You are on page 1of 22

BAB I

PENGANTAR BERPIKIR KUALITATIF


(Menuju Objektivitas Penelitian Sosial di Indonesia)

A. Saat ini, Ilmu-ilmu social tengah mendapat pengaruh mainstream pemikiran ekonomi,
sehingga menimbulkan bias pendekatan yang sentralistik di semua sector pembangunan.
Selain itu, bergulirnya reformasi mendorong terjadinya pergeseran pandangan untuk
mengatasi bias tersebut, yakni dengan cara mengganti pendekatan yang ada dengan cara
berpikir kualitatif. Deddy Mulyana (2003) menyebut dua factor yang mendorong
terjadinya pergeseran pandangan, yakni (1) gugatan para ilmuwan perihal daya
aksplanatori pendekatan kuantitatif-positivistik terhadap objek kajian, dan (2)laju
perubahan social yang begitu cepat memerlukan pendekatan dan model studi yang lebih
kontekstual dan handal. Selain itu kajian kualitatif juga dianggap menghasilkan
mispresentasi terhadap subjek-subjek kajianya . sekalipun tidak sedikit ditemukan kasus-
kasus serupa dalam studi-studi kualitatif. Namun pergeseran minat tidak serta merta
menempatkan pendekatan kualitatif ke posisi yang semula didiuki positivisme-kuantitativ
bahkas sebaliknya paradikma kualitativ masih saja disebut tidak valid

B. Sebagai suatu alternative, pendekatan kulaitatif semestinya memiliki cirri-ciri unik yang
membedakannya dari pendekatan kuantitatif. Cirri-ciri inilah yang nantinya akan
membangun konsep dan definisi pendekatan kualitatif. Dibandingkan dengan penelitian
kuantitatif, penelitian kualitatif memilki karakteristik sebagai berikut : (1)dat penelitian
diperoleh secara langsung dari lapangan, (2) penggalian data dilakukan secara alamiah,
(3) untuk memperoleh makna baru dalam bentuk kategori jawaban. Menimbang berbagai
kerancuan yang mi=ungkin muncul, mak cara yang lebih bijaksana untuk memahami
penelitian kualtatif adalah dengan mendudukan penelitian kualitatif sebagai bagian
integral dari bangunan paradigma keilmuan yang selama ini berkrmbang. Secara umum
dalam ilmu social terdapat dua paradigm besar, yakni paradigma positivistic dan
paradigma interpretif (Poerwandari, 1994 : 13). Beberapa cirri penelitian kualitatif ; studi
dalam situasi alamiah, analisis deduktif, kontak personal langsung, perspektif holistic,
perspektif dinamis, orientasi pada kasus unik, netralis empatik, fleksibilitas desain,
periset sebagia instrument kunci.

C. Dalam penelitian kulaitatif, tidak ada istilah sampel, namun sementara sampel tetap
digunakan sebagai penunjuk adanya subjek sebagaimana dalam penelitian kuanatitatif.
Pengambilan sampel dalam studi kualitatif lebih ditekankan pada kualitas dan bukan pada
kuantitas. Secar umum, prosedur pengambilan sampel, (1) tidak diarahkan pada jumlah
ayng besar; (2) tidak ditentukan secara kaku dari awal. Dalam studi kualitatif digunakan
pengambilan sampel model purposive (sesuai tujuan).

D. Obseravasi dilakukan dengan beberapa tahap. Tahap pertama, dalah pemilihan setting.
Dalam studi kulaitataif digunakan observasi melibat. Persoalan dalam observasi adalah
adanya validitas temuan, untuk mengurangi hal ini dapat dialkuakn dengan cara
memperpanjang tempo pengamatan. Untuk menghindarai adanya bias interpretasi periset,
laporan harus ditulis dalam gaya deskriptif dan bukan interpretative.

E. Terdapat dua jenis wawancara, yaitu wawancara terstruktur dan tak terstruktur. Dari sisi
struktur wawancara dapat dibedakan menjadi (1)wawancara alamiah-informal;
(2)wawancara dengan pedoman umum;(3)wawancaea dengan pedoman terstandar
terbuka; (4) wawancara tidak langsung. Bias dan hambatan yang ditemui umumnya
berasala dari keterbatasan etnik, ketidaksamaan budaya, perbedaan agama, perbedaan
kelas ssoia, dan perebedaan usia. Oleh karena itu, hal terpenting yang harus dimiliki
periset kulalitatif adalakah ketrampilan, fleksibel, objektif dan bersedia menjadi
pendengar baik.

F. Pada penelitian kulaitatif, biasanya digunakan dengan mengambil jalan tengah, yakni
instrument tambahan sepanjang hal tersebut tidak mempengaruhi sisi alamiah dari
aktivitas penggalian data.
G. Terdapat 4 konsepsi validitas dalam penelitian kualitatif, yakni validitas kumulatif,
validitas komunikatif, validitas argumentative, dan validitas ekologis.

