You are on page 1of 9

Pencegahan Polusi Sekunder

1) Keadaan sekarang dan masa depan lokasi penimbunan limbah


Umumnya orang tidak menghendaki lokasi penimbunan limbah dibuat dekat
dengan tempat tinggal mereka karena hal ini dapat menimbulkan dampak negatif
terhadap lingkungan hidup dan warga setempat. Dampak negatif demikian disebut
"polusi sekunder" mengingat tujuan utama lokasi penimbunan limbah ialah
menghindari polusi lingkungan hidup di daerah kota dengan membawa limbah
dari daerah kota, dan menampungnya di lokasi penimbunan limbah yang baik.
Meskipun demikian, lokasi penimbunan limbah merupakan fasilitas umum yang
sangat diperlukan bagi setiap kota modern di dunia.
Oleh karena itu, setiap kota perlu merencanakan dan merancang lokasi
penimbunan limbah dengan cara yang dapat diterima oleh masyarakat .
Guna membuat lokasi penimbunan limbah yang dapat diterima masyarakat
setempat, polusi sekunder dan dampak buruk yang ditimbulkannya perlu
diperkecil.
Perlu juga untuk dirumuskan rencana pemakaian lokasi paska-penutupan dengan
mempertimbangkan pendapat masyarakat setempat.
2) Polusi sekunder yang ditimbulkan dari lokasi penimbunan limbah
(a) Pencemaran air
Lindi yang ditimbulkan dari lokasi penimbunan limbah, jika tidak diolah akan,
mencemarkan sungai, laut dan air tanah.
(b) Pembentukan gas
Gas utama yang ditimbulkan dari lokasi penimbunan limbah adalah metan,
amonium, hidrogen sulfida, dan karbon dioksida.
(c) Bau tak sedap
Ada dua jenis bau tak enak yang ditimbulkan dari lokasi penimbunan limbah.
Pertama adalah bau yang ditimbulkan dari limbahnya sendiri, yang lainnya adalah
gas yang ditimbulkan melalui dekomposisi limbah.
(d) Hama dan vektor
Limbah dapur cenderung menjadi sarang lalat, dan menarik tikus dan burung
gagak.
(e) Kebisingan dan getaran
Kendaraan angkutan limbah yang masuk dan peralatan penimbunan limbah dapat
menjadi sumber kebisingan dan getaran.
(f) Kebakaran
Kebakaran dapat terjadi secara spontan akibat pembentukan gas metan atau
pemakaian bahan kimia. Kebakaran juga dapat disebabkan oleh para pemulung
atau orang lain.
3) Pencegahan polusi sekunder dengan menggunakan tanah penutup
Jika kita ingin mencegah polusi sekunder dengan sempurna dengan mendirikan
fasilitas pengolahan air limbah, misalnya, sejumlah besar uang dan teknologi
tinggi diperlukan.
Penggunaan tanah penutup, meskipun tidak sempurna dalam pencegahan polusi
sekunder, dianjurkan karena cara ini ekonomis dan efektif.
Bahan penutup seperti tanah harus digunakan untuk menutup limbah padat dengan
cepat setelah diturunkan.
Setelah penurunan limbah terakhir setiap hari, tanah penutup limbah harus
dikumpulkan pada lerengan lapisan limbah yang harus diatur setiap hari.
Aplikasi tanah penutup sebagaimana mestinya akan cukup banyak mengurangi
polusi sekunder.
4) Efektifitas metode tanah penutup
Penggunaan tanah penutup, akan memberi manfaat dan pengaruh sebagai berikut:
(a) Pencegahan terjadinya penyebaran sampah
(b) Pencegahan terjadinya bau tak sedap
(c) Menyingkirkan hama dan vektor
(d) Pencegahan kebakaran serta penyebarannya
(e) Penyempurnaan lansekap
(f) Pengurangan pembentukan lindi
Sebagaimana disebutkan di atas, aplikasi tanah penutup sangat efektif dalam
pencegahan polusi lingkungan hidup.
Bahan tanah penutup tidak perlu yang harus dibeli. Limbah tanah, limbah
pembongkaran, atau limbah lama dapat digunakan sebagai tanah penutup.
Kategori Kimia Lingkungan
Atasi Polusi dengan Plasma
Sumber: Kompas, 14 November 2002

