You are on page 1of 43

1

TUJUAN HIDUP

Seri Tujuan Hidup 1: Tujuan Rohani dari Hidup ini

Matius 26:1-2
Khotbah oleh Pastor Eric Chang

Di pesan ini saya akan membahas tentang "Tujuan Rohaniah dari hidup ini". Apakah tujuan
segenap hidup kita? Apakah tujuan dari hidup Anda?

Kebanyakan orang Kristen yang saya temui, tampaknya tidak memiliki pandangan yang jelas
tentang arah tujuan hidup mereka. Mereka terlihat tidak tahu sedang menuju kemana. Nah, jika
Anda tidak mengalami pergerakan sama sekali, tentunya Anda tidak usah khawatir akan hal
tujuan. Maksudnya, jika saya berdiri diam saja, saya tidak perlu pusing-pusing memikirkan arah
tujuan. Namun saat Anda mulai bergerak, maka Anda perlu tahu kemana Anda sedang bergerak.
Saat Anda mulai bergerak, Anda harus tahu arah yang Anda tuju.

Banyak orang yang tampaknya menjalani hidup ini tanpa arah tujuan. Mereka meraba-raba
dalam kegelapan dan berharap bahwa nantinya, lewat sedikit keajaiban atau nasib mujur, mereka
bisa sampai pada tujuan hidup yang benar. Ini jelas cara menempuh perjalanan yang sangat
berbahaya. Bayangkanlah jika sebuah kapal berlayar tanpa tahu akan berlayar kemana. Setiap
kapal yang akan berangkat tentu membawa kompas untuk memastikan bahwa ia memang sedang
mengarah ke pelabuhan, tempat atau negara tertentu; dan ia akan dilengkapi dengan peta yang
menandakan jalur perjalanannya.

Namun jika Anda bercakap-cakap dengan orang tidak percaya, ataupun orang Kristen, hasilnya
sama saja. Mereka sama-sama tidak memiliki arah tujuan.

 Kekurangan tujuan hidup di kalangan orang non-Kristen

Jika orang non-Kristen tidak tahu tujuan hidupnya, hal ini tidaklah terlalu mengejutkan. Mereka
memang tidak punya sasaran untuk dicapai. Apalagi hal yang harus dikerjakan di dalam hidup
ini selain mencari uang? Satu-satunya filsafat mereka adalah mencari uang, hanya itu saja!
Tujuannya adalah agar Anda dapat menikmati hidup yang cukup memuaskan sampai saat Anda
mati nanti. Setelah itu Anda mati dan dikuburkan, hanya itu saja! Maksud saya, mereka memang
tidak punya tujuan hidup. Apa yang bisa dilakukan oleh seorang non-Kristen? Dia tidak punya
arah tujuan. Hanya satu hal saja yang diketahuinya secara pasti yaitu bahwa suatu hari nanti
hidupnya akan berakhir di liang kubur. Lebih dari itu, tidak ada arah yang jelas! Dan filsafat
yang menuntun kehidupan kebanyakan orang adalah "Cari uang sebanyak mungkin!" Paling
tidak batu nisan Anda akan terlihat sedikit lebih mewah ketimbang batu nisan tetangga Anda.
Dan mungkin nanti peti mati Anda bisa memiliki lebih banyak hiasan perunggu ketimbang
sekadar kayu saja. Saya heran tujuan hidup macam apa ini! Untuk apa hidup seperti itu?!

Jadi, ketiadaan tujuan hidup bagi seorang non-Kristen bukanlah hal yang mengejutkan. Di waktu
muda, tujuan utamanya sekadar, 'Kamu belajar!' Tetapi, apakah tujuan Anda belajar? Apa
gunanya? Pada dasarnya adalah untuk mendapatkan pekerjaan yang bagus. Dengan pekerjaan
yang bagus, maka Anda akan memperoleh lebih banyak uang. Dan untuk apakah uang yang
lebih banyak itu? Dengan uang yang lebih banyak, Anda bisa mendapatkan rumah yang lebih
bagus. Setelah Anda memperoleh rumah yang lebih bagus, lalu apa? Yah, mudah-mudahan
2
Anda bisa tinggal di sana dengan nyaman sampai meninggal nanti. Ini jelas bukan prospek
kehidupan yang menggairahkan.

Atau mungkin, Anda masuk ke dalam jerat dunia ini. Mengejar posisi yang lebih tinggi;
memperoleh sedikit penghormatan dari orang lain; meningkatkan karir. Mungkin nanti Anda
dapat menjadi asisten manajer, atau bahkan menjadi seorang manajer. Dan bisa jadi Anda
bahkan menjadi seorang direktur utama! Lagi pula, tidak semua orang bisa mencapai kedudukan
di puncak. Satu atau dua orang merangkak naik ke puncak, melangkah di atas kepala banyak
orang di dalam perjalanannya menuju ke puncak itu. Lalu apa? Setelah Anda berada di puncak,
lalu apa?

Suatu kali, saya sempat bercakap-cakap dengan seorang teman saya ketika saya sedang di Hong
Kong. Keluarga kami sudah saling mengenal sejak lama. Dan teman saya adalah seorang
perempuan yang sangat cerdas. Dia belajar di Amerika dan memperoleh gelar sarjana, lalu gelar
Master dan kemudian gelar Doktor, dan selanjutnya menjadi seorang profesor di bidang
Kristalogi (penelitian tentang kristal). Namun setelah itu dia tidak tahu lagi apa yang harus
dikerjakan.

Dia menjadi bosan dengan keadaan ini. "Tak ada lagi hal yang bisa dikejar," katanya pada saya.
Lalu dia putuskan untuk mencoba bidang bisnis. Sebelumnya dia tidak pernah berbisnis. Dia
hanya mengetahui hal ilmu pengetahuan. Dia berkata, "Mengapa tidak mencoba bidang yang
baru, tantangan yang baru? Aku butuh tantangan. Aku butuh sesuatu yang bisa membuatku
tertarik dengan kehidupan ini. Sekadar menjadi seorang profesor sudah tidak menarik lagi.
Mengerjakan riset-riset di sini sudah tidak menantang lagi." Maka dia masuk ke dunia bisnis.
Wah! Ternyata dia sangat berbakat bisnis! Di dalam waktu singkat, dia sudah menguasai seluk
beluk bisnis tersebut. Sewaktu saya bercakap-cakap dengannya di Hong Kong, dia sudah
menjadi General Manager di perusahaan tersebut.

Lalu saya bertanya, "Nah, apa tujuanmu sekarang ini?"

Katanya, "Yah, aku mulai tidak tertarik dengan bisnis ini. Uang - aku tidak terlalu
membutuhkannya; semua yang kuinginkan sudah kudapatkan. Dan sekarang ini setelah aku
menguasai seluk beluk bisnis ini, sepertinya tidak ada tantangan lagi di sini. Semuanya menjadi
perkara rutin saja. Dan jika sesuatu hal sudah menjadi rutinitas, setiap hari engkau akan
menghadapi hal yang sama saja, menghadapi urusan yang sama terus. Setiap hari begitu-begitu
terus!"

Jadi tahun yang pertama, keadaannya cukup menantang. Tahun yang kedua tidak begitu buruk.
Pada tahun yang ketiga, dia sudah tidak tertarik lagi. Jika yang diinginkannya adalah uang, maka
dia sudah memilikinya. Jadi, uang tidak bisa menjadi pemicu semangatnya lagi. Jika yang
dikejarnya dalah kedudukan, dia sudah mencapai posisi puncak - jadi tidak ada daya tarik lagi.

Lalu saya berkata, "Sekarang kamu sudah menjelajahi dunia ilmu pengetahuan dan dunia bisnis,
lalu apa sasaranmu selanjutnya?"

Dia berkata, "Aku tidak tahu mau kemana. Mungkin nanti aku mau mencoba bidang
pemerintahan."

Tapi dia lalu mulai menyadari bahwa jalan manapun yang dia tempuh, semua tidak ada bedanya.
Jika Anda sudah berada di puncak, tampaknya tak ada lagi tempat lain yang bisa dituju. Lalu,
apa itu 'tujuan' (atau kehampaan tujuan) di kalangan orang non-Kristen?
3
Nah, teman saya ini seorang non-Kristen, dan kehidupan pribadinya sangat menyedihkan.
Sukses dalam hal karir dan kekayaan tetapi gagal total dalam kehidupan pribadi - hal yang
seringkali terjadi. Suaminya adalah seorang ilmuwan, yang juga seorang profesor di Amerika.
Mereka telah bercerai setelah memiliki dua orang anak. Setiap kali dia membicarakan hal itu,
Anda bisa melihat kedukaan di wajahnya. Sekalipun ia seorang yang memiliki kemampuan besar
tetapi hubungan antar manusia bukanlah masalah kemampuan. Malahan, orang-orang yang
berbakat seringkali merupakan orang-orang yang sangat susah bergaul. Mereka sangat
individualistis, egois dan sangat keras kepala; dan akibatnya hubungan-hubungan pribadi mereka
berantakan. Perkawinannya sudah lama ambruk. Kehidupannya terasa hampa.

Dan dia menanyakan saya tentang hal menjadi orang Kristen. "Urusan apa saja yang terlibat di
dalamnya?" Dan dia sangat tertarik. Dia mulai menyadari bahwa dunia tidak sanggup lagi
menawarkan sesuatu kepadanya. Hal-hal yang pernah memikat hatinya di masa kuliahnya dulu,
sekarang sudah tidak menarik lagi. Semua sudah menjadi hal yang rutin sekarang - hal-hal
sepele. Tak ada lagi tantangan yang bisa menarik perhatiannya. Hidupnya sudah kehabisan
tantangan. Dan di atas semua itu, kehancuran keluarga telah mengganggu perasaannya. Dia
menyadari bahwa mestinya ada sesuatu yang bisa dijadikan tujuan; ada sesuatu yang lebih di
dalam hidup ini!

Saat Anda tidak memiliki uang, maka uang menjadi tujuan yang sangat penting, bukankah
begitu? Namun ketika Anda memiliki uang, Anda lalu bertanya-tanya, "Tujuan apa ini? Tidak
menarik lagi."

Saya teringat dengan seorang teman yang lain. Masalahnya sama juga. Dia sangat tergila-gila
pada kamera. "Oh! Itu Nikon! Saya sangat menyukainya." Setelah itu, "Pentax! Sekarang saya
mau mendapatkan Pentax!" demikianlah seterusnya. Ia memiliki begitu banyak kamera. Saya
bertanya-tanya, "Baiklah, fotografi memang bagus. Namun mengapa begitu bernafsu hanya
untuk bisa mendapatkan beberapa gambar?" Dia seharusnya menyelesaikan pendidikan
hukumnya, tetapi dia justru keluyuran dengan kameranya. Akan tetapi, ketika saya bertemu lagi
dengannya, sungguh mengejutkan! Dia bahkan tidak mau lagi berbicara tentang kamera!
"Mainan" kecil ini, perkara ini, yang pernah begitu memikat hatinya... yah, dia sudah benar-
benar tidak tertarik lagi. Sudah berlalu!

Pernah sekali, uang juga sangat memikat hatinya. Namun ketika saya bertemu dengannya lagi,
dia sudah menjadi seorang miliarder. Jadi saat itu dia sudah tidak terlalu berminat dengan uang
juga. Dengan uang yang sebanyak itu dan tidak adanya keperluan untuk membelanjakan uang
membeli kamera, (hal yang sangat mampu dia lakukan, tetapi sudah tidak diminatinya lagi!); dan
dia juga tidak gemar berkendaraan, jadi dia juga tidak berminat dengan mobil-mobil mewah. Dia
tidak tertarik dengan mobil-mobil. Dia tidak tertarik dengan hal-hal seperti itu! Jadi, seperti yang
dikatakannya kepada saya, dia tidak tahu harus berbuat apa dengan uangnya.

"Aku tak tahu harus berbuat apa dengan uangku! Apakah kamu membutuhkan uang? Bolehkah
aku membelikan sebuah gereja untukmu? Ya, ya, aku bisa membelikan gedung gereja buatmu."

Saya menjawab, "Tidak, terima kasih."

Dia berkata, "Bagaimana dengan seperempat juta dolar? Dengan itu kamu bisa membeli gedung
gereja yang bagus."

Saya menjawab, "Tidak, terima kasih. Simpan saja uangmu."


4
Saya tidak mau dia sampai berpikir bahwa dia bisa membeli tempat di surga dengan cara
membelikan gedung gereja. Jadi saya katakan, "Tidak. Saya tidak mau. Simpan saja uangmu
itu." Dia tidak tahu harus berbuat apa dengan uangnya! Sungguh aneh!

Pernahkah Anda bertemu dengan orang yang begitu jemu dengan hidupnya, mereka tidak bisa
mendapatkan tujuan? Dan kawan ini seharusnya adalah seorang Kristen. Saya katakan
seharusnya karena saya ragu apakah dia benar-benar mengerti tentang hal menjadi seorang
Kristen.

 Banyak orang Kristen yang juga tidak punya tujuan rohani dalam hidupnya

Akan tetapi sangatlah menyedihkan melihat orang-orang Kristen yang tampaknya tahu apa
artinya menjadi orang Kristen dan sepertinya sudah mempersembahkan seluruh hidupnya bagi
Tuhan tetapi mereka juga ternyata tidak tahu arah tujuan hidup mereka.

Saya bertanya pada mereka, "Apa yang akan kau kerjakan?"

"Tidak tahu."

"Apakah tujuan hidupmu?"

"Tidak tahu. Terserah pada Tuhan saja"

Memang kita harus berserah kepada Tuhan dalam hal perinciannya, namun apakah Anda sama
sekali tidak memiliki tujuan yang umum? Maksud saya, apa gunanya berserah kepada Tuhan
jika Anda tidak tahu sama sekali arah tujuan utamanya, atau apa tujuan terpenting dalam hidup
Anda? Apakah Anda sudah memiliki tujuan itu dengan jelas di dalam benak Anda?

Dan karena itu, banyak orang Kristen juga, karena tidak punya arah tujuan rohani yang jelas,
akhirnya mengejar hal-hal yang sama dengan yang dikejar oleh orang-orang non-Kristen,
melakukan kesalahan yang sama, tidak sadar bahwa dunia tidak akan pernah mampu memberi
kepuasan pada diri mereka. Lalu mereka mengejar uang; mengejar status; mengejar keduniawian
- sama saja! Tak ada bedanya dengan orang non-Kristen! Tak heran jika dunia tidak terkesan
pada Injil.

 Arah dalam Injil Matius

Mari kita lihat sekilas di dua ayat pertama di Matius 26.

Matius 26:1 Setelah Yesus selesai dengan segala pengajaran-Nya itu, berkatalah Ia kepada
murid-murid-Nya: 2 "Kamu tahu, bahwa dua hari lagi akan dirayakan Paskah, maka Anak
Manusia akan diserahkan untuk disalibkan."

"Setelah Yesus selesai dengan segala pengajaran-Nya itu..." - itu adalah rumusan baku dalam
Matius di dalam menutup setiap bagian dari pengajaran Yesus. Terdapat semacam struktur dan
urutan yang khusus di dalam Injil Matius. Bahkan di dalam menuliskan Injil, Matius tahu persis
arah yang akan diambilnya dan hal apa yang akan disampaikannya. Dia tidak menulis secara
acak. Matius memakai struktur yang khusus di mana ia mengelompokkan pengajaran Yesus
kepada lima bagian. Dan masing-masing dari kelima itu diakhiri dengan ungkapan, 'Setelah
Yesus selesai dengan segala pengajaran-Nya itu...' Jadi ini adalah kali kelima Matius memakai
rumusan tersebut.
5
Sebelumnya rumusan ini sudah muncul sebanyak empat kali - di dalam Mat 7:28 (kemunculan
yang pertama) di mana dia menutup bagian Khotbah di atas Bukit; Mat 11:1; Mat 13:53; dan
kemudian di dalam Mat 19:1; dan sekarang kita sampai pada Mat 26:1 - kelima bagian itu
menunjukkan rancangannya di dalam Injil, yaitu pola lima bagian pengajaran Yesus. Dan
banyak cendekiawan yang memandang pola ini sebagai rancangan yang disengaja, atau
dipolakan - disebut sebagai pola Matius - dan membandingkannya dengan kelima kitab Musa,
yaitu, dari Kejadian sampai Ulangan. Matius ingin mengungkapkan bahwa ini adalah hukum
Perjanjian Baru. Sama halnya dengan kelima kitab Musa yang menjadi hukum dalam Perjanjian
Lama, demikian pulalah, kelima bagian dari pengajaran Yesus merupakan landasan dari
Perjanjian Baru. Jadi, kita bisa melihat bahwa bahkan di dalam penulisan Injil, di bawah
pengilhaman dari Roh Allah, Matius memiliki rencana, rancangan dan arah.

 Yesus memiliki tujuan hidup yang jelas

Hal selanjutnya yang kita lihat di sini adalah bahwa Yesus berkata, "Kamu tahu, bahwa dua hari
lagi akan dirayakan Paskah, maka Anak Manusia akan diserahkan untuk disalibkan."
Bagaimana mereka bisa tahu? Yah, mereka tahu karena Yesus sudah dua kali memberitahu
sebelumnya bahwa Dia akan disalibkan. Sekali di dalam Mat 17:23, dan yang kedua di dalam
Mat 20:18 & 19. Jadi, ini adalah kali ketiga Dia memberitahu mereka bahwa Dia akan
disalibkan. Namun kali ini Dia memberitahu bahwa waktunya sudah tinggal dua hari lagi.

Saya selalu terpesona akan hal ini, Yesus memiliki tujuan dan arah yang jelas di hadapan-Nya -
Salib telah ditegakkan di hadapan-Nya. Dan Dia melangkah dengan pasti menuju salib itu.
Segenap hidup-Nya memiliki arah yang jelas. Dan arah itu adalah menuju ke kayu salib, dan
kepada penebusan umat manusia - penebusan bagi Anda dan bagi saya. Pandangan-Nya terarah
ke kayu salib. Dan segenap hidup-Nya digerakkan dengan pasti menuju ke arah ini. Dia
memiliki tujuan yang jelas; Dia tidak berputar-putar tanpa tahu harus menuju ke mana. Sejak
awal Dia sudah tahu akan menuju ke mana. Salib sudah terpampang jelas di hadapan-Nya.

Hal yang sangat mengejutkan adalah bahwa Dia menyatakan hal ini dengan ketenangan dan
tekad yang mantap. Tidak ada ketakutan bahwa dalam beberapa hari lagi Dia akan disalibkan
dan mati dengan mengerikan. Dia juga tidak menyampaikan hal ini secara berlebihan. Tidak ada
dramatisasi di sini. Dia berbicara dalam ketenangan yang anggun - ketenangan seseorang yang
tahu persis ke mana arah tujuan segenap hidupnya. Dan sekarang akhirnya, Dia mulai sampai
kepada tujuan-Nya. Tujuan itu akan tercapai hanya dalam hitungan hari saja. Semakin saya
renungkan hal ini, semakin maknanya mencengangkan saya. Saya melihat pola ini berlangsung
di sepanjang hidup-Nya. Dia bergerak dengan pemahaman yang jelas tentang arah tujuan-Nya.
Dia tahu persis ke mana Dia akan melangkah. Dan Dia melangkah maju di dalam suatu urut-
urutan kehidupan-Nya yang telah direncanakan.

Hal ini segera menjadi suatu poin yang jelas bagi saya. Bagaimana bisa kita menjadi murid-Nya
kalau kita tidak mengarah ke tujuan yang sama dengan-Nya? Seorang murid, sesuai dengan
definisinya, adalah seseorang yang mengikuti jejak gurunya. Nah, Guru kita tahu ke mana Dia
akan melangkah. Masalahnya tahukah kita ke mana kita akan melangkah? Apakah hidup kita
menunjukkan kepastian? Apakah kita memiliki arah tujuan yang jelas dan teguh? Tahukah kita
ke mana dan bagaimana kita harus melangkah!

Rasul Paulus juga memberikan kita pesan yang sama. Dia tahu persis akan menuju ke mana.
"Berlari-lari kepada tujuan." Anehnya saya kerap kali mendengar orang Kristen yang mengutip
ayat ini. Namun ketika saya tanyakan, "Apa itu tujuannya?" seringkali saya tidak mendapatkan
jawabannya. Ke arah mana Anda akan berlari-lari mengejar tujuan? Bagaimana Anda bisa
melangkah kalau Anda bahkan tidak tahu arah tujuan Anda? Bagaimana Anda akan melangkah
jika Anda tidak tahu di mana tujuan itu berada?
6
Dari awal kita sudah melihat adanya kejelasan maksud dan arah tujuan di dalam diri Yesus.
Pernyataan pertama dari Yesus, tentu saja, adalah pernyataan yang dibuat-Nya saat berusia dua
belas tahun di Lukas 2.49. Bahkan di usia semuda itu, kejelasan arah tujuan-Nya sudah terlihat.
Anda tentu ingat bahwa Yesus serta keluarganya pergi ke Yerusalem dan ketika pulang ke
kampung Yesus tidak ditemukan di antara rombongan; keluarganya mencari ke berbagai tempat
dan tidak berhasil menemukan-Nya. Dan akhirnya dimanakah mereka menemukan-Nya? Mereka
menemukan Dia di dalam Bait Allah.

Lukas 2:49 Jawab-Nya kepada mereka: "Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu,
bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?"

Di sini kita mendapati bagian yang diterjemahkan sebagai 'di dalam rumah Bapa-Ku.' Ini
sebenarnya sudah merupakan tafsiran, walaupun memang tidak terlalu jauh dari arti harfiahnya.
Di dalam bahasa Yunaninya tidak terdapat kata 'rumah' dan juga ada kata berbentuk jamak yang
tidak ditemukan di dalam terjemahannya. Mungkin akan lebih baik jika kalimat ini
diterjemahkan sebagai, "Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus terlibat di dalam perkara-
perkara Bapa-Ku?" Terjemahan ini tentunya terlalu harfiah. Salah satu dari berbagai perkara
yang berkaitan dengan Bapa, tentu saja, adalah Bait Allah. Itu adalah rumah-Nya. Di dalam
pengertian tersebut, terjemahan baku memang tidak salah. Namun terjemahan baku tersebut
terlampau mempersempit cakupannya karena Yesus sedang berbicara tentang 'perkara-perkara
Bapa', termasuk Bait Allah itu.

Dari sini kita tahu bahwa bahkan sejak usia dua belas, Dia sudah sibuk dengan perkara-perkara
Allah. Perkara-perkara dari Allah adalah hal-hal yang menyita pikiran-Nya walaupun pada usia
semuda itu. Jadi jika Anda sekarang berusia sebelas atau dua belas tahun, Anda tidak perlu
merasa terlalu muda untuk memusatkan perhatian Anda kepada perkara-perkara dari Allah,
seperti yang pernah dilakukan oleh Yesus. Benak-Nya dipenuhi oleh perkara-perkara dari Allah.

Pernyataan terakhir-Nya juga memperlihatkan arah tujuan yang teguh sampai pada akhirnya.
Pernyataan terakhir-Nya yang tercatat sebelum Dia meninggal ada di dalam Yohanes 19:30. Ini
adalah pernyataan yang terkenal dari Yesus: "Sudah selesai [It is finished]." Dapatkah Anda
memahaminya? Artinya sudah genap. Hal itu sudah terlaksana. Pernyataan-Nya yang terakhir itu
menegaskan suatu penyelesaian. Tahukah kita apa artinya? Hal apa yang sudah selesai? Apa
yang dimaksudkan oleh-Nya? It is finish - 'It' adalah misi-Nya. Tugas yang dikerjakan-Nya
dengan tekun di sepanjang hidup-Nya, dan sekarang Dia dapat berkata, di dalam napas-napas
terakhir-Nya, "Sudah selesai. Aku telah menyelesaikannya, sudah terlaksana." Dapatkah Anda
menangkap suatu keteguhan pencapaian tujuan oleh Yesus; bagaimana cara Dia memusatkan
pandangan-Nya kepada tugas tersebut? Dan kata-kata terakhir-Nya adalah, "Sudah terlaksana.
Misi telah dijalankan, (atau dengan kata lain), sudah genap!"