H. Proses analaisis data kulaitatif berlangsung selama dan pasca pengumpulan data. Proses
analisisi mengalir dari tahap awal hingga tahap penarika kesimpulan hasil studi.
Komponen analisis data secara interaktif asaling berhubungan selama dan sesudah
pengumpuklan data. Hal tersebut membuat penelitian kualitattif disebut pula model
interaktif.

I. Yang harus dimiliki periset dalam penulisa data adalah, kesediaan untuk berubah ketika
kenyataan di lapangan mengahdirkan fenomena yang sama sekali berbeda atau jauh dari
asumsi awal.

J. Pendekatan kualitatif sebagi kritik atas positivism di tanah air cukup menggembirakan.
Karena sudah semestinya kritik dan otokritik menjadi bagian tradisi bagi periset.
Keterbukaan menerima cara-cara berpikir alternative semestinya diperlakukan sebagai
cara untuk menambah warna yang alamiah dari bangunan peradaban manusia.
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN KUALITATIF

A. Pendahuluan
Imanuel Kant menyebutkan dua jenis realitas, yaitu dunia fenomena dan dunia noumena.
Kedua jenis realitas itu terpisah setelah ada batas yang harus disadarai oleh pikiran
manusia, bahwa ilmu pengetahuan adalah perspektif yang membuat periset menjadi peka
terhadap bagian dunia yang alami, yang fenomenal. Kesulitan untuk meneliti manusia
dalah karena sifatnya yang serba misterius. Di sisi lainnya, manusia juga merupakan
noumena, karena memiliki jiwa, setidaknya sebagian diri manusia memiliki kemauan
bebas. Sehubungan dengan dua sisi manusia yang berbeda, terdapat dua perspektif atau
pendekatan. Yang pertama, pendekatan objective, dan pendekatan subjective. Selama
revolusi metodologi terjadi pergeseran yang berarti sehingga bats-batas disiplin keilmuan
menjdi kabur. Revolusi kualitatif dalam bidang pendidikan, telah ada upaya Mengenal
metode penelitian kualitatif, menilai kemajuan yang telah ditempuh.

B. Bidang Kajian, Metode, Dan Periset Dalam Penelitian Kualitatif


Jaringan disiplin penelitian kualitatof dsalinh bersinggungan satu sama lain, akan tetapi
masing-masing belum membaca satu sama lain. Dengan demikian, konstruksi penelitian
menjadi sangat dianjurkan guna melihat teori amna yang menjadi rujukan dalam
pembentukan penelitian dan paradigma mana yang dipakai. Beberapa masalah dapat
muncul dalam membahas koordinasi kegiatan penelitian kualitatif, dan hal ini memicu
munculnya bias-bias dalam konstruksi penelitian social. Penelitian kualitatif merupakan
suatu metode yang melibatkan terhadap setiap permasalahan yang dikaji. Penelitian
kualitatif bekerja di dalam setting yang alamiah, dan berupaya memahami fenomena yang
dilihat dari makna yang diberikan orang-orang. Dengan demikian, penelitian kualitatif
mengembangkan beberapa metode yang saling terkait yang diharapkan dapat
mengembangkan pemahaman permasalahan yang sedang dihadapi.
C. Penelitian Kualitatif: Multi Metodologi
Sebagai model penelitian yang banyak digunakan dalam disiplin dan tidak menjadi milik
satu disiplin etrtentu, penelitian kualitatif tidak memiliki teori atau paradigm sendiri. Dan
juga tidak memiliki seperangkata metode tertentu yang sepenuhnya menjadi miliknya
yang khas. Sejarah yang berlangsung di sekitar metode atau strategi penelitian
menunjukan bahwa betapa jamak penggunaan metodologi ini. Penggunaan dan arti
metode penelitian kualitatif yang berbeda-beda menymenyulitkan diperolehnya
kesepekatan diantara para periset mengenai definisi yang mendasar atasnya. Penelitian
kualitatif juga menyimpan ketegangan, dimana penelitian kualitatif yang awalnya
merupakan perangkat praktik, kemudian mengalami ketegangan dan kontradiksi dalam
sejarah multidisiplinnya sendiri, termasuk dalam hal metode, bentuk temuan dan
penafsirannya.

