You are on page 1of 52

Surau Kito

MELAWAN KEMISKINAN

S
umatera Barat, dengan akar budaya
Minangkabau, sangat intens (basitungkin)
dalam mengantisipasi berkembangnya
kemiskinan. Kalau hanya dengan mengandalkan
pertanian saja, rasanya di Sumatera Barat, hanya
sekitar 14 persen saja yang kondisi tanahnya subur
dan cocok untuk areal pertanian. Perlu pula
dimaklumi, sebahagian dari luas lahan dimaksud,
sudah didiami anak kemenakan warga
transmigrasi. Sejak dari Pasaman, Sitiung, Lunang-
Silaut, Solok Selatan. Sebahagiannya pula diolah
oleh perusahaan-perusahaan perkebunan, yang
menyebar dari Pasaman hingga ke batas
Mandailing (Tapsel). Dari Sijunjung hingga ke batas
Jambi dan Riau. Begitu pula mendekat batas
Bengkulu, di ujung Pesisir Selatan.
Tanah yang tadinya berada dalam status
tanah ulayat Nagari, atau dalam sako pusako
tinggi, pelan-pelan berangsur tergeser. Mengiring
gerak roda pengembangan wilayah.
Secara keseluruhan tanah-tanah kosong
tadinya, kini mulai ditanami. Pelan-pelan tetapi
pasti, menjanjikan mutiara hijau di kepingan
wilayah Sumatera Barat.
Mulai dari tanaman sawit, karet, cokelat,
lada/merica, kulit manis, hingga ketela pohon (ubi
kayu).

Samudera Hikmah -1
Mas’oed Abidin
Masa doeloe seketika tanah-tanah itu belum
diolah, hanya dijadikan anak kemenakan sebagai
hutan tempat mencari kayu api. Paling tinggi
tempat simpanan kayu pembuat rumah atau untuk
mencari akar-rotan.
Persawahan atau perladangan anak nagari
semasa itu, merupakan hasil taruko ninik-mamak.
Sawah bajanjang bapamatang dan ladang babiteh
babentalak. Dari mamak turun ke kemenakan.
Begitulah seterusnya.
Letaknyapun di sekeliling Dusun Taratak.
Bahkan ada yang berada di keliling rumah tempat
diam.
Perkembangan dusun menjadi desa, dan
nagari masuk lurah, anak kemenakan ikut
bertambah. Rumah kecil tak mampu lagi
menampung jumlah cucu dan cicit. Bangunan
barupun ditegakkan, tanah persawahan menjadi
satu-satunya pilihan untuk batagak rumah baru.
Manaruko hutan menjadi sawah, tidak lagi
merupakan kebiasaan masa kini. Sebaliknya yang
terjadi, mengurangi areal persawahan menjadi
lokasi perumahan.
Di sinilah ditemui kritisnya masalah
peternakan jika dikaitkan dengan sumber
pendapatan pertanian.
Akan tetapi, masyarakat Minangkabau, tidak
dapat dikatakan miskin dan belum pula bisa
dikatakan berada. Yang jelas, mereka tetap bisa
hidup dan bertahan hidup, di areal yang makin
terbatas itu.
Keadaan itu memungkinkan, karena adanya
peran budaya Minang yang sedari awal intensif
mengantisipasi gejala kemiskinan itu.
2 - Menelusuri Nikmat Allah
Surau Kito
Antara lain, bunyi pantun.
Karatau madang di ulu,
ba buwah ba bungo balun,
marantau-lah buyuang dahulu,
di rumah paguno balun.
Adanya kebiasaan merantau menjadikan
pemuda-pemuda Minangkabau (Sumatera Barat),
mencari hidup di lahan orang lain. Modalnya
keyakinan, kemauan dan tulang delapan karat.
Sementara itu, sang dara (gadis/remaja
putri) Minangkabau, tidak pula dibiarkan hidup
cengeng. Mereka diajar bertani, merenda,
menjahit, menyulam, dan berbagai kepandaian
puteri lainnya. Yang sungguhpun, dirasakan bahwa
kepandaian-kepandaian semacam itu, kini mulai
terasa langka.
Kalaulah kemiskinan yang ada, tidak
dirasakan sebagai bahaya, itu hanya disebabkan
karena pandainya batenggang. Sesuai bunyi
pantun;
Alah bakarih samporono,
Bingkisan rajo majopaik,
tuah basabab bakarano
pandai batenggang di nan rumik.
Selanjutnya, kepandaian batenggang itu
digambarkan dalam pantun lainnya;
Latiak-latiak tabang ka pinang,
hinggok di pinang duo-duo,
satitiak aie dalam piriang,

Samudera Hikmah -3
Mas’oed Abidin
di sinan ba main ikan rayo.
Falsafah budaya ini, bukannya menelorkan
masyarakat yang statis. Sama sekali tidak. Bahkan
melahirkan sikap jiwa yang digjaya. Satu iklim jiwa
(mentalclimate) yang subur. Bila pandai
menggunakannya dengan tepat, akan banyak
membantu dalam usaha pembangunan sumber
daya manusia di ranah ini.
Sifat egoistis, memang kurang diminati
dalam budaya Minangkabau. Membiarkan
kemelaratan orang lain, dengan menyenangkan diri
sendiri, mungkin merupakan sikap yang tak pernah
diwariskan. Yang ada, hanyalah tenggang
manenggang dan raso jo pareso. Menurut bahasa
halusnya alur dan patut.
Mengatasi masalah kemiskinan ditengah
kelembagaan masyarakat Minangkabau, terlihat
dari usaha dan perhatian khusus terhadap
kemakmuran lahiriyah (material).
Ungkapan itu jelas tersimak dalam untaian
pepatah yang menyibakkan arti kemakmuran itu.
Rumah Gadang gajah maharam
Lumbuang baririk di halaman
Rangkiang tujuah sa jaja
Sabuah si Bajau-bajau
Panenggang anak dagang lalu
Sabuah si Tinjau Lauik
Panenggang anak korong kampuang
Birawari lumbuang nan banyak
Makanan anak kamanakan

4 - Menelusuri Nikmat Allah


Surau Kito
Manjilih di tapi aie
Mardeso di paruik kanyang.

Samudera Hikmah -5
Mas’oed Abidin
Berencana Berhemat
Untuk mewujudkan terpeliharanya kondisi
dimaksud, diingatkan sungguh pentingnya
perencanaan dan penghematan. Perencanaan yang
jauh jangkauannya ke depan, dengan pengkajian
potensi yang tengah dimiliki. Penghematan dengan
tujuan bisa memahami situasi, untuk mendukung
berhasilnya sebuah program yang tengah
dikembangkan.
Perhatian yang dalam maknanya ini,
terungkap di dalam kalimat-kalimat;
Ingek sabalun kanai
Kulimek sabalun abih
Ingek-ingek nan ka pai
Agak-agak nan ka tingga.
Maka, melupakan dan mengabaikan nilai-
nilai luhur budaya ini, akan berarti satu kerugian.
Membangun kesejahteraan sebagai upaya
mengantisipasi kemiskinan, bertitik tolak pada
pembinaan unsur sumber daya manusia.
Memulainya dengan cara sederhana. Dengan
apa yang ada. Yaitu potensi alam yang terbatas,
dan menggerakkan potensi yang terpendam di
dalam sumber daya manusianya. Terutama di
pedesaan-pedesaan.
Mengembalikan kepada benih-benih
kekuatan yang ada di dalam dirinya masing-
masing. Melalui usaha-usaha yang terpadu serta
berkesinambungan. Dengan mempertajam daya
observasi, dan meningkatkan daya pikir
masyarakat pedesaan dimaksud.

6 - Menelusuri Nikmat Allah


Surau Kito
Usaha itu berkelanjutan dengan
mendinamisir daya gerak serta memperhalus daya
rasa. Kemudian meningkat pengembangan daya
cipta, dan menumbuh bangkitkan daya kemauan
mereka.
Supaya dapat dikembalikan kepercayaan
kepada diri sendiri. Dan ditumbuhkan kemauan
untuk melaksanakan sikap mandiri (self help).
Sesuai bimbingan Allah:
"Allah tidak akan memberikan perubahan
terhadap apa-apa dengan satu kaum, sampai
kaum itu berupaya melakukan perubahan
(perbaikan) terhadap sikap jiwa (apa yang
ada) dalam diri mereka sendiri.". (Ar Ra'd,
13:11).
Kita rasanya tidak perlu segan menyatakan
bahwa wangsa Minangkabau hampir seratus persen
penganut Islam. Sungguhpun, barangkali satu dua
sudah ada yang berpindah keyakinan mereka,
karena perpustakaan musim atau pergantian nilai-
nilai kebudayaan.
Begitu eratnya jalinan adat dan agama ini,
melahirkan pilinan adatnya bersendi syara', syara'
bersendikan Kitabullah.
Islam yang mengajarkan nilai-nilai ukhuwah
terjalinlah berkulindan dengan kebiasaan luhur.
Senteng babilai/Kurang batukuak
Batuka ba anjak/Barubah basapo.
Sebagai pengalaman amar ma'ruf, nahi munkar
dalam ajaran agama yang dianut.
Anggang jo kekek bari makan
Tabang ka pantai ka duo nyo
Samudera Hikmah -7
Mas’oed Abidin
Panjang jo singkek pa ulehkan
Makonyo sampai nan dicito.
Adat hidup, tolong manolong. Adat mati,
janguak manjanguak. Adat lai, bari mambari. Adat
tidak, salang manyalang (basalang tenggang).
Begitulah yang terjadi, sehingga dalam
kehidupan seharian, terlihat nyata dalam
perbuatan. Karajo baik ba imbauan, Karajo buruak
ba hambauan.
Kalau dalam perkembangan zaman,
kebiasaan-kebiasaan lama ini mengalami proses
pergeseran nilai-nilai budaya asing.
Akan tetapi tetap diyakini, bahwa nilai-nilai
budaya Minang itu, tidak hilang dan tidak pula
habis.
Ini jelas merupakan sebuah potensi yang
bisa digerakkan.
Dalam kaitannya dengan budaya merantau,
terbentuklah pula ikatan-ikatan keluarga di
perantauan. Sedari ikatan, dalam hubungan
saparuik hingga se taratak, dusun nagari. Sampai
kepada lingkungan wilayah yang luas, dari Sikiliang
air Bangih, dari ombak nan badabua, sampai ka
durian di takuak rajo. Artinya meliputi wilayah adat
dan nilai budaya Minangkabau.
Tujuannya, pada mulanya sekedar ba suo
suo. Mempererat hubungan kekeluargaan.
Meningkatkan, kepada memikirkan kampuang
halaman. Dan berakhir, kepada usaha membangun
kampung halaman.
Belum terdata dengan akurat, berapa
perbandingan jumlah orang Minang yang di rantau
itu. Apakah jumlah mereka sama dengan jumlah
8 - Menelusuri Nikmat Allah
Surau Kito
yang tengah menetap di kampung. Atau barangkali
beberapa kali lipat dari penghuni ranah sendiri.
Telah lama terjadi, bahwa orang kampung
ikut menikmati hasil orang rantau. Malah sering
tersua, sirkulasi hidup kampung ditentukan dari
rantau. Mulai dari pembinaan pribadi keluarga,
membangun rumah, menebus sawah, hingga
membangun sarana umum milik nagari.
Perencanaan pembangunan nagari, sering
tidak dapat dilaksanakan, tanpa diikut sertakan
dunsanak yang tinggal di rantau. Begitulah
kenyataan yang tersua.
Namun di dalamnya diakui merupakan satu
potensi yang bisa dikembangkan.

