obatan kimiawi secara berlebihan telah menyebabkan

produktivitas sektor ini sangat rendah dan masalah kemiskinan meluas,

sehingga menjadi hambatan bagi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi.

2. Pesatnya laju pertumbuhan penduduk negara-negara berkembang menjadi

hambatan bagi pertumbuhan pembangunan ekonomi. Hal tersebut

dikarenakan semakin banyak penduduk maka pendapatan pendapatan

perkapita negara akan semakin kecil sebagai hasil pembagian PDB oleh

jumlah penduduk.

3. Terdapat korelasi yang negatif antara tingkat pembangunan dengan

pertumbuhan PDB, yang berarti pembangunan ekonomi Indonesia juga

memilki korelasi yang negatif dengan tingkat pengangguran. Dengan bekerja,

individu akan memberikan sumbangan terhadap jumlah konsumsi dan jumlah

investasi sehingga otomatis akan meningkatkan pembangunan ekonomi.

4. Indonesia memiliki sumber daya manusia yang sangat banyak, sayangnya

kualitas sumber daya tersebut masih rendah dan kurang medukung

pembangunan ekonomi Indonesia.

5. Tingkat inflasi yang relatif aman adalah 5% pertahun, sedangkan tingkat

inflasi Indonesia tahun2008 mencapai 6,6%. Tingkat inflasi yang tinggi

46
menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap tidak mampu

meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang merupakan salah satu indikator

pertumbuhan ekonomi.

IV.2 Saran

1 Saran untuk mengatasi hambatan pembangunan di sektor pertanian tradisional

adalah melaksanakan poin-poin yang telah dibahas pada bab pembahasan,

yaitu

1) meningkatkan sumber daya manusia sektor pertanian dengan pemberian

pendidikan dan peningkatan manajerial serta pengembangan wawasan

agrobisnis;

2) menanamkan kembali budaya pengetahuan lokal masyarakat tani dalam

mengembangkan sektor pertanian yang independen dari input pertanian

modern;

3) membentuk organisasi petani yang mandiri;

4) menjalankan program reforma agraria;

5) mengadakan pergantian bibit padi secara berkala;

6) memberdayakan organisasi petani pemakai air (P3A);

7) mengubah sistem penelitian pertanian dari penelitian di laboratorium

pertanian menjadi penelitian yang dilakukan bersama petani di lahan

petani;

8) mengembangkan program penangkar benih desa yang dapat mendukung

otonomi petani dalam menyediakan bibit;

9) mengadakan undang-undang yang mengatur kebijaksanaan tentang

sumber daya genetika atau genetic resources; DAN

47
10) mengatasi penggunaan obat-obatan kimiawi secara berlebihan dan

memperkenalkan teknologi pertanian probiotik.

2 Salah satu cara yang mungkin dilakukan untuk meningkatkan modal adalah

dengan meningkatkan investasi baik dari dalam negeri maupun asing. Tetapi

yang lebih diutamakan adalah investasi dari pihak Indonesia karena dengan

memberi kesempatan pada rakyat Indonesia untuk berinvestasi, maka dapat

berpengaruh terhadap penciptaan lapangan kerja yang baru dan pada akhirnya

ikut mengurangi pengangguran sekaligus ikut berkontribusi pada

penambahan sumber keuangan negara.

Untuk menciptakan lingkungan yang kondusif dalam berinvestasi,

pemerintah memiliki peran yang vital. Pemerintah dengan segala

kekuasaannya berhak membuat kebijakan seperti RUU Penanaman Modal

yang sebelumnya telah dicanangkan. Mengingat RUU tersebut masih

menimbulkan pro dan kontra di masyarakat, pemerintah seharusnya lebih

selektif lagi dalam menyusun UU tentang penanaman modal yang lebih baik

dan berpihak kepada pihak dalam negeri.

Untuk meningkatkan kualitas SDM di Indonesia, pemerintah seharusnya

lebih tanggap dalam usahanya memeratakan pendidikan di seluruh wilayah

Indonesia. Salah satu cara yang seharusnya dilakukan pemerintah adalah

menurunkan biaya sekolah supaya masyarakat lebih mudah menyekolahkan

putera-puterinya dan untuk masyarakat kelas ekonomi bawah, disediakan

beasiswa-beasiswa khusus bagi mereka. Selain itu, pemerintah harus lebih

aktif lagi dalam merealisasikan Program Wajib Belajar 9 Tahun. Menurut

kami, program tersebut kurang efektif dan seharusnya diubah menjadi

Program Belajar 12 Tahun. Fasilitas atau sarana dan prasarana pendidikan

juga harus diperbaiki terutama gedung sekolah. Jika perlu, ada anggaran

48
khusus dalam APBN mengenai pembangunan sarana dan prasarana sekolah di

luar anggaran pendidikan karena tanpa adanya sarana dan prasarana yang

memadai, kegiatan belajar mengajar tidak berjalan lancar.

