You are on page 1of 19

Bahan Ajar

DASAR-DASAR HORTIKULTURA

Modul I
Pendahuluan

Oleh
Roedhy Poerwanto

DEPARTEMEN AGRONOMI & HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
PENGERTIAN HORTIKULTURA

Kata Hortikultura (Horticulture) berasal dari Bahasa Latin ‘hortus’ yang


artinya kebun dan ‘colere’ yang artinya membudidayakan. Jadi hortikultura
adalah membudidayakan tanaman di kebun. Konsep ini berbeda dengan
Agronomi, yang merupakan membudidayakan tanaman di lapangan. Budidaya di
kebun bersifat lebih intensif, padat modal dan tenaga kerja. Namun, hortikultura
akan akan menghasilkan pengembalian, apakah berupa keuntungan ekonomi atau
kesenangan pribadi, yang sesuai dengan usaha yang intensif tersebut. Praktek
hortikultura merupakan tradisi yang telah berkembang sejak sangat lama.
Hortikultura merupakan perpaduan antara ilmu, teknologi, seni, dan ekonomi.
Praktek hortikultura modern berkembang berdasarkan pengembangan ilmu yang
menghasilkan teknologi untuk memproduksi dan menangani komoditas
hortikultura yang ditujukan untuk mendapatkan keuntungan ekonomi maupun
kesenangan pribadi. Dalam prakteknya, semua itu tidak terlepas dari seni.
Komoditas hortikultura berbeda dengan komoditas agronomi. Pada
umumnya komoditas hortikultura dimanfaatkan dalam keadaan masih hidup
sehingga perisibel (mudah rusak), dan air merupakan komponen penting dalam
kualitas. Di lain pihak, komoditas agronomi dimanfaatkan sesudah dikeringkan,
sehingga tidak hidup lagi. Tergantung pada cara pemanfaatannya, suatu spesies
yang sama bisa tergolong menjadi komoditas hortikultura atau agronomi. Sebagai
contoh, jagung (Zea mays). Jagung yang dipanen muda untuk sayuran (baby
corn) atau sebagai jagung manis rebus (sweet corn) adalah komoditas hortikultura,
tetapi jagung yang dipanen tua untuk makanan pokok, tepung maizena, atau
makanan ternak adalah tanaman agronomi. Jagung tersebut walaupun sama
spesiesnya, tetapi cara produksi dan pemanfaatan hasilnya sangat berbeda.
Demikian pula kelapa, kalau dipanen muda untuk es kelapa, buah ini termasuk
hortikultura, tetapi kalau dipanen tua untuk santan atau produksi minyak, dia
menjadi komoditas agronomi.
Budaya masyarakat juga mempengaruhi penggolongan tanaman. Sebagai
contoh, kentang di Indonesia adalah tanaman hortikultura, tetapi di Amerika
Serikat termasuk tanaman agronomi. Ubi jalar di Indonesia adalah tanaman
agronomi, tetapi di Jepang adalah tanaman hortikultura. Yang menarik adalah
1|Page
kelompok tanaman industri seperti kopi, kakao, teh di Indonesia digolongkan pada
tanaman agronomi, padahal ini adalah tanaman kebun yang secara Internasional
seringkali masuk dalam kelompok tanaman hortikultura.
Komoditas hortikultura adalah kelompok komoditas yang terdiri dari buah-
buahan, sayuran, bunga, tanaman hias dan tanaman biofarmaka. Kalau dilihat dari
cara penggunaan, habitus tanamannya maupun fungsinya, nampaknya kelima
kelompok anggota hortikultura merupakan komoditas-komoditas yang sangat
berbeda satu dengan yang lain. Buah-buahan dan sayuran dikonsumsi sebagai
pangan manusia, sedangkan bunga dan tanaman hias tidak dimakan, dan tanaman
obat lain lagi penggunaannya. Pohon buah-buahan sebagian besar habitusnya
adalah pohon, sedangkan sayuran adalah herba. Tetapi sebenarnya seluruh
komoditas hortikultura mempunyai ciri penting yang sama satu dengan yang lain.
Ciri-ciri penting inilah yang menyebabkan komoditas tersebut dikelompokkna
sebagai hortikultura. Ciri-ciri tersebut adalah:
1. Komoditas ini (sebagian besar) dipasarkan dalam keadaan hidup. Artinya
suatu saat akan mati/rusak dan tidak ada nilainya. Konsekuensinya
penanganan pasca penen komoditas ini sangat penting. Tanpa penanganan
pasca panen yang baik, maka kerusakan dan penurunan mutu akan
berlangsung dengan cepat.
2. Komoditas ini mudah rusak. Artinya komoditas ini tidak dapat disimpan
lama, harus segera dipasarkan dan dikonsumsi. Konsekuensinya adalah
bahwa penyimpanan dalam waktu lama sulit untuk dilakukan. Dengan
demikian, setelah diproduksi komoditas ini harus segera dipasarkan. Karena
itu, perencanaan produksi harus dilakukan dengan cermat. Siapa target
konsumen, kapan dan dimana komoditas ini diperlukan oleh konsumen harus
diketahui dengan pasti. Juga harus diketahui kapan pesaing memproduksi
komoditas yang sama. Tanpa perencanaan yang cermat, maka produsen akan
menjadi obyek dalam fluktuasi harga yang dapat sangat tajam. Sebagai
contoh untuk cabe; pada bulan Februari 1996 harga cabe di pasar Ciputat
Jakarta mencapai Rp 20.000,-/kg, dan pada tahun yang sama bulan Agustus
harga di Brebes (pusat produksi utama cabe) turun drastis hingga hanya

