You are on page 1of 44

SCIENTIA VOL. 1 NO.

1, 2011
ISSN : 2087-5045

ISSN : 2087-5045

Volume 4, Nomor 2, Agustus 2014

Sc ien tia, Vo l. 1, No . 1, 2011 ; h alaman 1 58 IS S N : 2087-5045


Seko lah Tingg i Farmasi Indonesia (S TIFI) Pe rin tis Padan g

SCIENTIA VOL. 4 NO. 2, AGUSTUS 2014

SCIENTIA
JURNAL FARM ASI DAN KES EH ATAN
TERBIT DUA KALI SETAH UN
SETIAP BULAN FEB RUAR I DAN AGUSTUS

D E W A N R E D A KS I
Penanggung Jawab :
Prof. H. Syahriar Harun, Apt
Pemimpin Umum :
DR.H.M. Husni Mukhtar,MS, DEA, Apt
Re daktur Pelaksana :
Verawati, M.Farm, Apt
Eka Fitrianda, M.Farm, Apt
Sekre tariat :
Afdhil Arel, S.Farm, Apt
Khairul

De wan Penyunting :
Prof.H. Syahriar Harun, Apt
Prof.DR.H. Amri Bakhtiar,MS,DESS, Apt
Prof.DR.H. Almahdy, MS, Apt
DR.H.M. Husni Mukhtar, MS, DEA, Apt
DR. H. Yufri Aldi, MSi, Apt
Drs. B.A. Martinus, MSi
Hj. Fifi Harmely, M.Farm, Apt
Farida Rahim, M.Farm, Apt
Revi Yenti, M.Si, Apt
Verawati, M.Farm, Apt
Ria Afrianti, M.Farm, Apt
Eka Fitrianda, M.Farm, Apt
Mimi Aria, M.Farm, Apt
Dira, MSc, Apt

Penerbit :
Sekolah Tinggi Farmasi Indone sia (STIFI) Pe rintis Padang
ISSN : 2087-5045
Alamat Re daksi/Tata Usaha :
STIFI Pe rintis Padang
Jl. Adine goro Km. 17 Simp. Kalumpang Lubuk Buaya Padang
Te lp. (0751)482171, Fax. (0751)484522
e -mail : stifpadang@gmail.com
we bsite : www.stifi-padang.ac.id

ISSN : 2087-5045

SCIENTIA VOL. 4 NO. 2, AGUSTUS 2014

SALAM REDAKSI
Scientia edisi Agustus 2014 ini diisi oleh penelitian bioaktivitas tumbuhan obat. T umbuhan obat
merupakan sumber daya alam yang terdistribusi luas sehingga mudah diperoleh dan sangat cocok
digunakan untuk penyakit-penyakit kronis dan degeneratif. Namun perbedaan lingkungan tempat tumbuh,
iklim dan cuaca menyebabkan adanya variasi komponen Fitokimia baik dari segi kualitatif maupun
kuantitatif hal ini berakibat kepada bioktivitas tumbuhan obat dari spesies yang sama bisa menjadi
berbeda.
Oleh kerena itu sangat dibutuhkan standarisasi obat tradisional dimulai dari proses pengumpulan
tumbuhan, pembuatan ekstrak hingga pengolahannya menjadi sediaan obat. Kedepan masih sangat
terbuka luas kesempatan bagi obat tradisional berkualitas untuk dapat disejajarkan dari obat sintent ik.
Semoga kehadiran jurnal Scientia ini dapat memperkaya khazanah keilmuan para pembaca sekalian
serta memberikan kontribusi dalam perkembangan ilmu kefarmasian dan kesehatan.

Padang, Agustus 2014


Salam Sehat

a/n Redaksi Scientia

ISSN : 2087-5045

SCIENTIA VOL. 4 NO. 2, AGUSTUS 2014

D A F T A R IS I

UJI EFEK TERATO GEN ANTI NYAMUK BAKAR YANG MENGANDUNG


TRANSFLUTHRIN TERHADAP FETUS MENCIT PUTIH
Almahdy A, Dachriyanus, Maryorie Rosa

46-50

UJI AKTIVITAS ANTIDIABETES TIP E II EKS TRAK ETANO L SISA


PENYULINGAN KULIT BATANG KAYU MANIS DENGAN INDUKSI
LEMAK TERHADAP MENCIT PUTIH JANTAN
Ria Afrianti, M. Husni Mukhtar, Allen Baksir

51-54

PROSES PENYEMBUHAN LUKA BAKAR PADA MENCIT PUTIH JANTAN


MENGGUNAKAN MEMBRAN PEMBALUT DARI PATI BENG KUANG
(Pachyrrhizus erosus (L) Urban)
Yufri Aldi, Dedi Nofiandi, Elya Sari

55-59

FO RMULASI GEL MINYAK NILAM DAN UJI DAYA HAMBATNYA


TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus
Widyastuti, Farizal

60-65

UJI AKTIVITAS ANTIHIP ERURIS EMIA EKS TRAK ETANO L KULIT


BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.) DAN BUAH ASAM GELUGUR
(Garcinia atroviridis Griff. e x. T. Ande rs.) SECARA IN VITRO
Dira, Eka Fitrianda, Novita Sari

66-70

UJI EFEK ANTIHIP ERGLIKEMIA EKSTRAK ETANO L DAUN


LIDAH BUAYA (Aloe vera (L.) We bb )TERHADAP MENCIT PUTIH
JANTAN YANG DI INDUKSI DEKSAMETASO N
Mimi Aria, Husni Mukhtar, Ike Mulianti

71-74

PERBANDINGAN KADAR FENO LAT TO TAL DAN AKTIVITAS


ANTIO KSIDAN PADA EKSTRAK DAUN TEH (Camellia sinensis [L.] O. K.)
DARI KAYU ARO DENGAN PRO DUK TEH HITAMNYA YANG TELAH BEREDAR
B.A. Martinus, Afdhil Arel, Adi Gusman

75-80

PENGARUH PEMB ERIAN MINUMAN ISO TO NIK TERHADAP WAKTU


PEMULIHAN PADA ATLET TAEKWO NDO DOJANG UNIVERSITAS
NEG ERI PADANG
Rinal Kurniawan, Syafrizar, Wilda Welis

81-84

ISSN : 2087-5045

Halaman 46 - 84

SCIENTIA VOL. 4 NO. 2, AGUSTUS 2014

UJI EFEK TERATOGEN ANTI NYAMUK BAKAR YANG


MENGANDUNG TRANSFLUTHRI N TERHADAP FETUS
MENCI T PUTI H
Almahdy A, Dachriyanus, Maryorie Rosa
Fakultas Farmasi, Universitas Andalas, Padang
ABSTRACT
T eratogenic test of anti-mosquito coils containing transfluthrin has been conducted on fetus of
laboratory mice. Pregnant mice had been given anti-mosquito exposure by inhalation of anti-mosquito
coils smoke during the period of organogenesis which begins from the sixth to the fifteenth day of
pregnancy. Laparactomy was conducted on the eighteenth day of pregnancy, then two-thirds of the fetus
is immersed in a solution of red-alizarin and the remaining in Bouin's solution. The results showed that
the fetus with two times of exposure to anti-mosquito coils smoke leads to resorption tread and slower
fetal growth. At three times of exposure, showing slower fetal growth, fatality when the laparactomi was
conducted, haemorrhage and anencephaly. At four times of t he exposure can cause slower fetal growth,
fatality on laparactomy and haemorrhage. Exposure to anti-mosquito coils smoke can also lead to
reducing weight of the mice and fetus significantly.
Keywords : mosquito coil, d-allethrin, teratogen, mice

PENDAHULUAN
Kejadian penyakit yang disebabkan oleh
nyamuk semakin meningkat, termasuk di
Indonesia yang mempunyai iklim tropis, karena
daerah beriklim tropis merupakan tempat yang
cocok untuk nyamuk berkembang biak. Usahausaha yang telah dilakukan masyarakat untuk
penanggulangan nyamuk tersebut salah satunya
yaitu dengan pemakaian obat anti nyamuk, yang
tentunya mengandung insektisida beberapa
senyawa kimia. Beberapa produk pestisida
rumah
tangga
juga
tersedia
untuk
mengendalikan hama yang mengganggu di
rumah, misalnya lalat dan nyamuk (Lu, 1995).
Insektisida merupakan salah satu golongan dari
pestisida, dimana pestisida adalah bagian dari
zat toksik (Hayes, 2001).
Salah satu kandungan obat anti nyamuk
adalah transfluthrin. Bahan kimia ini golongan
pyretroid yang merupakan bagian dari
insektisida organik sintetik (Triharso, 1994).
Analog sintetis dari insektisida alami phyretrum
yang berasal dari bunga tanaman Chrysantenim
cinerariafolium
yang
diketahui
dapat
menyebabkan immobilisasi pada serangga
dengan meracuni sistem saraf (Okine, 2004).

ISSN : 2087-5045

Untuk melihat
tingkat
keamanan
penggunaan obat nyamuk bakar ini terutama
pada manusia dan wanita usia subur, maka
penelitian ini dicobakan pada mencit. Masa
kehamilan merupakan saat yang rawan bagi
wanita terhadap pengaruh lingkungan. T idak
hanya bagi ibu tapi juga keselamatan fetus yang
dikandungnya, terutama tahap organogenesis
karena pada tahap itu sel-sel fetus sedang aktif
berpoliferasi
(Robert,
1971).
Frekuensi
pemakaian senyawa kimia yang berulang dapat
menyebabkan akumulasi pada janin sementara
janin belum mempunyai sistem metabolisme
yang berfungsi secara sempurna (Manson,
1986).
Salah satu faktor yang banyak
berpengaruh
tetapi
tidak
disadari
penggunaannya adalah paparan asap anti
nyamuk bakar selama berjam-jam saat tidur.
Apabila asap tersebut terhisap oleh wanita
hamil, kemungkinan besar akan mempengaruhi
kondisi fetus atau perkembangan embrio,
sehingga
dapat
menimbulkan
kelainan
kongenital baik berupa kelainan bentuk luar
maupun kelainan fungsional yang terlihat
setelah masa kehidupan yang lama.
Beberapa insektisida telah diketahui dapat
menyebabkan pengaruh buruk pada kelahiran
46

SCIENTIA VOL. 4 NO. 2, AGUSTUS 2014

atau penyimpangan dari perkembangan yang


normal. Berdasarkan latar belakang di atas,
maka perlu dilakukan uji teratogenis yaitu suatu
pengamatan terhadap kemungkinan terjadinya
kelainan kongenital atau kelainan fungsi organ
yang bersifat permanen akibat penggunaan dan
paparan asap obat nyamuk bakar sebagai
insektisida pada masa pertumbuhan dan
perkembangan organ fetus.

lumpang alu, kaca arloji, sudip, pinset, kamera,


wadah pewarnaan. Sedangkan bahan yang
digunakan antara lain anti nyamuk bakar X yang
mengandung bahan aktif transfluthrin, Larutan
Bouins (formaldehid 14%, asam pikrat jenuh,
asam asetat glasial), larutan alizarin merah
(KOH 1% dan alizarin merah 6 mg/L) dan
aquadest.

METO DA PENELITIAN

He wan Pe rcobaan
Hewan percobaan yang digunakan adalah
mencit putih betina, dengan umur lebih kurang
dua bulan dengan berat badan berkisar antara
25-30 gram, sehat, memiliki daur estrus yang
teraturyaitu 4-5 hari. Beberapa ekor mencit
jantan berumur lebih kurang tiga bulan, sehat
dan berat lebih kurang 30 gram (Almahdy,
2007).

Alat dan Bahan


Alat yang digunakan adalah kaca objek,
cover glass, alat alat bedah, handheld digital
microscope, jarum oral, timbangan analitik,
timbangan hewan, kandang mencit, gelas ukur,
spatel, pipet tetes, corong kertas tisu, mikroskop,
wadah perendam fetus, batang pengaduk,
Pemaparan Anti Nyamuk Bakar
Tabe l 1. Kelompok Pemaparan Anti Nyamuk Bakar
Kelompok
Perlakuan
P0
P1
P2
P3
P4

Jumlah
Hewan
5
5
5
5
5

Pemaparan Anti Nyamuk


2 jam
2 jam
2 jam
2 jam

pada hari
pada hari
pada hari
pada hari

ke-6
ke-6 dan ke-9
ke-6, 9, dan 12
ke-6, 9, 12, dan 15

Pengawinan He wan Percobaan


Pada masa estrus hewan dikawinkan
dengan perbandingan jantan dan betina 1: 4.
Mencit jantan dimasukkan ke kandang mencit
betina pada pukul empat sore dan dipisahkan
lagi besok paginya. Pada pagi harinya dilakukan
pemeriksaan sumbat vagina. Sumbat vagina
menandakan mencit telah mengalami kopulasi
dan berada hari kehamilan ke nol. Mencit yang
telah hamil dipisahkan dan yang belum kawin
dicampur kembali dengan mencit jantan
(Almahdy, 2004).
Urutan kegiatan penelitian ini adalah sebagai
berikut :
Analisa Data
Data hasil penelitian ini dianalisa secara
statistik
menggunakan
analisis
variasi
(ANOVA) satu arah meliputi berat badan induk
ISSN : 2087-5045

Keterangan
1x
2x
3x
4x

mencit, jumlah fetus, berat badan dan panjang


badan fetus. Analisa lanjut digunakan metode uji
jarak berganda Duncan untuk hasil yang
bermakna. Pengamatan jenis cacat, jumlah fetus
yang cacat, dan pengamatan hasil fiksasi dengan
larutan alizarin merah serta larutan bouins
dianalisa secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Penelitian ini menggunakan sediaan uji
anti nyamuk bakar (X) yang mengandung
transfluthrin 0,03%. T ransfluthrin merupakan
salah satu insektisida golongan pyretroid yaitu
analog sintetis dari insektisida alami phyretrum
yang berasal dari bunga tanaman Chrysantenim
cinerariafolium
yang
diketahui
dapat
47

SCIENTIA VOL. 4 NO. 2, AGUSTUS 2014

menyebabkan immobilisasi pada serangga


dengan meracuni sistem saraf (Okine, 2004).
Anti nyamuk bakar akan mengeluarkan asap
yang mengandung beberapa gas seperti
karbondioksida (CO2 ), karbonmonoksida (CO),
nitrogen oksida, amoniak, metana, dan partikel
lain yang dapat membahayakan kesehatan
manusia (Liu et al., 2003).
Pemaparan anti nyamuk bakar dilakukan
mulai pada hari ke-6 dan berakhir pada hari ke15 kehamilan secara inhalasi, karena pada masa
ini fetus berada pada periode organogenesis,
dimana fetus sangat rentan terhadap senyawa
teratogenik. Pada periode organogenesis, mulai
terbentuk organ-organ dari embrio seperti mata,
otak, jantung, rangka, urogenital, dan
sebagainya. Periode ini disebut periode kritis
kehamilan (Harbinson, 2001). Pada hari ke-1
sampai hari ke-5 kehamilan, tidak diberikan
inhalasi anti nyamuk bakar karena pada saat itu
terdapat sifat totipotensi pada janin yang dapat
memperbaiki jaringan yang rusak. Pada hari ke16 dan seterusnya, senyawa teratogen tidak
menyebabkan
cacat
morfologis,
tetapi
mengakibatkan kelainan fungsional yang tidak
dapat dideteksi segera setelah kelahiran (Lu,
1995).
Mencit yang telah hamil mengalami
paparan anti nyamuk bakar secara inhalasi setiap
tiga hari sekali, dimulai pada hari ke- 6 sampai
ke- 15 kehamilan. Presentasi peningkatan berat
badan induk mencit dari masing masing
kelompok perlakuan yaitu kelompok kontrol
49,89%; kelompok 1 kali pemaparan 46,27%;
kelompok 2 kali pemaparan 45,58%; kelompok
3 kali pemaparan 43,50%; kelompok 4 kali
pemaparan 39,94%
Jumlah fetus masing masing kelompok
perlakuan yaitu kelompok kontrol 47 ekor;
kelompok 1 kali pemaparan 44 ekor; kelompok
2 kali pemaparan 48 ekor; kelompok 3 kali
pemaparan 48 ekor; kelompok 4 kali pemaparan
47 ekor. Sedangkan berat badan fetus mencit
masing masing kelompok perlakuan yaitu
kelompok kontrol 0,93 g; kelompok 1 kali
pemaparan 0,80 g; kelompok 2 kali pemaparan
0,83 g; kelompok 3 kali pemaparan 0,89 g;
kelompok 4 kali pemaparan 0,66 g. Berdasarkan
hasil penelitian ini dapat dinyatakan bahwa
pemberian paparan anti nyamuk bakar
mempengaruhi berat badan induk dan berat
badan rata rata fetus secara bermakna.
ISSN : 2087-5045

Pada tiap kelompok uji pengamatan pada


larutan merah alizarin tidak ditemukannya
kelainan pertulangan dan pengamatan dengan
larutan bouins tidak memperlihatkan kelainan
pada langit langit, telinga, kelopak mata, jari
jari, kaki, ekor, kelopak mata.
Dari hasil pengamatan, Pada kelompok 2
kali
pemaparan
anti
nyamuk
bakar
ditemukannya 2 tapak resorpsi dan 1 fetus
lambat pertumbuhan. Pada kelompok 3 kali
pemaparan anti nyamuk bakar ditemukannya
fetus anencephaly 1, fetus mati 1, fetus
mengalami penggumpalan darah dan fetus
lambat pertumbuhan 1. Salah satu penyebab
anencephaly adalah hipertermia. Kenaikan suhu
tubuh dapat menandakan adanya gangguan
metabolic. Suhu tinggi selama trimester pertama
kehamilan bisa menyebabkan kelainan pada
bayinya seperti anencephaly. Pada kelompok 4
kali
pemaparan
anti
nyamuk
bakar
ditemukannya
fetus
yang
mati
saat
dilaparaktomi 1, fetus yang mengalami lambat
pertumbuhan sebanyak 3 ekor dan juga
ditemukannya fetus yang mengalami trombus

Gambar 2. Foto fetus setel ah laparaktomi; A. Fetus


lambat pertumbuhan dan mengal ami
penggumpalan darah C; B. Fetus normal;

48

SCIENTIA VOL. 4 NO. 2, AGUSTUS 2014

Gambar 3. Fetus mengalami anencepaly: A.


