You are on page 1of 12

MANAJEMEN KRISIS

DALAM PENANGGULANGAN TERORISME

Oleh : Drs. Sudarto

Latar Belakang.

a. Perkembangan sistem politik internasional pada tahun 2002 masih belum dapat
membentuk suatu tatanan internasional yang dapat memberikan sumbangan bagi
terciptanya lingkungan global yang aman, adil dan demokratis. Dunia internasional masih
tetap diwarnai oleh perkembangan-perkembangan keamanan tingkat regional yang
cenderung problematik serta dihadapkan pada tantangan dan realitas konflik antar negara
dan intra negara yang semakin marak.

b. Menyikapi perkembangan internasional pasca tragedi 11 September 2001, dan


pengeboman Bali tanggal 12 Oktober 2002 peran diplomasi Indonesia dihadapkan pada
sikap realistik dan konstruktif sejalan dengan prinsip politik luar negeri Indonesia yang
bebas dan aktif. Sikap independensi dalam pelaksanaan politik luar negeri yang berkaitan
dengan aksi-aksi terorisme secara khusus diperlihatkan dengan sikap Indonesia yang
secara tegas mendukung upaya memerangi terorisme sesuai dengan kaidah-kaidah yang
termaksub dalam Piagam PBB yakni Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1373/2001
dan Nomor 1438/2002 tanggal 14 Oktober 2002.

c. Kebijakan As untuk menggalang upaya internasional dalam memerangi terorisme


dengan obyek sasaran negara-negara islam harus tetap dicermati dan dalam beberapa hal
dapat didukung. Meskipun demikian , tetap harus diwaspadai adanya kecenderungan
negara adidaya tersebut untuk memaksakan kehendak dan dengan aturan mainnya. Isu
terorisme internasional telah menjadi pembenaran baru bagi negara-negara besar untuk
mempraktekkan pendekatan unilateralis di bidang keamanan yang cenderung
mengabaikan kedaulatan dan HAM negara-negara sedang berkembang.

d. Mencermati kasus bom di Bali tanggal 12 Oktober 2002 tersebut telah mendapat
reaksi dan tanggapan dari masyarakat internasional dengan dikeluarkan Resolusi DKPBB
Nomor 1438/2002 dan Pemerintah RI telah mengeluarkan Perpu Nomor 1/2002 dan
Nomor 2/2002 tentang Pemberantasan Terorisme, sebelum RUU Pemberantasan
terorisme disetujui oleh DPR RI. Dampak dari kasus Bali tersebut sangat luas baik
terhadap aspek ekonomi, ideologi, sosial, budaya serta keamanan dalam negeri sendiri
yang sangat merugikan bangsa Indonesia.

TINJAUAN TERORI MANAJEMEN KRISIS.

Manusia yang oleh Kitab Suci diposisikan sebagai wakil Tuhan dimuka Bumi
(Khalifatullah filardh) beserta alam yang melingkunginya (yang diamanatkan oleh Tuhan
kepada manusia) bergerak menuju masa depan; masa depan mengandung berbagai
kemungkinan, satu-satunya kemungkinan yang dapat dipastikan terjadi di masa depan,
sebagaimana ia terus menerus terjadi dimasa lampau adalah perubahan.

Menurut Peter F. Drucker mengemukakan bahwa dalam kurun waktu yang penuh
gejolak (turbulen) seperti halnya dewasa ini, hari esok bukanlah dengan sendirinya adalah
kelanjutan hari ini. Terjadilah distrupsi terhadap suatu kontinuitas, terputushya suatu
kesinambungan, yang melahirkan suatu diskontinuitas, terjadilah suatu perubahan.
Perubahan dapat dipsisikan sebagai peluang, atau sebagai ancaman; persoalannya
kemudian adalah bagaimana mengelola suatu perubahan agar selalu menjadi peluang.
Suatu perubahan hanya dapat dimanfaatkan sebagai peluang, jika perubahan itu lebih
dahulu diterima baik oleh lingkungannya, yang langkah awalnya adalah mengatasi
perlawanan atau kemungkinan perlawanan terhadap perubahan.(sikapnya adalah Inactive,
Reactive, Proactive, Inter-active).

Tiada seorangpun dapat mengelak dan melepaskan diri dari terjangan arus
perubahan. Perubahan yang dibiarkan tidak dikelola, apabila yang dilawan, akan
berkembang menjadi konflik. Penyelesaian konflik yang memuaskan akan membawa
para pihak dalam kondisi cooperative aftermath (usai yang mengakibatkan hadirnya
kerjasama), sedang penyelesaian yang tidak memuaskan, yang biasanya karena ingin
cepat, pada akhirnya akan menimbulkan permusuhan (combative aftermath),
penyelesaian combative ini akan menghadirkan konflik baru, yang tidak mustahil, akan
berkembang menjadi Krisis.

