You are on page 1of 28

TUGAS MATA KULIAH

SEJARAH PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA

Apakah perbedaan antara perjuangan bangsa Indonesia dalam melawan


penjajah pada masa sebelum adanya politik etis dengan perjuangan setelah
adanya politik etis?
Menjawab pertanyaan tersebut, mari kita simak dahulu penjelasan sejarah yang
diambil dari beberapa sumber di bawah ini, kemudian kita tarik kesimpulan
perbedaanya.

I. KEDATANGAN KAUM PENJAJAH DI INDONESIA


1.1. Latar Belakang Kedatangan Kaum Penjajah di Indonesia
Pada awal abad ke-15 bangsa Eropa mulai mengadakan penjelajahan
samudra. Tujuanya, mencari kekayaan dan kejayaan, serta penyebaran agama
nasrani. Salah satu kebutuhan yang sangat diperlukan oleh bangsa Eropa yang
mempunyai iklim dingin adalah rempah – rempah. Rempah – rempah berguna
untuk obat- obatan, penyedap masakan, dan pengawet makan. Negara
penghasil rempah – rempah yang terkenal sejak jaman dahulu ialah Indonesia,
terutama Maluku. Bangsa Eropa ingin membeli rempah – rempah tersebut
secara langsung dari Indonesia. Ada beberapa alasan mengapa mereka
menyukai rempah – rempah dari Indonesia. Pertama, mutu rempah – rempah
Indonesia bagus. Kedua, harganya lebih murah dibandingkan dengan harga di
Eropa.
1. Kedatangan Bangsa Eropa ke Indonesia
Pada awalnya, tujuan utama bangsa Eropa datang ke Indonesia ialah untuk
berdagang. Akan tetapi, tujuan tersebut selanjutnya berubah menjadi
menjajah. Beberapa bangsa Eropa yang pernah datang dan menjajah Indonesia
ialah Portugis, Spanyol, Belanda, dan Inggris. Belanda merupakan merupakan
bangsa yang paling lama menjajah Indonesia, yakni selama 350 tahun.
a. Bangsa Belanda
Dalam upaya mencari jalan menuju Indonesia, pada mulanya pelaut –
pelaut Belanda mencari jalan menuju Kutub Utara. Usaha ini tidak berhasil,
mereka kemudian mencari jalan lain, yaitu melalui Tanjung Harapan. Setelah
berlayar selama 14 bulan, akhirnya pada tanggal 22 juni 1596 armada Belanda

1
berhasil mendarat di Banten. Rombongan ini dipimpin oleh Cornelis De
Houtman.
Tujuan Belanda datang ke Indonesia ialah untuk berdagang, terutama
rempah – rempah. Mula – mula Belanda menunjukan sikap bersahabat dengan
masyarakat Banten. Belanda melakukan perjanjian perdagangan dengan
Banten, namun akhirnya Belanda memperlihatkan sikap serakah dan kasar.
Tindakan ini membuat masyarakat Banten , marah dan memusuhi belanda.
Kedatangan Belanda tidak mendapat sambutan yang baik dari masyarakat
Indonesia. Armada Belanda tidak dapat melanjutkan ke Maluku untuk mencari
rempah – rempah. Mereka akhirnya kembali ke negeri Belanda melalui Bali.
Armada Belanda yang pertama ini mengalami kerugian yang besar. Meskipun
demikian, rombongan mereka disabut dengan gembira. Alasanya, karena
rombongan mereka sudah menemukan jalan sendiri menuju Indonesia.
b. Lahirnya VOC

Gambar Kapal VOC diambil dari http://www.sahistory.org.za

Pada tahun 1598, untuk kedua kalinya armada Belanda tiba di Banten.
Armada ini dipimpin oleh Jacob Van Neck, di susul kemudian oleh armada
yang dipimpin oleh Warwijk. Sejak saat itu orang – orang Belanda berlomba-
lomba datang ke Indonesia.
Terbukanya jalur perdagangan ke Indonesia mengakibatkan munculnya
persaingan di antara pedagang. Baik antara sesama pedagang pedagang
Belanda sendiri maupun dengan bangsa Eropa lainnya.Untuk memenangkan
persaingan dagang dengan bangsa Eropa lainnya dan diantara sesama bangsa

2
Belanda sendiri, maka Belanda membentuk persatuan (kongsi) dagang.
Persatuan dangang Belanda tersebut didirikan pada tanggal 20 Maret 1602.
Nama kongsi dagang ini ialah Vereenigle Oost Indische Compagnie,
disingkat VOC. VOC berarti peersatuan dagang Hindia Timur. Tujuan VOC
adalah mencari keuntungan dengan jalan melawan pesaing – pesaingnya, baik
dari dalam maupun dari luar negri seperti Portugis, Inggris dan Spanyol.
Untuk kelancaran usaha dagangnya, VOC menyatakan perang dan
mengadakan perdamaian, membuat senjata dan mendirikan benteng, mencetak
uang, mengangkat dan memberhentikan pegawai. Piter Both diangkat sebagai
Gubernur jendral VOC yang pertama dan berkedudukan di Ambon. VOC
melakukan monopoli perdagangan rempah – rempah. Monopoli ini berarti
rempah – rempah hanya boleh dijual kepada VOC dan harga telah ditentukan.
Ketika Jan Pieterszoon Coen menjadi Gubernur Jendral, pusat VOC
dipindahkan dari Ambon ke Jayakarta (Jakarta) pada tanggal 31 Mei 1619.
Nama Jayakarta diganti menjadi Batavia. Alasan pemindahan kantor VOC
adalah, pertama letak Jayakarta dianggap strategis bagi pelayaran
perdagangan. Kedua, Jayakarta lebih dekat ke Tanjung Harapan. Sejak
bermarkas di Jayakarta, sikap VOC semakin kasar dan mereka mulai menjajah
bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia melakukan perlawanan di mana – mana.
Walaupun VOC mendapatkan perlawan dari rakyat Indonesia di mana –
mana, namun mereka dapat menguasi kerajaan – kerajaan di Indonesia.
Belanda dengan mudah menguasi kerajaan – kerajaan di Indonesia dengan
menjalankan politik adudomba. Maksudnya, Belanda mengadu antara raja –
raja bangsa Indonesia sendiri untuk saling bermusuhan. Belanda berpura –
pura membela salah satu dari kerajaan yang saling berselisih, dengan syarat
harus tunduk kepada Belanda. Namun demikian, menjelang abad ke-19,
keadaan keuangan VOC semakin memburuk, sehingga VOC mengalami
kebangkrutan. Melihat keadaan ini, pada tanggal 31 Desember 1799, VOC di
bubarkan. Kekuasaan VOC di Indonesia diambil alih oleh pemerintah
Belanda.
c. Sistem Kerja Paksa dan Penarikan Pajak
Pada akhir abad ke-18, terjadi perubahan politik di Eropa. Pada tahun1806
Napoleon Bonaparte (Kaisar Perancis) berhasil menaklukkan Belanda.
Napoleon kemudian mengubah bentuk negara Belanda dari republic menjadi

3
kerajaan. Sebagai Gubernur Jendral Belanda di Indonesia, Napoleon
mengangkat Herman Willem Daendels. Tujuanya, mempersiapkan diri untuk
menghadapi serangan dari Inggris. Untuk memperkuat pertahanan di pulau
Jawa, Daendels memerintahkan pembuatan jalan raya. Jalan raya itu sangat
panjang. Tujuan pembuatan jalan untuk mempercepat pergerakan pasukan
Belanda bila terjadi peperangan. Jalan raya itu terbentang dari Anyer
(Banten) sampai Panarukan (Jawa Timur).
Untuk mempercepat pembuatan jalan raya itu. Daendels memerintahkan
rakyat Indonesia berkerja tanpa diberi upah. Semua orang dipaksa berkerja
keras untuk pembuatan jalan tersebut. Siapa yang membantah, dikenai
hukuman badan dengan cara disiksa, tanpa perikemanusiaan. Rakyat Indonesia
yang miskin dan lemah semakin menderita dengan adanya kerja paksa
tersebut. Akibatnya tidak sedikit bangsa Indonesia yang menjadi korban.
Banyak diantara perkerja tersebut mati karena kelaparan dan terserang
penyakit malaria. Kerja paksa ini disebut rodi.
Tindakan Daendels tersebut membuat hubungannya dengan penguasa
pribumi menjadi renggang. Salah soerang pribumi yang menentang Daendels
ialah Pangeran Kusumadinata dari Sumedang, Jawa Barat. Beliau tidak rela
melihat rakyat Sumedang yang ikut kerja paksa itu menjadi korban.
Kekejaman yang dilakukan Gubernur Jendral Daendels terhadap rakyat
Indonesia akhirnya didengar oleh Napoleon. Pada tahun 1811 Daendels
dipanggil kembali ke negeri Belanda dan digantikan oleh Jansen.
d. Tanam paksa (Cultuur Stelsel)

