Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
yang tepat di garis pantai utara Pulau Jawa dan dikelilingi oleh perbukitan
kapur, dan menurut Ernawan (2001), tanah di Tuban didominasi oleh jenis
“Nira Siwalan adalah cairan yang dihasilkan oleh fermentasi alami dari
siwalan (Borassus sundaicus) mempunyai kadar gula tinggi dan
micronutrien essensial yang sangat ideal dalam hal kondisi dan komposisi
untuk pertumbuhan mikroba”
Toak sebagai hasil fermentasi memiliki sifat asam dan mengandung alkohol
nama nitik dan kemudian menjadi ikon bagi kabupaten Tuban. Nitik adalah
1
tradisi minum toak bersama di suatu tempat yang sudah ditentukan dan
konsisten. Para penikmat toak disebut dengan beduak. Toak, beduak dan
tradisi nitik adalah tiga hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain dan
jiwa.
penulis, Katiman (57), orang Tuban dahulu adalah orang yang suka
Para Sunan penyebar ajaran Islam-pun harus bekerja keras memutar otak
agar bisa menyebarkan ajaran Islam dengan mudah. Para Sunan melakukan
macam cara dalam mensyi’arkan agama Islam, misal melalui wayang kulit,
2
antar generasi. Namun demikian, cara-cara tersebut tidak bisa
pekerja berat seperti petani, kuli bangunan, tukang becak dan nelayan. Toak
penghangat lainnya (teh panas, jahe panas), yang panasnya hanya terasa
yang dihasilkan oleh alkohol akan lebih merata di tubuh. Alkohol bisa
energi panas.
saat lupa meminum toak sebelum bekerja. Hampir setiap hari mereka
menyisihkan uang sebesar Rp. 1000,- untuk membeli segelas toak. Gelas
yang mereka pakai untuk mewadahi toak bukan dibuat dari kaca atau plastik,
namun gelas tradisional terbuat dari batang pohon bambu yang dipotong
hingga menjadi sebuah wadah dan diberi nama centhak (lihat lampiran
gambar 26).
Selain sebagai sarana pemuas hasrat untuk minum toak, tradisi nitik
juga menjadi ajang pertemuan yang kontinum bagi sesama beduak di Tuban.
Tali pertemanan antar beduak ini biasa disebut bolo ngombe dalam istilah
lokal. Biasanya bolo ngombe ini terbentuk karena frekuensi bertemu antar
beduak yang cukup tinggi saat nitik di tempat yang sama dan pada penjual
3
toak yang sama. Bolo ngombe menjadi semacam komunitas non formal yang
satu beduak diganggu oleh orang lain, maka beduak-beduak lain yang ada
dalam satu kelompok bolo ngombe akan membantu tanpa harus diperintah.
segolongan orang. Para mandor bangunan yang diberi tugas oleh majikannya
mengambil tukang-tukang tersebut dari bolo ngombe sendiri. Jadi dalam hal
ini nitik mempunyai fungsi yang terkandung di dalamnya dan tidak terlihat
langsung saat kita hanya melihat kegiatannya. Nitik sebagai sebuah fakta
yang jelas terjadi di Kabupeten Tuban, menjadi suatu entry point bagi
dalamnya.
4
minuman keras seperti bir, whisky atau vodka di bar dan restoran. Misal, film
dengan cuaca yang santa dingin, sehingga akan membuat orang sering
keras bagi mereka hanya sekedar upaya untuk meninggikan suhu badan
karena suhu udara sangat rendah disana. Kegiatan minum seperti itu hanya
dilakukan sesuai kebutuhan tubuh mereka, tanpa ada ikatan sosial yang
terbentuk.
Nitik menjadi ikon positif yang sekaligus menjadi ikon negatif bagi
masyarakat Tuban. Toak sebagai ikon positif adalah penilaian dari sebagian
orang bahwa nitik adalah ajang “temu guyub” tanpa mengganggu komunitas
sebagai ikon negatif. Khususnya masyarakat dari latar belakang agama yang
diinginkan bersama.
4 Dalam salah satu scene yang menceritakan tokoh utama Mike sedang duduk minum di
sebuah bar di wilayah Myseri, Alaska. Seorang teman Mike yang berjuluk Big Al
menghampirinya dan bertanya “hi, Mickey apa yang kamu lakukan disini, bukankah kamu
punya rumah?”, kemudian Mike menjawab “Rumahku tidak sehangat Whiskey ini Al”
5 Pernyataan ini didapatkan penulis saat mewawancarai beberapa santri di pondok pesantren
Al-Falah, Kecamatan Semanding
5
menyatakan bahwa Tuban dijadikan salah satu pusat penyebaran agama
Islam oleh para aulia sejak ratusan tahun lalu. "Karena itu, sangat tidak pas
dan kepentingan dibawa dan dibicarakan dalam nitik, sehingga tradisi ini
tidak lagi menjadi ajang untuk sekedar membeli se-centhak toak. Makna dan
fungsi yang terkandung di dalamnya akan lebih dalam dan kompleks bila
mau diteliti lebih lanjut. Makna dan fungsi yang kompleks di balik nitik
inilah yang membuat penelitian ini menjadi sangat penting dalam perspektif
(1986:218). Toak dapat mewakili beberapa unsur, yaitu kesenian karena toak
adalah bagian dari seni kuliner tradisional. Unsur kedua adalah sistem
sosial. Unsur terakhir adalah sistem religi, karena toak jelas dilarang oleh
agama Islam yang dianut oleh sebagian besar penduduk Tuban bahkan oleh
sang beduak sendiri6, namun tetap saja dikonsumsi hampir setiap hari.
6 Selama penelitian, penulis mencatat bahwa semua beduak yang termasuk dalam bolo
ngombe yang diteliti oleh penulis memeluk Agama Islam
6
Jenis hubungan yang terjadi diantara para beduak, beserta efek yang
terjadi di dalam hubungan tersebut juga menjadi hal menarik untuk diteliti
dilakukan selama ini, bahkan tidak terdapat arsip resmi dari pemerintah
memang selama ini toak dibuat secara home industry yang tidak memiliki
ini diharap bisa membuka cakrawala baru pengetahuan mengenai nitik, toak,
beduak dan segala macam makna yang dapat digali dalam tradisi nitik.
Mengapa ikatan sosial (social bond) dapat terbentuk dalam tradisi nitik?
7
nitik yang berhubungan dengan Pilkadal (Pemilihan Kepala Daerah
maupun kelompok.
pada ikatan sosial yang terjadi pada kumpulan bolo ngombe dalam tradisi
bond) dalam ilmu sosial pertama dicetuskan oleh Travis Hirschi pada tahun
1969,
“We are moral beings to the extent we are social beings…the sosial
bond essentially refers to connection between the individual and the
society. This theory posits that deviance occurs when the social bond is
weak or lacking” (Durkin,1999:2).
“Kita adalah makhluk bermoral (bagi diri sendiri), pada tingkatan lebih
luas kita adalah makhluk sosial…teori ikatan sosial merujuk pada
hubungan antara individu dan masyarakat. Teori ini menerima
kenyataan bahwa (individu) penyimpang muncul saat ikatan sosial
lemah atau kurang” (Durkin, 1999:2)
elemen utama yang harus dipenuhi. Elemen pertama adalah kasih sayang
keyakinan (belief).
8
sosial. Penulis menggunakan metode analisis jaringan sosial yang diusulkan
memisahkan jaringan sosial menjadi dua jenis yaitu, jaringan sosial total
network).
bisa berbentuk peta maupun model jaringan sosial yang terdiri dari simpul
adalah individu atau organisasi) yang diikat dengan satu atau lebih tipe relasi
sederhana, suatu jaringan sosial digambarkan sebagai peta dari semua ikatan
yang relevan antar simpul yang dikaji. Jaringan tersebut dapat pula
digunakan untuk menentukan modal sosial aktor individu. Konsep ini sering
9
jaringan komunikasi. Rogers dan Kincaid (1983:82) menjelaskan bahwa
komunikasi dalam suatu sistem, dimana data-data yang terkait dengan alur
di benak para ilmuwan sosial adalah ”apakah efek dari komunikasi?” atau
dikaitkan dengan kumpulan bolo ngombe yang terdiri dari para beduak
10
bolo ngombe sebagai clique, maka penulis dengan mudah menelaah jaringan
menjelaskan hadirnya gambaran dan ciri efek yang berguna pada sistem
hubungan guna antara sesuatu hal dengan tujuan tertentu (misalnya ballpoint
korelasi antara satu hal dengan hal yang lain (apabila nilai dari hal A
berubah, maka nilai dari hal lain yang dipengaruhi oleh hal A juga ikut
terjadi antara satu hal dengan hal yang lain dalam suatu sistem dan
11
Malinowski mengenai penduduk di kepulauan Trobriand ini lazim disebut
naluri akan kebutuhan hidup dari makhluk manusia (basic human needs).
kebutuhan manusia akan uang sebagai alat tukar kebutuhan mereka dalam
kehidupan.
bertujuan mengungkap beberapa fungsi yang ada dalam tradisi nitik, yang
selama ini mungkin tidak banyak digali. Fungsi yang mungkin diungkap
12
kebutuhan ini dapat dipenuhi oleh beberapa respons kebudayaan yang
bagi komunitas beduak yang tidak bisa lepas darinya. Toak dianggap sebagai
dengan nyaman tanpa ada gangguan lemah, letih atau lesu. Apabila mereka
(para beduak) yang sebagian besar adalah para pekerja keras tidak meminum
toak dan merasa badannya pegal, maka akan berpengaruh negatif pada
nitik yang notabene merupakan ajang berkumpul minum toak tetap bisa eksis
fungsi dan kontinuitas dibalik interaksi yang terjadi antar aktor-aktor sosial
yang ada di dalam tradisi nitik, sehingga bisa diketahui faktor-faktor yang
membuat nitik masih eksis hingga sekarang. Rumusan yang paling ekonomis
13
yang dihadapinya.
interaksi sosial dan kontinuitas dari interaksi tersebut. Teori ini memusatkan
perhatian pada tindakan dan interaksi manusia, bukan pada proses mental
kontinuitas hubungan yang tidak hanya terjadi di luar area nitik, karena
daripada sekilas pandang saat mereka sedang nitik. Hal itu akan menjelaskan
digunakan saat kita menoleh sedikit pada ide-ide mengenai unit tindakan
tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan itu dalam situasi baik
kultural.
sosial. Antar individu memberikan kepuasan timbal balik dan kalau hal
atau besar.
14
1992:11), agak menyesatkan seperti usaha pemecahan sandi atau kritik
menjelaskan bahwa:
kebudayaan eksis karena satu alasan, yaitu memberi manusia fasilitas untuk
wujud kedua adalah perilaku dan wujud ketiga adalah hasil fisik budaya.
Wujud pertama dari kebudayaan yaitu sestem ide atau gagasan biasa
15
disebut sebagai blue print budaya. Konsep mengenai nilai, moral, pranata
tersebut mulai tercetak dan terkonsep sistematis serta tersusun logis untuk
Wujud kedua adalah perilaku, wujud ini merupakan tindak lanjut dari
wujud pertama kebudayaan, sistem ide atau gagasan. Wujud kedua ini
kelakuan yang terpola dari masyarakat itu sendiri. Wujud ketiga adalah hasil
fisik budaya, yaitu hasil yang terabstraksi oleh pancaindera kita termasuk
kepuasan yang tidak bisa diukur dengan materi. Menurut penjabaran dari
16
I.5. Metode penelitian
kebudayaan dengan hasil akhir memahami suatu pandangan hidup dari sudut
yang satu sama lainnya saling berkait, tiap bagian tidak dapat berdiri sendiri
peneliti. Tahapan ini berbeda dengan tahapan yang ada di ilmu-ilmu sosial
17
yang lain. Penelitian etnografi menuntut arus balik yang konstan dari satu
dalam penelitian etnografi ini dapat dilakukan dalam waktu yang bersamaan
teori interaksi simbolik. Dalam hal ini, penulis memilih Tradisi nitik sebagai
toak, bagaimana para beduak bisa akrab satu sama lain, bagaimana cara
memilih tempat yang tepat untuk nitik dan pertanyaan deskriptif lainnya
mancari makna dan keterkaitan simbol yang ada dalam sebuah kebudayaan.
Dalam tahapan ini, penulis menganalisa kertas kerja dan berbagai catatan
pertemuan para beduak dalam tradisi nitik, membuat suatu ikatan sosial
18
(social bond) diantara beduak dan seterusnya membentuk jaringan sosial
penjelasan dari Tan (Koentjaraningrat ed., 1991: 25), bahwa suatu hipotesa
pengamatan dan dugaan si peneliti sendiri. Sumber kedua adalah hasil dari
menuliskan data dan temuan apa saja yang ditemui di lapangan ke dalam
karya etnografi ini dan berusaha menganalisa dengan teori yang tepat
nitik. Sehingga apabila analisa yang dibuat penulis tidak sesuai dengan
hipotesa awal, maka penulis akan mengubahnya sesuai dengan data yang
telah didapat.