2|Page
mencapai Rp 300,-/kg (harga ini di bawah biaya produksi yang mencapai Rp
400,-/kg).
3. Komoditas ini diperdagangkan dengan kandungan air tinggi dan meruah
(voluminous). Artinya untuk pengangkutan dan penggudangan memerlukan
ruang yang luas. Transportasi lewat udara memerlukan biaya yang tinggi
karena kandungan air.
4. “Kualitas” adalah kata kunci pada komoditas ini. Produk hortikultura yang
tidak berkualitas tidak ada harganya. Perbedaan kualitas menimbulkan
perbedaan harga yang menyolok. Kualitas tidak selalu berasosiasi dengan rasa
yang manis saja (karena ada perbedaan selera akan rasa pada berbagai
bangsa). Tetapi kualitas lebih sering berasosiasi dengan penampakan. Pisang
Cavendish yang mulus kulitnya dan cukup tahan disimpan tanpa perubahan
pada kulit dianggap berkualitas dibandingkan dengan pisang Barangan yang
berbintik-bintik kulitnya. Padahal dari rasa (bagi orang Indonesia) pisang
Barangan jauh lebih enak daripada pisang Cavendish. Melon yang benihnya
dari Indonesia yang lebih manis dan berair dihargai hanya 400 yen di Jepang
hanya karena jala pada kulit buahnya tidak teratur. Sedangkan melon yang
jalanya teratur rapi, walaupun rasanya kurang manis dihargai jauh lebih tinggi.
Dalam hal kualitas (dalam arti penampilan) masyarakat kita mempunyai
kelemahan. Filsafat masyarakat kita (terutama masyarakat Jawa) bahwa
“Wajah jelek tidak apa-apa, yang penting hatinya baik” membawa dampak
pada kualitas penampilan produk hortikultura kita. Masyarakat kita kurang
memperhatikan penampilan, yang penting rasanya enak. Sedangkan masyara-
kat internasional lebih mementingkan penampilan. Sebenarnya komoditas
hortikultura berkualitas tinggi dapat kita produksi, asal masyarakat mau
menghargai kualitas. Kalau produk berkualitas dinilai lebih tinggi daripada
produk yang tidak berkualitas, tentu produsen akan berusaha menghasilkan
produk berkualitas. Untuk itu budaya kualitas pada konsumen harus diubah.
5. Komoditas ini tidak dikonsumsi sebagai sumber karbohidrat, tetapi sebagai
sumber vitamain, mineral atau kesenangan. Sebagai sumber kesenangan,
maka sekali lagi kualitas merupakan hal yang sangat penting. Sumber
kesenangan ini bukan hanya untuk produk bunga dan tanaman hias, tetapi juga

3|Page
untuk buah dan sayuran. Lebih banyak orang makan buah dengan
pertimbangan karena buah itu enak dan menyenangkan daripada karena buah
itu banyak mengandung vitamin dan mineral.
6. Komoditas ini diproduksi secara intensif. Karena kualitas penting, komoditas
ini (terutama bunga, tanaman hias dan sayuran) biasanya diproduksi secara
intensif. Produksi komoditas ini padat modal dan padat tenaga kerja, tetapi
menjanjikan keuntungan yang tinggi. Karena itu pusat produksi hortikultura
menjadi pusat pertumbuhan ekonomi.
7. Komoditas ini memerlukan penanganan pasca panen yang baik. Ini
merupakan konsekuensi dari tuntutan terhadap kualitas, dan karena komoditas
ini mudah rusak.
8. Komoditas ini biasanya memberikan pemasukan yang baik. Komoditas
hortikultura di Indonesia seringkali diusahakan dalam skala usaha yang
sempit, tetapi memberikan hasil ekonomi yang tinggi. Sayuran dan bunga
sering ditanam hanya dalam luasan beberapa ratus atau ribu meter persegi
seringkali memberikan penghasilan yang lebih tinggi dari pada pendapatan
petani padi, jagung atau singkong dengan luasan yang jauh lebih luas. Namun
modal yang diperlukan untuk mengusahakan tanaman hortikultura juga lebih
banyak daripada tanaman agronomi.

BUDIDAYA TANAMAN HORTIKULTURA DI INDONESIA


Sejarah budidaya buah-buahan telah berlangsung sangat lama. Candi
Borobudur yang dibangun pada tahun 824 M sudah mengabadikan pohon pisang,
mangga, durian dan nangka pada relief di dindingnya. Demikian pula relief
ataupun patung di candi-candi lain, seperti Candi Mendut dan Candi Sukuh telah
menggambarkan pentingnya buah-buahan, sayuran dan bunga. Demikian juga
tanaman obat telah digunakan oleh bangsa Indonesia sejak jaman dahulu kala. Ini
berarti pada masa itu dan mungkin masa sebelumnya tanaman hortikultura telah
diusahakan di pulau Jawa. Pada awalnya pohon buah-buahan hanya tumbuh liar
di hutan, dan masyarakat memungut buah-buahan dari pohon tersebut. Sampai
saat ini masih cukup banyak buah-buahan yang diperdagangkan berasal dari
hutan. Salah satu contoh adalah buah durian. Perkembangan selanjutnya, buah-