Se belum direndam dalam larutan
Bouins : B. setelah direndam.
Gambar fetus setelah
Kelainan perkembangan fetus dapat
diseba bkan masuknya zat teratogen ke dalam
tubuh induk hamil yang bertepatan dengan
periode
organogenesis.
Penelitian
ini
membuktikan bahwa asap obat nyamuk bakar
bersifat teratogenik karena dapat menyebabkan
abnormalitas fetus.
Kelainan morfologi tidak terjadi pada
semua fetus dalam satu kelompok bahkan dalam
satu induk yang sama. Hal ini disebabkan karena
adanya kerentanan genetik antar individu
walaupun berasal dari induk yang sama
(Harbinson, 2001). Komposisi bahan kimia yang
berbeda diduga akan menyebabkan komposisi
gas dan partikel asap juga bervariasi sehingga
menimbulkan dampak yang berbeda terhadap
partikel darah. Adanya karbonmonoksida dalam
darah
dapat
mengakibatkan
denaturasi
hemoglobin dan menurunkan persediaan oksigen
untuk jarian seluruh tubuh. Karbonmonoksida
menggantikan tempat oksigen dan mempercepat
arteosklerosis (pengapuran/penabalan dinding
pembuluh darah). Hal ini mengakibatkan
peningkatan
viskositas
darah
sehingga
mempermudah penggumpalan darah (T andra,
2003).. Fetus normal dan fetus yang
mengaT apak resospsi disebabkan karena
pengaruh pemakaian anti nyamuk bakar pada
masa organogenesis yang mengakibatkan
kurangnya oksigen dan mengakibatkan embrio
tidak berkembang. Pada masa ini tidak terdapat
lagi sifat totipotensi sehingga tidak dapat
memperbaiki kerusakan pada jaringan dan tidak
terjadi
perkembangan selanjutnya. Lambat
petumbuhan pada fetus diduga dise babkan
adanya faktor kerentanan individu dari fetus
tersebut terhadap senyawa teratogen yaitu anti
nyamuk bakar (Lu, 1995)
Pada jurnal Content of transfluthrin in
indoor air during the use of electro vaporizers
disebutkan bahwa kandungan zat aktif
transfluthrin pada udara akan menghilang
setelah 18 24 jam pemakaiannya dihentikan.
Hal ini menunjukkan bahwa kandungan zat aktif
transfluthrin
hanya
terdapat
selama
penggunaannya berlangsung dan akan hilang
setelah penggunaannya dihentikan. Meskipun
ISSN : 2087-5045

pada berbagai jenis pestisida yang telah diteliti


pada umumnya meninggalkan residu tetapi tidak
pada transfluthrin yang diteliti pada penelitian
ini. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
kecacatan yang terjadi pada janin belum tentu
diseba bkan oleh kandungan transfluthrin saja,
tetapi kemungkinan dapat juga dise babkan oleh
faktor-faktor lain yang mungkin lebih
mempengaruhi seperti adanya kandungan CO
yang terhirup dan juga peningkatan temperatur
udara dilingkungan dari hasil pembakaran anti
nyamuk yang menyebabkan induk mencit
mengalami hipertermi.

KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa pemaparan anti nyamuk bakar yang
mengandung transflutrhin pada induk mencit
putih
selama
masa
kehamilan
dapat
menyebabkan kelainan pada fetus mencit putih
dan penurunan berat badan induk mencit.

DAFTAR PUSTAKA
Almahdy ., (2004). Uji Aktivitas T eratogenitas
Ekstrak Etanol Daun Inggu (Ruta
graveolens Linn.) pada Mencit Putih.
Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi. 8287.
Almahdy., Arifin, H., Delvita, V. (2007).
Pengaruh Pemberian Vitamin C terhadap
Fetus pada Mencit Diabetes. Jurnal Sains
dan Teknologi Farmasi. 12(1). 32-40.
Almahdy. (2010). Pengaruh Ekstrak Gambir
(Uncaria gambier Roxb.) terhadap Fetus
dari Mencit Hamil yang Diinduksi
Alkohol, Majalah Farmasi Indonesia.
21(2). 115-120.
Almahdy., Marusin, N., Fitri, H. (2011). Uji
Aktivitas Vitamin A terhadap Efek
T eratogen Warfarin pada Fetus Mencit
Putih, disampaikan pada Prosiding
Seminar Nasional Biologi Dept. Biologi
FMIPA USU. Medan: USU Press.
Harbinson, R. D. (2001). T he Basic Science of
Poison in Cassaret
and Doulls

49

SCIENTIA VOL. 4 NO. 2, AGUSTUS 2014

Toxicology. New York: Macmillan


Publishing Co. Inc.
Hayes, A. Wallace. (2001). Principles and
Methods of Toxicology. (Edisi Keempat).
USA: T aylor & Francis Routledge.
Liu, W., Zhang, J., Hashim, J.H., Jalaludin, J.,
Hashim, Z., & Goldstein, B.D. (2003).
Mosquito Coil Emissions and Health
Implications.
Environment
Health
Perspective, 111(2), 1454-1460.
Lu, F.C. (1995). Basic Toxicology (Edisi kedua).
Penerjemah: E. Nugroho. Chicago
:University of Chicago Press.
Marjuki, M. I. (2009). Daya bunuh beberapa
obat nyamuk bakar terhadap kematian
nyamuk Anopheles aconitus. (skripsi).
Surakarta : Fakultas farmasi UMS.
Manson, J.M. (1986). The Basic Science of
Poisons in Casarett and Doulls
Toxicology. New York : MC Millan
Publishing Co.
Okine, L.K.N., Nyarko, A.K., Armah, G.E.,
Awumbila, B., Owusu, K., Setsoavia, S.,
Ofosuhene, M. ( 2004). Adverse Effects
of Mosquito Coil Smoke on Lung, Liver
and Certain Drug Metabilishing Enzymes
in Male Wistar Albino Rats, Ghana
Medical Journal, 38(3), 89-95.
Roberts, S.J. (1971). Veterinary Obstetrict and
Genital Diseases (Therioge- nology).
Ithaca. New York.
Triharso. (1994). Dasar - Dasar Perlindungan
Tanaman. Yogyakarta: Fakultas pertanian
UGM.

ISSN : 2087-5045

50

SCIENTIA VOL. 4 NO. 2, AGUSTUS 2014

UJI AKTIVI TAS ANTIDIABETES TIPE II EKSTRAK ETANOL SISA


PENYULINGAN KULI T BATANG KAYU MANIS DENGAN INDUKSI
LEMAK TERHADAP MENCI T PUTI H JANTAN
Ria Afrianti 1, M. Husni Mukhtar2 , Allen Baksir1
1
Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia Perintis
2
Fak. Farmasi Universitas Andalas
ABSTRACT
The antidiabetic effect type II extract etanol of destilation residu stem bark Cinnamomum burmani
(Ness)BL to male white mice has been studied, wich induction with lipid with use method of oral glucose
test. Extract given by oral with dose 100 mg/kg Bodyweight, 300 mg/kg Bodyweight, 1000 mg/kg
Bodyweight, and glibenclamid with dose 0,65 mg/kg Bodyweight as comparison, measuring blood
glucose execute day to 0,14, 15,18 and 21 with use instrument the blood glukosa reader (terumo ).The
result analysis statistic use test analysis variant and test at show that extract etanol of residu stem bark
Cinnamomum burmanii (Ness) BL in decrease blood glucose mice be significant.
Keywords : antidiabetic, Cinnamomum burmani (Ness)BL

PENDAHULUAN
Diabetes mellitus merupakan masalah
kesehatan yang banyak menarik perhatian
karena angka prevalensi yang bertambah setiap
tahunnya, terutama berkembang seperti di
Indonesia. Jumlah penderita diabetes mellitus
minimal 2,5 juta pada tahun 1994, tahun 2000
menjadi 4 juta dan tahun 2010 diperkirakan
minimal terdapat 5 juta penderita. Diabetes
mellitus
(DM)
merupakan
gangguan
metabolisme glukosa yang ditandai dengan
peningkatan kadar gula darah dan berhubungan
dengan komplikasi akut maupun kronik
(Setiawan , 2007).
Kasus dia betes yang paling banyak
dijumpai adalah diabetes mellitus tipe II yang
mempunyai latar belakang kelainan berupa
resistensi insulin pada pasien diabetes mellitus
tipe II, pengobatannya dengan perencanaan
makanan (diet), oleh karena itu diabet es mellitus
merupakan
penyakit
degeneratif
yang
memerlukan penanganan yang tepat dan serius
(Mahdi , 2008).
Salah satu tanaman yang diketahui dapat
digunakan untuk pengobatan diabetes adalah
kulit kayu batang manis Cinnamomum burmanii
(Ness ex BI), biasanya tanaman ini ditambahkan
sebagai rempah-rempah untuk menambah cita
ISSN : 2087-5045

rasa dalam makanan dan memberikan aroma


yang enak dan segar (Gunawan, 2004).
Berdasarkan pengalaman tradisional kulit batang
kayu manis dapat berkhasiat sebagai : obat
pelega perut, obat sariawan, karminatif,
diabetes, diaforetik, anti reumatik, menurunkan
nafsu makan, anti diare, dan obat batuk
(Supratmi, 2006). Kulit batang kayu manis
mengandung minyak atsiri 13 % dengan
komponen utama adalah sinamaldehid (6070%)
serta polyfenol, eugenol, damar, lendir, dan
kalsium oksalat selain minyak atsiri kulit batang
kayu manis juga mengandung Saponin,
Flavonoid dan T anin (Rismunandar, 2001 dan
Kartasapoetra , 1992).
Pada penelitian yang telah dilakukan oleh
para ahli sebelumnya telah dilakukan pengujian
aktifitas anti diabetes yang diinduksi dengan
lemak menggunakan sampel murni kulit batang
kayu manis (Ade, 2009 ). Pada penelitian ini
digunakan metoda yang sama dengan
menggunakan sampel yang berbeda yaitu sisa
penyulingan kulit batang kayu manis, diperoleh
dari PT. Forestrade IndonesiaLubuk Minturun
Padang, yang mana penyulingannya dengan
menggunakan air sebagai pelarut untuk
mendapatkan minyak atsiri, sehingga sisa dari
penyulingan kulit batang kayu manis tersebut
dibuang dan tidak digunakan. Oleh karena itu
51

SCIENTIA VOL. 4 NO. 2, AGUSTUS 2014

peneliti mencoba untuk melakukan pengujian


terhadap sisa penyulingan tersebut, sisa
penyulingan diekstraksi menggunakan etanol 96
%, ekstrak yang diperoleh dilakukan pengujian
aktifitas antidiabetes tipe II pada mencit putih
jantan.

METO DE P ENELITIAN
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah Seperangkat alat
destilasi vakum dan rotary epavorator, spatel,
kapas, pinset, corong, penangas air, timbangan
analitik, vial, jarum oral, timbangan hewan,
kandang hewan, mortir dan stamfer, gunt ing,
krus, alat suntik, krus porselen, alat pengukur
glukosa
darah
Blood
Glukosa
Reader(Terumo).
Bahan-bahan yang digunakan adalah
ekstrak sisa penyulingan kulit batang kayu
manis, aquadest, margarine (Blueband), Na.
CMC 0,5 %, glibenklamid, etanol 96 %,
makanan standar pellet.
He wan Pe rcobaan
Mencit putih jantan yang berumur 2 3 bulan
dengan berat badan 20 - 30 gram.
Pengambilan Ampas Sisa Penyulingan kulit
batang kayu manis.
Sampel diambil dari pabrik PT . Forestrade
Indonesia Lubuk Minturun.
Pembuatan Ekstrak Etanol Sisa Penyulingan
kulit batang kayu manis
Ditimbang 2 kg sampel kemudian
dimaserasi dengan etanol 96% sampai seluruh
sampel terendam, biarkan selama 5 hari didalam
botol maserasi yang berwarna gelap sambil
sesekali diaduk lalu disaring dan didapatkan
filtratnya. Ampas dimaserasi kembali, lakukan
sampai 3 kali. Lalu filtrat yang didapat di
uapkan secara vakum dengan rotary evaporator
(Depkes RI, 1979).
Dosis yang digunakan
Perlakuan dengan pemberian sediaan uji
digunakan dosis 100, 300, 1000 mg/kg BB dan
glibenklamid sebagai pembanding dengan dosis
0,65 mg/kg BB

ISSN : 2087-5045

Uji Efek Anti Diabe tes Ekstrak Etanol Sisa


Penyulingan Kulit Batang Kayu Manis
1. Disiapkan 6 kelompok mencit yang setiap
kelompok terdiri dari 5 ekor mencit, yaitu :
a. Kelompok I sebagai kontrol negatif diberi
makanan pellet 5 g/ekor mencit
b. Kelompok II sebagai kontrol positif
diberi makanan pellet dan mentega 5
g/ekor mencit dengan perbandingan (1:1)
c. Kelompok III, IV, V diberi makanan
pellet dan mentega 5 g/ekor mencit
dengan perbandingan (1:1), merupakan
kelompok mencit diabetes yang diberi
sediaan uji dengan dosis 100, 300 dan
1000 mg/kg BB secara oral.
d. Kelompok VI diberi makanan pellet dan
mentega 5 g/ekor mencit dengan
perbandingan (1:1) sebagai kelompok
pembanding yang diberi glibenclamid
dengan dosis 0.65 mg/kg BB secara oral
2. a. Pada kelompok II, III, IV, V, VI diberi
makanan pelet dan mentega 5 g/ekor
mencit (1:1) setiap hari sampai hari ke 21.
b. Pada hari ke 14, 15 , 18, dan 21 dilakukan
pemberian sediaan uji pada kelompok
III, IV dan V, dengan dosis 100, 300 dan
1000 mg/kgBB, sedangkan kelompok VI
diberikan
glibenklamid
seba gai
pembanding dengan dosis 0,65 mg/kgBB
setelah penimbangan berat badan.
c. Penimbangan berat badan mencit
dilakukan pada hari 7, 14, 15, 16, 17, 18
,19, 20 dan 21 sebelum pemberian
makanan (pellet) dan mentega
d. Lakukan pengukuran kadar glukosa
normal mencit dengan mengunakan alat
blood glukosa reader, dengan cara :
3. Oleskan kapas yang telah di basahi dengan
alkohol ke ekor mencit kemudian ekornya
ditoreh dengan menggunakan pisau silet
sampai darah mencit keluar dari ujung ekor.
4. Pasang strip test pada alat blood glukosa
reader, lalu pada daerah ekor mencit yang
ditoreh tempelkan strip test. T unggu 10 detik
dan amati kadar glukosa darah yang terbaca
pada layar monitor.
Analisa Data
Data perubahan kadar glukosa darah yang
diperoleh , diolah secara statistik memakai
analisa
variable (Anova) dua arah dan
52

SCIENTIA VOL. 4 NO. 2, AGUSTUS 2014

dilanjutkan uji wilayah Duncan.(Hanafiah, 2005


dan Supranto, 2000)

HASIL DAN PEMBAHASAN


Ekstrak kental yang diperoleh dari 2 g
ampas penyulingan kulit kayu manis adalah
14,03 g (0,7 %). Ekstrak dibuat menjadi 3
variasi dosis yaitu 100 mg/kgBB, 300 mg/kg
BB, 1000 mg/kgBB, yang didapat dari rumus
thomson, kemudian dibuat dalam bentuk sediaan
berupa suspensi dengan NaCMC 0,5 % sehingga
dihasilkan campuran yang homogen.
Pada penelitian ini digunakan lemak
sebagai penginduksi, dimana lemak disebut juga
lipid, merupakan zat yang kaya energi, sehingga
pemberian lemak yang berlebihan dapat
mempengaruhi kenaikan berat badan atau kita
kenal juga dengan obesitas (Smaolin, 1997).
Obesitas dapat memacu terjadinya penyakit
diabetes mellitus atau lebih dikenal dengan
kencing manis. Penyakit ini ditandai dengan
gejala-gejala khas yang sering dirasakan adalah
rasa haus berlebihan, pengeluaran urin yang
berlebihan dan makan yang berlebihan. (Jhon,
1997 dan Guyton, 1998).
Pengamatan dilakukan pada hari ke 14,
15, 18 dan 21 dengan tujuan untuk melihat
pengaruh lamanya pemberian ekstrak sisa
penyulingan kulit batang kayu manis terhadap
glukosa darah mencit selama 7 hari. Mencit
percobaan yang telah diaklimatisai selama satu
minggu, ditimbang berat badannya satu persatu

dan diukur kadar glukosa darah normal. Kadar


glukosa darah puasa normal jika kecil dari 90
mg/dl, sedangkan kadar glukosa darah puasa
diabetes jika besar sama dengan 110 mg/dl.
(Widowati, 2005). Untuk melihat efek
penurunan kadar glukosa darah dari ekstrak sisa
penyulingan kulit batang kayu manis terlebih
dahulu mencit diinduksi dengan makanan kaya
lemak selama 2 minggu yang masing-masingnya
5 gr/hari/ekor mencit. Setelah dua minggu
terjadi peningkatan kadar glukosa darah dan
berat badan.
Pengukuran kadar glukosa darah mencit
dilakukan dengan menggunakan alat Blood
Glukosa Reader. Keuntungan menggunakan alat
ini karena kerjanya sederhana dan membutuhkan
sedikit darah (1 2 tetes) dan dapat mengukur
kadar glukosa darah dengan cepat dan tepat
antara 20-600 mg/dL (Wade, 1986).
Dari hasil penelitian semua kelompok
mencit yang diberi ekstrak sisa penyulingan
kulit batang kayu manis selama 7 hari berturut turut mengalami penurunan kadar glukosa darah
yang bermakna pada P<0,05 (terlihat pada tabel
I). Pemberian glibenklamid sebagai pembanding
juga memperlihatkan penurunan kadar glukosa
darah mencit. Hal ini bisa terjadi karena secara
umum obat-obatan hiperglikemia bekerja
melalui beberapa cara antara lain merangsang
sekresi insulin dari sel beta pankreas,
mengurangi resistensi insulin atau memperbaiki
aktivitas reseptor tersebut terhadap insulin
(Soemarji, 2004).

Tabe l 1. Kadar glukosa darah rata rata mencit putih jantan setelah pemberian sediaan uji.
Kelompok

Kadar glukosa darah mencit rata-rata (mg/dl) pada hari ke0

14

15

18

21

I (Kontrol Negati f)

88,62,70

94,65,50

101,46,95

104,67,89

107,66,98

II (Kontrol Positif )

967,11

1181,58

123,23,11

1304,06

136,45,18

III (Dosis 100 mg/kg BB)

89,87,19

1155,38

113,43,78

109,44,28

102,64,56

IV (Dosis 300 mg/kg BB)

98,41,52

114,68,79

107,210,21

102,67,50

96,46,91

V (Dosis 1000 mg/kgBB)

985,05

1153,81

105,24,32

982,92

927,38

101,85,07

118,85,12

102,43,91

98,64,67

93,45,18

VI (Glibenklamid)

Dari hasil analisa variasi dua arah


diperoleh bahwa perlakuan mempengaruhi kadar
glukosa darah mencit putih jantan secara nyata
(*P<0.05). Untuk melihat lebih jauh pengaruh
ISSN : 2087-5045

masing-masing faktor terhadap kadar glukosa


darah mencit dilakukan uji berjarak Duncan,
terlihat perbedaan antara kelompok dosis 1, 2,
3, 4, 5 tidak berbeda nyata kecuali pada
53

SCIENTIA VOL. 4 NO. 2, AGUSTUS 2014

kelompok 6 sangat berbeda. Sedangkan hasil


perhitungan statistik terhadap berat badan
mencit terlihat bahwa penurunan berat badan
mencit setiap kelompok yang diberi ekstrak
etanol sisa penyulingan kulit batang kayu manis
dosis 100 mg/kgBB, 300 mg/kgBB, 1000
mg/kgBB dan pembanding glibenklamid 0,65
mg/kgBB tidak mengalami penurunan berat
badan secara berbeda nyata dan waktu juga
tidak mempengaruhi penurunan berat badan
secara berbeda nyata. Hal ini disebabkan karena
perbedaan berat badan rata-rata mencit tidak
berbeda jauh.

KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan
di ambil kesimpulan bahwa pada dosis 1000
mg/kgBB ekstrak etanol sisa penyulingan kulit
batang kayu manis menunjukkan penurunan
kadar glukosa darah sangat berbeda nyata
diambil dari perhitungan statistik, dibandingkan
kelompok ekstrak dosis 100, 300 mg/kg BB dan
kelompok pembanding glibenklamid dosis 0,65
mg/kgBB.

