You are on page 1of 14

TUGAS MATA KULIAH MIKROBIOLOGI INDUSTRI

PEMANFAATAN MIKROORGANISME PADA INDUSTRI PANGAN

FERMENTASI ASAM GLUTAMAT


(£-Glutamic Acid Fermentation)

Disusun oleh:
Kelompok III
Eko Sriyono 09120
Rio Yulistya Putra 09124
Esti Rumaningsih 09127
Aldise Dyan Rini S 09128
Hety Handayani H 09131

JURUSAN TEKNOLOGI INDUTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2009
FERMENTASI ASAM GLUTAMAT
(£-Glutamic Acid Fermentation)

I. PENDAHULUAN
Zat penambah cita rasa pada konbu, tanaman seperti ganggang laut
yang digunakan sebagai sumber bumbu di Jepang, diketahui mengandung
asam £-Glutamat. Penemuan ini berperan penting dalam industri produk
monosodium £-Glutamat oleh Ajinomoto Co. Pada awalnya, asam £-
Glutamat diproduksi dengan cara hidrolisis asam pada gluten gandum atau
protein kedelai. Dalam kurun waktu lima puluh tahun, mikroorganisme
penghasil asam £-Glutamat diisolasi kemudian mulai dikembangkan
menjadi proses fermentasi asam £-Glutamat.yang menghemat biaya.
Industri fermentasi asam £-Glutamat sangat mendukung
pengembangan produksi mikroorganisme dengan metabolit primer.
Dukungan ini mendorong munculnya berbagai proyek penelitian yang
dilaksanakan sebagai usaha isolasi strain asing maupun turunan mutan
genetik yang memproduksi berbagai macam asam amino. Hasilnya,
sebagian besar asam amino komersial saat ini diproduksi dengan cara
fermentasi.
Produksi asam £-Glutamat secara fermentasi dalam setahun
mencapai lebih dari 370.000 ton. Oleh sebab itu, asam £-Glutamat menjadi
bumbu yang tersebar di seluruh dunia. Asam £-Glutamat juga digunakan
sebagai bahan awal sintesis bermacam zat kimia tertentu, misalnya starter
pembuatan N-Acylglutamate sebagai komponen biodegradable surfactant
yang tidak menyebabkan iritasi kulit dan oxopyrrolidinecarboxylic acid
(turunan asam glutamat) sebagai pelembab pada kosmetik.
II. PEMBAHASAN
A. Strain Mikrobia
Sebagian besar asam £-Glutamat diproduksi oleh bakteri gram
positif yang tidak membentuk spora, non-motile, dan membutuhkan biotin
untuk tumbuh.

Tabel. Strain Mikrobia yang Menghasilkan Asam £-Glutamat


Genus Spesies
Corynebacterium C. glutamicum, C. lilium, C. callunae, C. herculis
B. divaricatum, B. aminogenes, B. flavum,
B. lactofermentum, B. saccharolyticum,
Brevibacterium
B. roseum, B. immariophilum, B. alunicum,
B. ammoniagenes, B. thiogenitalis
M. salicinovolum, M. ammoniaphilum,
Microbacterium
M. Flavum var. glutamicum
Arthrobacter A. globiformis, A. aminofaciens