 Paulus tahu tujuan hidupnya

Kata-kata Yesus ini juga terlihat di dalam ucapan rasul Paulus ketika dia sendiri akan
menghadapi hukuman mati. Di 2 Tim 4:7, Paulus berkata, "Aku telah mengakhiri pertandingan
yang baik, aku telah mencapai garis akhir." Dia telah mencapai garis finish. Dia telah sampai di
garis akhir, dan dia telah menyelesaikan tugasnya - "Aku telah mengakhirinya." Dia tidak
berhenti di tengah jalan. Sampai pada akhirnya, tugas yang telah dipercayakan oleh Allah
kepadanya telah diselesaikan-Nya. Tahukah Anda tugas apa yang telah dipercayakan oleh Allah
kepada Anda? Jika tidak, bagaimana Anda bisa tahu apa yang harus diselesaikan? Berapa orang
Kristen yang bisa mati dengan keyakinan yang sama dengan rasul Paulus. "Aku telah
mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir."
7
Paulus tahu arah tujuannya. Itu sebabnya dia bisa mencapai garis akhir. Maksud saya, jika Anda
masuk ke universitas dan mengambil jurusan ini, kemudian Anda ganti jurusan lain dan
mengambil berbagai macam jurusan, lalu bagaimana Anda bisa menyelesaikan studi Anda jika
Anda bahkan tidak tahu apa yang mau Anda pelajari? Anda harus masuk ke dalam satu bidang
kajian dan bertahan di sana, maka Anda akan bisa melanjutkan sampai ke ujian akhir. Kemudian
Anda dapat berkata, "Aku telah menyelesaikannya." Tentunya harus ada jalur atau jurusan yang
harus ditempuh.

Nah, jika Anda berputar-putar tanpa arah di sepanjang hidup Anda, dan ketika Anda sedang
menghadapi ajal, bisakah Anda mengatakan, "Aku telah menyelesaikan tujuan hidupku"? Saat
itu, Anda mungkin masih menggaruk-garuk kepala dan bertanya-tanya, "Yah, sebenarnya apa
tujuan hidupku ini? Aku sudah menjelang garis akhir sekarang; hidupku akan berakhir, akan
tetapi apa sebenarnya tujuan hidupku?" Maksudnya, menyelesaikan hidup tidak sama dengan
menyelesaikan tujuan hidup! Apa itu tugas dan misi Anda?

** Kehidupan Kristen: memuliakan Allah **

Pemahaman tentang tujuan yang satu ini selalu terlihat di dalam ajaran Yesus. Yesus
menyampaikan doa terakhirnya di dalam Yoh 17:4. Dia mengatakan, "Aku telah
mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan
kepada-Ku untuk melakukannya." Dengan cara bagaimana Yesus memuliakan Allah? Dengan
jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya.

Pada saat itu, Dia telah menyelesaikan tugas-Nya yaitu meletakkan dasar bagi Jemaat-Nya. Dia
telah memperlengkapi murid-murid-Nya. Dan Dia melanjutkan doa-Nya dengan berkata, "Aku
berdoa bagi mereka, tetapi bukan hanya bagi mereka saja, melainkan bagi semua yang percaya
pada-Mu. Akan tetapi semua yang telah Kau percayakan pada-Ku, tak satupun yang hilang dari
tangan-Ku; Aku telah mempersiapkan mereka untuk mengerjakan tugas yang menanti mereka.
Aku telah menyelesaikan pekerjaan-Ku, Aku telah memuliakan namaMu." Apakah pekerjaan
Anda? Dapatkah Anda menyampaikan doa semacam itu di akhir hidup Anda? Dapatkah Anda
berkata, "Aku telah memuliakan nama-Mu di bumi; aku telah menyelesaikan tugasku - tugas
yang telah Kau berikan kepadaku"?

Pemahaman tentang arah dan tujuan ini dapat kita lihat di sepanjang hidup Yesus. Dan untuk
menunjukkan pada Anda bahwa hal tersebut tidak sekadar muncul di dalam satu atau dua
kesempatan saja, mari kita lihat contoh di dalam Yoh 8, di mana Yesus membuat pernyataan
yang sangat spesifik.

Yohanes 8:14 Jawab Yesus kepada mereka, kata-Nya: "Biarpun Aku bersaksi tentang diri-Ku
sendiri, namun kesaksian-Ku itu benar, sebab Aku tahu, dari mana Aku datang dan ke mana
Aku pergi. Tetapi kamu tidak tahu, dari mana Aku datang dan ke mana Aku pergi

"Aku tahu dari mana Aku datang dan Aku tahu ke mana Aku akan pergi. Kamu tidak tahu dari
mana Aku datang dan kamu tidak tahu ke mana Aku akan pergi, tetapi Aku tahu ke mana Aku
akan pergi." Waah! Berapa banyak dari antara Anda yang bisa berkata, "Aku tahu ke mana aku
akan pergi," dalam pengertian yang luas saja, tidak perlu yang spesifik?

Yesus terus menyatakan hal ini di dalam Yoh 12. Apakah tujuan hidup-Nya? Hal apakah yang
akan dijalankan-Nya di dalam hidup-Nya? Apakah misi-Nya? Sebelum itu Dia sudah membahas
tentang hal menyerahkan nyawa di ayat 23.

Yohanes 12:23 Tetapi Yesus menjawab mereka, kata-Nya: "Telah tiba saatnya Anak Manusia
dimuliakan."
8
Nah, jika Anda memahami Injil Yohanes, 'dimuliakan' berarti mati. Kita dimuliakan dalam
kematian kita. Begitulah cara unik Yohanes menyatakan hal ini. Saat dia berbicara tentang Anak
Manusia yang ditinggikan, maksudnya adalah 'dimuliakan'. Segenap arah tujuan hidup-Nya
adalah menuju pada saat ditinggikan di kayu salib.

** Kehidupan Kristen: memberi diri seutuhnya **

Lalu di ayat 24-25, Dia berkata:

Yohanes 12:24-25 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke
dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak
buah. Barangsiapa mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi barangsiapa
tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal.

Perhatikan hal ini baik-baik: ayat 24 ini, yang berbicara tentang biji gandum, yang menunjuk
kepada Yesus (ayat 23). Dan ayat itu juga menunjuk kepada kita (ayat 25). Ayat 24 ini adalah
ayat transisi. Hal yang berlaku atas Yesus juga berlaku atas kita! Dia adalah Biji Gandum, dan
kalau Dia tidak mati, seperti biji gandum lainnya, maka Dia akan tinggal sendiri! Namun jika Ia
mati, maka Ia akan menghasilkan banyak buah. Dan Yesus melanjutkan, "Hal yang sama
berlaku padamu. Jika kamu mempertahankan nyawamu, kamu sebenarnya sedang kehilangan
nyawamu. Tetapi jika kamu bersedia mati dan bersedia kehilangan nyawamu, sebenarnya kamu
sedang memeliharanya sampai ke hidup yang kekal.

Camkanlah hal ini baik-baik. Yesus adalah Benih yang pertama. Satu benih! Satu benih yang
terasing ketika Dia datang ke dunia! Dia jatuh ke tanah dan mati. Lalu apa yang tumbuh? Yang
dihasilkan adalah sekumpulan murid yang lahir baru. Sekelompok kecil saja! Satu benih yang
jatuh ke tanah akan menghasilkan setangkai gandum. Setangkai gandum mungkin berisi
tigapuluh, empatpuluh atau limapuluh biji gandum. Jadi, satu biji yang jatuh ke tanah itu bisa
menghasilkan tiga, empat atau limapuluh biji lainnya.

Nah, jika Anda ambil biji-biji gandum tersebut dan menaburkannya di tanah, maka Anda akan
memperoleh puluhan biji gandum lagi dari setiap benihnya. Itulah generasi berikut dari murid-
murid rohani. Demikianlah, dari sebiji gandum, Anda bisa menanam beberapa benih, dari dari
beberapa benih itu, Anda bisa menanami sejalur lahan. Dan dari sejalur lahan itu, Anda bisa
menanami seluruh ladang! Akan tetapi, di dalam setiap tahapannya, harus terjadi melalui
kematian dari yang satu - yaitu terjadi pemberian diri seutuhnya. Demikianlah Yesus
melanjutkan uraian-Nya dalam beberapa ayat itu, sampai dengan ayat 27.

Yohanes 12:27 "Sekarang jiwa-Ku terharu dan apakah yang akan Kukatakan? 'Bapa,
selamatkanlah Aku dari saat ini'? Tidak, Aku tidak akan mengatakan hal itu! Aku tidak akan
berkata, 'Bapa, selamatkanlah Aku dari saat ini.' Aku tidak akan berkata, 'Bapa, selamatkanlah
Aku dari penyaliban.' Tidak, sebab untuk itulah Aku datang ke dalam saat ini. Sebab untuk
itulah Aku datang ke dunia - untuk sampai ke saat ini. Segenap hidup-Ku tertuju ke arah ini,
terpusat pada salib. Aku tidak suka kematian. Aku jelas tidak suka disalibkan. Pikiran akan hal
itu memang mengganggu-Ku, tetapi Aku tidak akan berpaling dari tujuan itu; Aku tidak akan
berkata, 'Bapa, selamatkanlah Aku dari saat ini.' Aku akan berkata, 'Jika itu merupakan
kehendak-Mu, Tuhan, maka Aku akan melanjutkan ke kayu salib."

** Kehidupan Kristen: berjalan dalam terang **

Bisa Anda lihat di sini bahwa arah tujuan-Nya selalu terpampang jelas di hadapan-Nya. Dan kali
ini kita sudah sampai di pertengahan Injil Yohanes; kita masih jauh dari bagian akhirnya! Akan
tetapi kita dapat melihat kejelasan yang konstan dari arah tujuan yang dimiliki oleh Yesus. Dan
9
di sini Dia berkata kepada para murid-Nya, agak sedikit jauh di dalam ayat 35 dalam pasal yang
sama:

Yohanes 12:35 Kata Yesus kepada mereka: "Hanya sedikit waktu lagi terang ada di antara
kamu. Selama terang itu ada padamu, percayalah kepadanya, supaya kegelapan jangan
menguasai kamu; barangsiapa berjalan dalam kegelapan, ia tidak tahu ke mana ia pergi

Perhatikan kata-kata tersebut. Orang yang berjalan dalam kegelapan tidak tahu ke mana dia akan
menuju. Orang yang berjalan dalam kegelapan tidak memiliki pemahaman tentang arah tujuan.
Orang yang berjalan dalam kegelapan tidak memiliki petunjuk ke mana akan pergi! Apakah
Anda tahu ke mana Anda akan pergi? Apakah Anda berada di dalam terang atau gelap? Apakah
Anda memahami tentang arah tujuan Anda, arah tujuan rohani Anda? Jika tidak, seperti yang
dikatakan oleh Yesus, mungkin Anda sekarang ini sedang melangkah di dalam kegelapan. Anda
masih tidak tahu di mana Anda berada sekarang ini; Anda masih belum dibebaskan dari
belenggu dosa; Anda masih belum masuk ke dalam kebaruan hidup. Dan hal itu bisa dikatakan
terjadi pada kebanyakan orang yang menyebut dirinya Kristen. Ijinkan saya mengajukan
pertanyaan ini: Tahukah Anda ke mana Anda sedang melangkah? Apakah Anda benar-benar
tahu? Apakah Anda memiliki arah tujuan rohani?

** Kehidupan Kristen: membangun menara **

Mari kita lihat ajaran-Nya di dalam Lukas 14:28. Seperti apakah pandangan Yesus tentang
kehidupan Kristen itu? Bagaimana cara Dia menggambarkannya di dalam ayat ini? Ayat 27,
menyatakan hal yang sama persis dengan yang sudah kita baca di dalam Yoh 12 - "Barangsiapa
tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku. Jika engkau ingin
menjadi muridKu, pikullah salibmu, dan ikutlah Aku."

Dan Dia melanjutkan:

Lukas 14:28 Sebab siapakah di antara kamu yang kalau mau mendirikan sebuah menara tidak
duduk dahulu membuat anggaran biayanya, kalau-kalau cukup uangnya untuk menyelesaikan
pekerjaan itu?

Ayat 30 menyatakan hal yang sama:

Lukas 14:30 sambil berkata: Orang itu mulai mendirikan, tetapi ia tidak sanggup
menyelesaikannya.

Di dalam membangun menara atau membangun sebuah bangunan, Anda harus melakukan
beberapa hal. Anda harus menghitung anggaran biayanya. Namun untuk bisa menghitung
anggaran tersebut, Anda harus tahu bangunan macam apa yang akan Anda buat: seberapa tinggi
menara itu? Seberapa besar ukurannya? Apa saja peralatan yang akan dipasang di sana?
Bagaimana bentuknya? Bagaimana cara membangunnya? Berapa banyak pekerja yang
dibutuhkan? Bahan-bahan apa saja yang diperlukan? Ini adalah masalah perencanaan yang
rumit. Anda harus memiliki rencana proyek yang jelas. Anda tidak boleh sekadar berkata, "OK,
kita akan menumpukkan beberapa batu di sini, dan lihatlah, kita sudah memiliki menara."

Dan banyak orang yang menjalani kehidupan Kristennya persis seperti ini. Mereka berputar-
putar dan membayangkan bahwa dengan berjalan tanpa arah itu, pada akhirnya nanti - dengan
bantuan mukjizat mungkin, tiba-tiba akan terbangun sebuah menara di akhir hayat mereka.
Mungkin mereka sudah mengumpulkan beberapa batu. Akan tetapi menaranya tidak terbangun,
karena hidup mereka tidak diisi dengan rencana dan pola yang jelas. Mereka tidak akan dapat
berkata, "Aku telah mencapai garis akhir; aku telah menyelesaikan pekerjaanku."
10
** Kehidupan Kristen: Peperangan **

Yesus melanjutkan dengan berkata di bagian selanjutnya yang membandingkan kehidupan


Kristen dengan peperangan.

Lukas 14:31 Atau, raja manakah yang kalau mau pergi berperang melawan raja lain tidak
duduk dahulu untuk mempertimbangkan, apakah dengan sepuluh ribu orang ia sanggup
menghadapi lawan yang mendatanginya dengan dua puluh ribu orang?

Dengan perbandingan semacam itu, maka Anda harus merencanakan peperangan Anda secara
teliti. Mungkin Anda bisa bermain-main jika kekuatan pasukan Anda besarnya tiga atau empat
kali lipat kekuatan lawan. Akan tetapi jika kekuatan Anda lebih kecil dari lawan (perhatikan
bahwa Yesus dengan sengaja menetapkan perbandingan seperti ini), maka Anda harus
merencanakan peperangan Anda secara sangat hati-hati. Anda harus menyusun strategi dengan
jelas. Anda harus tahu persis apa yang akan Anda lakukan. Anda tidak boleh kehilangan prajurit
secara sia-sia karena Anda kalah jumlah.

Itulah fakta di dalam kehidupan rohani. Di dalam dunia ini, kita kalah jumlah. Kita kalah jumlah
karena musuh ada di dalam dan di luar kita. Dari dalam - itulah kelemahan dari kedagingan kita,
godaan-godaan yang secara konstan diajukan oleh dunia kepada kita. Dan dari luar, itulah segala
tekanan dalam kehidupan ini, yang datang melalui teman, keluarga dan bahkan melalui orang-
orang yang kita kasihi. Tekanan-tekanan tersebut membuat perimbangan kekuatan sangat tidak
sebanding dalam kehidupan Kristen.

Jadi Anda harus punya rencana peperangan yang jelas. Kehidupan Kristen harus dijalani dengan
ketepatan seperti yang dimiliki oleh jendral yang menjalankan rencana peperangannya. Tidak
boleh sekenanya saja. Tidak ada jendral yang bisa menang dengan sekadar berkata, "Baiklah,
musuh ada di tempat ini. Di mana kalian sekarang? Ayo kita serbu mereka. Mari. Tingkatkan
keberanian. Kita gempur mereka." Jika Anda berangkat perang dengan cara seperti itu, Anda
akan disapu sebelum Anda bisa berbuat banyak. Tak seorangpun yang pergi perang dengan cara
seperti ini bisa berharap akan bertahan.

Itulah hal yang menakutkan saya! Begitu banyak orang Kristen yang memasuki kehidupan
Kristen asal jalan saja. Dan mereka berharap untuk memperoleh kemenangan. Yah, tak heran
jika mereka dikalahkan terus setiap hari. Tak heran jika mereka jatuh bangun, dikalahkan setiap
hari di dalam kehidupan Kristen mereka. Mereka tidak punya rencana perang. Mereka tidak
punya disiplin dalam hidupnya. Sangat kacau! Pernahkah Anda melihat tentara yang bisa
memenangkan peperangan tanpa disiplin? Namun yang saya lihat adalah orang-orang Kristen
yang hidup tanpa disiplin, tak terkendali, penuh nafsu amarah dan liar. Tidak ada keteraturan. Itu
sebabnya Paulus berrkata, "Aku selalu mengendalikan diriku (dalam 1 Korintus 9:27), aku
mengarahkan diriku, aku mendisiplin diriku, karena sama halnya dengan seorang prajurit,
engkau tidak akan bisa memenangkan pertempuran dengan mengandalkan segerombolan orang
yang tak terkendali."

Tanpa disiplin, tak ada kemenangan

Hal yang sama berlaku bagi gereja zaman sekarang ini. Setiap kali kita berbicara tentang disiplin
di gereja, mereka mengeluh, "Terlalu keras!" Bagaimana mungkin seorang raja maju perang?
Bagaimana mungkin gereja bisa memenangkan peperangan rohani jika kita semua tidak
berhikmat dan sentimental? Setiap perwira, setiap jendral yang baik, tahu bahwa yang penting
itu bukan sekadar kepentingan individu saja. Ada perang yang harus kita jalani. Jika lalai maka
seluruh pasukan akan mengalami kekalahan.
11
Setiap jendral yang baik pasti sangat mengasihi prajuritnya. Namun ada saatnya di mana dia
harus memerintahkan hukuman mati bagi salah satu anggota pasukannya. Hal itu tentu saja
sangat menyedihkan hatinya. Saya pernah melihat sendiri, saat seorang jendral memerintahkan
pasukannya untuk menembak, lalu ia berpaling dan menangisi prajurit yang dihukum mati itu.
Anda yang pernah membaca sejarah China akan tahu bahwa ada kalanya para jendral-jendral
yang hebat itu harus menjalankan hal yang sangat tidak mengenakkan hati ini karena taruhannya
adalah keselamatan segenap pasukan.

Nah, poin yang akan kita lihat di sini adalah: Gereja, seperti yang ada sekarang ini, seringkali
tidak memiliki disiplin, tidak ada keteraturan. Tak heran jika gereja tidak mampu maju
berperang dan menang! Sungguh kacau. Hanya berupa sekumpulan orang yang datang untuk
acara perkumpulan sosial. Kita bukan pasukan di bawah komando Tuhan. Kita hanya sekadar
sgerombolan orang yang berkumpul untuk meneriakkan beberapa slogan. Kita tidak bisa
merampungkan apapun dengan cara seperti ini.

Itu sebabnya, gereja dan setiap individu di dalamnya tidak memiliki pengertian tentang arah
tujuan. Dan tentu saja, jika setiap individu di dalam gereja tidak mengerti arah tujuan, akankah
gereja memiliki pengertian tentang arah tujuan? Ke manakah arah tujuan yang mau dikejar oleh
gereja? Gereja juga tidak tahu. Ia tidak tahu apa yang harus dikerjakan. Rata-rata pendeta, saya
sampaikan sejujurnya, tidak punya petunjuk (selain berusaha menambah jumlah jemaatnya,
menyelenggarakan acara ini dan itu) tentang apakah tujuan gereja di dunia ini. Pekerjaan apakah
yang harus diselesaikannya? Apakah tugasnya? Ia tidak tahu! Selama dia masih bisa
menyampaikan laporan ke kantor pusatnya dan berkata, "Tahun ini jemaat saya bertambah 15%.
Jumlah persembahannya meningkat 20%." Oh, tepuk tangan! Penjual yang terampil! Uangnya
bertambah sampai 20%. Mungkin dia juga perlu melaporkan bahwa gajinya ikut meningkat
sebanyak 20%, seiring dengan naiknya uang persembahan.

"Pendeta yang sukses! Orang yang baik! Lain kali kami bisa menunjuk Anda sebagai penyelia
untuk seluruh kalangan jemaat karena Anda sangat handal dalam menaikkan pemasukan dan
membangun gedung. Bagus sekali."

Apakah tujuan utamanya, apakah hal yang seharusnya dikerjakan oleh gereja secara rohani di
dunia ini?

"Oh! Secara rohani? Saya rasa, emm...yah, kita menginjil. Kita menginjil..."

Dan apa maksudnya menginjil itu?

"Yah, menginjil berarti Anda cukup mengangkat tangan Anda dan mengaku percaya kepada
Yesus, dan cukup sudah. Lalu Anda dibaptis dan masuk ke dalam jemaat, dan kami bisa
melupakan Anda setelah itu."

Bukan begitu caranya membangun gereja. Apa misinya? Apakah orang ini - orang yang dibaptis
ini - tahu ke mana dia harus menuju? Tahukah dia tentang hal apa yang harus dia kerjakan? Dia
tidak tahu apa-apa. Dia dibaptis, akan tetapi dia tidak tahu harus menuju ke mana setelah itu.
Lalu dia mulai mengalami penurunan; karena jika Anda tidak tahu harus pergi ke mana, maka
Anda akan masuk ke jalur yang salah, sebagaimana hal yang sering terjadi. Ini sudah terjadi
berulang-ulang.
12
** Kehidupan Kristen: Komitmen total **

Lalu Yesus menutup bagian di Lukas 14 ini dengan kalimat berikut:

Lukas 14:33 Demikian pulalah tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya
dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku

Tuntutan Yesus tidak kurang dari apa yang kita sebut sebagai "komitmen total". "Tiap-tiap
orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi
murid-Ku." Mengapa? Bukankah kita baru saja membicarakan tentang peperangan! Apakah
orang yang ingin menjadi prajurit yang baik akan berkata, "Tidak, tidak, aku akan berperang,
tetapi aku tidak mau mati"? Anda berada di tempat yang salah, sobat! Prajurit harus siap mati.
Jika Anda tidak rela mati, jangan turut berperang. Pergi saja ke tempat yang lain."

Anda tidak mampu menyelesaikan menara itu karena Anda tidak masuk secara total dalam tugas
penyelesaiannya, dalam pengerahan segenap sumber daya Anda dan segenap milik Anda untuk
itu. Yesus memulai dengan pernyataan ini, dan Dia mengakhirinya dengan pernyataan ini juga.
Dia memulai dengan pernyataan di ayat 27, "Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut
Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku". Dan Dia mengakhiri dengan pernyataan, "Yang tidak
melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku..." Waah! Pernyataan
yang sangat mencengangkan!