KEKAYAAN orang rantau, mungkin tidak

sebanding dengan modal yang tertanam di kampung

(nagari). Karena rantau adalah lahan usaha. Umumnya

bergerak dalam bidang usaha perniagaan. Sedikit yang

menggarap usaha pertanian. Karena adanya ungkapan,

kalau akan bertani juga, mungkin lebih baik mengolah

lahan di kampung saja.

Lapangan usaha sebagai ambtenaar kata


orang saisuak, sangat diminati orang Minang. Mulai
berpalingnya kepada managemen perusahaan-

Samudera Hikmah -9
Mas’oed Abidin
perusahaan swasta. Bahkan dalam usaha mandiri,
belakangan ini paling banyak digeluti.
Lapangan usaha itu, banyak menjanjikan
pendapatan yang lumayan. Daripada menanti apa
yang ditetapkan berbentuk gaji bulanan. Apalagi
lapangan di kantor-kantor pemerintah makin hari
makin sempit juga. Dan cepatnya gerak
pembangunan bangsa, telah membuka lapangan
kerja baru. Kejelian mengkaji kesempatan
menyebabkan arus mobilitas horizontal menuju
rantau, tak mudah di hempang.
Kerasnya hidup di rantau, suatu tantangan
yang berat. Diperlukan sikap jiwa yang matang. Di
samping kemauan keras, dan tulang delapan karat,
dibawa juga falsafah budaya untuk pedoman
mengarungi lautan kehidupan rantau.
Falsafah hidup itu, disimak dalam kehidupan
keseharian tanah rantau.
Panggiriak pisau si rauik,
Patunggkek batang lintabung,
Salodang ambiak ka nyiru.
Setitiak jadikan lauik,
Sakapa (sekepal) jadikan gunuang,
Alam takambang jadi guru.
Belajar kepada alam, mengambil pelajaran
dari perjalanan hidup yang tengah diarungi. Tidak
lain adalah seiring bidal pantun;
Biduak dikayuah manantang ombak
Laia di kambang manantang angin.
Nangkodoh ingek kamudi

10 - Menelusuri Nikmat Allah


Surau Kito
padoman nan usah dilupokan.
Pedoman dalam menempuh kehidupan itu,
dikiatkan;
Hendak kayo, badikik-dikik(hemat)
Hendak tuah, batanua urai(penyantun)
Hendak mulia, tapek i janji (amanah)
Hendak luruih, rantangkan tali (mematuhi
peraturan)
Hendak buliah, kuat mancari (etos kerja yang
tinggi)
Hendak namo, tinggakan jaso (berbudi daya)
Hendak pandai, rajin belajar (rajin dan
berinovasi)
Dek sakato mangkonyo ada (kerukunandan
partisipatif)
Dek sakutu mangkonyo maju (memelihara
mitra usaha)
Dek ameh mangkonyo kameh (perencanaan
masa depan)
di mangkonyo manjadi

(pemeliharaan sumber
ekonomi)
Tidak mengherankan, bila tantangan berat di
rantau mampu diatasi. Dan sesuatu yang paling
menarik, bahwa perantau sanggup mengolah
pekerjaan apa saja asal halal. Tidak memilih
pekerjaan, dengan motivasi hidup yang tinggi.
Kondisi ini membuka peluang kepada percepatan
mobilitas vertical dalam bentuk peningkatan
pendapatan.
Samudera Hikmah 11
-
Mas’oed Abidin

Nan lorong tanami tabu, Nan tunggang tanami


bambu.
Nan gurun buek ka parak, Nan bancah jadikan
sawah.
Nan padek ka parumahan, Nan munggu pandam
pakuburan.
Nan gaung katabek ikan, Nan padang
kapangimpauan.
Nan lambah kubagan kabau, Nan rawang ranangan
itiak.
Begitulah pemeliharaan dan pemanfaatan
sumber daya alam, secara optimal, untuk
kesejahteraan ummat manusia.
Kekayaan nilai-nilai seperti itu, merupakan
modal besar. Dan telah memberikan motivasi yang
kuat, dalam upaya mengentaskan kemiskinan di
ranah ini. Setidak-tidaknya berperan aktif
memintasi, agar kemiskinan itu tidak meruyak.
Sungguhpun kenyataan bahwa pengentasannya
tidak berubah drastis.

Benteng Tawazunitas

Perubahan tata kehidupan secara ekonomis,


di tengah perkembangan iptek memang satu
keharusan. Perubahan itu tidak bisa ditolak, dan dia
akan bergerak terus. Karena diyakini, dunia itu
berisi perubahan-perubahan.

12 - Menelusuri Nikmat Allah


Surau Kito
Jika manusia menjadi statis di tengah
dinamika perkembangan, maka yang akan ditemui
adalah penderitaan.
Yang perlu dipertimbangkan di tengah
perubahan-perubahan itu, obyektifitas-nya.
Apakah manusia akan menjadi obyek dari
perubahan itu? Ataukah, manusia akan berperan
aktif memanfaatkan perubahan-perubahan itu,
untuk peningkatan mutu kehidupannya. Baik dalam
bidang material, ataupun emosional (kejiwaan).
Jawaban ini, akan banyak tergantung dari
kesiapan watak, dari manusia yang menghadapi
perubahan-perubahan dimaksud.
Yang paling tepat barangkali, adalah
manusia memanfaatkan perubahan-perubahan,
untuk diri mereka. Dan kurang manusiawi, jika
manusia diperbudak oleh perubahan-perubahan itu.
Yang lebih maknawi, bahwa manusia akan
berusaha memilih dan memilah perubahan
(inovasi) yang datang. Terapannya adalah, tepat
guna dan bernilai guna.
Ukurannya, dalam manfaat nilai lebih, tanpa
mengorbankan nilai-nilai positif yang hakiki, yang
sebelumnya telah dipunyai. Dalam kata lain bisa
diungkapkan, bahwa perubahan-perubahan
(kemajuan) iptek yang mendunia (globalisasi), tidak
perlu mengorbankan nilai-nilai adat maupun
keyakinan (agama), dari pengendali iptek
(manusia) itu.

Peningkatan tingkat kehidupan (ekonomi),


tidak perlu mengorbankan kegotong royongan,
umpamanya. Sikap jiwa saling memuliakan, tidak
perlu diganti dengan egoistis, (siapa lu, siapa gua).
Samudera Hikmah 13
-
Mas’oed Abidin
Sebagaimana pernah menjangkiti kehidupan
masyarakat lainnya. Akhirnya bisa berkembang
kepada hilangnya kepedulian sosial.
Kita memerlukan benteng-benteng kejiwaan
yang kuat. Di antaranya adalah pemeliharaan nilai
keseimbangan atau disebut juga tawazunitas,
menurut istilah agama.
Nilai budaya Minang mengingatkan, "sekali
aie gadang sekali tapian barubah". Yang berubah
itu hanya tapian saja. Kebiasaan-kebiasaan
ketepian, tapi berlaku sebagaimana biasa. Bukan
berarti datangnya perubahan (aie gadang), lantas
tepian pun ditinggalkan.
Yang diajarkan adalah perubahan akan
selalu ada. Bahkan, dalam menghadapi setiap
invasi yang akan datang, selalu diingatkan. Jangan
bertemu hendaknya, "Jalan dialih urang lalu. Tepian
diasak urang mandi.".
Untuk ini diperlukan keteguhan sikap dan
pendirian.
Kita tidak dapat membayangkan, bentuk
masyarakat macam apa jadinya, kalau nilai-nilai
(norma-norma) sudah menipis. Perlu
dipertanyakan. Apakah generasi kini, atau yang
akan datang masih dipersiapkan memiliki nilai-nilai
budaya mereka? Masihkah nilai-nilai (norma)
hukum mereka pertahankan?
Masihkah, norma-norma agama (nilai
agama) mereka minati? Masihkah, nilai-nilai
kebiasaan bermasyarakat menjadi kegandrungan
untuk dipelihara? Bagaimana, hubungan riil yang
terjadi?
Kecemasan ini beralasan sekali. Karena
berkembangnya kecenderungan kehidupan serba
14 - Menelusuri Nikmat Allah
Surau Kito
boleh (permissive society). Yang dipertahankan
adalah hak. Dan melupakan pentingnya terlebih
dahulu melaksanakan kewajiban. Nilai agama dan
budaya, pada dasarnya berisikan "Declaration of
Human Duties" itu. Berisikan piagam dasar
kewajiban-kewajiban azasi manusia (masyarakat).

SUNGGUHPUN ukuran kelayakan telah


mengalami perubahan, beriring dengan kadar
perkembangan. Akan tetapi, ukuran baik dan
buruk, boleh dan tidak, acuan kepantasan
(normatif, manusiawi, kemasyarakatan), harus
tetap dipertahankan. Diantara ukuran yang kita
miliki adalah alur dan patut.
Jiko mangaji dari alif, jiko babilang dari aso.
Jiko naik dari janjang, jiko turun dari tanggo.

Memulai dengan apa yang ada.

Kita wajib bersyukur kepada Allah


Subhanahu wa Ta 'ala, atas mulai meningkatnya
taraf kemakmuran masyarakat, dengan ukuran
materi. Tetapi kenaikan pendapatan masyarakat
ini, menjadi tidak sebanding, dengan kebutuhan
yang meningkat deras. Akibatnya pendapatan yang
tadinya sebatas pemenuhan kebutuhan primer
(pangan, sandang, papan), terserap oleh
kebutuhan lainnya (sekunder, prestise).
Pemilihan mana yang pokok menjadi kabur.
Tersebab ukuran keseragaman kehidupan, mulai
menjalar di tengah kelompok masyarakat (desa).
Samudera Hikmah 15
-
Mas’oed Abidin
Sering bertemu, kesalahan arah dalam
menentukan pilihan. Kebutuhan mana yang
didahulukan. Sering pula dikaburkan oleh dorongan
bisa mendapatkan lebih mudah. Melalui hutang
(kredit) tanpa jaminan, yang menjalar hingga ke
pelosok-pelosok dusun.
Tanpa disadari, bahwa garis yang tadinya
dibuat, mau tak mau terlintas. HIngga bayang-
bayang tidak lagi sepanjang badan. Dan
kemiskinan yang ditakuti itu, kian hari kian tinggi.
Dan si miskin pun kian terperosok jauh ke dalam.
Jumlahnya pun makin bertambah.
Di antara lain, penyebabnya karena tidak
adanya sumber penghasilan yang ketat. Kehidupan
desa yang tadinya hanya mengandalkan hasil
pertanian, besarnya tetap segitu gitu juga.
Pengentasan hanya dimungkinkan, dengan
terbukanya sumber pendapatan yang bervariasi.
Misalnya perkebunan atau peternakan.
Bagi daerah-daerah tertentu, bisa dikembangkan
pertukangan, kerajinan rumah tangga. Bahkan di
pantai-pantai, dapat juga berbentuk nelayan, atau
perikanan.
Di beberapa daerah (wilayah), kesempatan
membuka lahan usaha ini sudah mulai tampak
Pasaman sebagai contoh, kini mulai bergerak ke
arah perkebunan besar kelapa sawit. Ribuan hektar
banyaknya. Perusahaan-perusahaan besar nasional
telah lama mulai menggarapnya. Diperbanyak
jumlahnya oleh perusahaan agribisnis yang ada di
daerah sendiri.
Tanahnya tadi adalah tanah ulayat.
Diserahkan sebagai konsesi melalui izin usaha.