B. Kondisi Kultur
1. Sumber Karbon
Bakteri penghasil asam £-Glutamat dapat menggunakan
berbagai macam sumber karbon, seperti glukosa, fruktosa, sukrosa,
maltosa, ribosa, atau silosa, sebagai substrat untuk pertumbuhan sel
dan biosintesis asam glutamat. Konsentrasi biotin pada medium
harus benar-benar dikontrol dalam level suboptimal agar
memaksimalkan pertumbuhan sehingga diperoleh asam glutamat
yang tinggi. Oleh karena itu, bahan baku kaya biotin, seperti
molase dari gula bit dan gula tebu, tidak dapat digunakan sebelum
ditemukannya pengaruh mediasi biotin pada penisilin dan asam
lemak jenuh C16 -C18. Asam oleic hanya membutuhkan akumulasi
mutan asam £-Glutamat pada medium yang kaya biotin ketika
konsentrasi asam oleic terkontrol pada level suboptimal agar
pertumbuhan maksimal.
2. Sumber Nitrogen dan Kontrol pH
Medium yang baik untuk fermentasi asam £-Glutamat
mengandung nitrogen dengan kadar 9, 5 %. Contoh sumber
nitrogen yang dapat ditambahkan ke dalam medium adalah
amonium klorida atau amonium sulfat. Bakteri yang menghasilkan
asam glutamat juga memiliki aktivitas urease yang kuat sehingga
urea juga dapat digunakan sebagai sumber nitrogen. Ion amonium
berpengaruh pada pertumbuhan sel dan pembentukan produk
sehingga konsentrasinya dalam medium harus dikontrol pada
konsentrasi rendah.
Tingkat keasaman (pH) medium sangat mudah menjadi asam
karena ion amonium terasimilasi dan dihasilkan asam glutamat.
Amonia dalam bentuk gas lebih baik daripada basa cair dalam
menjaga pH pada level 7-8, sebagai pH optimum untuk produksi
asam £-Glutamate. Amonia dalam bentuk gas berperan sebagai
agen pengontrol pH dan sebagai sumber nitrogen serta dapat
mengatasi bermacam-macam masalah teknis. Penambahan
otomatis gas amonia dapat mengontrol pH dengan tepat. Selain itu,
juga mencegah efek merugikan dari amonia dan pengenceran yang
tidak diinginkan pada cairan fermentasi.
3. Faktor Tumbuh
Bakteri penghasil asam £-Glutamat membutuhkan biotin
untuk pertumbuhan dan konsentrasinya harus dikontrol agar
memperoleh produk yang maksimal. Dampak biotin pada
fermentasi asam £-Glutamat sangat erat kaitannya dengan
permeabilitas asam £-Glutamat terhadap membran sel.
4. Ketersediaan Oksigen
Biosintesis dari asam glutamat merupakan proses aerob
yang membutuhkan oksigen selama proses fermentasinya. Untuk
mengoptimalkan produksi, kadar oksigen terlarut harus dijaga pada
kondisi optimal. Sel yang melakukan respirasi akan mengkonsumsi
oksigen dalam media hanya dalam beberapa detik sehingga
oksigen harus disuplai secara terus-menerus untuk menjaga
konsentrasi oksigen terlarut.

C. Akumulasi Produk Lain yang Dipengaruhi oleh Perubahan Kondisi


Kultur
1. Asam Laktat dan Asam Suksinat
Brevibacterium flavum yang memproduksi asam glutamat
mengakumulasi asam laktat dan asam suksinat ketika dikulturasi
dengan jumlah oksigen yang kurang. Saat jumlah suplai oksigen
kurang dari kondisi kejenuhan komplet ke berbagai derajat
kecukupan kebutuhan oksigen, produk utama berubah dari asam
glutama menjadi asam suksinat kemudian menjadi asam laktat.
Lebih dari 30 g l-1 asam suksinat atau 45 g l-1 asam laktat dapat
mengakumulasi pada 72 h kondisi optimum.
2. Asam α-Ketoglutarat
Suplai oksigen yang cukup dengan ketidakadaan ion
amonium pada fermentasi asam £-Glutamat akan menghasilkan
akumulasi asam α-Ketoglutarat. Ketika pengontrol pH diubah dari
NH4OH menjadi NaOH pada pada akhir fase pertumbuhan, 18 g l-1
asam α-Ketoglutarat terakumulasi pada hasil substrat 0,20 g g l-1
pada pembudidayaan 72 h.
3. Asam £-Glutamin
Asam £-Glutamat diubah menjadi £-glutamin ketika
terdapat kelebihan amonium klorida pada kultur pada pH rendah
dengan adanya ion seng. Pada medium yang mengandung 40 g l-1
amonium klorida dan 10 mg l-1 sulfat seng, sel terakumulasi lebih
dari 40 l-1 £-Glutamin pada 0,30 g l-1 sumber karbon. Konsentrasi
tinggi ion amonium pada kondisi pH rendah menghasilkan
produksi N-asetil-£-glutamin. Ion seng efektif dalam pengurangan
ekskresi N-asetil-£-glutamin dalam akumulasi £-glutamin.