Banyak orang yang berkata kepada saya, [bahkan] pendeta juga berkata, "Anda tak boleh
berkhotbah seperti itu! Tidak, tidak. Anda tak boleh berkhotbah seperti itu di dalam gereja.
Harga dari pemuridan itu terlalu tinggi, jika Anda menetapkan harganya seperti itu, dan dengan
harga yang semahal itu, tak akan ada orang yang mau membelinya. Jika Anda ingin menjual
Injil, potonglah harganya - pangkaslah harganya, berikan diskon 50%. Yesus berkata bahwa
engkau harus melepaskan semuanya, tetapi kita menyampaikan tawaran yang lebih baik, tidak
perlu melepaskan semuanya. Bahkan mungkin separuhpun tidak perlu. Malahan, engkau tidak
perlu melepaskan apapun. Anugerah! Waah! Yesus berkata, "Lepaskan semuanya.' Tapi kita
berkata, 'Kamu boleh menerimanya secara gratis.'"

Apakah kita berkomitmen pada arah tujuan hidup yang sama dengan Kristus?

Tidak heran jika kita tidak punya pemahaman tentang arah tujuan! Perhatikan, saudara-saudariku
terkasih, kata-kata-Nya di ayat yang kita baca tadi adalah arah tujuan kita. Jika Anda buang
kalimat tersebut, maka Anda tidak memiliki arah tujuan lagi. Itulah arah tujuan-Nya. Dapatkah
Anda melihatnya? Apakah arah tujuan-Nya? Dia sudah mengatakannya, "Pikullah salibmu dan
ikutlah Aku. Aku pergi ke sini, dan kamu akan mengikut Aku. Arah tujuan-Ku, dengan kata lain,
juga merupakan arah tujuan-mu."

Nah, kita sudah melihat apa yang menjadi arah tujuan bagi Yesus. Tujuan dalam hidup-Nya,
mulai dari awal sampai akhir, adalah menyerahkan nyawa-Nya bagi penebusan, bagi
keselamatan umat manusia. Dan kita ini buta kalau tidak bisa melihat apa yang Dia sampaikan di
sini. Dia berkata, "Itulah tujuan hidup-Ku, dan itu juga yang harus menjadi tujuan hidup-mu jika
kamu ingin menjadi murid-Ku."

Ini adalah kekristenan yang berbeda dengan yang saya dengarkan di zaman sekarang.
Kekristenan zaman sekarang adalah, "Datang dan nikmati hadiah gratis - ini adalah hadiah
Natal." Seperti di sekolah minggu. Mereka tidak perlu membawa apapun, dan para guru di
sekolah minggu itu sungguh baik hati. Mereka mempersiapkan hadiah-hadiah cantik buat anak-
anak. Anak-anak itu tidak perlu membawa apa-apa, dan mereka pulang membawa hadiah. Anak
saya mendapatkan hadiah baju sweater yang indah dan dia memakainya dengan bangga kemarin.
13
Dia tidak harus membawa sesuatu apapun dan dia mendapatkan hadiah itu. Sungguh baik hati.
Mungkin kehidupan Kristen sama dengan itu! Beberapa orang berpikir, "Aku tinggal datang saja
dan menerima hadiahnya. Para pendeta dan pengkhotbah selalu berkata, 'Yang perlu kau lakukan
adalah merentangkan tanganmu, dan engkau akan menerima hadiahmu.'" Bagus, bagus sekali!
Saya tidak keberatan dengan hadiah gratis; saya juga suka dengan hadiah gratis. Nah, siapa yang
tidak suka hadiah gratis?

Akan tetapi masalahnya adalah jika Anda berkhotbah seperti itu, maka Anda tidak
melakukannya seperti cara Yesus melakukannya. Anda tidak akan memiliki rasa punya tujuan
karena arah tujuan itu justru terletak di dalam kalimat tersebut: 'Tujuan hidup-Ku adalah untuk
hidup dan mati bagi penebusan umat manusia.' Hal itu harus menjadi tujuan hidup Anda juga,
sobat. Itulah hal yang dikatakan oleh Tuhan: "Nah, jika engkau tidak memiliki tujuan tersebut di
dalam hidup-mu, maka kamu bukanlah murid-Ku, kamu tidak bisa menjadi murid-Ku."

Nah, kita sering menyanyikan lagu tentang hal menjadi serupa dengan Kristus. Kita telah
berbciara tentang hal menjadi serupa dengan Kristus. Ijinkan saya bertanya: bagaimana Anda,
dan saya, menjadi serupa dengan Kristus, jika kita bahkan tidak memiliki tujuan hidup yang
sama dengan Dia? Bagaimana saya bisa menjadi serupa dengan Dia? Satu-satunya jalan agar
saya bisa menjadi serupa dengan Dia adalah dengan berpikir seperti Dia; dan satu-satunya jalan
saya bisa berpikir seperti Dia adalah dengan mengikuti jejak langkah-Nya, yaitu dengan
melakukan dan menghargai hal yang sama dengan-Nya.

 Tujuan kita: hidup bagi keselamatan orang lain

Saudara-saudariku, disampaikan dengan cara sederhana: Anda dan saya dipanggil untuk misi
dan tugas ini, bukan sekadar untuk diselamatkan, melainkan kita sendiri menjalani hidup demi
keselamatan orang lain. Ini harus dijadikan tujuan. Dan tujuan ini bukanlah suatu pilihan!
Maaf, ajaran Tuhan mengenai hal ini memang tidak memberi pilihan. Anda bukanlah seorang
murid, atau Anda bukanlah seorang Kristen, menurut definisi Tuhan, jika hal ini belum menjadi
tujuan hidup Anda: Yaitu mulai titik ini, Anda menjalani hidup demi keselamatan orang lain,
Anda hidup demi keselamatan umat manusia. Jika Anda melakukannya, maka berarti Anda telah
memikul salib dan mengikut jejak Yesus. Mulai saat ini, Anda tidak hidup bagi diri Anda sendiri
lagi. Anda hidup demi keselamatan saudara Anda, demi keselamatan orang ini dan itu. Segenap
hidup ini Anda jalani bagi orang lain. Jika Anda tidak menyukai hal ini, Anda tidak menyukai
cara hidup seperti ini, maka lupakan saja urusan menjadi orang Kristen. Saya berbicara kepada
Anda seterang dan segamblang ucapan Yesus, karena memang itulah yang dikatakan oleh Yesus.
Hal itu bukan perkataan pribadi saya. Itulah yang dikatakan oleh Yesus: "Kecuali jika kau pikul
salibmu, jika kau lepaskan segalanya demi kepentingan orang lain, kamu tidak bisa menjadi
murid-Ku. Jangan menyebut diri-mu Kristen."

Di dalam Alkitab, seorang murid dan seorang Kristen itu sama saja; keduanya tidak menjelaskan
hal yang berbeda. Seorang murid adalah seorang Kristen. Dan orang Kristen adalah sebutan lain
dari murid; bukannya dua tingkatan sebagaimana yang sering disalah-mengerti oleh banyak
orang - bahwa Anda berada di tingkatan yang lebih rendah sebagai orang Kristen dan masuk ke
tingkatan yang lebih tinggi sebagai seorang murid. Yah, Anda bisa menciptakan doktrin Anda
sendiri, tetapi itu tidak ada di dalam Alkitab. Alkitab memberitahu kita bahwa Kristen adalah
sekadar nama lain dari murid.

Dan Anda tidak bisa menjadi seorang murid kecuali jika Anda memiliki tujuan hidup yang sama
dengan Yesus. Jika Anda tidak suka tujuan hidup tersebut, lupakanlah hal menjadi seorang
Kristen, karena Anda tidak tahu apa arti menjadi seorang Kristen! Anda tidak siap untuk
mengarah ke tujuan yang sama. Dan sekalipun Anda menyebut diri Anda Kristen, maka yang
terjadi pada Anda adalah bahwa Anda akan berjalan dalam kegelapan, tidak tahu harus
14
melangkah ke mana, membenturkan kepala ke tembok rohani yang ini dan yang itu, dan dengan
semangat yang patah Anda berkata, "Mengapa Allah tidak mendengarkan saya? Mengapa ketika
saya berdoa, Dia tidak mau mendengarkan saya?" Tentu saja, Dia tidak akan mendengarkan
Anda, karena Anda belum memenuhi syarat sebagai seorang murid! Satu-satunya hal yang bisa
Anda minta dari-Nya adalah untuk mengubah segenap arah tujuan hidup Anda, untuk
mengijinkan Anda menjadi seorang murid. Selanjutnya, pengalaman doa Anda akan menjadi
sangat berbeda!

Perhatikan keyakinan di dalam kata-kata Yesus dalam Yohanes 11. Dia berkata, "Bapa, Aku
tahu bahwa Engkau selalu mendengarkan Aku," di saat Dia akan membangkitkan Lazarus dari
kematian. Dia tahu bahwa Bapa-Nya selalu mendengarkan-Nya. Punyakah Anda keyakinan itu?

Saya benar-benar yakin bahwa Tuhan akan mendengar, Dia akan mengabulkan. Luar biasa! Dan
keyakinan ini bukan kepada diri saya. Melainkan kepada Dia, karena dengan kasih karunia-Nya,
saya bisa memiliki arah tujuan yang sama dengan Yesus. Keyakinan ini bukanlah sesuatu yang
alami. Secara alami, saya adalah seorang yang sangat egois - mementingkan diri sendiri, sama
seperti orang lain, mungkin bahkan lebih buruk daripada orang lain. Akan tetapi Yesus telah
mengubah arah tujuan hidup saya. Dan Dia masih bekerja mengubahnya, karena saya masih jauh
dari sempurna. Seperti yang dikatakan oleh rasul Paulus, "Bukan karena aku telah mencapai
kesempurnaan itu, tetapi aku terus berlari-lari mencapai tujuan. Dan tujuan itu adalah
menyerahkan nyawa bagi orang lain."

Saudaraku, Anda hanya bisa mengaku diri sebagai orang Kristen jika Anda memiliki tujuan
hidup yang sama dengan Yesus; seperti yang telah dilakukan oleh rasul Paulus. Dia berkata di
dalam Timotius, "Aku menanggung segalanya bagi orang-orang yang telah terpilih. Aku hidup
bagi orang-orang yang terpilih. Aku mati bagi orang-orang yang terpilih." Dan kita harus
bersedia untuk dicurahkan sebagai korban persembahan bagi yang lain, mengikuti jejak langkah
Yesus. Seperti yang dikatakan oleh Paulus, "Aku meniru (atau meneladani) Kristus, dan kamu
tirulah aku sebagaimana aku telah meniru Kristus." Kita semua berangkat menuju ke arah yang
sama. Kita semua memikul salib kita.Kita semua akan menyerahkan nyawa kita bagi para
saudara kita.

Kehidupan Kristen diawali dengan penyerahan hidup Anda. Apa yang harus Anda lakukan di
waktu Anda dibaptis? Saat di baptis, Anda mati, hal inilah terjadi saat Anda dibaptis jika Anda
tahu apa yang Anda lakukan. Jika pendeta Anda tidak pernah memberitahu Anda apa yang
terjadi saat Anda dibaptis, kiranya Allah berbelas kasihan padanya, karena dia harus
mempertanggungjawabkan banyak hal. Saat dibaptis, Anda mati. Anda mati dalam artikata Anda
melepaskan cara hidup lama Anda, atau kelakuan lama Anda. Anda melakukan hal yang sama
seperti yang dikatakan oleh Yesus di dalam Lukas 14:33 ini. Anda telah melepaskan cara hidup
lama Anda. Anda telah melepaskan dosa-dosa Anda. Anda telah melepaskan ambisi-ambisi
egois Anda. Itu sebabnya Anda dibaptis. Baptisan menegaskan bahwa Anda telah berhenti dari
cara hidup yang lama. Sekarang Anda memiliki tujuan hidup yang sama dengan Yesus.

Gereja: Sarana pilihan Allah bagi keselamatan umat manusia

Setiap orang Kristen sejati memiliki arah tujuan yang jelas ini di dalam benaknya: Pembangunan
jemaat Kristus - membangun jemaat sebagai alat yang dipakai oleh Allah bagi keselamatan umat
manusia. Gereja adalah alat pilihan Allah untuk menyelamatkan umat manusia. Dengan
demikian jika saya ingin menjalani hidup dan mati saya bagi keselamatan umat manusia, saya
harus memulai dari titik di mana Allah memulai. Yaitu dengan gereja-Nya! Gereja adalah
instrumen, alat, menara jaga, bait tempat orang-orang datang dan diselamatkan, tempat di mana
mereka bisa menyembah Allah, tempat untuk bersekutu dengan Allah. Kita diperintahkan untuk
membangun bait Allah. Di dalam 1 Kor 3:10 dan selanjutnya, Paulus menyebut dirinya sebagai
15
seorang tukang bangunan. Lalu dia melanjutkan, "Setiap orang dari kalian juga akan terlibat di
dalam tugas membangun ini." Membangun apa? Membangun bait Allah. Di dalam ayat
sebelumnya, yaitu ayat 9, dia berbicara tentang bangunan Allah; dan di dalam ayat 16 & 17 dst.,
dia berbicara tentang bait Allah. Dan bagian tentang pembangunan tersebut disisipkan di antara
dua pernyataan tentang pembangunan bait.

Dan dia berkata, "Aku membangun bait Allah, dan kamu - setiap orang dari kamu - harus ikut
membangun. Ada yang membangun dengan jerami, ada yang dengan kayu, dan ada yang dengan
batu permata - yang jelas kamu harus ikut membangun. Kamu harus membangun bait Allah."
Cukup aneh, kebanyakan penafsir secara individualistis menekankan bahwa pembangunan
tersebut adalah pembangunan diri seseorang menurut suatu pemahaman rohani. Mungkin
maksudnya berarti membangun diri Anda menjadi orang yang lebih ramah, lebih rohani dalam
satu atau lain hal.

Akan tetapi saya ingin menyampaikan bahwa Anda tidak akan bisa menjadi lebih rohani, Anda
tidak akan bisa menjadi serupa dengan Krsitus sebelum Anda memiliki pikiran yang sama
dengan-Nya, yaitu, menjalani hidup dan mati bagi orang lain. Tidak ada gunanya pergi ke biara
dan menghabiskan 20 jam berdoa untuk membangun diri Anda, menjadi lebih suci, membaca
Alkitab sampai kaca mata Anda menjadi semakin tebal. Tidak ada gunanya selama tujuan hidup
Anda belum benar. Apa gunanya semua itu? Anda masuk sekolah agama dan mendapatkan
gelar, lalu Anda mengejar lebih banyak gelar lagi, dan kaca mata Anda menjadi semakin tebal,
baiklah, memang ada bagusnya. Akan tetapi tidak ada gunanya, karena kecuali jika tujuan hidup
Anda sudah sama dengan tujuan hidup Yesus, semua itu tidak akan ada gunanya - semua itu sia-
sia saja. Membangun diri Anda sendiri tidak akan menghasilkan apa-apa bagi Anda - sebelum
kita memiliki tujuan hidup-Nya.

Akan tetapi begitu banyak penafsir yang mengira bahwa ayat ini menyatakan hal itu. Mereka
tidak memikirkan tentang orang lain, mereka hanya memikirkan diri mereka saja, bahwa kita ini
sedang membangun diri kita sendiri. Apa tujuannya? Apakah garis akhirnya? Garis akhirnya
adalah Anda menjadi lebih rohani. Namun ijinkan saya memberitahu Anda: Tidak mungkin,
tidak mungkin Anda bisa membangun diri Anda sendiri menjadi lebih rohani. Anda bisa saja
mengunci diri dalam biara sampai sepuluh tahun, merusakkan celana Anda dengan berlutut,
berdoa dan berdoa. Apa gunanya? Tuhan berkata, "Bangunlah! Tidakkah engkau lihat orang-
orang binasa di luar sana? Lihatlah kondisi gereja. Keluar dan lakuanlah sesuatu! Dan kalau
kamu sudah memiliki tujuan hidup tersebut di dalam dirimu, datang dan berbicaralah tentang
masalah-masalah khusus dengan-Ku dan Aku akan menjawab semua doa itu bahkan melampaui
hal yang bisa kau minta atau kau pikirkan."

Ada kekristenan semu, yang sebenarnya hanyalah keegoisan semata. Keegoisan murni - yaitu
membangun diri sendiri, menambah pengetahuan tanpa ikut masuk ke dalam tujuan hidup yang
sama dengan Kristus. Mari dengan setulusnya kita membiarkan Tuhan menyelidiki hati kita.

Apakah garis akhirnya? Bagi Paulus, garis akhirnya adalah memperoleh Kristus. Ya, tapi
bagaimana? Melalui persekutuan di dalam penderitaan-Nya, kata Paulus dalam Flp. 3:10.
Bagaimana Anda bisa masuk ke dalam persekutuan dalam penderitaan-Nya jika Anda tidak
masuk ke dalam tujuan hidup yang sama dengan-Nya? Anda baru bisa masuk ke dalam
persekutuan dalam penderitaan-Nya jika Anda berjuang untuk menyelesaikan pekerjaan yang
sama dengan-Nya.

Itulah poin yang harus kita pahami dengan sangat jelas. Saya memohon kepada Allah agar setiap
orang di sini mengerti sepenuhnya, dengan terang dan jelas, tentang apa yang harus menjadi
tujuan hidup Anda jika Anda adalah seorang Kristen; tidak boleh ada lagi cara hidup demi diri
Anda sendiri. Pekerjaan Anda bukanlah prioritas jika Anda seorang Kristen. Profesi Anda
16
bukanlah prioritas jika Anda seorang Kristen. Tidak ada prioritas lain selain Allah dan
kebenaran-Nya dan kerajaan-Nya. Anda menjalani hidup hanya bagi Dia. Semua yang lain
berada di nomor belakang. Segenap arah dan tujuan Anda adalah bagi keselamatan umat
manusia, sama seperti arah tujuan Yesus. Dan dalam rangka mencapai hal ini, Anda membangun
umat Allah; Anda membangun gereja-Nya, sebagai alat yang dipilih oleh Allah bagi
keselamatan umat manusia.

Tambahan:

Saya mau menjelaskan juga bahwa Anda tidak akan pernah tahu seperti apa sukacita - sukacita
yang tak terucapkan - sampai Anda menjalani arah tujuan ini. Seseorang bisa saja berkata,
"Tidakkah hal itu akan sangat memberatkan? Bahwa segenap hidup kita dikerahkan dalam
urusan demi orang lain, dan mati bagi orang lain?" Ini adalah pemikiran yang sangat membebani
bagi manusia duniawi, bukankah begitu? Akan tetapi, ajaibnya, ini adalah satu-satunya jalur
sukacita.

Baru-baru ini saya membaca sebuah artikel menyangkut masalah psikologi dan psikiatri.
Penemuan yang didapat oleh para psikolog dan psikiater itu adalah: Bahwa Anda baru bisa
mencapai sukacita yang sempurna dan penuh jika Anda hidup secara altruistik, yaitu, hidup bagi
kepentingan orang lain. Ajaib, bukankah demikian? Bahkan para psikolog sekarang ini
mendapati bahwa seseorang yang hidup bagi dirinya sendiri tidak akan pernah bahagia. Orang
yang hidup bagi kepentingan pribadinya tidak akan pernah memiliki sukacita. Itu sebabnya
mengapa mereka yang melangkah bersama dengan Allah di dalam jalur yang memberi diri ini
adalah orang-orang yang memiliki sukacita luar biasa.

Pernahkah Anda memberikan uang kepada pengemis? Ingatkah Anda betapa senang rasanya saat
itu? Sungguh luar biasa! Wah! Anda tiba-tiba merasa senang. Sungguh indah! Karena pada saat
itu, Anda berada dalam keadaan yang tidak egois. Dan di saat itu, Anda merasakan manisnya
sukacita sejati. Hal ini dapat menjelaskan apa yang dimaksud oleh para psikolog itu.

Seorang psikolog terkenal, dulu mengajar di University of Montreal, Hans Selye, menyebut hal
ini sebagai ['altruistic egoism', keegoisan yang altruistik]. Dia menyadari bahwa tak ada jalan
untuk bisa memahami sukacita di dalam hidup manusia kecuali melalui tindakan memberi diri
ini. Itu sebabnya dia merumuskannya dalam istilah 'altruistic egoism'. Apakah maksudnya?
Artinya adalah bahwa Anda tidak akan bisa berbahagia jika tidak hidup bagi orang lain.
Altruisme berarti hidup bagi orang lain. Dan menurutnya demi kebahagiaan Anda sendiri,
hiduplah bagi orang lain, karena tidak ada jalan lain untuk memperoleh sukacita. Bahkan para
psikolog menyadari bahwa jika Anda tidak hidup demi orang lain, Anda tidak akan pernah
memahami arti sukacita.

Seperti yang Anda ketahui, Rockefeller adalah salah satu orang terkaya di Amerika Utara. Pada
usia 40, dia sudah menjadi orang yang kaya raya. Pada saat itu, rambutnya mulai menipis; dia
sakit-sakitan dan sangat sengsara. Begitu menderitanya dia sehingga dia sempat merenungkan
hal bunuh diri walaupun di saat itu dia sudah menjadi seorang pimpinan dari sebuah kerajaan
bisnis. Dia tidak memiliki sukacita sama sekali, mungkin mirip dengan kawan saya yang sudah
mencapai puncak karirnya. Suatu hari, dia memberikan sedikit uang kepada seorang miskin. Dan
dia merasakan, untuk pertama kalinya, sukacita yang luar biasa di dalam hatinya, dia menyadari
bahwa sumber dari kesengsaraannya adalah keegoisannya sendiri. Sebelumnya, dia tidak akan
sudi memberikan uang bahkan sedolar pun dari jutaan dolar miliknya. Namun pada suatu hari
dia memberikan beberapa dolar kepada orang miskin dan dia merasa sangat senang.
Sebagaimana yang Anda ketahui, dia memutuskan untuk membangun sebuah yayasan amal,
(Rockefeller Foundation) yang membantu orang-orang miskin dan yang kesusahan. Terjadi
17
perubahan dalam pandangan hidupnya. Dia menjadi orang yang mengerti apa arti sukacita itu.
Saat dia mulai merelakan uangnya, untuk pertama kalinya, dia mulai mengalami sukacita.

Jadi jangan mengira bahwa ketika Yesus berkata, "Pikullah salibmu dan ikutlah Aku," berarti
Dia sedang menyuruh kita masuk ke dalam kesengsaraan. Justru sebaliknya! Untuk pertama
kalinya Anda akan mengalami sukacita rohani, jika kita melibatkan diri dalam pembangunan
Yerusalem Baru yaitu pusat sukacita itu. Marilah kita berdoa semoga gereja menjadi kota
kemuliaan Allah, menjadi benteng keselamatan sebagaimana yang seharusnya terjadi.

Seri Tujuan Hidup 2: Bagaimana Mencapai Tujuan Hidup Ini?


"Saling mengasihi seperti Aku telah mengasihi kamu"

Yohanes 15:9-15
Khotbah oleh Pastor Eric Chang

 Tujuan hidup: mengorbankan nyawa kita bagi keselamatan umat manusia

Di pesan yang lalu, kita membahas tentang tujuan hidup, tujuan rohani yang Tuhan ingin kita
kejar. Kita telah melihat bahwa tujuan hidup kita adalah arah tujuan yang ditempuh oleh Yesus
sendiri dan kita diminta untuk menempuh arah yang sama. Dan kita telah melihat bahwa arah
tujuan tersebut memerlukan kita untuk mengorbankan nyawa kita dan memberikan hidup kita
bagi keselamatan umat manusia.