Pada tahun 1830, Van Den Bosch


diangkat sebagai gubernur jendral
menggantikan Van Der Capellen. Ia diberi
tugas mencari uang guna mengisi kas
Negara Belanda yang sudah kosong akibat
perang.
Van Den Bosch memerlukan tanam paksa
Gambar Van Den Bosch
Dari Wikipedia atau cultuur stelsel.
Pemerintahan Belanda mengerahkan tenaga rakyat Indonesia untuk menanam
tanaman yang hasilnya dapat di jual di pasar dunia. Misalnya, teh, kopi,

4
tembakau, tebu dan lain – lain. Sebenarnya kalau peraturan tanam paksa
dijalankan dengan benar, maka tidak akan menyengsarakan rakyat. Tetapi
dalam pelaksanaannya tidak sesuai denganaturan yang diterapkan. Pihak
Belanda semakin bertindak sewenang – wenang. Hasil tanaman rakyat dibayar
dengan harga sangat murah. Tanam paksa menimbulkan penderitaan rakyat.
Beban yang harus dialami rakyat semakin berat. Hasil pertanian semakin
turun. Bencana kelaparan terjadi dimana – mana. Tidak sedikit rakyat
Indonesia yang mati kelaparan.
Sebaliknya, system tanam paksa ini sangat menguntungkan Belanda. Kas
Negara yang tadinya kosong, kemudian terisi kembali. Semua hasil dari tanam
paksa diangkut ke negri Belanda.
Aturan Tanam Paksa atau Cultuur Stelsel :
1. Penduduk desa diwajibkan menyediakan 1/5 dari tanahnya untuk
ditanami tanaman yang laku di pasaran Eropa.
2. Tanaman yang dipakai untuk tanaman yang diwajibkan ini dibebaskan
dari pajak tanah.
3. Hasil tanaman wajib itu harus diserahkan kepada Pemerintahan Hindia
Belanda.
4. Kerusakan kerusakan yang tidak dapat dicegah oleh petani menjadi
tanggungan pemerintah.
5. Pekerjaan yang dilakukan untuk menanam tanaman wajib tidak boleh
melebihi perkerjaan yang diperlukan untuk menanam padi.
6. Penduduk yang bukan petani harus berkerja selama 66 hari setahun
untuk pemerintah Belanda.

II. PERJUANGAN PARA TOKOH MENGUSIR PENJAJAH SEBELUM


ADANYA POLITIK ETIS
Kekejaman dan penindasan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda
terhadap rakyat Indonesia, mendorong rakyat Indonesia melakukan perlawanan.
Tokoh – tokoh dari setiap daerah bangkit untuk mengadakan perlawanan terhadap
Belanda. Beberapa tokoh yang melakukan perlawanan tersebut antara lain :

5
2.1. Thomas Matulesi atau Pattimura

Gambar Thomas Matullesi (dari google.com)

Thomas Matulesi dikenal dengan nama Pattimura. Ia dilahirkan di Haria,


pulau Sapura, Maluku pada tahun 1783. Pada pemerintahan Inggris ia masuk
dalam dinas militer dan berpangkat sersan. Pada tahun 1816, Belanda kembali
mengusai Maluku. Pada waktu itu, Maluku dikenal sebagai penghasil rempah –
rempah utama. Rempah – rempah dijadikan bahan monopoli perdanganggan
Belanda.
Maksudnya, rempah – rempah itu harus dijual kepada Belanda. Tidak
boleh dijual kepada pedagang lain. Harga penjualan sudah ditentukan oleh
Belanda dan biasanya sangat murah. Untuk mencegah perdagangan gelap dan
kelebihan hasil rempah – rempah, diadakan pelayaran hogi. Tujuanya, mengawasi
pelayaran perniagaan setiap pulau dan memusnahkan rempah – rempah yang
dianggap berlebihan. Belanda kemudian mengangkat Van Den Berg sebagai
residen di Sapura. Serdadu – serdadu Belanda ditempatkan di Benteng Duurstede.
Van Den Berg memaksa pemuda – pemuda Maluku menjadi serdadu yang akan
dikirim ke Jawa. Rakyat juga dipaksa kerja rodi atau kerja paksa tanpa menerima
upah. Akibatnya, rakyat sangat menderita.
Perlawanan rakyat Maluku muncul karena tindakan sewenang – wenang
yang dilakukan Belanda. Rakyat Maluku tidak tahan lagi. Dibawah pimpinan
Pattimura, akhirnya mereka mengadakan perlawanan. Pada tanggal 16 Mei 1817.
Di bawah pimpinan Pattimura, rakyat Maluku berhasil menyerbu Benteng

6
Duurstede. Kekuatan Belanda dapat dikumpulkan dan Van Den Berg mati
terbunuh. Perang semakin berkobar dan meluas ke berbagai daerah di Maluku
seperti Ambon, Seram, Hitu dan lain – lain.
Kekalahan itu menyebabkan Belanda mengirim pasukan lebih besar ke
Maluku. Di bawah pimpinan Laksamana Buykes, Belanda berhasil menguasai
daerah - daerah Hitu, Haruku, serta Sapura. Karena kekuatan tidak seimbang,
pasukan Pattimura semakin terdesak. Akhirnya Pattimura dan para pejuang
lainnya ditanggkap.
Dalam perlawanan tersebut Pattimura dibantu beberapa tokoh, seperti
Paulus Tiahahu dan anaknya Cristina Marta Tiahahu, Thomas Patiwael Lucas
Latumaniha dan lain – lain.

2.2. Tuanku Imam Bonjol

Gambar Tuanku Imam Bonjol (dari google.com)

Nama asli Tuanku Imam Bonjol ialah Peto Syarif. Dikenal pula dengan
nama Mohamad Shahab. Ia dilahirkan pada tahun 1772, di Tanjung Bunga,
Sumatra Barat. Karena bertempattinggal di daerah Bonjol (Sumatra Barat), maka
ia di sebut sebagai Imam Bonjol
Perang Paderi
Pada abad ke-19 di Minangkabau. Sumatra Barat terjadi perselisihan paham antara
kaum paderi dan kaum adat. Kaum paderi adalah golongan pemeluk agama Islam
dan tidak dipengaruhi adat kebiasaan. Kaum adat golongan yang sudah memeluk
agama Islam, tetapi masih banyak dipengaruhi adat kebiasaan. Adat kebiasaan itu
bertentangan dengan ajaran Islam seperti menyabung ayam, minum – minuman
keras, berjudi dan lain – lain.