19
Sedangkan pemilihan lokasi penelitian di kecamatan Tuban agar
sebagai minuman untuk menambah energi dan obat bagi tubuh warisan luhur
nenek moyang.
dikenal, cukup waktu dan non analitik. Merujuk pada kriteria pertama, yaitu
enkulturasi penuh, penulis memilih Karmidji (52) (lihat lampiran gambar 2),
juga ada Warsito (46) (lihat lampiran gambar 5), Tasiran (lihat lampiran
Semasa mudanya, dia adalah petani yang juga beduak dan pada saat
20
masa tuanya, Karmidji tidak lagi bertani di sawah, melainkan aktif dalam
menjual toak semenjak tahun 1996. Karmidji biasa berjualan toak di sebuah
gubuk pinggir sawah di desa Ngino (lihat lampiran gambar 13), Kecamatan
Semanding, Kabupaten Tuban pada sore hari sekitar pukul 15.00. Informan
pangkal penulis adalah Sutiyono (37) (lihat lampiran gambar 1), seorang
Alasan penulis memilih Sutiyono (37) karena dia adalah orang yang
berkeliling Tuban untuk mencari sepeda bekas untuk dijual kembali di pasar
dagang sepeda Tuban, sehingga dia bergaul dengan banyak orang dan tahu
pada umumnya. Dari Sutiyono inilah, penulis tahu letak-letak tempat nitik
baik di desa maupun di daerah perkotaan dan juga berkenalan dengan para
Warsito, Jarno.
pada para informan yang pernah atau secara intens mengikuti tradisi nitik,
seperti Jarno (47) (lihat lampiran gambar 3), yang sudah menjadi beduak
semenjak umur 20 tahun, dan sampai sekarang hampir setiap hari minum
yang begitu panjang dan intens, maka penulis merasa tepat memilih Jarno
21
Kriteria Ketiga, Suasana budaya yang tidak dikenal. Peneliti yang
dalam nitik dalam rangka meneliti ikatan sosial para beduak, dan juga ikut
merupakan salah satu etika penulisan sebuah karya etnogtafi. Penulis secara
bukanlah hal yang familiar bagi penulis, karena walaupun orang Tuban,
penulis tidak pernah ikut langsung dalam kegiatan nitik ataupun meminum
toak.
pekerjaannya.
tenang dan jelas saat menuturkan satu demi satu keterangan mengenai nitik
pada saat dia menunggu pembeli datang padanya, disaat kami hanya berdua
saja. Warsito (46) (lihat lampiran gambar 5), yang juga merupakan penjual
22
memberikan informasi pada penulis tentang nitik saat dia berada di
selalu menjawab pertanyaan yang diberikan oleh peneliti dengan bahasa dan
budayanya, tanpa ada unsur analisis subyektif dari sang informan ataupun
Kardji, Jarno, Parman menggunakan bahasa Jawa Ngoko Alus dan kasar
yang diberikan turun temurun oleh nenek moyang mereka dan pengetahuan
23
melakukan metode observasi/pengamatan dan wawancara dengan informan.
dokumentasi terhadap gejala yang ada pada objek penelitian secara langsung
kegiatan nitik pada beberapa tempat di Kabupaten Tuban dan melihat secara
seperti kamera untuk mengambil foto pada obyek yang sesuai dengan tema
participant seperti yang diungkapkan oleh Jimenez (Bautista ed. 1988), yaitu
tradisi nitik setiap hari dan bergaul penuh dengan para beduak.
Penulis juga tidak meminum toak, karena alasan agama yang dipeluk
mengandung alkohol, yang kedua penulis juga tidak menyukai rasa dan
24
“The Observer As Participant...the former does not conceal the fact
that he is conducting a field study but, as much as possible, avoids
direct participation in group or community activities. This type of role
is usually utilized in one-visit interview and in process documentation
researches.” Jimenez (Bautista ed., 1988:108)
berkenaan dengan riset dengan cara tanya jawab secara langsung berhadapan
atau lewat madia komunikasi seperti telephone antara peneliti dan informan.
riset adalah komunikasi langsung antara peneliti dengan informan yang telah
interview). Jenis wawancara ini cenderung menggali secara detail dan dalam
25
tentang sebuah fenomena budaya dari keterangan yang diberikan informan
dunia pendidikan.
ada banyak bias dari tujuan asli peneliti dan menghindarkan peneliti lupa
Penulis mencari beberapa data lain dari penelitian lain yang memiliki
bentuk buku. Penulis juga tidak lupa untuk mencari artikel di koran, web-
site, blog, majalah yang dapat membantu penulis untuk membuat karya
plagiatisme.
Web site
Buku Dikumpulkan
Artikel koran
7 Bagan ini diambil dari karya tulis ilmiah berjudul “Pijat Fisoterapi Arthritis Sebagai
Solusi Low Back Pain di Kalangan Nelayan” karya Darundiyo Pandupitoyo. Karya Tulis ini
dibuat dalam rangka pemilihan Mahasiswa Berprestasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Airlangga 2006.
26
Filtrasi Data
Observasi
Ketegorisasi dan Analisis
Wawancara
data dilakukan dalam suatu proses. Analisa data mulai dilakukan sejak
penelitian seperti yang penulis terapkan ini memang tidak mudah, namun
setelah semua tahap selesai dilakukan, maka semuanya akan menjadi mudah.
sebagai berikut;
27
11. Menemukan tema-tema budaya
Untuk tahapan pertama hingga ketiga sudah penulis uraikan pada sub
28
Istilah tercakup (X)
atau data yang didapat penulis dari wawancara dengan informan yang ada di
istilah lokal yang baisa digunakan dalam tradisi nitik. Misal Pada salah satu
kertas kerja penulis mendapatkan satu istilah pencakup yaitu ”bolo ngombe”
atau dalam bahasa Indonesia disebut teman minum. Istilah tercakup nampak
sebagai teman yang sering ikut minum bersama dalam satu tempat nitik,
selain ikut dalam satu tempat nitik, dia juga harus sering berbicara dan
pandangan mengenai fakta atau fenomena yang dihadapi dan banyak istilah
tercakup lainnya.
29
Istilah pencakup (Y)
melati, anggrek atau tulip. Hiponim mewakili istilah pencakup (y) dan
Satu hubungan antara x dan y disebut dengan satu subset, dan jenis
hubungan x adalah salah satu definisi y, atau x adalah salah satu jenis dari y.
nitik terdapat tambul sebagai makanan pelengkap minum toak, apa saja jenis
tambul itu?”
30
seperti apa benar salah satu akibat orang mabuk itu gampang emosi? Atau
domain yang lebih besar atau inklusif untuk mencakup kesemua domain
diatas. Pemaparan dari analisis taksonomik ini lebih mudah dilihat bila
dituliskan dalam sebuah kertas kerja analisis taksonomik yang penulis buat
Pencakup)
Istilah tercakup
Istilah tercakup
Domain Istilah tercakup
(Diwakili dengan
31
Penulisan Istilah
Pencakup)
Istilah tercakup
Istilah tercakup
Istilah tercakup
(Diwakili dengan
Penulisan Istilah
Pencakup)
Istilah tercakup
Istilah tercakup
Kemungkinan lain yang tidak tercakup dalam satu domain
istilah pencakup pada masing-masing domain. Kolom besar paling kiri diisi
dengan domain inklusif yang ditemukan, dan sebelah kanannya disusul oleh
domain yang tercakup dalam domain besar. Pada baris paling kanan diisi
tidak diawali dengan istilah pencakup, karena istilah tersebut berdiri sendiri.
32
Setelah analisis taksonomik, tahapan berikutnya adalah mengajukan
kategori besar.
diadik. Tahapan ini bertujuan mengetahui terdapat fungsi lain yang belum
rangkaian kontras yang mengandung fungsi tradisi nitik dan dimensi kontras
yang terdiri atas konsep-konsep masyarakat lokal mengenai tradisi nitik guna
menemukan pola budaya. Aplikasi dari analisis komponen ini dapat dilihat
33
Rangkaian
Kontras
penelitian maju pada fokus penelitian etnografi seperti diatas, maka peneliti
pertemanan saat minum toak bersama nampak pada domain alasan nitik
untuk pergaulan sosial (lihat gambar 1.1) dapat terbentuk dalam tradisi nitik
dan berlanjut sampai kepada jaringan sosial yang kontinum karena fungsi-
fungsi lain yang menyertainya. Makna dan fungsi ini nampak apabila kita
memakai pendekatan yang tepat, yaitu memulai dengan menjalin rapor yang
34
penulis terus menjalin hubungan baik dengan semua informan pada saat
penelitian.
bahwa bila terjadi konflik kepentingan, maka tugas seorang etnografer yang
mengenai tradisi nitik ini berlangsung, tidak ada konflik pada tingkat
keterlibatan informan.
diri lainnya, namun penulis juga tidak lupa menanyakan apakah data diri
35
Sampai pada tahap akhir penulisan, semua informan bersedia disebutkan
data diri aslinya karena menurut mereka peminum toak adalah “gelar” yang
maka balas jasa yang seimbang harus diberkan atas nama jasa yang mereka
berikan. Maka dari itu, penulis memberikan uang bagi para beduak yang
penulis kenal selama ini memang sangatlah terbuka dan ramah terhadap
siapapun yang datang pada mereka dengan niat baik dan ketulusan.
8 Kejadian tersebut, penulis alami saat penulis mewawancarai salah seorang beduak dan
mengambil gambar dengan kamera digital di saat para beduak tersebut nitik di Kelurahan
Latsari. Sang informan yang berasal dari kelangan nelayan tersebut mengucapkan kalimat
yang berbunyi “mas, mari difoto, ditakon-takoni yo ditinggali piro-piro ngono to. Laute
sepi” yang berarti “mas, setelah difoto, ditanya-tanya, ya (saya) diberi uang. Lautnya lagi
sepi (tangkapan)”. Akhirnya, penulis menyerahkan sejumlah uang untuk sang nelayan.
36
dalam nitik yang selama ini belum diketahui oleh masyarakat yang tidak
tradisi nitik di beberapa tempat, penulis banyak mendalami makna tanda dan
simbol yang ada dan hidup diantara interaksi para beduak. Sehingga
(wawancara mendalam).
BAB II
KABUPATEN TUBAN:
SEJARAH DAN PROFIL DAERAH
37
Menurut Ernawan (2001:61) Sebenarnya pembentukan kawasan
Tuban telah dimulai sejak zaman miosen dengan adanya sedimentasi atau
sesar normal dan sesar geser. Arah sesar menuju utara-selatan dan timur-
barat. Pada zaman Holosen terjadi pelapukan serta erosi batuan karst dan
berubah menjadi daratan aluvial, dan proses pelapukan tersebut masih terjadi
hingga sekarang.
Kabupaten Tuban merupakan salah satu kota tua di jalur pantai utara.
pada ketinggian 0-500 meter diatas permukaan laut dan terbagi menjadi
38
empat kawasan, yaitu kawasan pantai: terletak di bagian utara dan
pengembangan industri.
potensial untuk bahan semen. Daerah aliran sungai bengawan Solo: terletak
Wilayah dengan lahan pertanian yang subur: terletak di bagian selatan dan
lahan kering dengan luasan sawah kurang dari 50% luas daratan yang ada.
Luas lahan ini dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu lahan sawah (wetland)
dengan total luas wilayah sebesar 55.476.729 km² dan lahan kering
a) Sawah : 54.860,53 Ha
b) Tegal : 59.014,00 Ha
c) Hutan : 47.160,88 Ha
d) Pemukiman : 30.537,77 Ha
e) Lain-lain : 2.421,38 Ha
Ditinjau dari aspek perencanaan tataruang wilayah, Kabupaten Tuban
39
I Kecamatan Tuban, Merakurak, Daerah Pertanian,perikananm
Jenu, Semanding,Kerek Palang Industri besar dan kecil,
dan Montong. pendidikan dan pariwisata serta
kehutanan.
II Kecamatan Tambakboyo dan Daerah perikanan, pertanian,
Bancar industri, pariwisata dan
kehutanan.
III Kecamatan Jatirogo dan Daerah pertanian, perkebunan,
Kenduruan pertambangan, peternakan,
kehutanan, industri kecil dan
pariwisata
IV Kecamatan Singgahan,Parengan, Daerah pertanian, pertambangan,
Bangilan dan Senori peternakan, kehutanan, industri
kecil, pariwisata dan budidaya
perikanan.
V Kecamatan rengel, Soko, Daerah pertanian, tanaman
Plumpang dan Widang pangan, perikanan, pertambangan,
pendidikan, pariwisata, industri
dan kehutanan.
Sumber: BPS Kabupaten Tuban 2003
Potensi sebuah wilayah secara alami ditentukan oleh faktor letak dan
curah hujan dan macam produk yang dapat dihasilkan suatu wilayah.
iklim, yaitu:
40
Montong, Tambakboyo, Bancar, Jatirogo dan Kenduruan
Senori.
cukup basah. Kondisi ini sekilas memberikan kita gambaran iklim dan curah
Ditinjau dari segi geografis tanah, secara umum ada tiga tipe tanah
yang terdapat di wilayah Kabupaten Tuban, ketiga tipe tanah tersebut beserta
mencakup hampir 3,8% luas wilayah Tuban, antara lain wilayah perbatasan
tanah ini antara lain Tambakboyo, Bancar, Tuban, Palang, Soko, Parengan,
sungai bawah tanah yang dapat dieksploitasi untuk keperluan industri dan
41
pertanian. Faktor yang dapat mendukung berjalannya pertanian dan
sungai yang melewati Tuban dan mampu mengairi areal pertanian seluas
60 km, dengan areal irigasi seluas 5.430 Ha dan 2.522 Ha, serta ditambah
pembuangan dan 242 saluran sadapan air. Sehingga kebutuhan air untuk
keluar air, yaitu nama yang diberikan oleh Raden Aryo Dandang Wacana
(seorang Bupati) pada saat pembukaan hutan pada awal abad ke-15 M.
Papringan yang secara tidak terduga keluar sumber air. Sumber air ini sangat
sejuk dan meskipun terletak di tepian pantai utara pulau Jawa, mata air
tersebut tidaklah terasa asin dilidah, tidak seperti kota pantai lainnya
(Soeparmo, 1971).
terdapat terdapat daerah perbukitan kapur Kendeng utara yang kurang subur.