Jalur ke arah tujuan ini: "Saling mengasihi seperti Aku telah mengasihi kamu"

Di pesan kedua di dalam Seri Tujuan Hidup ini, saya akan membahas bagian kedua dari pokok
ini. Hal yang perlu kita cermati adalah: kita menyadari arah tujuan umum dari panggilan Tuhan
kepada kita. Setiap murid dipanggil untuk menyusuri jalur yang sama dengan yang telah dilalui
oleh Yesus.

Kita dipanggil untuk menjalani hidup dengan tujuan yang sama, yaitu keselamatan umat
manusia. Seperti yang dikatakan oleh rasul Paulus di dalam 2 Korintus 5:15, "Dan Kristus telah
mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri,
tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka."

Apakah arti dari untuk Dia (for Him) itu? Artinya adalah untuk tujuan yang sama dengan tujuan
dari kedatangan-Nya yaitu keselamatan umat manusia.

Namun, hal ini mencakup bidang yang sangat luas yang perlu kita persempit ke dalam hal-hal
yang khusus. Jika tidak, maka kita akan tertahan dalam cita-cita indah yang terdengar sangat
hebat akan tetapi kita tidak tahu bagaimana mencapainya. Kita harus uraikan bagaimana tujuan
ini bisa diterapkan, bagaimana cita-cita ini bisa diterapkan ke dalam kehidupan sehari-hari. Jika
tidak, maka Anda hanya bisa memandang dari jauh cita-cita yang luar biasa ini tanpa
mengetahui mau berbuat apa dengan cita-cita ini.

Hal ini dapat diumpamakan kita menyuruh seseorang untuk pergi ke suatu tempat dengan
sekadar memberi petunjuk yang umum seperti ini, "Kota ini terletak agak ke barat dari sini."
Petunjuk arahnya secara umum sudah benar dan bagus. Akan tetapi, apa yang harus diperbuat
oleh orang ini untuk bisa sampai ke kota itu? Apakah dia langsung masuk ke mobilnya, menyetel
kompasnya, dan langsung meluncur ke arah barat? Arah umumnya sudah jelas tetapi titik khusus
18
masih belum jelas. Kita memerlukan petunjuk yang lebih spesifik lagi. Jalur manakah yang
membawa kita, dengan tepat, ke arah tujuan tersebut? Inilah pokok yang perlu kita teliti hari ini.

Di pesan yang lalu, di Matius 26:1-2, Yesus berkata bahwa dalam dua hari lagi, Anak Manusia
akan disalibkan. Bagi Yesus, hal ini bukanlah ide muluk yang jauh dari kenyataan. Semua itu
akan segera menjadi kenyataan dalam waktu dua hari nanti. Dia akan mencapai tujuan-Nya yaitu
penebusan umat manusia. Namun bagi kita, apakah makna dari 'dua hari' itu bagi kita?

Kita tidak tahu bagaimana dan kapan tujuan ini akan dicapai di dalam kehidupan kita. Oleh
karenanya, kita harus mempersempit bidang pandangan kita untuk melihat dengan jelas
bagaimana kita akan mencapainya.

Untuk itu, kita harus mengikuti jejak langkah-Nya karena kita berbagi cita-cita yang sama
dengan-Nya. Mari kita periksa beberapa hal yang terdapat di dalam Yohanes 15:9-15

"Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di
dalam kasih-Ku itu. Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku,
seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya. Semuanya itu
Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh.
Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu.
Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk
sahabat-sahabatnya. Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan
kepadamu. Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat
oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada
kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku."

Yesus berkata kepada setiap orang Kristen, "Jenis kasih yang Kutuntut darimu adalah kasih
yang sama persis dengan yang telah Kuberikan kepadamu."

Kita diperintahkan untuk saling mengasihi, akan tetapi apakah standar bagi kasih ini? Apakah
ukuran bagi kasih ini? Yesus tidak membiarkan kita berada dalam keragu-raguan. Kita harus
saling mengasihi 'seperti' atau "dengan cara yang sama seperti Aku telah mengasihi kamu."

Di 1 Yoh 3:16 dikatakan bahwa Dia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita, jadi kita juga
wajib menyerahkan nyawa kita bagi saudara-saudara kita. Itu adalah suatu perintah. Perhatikan
kalimat, "Inilah perintah-Ku." Jadi ini bukanlah suatu pilihan. Kita tidak punya pilihan di dalam
hal ini. Anda entah mengambil jalur ini atau Anda tidak akan dapat menjadi murid-Nya. Tak
ada pilihan lain bagi kita. Pilihannya adalah apakah kita akan hidup sebagai seorang murid dan
dengan demikian hidup sesuai dengan perintah-Nya, yakni saling mengasihi. Dan bukan hanya
sekadar saling mengasihi, tetapi mengasihi seperti diri kita sendiri!

Kita cenderung ingin berhenti di titik "saling mengasihi" tetapi Yesus berkata, "Perintah-Ku
bukan sekadar agar kalian saling mengasihi. Tidak, jenis kasih yang Kutuntut darimu sama
dengan jenis kasih yang kuberikan kepadamu, yaitu kasih yang semacam ini, 'Tidak ada kasih
yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-
sahabatnya.' Itulah jenis kasih yang Kuinginkan". Sekali lagi, ini merupakan suatu ideal dan kita
ingin menerjemahkan ideal ini ke dalam kehidupan praktis.

Prakteknya: Yesus menuntut kita untuk saling berkomitmen total

Izinkan saya mencoba untuk membantu Anda menangkap gambaran tentang gereja yang ingin
Yesus bangun. Saya harap Anda bisa menangkap visi tentang gereja macam apa yang
seharusnya muncul jika kita benar-benar taat pada perintah ini. Gereja macam apakah itu?
19
Cara untuk memperoleh Sukacita

Saya telah sering gagal di dalam hal yang satu ini dan saya dengan setulusnya mengakui hal itu
kepada Anda. Di dalam keegoisan saya, seringkali saya tidak mau memberikan kasih yang total
semacam ini. Dan mungkin kita semua lebih banyak gagalnya selama ini, dan akibatnya sukacita
kita sangat kurang. Perhatikan betapa erat hubungan antara sukacita dengan perintah ini. Di
dalam ayat 11, "Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu
dan sukacitamu menjadi penuh." Sudahkah Anda perhatikan bahwa setiap kali Anda mulai
menjalani hidup yang memberi diri sepenuhnya ini, Anda akan mengalami sukacita yang tidak
pernah Anda ketahui sebelumnya. Namun ketika Anda mulai bersikap defensif, di saat Anda
mulai berpusat pada diri sendiri, sukacita itu menghilang. Ini Anda tahu dari pengalaman. Ini
adalah masalah yang begitu lazim. Di saat Anda mulai memberi diri dan tidak takut untuk
dilukai, maka akan muncul sukacita yang menyegarkan, suatu kedalaman sukacita yang
sebelumnya tidak Anda alami.

Cobalah gambarkan sebuah gereja di mana setiap jemaatnya benar-benar memenuhi perintah
saling mengasihi di tingkatan yang ini. Setiap jemaat menyerahkan diri sepenuhnya kepada Dia
untuk juga saling memberi diri sepenuhnya antara satu dengan yang lain, sehingga komitmen
total itu tidak sekadar tertuju kepada Allah. Komitmen total yang dituntut dari Yesus atas kita,
juga harus ditujukan antara yang satu dengan yang lainnya.

Kita cukup siap untuk memberi diri sepenuhnya kepada Allah, karena kita percaya kepada Dia.
Kita tahu bahwa Allah layak dipercaya. Dia itu bijak, baik, ramah, penuh kasih, murah hati,
kadang kala keras, namun selalu ada kemurahan di tengah kekerasan-Nya. Akan tetapi kita tidak
bisa mempercayai manusia, sekalipun itu adalah saudara seiman kita. Dan karenanya, perintah
untuk memberi diri sepenuhnya kepada saudara kita agaknya melampaui batas kerelaan kita
karena kita tidak mempercayai pertimbangan mereka. Kita tidak mempercayai hikmat mereka.
Bahkan kadang kala kita juga tidak mempercayai ketulusan mereka. Kita saling tidak
mempercayai motivasi masing-masing. Mungkin jika saya membuka diri saya, maka saya akan
segera terluka. Jika saya berbagi sesuatu dengan orang lain, mungkin mereka akan
menyebarkannya kepada orang-orang lain. Mereka akan menjadikan ini sebagai suatu pokok doa
dan secara tidak langsung akan membeberkan persoalan atau kelemahan orang yang didoakan.
Kita ketakutan.

Demikianlah, perintah untuk saling memberi diri sepenuhnya kepada saudara seiman terdengar
sangat menakutkan bagi kita.

Di dalam firman Allah hubungan antara seorang Kristen dengan orang Kristen lainnya itu
sangatlah akrab, sededemikian dekatnya sehingga sangat mirip dengan komitmen antara suami
dan istri. Ini adalah komitmen total yang sempurna. Bedanya, di antara saudara seiman,
komitmennya murni di tingkat rohani. Akan tetapi komitmen itu tetaplah total. Bersifat total
antara yang satu dengan yang lainnya. Namun jenis hubungan seperti itulah yang justru kita
takuti.

Syarat untuk Tuhan menjawab Doa kita

Akan tetapi, jika Anda pernah mengalaminya, Anda akan tahu bahwa hal ini sangat penting bagi
kehidupan rohani kita. Kasih terhadap sesama manusia sangatlah penting bagi kehidupan kita. Ia
adalah hal yang vital bagi kuasa rohani yang kita perlukan untuk berfungsi. Mari kita teliti lebih
jauh lagi ayat-ayat di dalam Yohanes 15 ini untuk menggambarkan apa yang ingin saya uraikan.
Yesus menyatakan bahwa hal ini menentukan apakah Anda punya kuasa, misalnya, di dalam doa
Anda. Dia menyatakan bahwa suatu doa akan terjawab atau tidak terjawab sangat bergantung
pada ketaatan pada perintah untuk saling mengasihi ini.
20
Sungguh mengherankan melihat orang-orang berdoa kepada Allah dan mengharap untuk
mendapatkan hal ini dan itu. Semestinya Anda tahu, Allah tidak akan menjawab doa Anda
sebelum Anda memenuhi dahulu persyaratan dari-Nya. Selanjutnya, di dalam ayat 16,
disebutkan hal berikut, "Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan
Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap,
supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu." Di sini
terdapat kalimat, "Apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya
kepadamu,". Ini merupakan suatu janji untuk memberi kepada Anda apapun yang Anda minta,
akan tetapi tetap di dalam konteksnya. Anda tidak bisa menarik ayat ini keluar dari konteksnya.
Konteks dari rangkaian ayat ini adalah tentang komitmen total antara satu dengan yang lainnya.
Dan orang yang tidak berkomitmen total kepada Allah, tentunya juga juga tidak akan
berkomitmen terhadap sesama manusia. Maka orang seperti ini sebaiknya tidak usah mengutip
janji ini. Janji ini belum berlaku buatnya.

Setiap orang, tak peduli siapapun Anda, entah Anda ini seorang hamba Allah yang besar atau
bukan, justru tidak dipersoalkan. Masalahnya adalah: apakah Anda seseorang yang berkomitmen
total kepada Allah dan kepada saudara seiman? Allah memberi kita tantangan: kamu hidup
sebagaimana yang Aku perintahkan kepadamu dan kamu boleh minta apa yang kamu kehendaki.
Aku akan menjawabnya. Nah, ini adalah tantangan yang adil. Jika Allah bukanlah Allah, maka
Dia tidak akan mampu menjawab doa Anda. Dia tidak akan berani memberi tantangan semacam
ini.

George Mueller - tokoh yang semua doanya terkabul

Dan bukan hanya Yesus saja yang menantang Anda, saya juga ikut menyampaikan tantangan
kepada Anda. Cobalah dan Anda akan menemukan seperti halnya George Mueller, di mana tidak
sekali pun Allah yang hidup gagal menjawab doanya. Di dalam biografinya, terdapat 50.000
kejadian doa yang terkabulkan. Orang dari Jerman memang terkenal sebagai orang yang sangat
teliti. Mueller mencatat setiap doa dan setiap jawaban kepada doannya secara rinci. Perlu
seorang Jerman untuk melakukan hal itu, namun sungguh luar biasa. Pada akhir hayatnya, dia
bisa berkata bahwa dia memiliki 50.000 butir doa yang terkabulkan. Malahan, menjelang
ajalnya, seseorang bertanya kepadanya, "Adakah doamu yang tidak dikabulkan?" Dia menjawab,
"Yah, ada dua orang yang aku doakan dan doa tersebut masih belum dikabulkan." Lalu dia
menyebutkan siapa kedua orang tersebut. Kemudian, setelah kematiannya, orang-orang ini
mencari tahu tentang keadaan kedua orang tersebut, dan mereka mendapati bahwa doa Mueller
atas kedua orang itu telah dikabulkan, hanya saja dia kurang panjang umur untuk mengetahui
bahwa doanya sudah dikabulkan. 50.000 doa dan 50,000 jawaban doa! Mengapa bisa begitu?
Karena George Mueller adalah orang yang berkomitmen total kepada Allah dan juga
berkomitmen total kepada umat Allah. Dia bisa meminta apapun yang dia kehendaki dan
mendapatkannya.

Yesus memiliki keyakinan yang sama, di Yohanes 11, Dia berkata kepada Bapa, "Aku tahu
bahwa Engkau selalu mendengarkan-Ku." Waah! Itu adalah hubungan yang luar biasa indahnya
dalam melangkah bersama Allah. Inilah jenis hubungan yang menjadi panggilan dari Allah
kepada kita. Tetapi syaratnya adalah kita harus taat pada perintah saling mengasihi seperti Tuhan
mengasihi kita.

Saya berani bersaksi bagi Anda, walaupun saya tidak berani mengklaim bahwa saya telah
memenuhi syarat untuk memberi diri sepenuhnya kepada sesama manusia. Mungkin hanya
dalam tingkatan tertentu, akan tetapi tidak sepenuhnya. Akan tetapi, Tuhan, di dalam
kemurahan-Nya, telah menjawab doa saya berulang kali dan bahkan dalam wujud yang jauh
melampaui apa yang layak saya terima atau bahkan melampaui apa yang bisa saya harapkan atau
21
bayangkan. Dia tetap menjawab, di dalam kemurahan-Nya sekalipun saya jauh dari sempurna.
Sesunguhnya, Allah kita adalah Tuhan yang ajaib! Allah yang hidup!

 Komitmen antar satu dengan yang lain landasan penting kehidupan rohani kita

Komitmen antara sesama bukan hanya penting dalam hal terkabulnya doa-doa kita tetapi juga
penting bagi landasan kehidupan rohani kita. Dan beginilah cara Tuhan mengajari saya akan hal
ini. Dia mengajari saya pokok ini melalui kematian ibu saya. Izinkan saya menyampaikan
kesaksian kepada Anda akan hal ini.

Ketika ibu saya meninggal, saat itu saya baru saja pulang dari khotbah keliling di Ontario. Dan
ketika saya kembali, saya benar-benar kelelahan. Esok paginya, saya merasa seperti orang yang
baru saja melakukan pertandingan tinju, seperti baru terkena pukulan di dagu. Pikiran saya
kosong dan saya sangat letih. Kemudian Helen, istri saya masuk sambil membawa suatu berita,
dan saya menatap ke arahnya sambil membatin, "Oh, pasti ada yang tidak beres," karena saya
lihat dia tampaknya tidak mampu berbicara apa-apa. Lalu saya bertanya, "Ada apa?" Dia hanya
menyerahkan telegram itu kepada saya tanpa berbicara.

Pesan itu mengabarkan bahwa ibu saya meninggal dunia. Saya tidak tahan membacanya. Berita
itu serasa tidak benar karena terakhir kali bertemu ibu saya tampak sangat segar dan bahagia.
Saya baru saja menerima surat darinya beberapa hari yang lalu. Berita ini merupakan kejutan
yang sangat memukul dan sangat menghentak hati saya. Telegram itu juga berisi panggilan,
"Harap datang secepatnya." Dan saya memeriksa jadwal saya, dan membatin, "Bagaimana saya
bisa melewati semua ini?" Saya hanya punya waktu seminggu untuk pergi ke Swiss dan segera
kembali lagi karena saya sudah dijadwalkan untuk khotbah keliling ke tiga propinsi lain di
Kanada.

Ketika saya tiba ke apartemen ibu dan saya memasuki apartemennya, tempat itu terasa seperti
sedang ditinggal untuk sebentar saja oleh ibu saya. Terlihat sangat rapi. Tidak ada yang
berantakan, tidak ada yang bergeser dari tempatnya, semuanya tertata rapi, bersih sempurna.
Seolah-olah ibu saya bisa saja kembali melalui pintu apartemen itu setiap saat. Dan, selama
beberapa malam, saya hanya berlutut di hadapan Tuhan dan berkata, "Tuhan, aku tidak mengerti
hal ini. Apa arti semua ini?" Dan saya merasa terang sedang berlalu dari hidup saya. Saya
merasa seperti ada lubang yang besar di dalam hati saya. Dan lubang ini terbuka terus sampai
beberapa tahun. Rasanya tak ada hal yang bisa mengisi dan menutupi lubang tersebut.

Saya tidak bisa memahaminya. Sebenarnya, saya tidak punya landasan alamiah untuk
menyayangi ibu saya. Di masa kecil saya, saya sangat jarang berhubungan dengan ibu saya.
Saya lebih dekat dengan ayah ketimbang dengan ibu saya. Dia masa-masa perang, ayah saya
berada di Chungking, ibu kota China di masa perang, untuk berperang melawan Jepang, dan saat
itu saya masih sangat kecil. Ibu saya bekerja dan saya diasuh oleh amah, inang pengasuh, dan
inang saya itulah yang membesarkan saya. Dan Anda tentu tahu jika Anda dibesarkan oleh inang
pengasuh, maka Anda tidak akan merasakan keakraban dengan ibu Anda lagi karena inang
pengasuh Anda itulah yang selama ini berperan sebagi ibu Anda.

Saya bersyukur kepada Tuhan karena saya mendapatkan seorang inang pengasuh yang sangat
baik, dia lebih tua dari ibu saya dan sangat besar pengabdiannya kepada saya. Dia sangat
mengasihi saya, seperti mengasihi anaknya sendiri. Ketika saya masuk ke sekolah yang
berasrama, dia menangis sedih. Ibu saya tidak menangis. Jika saya pulang dari sekolah, dialah
orang yang menyambut saya dengan penuh sukacita dan kegembiraan. Hanya ada dua pihak
yang akan menyambut saya di depan pintu, yaitu inang pengasuh dan anjing saya. Anjing saya
akan berlompatan ke sana kemari dan inang pengasuh saya dipenuhi oleh sukacita dan akan
memasak makanan yang lezat untuk saya nikmati. Dan setiap kali dia harus mengantarkan saya
22
kembali ke sekolah, hatinya terasa sangat berat. Dia berusaha untuk berjalan selambat mungkin
di saat kami turun dari trem dan berjalan menuju ke sekolah, berat hatinya untuk mengucapkan
selamat tinggal. Dan air matanya menetes saat melihat saya melangkah melalui pintu gerbang
sekolah. Demikianlah, saya dibesarkan oleh inang pengasuh yang sangat mengasihi saya. Dia
sangat baik terhadap saya. Dia sering mendongeng bagi saya disaat saya susah tidur. Dia duduk
di ranjang saya sampai akhirnya saya tertidur. Dia curahkan berbagai kebaikan kepada saya.
Dan, saya ingat, kadang kala dia menangani kenakalan saya dengan kesabaran serta kebaikan
yang luar biasa. Di saat dia semestinya sudah jengkel dan kesal akan kelakuan saya, dia justru
rela menanggungnya dengan segenap kesabaran dan kebaikan. Dan akhirnya, ketika kami harus
meninggalkan China untuk sementara waktu, dia berdiri dan menangis keras saat mengucapkan
selamat tinggal. Saya tidak pernah melihat ibu saya menunjukkan kasih sayang yang semacam
itu kepada saya.

Saya memberitahukan hal ini kepada Anda agar Anda mengerti bahwa tidak ada dasar yang
alamiah bagi saya untuk mengasihi ibu saya, sehingga tentunya tidak perlu ada rasa hampa yang
sangat besar jika dinilai dari sisi alamiah ini. Bahkan ketika pada masa-masa selanjutnya, ketika
saya pergi belajar ke Eropa, dia hanya menunjukkan sedikit perhatian saja kepada saya, ini
terutama juga karena dia kecewa melihat saya masuk ke Sekolah Alkitab. Dia berpikir bahwa
saya hanya menyia-nyiakan hidup dan bakat saya dengan mempelajari Alkitab, lalu menjadi
penginjil, dan bukannya menjadi orang besar sebagaimana yang dia harapkan. Dan sering kali,
saat saya berkunjung ke tempatnya, dia menunjukkan sikap dingin, yang menegaskan kepada
saya bahwa dia tidak pernah berminat pada Injil dan bahwa seharusnya saya tidak menghabiskan
banyak waktu di tempatnya di sepanjang liburan musim panas. Jadi Anda bisa melihat
bagaimana sebenarnya hubungan kami dahulu. Dia sama sekali tidak mau mendengar apapun
tentang Injil. Dia tidak tertarik kepada Injil. Dia ingin menikmati hidupnya yang berpusat pada
diri sendiri itu.

Lalu mengapa saya bisa merasakan kehampaan yang luar biasa ketika dia meninggal? Yah,
keadaan ibu saya seperti ini memang berlansung sampai bertahun-tahun, akan tetapi akhirnya
terjadi perubahan secara perlahan di dalam dirinya. Secara pelan-pelan, pesan Injil mulai masuk
ke dalam dirinya, bukan melalui khotbah saya karena dia sama sekali tidak mau mendengar
khotbah. Dia adalah orang yang 'tidak beragama' dan 'anti gereja'.

Akan tetapi dia mulai bisa melihat ada sesuatu yang terjadi di dalam hidup saya dan melihat
kuasa dari karya Allah. Dia tidak pernah membantu keuangan saya selama saya kuliah, dan juga
dia memang tidak punya cukup uang untuk melakukan itu. Akan tetapi dia mulai melihat apa
yang Tuhan kerjakan di dalam kehidupan saya secara terus menerus. Dia heran mengapa saya
mengasihi dia di saat dia justru tidak menunjukkan tanda-tanda mengasihi saya. Saya tidak
berani katakan bahwa dia tidak mengasihi saya, namun setidaknya dia tidak menunjukkan hal
tersebut. Mungkin ini adalah salah satu bahaya dari pernikahan pada usia terlalu muda. Orang
yang menikah pada usia dini banyak yang memandang anak sebagai beban. Dia menikah pada
usia sangat muda dan saya lahir dalam usianya yang sangat muda. Dan dalam kebanyakan hal,
ibu muda cenderung memandang anaknya sebagai gangguan dan beban. Anak-anak itu seolah-
olah menghambat gerak Anda. Jadi saya bertumbuh dalam penolakan sepenuhnya, kecuali kasih
sayang dari amah saya. Jika tidak ada kasih sayang dari amah saya, saya tidak tahu apa yang
akan terjadi pada diri saya.

