You are on page 1of 7

MASALAH KETIMPANGAN PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

Terdapat dua pendekatan : kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif

1. Kemiskinan absolut ( melihat jumlah penduduk dibawah garis kemiskinan).

2. Kemiskinan relatif (hubungan populasi terhadap distribusi pendapatan).

Beban Kemiskinan Global Terjadi pada negara yang memiliki populasi


yang besar pada kelompok-kelompok tertentu (kaum wanita), Anak –anak (sisi
pendidikan dan kesehatan). Beban tersebut dapat dilihat dari extreme poverty
line dan poverty line.

Perbedaan Kemiskinan dengan Ketimpangan Pendapatan.

- Kemiskinan berkaitan dengan standar hidup yang absolut.

- Sedangkan Ketimpangan mengacu pada standar hidup relatif dari seluruh


masyarakat.

Garis Kemiskinan

Semua ukuran kemiskinan dipertimbangkan pada norma tertentu. Pilihan


norma tersebut sangat penting terutama dalam pengukuran kemiskinan yang
didasarkan pada konsumsi.

Garis kemiskinan didasarkan pada consumption based poverty line


dimana terdapat dua elemen :
1. Pengeluaran yang diperlukan untuk standar gizi.
2. Jumlah kebutuhan lain yang bervariasi.

Seberapa Besar Tingkat Kemiskinan terjadi

Berdasarkan perhitungan untuk melihat tingkat kemiskinan dan


ketimpangan pendapatan diantaranya menggunakan :
- Headcount Index : menghitung jumlah orang miskin sebagai proporsi populasi.

- Poverty Gap : menghitung transfer yang akan membawa pendapatan setiap


penduduk miskin hingga tingkat garis kemiskinan, sehingga kemiskinan dapat
dilenyapkan.

Hipotesis U Terbalik Tentang Kemiskinan

Simon Kuznets (1955) membuat hipotesis adanya U terbalik, bahwa


permulaan pembangunan dimulai dimana distribusi pendapatan akan makin tidak
merata, namun setelah mencapai tingkat pembangunan tertentu distribusi
pendapatan makin merata.

Sebagian besar kurva kuznet ini terletak disebelah kanan, ketimpangan


pendapatan menurun seiring dengan peningkatan GDP perkapita pada tahap
pembangunan selanjutnya. Hipotesis ini membuktikan terjadinya dua economy.

Penyebab Kemiskinan

Mencoba dengan mengidentifikasi penyebab kemiskinan dari sisi ekonomi :

1. Secara mikro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola


kepemilikan sumber daya yang menimbulkan ketimpangan distribusi
pendapatan.

2. Kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas sumber daya manusia.

3. Kemiskinan muncul akibat perbedaan akses modal.

Alternatif Solusi Kemiskinan

- Pengupahan tenaga kerja (terutama sektor tradisional, modal yang didapat dari
pemungutan pajak).
- Menitikberatkan pada transfer sumber daya dari pertanian ke industri melalui
mekanisme pasar.

- Menyoroti potensi pesatnya pertumbuhan dalam sektor pertanian yang dibuka


dengan kemajuan teknologi sehingga menjadi leading sector (rural – led
development) proses ini akan mendukung pertumbuhan seimbang dengan syarat