Setiap krisis adalah suatu emergency, namun tidak setiap emeergency adalah suatu
krisis. Krisis dditangani oleh manajemen terhadap krisis. Krisis adalah kondisi tidak
stabil, yang bergerak kearah suatu titik balik, dan menyandang potensi perubahan yang
menentukan. Sedangkan keadaan darurat (emergency) adalah kejadian tiba-tiba, yang
tidak diharapkan terjadinya dan menuntut penanganan segera.

Steven Fink dalam karyanya yang berjudul Crisis Management - Planning for the
inevitable, mengumukakan : "A crisis is an unstable time or state of affairs in which a
decisive change is impending-either one with the distinct possibility of a highly desirable
and extremely positibe outcome, or one with the distinct possibility of a highly
undesirable outcome. It is usually a 50-50 proposition, but yoy can improve the odds".

Jadi esensi manajemen krisis adalah upaya untuk menekan faktor ketidakpastian dan
faktor resiko hingga tingkat serendah mungkin, dengan demikian akan lebih mampu
menampilkan sebanyak mungkin faktor kepastiannya. Sebenarnya yang disebut
manajemen krisis itu diawali dengan langkah mengupayakan sebanyak mungkin
informasi mengenai alternatif-alternatif, mapun mengenai probabilitas, bahkan jika
mungkin mengenai kepastian tentang terjadinya, sehingga pengambilan keputusanan
mengenai langkah-langkah yang direncanakan untuk ditempuh, dapat lebih didasarkan
pada sebanyak mungkin dan selengkap mungkin serta setajam (setepat) mungkin
informasinya. Tentu saja diupayakan dari sumber yang dapat diandalkan (reliable),
sedangkan materinya juga menyandang bobot nalar yang cukup.
Manajemen krisis membedakan situasi krisis menjadi : pra-krisis dan krisis. (1)
Situasi Pra-krisis adalah situasi masih tenang dan stabil, bahkan tanpa tanda-tanda akan
terjadinya krisis, sedangakan (2) Situasi Krisis dirinci dalam tahap-tahap (a) prodimal; (b)
akut (c) kronik, dan (d) pengakhiran (resolution). Pada tahap prodomal, hadir tanda-
tanda, pada tahap akut, terjadi kerusakan (damage), pada tahap kronik, krisis akan
berlanjut yang lebih parah, dan pada tahap pengakhiran, krisis berakhir/teratasi.

Bahwa keempat tahap tersebut dapat terjadi berhimpitan dalam jangka waktu yang
singkat, seperti misalnya terjadi pada flu, namun dapat juga terjadi hal sebaliknya, krisis
yang berlarut-larut memakan waktu lama dan panjang. Krisis jenis pertama dikenal
sebagai krisis berhulu ledak pendek (short fused crisis), sedangkan yang berlarut disebut
sebagai krisis berhulu ledak panjang (long fused crisis). Tetapi tidak semua krisis
berkembang dalam empat tahap tersebut. Cukup banyak krisis yang melompat dari tahap
prodomal langsung ke tahap penyelesaian. Tahapnya dapat berkurang, tetapi tidak pernah
lebih dari empat. Adalah tugas manajemen krisis untuk mencegah terjadinya suatu krisis,
dan seandainya tidak dapat lagi tercegahkan, adalah tugasnya pula untuk secepat
mungkin menghalaunya masuk ketahap penyelesaian.

Upaya Penanggulangan Krisis.

Peramalan (Forcasting). Sebagaimana dijelaskan dimuka bahwa manajemen krisis


bertujuan untuk menekan faktor-faktor resiko dan faktor ketidakpastian hingga seminimal
mungkin. Untuk itu orang melakukan peramalan terhadap krisis (forcasting) pada situasi
Pra-krisis. dalam manajemen krisis, agar memudahkan dalam mempetakan krisis,
peramalan digambarkan pada Peta Barometer Krisis.

Pencegahan (prevention). Langkah-langkah pencegahan ini lebih cocok diterapkan


untuk meenanggulangi krisis pada situasi Pra-Krisis. Mencegah agar krisis tidak terjadi,
atau jika diperkirakan tidak mungkin dicegah terjadinya, diupayakan agar tidak usah
masuk ke tahap beerikutnya yaitu tahap akut, jika ia kelak betul-betul terjadi. Untuk itu,
begitu ada tanda-tanda terlihat, segera dapat langsung diarahkan ketahap penyelesaian.
Pencegahan juga berupaya mengalihkan tempat dan waktu terjadinya krisis, dan juga
berupaya mengendalikannya, jika ia kelak terjadi. Upaya pada tahap praktisis adalah
untuk mencegah terjadinya krisis ikutan terhadap suatu krisis yang tak terelakkan.
Intervensi (Intervantion). Semua langkah-langkah yang ditempuh untuk menanggulangi
krisis pada tahpa/situasi krisis adalah Intervensi. Dengan tujuan agari krisis cepat
berakhir, agar krisis meledak pada titik waktu dengan tingkat kesiagaan tinggi, atau
digeser ke lingkungan tertentu, atau agar krisis yang terjadi dapat dikendalikan.
Pengendalian terhadap kerusakan (damage control) digerakkan/diterapkan pada tahap
akut, termasuk dalam pengendalian terhadap krisis. Langkah-langkah pengendalian
terhadap kerusakan diawali dengan langkah : (!) Identifikasi, kemudian langkah (2)
Isolasi/pengucilan, kemudian langkah (3) membatasi/limitation, langkah (4)
menekan/reduction dan diakhiri dengan alangkah (5) pemulihan/recovery.