4|Page
buahan diusahakan pada lahan bekas hutan dan di pekarangan. Pada saat ini,
sistem produksi tanaman hortikultura dapat dikelompokkan atas tujuh sistem
produksi. Ketujuh sistem produksi tersebut dari sistem yang hampir tanpa
pengelolaan sampai sistem dikelola dengan intensif, masih terdapat di Indonesia.
Sistem produksi tersebut meliputi:
1. Sistem Pekarangan. Pada sistem ini, pohon buah-buahan ditanam hanya
beberapa pohon bersama dengan tanaman lain seperti sayuran, bunga,
maupun tanaman biofarmaka. Karena luas pekarangan yang relatif sempit
dan beranekaragamnya tanaman yang ada di pekarangan, maka masing-
masing spesies hanya ditanam sedikit. Tetapi karena total areal pekarangan
di Indonesia yang cukup luas, maka total produksi buah-buahan yang
berasal dari pekarangan juga tinggi. Di pekarangan, pohon buah-buahan
biasanya tidak diandalkan sebagai sumber penghasilan utama. Oleh karena
itu seringkali tanaman buah dibudidayakan dengan pengelolaan yang
minimal. Pohon yang dibudidayakan seringkali sudah tua dan berasal dari
seedling atau cangkok. Pohon-pohon muda dipekarangan yang ditanam
sesudah era tahun 70 an, banyak pula yang berasal dari bibit sambungan
atau tempelan (okulasi). Buah-buahan yang biasanya dibudidayakan di
pekarangan antara lain adalah mangga, rambutan, pisang, nenas, nangka,
jambu air, jambu biji, belimbing, pepaya dan durian. Tanaman sayuran
yang sering ditanam di pekarangan antara meliputi katuk, bayam, kangkung,
kenikir, kemangi, beluntas, cabe, tomat, terung, dan lain-lain. Tanaman
sayuran berupa pohon seperti melinjo dan turi juga banyak ditanam di
pekarangan. Tanaman biofarmaka yang banyak ditanam di pekarangan
antara lain adalah Dlingo, Jahe, Kapulaga, Kejibeling, Kencur, Kunyit,
Lempuyang, Lengkuas, Temulawak, Temuireng. Sedangkan pada
kelompok tanaman hias dan bunga banyak jenis yang sering ditanam di
pekarangan.
2. Sistem Agroforestry. Pada sistem ini, pohon buah-buahan ditanam di
‘kebun’, ialah lahan kering di luar desa secara bersama-sama dengan pohon-
pohon dan tanaman lain. Pada sistem ini biasanya ada satu atau dua spesies
yang dominan. Sistem ini berkembang cukup luas di Sumatera dan

5|Page
Kalimantan serta di desa-desa di Jawa yang jauh dari kota. Tanaman buah
yang ditanam biasanya berasal dari biji (seedling) dan berumur tua. Karena
itu, buah yang dihasilkan mempunyai keragaman tinggi. Tanaman pada
sistem produksi ini juga dikelola secara minimal, bahkan ada yang hanya
dipanen tanpa pengelolaan yang berarti, sehingga mutu buah yang
dihasilkan biasanya rendah. Tanaman buah yang dibudidayakan dengan
sistem ini meliputi antara lain manggis, duku, durian, rambutan, lengkeng.
Beberapa sayuran dan tanaman biofarmaka sering tumbuh di bawah atau
diantara pohon buah-buahan, antara lain meliputi zingibreaceae, temu-
temuan, singkong, dan lain-lain.
3. Sistem Monokultur Buah-buahan Skala Kecil. Pada sistem ini tanaman
hortikultura dibudidayakan di kebun, lahan kering, lahan sawah yang
dikeringkan (pada musim kemarau) secara intensif, dengan pengelolaan
yang baik. Karena itu biasanya mutu komoditas yang dihasilkan baik dan
produktivitasnya tinggi. Pohon buah-buahan yang ditanam berasal dari
hasil perbanyakan vegetatif, sehingga buahnya relatif seragam. Buah-
buahan yang dibudidayakan antara lain meliputi pepaya, pisang, nenas,
jeruk, belimbing, sirsak, jambu biji, mangga, rambutan dan apel.
4. Sistem Tumpangsari antara pohon buah-buahan dengan tanaman lain.
Pada sistem ini diantara pohon buah-buahan yang ditanam, masih ditanami
tanaman semusim. Sebagai contoh adalah mangga di Indramayu yang
ditanam di sawah, sehingga diantara tanaman mangga masih ditanami padi.
Pada kebun mangga di beberapa daerah juga ditumpangsarikan dengan
tanaman lain seperti kacang tanah, cabe dan tomat pada saat tanaman
mangga masih muda. Di dataran tinggi, seringkali dilakukan penanaman
sayuran secara tumpangsari, seperti wortel dengan kubis dan banyak
kombinasi tumpangsari lainnya.
5. Sistem Perkebunan Buah. Sistem ini dikelola oleh perusahaan agribisnis.
Tanaman buah dibudidayakan secara monokultur dengan skala luas dan
pengelolaan yang intensif. Sistem ini menghasilkan buah dengan mutu
tinggi dan seragam. Produktivitas kebun juga tinggi. Buah yang diproduksi
dengan sistem ini meliputi: nenas, pisang, mangga, jeruk, markisa.

6|Page
6. Sistem Produksi Hortikultura Semusim. Pada sistem ini dibudidayakan
tanaman semusim seperti berbagai jenis sayuran dan bunga, buah semangka,
melon dan lain-lain. Pengelolaan tanaman biasanya intensif, dengan
menggunakan benih komersial. Sistem produksi ini biasanya
produkstivitasnya tinggi dan kualitas yang dihasilkan cukup baik. Kubis,
kubis bunga, wortel, tomat, paprika, petsai, lobak, bawang daun, bawang
putih, buncis, kentang, dan sayuran yang berasal dari daerah temperate
banyak ditanam di dataran tinggi, sedangkan kangkung, bayam, jagung
muda, kacang panjang, cabe, tomat, bawang merah, ketimun, labu, terung
banyak ditanaman secara monikultur di dataran rendah.
7. Sistem Produksi Intensif. Sistem ini dikembangkan untuk mengusahakan
buah-buahan, sayuran, dan bunga yang berasal dari daerah temperate
seperti melon, strawberi, anggur, paprika, tomat, carnation dan lain-lain.
Sistem ini juga meliputi sistem produksi hidroponik.
8. Sistem Produksi Hortikultura Organik. Akhir-akhir ini sistem ini
menjadi kecendrungan dalam produksi sayuran. Banyak konsumen yang
menghendaki sayuran dan buah organik. Untuk buah-buahan tertentu
seperti durian, rambutan, sawo, manggis, kedondong, karena sebagian besar
diusahakan secara agroforestri dan di pekarangan, biasanya organik (tidak
dipupuk, tidak disemprot pestisida). Namun kebanyakan buah tersebut tidak
secara formal diakui sebagai buah organik. Sedangkan untuk sayuran telah
berkembang secara sistematis teknologi produksi sayuran organik.
Sebagian dari sistem produksi ini sudah terakreditasi sebagai kebun sayuran
organik.
Pada saat ini bunga yang dipasarkan di Indonesia sebagian besar berasal dari
sistem produksi monokultur yang cukup intensif. Sayuran sebagian besar
diproduksi dengan sistem produksi monokultur maupun tumpangsari, baik secara
semi intensif maupun secara intensif. Sedangkan buah-buahan yang ada di
pasaran dalam negeri sebagian besar berasal dari sistem pekarangan dan sistem
Agroforestry. Minimnya pengelolaan dari dua sistem produksi ini menyebabkan
buah yang dihasilkan biasanya berkualitas rendah. Selain itu buah-buahan
tersebut keragamannya tinggi dan tidak ada kepastian citarasa. Dalam satu koli