Pada daerah perbukitan ini banyak terdapat goa-goa kapur. Daerah yang
subur sangat sedikit yaitu di daerah lembah Sungai Bengawan Solo dan di
daerah pantai utara, dekat aliran sungai Klero. Oleh karena itu Tuban bukan
42
daerah penghasil beras, tetapi merupakan daerah penghasil non-beras seperti
sumber tertua yang bisa didapat oleh penulis adalah cerita mengenai adanya
Kalijaga dan menjadi murid dari pesantren Sunan Bonang. Cerita ini sudah
besar sehingga sangat aman dan baik untuk transportasi laut. Selain itu juga
cukup luas sehingga dapat menampung perahu besar maupun perahu kecil
dalamjumlah yang banyak (Veth 1957 dalam Sedyowati dkk. 1992). Pada
abad ke-16 Tuban juga dikenal sebagai salah satu pusat industri kapal (kayu)
Sedyawati dkk. 1992). Tetapi pada saat perang Diponegoro galangan kapal
sejak pertengahan abad ke-11 (Schrieke 1916 dalam Sedyawati dkk 1992).
43
Hal ini dibuktikan dengan ditemukan empat prasasti di sekitar Tuban.
dan kota pertahanan militer, yaitu pada masa kerajaan Singosari maupun
semenjak abad ke-11. Pada abad ini Tuban telah banyak dikunjungi oleh
pedagang dari Arab, Persia dan China, selain itu juga oleh orang-orang di
1041), orang-orang asing yang berdagang berasal dari India utara, India
Sedyawati dkk 1992). Hal ini menunjukkan sikap yang terbuka masyarakat
Selain kota Tuban di pantai utara Jawa terdapat juga kota pantai
(Rutz dalam Sedyawati dkk 1992). Sesudah Malaka diduduki Portugis pada
awal abad ke-16, kota-kota Islam di pantai Jawa dan Sumatera semakin
tumbuh. Setelah VOC masuk ke Nusantara pada awal abad ke-17, maka
44
ekonomi. Hal demikian juga terjadi di Tuban (Rutz 1989 dalam Sedyawati
dkk. 1992).
Tuban merupakan salah satu dari empat kota besar di Jawa yang
tidak mempunyai tembok kota (Mills 1970 dalam Sedyawati dkk 1992).
Kondisi tersebut ditemukan pada awal abad ke-15, tapi sekitar abad ke-17
Kota Tuban sudah dikelilingi oleh tembok kota. Hal tersebut menunjukkan
(Sedyawati dkk. 1992). Tuban sebagai kota yang dikelilingi tembok juga
menandakan bahwa Tuban sebagai kota aristokrat, yaitu keadaan yang mirip
aristokrat ini mulai mendominasi semenjak abad ke-15 dari bupati ke bupati9
9 Pada zaman kekuasaan Majapahit (permulaan abad ke XV), di Tuban berkuasa para
Bupati, yaitu berturut-turut Aryo Pandukung, Aryo Bungah, Aryo Dandang Miring, Aryo
Dandang Wacono, Aryo Ronggolawe, Aryo Sirolawe, Aryo Wenang, Aryo Leno dan Aryo
Dikoro. Bupati-bupati tersebut memerintah semenjak tahun 1200 sampai datangnya Islam di
Kota Tuban. Bupati yang memerintah selanjutnya berturut-turut adalah Aryo Tejo, Raden
Aryo Wilotikto, Kyai Ageng Ngraseh, Kyai Ageng Gegilang, Kyai Ageng Batabang, Raden
Aryo Balewot, Pangeran Sekartanjung, Pangeran Ngangsar, Pangeran Haryo Parmalat,
Pangeran Haryo Salampe, Pangeran Dalem, Pangeran Pojok, Pangeran Anom Pangeran
Sujokopuro, Aryo Balabar, Pangeran Sujono Putro, Pangeran Judonegoro, Raden Aryo
Surodiningrat, Raden Aryo Diposono, Kyai Reksonegoro, Kyai Purwonegoro, Kyai Lieder
Surodinegoro,Raden Suryoadinegoro, Pangeran Citrasoma VI, Pangeran Citrasoma VII,
Pangeran Citrasoma VIII, Raden Tumenggung panji Citrasoma IX, Raden Mas Somobroto,
Raden Adipati Arya Kusumodigdo, Raden Tumenggung Pringgowonoto, R.A.A.
Pringgodigdo Kusumodiningrat, R.M.A.A. Kusumodibroto, RT. Sudiman Hadiatmoko, RM.
Mustain, R. Sundari, R. Istomo, M. Widagdo, R. Soeparmo, R.M. Irchamni, H.
Moch.Masdoeki, Soerati Moersam, Djoewahiri Martoprawiro, Sjoekoer Soetomo,
H.Hindarto dan yang terakhir dan sampai sekarang masih terus memimpin masyarakat
Tuban adalah Haeny Relawaty Rini Widyastuti.
45
Sisa-sisa peninggalan masa lalu saat sekarang masih dapat
adalah putra dari Sunan Ampel yang wafat pada tahun 1486. Ibu dan kanan
Sunan Bonang adalah KI Ageng Manilo dan Nyai Ageng Manyuro, serta
(Soeparmo, 1971).
lain: keramik Chian dan Belanda (dari abad ke-18) serta batu granit (dari
luar Jawa) di desa Bancar. Pecahan keramik dari abad ke-10 sampai sampai
abad ke-14) di dukuh Bagong dan keramik China dari abad ke-12 ditemukan
di situs sawah Gong. Sedangkan pecahan keramik China dari Dinasti Ming
(Karangbeling)
jalan yang dahulu disebut sebagai jalan Daendels yang menghubungkan kota
46
Tuban dengan Lasem. Pada keadaan sekarang jaringan jalan sudah sangat
dan 17 kelurahan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2004
dibanding daerah lain seperti (1) tersedia pelabuhan laut; (2) memiliki
Agung peninggalan para Wali, wisata religi seperti makam Sunan Bonang,
Syekh Siti Jenar, Ibrahim Asmaraqondi (4) memiliki potensi minyak bumi
dan gas alam yang menopang Blok Cepu. Dengan ditemukannya potensi
47
minyak, maka banyak investor baik penenaman modal asing (PMA),
minyak dan gas bumi di Tuban. Potensi ekonomi yang telah berkembang di
pengolahan besar dan sedang, industri kecil dan kerajinan rumah tangga,
perdagangan, hotel, dan restoran, serta hasil tambang, seperti pasir kwarsa,
tempat penyebaran Islam oleh para Wali, Tuban juga memiliki beberapa
sehingga Tuban juga menjadi basis yang kuat bagi partai-partai berlatar
belakang Islam.
Etnis yang paling dominan di Tuban adalah suku Jawa, namun ada
Kelurahan Kutorejo. Tidak ada data yang pasti mengenai jumlah dari
48
masing-masing mereka, namun sampai sekarang belum pernah ada kasus
mayoritas.
yang menarik untuk dikaji dan diteliti karena secara sosiohistoris, Tuban
salah satu kota yang terletak di pesisir pantai utara Jawa yang pada jaman
ras, etnik, agama, bahasa maupun profesi. Kehadiran etnis Tionghoa ke kota
historis, penguasa pada masa itu cenderung ramah terhadap pendatang asing
dengan pantai utara Jawa. Daerah ini banyak ditempati oleh nelayan laut
juga tergolong rendah karena yang terpenting bagi mereka anak laki-laki
49
nelayan. Anak laki-laki membantu melaut ayahnya dan anak perempuan
tangkapan yang baik, mereka harus ke tengah laut sejauh 2-3 jam perjalanan
layar memanfaatkan angin laut yang memakan waktu kurang lebih sama
dengan waktu keberangkatan. Kalau mereka berangkat pagi jam 24.00 WIB
ladang. Sampai sekarang masih banyak ditemui sawah dan kebun milik
dua yang ditarik dengan kuda) dan cikar (kendaraan beroda dua yang ditarik
hal tersebut tidak ditemukan di Tuban utara. Para wanita tua masih setia
klobot (rokok yang pembungkusnya terbuat dari kulit jagung), yang dibuat
50
II.5 Produksi Pertanian dan Perikanan
II.5.1 Pertanian
antara lain padi dan jagung merupakan bahan makanan pokok masyarakat
Tuban sehingga mendapat areal tanam yang lebih luas dibanding tanaman
lain.
produksi diatas tiga juta kuintal selama tahun tersebut. Sedangkan tanaman
jagung mendapat aral tanam seluas 81.817 Ha dengan produksi mencapai 2,8
produksi tahun 2005 mencapai 7000 pohon. Jumlah produksi komoditas ini
Tuban. Kedua adalah ubi jalar, ubi kayu dan kacang tanah. Jenis tanaman ini
kacang tanah dari Tuban diketahui memiliki varietas yang khas dengan sifat
bahwa tidak semua varietas kacang tanah dapat hidup pada tanah yang
utama pasa perusahaan makanan kacang tanah dalam kemasan yang terdapat
51
minum tuak dan makan daging biawak. Tuak dan biawak biasanya disajikan
buah ini dapat diperoleh dengan mudah di Kabupaten Tuban. Luas wilayah
juta kilogram lebih. Hasil sebesar ini dapat memenuhi kebutuhan masyarakat
Keempat adalah Mangga. Salah satu jenis buah yang banyak ditemui
tiap batang pohon di Tuban tergolong banyak. Jenis mangga yang banyak
ditanam adalah varietas mangga manalagi. Pada tahun 2003 jumlah pohon
terdiri atas kapur ditambah dengan letaknya yang dekat dengan laut
komoditas selama tahun 2003 tercatat berkisar antara 20.000 sampai 50.000
kuintal.
52
produksi
Tanaman tahun 2003
Kw/Ha
1 Padi 71.661 3.807.875 53,46
2 Jagung 81.817 2.810.607 33,52
3 Ubi Kayu 8.812 1.108.695 141,94
4 Ubi jalar 640 70.646 112,80
5 Kacang Tanah 29.116 351.289 12,33
6 Kelapa 12.357 134.588,70 0,023/th
7 Siwalan 1.128 5.184.925 7.211
8 Sawo 7.803 2.614
9 Mangga 494.246 72.293
10 Duku 220 67
11 Terong 689 52.584
12 Cabe 4.161 124.830
13 Kangkung 318 37.050
Sumber: BPS Kabupaten Tuban 2003
II.5.2 Perikanan
pantai utara dan didukung latar belakang sejarah Tuban sebagai kota
53
Didukung oleh luas lautan yang dimiliki., produksi perikanan laut
atas beberapa sub sektor perikanan, yaitu perairan umum sungai, rawa,
waduk, tambak kolam dan sawah. Jenis-jenis perikanan ini tidak dikelola di
Dalam hal jumlah produksi perikanan darat masih jauh lebih sedikit
prikanan Kabupaten Tuban sepanjang tahun 2003 adalah sebesar 5.642 ton
yang berasal dari perairan umum seperti sungai, rawa dan waduk sebesar
1.890,8 ton, tambak sebesar 716,8 ton, kolam 104, 81 ton, sawah sebesar
2.930,06 ton.
sebagian besar berasal dari Kecamatan Widang, Plumpang dan Rengel yang
54
terletak di dekat Sungai Bengawan Solo sedangkan produksi perikanan darat
dari tambak air payau berasal dari kecamatan Palang, Jenu dan Tambakboyo
hanyalah pekerja tambak yang jumlahnya justru lebih besar dari jumlah
pemilik tambak.
orang petani tambak. ”nek aku karo wong liyane sing duwe tambak roto-
roto nduwe anak buah limo nganti enem ngono mas” atau ”kalau saya dan
lima sampai enam orang”. Jenis ikan tangkapan dari perairan umum antara
lain ikan tawes, gabus, mujair, lele sedangkan jenis ikan yang dihasilkan
oleh perikanan darat yang berasal dari hasil budidaya ditunjukkan pada tabel
berikut ini.
55
1 Bandeng 1.020.194
2 Tawes 847.006
3 Tombro 580.406
4 Mujair 304.112
5 Nila 27.852
6 Ikan lain 180.490
Jumlah 2.930.490
Sumber: BPS kab. Tuban, 2003
pertumbuhan daerah.
Memasuki kota Tuban dari arah timur, atau lewat kota Babat,
daerah lain, seperti Sulawesi dan Indonesia timur lainnya termasuk di Papua,
biasa disebut dengan Saguer). Selain tuak yang bisa membuat peminumnya
mabuk karena berkadar alkohol tinggi, juga terdapat Legen yang berasa
tumbuh di wilayah Tuban, selain dibuat minuman, buah Siwalan juga dijual
buah mudanya yang memiliki rasa khas layaknya kelapa muda, buah ini
56
bahkan banyak dijajakan sampai kota Jakarta. Memasuki Kota Tuban,
becak, terminal, dll. Ciri khas lain dari minuman ini adalah cara minumnya
yang menggunakan gelas dari batang bambu, dengan tutup dari bahan triplek
atau papan kayu. Dahulu, penjualnya juga menggunakan wadah dari batang
minum tuak, Tambul bisa berupa daging puyuh goreng, kacang goreng, dan
II.6.1 Siwalan
Tuban, juga dikenal dengan nama lontar atau tal adalah sejenis palma yang
tumbuh di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Di banyak daerah, pohon ini
juga dikenal dengan nama-nama yang mirip seperti lonta (Min), ental
( Sunda., Jawa., Bali.), taal (Md.), dun tal (Sas), jun tal (Sumbawa), tala
57
Gambar 2.1 Jajaran Pohon Siwalan (tengah, berjajar empat)
Pohon palma yang kokoh kuat, berbatang tunggal dengan tinggi 15-
anak daun selebar 5-7 cm, sisi bawahnya keputihan oleh karena lapisan lilin.