Krisis, sebagaimana halnya dengan konfik, tidak dengan sendirinya bersifat negatif,
tetapi perubahan yang menentukan yang menjadi kata kunci, dapat berkembang kearah
yang positif, namun dapat juga sebaliknya. Karena itu yang dikelola adalah faktor resiko
dan faktor ketidakpastiannya, agar masa depat dapat lebih diperkirakan.

TINJAUAN TERORISME

Profesor linguistik Noam Chomsky di MIT Cambridge, Massachusetts menguraikan


tentang paradigma terorisme dalam buku "International Terrorism in Real World"
(Menguak Terorisme Internasional). Konsep terorisme pada akhir abad ke-18 sebagai
konsep tentang aksi-aksi kekerasan pemerintah yang dimaksudkan untuk menjamin
ketaatan rakyat. Para pelaku terorisme negara atau pemegang kekuasaan mengontrol
sistem pikiran dan perasaan rakyatnya. Dalam perkembangannya, paradigma terorisme
diubah menjadi "pembalasan oleh individu dan kelompok-kelompok terhadap pemegang
kekuasaan (negara).

Sedangkan bentuk teror tidak hanya terlihat secara fisik dalam bentuk kekerasan
yang nampak, tetapi juga dapat dalam bentuk serangan melalui informasi, psikis,
ekonomi dan perdagangan. Berdasarkan pendekatan sejarah makna terorisme dapat
mengalami perubahan paradigma, pada awalnya terorisme dikategorikan sebagai
kejahatan terhadap negara (crime against state), kemudian berkembang menjadi kejahatan
terrhadap kemanusiaan (crimes against humanity). Berbagai aksi teror pengeboman
diberbagai negara dan tanah air termasuk bom malam Idul Fitri, bom Bali, serta aksi teror
yang menyebabkan runtuhnya menara kembar WTC, aksi teror tersebut telah banyak
menciptakan penderitaan dan korban masyarakat sipil tidak bersalah, sehingga teror
seperti ini dapat dikategorikan kejahan terhadap kemanusiaan.

Difinisi dan Pengertian Terorisme.

Menurut konvensi PBB tahun 1939, terorisme adalah segala bentuk tindak kejahatan
yang ditujukan langsung kepada negara dengan maksud menciptakan bentuk teror
terhadap orang-orang tertentu atau kelompok orang atau masyarakat luas. Menurut kamus
Webster's New School and Office Dictionary, terrorism is the use of violence,
intimidation, etc to gain to end; especially a system of government ruling by teror,
pelakunya disebut terrorist. Selanjutnya sebagai kata kerja terrorize is to fill with dread or
terror'; terrify; ti intimidate or coerce by terror or by threats of terror.

Menurut ensiklopeddia Indonesia tahun 2000, terorisme adalah kekerasan atau


ancaman kekerasan yang diperhitungkan sedemikian rupa untuk menciptkan suasana
ketakutan dan bahaya dengan maksud menarik perhatian nasional atau internasional
terhadap suatu aksi maupun tuntutan. RAND Corporation, sebuah lembaga penelitian dan
pengembangan swasta terkemuka di AS, melalui sejumlah penelitian dan pengkajian
menyimpulkan bahwa setiap tindakan kaum terorris adala tindakan kriminal. definisi
konsepsi pemahaman lainnya menyatakah bahwa : (1) terorisme bukan bagian dari
tindakan perang, sehingga seyogyanya tetap dianggap sebagai tindakan kriminal, juga
situasi diberlakukannya hukum perang; (2) sasaran sipil merupakan sasaran utama
terorisme, dan dengan demikian penyerangan terhadap sasaran militer tidak dapat
dikategorikan sebagai tindakan terorisme; (3) meskipun dimensi politik aksi teroris tidak
boleh dinilai, aksi terorisme itu dapat saja mengklaim tuntutanan bersifat politis.

Ciri-ciri Terorisme.