DAFTAR PUSTAKA
Ade T.P.2009, Uji efek anti Diabetes Melitus
TIpe II Ekstrak Etanol kayu Manis
Cinnamomum burmanii(Nees ex BI)
Terhadap Mencit Putih Jantan, Skripsi S1
sekolah
T inggi
Ilmu
Farmasi
Indonesia.Padang .
Departeman
Kesehatan
Republik
Indonesia.1979, Farmakope Indonesia,
Edisi III, Jakarta.
Guna wan, D., Mulyani, S.2004, Ilmu Obat Alam
(Farmakognosi) Jilid I. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Guyton, W.1998 ,Fungsi Endokrin Pankreas
dan
Pengaturan
Metabolisme
Karbohidrat,Diterjemahkan
oleh
A.Dharma dan P.Lukmanto, Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran, Ed XVII, Jakarta.
Hanafiah, K.A.2005, Rancangan Percobaan,
Teori dan Aplikasi, Edisi III, PT
Grapindon Persada, Jakarta.
Jhon, H.1997, Hormon Pangkreas dan ObatObatan Antidiabetes , Farmakologi Dasar
ISSN : 2087-5045

dan Klinik, Penerbit Buku Kedokteran


EGC, Jakarta.
Kartasapoetra, G.1992, Budidaya Tanaman
Berkhasiat Obat, Rineka Cipta, Jakarta.
Mahdi.2008,
Analisis
Interaksi
Obat
Antidiabetik Oral. Jurnal Farmasi
Indonesia.
Rismunandar, Paimin, Farry, B.2001, Kayu
Manis Budidaya dan Pengelolaannya,
Penebar Swa daya, Jakarta.
Setiawan.2007,
Distribusi Penggunaan
Antidiabetik Oral di Rumah Sakit , Jurnal
Farmasi Indonesia. Universitas Farmasi
Purwokerto.
Soemarji, A.2004, Penentuan Kadar Glukosa
Darah Mencit Secara Tepat, Untuk
Diterapkan Dalam Pemisahan Antdiabetes
In Vivo Acta Pharmasetical Indonesia,
Vol. XXIX.
Smaolin, L.A., M.B Grovenor.1997, Nutrition
Science and Application, Edisi 2,
Soundres College, New York.
Supranto, J.2000, Teori dan Aplikasi, Statistik,
Edisi VI, 14, Jakarta.
Supratmi.2006, Efektifitas Ekstrak Kulit Batang
Kulit Kayu Manis Sebagai Obat , Jurnal
Ilmiah Farmasi. Universitas Islam
Indonesia Yogjakarta.
Wade, A., Weller P.1986, Pharmasetical
Exicipients, Edisi 2, The Pharmaceutical
Press, London.
Widiowati, L., Kusuma.2005, Pengaruh
Ekstrak Biji Klabet Terhadap Gambaran
Kerusakan Sel Beta Pankreas Pada Tikus
NIDDM, Majalah Medika No. 10,hal 18
-21.

54

SCIENTIA VOL. 4 NO. 2, AGUSTUS 2014

PROSES PENYEMBUHAN LUKA BAKAR PADA MENCI T PUTIH


JANTAN MENGGUNAKAN MEMBRAN PEMBALUT DARI PATI
BENGKUANG(Pachyrrhizus erosus (L) Urban)
Yufri Aldi1 , De di Nofiandi 2 dan Elya Sari2
1
Fakultas Farmasi Universitas Andalas
2
Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia Perintis Padang

ABSTRACT
Study of the effect of varying the concentration of the absorption propilenglicol membrane wound
dressing yam starch in the healing process of burns on white mice. T he concentration of propilenglicol are
used 20%, 30%, 40% of the total analyzed poliblen. Parameter of analysis are organoleptic, membrane
thickness, pH,absorption test , antibacterial activity and pharmacological activity. The reasults show that
concentrations propilenglicol effect was not significantly different in membrane thickness formula 1 and
formula 2, but significantly different from the formula 3, the absorption test formula 3 have the better
absorption of the formula 1 and formula 2. in the healing process of burn, healing percentages were not
significantly different in each formula, but significantly different from controls.
Keywords : Yam bean, plasticizer, membrane wound dressing, burns

PENDAHULUAN
Pembalut luka (wound dressing) berfungsi
untuk menutupi atau melindungi jaringan baru,
menyerap cairan yang keluar dari luka/nanah,
mengurangi rasa sakit dan juga diharapkan dapat
mempercepat proses penyembuhan luka.
Pembalut luka primer yang kontak langsung
dengan luka saat ini pada umumnya berbahan
dasar karbohidrat antara lain kitoson dan
alginat. Dari bahan tersebut akan dihasilkan
produk pembalut luka yang berdaya serap tinggi,
mudah
digunakan/dilepaskan,
melindungi
terhadap serangan bakteri, dan menutupi luka
(Mutia, 2011).
Bengkuang (Pachyrrhizus erosus (L)
Urban) merupakan sumber daya alam yang
memiliki prospek pengembangan yang sangat
luas. Oleh karena itu dilakukan pengolahan
bengkuang yang bertujuan memanfaatkan
sumber daya alam yang tersedia menjadi produk
yang mempunyai nilai tambah yang tinggi
(Alina, 2006). Pati bengkuang telah digunakan
dalam berbagai bentuk sediaan, seperti dalam
bentuk bedak dingin, masker, pelembab, lotion,
dan bath gel (Kusnandar, 2010).
Berdasarkan uraian diatas, mendorong
peneliti untuk melakukan penelitian terhadap
ISSN : 2087-5045

membran pembalut luka dari bahan pati


bengkuang dengan memvariasikan konsentrasi
propilenglikol.

METO DA PENELITIAN
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah oven,
autoklaf, erlemeyer, cawan petri, kapas, ose,
tabung reaksi, spatel, mikrometer, kaca arloji,
beaker glass, magnetik stirer, gelas ukur,
timbangan analitik, pinset, kasa, plester,
desikator, krus porselein, buret, pipet tetes, dan
kaca arloji.
Bahanbahan yang digunakan adalah
neomisin sulfat, pati bengkuang, polivinil
alkohol, propilenglikol, nipagin, nipasol, air
suling, Staphylococcus aureus, mencit putih
jantan, NaCl fisiologis, nutrient agar (NA),
Mueller-Hilton agar, alkohol 70%, H2 SO4 2 N,
fenolftalein 0.1 %, larutan iodium dan NaOH 0,1
N.
Pembuatan pati bengkuang
Umbi bengkuang (Pachyrrhizus erozus
(L) Urban) diambil di daerah Kecamatan Koto
T angah, Padang. 3 kg umbi bengkuang yang
55

SCIENTIA VOL. 4 NO. 2, AGUSTUS 2014

telah dikupas dan dibersihkn, dipotong kecil,


diblender
diperas dan disaring, sehingga
diperoleh sari bengkuang. Sari bengkuang
diendapkan.
Endapan
yang
diperoleh
dikeringkan, digerus dan diayak. Sehingga
diperoleh pati bengkuang.
Pembuatan membran pembalut luka
Tabe l
No
1
2
3
4
5
6
7

1.

Formula
Luka

Nama Zat
Neomisin sulfat(gr)
Pati Bengkuang(gr)
Polivinil
Alkohol(gr)
Propilenglikol(gr)
Nipagin(gr)
Nipasol (gr)
Aquades ad(ml)

Membran

Pembalut

F1
0,5
4
2

F2
0,5
4
2

F3
0,5
4
2

1,2
0,05
0,1
100

1,8
0,05
0,1
100

2,4
0,05
0,1
100

Proses pembuatan membran yang di


lakukan pada penelitian ini mengunakan metode
tuang. Pati bengkuang, polivinil alkohol (PVA),
propilenglikol, nipagin, nipasol serta neomisin
sulfat ditambahkan air suling yang tersedia
dalam beaker glass, kemudian diaduk dengan
batang pengaduk dan dipanaskan
sambil
diaduk dengan magnetik stirrer . Suhu yang
digunakan waktu pemanasan adalah 70C
selama 40 menit, Kemudian tuangkan pada
cetakan membran modifikasi dan biarkan kering
selama 3 hari pada suhu kamar. Membran yang
sudah mengering dilepaskan dari cetakan.
Kemudian dilakukan evaluasi terhadap membran
pembalut luka (Anwar, 2012)
Evaluasi membran pembalut luka
a. Peme riksaan Organole ptis
Pemeriksaan
organoleptis
meliputi
pengamatan bentuk, warna, bau dan rasa
dari membran yang dihasilkan (DepKes RI,
1995).
b. Peme riksaan pH
Pengukuran pH dilakukan dengan cara 1 gr
membran diencerkan dengan air suling
hingga 10 ml. elektroda dicelupkan dalam
wadah tersebut, biarkan jarum bergerak
sampai posisi konstan. Angka yang
ditunjukan pHmeter merupakan nilai pH
tersebut (Martin, 1993 dan DepKes RI,
1995).
ISSN : 2087-5045

c. Ke te balan membran
Ketebalan membran diukur pada 5 titik
berbeda
menggunakan
mikrometer
kemudian dihitung nilai rata-ratanya
(Krochta, 1994).
d. Uji Daya Se rap
Membran di potong dengan ukuran 22 cm,
kemudian ditimbang beratnya sebagai berat
awal ( Wt). Lalu membran di rendam dalam
5 ml NaCl fisiologis selama 1, 10, 20, 30
menit. Setelah di rendam permukaan
membran dikeringkan dengan tisu kertas
dan di timbang beratnya sebagai berat akhir
(Wf) (Lachman, 1994).
Rumus :

e.

Uji aktivitas antibakte ri membran


pembalut luka pati bengkuang
Medium Mueller-Hilton Agar (MHA) yang
telah dicairkan dimasukan dalam cawan
petri steril sebanyak 10 ml dan dibiarkan
memadat (base layer). Setelah itu dibuat
seed layer untuk bakteri uji dengan cara
mencampur 5 ml medium MHA dengan 1
ml suspensi bakteri Staphylococcus aureus,
dihomogenkan lalu dituang di atas base
layer dan dibiarkan memadat. Sediaan uji
yang telah dibentuk seperti paper disc
diletakkan
diatas
media
kemudian
diinkubasi pada suhu 37C selama 24 jam.
Diamati dan diukur zona hambatnya
(Fatmawati, 2009).
f. Uji e fektifitas membran pembalut luka
bakar pada he wan pe rcobaan
Hewan
dikelompokkan
menjadi
5
kelompok, masing-masing terdiri dari 5
ekor, yaitu; kelompok kontrol (tidak
mengandung neomisin sulfat), kelompok
F1, kelompok F2, kelompok F3 dan
kelompok
membran
pembanding
(Daryantulle).
Setiap
formula
mengandung neomisin sulfat 0,5%.
Bulu pada ba gian punggung hewan
dirontokkan dengan menggunakan krim
perontok bulu. Ba gian punggung yang telah
dirontokkan bulunya dibersihkan dengan alkohol
70%, selanjutnya luka bakar dibuat dengan
menggunakan lingkaran logam berdiameter 1,5
cm yang dipanaskan dalam air panas hingga
suhu 85 C selama 15 menit. Logam panas
56

SCIENTIA VOL. 4 NO. 2, AGUSTUS 2014

tersebut ditempelkan pada bagian punggung


mencit yang telah dirontokan bulunya selama 20
detik, timbul luka berbentuk lingkaran
dipunggung mencit. Luka yang terbentuk
kemudian
dioleskan
suspensi
bakteri
Staphylococcus aureus dengan kapas pada
seluruh permukaan luka, kemudian luka ditutupi
dengan kain kasa dan diplester (Jewezt, 2012).
Setelah 24 jam terinfeksi, luka bakar
dibersihkan dengan NaCl fisiologis kemudian
ditutupi dengan membran pembalut luka pati
bengkuang
berdasarkan
masing-masing
kelompok, setelah itu ditutupi dengan kain kasa
dan diplester. Selanjutnya membran yang baru
di tempelkan lagi seperti prosedur diatas setiap
satu hari selama 21 hari. Lakukan pengamatan
pada luas daerah luka yang sembuh pada hari
ke-7, ke-14, ke-21 (Mutia, 2011).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Penggunaan pati memiliki keterbatasan
apabila diaplikasikan dalam bentuk sediaan
seperti film atau membran karena menghasilkan
sediaan yang rapuh dalam kondisi kering dan
kemampuan menyerap air yang tinggi untuk itu
perlu
penambahan
bahan
yang
dapat
memperbaiki sifat pati tersebut. Dalam
penelitian ini menggunakan propilenglikol
sebagai plasticizer. T ujuan penambahan
plasticizer yaitu untuk menurunkan kekakuan
dan
meningkatkan
fleksibilitas
sediaan.
Kombinasi antara propilenglikol dengan PVA
akan menghasilkan sediaan yang lebih lebih
kompatibel (terlihat dari film yang dihasilkan
transparan dengan permukaan yang relatif rata).
Pemilihan penambahan PVA pada formula dapat
mempercepat
proses
pengeringan,
dan
memberikan kontak yang baik dengan kulit.
Pada formula ditambahkan nipagin dan nipasol
hal ini bertujuan untuk mencegah pertumbuhan
jamur selama pengeringan sediaan.
Konsentrasi penambahan plasticizer pada
penelitiaan ini adalah 20%,30%,40% dari
polimer. Pemilihan konsentrasi ini berdasarkan
uji pendahuluan yang telah dilakukan bahwa
pada konsentrasi besar dari 40% maka membran
yang terbentuk akan mengkerut dan susah
diangkat dari cetakan membran. . Apabila
konsentrasi propilenglikol yang digunakan kecil

ISSN : 2087-5045

dari 20% membran yang dihasilkan mudah patah


dan kaku.
Hasil pemeriksaan organoleptis dari
membran F1, membran yang terbentuk tapi
susah diangkat dari cetakan. Hal ini disebabkan
karena kecilnya konsentrasi propilenglikol yang
digunakan sebagai plasticizer karena plasticizer
merupakan komponen yang sangat berperan
dalam
pembentukan
membran
untuk
menghindari lengketnya membran pada cetakan
dan tidak robek pada saat dilepas. Warnanya
yang dihasilkan coklat muda, bau khas , dan
berasa agak manis.
Hasil pemeriksaan organoleptis F2 dan F3
diperoleh membran yang utuh, warna coklat
muda, bau khas, rasa agak manis, serta semakin
mudah untuk dikeluarkan dari cetakan.
Plasticizer dapat meningkatkan elastisitas dari
membran.
Peningkatan
konsentrasi
propilenglikol menyebabkan ketebalan lapisan
membran semakin meningkat dan lebih
fleksibilitas.
Pada pemeriksaan pH membran tanpa
neomisin sulfat diperoleh hasil pH 7,38 7,39
sedangkan membran F1 6,39, F2 6,20 dan F3
6,10. Terjadinya penurunan pH pada Formula
diseba bkan adanya kandungan neomisin sulfat
yang memiliki pH 6,7. pH membran yang
diperoleh sudah sesuai dengan pH fisiologis
kulit yaitu 4,2 6,5 (Wasitaatmadja, 1997).
Ketebalan membran pada F3 memiliki
perbedaan
yang
signifikan
(p<0,05)
dibandingkan dengan F2 dan F1 artinya F3 lebih
tebal dibandingkan dengan F2 dan F1 ini
diseba bkan besarnya konsentrasi propilenglikol
pada
F3,
semakin
besar
konsentrasi
propilenglikol maka semakin tebal sediaan
membran yang dihasilkan.
Tabe l 2. Hasil pengukuran ketebalan membran
pembalut luka
Formula
F1
F2
F3

Rata-rata Ketebalan (cm)


0,1272a 0,0121
0,1300a 0,0082
0,1360b 0,0091

Ketebalan membrane merupakan sifat


fisik yang akan mempengaruhi daya serap,
dimana semakin tebal membran maka daya
serapnya semakin besar terlihat pada T abel III
uji daya serap diba wah ini, dimana F3 pada
menit ke 20, 30 memiliki daya serap yang lebih
baik dari pada F1 dan F2.
57

SCIENTIA VOL. 4 NO. 2, AGUSTUS 2014

Tabe l 3. Hasil pengukuran uji daya serap membran pembalut luka


Menit ke
1
5
10
20
30

F1(%)
68,14b 10,00
156,72b 17,21
191,09a 6,52
210,89a 3,88
224,84a 4,20

F2 (%)
85,53c 18,59
156,9b 24,58
192,13a 12,25
234,99b 13,09
239,93ab 14,04

Aktivitas antibakteri dari membran dapat


dilihat pada tabel III, dimana secara statistik
tidak ada perbedaan bermakna antara F1, F2 dan
F3, artinya bahwa semua formula memiliki daya
hambat yang sama terhadap bakteri.
Tabe l 4.

Aktifitas antibakteri
pembalut luka

Kelompok
Kontrol
Formula 1
Formula 2
Formula 3

Diameter daya
hambat (mm)
0,00a 0,00
19,91b 0,0224
19,92b 0,0274
19,92b 0,0274

F3 (%
42,00a 8,31
109,55a 21,63
173,48a 69,55
242,88b 11,71
257,24b 10,21

Dari hasil uji statistik persentase


penyembuhan luka tidak ada perbedaan secara
bermakna antara semua formula dengan
pembanding mencit, namun berbeda nyata
dengan kontrol.

membran

Keterangan
Resisten
Sensitif
Sensitif
Sensitif

Tabe l 5. Persentase penyembuhan luka bakar pada putih jantan.


Kelompok
Kontrol negatif
F1
F2
F3
Pembanding

Persen penyembuhan

Persen penyembuhan

Persen penyembuhan

pada hari ke 7

pada hari ke 14

pada hari ke 21

100 0,00

100 0,00

5,19 7,11
b

31,41 91,67

57,11 3,89
72,52 8,87

72,52 8,87

100 0,00

100 0,00

31,41 91,67
39,78 11,56
b

29,38 6,19

79,03 7,59
b

71,39 7,23

100 0,00

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan


dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Variasi konsentrasi propilenglikol pada
membran pembalut luka pati bengkuang
memberikan daya serap yang lebih besar.
2. Proses penyembuhan luka bakar pada mencit
putih yang di induksi dengan logam panas
menggunakan 3 variasi Formula hasilnya
tidak berbeda (P>0,05).

Alina W, Ersa CB, Fitrianti D, Apriyanti dan


Lestari R, 2006, Industri Makanan Dan
Minuman
Berbasis
Bengkuang,
Kumpulan Makalah PKMP PIMNAS XIX
, Universitas Muhamadiyah Malang.
Anwar E, 2012, Eksipien Dalam Sediaan
Farmasi Karakteristik dan Aplikasi,
Penerbit Dian Rakyat, Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV,
Dirjen POM, Jakarta.
Fatmawati A, Mufidah, Sartini dan Halilintar
VD, 2009, Aktifitas Antibakteri Krim
Ekstrak Daun Kakurang (Stacytarpheta

ISSN : 2087-5045

58

SCIENTIA VOL. 4 NO. 2, AGUSTUS 2014

Jamaicensis
(L)
Vahl)
Terhadap
Stapylococcus aureus dan Pseudomonas
aeruginods secara in vitro, Majalah
Farmasi dan Farmakologi Vol. 13 No. 3,
hal 71-75.
Jawetz E, Melnick JL dan Adelberg EA, 2012.
Mikrobiologi Kedokteran edisi 25.Jakarta
:EGC Penerbit Buku Kedokteran
Krochta JM, EA Baldwin, and MO NisperosCarriedo., 1994, Edible Coating and Film
to Improve Food Quality, T echnomic
Publishing Company, New York, NY.
Kusnandar F, 2010, Kimia Pangan Komponen
Makro, Dian Rakyat, Jakarta.
Lachman L, Lieberman and JL Kaning, 1994,
Teori dan Praktek Farmasi Industri II,
Edisi 3, alih bahasa oleh S.Suyami,
Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Mutia T , Eriningsih R dan Safitri R, 2011,
Membran Alginat Sebagai Pembalut Luka
Primer dan Media Penyampaian Obat
Topikal Untuk Luka Yang Terinfeksi,
Jurnal Riset Industri Vo.V, No.2,2011,
Hal 161-174.
Wasiatmadja SM., 1997, Penuntun Ilmu
Kosmetik Medik, Universitas Indonesia,
Jakarta.