D. Penelitian Kualitatif Versus Penelitian Kuantitatif


Ada lima unsur signifikan yang membedakan penelitian kualitatif dan penelitian
kuantitatif.
1. Pemanfaatan Positivisme
Penelitian kualitatif tidak lain dipandang sebagi penelitian dengan metode dan
prosedur yang begitu ketat.
2. Peneriamaan Keasadaran Post-modernisme
Penggunan metode dan asumsi-asumsi kuantitatif-positivistik ditoalk oleh generasi
periset kaulitatif yang dianggap mewakili aliran post-struktural dan post-modern.
3. Pengungkapan Pandangan Individual
Periset kualitatif menempuhnya melalui serangkaian observasi dan interview yang
dalam dan rinci. Sebaliknya, di mata periset kuantitatif materi temuan yang dihasilkan
oleh metode interpretative dan luwes sebagaimana dipraktikan periset kulaitatif,
dipandang tidak reliable, penuh bias kesan.
4. Menguji Keterbatasan Dalam Kehidupan Sehari-hari
Periset kualitatif lebih mungkin untuk mengatasi ketidakleluasaan dunia social, serta
melihat dunia melalui tindakan dan mendapatkan berbagai temuan. Sedangkan periset
kuantitatif, cenderung membuat abstraksi tentang dunia dan jarang menelitinya secara
langsung.
5. Menjaga Uraian Yang Kaya
Kulaitatif meyakini bahwa uaraian yang kaya tentang dunia social adlah hal yang
sangat bernilai.rincian seperti itu, kurang dipedulikan dalam penelitian kuantitatif
yang memang setia terhaap asas etik dan nomoterik.

Kelima perbedaan diatas mencerminkan komitmen gaya penelitian yang berbeda,


epistemology yang berbeda, dan bentuk-bentuk representasi yang berbeda pula.

E. Sejarah Penelitian Kualitatif


Sepanjang sejarah penelitian kualitatif, para periset selalu memaknai kerja mereka atas
harapan dan nilai tertentu, keyakinan agama, dan ideology profesi. Dalam sejarah
penelitian kualitatif dipengaruhi oleh harapan-harapan politik dan ideology dari para
periset.

1. Periode Tradisional
Dimulai sejak tahun 1990-an hingga tahun 1927. Periode ini digambarkan sebagai
periode “Etnografer Kesepian” , karena para periset kualitatif merasakan pekerjaan
lapangan dengan sangat kesepian, frustasi dan terisolasi.

2. Periode Modernis atau Zaman Keemasan


Berlangsung setelah Perang Dunia II hingga era 1970-an. Selama periode ini, post-
positivisme berfungsi sebagai paradigm epistemologis ayng kuat. Para periset
kualitatif maencoba melihat dan memadukan argument-argumen tentang validitas
internal dan validitas eksternal.

3. Periode Genre yang Kabur


Menjelang akhir perode modernis dan awal babak ketiga (1970-1986) periset
kualitatif mulai dengan tegas menunjukan diri sebagai penganut dari aliran teori dan
paradigm tertentu. Sehingga muncul keragaman metode dan strategi yang mereka
gunakan dalam penelitian.

4. Periode Krisis Representasi


Pertengahan 1980-an. Periode ini adalah gambaran dari akibat masa sebelumnya,
yang mengindikasikan banyaknya paradigm, metode dan strategi penelitian yang
dipilih oleh stiap orang untuk mengungkapp realitas social. Pada masa ini, hasil
penelitian lebih bersifat refleksif daripada penuturan cerita sesuai informasi
dilapangan, dengan interpretasi subjektif dari para periset. Akibatnya, periset menajdi
bagian yang tak terpisahkan dari hasil penelitinannya.

5. Periode Krisis Ganda


Krisis ganda terjadi karena representsi dan legitimai menghadang para periset
kualitatif dalam penelitian social. Pada periode ini yang terpenting adalah, bahwa
teori hanya dijelaskan dalam bentuk narasi sehingga dapat dimengerti semua orang.

Dari kelima periode tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa masing-masing periode
masih bekerja hinga kini, penelitian kualitatif mendapatkan gangguan karena
sebelumnya tidak banyak paradigm yang harus dipilih, selain itu periset kualitatif
berada pada momen penemuan dan penemuan kembali seiring terjadinya perdebatan,
yang terakhir, kegotan penelitian kualitatif tidak bias lagi dilihat dari sudut pandang
yang netral, objektif, atau positivis.

F. Penelitian Kualitatif Sebagai Proses


Terdapat tiga kegiatan generic dan saling etrkait yang mendefinisikan proses penelitian
kualitatif. Yaitu, ontology, epistemology, dan metodologi. Periset kualitatif berasumsi
bahwa, seorang periset dengan kualifikasi tertentumampu melaporkan secara objektif,
jelas dan akurat perihal pengamatannya. Periset kualitatif melintasi disiplin guna mencari
metode yang emmungkinkan dilakukannya catatan pengamatan secara akurat. Akibatnya,
periset kualitatif mengembangkan berbagai metode interpretif yang saling terkait, selalu
mencari cara yagn lebih baik dan lebih mampu memahami dunia pengalaman yang telah
dipelajari.