Menurut beberapa literatur dan reference termasuk surat kabar dapat disimpulkan bahwa
ciri-ciri terorisme adalah :

a. Organisasi yang baik, berdisiplin tinggi & militan

b. Mempunyai tujuan politik, ideologi tetapi melakukan kejahatan kriminal untuk


mencapai tujuan.

c. Tidak mengindahkan norma-norma universal yang berlaku, seperti agama, hukum


dan HAM.

d. Memilih sasaran yang menimbulkan efek psikologis yang tinggi untuk menimbulkan
rasa takut dan mendapatkan publikasi yang luas.

e. Menggunakan cara-cara antara lain seperti : pengeboman, penculikan,


penyanderaan, pembajakan dan sebagainya yang dapat menarik perhatian massa/publik.

Motif Terorisme.

Motif terjadinya teror yang terjadi selama ini baik yang berskala internasional maupun
nasional, biasanya meliputi :

a. Membebaskan tanah air (dari penjajah)

b. Memisahkan diri dari pemerintahan yang syah.

c. Sebagai proses sistem sosial yang berlaku (pembebasan dari sistem kapitalis)

d. Menyingkirkan musuh-musuh politik dan sebagainya.

Pengamat militer A.A Maulani, mantan Kepala Bakin, menyatakan ada 4 kategori
terorisme, yaitu : 1) Terorisme melawan pemerintah untuk 2) Menggulingkan atau
menggantinya terorisme oleh pemerintah untuk rakyatnya sendiri, atau terhadap negara
lain dalam rangka menghabisi lawan-lawan politiknya. 3) Terorisme oleh gerakan
revolusioner, ultrana-sionalis, anarkis, nonpolitik (gerakan ekologi anti globalisasi dsb),
gerakan milenium (aum shinrikyo) 4) Terorisme sebagai bagian dari perjuangan
kemerdekaan nasional.

Bentuk-bentuk Terorisme.
Dilihar dari cara-cara yang digunakan : 1) Teror Pisik yaitu teror untuk menimbulkan
ketakutan, kegelisahan memalui sasaran pisik jasmani dalam bentuk pembunuhan,
penganiayaan, pemerkosaan, penyanderaan penyiksaan dsb, sehingga nyata-nyata dapat
dilihat secara pisik akibat tindakan teror. 2) Teror Mental, yaitu teror dengan
menggunakan segala macam cara yang bisa menimbulkan ketakutan dan kegelisahan
tanpa harus menyakiti jasmani korban (psikologi korban sebagai sasaran) yang pada
tingkat tertentu dapat menimbulkan tekanan batin yang luar biasa akibatnya bisa gila,
bunuh diri, putus asa dsb.

Dilihat dari Skala sasaran teror : 1) Teror Nasinal, yaitu teror yang ditujukan kepada
pihak-pihak yang ada pada suatu wilayah dan kekuasaan negara tertentu, yang dapat
berupa : pemberontakan bersenjata, pengacauan stabilitas nasional, dan gangguan
keamanan nasional. 2) Teror Internasional. Tindakan teror yang diktujukan kepada
bangsa atau negara lain diluar kawasan negara yang didiami oleh teroris, dengan bentuk :
a) Dari Pihak yang kuat kepada pihak yang lemah. Dalam bentuk penjajahan, invansi,
intervensi, agresi dan perang terbuka. b) Dari Pihak yang Lemah kepada Pihak yang kuat.
Dalam bentuk pembajakan, gangguan keamanan internasional, sabotase, tindakan nekat
dan berani mati, pasukan bunuh diri, dsb.

Taktik Terorisme.

Taktik teror yang sering digunakan oleh para terorisme yang terjadi selama ini baik
yang berskala interenasional maupun nasional, biasanya meliputi :

a. Pengeboman yang paling umum digunakan sekitar 60 persentase.

b. Pembajakan, biasanya pesawat terbang komersial, kendaraan darat termasuk kereta


api dan kapal penumpang.

c. Pembunuhan, taktik ini merupakan aksi terorisme yang tertua.

d. Penghadangan, biasanya dilanjutkan dengan penyanderaan.

e. Penculikan, biasanya diikuti tuntutan tembusan uang atau tuntutan politik lainnya.

f. Penyanderaan, biasanya berhadapan langsung dengan aparat, menahan sandera


ditempat umum.

g. Perampokan, biasanya sasaranya adalah Bank atau mobil lapis baja yang membawa
uang banyak, untuk membiayai kegiatan terornya.

h. Ancaman/intimidasi, dengan cara menakuti-nakuti atau mengancam dengan


menggunakan kekerasan terhadap seseorang atau sekelompok orang, di daerah yang
dianggap lawan.