16 - Menelusuri Nikmat Allah


Surau Kito
Bahkan ada yang langsung dialihkan dengan
pemindahan hak melalui jual beli.
Begitu juga di Sitiung (Sijunjung) daerah
transmigrasi. Sekarang mulai dilirik Lunang-Silaut
(Pesisir Selatan).
Beberapa daerah lainnya, seperti Alahan
Panjang, Bidar Alam, Sungai Kunyit (daerah Solok
Selatan) yang berbatasan Jambi, telah pula
berkembang ke arah perkebunan Sawit, Karet, Teh
dan Cokelat.
Daerah Limapuluh Kota misalnya, selain
perkebunan teh Halaban, mulai pula ke Baruh
Gunung, dan Suliki Gunung Emas. Kebun karet
rakyat dan pengempaan gambir, mulai agak
bernafas dengan leluasa.
Di kaki Gunung Sago dan Gunung talang,
mulai bergerak perkebunan rakyat lainnya. Ada
yang berbentuk kulit manis, murbei, markisa. Dan
juga tanaman palawija, sedari lobak, kentang,
bawang merah dan putih.
Sebenarnya semua ini, adalah penghasilan
yang lumayan, bisa berguna dalam mengentaskan
kemiskinan masyarakat pedesaan.
Idealnya, masyarakat pedesaan itu harus
berani memulai. Memulai dengan apa yang ada.
Karena yang ada itu sudah cukup untuk memulai.
Potensi besar yang dimiliki, yang ada itu, adalah
telapak tangan dan potensi alam anugerah Allah.

Dengan sedikit bimbingan pengetahuan, dan


manajemen perusahaan, semua potensi yang
potensial itu, niscaya kalau digerakkan akan
merupakan potensi yang riil.
Samudera Hikmah 17
-
Mas’oed Abidin
Maka seharusnya dan semestinya-lah
perusahaan perkebunan besar di sentra-sentra
tadi, mulai membangunkan untuk rakyat pedesaan
warga setempat, perkebunan-perkebunan mini.
Secara selektif, dipilihkan masyarakat desa
yang tidak berpunya. Hingga mereka menjadi
orang berpunya, (dalam hal ini minimal sebidang
perkebunan yang telah jadi).
Ada sebuah gejala yang mulai terlihat
mengenaskan. Yaitu, menurunnya tingkat
penghidupan penduduk desa, di sekeliling daerah
perkebunan atau daerah transmigrasi.
Penduduk desa yang tadinya memiliki ulayat,
sekarang bahkan ada yang tidak mempunyai
sekeping tanahpun, untuk diolah mereka sebagai
lahan usaha. Kalaupun ada, modal pengolahan
(materil dan pengetahuan) sangat minim sekali.
Kehidupan masa depan mereka, jadinya
kabur dan mungkin saja hilang.

PROSES kemiskinan bergerak tumbuh lebih


cepat dari tumbuhnya komoditas perkebunan yang
ditanam.
Maka, mengutamakan “peserta”
perkebunan, dengan mendahulukan penduduk
desa sekelilingnya menjadi lebih mendesak.
Hendaknya jangan timbul penduduk “desa
siluman”, yang memetik hasil dari lingkungan
desa, tetapi membiarkan penduduknya tetap
merana. Program PIR yang sudah ada, hendaknya
lebih selektif disasarkan kepada penduduk yang
beul-betul miskin.

18 - Menelusuri Nikmat Allah


Surau Kito
Melalui program terpadu semacam ini,
pengentasan kemiskinan niscaya bisa di-entaskan.
Hal yang sama, bisa dikembangkan pula
pada sentra lain-lain. Melalui periklanan, nelayan,
pertukangan, home industri, atau usaha-usaha
serupa.
Sepanjang ranah pesisir, mulai dari Sikilang
Air Bangis hingga mendekat Muko-Muko, bisa
diperbaiki kehidupan nelayan. Warga nelayang
yang miskin, secara berangsur-angsur bisa
memiliki perahu-perahu pemukat, mesin tempel
(motor boat), jaring-jaring pukat dan peralatan
lainnya yang layak dimiliki oleh kehidupan para
nelayan.
Peralatan permodalan, berupa mesin jahit,
pertukangan, untuk sentra “home industri”,
disasarkan juga kepada kelompok miskin.
Sungguhpun usaha ini telah dilakukan
pemerintah. Tetapi keikut sertaan seluruh unsur
masyarakat desa dan rantau perlu lebih dipadukan.
Peranan informal leader amat menentukan.
Yang penting adalah, membuat kiat
bagaimana kesejahteraan itu bermuara di desa.
Meningkatnya pendapat masyarakat desa,
merupakan sumber pendapatan baru bagi
masyarakt kota. Rumus ini tidak perlu diragukan
lagi.
Membentuk desa binaan merupakan langkah
awal yang perlu diwujudkan. Usaha ini seiring
sungguh dengan garisan Allah Subhanahu wa
Taala.
“Berikanlah kepada karib kerabat (masyarakt
keliling, sanak keluarga di kampung halaman)
Samudera Hikmah 19
-
Mas’oed Abidin
haknya. Begitu pula terhadap orang-orang miskin
dan orang-orang yang dalam perjalanan. Janganlah
kamu menjadi orang “mubadzdzir” (pemboros, dan
melakukan tindakan yang tidak bermanfaat,
membuang-buang kesempatan). Karena orang-
orang pemboros adalah teman dari Syaithan. Dan
syaithan itu sangat inkar kepada Tuhannya.”. (QS.
Al Isra’, 17:26-27).

Gerakkan Potensi Ummat

Selalu saja menjadi pertanyaan yang agak


sulit dijawab. Tentang darimana bisa diambilkan
dana bagi pengentasan kemiskinan itu.
Pertanyaan selanjutnya, siapa yang
berkompeten melaksanakan usaha pengentasan
kemiskinan tersebut?
Bagaimana memulainya? Dan apakah kira-
kira usaha itu akan berhasil segera? Barangkali,
banyak lagi pertanyaan lainya yang mungkin
tumbuh sesudah itu.
Harus diakui secara sadar, bahwa
“pengentasan kemiskinan” itu, bukanlah pekerjaan
mudah. Tidak semudah mengucapkannya. Dan
hasilnya, juga tidak bisa cepat, drastis dan sekali
jalan.
Secara berangsur-angsur, adalah pasti.
Sesuai hukum alam, sebagai satu “sunnatullah”
yang telah digariskan. Yaitu, “thabaqan ‘an
thabaq”, atau “selangkah demi selangkah”.

20 - Menelusuri Nikmat Allah


Surau Kito
Jika tidak seluruhnya bisa berhasil, bukan
berarti pula seluruhnya tidak dikerjakan. Kerjakan
juga mana yang mungkin. Inilah dasar dari
optimisme cita luhur itu.
Pandangan ajaran Islam lebih tegas lagi.
Setiap muslim, tidak dibebaskan membiarkan
saudaranya (tetangganya) kelaparan di
sampingnya. Sementara dia tidur kekenyangan.
Begitu jelasnya ajaran Rasulullah, Shallallahu alaihi
wa sallam.
Karena itu, tugas ini menjadi beban setiap
Muslim yang berada. Fii amwalihim naqqun ma
luum. Di dalam hartanya, ada hak orang lain. Hak
itu berupa infaq, shadaqah dan zakat.
Zakat sebagai sumber dana ummat (Islam),
pernah berperan membiayai perjuangan
kemerdekaan. Lihatlah, bagaimana gencarnya
pengumpulan zakat, untuk pembeli senjata,
pemberli pesawat udara (Seulawah satu). Dimasa
kita berjuang mencapai kemerdekaan dimasa
penjajahan kolonial Belanda dahulu (1945).
Jauh sebelumnya, bahkan hingga kini, zakat
merupakan satu sumber pembangunan bidang
pendidikan (agama). banyak Madrasah, pesantren,
yang telah dibangun dengan “dana zakat” itu.
Masjid dan Mushalla, barangkali adalah
pembuatan toko, kebun, kapal atau pabrik dengan
uang zakat. Dan hasilnya diperuntukkan bagi
kepentingan si miskin.
Untuk melakukan studi banding, beberapa
negeri tetangga telah lebih dahulu melakukannya.
Mesir, sudah lebih dari seribu tahun
mengelola uang zakat, untuk penguasaan tana-
tanah produktif (pertanian), dan sarana-sarana
Samudera Hikmah 21
-
Mas’oed Abidin
ekonomi (perdagangan, dan pabrik-pabrik).
Hasilnya samapai hari ii, menyantuni lembaga
pendidikan tertua Al Azhar. Tidaklah berlebihan bila
disebutkan bahwa Institut Al Azhar Mesir ini,
merupakan institut terkaya, yang mengelola harta
waqaf dan zakat.
Bagaimana soalnya dengan kontraktor?
Masihkah zakat dikeluarkan sebagai halnya petani?
Sebahagiannya, ada yang mempersoalkan bahwa
mereka terikat beban hutang dengan bank.
Bagaimana pula dengan bank-bank, yang
sekarang telah menjadi perusahaan (PT)? Adakah
mereka mengeluarkan zakat?
Pertanyaan juga kepada para pegawai, yang
jika dihitung, ada yang mendapatkan gaji,
rendahnya Rp. 2,4 juta per tahung? Bahan ada
yang lebih, hingga 50 sampai 100 juta? Atau yang
yang menengah saja, sekitar Rp 12 juta setahun?
Masihkah dipersoalkan, bahwa kami masih dihimpit
hutang, karana pembelian mobil dan lain-lainnya,
sampai dua atau tiga buah?
Secara sederhana, bisa dimulai
menghitungnya. Berapa besar DIP yang diberikan
pemerintah pusat untuk daerah Sumbar tahun ini.
Semuanya jelas dikerjakan oleh kontraktor
(perusahaan). Kalaulah 2,5 persen dikeluarkan
dalam bentuk zakat, barangkali kita memiliki
sumber dana sekian milyar rupiah.
Kalaulah 2,5 persen pula dari keuangan
perusahaan besar seperti PT Semen Padang, PT
Bank-bank, dan PT-PT lainnya, maka akan
bertambah pula sekian ratus juta rupiah,
pertahunnya.

22 - Menelusuri Nikmat Allah


Surau Kito
Menghitung, memang lebih mudah daripada
memungut atau mengeluarkannya. Disinilah
peluang kerja bagi BAZIS. Dan, seharusnya BAZIS
itu, menjadi perencana, penghitung, pembagi, dan
penggerak. Semacam badan perencanaan
pembangunan dan pengentasan kemiskinan.
Penyedia istimewa (sumber pendapatan) bagi
orang-orang yang perlu diangkatkan.
Begitulah angan-angan yang gerangan perlu
dikembangkan.