1. Fase Pertama : Periset


Kedalaman dan kompleksitas perspektif penelitian akan dimasuki oleh periset yang
emngalami situasi social. Dimana tradisi ini, akan menempatkan periset dalam sejarah
yang akan memandu maupun menghambat karya yang hendak dibuat dalam studi
tertentu. Saat ini, periset berusaha mengembangkan etika situasi dan lintas situasi
yang berlaku pada tindakan-tindakan penelitian tetentu.

2. Fase Kedua : Paradigma Interpretif


Semua periset kualitatif adalah filsuf yang dibimbing oleh prinsip-prinsip abstark.
Dimana kepercaan mempengaruhi pembentukan cara pandang periset kualitatif
terhadap dunia dan bertindaknya yang selaras dengan cara pandang tersebut. Empat
paradigm interpretif yang utama dalam penelitian kualitatif : positivism dan post-
positivisme, konstruktivisme-interpretif, teori kritis dan feminis-post-struktural.

3. Fase Ketiga : Strategi Penyelidikan


Fase ini dimulai tatkala periset, denagn desain penelitian yang memandang dan
melibatkan suatu focus yang jelas terhadap pertanyaan penelitian, tujuan penelitian,
informasi yang paling tepat untuk menjawab pertanyaan, dan strategi yang paling
efektif untuk mendapatkan informasi. Strategi penelitian mengimplementasikan dan
meneguhkan paradigm, pada praktik-praktik metodologu tertentu.

4. Fase Keempat : Metode Pengumpulan dan Analisis Data Empiris


Periset memiliki beberapa metode pengumpulan bahan-bahan empiris, muali dari
wawancara, pengamatan langsung, analisis artefak dokumen, sampai denagn
pengalaman pribadi. Dalam menghadapi sejumlah besar bahan, periset juga berusaha
mencari bahan pengelolaan data. Bias juga menggunakan bantuan computer.
5. Fase Kelima : pengembangan Interpretasi dan Paparan
Dalam interpretasi, kebenaran tidak bersifat tunggal. Interpretasi tergantung kepada
daya kreatif dan tujuan politis dari periset itu sendiri. Hasil akhir atau evaluasi suatu
program merupakan situs yang paling umum dalam penelitian kualitatif. Oleh karena
itu, seorang periset kualitatif melalui hasil penelitiannya akan dapat mengahsilkan
pengaruh yang sangat penting bagi kebijakan sosial.
BAB III
PARADIGMA ILMU PENGETAHUAN

A. Pendahuluan
Paradigma dapat di definisikan bermacam-macam, sebagian orang menyebut
paradigm sebagai citra fundamental dari pokok permasalahan di dalam suatu ilmu.
Namun secara umum pardigma dapat diartikan sebagai seperangkat kepercayaan atau
keyakinan dasar yang menuntun seseorang dalam bertindak dalam kehidupan sehari-
hari.

B. Aspek Pengembangan Paradigma Ilmu


Dimensi Ontologi : Periset berhaluan pendekatan kuantitatif akan memandang hal
yang diteliti atau kenyataan sebagai objek, sesuatu yang berada diluar sana (out
there), yang bebas dari penelitiannya. Periset kualitatif, satu-satunya kenyataan adalah
yang dikonstruksikan oleh individu yang terlibat di dalam situasi penelitian.

Dimensi Epistemologi : Dalam penelitian kuantitatif, periset harus mempertahankan


jarak dan bebas (independent) dari objek yang diteliti. Dalam pendekatan kualitatif,
yang di dalamnya periset justru berinteraksi dengan objek yang diteliti.

Dimensi Aksiologi : Dalam penelitian pendekatan kuantitatif, nilai-nilai yang dianut


periset tidak boleh mempengaruhi penelitiannya. Periset kuantitatif diajarkan untuk
menghindari pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan nilai-nilai dalam laporan.
Kondisi penelitian dengan pendekatan kualitatif sama sekali berbeda. Penggunaan
bahasa, misalnya, cenderung bersifat personal dan menggunakan bahasa orang
pertama, lebih mendekatkan periset kepada objek yang menjadi kajian penelitiannya.

Dimensi Retoris : Pada penelitian kuantitatif nampak pada penelitian yang


menggunakan pendekatan data quantum. Bahasa yang digunakan, sebagaimana yang
dilakukan Creswll (1994), bersifat formal, tidak personal. Dengan pendekatan
kualitatif seperti penelitian De Burca (1996), kata-kata yang digunakan adalah
pemahaman, menemukan dan makna.

Dimensi Metodologi : Berangkat dari perbedaan-perbedaan mengenai cara pandang


terhadap kenyataan, mengenai hubungan antara periset dan yang diteiliti, mengenai
peran nilai, dan mengenai penggunaan bahasa, melahirkan metodologi atau
keseluruhan proses penelitian yang berbeda pula (Creswell, 1994).