Tujuan Terorisme.
a. Tujuan Jangka Pendek, meliputi : 1) Mempeeroleh pengakuan dari masyarakat lokal,
nasional, regional maupun dunia internasional atas perjuangannya. 2) Memicu reaksi
pemerintah, over reaksi dan tindakan represif yang dapat mengakibatkan keresahan di
masyarakat. 3) Mengganggu, melemahkan dan mempermalukan pemerintah, militer atau
aparat keamanan lainnya. 4) Menunjukkan ketidak mampuan pemerintah dalam
melindungi dan mengamankan rakyatnya. 5) Memperoleh uang atau perlengkapan. 6)
Mengganggu dan atau menghancurkan sarana komunikasi, informasi maupun
transportasi. 7) Mencegah atau menghambat keputusan dari badan eksekutif atau
legislatif. 8) Menimbulkan mogok kerja. 9) Mencegah mengalirnya investasi dari pihak
asing atau program bantuan dari luar negeri. 10) Mempengaruhi jalannya pemilihan
umum. 11) Membebaskan tawanan yang menjadi kelompok mereka. 12) Membalas
dendam. b. Tujuan Jangka Panjang, antara lain meliputi : 1) Menimbulkan perubahan
dramatis dalam pemerintahan, seperti revolusi, perang saudara atau perang antar negara.
2) Mengganti ideologi suatu negara dengan ideologi kelompoknya. 3) Menciptakan
kondisi yang menguntungkan bagi pihak teroris selama perang gerilya. 4) Mempengaruhi
kebijakan pembuat keputusan baik dalam lingkup lokal, nasional, regional atau
internasional. 5) Memperoleh pengakuan politis sebagai badan hukum untuk mewakili
suatu suku bangsa atau kelompok nasional, misalnya PLO.

8. Jaringan Terorisme. Meskipun tidak ada konspirasi internasional yang jelas antar
kelompok terorisme namun kecenderungan yang ada menunjukkan peningkatan
kerjasama antara kelompok teroris diddunia. Jaringan atau kerjasama meliputi bantuan
dalam hal sumberdaya, tenaga ahli, tempat perlindungan bahkan partisipasi dalam operasi
bersama. Dibeberapa negara tertentu justru mendukung adanya kerjasama antar
kelompok terorisme ini, pemeerintah menganggap penggunaan terorisme sebagai
alternatif dari perang konvensional dan sebagai tentara cadangan mereka. Sebagai contoh
dari beberapa literatur dapat disimpulkan bahwa : struktur Al-Qaeda disusun dalam
bentuk Network with-in network, laksana holding Company dengan jaringan anak-anak
perusahaan seperti Hizbullah, Hamas, Jihad Islam, Al-Mahdi, Islam Army Group dan
Abu Syyaf. Di dalam anak perusahaan itu dibuat kompartemensi berupa sel-sel yang
tidak saling mengenal, guna memelihara kerahasiaan maksimum. Para tokohnya terdiri
dari mereka yang mengecap pendidikan di Universitas terbaik di dunia, fasih berbahasa
Inggris dan mempunyai spesialisasi tertentu.

ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH.

a. Sebagaimana dijelaskan dimuka, bahwa timbulnya terorisme sebagian besar


diakibatkan karena adanya ketidakadilan, balas dendam atau ringkasnya adalah adanya
konflik-konflik kepentingan antara pihak-pihak yang berinteraksi baik skala perorangan,
organisasi, intern pemerintahan maupun antar negara. Jadi adanya terorisme pada
umumnya disebabkan adanya konflik-konflik kepentingan antara pihak-pihak yang
berinteraksi baik skala perorangan, organisasi, intern pemerintahan maupun antar negara.
Jadi adanya terorisme pada umumnya disebabkan adanya konflik. Konflik yang
menajam, yang kemudian terjabar dalam kondisi kritikal, dengan titik balik yang
mengandung perubahan yang menentukan bagi pihak-pihak yang berkonflik, adalah suatu
krisis. Manajemen krisis menangani titik balik yang didalamnya terkandung potensi
perubahan yang menentukan, pemahaman terhadapnya hanya dapat dilakukan, jika orang
berfikir strategik. Karena krisis adalah dijelang suatu perubahan yang menentukan, maka
berfikir strategik adalah berfikir dalam kerangka perubahan. Kerangka berfikir tersebut
dipandang penting karena setiap aktivitas terorisme tujuannya adalah menghendaki
perubahan, pada umumnya adalah perubahan dibidang politik dan ekonomi yang
dampaknya akan menimbulkan krisis.

b. Manajemen terhadap krisis hanya akan berhasil jika yang menanganinya mampu
berfikir strategik, berfikir dalam konteks perubahan. Apalagi untuk kurun waktu sekarang
ini, dengan perubahan yang terjadi dalam dinamika yang tinggi, turbulen dan drastik.
Perubahan yang global yang diikuti beragam konflik, akhirnya berkembang menjadi
krisis yang juga skala global.

c. analisis terhadap krisis yang ditimbulkan oleh terorisme, dilakukan dengan dua cara
yakni : analisis secara umum dan analisis menurut disiplin ilmu manajemen krisis,
dengan konteks nasional, regional dan internasional.

Kilas Balik Terorisme.