Tangkai daun mencapai panjang 1 m, dengan pelepah yang lebar dan hitam
di bagian atasnya; sisi tangkai dengan deretan duri yang berujung dua.
siwalan terutama tumbuh di bagian timur pulau Jawa, Madura, Bali, Nusa
Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Siwalan dapat hidup hingga
umur 100 tahun atau lebih, dan mulai berbuah pada usia sekitar 20 tahun.
buahnya bila tua. Berbiji tiga butir dengan tempurung yang tebal dan keras.
lontar. Barang-barang kerajinan yang dibuat dari daun lontar antara lain
58
adalah kipas, tikar, topi, aneka keranjang, tenunan untuk pakaian dan
tangkai dan pelepah daun. Serat ini pada masa silam cukup banyak
songkok, semacam tutup kepala setempat. Kayu dari batang lontar bagian
luar bermutu baik, berat, keras dan berwarna kehitaman. Kayu ini kerap
digunakan orang sebagai bahan bangunan atau untuk membuat perkakas dan
barang kerajinan.
orang nira lontar. Nira ini dapat dimasak menjadi gula atau difermentasi
dengan ujung dan pangkalnya berwarna hijau. Buah siwalan juga bisa
dikonsumsi, terutama yang muda. Biji yang masih muda itu masih lunak,
endosperma cair) di tengahnya. Rasanya mirip buah enau, namun lebih enak.
Biji yang lunak ini kerap diperdagangkan di tepi jalan sebagai “buah
siwalan”(nungu, bahasa Tamil). Daging buah yang tua, yang kekuningan dan
59
Siwalan
(Borassus Sundaisus)
Kerajaan:
Plantae
Divisio:
Angiospermae
Kelas:
Monocotyledoneae
Ordo:
Arecales
Famili:
Arecaceae (sin.
Palmae)
Genus:
Borassus
Spesies:
B. Sundaicus
sampai kandungan airnya habis). bahan lain yang tidak kalah penting
sebuah penjepit). Ketiga, Glathi/ Pisau. Alat yang terakhir adalah daun
60
lontar sebagai alat penyaring.
dijepit dengan gathik berkali-kali agar keluar banyak nira dari dalam
dalam dua bethek yang sudah dibawa oleh penghasil toak. Masing-
61
masing bethek sudah dimasuki babakan yang berguna untuk merubah
nira menjadi toak dan memberikan rasa khas. Satu bethek mewadahi
tiga jari-jari wolo yang sudah diiris ujungnya dan mengeluarkan nira
WIB, sang penghasil toak naik kembali keatas pohon dan mengambil
bethek yang sudah penu terisi dengan toak yang langsung siap
diiris) bersamaan dengan musim penghujan, toak mulai langka dan bisa
sehari semalam, tidak akan berubah rasa (tetap), karena rasa toak adalah
pahit. Sedangkan legen jika dibiarkan selama sehari semalam, maka akan
mengalami perubahan (berubah rasa), karena mula - mula rasa legen adalah
manis, tapi jika dibiarkan terlalu lama, maka rasa legen akan menjadi pahit
62
BAB III
TRADISI NITIK, TOAK, BEDUAK DAN BOLO
NGOMBE
jalan ini mungkin saja cikal bakal kedai minum saat sekarang. Berkumpul
pada tradisi ini. Pelanggan yang sebagian besar adalah kaum pria berbaur
63
penyerta).
Seorang pembeli tidak hanya datang untuk minum toak atau makan
penting, meski hanya duduk beralaskan tanah. Seorang penjual toak hanya
berbekal empat bonjor, yaitu wadah toak yang terbuat dari potongan bambu
sepanjang hampir 1 meter penuh berisi toak. Keempat bonjor tersebut diikat
pada sebatang kayu untuk dipikul, dua di depan dan yang lainnya di
belakang. Bonjor yang dipikul ini kemudian disebut dengan ongkek. Namun
penggantinya.
dalamnya. Sang penjual berangkat dari rumah membawa beberapa liter toak
dan mengambil spot tertentu di pinggir jalan atau di bawah pohon rindang.
Centhak yang berupa potongan ruas bambu sepanjang 10-20 cm sebagai alat
WIB dan sore harinya pada pukul 16.00 WIB, sedangkan di Kecamatan
Tuban nitik biasanya ditemukan sekitar pukul 17.00 WIB atau bahkan
malam hari pukul 19.00 WIB (lihat lampiran gambar 30). Hal ini, menurut
Tasiran, karena hampir semua penjual toak yang ada di Kecamatan Tuban
berasal dari desa-desa yang ada di Semanding yang cukup jauh dari
64
di Kelurahan Kebonsari pukul 19.00 WIB, berasal dari Desa Kowang,
dibuka dan terlihatlah beberapa bungkusan kecil dari daun pisang ikut
dijajakan bersama dengan toak, inilah yang disebut tambul atau makanan
katak, belut dan siput (bekicot), namun juga sering juga berupa kacang-
Menurut Sutiyono (37), Bagi beduak jenis ini, toak yang dijajakan di
pinggir jalan dianggap kurang berkualitas karena ada bau tidak sedap, rasa
kecut yang berlebihan serta tempat minum yang kurang memadai. Deskripsi
toak bagus menurut mereka harus mempunyai rasa yang ”bersih”, artinya
tidak ada bau lain selain khas toak siwalan, tidak kecut dan berasa sedikit
manis.
Rasa sedikit pahit juga diperbolehkan dan tentu saja alkoholnya juga
fermentasi alami. Kualitas toak seperti ini tidak bisa dijumpai di sembarang
65
tempat. Penulis, dengan diantar Sutiyono (37), masuk ke dalam Desa Ngino
luas.
yang berpagar cukup rapi. Waktu menunjukkan pukul 15.00 WIB, seseorang
yang baru turun dari pohon siwalan dengan membawa tiga bethek (wadah
tempat menampung tetesan nira pohon siwalan yang terbuat dari potongan
ruas bambu sepanjang 50 – 60 cm), penuh berisi toak segar menyapa penulis
”monggo mas, mlebet” atau ”mari mas, masuk (rumah)” ujarnya dengan
Disitu terlihat dua jerigen berisi 20 liter berwarna biru yang hampir
penuh terisi dengan toak. Saat itu, penulis melihat ada 8 pohon siwalan yang
sudah di-deres (cara mengambil nira dengan cara memotong ujung jari-jari
bunga pohon siwalan) dan 3 lainnya masih kecil yang umurnya berkisar 3
tahun, menurut keterangan dari Karmidji (52). Dari 8 pohon siwalan ini,
setiap hari dapat dihasilkan 60-80 liter toak pada musim kemarau. Pada saat
“Toaknya lik Kar ini sudah kaloka (terkenal) dimana-mana mas, dicarii
sama orang-orang dari luar Semanding segala kok. Katanya orang-orang
itu, toaknya lik Kar jos gandos (enak sekali) dan istimewa sekali.”
bedanya antara toak buatan Karmidji dengan toak lain, yaitu terasa tidak
66
kecut, tidak terlalu pahit, sedikit masid dan alkoholnya terasa. Tidak ada
rahasia yang disembunyikan dari toak yang dihasilkan, yang jelas sejauh
pengamatan penulis, toak tersebut segar dari pohon langsung tanpa ada
toak lain adalah sang istri penjual yang dengan rajin mencuci bethek yang
hanya menggunakan sabut dan air bersih, namun setelah dicuci, bethek harus
segera dibilas dengan air mendidih. Sang istri mengatakan pada penulis
berbeda dengan pedagang toak yang menjual toak dengan cara membelinya
terlebih dahulu dari pembuat toak. Pedagang toak yang memproduksi sendiri
harga jual toak per centhak-nya bila dikonversikan dari total biaya produksi
menghitung tenaga yang dia keluarkan untuk memproduksi toak dan itupun
dihitung tidak dihitung dalam jumlah yang besar karena tenaga bisa dipakai
secara gratis. Pada saat penulis bertanya apakah tidak ada takaran khusus
biaya produksi yang dipatok untuk menghitung berapa untung yang harus
”Nek kulo nggih mboten nate ngitung kringet kulo mas...lha yoknopo
carane ngitung kringet lha wong niku barang gratis sing medhal saking
awak kulo. Nek wonteno itungane nggih paling kulo itung limang repes
67
mawon ha ha”
kunonya dengan muatan 2 jerigen biru besar isi masing-masing 20 liter dan
makanan siap saji berupa nasi jagung (lihat lampiran gambar 27) dan lauk
pauk. Karmidji (52), penjual toak yang sudah malang melintang dalam
tradisi nitik. Mulai dari masa mudanya yang hanya menjadi penikmat toak
Semanding.
sebuah pohon rindang di pinggiran sawah Desa Ngino dengan gubug kecil di
besar toak dan muatan-muatan lainnya ke tanah. Ditatanya dua jerigen toak,
mengambil sapu lidi dari balik batu besar yang ada tidak jauh dari tempatnya
berdiri, tidak tahu dari mana dia bisa tahu terdapat sapu lidi di balik batu
tersebut. Namun setelah penulis bertanya, ternyata sapu lidi itu ternyata
68
milikya sendiru yang ia simpan di balik batu besar.
dan berkata ”lek, toake” atau ”lek, minta toaknya” sembari duduk di dekat
dan berjalan ke arah dua curigen toak sembari berkata ”heh, mari ko ndi ae
Di, kok wis suwe ra ngetok blas” atau ”eh, dari mana saja Di, kok sudah
69
dalam centhak dan memberikannya kepada pria yang baru datang tadi. ”aku
mari dayoh nang Rembang telung ndino pisan nulung bateh mantu anake”
atau ”saya baru pergi memenuhi undangan di Rembang tiga hari skaligus
Tidak lama dari datangnya pria pertama tadi, mulai berdatangan pria-
langsung memesan toak dan menikmati tambul yang disediakan oleh sang
Gambar 3.2 Bungkusan Nasi Jagung yang hanya tersisa empat bungkus di dalam
tas anyaman milik Karmidji
terbagi menjadi dua macam makanan yaitu makanan kecil seperti kacang-
70
kacangan dan yang kedua adalah makanan berat seperti nasi jagung beserta
lauk sembarangan yang mudah kita temukan di warung, depot atau restoran
menyediakan lauk seperti katak, bekicot (siput sawah), anjing atau nyambik.
toak yang sudah tersedia di depan mereka. Pria-pria yang disebut beduak
tersebut bercanda ria, bicara dan berkomunikasi satu sama lain membuat
suasana yang tadinya sepi menjadi ramai tidak mau kalah dengan para
toak, ”mas, bocah lanang kuwi ojo wedi-wedi ngombe toak. Engkok ndak
dadi banci koyok sing nang ngebom iku lho, sing ngomong hayoo kene tak
kempite (sambil menirukan gaya waria)” atau ”mas, anak laki-laki jangan
takut untu minum toak. Kalau takut nanti akan jadi banci seperti yang ada di
pantai Bom (pantai yang biasa dibuat pekerja seks komersial waria mangkal
sedang menikmati tambul sore itu, dan penulis hanya bisa tersenyum-
71
mereka waktu nitik pada 18 Januari 2008, para beduak tersebut
semakin gawat, ”yo ngono kae nek wong ra tau puas karo duit, matine angel
digandoli karo setan terus” atau ”ya begitu itu kalau orang tidak pernah puas
ngono sing doyan dhuwit iku dudu pak Hartone, tapi anak-anake iku sing
serakahe amit-amit” atau ”sejatinya bukan pak Harto yang suka pada uang,
kemudian pernyataan tersebut ditimpali legi oleh teman beduak yang lain,
”yo mugo-mugo, ndang diparingi waras terus ndang disidang ben ngerti
kabeh salahe opo, terus matine yo enak” atau ”semoga saja cepat diberi
kesembuhan lalu bisa menjalani sidang, biar semua tahu salahnya apa, lalu
berlanjut dengan topik-topik lain yang tidak kalah seru dan mendapatkan
antusiasme seru dari semua kalangan beduak di tempat nitik sampai tidak
terasa waktu sudah menunjukkan pukul 17.30 dan matahari sudah perlahan
Beduak yang tersisa tiggal dua orang dan merekapun sudah bergegas pulang,
karena saat surup (matahari tenggelam) diyakini oleh mereka sebagai tempat
72
III.2 Fakor-Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Beduak dalam Nitik
nitik, ingin meluangkan waktunya untuk minum toak bersama ada setiap
pagi dan sore setiap harinya. Nitik adalah jenis kumpulan bersama yang tidak
terorganisir secara struktural berdasar pada prinsip jual beli, para anggotanya
biasanya berkumpul dan terikat karena rasa toak yang disajikan oleh
S: Ya, ada beberapa hal memang. Pertama mungkin rasa toaknya, kedua
tambulnya enak, ketiga pelayanan dari penjual yang memuaskan,
mencakup bakule bares (penjual ramah) atau mempunyai anak yang
cantik ha..ha, keempat tempatnya nyaman dan mudah dijangkau,
kelima mudah atau tidaknya dihutang terlebih dahulu pembayarannya.
anggota nitik pada setiap lokasi. Semakin enak rasa toak yang diproduksi
oleh penjual, maka semakin banyak orang yang datang untuk minum toak
bersama. Rasa toak dipengaruhi juga oleh beberapa hal termasuk keadaan
geografis tanah tempat pohon siwalan tumbuh lalu teknik pengolahan dari
73
kandungan air dalam tanah, maka semakin enak rasa getah siwalan yang
makanan ringan atau bahkan sang penjual membawa nasi sebakul lengkap
dengan lauk dan peralatan makan seperti sendok, garpu dan piring. Khusus
sebagai makanan yang tidak layak atau haram untuk dikonsumsi seperti sate
daging anjing, siput (bekicot), ular, menthok, namun banyak juga yang
masakan pedas dan asin, sehingga jarang ditemui tambul yang tidak terasa
jenis lauknya, bila lauknya hanya siput, katak, belut rata-rata dijual dengan
harga Rp. 3000,- per bungkus, sedangkan yang berisi makanan ringan seperti
kacang atau keripik dijual dengan harga Rp.500 per bungkus. Nasi yang
dijadikan tambul kebanyakan adalah nasi jagung yang dibungkus oleh daun
pisang, namun ada juga beberapa pedagang toak yang masih menggunakan
74
Dari pengamatan penulis mengenai jenis-jenis menu yang
hal tersebut disengaja dimakan sebagai simbol perlawanan bagi aturan yang
dijangkau oleh para beduak yang berkumpul, atau mungkin terdapat suatu
75
mereka menyebutkan satu garis besar yang sama mengenai pemilihan menu-
menu tersebut. Ada satu hal yang sangat substansial bagi mereka disamping
kandungan gizi apa yang ada di dalam makanan tersebut) dan mampu
”Lek masalah milih kodok kalian bekecot niku nggih mboten perkoro
nantang agami mas...nanging nek mboten mangan welut lan bekecot
krosone mboten eco. Toak niku lagi kroso grenyenge nek dipangan
kalian tambul, lha tambule niku nggih bekecot nopo welut utawi kodok.