GEBU MINANG, bisa juga berperan mulai dari


rantau. Badan amal ini bisa bertindak sebagai
penggerak pula, untuk mewujudkan Desa-desa
Binaan. Mungkin dengan mengeluarkan obligasi
dan mengajak pihak-pihak berpunya, untuk
menanamkan modalnya bagi kesejahteraan anak
kemenakan di kampung halaman.
Mungkin sekali, mengajak kerjasama “Bank
Muamalat Indonesia”, dalam bentuk syarikat usaha.
Berbagai hasil kelaknya, dengan mengawali pada
berbagai tugas dan kerjaan.
Masyarakat Minang terangnya adalah
masyarakat muslim, yang bagi mereka adat dan
agama Islam berjalin-berkelindan. Adatnya
bersendi syara’ , dan syara’ bersendi Kitabullah (Al
Quran).
Masjid dan Mushalla, serta Lembaga-
lembaga Agama Islam, yang selama ini telah
berperan sebagai ujung tombak “pengumpul
zakat”. Bisa lebih difungsikan, dengan memberikan
mutu dan kualitas ummat Islam sendiri.
Akhirnya, “mass-media”, bisa dimintakan
partisipasinya pula. Terutama dalam pengumuman
Samudera Hikmah 23
-
Mas’oed Abidin
dan pelaporan setiap kegiatan pengumpulan dan
pemanfaatan dana-dana ummat. Tentu secara
berkala dan bertanggung jawab.
“Apa yang bisa dilakukan di sini” adalah awal
dari gagasan tulisan ini. Kalimat itu juga
mengakhirinya. Terpulanglah kepada kita,
darimana akan dimulai. Menggerakkan potensi
ummat dengan mengharap ridha Allah, adalah
tujuan utamanya.
“Allahumma zidha ‘ilman”. Wahai Allah,
tambahlah ilmu kami. Ilmu yang bermanfaat yang
bisa dikembangkan, bisa diaplikasikan menjadi
kenyataan. Karena Engkau tela berfirman,”Sesiapa
yang telah Engkau berikan hikmah (yakni ilmu yang
bermanfaat, bisa diterapkan untuk menciptakan
kemaslahatan ummat banya, atas dasar ridha
Engkau). Berarti mereka telah Engkau anugerahkan
kebaikan yang besar.” (Al Quran)
Di Surau Kito, brsama-sama kita telah
menjalani bulan Ramadhan kita dengan beragam
ibadah dan amal-saleh yang semuanya kita lakukan
secara simultan-konstan: karena Allah. Dalam
tarawih, witir, dan tadurus kita, dalam shalat
malam, tafakur dan zikir kita, kita seperti berenang
dalam samudera kehambaan sekaligus
kekhalifahan kita. Di dalamnya sekaligus kita telah
mengaji dan mengkaji berbagai ihwal menyangkut
masa silam, masa kini dan kemungkinan-
kemungkinan masa depan kita. Semua kita lakukan
di surau-surau dan di masjid-masjid kita, atau di
Pesantren Ramadhan atau pun di Madrasah
Ramadhan kita.
Alangkah indah, di bulan Ramadhan kali ini
kita semakin khusyuk melakukan shalat yang tiang
agama itu, di mana hanya Allah sajalah yang kita
24 - Menelusuri Nikmat Allah
Surau Kito
sembah. Kita telah berpuasa, juga hanya untuk
Allah sajalah kita berpuasa, serta hanya Allah saja
Yang Maha Tahu persis betapa aneka-ragam
mutiara hikmah yang terkandung di dalam ibadah
puasa.
Insya-Allah seluruh ibadah dan amal-saleh
kita diterima di sisi Allah Yang Maha Segala. Dan
sekaligus alhamdulillah, kita berharap sebahagian
besar dari kita telah menemukan malam-malam
pencerahannya masing-masing, Lailatul Qadar.
Maka kini, sasaran akhir Ramadhan jelaslah
sudah: bersyukur!

َ ‫ه ع َل َممى‬
‫ممما‬ َ ‫وا العِد ّة َ و ل ِت ُك َب ُّروا الل‬ ْ ُ ‫مل‬
ِ ْ ‫و ل ِت ُك‬
َ ْ‫شك ُُرو‬
‫ن‬ ْ َ‫م ت‬ ْ ُ ‫م و ل َعَل ّك‬ ْ ُ ‫داك‬َ َ‫ه‬
Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya
dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas
petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu
bersyukur.1
Tidak sempurna kehidupan bermasyarakat
bila kegembiraan rasa syukur kita tidak diiringi
dengan peduli kepada orang sekeliling. Terutama
fuqarak wal masakin, dengan mengeluarkan zakat
fithrah untuk meringankan beban derita kaum tak
berpunya. Bimbingan Islam di dalam menikmati
kegembiraan mestilah dengan cara bersama
(ijtima’i).
Zakat Fithrah, satu kewajiban fardhu’ain
setiap Muslim, di kala menempuh bulan Ramadhan
dan memasuki Hari Raya Idul Fithri, bagi yang
sudah akil baligh ataupun belum, besar ataupun

1
Bacalah maksud dari firman Allah pada QS.2, al Baqarah: 185
Samudera Hikmah 25
-
Mas’oed Abidin
kecil, kaya ataupun tidak, wajib membayarkan
zakat fithrah.
Seyogyanya di hari itu tidak ada yang
mengatakan tidak sanggup mengeluarkan zakat
fitrahnya, yang dibayarkan sebelum shalat Idul
Fithri. Jika dibayarkan sesudah Idul Fithri, nilainya
sama seperti sedekah biasa. Boleh dibayarkan
sejak awal Ramadhan.
Sebaiknya dengan makanan yang kita
makan. Boleh dihitung dengan nilai uang sebesar
harga makanan yang dikeluarkan (3 sha’, atau 5,5
kg = sepuluh tekong beras). Diberikan kepada
fuqarak wal masakin. Tidak terbatas jumlah boleh
menerima. Sesuai bimbingan Rasulullah SAW,
aghnuhum ‘anis-suaal fii hadzal yauma, artinya
kayakanlah mereka (orang-orang tak berpunya) itu
dari masalah minta-meminta pada hari lebaran ini.
Bila tidak dibayar, puasanya tergantung antara
bumi dan langit (al Hadist).
Hakikatnya, “zakat fithrah menjadi
pembersih bagi orang yang berpuasa dari
perbuatan yang tercela dan dari dosa, serta
sebagai makanan bagi orang-orang miskin” (HR.Abu
Daud).

Perintah agama sangat tegas. Kayakan


mereka orang fakir miskin yang tidak sanggup itu,
pada hari lebaran idul fithri ini. Bebaskan mereka
dari bertawaf, berkeliling meminta-minta di hari
besar yang mulai ini. Demikian inti ajaran Islam.
Maksudnya supaya satu sama lain saling ringan
meringankan. Berat sepikul, ringan sejinjing.
Di hari lebaran terbuka pintu pendapatan
orang fuqarak dan masakin. Jangan mereka dihina
dan dihardik. Semestinya setiap yang berpunya
merasa malu di hadapan Allah, bila di sekelilingnya
26 - Menelusuri Nikmat Allah
Surau Kito
berserak orang-orang miskin. Menjamurnya
kemiskinan adalah gambaran kekayaan orang
berada yang tidak bermanfaat dalam mengurangi
jumlah orang miskin di sekelilingnya.
Setiap diri yang berpunya, semestinya
sanggup menyalahkan diri sendiri apabila banyak
orang miskin di sekililingnya. Mungkin sekali
disebabkan karena yang kaya kurang peduli, dan
enggan berzakat secara terarah. Atau karena
haknya dirampas dengan prilaku tak terpuji, seperti
korupsi, manipulasi, dan sebagainya.
Sehari di hari raya Idul Fithri itu
diperintahkan mengeluarkan zakat fithrah untuk
tu’matan lil masakin, memberi makan orang
miskin. Orang miskin yang dikayakan di hari itu
mampu membantu diri dan keluarganya, mampu
pula melaksanakan ajaran agama secara teguh dan
bertanggung-jawab. Zakat fithrah tidak
dimaksudkan untuk penumpukan modal lembaga
keuangan. Tetapi menjadi sumber bagi si miskin
yang telah menerimanya tanpa ikatan suatu akad
perjanjian. Maka diperlukan kesadaran tinggi
fuqarak wal masakin itu, agar di samping keperluan
konsumtif lebaran, hendaknya dapat dijadikan milik
yang akan dikembangkan penupang peningkatan
ekonomi keluarga.
Dengan kekayaan yang diterima oleh fakir
dan miskin, mereka bisa berbelanja. Dapat
membeli makanan dan minuman. Dapat
membesarkan hari besar jamuan Allah. Dapat pula
membayarkan zakat fithrahnya sendiri.
Di hari lebaran ini mestinya tidak ada lagi
orang fakir dan miskin. Walau hanya dalam
bilangan sehari, seharusnya tidak ada orang yang
menganggap dirinya berada di atas. Dan orang lain
Samudera Hikmah 27
-
Mas’oed Abidin
yang tidak berpunya (fuqarak wal masakin)
menjadi orang di bawah. Tidak masuk dalam
hitungan. Apabila di masa yang panjang, yang bisa
berzakat hanya si kaya, tetapi di hari Idul Fithri,
yang miskin dan faqir juga ikut berzakat. Mereka
berzakat fitrah, dari pendapatan zakat yang
mereka terima. Inilah salah satu bentuk praktek
Assalammu’alaikum dari Kaum
Assalammu’alaikum! Itulah gambaran masyarakat
yang memiliki kekuatan ampuh, atau khaira
ummah itu.

‫م َو‬ ْ ‫كمم‬ُ َ ‫مل‬


َ َ‫ه ع‬ ُ ‫سممي ََرى اللمم‬ َ َ‫وا ف‬ ْ ‫مُلمم‬َ ْ ‫ل اع‬ِ ‫وَ ُقمم‬
َ ‫ن إ َِلممى‬
ِ ‫عممال ِم‬ َ ْ‫ست َُرد ّو‬َ َ‫ن و‬ َ ْ‫من ُو‬ ُ ْ ‫ وَ ال‬،‫ه‬
ِ ْ ‫مؤ‬ ِ ِ ‫سوْل‬ُ ‫َر‬
َ ْ‫مل ُو‬
.‫ن‬ ْ ُ ‫ما ك ُن ْت‬
َ ْ‫م ت َع‬ َ ِ‫م ب‬ْ ُ ‫شَهاد َةِ فَي ُن َب ّئ ُك‬ ّ ‫ب وَ ال‬ ِ ْ ‫ال ْغَي‬
“Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah
dan Rasul-Nya serta orang-orang mu'min akan melihat
pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada
(Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang
nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah
kamu kerjakan" (QS.9, at Taubah : 105)
Zakat membedakan seseorang mukmin
dengan kafir (munafik). Alquran menggandengkan
shalat dan zakat berkali-kali. Antara keduanya
(shalat dan zakat) tidak boleh ada pemisahan.
Zakat adalah bukti pembenaran perintah Allah.
Membayar zakat kewajiban muslim. Sama dengan
kewajiban shalat. Memungut zakat seorang yang
telah wajib zakat adalah perintah Allah pula.