Dalam kilas balik tentang terorisme ini, menjelaskan tentang faktor-faktor atau
variabel yang menyebabkan adanya terorisme, terutama difokuskan pada perubahan
lingkungan strategik internasional dan kebijakan-kebijakan dari negara-negara maju yang
dipimpin oleh Amerika Serikat (AS) yang mempunyai dampak internasional.

a. Bidang politik, dalam tata hubungan internasional berbagai aturan berbangsa dan
bernegara banyak bersumber dari ideologi kapitalisme dibuat dan diinternasionalisasikan
maka lahirlah, antara lain : Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia (Deklarasion of
Human Right) tahun 1948. Deklarasi ini mencantumkan penjaminan atas kebebasan
manusia; terutama kebebasan beragama, berpendapat, kepemilikan, dan perilaku.
Internasionalisasi ini dibutuhkan AS agar setiap tindakannya di dunia inter-nasional
menjadi legal atau sah meskipun sebenarnya sekadar untuk kepentingan nasional
(national interest) AS semata. Dalam pelaksanaannya dipandang tidak adil untuk
beberapa negara misalnya pembantaian Israel terhadap rakyat Palestina yang jelas-jelas
melanggar HAM, tetapi AS dan PBB tidak berusaha menyelesaikan dengan adil, hal ini
menimbulkan ketidakpuasan beberapa negara Islam khususnya Palestina, Irak, Iran dan
Suriah, hal ini menimbulkan rasa dendam dan pembalasan dendam dengan membentuk
terorisme.

b. Bidang ekonomi, internasionalsasi kepentingan AS dilakukan dengan membuat


suatu tatanan ekonomi internasional dengan sperangkat organisasinya seperti IMF, Bank
Dunia, dan WTO. Langkah paling penting yang dilakukan AS adalah mengubah sistem
mata uang dunia dengan menjadikan dolar sebagai standar untuk menilai mata uang yang
berbeda-beda. Sedangkan untuk negara-negara Eropa dengan mata uang Euronya. Hal ini
berarti mengontrol perekonomian negara lain dan mengakibatkan ketidakstabilan
ekonomi khususnya pada negara-negara sedang berkembang. Kondisi demikian
mendorong timbulnya terorisme yang mengkhususkan diri pada bidang ekonomi.
c. Peranan IMF. Beberapa program yang sering disyaratkan IMF, antara lain, adalah
suku bunga tinggi; yang mengakibatkan mandeknya roda perekonomian dan industri
negara pengutang/peminjam. IMF juga memaksa negara pengutang untuk mengurangi
belanja negara dengan meningkatkan pajak dan tarif jasa serta menghentikan subsidi
untuk barang-barang konsumtif. Implikasinya, beban masyarakat semakin berat
disebabkan naiknya biaya bagi sektor jasa seperti telekomunikasi, transportasi, listrik, air,
pendidikan, dan kesehatan. IMF juga mensyaratkan perdagangan bebas dan kebebasan
berinvestasi. Tujuan utama dari liberalisasi perdagangan ini adalah untuk membuka pasar
seluruh negara-negara di dunia bagi produk unggulan dan investasi negara-negara
kapitalis atau negara-negara maju. Dengan demikian, negara-negara berkembang akan
selalu berada dibawah hegemoni AS dan negara-negara maju lainnya. Ketidakadilan ini
menimbulkan perlawanan-perlawanan bagi negara-negara berkembang dan sekelompok
militan/separatisme dengan membentuk terorisme.

d. Fax Americana. Setelah runtuhnya Blok Komunis, tatanan dunia internasional


menjadi unipolar/multipolar. Kekuatan dunia didominasi hanya oleh satu kubu saja, yaitu
Blok Kapitalis yang dipimpin oleh AS. Pada awalnya, banyak pihak berhadap,
berakhirnya Perang Dingin ini membuat dunia semakin damai. Namun, kenyataannya
adalah sebaliknya. AS dengan dominasi tunggalnya, justru menyebarkan kerusakan dan
kehancuran di seluruh dunia, AS kemudia merancang apa yang mereka sebut dengan The
New Order (Tatanan Dunia Baru) yang dipimpim oleh AS. Tatanan Dunia Baru itu tidak
lebih merupakan keinginan AS untuk menjadikan seluruh dunia tunduk kepada AS dan
mengikuti seleranya. Tujuan dasar dari strategi AS pada era baru adalah untuk mencegah
munculnya kekuatan tandingan yang baru, baik dalam level global maupun wilayah-
wilayah geo-strategis yang penting. Tujuan lainnya AS adalah menyisakan kekuatan luar
yang dominan dan mengamankan akses AS dan negara-negara Barat terhadap minyak di
daerah tersebut. Keserakahan dan ketidakadilan ini menimbulkan perlawanan-perlawanan
dalam bentuk terorisme bagi sekelompok orang militan/separatisme dan atau bagi negara-
negara yang dirugikan.