Niku wau gizine dhuwur mas, awak langsung enak terus keroso anget
ting awak”.
”Kalau masalah memilih katak dan siput bukan karena mau menentang
agama mas...tetapi kalau tidak makan belut dan siput terasa tidak enak
(badan). Toak itu baru terasa efeknya kalau dimakan bersama tambul, lalu
tambulnya itu ya siput atau belut atau katak. Makanan itu gizinya tinggi
mas, badan langsung terasa enak terus tarasa hangat”.
Pemilihan menu makanan untuk tambul ini patut kita anggap sebagai
bagian dari local wisdom masyarakat. Karena bila ditilik kembali ekosistem
terutama kacang. Siput memakan dedaunan dari tumbuhan kacang dan katak
lagi bagi para petani kacang adalah pupulasi kedua hewan tersebut
76
banyak, maka para beduak memanfaatkannya sebagai bahan makanan
”Katak dan siput itu mengganggu mas, tetapi dagingnya enak kalau
dimakan. Terus jumlahnya banyak di sawah dan tegal itu, jadi ya tidak
apa-apa sekalian dengan membantu membersihkan sawah”
toak dengan citarasa yang nikmat, tugasnya juga mengajak para beduak
untuk bersenda gurau, melontarkan joke-joke segar dan tema yang sedang
fresh saat ini. Penjual harus pandai memancing tema obrolan yang nantinya
”Lek, lha koe mileh sopo ngene ki? SBY wis ora enthos merintah
negoro, regane bensin munggah terus. Amien Rais yo wis ra ono
ambune meneh. Lha opo kudu mileh Kalla toh? Wong lha iku podo ae
karo presidene...omong thok”
”Lek (panggilan untuk orang yang lebih muda), kamu ingin milih siapa?
SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) sudah tidak bisa mengurus negara,
harganya bensin naik terus. Amien Rais sudah tidak ada kabarnya lagi.
Apa harus memilih Kalla (Jusuf Kalla)? Dia juga sama saja dengan
presidennya (SBY)...Cuma bisa bicara saja”
77
beberapa beduak yang hadir, ada yang berkomentar serius namun ada juga
yang bercanda. Hal tersebut yang membuat kegiatan nitik menjadi hangat
dan disukai.
Jadi dalam hal ini sang penjual mempunyai peran yang sentral agar
diskusi kecil antara para beduak. Bila suasana antar beduak terbangun
kondusif, maka para beduak lama akan mengajak orang lain di luar
rindang yang berada di kuburan biasanya menjadi sasaran yang empuk bagi
para penjual toak untuk memasarkan produknya. selain itu penjual juga
panas karena merupakan kota pantai dengan curah hujan yang rendah.
sekiranya teduh untuk berlindung dari terik sinar matahari. Tempat lain yang
bisa dipilih oleh penjual adalah tempat permanen dengan membuka warung
78
Tuban dan sedikit di daerah perkotaannya.
Hal ini dibenarkan oleh Karmidji, penjual toak saat ditanya oleh penulis
”Lha inggih to mas, wong tani, kuli iku lak dhuwite ra ono. Dadi yo
mbayare ngenteni panen utowo ngenteni nek ono dhuwit ngono wae.
Tapi yo ono pegawai sing mbayare ulanan dipasno karo bayarane nang
kantor kae”
”Iya mas, petani, kuli (bangunan) itu khan tidak punya uang. Jadi
membayarnya menunggu saat panen atau menunggu kalau ada uang.
Namun, juga ada pegawai yang membayar dengan sistem bulanan,
disesuaikan dengan gaji yang dia terima dari kantor”
menjawab bahwa apabila mereka lupa membayar toak yang sudah diminum
Apabila belum juga bayar dan tiba-tiba menghilang. maka, kata karmidji,
sebaiknya direlakan saja. ”Ben dipek dewe mas dosane”, ”biar diambil
membahayakan pada salah satu anggota bolo ngombe. Semisal salah satu
bolo ngombe yang bekerja sebagai petani terlibat konflik dengan petani lain,
maka beduak lain yang masuk dalam satu ikatan bolo ngombe akan
79
Namun, tidak selamanya rasa kesetiakawanan tersebut muncul dalam
hal-hal yang sifatnya negatif seperti konflik dan tawuran, banyak kegiatan
positif yang melibatkan sesama bolo ngombe semisal saat salah satu beduak
waktu dan tenaga tanpa dibayar sepeserpun seperti yang diungkap oleh
Jumhuri (46);
”Kalau orang seusia saya dan orang-orang disini (di kalangan bolo
ngombe) tidak sampai bantu membantu dalam berkelahi. Disini aman
dan damai mas, biasanya teman minum ini turut membantu memupuk
sawah dan membajak sawah. Ya sudah semestinya membantu teman
minum sendiri ya khan?”
Ikatan sosial tersebut memang tidak pernah ditulis dalam buku atau
kitab, tidak juga didaftarkan ke notaris sebagai sebuah lembaga. Ikatan sosial
tersebut kasat mata dan tidak berbentuk, namun ikatan tersebut akan nampak
group (bolo ngombe) dan terdapat simpati, empati dan imitasi diantara
mereka. Ikatan ini bukanlah sebuah bentuk yang ada hanya di saat nitik
dilaksanakan, namun ikatan ini berlanjut sampai diluar nitik dan menjadikan
suatu tatanan tersendiri bagi para anggota bolo ngombe. Banyak pranata-
“Lek wonten bolo kesusahan nggih kulo lan konco-konco niki langsung
80
turun tangan, mboten sisah dikengken mpun bidal tur mboten usah
dibayar. Lha nek wonten bolo kesusahan nanging kulo mboten mbantu,
nggih kulo langsung disingkriaken kalian bolo sekalian”.
Dalam pernyataan salah satu informan penulis ini, maka bisa ditarik
secara tidak langsung. Pranata ini berkaitan dengan rasa kepekaan terhadap
sesama bolo ngombe yang “harus ada” walaupun sebenarnya “tidak harus
ada”. Perasaan tersebut timbul akibat rasa “sungkan” yang biasa ada dalam
budaya masyarakat Jawa. Pranata implisit inilah yang membuat ikatan sosial
diri para beduak tersebut, karena apabila sikap tersebut muncul maka
otomatis dirinya yang akan tersingkir dari pergaulan. Beberapa kasus yang
penulis ketahui mengenai kepekaan sosial diantara beduak ini adalah pada
saat salah satu beduak yang bernama Jarno (47), merenovasi genteng
rumahnya yang sering bocor apabila musim hujan tiba. Pada saat mengikuti
nitik, Jarno bersenda gurau dengan bolo ngombe lainnya dan sedikit saja
menyelipkan cerita bahwa dia mau merenovasi atap rumahnya yang sering
“He...aku iki minggu apene mbenekno gentheng omah sing bocor nek
wayah udan. Lha aku wis tuku genthenge, karek masang sok minggu
tapi ra ono sing mbantu lha wong aku neng ngomah ijen karo ibune
bocah bocah kae”
”He...saya ini minggu mau membetulkan atap rumah yang sering bocor
kalau menhadapi musim penghujan. Saya sudah membeli gentengnya,
tinggal pasang besok minggu tapi tidak ada yang membantu karena saya
di rumah hanya tinggal berdua dengan istri”
81
Bentuk keluh kesah Jarno tersebut langsung mendapat tanggapan dari salah
“Yo gampang engko tak bantu Lik Jar, aku soale wis ora wayahe icir
jagung. Lik Di engko tak jake wong omahe parek kene ae ok. Mboh nek
Jan iki gelem mbantu po ra? Wong awake koyok rempeyek ngene ha ha”
“Ya nanti akan saya bantu Lik Jar, saya sedang tidak ada kegiatan
menyemai benih jagung. Lik Di (nama seseorang beduak yang tidak
hadir saat itu) nanti akan saya ajak, soalnya rumahnya dekat dengan sini.
Saya tidak tahu apakah Jan (nama seorang beduak yang duduk di
sampingnya) mau membantu apa tidak? Badannya kayak rempeyek
(mekanan sejenis keripik) gitu ha ha”
Dari dialog tersebut kita dapat mengetahui sejauh mana kepekaan diantara
para beduak tersebut. Jarno hanya mengutarakan keluh kesahnya saja, lalu
beduak lain dengan sigap mau membantu tanpa ada iming-iming bonus uang
terkejut karena yang datang membantu tidak hanya satu atau dua orang
nitik tersebut hampir semuanya hadir dan ikut membantu renovasi atap
rumah Jarno.
Penulis melihat istri Jarno sebagai tuan rumah yang terbantu hanya
menyediakan dua teko teh serta beberapa nasi jagung yang dibungkus
beserta lauk di dalamnya. Penulis bertanya pada istri Jarno apakah suguhan
ini tidak kurang bagi mereka yang telah bekerja keras membantunya
membantu. Sang istri berkata bahwa hal tersebut sudah lumrah di dalam
82
masyarakat desa tersebut, bila membantu satu sama lain tidak usah
Masih ada contoh lagi mengenai efek positif nitik pada beduak
maupun penjualnya. Karena tradisi nitik ini berdasar pada kegiatan jual beli,
maka efek ini terkait dengan mata pencaharian yang tercipta akibat rutinitas
nitik. Efek yang penulis maksudkan adalah semua peluang yang berkaitan
dari segi finansial. Contoh kasus tersebut adalah terciptanya sebuah peluang
tambahan untuk sebuah proyek dan bisa ditebak bahwa sang mandor lebih
memilih untuk mencari tukang dari teman nitiknya sendiri seperti dalam
pernyataan sang mandor yang bernama Wargo (45) (lihat lampiran gambar
20) yang biasa nitik di tempat Warsito, saat penulis memberikan satu
nitiknya sendiri.
”Saben dinten ketemu toh mas dadi yo enak mileh tukange teko bolo
dhewe mas. Wis percoyo wae, lha wong koyok dulur dhewe. Nek wis
cedak ngene kan enak ora kathek sirik-sirikan”
”Setiap hari ketemu kok mas, jadi ya enak memilih tukang dari kawan
sendiri mas. Sudah percaya mas, soalnya sudah seperti saudara sendiri.
Kalau sudah dekat begini khan enak, tidak usah curiga”
Apabila ditilik lebih dalam, maka para petani atau tukang yang mengatakan
jika tidak meminum toak dalam sehari maka akan terasa pegal linu di badan
mereka, maka tentu saja mereka tidak akan produktif dalam bekerja jika
tidak minum toak sebelum berangkat kerja. Jika mereka tidak optimal dalam
83
menjalankan pekerjaan mereka, maka penghasilan mereka juga tidak bisa
nitik adalah kegiatan jual beli, jadi efek ekonomis juga terasa bagi sang
penjual toak. Satu centhak toak dihargai Rp. 500 – Rp. 700 dan rata-rata
menggelar kegiatan nitik. Satu bungkus tambul dijual dengan harga Rp.
nasi jagung.
centhak setiap nitik dan sebungkus tambul isi daging atau hanya tiga
mengkonsumsi toak dan tambul isi daging, dan Rp. 1900,- untuk beduak
memroduksi sendiri toaknya, biaya produksi untuk satu centhak toak tidak
diketahui, jadi anggap saja laba bersih untuk satu centhak toak adalah
Rp.450. Sedangkan untuk penjual yang biasa membeli toaknya dari para
penghasil toak, maka satu centhaknya dihitung Rp.100 oleh sang penjual dan
dijual lagi sebesar Rp. 500, jadi untung Rp.400. Biaya produksi untuk satu
berarti penjual bisa meraup laba bersih Rp.150 per bungkusnya dan biaya
84
produksi tambul isi daging kurang lebih Rp.2000, berarti laba bersihnya
Rp.1000.
yang ikut di dalamnya, maka nitik menjadi sebuah komunitas potensial yang
ditilik dari jumlah massa. Banyaknya jumlah beduak dan ikatan sosial yang
bukanlah sebuah komunitas yang bisa dianggap remeh begitu saja. Nitik dan
toak sebagai ikon Kabupaten Tuban sering dijadikan media kampanye bagi
calon bupati tertentu yang ingin image-nya merakyat, karena sebagian besar
nitik diikuti oleh rakyat kecil dari golongan menengah. Menurut Paul Conn,
partai ataupun para calon pemimpin, melainkan oleh semua pihak yang
hanya sebagai kata yang mendasari suau kalimat dalam sebuah spanduk.