Selama ini teknologi pengolahan limbah kurang mendapatkan perhatian serius di


Indonesia. Padahal, tidak sedikit permasalahan limbah cair maupun gas terbentur
pada permasalahan penggunaan teknologi. Dengan semakin berkembangnya
perindustrian di Indonesia, sudah selayaknya pemilihan serta penggunaan
teknologi yang tepat dalam mengatasi masalah limbah segera diterapkan.
Melalui artikel ini penulis ingin memperkenalkan sebuah teknologi yang kerap
disebut teknologi plasma. Di berbagai negara maju termasuk Jepang, teknologi
plasma mulai banyak dipergunakan untuk mengolah limbah gas dan cair dari
berbagai kegiatan industri domestik, serta dari asap kendaraan bermotor.
Sedangkan di negara Eropa dan Amerika berbagai penelitiaan dari penggunaan
teknologi plasma untuk mengolah limbah juga banyak dikembangkan.

Plasma

Plasma adalah zat keempat di samping zat klasik: padat, cair, dan gas. Zat plasma
ini bukanlah plasma seperti pada kata plasma darah, kata yang paling umum
digunakan berkaitan dengan plasma dalam bidang Biologi. Plasma zat keempat ini
ditemukan pada tahun 1928 oleh ilmuwan Amerika, Irving Langmuir (1881-1957)
dalam eksperimennya melalui lampu tungsten filament.

Plasma ini sangat mudah dibuat, caranya dengan pemanfaatan tegangan listrik.
Contoh, hadapkan dua electrode di udara bebas. Seperti kita ketahui udara adalah
isolator, materi yang tidak menghantarkan listrik. Namun, apabila pada dua
electrode tadi diberikan tegangan listrik yang cukup tinggi (10 kV<), sifat
konduktor akan muncul pada udara tersebut, yang bersamaan dengan itu pula arus
listrik mulai mengalir (electrical discharge), fenomena ini disebut eletrical
breakdown.
Mengalirnya arus listrik menunjukkan akan adanya ionisasi yang mengakibatkan
terbentuknya ion serta elektron pada udara di antara dua elektrode tadi. Semakin
besar tegangan listrik yang diberikan pada elektrode, semakin banyak jumlah ion
dan elektron yang terbentuk. Aksi-reaksi yang terjadi antara ion dan elektron
dalam jumlah banyak ini menimbulkan kondisi udara di antara dua electrode ini
netral, inilah plasma. Singkat kata plasma adalah kumpulan dari electron bebas,
ion dan atom bebas.

Polusi udara

Mengatasi polusi dengan plasma sebenarnya bukan sebuah hal yang baru. Pada
tahun 1907 Frederick Cottrell memperkenalkan electrostatic precipitator (EP)
untuk mengatasi polusi akibat aerosol (sampah udara) dari asap pabrik hasil
pembakaran. EP dapat digunakan untuk mengumpulkan aerosol. Prinsip kerja dari
EP adalah perpaduan dari medan electrostatic dan aliran ion yang dihasilkan oleh
corona discharge. Mekanisme kerjanya adalah partikel aerosol ditangkap atau
dikumpulkan oleh aliran ion, kemudian kumpulan partikel tadi diangkut oleh
medan electrostatic lalu dipisahkan. Sekarang EP banyak digunakan untuk
mengatasi aerosol dari asap pabrik termasuk di antaranya, di Indonesia.

Namun, asap hasil pembakaran dari pabrik maupun kendaraan bermotor tidak
hanya mengandung aerosol saja, tetapi didapati juga gas NOx, SOx, CO, dan
Dioxin yang diketahui sangat berbahaya pada kesehatan. Kita mengenal hujan
asam (HNO3 dan H2SO4) yang dapat mengakibatkan kanker. Juga gas CO yang
dapat mematikan apabila kita menghirupnya secara langsung. Kita juga dapat
merasakan bertambah suhu bumi akibat pertambahan CO2.