D. Fisiologi Mikrobia dari Fermentasi Asam £-Glutamat


1. Permeabilitas Membran Sel dan Asam Glutamat dalam
Hubungannya dengan Konsentasi Biotin
Biotin merupakan komponen kunci dalam fermentasi asam
£-Glutamat. Akumulasi produk asam £-Glutamat. dapat mencapai
maksimal ketika konsentrasi biotin dalam keadaan suboptimal.
Kelebihan biotin dapat menunjang pertumbuhan sel, namun
menurunkan akumulasi asam glutamat. Kandungan biotin untuk
mengakumulasi asam glutamat adalah 0,5 pg pergram sel kering.
Akan tetapi, adanya kelebihan biotin pada penambahan penisillin
diketahui dapat menghentikan formasi cross-links peptidoglikan
bakteri pada fase pertumbuhan sehingga memungkinkan sel untuk
mengakumulasi asam £-Glutamat dalam jumlah yang besar.
Antibiotik lain seperti cephalosporin C, yang menghentikan
sintesis dinding sel, juga dapat menggantikan fungsi penisilin.
Penambahan asam lemak jenuh C16-C18 maupun esternya dengan
polialkohol hidrofilik selama fase pertumbuhan juga
memungkinkan sel untuk mengakumulasi asam £-Glutamat dalam
medium yang kaya biotin. Penggunaan antibiotik dan asam lemak
jenuh C16-C18 ini akan mempermudah suatu industri dengan bahan
dasar kaya biotin, seperti gula tebu dan gula bit.
Akumulasi asam £-Glutamat tidak tergantung pada proses
biosintesis tapi pada proses ekskresi. Ekskresi asam £-Glutamat
sangat berkaitan dengan permeabilitas dinding sel yang terdiri atas
kumpulan dari komponen kimia dan fisika dari membran sel.
Produksi sel asam £-Glutamat dengan jumlah biotin terbatas atau
berlebih dan diolah dengan penisilin ataupun Tween-60 terekskresi
intraseluler asam £-Glutamat ketika dicuci dengan larutan buffer
fosfat. Sel tidak dapat tumbuh tanpa adanya pengolahan dengan
penisilin ataupun Tween-60 meskipun ada biotin berlebih. Asam
amino lain dikeluarkan dari sel bahkan ketika pertumbuhan
berlangsung dengan biotin terbatas. Walaupun dengan jumlah
biotin terbatas selama ekskresi sel asam £-Glutamat, pemenuhan
kebutuhan asam oleik atau penambahan asam lemak jenuh C16-C18
mengandung sedikit fosfolipid dalam membran sel. Di lain sisi, sel
dengan kemampuan rendah dalam mengakumulasi asam £-
Glutamat pada medium dengan kandungan biotin tinggi akan
mengandung lebih banyak konsentrasi membran fosfolipid.
Biotin merupakan kofaktor dari asetil KoA karboksilase,
enzim pertama pada biosintesis asam oleik, dan asam lemak jenuh
C16-C18 menghambat biosintesis pada asam oleik dengan menahan
asam karboksilase asetil KoA. Jumlah biotin ataupun asam lemak
jenuh C16-C18 yang terbatas dapat menyebabkan biosistesis asam
oleik berjalan tidak sempurna dan menghasilkan penurunan
konsentrasi fosfolipid. Akibatnya, fosfolipid seperti kardiolipin dan
phosphatidynositol dimannoside dibutuhkan dalam pengaturan
permeabilitas sel asam £-Glutamat.
Pengaruh penisilin pada permeabilitas asam £-Glutamat
tidak dapat dijelaskan dengan kandungan fosfolipid pada membran
sel. Permeabilitas pada sel dengan penisilin dipengaruhi oleh
tekanan osmosis. Selama terjadi penurunan tekanan osmosis,
penisilin meningkatkan ekskresi asam £-Glutamat dalam medium
kaya biotin dan studi mikroskopik menunjukkan bahwa penisilin
meningkatkan masa elongasi dan pembesaran sel. Sementara itu,
asam lemak jenuh C16-C18 meningkatkan ekskresi asam £-Glutamat
dalam medium kaya biotin tanpa tergantung pada tekanan osmosis.
Berdasar hal tersebut, penisilin mempunyai pengaruh sekunder
terhadap fungsi membran. Utamanya, penisilin menghambat
sintesis dinding sel sehingga membran sel lebih mudah rusak.
2. Mekanisme Biosintesis Asam £-Glutamat
Produksi asam £-Glutamat membutuhkan dua enzim
penting, yaitu Phosphoenol Carboxylase dan α-Ketoglutarate
Dehydrogenase. Phosphoenol Carboxylase akan mengkatalis