28 - Menelusuri Nikmat Allah


Surau Kito
َ ‫خذ ْ م‬
‫م‬ْ ِ‫م وَ ت َُزك ّي ْه‬ ْ ُ‫ة ت ُط َهُّره‬ ً َ‫صد َق‬
َ ‫م‬ ْ ِ‫وال ِه‬ َ ‫م‬ ْ ‫نأ‬ ْ ِ ُ
َ‫م و‬ ْ ‫ن ل َهُ م‬ ٌ َ ‫ش مك‬َ ‫ك‬ َ َ ‫وات‬َ َ ‫ص مل‬َ ‫ن‬ ّ ِ‫م إ‬ْ ِ‫ل ع َل َي ْه‬ّ ‫ص‬ َ َ‫ب َِها و‬
‫م‬
ٌ ْ ‫مي ْعٌ ع َل ِي‬
ِ ‫س‬
َ ‫ه‬ُ ‫الل‬
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka,
dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan
mereka, dan mendo`alah untuk mereka. Sesungguhnya
do`a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi
mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.”, (At Taubah, 9:103).
Dalam pandangan Islam, seorang belum
dapat setara dengan orang bertakwa, sebelum
mengeluarkan hartanya dengan berzakat. Tanpa
zakat, seseorang terjauh dari rahmat Allah.
Tatkala Rasulullah mengirimkan Mua’adz bin
Jabal ke Yaman, Nabi menginstruksikan:

ٍ‫ل ِكَتاب‬ َ ‫ك َتْأِتي َقْوًما َأْه‬ َ ‫ ِإّن‬:‫ل‬ َ ‫ َفَقا‬،‫ن‬ ِ ‫ث ُمَعاًذا ِإَلى اْلَيَم‬ َ ‫َبَع‬
ُ ‫سْو‬
‫ل‬ ُ ‫حّمًدا َر‬ َ ‫ن ُم‬ ّ ‫ل َو َأ‬ُ ‫لا‬ ّ ‫ل ِإَلَه ِإ‬َ ‫ن‬ ْ ‫شَهاَدِة َأ‬َ ‫عُهْم ِإَلى‬ ُ ‫َفاْد‬
‫عَلْيِهْم‬َ ‫ض‬ َ ‫ل َقْد َفَر‬ َ ‫نا‬ ّ ‫عِلْمُهْم َأ‬ ْ ‫ك َفا‬ َ ‫طاعُْوا ِلَذِل‬ َ ‫ن ُهْم َأ‬ْ ‫ َفِإ‬،‫ل‬ِ ‫ا‬
َ ‫عْوا ِلَذِل‬
‫ك‬ ُ ‫طا‬َ ‫ن ُهْم َأ‬ ْ ‫ت ِفي ْالَيْوِم َو اّللْيَلِة َفِإ‬ ٍ ‫صَلَوا‬ َ ‫س‬ َ ‫خْم‬ َ
‫غَنَياِئِهْم‬
ْ ‫ن َأ‬
ْ ‫خُذ ِم‬ َ ‫صَدَقًة ُتْؤ‬َ ‫عَلْيِهْم‬ َ ‫ض‬ َ ‫ل َقْد َفَر‬ َ ‫نا‬ ّ ‫عِلْمُهْم َأ‬
ْ ‫َفا‬
‫ك َو َكَراِئَم‬ َ ‫ك َفِإّيا‬َ ‫عْوا ِلَذِل‬ُ ‫طا‬ َ ‫ن ُهْم َأ‬ ْ ‫ َفِإ‬،‫عَلى ُفَقَراِئِهْم‬ َ ‫َفُتَرّد‬
ِ ‫نا‬
‫ل‬ َ ‫س َبْيَنَها َو َبْي‬َ ‫ظُلْوِم َفِإّنُه َلْي‬ْ ‫عَوَة اْلَم‬ ْ ‫ق َد‬َ ‫ َواّت‬،‫َأْمَواَلُهْم‬
‫ )رواه الشيخان‬.‫ب‬ ٌ ‫جا‬ َ‫ح‬ ِ)

“Kamu akan berada di tengah umat Ahli Kitab. Ajaklah


mereka mengakui, tidak ada Tuhan selain Allah dan
Saya (Muhammad) adalah Rasul-Nya. Bila mereka
menerima (mengakui), beritahukanlah kepada mereka,
bahwa mereka wajib melaksanakan shalat lima kali
dalam sehari semalam. Bila mereka telah

Samudera Hikmah 29
-
Mas’oed Abidin
menjalankannya, beritahukan pula, mereka diwajibkan
mengeluarkan zakat, yang dipungut dari orang-orang
kaya dan dikembalikan kepada orang-orang miskin. Dan
bila mereka menjalankannya (shalat dan zakat), maka
kau harus melindungi harta kekayaan mereka itu.
Selanjutnya rasulullah menegaskan lagi . Dan takutlah
kepada doa-doa orang yang teraniaya (di antaranya
orang-orang miskin). Karena antara doa orang teraniaya
dengan Allah tidak ada batas (penghalang)“ (HR. Bukhari
Muslim, dari Anas Radhiallahu “anhu).

Zakat berfungsi ,
1. Perintah Allah (tanda pembenaran syahadat dan
shalat)
2. Pembesih harta kekayaan
3. Menghapuskan kemiskinan umat, karena
ditujukan kepada orang miskin.
4. Sumber dana umat, penggunaanya diarahkan
kepada obyek tertentu (hasnaf delapan)
5. Membedakan antara Mukmin & Munafik
Zakat tidak hanya diberikan oleh pemilik
harta kekayaan, menurut keinginan dan
kepentingannya semata berdasarkan belas
kasihan. Zakat mesti diyakini titipan Allah yang
wajib d keluarkan. Zakat adalah harta “milik
Allah”, yang diamanahkan untuk dibayarkan
kepada orang-orang yang telah ditentukan,
menjangkau seluruh lapisan umat.2
2
Siapa yang diberi harta oleh Allah dan tidak dibayarnya zakatnya,
dirupakan hartanya itu di hari kiamat bagaikan ular yang berbisa yang
mempunyai dua titik hitam di atas kedua matanya. Dibelitnya orang itu
di hari kiamat dan kemudian digigitnya. Yakni dengan kedua
rahangnya. Sesudah itu, ular itu berkata; “Aku harta engkau, aku
simpanan engkau”. Kemudian Nabi membaca ayat, “Janganlah mengira
30 - Menelusuri Nikmat Allah
Surau Kito
Zakat harus dipungut dan dihitung hisab dan
nisabnya. Pendistribusian zakat dipandu oleh Amil
Zakat. Kehidupan sehari-hari membuktikan
bahwa, “tidak ada orang yang melarat lantaran
mengeluarkan zakat“
Penegasan Rasul, menjelaskan zakat wajib di
pungut.
َ‫ن ل‬ َ ْ َ ‫حّتى ي‬ َ ِ ‫ن أ َُقات‬ َ ُ
ْ ‫شهَد ُْوا أ‬ َ ‫س‬ َ ‫ل الّنا‬ ْ ‫تأ‬ ُ ‫مْر‬ ِ ‫أ‬
َ
‫ل اللممهِ َو‬ ُ ْ‫سممو‬ ُ ‫دا َر‬ ً ‫ممم‬ ّ ‫ح‬َ ‫م‬ُ ‫ن‬ َ ‫ه وَ أ‬ ُ ‫ه إ ِل ّ اللمم‬ َ ‫إ َِلمم‬
‫وا‬ْ ‫ذا فَعَل ُم‬ َ ِ ‫ فَمإ‬،‫ة‬ َ ‫وا الّزك َمما‬ ْ ‫ص مل َة َ وَ ي ُؤ ْت ُم‬ َ ‫وا ال‬ ْ ‫م‬ ُ ْ ‫قي‬ ِ ُ‫ي‬
ّ ‫م إ ِل‬ َ َ ‫ذ َل ِم‬
ْ ِ‫وال ِه‬َ ‫مم‬ ْ ‫م وَ أ‬ ْ ِ ‫ممماِءه‬ َ ِ ‫من ّممى د‬ ِ ‫وا‬ ْ ‫م‬ُ ‫صم‬ َ َ‫ك ع‬
‫ )رواه‬.‫ه‬ ِ ‫م ع َل َممى اللم‬ ْ ِ‫سمماب َه‬ َ ‫ح‬ َ َ‫سمل َم ِ و‬ ْ ِ ‫حقّ ا ْل‬ َ ِ‫ب‬
(‫الشيخان عن ابن عمر‬
“Aku di perintahkan memerangi manusia,
sampai mereka meng-ikrarkan syahadat, bahwa tidak
ada tuhan selain Allah dan Muhammad Rasul Allah
(kemudian) mendirikan Shalat dan membayarkan zakat.
Apabila mereka telah memperbuat begitu, mereka
memeliharakan kepadaku darah dan harta mereka,
kecuali menurut hak-hak Islam, dan perhitungan mereka
dipulangkan kepada Allah.” (HR.Bukhari Muslim dari Ibnu
Umar ).

Selanjutnya, “Bila shadaqah (zakat)


bercampur dengan kekayaan lain. Bila harta
kekayaan tidak dikeluarkan zakatnya. Kekayaan itu
akan binasa “ (HR Bazar dan Baihaqi , lihat Nailul Authar,
jilid IV-126).

orang-orang yang kikir mengeluarkan dari apa yang telah dikaruniakan


Allah kepadanya itu, bahwa kekikiran (enggan mengeluarkan zakat) itu
baik untuk mereka? Tidak! Melainkan, buruk untuk mereka. Nanti,
harta yang mereka bakhili (mereka tahan itu) akan digantungkan di
lehernya di hari kiamat” (QS.Ali Imran : 180)” (HR.Bukhari dari Abi
Hurairah, lihat Mukhtarul Ahadits).

Samudera Hikmah 31
-
Mas’oed Abidin
Jelaslah sudah perbedaan antara zakat dan
fitrah. Intinya, dalam harta kita itu ada “harta
Allah” dan “harta orang lain” yang mesti
dibayarkan kembali kepada yang berhak sesuai
dengan aturan dan perintah Allah Yang Maha Haq.
Di sebalik difinisi hukum itu terkandung
prinsip yang menegaskan bahwa mesti ada
kegiatan berkelanjutan proses redistribusi
kekayaan, sehingga kaya dan miskin itu
memanglah hanya keadaan yang bukan di
dalamnya terletak harkat dan martabat sesorang.
Kaya dan miskin hanyalah keadaan di mana si kaya
atau pun si miskin sama-sama diuji keimanannya
kepada Allah Yang Maha Berkehendak.
Dalam pada itu kita sesungguhnya diajarkan
untuk bagaimana merasa bahagia dalam memberi,
tidak hanya merasa gembira ketika menerima atau
mendapat sesuatu.
Nah, cobalah bayangkan di suasana lebaran
ketika Rasulullah SAW masih hidup, beliau keluar
menuju tempat shalat ‘Idul Fithri. Beliau lihat
seorang bocah termenung menyendiri. Dengan
tatapan mata yang menerawang, dan di
sampingnya ada teman sebaya bergembira ria,
berpakaian baru pembelian ayah. Di tangan
temannya ada penganan enak buatan ibu.
Dari jauh si bocah hanya bisa melihat, sambil
menikmatinya dengan bermenung. Alangkah
indahnya kegembiraan teman sebaya. Ditemani
gelak tawa penuh bahagia. Dilihat diri, jauh
berbeda. Di kala itu terasa badan tersisih. Ke mana
ayah tempat meminta. Ke mana gerangan dicari
ibu tempat mengadu. Dalam situasi seperti itu,
Rasulullah SAW lewat menghampiri, meletakkan
kedua telapak tangan Beliau di kepala si bocah.
32 - Menelusuri Nikmat Allah
Surau Kito
Sambil bertanya Rasul berkata, “Kenapa
dikau wahai anak? Teman-temanmu gelak ketawa,
dikau merana sedih menangis, gerangan apakah
yang menyulitkan?
Andaikan ada pemimpin zaman sekarang,
yang menoleh pandang kepada si lemah, yang
tidak pernah mengenal rasa senang, maka
alangkah indahnya hidup ini!
Dengan nada tersendat dan kerongkongan
tersumbat, menahan perasaan kekanakan si bocah
lugu menjawab, “Wahai Rasulullah, bagaimana diri
tak akan sedih, melihat teman bergembira ria,
pulang ke rumah ada sanak saudara, lelah bermain
ada ibu menghibur, duka di hati ada ayah yang
menyahuti. Sedang diriku wahai Nabi, terasa nian
malangnya hidup ini, tiada ibu tempat mengadu,
ayahpun sudahlah pergi, badan tinggal sebatang
kara. Yatim piatu aku kini....”
Mendengar rintihan kalbu bocah yang bersih,
yang mengharap belas kasih dengan tulus itu,
seketika Rasulullah SAW berkata, “…maukah
engkau wahai anak, jika rumah Rasulullah menjadi
rumahmu, Ummul Mukminin menjadi ibumu …?”
Andaikan pada masa kini pintu rumah terbuka bagi
si lemah, lapangan kerja tersedia bagi dhu’afak,
tentulah merata bahagia di tengah bangsa ini.
Jawaban spontan Nabi, menjadikan wajah si
bocah berseri-seri, walau yang didengar barulah
ajakan, tetapi harapan hidup sudah terbuka.
Diri tidak sendiri lagi. Ada pelindung
pengganti bunda. Walaupun ibu dan ayah sudah
tiada. Serta merta Nabi memangku si bocah.
Mencium kedua pipi si anak yang sudah lama tidak
pernah merasakannya.