ISSN : 2087-5045

59

SCIENTIA VOL. 4 NO. 2, AGUSTUS 2014

FORMULASI GEL MI NYAK NILAM DAN UJI DAYA HAMBATNYA


TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus
Widyastuti, Farizal
Akademi Farmasi Imam Bonjol Bukittinggi

ABSTRACT
A study on antibacterial activity of gel formulation of patchouli oil has been carried out towards
Staphylococcus aureus. Seven different concentrations of patchouli oil 535% were formulated as gel
using 3% HPMC as a bases. Several evaluation were examined on the gel formulation including
organoleptic examination, homogeneous, pH test, skin irritation test, stability test and spreadability.
While antibacterial activity test of the obtained formulation was tested on MHA medium. Antibacterial
activity was testes by using difution method. T he result showed that patchouli oil was successfully
formulated and physically stable in gel form. The antibacterial effect test showed that FVI (patchouli oil
30%) demonstrated the strongest activity with 12,372 0,395 mm diameter of inhibition towards
Staphylococcus aureus. Antibacterial activity patchaouli oil at concentration 30% was higher than the gel
form at the same concentration with 14,708 0,859 mm diameter of inhibition.
Ke ywords : minyak nilam, patchouli oil, gel, HPMC

PENDAHULUAN
Minyak nilam, sekitar 90% produksi
dunia berasal dari penyulingan di Indonesia.
Minyak nilam pada bidang farmasi digunakan
untuk
obat
antiradang,
antimikroba,
antiserangga, antidepresi dan untuk aromaterapi
(Mangun et.al, 2012). Komponen kimia
penyusun minyak nilam terdiri dari dua
golongan yaitu golongan hidrokarbon yang
berupa senyawa seskuiterpen, berjumlah sekitar
4045% dari berat minyak dan golongan
hidrokarbon beroksigen yang berjumlah sekitar
5257% dari berat minyak (Guenther, 1990).
Komponen-komponen kimia penyusun minyak
nilam yang mempunyai persentase terbesar
adalah patchouli alcohol (32,60%), -guaiene
(23,07%), -guaiene (15,91%), seychellene
(6,95%) dan -patchoulene (5,47%) Minyak
nilam dengan fraksi yang memiliki titik didih
tinggi (Patchouli Alkohol) memiliki kemampuan
sebagai antibakteri (Aisyah et.al, 2008).
Kandungan minyak nilam tertinggi terdapat
pada bagian daun yaitu 45%. Minyak nilam
menunjukkan aktivitas antimikroba terhadap
Escherichia coli, Staphylococcus aureus,
Candida albicans, Aspergillus niger dan
Microsporum gypseum (Ulfa, 2008).
ISSN : 2087-5045

Pengembangan formulasi minyak nilam


sebagai obat antibakteri pada kulit dapat dibuat
dalam bentuk sediaan setengah padat seperti gel.
Salah satu zat pembentuk gel tersebut turunan
selulosa seperti hidroksipropilmetilselulosa
(HPMC) (Anonim, 1994 & Lachman et.al,
1994). Minyak nilam yang telah disuling selama
ini masih bertujuan untuk ekspor, belum ada
sediaan atau pengolahan lebih lanjut dari minyak
nilam tersebut. Aktivitas minyak nilam sebagai
antimikroba dapat mengurangi penyakit pada
kulit, sehingga dapat dibuat sediaan setengah
padat seperti gel.

METO DA PENELITIAN
Alat dan Bahan
T imbangan, neraca analitik, alat destilasi,
beaker glas, gelas ukur, batang pengaduk, spatel,
termostat, corong, spatel, wadah gel, deck glass,
pH meter, termometer, piknometer, ose steril,
kapas, kasa steril, aluminium foil, tabung
reaksi, lemari aseptis, autoclave, inkubator,
cawan petri, pipet mikro, jangka sorong.
Daun nilam, minyak nilam, Natrium
sulfat, HPMC, propilenglikol, metil paraben,
propil paraben, air suling, biakan bakteri
60

SCIENTIA VOL. 4 NO. 2, AGUSTUS 2014

Staphylococcus aureus, NaCl fisiologis, media


Nutrient Agar dan Mueller Hinton Agar.

ditampung dan diberi Natrium sulfat untuk


menghilangkan sisa air. Minyak nilam yang
didapat dilakukan pengujian organoleptis,
kelarutan dan bobot jenis.

Cara Ke rja
Isolasi Minyak Nilam
Daun nilam yang telah dikeringanginkan
dimasukkan ke dalam alat destilasi, tambahkan
air suling dan dilakukan penyulingan dengan
metode uap air. Minyak atsiri yang keluar

Pembuatan Se diaan Gel


Formula sediaan gel dibuat dengan komposisi
sebagai berikut:

Tabe l 1. Formula Gel Minyak Nilam


No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Nama Zat
Minyak Nilam
HPMC
Propilenglikol
Metil Paraben
Propel Paraben
Air suling ad

Formula
I
II
5
10
3
3
10
10
0,15 0,15
0,05 0,05
100
100

III
15
3
10
0,15
0,05
100

Se diaan dibuat dengan cara 40 ml air


suling didihkan dan dimasukkan metil paraben
dan propil paraben sambil diaduk hingga larut.
HPMC sebanyak 3 gram dimasukkan ke dalam
larutan diatas. T ermostat diturunkan suhunya
dan sediaan dibiarkan selama 5 menit sambil
diaduk. Sediaan diturunkan dari termostat, aduk
hingga dingin. Minyak atsiri dicampur dengan
propilenglikol dan ditambahkan kedalam sedikit
demi sedikit ke dalam basis gel sambil diaduk
homogen. Sisa air suling ditambahkan hingga
diperoleh bobot yang cukup sambil dia duk
homogen.
Evaluasi Se diaan Gel
Evaluasi sediaan gel meliputi warna dan
bau dilakukan secara visual, homogenitas,
pengaruh perubahan suhu, pemeriksaan pH dan
pemeriksaan daya sebar.
Pengujian Aktivitas Antibakte ri Gel Minyak
Nilam
Cawan petri yang telah disterilkan
diletakkan beberapa silinder dengan diameter 6
mm. Suspensi bakteri sebanyak 0,5 mL
ditambahkan kedalam media MHA sebanyak 15
mL, selanjutnya dimasukkan kedalam cawan
petri. Setelah media memadat, silinder diangkat,
sehingga membentuk lubang pada media.
Se diaan gel minyak nilam diletakkan didalam
lubang. Diinkubasi selama 24 jam pada suhu
37 o C. Hasil diamati ada tidaknya daerah
ISSN : 2087-5045

IV
20
3
10
0,15
0,05
100

V
25
3
10
0,15
0,05
100

VI
30
3
10
0,15
0,05
100

VII
35
3
10
0,15
0,05
100

hambatan yang jernih disekeliling lubang dan


diukur diameternya.
Analisis Data
Analisis data yang didapat menggunakan
Uji Anova satu arah dengan taraf kepercayaan
95% dan dilanjutkan dengan Uji Students
Newman Keuls (SNK) jika ada perbedaan yang
signifikan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Daun nilam yang telah dikeringkan
tersebut selanjutnya dilakukan penyulingan
dengan cara penyulingan dengan uap langsung.
Metode penyulingan ini dipilih karena
mempunyai beberapa keuntungan diantaranya
uap air yang dihasilkan selalu dalam kondisi
jernih sehingga dapat dilihat batas antara air dan
minyak yang dihasilkan. Selain itu, suhu yang
dihasilkan tidak terlalu panas sehingga tingkat
kegosongan minyak lebih terkendali. Namun,
cara ini juga memiliki suatu kelemahan, yaitu
tekanan uap yang dihasilkan relatif rendah
sehingga belum dapat menghasilkan minyak
dengan waktu yang cepat (Mangun, et.al, 2012).
Dari
hasil
penyulingan
tersebut
didapatkan rendemen minyak nilam yang
dihasilkan berkisar 0,77%. Teknik penyulingan
minyak nilam mempengaruhi hasil yang
didapatkan. Yuliana (2003) telah melalukan
61

SCIENTIA VOL. 4 NO. 2, AGUSTUS 2014

isolasi minyak nilam dengan teknik destilasi,


ekstraksi dan fermentasi. Rendemen minyak
nilam dari daun kering yang diperoleh dengan
menggunakan teknik destilasi sebanyak 0,73%,
teknik ekstraksi sebanyak 3,56% dan teknik
fermentasi sebanyak 6,22%. Proses destilasi
yang dilakukan pada daun nilam dapat
mengakibatkan kehilangan minyak atsiri karena
terjadi penguapan.
Pemeriksaan organoleptis dari minyak
nilam hasil penyulingan didapatkan berupa
cairan kental berwarna kuning kecoklatan
dengan bau khas minyak nilam. Hal ini berbeda
dengan minyak nilam yang dihasilkan oleh
penyulingan yang dilakukan masyarakat
Pasaman, dimana warnanya coklat kemerahan.
Perbedaan warna minyak nilam kemungkinan
karena masyarakat Pasaman menyuling tanaman
nilam dengan menggunakan alat yang sederhana
yaitu banyak memakai drum bekas (Saputra,
2009).
Minyak nilam yang dihasilkan larut
dengan alkohol 90% pada suhu 23o C. hal ini
sesuai dengan syarat mutu minyak nilam yang
tertera dalam SNI Minyak Nilam. Untuk
pemeriksaan bobot jenis didapatkan hasil
0,98322 dan pada minyak nilam hasil
penyulingan masyarakat di dapatkan bobot jenis
0,99037. Pemeriksaan dilakukan pada suhu

23 o C. Menurut SNI Minyak Nilam, bobot jenis


minyak nilam berkisar 0,950 0,975 pada
pengukuran suhu 25 o C. Perbedaan hasil bobot
jenis kemungkinan disebabkan oleh perbedaan
pada suhu pengukuran.
Formula sediaan minyak nilam dibuat
dalam bentuk gel. Dasar gel yang digunakan
berbentuk setengah padat, bening transparan dan
berbau khas. Hasil pemeriksaan dasar gel
menunjukkan bahwa gel
homogen, tidak
memisah karena perubahan suhu, tidak
mengiritasi kulit, mempunyai pH 7,10 dan daya
sebar sebesar 24,936 1,357 cm2 pada beban 5
g dan setelah disimpan selama 8 minggu daya
sebar menurun menjadi 19,386 1,186 cm 2 .
Hal ini menunjukkan bahwa dasar gel dapat
digunakan untuk pemakaian pada kulit.
Hasil pemeriksaan pada semua formula
dengan perbedaan konsentrasi minyak nilam
menunjukkan bentuk setengah padat, warna
kuning muda, bau khas minyak nilam, homogen,
tidak memisah dengan perubahan suhu dan tidak
mengiritasi kulit. Warna kuning muda
diseba bkan karena minyak nilam tidak larut
dalam air sehingga tidak tercampur dalam
bentuk terlarut tetapi dalam bentuk partikel
halus terbagi rata dalam sediaan gel. Dengan
adanya minyak nilam maka gel yang dihasilkan
tidak lagi transparan.

Tabe l 2. Evaluasi Gel Minyak Nilam


Formula
No.
1.

2.
3.
4.
5.
6.

Pemeriksaan
Pemerian
Bentuk
Warna
Bau
Homogenitas
Pengaruh perubahan suhu
Uji iritasi kulit
pH
Daya Sebar (cm2 )
Awal
Beban 5 g

Keterangan:
sp
km
bkn
bng

BS

FI

FII

FIII

FIV

FV

FVI

FVII

sp
bng
tb
hmg
tm
ti
6,80

sp
km
bkn
hmg
tm
ti
5,47

sp
km
bkn
hmg
tm
ti
5,05

sp
km
bkn
hmg
tm
ti
4,91

sp
km
bkn
hmg
tm
ti
4,81

sp
km
bkn
hmg
tm
ti
4,71

sp
km
bkn
hmg
tm
ti
4,61

sp
km
bkn
hmg
tm
ti
6,21

3,28
19,39

2,03
6,47

2,11
7,93

1,93
6,01

1,77
4,91

1,77
4,04

1,47
4,28

1,07
3,04

= setengah padat
= kuning muda
= bau khas nilam
= bening transparan

ISSN : 2087-5045

hmg
tm
ti
tb

= homogenitas
= tidak memisah
= tidak mengiritasi
= tidak berbau

62

SCIENTIA VOL. 4 NO. 2, AGUSTUS 2014

pH gel mengalami penurunan dengan


adanya minyak nilam. Hal ini dapat terjadi
karena sebagian besar minyak atsiri merupakan
asam lemah atau netral (Guenther, 1990).
T erdapat perbedaan harga pH dari masingmasing formula,
dimana dengan kenaikan
konsentrasi minyak nilam maka terjadi
penurunan pH sediaan. pH juga mengalami
penurunan setelah sediaan disimpan selama 8
minggu. T etapi harga pH masih memenuhi
persyaratan, persyaratan sediaan untuk kulit
mempunyai pH antara 4,5 6,5.
Pada pengujian daya sebar juga terjadi
perubahan, dimana semakin besar konsentrasi
minyak nilam, maka daya sebar gel semakin
menurun. Demikian juga pada penyimpanan
sediaan selama 8 minggu juga terjadi penurunan
besarnya daya sebar. Hal ini kemungkinan
diseba bkan karena pengaruh polimer yang
digunakan sebagai bahan dasar gel yang akan
mengalami swelling
sehingga menyerap
sebagian air yang ada dalam gel. Daya se bar gel
yang baik berkisar antara 5 7 cm2 (Garg et.al,
2002). Dengan melihat hasil yang didapat maka
FIV, FV dan FVI memenuhi persyaratan daya
sebar gel. Setelah dilakukan penyimpanan, maka
FI dan FIII yang memenuhi persyaratan daya
sebar gel. Dari penelitian yang dilakukan
didapatkan daya sebar gel akan menurun dengan
penambahan konsentrasi minyak nilam. Hal ini
berarti semakin besar konsentrasi minyak nilam
maka gel yang dihasilkan semakin kental.
Pada pengujian aktivitas antibakteri
minyak nilam pada konsentrasi 30% terhadap

bakteri Staphylococcus aureus yang dilakukan


oleh Dzakwan (2012) didapatkan diameter
daerah hambatan sebesar 18,30 mm dan yang
dilakukan oleh Das et.al, (2011) pada
konsentrasi 30% sebesar 14,53 0,37,
sedangkan pada penelitian yang dilakukan juga
pada konsentrasi 30% didapatkan daerah hambat
sebesar 14,708 0,859 mm. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena perbedaan
kandungan patchouli alcohol dari masingmasing tanaman nilam dengan daerah yang
berbeda (Mangun et.al, 2012). Pengujian
aktivitas antibakteri gel terhadap bakteri
Staphylococcus aureus dengan konsentrasi
minyak nilam 535% secara keseluruhan
menunjukkan aktivitas antibakteri. Dasar gel
tidak menunjukkan aktivitas antibakteri karena
tidak menghasilkan daerah bening. Pada
penelitian ini peningkatan konsentrasi minyak
nilam dalam sediaan sampai dengan 30%
menunjukkan peningkatan diameter hambatan,
tetapi pada konsentrasi 35% menunjukkan
penurunan diameter daerah hambat. Hal ini
kemungkinan
disebabkan
karena
pada
konsentrasi minyak nilam yang tinggi
menyebabkan gel menjadi lebih kental yang
ditunjukkan oleh ukuran daya sebar yang lebih
kecil dibandingkan konsentrasi 30%, sehingga
kemungkinan proses difusi zat aktif untuk
menghambat pertumbuhan bakteri menjadi
menurun.

Tabe l 3. Diameter Daerah Hambat


Formula

A (mm)

FI
FII
FIII
FIV
FV
FVI
FVII

10,398 0,814
10,866 0,512
11,084 0,417
11,484 0,381
12,214 0,619
12,372 0,395
12,164 0,690

B (mm)
10,202 1,031
11,202 1,169
10,824 0,294
11,092 0,428
11,722 0,571
11,942 0,432
11,382 1,018

C (mm)
9,628 1,079
9,516 0,405
9,850 0,439
11,092 0,627
13,382 1,529
14,708 0,859
14,620 0,661

D (mm)
9,570 0,555
10,418 0,934
11,002 0,693
10,652 0,710
11,408 1,298
15,034 0,685
14,752 0,502

Keterangan:
A
B
C
D

= Gel Minyak Nilam Hasil Penyulingan


= Gel Minyak Nilam Hasil Penyulingan Masyarakat
= Minyak Nilam Hasil Penyulingan
= Minyak Nilam Hasil Penyulingan Masyarakat

ISSN : 2087-5045

63

SCIENTIA VOL. 4 NO. 2, AGUSTUS 2014

Pasaman, maka tidak terdapat perbedaan yang


bermakna. Perbedaan diameter daerah hambat
antara minyak nilam dengan gel minyak nilam
dapat diambil kesimpulan bahwa diameter
daerah hambat yang didapat dipengaruhi oleh
pelepasan zat aktif dari basis gel.

KESIMPULAN
Dasar gel dan gel minyak nilam setelah
dilakukan penyimpanan selama 8 minggu tidak
mengalami perubahan bentuk, warna, bau,
homogenitas, pengaruh perubahan suhu dan
tidak mengiritasi kulit. pH mengalami
penurunan dengan konsentrasi minyak nilam
yang ditingkatkan dan penyimpanan. Daya sebar
mengalami penurunan dengan pertambahan
konsentrasi minyak nilam dan penyimpanan.
Diameter daerah hambat gel minyak nilam
dipengaruhi oleh pelepasan zat aktif dari dasar
gel, konsentrasi minyak nilam dan daya sebar.
Diameter daerah hambat gel minyak nilam yang
terbesar diberikan oleh Formula VI (30%
minyak nilam) sebesar 12,372 0,395 mm.

DAFTAR PUSTAKA

Gambar 1. Uji Daya Hambat Minyak Nilam


dan Gel Minyak Nilam Dalam
Berbagai Konsentrasi terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus
Dengan melakukan uji statistik terhadap
minyak nilam dan sediaan gel dengan
konsentrasi yang sama dengan menggunakan
metoda analisa varian (anova) dan dilanjutkan
dengan uji SNK, maka didapatkan pada
konsentrasi 30% terdapat perbedaan yang
bermakna antara diameter daerah hambat
minyak nilam dengan sediaan gelnya (p<0,05).
Diameter daerah hambat minyak nilam lebih
besar daripada diameter daerah hambat gel
minyak nilam. Apabila dibandingkan secara
statistik minyak nilam hasil penelitian dengan
minyak nilam yang dihasilkan oleh masyarakat
ISSN : 2087-5045

Aisyah, Y., P. Hastuti, H. Sastrohamidjojo & C.