7|Page
terdapat buah dengan kualitas tinggi, enak dan menyenangkan, bercampur dengan
buah berkualitas rendah, masam dan tidak enak. Ketidakpastian kualitas ini
disebabkan karena: (a) pohon yang ditanaman berasal dari hasil perbanyakan
generatif (dari biji), sehingga kualitas antar pohon bisa berbeda; (b) karena buah
berasal dari pekarangan, sedangkan pengelolaan pohon antar pekarangan bisa
sangat berbeda, sehingga menghasilkan buah dengan kualitas yang berbeda; (c)
banyak petani atau penebas yang melakukan panen serempak, baik buah masih
muda maupun buah matang, kemudian buah tersebut diperam agar segera masak;
(d) pengelolaan pasca panen buah yang buruk dan kadang-kadang ada
kesengajaan mencampur buah buah bermutu tinggi dengan yang rendah.
Tingginya keragaman genetik tanaman buah yang ada pada kedua sistem
produksi ini secara ekologi menguntungkan, tetapi ditinjau dari sisi agribisnis
kurang menguntungkan. Keragaman yang tinggi menyulitkan perdagangan.
Ketidakpastian citarasa menyulitkan pembuatan citra yang baik atas suatu produk.
Sebagai contoh, mangga Arumanis sebenarnya mempunyai citarasa yang baik dan
berkualitas tinggi, tetapi karena adanya keragaman yang tinggi, masyarakat
seringkali ragu-ragu untuk membeli, karena khawatir mendapat mangga Arumanis
berkualitas rendah. Kondisi ini berbeda dengan produk buah impor, yang karena
sudah diseleksi dengan baik, ada jaminan terhadap keseragaman citarasa. Citarasa
buah durian Monthong yang dibayangkan oleh pembeli akan dapat dibuktikan
dengan membeli buah tersebut dimanapun.
Karena kondisi ini, maka pengembangan buah-buahan di Indonesia pada
masa yang akan datang seharusnya mengarah pada sistem produksi monokultur
ataupun tumpangsari dengan pengelolaan yang intensif dan bibitnya berasal dari
hasil perbanyakan vegetatif. Dengan pengelolaan yang intensif, maka
produkstivitas kebun akan tinggi, buah seragam dengan kualitas yang baik. Pada
buku ini akan diuraikan sistem produksi intensif buah-buahan tropika.

8|Page
PERAN BUAH DAN SAYUR DALAM DIET MANUSIA

Sayuran biasanya dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia bersama dengan


konsumsi makanan utama. Sedangkan buah dikonsumsi sebagai pelengkap menu
makan dan sebagai sumber memperoleh kesenangan. Sudah menjadi tradisi
bangsa Indonesia untuk makan buah sesudah makan makanan pokok; terutama
sesudah makan siang dan makan malam. Masyarakat Jawa hampir selalu makan
buah pisang sesudah makan. Pisang dalam bahasa Jawa adalah ‘Gedang’, sering
diartikan sebagai ‘digeget bubar madang’, yang artinya adalah ‘digigit sesudah
makan’. Demikian pula buah pepaya dalam bahasa Sunda adalah ‘Gedang’.
Selain diksonsumsi sesudah makan, buah kadang-kadang juga dikonsumsi
sore hari di antara makan siang dan makan malam. Konsumsi buah pada waktu
sore biasanya lebih ditujukan untuk mendapat kesenangan, memperoleh rasa enak
dari buah yang dimakan. Karena buah dikonsumsi sebagai sumber memperoleh
kesenangan, maka buah harus berkualitas baik, dan citarasanya enak.
Konsumsi buah dan sayur berbeda dengan konsumsi beras atau makanan
pokok lainnya. Konsumsi buah maupun sayur memerlukan adanya variasi. Buah
maupun sayur yang dimakan hari ini akan berbeda dengan yang dimakan besok,
atau minggu depan. Masyarakat memerlukan ada keragaman jenis buah dan
sayur. Buah dan sayur dikonsumsi sebagai sumber vitamin, mineral, serat, zat
berkasiat dan sebagai kesenangan. Karena sebagai sumber untuk memperoleh
kesenangan, maka buah dan sayur harus tersedia dalam keragaman dan mutu yang
tinggi. Dengan logika ini, maka impor buah dan sayur adalah hal yang wajar.
Setiap negara, lebih-lebih yang pendapatan per kapitanya tinggi, pasti mengimpor
buah dan kadang-kadang sayuran. Semakin tinggi pendapatan per kapita suatu
negara, semakin besar pula impor buahnya. Karena sifat konsumsi komoditas
hortikultura seperti itu, hortikultura menjadi produk fancy; ada saat tertentu suatu
jenis komoditas menjadi populer dan banyak dikonsumsi, dan pada saat lain
berkurang konsumsinya.
Sebagai pelengkap menu, buah dan sayur mempunyai peran yang penting.
Buah-buahan dan sayuran adalah sumber vitamin dan mineral utama. Kandungan
vitamin C pada jeruk dan jambu biji tidak diragukan. Kandungan kalium, calsium
dan mineral lain dalam pisang juga sudah banyak disadari oleh masyarakat. Buah