Samudera Hikmah 33
-
Mas’oed Abidin
Sirnalah air mata yang tadinya terurai
lantaran sedih dan hampa. Berganti air mata
gembira lantaran bahagia. Demikianlah satu bukti
sangat substansil dari sabda Nabi SAW
disampaikan Beliau pada Khotbah Wada’ itu,

َ َ ‫ و أ‬.‫ذا‬
‫شمماَر‬ َ ‫جن ّةِ هَك َم‬ ُ ِ‫أ ََنا و كا َف‬
َ ‫ل الي َت ِي ْم ِ في ال‬
.‫مممما‬ َ ‫ و َفمممّر‬،‫طى‬
َ ُ‫ج ب َي ْن َه‬ َ ‫سممم‬
ْ ُ‫سمممَباب َةِ و الو‬ ّ ‫ِبال‬
(‫)رواه الخاري و أبو داود و الترمذي‬
“Aku dan orang-orang yang menanggung anak
yatim, berada di sorga seperti ini (lalu beliau
mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya, seraya
memberi jarak keduanya)” (HR.Bukhari, Abu Daud dan Tirmidzi,
lihat Al-hadits As-Shahihah/Al-Bani:800).

PENGENTASAN kemiskinan, dengan pengertian


usaha bersama-sama mengurangi tingkat
kemiskinan perlu ditampilkan. Perlu dipentaskan.
Karena usaha mengatasi kemisikinan di tengah
kehidupan ummat, sesungguhnya merupakan
usaha yang mulia.
Agama Islam, dengan mempedomani Al
Quran dan Sunnah Rasulullah selalu memberikan
perhatian yang besar serta berkesinambungan
terhadap masalah sosial ini. Ajaran Al Quran amat
memperhatikan usaha-usaha penanggulangan
kemiskinan.
Tidak diragukan lagi, ayat-ayat pertama dari
Mashhaf Al Quran, memberikan ciri-ciri sifat dan
sikap seorang Muttaqin (orang yang bertaqwa).
Diantaranya, orang yang percaya kepada Yang
Ghaib (Allah), mendirikan shalat serta
membelanjakan sebahagian rezekinya (hartanya)
untuk kemaslahatan ummat banyak. Artinya,
34 - Menelusuri Nikmat Allah
Surau Kito
memberikan perhatian penuh terhadap kehidupan
orang-orang miskin. Seperti tertera dalam Wahyu
Allah, Surat Al Baqarah, 2 : 3 (Al Quran).
Karena itu, seorang Muslim seyogyanya tidak
perlu merasa sungkan dan segan, dalam berusaha
mementaskan setiap usaha ke arah pengentasan
kemiskinan.
Al Quran yang menjadi pedoman setiap
Muslim (jumlah kita diakui terbanyak di Dunia ini),
seyogyanya mengambilkan pelajaran tentang cara-
cara yang diajarkannya guna mengentaskan
kemiskinan ummat.
Karena sudah pasti, yang terbanyak di
antara ummat yang berada di bawah garis
kemiskinan itu, tentulah Muslim pula.
Al Quran menceritakan, di kala seorang kafir
(yang menolak ajaran Allah), dimasukkan ke dalam
neraka, mereka ditanya, Apa sebabnya mereka
tercampak ke dalam kehinaan (Neraka) ini.
Jawabnya karena, pertama, Kami bukanlah
termasuk golongan orang-orang yang shalat.
Kedua, Kami tidak hendak memberi makan
orang miskin.
Ketiga, Kami asyik membicarkan kebathilan.
Tanpa berusaha sedikitpun menghapus kebathilan
itu. Habis hari karena berbincang. Tak ada waktu
tersisa untuk mengubah kepincangan-kepincangan.
Keempat, Kami mendustakan hari
pembalasan (hari akhirat). Keyakinan mereka
hanya terpaut kepada hal-hal duniawiyah semata.
Yang ada hanya pemikiran masa kini, di sini. Tidak
ada sama sekali berpikir dan berbuat untuk hari
esok. Hari yang pasti didatangi setiap diri. Nanti,
setelah mati.
Samudera Hikmah 35
-
Mas’oed Abidin
Keterangan tersebut jelas diterangkan Allah
dalam Firman Nya, Al Quran Surah ke 74, Al
Muddatsir ayat 40 - 47.
Yang menjadi titik perbincangan adalah memberi
makan orang miskin.

Ruang lingkungan luas. Termasuk memberi


makan, juga adalah menyiapkan sumber atau lahan
usaha bagi si miskin. Hingga setiap saat
mempunyai harapan dari hasil garapannya. Mereka
tidak lagi disibukkan mengumpulkan sesuap nasi
atau setekong beras untuk makan gari ini. Tapi,
sudah mempunyai sumber usaha yang
menghasilkan makan setiap hari. Untuk dirinya
sendiri dan untuk keluarganya pula. Jadi, usaha
melahirkan kemandirian.
Secara konvensional, yang disebut miskin
itu peminta-minta. Dia tidak punya kerja, kecuali
hanya meminta-minta. Sungguhpun mereka punya
hak untuk meminta-minta kepada orang yang
berpunya (lihat Surat Adz Dzariyat, 51:19-20). Tapi
sama-sama tidak bermartabat, membiarkan diri
selalu menjadi peminta-minta. Atau juga tidak
mulia tindakan si kaya yang memupuk
terpeliharanya kebiasaan orang yang selalu
meminta-minta.
Dalam sebuah ajaran Rasululah Shallallahu
‘alaihi wassalam ditegaskan, “Mencari kayu api ke
hutan, mengikatnya dan kemudian menjualnya,
(berusaha dengan tangan sendiri, memeras
keringat), kemudian hasilnya kamu terima, dan
kamu makan berserta keluarga di rumah. Usaha
demikian itu lebih bermartabat, daripada kamu
berkeliling menengadahkan tangan meminta-

36 - Menelusuri Nikmat Allah


Surau Kito
minta, diberi ataupun tidak diberi oleh orang lain.
Allah lebih senang kepada tangan yang di atas
daripada tangan yang di bawah (peminta-minta).

Menelurkan Harga Diri.

Umar bin Khattab, memberikan arahan lebih


keras. Tatkala dilihatnya seorang pemuda, duduk
mendo’a menengadahkan tangan meminta rezeki.
Tanpa berusaha meninggalkan pojok dinding
Ka’bah. Sedari pagi hingga malam, hanya berseru
dengan nada memelas.
“Wahai Tuhan, berilah aku rezeki harta”.
Begitulah yang didengar Umar bin Khattab, keluhan
remaja yang memiliki tubuh sehat dan otot
perkasa.
Dengan nada keras, sembari mengancam
dengan mata pedang, Umar mengingatkan,
“Wahai pemuda. Janganlah sekali-kali kamu
hanya pandai menengadahkan tangan, meminta-
minta diturunkan rezeki harta. Kamu harus tahu,
sejak langit berkembang, Allah tidak pernah
menurunkan hujan emas dan perak. Gerakkan
tanganmu! Allah akan beri kamu rezeki.”.
Peringatan keras ini, memiliki ajaran dan
pandangan yang sungguh dalam.
Larangan meminta-minta. Tumbuhkan sikap
berusaha. Melahirkan etos kerja yang tinggi.
Sebagai pembuka jalan bagi pintu rezeki.
Di sinilah terdapat salah satu kunci.
Mengentaskan kemiskinan melalui “pemberian
pelajaran”, menunbuhkan “harga diri”.
Samudera Hikmah 37
-
Mas’oed Abidin
Menumbuhkan “rasa malu” selalu menjadi beban
orang lain. Jadi, harus ada program jelas untuk
mengubah sikap kebiasaan.
Orang miskin adalah orang yang serba
kekurangan. Orang yang berkekurangan lantaran
tidak mempunyai apa-apa. Tidak memiliki mata
pencaharian. Tidak mempunyai kepandaian dalam
mencari nafkah. Mereka perlu dibantu dan
diangkatkan derajatnya.
Dicarikan baginya lahan dan lapangan
pekerjaan. Dibuatkan untuk mereka sumber
pengidupan. Dididik mereka untuk bisa berusaha
untuk hidup. Ajarkan mereka arti dan makna
“madiri” dalam bentuk perbuatan dan kenyataan.
Lebih halus ta’rif atau definisi yang diberikan
Rasul Shallallahu ‘alaihi wassalam, sebagaimana
diriwatkan Bukhari Muslim dalam shahihnya.
“Orang miskin itu bukanlah mereka yang
berkeliling meminta-minta (sebagai pemulung),
agar diberikan kepadanya sesuap nasi atau sebuah
dua biji korma. Tapi orang miskin itu, adalah
mereka yang hidupnya tidak layak berkecukupan.
Kemudian mereka diberi sedekah, dan sesudah itu
mereka tidak pergi lagi meminta-minta kepada
orang lainnya.”. (HR. Bukhari dan Muslim, Shahih
Insya Allah).
Hadist lainnya menyebutkan;
“Orang miskin itu, hanyalah orang yang
menjaga kehormatannya.”.
Mereka perlu mendapatkan perhatian.
Terhadap nasib mereka perlu ditumbuhkan
kepedulian yang tinggi.

38 - Menelusuri Nikmat Allah


Surau Kito
Perangi Kemiskinan.