Tetapi saya mengasihi dia dengan 'kasih yang teguh" (stubborn love, kasih yang gigih/teguh).
Saya mengasihi dia dengan kasih Kristus sekalipun saya tidak memiliki dasar lahiriah untuk
mengasihi dia, sekalipun saya tidak punya rasa suka secara alamiah kepadanya, saya mengasihi
dia dengan gigih dan penuh tekad. Secara perlahan-lahan kasih Kristus menjangkau hatinya yang
sekeras batu. Kasih ini mulai menunjukkan sesuatu hasil. Saya tidak berkhotbah apa-apa. Dan
selama bertahun-tahun, saya hanya sekadar menunjukkan kasih ini kepadanya dalam berbagai
23
kesempatan dan semua itu mulai membuka matanya. Namun pada akhirnya, saya sungguh
bersukacita karena kesempatannya tiba untuk saya berlutut berdampingan bersama dia, dan
dengan air mata di wajahnya, dia menerima Yesus masuk ke dalam hidupnya. Itu adalah saat
yang paling indah di dalam hidup saya, melihat ibu saya berlutut bersama saya, memberikan
hidupnya kepada Tuhan. Dan saya selalu ingat pada kata-kata yang disampaikannya kepada
saya, "Aku memberi kehidupan jasmani kepadamu, tapi kamu memberiku kehidupan yang
rohani." Saya merasa sangat bahagia dipakai sebagai saluran hidup-Nya.

 Komitmen pada Allah mendatangkan Tranformasi

Namun yang lebih indah lagi adalah adanya suatu perubahan besar di dalam hidupnya, suatu
transformasi yang luar biasa di dalam hidupnya sehingga saya mulai mengerti bagaimana
seseorang jadi berkomitmen total kepada Allah dan di dalam proses itu, juga berkomitmen total
kepada sesama. Selanjutnya, sikapnya kepada Tuhan dan kepada saya berubah sepenuhnya. Dia
menjadi seseorang yang kehangatannya tidak pernah saya kenal sebelumnya. Sebelumnya, dia
bukanlah orang yang berkepribadian hangat. Kemudian, dia mulai menunjukkan kehangatan,
kebaikan, keramahan, kerendahan hati, semua kualitas kepribadian Kristus yang sebelumnya
tidak saya temukan pada dirinya. Dia menjadi orang yang sepenuhnya baru, mengalami
transformasi di depan mata saya!

Dan jika sebelumnya saya pulang ke rumah dengan memperoleh perlakuan yang penuh
ketidaksabaran, tetapi sekarang ia penuh pengabdian dan kasih. Hanya satu keinginannya jika
saya sedang pulang ke rumah, agar saya bisa beristirahat dan menikmati liburan saya. Dia akan
melakukan segala sesuatu yang bisa dia perbuat untuk itu. Sungguh ajaib! Betapa Tuhan telah
mengubah diri seseorang secara luar biasa! Dan rumah itu menjadi tempat yang sangat
menyenangkan, dan entah mengapa, saya tidak pernah bisa tidur selelap jika saya sedang berada
di rumah ibu saya. Di sana, saya bisa langsung terlelap seperti balok kayu. Sungguh
menyegarkan dan sangat menyenangkan. Kami juga bisa berjalan-jalan dan bercakap-cakap
dengan gembira. Kami menjadi akrab satu dengan yang lain. Kami bisa saling memahami, dan
itu sangat luar biasa! Sebelumnya, kami bahkan tidak bisa saling memahami makna ucapan
masing-masing, namun sekarang kami sudah menjadi sangat akrab. Kami saling memberi diri
sepenuhnya. Itulah hasil dari penyerahan diri kami bersama-sama kepada Kristus.

Ketika ayah saya meninggal, cukup aneh, saya tidak begitu merasa kehilangan. Sudah tentu saya
menangis, akan tetapi saya bisa mengatasinya dalam waktu yang singkat saja. Saya tidak begitu
merasa kehilangan. Saya tidak merasa ada kehampaan luar biasa yang muncul di dalam hati
saya, padahal saya lebih akrab dengan ayah saya dalam waktu yang cukup lama. Saya lebih
dekat dengan ayah saya ketimbang ibu saya dahulu, akan tetapi saya tidak begitu merasa
kehilangan. Sungguh aneh, bukankah begitu? Namun ketika ibu saya, pribadi yang secara
alamiah tidak akrab dengan saya sebelumnya, meninggal dunia, lubang kehampaan yang muncul
seperti tak tertutupi. Ada rasa kehilangan yang selalu hadir di sana.

Saya berusaha untuk memahami hal ini, akan tetapi saya tidak bisa mengerti, karena selalu terasa
tidak masuk di akal. Saya tidak memiliki landasan natural untuk merasa kehilangan. Dan, secara
berangsur-angsur, saya mulai mengerti bahwa alasan saya merasakan kehilangan ini adalah
karena saya telah kehilangan seseorang yang menjalani hidup sepenuhnya berdasarkan prinsip-
prinsip alkitabiah, yang berkomitmen sepenuhnya kepada saya setelah menyerahkan dirinya
kepada Tuhan.

 Komitmen yang tidak didasari pada hal yang lahiriah


24
Komitmen dalam hubungan kami tidaklah didasarkan pada hal yang lahiriah, karena secara
lahiriah tidak ada yang berubah pada diri kami. Yang berubah adalah yang rohani. Hubungan
kami dibangun di atas landasan baru dan rohaniah sehingga ketika dia meninggal dunia, saya
mulai merasakan betapa berharganya bagi kita jika ada orang yang mengasihi kita tidak sekadar
di tingkat jasmani saja, melainkan mengasihi kita di tingkat komitmen rohani yang sangat indah
dan tak terbandingkan.

Saya teringat ketika saya menyatakan komtimen saya kepadanya, saat dia memprotes - sebelum
dia menjadi Kristen, tentang apa yang akan terjadi jika saya menjadi seorang penginjil, dan
bahwa saya akan memiliki penghasilan yang tidak ada artinya, dan apa yang akan terjadi
padanya di masa tuanya nanti? Saya katakan kepadanya, "Ibu, saya akui bahwa memang benar
jika saya mengambil jalur menjadi penginjil, mungkin saya tidak akan pernah punya cukup
uang. Namun saya berjanji kepadamu. Saya tegaskan satu komitmen kepadamu. Selama saya
punya sesuatu untuk dimakan, maka engkau juga akan punya sesuatu untuk dimakan. Selama
saya punya tempat untuk tinggal, maka engkau juga punya tempat untuk tinggal. Inilah janji
tanpa syarat dari saya kepadamu, ibu." Saya tunjukkan kepadanya dan saya berkomitmen
sepenuhnya kepada dia. Dan sekarang, dia menunjukkan komitmen yang sepenuhnya kepada
saya.

Visi tentang gereja

Cobalah renungkan tentang sebuah gereja di mana setiap jemaatnya berkomitmen total antara
satu dengan yang lain, dapatkah Anda menangkap visi tentang gereja yang semacam itu?

Kematiannya meninggalkan lubang kekosongan yang tak dapat terisi. Memang sungguh
mengherankan. Sedemikian indahnya masyarakat umat Allah di mana setiap orang bukan saja
tidak kehilangan kualitasnya, namun kualitasnya itu bahkan menjadi tak tergantikan. Sungguh
ajaib! Anda tidak sekadar menjadi salah satu orang di tengah kerumunan. Sumbangsih Anda
bagi kehidupan saudara yang lainnya tak tergantikan. Rasa kehilangan itu sedemikian besarnya
sekalipun masih ada sekitar 50-an orang lagi yang sama mengasihi Anda. Dan dari pengalaman
inilah Tuhan mengajarkan saya tentang arti penting memenuhi pengajaran-Nya bagi gereja-Nya.
Bahwa jika kita hidup seperti ini, kekuatan yang muncul dari keyakinan bahwa Anda dikasihi
dengan kasih yang total adalah sesuatu hal yang sulit Anda pahami sampai saat Anda kehilangan
hal tersebut.

Dan saya mulai menyadari bahwa saya harus membuat komitmen itu bukan hanya terhadap ibu
saya saja melainkan kepada setiap orang yang merupakan saudara dan saudari di dalam Kristus.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Yesus di dalam Matius 12:50, "Sebab siapapun yang
melakukan kehendak Bapa-Ku di sorga, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku
perempuan, dialah ibu-Ku."

*** Penuhilah komitmen untuk mengasihi seperti yang dituntut Tuhan! ***

Adalah suatu hal yang terlalu kabur untuk berkomitmen terhadap setiap orang di dunia ini. Saya
tidak dapat memberi diri saya kepada setiap orang. Saya bahkan tidak tahu siapa saja orang-
orang di dunia ini. Akan tetapi, saya harus memberi diri saya kepada saudara seiman saya. Saya
tidak bisa secara penuh berkomitmen terhadap saudara yang tidak saya kenal. Namun saya harus
memberi diri saya kepada setiap saudara yang saya kenal yang melakukan kehendak Bapa. Kita
diminta untuk mengasihi sesama, siapakah sesama itu? Definisi sesama adalah orang yang
melakukan kehendak Bapa. Ini berarti kita komit sepenuhnya kepada sesama yang juga
berkomitmen sepenuhnya.
25
Demikianlah, hari ini, saya membuat komitmen saya kepada Anda karena saya tidak mau
mengejar cita-cita yang tidak jelas, yang hanya bisa kita ucapkan tanpa sanggup kita laksanakan.
Saya ingin sampaikan kepada semua saudara seiman di sini yang berjuang mengerjakan
kehendak Bapa bahwa saya berkomitmen kepada Anda. Komitmen yang pernah saya ucapkan
kepada ibu saya, bahwa selama saya memiliki sesuatu untuk dimakan, maka Anda akan
memiliki sesuatu untuk dimakan. Selama saya memiliki tempat untuk tinggal, maka Anda juga
akan memiliki tempat tinggal. Komitmen saya kepada Anda tidak bersyarat, total sebagaimana
yang dituntut oleh Tuhan dari saya, jadi saya harus memenuhi perintah-Nya.

Marilah bersama-sama sebagai satu jemaat memiliki keutuhan komitmen antara satu dengan
yang lain ini. Inilah kepenuhan komitmen yang dicapai oleh Yesus melalui kematian-Nya. Untuk
itulah Dia telah mati, agar kita menjadi seperti Dia, bahwa kita akan melangkah di jalur-Nya,
bahwa Dia akan membangkitkan satu masyarakat yang sama dengan diri-Nya. Sebiji gandum
jatuh ke tanah dan mati, lalu menghasilkan butir-butir gandum yang serupa dengan dirinya. Dia
tidak menghasilkan sesuatu yang lain. Kalau kita tidak menjadi serupa dengan diri-Nya, lalu
untuk apakah gandum itu jatuh ke atas tanah? Kita harus berpikir dan bertindak seperti dirinya,
saling memberi diri sama seperti Dia, supaya dunia melihat gereja dan dapat berkata, "Ah benar,
di sini saya melihat kasih Allah. Di sini saya melihat komitmen yang tidak bisa saya temukan di
tempat lain." Dengan cara inilah kita tahu bahwa kita adalah murid-murid-Nya.

Itulah sebabnya mengapa saya harus membuat komitmen saya. Dan tidak peduli di manakah
Anda berada, Anda boleh yakin akan komitmen saya ini. Saya akan berpihak kepada Anda dan
menolong Anda sampai pada batas kemampuan saya selama Anda tetap melakukan kehendak
Allah. Sebagaimana yang telah saya katakan, komitmen ini wajib saya buat. Saya tidak akan
menarik komitmen ini. Dan mungkin Anda nanti akan mendapat kesempatan untuk menguji
komitmen ini, untuk membuktikan apakah komitmen ini tahan uji atau tidak. Saya yakin, dengan
kasih karunia Bapa, saya tidak akan gagal. Kemampuan saya sendiri mungkin terbatas, akan
tetapi kemampuan Bapa tidak terbatas. Kemampuan Bapa tidak terbatas. Dan ingatlah kalimat
berikut ini, jika Anda berkomitmen total kepada-Nya sama seperti saya, maka Anda akan bisa
menyaksikan firman berikut, "Jika kamu meminta sesuatu kepada-Ku dalam nama-Ku, Aku
akan melakukannya [Yoh 14:14?]." Permintaan Anda akan dikabulkan. Dan firman inilah
tepatnya yang akan kita buktikan. Tak ada hal yang terlalu besar untuk ditangani oleh Bapa, tak
ada kesulitan yang terlalu sukar untuk dihadapi-Nya.

Ciri-ciri dari komitmen bersama ini

Apakah ciri-ciri dari komitmen bersama ini?

(1) Saling menghormati secara mendalam

Ayat 10 berbunyi, "Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku,
seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya." Di satu sisi, Dia
memberi kita perintah, namun di sisi lain, Dia melayani kita. Di ayat-ayat yang lain, misalnya di
dalam Markus 10:45, Yesus berkata, "Karena Anak Manusia datang bukan untuk dilayani,
melainkan untuk melayani." Hal yang dapat kita pelajari adalah adanya unsur saling
menghormati secara mendalam. Di Yohanes 13, Dia membasuh kaki para murid-Nya untuk
menekankan poin yang satu ini.

Pemimpin menghormati yang dipimpin, dan yang dipimpin menghormati pemimpin.

Sebagian dari antara kita diberi kepercayaan untuk memegang tanggung jawab kepemimpinan.
Ada yang memimpin dan ada yang dipimpin. Namun perlu ditekankan bahwa di tengah jemaat
Kristus, kepemimpinan bukanlah status. Kepemimpinan adalah fungsi. Hal ini perlu Anda
26
pahami. Bagi masyarakat dunia, kepemimpinan adalah status; seorang pemimpin memperoleh
status sebagai kepala. Akan tetapi di tengah gereja, seorang pemimpin sekadar menjalankan
tugas. Artinya, di tengah gereja Kristus, seorang pemimpin tidak lebih tinggi daripada Anda. Da
sekadar memiliki tugas yang berbeda dari Anda. Anda dan dia sejajar. Dia sekadar menjalankan
tugasnya, mungkin itu adalah tugas administrasi, atau juga tugas mengajar. Pemimpin bukanlah
status yang superior. Oleh karena itu, makna yang bisa ditarik adalah bahwa seorang pemimpin
menghormati yang dipimpin, dan mereka yang dipimpin menghormati yang memimpin. Ada
semacam pemberian diri dan unsur saling menghormati. Ini adalah hal yang sangat penting
untuk dipahami di dalam kerangka komitmen bersama.

Saya harap Anda tidak memandang para pemimpin sebagai orang yang memiliki status yang
lebih tinggi. jika Anda beranggapan seperti itu, maka Anda sedang berpikir secara duniawi.
Sebagai sebuah gereja kita harus merdeka dari pandangan semacam itu. Saya adalah sesama
hamba dan tugas saya adalah melayani. Inti dari tindakan memimpin adalah melayani.

Dan setiap orang yang tidak menghormati mereka yang dipimpin tidak punya hak untuk
memimpin di gereja Kristus. Oleh sebab itu, saya harap Anda paham akan hal ini, bahwa saya
sangat menghormati setiap orang dari Anda sebagai saudara seiman, sebagai sesama hamba
Kristus. Saya harap tidak ada orang yang berpikir bahwa saya memiliki status lebih tinggi dari
setip orang di antara Anda. Kita tidak inginkan suatu perbedaan 'kelas' di tengah gereja: yakni
pandangan tentang kelas 'atas' dan kelas 'bawah'. Ini adalah konsep duniawi. Di tengah gereja,
kita sama sekali tidak menginginkan masuknya konsep semacam ini.

(2) Sukacita sejati

Hal kedua yang ingin saya sampaikan dalam komitmen bersama ini adalah jika komitmen ini
muncul dalam diri kita, maka akan ada sukacita sejati. "Sukacitaku di dalam kamu akan penuh."
Sukacita berarti kenikmatan. Seorang Kristen tidak perlu malu untuk merasakan kenikmatan atau
kesenangan, khususnya menikmati kesenangan berada di tengah saudara seiman.

Percaya berarti Anda tidak tegang dan penuh curiga

Jika, pada saat Anda sedang bersama saudara seiman, Anda tidak bisa merasakan kesenangan
bersama mereka, itu berarti adalah masalah di dalam komitmen Anda kepada mereka. Komitmen
Anda sedang bermasalah. Seringkali, bentuk hubungan kita adalah bentuk hubungan 'pintu yang
dirantai'. Kita memasang rantai di pintu kita. Saat orang menekan bel pintu, kita membuka pintu
itu dengan rantai yang terpasang. Kita mengintip keluar dan bertanya, "Ada perlu apa?" Dan kita
melakukan percakapan dengan dibatasi oleh rantai tersebut. Mengapa? Karena kita takut disakiti.
Oleh sebab itu, rantainya tetap terpasang. Dan begitu banyak dari hubungan kita bentuknya
adalah hubungan lewat 'pintu yang dirantai'! Kita mengintip lewat lubang di pintu. Kita periksa
dulu apakah orang tersebut tampak berbahaya. Dan jika orang tersebut tidak terlalu berbahaya,
maka Anda akan membuka pintu dengan rantai tetap terpasang. Dengan begini, urusannya akan
lebih aman. Sekalipun kita telah membuka pintu, kita tetap saja berada dalam keadaan siaga,
dalam posisi siap untuk menyerang. Oleh karena itu, kita tidak bisa tenang dalam berhubungan
dengan orang lain.

Kita takut jika orang akan mengkritik kita. Anda takut ia akan menegur atau mengucapkan kata-
kata yang menyakiti hati Anda. Jika Anda berikan diri Anda kepada orang lain, berarti Anda
mempercayai orang itu, Anda tidak takut pada apa yang akan dikatakan oleh orang tersebut.

Malahan, saya sendiri berharap agar Anda mau menyampaikan kepada saya apa saja kesalahan
saya. Anda tidak perlu menyampaikannya lewat kata-kata yang manis. Maksud saya,
sampaikanlah sejujurnya, karena setiap kesalahan saya bisa saja berakibat sangat fatal bagi saya.
27
Berbaik hatilah dengan cara menyampaikan kepada saya apa saja kesalahan saya, karena
kesalahan saya bisa berakibat fatal bagi kehidupan rohani saya. Jadi, mengapa saya harus
bersikap defensif? Jika ada sesuatu yang buruk dalam hidup saya, beritahu saya. Jika ada sesuatu
yang buruk di dalam hidup saya, buat apa saya mempertahankan? Apa yang perlu ditakutkan?
Saya tidak perlu memasang rantai pintu. Anda boleh masuk dan saya tidak punya apa-apa yang
perlu saya sembunyikan. Silakan periksa.

Jadi mari kita belajar bersikap santai satu dengan yang lain. Mari kita belajar memahami bahwa
kita bersaudara. Jika kita dikritik atas suatu kesalahan yang mungkin tidak kita lakukan, juga
tidak apa-apa. Saya tidak memiliki kesalahan tersebut, Tuhan tahu bahwa saya tidak bersalah.
Lagi pula, Tuhan adalah Hakimnya. Hal ini tidak menjadi persoalan bagi saya. Mengapa harus
merasa sensitif terhadap kesalahan? Kita sangat takut dikritik secara tidak adil. "Aku tidak
melakukan kesalahan itu, tetapi mereka mengatakan aku bersalah." Lalu apa persoalannya?
Apakah kita harus membela diri di hadapan manusia? Tidak akan ada bedanya.

(3) Persahabatan; menikmati kesenangan bersama, saling mempercayai

Dan hal ketiga adalah persahabatan, "Kamu adalah sahabat-sahabat-Ku. Aku tidak
memanggilmu hamba," demikian kata Yesus, "hamba tidak tahu apa yang dikerjakan oleh
tuannya." Jika Tuhan tidak menyembunyikan apa-apa dari kita, buat apa kita menyembunyikan
sesuatu dari orang lain? Persahabatan berarti kepercayaan. Anda berkata, "Apa yang ingin kau
ketahui? Kamu ingin mengetahui sesuatu? Silakan tanya saya. Jika kamu meragukan sesuatu di
dalam hidup saya, tanyakan saja kepada saya. Saya tidak menyembunyikan apa-apa." Jika Anda
tidak tinggal dalam kegelapan, jika Anda tidak hidup di dalam dosa, apa yang harus
disembunyikan?

Persahabatan adalah bentuk hubungan yang paling erat di antara dua orang. Jika persahabatan
meninggalkan rumah tangga, maka pernikahan itu sudah mati. Apa artinya pernikahan tanpa
persahabatan? Apa yang tersisa dalam pernikahan itu? Persahabatan itulah yang membuat suatu
pernikahan menjadi layak disebut pernikahan. Mengapa Anda menikahi seseorang jika Anda
tidak memandang dia sebagai sahabat yang terbaik? Namun jika persahabatan itu lenyap, tidak
ada lagi yang tersisa dalam pernikahan tersebut. Hanya sekadar merupakan suatu bentuk
hubungan resmi. Siapa yang mau sekadar memiliki hubungan yang resmi dengan orang yang
tidak bersahabat dengan Anda? Persahabatan adalah bentuk terdalam dari hubungan antar
manusia. Dan hal itulah yang harus kita raih di dalam hubungan antara kita. Di mana kita dapat
saling menikmati hubungan kita dan saling mempercayai. Dan persahabatan itu dibangun atas
dasar saling percaya. "Semua yang disampaikan oleh Bapa telah Kusampaikan kepadamu.
Segala sesuatu yang ingin kau ketahui, Aku akan memberitahukannya kepadamu. Aku tidak
menyembunyikan apa-apa darimu." Itulah dasar dari persahabatan. Dan itulah hal yang harus
kita bangun.

Persahabatan seharusnya muncul di dalam setiap hubungan antar manusia, misalnya antara orang
tua dengan anak-anaknya. Apa yang tersisa dari hubungan antara orang tua dengan anak-anak
mereka jika mereka tidak bersahabat? Tidak ada lagi hal yang tersisa dalam hubungan tersebut.
Dari situ, muncullah apa yang disebut sebagai 'generation gap (jurang antar generasi)'.
Selanjutnya, muncul berbagai permasalahan di antara mereka. Namun, jika Anda adalah sahabat,
maka perbedaan usia tidak menjadi masalah bagi Anda, tak akan pernah ada 'generation gap'
karena persahabatan itu menyatukan orang tua dan anak-anak.

Marilah kita menjadi gereja yang memiliki keterbukaan dan saling percaya. Mari kita bangun
kehidupan kita dengan tujuan rohani yang mengarah secara khusus pada komitmen total bersama
antara yang satu dengan yang lainnya sehingga kemuliaan Tuhan terpancar dari tengah-tengah
28
kita. Dengan demikian kuasa-Nya akan dinyatakan. Saat kita berdoa, maka doa kita akan
dikabulkan, dan kita akan melihat hal-hal yang mulia.

Seri Tujuan Hidup 3: Apa yang Berharga Bagi Kita?

Markus 14:3-9 (Juga Matius 26:6-13)


Khotbah oleh Pastor Eric Chang

Hari ini kita akan melihat pada Markus 14:3-9. Kita akan membaca mulai dari ayat 1, bagian
yang akan kita bahas adalah ayat 3-9.

Markus 14:1 Hari raya Paskah dan hari raya Roti Tidak Beragi akan mulai dua hari lagi.
Imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat mencari jalan untuk menangkap dan membunuh Yesus
dengan tipu muslihat, 2 sebab mereka berkata: "Jangan pada waktu perayaan, supaya jangan
timbul keributan di antara rakyat." 3 Ketika Yesus berada di Betania, di rumah Simon si kusta,
dan sedang duduk makan, datanglah seorang perempuan membawa suatu buli-buli pualam
berisi minyak narwastu murni yang mahal harganya. Setelah dipecahkannya leher buli-buli itu,
dicurahkannya minyak itu ke atas kepala Yesus. 4 Ada orang yang menjadi gusar dan berkata
seorang kepada yang lain: "Untuk apa pemborosan minyak narwastu ini? 5 Sebab minyak ini
dapat dijual tiga ratus dinar lebih dan uangnya dapat diberikan kepada orang-orang miskin."
Lalu mereka memarahi perempuan itu. 6 Tetapi Yesus berkata: "Biarkanlah dia. Mengapa
kamu menyusahkan dia? Ia telah melakukan suatu perbuatan yang baik pada-Ku. 7 Karena
orang-orang miskin selalu ada padamu, dan kamu dapat menolong mereka, bilamana kamu
menghendakinya, tetapi Aku tidak akan selalu bersama-sama kamu. 8 Ia telah melakukan apa
yang dapat dilakukannya. Tubuh-Ku telah diminyakinya sebagai persiapan untuk penguburan-
Ku. 9 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya di mana saja Injil diberitakan di seluruh dunia,
apa yang dilakukannya ini akan disebut juga untuk mengingat dia."

