You are on page 1of 1

PROFIL ANTIBODI ANTIFOSFOLIPID PADA PASIEN YANG TERINFEKSI

HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS


Inolyn, Tesis, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009

Latar Belakang.
Beberapa laporan awal menyebutkan bahwa antibodi antifosfolipid yang disebabkan oleh infeksi tidak
berkaitan dengan β2GPI (β2–glikoprotein–1) dan tidak bersifat patogen, namun demikian, penelitian –
penelitian berikutnya, menunjukkan bahwa antibodi antifosfolipid yang berkaitan dengan infeksi
memiliki reaktifitas, dengan β2GPI dan bermanifestasi Idinis trombosis. Antibodi antifosfolipid yang
distimulasi oleh IRV termasuk dalam kelompok yang kemungkinan berkaitan dengan trombosis.
Kecenderungan scorang pasien dengan antibodi ini untuk mengalami manifestasi trombosis tergantung
pada predisposisi genetik dan adanya polimorfisme β2GPI (khususnya alel VaI247). Munculnya antibodi
antifosfolipid pada pasien HWI AIDS diperkirakan melalui mekanisme molecular mimicry dan
dipengaruhi oleh faktor–faktor seperti berataya keadaan immunocompromised, terapi antiretroviral serta.
obat lain yang digunakan, koinfeksi dengan hepatitis B dan C, dan riwayat penggunaan narkoba suntik.
Penelitian mengenai hal ini penting mengingat sebagian besar pasien HIV di Indonesia baru berobat
setelah junflah CD4–nya rendah, terapi antiretroviral lini pertama, adalah golongan NNRTI dan NRTI,
serta sebagian besar pasien memiliki koinfeksi dengan hepatitis.

Tujuan.
Diketahuinya besar profil dan prevalensi antibodi antifosfolipid pada pasien HIV/AIDS di RSCM serta,
hubungan antibodi ini dengan jumlah limfosit CD4, penggunaan terapi antiretroviral, riwayat penggunaan
narkoba suntik, serta, koinfeksi dengan hepatitis B dan C

Metodologi.
Studi potong–lintang dilakukan pada pasien HIV yang berobat di Pokdisus HIV/AIDS RSCM dengan
simple random sampling. Selanjutnya dilakukan pengisian kuesioner dan pengukuran konsentrasi antibodi
antikardiolipin IgG dan IgM serta, anti– β2GPI IgG dan IgM serum. Konsentrasi isotipe IgG positif bila
lebih dari 3 kali konsentrasi kontrol negatif, sedangkan isotipe IgM positif bila lebih dari 2,5 kali
konsentrasi kontrol negatif Analisis statistik dilakukan dengan uji chi-square.

Hasil. Selarna periode, Januari – Februari 2009 didapatkan 92 pasien yang terinfeksi HIV, yaitu: 72%
laki–laki, 90,2% usia produktif (26–55 tahun), 45,7% penularan HIV melalui penggunaan jarum suntik
bersama, 80,5% sudah mendapat antiretroviral (sebagian besar lebih dari 12 minggu), 55% jumlah
limfosit CD4–nya kurang dari 200 sel/ µl (median: 192 sel/ µl), infeksi oportunistik terbanyak adalah
tuberkulosis, dan 70% memiliki koinfeksi hepatitis kronik. Pada. subyek didapatkan: antibody
antikardiolipin –IgG 83,7% (median rasio: 5,67 (1,78 – 33,79)), – IgM 29,3% (median rasio: 1,86 (0,91 –
17,03)); anti–P2GPI – IgM 66,3% (median rasio: 3,28 (1,24 –47,47), dan – IgG 7,6% (median rasio: 1,35
(1,06 – 42,47)). Setelah dilakukan analisis, didapatkan. antibodi antikardiolipin, IgM serta. anti– β2GPI
IgG dan IgM berhubungan. dengan. penggunaan antiretroviral, dan anti– β2GPI IgM berhubungan dengan
riwayat penggunaan narkoba suntik.

Simpulan.
Prevalensi antibodi antikardiolipin pada. pasien HIV adalah 83,7% (isotipe IgG dominan) dan anti–
β2GPI 66,3% (isotipe IgM dominan). Antibodi antikardiolipin dan anti– β2GPI pada, pasien. HIV
berhubungan. dengan penggunaan antiretroviral, namun tidak dengan. jumlah limfosit CD4 dan koinfeksi
hepatitis B dan C. Riwayat penggunaan narkoba suntik berkaitan. hanya dengan anti– β2GPI isotipe, IgM.

Kata Kunci: antibodi antikardioUpin, anti–N–glikoprotein–1, HIV/AIDS

You might also like