7
Kaum paderi menentang berbagai kebiasaan yang dilakukan pada kaum
adat. Kaum adat tidak terima terhadap penentangan kaum paderi tersebut.
Akibatnya, timbullah keteganggan yang menjurus pada bentrokan bersenjata
diantara pengikut kedua golongan tersebut.
Tuanku Imam Bonjol muncul sebagai pemimpin kaum paderi yang terkenal. Ia
menggantikan kedudukan Datuk Badaro. Dalam pertempuran tersebut kaum adat
terdesak.
Pada tahun 1821, kaum adat meminta bantuan kepada Belanda, sehingga
Belanda dapat menduduki beberapa daerah di Sumatra Barat. Kedatangan Belanda
tidak disambut dengan baik oleh kaum paderi. Akhirnya, meletuslah perang antara
kaum paderi dengan Belanda. Perang tersebut disebut Perang Paderi dan
berlangsung tahun 1821 – 1827.
Pada tahun 1821, Tuanku Pasaman, mengarahkan ribuan rakyat menyerbu
pos – pos Belanda di Serawang, Sulit Air, Sipinang, dan tempat lainya. Mereka
menggunakan senjata – senjata tradisional seperti tombak, parang, golok dan lain
– lain. Sementara pihak Belamda menggunakan senjata meriam dan jenis lainya.
Pada tahun 1822, pasukan Belanda berhaasil menguasi Bonjol. Dalam perang
paderi Belanda menggunakan siasat Benteng, yaitu daerah yang dikuasai
dibanggun benteng pertahanan, seperti bebteng Fort de Kock di Bukittinggi.
Kaum adat dan kaum paderi menyadari bahwa bantuan Belanda kepada kaum adat
hanya siasat adu domba belaka. Kemudian, kaum adat bersatu padu dengan kaum
paderi menghadapi Belanda. Akhirnya, pasukan Belanda yang dipimpin Van Den
Boch dapat dipukul mundur dan Bonjol dapat direbut kembali dari Belanda.
Bersatunya kembali kaum adat dengan kaum paderi menimbulkan kekhawatiran
Belanda. Akhirnya, Belanda mengeluarkan pernyataan yang disebut Plakat
Panjang. Isi pelakat panjang adalah :
1. Tanam paksa dengan kerja paksa di cabut bagi rakyat Minangkabau.
2. Kepala – kepala daerah akan di gaji.
3. Belanda akan bertindak sebagai penegah apabila terjadi perselisihan di
kalangan rakyat (kaum adat dengan kaum paderi).
Pada tahun 1837, pasukan Belanda dibawah pipinan Letnan Kolonel Michiels
kembali menyerang Bonjol. Dalam serangan ini pasukan Imam Bonjol terdesak.
Akhirnya imam Bonjol terpaksa mengadakan perundingan dengan Belanda.
Namun perundingan itu gagal. Pertempuran pun terjadi dan benteng Bonjol jatuh

8
ke tangan Belanda. Pada tanggal 25 Oktober 1837, Imam Bonjol berhasil di
tangkap dan ditahan. Ia diasingkan ke Cianjur, kemudian ke Ambon dan
kemudian ke Manado. Pada tangal 6 November 1864, Imam Bonjol wafat dan
jasadnya dimakamkan di desa Pineleg, Manado
2.3. Pangeran Diponegoro

Gambar : Pangeran Diponegoro (wikipedia.org)

Pangeran Diponegoro sebenarnya masih keturunan Kesultanan


Yogyakarta. Beliau dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 11 November 1785,
anak dari Pangeran Adipati Anom (Sultan Hamengkubuwono III). Pada waktu
kecil ia bernama Raden Mas Ontowiryo. Walaupun beliau keturunan bangsawan,
namun beliau akrab dengan rakyat kecil. Pangeran Diponegoro tidak senang
dengan sikap Belanda yang merendahkan harkat dan martabat raja – raja Jawa.
Pada waktu Sultan Hamengkubuwono V berkuasa, Pangeran Diponegoro merasa
kecewa dengan keadaan istana. Akhirnya ia memutuskan untuk meninggalkan
istana dan tinggal di desa Tegalrejo, Yogyakarta. Di sini ia lebih memusatkan
perhatiannya di bidang agama, adat, dan kerohanian.
Sementara itu, Belanda melakukan tindakan yang menyinggung perasaan
Pangeran Diponegoro. Belanda bermaksud membuat jalan kreta api yang
melintasi tanah makam leluhur Pangeran Diponegoro. Patih Danureja, atas
perintah Belanda, memasang patok diatas tanah makam tersebut tanpa ijin
Pangeran Diponegoro.

9
Karena pemasangan tonggak – tonggak tersebut merupakan perbuatan sewenang –
wenang, Pangeran Diponegoro pun mencabutinya. Keteganggan diantara Belanda
dengan Pangeran Diponegoro tidak dapat dihindarkan. Keteganggan itu
memuncak pada tanggal 20 Juli 1825. Di bawah pimpinan Pangeran Diponegoro
rakyat menyatakan perang terhadap Belanda.
Pihak Belanda mulai membakar daerah Tegalrejo. Beliau menyingkir ke
bukit Selarong. Perlawana Diponegoro mendapat sambutan luas dari berbagai
tempat dan kalangan. Gelora pernang dikumandangkan di seluruh Mataram.
Pangeran Diponegoro mendapat bantuan sepenuhnuya dari Kiai Maja (Penasihat
bidang keagamaan), Pengeran Mangkubumi (Kalangan isatana), dan Sentot Ali
Basyah Prawiradiraja (Panglima perang). Demikian pula para ulama dan para
bangsawan turut berjuang bersama – sama dengan pangeran Diponegoro.
Daerah – daerah lain ikut bangkit berjuang melawan Belanda, seperti Pacitan,
Purwodadi, Bayumas, Pekalongan, Semarang, Rembang, dan Madiun. Kiai Maja
mengobarkan perang di daerah Surakarta. Semantara Kiai Hasan Besari
memimpin perang di daerah Kedu.
Perlawanan yang dilakukan Pangeran Diponegoro tahun 1825 – 1827,
menyebabkan pasukan Belanda terdesak dan mengalami banyak korban. Pada
tahun 1827, dibawah pimpinan jendral Van De Kock, Belanda menjalankan siasat
perang benteng stelsel. Siasat ini dilakukan dengan tujuan mempersempit wilayah
kekuasaan Pangeran Diponegoro. Caranya ialah, di setiap wilayah yang sudah
dikuasai Belanda didirikan benteng – benteng pertahanan. Karena Pangeran
Diponegoro sulit di taklukan, akhirnya Belanda menempuh cara licik dengan
menawarkan perundingan. Jendral De Kock berusaha mengadakan pembicaraan
dengan Diponegoro. Bila perundingan gagal, Diponegoro boleh pulang dengan
selamat.
Perundingan diselenggarakan pada tanggal 28 Maret 1830 di rumah
Residen Kedu di Magelang. Jendral De Kock sudah mengatur siasat untuk
menangkap Diponegoro. Belanda menghianati perjanjian yang di buatnya, yaitu
membiarkan Pangeran Diponegoro pulang dengan selamat bila perundingan gagal.
Pangeran Diponegoro ditanggkap, kemudian dibawa ke Semarang. Setelah di
bawa ke Batavia (Jakarta), Pangeran Diponegoro di bawa ketempat
pengasingannya di Manado, Sulawesi Utara.

10
Pada tahun 1834, Pangeran Diponegoro dipindahkan ke Makasar dan ditahan di
benteng Fort Rotterdam. Pangeran Diponegoro meninggal dan dimakamkan di
Makasar pada tanggal 8 Januari 1855.

2.4. Pangeran Antasari

Gambar : Pangeran Antasari (dari google.com)

Kerajaan Banjarmasin merupakan sebuah kerajaan yang cukup makmur di


Kalimantan Selatan. Maka tidak heran jika Belanda bermaksud merebut kerajaan
Banjarmasin. Ketika itu, Banjarmasin diperintah oleh Sultan Adam (1825 - 1857).
Usaha Belanda untuk menguasai Banjarmasin adalah melalui monopoli
perdagangan. Kemudian dilanjutkan dengan mencapuri urusan kerajaan.
Kedatangan Belanda sangat ditentang oleh rakyat dan kalangan istana Banjar.
Rakyat menurut agar Pangeran Hidayat diangkat menjadi Sultan muda, calon
pengganti raja. Sebaliknya, Belnda menggangkat Sultan Tamjidillah sebagai
Sultan Muda. Pengankatan yang tidak disenangi rakyat ini, semakin
memperuncing permusuhan rakyat Banjar pada Belanda.
Pada tahun 1860, jabatan Sultan Muda dan jabatan Mangkubumi yang
selama ini di pegang oleh Pangeran Hidayat di hapus oleh Belanda. Akibatnya
timbullah pemberontakan yang dipimpin oleh Pangeran Hidayat. Selain itu,
perlawanan pun dilancarkan pada masa pemerintahan Sultan Amir. Sultan Amir
adalah leluhur Pangeran Antasari. Belanda berhasil menangkap Sultan Amir dan
membuangnya ke Ceylon (Srilanka).

