You are on page 1of 4

PENGERTIAN PERNIKAHAN DALAM ISLAM

Bismillahirrochmaanirrochiim

Pernikahan merupakan ikatan diantara dua insan yang mempunyai banyak perbedaan,
baik dari segi fisik, asuhan keluarga, pergaulan, cara berfikir (mental), pendidikan dan
lain hal.

Dalam pandangan Islam, pernikahan merupakan ikatan yang amat suci dimana dua insan
yang berlainan jenis dapat hidup bersama dengan direstui agama, kerabat, dan
masyarakat.

Aqad nikah dalam Islam berlangsung sangat sederhana, terdiri dari dua kalimat “ijab dan
qabul”. Tapi dengan dua kalimat ini telah dapat menaikkan hubungan dua makhluk Allah
dari bumi yang rendah ke langit yang tinggi. Dengan dua kalimat ini berubahlah
kekotoran menjadi kesucian, maksiat menjadi ibadah, maupun dosa menjadi amal sholeh.
Aqad nikah bukan hanya perjanjian antara dua insan. Aqad nikah juga merupakan
perjanjian antara makhluk Allah dengan Al-Khaliq. Ketika dua tangan diulurkan (antara
wali nikah dengan mempelai pria), untuk mengucapkan kalimat baik itu, diatasnya ada
tangan Allah SWT, “Yadullahi fawqa aydihim”.

Begitu sakralnya aqad nikah, sehingga Allah menyebutnya “Mitsaqon gholizho” atau
perjanjian Allah yang berat. Juga seperti perjanjian Allah dengan Bani Israil dan juga
Perjanjian Allah dengan para Nabi adalah perjanjian yang berat (Q.S Al-Ahzab : 7),
Allah juga menyebutkan aqad nikah antara dua orang anak manusia sebagai “Mitsaqon
gholizho”. Karena janganlah pasangan suami istri dengan begitu mudahnya mengucapkan
kata cerai.

Allah SWT menegur suami-suami yang melanggar perjanjian, berbuat dzalim dan
merampas hak istrinya dengan firmannya : “Bagaimana kalian akan mengambilnya
kembali padahal kalian sudah berhubungan satu sama lain sebagai suami istri. Dan para
istri kalian sudah melakukan dengan kalian perjanjian yang berat “Mitsaqon gholizho”.”
(Q.S An-Nisaa’ : 21).

Aqad nikah dapat menjadi sunnah, wajib, makruh ataupun haram, hal ini disebabkan
karena :
I. Sunnah, untuk menikah bila yang bersangkutan :
a. Siap dan mampu menjalankan keinginan biologi,
b. Siap dan mampu melaksanakan tanggung jawab berumah tangga.
II. Wajib menikah, apabila yang bersangkutan mempunyai keinginan biologi yang kuat,
untuk menghindarkan dari hal-hal yang diharamkan untuk berbuat maksiat, juga yang
bersangkutan telah mampu dan siap menjalankan tanggung jawab dalam rumah tangga.
Hal ini sesuai dengan firman Allah Q.S An-Nur : 33
III. Makruh, apabila yang bersangkutan tidak mempunyai kesanggupan menyalurkan
biologi, walo seseorang tersebut sanggup melaksanakan tanggung jawab nafkah, dll. Atau
sebaliknya dia mampu menyalurkan biologi, tetapi tidak mampu bertanggung jawab
dalam memenuhi kewajiban dalam berumah tangga.
IV. Haram menikah, apabila dia mempunyai penyakit kelamin yang akan menular kepada
pasangannya juga keturunannya.

Sebaiknya sebelum menikah memeriksakan kesehatan untuk memastikan dengan benar,


bahwa kita dalam keadaan benar-benar sehat. Apabila yang mengidap penyakit
berbahaya meneruskan pernikahannya, dia akan mendapat dosa karena dengan sengaja
menularkan penyakit kepada pasangannya.

Bagi mereka yang melaksanakan pernikahan dalam keadaan wajib dan sunnah, berarti dia
telah melaksanakan perjanjian yang berat. Apabila perjanjian itu dilanggar, Allah akan
mengutuknya.

Apabila perjanjian itu dilaksanakan dengan tulus, kita akan dimuliakan oleh Allah SWt,
dan ditempatkan dalam lingkungan kasih Allah.