C. Jenis Paradigma Ilmu Pengetahuan


Terdapat empat teori paradigm dalam ilmu pengetahuan :
1. Positivisme
Keyakinan dasar aliran inia berakar pada paham ontology realism yang
menatakan bahwa realitas berada dalam keyakinan dan berjalan sesuai dengan
hokum alam. Positivism muncul pada abad ke-19.
2. Post-positivisme
Semangat munculnya paradigma ini adalah keinginan untuk memperbaiki
kelemahan positivism yang memang hanya mengandalakn kemampuan
pengamatan langsung atas objek yang diteliti. Hal ini karena mustahil, bagi
manusia untuk melihat realitas secara benar.
3. Teori Kritis
Aliran ini merupakan suatu wacana realitas dengan muatan orientasi ideology
tertentu yakni neo-Marxisme, materialism, dan paham-paham yang setara. Paham
ini sama dengan pandangan post-positivisme, dimana dalam menilai objek tidaka
dapat dilihat secara benar oleh penglihatan manusia.
4. Konstruktivisme
Paradigma ini merupakan antithesis terhadap paham yang menempatkan
pentingnya pengamatan dan objektivitas dalam menemukan relaitas atas ilmu
pengetahuan. Paham ini mengungkap realitas dunia. Paradigma ini, menyatakan
bahwa realitas itu ada dalam beragam bentuk konstruksi mental yang didasrkan
pada pengalaman social, bersifat local dan spesifik serta tergantung pada pihak
yang melakukannya.
D. Aspek-Aspek Keilmuan
Indicator bagi perubahan dan pengembangan ilmu :
Ontologi : Positivisme memandang bahwa kenyataan yang dapat mengerti itu ada dan
dikendalikan oleh hokum dan mekanisme alam yang kekal. Post-positivisme
memandang bahwa kenyataan itu ada dan dan disebut kenyataan kritis. Sedangkan
konstruktivisme memandang kenyataan sebagai sesuatu yang relative, dimana
kenyataan ada dalam bentuk konstruksi mental manusia.
Epistemology : Positivisme bersifat dualistic dan objektif. Dalam Post-positivisme
kemudian memodifikasi sifat dualistic dan objektif dualism ditinggalkan karena
dianggap tidak mungkin, dan objektivitas tetap dipertahankan.
Metodologi : pada positivism, acuan kerja yagn paling utama digunakan adalah
eksperimen dan manipulasi. Dalam post-positivisme memodifikasi eksperimen dan
manipulasi.
Aksiologi : dalam positibisme dan post-positivisme menyebutkan bahwa nilai, etika
dan pilihan moral harus berada di luar proses penelitian. Periset harus membebaskan
dirinya dari objek yang dikaji, karena sikap ilmiah menghendaki adanya jarak yang
menetralisisr kedudukan periset.
Tujuan Penelitian : positivism dan post-positivisme mempunyai tujuan eksplanasi
sehingga dapat meramalkan dan mengendalikan gejala, baik gejala fisik atau perilaku
manusia.
Implikasi bagi Periset Pemula : dalam positivism, periset pemula yang dilatih
melakukan hal-hal yang bersifat teknis seperti pengukuran, desain dan metode
kuantitatif. Post-positivisme periset pemula melakukan hal teknis sama dengan
positivism tetapi ditambah dengan metode kualitatif.
Konflik atau Pergantian Paradigma : positivism dan post-positivisme mengharapkan
bahwa semestinya didalam semua pendukung paradigma ada struktur rasional
bersama. Critical Theory dan Constructivism dengan tegas menyatakan bahwa tidak
ada sifat kesepadanan antar paradigma, sehingga periset harus memilih salah satu
diantara paradigma yang ada.
Pengaruh Paradigma yang Dominan : dari sisi pengembangan keilmuan, hingga saat
ini belum ada paradigma yang dominan, karena masing-masing memilki kekuatan
dan kelemahan. Karenanya sikap kritis perlu menjadi acuan kerja bagi periset ilmu-
ilmu sosial.

E. Pengembangan Paradigma Dalam Sosiologi


Roy Bhaskar (1989) mengelompokan tiga jenis paradigma yang dominan meliputi
paradigma positivisme, conventionalism, dan realism

1. Dikotomi muncul akaibat adanya asumsi bahwa “individu dapat membentuk atau
mengubah masyarakat”.
2. Dikotomi juga muncul akibat asumsi umum bahwa individu merupakakn produk
masyarakat.
3. Dikotomi kedua pendapat tersebut disintesiskan oleh Peter L. Berger dalam model
yang memilki perspektif yang berkaitan dengan hubungan antaranggota
masyarakat.
4. Transformasi kedua model itu menghasilkan gambaran yang menyambung.