karboksilasi dari fosfofenolpiruvat ke dalam bentuk oxaloasetat.
Sedangkan α-Ketoglutarate Dehydrogenase, mengubah α-
Ketoglutarat menjadi suksinil KoA. Efisiensi dari fiksasi
karbondioksida oksaloasetat bergantung pada hasil dari aktivitas
Phosphoenol Carboxylase. Asam aspartat menunjukan adanya
hambatan dan tantangan enzim. Penghambatan ini telah
ditingkatkan oleh asam α-Ketoglutarat. Oleh karena itu,
endogenus asam aspartat dan asam α-Ketoglutarat harus
diminimalkan apabila produk asam £-Glutamat ingin
dimaksimalkan. α-Ketoglutarate Dehydrogenase ini penting untuk
oksidasi glukosa menjadi CO2. Enzim ini dicegah oleh cis-
akonitat, suksinil KoA, NADH, NADPH, piruvat dan oksalat yang
kemudian akan diubah menjadi asetil KoA. Kandungan α-
Ketoglutarate Dehydrogenase dari bakteri penghasil asam glutamat
sangat menguntungkan untuk sintesis asam glutamat dari asam α
ketoglutarat, mencegah oksidasi asam α-Ketoglutarat menjadi CO2
dan H2O melalui suksinil KoA. Nilai Km α-Ketoglutarate
Dehydrogenase untuk asam α-Ketoglutarata adalah sekitar 1 X 17
glutamat dehydrogenase. Enzim ini kemudian mengkatalis formasi
asam glutamat menjadi lebih luas daripada α-Ketoglutarate
Dehydrogenase. Akibatnya, konsentrasi endogenus α-Ketoglutarat
yang mengatur daur metabolit α-Ketoglutarat mengikuti
biosinteseis asam glutamat ataupun oksidasi. Hal ini ditunjukan
dengan cukup tingginya produksi asam glutamat.
3. Perubahan Genetik Mikrobia Penghasil Asam £-Glutamat
Kelebihan produksi dari asam glutamat ditunjukan dengan
adanya strain asing dalam dinding permeabilitas yang telah
dimodifikasi. Akan tetapi, produktivitasnya ditingkatkan oleh
adanya perkembangan mikrobia. Sebagai salah satu contoh,
dinding permeabilitas sel asam £-Glutamat dimodifikasi dengan
mutasi berupa mutan temperatur sensitif yang menunjukan
pertumbuhan normal pada 30 0C tetapi tidak tumbuh pada 37°C,
asam £-Glutamat diproduksi dalam jumlah besar bahkan medium
mengandung biotin secara berlebihan pada kultur bertemperatur
30°C sampai 40°C selama pembudidayaan. Sintesis membran dari
mutan ini dibentuk agar tidak mampu betahan pada suhu 37°C-
40°C. Oleh karena itu, terjadi pengurangan asam £-Glutamat.
Tidak ada kontrol kimia dari penicillin ataupun asam lemak jenuh
C16-C18 yang dibutuhkan untuk produksi asam £-Glutamat dalam
medium yang kaya akan biotin. Usaha yang lain untuk
meningkatkan produksi, yaitu meningkatkan fiksasi
karbondioksida. Asam £-Glutamat disintesis melalui siklus
glioksilat sebagai sistem pembaharuan oksaloasetat tanpa fiksasi
karbondoksida. Peningkatan fiksasi ini memungkinkan terjadinya
peningkatan produksi.
Sebagian dari monofluoroasetat yang resistan terhadap
mutan diturunkan dari Brevibacterium lactofermentum yang
menunjukan peningkatan produktivitas dari asam glutamat dengan
peningkatan aktivitas Phosphoenol Carboxylase. Penurunan
aktivitasi Isositrat lyase juga turut meningkatkan jumlah asam £-
Glutamat. Fiksasi karbondioksida telah ditingkatkan oleh
perubahan mutan tersebut.
Piruvat hydrogen mutan yang tidak resisten diturunkan dari
Brevibacterium lactofermentum yang menggunakan asam asetis
dan glukosa secara kontinu. Asam asetis telah diasimilasi sebagai
subtrat asetil KoA dan glukosa sebagai oksaloasetat.
Aplikasi dalam teknik DNA rekombinan untuk
meningkatkan bakteri penghasil asam glutamat merupakan
penawaran cara baru. Berbagai jenis plasmid Brevibacterium
lactofermentum dan plasmid Corynebacterium yang
menghubungkan spectinomycin resisten yang ditemukan dicocokan
sebagai sistem vektor yang memungkinkan. Kontraksi dari plasmid
ini mengandung kumpulan gen dengan asam glutamat yang
ditunjukan Brevibacterium lactofermentum.