11
Perlawanan rakyat menentang Belanda berlanjut terus. Pada tahun 1859
Pangeran Antasari melanjutkan perjuangan melawan Belanda. Perjuangan ini
berhasil menyerang pos – pos pertahanan Belanda. Dalam berbagi pertempuran,
Pangeran Antasari di bantu oleh Pangeran Hidayat. Tokoh – tokoh lain yang
membantu Pangeran Antasari ialah Kiai Demang Leman, Haji Nasrun, Haji
Busyasin, dan Kiai Langlang. Pada tahun 1862 Pangeran Hidayat ditangkap
Belanda dan di buang ke Jawa. Menyusul kemudian Kiai Demang Leman
tertangkap, namun ia dapat meloloskan diri dan melanjutkan perlawanan.
Pada tanggal 11 Oktober 1862, Pangeran Antasari wafat karena terserang
penyakit cacar. Jenazahnya dimakamkan di Banjarmasin. Sebagai pemimpin
perang dan pemimpin agama, Pangeran Antasari diberi gelar Amiruddin
Mukminin.

2.5. Perlawanan Rakyat Buleleng


Sekitar abad ke-19 di Bali telah berdiri beberapa kerajaan seperti Buleleng,
Karangaem, Badung, dan Giri anyar. Dil dalam wilayah kerajaan – kerajan itu
berlaku hukum yang disebut Hukum Tawan Karang. Maksudnya kerajaan –
kerajan di Bali memiliki hak untuk merampas muatan kapal yang terdampar
(Karam) di pantai wilayah kerajaan.
Pada saat itu banyak kapal – kapal Belanda yang terdampar di wilayah
Bali dan muatannya menjadi milik kerajaan di wilayah kapal terdampar. Melihat
keadaan seperti itu Belanda memaksa raja – raja Bali untuk menghapus Hukum
Tawan Karang. Belanda juga memaksa agar raja – raja Bali mengakui kedaulatan
Belanda di Bali. Raja – raja dari Buleleng, Klungkung, Gianyar menolak tawaran
Belanda. Karena di tolak akhirnya Belanda memutuskan untuk menyerang Bali.
Perang Bali
Pada tahun 1844, ada kapal Belanda yang terdampar di pantai Buleleng
dan dikenakan hukun tawan karang. Belanda tidak menerima kapalnya
diperlakukan hukum tawan karang. Pada tahun 1846, pasukan Belanda
mengeluarkan perintah yang berisi: raja Buleleng harus mengakui kekuasaan
Belanda. Hokum tawan karang harus dihapuskan dan harus memberikan
perlindungan kepada perdagangan Belanda.
Raja Buleleng menolak perintah atau ultimatum Belanda tersebut, sehingga
terjadilah peperangan tesebut raja Buleleng dibantu oleh Patih bernama Ketut

12
Gusti Jelatik. Menghadapi perlawanan rakyat Bali, Belanda terpaksa
mengerahkan pasukan secara besar – besaran sebanyak tiga kali.
 Tahun 1846, dengan kekuatan 1700 orang pasukan darat, Belanda
menyerbu Bali. Namun serangan teersebut dapat digagalkan oleh Patih
Ketut Gusti Jelatik.
 Tahun 1848, kembali Belanda mengirim pasukan militer. Pertempuran
sengit berkobar di daerah Jagaraga.
 Tahun 1549, untuk ketiga kalinya Belanda mengirim pasukanya dari
Batavia (Jakarta) dalam jumlah besar.
Pasukan Belanda dalam jumlah besar disambut oleh Patih Ketut Gusti Jelatik yang
memimpin pasukan Bali. Sementara itu, pasukan dari Karangasem dan Buleleng
melakuakan perlawanan di sekitar benteng Jagaraga. Rakyat Bali di bawah
pimpinan Patih Ketut Jelatik, mengadakan perlawanan habis – habisan (Puputan)
terhadap Belanda. Karena itu perang Bali disebut juga dengan Perang Puputan.
Setelah pertempuran berlangsung beberapa hari, pasukan Ketut Gusti Jelatik
terdesak. Akhirnya benteng Jagaraga jatuh ketangan Belanda. Pada tahun 1849,
Belanda dapat menguasai Bali Utara.
Setelah menguasai Bali Utara, Belanda mengadakan perlusan kekuasaan
ke Bali Selatan. Belanda berhasil di pantai Sanur dan memesuki Denpasar.
Selanjutnya secara berturut – turut Belanda mengadakan penyerangan ke Keraton
Pemecutan dan Klungkung. Raja Klungkung mengadakan perlawanan habis –
habisan. Karena persenjataan Belanda lebih unggul, Belanda dapat mengalahkan
Klungkung dan menguasai seluruh Bali.

2. 6. Perlawanan Sisingamangaraja XII (1870 - 1907)

Gambar : Sisingamangaraja (dari Google.com)

13
Pada tahun 1867, raja kerajaan Bakkara di daerah Tapanuli, Sumatra
Utara, Sisingamangaraja XI meninggal dunia. Ia digantikan oleh putranya
bernama Patuan Bosar Ompu Batu. Setelah menjadi raja Bakkara ia bergelar
Sisingamangaraja XII. Pada waktu itu Belanda sudah mempunyai pos militer di
daerah Sibolga. Dari Sibolga, Belanda berusaha memperluas daerah
kekuasaannya. Pada masa pemarintahannya, datanglah orang – orang Belanda
yang bertujuan menguasai wilayah tapanuli. Sisingamangaraja XII mengadakan
perlawanan terhadap Belanda. Pada tahun 1878, Belanda menyerang daerah
Tapanuli. Serangan ini mendapat digagalkan oleh rakyat Tapanuli. Pada tahun
1889, pertempuran dasyat terjadi di daerah Silidung Humbang dan Tobe Hulbung.
Karena banyak prajurit yang gugur di medan perang, sejak tahun 1900,
Sisingamangaraja XII mengambil sikap bertahan.
Pada tahun 1904, pasukan Belanda menyerang tanah Gayon dan daerah
Danau Toba. Pada tahun 1907, pasukan Belanda dibawah pimpinan Kapten
Cristoffel, menyerang pusat pertahanan Sisingamangaraja XII di Pak - pak. Dalam
serangan ini, Sisingamangaraja XII gugur sebabgai kusuma Bangsa pada tanggal
17 juni 1907. Jenazahnya dimakamkan di Taruntung, kemudian dipindahkan ke
Balige. Perlawanan Sisingamangaraja terjadi antara tahun 1870 – 1907.

2.7. Perlawanan Rakyat Aceh (1873 - 1904)


Ketegangan antara Aceh dan Belanda telah terjadi pada tahun 1858. Ketika
itu Belanda mengadakan perjanjian dengan Sultan Siak. Isi perjanjian adalah Siak
harus menyerahkan wilayah Deli, Serdang, Langkat, dan Asahan kepada Belanda.
Aceh menolak, karena menganggap daerah itu merupakan daerah Aceh sejak
pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Belanda mencoba untuk menguasai daerah
Aceh. Pada tanggal 5 April 1873, dibawah pimpinan Jendral J.H.R. Kohler dengan
mengerahkan 3.000 tentara, Belanda mulai menyerang Aceh. Pertempuran
berkobar di sekitar Masjid Raya Baiturrahman Aceh. Setelah pertempuran
berlangsung beberapa lama, Masjid Raya Baiturrahman terbakar dan dapat dikuasi
oleh Belanda. Dalam pertempuran itu, pimpinan pasukan Belanda, Jendral Kohler
tewas. Meskipun Masjid Baiturrahman dapat dikuasai Belanda, namun hal
tersebut tidak berlangsung lama. Pasukan Belanda semakin terdesak dan pergi
meninggalkan Aceh pada tanggal 29 April 1837.