Baru-baru ini kita mendengar Dioxin yang muncul dari pembakaran sampah
plastik, yang walaupun kadarnya sedikit namun berbahaya bagi kesehatan kita.
Hal ini mendorong Dr Seiichi Masuda dari Tokyo University untuk mencari
teknologi yang dapat mengatasi gas beracun hasil pembakaran pabrik. Pada tahun
1986 Seiichi Masuda mempublikasikan teknologi plasma sebagai teknologi untuk
mengatasi kandungan gas NOx, SOx dari asap pembakaran pabrik.

Prinsip dari teknologi plasma dalam mengatasi kandungan gas NOx atau SOx
sangatlah mudah. Seperti di jelaskan pada penjelasan di atas, plasma terbentuk
dari kumpulan electron bebas, ion serta atom. Aksi-reaksi pada ion dan electron
dalam plasma seperti reaksi ionisasi, excitasi, dan dissociasi dengan udara bebas
disekitarnya berlanjut dengan terbentuk species aktif (ion, electron, molekul yang
mudah bereaksi) seperti Ozone, OH, O, NH3 yang memiliki sifat radikal sangat
mudah bereaksi dengan senyawa-senyawa yang ada disekitarnya. Species aktif
yang terbentuk ini kemudian bereaksi dengan gas NOx atau SOx kemudian
mengubah serta menguraikannya.

Dewasa ini di Jepang teknologi plasma berkembang sangat pesat. Di mana


teknologi plasma memiliki beberapa kelebihan yaitu pembuatan peralatan dan
maintenance yang sangat mudah, namun memiliki efektivitas penguraian yang
cukup tinggi. Struktur yang mudah dari peralatan teknologi plasma
memungkinkan untuk dipasang langsung pada kendaraan bermotor, untuk
mengurangi kadar NOx yang timbul pada asap kendaraan hasil dari pembakaran
bensin atau solar. Selain untuk mengatasi NOx dan SOx teknologi plasma dapat
dipergunakan juga untuk menguraikan berbagai macam senyawa beracun seperti
Dioxin, gas VOC (Volatile organic compounds) seperti, CFC, trichloroethylene,
toluene, benzene, serta gas dari hasil pembakaran lainnya.

Mengatasi polusi

Seperti halnya pencemaran udara, pencemaran air sangatlah kompleks. Dalam


proses produksi sebuah industri pada umumnya dipergunakan berbagai bahan
material dari berbagai jenis dan bentuk. Limbah cair industri, pertanian, perkotaan
dan rumah tangga selain mengandung senyawa berat (Cd, Cu, Hg, Zn dll.), juga
mengandung berbagai macam senyawa organik, seperti dioxin, phenol, benzene,
PCB, dan DDT.

Sistem pengolahan limbah cair yang ada sekarang umumnya mempergunakan


cara kombinasi antara pemakaian chlorine serta sistem condensasi, sedimentasi,
dan filtrasi. Sedangkan untuk pengolahan limbah organik banyak mempergunakan
microbiologi, karbon aktif atau membran filtrasi.

Namun, limbah organik semakin banyak yang sulit untuk diuraikan dengan
microbiologi atau membran filtrasi, serta membahayakan keselamatan makhluk
hidup, meskipun dalam kandungan konsentrasi yang sangat kecil (ppm/ppb)
seperti, senyawa dioxin, furan, dan atrazine. Sehingga sistem pengolahan limbah
cair yang ada sekarang tidaklah cukup. Apabila hal ini kita biarkan, tanpa kita
sadari, air minum yang dipergunakan akan banyak mengandung senyawa organik,
yang selain membahayakan kesehatan manusia juga dapat merusak ekosistem
makhluk hidup lainnya.