Penulis pernah menemukan salah satu spanduk yang berbunyi ”wong toakan
ae iso lungguh bareng, mosok pimipinane gak iso” atau dalam bahasa
85
Indonesia berati orang minum toak saja bisa duduk bersama dengan damai,
menyindir masalah amuk massa yang terjadi di Tuban awal tahun 2006
akibat perselisihan dua calon bupati Haeny Relawati dan Noor Nahar. Massa
yang dimiliki oleh Bupati Tuban sebelumnya yang juga salah satu dari
kedua calon Bupati yaitu Haeny Relawati, massa mengamuk karena menilai
para beduak. Biasanya para aktor politik mengirim para utusannya untuk
berkumpul bersama para beduak pada kegiatan nitik atau sengaja mendekati
86
sampek sak mblendhinge (sekenyangnya). Membagi- bagikan
barang gratisan seperti kaos, topi. Cara yang lain adalah dengan
membayar khusus pada sang penjual untuk mempromosikan
seseorang atau partai kepada para beduak. namun cara yang paling
ampuh adalah dengan membagikan mereka (para beduak) uang.
tambul sepuasnya, dengan begitu pada beduak ini akan bersimpati dan besar
harapan untuk memilih sang pentraktir dalam ajang pemilihan tertentu. Cara
kedua adalah dengan membagikan kaos gratis kepada setiap beduak yang
ada dalam nitik, namun bisa saja diganti dengan kalender atau topi.
Cara ketiga yang lebih efektif adalah dengan memberi sejumlah uang
pada sang penjual dan menyuruhnya agar mau mempromosikan partai atau
calon bupatinya. Para aktor politik daerah mampu membaca bahwa peran
kepada para beduak yang berada di tempat nitik atau yang sering kita kenal
kesan positif partai atau calon bupati di benak para beduak. Menurut
Katiman (53), dia pernah diberi uang tunai oleh para utusan partai pada saat
minum toak di sekitar desa Sumurgung sejumlah Rp. 50.000,- dan itu
lebih dari satu kali pemberian, semisal mereka mendapat jatah bagi-bagi
uang dari calon bupati A dan sehari kemudian mendapat lagi jatah bagi-bagi
uang dari calon bupati B. Hal tersebut penulis temukan saat mewawancarai
87
Sunardi (50), salah satu bolo ngombe dari Katiman.
kampanye pemilihan kepala daerah langsung. Pada saat itu, para beduak
diberi uang sejumlah Rp.30.000,- beserta kaos bergambar calon bupati dan
wakil bupati lengkap dengan nomor urut pilihannya, oleh seseorang yang
mengaku sebagai utusan bupati X, uang itu diberikan secara cuma – cuma
dengan syarat pada saat nanti saat hari H pemilihan, Sunardi dan beduak lain
”Saat minum toak di Karangsari, saya diberi uang tiga puluh ribu
rupiah (Rp. 30.000,-) mas. Kalau saya mau saja diberi uang. Zaman ini,
siapa yang tidak mau uang gratis, tapi ya disuruh memilih...jadi
Bupati.”
Hari berikutnya dia mencoba nitik di tempat yang sama, ternyata hari
itu dia dan bolo ngombenya didatangi oleh seseorang yang mengaku utusan
dari bupati XX dan membagikan uang sejumlah Rp. 50.000,- dan kaos
gambar calon bupati dan calon wakil bupati, diberikan dengan syarat yang
sama yaitu memilih sang calon bupati pada saat hari H pemilihan
diselenggarakan.
kaos calon bupati. Raihan tersebut lebih dari pendapatan mereka selama tiga
heri bekerja sebagai tukang becak yang rata-rata hanya bisa mendapatkan
Rp. 20.000,- per harinya. Seperti yang diungkapkan salah seorang tukang
88
becak yang berada di sekitar kawasan Karang Indah, Sarko (40),
”Tukang becak kene iki yo ra mesti mes entuke, tapi paling gak yo iso
nggowo muleh dhuwit rong puluh ewu ngono sak dinane.”
Jelas, nitik dapat dijadikan alat politik bagi kader partai atau aktor politik
Pemanfaatan tersebut bukan hanya datang dari oknum luar bolo ngombe.
Apabila salah satu beduak yang kebetulan ingin mencalonkan diri sebagai
posisinya serta sebagai alat aktualisasi diri. Dengan sering datang nitik, maka
dirinya akan dicap sebagai orang yang kuat minum dan menjadi kebanggaan
tersendiri apabila seseorang kuat minum toak lebih dari yang lain. Saat
Karmidji, setiap hari tidak pernah absen datang minum toak di tempat
”Ceriose Bakar, pas tak takoni kowe kok kuat ngombe toakku saben
dino le? Trus dijawab lha wong aku iki sing mbaurekso nang kene kok
lek Kar, mosok ra ngombe Toak. Terus nek didelok wong-wong lak
ilang digdoyoku.”
”Katanya Bakar, waktu saya tanya kamu kok kuat minum toak saya
setiap hari le (panggilan untuk yang dimudakan)? Lalu dijawab olehnya
saya ini yang menguasai daerah ini lek Kar, masa tidak minum toak.
Terus kalau dlihat orang-orang bisa hilang wibawaku.”
89
bisa dipakai untuk menambah energi pada tubuh. Dari wawancara dan
dianggap oleh para beduak sebagai minuman suplemen penambah daya agar
Semanding milik Warsito (55) atau di Desa Kowang (lihat lampiran gambar
40), Kecamatan Semanding milik Tasiran (42), tersedia pagi sebelum para
petani maupun pekerja lainnya berangkat bekerja, sekitar pukul 06.30 WIB
dan tersedia lagi saat mereka pulang bekerja sore hari sekitar pukul 17.00
WIB.
Bagi para beduak, minum toak merupakan salah satu usaha mereka
setelah pulang kerja. Jadi, mereka pasti akan sempatkan mampir nitik untuk
minum minimal satu centhak toak dan sebungkus tambul. Berikut adalah
cuplikan wawancara penulis (P) dengan salah seorang beduak yang bekerja
(J) (43) (lihat lampiran gambar 17) yang biasa nitik di tempat Warsito;
P: Nopo Pak Jito rutin nek ngunjuk toak?(apa Pak Jito rutin minum
toak?)
J: Oo..nggih rutin mas meh saben dinten mboten nate absen (oo..ya
rutin mas, hampir setiap hari tidak pernah absen)
P: Kok sampek mben dinten niku yo’nopo pak? (kok sampai setiap hari
pak?)
J: Nggih nek mboten ngoten kulo mboten saget kerjo mas, lha wong
nek mboten ngombe toak niku awak kula rasane loro sedanten kok
(ya, kalau tidak begitu (minum toak setiap hari), saya tidak bisa kerja
mas, karena kalau tidak minum toak, rasanya badan saya sakit
semua)
90
J: Nggih pun ilang cekot-cekot ting awak niku mas, tambah greng
awak niki. Toak niku lak ”noto awak” toh ha ha ha (ya hilang rasa
pegel linu di badan mas, tambah fit badan ini. Toak itu khan ”noto
awak” atau menata tubuh ha ha ha)
tanggapan seperti itu juga penulis (P) dapatkan dalam wawancara dengan
Imam (I) (49), seorang tukang becak yang biasa nitik di Latsari, Kecamatan
Tuban;
P: Pak, saben dinten ngombe toak mboten? (pak, apakah setiap hari
minum toak?)
I: Nggih meh mben dinten mas (iya, hampir setiap hari mas)
P: Nek mboten ngombe toak sedinten rasane yok nopo pak? (kalau
tidak minum toak sehari saja, rasanya bagaimana pak?)
I: Rasane nggih mboten enak kabeh ting awak, trus mboten kiat
ngontel becak mas. (rasanya tidak enak semua di badan, akhirnya
tidak kuat mengayuh becak mas)
Semanding, semua anggota nitik lama dianggap sebagai bolo ngombe dan
beduak lama dianggap sebagai bolo ngombe bila tidak terlalu akrab, banyak
beduak lama maupun baru yang hanya datang untuk minum dan
”Nek wong kecamatan kota kuwi akeh sing sibuk dhewe-dhewe, dadi
91
yo ra sempat ngumpul suwe nang kene. Paling-paling sing ngumpul iki
yo sing gaweane ra mesti koyo tukang mbecak, wong laut, tukang
ngono kuwi leh”
tempat masing-masing. Hal tersebut tidak terjadi pada tradisi nitik di desa-
kepada para beduak yang minum di tempatnya. Sebanyak apa yang diambil,
sebanyak itulah yang dibayar oleh sang beduak saat itu juga. Hal ini berlaku
hampir pada semua beduak, hanya yang sudah kenal akrab saja yang bisa
berhutang toak pada sang penjual. Berikut penuturan Tasiran mengenai hal
tersebut;
”Aku yo plaur mas, nek kudu ngutangi wong sakmene akehe. Soale sing
rutin teko mrene kuwi paling wong limo enem iku wae yo ra tak utangi
ok mas, liyane yo gonta ganti ra kenal, mari ngombe yo langsung
mbayar nang aku piro-piro ae. Soale ndisik akeh sing ngentit pas tak
utangi. Nek nang ndeso lak akeh sing bolo dhewe, wonge lak yo iku-iku
wae leh”
”Saya enggan kalau harus memberi hutang (toak) pada sekian banyak
orang. Karena yang rutin kesini paling Cuma lima sampai enam orang
saja, jumlah itu juga tidak saya beri hutang minum. Sisanya berganti-
ganti tanpa ada yang saya kenali. Setelah selesai minum (toak) ya
langsung bayar berapapun habisnya, karena dulu banyak yang lari
setelah saya hutangi. Kalau jualan di desa banyak teman sendiri yang
minum di tempat saya, orangnya ya itu-itu saja.
92
Menurut Sutiyono, memang nitik di daerah pedesaan memang suasananya
lebih akrab dan mudah untuk berhutang pada sang penjual apabila dua atau
dari petani sawah. Bahkan di tempat nitik milik Warsito, semua beduak yang
walaupun ada yang berlainan desa, sehingga hampir setiap hari tidak ada
dirinya hafal setiap beduak yang datang ke tempatnya dan tahu dimana
93
BAB IV
FUNGSI DAN TEMA BUDAYA PADA
TRADISI NITIK
Berikut ini, akan penulis jabarkan beberapa fungsi dari tradisi nitik
sosial. Dalam sebuah karya tulis etnografi seperti skripsi ini, perlu dilakukan
tema budaya yang ada di dalamnya. Tahapan analisis penulis mulai dari
94
tahap mengajukan pertanyaan deskriptif.
S:Tradisi nitik itu adalah berkumpulnya para beduak untuk minum toak
bersama di tempat-tempat dimana sang penjual biasa berjualan seperti
di pinggir jalan, di warung atau bawah pohon besar?
P:Mungkin ada lagi yang lebih unik bila dipandang dari pembelinya
mas?
S:Oh ya mas, para beduak yang ada dalam satu tradisi nitik itu
mempunyai ikatan yang cukup dalam. Diluar nitik mereka bantu
membantu dalam berbagai hal, kumpulan yang sudah mempunyai
ikatan tersebut biasa disebut bolo ngombe...
pertanyaan lain berkisar nitik dan istilah lokal yang ada di dalamnya. Misal
penulis bertanya kepada beberapa orang beduak tentang apa yang disebut
Jawaban yang berhasil terkumpul dari pertanyaan ”Apa itu toak?”, adalah;
95
Istilah tercakup (X) Istilah pencakup (Y)
1. teman yang sering ikut minum bersama dalam satu tempat nitik,
2. selain ikut dalam satu tempat nitik, dia juga harus sering berbicara
istilah lokal yang bisa digunakan dalam tradisi nitik. Contoh, pada salah satu
kertas kerja penulis mendapatkan satu istilah pencakup yaitu ”tempat nitik”.
nitik.”
96
Nitik demi pergaulan sosial
Banyak sekali kertas kerja yang berhasil diisi oleh penulis selama
lokal para beduak tentang tradisi nitik. Namun dari kesemuanya, yang paling
dominan atau paling banyak didapatkan penulis adalah fungsi nitik yang
Kertas Kerja 4.2 Analisis Domain Nitik Untuk Alasan Pergaulan Sosial
seprofesi
senasib sepenanggungan
ini meliputi fungsi nitik untuk tubuh seperti yang telah penulis paparkan
(X) (Y)
97
Nitik untuk alasan ekonomi
dengan pencarian uang atau alasan ekonomi. Mereka (para beduak) bisa
mereka bisa mencari pekerjaan lewat orang-orang yang sudah dikenal akrab.
ditilik lagi sebenarnya nitik sendiri adalah lahan pekerjaan bagi sang penjual
toak. Berikut pemaparan para beduak yang sudah disalin ke dalam kertas
(X) (Y)
Pencaharian
98
pertanyaan struktural yang muncul pada kertas kerja domain seperti ”apakah
Potensi massa yang ada di dalam nitik bisa berguna bagi berbagai kalangan
masalah atau saat dibutuhkan tenaganya tanpa harap pamrih. Fungsi inilah
sosial pada suatu adat, pranata sosial atau unsur kebudayaan pada tingkat
manusia dan pranata sosial lain dalam masyarakat. Tingkat abstraksi pertama
fungsi sosial dari suatu adat atau tradisi memungkinkan mencetak sebuah
yang dominan, yaitu domain fungsi nitik semisal Dari subset ini, penulis
99
melanjutkan dengan mencari subset-subset lain dengan kesamaan kerangka
subtitusi yang sama. Karena beberapa domain mengenai fungsi nitik masih
alasan nitik bagi tubuh, nitik untuk alasan ekonomi, nitik untuk alasan
pergaulan sosial.