9|Page
juga dikenal sebagai sumber zat berkasiat, anti oksidan dan serat. Peran buah dan
sayur dalam diet manusia adalah sebagai:
1. Sumber vitamin. Buah-buahan dan sayuran dikenal sebagai sumber vitamin,
terutama vitamin A dan Vitamin C. Pada Tabel 1.1 dapat dilihat kandungan
vitamin buah-buahan tropika dan buah apel serta anggur (sebagai
pembanding). Dapat dilihat disini bahwa kandungan vitamin beberapa buah-
buahan tropika tidak kalah dibandingkan dengan dengan apel maupun anggur.
Kandungan vitamin A pada mangga hampir delapan kali lipat apel. Demikian
pula kandungan vitamin A pada jeruk keprok, apokad, nangka, pisang, pepaya
dan semangka relatif tinggi. Kandungan vitamin C jambu biji 17 kali lipat
apel. Kadungan vitamin C pada pepaya, mangga, jeruk besar, jeruk keprok,
belimbing dan melon juga sangat tinggi. Kebutuhan Vitamin C harian pria
dewasa dapat dipenuhi dari sepotong (100 gram) pepaya, sebutir jambu biji
kecil, dua butir belimbing, atau tiga butir jeruk keprok. Untuk pemenuhan
kebutuhan Vitamin B1 dan B2 memang memerlukan porsi besar kalau hanya
dipenuhi dari buah-buahan. Tetapi, pemenuhan kebutuhan kedua vitamin
tersebut akan diperoleh juga dari beras, sayuran dan bahan makanan lain.
Untuk Niacin, kebutuhan pria dewasa juga dapat dipenuhi dari sebagain besar
buah-buahan tropika. Hanya pisang dan apokad yang kandungan niaciminnya
rendah. Tabel 1.2. menunjukkan kebutuhan harian manusia terhadap vitamin.
2. Mineral. Buah-buahan dan sayuran juga mengandung mineral penting yang
cukup tinggi. Buah-buahan adalah penyedia utama beberapa mineral seperti
kalsium, magnesium, fosfor dan besi (Tabel 1.3). Mineral-mineral ini kurang
tersedia dalam makanan lain (Salunkhe dan Kadam, 1995). Salak adalah
sumber besi yang tinggi. Pada jambu biji, pepaya dan sawo kandungan besi
juga cukup tinggi. Jambu biji, pisang, sirsak, apukad, melon dan belimbing
memilki kandungan fosfor yang tinggi. Kandungan kalsium yang tinggi
terdapat pada pepaya, salak, srikaya, jeruk besar, sawo dan nangka.
Kandungan kalium pada pisang sangat tinggi. Kalium diperlukan dalam tubuh
untuk mengurangi efek buruk konsumsi garam (NaCl) yang berlebih.

10 | P a g e
Tabel 1.1. Kandungan Vitamin dalam 100 gram Buah-buahan

Buah Vitamin A Vitamin B1 Vitamin B2 Vitamin C Niacin


(mg) (mg) (mg) (mg)
Apel 24.00 RE 0.04 0.03 5.00 0.10
Anggur 66.00 SI 0.05 0.02 3.00 200.00
Apokad 70.00 RE 0.05 0.06 13.00 0.90
Belimbing 18.00 RE 0.03 0.02 33.00 400.00
Duku - 0.05 - 9.00 -
Durian 890.00 SI 0.50 0.20 40.40 -
Jambu Biji 4.00 RE 0.05 0.04 87.00 1100.00
Jambu Air - - - 5.00 -
Jeruk Besar 30.00 RE 0.50 0.02 44.00 200.00
Jeruk Keprok 160.00 RE 0.60 0.03 29.00 300.00
Mangga 185.00 RE 0.90 0.07 46.00 800.00
Manggis - 0.05 0.05 2.90 0.29
(sirup)
Melon 640.00 SI 0.30 0.02 34.00 800.00
Nenas 20.00 RE 0.08 0.04 20.00 200.00
Nangka 51.00 RE 0.07 0.09 7.00 700.00
Pepaya 56.00 RE 0.30 0.04 74.00 500.00
Pisang 45.00 RE 0.04 0.04 3.00 0.60
Rambutan 1200 SI 0.08 - 58.00 -
Salak - 0.04 - 2.00 -
Sawo 9.00 RE 0.01 - 21.00 -
Semangka 50.00 SI 0.20 0.03 7.00 200.00
Sisak 1.00 RE 0.07 0.04 20.00 700.00
Srikaya 0.60 RE 0.08 0.04 22.00 200.00
Sumber: Wirakusumah, E. S. 1999. Buah dan Sayur untuk Terapi. Penebar
Swadaya

Tabel 2. Dosis Vitamin yang Dianjurkan untuk Dikonsumsi Sehari

Vitamin A Vitamin B1 Vitamin B2 Vitamin C Niasimin


(U) (mg) (mg) (mg) (mg)
Bayi 1500 0.40 – 0.50 0.50 – 0.80 30.00 6.00 – 7.00
Anak-anak 2000 – 4500 0.70 – 1.30 1.00 – 1.80 35.00 – 75.00 8.00 – 17.00
(1-12 tahun)
Remaja Wanita 5000 1.20 – 1.30 1.90 – 2.00 80.00 16.00 – 17.00
(13-19 tahun)
Remaja Pria 5000 1.60 – 1.80 2.10 – 2.50 90.00 – 100.00 21.00 – 25.00
Wanita Dewasa 5000 – 8000 1.20 – 1.70 1.50 – 2.50 70 – 150 15.00 – 17.00
Pria Dewasa 5000 1.30 – 1.60 1.80 75.00 18.00 – 21.00
Sumber: Tan dan Rahardja. 1978. Obat-obat Penting. Khasiat dan Penggunaannya.