Makna penting dari bagian ini terlihat pada ayat yang terakhir, di mana dikatakan bahwa
perempuan itu telah melakukan sesuatu yang sangat berarti yang akan selalu dikaitkan dalam
setiap pemberitaan Injil di mana-mana. Di manapun Injil diberitakan, hal yang telah dilakukan
oleh perempuan ini akan disebut juga untuk mengingat dia. Selain ini, tidak ada bagian lain di
mana kita bisa melihat adanya pernyataan bahwa tindakan dari seseorang ditetapkan oleh Tuhan
untuk menjadi bagian dari pemberitaan Injil.

Akan tetapi di sepanjang hidup saya sebagai orang Kristen, saya tidak ingat ada khotbah yang
secara khusus membahas bagian ini. Saya menjadi heran dan berpikir bahwa mungkin ini adalah
gejala dari problem di dalam kehidupan rohani gereja di masa sekarang. Mudah-mudahan kita
akan melihat dengan cukup jelas nanti, mengapa Tuhan menyatakan bahwa tindakan perempuan
itu akan menjadi bagian dalam pemberitaan Injil.

Beberapa masalah teknis

Saya tidak ingin masuk terlalu jauh ke dalam urusan teknis dalam menyampaikan bagian ini.
Ayat-ayat yang sejajar dapat dibaca di Yohanes 12:1-8. Ada beberapa perincian ekstra di sana.
Yohanes 12:1-8 memberitahu kita bahwa Lazarus hadir di dalam perjamuan itu. Namun kita
tidak boleh salah mengira bahwa dengan hadirnya Lazarus berarti bahwa perjamuan ini
berlangsung di kediaman Lazarus. Juga bukan lantaran Martha, saudari Lazarus, melayani
mereka di dalam tempat ini maka hal itu diartikan bahwa perjamuan tersebut berlangsung di
rumah Lazarus. Peristiwa kebangkitan Lazarus sebagaimana yang dicatat di pasal 11, telah
29
membuat Lazarus menjadi terkenal di sekitar wilayah Betania. Lazarus ikut diundang dan
menjadi salah satu tamu penting di sana. Namun semua itu tidak membuktikan bahwa perjamuan
itu berlangsung di rumahnya. Martha, tentu saja, adalah seorang ibu rumah-tangga yang cakap
dan pekerja yang terampil dan dia berada di sana untuk ikut membantu acara perjamuan.
Berdasarkan catatan di Injil Markus, bisa dikatakan perjamuan itu adalah semacam acara pesta
umum yang berlangsung di rumah Simon si Kusta.

Sebutan Simon si Kusta bukan berarti bahwa Simon masih menderita penyakit kusta karena
tentunya jika dia masih mengidapnya, maka tak ada orang yang mau datang ke rumahnya. Yang
benar adalah, Simon pernah menderita penyakit kusta, namun sekarang ini sudah tidak lagi.
Namun dia dipanggil seperti itu karena dia memang pernah menderita kusta. Sebagai informasi,
penyakit kusta di dalam pemahaman alkitabiah, tidak selalu sama dengan definisi penyakit kusta
yang kita kenal sekarang ini. Penyakit kusta (atau lepra) mencakup makna yang jauh lebih luas
daripada pengertian yang dijabarkan dalam bidang kedokteran sekarang. Penyakit kusta di dalam
istilah alkitabiah bisa merujuk ke berbagai macam penyakit kulit. Tidak terbatas pada makna
penyakit kusta sebagaimana yang kita kenal sekarang ini, yang bisa berujung pada pembusukan
anggota tubuh seperti hidung, tangan dan sebagainya. Semua penyakit kulit yang parah, yang
meluas ke sekujur tubuh, akan disebut sebagai 'penyakit kusta' di dalam bahasa Alkitab.

Simon, yang tadinya mengidap kusta, mengundang Yesus ke acara perjamuan ini, dan ia juga
mengundang orang banyak termasuk juga murid-murid yang lain. Yudas termasuk salah satu
pemeran penting di dalam kisah ini. Di dalam catatan Yohanes, perjamuan ini berlangsung enam
hari sebelum Paskah. Sedangkan di dalam catatan Markus disebutkan 'dua hari' (Markus 14:1).
Hal ini bukan suatu masalah karena setiap orang yang memahami Matius dan Markus menyadari
fakta penting bahwa Matius dan Markus tidak begitu ketat dalam menyusun urut-urutan
peristiwa, yaitu urut-urutan waktunya, karena mereka menyusun materi tulisan berdasarkan
tujuan yang rohani. Ini adalah masalah yang sudah dikenal secara luas oleh para cendekiawan.
Yang penting adalah bahwa peristiwa ini berlangsung pada waktu yang sangat dekat dengan hari
Paskah. Jika tidak dipahami seperti itu, maka kita akan menyimpulkan bahwa telah terjadi dua
peristiwa - yang satu terjadi dua hari sebelum Paskah sedangkan yang satunya lagi enam hari
sebelumnya; dan kedua peristiwa itu nyaris identik. Dan tentunya, hal ini tidak dipandang
demikian bagi mereka yang sudah akrab dengan cara Matius dan Markus menyampaikan Injil.

Dari catatan Yohanes kita mengetahui bahwa perempuan ini bernama Maria dan bahwa Maria
ini adalah saudari dari Lazarus. Injil Sinoptik - Matius, Markus dan Lukas - tidak menyebutkan
tentang Lazarus. Secara umum, mereka tidak menyebutkan tentang keluarga ini. Akan tetapi
keluarga ini menjadi pelaku-pelaku yang penting di dalam injil Yohanes. Jelaslah bahwa
Yohanes memiliki hubungan yang istimewa dengan keluarga ini.

Tindakan pengabdian Maria

Peristiwa ini terjadi di Betania, yang jaraknya sangat dekat dengan Yerusalem; hanya dipisahkan
oleh sebuah lembah. Dari Betania Anda bisa menatap Yerusalem di kejauhan, di balik bukit
Zaitun. Jadi kota Betania bisa ditempuh dengan perjalanan yang singkat dari Yerusalem.

Kita tidak tahu mengapa Yesus diundang. Mungkin Simon ingin bertemu langsung dengan
pengajar yang terkenal namun yang mengundang banyak perbantahan ini. Yesus ditolak oleh
golongan mapan, yang meliputi para imam di Bait Allah, orang-orang Farisi, orang-orang
Saduki, bahkan sebenarnya oleh sebagian besar kalangan, kecuali beberapa kalangan di tingkat
rakyat jelata. Dan undangan kepada-Nya seringkali disampaikan karena didorong oleh rasa ingin
tahu, mereka ingin mengetahui pengkhotbah macam apakah Dia ini yang ditentang oleh para
pemuka masyarakat. Jadi mungkin saja undangan tersebut hanya didasari oleh rasa penasaran,
30
khususnya jika kita melihat bahwa sambutan yang diberikan kepada Yesus adalah suatu
sambutan yang tidak terlalu hangat.

Nah selama acara berlangsung, datanglah perempuan ini, yaitu Maria. Dia membawa buli-buli
pualam, buli-buli yang berisi minyak narwastu. Buli-buli adalah semacam gelas yang mirip guci
kaca. Jika Anda melihat ke museum, Anda bisa menemukan buli-buli semacam itu. Benda ini
adalah gelas buatan zaman dahulu. Bentuknya memang mendekati bentuk gelas yang kita kenal
di zaman sekarang ini. Bahannya tembus cahaya, namun agak keruh sehingga tidak tembus
pandang jika dibandingkan dengan gelas di zaman sekarang. Dan buli-buli ini berisi minyak
narwastu yang sangat mahal harganya.

Harga dari minyak narwastu ini luar biasa mahalnya. Nilainya sebanding dengan upah 300 hari
seorang pekerja. Jika dihitung dalam standar sekarang, nilai yang sedang kita bicarakan ini
memang sangatlah besar karena menyangkut nilai upah rata-rata seorang pekerja untuk sekitar
300 hari kerja. Rata-rata pekerja sekarang ini mendapatkan penghasilan yang cukup besar untuk
setiap jam kerjanya, apalagi upah sehari. Jangankan untuk 300 hari kerja, upah untuk 300 jam
kerja saja sudah banyak sekali. Jadi barang ini memang sangatlah mahal harganya. Nilai dari
hasil penjualan minyak tersebut bisa dipakai untuk memberi makan buat sekitar 5000 orang. Jadi
barang ini memang sangatlah berharga.

Malahan menurut beberapa cendekiawan, harga yang disebutkan di dalam Alkitab ini masih
murah karena jika di kota Roma harganya akan jauh lebih mahal lagi. Di daerah Palestina harga
minyak narwastu lebih murah. Harga barang-barang memang lebih mahal di Roma, karena
posisinya sebagai ibu kota di zaman itu.

Demikianlah perempuan ini membawa sebuah buli-buli dan dia memecahkannya. Ia benar-benar
memecahkannya. Tentunya yang dipecahkan adalah bagian yang di atas. Kata 'dipecahkannya'
dalam ayat ini memiliki makna yang kuat; kata ini biasanya dipakai dengan arti 'menghancurkan'
- menghantamkan - kata yang mencerminkan adanya suatu tekad yang kuat. Perempuan itu tidak
bimbang, ia tidak sekadar mengetok-getok dengan pelan. Dia tidak memperlakukan buli-buli itu
dengan halus. Dipecahkannya bagian atas buli-buli itu dengan keras dan dicurahkannya minyak
narwastu itu. Buli-buli itu sendiri harganya sudah cukup mahal, akan tetapi minyak narwastu
yang terkandung di dalamnya justru lebih mahal lagi. Lalu dia mencurahkan minyak narwastu
itu ke tubuh Yesus - ke kepala dan kaki-Nya.

Maria ditegur

Nah, setelah dia melakukan hal ini, bukannya sambutan meriah yang diterimanya melainkan
cibiran dan teguran dari para tamu dan (sayang sekali) para murid juga. Bahwa para tamu
memandang perbuatan tersebut sebagai suatu pemborosan yang luar biasa adalah satu hal yang
bisa dipahami, akan tetapi ikutnya para murid menegur perbuatan itu tentunya merupakan
sesuatu hal yang tragis. Dan kita lihat dari Yohanes pasal 12 bahwa dari antara para murid itu,
Yudas si pengkhianat - Yudas Iskariot - adalah orang yang memimpin tindakan menegur dari
kalangan para murid. Demikianlah perempuan malang ini ditegur atas perbuatannya, atas
tindakan pengabdiannya dan pengorbanannya. Itulah yang dia dapatkan dari perbuatannya.
Hanya Yesus yang menyikapi tindakannya secara berbeda. Yesus menyatakan bahwa perempuan
ini telah mengerjakan sesuatu yang sangat indah, hal yang unggul, sesuatu yang sangat
bermakna dan bahwa perempuan telah mempersiapkan tubuh Yesus untuk menjalani
penguburan. Kemudian Dia melanjutkan bahwa apa yang telah diperbuat oleh perempuan itu
akan ikut diberitakan di manapun Injil diberitakan. Saya heran, seperti yang sudah saya katakan
sebelumnya, mengapa perbuatan tersebut tidak banyak diberitakan di dalam pemberitaan Injil di
zaman sekarang? Dan semoga sebelum pembahasan hari ini selesai, kita sudah dapat melihat
jawabannya.
31
Akan tetapi hal apakah yang layak untuk dikenang dari perbuatan perempuan itu? Apa arti
penting dari tindakannya? Nah, ada satu hal dari bagian ini yang sangat menggelisahkan saya.
Karena saya mendapati bahwa saya hampir menyetujui pendapat bahwa apa yang diperbuat oleh
Maria adalah suatu pemborosan.

Hari ini kita akan masuk ke dalam bagian yang ketiga dari Seri Tujuan Rohani Kehidupan kita.
Jadi ini adalah pesan ketiga dari pembahasan tentang arah tujuan rohani di dalam kehidupan kita.
Jika kita berbicara tentang tujuan rohani kehidupan kita, tak ada hal yang lebih penting daripada
memahami nilai-nilai rohani. Anda tidak akan bisa menetapkan tujuan hidup yang bertentangan
dengan nilai-nilai yang Anda anut; ini berarti hal apapun yang berharga bagi Anda, hal itu akan
membuat Anda mengarahkan hidup Anda ke sana. Jika uang yang Anda pandang berharga,
maka Anda akan mengarahkan hidup Anda untuk mengejar uang. Jika status, kedudukan sosial,
prestise atau penghormatan dari orang-orang merupakan hal yang penting bagi Anda, maka
Anda tentu akan mengarahkan hidup Anda untuk mengejar itu semua. Namun di sisi lain, jika
perkara-perkara rohani yang berharga buat Anda, maka Anda akan mengarahkan hidup Anda
untuk mencapai tujuan rohani.

Apakah tindakan Maria terlalu berlebihan?

Jadi pertanyaannya adalah: Apakah nilai-nilai yang mendasari hidup Anda? Apakah hal yang
Anda anggap bernilai? Nah apapun hal yang tidak berharga di dalam hidup Anda, akan Anda
tolak. Apakah definisi Anda tentang 'pemborosan'? Jawabannya akan bergantung pada definisi
Anda tentang 'nilai'. Orang banyak di dalam perikop ini memandang bahwa minyak itu telah
diboroskan. "Pemborosan! Mengapa dibuang-buang?" itulah ucapan mereka. "Mengapa
diboroskan?" Pemborosan bergantung pada apa yang Anda pandang bernilai dan apa yang Anda
pandang tidak bernilai. Bagi mereka, mencurahkan minyak narwastu kepada Yesus,
mencurahkan di kepala dan di kaki-Nya adalah suatu pemborosan. Tidak harus dilakukan! "Itu
perbuatan yang tidak masuk akal; engkau tidak perlu melakukannya. Engkau bisa mengerjakan
hal yang lebih berguna dengan barang itu. Sumbangkan kepada orang miskin." Seperti itukah
jalan pikiran Anda?

Seperti yang sudah saya sampaikan, inilah hal yang membuat saya takut. Saya menjadi takut
karena berkali-kali saya merasa bahwa saya sendiri nyaris setuju bahwa hal itu adalah suatu
pemborosan. Apakah memang harus demikian? Perlukah dihabiskan sebotol penuh untuk
dicurahkan bagi Yesus? Mungkin sebaiknya dipakai sedikit saja dan sisanya tetap disimpan
dalam botolnya. Maksud saya, tidak perlu sampai bertindak ekstrim, memecahkan botol itu
sampai tidak bisa ditutup lagi. Minyak yang ada di dalamnya nanti akan menguap percuma.
Dibuka dengan hati-hati, maksudnya, dicurahkan secara hemat dan berkata, "Lihatlah, Yesus.
Aku mencurahkan sedikit minyak narwastu di atas kepala-Mu. Lihatlah betapa aku sangat
mengasihi-Mu. Dan aku akan curahkan sedikit di sini dan juga di kaki-Mu." Bagi saya, hal ini
masuk di akal. Benar? Tidakkah hal itu juga masuk di akal bagi Anda? Maksud saya,
memecahkan botol itu kemudian mencurahkan semua isinya adalah suatu tindak yang terlalu
berlebihan. Sangat amat berlebihan! Itu adalah pemborosan. Tak perlu sampai seperti itu.
Sekalipun Anda ingin mengurapi Dia, curahkanlah sedikit saja. Isinya bisa dipakai untuk
mengurapi 500 orang yang lain! Tentunya Anda tidak perlu mencurahkan semuanya ke atas
tubuh Yesus saja." Saya mendapati bahwa saya sendiri cenderung setuju, apakah Anda tidak?

Apakah kerangka penilaian Anda?

Pada pokok inilah ayat-ayat tersebut mulai menggelisahkan saya karena hal ini mengungkapkan
kepada saya mengenai kerangka penilaian saya. Tidak heran jika ayat-ayat ini tidak lagi
dikhotbahkan seiring dengan pemberitaan Injil. Tahukah Anda mengapa? Karena kita tidak
memiliki kerangka penilaian rohani seperti yang terungkap di dalam tindakan Maria ini. Dan ini
32
adalah hal yang sangat penting bagi pemberitaan Injil. Apakah Injil sangat berharga bagi Anda
atau tidak akan bergantung kepada kerangka penilaian Anda. Seberapa berharga Injil bagi Anda
akan bergantung pada bagaimana Anda menilai hal-hal rohani, seberapa penting dan berharga
hal-hal rohani itu bagi Anda.

Mungkin sedikit berharga. Mungkin cukup berguna di tingkat sosial, [misalnya] memberi
kepada orang miskin. Maksud saya, Injil itu bagus, seperti yang dipikirkan oleh kebanyakan
orang tua. Seperti yang pernah saya ceritakan, di Liverpool, kami harus menyediakan bus untuk
pelayanan sekolah minggu. Kami berkeliling dengan bus untuk menjemput anak-anak ke sekolah
minggu. Mengapa? Karena para orang tua mereka sangat senang menyuruh anak-anak mereka
pergi ke sekolah minggu. Mengapa? Mereka sendiri tidak mau menjadi Kristen, namun tentunya
bagus buat anak-anak untuk belajar menjadi orang baik. Mereka belajar bersikap baik di sekolah
minggu. Anda lihat, ada nilai sosialnya. Sama halnya dengan tindakan memberi kepada orang
miskin, ada nilai sosialnya. Selanjutnya mereka berharap bisa melihat anak-anak itu menjadi
orang-orang baik. Jadi mereka dengan senang hati memasukkan anak mereka ke sekolah
minggu. Jadi jika Anda mendatangi satu keluarga Tionghoa dan bertanya, "Apakah Anda
mengijinkan anak Anda mengikuti sekolah minggu?" "Ya, tentu saja, bawalah mereka semua!"
jadi akhirnya kami sampai harus menyediakan bus untuk menjemput mereka ke sekolah minggu.
Anda lihat, bagi mereka Injil memiliki nilai, akan tetapi nilai tersebut sepenuhnya berada di
tingkat sosial saja. Tetapi Injil tidak mengandung nilai rohani yang khusus bagi mereka sendiri.

Di sinilah ayat-ayat itu meneropong kita. Apakah pemahaman Anda tentang Injil? Atau mungkin
Anda sendiri bahkan bertanya: Mengapa orang pergi ke gereja? Karena ada banyak orang yang
ramah di sana. Coba lihat orang-orang yang ramah ini. Di manakah Anda bisa menemukan
orang-orang yang ramah di dunia ini? Tempat untuk menemukan mereka adalah di gereja. Lagi
pula, jika Anda mendapat kesulitan, Anda boleh yakin bahwa merekalah orang-orang yang akan
membantu Anda. Ketika teman-teman duniawi Anda telah menghilang, mungkin orang-orang ini
masih akan mendampingi Anda. Jadi memang ada alasan sosial yang masuk akal untuk ke
gereja. Orang berduyun-duyun datang! Bahkan para pengusaha juga ikut menggerombol ke
gereja! Ada banyak pengusaha lain di gereja, jadi mereka bisa membicarakan masalah bisnis,
benar? Setelah ibadah, mereka bisa melanjutkan dengan berbicara tentang bisnis.

Saya ingin tahu seperti apakah kerangka penilaian kita? Mengapa ada orang yang melayani
Tuhan? Apakah selalu karena alasan yang rohani? Atau adakah alasan yang kurang rohaniah di
dalam tindakan mereka melayani Tuhan? Dan itulah alasan mengapa saya berkata bahwa bagian
ini sangat menakutkan saya karena ia mengungkapkan sesuatu tentang kerangka penilaian saya.

Mengapa saya juga memiliki kecenderungan seperti itu? Mengapa saya mendapati bahwa diri
saya ini cenderung setuju dengan Yudas dan juga murid-murid lain? Bahwa tindakan itu
tampaknya berlebihan? Bahwa hal itu sepertinya tidak perlu, sepertinya sudah berlebihan. Dan
tidakkah Anda merasa juga bahwa kecenderungan itu ada pula pada Anda? Tak heran jika sangat
sedikit pengkhotbah yang bisa mengkhotbahkan ayat-ayat ini tanpa mendapati bahwa ayat-ayat
ini dengan telak menuding dirinya sendiri. Tak heran jika ia tidak bisa mengkhotbahkan ayat-
ayat ini tanpa merasakan pedang Firman Allah menghunjam dirinya sendiri dan
menelanjanginya. Lalu ia bertanya-tanya mengapa ia sampai mau memberitakan Injil?
Mungkinkah sebenarnya ada alasan yang kurang rohaniah di dalam dirinya? Akan tetapi Yesus
menghendaki agar bagian ini dikaitkan, diteguhkan di dalam setiap pemberitaan Injil. "Di mana
saja Injil diberitakan," kata-Nya, "beritakan pula hal itu dan lihat apakah kamu bisa
melakukannya! Beritakanlah itu." Cobalah beritakan hal tersebut dan lihatlah apa yang
dikerjakan oleh ayat-ayat ini terhadap Anda.

Ungkapan penghargaan
33
Terungkap satu persoalan di mana kita terus menerus terjerat dalam perasaan bahwa telah terjadi
sesuatu yang berlebihan. Dan oleh karena itu kita lalu bertanya pada diri sendiri: Apakah
kerangka penilaian kita? Mengapa Maria melakukan hal ini? Jelaslah bahwa kehidupan Maria
telah mengalami perubahan sepenuhnya melalui pertemuannya dengan Yesus. Hidupnya
menjadi sangat berbeda. Yesus datang ke dalam hidupnya dan dia menjadi orang yang berbeda
sama sekali. Hidupnya, yang tadinya berada di dalam genggaman dosa, mendadak terlepas dari
genggaman dosa. Kehidupannya, yang semula berada dalam kegelapan sehingga dia tak tahu
harus melangkah ke mana, sekarang telah memiliki arah yang jelas. Kehidupannya, yang
mungkin tadinya hanya mementingkan diri sendiri, terikat pada diri sendiri saja, sekarang telah
dibebaskan untuk bisa mengasihi orang lain dan hidup bagi orang lain, dan hal ini memberikan
dia sukacita yang sebelumnya tidak dialaminya. Sebelumnya dia tidak tahu bahwa hidup bisa
menjadi sedemikian indahnya. Kehidupannya tersentuh oleh keharuman Yesus dan sekarang
timbul suatu kesadaran akan betapa bernilai apa yang telah dikerjakan oleh Yesus di dalam
hidupnya. Ia dapat menilai bahwa hal-hal rohani adalah sesuatu yang sangat berharga, jauh
melebihi segala sesuatu yang ada.