Hidayat, 2008, Komposisi Kimia dan
Sifat
Antibakteri
Minyak
Nilam
(Pogostemon cablin), Majalah Farmasi
Indonesia 19 (3), 151 156
Anonim, 1994, The Pharmaceutical Codex, 12 th
ed, The Pharmaceutical Press, London.
Anonim, 2006, SNI 06-2385-2006 Minyak
Nilam, Standar Nasional Indonesia,
Jakarta.
Das, K., N.K. Gupta & N. Sekeroglu, 2011,
Studies on Comparative Antimicrobial
Potensial of Cultivated Patchouli Oil and
Marketed Eucalyptus Oil, International
Journal of Natural and Engineering
Sciences 5 (3), 1 7.
Dzakwan, M., 2012, Uji Aktivitas Antibakteri
Minyak Atsiri Daun Nilam (Pogostemon
cablin, Benth) Terhadap Staphylococcus
aureus dan Eschericia coli, Jurnal
Biomedika, Volume 01, Nomor 02.
Garg, A., D. Aggarwal, S. Garg & A.K. Singla,
2002,
Spreading
of
Semisolid
64

SCIENTIA VOL. 4 NO. 2, AGUSTUS 2014

Formulations An Update, Pharmaceutical


Technology: September 2002, 84 105.
Guenther, E., 1990, Minyak Atsiri, Jilid IV,
diterjemahkan oleh Ketaren, UI-Press,
Jakarta.
Lachman, L., H.A. Lieberman & J.L. Kanig,
1994, Teori dan Praktek Farmasi
Industri, Edisi 3, diterjemahkan oleh Siti
Suyatmi, UI-Press, Jakarta.
Mangun, H.M.S., H. Waluyo & A. Purnama,
2012, Nilam, Penebar Swa daya, Jakarta.
Saputra, A.Y., 2009, Strategi Peningkatan Mutu
Minyak Nilam dengan Pendekatan Bauran
Pemasaran di Kecamatan Lembah
Malintang Kabupaten Pasaman Barat,
Thesis, Fakultas Pertanian Universitas
Andalas, Padang.
Ulfa, M.A., 2008, Uji Aktivitas Antimikroba
Ekstrak Etanol dan Minyak Atsiri
Beberapa
Jenis
T umbuhan
Suku
Lamiaceae, Skripsi Sarjana, Departemen
Farmasi FMIPA, IT B, Bandung.
Yuliana, D., 2003, Alternatif Lain Isolasi
Minyak Atsiri dari Daun Nilam, Skripsi
Sarjana, Departemen Kimia FMIPA, IT B,
Bandung

ISSN : 2087-5045

65

SCIENTIA VOL. 4 NO. 2, AGUSTUS 2014

UJI AKTIVI TAS ANTI HIPERURISEMIA EKSTRAK ETANOL KULI T


BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.) DAN BUAH ASAM GELUGUR
(Garcinia atroviridis Griff. ex. T. Anders.) SECARA IN VITRO
Dira, Eka Fitrianda, Novita Sari
Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia Perintis Padang
ABSTRACT
A research had been done to investigate in vitro antihyperuricemia activity testing of ethanolic
extract of mangostanas mesocarp fruit (Garcinia mangostana L.) and gelugur acid fruit (Garcinia
atroviridis Griff. ex. T . Anders.). Antihyperuricemia activity testing was done to investigate the influence
of ethanolic extract of mangostanas mesocarp fruit and gelugur acid fruit as xanthine oxidase inhibitor.
Inhibition concentration 50 (IC50 ) value of ethanolic extract of mangostanas mesocarp fruit and gelugur
acid fruit were 8,310 g/mL and 15,544 g/mL respectively, indicated that they were potential to be used
as medicine.
Keywords : antihiperurisemia, kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.),buah asam gelugur
(Garcinia atroviridis Griff. ex. T. Anders.), in vitro

PENDAHULUAN
Penyakit asam urat, biasa juga dikenal
sebagai gout, merupakan suatu penyakit akibat
terjadinya penimbunan kristal mononatrium urat
di dalam tubuh sehingga menyebabkan nyeri
sendi (artritis gout), benjolan-benjolan pada
bagian-bagian tertentu dari tubuh (tofi), serta
gangguan dan batu pada saluran kemih.
Kejadian arthritis gout dalam beberapa
dasawarsa terakhir ini baik di negara-negara
maju maupun yang sedang berkembang semakin
meningkat terutama pada pria usia 40-50 tahun.
Di Amerika, gout menyerang lebih dari 5 juta
penduduk (Yu, 2006).
Obat sintetik yang biasa dikonsumsi untuk
mengobati asam urat oleh masyarakat adalah
allopurinol yang menginhibisi aktivitas xantin
oksidase. Xantin oksidase mengkatalisis
oksidasi xantin menjadi asam urat. Penggunaan
alopurinol yang terlalu sering atau berlebihan
dapat menimbulkan efek samping, yaitu
hepatitis, gangguan pencernaan, timbulnya ruam
di kulit, berkurangnya jumlah sel darah putih,
dan kerusakan hati. Oleh sebab itu, diperlukan
obat yang lebih aman dengan harga terjangkau.
Informasi
ilmiah
mengenai
efek
tumbuhan obat terhadap penghambatan kerja
enzim xanthin oksidase masih terbatas. Oleh
karena itu, perlu dilakukan penelitian secara
ISSN : 2087-5045

intensif mengenai pemanfaatan tumbuhan obat


ini bagi penemuan obat antigout yang baru dan
digunakan sebagai alternatif dalam pengobatan
penyakit encok.
Penelitian yang dapat membuktikan
khasiat tanaman obat asli Indonesia lainnya
sebagai anti-asam urat sangat perlu dilakukan
mengingat bahwa beberapa tanaman obat asli
Indonesia berpotensi untuk mengobati gout.
Dalam pengobatan tradisional Indonesia,
beberapa spesies dari family clusiaceae
digunakan sebagai ramuan obat untuk
menurunkan kadar asam urat, yaitu kulit buah
manggis (Garcinia mangostana L.) dan buah
asam gelugur (Garcinia atroviridis Griff. ex T .
Anders.). Kandungan kulit buah manggis antara
lain xanthon, flavonoid, dan tanin. Kulit buah
manggis berpotensi sebagai antihiperurisemia
karena xanthon merupakan antioksidan tingkat
tinggi, yang dapat membantu mengobati
kerusakan sel akibat oksidasi radikal bebas,
menghambat proses penuaan dan mencegah
penyakit generatif (Cahyo, 2011; Mardiana,
2011). Kandungan buah asam gelugur antara
lain asam sitrat, asam malat, dan asam askorbat
yang mempunyai suatu aktivitas antioksidan
(Dweck, 1999). Asam gelugur juga berpotensi
sebagai antihiperurisemia karena asam askorbat
dapat meningkatkan ekskresi asam urat melalui
urin
sehingga
meringankan
keadaan
66

SCIENTIA VOL. 4 NO. 2, AGUSTUS 2014

hiperurisemia (Soeroso, 2012). Berdasarkan


penelitian Mackeen et al. (2000), buah asam
gelugur mengandung antioksidan yang kuat
karena kandungan senyawa asam hidroksisitrat.
Sejauh ini, data ilmiah mengenai potensi
kerja kulit buah manggis dan buah asam gelugur
dalam menurunkan kadar asam urat masih
kurang sehingga perlu diteliti kembali.
Berdasarkan hal tersebut, peneliti terdorong
untuk melakukan penelitian terhadap kulit buah
manggis dan buah asam gelugur se bagai
antihiperurisemia secara in vitro dengan
menghitung persentase inhibisi enzim xantin
oksidase yang kemudian akan dibandingkan
dengan standar penghambat xantin oksidase
yaitu allopurinol dan secara in vivo dengan
pengukuran kadar asam urat dalam darah tikus
setelah diberi ekstrak.

METO DE P ENELITIAN
Bahan-Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada
penelitian ini adalah : kulit buah manggis
(Garcinia mangostana L.), buah asam gelugur
(Garcinia atroviridis Griff. ex T . Anders.),
etanol 70%, etanol 96%, aquadest, NaOH,
xantin dari Sigma (USA), xantin oksidase dari
Sigma (USA), HCl 1 M, dikalium hidrogen
fosfat (K2 HPO4), kalium dihidrogen fosfat
(KH2PO4),
dimetilsulfoksida
(DMSO),
allopurinol.
Alat-Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian
ini adalah : botol maserasi, corong, kertas saring,
rotary evaporator, tabung reaksi, timbangan
digital, labu ukur, pipet volume, tabung reaksi
bertutup,
pH
meter,
vorteks,
kuvet,
spektrofotometer UV-Visibel.

PROSEDUR PENELITIAN
Penyiapan Ekstak
Ekstraksi Kulit Buah Manggis
Sampel dicuci, dirajang kecil lalu dikering
anginkan di udara terbuka selama lebih kurang 7
hari. Sampel yang telah ditimbang dimasukkan
ke dalam botol maserasi kemudian tambahkan
etanol 70% sampai terendam dan dimaserasi
ISSN : 2087-5045

selama 5 hari sebanyak tiga kali pengulangan.


Maserat disaring, kemudian dikumpulkan dan
diuapkan
dengan
menggunakan
rotary
evaporator sehingga didapatkan ekstrak kental
(Voight, 1994).
Ekstraksi Buah Asam Gelugur
Sampel dicuci, dirajang kecil, dimasukkan
ke dalam botol maserasi kemudian tambahkan
etanol 96% sampai terendam dan dimaserasi
selama 5 hari sebanyak tiga kali pengulangan.
Maserat disaring, kemudian dikumpulkan dan
diuapkan
dengan
menggunakan
rotary
evaporator sehingga didapatkan ekstrak kental
(Voight, 1994).
Uji Aktivitas Antihipe rurisemia Se cara In
Vitro
Dipipet 1.0 mL larutan ekstrak, 2.9 mL
larutan buffer fosfat pH 7,5 dan 0.1 mL larutan
xantin oksidase (0.2 unit/mL) dicampurkan
dalam tabung reaksi bertutup sebelum pengujian
dilakukan. Campuran tadi diinkubasi selama 15
menit pada suhu kamar. Sesudah inkubasi, 2 mL
larutan xantin (0.15 mM) ditambahkan dan
divorteks. Kemudian campuran tadi diinkubasi
lagi selama 30 menit pada suhu kamar. Sesudah
proses ini, 1 mL asam klorida (1M) ditambahkan
ke dalam campuran untuk menghentikan reaksi.
Setiap campuran diukur serapannya dengan
spektofotometer UV pada panjang gelombang
serapan maksimum. Larutan pembanding yang
digunakan adalah allopurinol.
Aktivitas inhibisi dihitung berdasarkan rumus
berikut :
% Inhibisi =
x 100%
Keterangan :
A (Absorban kontrol) : serapan enzim tanpa
kehadiran ekstrak sampel dikurangi serapan
tanpa kehadiran enzim dan ekstrak sampel.
B (Absorban sampel) : serapan enzim dengan
kehadiran ekstrak sampel dikurangi serapan
ekstrak sampel tanpa kehadiran enzim.
Dari data masing-masing konsentrasi
larutan sampel dan % inhibisi tersebut dapat
dibuat kurva sehingga dapat diperoleh
persamaan regresi linearnya. IC50 larutan sampel
adalah konsentrasi larutan sampel yang
memberikan inhibisi sebesar 50% yang dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan
regresi linear yang telah diperoleh.
67

SCIENTIA VOL. 4 NO. 2, AGUSTUS 2014

xantin oksidase yaitu allopurinol. Sebelum uji


inhibisi
dilakukan,
ditentukan
panjang
gelombang serapan maksimumnya terlebih
dahulu. Pengukuran dilakukan menggunakan
spektrofotometer ultraviolet (UV) pada panjang
gelombang 200-400 nm karena senyawa yang
akan diukur tidak berwarna. Panjang gelombang
serapan maksimum yang diperoleh adalah
276,50 nm.
Konsentrasi yang digunakan untuk
ekstrak etanol kulit buah manggis dan buah
asam gelugur adalah 8, 12, 16, 20, 24 dan 28
g/mL, sedangkan untuk allopurinol 1, 2, 4, 6,
8, dan 10 g/mL. Pengujian dilakukan dengan
berbagai konsentrasi bertujuan untuk melihat
pengaruh penambahan konsentrasi pada
peningkatan daya inhibisi. Selain itu, dilakukan
juga pengamatan aktivitas enzim tanpa
penambahan ekstrak, untuk melihat pengaruh
inhibisi ekstrak tersebut pada aktivitas enzim.
Ekstrak etanol kulit buah manggis memiliki
daya inhibisi yang lebih besar (49,231%)
dibandingkan dengan ekstrak etanol buah asam
gelugur (39,872%) pada konsentrasi 8 g/mL
(Gambar 1). Tetapi, jika dibandingkan
allopurinol pada konsentrasi yang sama, daya
inhibisi kedua ekstrak ini masih dibawah
allopurinol (58,846%) Ekstrak etanol kulit buah
manggis dan buah asam gelugur pada
konsentrasi 28 g/mL berturut-turut memiliki
daya inhibisi sebesar 81,154% dan 67,051%.
Menurut Noro et al. (1983), ekstrak dikatakan
berpotensi sebagai inhibitor xantin oksidase dan
bisa dimanfaatkan sebagai obat asam urat bila
memiliki daya inhibisi lebih besar dari 50%.

Analisa Data
Data hasil pengukuran kadar asam urat
dianalisa dengan menggunakan metoda analisa
varian (Anova) satu arah, dan dilanjutkan
dengan Uji Lanjut Berjarak Duncan (Duncan
New Multiple Range T est), menggunakan
software statistic SPSS 17.0 for Windows
Evaluation Version.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
aktivitas antihiperurisemia ekstrak etanol kulit
buah manggis (Garcinia mangostana L.) dan
buah asam gelugur (Garcinia atroviridis Griff.
ex. T . Anders.) secara in vitro. Uji aktivitas
antihiperurisemia kedua ekstrak ini dilakukan
dengan menghitung persentase inhibisi enzim
xantin oksidase yang kemudian akan
dibandingkan dengan standar penghambat enzim
xantin oksidase yaitu allopurinol.
Parameter
pengujian
aktivitas
antihiperurisemia secara in vitro yang diamati
adalah inhibisi enzim xantin oksidase. Xantin
oksidase adalah suatu enzim yang berperan
penting dalam sintesis asam urat, yang sangat
aktif bekerja di dalam hati, usus halus, dan
ginjal. Enzim ini dapat mengoksidasi hipoxantin
menjadi xantin dan xantin menjadi asam urat.
Sehingga, jika enzim ini dihambat tidak akan
terjadi peningkatan kadar asam urat dalam tubuh
(Fields et al.,1996). Uji inhibisi enzim xantin
oksidase dilakukan pada ekstrak etanol kulit
buah manggis dan buah asam gelugur, kemudian
dibandingkan terhadap zat pembanding yang
telah diakui dapat menghambat aktivitas enzim
90
%

80
70

I 60
n 50
h
i
b
i
s
i

77,3

40

70,0
63,3
55,4
55,769
49,2 46,154 50,153
39,872

30

81,2
67,051

60

manggis
asam gelugur

20
10
0
8

12

16
20
24
Konsentrasi (g/ml)

28

Gambar 1. Persentase Inhibisi Xantin Oksidase Oleh Ektrak Etanol


ISSN : 2087-5045

68

SCIENTIA VOL. 4 NO. 2, AGUSTUS 2014

%
I
n
h
i
b
i
s
i

70
60
51,538

50
40

54,744

58,846

62,051

45,128
39,744

30
20
10
0
1

4
6
8
Konsentrasi (g/ml)

10

Gambar 2. Persentase Inhibisi Xantin Oksidase Oleh allupurinol


Aktivitas inhibisi enzim xantin oksidase
oleh suatu senyawa didasarkan pada nilai IC50 ,
senyawa dikatakan aktif bila memiliki nilai IC50
kurang dari 100 g/mL (T huong et al, 2006).
IC50 yaitu konsentrasi larutan sampel yang
dibutuhkan untuk menghambat 50% enzim
xantin oksidase. Perhitungan nilai IC50 dapat
ditentukan dengan membuat kurva antara
konsentrasi larutan dengan persen inhibisi.
Ekstrak etanol kulit buah manggis dapat
menghambat 50% aktivitas enzim xantin
oksidase dengan IC50 8,310 g/mL, ekstrak
etanol buah asam gelugur dapat menghambat
50% aktivitas enzim xantin oksidase dengan
IC50 15,544 g/mL, sedangkan allopurinol dapat
menghambat 50% aktivitas enzim xantin
oksidase dengan IC50 4,316 g/mL.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ekstrak etanol kulit buah manggis dan buah
asam gelugur memiliki IC50 kurang dari 100
g/mL. Ekstrak etanol kulit buah manggis
memiliki IC50 yang lebih rendah jika
dibandingkan dengan ekstrak etanol buah asam
gelugur. Ekstrak etanol kulit buah manggis dan
buah asam gelugur terbukti secara in vitro
memiliki aktivitas antihiperurisemia. Jadi
semakin rendah IC50 suatu ekstrak tanaman
dalam menghambat enzim xantin oksidase,
semakin bagus karena bisa digunakan sebagai
obat antihiperurisemia.

ISSN : 2087-5045

KESIMPULAN
Ekstrak etanol kulit buah manggis
(Garcinia m angostana L.) dan buah asam
gelugur (Garcinia atroviridis Griff. ex. T .
Anders.) memiliki aktivitas antihiperurisemia
secara in vitro karena dapat menghambat
aktivitas enzim xantin oksidase, sehingga
mencegah peningkatan kadar asam urat dan
secara in vivo karena dapat menurunkan kadar
asam urat tikus putih jantan.

DAFTAR PUSTAKA
Cahyo, A. N., 2011, Ajaibnya Manggis Untuk
Kesehatan dan Kecantikan, Penerbit
Laksana, Jogjakarta
Dweck, A. C.,1999, A Review of Asam Gelugur
(Garcinia atroviridis Griff. ex. T. Anders),
www. pdf.co.id., [16 Des 2012].
Fields, M., Charles, G. L., Mark, D. L., 1996,
Allopurinol, an inhibitor of xanthine
oxidase, reduces uric acid levels and
modififies the signs associated with
copper deficiency in rats fed fructose, J
Free Radical Biology and Medicine,
20(4):595-600.
Mackeen, M. M., Ali, A. M., Lajis, N. H.,
Kawazu, K., Hassan, Z., Amran, M.,
Habsah, M., Mooi, L. Y., Mohamed, S.
M., 2000, Antimicrobial, antioxidant,
antitumour-promoting and cytotoxic
activities of different plant part extracts of
Garcinia atroviridis Griff. ex T . Anders,
69

SCIENTIA VOL. 4 NO. 2, AGUSTUS 2014

Journal of Ethnopharmacology, 72
(3):395-402.
Mardiana, L., 2011, Ramuan dan Khasiat Kulit
Manggis, Penerbit Penebar
Swadaya,
Jakarta.
Noro, T ., Oda, Y., Miyase, T ., Ueno, A.,
Fukushima, S., 1983, Inhibition of
Xhantine Oxidase from the Flowers and
Buds of Daphne genkwa, Chem Pharm
Bull, 31:3984-3987.
Soeroso, J., & Algristian, H., 2012, Asam Urat,
Penebar Plus, Jakarta.
Thuong, P. T., Na, M. K., Dang, N. H., Hung, T .
M., Ky, P. M., Thanh, T . V., Nam, N. H.,
Thuan, N. D., Sok, D. E., Bae, K. I., 2006,
Antioxidant Activities of Vietnamese
Medical Plants, J. Natural Prod,
Sci,12(1):29-37.
Voight, R., 1994, Buku Pelajaran Teknologi
Farmasi, Edisi V, Ga djah Mada
University Press, Yogyakarta.
Yu Kuang-Hui. 2006. Febuxostat: a novel nonpurine selective inhibitor of xanthine
oxidase
for
the
treatment
of
hyperuricemia in Gout. 70 Recent Patents
on Inflammation & Allergy Drug
Discovery. 1:1.