e. Perang melawan terorisme ala Amerika menjadi lebih dramatis dan seru karena
dikampanyekan oleh AS dan sekutu-sekutu Baratnya sebagai perang peradaban; perang
terhadap segala pihak yang ingin menghancurkan peradaban Barat (Kapitalisme) "yang
demokratis serta menghargai kebebasan dan nilai-nilai hak asasi manusia". Dalam
pidatonya di Sidang Umum PBB 10 Nopebmer 2001, Bush berkata, "This is a current in
history and it runs toward freedom." (Ini adalah babak baru sejarah menuju kebebasan.).
Kondisi ini pada hakekatnya adalah pernyataan perang terbuka antara negara kapitalis
dengan negara-negara islam, tetapi terbatas, maka perang tersebut dilaksanakan dengan
cara terorisme internasinal.

f. Adanya sinyalemen beberapa negara bahwa Indonesia dalam peta terorisme


dikategorikan sebagai soft target dan akhir-akhir ini berkembang menjadi sarang
terorisme internasional, khususnya setelah adanya tragedi WTC dan Bom Bali, karena
beberapa kenyataan seperti : lemahnya perangkat hukum untuk memerangi terorisme,
kualitas dan kuantitas semua pihak yang terkait didalam upaya combating terrorisme
belum memadai dan potensi terjadinya teror sangat tinggi. Anggapan ini sangat
merugikan citra Indoensia dimata masyarakat internasional.

g. Pengaruh dengan adanya terorisme yang terjadi akhir-akhir ini antara lain meliputi :
1) Pengaruh pada Ideologi, yakni penghancuran paham kapitalisme negara barat dan
sebaliknya penghancuran faham Islam. 2) Pengaruh pada Agama, Islam dituding sebagai
sponsor terorisme internasional, yang membawa dampak terhadap negara yang
penduduknya mayoritas islam termasuk Indonesia. Negara-negara islam akan dijadikan
ruang dan wilayah perang oleh AS. 3) Pengaruh pada Politik, isu terorisme dijadikan isu
politik luar negeri AS dan diterapkan untuk seluruh dunia dengan dikeluarkannya
resolusi DK PBB Nomor 1373/1999 (kasus pengeboman menara kembar WTC AS) dan
Nomor 1438/2002 (kasus bom di Bali Indonesia). 4) Pengaruh pada Ekonomi, tragedi
WTC dengan pembajakan pesawat mengakibatkan masyarakat internasional tauma
bepergian dengan pesawat terbang, akibatnya banyak perusahaan penerbangan tutup.
Sedangkan kasum bom Bali akibatnya jumlah wisatawan yang data ke Bali berkurang
drastis, dan banyaknya investor asing menunda bahkan ada yang membatalkan
investasinya di Indonesia. 5) Pengaruh dibidang Pertahanan dan Keamanan, terorisme
dianggap musuh oleh semua negara. Karena mengganggu stabilitas dan gangguan
keamanan dalam negeri maupun internasional.

3. Analisis Terorisme secara Umum.

e. Fakta yang terjadi akhir-akhir ini adalah munculnya aksi teror tidak dapat dicegah,
karena beberapa hal antara lain : (1) mudah mendapatkan calon anggota terorisme dan
proses perekrutan juga relatif mudah; (2) terorisme biayanya sangat murah karena
organisasinya sangat kecil & fleksibel walaupun jaringannya berskala internasional; (3)
hasil kegiatan terorisme cepat dapat diperoleh; (4) hasil kegiatan terorisme yang
spetakuler akan meningkatkan moril anggota terorisme.

f. Dalam rangka memerangi aksi terorisme, secara umum diperlukan persyaratan


kesiapan yang meliputi : (1) kesiapan dibidang politik, yakni perlunya dukungan
masyarakat secara penuh bahwa terorisme adalah musuh bangsa dan negara yang harus
dihadapi oleh segenap bangsa; (2) kesiapan dibidang hukum, peraturan perudangan
dibidang pemberantasan terorisme merupakan agenda mutlak, karena hukum ini akan
memberikan kekuatan kepada semua pihak untuk menjerat pelaku terorisme, disadari
bahwa hukum untuk menghadapi aksi teror kurang sejalan dengan semangat demokrasi
dan HAM; (3) kesiapan bidang operasional, yakni menuntut kesiapan adanya satuan
antiteror dan Litbang teror, bekerjasama dengan semua pihak, permasalahannya adalah
belum adanya aturan baku atau prosedur tetap yang baku dan mengikat semua pihak.