11 | P a g e
Tabel 1.3. Kandungan Mineral dalam 100 gram Buah-buahan

Buah Kalsium Fosfor Besi Magnesium Kalium


Apel 6.00 10.00 1.3
Anggur 6.00 24.40 0.40
Apokad 16.00 24.00 0.80
Belimbing 8.00 22.00 0.80
Duku 18.00 9.00 0.90
Durian 21.10 44.30 1.10
Jambu Biji 14.00 28.00 1.10
Jambu Air 7.50 9.00 1.1
Jeruk Besar 26.00 16.00 0.70
Jeruk Keprok 18.00 10.00 0.10
Mangga 10.00 19.00 0.60
Manggis 12.00 8.00 0.30 13.00 48.00
(sirup)
Melon 15.00 25.00 0.50
Nenas 19.00 9.00 0.20
Nangka 20.00 19.00 0.90
Pepaya 34.00 11.00 1.00 10.00 204.00
Pisang 8.00 28.00 0.80 29.00 393.00
Rambutan 16.00 16.00 0.80 10.00 140.00
Salak 28.00 18.00 4.20
Sawo 25.00 12.00 1.00
Semangka 8.00 7.00 0.20
Sisak 14.00 27.00 0.60 293.00
Srikaya 27.00 20.00 0.80
Sumber: Wirakusumah, E. S. 1999. Buah dan Sayur untuk Terapi. Penebar
Swadaya dan sumber lain

3. Sumber serat, karbohidrat dan lemak. Peran buah dan sayuran sebagai sumber
protein dan lemak sangat rendah, tetapi perannya sebagai sumber energi dan
serat cukup baik (Tabel 1.4). Diantara buah-buahan tropika, hanya buah
apokad dan durian yang kandungan lemaknya tinggi. Kandungan lemak pada
apokad, walaupun tinggi, tidak berbahaya bagi tubuh, malahan sangat
bermanfaat. Lemak dalam apokad sebagian besar (50-70%) adalah lemak
tidak jenuh yang bermanfaat bagi penderita sakit jantung. Pada buah-buahan
lain, rendahnya kandungan lemak berjasa bagi peningkatan kesehatan tubuh.
Energi yang terkandung dalam buah-buahan bervariasi dari yang relatif rendah
seperti melon, semangka, jeruk keprok, belimbing, jambu biji, pepaya dan
nenas, sampai yang tinggi seperti nangka, srikaya, pisang, apokad dan sawo.
Buah-buahan dengan kandungan energi yang rendah sangat baik untuk diit
12 | P a g e
bagi yang obesitas maupun penderita diabetes melistus. Dengan kandungan
energi yang rendah dan serat yang tinggi, maka buah-buahan ini dapat mengisi
rongga perut sehingga mengurangi konsumsi makanan lain. Untuk atlet dan
pekerja kasar yang banyak memerlukan energi, buah-buahan yang kandungan
energinya tinggi sangat baik untuk dikonsumsi.

Tabel 1.4. Kandungan Karbohidrat, Serat dan Lemak dalam 100 gram Buah-buahan

Buah Energi Karbohidrat Serat Protein Lemak


(kalori) (gram) (gram) (gram) (gram)
Apel 58.00 14.90 0.70 0.30 0.40
Anggur 75.00 19.70 1.70 0.40 0.36
Apokad 93.00 10.50 1.40 0.90 6.20
Belimbing 35.00 7.70 0.90 0.50 0.70
Duku 63.00 16.10 ? 1.00 0.20
Durian 140.50 26.50 1.60 2.70 3.10
Jambu Biji 49.00 12.20 5.60 0.90 0.30
Jambu Air 46.00 11.80 ? 0.60 0.20
Jeruk Besar 46.00 10.10 0.40 0.80 0.80
Jeruk Keprok 28.00 7.20 0.20 0.50 0.10
Mangga 63.00 16.40 0.40 0.60 0.20
Manggis 73 17.91 1.80 0.41 0.58
(sirup)
Melon 21.00 5.10 0.30 0.60 0.10
Nenas 50.00 13.00 0.40 0.40 0.20
Nangka 106.00 27.60 0.90 1.20 0.30
Pepaya 48.00 12.10 0.70 0.50 0.30
Pisang 99.00 25.80 0.60 1.20 0.20
Rambutan ? 18.10 ? 1.00 0.30
Salak 77.00 20.90 ? 0.40 0.00
Sawo 92.00 22.40 ? 0.50 1.10
Semangka 28.00 7.20 0.50 0.10 0.20
Sisak 65.00 16.30 2.00 1.00 0.30
Srikaya 101.00 35.20 0.70 1.70 0.60