Jadi jelaslah bahwa tindakan itu muncul dari rasa syukur mendalam yang tak terkatakan.
Artinya, telah muncul suatu rasa syukur yang sangat besar, yang hanya dialami oleh segelintir
orang saja. Sedemikian mendalamnya penghargaan Maria terhadap Yesus sehingga baginya,
pencurahan minyak narwastu yang luar biasa mahalnya ini bukanlah suatu tindakan pemborosan,
bukanlah penyia-nyiaan. Malahan, jelas sekali dari cara ia bertindak bahwa jika dia masih
memiliki tiga botol minyak narwastu lagi, maka dia pasti akan mencurahkan tiga botol lagi bagi
Yesus. Jika ada lima botol, maka kelimanya akan dicurahkan semua bagi Yesus. Janganlah ada
orang yang berkata bahwa tindakannya itu adalah suatu pemborosan. Dia akan dengan senang
hati memberikan apapun yang ada padanya. Begitu besarnya rasa terimakasih dan syukur yang
dia rasakan!

Jika Anda tidak memiliki rasa penghargaan yang sama, tentu saja Anda tidak akan bisa
memahami apa yang sedang dilakukan oleh Maria. Dan tentunya Anda tidak akan memiliki rasa
syukur semacam ini kecuali Anda juga telah mengalami apa yang dialami oleh Maria. Semua itu
sangat jelas. Anda tidak akan bisa memberikan tanggapan semacam itu kecuali jika Anda
memiliki pengalaman yang sama dengannya. Apakah Yesus telah menjamah hidup Anda
sehingga Anda bisa memiliki perasaan seperti ini, dan mampu berkata, "Yesus, jika aku
memiliki lebih lagi aku tak akan ragu memberikannya." Hal ini terungkap dengan cukup baik di
dalam lagu karya Wesley 'Oh, For a Thousand Tongues! (Tak Cukup Dengan Seribu Lidah!)"
Saya hanya memiliki satu lidah, namun jika saya memiliki seribu lidah, saya akan
memanfaatkan semuanya itu untuk menyanyikan pujian buat Dia; kalau saja saya bisa
mengerahkan segenap keberadaan saya untuk menyanyikan pujian buat Dia.

Bagaimana hubungan kita dengan Yesus? Apakah kita berbicara dengan Yesus melalui pintu
yang bukaannya dibatasi oleh rantai. Kita bertanya pada Yesus di balik pintu dan bertanya,
"Bagaimana kabar-Mu hari ini? Senang bertemu dengan-Mu, namun harap jangan masuk ke sini.
Aku hanya membuka kehidupanku pada-Mu sebatas ini saja - sebatas lebar bukaan pintu yang
ditentukan oleh rantai ini. Mungkin suatu hari nanti aku akan memasang rantai yang lebih
panjang agar bukaannya bisa lebih lebar, namun untuk sekarang cukup sebatas ini saja. Jadi aku
akan bercakap-cakap dengan-Mu lewat celah ini saja." Kekristenan yang dibatasi! Kita tidak
suka kekristenan yang boros. Kita tidak suka pencurahan yang boros ini. Kita menyukai
kekristenan yang dibatasi ini. Kita memandangnya sebagai tanggapan yang moderat. Kita
memandangnya sebagai kekristenan yang berimbang. Lalu bagaimana kita bisa memahami nilai
rohani dari perkara ini? Apa yang bisa memampukan kita untuk memberi tanggapan yang sama
dengan Maria?

Makna rohani penting dari tindakan Maria


34
Selanjutnya, sambil meneruskan pembahasan dan mencamkan pertanyaan tersebut di dalam hati,
mari kita amati beberapa poin berikut. Mari kita coba lihat makna penting yang rohani dari apa
yang dilakukan oleh Maria. Ini tidak berarti bahwa Maria sendiri tahu makna rohaniah
perbuatannya. Akan tetapi nilai dari suatu tindakan tidak bergantung pada pemahaman Anda
tetapi apakah kita melakukannya dengan penuh pengabdian. Para nabi sendiri seringkali tidak
memahami sepenuhnya makna dari nubuatan mereka tetapi nubuatan mereka tidak berkurang
nilainya sekalipun mereka tidak memahami sepenuhnya makna penting dari hal itu. Dan
sebagaimana yang telah kita lihat di dalam Matius 25, hal yang sama terlihat dalam diri mereka
yang mengunjungi orang-orang di penjara. Mereka mungkin tidak menyadari bahwa mereka
sedang berbuat sesuatu terhadap Yesus. Mereka tidak menyadari itu, akan tetapi tindakan
mereka tidak berkurang nilainya hanya karena mereka tidak mampu memahami makna rohani
dari perbuatan mereka. Namun sekarang kita akan melihat makna rohani dari tindakan Maria,
yang kemungkinan besar, dia sendiri tidak menyadarinya.

a) Maria telah melakukan hal yang unggul

Di dalam ayat 6, Yesus berkata bahwa Maria telah melakukan hal yang baik. Kata Yunaninya
adalah 'kalo,j (kalos)' yang berarti 'indah' jika dikaitkan dengan hal yang terlihat dari sisi luar.
Akan tetapi jika merujuk kepada hal kualitas, maka kata ini tidak diterjemahkan dengan kata
'indah'. Dan di sini, tindakan tersebut dikatakan indah dari segi kualitasnya. Jadi kata ini
mungkin lebih baik diterjemahkan dengan 'unggul (excellent)' atau 'berharga (precious)' atau
'berguna (useful)' atau 'layak dipuji (praiseworthy)' atau 'menguntungkan (advantageous)'. Itulah
definisi-definisi yang akan Anda dapatkan mengenai kata ini dari dalam kamus bahasa Yunani.
Dan semua kualitas itu terungkap dalam tindakan pengabdian Maria ini.

Pahamkah kita akan apa yang telah Yesus perbuat bagi kita?

Nah, apakah yang membuat tindakan itu bermanfaat atau layak dipuji? Tentu saja, hal itu layak
dipuji karena ia mengungkapkan suatu rasa syukur yang luar biasa. Anda tahu, saya tidak
menemukan rasa syukur semacam ini di kalangan orang Kristen. Hal yang sangat mengejutkan.
Dan ini mengungkapkan tingkat kehidupan rohani Anda. Jika Anda benar-benar percaya, seperti
yang Anda ucapkan, bahwa Yesus telah mati bagi Anda dan telah menebus Anda dari
kebinasaan kekal dan memberi Anda hidup yang kekal dan memberi Anda tempat di dalam
kerajaan kekal-Nya. Jika Anda percaya ini - bahwa Dia telah membebaskan Anda dari
keterikatan dosa dan dari maut untuk memberi Anda kulitas hidup yang baru, lalu di manakah
rasa syukur yang sebesar milik Maria itu?

Jika seseorang memberi saya hadiah yang indah, maka saya akan sangat bersyukur atas hadiah
tersebut. Saya akan sangat bersyukur. Dan jika hadiahnya lebih berharga lagi, maka rasa syukur
orang yang menerimanya akan lebih pula. Namun dapatkah kita menerima hadiah berupa
kehidupan baru ini dan hanya menunjukkan sedikit rasa syukur? Sulit dipercaya! Saya tidak
yakin bahwa kita memang mempercayai apa yang kita akui sebagai hal yang kita percayai. Siapa
yang percaya akan hal ini? Apakah saat orang melihat hidup kita, mereka akan berkata, "Aku tak
melihat ada satupun rasa syukur di dalam hidupmu!" Jika Yesus memang telah melakukan
semua itu bagi Anda, seperti yang telah Anda sendiri akui, maka Anda akan menjadi manusia
yang sangat berbeda! Ada kehidupan yang luar biasa yang terpancar dari dalam diri Anda! Akan
muncul suatu perwujudan yang sangat berbeda di dalam hidup Anda.

Tak heran jika dunia tidak percaya pada pengakuan kita karena beginilah kerangka penilaian
rohani kita. Mungkin saja Anda berpikir bahwa apa yang telah Yesus berikan pada Anda
sangatlah tidak berarti sehingga Anda merasa tak begitu bersyukur. Maksud saya, jika saya
memberikan Anda sebatang sisir, mungkin Anda akan berkata, "Terima kasih, aku
membutuhkannya untuk menyisir rambutku." Akan tetapi Anda tentunya tidak akan menari-nari
35
di jalanan hanya karena telah menerima sebatang sisir bukan? Tapi jika, di musim dingin ini,
saya memberi Anda rumah, mungkin Anda akan punya alasan untuk menari-nari di jalanan.
Anda punya alasan untuk merasa sangat bersyukur.

Namun di sini Allah telah memberi Anda sesuatu yang nilainya jauh melebihi sebuah rumah,
Dia memberi Anda kehidupan. Apakah kita benar-benar memiliki kesadaran akan nilai-nilai
rohani? Apakah kita mengerti apa yang sedang kita bicarakan sekarang ini? Mengertikah kita
apa itu hidup yang kekal? Dapatkah Anda memahami besarnya nilai dari anugerah ini? Jelas
tidak! Jika dinilai dari tanggapan sebagian besar orang Kristen, jawabannya jelas tidak.
Kesadaran kita akan betapa bernilainya hal-hal rohani dihalangi oleh pemahaman kita tentang
perkara-perkara rohani. Kita tidak mengerti dan dengan demikian kenyataan rohani menjadi
tidak nyata bagi kita dan karena itu hal-hal rohani menjadi tidak bernilai di mata kita.

Arah hidup kita - duniawi atau rohani?

Rasul Paulus berkata di 2 Korintus 4.18, "Jadi kami memusatkan perhatian kami pada hal-hal
yang tidak kelihatan, karena yang kelihatan itu adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan
adalah kekal." Dia telah memahami nilai rohani dari semua hal itu. Itu sebabnya mengapa di
dalam ayat sebelumnya dia berkata, "Penderitaan kami yang sekarang ini tidaklah berarti. Tak
ada artinya dibandingkan dengan nilai dari apa yang telah diberikan, yang sedang diberikan dan
yang akan diberikan oleh Allah."

Arah hidup kita ditetapkan oleh kerangka penilaian kita. Dapatkah Anda memahaminya? Inilah
isi dari pembahasan kita hari ini. Dan jika Anda tidak memiliki kesadaran akan betapa
berharganya hal-hal rohani, maka Anda tidak akan mengarahkan hidup untuk mengejar hal-hal
rohani. Hanya ada dua pilihan bagi tujuan hidup Anda. Bisa menuju ke arah yang rohani atau
duniawi - hanya satu dari dua itu. Jika bukan yang rohani, pastilah yang duniawi karena Anda
tidak punya tujuan hidup yang ketiga. Dan arah hidup yang duniawi berarti bahwa Anda
menjalani hiduip ini demi dunia; Anda hidup demi daging, demi kesenangan daging yang akan
segera berlalu. Anda hidup hanya demi uang. Anda hidup hanya demi penghormatan dari orang
lain, agar orang lain memuji Anda. Apa lagi arah tujuan hidup yang lain? Hanya ada dua
kemungkinan, entah yang duniawi atau yang rohani.

Dan Paulus berkata, "Kami memusatkan perhatian kami pada hal-hal yang tidak dapat dilihat
oleh mata duniawi ini. Perkara-perkara yang bisa dilihat oleh mata duniawi ini hanya bersifat
sementara. Perhatikanlah betapa semua itu akan berlalu." Perhatikanlah segala sesuatu dan lihat
betapa mereka akan berlalu. Perhatikanlah anjing Anda, ia akan mati. Lihatlah diri Anda di
cermin, Anda juga akan berlalu. Akan tetapi hal-hal yang tidak kelihatan adalah kekal. Akan
tetapi bagi kita, hal-hal yang tidak kelihatan berarti tidak ada; apalagi yang kekal! Di situlah
hubungan antara pemahaman rohani dengan kerangka penilaian kita.

Orang non-Kristen akan berkata, "Yah, tapi hal-hal yang nyata hanyalah hal-hal yang bisa kau
lihat. Hal-hal yang tak bisa kau lihat, jangankan kekal, mereka tidak ada. Kasih tidak dapat
dilihat, karena itu kasih itu tidak ada." Itu sebabnya mereka tidak percaya pada kasih. Kasih
yang terlihat di gereja memang baik dan menyenangkan - memberikan rasa nyaman dan senang -
namun itu semua tidak kekal, tidak akan bertahan. Manusia duniawi melihat hal yang
berlawanan dengan yang dilihat oleh manusia rohani. Benar-benar bertolak belakang. Bagi kita,
hal-hal yang tidak kelihatan adalah hal yang kekal. Bagi mereka, hal-hal yang tidak kelihatan itu
tidak ada.

Itu sebabnya, kerangka penilaiannya cenderung jauh berbeda. Bagaimana mungkin kita akan
bisa sampai pada suatu kepercayaan bahwa hal-hal yang tidak kelihatan itu, pada kenyataannya,
justru merupakan kenyataan yang sesungguhnya? Bagaimana mungkin? Bagaimana kita bisa
36
sampai pada kenyataan ini? Hanya melalui kontak dengan kehidupan dan kematian Yesus, yang
mengerjakan sesuatu di dalam diri kita untuk membuka mata kita. Dan tiba-tiba Anda bisa
melihat hal yang sebelumnya tak terlihat oleh Anda. Untuk pertama kalinya perkara-perkara
rohani menjadi nyata bagi Anda, hal yang tadinya tak begitu nyata. Setelah Anda melihat
kenyataan rohani maka perkara-perkara yang lainnya menjadi tidak berarti lagi bagi Anda. Itulah
yang dilihat oleh Maria. Itulah yang membuatnya melakukan hal yang unggul, yang sangat layak
dipuji dalam mengungkapkan rasa syukurnya atas hal yang telah dilakukan oleh Yesus.

b) Pengurapan Yesus

Hal kedua yang diucapkan oleh Yesus adalah bahwa Maria telah mempersiapkan tubuh-Nya
untuk penguburan.

Seperti yang Anda ketahui, Yesus bangkit dari kematian sebelum orang-orang sempat
membalsam tubuh-Nya. Praktek yang lazim saat itu adalah jika seseorang disalibkan, setelah itu
baru tubuh orang tersebut bisa dibalsam untuk mengawetkan mayat orang itu. Dan pembalsaman
ini adalah penghormatan atau hadiah terakhir bagi orang tersebut. Namun di dalam hal kematian
Yesus, Dia segera diturunkan dari kayu salib sebelum matahari terbenam. Dan setelah matahari
terbenam, sudah masuk Sabat. Jadi mereka tidak bisa mengurapi tubuh-Nya. Waktu yang
tersedia bagi mereka hanya cukup untuk menurunkan dan mengubur Dia, lalu menutup pintu
kubur. Tak ada pengurapan. Itu sebabnya di hari pertama pada minggu itu, mereka datang
dengan maksud untuk mengurapi tubuh-Nya, akan tetapi Yesus telah bangkit. Jadi urapan yang
dilakukan oleh Maria adalah satu-satunya urapan yang Dia dapatkan.

Sebutan bagi Yesus adalah Kristus, yang berarti Mesias. Mesias berarti orang yang diurapi. Di
dalam Perjanjian Lama, para nabi, imam dan raja adalah orang-orang yang diurapi. Dan Yesus,
yang disebut Kristus adalah Sang Mesias, Yang Diurapi. Ini menunjukkan bahwa Dia adalah
nabi, imam dan raja sekaligus. Namun tahukah Anda bahwa Yesus tidak pernah diurapi?
Mengherankan, bukankah begitu? Dia tidak pernah diurapi sampai saat Maria mengurapi-Nya.
Satu hal yang sangat mengejutkan!

Nah, pengurapan biasanya dilakukan oleh nabi atau imam. Maria bukanlah nabi ataupun imam,
sejauh yang dia ketahui. Pada saat melakukan hal itu dia telah bertindak sebagai nabi dan imam
sekaligus. Di dalam tindakan pengabdiannya, dia telah mengurapi Sang Mesias - Yang Diurapi.
Tindakan yang luar biasa! Jika kita mengungkapkan pengabdian kita secara total, kita bisa saja
melakukan sesuatu yang melampaui apa yang dapat kita bayangkan.

c) Ungkapan dari komitmen total

Ada lagi makna rohani yang penting dari peristiwa ini. Di dalam Alkitab, tubuh disebut sebagai
suatu bejana (contohnya di 2 Kor. 4:7 dan 2 Tim. 2:20-21). Tindakan memecahkan buli-buli atau
bejana, tentu saja, melambangkan kematian, terutama tindakan memecahkan dan mencurahkan
isinya. Paulus sendiri memakai gambaran yang persis seperti ini di dalam Flp. 2:17. Dia berkata,
"Aku siap untuk dicurahkan. Seperti sebuah bejana, aku siap untuk dipecahkan buatmu dan
dicurahkan pada korban dan ibadah imanmu." Di dalam gambaran ini, Paulus mengibaratkan
dirinya seperti bejana dan sedang mencurahkan air atau minyak kehidupan saat dia memberikan
dirinya bagi jemaat. Itu sebabnya, tindakan memecahkan buli-buli dan pencurahan isinya,
mencerminkan lambang dari pemberian diri - kematian dan pemberian diri. Inilah hal yang luar
biasa.

Sebagaimana yang telah terjadi, inilah tepatnya hal yang akan dilakukan oleh Yesus. Bejana-Nya
akan dipecahkan. Kita selalu mengulangi kalimat ini di dalam Perjamuan, "Inilah tubuhKu yang
dipecahkan bagi kamu." Yesus dipecahkan seperti bejana; dan hidup-Nya tercurah dan menjadi
37
korban bagi keselamatan kita. Dan ketika kita menerima hidup-Nya yang tercurah itu, segenap
keberadaan kita dipenuhi oleh keharuman. Jadi, di dalam perbuatannya itu, Maria lewat
tindakannya sedang memperagakan perumpamaan tentang kematian Yesus yaitu gambaran
tentang betapa Yesus telah menyerahkan diri sepenuh-Nya bagi kita dan pada gilirannya kita
juga melakukan hal yang sama bagi-Nya. Dengan kata lain, seluruh tindakan ini - baik saat
memecahkan buli-buli atau saat mengurapi kepala-Nya - merupakan gambaran mengenai
komitmen total. Itulah makna tindakannya. Memecahkan buli-buli, mencurahkan seluruh isinya -
komitmen total yang tertuang di dalam bentuk perbuatan - terangkum dalam satu tindakan. Dan
tidak ada tindakan lain yang bisa menggambarkan secara lebih baik mengenai isi dari komitmen
total berikut maknanya. Akan tetapi atas tindakannya ini, akibat dari ungkapan komitmen
totalnya kepada Yesus, Maria ditegur oleh umat Allah (orang-orang Yahudi adalah umat pilihan
Allah), dan bahkan ditegur oleh murid-murid Yesus.

Ini sebabnya saya mengatakan bahwa ayat-ayat ini memberi satu peringatan buat saya. Saya
diperingatkan lewat hal yang menunjukkan bahwa bahkan jemaat juga memiliki kerangka
penilaian yang meragukan; dan dengan demikian arah kehidupan rohani dari jemaat bisa menjadi
kacau sebagaimana yang telah dibuktikan berulang-ulang dalam sejarah gereja. Sejarah gereja
adalah sejarah tentang kegagalan yang berulang - kegagalan dalam menjaga arah kehidupan
rohani gereja, kegagalan untuk memiliki kesadaran akan nilai-nilai rohani yang jelas. Melalui
ayat-ayat ini seolah-olah Yesus sedang berkata, "Jika kalian memberitakan Injil, ini adalah
nubuatan tentang apa yang akan terjadi pada gereja secara umum. Perempuan ini melakukan
tindakan tersebut bagi-Ku dan dia dikritik atas apa yang telah diperbuatnya. Aku telah
mencurahkan diri-Ku sepenuhnya dalam suatu komitmen yang total kepadamu, bagi
keselamatanmu. Apakah mencurahkan minyak narwastu bagi-Ku adalah hal yang berlebihan?
Apakah Anda mendapati bahwa tindakan Maria itu layak untuk disalahkan? Apakah Anda
melihat bahwa tindakan tersebut layak untuk dikritik? Akan tetapi sampai ke hari ini kita masih
mendengarkan teguran dan kritikan saat kita memberikan segalanya bagi Yesus.

Apakah hal yang Anda pandang sebagai pemborosan?

Seorang sahabat baik saya, seorang Vietnam, meninggalkan studinya di Cambridge ketika Tuhan
menegaskan padanya bahwa dia harus meninggalkan studinya di Cambridge University. Dia
adalah seorang mahasiswa yang cerdas. Ketika Tuhan memintanya untuk keluar, dia keluar.
Karena itu, dia kehilangan beasiswanya. Karena itu, dia kehilangan tempat di salah satu
universitas terbaik di dunia. Namun ketika Tuhan berkata, "Keluarlah," dia segera keluar.
Tahukah Anda siapa yang mengkritik tindakannya? Orang-orang Kristen, "Hei, yang benar saja!
Ini terlalu berlebihan, tidak harus sampai begitu, ini keterlaluan!" dan dia berkata kepada saya,
"Aku tidak mengerti mengapa hal-hal duniawi menjadi begitu penting bagi orang-orang Kristen.
Mereka mengaku memiliki nilai-nilai rohani. Namun, ketika datang ujian, mereka
memperlihatkan kemunafikan mereka."

Seperti apakah kerangka penilaian Anda? Apakah yang Anda anggap bernilai? Saya mohon agar
Anda menguji hati Anda dengan sangat cermat. Apakah yang Anda nilai sebagai pemborosan?

Belakangan ini istri saya, Helen sempat bertemu dengan seorang kenalan yang kami kenal di
Inggris di sebuah KKR bagi para profesional dekat kota London. Saya menyampaikan sebuah
khotbah di KKR tersebut. Setelah kebaktian, ada seorang Inggris yang mendatangi saya, dan
berkata kepada saya, "Di manakah Anda akan menginap?" "Mungkin di salah satu hotel di sini,"
jawab saya. "Jangan. Anda menginap di rumah saya saja." Dan saya bertanya, "Di manakah
rumah Anda?" "Di bagian timur kota London ini." Lalu dia membawa saya ke rumahnya. Butuh
waktu sekitar satu setengah jam untuk sampai di sana. Dan setibanya kami di sana, dia segera
menyerahkan kunci rumahnya kepada saya - orang yang tak dikenalnya sama sekali. Dia
serahkan kunci rumahnya dan berkata, "Jangan sungkan-sungkan. Saya harus kembali ke tempat
38
KKR itu. Saya akan kembali sekitar satu atau dua hari lagi, anggaplah ini rumah Anda sendiri.
Rumah saya adalah rumah Anda juga." Dia hanya mendengar saya berkhotbah satu kali. Dia
tidak mengenal saya sebelumnya tetapi dia dengan begitu saja menyerahkan kunci rumahnya
kepada saya.

Saudara ini, saya ketahui belakangan, adalah seorang dokter. Istrinya juga adalah seorang dokter.
Mereka berdua adalah dokter. Istrinya saat itu sedang pergi mengunjungi orang tuanya, dan
saudara ini kembali mengikuti kegiatan KKR yang memang masih berlanjut itu. Setelah khotbah
yang saya sampaikan, masih ada khotbah lagi dari orang lain. Saudara ini menyambut saya
dengan sangat terbuka, padahal dia baru saja mengenal saya di dalam KKR itu.

Saya ingin menyampaikan terima kasih kepadanya atas keramah-tamahan luar biasa yang telah
diberikannya. Namun selanjutnya, saya kehilangan alamatnya. Lalu saya membatin, "Bagaimana
saya bisa mengiriminya surat ucapan terima kasih?" Saya tahu kira-kira di mana wilayahnya,
namun saya tidak ingat di mana letak persisnya. Hal ini sangat menggelisahkan saya, karena
peristiwa ini sudah berlangsung sekitar tiga tahun yang lalu dan saya masih belum juga bisa
mendapatkan alamatnya. Saya tidak tahu bagaimana cara untuk bisa menghubunginya.