F. Berbagai Pandangan Tentang Paradigma Ilmu Pengetahuan

1. Positivisme (Denis C.Phillips)


Menyatakan bahwa objek ilmu pengetahuan harus memenuhi beberapa syarat,
yakni dapat diamati; dapat diulang ; dan dapt diramalkan.

a. Kecenderungan Pergeseran Paradigma


Observasi dan Netralis : kaum positivis observasi dimaknai sebagai piranti
yang bersifat netral dalam memberikan kesaksian terhadap objek kajian
ilmiah. Konsep netralis dan observasi inilah yang dipersoalkan dan tidak
diterima, karena karena tidak ada observasi yang betul-betul netral , sebab
observasi senantiasa dipengaruhi oleh perseps masing-masing orang.
Teori Ilmiah dan Pembuktian : Teori dapat dikalahkan oleh bulti-bukti baru
karena pengamat memiliki sudut pandang yang berbeda, atau teori tersebut
harus menyarah karena perubahan waktu.
Perubahan Keilmuan : Dunia keilmuan senantiasa mengalami perubahan yang
dianamis. Ini menunjukan ilmu bersifat dinamik, berunah dan dating silih
berganti, seiring ditemukannya bukti baru yang menafikan atau
mendukungnya.

b. Diskusi Kritis
Dalam diskusi kritis untuk mengetahui post-positivisme lebih jauh harus
menjawab 4 pertanyyan dasar.

2. Teori Kritis (Thomas S. Popkewitz)


Dikembangkan dari konsepsi kritis trhadap berbagai pemikiran dan pandangan
yang sebelumnya. Konsep teori kritis berkaitan dengan kondisi pengaturan sosial,
distribusi sumber daya yang tidak merata, dan kekuasaan.
a. Tema Pokok Teori Kritis
1. Prosedur, metode, dan metodologi keilmuan.
2. Perumusab kembali standard an aturan keilmuan sebagai logika dalam
konteks historis.
3. Dikotomi antara objektif dan subjektif
4. Keberpihakan ilmu dalam interaksi sosial
5. Pengembangan ilmu merupakan produksi nilai-nilai.
6. Ilmu pengetahuan (khususnya ilmu sosial) merupakan studi tentang masa
lalu.

3. Konstruktivisme (Yvonna S. Loncoln)


Konstruktivisme mengembangkan sejumlah indicator dalam melaksanakan
penelitian dan pengembangan ilmu. (1) lebih mengedepankan penggunaan metode
kualitatif; (2) mencari relevansi dari indiaktor kualitas untuk lebih memahami
data di lapangan; (3) teori yang dikembangkan harus membumi; (4) kegiatan
harus bersifat ilmiah; (5) unit analisis yang digunakan berupa pola dan kategori
jawaban; (6) harus ersifat partisipatif.
a. Komponen Keilmuan
Pada sisi ontology, paradigma ini menyatakan bahwa relaitas bersifat sosial
dan karenanya akan menumbuhkan bangunan teori atas realitas majemauk di
dalam masyarakat. Pada sisi epistemology, hubungan periset dan objek yang
diteliti bersifat interaktif, sehingga fenomena dan pola keilmuan dapat
dirumuskan dengan memperhatikan gejala keduanya. Pada sisi metodologi,
menyatakan bahwa penelitian harus dilakukan di luar laboratorium.

b. Implikasi Paradigma
Pertama, fenomena interpretif yang dikembangkan bias menjadi alternatif
untuk menjelaskan fenomena relaitas yang ada. Kedua, munculnya paradigma
baru dalam melihat realitas sosial akan menambah khasanah paham dan
aliran. Ketiga, konstruktivisme memberi warna dan corak yang berbeda dalam
berbagai disiplin ilmu.

4. Alternative Paradigma dalam Praktik ( Elliot W. Esner)


Paradigma alternative yang dimaksudkan adalah pandangan dan pengetahuan
yang menolak pemikiran bahwa hanya ada satu epistemology atau pendekatan
keilmuan yang dapat mengungkap realitas sebagai suatu kebenaran.