14
Merasa tidak puas, Belanda kembali menyerang Aceh. Kali ini dibawah
pimpinan Jendral J. Van Swieten dengan kekuatan 8.000 tentara. Belanda dapat
merebut istana Aceh. Walaupun istana dapat direbut Belanda, namun rakyat Aceh
tetap melakukan perlawanan. Dalam perlawanan ini muncul tokoh – tokoh seperti
Teuku Umar, Panglima Polim, Teuku Cil Di Tiro, Cut Nyak Dien, dan lain -
lain.
Perlawanan rakyat Aceh tidak menunggu perintah Sultan. Rakyat berjuang
dengan semangat perang suci membela agama. Luasnya medan perang serta
daerah yang berhutan lebat menyulitkan pasukan Belanda untuk bergerak maju.
Perlawanan terus berkobar. Teuku Cik Di Tiro memimpin perlawanan di Pidie.
Teuku Umar dan Istrinya, Cut Nyak Dien, berjuang di Aceh Barat. Pada tahun
1879, Belanda menyerbu dari berbagai penjuru dan berhasil menguasai Aceh.
Namun demikian daerah – daerah hutan dan pengunungan masih di kuasai rakyat
Aceh. Teuku Ibrahim memimpin perang gerilya, namun dalam satu penyerbuan ke
pos Belanda, Teuku Ibrahim gugur.
Siasat Bentang Konsentrasi
Perjuangan rakyat Aceh yang tidak mengenal menyerah, membuat
Belanda menjadi pusing. Karena pasukannya sering terdesak, Belanda
menjalankan siasat baru yang disebut Stelsel Konsentrasi. Belanda memusatkan
pertahanannya pada daerah-daerah
yang sudah dikuasai.
Dengan siasat ini Belanda dapat menghemat tenaga, alat perang, dan
biaya. Meskipun demikian, Belanda mengalami kerugian besar karena mendapat
serangan terus-menerus dari para pejuang Aceh.
Pada tahun 1893, Teuku Umar berpura – pura menyerah kepada Belanda. Belanda
sangat gembira dan ia diterima dalam dinas ketentaraan Belanda. Ia diangkat
sebagai Panglima Legiun Aceh. Teuku Umar diberi gelar Teuku Johan
Pahlawan. Teuku Umar memimpin 250 orang prajurit dan meminta tambahan
senjata dari Belanda. Ternyata tindakan yang dilakukan Teuku Umar merupakan
tipu muslihat belaka. Setelah merasa kuat dan persenjataan lengkap, pada tahun
1896 Teuku Umar berbalik menyerang Belanda.
Belanda mengalami kesulitan dalam menghadapi Aceh. Untuk itu Belanda
berusaha mengetahui kekuatan utama Aceh. Kekuatan itu berhubungan dengan
kehidupan social budaya. Guna mengetahui kekuatan perjuangan rakyat Aceh,

15
Belanda mengirim Dr. Snock Hurgronje untuk mempelajari kehidupan rakyat
Aceh. Snock Hurgronje adalah seorang ahli mengenai Islam. Ia berpura – pura
menjadi seorang muslim yang taat dan berhasil bergaul dengan masyarakat Aceh.
Dari hasil penelitianya, dapat diketahui bahwa sebenarnya Sultan Aceh tidak
mempunyai kekuatan apa – apa tanpa persetujuan para pemimpin di bawahnya.
Selain itu, juga diketahui peranan para ulama sangat besar. Hasil penyelidikan Dr.
Snock Hurgronje ini dijadikan siasat oleh Belanda untuk menundukan perlawanan
rakyat Aceh. Pemerintahan Belanda mengangkat Jendral Johanes Benedictus Van
Heutsz sebagai gubernur militer. Ia segera membentuk pasukan gerak cepat dan
dilatih sebagai pasukan anti gerilya. Pasukan itu disebut Marsose.
Pasukan Marsose menyerang kubu – kubu pertahanan pasukan Aceh yang
ada di hutan, gunung, lembah secara terus menerus. Pasukan Aceh sedikit pun
tidak diberi istirahat. Pada tahun .1899, Teuku Umar gugur dalam sebuah
pertempuran di Meulaboh. Perjuangan dilanjutkan oleh istrinya Cut Nyak Dien.
Pada tahun 1903, Sultan Aceh, Mohamad Daud Syah menyerah kepada Belanda,
menyusul kemudian Panglima Polim.
Pada tahun 1904, Van Heutsz mengeluarkan Plakat Pendek yang harus
ditandatangani oleh kepala – kepala daerah di Aceh, sebagai tanda bahwa Aceh
tunduk kepada Belanda. Dengan penandatangan Plakat Pendek itu, Belanda telah
berhasil menguasi seluruh Aceh. Perjuangan rakyat Aceh berlangsung sampai
dengan tahun 1937, walaupun tidak seperti perjuangan sebelumnya.
Proses perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah terus berlanjut,
meski beberapa mendapat kemenangan namun kemenangan tersebut hanya
sementara, karena akhirnya Belanda tetap dapat menguasai daerah tersebut. Dari
uraian di atas dapat kita ketahui bahwa perjuangan para tokoh2 tersebut memiliki
hambatan-hambatan seperti :
1. Perlawanan rakyat yang masih bersifat kedaerahan atau lokal
2. Persenjataan masih tradisional
3. Adanya politik “ Devide Et Impera “ oleh Belanda
4. Pendidikan rakyat yang masih rendah sehingga tidak ada sistem organisasi
yang baik dan modern dan lebih tergantung terhadap seorang pemimpin
5. Masyarakat Indonesia yang belum mempunyai rasa Nasionalisme

16
III. POLITIK ETIS
Politik Etis atau Politik Balas Budi adalah
suatu pemikiran yang menyatakan bahwa
pemerintah kolonial memegang tanggung jawab
moral bagi kesejahteraan pribumi. Pemikiran ini
merupakan kritik terhadap politik tanam paksa.
Munculnya kaum Etis yang di pelopori
oleh Pieter Brooshooft (wartawan Koran De
Locomotief) dan C.Th. van Deventer (politikus)
ternyata membuka mata pemerintah kolonial
untuk lebih memperhatikan nasib para pribumi

Gambar dari Wikipedia.org


yang terbelakang.

Pada 17 September 1901, Ratu Wilhelmina yang baru naik tahta menegaskan


dalam pidato pembukaan Parlemen Belanda, bahwa pemerintah Belanda
mempunyai panggilan moral dan hutang budi (een eerschuld) terhadap bangsa
pribumi di Hindia Belanda. Ratu Wilhelmina menuangkan panggilan moral tadi
ke dalam kebijakan politik etis, yang terangkum dalam program Trias
Politika yang meliputi:
1. irigasi (pengairan), membangun dan memperbaiki pengairan-pengairan
dan bendungan untuk keperluan pertanian
2. emigrasi yakni mengajak penduduk untuk transmigrasi
3. memperluas dalam bidang pengajaran dan pendidikan (edukasi).

Banyak pihak menghubungkan kebijakan baru politik Belanda ini dengan


pemikiran dan tulisan-tulsian Van Deventer yang diterbitkan beberapa waktu
sebelumnya, sehingga Van Deventer kemudian dikenal sebagai pencetus politik
etis ini. Kebijakan pertama dan kedua disalahgunakan oleh Pemerintah Belanda
dengan membangun irigasi untuk perkebunan-perkebunan Belanda dan emigrasi
dilakukan dengan memindahkan penduduk ke daerah perkebunan Belanda untuk
dijadikan pekerja rodi. Hanya pendidikan yang berarti bagi bangsa Indonesia.
Pengaruh politik etis dalam bidang pengajaran dan pendidikan sangat
berperan sekali dalam pengembangan dan perluasan dunia pendidikan dan