ISSN : 2087-5045

70

SCIENTIA VOL. 4 NO. 2, AGUSTUS 2014

UJI EFEK ANTI HIPERGLI KEMIA EKSTRAK ETANOL DAUN LIDAH


BUAYA (Aloe vera (L.) Webb )TERHADAP MENCIT PUTIH JANTAN
YANG DI INDUKSI DEKSAMETASON
Mimi Aria, Husni Mukhtar, Ike Mulianti
Sekolah T inggi Farmasi Indonesia Perintis Padang
ABSTRACT
The research about the test of ethanolic extract of Aloe vera L. leaves to the level of blood glucose
levels of white male mice induced hyperglycemia with dexamethasone 5 mg / kg and 10% glucose 2 g /
kg enzymatically using GlucoDr tool. This research was done experimentally using 5 groups of mice,
each group consists of 5 mice, which are control group, comparison (glibenklamid) and 3 group of
treatment with doses 200 mg/kgBB, 400 mg/kgBB and 800 mg/kgBB. Ethanolic extract of Aloe vera
leaves and glibenklamid as comparison were given orally for 14 days and blood glucose measurements
performed on days 0, 14, 21 and 28. The data obtained were analyzed with one and twoway ANOVA
with SPSS17 program. The Result of statistical analysis showed that the ethanol extract of Aloe vera L.
leaves at doses 400mg/kgBB and 800 mg / kgBB can lower blood glucose levels were significantly
hyperglycemic mice (p <0.05). T he higher dose of the extract and extract the longer the better the ability
of the aloe vera leaf extract in lowering blood glucose levels. This proves that the aloe vera leaf can lower
blood glucose levels induced hyperglycemic mice with dexamethasone 5 mg / kg and 10% glucose 2 g /
kg.
Ke ywords : Aloe vera L., dexamethasone, blood glucose levels, hyperglicemic

PENDAHULUAN
Diabetes salah satu di antara penyakit
degeneratif yang akan meningkat jumlahnya di
masa yang akan datang (Sudoyo et al., 2009).
Diabetes dapat juga diseba bkan karena
penggunaan obat yang salah, penggunaan obat
dalam jangka waktu yang lama, dan penggunaan
obat yang tidak tepat indikasinya. Salah satunya
penggunan deksametason yang sering di anggap
sebagai obat dewa yang dapat menyembuhkan
berbagai penyakit. Deksametason merupakan
golongan kortikosteroid yang berkhasiat sebagai
antiinflamasi yang biasa di pakai oleh
masyarakat dalam mengobati penyakit rematik
atau inflamasi pada persendian dan alergi.
Tren gaya hidup yang mengarah
kembali ke alam atau back to nature
membuktikan bahwa hal-hal yang alami bukan
hal yang kampungan atau ketinggalan zaman.
Dunia kedokteran modern pun banyak yang
kembali mempelajari obat-obat tradisional
(Furnawanthi, 2002). Salah satu obat tradisional
yang terus dikembangkan adalah lidah buaya
(Aloe vera). Lidah buaya merupakan salah satu
ISSN : 2087-5045

tanaman obat tradisional yang secara empiris


digunakan sebagai obat diabetes (Sujono,2005).
Lidah buaya merupakan tanaman yang semua
bagiannya dapat dimanfaatkan, baik untuk
perawatan tubuh maupun untuk mengobati
berbagai penyakit (Furnawanthi, 2002).
Dari
hasil
penelitian
sebelumnya
mengenai identifikasi kandungan kimia ekstrak
etanol daun lidah buaya yang dapat menghambat
aktivitas enzim -glukosidase, di mana enzim glukosidase merupakan enzim yang dapat
memecah karbohidrat kompleks menjadi gula
sederhana (Andriani,2011). Penghambatan
enzim -glukosidase bekerja dengan menunda
penyerapan karbohidrat di usus halus sehingga
mencegah peningkatan glukosa darah setelah
makan. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil
bahwa daun lidah buaya mengandung senyawa
flavonoid, dan saponin yang dapat menghambat
enzim -glukosidase.
Penelitian tentang efek daun lidah buaya
terhadap penurunan kadar glukosa darah yang
diseba bkan karena penggunaan deksametason
dosis tinggi belum pernah dilakukan. Oleh
karena itu peneliti mencoba melakukan
71

SCIENTIA VOL. 4 NO. 2, AGUSTUS 2014

penelitian untuk mengetahui sejauh mana


aktivitas antihiperglikemia ekstrak etanol daun
lidah buaya pada mencit putih jantan
hiperglikemia
yang
diinduksi
dengan
deksametason.
METO DE P ENELITIAN
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara
lain
Pembuatan Ekstrak Daun Lidah Buaya
(Depkes RI, 2000)
Daun lidah buaya (Aloe vera(L.)Webb)
segar yang telah dibersihkan dan di buang
durinya, di potong tipis secara horizontal dan di
timbang sebanyak 2 kg. Kemudiaan di maserasi
dengan etanol 96% selama 3x5 hari. Hasil
maserasi disaring, kemudian filtrat dipekatkan
dengan rotary evaporator sehingga diperoleh
ekstrak kental. Ekstrak daun lidah buaya
diperiksa secara organoleptis, skrining fitokimia,
kandungan kadar abu dan susut pengeringan.
Penentuan Dosis
Dosis yang digunakan adalah 200 mg, 400
mg, dan 800 mg/kgBB yang diperoleh dari
penelitian sebelumnya. Penginduksi yang di
pakai adalah deksametason dengan dosis yang
dapat menimbulkan keadaan resistensi insulin
yaitu 5 mg/kgBB (Shalam, 2006) dan glukosa
dengan dosis 2g/kgBB. Se bagai pembanding
digunakan glibenklamid dengan dosis 0,013
mg/20 g BB mencit berdasarkan konversi dosis
glibenklamid dari manusia ke mencit.
Pembuatan Suspensi Se diaan Uji
Buat suspensi Na.CMC 0,5% dengan cara
: timbang Na.CMC sebanyak 50 mg untuk tiaptiap kelompok dosis, dan di tabur di atas air
panas sebanyak 20 kalinya, biarkan selama 15
menit dan gerus hingga membentuk massa yang
homogen. Kemudian timbang ekstrak kental
daun lidah buaya sesuai konsentrasi yang telah
ditentukan lalu tambahkan suspensi Na.CMC
yang sudah di buat sedikit demi sedikit sambil di
aduk dan gerus homogen sampai volume yang
diinginkan.

ISSN : 2087-5045

Uji Efek Antihipe rglikemia Ekstrak Etanol


Daun Lidah Buaya
Hewan percobaan yang digunakan adalah
mencit putih jantan. Aklimatisasi hewan
percobaan selama satu minggu. Semua hewan
percobaan di timbang berat badannya dan di
periksa kadar glukosa darah awal (hari ke-0),
kemudian semua hewan percobaan di induksi
dengan deksametason 5 mg/kgBB secara
subc utan (s.c) selama 7 hari dan dilanjutkan
dengan pemberian larutan glukosa 10%, dosis
2g/kg BB secara peroral (p.o) sampai hari ke-14.
Kemudian bagi hewan percobaan menjadi 5
kelompok (tabel 1). T iap kelompok terdiri dari 5
ekor mencit.
Tabe l 1. Kelompok perlakuan
Kelompok
I (kontrol)
II (pembanding)
III (dosis I)

Perlakuan
Suspensi Na.CMC 0,5%
Glibenklamid 0,013 mg/20 g BB
ekstrak 200mg/kg BB

IV (dosis II)

ekstrak 400mg/kg BB

V (dosis III)

ekstrak 800mg/kg BB

Se diaan uji diberikan pada hari ke-15


sampai hari ke-28 sesuai dosis tiap kelompok
hewan percobaan dan pemeriksaan kadar
glukosa darah dilakukan pada hari ke-14, 21,
dan 28 serta penimbangan berat badan akhir
pada hari ke-28.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Dari 2 kg daun lidah buaya segar
diperoleh ekstrak kental sebanyak 27,62 g
(1,381%). Hasil ini menunjukkan bahwa proses
ekstraksi yang dilakukan masih efektif karena
menurut Farmakope Herbal, randemen ekstrak
kental daun lidah buaya tidak boleh < 0.4%.
Secara organoleptis ekstrak berwarna coklat
kehitaman, bau khas dan rasa pahit. Setelah
dilakukan uji pendahuluan metabolit sekunder
dari ekstrak daun lidah buaya, diketahui bahwa
tanaman daun lidah buaya mengandung senyawa
fenolik, flavonoid, terpenoid dan saponin.
Besarnya susut pengeringan yang diperoleh dari
ekstrak ini adalah sebesar 10.13%. Kadar abu
72

SCIENTIA VOL. 4 NO. 2, AGUSTUS 2014

ekstrak yang diperoleh dengan rata-rata sebesar


4.86%. Hal ini sesuai dengan yang tertera
didalam Farmakope Herbal bahwa kadar abu
untuk ekstrak kental daun lidah buaya tidak
boleh > 4.9%.
Kondisi diabetes pada hewan percobaan
diinduksi dengan menggunakan deksametason
dan glukosa. Glukosa yang diberikan setelah
pemberian deksametason bertujuan untuk
memaksimalkan kenaikan glukosa darah, dan
juga untuk mencegah terjadinya hipoglikemia
hingga kematian pada hewan percobaan karena
penghentian deksametason secara mendadak.
Hiperglikemia
pada
hewan
percobaan
diseba bkan karena pemakaian deksametason
dosis tinggi atau jangka panjang dapat
menghambat ambilan glukosa oleh sel-sel otot
sehingga meningkatkan kadar glukosa darah
yang menyebabkan sekresi insulin meningkat
dan lipolisis juga meningkat. Walaupun sekresi
insulin meningkat, tapi hal tersebut tidak dapat

meminimalisir terjadinya
lipolisis
yang
menyebabkan asam lemak dan gliserol
terakumulasi di dalam aliran darah. Keadaan ini
dapat menimbulkan kegagalan kerja insulin
yang diiringi dengan timbulnya gejala-gejala
diabetes (Katzung, 2002).
Ekstrak etanol daun lidah buaya diberikan
selama 14 hari, yang di mulai dari hari ke-15
setelah hewan percobaan di induksi sampai hari
ke-28 dan pemeriksaan kadar glukosa darah
dilakukan pada hari ke-21 (7 hari setelah
pemberian ekstrak) dan hari ke-28 (14 hari
setelah pemberian ekstrak). Penentuan kadar
glukosa darah mencit dilakukan dengan
menggunakan alat digital, yakni GlucoDr . Alat
ini digunakan untuk menentukan kadar glukosa
darah
karena
lebih
praktis
dalam
pengerjaannnya, membutuhkan sedikit darah
dan kadar glukosa cepat terbaca.

Tabe l 2. Hasil Pengukuran Kadar Glukosa Darah Mencit Pada Hari ke-0, 14, 21, dan 28
Kadar Glukosa Darah (mg/dL) Hewan Percobaan
Kelompok
Hari ke-0

Hari ke-14

Hari ke-21

Hari ke-28

85,6 9,788

145,6 9,236

143,4a 8,050

142,2c 6,611

II

101 6,557

140,4 3,209

127,8ab 7,050

84,2a7,855

III

85,4 9,127

151,2 6,686

138

4,950

128b 5,701

IV

78 5,874

145,6 8,562

124 a15,476

92,8a 13,274

90,4 13,390

145,2 7,171

122,8a 5,630

86,6a 9,915

bc

Keterangan: Huruf yang berbeda setelah angka pada satu kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang
bermakna pada p<0,05
Setelah dilakukan pengukuran kadar
glukosa darah pada hari ke-28 didapatkan
penurunan kadar glukosa darah mendekati
normal apabila dibandingkan dengan kadar
glukosa darah awal (hari ke-0). Sedangkan kadar
glukosa darah pada kelompok kontrol tidak
terlihat terjadinya penurunan yang berarti dalam
waktu 14 hari walaupun kenaikan kadar glukosa
darah yang diakibatkan oleh pemakaian
deksametason dosis tinggi atau jangka panjang
bersifat reversibel. Kadar glukosa darah pada
hari ke-21 (7 hari setelah pemberian ekstrak)
dan 28 (14 hari setelah pemberian ekstrak) juga
ISSN : 2087-5045

di uji dengan menggunakan analisa variasi dua


arah. Berdasarkan uji tersebut didapatkan hasil
bahwa ada pengaruh antara hubungan kelompok
perlakuan dan lamanya pemberian sediaan
terhadap kadar glukosa darah yang didapat
(P<0,05). Lama pemberian ekstrak etanol daun
lidah buaya selama 7 dan 14 hari mempengaruhi
kadar glukosa secara bermakna antara kelompok
yang diberikan sediaan uji dibandingkan
kelompok kontrol. Jadi, perbedaan lama
pemberian dan dosis ekstrak etanol daun lidah
buaya dapat mempengaruhi kadar glukosa darah
secara bermakna. Dari hasil uji statistik dapat
73

SCIENTIA VOL. 4 NO. 2, AGUSTUS 2014

membuktikan bahwa daun lidah buaya dapat


menurunkan kadar glukosa darah mencit
hiperglikemia
yang
diinduksi
dengan
deksametason 5 mg/kgBB dan glukosa 10% 2
g/kg BB.
Penimbangan berat badan juga dilakukan
pada hari ke-0 dan 28 yang bertujuan untuk
melihat pengaruh diabetes terhadap berat badan.
Tabe l 3. Hasil Penimbangan Rata-Rata Berat
Badan Mencit Pada Hari ke-0 dan
Hari ke-28
Berat Badan rata-rata (g)
Kelompok
Hari ke-0

Hari ke-28

24,4

29,1

II

27,0

30,3

III

24,6

30,5

IV

25,8

29,4

28,4

29,8

Biasanya keadaan diabetes kronik dapat


menurunkan berat badan secara perlahan karena
asupan energi pada penderita diabetes ini di
ambil dari lemak dan protein sehingga dengan
sendirinya terjadi penurunan cadangan lemak
dan protein dalam tubuh. Keadaan inilah yang
menyebabkan seseorang yang menderita
diabetas menjadi kurus dan lemah. Jika hewan
percobaan dapat mempertahankan berat badan
dalam batas normal, berarti ekstrak yang
diberikan dapat berefek sebagai antidiabetes.

DAFTAR PUSTAKA
Andriani, A., 2011, Skrining Fitokima dan Uji
Penghambatan Aktivitas -glukosidase
Pada Ekstrak Etanol Dari Beberapa
Tanaman Yang Digunakan Sebagai Obat
Antidiabetes
(skripsi),
Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Indonesia, Depok
Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
2000, Parameter Standar Umum Ekstrak
Tumbuhan Obat Edisi I, Dirjen POM
Direktorat Pengawasan Obat Tradisional,
Jakarta
Furnawanthi, I., 2002, Khasiat dan Manfaat
Lidah Buaya, Jakarta, Agro Media
Pustaka.
Katzung, B.G., 2002, Farmakologi Dasar dan
Klinik edisi VIII, Diterjemahkan oleh
Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga, Jakarta, Salemba
Medica
.Shalam, M.D., Harish, M.S., Farhana, S.A.,
2006, Prevention of Dexsamethason and
Fructose Induced Insulin Resistence in
Rats by Sh-01D a Herbal Preparation,
Indian J.Pharmacol, 38(6): 419-422
Sudoyo, W.A., Setiyohadi, B., Alwi, I.,
Simadibrata, K., Setiati, S., Editor, 2009,
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
Edisi V, Jakarta, Internal Publishing.
Sujono, T .A., Wahyuni, A.S., 2005, Pengaruh
Decocta Daun Lidah Buaya (Aloe Vera L)
T erhadap Kadar Glukosa Darah Kelinci
Yang
Dibebani
Glukosa,
Jurnal
Penelitian Sains & Teknologi, Vol (6) :
26-34.

KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa ekstrak etanol daun lidah buaya dapat
menurunkan kadar glukosa darah mencit jantan
hiperglikemi dengan dosis 200 mg, 400 mg dan
800 mg, dimana semakin tinggi dosis dan
semakin lama pemberian ekstrak maka akan
semakin menurunkan kadar glukosa darah
hewan uji.

ISSN : 2087-5045

74

SCIENTIA VOL. 4 NO. 2, AGUSTUS 2014

PERBANDINGAN KADAR FENOLAT TOTAL DAN AKTIVI TAS


ANTIOKSIDAN PADA EKSTRAK DAUN TEH (Camellia sinensis [L.] O.
K.) DARI KAYU ARO DENGAN PRODUK TEH HI TAMNYA YANG
TELAH BEREDAR
B.A. Martinus, Afdhil Arel, Adi Gusman
Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia Perintis Padang
ABSTRACT
A research have been performed concerning about phenolic total and antioxidant activity for tea
leaf from Kayu Aro and product black tea by using spectrophotometry of UV-Vis. T he examination
concentration of phenolic total for tea were 62,085 mg/g and to product black tea 46,718 mg/g. And
antioxidant activity which performed on extract tea IC50 43,308 g/mL and for products black tea 64,259
g/mL. Antioxidant activity to gallic acid is IC50 7,473 g/mL from DPPH method.
Keywords : Phenolic and antioxidant, tea leaf, spectrophotometry of UV-Vis.

PENDAHULUAN
T eh merupakan salah satu jenis minuman
yang disukai oleh seluruh lapisan masyarakat.
T eh dibuat dari pucuk daun muda tanaman teh
(Camellia sinensis [L.] O.K.). Berdasarkan
proses pengolahannya, produk teh dibagi
menjadi empat jenis yaitu teh hijau, teh hitam,
teh putih dan teh oolong. (Rohdiana, 2003).
Bila dibandingkan dengan jenis minuman lain,
teh ternyata lebih banyak manfaatnya. Manfaat
yang dihasilkan dari minuman teh adalah
memberikan rasa segar, dapat memulihkan
kesehatan
badan
dan
terbukti
tidak
menimbulkan dampak negatif. Khasiat yang
dimiliki oleh minuman teh berasal dari
kandungan zat bioaktif yang terdapat dalam
daun teh.
T eh Kayu Aro merupakan teh kualitas
terbaik di dunia yang mempunyai aroma dan cita
rasa yang spesifik yang diproduksi oleh
perkebunan teh Kayu Aro, Kecamatan Kayu
Aro, Kabupaten Kerinci, Propinsi Jambi.
Perkebunan teh ini tercatat sebagai perkebunan
teh tertua di Indonesia dan merupakan pabrik teh
terbesar di dunia yang menghasilkan produk teh
jenis teh hitam (Anonim, 2012).
T eh hitam adalah produk teh yang
dalam pengolahannya mengalami proses
fermentasi, penjemuran dan penggilingan.
Dalam proses pengolahan teh hitam, sebagian
besar kandungan polifenolnya teroksidasi
ISSN : 2087-5045

selama proses fermentasi dan membentuk


pigmen teh hitam yaitu theaflavin dan
thearubigin yang gugus hidroksilnya kurang
aktif (Hartoyo, 2003). Oleh karena itu daun teh
dengan produk teh hitam diduga memiliki
kandungan fenolat dan aktivitas antioksidan
yang berbeda-beda. Untuk itu dilakukan
penelitian terhadap daun teh dengan produk teh
hitam yang telah dipasarkan dengan metoda
Spektrofotometri UV-Visibel.