Tujuan dari tahap ini, mengetahui struktur internal dari domain yang
setiap unsur dalam tradisi nitik ini. Kita bisa mengetahui struktur internal
dari fungsi nitik seperti kita mengetahui struktur tubuh ikan saat kita
100
Kertas Kerja 4.5 Analisis Taksonomik
untuk pergaulan
sosial
agar punya teman akrab
agar mempunyai teman saat butuh
pertolongan
senasib sepenanggungan
ekonomi
menawarkan barang dagangan di
tempat nitik
101
dari sang penjual toak, nitik sendiri
merupakan mata pencaharian
Fungsi hiburan, saat mendengar lelucon-lelucon dari sang
penjual yang sering membuat kangen
nitik”. Dalam tahapan ini penulis menyajikan media kertas kerja analisis
Penulis : Dapatkah anda melihat semua istilah ini benar adanya seperti
yang saya tulis?, tolong diteliti lagi mas.....
Sutiyono : Ehm...semuanya sudah benar mas, tetapi ada satu yang belum
anda tuliskan dalam tabel ini. Yaitu fungsi dimana salah
seorang beduak memakai nitik untuk mencari pendukung dan
mencari sebuah status dalam masyarakat demi sebuah posisi
yang disegani.
Dari wawancara ini, penulis mengetahui terdapat fungsi lain yang belum
102
terungkap selama mengadakan penelitian. Fungsi ini akhirnya penulis
masukkan dalam ”domain nitik untuk alasan aktualisasi diri”. Seperti yang
"A musician must make music, an artist must paint, a poet must
write, if he is to be at peace with himself. What a man can be, he
must be. This is the need we may call self-actualization...It refers to
man's desire for fulfillment, namely to the tendency for him to
become actually in what he is potentially: to become everything that
one is capable of becoming ..." (Maslow, 1998: www.performance
unlimited.com/samain.htm)
dalam kategori fungsi aktualisasi diri. Pemaparan dalam kertas kerja baru
103
Kertas Kerja 4.6 Analisis Taksonomik Tambahan Domain
untuk pergaulan
sosial
agar punya teman akrab
agar mempunyai teman saat butuh
pertolongan
senasib sepenanggungan
ekonomi
menawarkan barang dagangan di
tempat nitik
dari sang penjual toak, nitik sendiri
104
merupakan mata pencaharian
untuk menjaring massa
Nitik untuk
alasan aktualisasi
agar dianggap sebagai jagoan
diri
Fungsi hiburan, saat mendengar lelucon-lelucon dari sang
penjual yang sering membuat kangen
Berdasarkan wawancara ini juga, penulis menanyakan beberapa
para beduak, sang penjual dan pihak luar. Beduak memanfaatkan demi
pergaulan sosial, ekonomi dan kebutuhan tubuhnya akan toak. Sang penjual
mengandung fungsi tradisi nitik dan dimensi kontras yang terdiri atas
wawancara mengenai cara pandang mereka pada fungsi tradisi nitik seperti
105
misalnya; nitik yang sering dimanfaatkan oleh orang luar, nitik yang berguna
sak teruse atau jangka panjang, nitik yang gunane mung dhiluk atau jangka
pendek, nitik yang gunane gawe bolo ngombe atau fungsi internal, nitik yang
gunane menjobo atau fungsi eksternal, nitik dilihat dari apike gawe beduak
atau kegunaan positif bagi beduak Aplikasi dari analisis komponen ini dapat
ini;
Dimensi Kontras
Rangkaian
Kontras
Kegunaan Jangka pendek Pemanfaatan Jangka panjang Fungsi Fungsi internal
positif bagi beduak oleh eksternal kelompok
beduak pihak luar
Sosial Ya Ya Tidak Ya Tidak Ya
Dari kertas kerja diatas dapat kita lihat alasan-alasan nitik yang
106
suatu adat, pranata sosial atau unsur kebudayaan berpengaruh pada suatu
menyentuh perilaku serta pranata politik dalam hal money politic dalam
para beduak.
internal beduak sebagai salah satu bentuk strategi adaptasi dalam hidup,
yang ketiga, yaitu mengenai pengaruh suatu adat, tradisi atau pranata
suatu sistem sosial tertentu. Nitik menjadi salah satu strategi adaptasi bagi
107
para beduak untuk survive, yang dalam hal ini adalah menjalankan rutinitas
berarti. Nitik juga merupakan bagian dari alat integrasi bagi para beduak dan
Jadi, dari rangkaian fokus penelitian yang telah diuraikan penulis diatas
sosial (beduak) adalah salah satu efek dari asas timbal balik dan peranan
maka akan berkembang menjadi suatu pola dalam komunitas yang berbentuk
jaringan sosial.
108
BAB V
FAKTOR PEMBENTUK IKATAN SOSIAL
(SOCIAL BOND) DAN
JARINGAN SOSIAL (SOCIAL NETWORK) PADA
TRADISI NITIK
butuh untuk bergaul dan mengikat pertemanan dengan manusia lain. Kajian
ini sesuai dengan kumpulan bolo ngombe yang terikat satu sama lain dalam
berbagai hal. Sebuah ikatan sosial, menurut Hirschi (Durkin, 1999:2), dapat
109
less likely to engage in deviant behaviour” (Hirschi in Durkin, 1999:2-
3)
Elemen ini nampak pada kumpulan beduak yang sering bertemu saat
nitik. Seperti yang sudah penulis kutip dalam wawancara dengan Jarno (47)
yang pada saat itu sedang berkeluh kesah tentang kurangnya tenaga untuk
masyarakat Jawa.
ngombe, namun kasih sayang ini bisa diartikan lain oleh sekelompok beduak
110
Kecamatan Semanding dan Kecamatan Tuban. Masih menurut keterangan
Sutiyono (37), saat ada pagelaran Orkes dangdut, anak-anak muda pasti
datang dengan membawa toak atau sudah minum toak dalam jumlah banyak
terasa lelah saat berjoged dan bergoyang tanpa ada rasa malu sedikitpun.
dengan orang lain ataupun dendam lama, maka pertengkaran besar langsung
terjadi karena pikiran mereka sudah dikuasai oleh alkohol dari toak.
masing.
ada yang kesulitan alat pertanian, atau butuh bantuan menggarap sawah.
Masih sering ditemui antar petani bolo ngombe saling meminjamkan alat
pertanian seperti bajak, cangkul atau bahkan meminjam bibit jagung atau
pada anggota bolo ngombe memang tidak bisa terindikasi dengan jelas
111
nilai Grade Point Average (GPA). Komitmen para beduak dalam satu bolo
ngombe tidak nampak namun menjadi tata aturan yang ditaati oleh
semuanya.
Semisal komitmen agar tidak mabuk berat saat nitik, karena menurut
keterangan Karmidji, para beduak tidak akan suka apabila salah satu
kawannya terlalu banyak minum dan mabuk berat. Bila hal tersebut terjadi,
maka yang bersangkutan segera diusir atau pulang dengan dinaikkan becak.
beduak dalam bentuk apapun. Apabila salah satu beduak mempunyai acara
bolo ngombe harus datang walau tidak ada undangan formal, hanya lewat
pengumuman singkat saat nitik. Bila, terdapat salah satu beduak tidak mau
dipastikan dia akan mendapatkan sindiran dari beberapa beduak saat nitik
Elemen ini terdiri dari jumlah berapa waktu yang dihabiskan seorang
112
kelompok, baik kegiatan rutin maupun yang bersifat insidentil. Para beduak
hampir setiap hari meluangkan waktunya untuk meminum toak, bukan untuk
sekedar menjaga kebugaran tubuh dengan toak, namun juga bertemu dengan
beduak-beduak lainnya.
atapnya. Keterlibatan beduak dalam acara yang digelar salah satu beduak
juga penting, karena apabila ada salah satu beduak yang tidak ikut dengan
alasan yang kurang jelas maka akan dikucilkan dan dimasukkan pada
tetap saja meminum toak dalam keseharian mereka. Bukan berarti keyakinan
mereka terhadap ajaran Islam tidaklah kuat, namun mereka tidak pernah
Toak bagi petani dan tukang becak Tuban dianggap sebagai suplemen yang
113
Dalam pemikiran para beduak, toak bukanlah minuman haram
(kategori Islam), karena mereka sendiri tidak pernah mabuk dibuatnya dan
mereka tidak pernah tahu bahwa terdapat alkohol di dalamnya. Hal tersebut
Penulis : Nopo mboten nate mendem toh pak? (apa tidak pernah mabuk
pak?)
saat penulis wawancarai. Hal ini menunjukkan bahwa toak tidak pernah
badan atau suplemen sebelum dan sesudah bekerja seharian penuh. Karena
keyakinan ini didasari pada kecintaan dan ketergantungan pada toak serta
didukung oleh jumlah beduak yang banyak membuat tradisi ini sulit untuk
dihapuskan.
114
Antropologi Cambridge University. Barnes (Koentjaraningrat, 1980:159),
peneliti tidak perlu mempelajari jaringan sosial dari semua individu dalam
dibagi menjadi dua yaitu unlimited social network atau jaringan sosial total,
yang berarti keseluruhan jaringan sosial yang mungkin menjadi saluran dari
adalah limited social network atau jaringan sosial terbatas, yang berarti suatu
bidang tertentu dalam jaringan sosial total seorang individu. Kumpulan bolo
ngombe dalam nitik, adalah tipe jaringan sosial terbatas, karena kumpulan
bolo ngombe merupakan salah satu bentuk jaringan sosial dari total jaringan
daerah asal masing-masing beduak yang tergabung dalam satu bolo ngombe.
Para beduak yang tergabung dalam satu bolo ngombe berarti beduak
yang nitik pada tempat yang sama. Dalam analisis jaringan sosial kali ini,
115
bolo ngombenya di Kecamatan Tuban. Jaringan sosial yang terbentuk tidak
dibatasi oleh daerah desa, kecamatan, agama atau afiliasi politik. Dalam
sesuai dengan yang dikatakan oleh Margono (46), bahwa para beduak akan
jaringan sosial yang disarankan oleh JA. Barnes ini memang sesuai untuk
menganalisa kelompok sosial yang tidak resmi seperti bolo ngombe dalam
tradisi nitik.
116
Model 5.1 Jaringan Sosial Bolo ngombe Nitik dengan Penjual
Karmidji, Desa Ngino, Kec. Semanding
117
Bagan diatas diambil dari persepsi orang alpha (∝) yaitu Karmidji,
dengan alter, garis yang menghubungkan Jarno (alpha) dengan beduak lain
118
interaksinya. Jenis pertama, yaitu first order zones apabila hubungan
interaksi antara alpha dan alter bersifat langsung dan yang kedua yaitu
second order zones atau hubungan interaksi melalui alter. Jenis terakhir
adalah third order zones yaitu hubungan interaksi melalui dua alter. Jenis
dari visualisasi jaringan sosial yang penulis tampilkan adalah first order
yang dimiliki seorang beduak (alpha) bisa menembus batas regional (sampai
keluar desa) yang beberapa desa diantaranya berjarak jauh dari Desa Ngino.
Jarak antara Penambangan dan Bektiharjo kurang lebih 5 km, jarak antara
beduak sesuai dengan desa asal mereka. Ngasipan (lihat lampiran gambar
15), Jarno, Surawi, Sentot (lihat lampiran gambar 15), Sukoco, Manto,
Sokheh (lihat lampiran gambar 14) berasal dari Desa Bektiharjo, Kecamatan
Semanding.
119
Contoh visualisasi jaringan sosial lain adalah bolo ngombe dalam
nitik dengan penjual Taji (48) yang biasa mangkal di Kelurahan Latsari,
dengan Taji, beduak yang benar-benar bisa dianggap sebagai bolo ngombe
Banyak beduak yang hanya datang karena ingin minum, setelah itu pergi.
Beduak seperti ini tidak bisa merasakan ikatan sosial dengan yang lainnya,
karena tidak mempunyai elemen ketiga dari ikatan sosial yaitu keterlibatan
(involvement).
petani, namun lebih beragam seperti tukang becak, kuli bangunan, pegawai
hari di tempat Taji. Mereka hanya datang apabila sedang ingin minum toak
tempatnya. Biasanya satu sindir hanya ditemani oleh seorang laki-laki yang
dan tidak lupa selendang panjang dengan warna mencolok yang selama ini
menjadi ciri khas para sindir Tuban. Selain mendapat upah dari Taji,
12 Sindir adalah julukan bagi penari dalam seni Tayuban di Tuban, biasanya juga disebut
sebagai ledhek, karena Tayuban sendiri bisa disebut sebagai ledhekan
120
biasanya sindir juga mendapat sawer13 dari para beduak yang menikmati
tariannya. Bagi Taji, dengan hadirnya sindir, banyak beduak yang datang ke
Sukiman, Kasrun, Imam, Joko, Jalal, Wargo (berbeda dengan Wargo yang
biasa nitik di tempat Warsito) dan Ismu (lihat lampiran gambar 8).