Serat adalah karbohidrat kompleks yang tidak dapat dicerna dalam usus
manusia. Karbohidrat kompleks ini terdiri antara lain dari selulose,
hemiselulose, substansi pektik dan lignin. Manusia tidak mempunyai enzym
yang dapat memetabolisme karbohidrat kompleks tersebut. Karena itu serat di
dalam tubuh akan disekresi sebagai tinja. Manfaat serat terjadi dalam proses
sekresi ini. Serat, terutama pektin, akan menimbulkan rasa kenyang yang
lama, sehingga mencegah makan berlebih. Serat juga merangsang gerakan
13 | P a g e
peristaltik dalam usus, sehingga memudahkan proses pembuangan. Dalam
proses pembuangan serat juga akan membawa bahan-bahan sisa lainnya dari
dalam usus. Selain itu serat juga dapat menyerap racun dan bertindak sebagai
zat detoksifikasi, menetralkan asam yang terbentuk saat usus mencerna daging
dan makanan dengan kandungan energi tinggi. Buah-buahan yang sangat
kaya kandungan seratnya adalah jambu biji, apokad, nangka, sisak dan
pepaya.
4. Sumber zat berkasiat lain. Sebagai contoh adalah seretonin pada pisang,
papain pada pepaya, bromelin pada nenas, serta limonin dan nomilin pada
jeruk. Limonin dan nomilin pada jeruk dapat menghambat perkembangan sel
kanker (Smith dan Somerset 1993 dalam Salunkhe dan Kadam, 1995).
Demikian pula beta karoten yang banyak terdapat dalam mangga dapat
mencegah terjadinya kanker. Seretonin banyak terdapat dalam pisang
(Samson, 1989). Zat ini sangat berguna untuk mengatasi stres, dan
mengembalikan kesegaran tubuh akibat kurang tidur. Bromelin yang terdapat
dalam nenas mempunyai berbagai manfaat. Manfaat bromelain dalam proses
pencernaan:
a) Membantu mencerna protein dengan lebih baik. Dengan demikian protein
yang dikonsumsi akan diserap dan dimanfaatkan dengan lebih baik. Hal in
sangat baik bagi anak-anak yang sedang tumbuh dan orang lanjut usia
yang perlu mengganti sel-sel yang rusak.
b) Mencuci timbunan protein pada dinding usus, sehingga mudah
dikeluarkan. Dengan usus yang bersih dan tanpa ada parasit, maka proses
pencernakan lebih efisien. Proses pencernakan yang baik berarti
kesehatan yang baik
c) Menyembuhkan dari ketidaknyamanan pencernakan dan mengembalikan
nafsu makan yang hilang
d) Membantu pencernakan pasien dengan gangguan pankreas, defesiensi
enzim pankreas, serta gangguan pencernakan karbohidrat, lemak dan
protein
e) Menyembuhkan borok perut (biasa terjadi pada orang yang sering
menderita stres)

14 | P a g e
f) Obat cacing gelang
Bromelain dari nenas juga berfungsi sebagai anti inflamasi dan antibiotik:
a) Mengurangi rasa sakit, memar dan bengkak karena benturan atau luka
bekas operasi, mempercepat penyembuhan luka
b) Menyembuhkan inflamasi dari tendon, karena robek pada pemain sepak
bola dan olah ragawan lainnya
c) Mengurangi inflamasi pada sendi karena rematik gangguan sendi lainnya
d) Menyembuhkan radang otot akibat olah raga atau kerja berat
e) Mengurangi inflamasi karena luka bakar atau terkena panas
f) Antidiare yang disebabkan E. coli, dengan cara menonaktifkan reseptor
pada dinding usus tempat bakteri melekat.
g) Memperkuat kerja antibiotik (Amoksilin & Tetrasiklin).
h) Obat infeksi saluran pernapasan atas. Menekan mukus, sekresi cairan
bronkial sehingga memperbaiki fungsi paru-paru penderia infeksi saluran
pernapasan atas
Bromelain sebagai pelengkap obat anti tumor dapat menghambat
pertumbuhan dan invasi sel tumor, terutama tumor payudara. Cara kerjanya
adalah sebagai imunomodulator dan produksi sitokin dan sebagai antimestastik
dan penghambat pertumbuhan sel tumor
Bromelain juga dapat mencegah penyakit jantung. Menyembuhkan angina
pektoris (rasa nyeri di dada, karena serangan jantung), mencegah agregasi butiran
darah, memecah plak pada arteri. Dengan demikian dapat digunakan untuk
treatmen terhadap angina, trombosis, varises dan arterosklerosis, serta stroke.

Tuntutan Konsumen Hortikultura


Perubahan gaya hidup dan cara pandang terhadap pangan masyarakat
Indonesia pada masa yang akan datang akan berubah. Kecenderungan karakter
konsumen yang akan terjadi pada masa depan dan sudah mulai dapat dirasakan
saat ini antara lain adalah tuntutan konsumen terhadap keamanan, nilai gizi, cita
rasa, dan ketersediaan pangan komoditas hortikultutra akan meningkat pesat.
Pada masa depan akan semakin banyak orang yang makan di luar rumah, dan
semakin banyak makanan instan di rumah. Keamanan dan mutu pangan akan

15 | P a g e
menjadi isue penting, walaupun mungkin ketahanan pangan masih menjadi isue
yang tidak kalah penting. Di Indonesia, pasar modern (hypermarket, supermarket,
minimarket) akan tumbuh dengan laju pertumbuhan yang sangat tinggi. Walaupun
jumlah supermarket chain besar berkurang, tetapi yang bertahan makin besar,
sehingga keseimbangan kekuatan bergesar dari produsen/petani ke perusahaan
multinasional. Kondisi ini akan menyebabkan adanya kompetisi antara produk
hortikultura domestik dengan produk impor (yang sering kali lebih berkualitas
dengan harga yang lebih murah). Tuntutan konsumen terhadap produk
hortikultura pada masa depan akan semakin meningkat, yang mau tidak mau, akan
mempengaruhi kecenderungan manajemen produksi tanamanan. Tuntutan
konsumen tersebut antara lain adalah:
1. Produk hortikultura harus benar-benar aman, bebas dari cemaran, racun,
pestisida, & mikroba berbahaya bagi kesehatan. Aturan mengenai batas
maksimum residu (MRL = maximum reside limit) pestisida akan semakin
ketat, sehingga akan mempengaruhi pengelolaan dalam perlindungan tanaman.
Produk hortikultura pangan juga harus bebas dari kandungan zat berbahaya,
termasuk logam berat dan racun. Keracunan sianida dari singkong, Hg dari
ikan, Pb dari kangkung dan sebagainya tidak akan terjadi lagi. Produk juga
harus bebas dari berbagai cemaran. Bahan pengawet dan pewarna yang tidak
diperuntukkan untuk pangan, seperti formalin, tidak akan digunakan sama
sekali. Kasus pencampuran minyak solar ke CPO seperti yang terjadi pada
beberapa waktu yang lalu tidak akan terjadi lagi. Cemaran biologi, baik yang
berbahaya bagi kesehatan manusia maupun bagi pertanian akan dicegah.
Sanitary and Phytosanitary Measures akan semakin diperketat di karantina.
2. Produk hortikultura juga dituntut mempunyai nilai gizi tinggi dan
mengandung zat berkhasiat untuk kesehatan. Konsumen menghendaki
informasi mengenai kandungan fitokimia yang berkhasiat untuk meningkatkan
kesehatan dalam produk hortikultura. Karena itu penelitian mengenai manfaat
buah dan sayur Indonesia perlu mulai segera dilakukan. Pengetahuan
indigenous mengenai manfaat produk buah dan sayur perlu dibuktikan secara
ilmiah dan diketahui apa fitokimia yang terkandung di dalamnya.