17
pengajaran di Hindia Belanda. Salah seorang dari kelompok etis yang sangat
berjasa dalam bidang ini adalah Mr. J.H. Abendanon(1852-1925) yang Menteri
Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan selama lima tahun (1900-1905). Sejak tahun
1900 inilah berdiri sekolah-sekolah, baik untuk kaum priyayi maupun rakyat biasa
yang hampir merata di daerah-daerah.
Sementara itu, dalam masyarakat telah terjadi semacam pertukaran mental
antara orang-orang Belanda dan orang-orang pribumi. Kalangan pendukung
politik etis merasa prihatin terhadap pribumi yang mendapatkan diskriminasi
sosial-budaya. Untuk mencapai tujuan tersebut, mereka berusaha menyadarkan
kaum pribumi agar melepaskan diri dari belenggu feodal dan mengembangkan diri
menurut model Barat, yang mencakup proses emansipasi dan menuntut
pendidikan ke arah swadaya.
Pelaksanaan politik etis bukannya tidak mendapat kritik. Kalangan Indo,
yang secara sosial adalah warga kelas dua namun secara hukum termasuk orang
Eropa merasa ditinggalkan. Di kalangan mereka terdapat ketidakpuasan karena
pembangunan lembaga-lembaga pendidikan hanya ditujukan kepada kalangan
pribumi (eksklusif). Akibatnya, orang-orang campuran tidak dapat masuk ke
tempat itu, sementara pilihan bagi mereka untuk jenjang pendidikan lebih tinggi
haruslah pergi ke Eropa, yang biayanya sangat mahal.
Ernest Douwes Dekker termasuk yang menentang ekses pelaksanaan
politik ini karena meneruskan pandangan pemerintah kolonial yang memandang
hanya orang pribumilah yang harus ditolong, padahal seharusnya politik etis
ditujukan untuk semua penduduk asli Hindia Belanda (Indiers), yang di dalamnya
termasuk pula orang Eropa yang menetap (blijvers) dan Tionghoa.

IV. PERJUANGAN KEMERDEKAAN INDONESIA SETELAH ADANYA


POLITIK ETIS
Melalui kebijakan “Politik Etis” yang diciptakan Belanda setelah menjajah
lebih dari tiga ratus tahun di atas bumi persada, kaum pribumi khususnya lapisan
pemuda, mendapatkan kesempatan untuk masuk ke lembaga-lembaga
pendidikan yang telah didirikan oleh Belanda. Walaupun dengan batasan lapisan
masyarakat, lembaga pendidikan, dan keterbatasan fasilitas pendidikan yang ada,
namun banyak pemuda pribumi yang berhasil lulus baik, atas bantuan pemerintah
Belanda, dikirim ke luar negeri (kebanyakan ke negeri Belanda) untuk

18
melanjutkan studi mereka. Sehingga kemudian lahir generasi pertama lapisan
pemuda berpendidikan modern, sebenarnya bukanlah produk sosial yang murni
berasal dari rakyat Indonesia namun disebabkan karena mulai terbukanya
pemikiran generasi pemuda yang mulai terdidik. Kehadiran mereka merupakan
produk situasi atau didorong oleh perubahan sikap politik pemerintahan kolonial
Belanda terhadap negeri ini.
Dalam masa yang penuh tantangan dihadapkan dengan suasana
kolonialisme, realitas politik berupa berlangsungnya proses pembodohan dan
penindasan secara struktural yang dilakukan Belanda, berkat kemajuan
pendidikan yang berhasil mereka raih berimplikasi pada peningkatan tingkat
kesadaran politik, para pelajar dan mahasiswa merasakan sebagai golongan yang
paling beruntung dalam pendidikan sehingga muncul tanggung jawab untuk
mengemansipasi bangsa Indonesia. Berikut ini beberapa contoh gerakan
mahasiswa yang merupakan perwakilan golongan ”terdidik” di Indonesia.
3.1 Gerakan Mahasiswa 1908
Boedi Oetomo, merupakan wadah perjuangan yang pertama kali memiliki
struktur pengorganisasian modern. Didirikan di Jakarta, 20 Mei 1908 oleh
pemuda-pelajar-mahasiswa dari lembaga pendidikan STOVIA, wadah ini
merupakan refleksi sikap kritis dan keresahan intelektual terlepas dari
primordialisme Jawa yang ditampilkannya.
Pada konggres yang pertama di Yogyakarta, tanggal 5 Oktober 1908
menetapkan tujuan perkumpulan: Kemajuan yang selaras buat negeri dan
bangsa, terutama dengan memajukan pengajaran, pertanian, peternakan dan
dagang, teknik dan industri, serta kebudayaan.
Dalam 5 tahun permulaan BU sebagai perkumpulan, tempat keinginan-
keinginan bergerak maju dapat dikeluarkan, tempat kebaktian terhadap bangsa
dinyatakan, mempunyai kedudukan monopoli dan oleh karena itu BU maju
pesat, tercatat akhir tahun 1909 telah mempunyai 40 cabang dengan lk.10.000
anggota.
Disamping itu, pada tahun yang sama dengan berdirinya BU oleh para
mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Belanda, dibentuk
pula Indische Vereeninging yang kemudian berubah nama menjadi
Indonesische Vereeninging tahun 1922, disesuaikan dengan perkembangan
dari pusat kegiatan diskusi menjadi wadah yang berorientasi politik dengan

19
jelas. Dan terakhir untuk lebih mempertegas identitas
nasionalisme yang diperjuangkan, organisasi ini kembali berganti nama baru
menjadi Perhimpunan Indonesia,tahun 1925.
Berdirinya Indische Vereeninging dan organisasi-organisasi lain,
seperti: Indische Partij yang melontarkan propaganda kemerdekaan Indonesia,
Sarekat Islam, dan Muhammadiyah yang beraliran nasionalis demokratis
dengan dasar agama,  Indische Sociaal Democratische Vereeninging
(ISDV) yang berhaluan Marxis, dll menambah jumlah haluan dan cita-cita
terutama ke arah politik. Hal ini di satu sisi membantu perjuangan
rakyat Indonesia, tetapi di sisi lain sangat melemahkan BU karena banyak
orang kemudian memandang BU terlalu lembek oleh karena hanya menuju
“kemajuan yang selaras” dan atau terlalu sempit keanggotaannya (hanya untuk
daerah yang berkebudayaan Jawa) meninggalkan BU. Oleh karena cita-cita
dan pemandangan umum berubah ke arah politik, BU juga akhirnya terpaksa
terjun ke lapangan politik
Kehadiran Boedi Oetomo,Indische Vereeninging, pada masa itu
merupakan suatu episode sejarah yang menandai munculnya sebuah angkatan
pembaharu dengan kaum terpelajar dan mahasiswa sebagai aktor
terdepannya, yang pertama dalam sejarah Indonesia : generasi 1908, dengan
misi utamanya menumbuhkan kesadaran kebangsaan dan hak-hak
kemanusiaan dikalangan rakyat  Indonesia untuk memperoleh kemerdekaan,
dan mendorong semangat rakyat melalui penerangan-penerangan
pendidikan yang mereka berikan, untuk berjuang membebaskan diri dari
penindasan kolonialisme.
3.2 Gerakan Mahasiswa 1928
Pada pertengahan 1923, serombongan mahasiswa yang bergabung dalam
Indonesische Vereeninging (nantinya berubah menjadi Perhimpunan
Indonesia) kembali ke tanah air. Kecewa dengan perkembangan kekuatan-
kekuatan perjuangan di Indonesia, dan melihat situasi politik yang di hadapi,
mereka membentuk kelompok studi yang dikenal amat berpengaruh, karena
keaktifannya dalam dikursus kebangsaan saat itu. Pertama, adalah Kelompok
Studi Indonesia (Indonesische Studie-club) yang dibentuk di Surabaya pada
tanggal 29 Oktober 1924 oleh Soetomo.