Kesepuluh beduak inilah yang hampir setiap hari nitik di tempat Taji, karena
Imam, Joko, Jalal, Kasrun (lihat lampiran gambar 12), Wargo dan Sukiman
(lihat lampiran gambar 11) adalah tukang becak dan Wandono (lihat
lampiran gambar 8), Sugeng, Teguh adalah kuli lepas bidang bangunan,
sedangkan Ismu adalah nelayan. Ketiga jenis pekerjaan yang dimiliki oleh
yang diungkapkan oleh Jalal (44), tukang becak yang biasa mangkal di
depan Sekolah Dasar Negeri (SDN) Latsari III ini, merasa pegal dan lemas
13 Sawer adalah pemberian uang bagi penari atau entertainer lain di panggung dari para
penonton atau partisipan yang diajak naik dengan cara-cara tertentu dan bersifat informal
diluar kesepakatan kerja.
121
122
Penulis meyajikan model analisis jaringan sosial yang lebih lengkap
pada model kedua ini. Model ini diambil dari kumpulan bolo ngombe yang
nitik di penjual toak bernama Taji. Dari beberapa orang yang datang untuk
minum di tempat Taji, hanya sembilan orang yang mempunyai ikatan erat.
Kelompok ini terdiri dari Jalal, Kasrun, Murjito yang berasal dari Kelurahan
yang berasal dari Kelurahan Latsari sendiri. Menurut keterangan dari Teguh
(35), mereka bersembilan sering main adu burung dara, adu ayam jago dan
123
Nampak Murjito (bertopi abu-abu bergaris putih) dan Kasrun (bertopi coklat)
alter lainnya, namun di samping itu model ini menunjukkan hubungan alter
dengan alter lainnya. Jadi, akan tampak lebih kompleks, arah panah dalam
berbeda, namun sebenarnya kedua jenis jaringan sosial ini tetap sama. Para
ahli Antropologi menyebut clique, kelompok teman atau geng bukan sebagai
group melainkan quasi group atau kelompok semu. Bolo ngombe, seperti
yang telah penulis utarakan dalam kerangka teori, termasuk dalam golongan
clique. Karena bolo ngombe bukan seperti kelompok teman biasa, namun
principle of reciprocity atau asas timbal balik. Maka dari itu, keempat
elemen dalam sebuah ikatan sosial tidak akan bekerja bila tidak ada timbal
balik di dalamnya. Jarak antar dsa atau kelurahan yang jauh tidak akan
124
Gatot (52) yang ikut membantu Pariman (48) saat dia mempunyai hajat
elemen attachments dalam diri Gatot, juga karena dua minggu sebelumnya
bisa saja tanpa jaringan sosial yang kuat sesama petani berkompetisi secara
tidak sehat. Hal tersebut nampak pada tulisan dari Paputungan (2001:25),
125
BAB VI
ANALISIS JARINGAN KOMUNIKASI PADA
TRADISI NITIK
nelayan sudah diberi pemahaman tentang minum toak semenjak usia remaja.
anaknya masih sangat rendah karena faktor ekonomi dan pendidikan orang
tua. Maka dari itu kebanyakan anak laki-laki nelayan biasanya putus sekolah
ayahnya.
badannya. Kondisi di laut dengan angin yang begitu kencang dengan dibalut
126
nelayan” ini melihat para seniornya meminum toak sebagai salah satu
senjata dalam melaut. Apa yang mereka lihat ini merupakan pembelajaran
secara tidak langsung tentang bagaimana cara ”menghadapi” laut yang baik.
Pada saat mereka tumbuh dewasa dan jam terbang melaut mereka semakin
Contoh kasus yang diteliti oleh Alexander ini mirip dengan yang terjadi di
sosial berupa ejekan atau hinaan bahkan diasingkan. Sangsi sosial yang
127
seorang anak nelayan yang setiap hari membantu ayahnya untuk melaut
“Aku pertamane dikik ra doyan toak mas, lha wong jek umur nem belas
taun. Tapi nek ra ngombe ki engkok ndak kademen ning tengah segoro,
lha nek onok toak lak isit anget awak iki. Terus sakliyane iku yo dipekso
karo cah-cah kuwi ok. Nek ra ngombe disemoni jirene banci, trus nek ra
melok gumbul nitik ra oleh bolo karo bakal dicing”
“Waktu pertama dulu saya tidak suka minum toak, masih umur enam
belas (16) tahun. Namun kalau saya tidak minum toak, saya akan
kedinginan di tengah laut, kalau meminumnya (toak) pasti badan jadi
hangat. Terus selain itu juga dipaksa oleh anak-anak lain, kalau tidak
minum toak akan disoraki banci, lalu kalau tidak ikut kumpul nitik tidak
mendapat teman dan akan disingkirkan”
kelompok.
anggota lain dalam suatu sistem komunikasi. Clique dalam yang dimaksud
dalam studi etnografi nitik ini adalah bolo ngombe yang merupakan
kumpulan dari para beduak yang melakukan rutinitas minum toak pada satu
pedagang yang sama. Para beduak yang tergabung dalam satu bolo ngombe
ini, relatif sering bertemu dalam tradisi nitik. Mereka sering bertemu karena
memperlihatkan bahwa petani-petani yang tidak suka minum dan tidak ikut
128
yang sering mengikuti nitik. Para petani yang sering mengikuti nitik terbukti
Jaringan mereka yang luas membuat beberapa urusan yang tampak sulit,
“Aku ndikik tau kurang tenogo gae nggarap sawah mas, tapi terus
dibantu karo wong-wong bolo ngombe sing gawene ngombe nang
Karmidji, soale aku dewe yo nyanggong nang kono meh saben sore
mari muleh kerjo. Gratis ra katek mbayar opo-opo”
kalangan para petani beduak menjadi semakin kuat. Setiap bertemu mereka
mereka menjadi kental, sehingga terkesan seperti saudara sendiri. Saat satu
tanah sawah milik salah satu beduak yang bernama Sentot (47) merupakan
129
tanah yang baru ia beli dengan harga murah dari orang Beji (Kecamatan
Jenu, Kab. Tuban) dari informasi Jarno (47) yang notabene merupakan bolo
Petani lain yang tidak suka minum, tentu tidak memiliki kesempatan
penambah tenaga agar lebih kuat dalam bekerja. Petani lain apabila pagi tiba
siang hari bekerja di sawah dan sore hari menjelang maghrib pulang menuju
namun sebelum itu mereka mampir ke tempat minum toak untuk meminum
mereka sudah sarapan semenjak beragkat dari rumah. Siang hari mereka
bekerja dan sekitar pukul 16.30 WIB mereka berhenti bekerja dan menuju ke
tempat minum toak untuk melepas lelah dan bertemu dengan kawan-kawan
Kegiatan seperti ini rutin dilakukan oleh para petani beduak sehingga
mereka bisa membentuk sebuah ikatan sosial yang berujung pada jaringan
sosial. Jaringan sosial yang terbentuk bahkan bisa sampai keluar dari desa
130
ataupun kelompok bolo ngombe mereka. Karena apabila toak yang disajikan
nikmat, maka beduak yang datang bukan hanya dari desa setempat,
melainkan dari luar desa atau bahkan dari daerah Kecamatan kota (sebutan
oleh anggota bolo ngombe yang lain tentu saja berbeda dengan perlakuan
petani bukan anggota bolo ngombe oleh petani anggota bolo ngombe.
dipertanyakan oleh para peneliti ilmu sosial. Perbedaan ini pula yang
“Kulo nek dijaluki tani liyo mbantu nggarap sabine, nggih kulo regani
mas. Tapi nek bolo ngombe dhewe ngeten niki nggih mboten penak
umpamane menehi regi”
Perlakuan lain juga didapat oleh pateni beduak namun tidak sama tempat
minum toaknya atau bisa dikatakan tidak dalam satu kelompok bolo
Laumann dan Pappi (1973) tentang 51 komunitas di Jerman, Hurt dan Preiss
131
(1978) mengenai keberhasilan akademik diantara anak-anak usia sekolah,
pada satu kesimpulan bahwa perilaku dari individu merupakan bagian dan
anggota.
132
BAB VII
KESIMPULAN
VII.1 Kesimpulan
hari inipun, tradisi ini tidak dianggap sebagai tradisi usang yang harus
ditinggalkan begitu saja. Antusiasme generasi muda juga tidak kalah dengan
yang tua, apapun alasan mereka mengikutinya. Toak yang menjadi materi
utama nitik adalah minuman tradisional yang dibuat dari fermentasi alami
Banyak orang yang suka memium toak dengan disertai oleh banyak alasan
seperti untuk menghangatkan badan, untuk obat, sampai pada untuk mabuk
melupakan masalah.
beduak hampir setiap hari menikmati toak, karena sudah menjadi bagian dari
kebutuhan hidup mereka. Toak, oleh beberapa orang pekerja berat seperti
tukang becak, petani, kuli bangunan atau nelayan sebagai suplemen energi
133
tambahan dalam aktifitas mereka sehari-hari.
sebelum atau sesudah bekerja, maka badan mereka akan lemas dan tidak
bertenaga. Khususnya para petani yang pagi harus berangkat ke sawah dan
baru pulang sore hari. Akhirnya, tempat nitik di pedesaan tidak kalah
hari dan bertemu dengan orang yang sama-sama ingin menikmati toak.
Pertemuan rutin dengan orang yang sama pada satu tempat nitik, duduk,
berbincang santai dan bersenda gurau membuat para beduak tersebut akrab
(social bond). Kumpulan beduak dalam satu tradisi nitik yang sering
bertemu dan lebih sering berkomunikasi serta memiliki ikatan sosial satu
melalui proses. Ikatan sosial ini terbentuk melalui suatu proses dan
para beduak, karena mereka saling membantu satu sama lain bila dibutuhkan
tanpa pamrih. Bantuan yang diberikan bisa berupa tenaga, barang maupun
keluarga sendiri.
134
Elemen kedua adalah komitmen (commitment). Elemen ini menjadi
atau ditulis dalam peraturan khusus. Komitmen mereka hanya ada di otak
moyang mereka. Komitmen kecil contohnya dilarang mabuk pada saat nitik,
atau asas timbal balik diantara para beduak dalam bantu membantu.
Komitmen seperti itu menjadi konvensi bersama tanpa harus ditulis, namun
harus dipatuhi, karena apabila dilanggar akan menerima sangsi sosial berupa
pengucilan.
kesediaan para beduak untuk tetap rutin melakukan nitik di tempat yang
sama dan bertemu dengan bolo ngombe yang lain, atau kesediaan beduak
lain dalam satu bolo ngombe. Seperti acara pernikahan salah satu anggota
keluarga beduak harus dihadiri oleh beduak-beduak lain. Apabila tidak hadir
dengan alasan yang kurang jelas, maka sangsi sosial berupa pengucilan atau
para beduak lain tidak akan mengahadiri setiap acara yang dibuatnya.
dengan keyakinan dasar yang dianut oleh para beduak (semua informan
yang diwawancarai oleh penulis beragama Islam). Memang bila, ditilik dari
ajaran Agama Islam, toak adalah minuman keras yang haram untuk
sebagai minuman penyegar badan dan penambah energi agar mereka bisa
bekerja maksimal, bukan untuk memabukkan diri. Jadi, mereka tidak pernah
135
menganggap toak haram dan tidak pernah menyadari alkohol yang
penikmat toak yang jumlahnya banyak dan memiliki keyakinan yang sama.
pembentuk ikatan sosial, apakah berhenti sampai disini saja? tidak, dari
ikatan sosial yang semakin kuat dari ke hari, kemudian terbentuklah jaringan
sosial quasi group atau kelompok semu. Penulis berhasil mengetahui bahwa
menembus batas wilayah. Dari dari model jaringan sosial 4.1 (hal.111) dan
4.2 (hal.114) dapat diketahui bahwa jaringan bolo ngombe yang diukur dari
yang membuat nitik sulit untuk dihapus dari Kabupaten Tuban dan tetap
eksis hingga sekarang. Faktor kedua adalah beberapa fungsi yang ada di
(beduak) atau bahkan bagi orang yang berada diluar bolo ngombe sekalipun.
nitik. Fungsi sosial, yaitu kegunaan nitik untuk mencari teman, mencari
kepada sesama beduak, menjual barang dagangan dalam nitik, nitik adalah
136
sumber penghasilan bagi penjual. Fungsi untuk tubuh, yaitu kegunaan nitik
(dalam hal ini adalah toaknya) untuk menjaga kebugaran tubuh, menambah
nitik oleh oknum diluar bolo ngombe yang menjadi kandidat dalam
pemilihan calon kepala daerah baik Lurah, Camat maupun Bupati untuk
beduak.
bahwa toak bukanlah minuman yang haram untuk dikonsumsi dan tidak
yang didasari pada kecintaan dan ketergantungan pada toak serta didukung
dengan jumlah beduak yang banyak, membuat tradisi ini sulit untuk
dihapuskan.
budaya. Pencarian tema budaya bertujuan untuk memahami sifat dasar tema-
mengenai nitik sebagai sebuah tradisi minum toak bersama dengan fungsi-
salah satu bentuk strategi adaptasi dalam hidup, sehingga masih eksis hingga
sekarang.
137
VII.2 Saran
yang bisa diungkap mengenai tradisi nitik, toak, beduak dan bolo ngombe.
penjualan toak oleh para penjual agar paling banyak mempunyai anggota
nitik, atau dari bidang antropologi pariwisata dalam melihat toak dan nitik
keberadaan tradisi nitik, beduak, toak dan bolo ngombe. Apabila kita mampu
akan bisa digunakan dalam menganalisa jenis tradisi atau kelompok sejenis
di tempat lain.
138
Kurangnya penggunaan alat bantu seperti software juga menjadi
menggunakan gambar manual yang tentu saja lebih rumit. Apabila hasil
gratis dari internet dan bisa digunakan untuk memetakan data anggota
139