METO DO LO GI PENELITIAN
Alat dan Bahan
Alat
Alat-alat
yang
digunakan
adalah
seperangkat alat Rotary evaporator, seperangkat
alat spektrofotometer UV-Visible, oven,
timbangan analitik, botol maserasi, tabung
reaksi, gelas ukur dengan berbagai ukuran,
corong, cawan penguap, krus porselen, kaca
arloji, pipet mikro, pipet gondok, batang
pengaduk, plat tetes, pipet tetes, gegep, spatel,
Kertas saring Whatman No. 1, vial, aluminium
foil, botol coklat, labu ukur dengan berbagai
ukuran, beaker glass, erlenmeyer.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah
daun teh dan produknya yaitu teh hitam seduhan
yang beredar dipasaran, aquadest, etanol 70 %,
75

SCIENTIA VOL. 4 NO. 2, AGUSTUS 2014

etanol 96%, metanol p.a (Merck), natrium


karbonat p.a (Merck), asam galat (SIGMA),
reagen Folin-Ciocalteu (Merck) dan DPPH(1,1
difenil-2-fikrilhidrazil).
Prose dur Penelitian
Pengambilan Sampel
Sampel yang diambil adalah daun teh
yang masih muda di daerah Kayu Aro Kerinci
dan produknya yaitu teh hitam seduhan yang
telah beredar diambil di minimarket kota
Padang. Untuk Produk teh hitam langsung
diekstraksi dengan etanol 70 % dan untuk daun
teh sebelum diekstraksi, terlebih dahulu
dibersihkan, dicuci dan tiriskan lalu dikering
anginkan sampai bobot konstan kemudian
dipotong kecil-kecil, lalu di ekstraksi dengan
etanol 96%.
Pembuatan Ekstrak Sampel (Keinenan, 1996)
100 gram teh direndam dengan 300 ml
etanol 96 % biarkan selama 6 jam didalam botol
maserasi yang berwarna gelap sambil sekali-kali
diaduk. Maserat dipisahkan dan proses diulangi
sampai ekstrak terakhir negatif fenolat (tiga kali)
dengan jumlah dan jenis pelarut yang sama.
Semua maserat dikumpulkan dan diuapkan
dengan rotary evaporator pada suhu 40C.
Sehingga didapatkan ekstrak kental masingmasingnya.
Peme riksaan Me tabolit Sekunde r Ekstrak
Sampel (Harborne, 1987)
Di timbang 2 gram ekstrak teh, lalu
dibasakan
dengan
NH4OH,
kemudian
tambahkan kloroform : air suling (1:1) 10 ml
masing-masing kocok dalam tabung reaksi
biarkan sejenak hingga terbentuk dua lapisan.
Lapisan air untuk pemeriksaan : flavonoid,
fenolik dan saponin
Lapisan Kloroform untuk pemeriksaan :
terpenoid, steroid dan alkaloid
1. Pemeriksaan Flavonoid
Diambil 1-2 tetes lapisan air letakkan pada
plat tetes ditambahkan logam Mg dan 1-2
tetes HCl pekat. T imbulnya warna orange
kemerahan menunjukkan adanya senyawa
flavonoid.
2. Pemeriksaan Saponin
Lapisan air dikocok kuat dalam tabung reaksi
hingga terbentuk busa yang tidak hilang
selama 15 menit.

ISSN : 2087-5045

3. Pemeriksaan Fenolik
Lapisan air 1-2 tetes ditambahkan 1-2 tetes
FeCl3 terbentuk warna biru menunjukkan
adanya senyawa fenolik.
4. Pemeriksaan T erpenoid dan Steroid
Lapisan kloroform 1-2 tetes dimasukkan
dalam plat tetes, biarkan kering tambahkan
asam asetat anhidrat dengan H2 SO4 2N,
warna merah menunjukkan adanya senyawa
terpenoid dan warna biru ungu menunjukkan
adanya senyawa steroid.
5. Pemeriksaan Alkaloid
Dimasukkan 2-3 tetes lapisan kloroform
dalam tabung reaksi tambahkan dengan 1
tetes H2 SO4 2N, kocok dan biarkan memisah.
Diambil lapisan asam tambahkan mayer,
terbentuknya kabut putih menunjukkan
adanya alkaloid.
Penentuan Susut Penge ringan (De pkes, 1979)
Masing-masing ekstrak kental sampel
yang telah diperoleh kemudian ditentukan susut
pengeringannya sebagai berikut :
T ata krus porselen beserta tutupnya
selama 30 menit didalam oven pada suhu 105C,
dinginkan kemudian timbang krus lalu
masukkan masing-masing ekstrak sampel
kedalam masing-masing krus seberat 1 gram
goyang krus perlahan agar ekstrak merata,
kemudian masukkan kedalam oven. Krus berisi
ekstrak dipanaskan pada suhu 105C selama 1
jam. Setelah itu keluarkan dari dalam oven, dan
dinginkan dalam desikator lalu timbang.
Lakukan hal seperti diatas sampai diperoleh
berat yang konstan dimana selisih antara dua
kali penimbangan berturut-turut tidak lebih dari
0,5 gram dan dilakukan pada masing-masing
ekstrak.
% susut pengeringan = [ (B-A) (C-A) ] x 100%
(B A)

Dimana :
A = Berat krus setelah dioven
B =Berat krus berisi ekstrak sebelum dioven
C = Berat krus berisi ekstrak setela dioven
Pembuatan Re agen (Wate rhause, 1999)
A. Pembuatan Larutan Natrium Karbonat
1M
Ditimbang 5,3 g natrium karbonat
kemudian masukkan dalam labu ukur 50 ml,
76

SCIENTIA VOL. 4 NO. 2, AGUSTUS 2014

tambahkan aquadest sampai tanda batas, kocok


hingga homogen.
B. Pembuatan
Larutan
Induk
Asam
Galat(5mg/ml)
T imbang 0,125 gram asam Galat,
dimasukkan dalam labu ukur 25 ml,
ditambahkan 2,5 ml etanol 96 %, kemudian
ditambahkan aquadest sampai tanda batas.
C. Pembuatan Larutan DPPH 35 g/ml
Ditimbang sebanyak 10 mg DPPH dan
dilarutkan dengan Metanol didalam labu ukur
100 ml sampai tanda batas, Lalu pipet 17,5 ml,
masukkan dalam labu ukur 50 ml lalu
tambahkan metanol sampai tanda batas.
Penentuan Kadar Fe nolat Total dengan
Me toda Folin-Ciocalteu
A. Penentuan Panjang Gelombang Se rapan
Maksimum Asam Galat dengan Reagen
Folin-Ciocalteu (Pourmorad et al., 2006)
Buat larutan standar asam galat dengan
konsentrasi 40 g/mL dengan cara memipet 0,2
ml larutan induk asam galat (5 mg/ml) lalu
diencerkan dengan campuran metanol : aquadest
(1:1) dalam labu ukur 25 ml sampai tanda batas.
Larutan standar 40 g/mL dipipet 0,5 ml
masukkan dalam vial lalu tambahkan 5 mL
pereaksi Folin-Ciocalteu yang sudah diencerkan
1:10 dengan aquadest tambahkan 4 ml larutan
natrium karbonat 1 M kocok homogen. Ukur
serapan pada panjang gelombang 400-800 nm
dengan spektrofotometer UV-Vis.
B. Pembuatan Kurva Kalibrasi Asam Galat
(Mosque ra et al., 2007)
Dari larutan induk Asam Galat dipipet
0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5 mL dan diencerkan dengan
campuran metanol : aquadest (1:1) dalam labu
ukur 25 mL sampai tanda batas sehingga
diperoleh konsentrasi 20, 40, 60, 80, dan 100
g/mL asam galat. Dari masing-masing larutan
dipipet 0,5 mL kemudian dicampurkan dengan 5
mL reagen Folin-Ciocalteu (diencerkan 1:10)
dengan aquadest tambahkan 4 mL larutan
natrium karbonat 1 M biarkan selama 15 menit,
ukur serapan pada panjang gelombang 760 nm
dengan spektrofotometer UV-Vis.
C. Penentuan Kadar Senyawa Fe nolat Total
Ekstrak Sampel dengan Me toda FolinCiocalteu (Pourmorad et al., 2006)
T imbang 50 mg masing-masing ekstrak
kemudian larutkan dalam labu ukur 50 mL
ISSN : 2087-5045

dengan metanol sampai tanda batas, lalu


encerkan lagi dalam labu ukur 10 mL dengan
cara memipet 1 mL sehingga didapatkan
konsentrasi 100 ppm. Pipet 0,5 ml masukkan
kedalam tabung reaksi, kemudian tambahkan 5
ml reagen Follin-Ciocalteu yang sudah
diencerkan 1: 10 dengan aquadest ditambahkan
kedalam vial dan di kocok. Setelah 5 menit, ke
dalam vial tersebut ditambahkan 4 ml natrium
karbonat dan di kocok homogen, biarkan selama
15 menit, kemudian diukur nilai serapannya
pada panjang gelombang 760 nm dengan
spektrofotometer UV-Vis.
Penentuan Aktivitas Antioksidan dengan
Me toda DPPH
A. Penentuan Panjang Gelombang Se rapan
Maksimum DPPH (Mosque ra et al., 2007)
Pipet sebanyak 4 ml larutan DPPH 35
g/ml yang baru dibuat, dimasukkan kedalam
vial gelap, ditambahkan 2 ml campuran
aquadest-metanol (1:1), tutup vial dan biarkan
selama 30 menit ditempat yang gelap. Serapan
larutan diukur dengan spektrofotometer UVVisible pada panjang gelombang 400-800 nm.
B. Penentuan IC 50 Asam Galat (Pourmorad et
al., 2006)
Dibuat larutan pembanding asam galat
dengan konsentrasi 2, 4, 6, 8 dan 10 g/mL
dengan cara memipet 1 mL larutan induk asam
galat (5mg/mL) yang kemudian dilarutkan
dengan campuran metanol dan air suling (1:1)
dalam labu ukur 100 mL sampai tanda batas,
sehingga didapat larutan asam galat dengan
konsentrasi 50 g/mL. Dari larutan ini masingmasing dipipet 2; 4; 6; 8; 10 mL, masukkan
dalam labu ukur 50 mL, tambahkan campuran
metanol dan air suling (1:1) hingga tanda batas.
Pipet sebanyak 2 mL masing-masingnya
lalu dimasukkan kedalam vial, tambahkan 4 mL
larutan DPPH 35 g/mL. Diamkan selama 30
menit ditempat gelap. Serapan larutan diukur
dengan spektrofotometer UV-Visibel pada
panjang gelombang 518,5 nm.
Hitung % inhibisi masing-masingnya lalu
buat
kurva antara konsentrasi larutan
pembanding Asam Galat dengan % inhibisi
sehingga diperoleh persamaan regresi linearnya.
IC50 Asam Galat adalah konsentrasi larutan
pembanding Asam Galat yang memberikan
inhibisi sebesar 50% yang dapat dihitung
77

SCIENTIA VOL. 4 NO. 2, AGUSTUS 2014

menggunakan persamaan regresi linear yang


telah diperoleh.
C. Penentuan IC50 Larutan Ekstrak Sampel
(Mosque ra et al., 2007)
Ditimbang
masing-masing
ekstrak
sebanyak 50 mg, kemudian dilarutkan dengan
metanol dalam labu ukur 50 mL sampai tanda
batas, sehingga didapatkan konsentrasi 1mg/mL.
Dari larutan ekstrak dipipet 0,5; 1; 1,5; 2; 2,5
mL. Kemudian tambahkan metanol : aquades
(1:1) dalam labu ukur 25 mL sampai tanda
batas. Sehingga diperoleh larutan ekstrak dengan
konsentrasi 20; 40; 60; 80; dan 100 g/mL.
Pipet masing-masing konsentrasi sebanyak 2 mL
larutan sampel dengan pipet mikro lalu
masukkan ke dalam vial, ditambahkan 4 mL
larutan DPPH 35 g/mL. Diamkan selama 30
menit ditempat gelap. Serapan larutan diukur
dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 518,5 nm.
Pengolahan Data
Kadar fenolat total dalam sampel dihitung
dengan menggunakan rumus persamaan regresi
linear yang diperoleh dari kurva kalibrasi.
y = a + bx
Dimana :

y = absorban Sampel
a = Konstanta
b = Koefisien regresi
x = Konsentrasi sampel

Konsentrasi sampel : Ksf =


Dimana :
Ksf = Konsentrasi sampel fenolat (g/mL)
= Konsentrasi fenolat terukur (g/mL)
Fp = Faktor pengenceran sampel
W = Berat total ekstrak kental (g)
W = Berat total sampel kering (g)
Kadar fenolat total yang diperoleh dilanjutkan
dengan uji t berpasangan dengan program SPPS
17.00.
Penentuan aktivitas antioksidan ekstrak
teh. Aktivitas antioksidan ditentukan oleh
besarnya hambatan serapan radikal DPPH
melalui perhitungan persentase inhibisi serapan
DPPH.

ISSN : 2087-5045

A. % Inhibisi
% inhibisi =
Dimana :
Absorban kontrol = serapan larutan radikal
DPPH 35 g/mL pada
panjang
gelombang
serapan maksimum
Absorban sampel = serapan larutan sampel
ditambah larutan radikal
DPPH
35
g/mL
dikurangi serapan larutan
sampel tanpa DPPH pada
pada panjang gelombang
serapan maksimum
B. Nilai IC50
Nilai IC50 dihitung dengan menggunakan
persamaan regresi linear.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil yang diperoleh dari penelitian yang telah
dilakukan sebagai berikut :
1. Dari 100 gram teh, didapatkan ekstrak kental
masing-masingnya :
- Daun teh
= 17,3 gram
- produk teh hitam = 20 gram
2. Hasil penentuan persentase susut pengeringan
masing-masing ekstrak :
- Daun teh
= 21,1 %
- produk teh hitam = 10,589 %
3. Hasil penetapan kadar senyawa fenolat total
yang didapat pada masing-masing ekstrak
teh.
- Daun teh
= 62,085 mg/g (6,2 %
b/b)
- Produk teh hitam = 46,718 mg/g (4,7 %
b/b)
4. Hasil perhitungan IC50 larutan Asam Galat
sebagai pembanding pada penentuan aktivitas
antioksidan sebesar 7,473 g/mL.
5. Hasil perhitungan IC50 dari masing-masing
ekstrak.
- daun teh
= 43,308 g/mL
- produk teh hitam = 64,259 g/mL
6. Kesetaraan aktivitas antioksidan masingmasing ekstrak dengan pembanding Asam
Galat.

78

SCIENTIA VOL. 4 NO. 2, AGUSTUS 2014

- 1 mg Asam Galat setara dengan 5,795 mg


ekstrak daun teh
- 1 mg Asam Galat setara dengan 8,599 mg
ekstrak produk teh hitam
Sampel daun teh yang telah diambil lalu
dicuci
dengan
air
mengalir
untuk
menghilangkan kotoran yang melekat pada
sampel lalu dikering anginkan, lalu dirajang
untuk memperluas permukaan kontak antara
pelarut dengan sampel sedangkan untuk Produk
teh hitam langsung diekstraksi.
Metode ekstraksi yang digunakan adalah
cara maserasi karena merupakan metoda yang
sederhana dan mudah dilakukan dengan
merendam sampel dalam etanol yang dapat
melarutkan zat polar sampai non polar. Untuk
sampel daun teh diekstraksi menggunakan
etanol 96 % karena sampel ini telah cukup
mengandung air sedangkan untuk sampel
produk teh hitam diekstraksi menggunakan
etanol 70 % karena sampel dalam bentuk kering
sehingga kandungan airnya relatif sedikit
tujuannya untuk mempermudah membuka poripori sampel tersebut (Keinenan, 1996). Semua
filtrat yang diperoleh dari hasil ekstraksi
diuapkan menggunakan rotary evaporator
sehingga diperoleh ekstrak kental untuk daun teh
sebanyak 17,3 gram dan produk teh sebanyak 20
gram.
Pemeriksaan
metabolit
daun
teh
mengandung senyawa fenolik, alkaloid,
flavonoid, dan terpenoid sedangkan produk teh
hitam hanya mengandung Alkaloid, flavonoid
dan fenolik.
Hasil persentase susut pengeringan
didapatkan nilai persentase susut pengeringan
untuk ekstrak daun teh lebih besar yaitu 21,1%
dibandingkan ekstrak produk teh hitam yaitu
10,589%.
Untuk penetapan kadar senyawa fenolat
digunakan pereaksi Folin-Ciocalteu karena
reagen ini sensitif terhadap senyawa fenol dan
menggunakan reagen dalam jumlah sedikit serta
dapat bereaksi dalam waktu yang singkat.
Reagen Folin-Ciocalteu berwarna kuning dan
akan membentuk komplek berwarna biru tua
saat ditambahkan Natrium Carbonat sehingga
dapat ditentukan absorbannya dengan metode
spektrofotometri pada panjang gelombang 760
nm (Waterhause, 1999).
Asam Galat digunakan sebagai larutan
standar karena asam galat merupakan salah satu
ISSN : 2087-5045

jenis golongan senyawa fenolat dan merupakan


senyawa yang murah, murni dan mempunyai
kestabilan yang tinggi. Dari pemeriksaan larutan
standar asam galat didapat kurva kalibrasi
dengan persamaan regresi Y = 0,0355 +
0,008355x dan harga koefisien korelasi (r) yaitu
0,998; simpangan baku (SB) =0,022 ; batas
deteksi (BD) = 7,899 g/mL; dan batas
kuantisasi =26,332 g/mL. Nilai r yang
mendekati 1 membuktikan bahwa persamaan
regresi tersebut adalah linier dan simpangan
baku yang kecil menunjukkan ketepatan yang
cukup tinggi.
Hasil penetapan kadar senyawa fenolat
total menggunakan persamaan regresi linier
asam galat didapatkan kadar fenolat total dalam
masing-masing ekstrak daun teh adalah sebagai
berikut : Ekstrak Daun teh 62,085 mg/gr dan
ekstrak produk teh hitam 46,718 mg/gr.
Berdasarkan analisa statistika dengan uji t
berpasangan menggunakan program SPSS 17.00
menunjukkan perbedaan yang signifikan antara
daun teh dengan produk teh hitam dengan nilai
signifikan p < 0,05 sehingga dapat disimpulkan
bahwa kedua larutan ekstrak teh tersebut ada
perbedaan yang bermakna. Jumlah kadar fenolat
yang berbeda-beda ini membuktikan kandungan
fenolat dalam teh hitam lebih rendah
dibandingkan dengan daun teh. Perbedaan
kandungan ini dikarenakan pada teh hitam
polifenolnya sebagian besar teroksidasi selama
proses fermentasi, sehingga polifenol dalam t eh
hitam berkurang kandungannya (Hartoyo, 2003).
Untuk pengujian aktivitas antioksidan
sampel dipakai metoda DPPH, karena
merupakan metoda yang sederhana, mudah,
peka dan hanya memerlukan sedikit sampel
dengan waktu yang relatif singkat. DPPH
merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu
kamar dan cepat teroksidasi karena udara dan
cahaya. Senyawa yang mempunyai aktivitas
antioksidan akan bereaksi dengan DPPH yang
ditunjukkan dengan perubahan warna dari ungu
violet menjadi kuning karena terjadi donor atom
hidrogen dari antioksidan ke DPPH lalu diukur
absorbannya dengan spektrofotometer Uv-Vis
(Waterhause, 1999).
Besarnya aktivitas antioksidan ditandai
dengan nilai IC50 , yaitu larutan sampel yang
dibutuhkan untuk menghambat 50 % radikal
bebas DPPH. Masing - masing ekstrak teh
ditentukan aktivitas antioksidannya. Kekuatan
79

SCIENTIA VOL. 4 NO. 2, AGUSTUS 2014

aktivitas antioksidan ekstrak teh dibandingkan


terhadap zat pembanding yang telah diakui
sebagai antioksidan yaitu asam galat. Aktivitas
antioksidan dari asam galat ditunjukkan dari
nilai IC50 nya yaitu 7,473 g/mL. Aktivitas
antioksidan sampel untuk ekstrak daun teh yaitu
43,308 g/mL yang lebih besar dibandingkan
produk teh hitam yaitu 64,333 g/mL. Nilai IC50
yang semakin rendah menunjukkan aktivitas
antioksidan yang semakin tinggi. Dari uraian
diatas terlihat bahwa ekstrak daun teh
mempunyai nilai IC50 yang lebih rendah
dibandingkan produk teh hitam, hal ini berarti
aktivitas antioksidan daun teh lebih kuat
dibandingkan dengan produk teh hitam, t etapi
apabila
dibandingkan
dengan
aktivitas
antioksidan pembanding asam galat yang
memiliki nilai IC50 sebesar 7,473 g/mL,
aktivitas antioksidan ekstrak daun teh masih
lebih rendah. Hal ini karena pada penelitian ini
yang di uji masih berupa hasil ekstraksi belum
merupakan senyawa murni.