1.5 mol glukosa

3 mol fosfofenolpiruvat

3 mol piruvat

3 mol asetil KoA

2 mol oksaloasetat 2 mol sitrat

2 mol molat   Glioksilat 2 mol isositrat

suksinat α-Ketoglutarat

asam £-Glutamat

Gambar 1. Jalur pembentukan asam glutamat melalui siklus glioksilat


sebagai sistem pembentuk oksaloasetat tanpa pembentukan
karbondioksida
glukosa

2 mol fosfofenolpiruvat
CO2
piruvat

asetil KoA

oksaloasetat sitrat

isositrat

α-Ketoglutarate

asam £-Glutamat

Gambar 2. Jalur pembentukan asam glutamat melalui fosfoenolpiruvat


dengan pengikatan karbondioksida

4. Fermentasi Asam Glutamat Skala Besar


Sterilisasi kontinu lebih berhasil daripada sterilisasi
batchwise untuk mengeliminasi mikrobia asing yang tidak
diinginkan pada media volum besar. Beberapa manfaatnya adalah
(1) hemat energi; (2) kendali mutu yang lebih baik; (3)
meningkatnya produktivitas. Filter udara yang dilengkapi dengan
wol kaca biasanya bagus untuk sterilisasi udara.
Pada fermentasi asam £-Glutamat, dibutuhkan input daya
yang lebih sedikit untuk agitasi daripada fermentasi antibiotik,
sebagaimana cairan kultur bakteri memiliki viskositas (kekentalan)
lebih rendah daripada cairan kultur mycelial. Meskipun demikian,
perlu diperhatikan bahwa kebutuhan oksigen dan perubahan panas
secara perlahan perunit waktu dan volum pada kultur adalah lebih
tinggi, karena asimilasi gula dan respirasi sel yang juga pada laju
yang lebih tinggi.
Untuk keberhasilan operasi fermentasi, tekanan pelarutan
oksigen, suhu, dan pH harus dioptimalkan selama fermentasi.
Kelarutan oksigen dipelihara di atas 0,01 atm dengan mengubah
laju aliran udara, suhu dikontrol lewat alat pendingin, dan kultur
pH dipelihara pada level konstan dengan gas amonia. Pengendalian
tersebut dapat dilakukan dengan sistem computer-aided. Selain itu,
serangkaian kontrol pada beberapa operasi, contohnya
mensterilisasikan sistem, penggunaan medium pada fermenter,
pemberian larutan gula terkonsentrasi ke fermenter, dan kemudian
pencucian fermenter dengan air, dapat dengan mudah diprogram
sehingga dapat berlangsung secara serempak.

E. Aspek Komersial pada Fermentasi Asam £-Glutamat


Produksi asam £-Glutamat tahunan di dunia mencapai 370.000 ton.
Asam £-Glutamat diproduksi di Jepang, Korea, Taiwan, Thailand,
Malaysia, Indonesia, Filipina, Prancis, Italia, Spanyol, Brazil, Peru, dan
Amerika Serikat. Di antara negara-negara tersebut, Jepang merupakan
produsen terbesar dengan Ajinomoto Co., Asahi-Kasei Co., Kyowa Hakko
Co., dan Takeda-Yakuhi Co. yang menghasilkan 107.000 ton dari total
produksi dunia.
Molase tebu atau starch tapioka merupakan bahan baku asam £-
Glutamat. Biayanya adalah sekitar $95 perton untuk molase tebu
(mengandung 60% gula) dan sekitar $360 perton untuk starch tapioka.
Harga internasinal asam £-Glutamat adalah sekitar $2 perkilogram
III. KESIMPULAN
Penelitian dan pengembangan fermentasi asam £-Glutamat
mengubah metode produksi monosodium asam £-Glutamat komersial dari
proses hidrolisis protein menjadi proses produksi dengan mikrobia. Proses
hidrolisis protein memerlukan banyak biaya karena menggunakan gluten
gandum yang mahal atau protein kedelai sebagai bahan baku dan
menghasilkan banyak produk samping seperti starch atau campuran asam
amino. Di sisi lain, fermentasi asam £-Glutamat tidak menghasilkan hasil
samping yang spesifik dan sekarang telah menggantikan metode hidrolisis
protein secara sempurna. Di samping itu, inovasi teknologi terbaru seperti
rekombinasi DNA. fusi sel, perkembangan bioreaktor sekarang
diaplikasikan lebih jauh untuk perbaikan fermentasi asam £-Glutamat.
Teknik DNA rekombinasi dan fusi sel sangat bermanfaat dalam konstruksi
genetik pada mikroorganisme agar hasi produksi tinggi atau kapasitas
untuk berasimilasi bahan bahan baku lebih murah seperti komponen C1
dan selulosa. Bioreaktor untuk produksi asam £-Glutamat dengan
mikroorganisme sedang diteliti sebagai usaha untuk meningkatkan
produktivitas.

You might also like