g. Tidak bisa dipungkiri bahwa terorisme mempunyai jaringan internasional setidaknya


konspirasi dengan kelompok terorisme beberapa negara. Maka jalan pemecahannya
adalah menenukan sumber kelompok teroris atau negara sponsor terorisme, pengisolasian
& penghancuran jaringan teroris dengan menggunakan kontra teroris atau kontra/operasi
intelejen secara rahasia atau secara terbuka bekerja sama dengan negara tempat teroris
berada.
h. Operasi teroris biasanya dilaksanakan oleh elemen klandestin yang terlatih dan
terorganisir, anggota tim teroris biasanya tidak dipertemukan sebelum berangkat menuju
sasaran tetapi biasanya dilatih terlebih dahulu. Pengintaian biasanya dilaksanakan oleh
elemen/personil yang bertugas khusus sebagai intelejen teroris, sasaran biasanya
direncanakan dengan matang. Terorisme senan-tiasa mencari dan mengeksplitir titik
lemah dari sasaran, teroris biasanya menyerang sasaran yang tidak dilindungi atau kurang
penamanannya. Karakteristik dari operasi teroris adalah kekerasan, kecepatan dan
pendadakan. Dengan melihat karakteristik operasi teroris tersebut maka untuk
pemberantasan terorisme kuncinya adalah memperkuat Badan Intelejen Negara, baik
personil maupun peralatannya. Disamping itu Badang Intelejen Polri dan departemen
lainnya, membentuk jaringan intelejen dalam semua sektor seperti ekonomi meliputi
semua perusahaan baik PMA, PMDN, BUMN maupun swasta skala menengah keatas
dan tempat-tempat berkumpulnya orang seperti pasar, mall, pelabuhan, terminal, stasiun
dan bandara serta tempat keramaian lainnya.

i. Teroris biasanya beroperasi dalam hubungan unit kecil yang terdiri dari personil yang
terlatih menggunakan senjata otomatis ringan, granat tangan, bahan peledak munisi dan
radio transistor dsb. Sebelum pelaksanaan operasi teroris biasanya berbaur dengan
masyarakat setempat untuk menghindari dari deteksi aparat keamanan, setelah operasi
biasanya mereka kembali bergabung dengan masyarakat untuk meloloskan diri. Dengan
melihat metoda operasi tersebut maka upaya pemberantasan terorisme bisa dijalankan
dengan melengkapi semua aparat keamanan dan jaringan intelejen pemerintah dengan
detektor senjata, melaksanakan operasi senjata api dan sejenisnya secara berkala,
memberikan penjelasan/sosialisasi kepada para jaringan intelejen, satpam dan aparat
pemerintah lainnya tentang terorisme dan jenis senjata yang digunakan. Dengan demikian
puluang deteksi dini terhadap teroris lebih ditingkatkan.

j. Keberadaan terorisme adalah rahasia, sembunyi-sembunyi, dan sering diasumsikan


gerakan dibawah tanah, gerakan tanpa bentuk, maka kunci pokok pemberantasan
terorisme adalah terletak pada profesionalisme aparat jaringan intelejen, yang dilengkapi
dengan peralatan yang mutakhir, sehingga diharapkan dapat melaksanakan deteksi dini
terhadap keberadaan teroris. Untuk mencapai maksud tersebut maka diperlukan
dukungan dari pemerintah dan rakyat dalam bidang kesejahteraan aparat intelejen
ditingkatkan. pendidikan dan pelatihan intelejen yang sistematis dan profesional, dijamin
dan dilindungi dengan hukum yang pasti dan dukungan operasi lainnya (logistik dan
keuangan).

Analisis Terorisme berdasarkan Manajemen Krisis.

Sebagaimana dikemukakan bahwa kondisi krisis dibedakan menjadi pra-krisis dan


krisis, sehingga cara pengelolaan dan penanggulangannya pun akan berbeda. Dikaitkan
dengan terorisme, maka gejala timbulnya terorissme pada pra-krisis akan berbeda apabila
terorisme sudah meledak. Pembedaan tersebut mengandung maksud bahwa pihak-pihak
yang terkait dalam penanganan terorisme dituntut kemampuan penguasaan manajemen
krisis.
a. Kondisi Tahap Pra-krisis. Pada tahap ini dituntut kemampuan membaca isyarat-
isyarat akan adanya teror, yang ditandai dengan perubahan situasi dan kondisi menjadi
goyah. Isyarat-isyarat itu antara lain berupa adanya isu-isu dan opini yang tidak baik yang
berkembang dimasyarakat. Maka langkah awal yang diperlukan adalah mengumpulkan
informasi sebanyak mungkin tentang terorisme yang meliputi alternatif-alternatif
kemungkinan terjadinya teror, menganalisis tingkat probabilitas terjadinya teror serta
kalau mungkin adalah informasi kepastian terjadinya teror. Informasi tersebut dapat
diperoleh secara lengkap, valid dan reliabel, apabila telah tersedia suatu sistem yang
dikenal dengan Sistem Pemberitahuan Dini (early warning system). Jika telah memiliki
sumber informasi dan telah mendapatkan pemberitahuan dini mengenai teror yang
berkembang di masyarakat, maka perlu diambil upaya-upaya untuk mencegah terjadinya
krisis teror, atau jika diperkirakan tidak mungkin dicegah terjadinya teror, diupayakan
agar tidak masuk pada tahap akut, jika kelak betul-betul teror terjadi dan upaya untuk
mencegah terjadinya krisis teror ikutan.

You might also like