(Betula Pendula Roth) Leaf Phenolics,


44: 2724-2727, Finlandia.
Mosquera, O M., Y. M. Correa, D. C. Buitrago,
and J. Nino, 2007, Antioxidant Activity of
T wenty five Plants from Colombian
biodiversity, Mem. Inst. Oswaldo Crus,
vol. 102 (5) ; 631-634.
Pourmorad, F, Hosseinimehr, SJ and
Shahabimajd, N. 2006, Antioxidant
Activity, Phenol and Flavonoid Content
of Some Selected Iranian Medicinal
Plants, Africa Journal of Biotechnology,
Vol (11), 1142-1145.
Rohdiana, Dadan. 2003, Teh ini Menyehatkan.
Penerbit Alfabeta, Bandung.
Waterhause, A. 1999, Folin-ciocalteu Micro
Method for Total Phenol in Wine, American
Journal of Enology and Viticulture, 28 ; 1-3.

KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan dapat diambil kesimpulan terdapat
perbedaan kadar fenolat
dan aktivitas
antioksidan dari daun teh dengan produk t eh
hitam yang beredar dipasaran dengan nilai P <
0,05

DAFTAR PUSTAKA
Anonim,2012.http://mursyidyusmar.wordpress.c
om/tag/teh-kajoearo/.Access on (Agustus
2012).
Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
1979, Farmakope Indonesia, Edisi III,
Ditjen POM, Jakarta.
Harborne, J. B 1987, Metode Fitokimia :
Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan, Edisi Kedua, Penerjemah : K.
Padmawinata & I. Soediro. Penerbit IT B,
Bandung.
Hartoyo, A. 2003, Teh dan Khasiatnya bagi
Kesehatan.
Penerbit
Kanisius,
Yogyakarta.
Keinenan, M, and J-T , Riitta, 1996. Effect of
Sample Preparation Method on Birch
ISSN : 2087-5045

80

SCIENTIA VOL. 4 NO. 2, AGUSTUS 2014

PENGARUH PEMBERIAN MINUMAN ISOTONIK TERHADAP WAKTU


PEMULIHAN PADA ATLET TAEKWONDO DOJANG UNIVERSI TAS
NEGERI PADANG
Rinal Kurniawan, Syafriz ar, Wilda Welis
Program Studi Ilmu Keolahragaan, FIK UNP
ABSTRACT
Physical activityhas the potential toincrease thepulse frequency. It isdue tothe higheractivity ofthe
body, the higher the increase inbloodflowto supplynutrientsandoxygento themuscle tissueso thatthe heart
contractsfaster andstrongerwhichalso resulted inan increaseinbodyheat. Increasedbody heatwill
beabsorbedby thewater presentin thecirculation ofthe bloodandexcreted through sweat together with some
mineralssuch assodium, chlorine, potassium, calcium, andmagnesium. Consumingisotonic drinkwith
themineralscontained therein and has similar compositionof body fluidswill behelpfultopreventfatiguedue
tolack of fluidandelectrolytes. This research was done to investigate the effect of isotonic drink on
recovery time after physical activity. Design used was experimentalpretestposttest, done to samples
selectedwithcertaincriteria.
The
experiment
was
conductedat
theState
University
ofPadangwithsamplesderivedfromtaekwondoathletes of Padang State University. Isotonicdrinkwas
given30minutesbeforeactivity and pulse frequency used as parameter was measured at 5 th minutes in
recovery phase. Average pulse frequency at 5 th minutes in group which did not receiveisotonic drink was
118.7911:42per minuteswhilein group administered isotonic drinkwas118.0010.94minutes. The
statistical analysis showed that there was no significant effect of isotonic administration on recovery time
after physical activity.
Ke ywords : physical activity, recovery time, isotonic drink, pulse frequency

PENDAHULUAN
Aktivitas fisik berpotensi meningkatkan
frekuensi denyut nadi karena semakin tinggi
aktivitas tubuh
maka
semakin tinggi
peningkatan aliran darah untuk mensuplai zat
makanan dan oksigen ke jaringan otot sehingga
jantung berkontraksi lebih cepat dan kuat yang
berakibat pula pada peningkatan panas dalam
tubuh.Dalam keadaan istirahat dan kerja
penggunaan energi berbeda.Waktu istirahat
energi yang digunakan otot hanya sedikit dan
meningkat seiring meningkatnya intensitas
latihan.Apablia suhu tubuh berubah 1 o C, terjadi
perubahan laju metabolisme sebesar 10%
(Wiriarto, 2013).
Peningkatan
panas
dalam
tubuh
mengakibatkan air yang berada pada sirkulasi
darah
akan
menyerap
panas
dan
mengeluarkanya melalui kulit yang biasa disebut
evaporasi keringat. Banyaknya keringat berkisar
500 ccm sampai 2.000 ccm setiap hari,
tergantung dari kebutuhan tubuh akan
ISSN : 2087-5045

pengaturan. Keringat ketika keluar juga akan


membawa sejumlah elektrolit makro yaitu
natrium, kalium dan makin besar intensitas
latihan, suhu dan kelembapan, akan semakin
besar
kehilangan
air.
Senada
dengan
pengeluaran air, pada keadaan intensitas latihan
yang tinggi akan meningkatkan suhu tubuh,
berimbas
pada
peningkatkan kecepatan
metabolisme sehingga mempercepat produksi
keringat yang disertai elektrolit (Lutan, dkk.,
1991).
Kebutuhan normal cairan dan elektrolit
orang dewasa rata-rata 30-35 ml/kg BB setiap
harinya dan eletrolit terutama natrium sekitar 12 mmol/kg BB setiap harinya.Kebutuhan
tersebut merupakan pengganti cairan yang
hilang akibat pembentukan urine, keringat, dan
paru-paru. Sebenarnya rasa haus yang timbul
sudah menunjukkan hidrasi ringan dengan
kehilangan
cairan
tubuh
2-3%
yang
mengakibatkan penurunan perfoma hingga 10%
dan terganggunya proses pengaturan panas
tubuh (Syafrizar dan Wilda, 2008).
81

SCIENTIA VOL. 4 NO. 2, AGUSTUS 2014

Mengkonsumsi air putih setelah olahraga


dapat menyebabkan penurunan konsentrasi
natrium dalam plasma darah sehingga
mengurangi rasa haus selanjutnya menunda
proses rehidrasi. Pada keadaan dehidrasi tubuh
tidak hanya kehilangan air tetapi juga
kehilangan elektrolit. Kehilangan natrium dan
klorida dapat mencapai 40-60 mEq/Liter,
sedangkan kalium dan magnesium 1,5-6
mEq/Liter. Berdasarkan alasan inilah maka
perlu dikonsumsi minuman isotonik yang dapat
membantu menggantikan cairan dan elektrolit
yang hilang.Natrium sebagai kation utama
dalam cairan ektraselular paling berperan dalam
mengatur keseimbangan cairan.Apabila tubuh
benyak mengeluarkan natrium sedangkan
pemasukannya terbatas maka terjadi keadaan
hidrasi disertai kekurangan natrium. Apabila
kekurangan air dan natrium dalam plasma tidak
dapat dipertahankan maka terjadilah kegagalan
sirkulasi. Melihat hal di atas sudah semestinya
minuman isotonik pocari sweat dikonsumsi oleh
orang-orang yang melakukan aktivitas berat
seperti olahraga (Darmawan, 2013).
Se bagaimana
fungsinya
kandungan
mineral-mineral dalam minuman isotonik pocari
sweat dapat mengatur keseimbangan elektrolit
tubuh dan lebih cepat menghilangkan haus.
Apabila dikonsumsi sebelum latihan ataupun
pertandingan mineral-mineral yang terkandung
dalam minuman isotonik diperkirakan dapat
menggantikan mineral-mineral yang keluar
lewat keringat. Pergantian mineral-mineral yang
sesuai pada waktunya akan membuat cairan
dalam tubuh tetap elektrolit. Keadaan ini
semestinya membuat proses pemulihan setelah
melakukan aktivitas fisik berjalan lebih cepat.
Seringkali pelatih memberikan minuman
isotonik
pada
atletnya
yang
sedang
bertanding.Pemberian minuman isotonik pada
saat
pertandingan
apakah
sudah
tepat?Mengingat
minuman isotonik tidak
bekerja secara instan untuk bisa bermanfaat bagi
tubuh. Sebelum dicerna minuman yang
dikonsumsi akan tersimpan sementara didalam
lambung.Maka dari itu sebaiknya minuman
isotonik dikonsumsi 20-30 menit sebelum
latihan ataupun pertandingan agar manfaatnya
dapat dirasakan.
Penelitan ini dilakukan untuk menyelidiki
pengaruh pemberian minuman isotonik terhadap
waktu pemulihan setelah latihan.
ISSN : 2087-5045

METO DE P ENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di Universitas
Negeri Padang dengan sampel berasal dari atlet
taekwondo
dojang
Universitas
Negeri
Padang.Penelitian yang digunakan adalah
eksperimental pretest posttest dengan jumlah
sampel 19 orang yang dipilih dengan kriteria
tertentu yaitu taekwondoin dojang Universitas
Negeri Padang yang berumur 19-24 tahun, berat
badan 48-65 kg dan tinggi badan 165-175 kg
dalam keadaan sehat dan menyatakan bersedia
mengikuti penelitian ini. Setiap sampel
melakukan test awal untuk lari 2,4 km kemudian
mengukur denyut nadinya setiap menit sampai
menit kelima tanpa memberikan minuman
isotonik sebelum melaksanakan lari 2,4 km
namun hanya diberi minuman berupa air
mineral biasa. Kemudian pada tes berikutnya
dilakukan test akhir pada seluruh sampel untuk
kembali lari 2,4 km kemudian mengukur denyut
nadinya sampai menit kelima namun 30 menit
sebelum melakukan lari 2,4 km sampel
diberikan minuman isotonik.Pengukuran denyut
nadi dilakukan mengunakan menggunakan Polar
RS 400.
Denyut nadi diukur sebelum latihan dan
pada menit ke-5 setelah latihan. Hasil penelitian
dianalisis, uji normalitas lilliefors dan uji beda
dependent.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
penelitian
menunjukkan
peningkatan waktu pemulihan setelah diberikan
minuman isotonik namun tidak signifikan. Ratarata waktu pemulihan dilihat dari denyut nadi
pemulihan menit ke 5 tanpa diberikan minuman
isotonik 118.79 11.42 menit sedangkan
denyut nadi pemulihan menit ke 5 setelah
diberikan minuman isotonik adalah 118.00
10.94 menit.
Data menunjukkan normal pada uji
normalitas Lilliefors yang peneliti lakukan.
Denyut nadi aktivitasdinyatakan normal yang
ditujukkan dari
Lo = 0.051 pada saat
tanpa diberikan minuman isotonik, dan Lo =
0.039 pada saat diberikan minuman isotonik
yang keduanya lebih kecil dari pada L tabel
(p=0.05) yakni 0.195.

82

SCIENTIA VOL. 4 NO. 2, AGUSTUS 2014

Tabe l 1. Hasil Uji Normalitas Data Lilliefors


Denyut Nadi Aktivitas
Denyut
nadi
aktivitas

L tanpa
diberikan
0.051

L
diberikan
0.039

L
tabel
0.195

Hasil pengukuran diatas berdistribusi


normal, maka selanjutnya dilakukan uji t untuk
mengetahui
apakah
terdapat
pengaruh
pemberian minuman isotonik terhadap waktu
pemulihan pada atlet taekwondo dojang
Universitas
Negeri
Padang.
Tabel
2
menunjukkanhasilnya
berpengaruh
karena
waktu pemulihan dilihat dari denyut nadi
pemulihan
menit ke 5 setelah diberikan
minuman
isotonik
lebih
kecil
waktu
pemulihandilihat dari denyut nadi pemulihan
menit ke 5 tanpa diberikan minuman isotonik,
data menunjukkan tidak terdapat hubungan
karena hitung = 0.22 < t tabel = 1.69.
Tabe l 2. Rata-rata Waktu Pemulihan antara
tanpa diberikan dengan Setelah
Diberikan Minuman Isotonik

19

Ratarata
119

Simp.
Baku
11.42

19

118

10.94

n
Waktu pemulihan
(DNP 5) tanpa
diberikan isotonic
Waktu pemulihan
(DNP 5) diberikan
isotonic
Beda
T hitung
T table

0.22
1.69

Minuman isotonik yang diberikan


memiliki komposisi elektrolit yang mirip dengan
cairan tubuh. Minuman isotonik dalam kemasan
yang berukuran 350 cc dikonsumsi 240 cc pada
30 menit sebelum melakukan aktivitas lari
sejauh 2,4 km. Minuman isotonik memiliki
konsentrasi elektrolit 21 mEq/L natrium, 5
mEq/L kalium, 1 mEq/L calcium, 0.5 mEq/L
magnesium, 16 mEq/L clorida, 10 mEq sitrat
dan 1 mEq laktat.
Hasil analisis kemaknaan menujukkan
rata-rata waktu pemulihan dilihat dari denyut
nadi pemulihan menit ke 5 tanpa diberikan
minuman isotonik 118.79 11.42 menit,
sedangkan denyut nadi pemulihan menit ke 5
ISSN : 2087-5045

setelah diberikan minuman isotonik adalah


118.00 10.94 menit.
Dalam penelitian ini tergambarkan
peningkatan rata-rata denyut nadi dari setiap
sampel. Peningkatan rata-rata denyut nadi
istirahat menjadi rata-rata denyut nadi aktivitas
100 denyutan). Dilihat dari peningkatan ratarata denyut nadi istirahatyakni 74 menjadi
denyut nadi aktivitas 174 denyutan, artinya
telah terjadi peningkatan denyut nadi sebesar
235%. Tentu saja peningkatan denyut nadi
dipengaruhi oleh beratnya aktivitas fisik yang
dilakukan yang membutuhkan lebih banyak
energi dan lebih banyak oksigen.Jadi kebutuhan
energi dipengaruhi oleh aktivitas fisik, hal ini
berbanding lurus dengan pendapat Syafrizar &
Welis (2008) mengemukakan bahwa kebutuhan
akan energi dan zat-zat gizi tergantung pada
berbagai faktor seperti umur, gender, berat
badan, iklim dan aktivitas fisik.
Peningkatan kerja jantung serta paru-paru
untuk memenuhi kebutuhan energi saat
beraktivitas lari 2.4 km yang melibatkan lebih
dari 60% otot. Jantung, paru-paru serta otot yang
bekerja dengan keras akan menjadi panas dan
semestinya panas yang terbentuk ini harus
dikeluarkan dari tubuh. Laju metabolisme
tergantung pada suhu tubuh, perubahan kecil
pada suhu tubuh dapat menimbulkan perubahan
besar pada kecepatan metabolisme.Famelia
(2010) mengemukakan bahwa apablia suhu
tubuh berubah 1 o C, terjadi perubahan laju
metabolisme sebesar 10%. Air yang berada pada
sirkulasi darah akan menyerap panas dan
mengeluarkannya pada permukaan kulit melalui
kelenjar keringat.
Keluarnya cairan tubuh melaui keringat
berimbas pada keluarnya mineral-mineral tubuh
yang yang larut dalam air. Hal ini berbanding
lurus dengan pendapat Wiarto (2013)
mengemukakan bahwa keringat ketika keluar
juga akan membawa sejumlah elektrolit makro
yaitu natrium, kalium dan klorida. Pendapat lain
menurut
Darmawan
(2013mengemukakan
bahwa makin besar intensitas latihan, suhu dan
kelembapan, akan semakin besar kehilangan air.
Keluarnya air serta mineral seperti natrium, klor,
kalium, kalsium, dan magnesium yang bertugas
menjaga keseimbangan cairan didalam tubuh,
menjaga irama jantung, serta relaksasi otot akan
berimbas pada timbulnya rasa lelah.

83

SCIENTIA VOL. 4 NO. 2, AGUSTUS 2014

Kekurangan mineral-mineral yang terjadi


karena proses ini dapat digantikan oleh
minuman isotonik yang mengandung mineralmineral yang dibutuhkan tubuh untuk mencegah
terjadinya
kekelahan
dan
mempercepat
pemulihan. Minuman isotonik memiliki
komposisi elektrolit yang mirip dengan cairan
tubuh. Komposisinya yang isotonis akan
membuat usus lebih cepat menyerapnya untuk
memenuhi kebutuhan tubuh. Namun yang mesti
diperhatikan adalah setiap makanan ataupun
minuman yang dikonsumsi akan terlebih dahulu
disimpan di lambung 20 menit. Lutan dkk
(1991)mengemukakan bahwa pemberian cairan
dapat dilakukan 20-30 menit sebelum
pertandingan. Maka dari itu peneliti memberikan
minuman
isotonik
30 menit
sebelum
melaksanakan aktivitas lari 2.4 km karena bukan
hanya dilambung tetapi proses penyaluran serta
penyerapan diusus juga membutuhkan waktu
untuk sampainya mineral-mineral pada sel-sel
tubuh yang membutuhkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
meskipun terjadi peningkatan waktu pemulihan
setelah diberikannya perlakuan tetapi secara
statistik tidak sinifikan.

KESIMPULAN
T idak terdapat pengaruh yang signifikan
pada waktu pemulihan yang diukur dari
parameter denyut nadi akibat pemberian
minuman isotonik sebelum latihan.

DAFTAR PUSTAKA
Darmawan, Aji Budi. (2013). Diet Sehat Air
Kelapa. Yogyakarta: Media Pressindo.
Famelia, Ruri (2010). Ikhtisar Kimia Terapan.
Padang: Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas Negeri Padang.
Lutan, Rusli dkk. (1991). Manusia dan
Olahraga.Bandung: IT B dan FPOK/IKIP
Bandung.
Syafrizar & Welis, Wilda.(2008). Ilmu
Gizi.Padang:WinekaMedia.
Wiarto, Giri (2013). Fisiologi dan
Olahraga.Yogyakarta: Graha Ilmu.

ISSN : 2087-5045

84

SCIENTIA VOL. 4 NO. 2, AGUSTUS 2014

Petunjuk Penulisan Pada Jurnal Scientia


1. Naskah berupa hasil penelitian atau karya ilmiah dari bidang Ilmu Farmasi dan
Kesehatan, baik berupa review maupun sintesis. Naskah belum pernah dan tidak akan
pernah dipublikasikan pada media lain.
2. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Bila naskah dalam bahasa
Inggris, maka abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia, sebaliknya bila naskah dalam
bahasa Indonesia, maka abstrak ditulis dalam bahasa Inggris.
3. Naskah diketik menggunakan komputer, dengan jumlah halaman maksimal 10 halaman
kertas ukuran kuarto (A4) dengan spasi ganda. Abstrak tidak lebih dari 250 kata yang
diketik dengan jarak 1 spasi. Naskah 1 rangkap beserta softcopy (dalam bentuk CD)
dikirim ke redaksi.
4. Sistematika penulisan disusun sebagai berikut :
a. Judul, nama lengkap penulis dan lembaga
b. Abstrak
c. Pendahuluan : berisi latar belakang masalah, ditambah literatur pendukung yang
relevan
d. Metoda Penelitian
e. Hasil dan Pembahasan
f.

Kesimpulan atau saran

g. Daftar Pustaka (kutipan dari buku dengan susunan : nama penulis, tahun, judul buku
(tulis miring), penerbit, kota terbit; kutipan dari jurnal dengan susunan : nama
penulis, tahun, judul artikel, judul jurnal (ditulis miring), volume, nomor halaman)
5. Tabel dan gambar harus diberi judul dan keterangan yang jelas
6. Redaksi berhak merubah naskah tanpa mengurangi isi dan maksud naskah
7. Redaksi berhak menolak naskah yang kurang layak untuk dipublikasikan. Naskah akan
dikembalikan jika dilengkapi perangko secukupnya
8. Nama penulis ditulis lengkap dengan gelar dan lembaga/instansi tempat penulis bekerja
9. Pada bagian akhir naskah dicantumkan riwayat hidup penulis
10. Naskah & softcopy dapat dikirimkan ke :
Alamat : Jl. Adinegoro/Simp. Kalumpang Km. 17 Lubuk Buaya Padang-25173
e-mail : stifipadang@gmail.com (khusus softcopy)
Telp

: (0751) 482171

You might also like