Fakir dan miskin, adalah bayangan


kehidupan yang berbahaya. Bahayanya jelas
digambarkan oleh Rasulullah. Beliau berkata,
“Hampir-hampir kefaqiran yang membawa
kekufuran”. Walaupun tidak selamanya orang kufur
itu terdiri dari orang fakir. Atau sebaliknya tidak
pula selamanya orang berpunya terjauh dari
kekufuran.
Namun, dapat disimak terminologi sosialnya,
bahwa kekufuran itu terbuka itu terbuka pada salah
satu pintunya kefakiran.
Maka mengatasi kefakiran dan kemiskinan,
bermakna menghambat peluang kearah kekufuran.
Disini terletak satu peran utama setiap muslim
yang mampu. Kewajiban asasi, dalam kaitannya
dengan “hablum minan saasi” atau hubungan
horizontal antara sesama manusia (Muslim).
Dalam hubungan ini, Ali bin Abi thalib
mengandaikan. “Andaikata, kefakiran atau
kemiskinan mewujudkan dirinya dalam sosok tubuh
seperti manusia, niscaya aku akan cabut pedangku.
Aku tebas batang lehernya. Sehingga kemiskinan
(kefakiran) itu tidak sempat hidup ditengah
kehidupan manusia banyak.”.
Demiakian Ali bin Abi Thalib, mengumumkan
perang terhadap kemiskinan (kefakiran).
Akan tetapi Umar bin Khattab, langsung
mementaskan di arena kekhalifahan beliau.
Bagaimana beliau sendiri berperan langsung dalam
mengentaskan kemiskinan di zamannya.

Samudera Hikmah 39
-
Mas’oed Abidin
Diantaranya tersebut kisah, bahwa Umar bin
Khattab selalu melakukan perjalanan incognito, ke
pelosok-pelosok desa, ke gubuk-gubuk reot. Melihat
dan meneliti keadaan kehidupan masyarakat
kalangan bawah.
Di suatu malam, Umar bin Khattab
mendengan suara tangisan anak-anak dari sebuah
gubuk. Terdengar pula dendangan ibu
menentramkan tangisan anak itu.
Setelah mendekat, Umar bin Khattab
meminta izin kepada sang Ibu agar diperbolehkan
masuk. Dalam dialog pendek, dari sang ibu didapat
penjelasan, bahwa dia berusaha menenangkan
tangisan anaknya yang tengah kelaparan. Untuk
menghubur dan menenangkan anak menjelang
tidur, ibu itu sengaja merebus batu.
Umar bertanya kepadanya, “Wahai ibu,
kenapa ibu tidak datang saja kepada Amirul
Mukminin (Umar bin Khattab), untuk meminta
pangan? Sehingga tidak perlu berbohong terhadap
anakmu?”.
Sang Ibu menjawab, “Seharusnya Amirul
Mukminin tahu tentang nasib rakyatnya.”.
Umar segera bangkit dan pamit dengan
wajah duka. Di dalam hatinya berkecamuk rasa iba
dan tanggung jawab. Memang kewajibannya,
membela rakyatnya yang miskin.
Dia kumpulkan gandum yang ada
dirumahnya. Dimasukkannya ke dalam karung.
Dipikulnya sendiri dengan pundaknya. Dibawanya
juga di malam hari itu, ke rumah ibu yang merebus
baru untuk anaknya yang kelaparan.
Dia masak sendiri gandum bawaannya
hingga matang. Siap dihidangkan sebagai makanan
40 - Menelusuri Nikmat Allah
Surau Kito
yang layak. Dia berikan kepada anak yang tengah
kelaparan itu. Diapun bergurau dengan anak itu
sampai sang anak tertidur. Tidur bukan karena
lapar. Tapi tidur dengan perut berisi.
Demikian salah satu bentuk adegan,
bagaimana Umar bin Khattab “mementaskan”
usaha-usaha mengentaskan kemisikinan di
zamannya.
Yang dapat dipetik dari pementasan itu,
usaha-usaha pengentasan kemisikinan, perlu
dilakukan secara nyata. Tidak sebatas keinginan
dan teori belaka.
Umar bin Khattab menjadi orang yang
pertama dalam banyak hal. Pertama mendirikan
baitul-maal, (pembagian warisan). Juga pertama
kali mengirimkan bahan makanan melalui Laut
Merah dari Mesir ke Madinah. Menetapkan
pengenaan zakat atas ternak kuda. Menyediakan
gudang-gudang yang berisi gandum (bahan
pangan) bagi orang-orang yang kehabisan bahan
makanan (fakir miskin).

Zakat dan Prinsip

ZAKAT merupakan satu institusi yang dapat


dipakai sebagai alternatif bagi pengentasan
kemiskinan ummat. Minimal terbatas bagi kalangan
Muslim. Di tengah kehidupan sesama muslim.
Atas dasar, “Saling bertolonganlah kamu
atas kebaikan dan ketaqwaan”. (QS. Al Maidah,
5:2).
Dengan demikian Al Quran, meletakkan
prinsip ta‘awunitas atau partisipatif (saling tolong
Samudera Hikmah 41
-
Mas’oed Abidin
bertolongan untuk kebaikan dan ketaqwaan). Tidak
ada prinsip ta’awunitas itu untuk keburukan
maupun kema’shiyatan.
Harus dibedakan, antara zakat dengan infaq
dan shadaqah, dalam kaitannya sebagai perintah
Allah. Walaupun diakui semuanya merupakan
sumber dana ummat.
ZAKAT merupakan dana yang wajib
dikeluarkan, wajib di-tagih, wajib di-pungut, dari
pemegang dana.
INFAK dan SHADAQAH lainnya (diluar zakat),
harus digalakkan untuk dikeluarkan, sebagai alat
untuk meningkatkan ukhuwwah (solidaritas) dan
jihad ff sabiilillah (peningkatan amaliyah dalam
meningkatkan dan mempertahankan aqidah dan
kaedah di jalan Allah).
Zakat, sebagaiman halnya shalat,
merupakan satu arkaan min arkaanil-Islam. Sendi-
sendi dari Islam. Zakat merupakan rukun (sendi)
Islam yang ke-empat, setelah syahadatain, shalat,
dan shaum (puasa).
Dalam Kitab suci Al Quranul Karim, selalu
diseiringkan perintah shalat dan zakat ini. Hingga
dapat dikatakan, zakat inilah yang membedakan
apakah seseorang itu mukmin atau kafir (munafik).
Orang mukmin yang benar, selain
mempercayai hari akhir, serta mengerjakan shalat,
dan tidak mempersekutukan Allah, juga seorang
pembayar zakat.
Karena Al Quran selalu menghubungkan
antara shalat dan zakat, maka para sahabat
Rasulullah (salafus-shalih), selalu berperdapat,
antara keduanya tidak boleh ada pemisahan.

42 - Menelusuri Nikmat Allah


Surau Kito
Al Quranul Karim juga menyebutkan zakat
dengan kata-kata shadaqah. Bermakna shadaqah
yang wajib. Sebagai pembuktian atas pembenaran
perintah Allah, yang melekat pada harta benda
seorang mukminin.
Membayarkan zakat kewajiban muslim, sama
halnya dengan kewajiban shalat. Maka memungut
zakat dari seorang yang berkewajiban zakat
merupakan perintah Allah pula. (At Taubah, 9:103).
“Ambillah (pungutlah) dari sebahagian harta
mereka sadaqah (zakat).
Dalam pelaksanaan pemungutan zakat,
harus ada satu badan. Bagi negara-negara Islam,
perintah pemungutan datangnya dari Kepala
Negara (Amirul Mukminin). Tentu melalui satu
penegasan perundang-undangan, sesuai dengan
Kitabullah. Untuk daerah kita, bisa dilakukan oleh
Baitul Maal atau BAZIZ.
Karena itu, dalam pandangan Al Quran
(Islam), seorang belum dapat disetarakan dengan
orang-orang yang bertaqwa, sebelum dia
mengeluarkan sebahagian hartanya (berupa zakat).
Tanpa zakat, seseorang terjauh dari rahmat Allah.

Kewajiban Azasi

Tatkala Rasulullah mengirimkan utusan ke


Yaman, bernama Mua’adz bin Jabal, Nabi
menginstruksikan beberapa patokan yang harus
dijalankannya. Antara lain, sebagaimana
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dalam
shahihnya.

Samudera Hikmah 43
-
Mas’oed Abidin
“Kau akan berada di tengah ummat Ahli
Kitab. Ajaklah mereka mengakui, tidak ada Tuhan
selain Allah dan Saya (Muhammad) adalah Rasul-
Nya.
“Bila mereka menerima (mengakui),
beritahukanlah kepada mereka, bahwa mereka
wajib melaksanakan shalat lima kali dalam sehari
semalam.
“Bila mereka telah menjalankannya,
beritahukan pula, mereka diwajibkan
mengeluarkan zakat, yang dipungut dari orang-
orang kaya dan dikembalikan kepada orang-orang
miskin.
Dan bila mereka menjalankannya (shalat dan
zakat ), maka kau harus melindungi harta kekayaan
mereka itu. Selanjutnya rasulullah menegaskan lagi
.
“Dan takutlah kepada doa-doa orang yang
teraniaya (diantaranya orang-orang miskin). Karena
antara doa orang teraniaya dengan allah tidak ada
batas (penghalang)“ (HR.Bukhari muslim, dari Anas
Radhiallahu “anhu).
“Aku diperintahkan memerangi manusia,
kecuali bila meraka meng-ikrar0kan syahadat,
bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad
Rasul Allah (kemudian) mendirikan Shalat dan
membayarkan zakat”. (HR.Bukhari Muslim).
Peringatan Rasullulah lainnya, berbunyi “Bila
shadaqah (zakat) bercampur dengan kekayaan
laian. Bila harta kekayaan tidak dikeluarkan
zakatnya . Kekayaan itu akan binasa “ (HR Bazar
dan Baihaqi , liaht Nailul Authar, jilid IV-126).

44 - Menelusuri Nikmat Allah


Surau Kito
Jelaslah zakat itu bagi seseorang Mukmin
yang memiliki harta kekayaan, memiliki beberapa
fungsi ,
1. Perintah Allah (tanda pembenaran
syahadat da shalat)
2. Pembesih harta kekayaan
3. Pengentasn Kemiskinan ummat, karena
ditujukan kepada orang miskin.
4. Sumber dana ummat, penggunaanya
diarahkan kepada obyek tertentu (hasnaf
delapan)
5. Pembeda antara Mukmin & Munafik
Kehidupan sehari-hari menberiakan bukti
nyata “tidak ada orang yang melarat lantaran
mengeluarkan zakat“. Bahkan sebaliknya yang
sering bersua, orang kaya (Muslim), akhirnya tidak
pernah mengenyan ketentraman , lantaran selalu
menahan hak zakat..
Zakat wajib dikelola dengan management
yang benar. Sumbernya menjadi jelas, sebagai
mana ditetapkan Al-qur’an. Setiap muslim yang
mempunyao harta, wajib berzakat. Kewajiban
demikian ditentukan berdasarkan batas (hisab) dari
segi jumlahnya . Batas juga dari waktu (haul),
dalam setahun. Dan batas besarnya kewajiban
yang wajib dikeluarkan . Sedari tingkat 2,5 (dua
setengah) persen, 5 persen, 10 persen, bahkan ada
yang sampai 20 persen dari besarnya kekayaan
(hisab).
Penerima zakat, juga dijelaskan dengan
tegas. Antaranya Al Quran Surat At Taubah (IX)
ayat 60. Ayat dari Firma Allah tersebut menjelaskan
penerima zakat tersebut adalah “orang-orang”.
Samudera Hikmah 45
-
Mas’oed Abidin
Subjeknya kelompok perorangan. Terdiri dari (1)
.orang fakir (2) . Orang Miskin (3). Orang (para)
Amil (pengelola zakat ). (4). Orang (para) Muallaf
yang dibujuik hatinya. (5). Mereka (orang) yang
diperhamba (membebaskan perbudakan ). (6).
Merka yang dililit hutang (mandi hutang). (7). Jihad
dijalan Allah . (8). Dan orang yan gterlantar dalam
perjalanan .
“Demikian diwajibkan Allah Maha Tahu Maha
Bijaksana (QS 9 : 60).
Lima kelompok dari delapan asnaf ini adalah
orang-orang yang amat memerlukan perhatian
khusus. Karena mereka tengah berada ditepi jurang
kemelaratan. Mereka adalah fakir,miskin, budak
yang diperhamba, orang yang dililit hutang dan
yang terlantar dalam perjalanan.
Dua kelompok tengah berhadapan dengan
medan dakwah illallah . Ya’ni, Muallaf dan
fisabilillah. Kelompok yang dengan kesadaran hati
mereka menerima Islam, Problema yang dihadapi
mereka bukan sedikit. Kadang-kadang berbentuk
pengucilan dari kelompok (agama) anutan
lamanya.
Mereka cenderung tengah berproses kearah
kemiskinan, jika tidak segera diantisipasi.
Sebagaimana juga halnya “fisabilillah “.
Merka tengah berjihad. Bisa sebagai pejuang di
meda laga, karena mempertahankan aqidah
Islamiah. Bisa juga mereka yang tengah berdakwah
didaerah sulit.
Ruang lingkup fisabilillah ini cukup luas. Bisa
juga mereka yang tengah menuntut ilmu
pengetahuan, kemudian berkewajiban kembali ke