20
Kedua, Kelompok Studi Umum (Algemeene Studie-club) direalisasikan
oleh para nasionalis dan mahasiswa Sekolah Tinggi Teknik di
Bandung yang dimotori oleh Soekarno pada tanggal 11 Juli 1925.
Suatu gejala yang tampak pada gerakan mahasiswa dalam
pergolakan politik di masa kolonial hingga menjelang era kemerdekaan adalah
maraknya pertumbuhan kelompok-kelompok studi sebagai wadah artikulatif di
kalangan pelajar dan mahasiswa.
Diinspirasi oleh pembentukan Kelompok Studi Surabaya dan Bandung,
menyusul kemudian Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), prototipe
organisasi yang menghimpun seluruh elemen gerakan mahasiswa yang bersifat
kebangsaan tahun 1926, kelompok Studi St. Bellarmius yang menjadi wadah
mahasiswa Katolik, Cristelijke Studenten Vereninging (CSV) bagi mahasiswa
Kristen, dan Studenten Islam Studie-club (SIS) bagi mahasiswa Islam pada
tahun 1930-an.
Lahirnya pilihan pengorganisasian diri melalui kelompok-kelompok studi
tersebut, dipengaruhi kondisi tertentu dengan beberapa pertimbangan
rasional yang melatari suasana politis saat itu. Pertama, banyak
pemuda yang merasa tidak dapat menyesuaikan diri, bahkan tidak sepaham
dan kecewa dengan organisasi-organisasi politik yang ada.
Sebagian besar pemuda saat itu, misalnya menolak ideologi Komunis
(PKI) maka mereka mencoba bergabung dengan kekuatan organisasi lain
seperti Sarekat Islam (SI) dan Boedi Oetomo. Namun, karena kecewa tidak
dapat melakukan perubahan dari dalam dan melalui program kelompok-
kelompok pergerakan dan organisasi politik tersebut, maka mereka kemudian
melakukan pencarian model gerakan baru yang lebih representatif.
Kedua, kelompok studi dianggap sebagai media alternatif yang paling
memungkinkan bagi kaum terpelajar dan mahasiswa untuk
mengkonsolidasikan potensi kekuatan mereka secara lebih bebas pada masa
itu, dimana kekuasaan kolonialisme sudah mulai represif terhadap
pembentukan organisasi-organisasi massa maupun  politik.
Ketiga, karena melalui kelompok studi pergaulan di antara para mahasiswa
tidak dibatasi sekat-sekat kedaerahan, kesukuan,dan keagamaan yang mungkin
memperlemah perjuangan mahasiswa. Ketika itu, disamping
organisasi politik memang terdapat beberapa wadah perjuangan

21
pemuda yang bersifat keagamaan, kedaerahan, dan kesukuan yangtumbuh
subur, seperti Jong Java, Jong Sumateranen Bond, Jong Celebes, dan lain-lain.
Dari kebangkitan kaum terpelajar, mahasiswa, intelektual, dan aktivis
pemuda itulah, munculnya generasi baru pemuda Indonesia: generasi 1928.
Maka, tantangan zaman yang dihadapi oleh generasi ini adalah menggalang
kesatuan pemuda, yang secara tegas dijawab dengan tercetusnya Sumpah
Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Sumpah Pemuda dicetuskan melalui
Konggres Pemuda II yang berlangsung di Jakarta pada 26-28 Oktober1928,
dimotori oleh PPPI.

Gambar Kongres Pemuda (gambar dari Wikipedia.org)

Sebelum membahas lebih lanjut sebaiknya kita uraikan dahulu mengenai


kedatangan Jepang ke Indonesia
Pendudukan Jepang di Indonesia
a. Perang Pasifik (Perang Asia Timur Raya)
Pada tanggal 8 Desember 1941, armada angkatan laut Jepang secara tiba –
tiba menyerang pangkalan laut America Serikat di Pearl Harbour (Kepulauan
Hawai). Setelah penyerangan tersebut Jepang menyatakan perang terhadap
Amerika Serikat. Pada waktu itu, Belanda merupakan sekutu America Serikat.
Sebagai rasa setiakawan Belanda pun meyatakan perang terhadap Jepang.
Pernyataan itulah yang dijadikan alasan oleh Jepang untuk menyerang
Indonesia. Akibatnya, pecahlah perang Asia Timur Raya. Dalam waktu

22
singkat, pasukan jepang menyerbu dan menduduki Negara-Negara Filipina,
Myanmar, Malaya, dan Indonesia.
Pada tanggal 11 Januari 1942, pasukan Jepang mendarat di Tarakan,
Kalimantan Timur. Pada tanggal 23 Januari 1942, Jepang menduduki
Balikpapan, juga di Kalimantan Timur. Selanjutnya tanggal 14 Februari 1942
giliran Palembang jatuh ke tangan Jepang, dan tanggal 16 Februari 1942 Plaju
dikuasai Jepang. Kota – kota yang diduduki dan dikuasai Jepang adalah kota
penghasil minyak bumi. Setelah itu perhatian Jepang diarahkan ke Pulau Jawa.
Pada tanggal 1 Maret 1942, tentara Jepang berhasil mendarat secara serempak
di tiga pulau Jawa, yaitu di sekitar Merak dan Teluk Banten, di sekitar Eretan
Wetan (Cirebon), dan di desa Krangan di sebelah timur Pasuruan (Jawa
Timur). Penyerangan Jepang ke Pulau Jawa dipimpin oleh Letnan Jendral
Hitoshi Imamura.
Batavia atau Jakarta dapat diduduki dan dikuasai Jepang pada Tanggal 5
Maret 1942. Akhirnya pada tanggl 8 Maret 1942, pemerintah Hindia Belanda
menyerah tanpa syarat kepada tentara Jepang. Panglima Angkatan Perang
Hindia Belanda Letnan Jendral Ter Pooten, atas nama seluruh angkatan
Perang sekutu, menyerah tanpa syarat kepada angkatan perang Jepang yang
dimpin oleh Letnan Jendral Hitoshi Imamura. Gubernur Jendral Hindia
Belanda, yaitu Tjarda Van Stakenborgh \tackouwer menyerahkan
pemerintahan Hindia Belanda kepada Jepang. Upacara penyerahan itu
berlangsung di Kalijati (dekat Subang) Jawa Barat. Dengan penyerahan
Belanda tanpa syarat tersebut, berakhirlah penjajahan Belanda di Indonesia.
b. Kedatangan Tentara Jepang di Indonesia
Kedatangan Jepang yang berhasil mengalahkan Belanda semula disambut
dengan tangan terbuka oleh bangsa Indonesia. Di mana – mana tentara Jepang
disambut sebagai tentara yang membebaskan bangsa Indonesia dari penjajahan
Belanda. Orang – orang Jepang mempergunakan kesempatan ini sebagai alat
propaganda agar rakyat Indonesia mau membantu Jepang. Tentara Jepang
sangat pandai memikat hati rakyat Indonesia dengan menggumbar janji dan
harapan. Rakyat Indonesia dihasut agar memusuhi bangsa Belanda.
Tentara Jepang berhasil menarik simpati rakyat Indonesia. Bangsa Indonesia
sudah bosan dengan penindasan Belanda yang sudah berlangsung tiga
setengah abad. Tentara Jepang menyerbu dan mengusir Belanda dari Indonesia

23
tidak semata – mata dengan tujuan jujur, memebebaskan bangsa Indonesia
dari penjajahan Belanda. Jepang mempunyai tujuan tersembunyi, yakni
menguasai Indonesia. Ada beberapa alasan mengapa Jepang ingin menguasai
Indonesia.
 Indonesia kaya akan baha mentah seperti minyak bumi, batu bara dan
lainnya.
 Indonesia kaya akan hasil pertanian dan perkebunan seperi karet, beras,
kapas, jagung dan rempah – rempah.
 Indonesia memiliki tenanga manusia dalam jumlah yang banyak. Tenaga
manusia diperlukan sebagai tenaga kerja.
Para pemimpin Jepang sadar, tanpa bantuan rakyat Indonesia, apa yang di
harapkan Jepang tidak akan berhasil. Oleh karena itu, tentara Jepang berusaha
menarik simpati dan memikat hati rakyat Indonesia terutama para pemimpin
pergerakan nasional Indonesia. Ada tiga cara tentara Jepang memikat hati dan
simpati rakyat Indonesia untuk membantu Jepang, yaitu:
 Tentara Jepang mengijinkan bendera Merah Putih berkibar di Indonesia.
 Tentara Jepang mengijinkan rakyat Indonesia menyanyikan lagu Indonesia
Raya ciptaan Wage Rudolf Supratman.
 Tentara Jepang mengijinkan menggunakan bahasa Indonesia sebagai
bahasa pergaulan sehari – hari, menggantikan bahasa Belanda. Sejak saat
itu bahasa Indonesia dijadikan bahasa pengantar di sekolah – sekolah.
c. Akibat Pengerahan Tenaga Romusha oleh Jepang terhadap Penduduk
Indonesia
Pada mulanya, kedatangan tentara Jepang disambut gembira oleh Bengsa
Indonesia. Bangsa Indonesia berharap, dengan kedatangan Jepang, bangsa
Indonesia terlepas dari penderitaan yang dialami selama penjajahan Belanda.
Namun, makin lama makin terasa betapa bengis dan kejamnya tentara Jepang.
Bahkan, tentara Jepang lebih kasar dan bengis dari bangsa Belanda. Namun
hal ini menjadi tidak berarti bangsa Indonesia lebih senang dijajah oleh bangsa
Belanda dari pada dijajah Jepang. Bagi bangsa Indonesia kedua – duanya tetap
tidak disukai.
Bangsa Jepang sangat rakus. Semua hasil bumi Indonesia di ambil. Para
petani, sebagai penghasil padi, tidak mempunyai beras untuk dimakan. Semua
hasil padi diambil secara paksa oleh Jepang. Akibatnya, rakyat Indonesia