16 | P a g e
3. Produk hortikultura juga harus mempunyai mutu tinggi, tidak sekedar enak.
Mutu adalah segala hal yang menunjukkan keistimewaan atau derajad
keunggulan sesuatu produk. Mutu atau kualitas juga dapat dipahami sebagai
kecocokan suatu produk dengan tujuan dari produksi. Dengan demikian, mutu
merupakan gabungan dari sifat-sifat atau ciri-ciri yang memberikan nilai
kepada setiap komoditas yang terkait dengan maksud penggunaan komoditas
tersebut. Secara singkat mutu termasuk semua hal yang dapat memuaskan
pelanggan. Menurut versi Codex Alimentarius Standar mutu termasuk
masalah tampilan produk seperti keutuhan, keseragaman, kebebasan dari
cacat, hama dan penyakit, tingkat kematangan, kesegaran, kebersihan,
ketahanan dalam transportasi dan penanganan, dan kemampuan agar mutu
produk bertahan tetap baik sampai tujuan. Kelas, kode ukuran, kemasan dan
label juga menjadi hal yang penting dalam mutu produk. Produsen
hortikultura perlu melakukan pembenahan dalam sistem produksinya agar
dapat memenuhi kepentingan konsumen.
4. Produk hortikultura harus diproduksi dengan cara yang tidak menurunkan
mutu lingkungan. Tuntutan terhadap kelestarian lingkungan akan semakin
ketat, padahal pada saat yang sama tekanan populasi terhadap sumberdaya
lahan semakin kuat. Karena itu peneliti Indonesia perlu mengembangkan
teknologi pertanian yang dapat menjamin produksi pangan yang memenuhi
tututan konsumen namun tetap dapat menjaga kelestarian lingkungan,
mencegah pencemaran tanah dan air, mencegah erosi dan hal-hal lain yang
menyebabkan penurunan kualitas lingkungan.
5. Produk hortikultura juga harus diproduksi dengan memperhatikan
keselamatan dan kesejahteraan petani dan pekerja.
6. Mempunyai traceability. Cara produksi hortikultura harus dapat dirunut dari
pasar sampai kebun. Data-data harus transparan dan jujur. Karena itu catatan
aktivitas di kebun dan rantai pasar harus menjadi perhatian.
7. Produk hortikultura harus tersedia dalam waktu yang tepat. Selain persyaratan
di atas, produk hortikultura harus tersedia dan tepat waktu. Untuk produk
hortikultura tertentu kontinyuitas penyediaan menjadi faktor yang sangat
penting.

17 | P a g e
8. Harga jual produk hortikultura harus kompetitif. Untuk itu efisiensi dalam
produksi, dalam delivery harus dilakukan. Harus dikembangkan supply chain
management (SCM) yang berkeadilan dan berorientasi pada nilai produk.
Berdasarkan tuntutan konsumen, masalah yang dihadapi dan kondisi
pertanian dan lingkungan pertanian di Indonesia, ada beberapa tantangan yang
harus dihadapi oleh pertanian hortikultura Indonesia. Tantangan ini harus dijawab
oleh para ilmuwan hortikultura. Tantangan tersebut meliputi:
1. Bagaimana menghasilkan produk hortikultura dengan harga yang wajar bagi
bagi populasi yang terus bertambah.
2. Bagaimana meningkatkan hasil per satuan luas (produktivitas); karena
perluasan areal sudah semakin sulit.
3. Bagaimana menghasilkan lebih banyak produk hortikultura dengan
menggunakan air lebih sedikit.
4. Bagaimana menghasilkan produk hortikultura yang lebih aman, bermutu dan
bernilai bagi konsumen.
5. Bagaimana menghasilkan produk hortikultura tanpa menurunkan potensi
sumberdaya lahan dan lingkungan.
6. Bagaimana cara menjamin ketersediaan yang kontinyu produk hortikultura
yang secara alami bersifat musiman.
7. Bagaimana menghasilkan produk hortikultura yang mensejahterakan petani.
8. Bagaimana meningkatkan daya saing global hortikultura Indonesia. Seperti
diuraikan di atas, dayasaing produk hortikultura akan ditentukan oleh
kuantitas, kualitas, keamanan, kontinyuitas pasokan, ketepatan delivery,
kompetitif dalam harga, dan adanya traceability (6K+T).

Daftar Bacaan
1. Direktorat Jenderal Hortikultura. 2009. http://hortikultura.deptan.go.id
2. Edmond, J.B., T.L. Senn, and F.S. Andrews. 1957. Fundamental of
Horticulture. McGraw Hill Book Co., NY
3. Harjadi, S.S. 1989. Dasar-dasar Hortikultura. Jurusan Budi Daya Pertanian,
Fakultas Pertanian, IPB (Diktat Kuliah)
4. Janick, J. 1972. Horticultural Science.
5. Poerwanto, R. 2008. Membangun Pertanian Masa Depan -Meraih
Keunggulan Pertanian Indonesia dalam Pemikiran Guru Besar IPB. Penebar
Swadaya
6. Wirakusumah, E. S. 1999. Buah dan Sayur untuk Terapi. Penebar Swadaya.
18 | P a g e

You might also like