Lalu apa yang harus dilakukan keduanya (suami-istri) dalam mengarungi bahtera rumah
tangga? Bila suatu pernikahan dilandasi mencari keridhaan Allah SWT dan menjalankan
sunnah Rosul, bukan semata-mata karena kecantikan fisik atau memenuhi hasrat hawa
nafsunya, maka Allah akan menjamin kehidupan rumah tangga keduanya yang harmonis,
penuh cinta, dan kasih sayang, seperti firman Allah dalam Q.S Ar-Rum : 21,
sebagaimana yang sering kita dengar.
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan
dijadikanNya diantaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (Ar-Ruum : 21)
Keterangan :
- Istri-istri dari jenismu sendiri (berpasang pasangan), yaitu mempunyai ukuran yang
sama, ukuran dalam bidang tujuan, ilmu, rohani, dll. Serta masing-masing dapat dengan
baik memahami fungsinya, serta menjalankan kewajiban dan haknya dengan baik. Suami
sebagai imam dalam rumah tangga, dan istri sebagai wakilnya.
Masa awal berumah tangga, dimana kita harus dapat menyamakan pandangan dengan
cara beradaptasi dengan pasangan masing-masing, serta meningggalkan sifat individual.
- Tentram, yaitu suatu masa berumah tangga dimana kita sudah saling memahami sifat
pasangan masing-masing, serta mulai timbul perasaan tentram, seiring dan sejalan dalam
mewujudkan tujuan berumah tangga.
- Cinta, hal ini adalah tahap selanjutnya yang kita rasakan pada pasangan kita, dimana
kita mencintai tidak hanya didasarkan atas keadaan fisik atau ekonomi semata, ataupun
keadaan luar saja, tetapi telah timbul perasaan mencintai yang dalam, karena Allah SWT,
yang tidak tergoyahkan oleh godaan-godaan yang ada.
- Rahmah, adalah tahap akhir yang merupakan buah final dari semua perasaan, dimana
pada tahap ini, kita benar-benar menjalankan pernikahan tanpa adanya halangan yang
mengganggu, dan dapat terus berpasangan menuju ridho Allah SWT.
Tapi mengapa banyak sekali rumah tangga yang hancur berantakan padahal Allah telah
menjamin dalam surat diatas? Hal ini tentunya ada kesalahan pada sang istri atau suami
atau keduanya melanggar ketentuan Allah SWT.

Allah menanamkan cinta dan kasih sayang apabila keduanya menjalankan hak dan
tanggung jawab karena Allah dan mencari keridhaan Allah, itulah yang akan dicatat
sebagai ibadah.

“Perjanjian Berat” Ijab Qobul, juga sebagai pemindahan tanggung jawab dari orang tua
kepada suami. Pengantin laki-laki telah menyatakan persertujuannya atau menjawab ijab
qobul dari wali pengantin perempuan denga menyebut ijab qobulnya. Itulah perjanjian
yang amat berat yang Allah SWT ikut dalam pelaksanaannya. Hal ini sering dilupakan
pasangan suami istri dan masyarakat.

Tanggung jwab yang berpindah tangan. Tanggung jawab wali terhadap seorang wanita
yang dipindahkan kepada seorang laki-laki yang menikahi wanita tersebut, antara lain:
1. Tanggung jawab memberi nafkan yang secukupnya, baik lahir maupun batin,
2. Tanggung jawab menyediakan tempat tinggal yang selayaknya,
3. mendidik akhlak dan agama dengan baik,
4. mengayomi, melindungi kehormatan dan keselamatan istrinya.

Setelah ijab qobul, suami menjadi pemimpin dalam rumah tangga yang akan menentukan
corak masa depan kehidupan dalam rumah tangganya (suami sebagai imam).

Dengan aqad nikah, Allah SWT memberikan kehormatan kepadanya untuk menjalankan
misi yang mulia.

Bismillahirrochmaanirrochiim.

1. Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Allah Tuhanmu yang telah menciptakan
kamu dari diri yang satu dan dari padanya Allah menciptakan istrinya dan dari pada
keduanya Allah memeperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. (An-
Nisaa’ : 1)
2. Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang
layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu
yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan
karunianya. Dan Allah Maha Luas (pemberiannya) lagi Maha Mengetahui. (An-Nuur :
32)
3. Dan orang-orang yang tidak mampu berkawin hendaklah menjaga kesucian(dari)nya.
Sehingga Allah memampukan mereka dengan karuniaNya. (An-Nuur : 33)
4. Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan
dijadikanNya diantaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Ar-Ruum : 21)
5. Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air, lalu Dia jadikan manusia itu
(punya) keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhammu Maha Kuasa. (Al-Furqaan : 54)
6. Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu, dari padanya Dia menciptakan
istrinya agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya istrinya itu
mengandung kandungan yang ringan dan teruslah dia merasa ringan. Kemudian tatkala
dia merasa berat, keduanya (suami istri) bermohon kepada Allah Tuhannya seraya
berkata “Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang sempurna tentulah kami
termasuk orang-orang yang bersyukur”. (Al-A’raaf :189)
7. Allah mengetahui apa yang dikandung oleh setiap perempuan dan kandungan rahim
yang kurang sempurna dan bertambah. Dan segala sesuatu pada sisiNya ada ukurannya.
(Ar-Ra’d : 8)
8. kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia
kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapapun yang Dia kehendaki
dan memberikan anak-anak laki-laki kepada siapapun yang Dia kehendaki. Atau Dia
menganugrahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa yang Dia kehendaki)
dan Dia menjadikan mandul siapa saja yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha
Mengetahui lagi Maha Kuasa. (Asy-Syuura : 49-50)

You might also like