24
semakin menderita dibandingkan dengan masa penjajahan Belanda. Rakyat
masih beruntung bila masih mempunyai persediaan ketela, ubi, atau jagung
untuk dimakan sebagai pengganti beras. Beras, jagung, ketela atau singkong,
telur bahkan ternak milik petani semua diambil secara paksa oleh Jepang
untuk memenuhi kebutuhan tentara Jepang.

3.3. Gerakan Mahasiswa 1945


Dalam perkembangan berikutnya, dari dinamika pergerakan
nasional yang ditandai dengan kehadiran kelompok-kelompok studi, dan
akibat pengaruh sikap penguasa Belanda yang menjadi Liberal, muncul
kebutuhan baru untuk secara terbuka mentransformasikan eksistensi wadah
mereka menjadi partai politik, terutama dengan tujuan memperoleh basis
massa yang luas. Kelompok Studi Indonesia berubah menjadi Partai
Bangsa Indonesia (PBI), sedangkan Kelompok Studi Umum menjadi
Perserikatan Nasional Indonesia (PNI).
Seiring dengan keluarnya Belanda dari tanah air, perjuangan kalangan pelajar
dan mahasiswa semakin jelas arahnya pada upaya mempersiapkan lahirnya
negara Indonesia di masa pendudukan Jepang. Namun demikian, masih ada
perbedaan strategi dalam menghadapi penjajah, yaitu antara kelompok
radikal yang anti Jepang dan memilih perjuangan bawah tanah di satu pihak,
dan kelompok yang memilih jalur diplomasi namun menunggu peluang
tindakan antisipasi politik di pihak lain. Meskipun berbeda kedua strategi
tersebut, pada prinsipnya bertujuan sama : Indonesia Merdeka !
Secara umum kondisi pendidikan maupun kehidupan politik pada zaman
pemerintahan Jepang jauh lebih represif dibandingkan dengan kolonial
Belanda, antara lain dengan melakukan pelarangan terhadap segala kegiatan
yang berbau politik; dan hal ini ditindak lanjuti dengan membubarkan segala
organisasi pelajar dan mahasiswa, termasuk partai politik, serta insiden kecil
di Sekolah Tinggi Kedokteran Jakarta yang mengakibatkan mahasiswa dipecat
dan dipenjarakan.
Praktis, akibat kondisi yang vacuum tersebut, maka mahasiswa kebanyakan
akhirnya memilih untuk lebih mengarahkan kegiatan dengan berkumpul dan
berdiskusi, bersama para pemuda lainnya terutama di asrama-asrama. Tiga
asrama yang terkenal dalam sejarah, berperan besar dalam melahirkan

25
sejumlah tokoh, adalah Asrama Menteng Raya, Asrama Cikini, dan Asrama
Kebon Sirih. Tokoh-tokoh inilah yang nantinya menjadi cikal bakal generasi
1945, yang menentukan kehidupan bangsa. Salah satu peran angkatan muda
1945 yang bersejarah, dalam kasus gerakan kelompok “bawah tanah” yang
antara lain dipimpin oleh Chairul Saleh dan Soekarni saat itu, yang terpaksa
menculik dan mendesak Soekarno dan Hatta agar secepatnya
memproklamirkan kemerdekaan, peristiwa ini dikenal kemudian dengan
peristiwa Rengasdengklok. Peristiwa Rengasdengklok itu dilatarbelakangi
oleh adanya perbedaan pandangan antar generasi tentang langkah-langkah
yang harus ditempuh dalam memproklamasikan kemerdekaan. Saat itu Jepang
telah menyerah kepada sekutu, dan pemuda (yang cenderung militan dan non
kompromis) menuntut peluang tersebut segera dimanfaatkan, tetapi generasi
tua seperti Soekarno dan Hatta cenderung lebih memperhitungkan situasi
secara realistis.
Tetapi akhirnya kedua tokoh proklamator itu mengabulkan keinginan pemuda,
dan memproklamasikan negara Indonesia yang merdeka tanggal 17 Agustus
1945. Dengan kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan saat itu, maka
sekaligus menandai lahirnya generasi 1945 dalam sejarah Indonesia.
Meskipun Indonesia telah menyatakan kemerdekaan, namun pergerakan
nasional terus berlanjut guna mempertahankan kemerdekaan. Pergerakan

IV. KESIMPULAN
Berdasarkan contoh-contoh perjuangan/pergerakan nasional yang kita
ketahui di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa perbedaan antara perjuangan
bangsa Indonesia dalam melawan penjajah pada masa sebelum adanya politik etis
dengan perjuangan setelah adanya politik etis adalah sebagai berikut :
Faktor -Faktor Sebelum Politik Etis Sesudah Politik Etis

26
1. Sifat Perlawanan Lokal atau kedaerahan Menyeluruh / Nasional
2. Persenjataan Tradisional Senjata lebih Modern
Sudah mulai terorganisir,
Belum terorganisir dengan tidak tergantung pada
3. Organisasi baik dan sangat bergantung pimpinan karena sistem
pada pimpinan organisasinya lebih baik
dan modern
4. Rasa Nasionalisme Rendah Tinggi
Ingin mencapai
Memerdekakan daerah
5. Tujuan Utama/ Visi kemerdekaan Seluruh
masing-masing (lokal)
wilayah Indonesia
Tokoh-tokoh agama dan
Tokoh-tokoh agama dan
6. Tokoh/yang berperan bangsawan, kaum
bangsawan
cendekia, mahasiswa dll.
Hambatan : Masuknya
Jepang untuk menguasai
Indonasia
Mudah di adu domba oleh
Keuntungan : Rasa
7. Hambatan penjajah, pendidikan
persatuan yang tinggi dan
masyarakat masih rendah
pendidikan meningkat
sehingga tidak mudah di
adu domba
Tabel Perbedaan Perjuangan Sebelum dan Sesudah Politik Etis

Demikian kesimpulan yang dapat saya ambil dari uraian sejarah yang saya
ketahui, tentu saja uraian tersebut hanya sedikit bagian dari yang mewakili dari
fakta-fakta sejarah. Apabila terdapat kritik dan saran terhadap penjelasan dan
kesimpulan ini, saya terbuka untuk menerima kritik dan saran. Terimakasih.

V. DAFTAR PUSTAKA

CentralTripod (1994). Pergerakan Nasional. http://l32central.tripod.com

27
Pratanta, (2001). Sejarah Perjuangan Mahasiswa Indonesia 1908-1999.
http://partanta.com.
Anonim, (2009). Perjuangan Melawan Penjajah. www.belajar-sejarah.com
Wikipedia, (2009). Politik Etis. http://id.wikipedia.org/wiki/Politik_Etis
Anonim, (2009). Perjuangan Bangsa Indonesia Melawan_Penjajah.
http://www.crayonpedia.org
Adi Suryadi Culla , Patah Tumbuh Hilang Berganti : Sketsa Pergolakan
A.K. Pringgodigdo SH , Sejarah Pergolakan Rakyat Indonesia.

28

You might also like