2. Untuk mengatasi pesatnya pertumbuhan penduduk, hal yang dapat dilakukan

pemerintah adalah dengan menggalakkan kembali program Keluarga

Berencana. Melalui KB, angka kelahiran dapat ditekan sehingga pertumbuhan

penduduk pun dapat terkontrol. Selain itu masyarakat Indonesia juga harus

memiliki kesadaran untuk turut terlibat dalam program KB tersebut.

Pertumbuhan penduduk yang terkontrol dapat membantu terciptanya

pembangunan ekonomi Indonesia.

3. Untuk mengatasi masalah pengangguran di Indonesia, salah satu saran yang

dapat dilakukan adalah dengan menggiatkan keberadaan Usaha Kecil dan

Menengah di Indonesia. UKM merupakan wahana yang ampuh dalam rangka

mengatasi masalah pengangguran, karena keberadaan UKM yang meningkat

akan dapat menyerap tenaga kerja yang banyak pula, sehingga jumlah

pengangguran akan berkurang.

49
DAFTAR PUSTAKA

Gill, Richard T. Ekonomi Pembangunan Dulu dan Sekarang. Jakarta: Ghalian

Indonesia, 1983

Parkin, Michael. Economics. New York: Pearson, 2008.

Rahardja, Pratama. Teori Ekonomi Makro: Suatu Pengantar. Depok: Lembaga

Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia: 2004.

Soetrisno, Loekman. Paradigma Baru Pembangunan Pertanian: Sebuah Tinjauan

Sosiologis. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2006.

Sukartawi. Pembangunan Pertanian untuk Mengentas Kemiskinan. Jakarta:

Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 1996.

Sukirno, Sadono. Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah, dan Dasar

Kebijaksanaan. Jakarta: Bima Grafika,1982.

Sukirno, Sadono. Makroekonomi: Teori Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo

Persada, 2004.

Sutanto, Jusuf dan Tim , peny. Revitalisasi Pertanian dan Dialog Peradaban.

Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2006.

Todaro, Michael P. Ilmu Ekonomi bagi Negara Sedang Berkembang. Jakarta:

Akademika Pressindo, 1985.

Rujukan dari Internet


http://www.datastatistik-indonesia.com/component/option,com_tabel/task,show/It

emid,165/. 22 Apr. 2008 20.15.

Biro Pusat Statistik. Pengangguran Terbuka. http://www.datastatistik-

indonesia.com/content/view /803/803/ 20 Apr. 2008, 20.27.

50
Biro Pusat Statistik. Setengah Pengangguran. http://www.datastatistik-

indonesia.com/content/view/803/803/ 20 April 2008, 20.27.

Biro Pusat Statistik. Tenaga Kerja. http://www.datastatistik-

indonesia.com/content/view/801/801/ 20 Apr. 2008 20.31.

Broto. Jumlah Penduduk Besar Persulit Terpenuhi Hak-hak Dasar.

http://www.menkokesra.go.id/content/view/3419/99/. 20 Apr. 2008 20.20.

Dinas Tenaga Kerja dan Administrasi. Pengangguran. http://dinas-nakertrans.ja

karta.go.id/website/pages/data-dan-informasi/publikas-ketenagakerjaan/ptkd

-2007/berdasarkan-pengangguran.php 22 Apr. 2008 17.27.

I Wayan Dipta. Mengangkat Peran Perempuan Pengusaha dalam Mengatasi

Pengangguran.http://www.smecda.com/deputi7/file_Infokop/VOL15_01/M

engangkat_Peran_perempuan_Pengusaha_Dlm_Mengatas_Peng_5.pdf 22

April 2008 17.40.

Efendi, Tonny D. Kebijakan Ekonomi Internasional tonnydian.blogspot.com/2007

/04/materi-kuliah-ke-2.html 23 Apr. 2008 21.13.

Indonesia Human Development Index. http://www.undp.or.id/archives/pressrelease

/Indikator%20Indonesia%20EN.pdf 23 April 2008 21.15.

Laju Pertumbuhan Penduduk per Tahun menurut Provinsi.

http://www.datastatistik-indonesia.com/component/option,com_tabel/task,show/It

emid,165/. 22 Apr. 2008 20.15.

Nurdin, Iwan. Kertas Posisi terhadap RUU Penanaman Modal. www.kpa.or.id/in

dex.php?option=com_content&task=view&id=120&Itemid=53&PHPSESSI

D=c862e7ae2 23 Apr. 2008 20.47.

Prasetiantono, A. Tony. Pertumbuhan Digerakkan Investasi, Gejolak Eksternal

Masih Membayang. http://www.bni.co.id/Portals/0/Document/Economic%

51
20Outlook%202008%202%20Jan%202008)%20Backup.pdf 22 Apr. 2008

18.54.

Siaran Pers Republik Indonesia. Penjelasan Rencana Kerja Pemerintah Tahun

2008.http://www.bapeda-jabar.go.id/bapeda_design/docs/perencanaan/2007

0522_09130.pdf 22 Apr. 2008 17.47.

52

You might also like