Beberapa waktu yang lalu - mungkin sekitar dua minggu yang lalu - saya sedang bersih-bersih
dan memilah kertas-kertas lama yang akan dibuang. Dan apa yang saya temukan? Saya
menemukan catatan alamatnya. Akhirnya ketemu juga, tertulis di balik sebuah amplop yang
tampaknya terjatuh secara tidak sengaja dari tumpukan kertas yang sedang saya benahi.

Lalu saya segera memberitahu Helen, "Tolong hubungi saudara ini dan sampaikan terimakasih
dan penghargaan saya atas kasihnya." Lalu setelah Helen berhasil mengontaknya, ia
memberitahu saya bahwa saudara ini telah meninggalkan karirnya sebagai seorang dokter dan
sekarang dia memberitakan Injil sepenuh waktu. Saya membatin, "Wah, luar biasa! Sungguh
indah hal yang telah dikerjakan oleh Tuhan di dalam hidupnya." Namun Anda akan segera
berpikir, "Berlebihan sekali, ini sangat sia-sia! Diperlukan enam, atau tujuh tahun untuk dilatihr
menjadi dokter. Bukankah sebaiknya ia menggunakan talentanya untuk membantu orang miskin,
mengapa dihabiskan hanya untuk Yesus saja!"

"Tidak perlu sampai begitu! Yang benar saja, cukup tuangkan sedikit minyak narwastu dan
teteskan sedikit pada Yesus, urapi kepala-Nya. Cukup sedikit saja. Jika Anda pikir itu masih
terlalu sedikit, tuangkan sedikit lagi, tapi jangan habiskan satu botol! Boros sekali!" Apakah
perasaan itu menghinggapi Anda? Atau mungkin jika seorang insinyur meninggalkan
pekerjannya, Anda berkata, "Wah, sia-sia sekali! Pemberitaan Injil itu pekerjaan orang-orang
yang tidak berpendidikan, orang-orang bodoh. Mereka boleh saja pergi memberitakan Injil, tapi
bukan orang-orang sepertimu. Terlalu berlebihan, sudah kelewatan!" Apakah Anda
merasakannya? Aneh, bukankah demikian? Semangat penolakan mendadak muncul di dalam
hati kita, walaupun mungkin tidak kita ucapakan.

Saya bisa memberi Anda sebuah daftar panjang teman-teman saya yang telah meninggalkan
praktek kedokteran dan pergi memberitakan Injil dan tidak lagi menjadi dokter. Aneh! Mengapa
melakukan hal yang berlebihan seperti itu? Suatu pemborosan. Martin Lloyd Jones, sebagaimana
yang kita ketahui, meninggalkan karir sebagai seorang spesialis jantung demi memberitakan
Injil. "Sungguh berlebihan! Anda bisa saja melakukan pemberitaan Injil secara part-time, dan
menjadi ahli penyakit jantung secara part-time juga. Mengapa Anda berkeras untuk sepenuhnya
memberitakan Injil? Ini suatu pemborosan - sangat boros. Lihatlah orang-orang miskin, orang-
orang yang sedang sakit, orang-orang yang sedang sekarat di sana. Mereka benar-benar sangat
membutuhkan Anda." Di saat kita menemukan diri kita berpikir dengan cara ini berwaspadalah.

Apakah hal yang menurut Anda suatu pemborosan?


39
5 poin dari tindakan pengabdian Maria

Saya akan menutup dengan menyampaikan lima poin yang akan menjelaskan mengapa saya
merasa sangat cemas akan arah hidup kita dan tujuan rohani kehidupan kita. Hal ini akan
menjelaskan mengapa kita begitu mudah menyelewengkan Injil menjadi Injil sosial, yaitu
mengubah tujuan rohani menjadi tujuan sosial. Kita mengira bahwa dengan memberi kepada
orang miskin, berarti kita sudah melakukan sesuatu hal yang rohani. Suatu penipuan yang luar
biasa! Mari kita amati kelima poin itu di dalam bagian penutup ini.

1. Langkanya komitmen total

Hal pertama yang menggelisahkan saya dari ayat-ayat ini adalah fakta bahwa pengabdian
semacam ini - pengabdian total ini - jenis pengabdian yang menganggap bahwa tak ada hal yang
terlalu berharga untuk diserahkan kepada Yesus ternyata sangatlah langka di kalangan gereja, di
kalangan orang-orang yang mengaku dosanya sudah ditebus oleh Yesus! Perempuan ini dikritik
karena tindakan pengabdian yang seharusnya membawa sukacita pada para murid, mereka
seharusnya berkata, "Haleluyah, puji Tuhan! Orang ini menunjukkan rasa syukur yang luar
biasa!" Apakah mereka senang? Tidak. Mereka menggerutu; mereka menegur. Itulah hal
pertama yang menggelisahkan saya. Kita mengklaim mempunyai komitmen total akan tetapi
komitmen kita ternyata jauh dari total. Itu sebabnya arah tujuan kehidupan rohani kita menjadi
sangat tidak jelas.

2. Pengabdian yang berlebihan

Kedua, walaupun kita berbicara tentang komitmen total, namun ketika dihadapkan pada ujian
berkaitan dengan hal-hal yang kita cintai, yaitu sesuatu yang sangat kita sayangi, terbukti lagi
bahwa komitmen kita masih jauh dari total. Apa maksudnya? Maksud saya, kita mengasihi
Tuhan dan kita siap untuk memberikan ini atau itu. Akan tetapi hal-hal yang siap kita serahkan
adalah yang tidak begitu berharga bagi kita. Kita adalah orang-orang munafik. Kita siap untuk
menyerahkan uang kepada Tuhan selama jumlahnya tidak membuat kita sakit hati, atau tidak
terlalu banyak. Jika Anda memiliki penghasilan RP 30 juta per bulan, maka jumlah RP 1 juta
tidak begitu berarti bagi kita, bukankah begitu? Anda bisa memberikan Rp 1 juta tanpa harus
merusak standar kehidupan Anda. Sama sekali tidak mengganggu standar kehidupan saya.
Apalah arti RP 1 juta? Bukankah begitu!?

Kita mampu memberi sejauh tindakan itu tidak terlalu mengganggu hal yang sangat mendasar
bagi kita. Arah tujuan hidup rohani kita sangatlah meragukan. Saudara-saudara, jika kita amati
hal-hal yang tengah berlangsung di antara kita. Kita bersedia memberikan waktu kita, sejauh itu
hanya waktu luang saja. Maksudnya, jika sebelumnya ada waktu yang saya pakai untuk
menikmati tontonan di TV, namun sekarang saya gunakan untuk membaca Alkitab. Namun
bahkan di dalam kegiatan membaca Alkitab Anda melakukannya demi kepentingan Anda
sendiri. Siapakah yang akan menikmati manfaatnya selain Anda sendiri? Apakah Anda mengira
bahwa dengan membaca Alkitab maka berarti Anda telah memberikan sesuatu bagi Yesus?
Anda tidak memberikan apapun bagi Dia! Anda hanya memberikan sesuatu bagi diri Anda
sendiri.

Atau, kita berkata bahwa kita akan meluangkan waktu buat berdoa. Akan tetapi sebagian besar
isi doa kita adalah demi kepentingan kta sendiri. Kita belum memberikan sesuatu apapun bagi
Yesus - nihil - setetes minyak narwastu pun tidak. Yang kita lakukan justru mengambil setetes
minyak narwastu itu. Kita belum memberikan apa-apa. Apa yang kita berikan? Ujung-ujungnya
seringkali nihil - atau nyaris tak ada - tetapi kita berbicara tentang komitmen total!
40
Pengabdian yang berlebihan? Apakah mungkin ada hal yang dikatakan pengabdian yang
berlebihan? Mungkinkah suatu komitmen total membuat kita memberi terlalu banyak? Adakah
hal yang berlebihan dalam memberi kepada Yesus? Kita bisa saja salah memberi, namun bisakah
kita memberikan secara berlebihan? Maksud dari 'salah memberi' adalah bisa saja kita
memberikan sesuatu kepada Yesus hal yang tidak Dia inginkan. Sebagai contoh, beberapa orang
mengira bahwa menyiksa diri adalah tindakan yang saleh; lalu mereka mengambil batang kayu
dan mulai memukuli diri sendiri sampai berdarah. Bukan itu yang Yesus inginkan. Anda telah
memberi-Nya hal yang tidak Dia inginkan! Kapan Dia pernah menikmati perbuatan Anda
menyiksa diri sendiri? Apakah Anda pikir bahwa Dia itu pribadi yang sadis?

Atau Anda berkata, "Baiklah, aku akan berpuasa dan menahan lapar sampai mati." Berpuasa itu
baik, namun jangan mengira bahwa dengan berpuasa, maka Anda sedang melakukan sesuatu hal
yang Dia senangi, bahwa Tuhan senang melihat tubuh Anda menjadi semakin kurus. Ini adalah
hal yang baik untuk latihan pengendalian diri. Sebisa mungkin, latihlah hal itu. Namun jangan
mengira bahwa Anda sedang memberi Dia sesuatu dengan melakukan hal itu. Dia sama sekali
tidak menikmati saat-saat Anda kelaparan.

Demikianlah kadang kala pengabdian kita bisa salah arah. Namun kita tidak mungkin bisa
berlebihan dalam hal memberi kepada Yesus. Kita tidak mungkin bisa memberi lebih dari apa
yang seharusnya Dia terima, bukankah begitu? Namun kita mengira bahwa kita bisa, karena kita
menilai bahwa hal yang lebih itu sebagai pemborosan. Kita akan menghargai tindakan Maria
(bukankah begitu?) seandainya dia hanya memberikan beberapa tetes minyak narwastu kepada
Yesus. Namun kita tidak bisa bertoleransi ketika kita melihat pengabdiannya yang kita pandang
berlebihan. Berlebihan!? Bisakah kita berbicara tentang sesuatu yang total jika masih ada yang
dipandang berlebihan? Apakah ada hal yang bisa melebih totalitas? Sungguh pemahaman yang
membingungkan. Kembali kita menunjukkan kemunafikan dan kurangnya penghargaan kita
dalam menilai hal-hal yang rohani.

3. Kebingungan dalam kerangka penilaian kita

Yang ketiga, hal ini menunjukkan betapa pemikiran kita akan hal-hal rohani akan kacau jika
kerangka penilaian kita kacau. Sungguh aneh melihat betapa Yudas dan murid-murid lainnya
yang mengritik tindakan Maria. Ini menunjukkan bahwa logika mereka tidak bekerja kecuali -
jika - motivasi mereka memang tidak murni. Bagaimana bisa seseorang yang sudah melepaskan
segalanya untuk mengikut Yesus, seperti yang telah diperbuat oleh para murid itu, ternyata
mengritik orang lain karena dinilai telah bertindak secara berlebihan? Jika mereka sendiri
memang sangat peduli pada orang miskin, mengapa bukan mereka saja yang tetap menjadi
nelayan dan menyumbangkan hasil pekerjaannya kepada orang-orang miskin? Mengapa mereka
melepaskan pekerjaan mereka dan mengikut Yesus namun kemudian mengritik tindakan Maria
sebagai suatu pemborosan? Aneh, kekacauan yang tidak logis, bukankah begitu? Atau apakah,
sebagaimana yang sudah saya katakan, ketika para melepaskan pekerjaan sebagai nelayan untuk
mengikut Yesus, motif mereka tidak murni? Mungkin mereka mengikut Yesus karena alasan
yang lain, mungkin alasan yang egois. Dan mereka yang sudah mempelajari Injil tentunya siap
mengakui hal itu: Bahwa para murid mengikut Yesus, pada awalnya mungkin karena motivasi
yang tidak murni. Dan dalam hal Yudas, motifnya ternyata tetap cemar sampai ke titik akhirnya.
Dalam kasus Yudas, tidak pernah ada pemuridan yang sejati.

4. Janganlah membela diri

Hal ini membawa saya kepada poin yang keempat. Kita menyebut Yesus sebagai Tuan, namun
dalam prakteknya, kita berlagak sebagai tuan atas orang lain dengan kritikan kita. Perempuan
ini, Maria, memberikan apa yang menjadi miliknya. Minyak narwastu itu adalah miliknya. Milik
pribadinya. Dia berhak untuk melakukan apa saja atas minyk narwastu itu. Akan tetapi, mereka
41
merasa berhak untuk mengritiknya atas apa yang telah diperbuatnya terhadap barang miliknya
sendiri! Mereka benar-benar tidak mengerti batas kewenangan mereka, bukankah begitu?
Apakah hak saya untuk mengritik Anda mengenai apa yang Anda lakukan atas barang milik
Anda? Jika Anda mengeluarkan uang lima puluh ribu dan memutuskan untuk membeli sesuatu
dengan uang itu, saya tidak bisa mengatakan apapun karena itu uang Anda. Saya tidak bisa
berkata apa-apa. Jika Anda mengeluarkan uang lima ribu puluh ribu dan berbuat sesuatu
dengannya, Anda berhak untuk memperlakukan uang itu, yang memang merupakan milik Anda.
Membicarakan uang Anda bukanlah urusan saya.

Lalu, mengapa mereka mengritiknya? Jika dokter ini melepaskan profesinya, apakah saya harus
mengkritiknya? Atau apakah Anda harus mengkritiknya sebagai orang yang terlalu fanatik atau
berlebihan? Andakah yang membiayai ongkos pendidikannya? Anda tidak punya peranan apa-
apa. Itu adalah kehidupannya sendiri, urusannya sendiri. Mengapa Anda mengritiknya? Saya
beritahu mengapa. Karena tindakan orang tersebut justru mengungkapkan siapa diri kita!
Membuat kita merasa tidak nyaman. Saat kita melihat ada orang yang memecahkan buli-bulinya,
kita merasa, "Aduh, itu membuatku merasa harus memecahkan buli-buliku juga. Aku tidak mau
memecahkannya! Satu-satunya jalan bagiku untuk menolak ikut memecahkan buli-buliku adalah
dengan mengatakan bahwa tindakan itu akan merupakan suatu tindakan yang tidak berguna dan
berlebihan."

Jika saya melihat ada orang yang berpuasa dan saya tidak mau berpuasa, maka saya
mengkritiknya. Mengapa? Karena puasanya itu membuat saya merasa harus melakukan hal yang
seharusnya saya kerjakan, yang mungkin tidak ingin saya lakukan. Lalu kita berkata, "Fanatik,
berlebihan, tidak berguna! Sungguh tidak berguna melakukan hal semacam itu."

Dan saya juga mendengar kritik-kritik semacam itu di dalam gereja. Saya sudah mendengar,
sebagai contoh, kritikan terhadap suatu tim pelatihan yang berpuasa. Saya tidak menanggapinya.
Mengapa? Mereka bertekad untuk meneladani Yesus dan berpuasa untuk mendisiplin diri
mereka tapi mereka malah dikritik: "Tidak perlu, berlebihan, omong kosong." Mengapa? Perut
mereka sendiri yang dipakai berpuasa, bukan perut Anda. Apa hak Anda mengkritik mereka?
Jika mereka makan atau tidak, itu makanan mereka sendiri; bukan makanan Anda. Apa yang
memberi Anda hak untuk mengkritik? Mengapa Anda mengkritik? Karena hal itu membuat
Anda merasa tidak nyaman; mengungkapkan siapa diri Anda.

Misalnya seseorang melepaskan profesinya untuk melayani Tuhan, Anda akan mengecam jika
Anda merasa tidak nyaman akan tindakan tersebut. Mungkin semestinya Anda juga sudah
melakukan hal itu tetapi Anda tidak mau melakukannya. Dengan demikian Anda lalu membela
diri dengan mengatakan, "Aku tidak melakukannya karena ini hanya omong kosong. Tidak
perlu, berlebihan, pemborosan!" Ada banyak cara untuk melayani Tuhan, tidak perlu sampai
melepaskan pekerjaan. Itulah cara kita membela diri kita sendiri.

5. Jangan membenarkan diri dengan alasan yang terdengar rohani

Penjelasan yang kelima dan terakhir, sambil kita menutup pembahasan ini, adalah: Mengapa
ayat-ayat ini menggelisahkan saya karena seringkali kita menutupi alasan kita yang sebenarnya
dengan mengajukan penjelasan yang kedengarannya rohani. Ini adalah hal yang sangat
menakutkan. Kita melihat hal itu di dalam Yohanes 12. Yudas mengkritik Maria yang
memecahkan buli-bulinya. Baginya, tindakan itu adalah suatu pemborosan.

Selanjutnya Injil memberitahu kita bahwa hal itu bukanlah alasan yang sesungguhnya. Dia tidak
peduli pada orang miskin. Dia hanya membuat alasan seolah-olah dia peduli pada orang miskin.
Kenyataannya, dia sama sekali tidak peduli pada orang miskin! Yang benar adalah, dia ingin
membenarkan dirinya sendiri; kedua, dia sendiri adalah maling. Hanya uang yang berharga
42
baginya (Yohanes 12). Dia mengejar uang. Baginya, setiap uang yang dikeluarkan untuk tujuan
semacam ini adalah suatu pemborosan, karena dia sangat mencintai uang. Itulah alasan yang
sebenarnya.

Alasan yang satu ini sangat menakutkan saya karena, berulang kali, kita mengatakan sesuatu
yang kita sebut sebagai alasan tetapi sebenarnya bukan alasan yang sesungguhnya. Dan kita
terjebak di dalam kekacauan yang berbahaya karena tindakan menipu diri sendiri ini. Sebagai
contoh, Anda merasa tertantang untuk melayani Tuhan. Entah Anda melayani Tuhan atau tidak,
tidak ada orang yang berhak mengkritik Anda. Itu adalah hidup Anda sendiri. Apa yang akan
Anda lakukan pada hidup Anda sendiri adalah urusan pribadi Anda. Tapi tolong! Jika Anda
putuskan untuk tidak melayani Tuhan, jangan beri saya alasan yang kedengarannya rohani
sementara alasan yang sesungguhnya adalah ketidaksediaan Anda untuk melakukannya.
Katakanlah sejujurnya, "Saya tidak sanggup mengungkapkan pengabdian semacam ini."
Baiklah, itu jujur; cukup terbuka! Tak akan ada orang mengkritik Anda. Itu adalah urusan antara
Anda dengan Tuhan. Atau Anda bisa berkata, "Saya tidak siap saat ini." Cukup adil. Tidak
masalah!

Tapi janganlah datang dengan alasan yang kedengarannya rohani dan bodoh seperti, "Apa yang
akan terjadi kalau semua orang di gereja menjadi pelayan full-time?" Yang akan terjadi adalah
sesuatu yang indah. Apanya yang buruk? Apakah hal itu membuat Anda takut, kalau semua
orang di gereja menjalani pelayanan full-time? Sudah sering saya mendengar hal ini sehingga
bisa dikatakan bahwa saya sudah muak! Apakah bayangan tentang pelayanan full-time membuat
Anda ketakutan? Visi tentang gereja yang berisi pelayan full-time adalah hal yang sangat indah
untuk dibayangkan. Sangat indah untuk membayangkan suatu gereja di mana setiap orang di
dalam gereja masuk ke dalam pelayanan Tuhan. Kita akan mempunyai begitu banyak tenaga
kerja untuk diutus. Jika kita membutuhkan seseorang untuk, misalnya, dikirim ke Malaysia,
kami cukup bertanya, "Ada yang siap berangkat?" Dan Anda berkata, "Ya, saya siap untuk
segera berangkat." "Baik, empat orang saudara akan berangkat. Lima orang? Baik, lima orang
berangkat. Indah sekali! Bagaimana dengan kebutuhan materinya? Tak ada masalah sama sekali.
Saudara lainnya yang bekerja akan memberi dukungan. Tuhan akan mencukupi dengan cara-Nya
sendiri. Akan tetapi bayangan tentang gereja yang diisi oleh pelayan full-time tampaknya
membuat banyak orang ketakutan. Aneh sekali!

Janganlah membawa alasan semacam ini. Sungguh tak layak bahkan untuk dikomentari. Jujur
sajalah di hadapan Allah. Setidaknya Anda bisa menangani persoalan Anda dengan benar karena
masalah tersebut mendapat diagnosa yang tepat, yaitu, pengabdian Anda masih belum memadai
pada saat itu. Baiklah! Jika Anda berkata bahwa Anda tidak memiliki anugerah khusus, boleh
juga. Tidak masalah. Jika Anda merasa tidak memiliki anugerah khusus, Anda bisa memohon
anugerah dari Allah dan Dia akan menyediakan berbagai anugerah bagi Anda.

Tapi mengapa tidak mengungkapkan keadaan yang sejujurnya? Katakan saja apa adanya! Jangan
berkata, "Aku akan melayani Tuhan, tetapi...Yah, Anda tahu, Tuhan tidak menghendaki saya
melakukan ini." Apa!! Saya belum menemukan ada hal seperti ini di dalam Alkitab, di saat ada
orang yang mau melayani Allah tetapi Tuhan berkata, "Tidak, Aku tidak menghendakimu!" Saya
tak pernah mendengar Allah berkata, "Aku tidak menginginkan seorang untuk melayani Aku."
Pernyataan yang tidak masuk di akal!

Tapi tentunya, jika Anda katakan bahwa Allah tidak menghendaki Anda, maka saya akan terima
kata-kata Anda. Itu menjadi urusan Anda dengan Allah. Saya tidak berhak menghakimi Anda
namun perlu saya katakan bahwa, berdasarkan Firman Allah, saya tidak pernah menemui
pernyataan semacam itu. Sungguh luar biasa, ada orang yang ingin melayani Tuhan tapi ditolak.
Apakah dalam hal keselaamtan atau pelayanan, saya tidak pernah dengar adanya penolakan
seperti ini.
43
Dengan demikian poin yang terakhir ini adalah poin yang paling penting. Mari kita, setidaknya
berani berkata, "Arah tujuan rohani di dalam kehidupan aku tidak jelas. Pengabdianku tidak
memadai. Aku, dengan kasih karunia Allah, akan bertumbuh ke arah ini. Doakanlah aku agar
aku bertumbuh ke arah ini." Katakanlah dengan jujur. Janganlah menciptakan alasan yang
terdengar rohani sementara jauh di dalam hati Anda alasan yang sesungguhnya adalah bahwa
Anda tidak bersedia memecahkan buli-buli Anda, dan karena Anda menilai terlalu berlebihan
jika harus memecahkannya. Itulah alasan yang sesungguhnya. Janganlah munafik dan berkata,
"Aku tidak memecahkannya karena aku ingin memberikannya kepada orang miskin. Tidak
sekarang, tentu saja, tapi suatu hari nanti. Kalau aku mati nanti, aku akan menjadikannya
warisan buat orang miskin. Untuk sementara waktu, aku akan menyimpannya sampai hari
kematianku sebab tentunya orang miskin akan tetap ada di hari itu bukan? 'Orang miskin akan
selalu ada bersamamu,' adalah ucapan dari Yesus sendiri. Jadi tidak perlu cepat-cepat
memberikannya kepada orang miskin. Jika aku mati nanti, aku akan mewariskannya buat
mereka. Di saat aku masih hidup, aku akan menikmatinya."

Demikianlah kelima hal dari ayat-ayat ini yang menguji secara cermat hati kita semua. Setiap
kali Anda membacanya, ketika pandangan bahwa hal yang dilakukan Maria adalah pemborosan,
tanyakanlah hal ini pada diri Anda: Bagaimanakah saya menilai hal-hal rohani? Apakah hal-hal
rohani itu berharga buat saya? Apakah saya sesungguhnya berkomitmen? Apakah arah tujuan
rohani di dalam hidup saya?

Sumber : www.cahayapengharapan.org, dicetak di PJMI Tangerang, 14 Oktober 2009

You might also like