46 - Menelusuri Nikmat Allah


Surau Kito
tengah ummatrnya, membina dan mencerdaskan
kel;ingkungannya.
Pada hakekatnya, mereka bukanlah berjuang
untuk diri sendiri, tetapi untuk kepentingan orang
banyak . Atas redha Allah semata. Maka mereka
perlu mendapatkan perhatian yang mendalam.
Kesemua kelompok itu, mendapatkan porsi
dari sumber zakat menurut prioritas secara
kondisional dan situasional. Pengelolaanya adalah
“amil” zakat. Untuk itu, mereka berhak
mendapatkan bahagian. Intisarinya agar amanah
untuk pihak-pihak yang diprioritaskan, tidak
menyimpang kepada yang lainnya . Terciptanya
keadilan dan pemerataan sesuai dengan program
yang hendak dikembangkan. Amil zakat tetap akan
menerima bahagian dari zakat itu, walau merka
terdir dari orang-orang berpunya juga. Terserah
apakah bahagian imerka akan mereka nikmati
berbentuk materi, atau akan mereka kembalikan
lagi dalam bentuk shadaqah. Semuanya ini lebih
banyak ditentukan oleh kualitas pribadi para amail.
Bahkan ada kalanya orang-orang “berduit”
yang diberi amanah sebagai “amil” zakat, bisa
meniru aa yang dilakukan oleh Kaum Anshar
(Madinah) terhadap kaum Muhajirin, dalm sejarah
Hijrah Rasullullah Shallallahu a’alaihi Wa Salam..
Mulianya sikap merka seperti diceritakan
Allah di dalam Al Hasyr (QS.LIX) ayat -9 , antara
lain mereka tunjukkan kasih sayang kepada orang
berpindah ke kampung mereka, (Dewasa ini
sebagai program Transmigrasi .Pen).
Dan tidak meraka menaruh keinginan dalam
hati terhadap apa yang diberikan kepada merka
(yang berpindah itu). Bahkan mereka utamakan

Samudera Hikmah 47
-
Mas’oed Abidin
kawannya lebih dari diri mereka sendiri meskipun
mereka dalam kesusahan (pula)..
Begitu kira-kira bentuk-bentuk dari kualitas
ummat, yang terbina karena iman mereka
terhadap Allah. Hidup dalam kehidupan redha
Allah.

Harus dipungut

Tidak pantas, zakat dihitung oleh pemilik


harta kekayaan, menurut keinginan dan
kepentingannya semata.
Zakat harus dipungut. Karena itu institusi
“amil” perlu membagi dirinya menjadi pemungut
(collector) dan pembagi zakat (distributor).
Demi memudahkan para pemungut
(kolektor,amil) dalam menjalankan tugasnya maka
kemajuan iptek sekarang ini, memungkinkan sekali
untuk menyusun lebih dahulu kohir (formulir
zakat) .
Selengkapnya dapat berisikan cara-cara
yang tepat dan mudah bagi pemilik harta kekayaan
untuk menghidupkan semangat berzakat. Juga
memudahkan menghitung berapa sesungguhnya
besar zakat mereka yang semestinya dikeluarkan.
Akan salah kiprah jadinya, kalau ditemuinya
juga pembayar zakat hanya mengeluarkan berupa
kain sarung tua, ampelop uang di akhir tahun .
Sebagaimana biasanya di bulan-bulan Ramadhan .
Kemudian membagikan secara merata kepada
siapa saja yang menurutnya pantas . Karena
mungkin sasarannya kurang tetap. Dampaknya
bisa berakibat memperbanyak jumlah orang
48 - Menelusuri Nikmat Allah
Surau Kito
miskin. Pendistribusian zakat perlu dipandu oleh
Amil Zakat. Hal ini akan mempermudah
terlaksananya “pementasan “ dan “pemintasan”
dari usaha-usaha ke arah “pengentasan
kemiskinan” ummat..
Zakat sesungguhnya bukanlah milik
pembayar zakat. Zakat adalah “harta milik
Allah”, yang diamanahkan untuk dibayarkan kepda
orang-orang tertentu “ yang ditentukan oleh Allah.
Mungkin saja terjadi,pemilik zakat menyerahkan
kepada badan (amil) tertentu . Tersebab karena
keragu-raguan hati semata. Apakah zakatnya
sampai kesasaran atau tidak.
Maka dalam hal demikian itu menjadi tugas
pokok dari amillah untuk mengumumkan
pertanggung jawaban secara terbuka kepada
ummat. Bisa sekali dengan memanfaatkan media
massa yang ada dan menjangkau seluruh lapisan
ummat.

Pantas,pintas dan pentas

Zakat sebagai penghapus kemiskinan telah


dipentaskan sejak mas aRasullullah Shallalahu
‘alaihi Wassalam. Dalam sebuah hadist, sebagai
mana diriwayatkan Bukhari Muslim, Rasullullah
mengingatkan, “Meminta-minta tidak halal kecuali
salah seorang dari tiga beban “. Pertama ,”orang
yang menanggung beban berat (tidak mampu
memikul sendiri ),maka baginya halal meminta
“,Ketiga “orang yang dibalut kemiskinan maka
baginya pun halal meminta sampai dia kembali
tegak dan hidup secara wajar “.”Selain dari
tersebut diatas haram baginya makan hasil
Samudera Hikmah 49
-
Mas’oed Abidin
meminta-minta.“. (HR.Bukhari Muslim, dari
Qabishah al Hilali).
Batasan dan larangan Rasulullah ini,
membuka peluang boleh meminta sampai
terangakat kemiskinan dan di dalamnya
terkandung makna berilah kepada seorang miskin
sessuatu yang menyebabkan sesudahnya di a bisa
hidup wajar (terangkat kembali dari garis
kemiskinan).
Hidup layak, sebagai ukuran “kepantasan“,
bervariasi sesuai kondisi kehidupan ummat dikala
itu. Makanya kalangan miskin diangkat melalui
pendidikan, pengajaran bagaimana membina hidup
yang layak. Mengajarkan cara-cara mengolah
kehidupan. Siap untuk membentuk hidup yang
layak. Bisa melalui lapangan hidup pertanian,
pertukangan, (nelayan) perikanan, perkebunan.
Bahkan juga meniti usaha-usaha perniagaan.
Untuk itu tentu perlu dikaji kesediaan
“simiskin” untuk mengubah sikap jiwa. Dari
menerima kemudian memakan .Menjadi
penerima,pengolah, pemelihara dan baru memakan
hasilnya, untuk dirinya dan keluarganya.
Karena itu,tepat dan pantas jika kafir miskin
diberi zakat hingga ia berkecukupan . Boleh dalam
bentuk peralatan permodalan . Besarnya bantuan
itu boleh disesuaikan dengan keperluan (untuk
mengentaskan kemiskinan), agar dari usahanya
diperoleh keuntungan. Meskipun jumlah
permodalan itu besar (Imam Nawawi, Syarah
Minhaj -VI/159).
Bahkan Imam Syafei menegaskan, ”Bantuan
zakat bisa dalam bentuk memberikan sebuah
pekerjaan. Malah kemudian bisa pula ditambah

50 - Menelusuri Nikmat Allah


Surau Kito
untu usaha-usaha lainnya hingga dapat memenuhi
kebutuhan si-miskin” (Al Umm). Yang kemudian
pendapat ini disepakati pula oleh Imam
Ahmad,”orang miskin boleh mengambil zakat untuk
seluruh kebutuhan hidup (berupa sumber usaha
yang berketerusan)” (Al Inshaf,III/238).
Selanjutnya Ma’alim as Sunnah (II/239)
menjelaskan pendapat Khattabi, ”Batas pemberian
zakat adalah kecukupan (bagi simiskin yang
diangkatkan derajatnya). Dengan zakat diciptakan
kehidupan seseorang menjadi lebihj baik. Batas itu
disesuaikan dengan kondisi serta tingakat
kehidupan umum yang berlaku.Tentu akan berbeda
pada tiap orang, sesuai dengan keadaaan mereka
(bangsa)”.
Pendapat-pendapat itu merujuk kepada
kebijaksanaan umum yang pernah dilakukan oleh
Umar bin Khattab. ”Kalau memberikan bantuan
hendaknya mencukupi.”. Umar mementaskan
dalam masa pemerintahannya . Umar pernah
memberikan bantuan (zakat) berupa tiga ekor unta
kepada seorang laki-laki yang memerlukan
bantuan.
Kemudian Umar pernah mengatakan niatnya
yang teguh dalam “mengentaskan kenmiskinan “ di
tengah rakyatnya .Akan aku ulangi pembagian
zakat (sedekah) walaupun diantara mereka baru
akan cukup dengan menyerahkan seratus ekor
unta”.(Al Anwaal,565-566).
Ternyatalah ,institusi zakat dapat
dipergunakan secara efektif. Dalam usaha
meningkatkan taraf hidup sesama muslimin untuk
menjadi keluarga yang mampu dan hidup penuh
dengan kelayakan, dalam ukuran ekonomis.
Entaskan kemiskinan.
Samudera Hikmah 51
-
Mas’oed Abidin
Ini pula yang menjadi paham dai Imam Al
Ghazzali (Ihya,I/207, al Halabi), ”Hendaknya zakat
dapat dipakai untuk pembeli tanah (diolah bagi
keperluan orang miskin ) dan hasilnya cukup untuk
seumur hidup”.
Maka termasuk “pantas” mempergunakan
zakat untuk usaha yang berkesinambungan
mendatangkan hasil tetap.Pantas juga membuka
perkebunan dan lahan-lahan pertanian . Sebagai
jalan “pintas” untuk mengentaskan kemiskinan itu.
Yang perlu dijaga tujuan utamnyahanya untuk
kepentingan peningakatan taraf hidup orang
melarat. Tidak untuk kepentingan yang lain dari itu.

52 - Menelusuri Nikmat Allah

You might also like