Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
Tujuan utama kami membuat makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Pengantar pendidikan.
Selain itu dengan dibuatnya makalah ini, kami berharap bisa menambah
wawasan tentang pendidikan dalam ruang lingkup pendidikan nasional.
Dikarenakan kita mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Kependidikan (FKIP),
maka sudah seharusnya kita mengerti seluk beluk dunia pendidikan berlandaskan
undang-undang yang berlaku.
1
BAB II
PEMBAHASAN
1. Standar Isi
Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang
dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian,
kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh
peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
2
Standar isi mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai
kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Setiap jenjang
memiliki kompetensi yang berbeda, mulai dari sekolah dasar hingga sekolah
menengah. Dan dalam standar isi termuat kerangka dasar dan struktur kurikulum,
beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender
pendidikan/akademik, yang berguna untuk pedoman pelaksanan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
2. Standar Proses
3
4. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
4
6. Standar Pengelolaan
7. Standar Pembiayaan
5
8. Standar Penilaian Pendidikan
Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa pertumbuhan ekonomi berandil besar dalam
perkembangan aspek kehidupan lain, tidak terkecuali pendidikan. Namun
sayangnya terkadang daerah yang memiki hasil alam tinggi perkembangan
pendidikannya tidak seperti yang diharapkan. Walaupun sudah dikeluarkan UU
nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah (OTDA), tapi tetap saja
pembangunan di bidang pendidikan masih tidak menentu. Dikarenakan sifat
pemerintah pusat yang masih setengan-setengah memberikan wewenang untuk
mengurusi pendidikan di daerah.
Drs. Murip Yahya M.Pd. dalam bukunya, Pengantar Pendidikan (2009) bab
Otonomi Daearah Dan Pendidikan, poin D halaman 80 mengatakan bahwa pada
dasarnya otonomi daerah memberikan peluang kepada pengelola pendidikan
untuk mengembangkan lembaga pendidikan. Seperti :
1. Merumuskan tujuan institusi yang mengacu pada tujuan nasional
6
2. Merumuskan dan mengembangkan kurikulum sesuai dengan tujuan
dan kebutuhan masyarakat suatu daerah
3. Menciptakan situasi belajar dan mengajar yang mendukung
pelaksanaan dan pengembangan kurikulum yang telah ditetapkan.
4. Mengembangkan sistem evaluasi yang tepat dan akurat, baik dari
prestasi siswa maupun penyelenggaraan.
Banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi yang keadaan gedungnya sudah
tidak layak, kepemilikan dan penggunaan media belajarrendah, kurang
lengkapnya koleksi buku perpustakaan. Pemakain teknologi informasi yang
kurang memadai dan sebagainya.
Data Balitbang Depdiknas (2003) menyebutkan untuk satuan SD terdapat
146.052 lembaga yang menampung 25.918.898 siswa serta memiliki 865.258
ruang kelas. Dari seluruh ruang kelas tersebut sebanyak 364.440 atau 42,12%
berkondisi baik, 299.581 atau 34,62% mengalami kerusakan ringan dan sebanyak
201.237 atau 23,26% mengalami kerusakan berat. Keadaan ini juga terjadi di
SMP, MTs, SMA, MA, dan SMK meskipun dengan presentase yang tidak sama.
Apa yang terjadi di Pulau Jawa masih sangat beruntung dibanding dengan apa
yang terjadi di pulau lainnya, seperti Papua. Pengadaan sarana dan prasarana yang
tidak sesuai kebutuhan mengakibatkan lambatnya peningkatan mutu pendidikan.
Seharusnya pemerintah lebih memperhatikan daerah tertinggal (desa) daripada
mengurusi pendidikan di daerah maju (kota) yang jelas-jelas lebih bisa dipantau.
Hal ini akan lebih memudahkan pemerintah dalam mensukseskan program
pemerataan pendidikan yang berpaku pada Standar Nasional Pendidikan (SNP).
Direktur Rumah Belajar Cinta Anak Bangsa (RBCAB) Firza Imam Putra,
dalam artikel di Kompas edisi kamis 17 desember 2009 menyatakan bahwa lebih
dari 1,1 juta anak memilih berhenti belajar di sekolah selama tahun 2007. Artinya,
setiap menit ada 4 anak putus sekolah di Indonesia. Salah satu faktor yang
memengaruhi tingginya angka putus sekolah itu adalah dorongan orangtua dari
7
keluarga tidak mampu. Anak kemudian dikondisikan untuk mencari uang dan
menambah penghasilan keluarga.
Masalah besar lainnya adalah kontrofersi diadakannya Ujian Nasional (UN).
Adalah Erin Driani, seorang pengamat pendidikan yang banyak menyoroti
berbagai persoalan hak anak atas pendidikan, dalam artikel yang berjudul
”Presuden Perlu Ikut Tuntaskan Persoalan UN” di surat kabar Sriwijaya Post
edisi kamis, 10 desember 2009 mengatakan bahwa Presiden RI SBY sudah
selayaknya mengambil tindakan terhadap persoalan UN.
M. Yunana Yusuf (Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan), Buletin
BSNP Vol II/ No. 1/ Januari 2007 halaman 3, Untuk tahun pelajaran 2006/2007
ini, peserta UN diperkirakan berjumlah 4.701.000 orang, dengan perincian peserta
SMP/MTs dan SMPLB 2.501.300 orang dan peserta SMA/MA/SMALB dan
SMK 2.200.700 orang. Sementara luas kawasan penyelenggaraannya meliputi
seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Itu sebabnya
penyelenggaraan UN sungguh-sungguh merupakan satu pekerjaan raksasa dengan
menghabiskan dana Rp 244 miliar yang didekonsentrasikan ke dinas provinsi,
kabupaten/kota serta sekolah/madrasah penyelenggara UN.
8
BAB III
KESIMPULAN
9
DAFTAR PUSTAKA
10