a. Implikasi Konseptual
Pertama, paradigma alternative dapat membuka pandangan yang lebih luas
dalam mengetahui eksistensi ilmu pengetahuan. Kedua, paradigma laternatif
dapat menghindarkan pandangan bahwa satu paradigma adalah mencukupi
dan tepat untuk semua masalah. Ketiga, munculnya pluralism pandangan
dalam dunia keilmuan dapat mengurangi kecenderungan dogmatic dalam
memahami dan mencari tahu realitas yang ada. Keempat, pluralism
pandangan tentang keilmuan dapat memperluas cakrawala pemikiran bahwa
pemikiran itu sendiri merupakan suatu pencapaian atau prestasi kultural.
Kelima, pluralism pandangan dapat menyadarkan kita perihal intelegensi yang
majemuk.
b. Implikasi Praktis
Pertama, muatan kurikulum dan cara pengajaran menjadi bervariasi anata satu
sama lain. Kedua, cara pelaksanaan riset dan evaluasi di bidang pendidikan
juga akan berubah.
c. Implikasi Kebijaksanaan
Imlikasi dalam bidang pendidikan; (a) cara kurikulum disusun; (b) cara
rekrutmen. Sedang imlikasi dalam bidang lainnya hamper sama dengan dunia
pendidikan, yang jelas pluralitas paradigma akan menciptakan kemajemukan
kebijaksanaan.
BAB IV
KEDUDUKAN PARADIGMA DALAM KEGIATAN PENELITIAN

A. Pendahuluan
Dengan mendudukan diri pada pandangan paradigmatis, penelitian sosial akan
memperoleh ketajaman dan kejelasan yang konkret. Cara pandang yang dipilih
berimplikasi kuat pada corak pengembangan dalam penelitian yang dilakukan
seperti jenis persoalan empirik yang harus dihadapi dan rekonstruksi pandangan
periset yang harus di pilih, yang harus dipilih periset dalam masalah penelitian.

B. Paradigma dalam Kegiatan Penelitian


Paradigma adalah basis kepercayaan utama atau metafisika dari sistem berfikir,
basis dari sistem ontologi, epistemologi, dan metodologi dalam pandangan
filsafat, paradigma memuat pandangan-pandangan awal yang memebedakan,
memperjelas, dan mempertajam orientasi berfikir seseorang.

Tiga konsepsi paradikma yakni positifisme/ post-positifisme, konstruktivisme/


interpretif dan paradikam kritis untuk membahas tiga konsep tersebut dapat dilihat
dari limabelas isuseputar anggapan yang berlaku yang berlaku pada masing-
masing paradika tersebut. Pemaparan isu-isu tersebut dikembangkan dari
pemikiran guba dan lincoln ( dalam denzin& linclon, 1994) dan Neuman (1997)
1. Tujuan penelitian
2. Teori
3. Hakikat pengetahuan
4. Kedudukan akal sehat
5. Akumulasi pengetahuan
6. Lingkup eksplanasi
7. True explanasion
8. Bukti yang baik
9. Kriteria kualitas
10. Nilai
11. Etika
12. Pandangan terhadap kedudukan pariset
13. Traning
14. Akomodasi
15. Hegemoni

Paradikma positivisme dan post-positivisme yang termasuk kedalam bagian


kelompok clasical paradigem. Memang sangat berbeda dengan kedua paradigma yang
lahir kemudian yaitu konstruktivisme / interpretif dan teori kritis. positivisme dan
post-positivismebersumber pada alaur berfikir dalam ilmu penegetahuan alam yang
cenderung melegitimasi hukum, menepatkan logika, melakukan simplifikasi dan
aturan guna memberikan penjelasan yang masuk akal (rasional).

C. Kriteria Penilaian Kualitas Penelitian


Kriteria penilaian kualitas penelitian menurut tiga paradigma penelitian.
Positivisme dan post positivisme menyatakan bahwa kriteria kebenaran kualitas
penelitian bergantung pada aspek validitas (internal maupun eksternal)
Reliabilitas dan aspek objektivitas. Validitas internal mengacu pada ketepatan
instrumen penelitian yang digunakan dan sejauh mana hal tersebut memiliki
kaitan langsung dan temuan langsung di lapangan (ishomorphism of finding)
dengan asumsi ini kedua pandanga tersebut meyakini bahwa kegiatan penelitian
sejenis yang dilakukan di lain tempat akan memeberikan hasil yang sama pula
( dapat digeneralisasikan)
Konstruktivisme menyebutkan tiga kepercayaaan dan keasliansebagai kriteria
kreteria kebenaran. Kedua aspek tersebut mengacu pada berbagai konsep yang
mengandung lima unsur berikut :
1. Kredibilitas
2. Trasferbilitas
3. Konfirmabilitas
4. Keaslian ontologis
5. Educative-authentic
Teori kritis berpandangan bahwa unsur kebenaran adalah melekat pada ‘hisorical
situatedness of the inquiry keterpautan antara tindakan penelitian dengan tindakan
penelitian dengan situasi hisoris yang melingkupi.