1. Kemampuan mencapai tingkat pertumbuhan output pertanian yang tinggi.

2. Menciptakan pola permintaan yang kondusif pada pertumbuhan.

Ketimpangan dan Ketertinggalan


Peneliti Pusat Penelitian Ekonomi LIPI, Jakarta
Republika, Sabtu, 16 Juni 2007
Indonesia memiliki satu kementerian negara yang memiliki tugas untuk
mempercepat
pembangunan daerah tertinggal yakni Kementerian Negara Percepatan Daerah
Tertiggal
(PDT). Tugas kementerian ini memiliki peran yang strategis dalam
mengentaskan
daerah-daerah di Indonesia baik di kawasan barat maupun timur dan kawasan
terluar
yang masih banyak tertinggal dibanding daerah lain. Meskipun sudah ada
Kementerian
PDT, masalah ketimpangan yang pada gilirannya membawa
kepada ketertinggalan dalam hal pembangunan, semakin nyata terjadi di depan
mata
kita. Sejatinya, masalah ini adalah masalah besar bangsa kita yang sedang kita
hadapi.
Ini bukan hanya masalah parsial dan hanya menjadi tugas Kementerian PDT.
Berbicara mengenai masalah ketertinggalan, negara ini sesungguhnya sedang
mengalami proses ketertinggalan yang pelan tapi pasti. Hal ini antara lain
disebabkan
oleh maraknya ketimpangan, baik itu ketimpangan pendapatan, pendidikan,
maupun
ketimpangan kualitas institusi birokrasi di negara ini. Salah satu hasil studi
William
Easterly (2006) mengungkapkan bahwa tingkat ketimpangan (inequality) yang
tinggi
merupakan penghambat kemakmuran, tumbuhnya institusi yang berkualitas, dan
berkembangnya pendidikan yang bermutu tinggi.
Laporan Bank Dunia (2005) bertajuk World Development Report menyebutkan
dalam
pengantarnya bahwa keadilan (equity) adalah salah satu aspek fundamental
dalam
mencapai kemakmuran jangka panjang bagi masyarakat secara keseluruhan.
Meskipun
ada klaim ini, perdebatan mengenai pengaruh ketimpangan terhadap
pembangunan
ekonomi masih berlanjut dengan serius. Perlu ditegaskan di sini, ketimpangan
berkaitan
dengan distribusi hasil (outcomes) seperti pendapatan, kemakmuran, konsumsi,
dan
dimensi-dimensi lain dari apa yang disebut sebagai kesejahteraan (well being).
Sedangkan ketidakadilan (inequality) merujuk pada distribusi kesempatan
(opportunities) yang mencakup aspek-aspek ekonomi, politik, dan sosial.
Gelombang pertama (first wave) literatur mengenai pembangunan
berargumentasi
bahwa tingkat ketimpangan yang tinggi dapat mempercepat pertumbuhan
dengan
mengarahkan pendapatan lebih banyak lagi kepada para pemodal bertabungan
tinggi
(high saving capitalists) (Lewis, 1954, Kaldor, 1956, 1961). Argumen ini
berangkat dari
standar hipotesis di mana tingkat tabungan individu akan meningkat seiring
dengan
meningkatnya pendapatan. Ketika redistribusi sumberdaya dari kaum kaya ke
kaum
miskin cenderung menurunkan tingkat tabungan agregat dalam suatu
perekonomian, akumulasi kapital akan menurun seiring dengan laju
pertumbuhan
ekonomi. Meningkatnya ketidaksamaan cenderung meningkatkan investasi dan
Sementara itu, literatur-literatur baru mengenai pertumbuhan membalikkan
prediksi
tersebut. Dengan seperangkat model teoritik dan studi-studi empiris mereka
berargumentasi bahwa ketimpangan berdampak buruk terhadap pertumbuhan
melalui
saluran-saluran ekonomi politik atau kendala akumulasi modal insani (human
capital
accumulation) (Galor and Zeira, 1993; Banerjee and Newman, 1993; Alesina and
Rodrik, 1994; Persson and Tabellini, 1994).
Hal yang sangat dekat dengan kemiskinan adalah ketimpangan (inequality) atau
gap
antara si miskin dan si kaya. Ketimpangan berkaitan dengan distribusi hasil
seperti
pendapatan, kemakmuran, konsumsi, dan dimensi-dimensi lain dari apa yang
disebut
sebagai kesejahteraan. Konsep inequality tersebut harus dibedakan dengan
konsep
equity yang merujuk pada distribusi kesempatan (opportunities) yang mencakup
aspek-
aspek ekonomi, politik, dan sosial.
Dalam World Development Report 2006, World Bank (2006) berargumentasi
bahwa
ketimpangan dalam kesempatan dan akses ekonomi berpengaruh terhadap
pembangunan ekonomi. Dilihat dari akar penyebabnya, ketimpangan bisa dibagi
dua.
Pertama, ketimpangan structural (structural inequality) yang disebabkan oleh
peristiwa-
peristiwa bersejarah seperti penaklukan, kolonisasi, perbudakan, dan distribusi
tanah
oleh negara atau kekuatan kolonial. Situasi ini menciptakan elite-elite yang lahir
dengan
kebijakan mekanisme non-pasar (non-market mechanism). Kedua, ketimpangan
yang
disebabkan oleh kekuatan-kekuatan pasar karena kesuksesan dalam pasar
bebas (free
market) selalu tak sama antarindividu, kota, wilayah, perusahaan, dan industri.
Dalam berbagai literatur studi empiris-ekonometrik, Goudy dan Ladd (1999)
menyebutkan ada tingkat kesepakatan dan konsensus terhadap hubungan-
hubungan
antara pertumbuhan ekonomi, ketimpangan, dan kemiskinan. Pertama,
hubungan itu
menggambarkan bahwa pertumbuhan ekonomi mengurangi kemiskinan. Hal ini
tergantung pada sampai sejauh mana keadilan dalam distribusi pendapatan di
suatu
masyarakat. Kedua, pertumbuhan ekonomi tidak memiliki pengaruh yang bisa
diprediksi
atas ketimpangan di negara-negara berkembang. Ketiga, tingkat keadilan dalam
suatu
masyarakat adalah salah satu determinan dari pertumbuhan ekonomi.
Jika melihat kondisi perekonomian Indonesia yang secara makro menujukkan
performa
yang baik, namun di sisi lain realitas ketimpangan dan kemiskinan masih
menyelimuti sebagian besar rakyat Indonesia, bisa dikatakan proposisi pertama
dari
hubungan antara pertumbuhan ekonomi, ketimpangan, dan kemiskinan menemui
kebenarannya. Memang, pertumbuhan ekonomi yang dicapai belum cukup untuk
mengabsorbsi permasalahan krusial yang dihadapi bangsa ini.
Namun, persoalan yang perlu dicermati lebih jauh adalah bagaimana
mewujudkan
keadilan bagi segenap rakyat dengan membuka katup-katup pembatas saluran
distribusi pendapatan dan peluang/kesempatan ekonomi yang pada gilirannya
akan
mengalirkan berkah dari pertumbuhan ekonomi yang dicapai selama ini. Negara
di
mana tingkat ketimpangan ekonomi antarkalangan masyarakatnya rendah,
menunjukkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Semoga, proposisi
ketiga
dari studi empiris di atas adalah berupa hadirnya keadilan ekonomi bagi segenap
masyarakat dapat terwujud.

You might also like