D. Reliabilitas dan Validitas


1. Reliabilitas
Sebagaimana dibahas sebelumnya, penelitian kualitatif memiliki kriteria yang
reliabilitas ( keterandalan) dan validitas (kesahihan) reliabilitas mempersoalkan
perihal konsistensi pengukuran. Sedangkan validitas mempersoalkan ketepatan
instumen dalam kaitanya dengan temuan di lapangan jadi dalam penelitian
kualitatif pengertian reliabiltas lebih menunjuk kepada keterandalan. Yaitu tingkat
kepercayaan dan konsistensi indikator penelitian. Ini berbeda dengan cakupan
reliabilitas dala penelitian kualitatif. Dimana kepercayaan yang diberikan
mencakup beberapa unsur, yaitu kepercayaan dari lamunan, kepercayaan
meneurut sejarah, kepercayaan menurut kesesuaian. Menurut Jerome kirk &
miller. Maslah reliabilitas penelitian kualitatif adalah menyangkut temuan yang
hidup setiap hari. Maslah kepercayaan sangat tergantung terhadap esensi eksplisit
dari setiap prosedur kegiatan penelitian sehingga berguana untuk membedakan
beberapa macam realibiltas.

2. Validitas
Dalam penelitaian kulatatif diakui oleh berbagai kalangan bahwa peralatan yang
dipakai mengandung tingkat ketepatan yang sangat terbatas. Untuk memahami
maslah validitas penelitian kualitataif kiranya mensyaratkan penguasaan
pengetahuan mendasar tentang penggunaan atau penerapan teori penelitian
(mencakup cara berfikir paradigmatik) yang menjadi acuan utama dalam
membuat instrumen penelitaian. Luther menyebutkan ada 5 macama validitas
a. reflectif validty
b. ironic validty
c. Neo-pragmatic validty
d. Rhizomatic validity
e. Situated validity
Jadi kebenaran konsep reliabilitas dan validitas laksana dua sisi darai satu mata
uanag, keduanya tidak terpisahkan sat sama lain reliabilitas berhubungan dengan
tingkat kehandalan data dan validitas berhubungan dengan tingkat kesahihan data.
Dalam konteks ini hal terpenting dari setiap penelitian kualitatif adalah checking
the realibility yaitu bagaimana kekuatan data dapat menggambarkan keaslian dan
kesederhanaan nyata dari setiap inforasi.
BAB V
METODE-METODE DALAM PENELITIAN KUALITATIF

A. Pendahuluan
Pada pembahasan di bab ini akan dibahas sepulum metode kualitatif yang
dihimpun dari berbagai pihak yang telah mempraktikan atau setidaknya menimba
pengetahuan tentangnya masing-masing metode tersebut adalah

1. Studi Kasus- bedhowi


2. Etnografi- james spradly dan alur penelitian maju bertahap
3. Fenomenologi
4. Graunded theory
5. Etnometodologi
6. Dari metode pengamatan melihat menuju penelitian tidakan partisipatif
7. Historical Social Science
8. Metode Biografi
9. Clinical Research
10. Metode Intaksionisme Simbolik

Di antara sepuluh metode tersebut ada dua metode kualitataif yang terus menjadi
perbincangan kalangan ilmuan khususnya para sosiolog di dalam jurnal
internasional keduanya adalah 7. Historical social science (agus Salim) dan 9.
Clinical research (Sawa Suryana)

Historical social science dapat terungkap dari pembedaaan antara sosiologis


historis yaitu sosiologi yang berkaitan dengan sejarah dan historis sosiologis yaitu
sosiologi yang berkaitan dengan ilmu kemasyarakatanyang cenderung
mengambarkan gambaran-gambaran khas dari setiap kepentingan yanga ada
Masa depan penelitian kualitatif

Penelitian kualitatif berkembang cukup pesat di mualai dari disiplin antropologi di eropa
kemudian berkembang ke amerika dan menyebar ke negara-negara berkembang.mkana dari
penelitian kkualitatif itu sendiri menurut lincoln dapa disimpulkan sebagai berikut penelitian
kualitatif itu mencakup dua ketegangan sekaligus di dalam waktu yang bersamaan. Di satu sisi,
menggambarkan secara luas aliran interpretiv postmoderen, feminis dan kritis yang amat peka
dan di sisi lainya menggambarkan bagian yang lebih bnayak dari aliran positivisme. Post
positivisme dan konsepsi naturalistik dari pengalaman manusiamenurut bruner ( dalam denzin
dan linclon 1994 ;576) kekuatan dari penelitian kualitatif bukan terletak dari objektivitas
metodenya melainkan tiga hal berikut
1. Parsietyang memeiliki kewenangan tersendiri untuk bebas mengadakan pengamatan dan
terbatas dari tekanan teks dan literatur yang ada
2. Parsiet kualitatif yang menyadari keterkaitan historis dan situasi lokal yang akan
mendekatkan pariset dengan kondidi kemanusiaan yanga ada
3. Pariset yang bersifat terbuka dalam menagartikan pluralisme budaya dan selalu terbuka
terhadap setiap kebijakan yang berlaku

You might also like