Untuk mengatasi masalah limbah organik ini, teknologi ozone mulai


dipergunakan dalam proses pengolahan limbah cair. Teknologi ini dikenal dapat
membersihkan limbah cair hingga mendekati 100 persen (Japan Engineering
newspaper, 1996). Ozone yang dikenal sebagai oksidant kuat, selain dapat
menghancurkan senyawa-senyawa organik, juga sekaligus dapat membunuh
bakteri yang terkandung dalam limbah tadi. Meskipun demikian masih ada
beberapa kendala yang harus diselesaikan pada teknologi ozone ini, seperti
tingginya biaya operasional serta adanya sisa ozone yang tertinggal dalam air
setelah proses pengolahan berlangsung. Sisa ozone yang memiliki kadar cukup
tinggi, akan dapat membahayakan manusia.

Teknologi yang kemudian diperkenalkan untuk mengatasi limbah cair setelah


teknologi ozone ini adalah teknologi plasma. Sebelum kita jelaskan lebih lanjut
tentang teknologi plasma, perlu disampaikan disini bahwa ozone sendiri dapat
dibuat dengan mempergunakan teknologi plasma (Siemens 1857). Dewasa ini
teknologi plasmalah yang paling banyak dipergunakan untuk membuat ozone.
Jadi, secara tidak langsung teknologi ozone adalah pemanfaatan dari teknologi
plasma itu sendiri.

Selanjutnya, teknologi plasma juga dapat dipergunakan secara langsung dalam


proses pengolahan limbah cair. Salah satu cara adalah dengan membuat plasma
dalam air. Seperti halnya plasma di udara, plasma dapat juga dibuat dalam air.
Proses pembuatannya sendiri hampir sama, hanya saja pembuatan plasma dalam
air memerlukan energi sedikit lebih besar dibandingkan pembuatan plasma di
udara, mengingat air adalah materi yang dapat mengalirkan arus listrik.

Plasma dalam air dapat menyebabkan timbulnya berbagai proses reaksi fisika dan
kimia, seperti sinar ultraviolet, shockwave, species aktif (OH, O, H, H2O2), serta
thermal proses.

Banyaknya reaksi fisika dan kimia yang dihasilkan oleh plasma dalam air,
membuat teknologi ini dapat merangkum beberapa proses yang dibutuhkan dalam
pengolahan air limbah. Sinar ultraviolet yang dihasilkan mampu mengoksidasi
senyawa organik sekaligus membunuh bakteri yang terkandung dalam limbah
cair. Shockwave yang ditimbulkan mampu menghasilkan proses super critical
water yang juga berperan dalam proses pengoksidasian senyawa organik. Dan,
yang paling penting banyak dihasilkan species aktif seperti OH, O, H, dan H2O2
yang merupakan beberapa oksidant kuat yang dapat mengoksidasi berbagai
senyawa organik sekaligus juga membunuh bakteri dalam limbah cair tersebut.
Dan, tidak ketinggalan panas yang dihasilkan oleh plasma ini pun berperan dalam
berbagai proses pengoksidasian.

Dari berbagai kelebihan proses yang dimilikinya, teknologi plasma dalam air
mulai mendapat perhatian khusus terutama untuk mengolah limbah organik yang
umumnya mengandung berbagai macam jenis senyawa organik. Dari berbagai
percobaan laboratorium, teknologi plasma dalam air sangat efektif untuk
menguraikan senyawa organik seperti TNT, phenol, trichloroethylene, atrazine,
dan berbagai jenis zat warna (dye).

Teknologi plasma untuk mengolah limbah cair baik dengan teknologi ozone
maupun dengan teknologi plasma dalam air memiliki banyak kelebihan
dibandingkan dengan cara konvensional, microbiologi maupun membran filtrasi.
Di antaranya proses penguraian senyawa organik berlangsung sangat cepat,
pembuatan peralatan serta maintenance yang mudah, serta species aktif yang
dihasilkan dapat menguraikan hampir seluruh senyawa organik.

Di Jepang dalam sepuluh tahun terakhir, penggunaan teknologi ozone maupun


teknologi plasma berkembang sangat pesat. Terlebih lagi setelah ditetapkannya
perundangan tentang Dioxin dan sejenisnya (January 2001). Di mana dioxin dapat
diuraikan dengan mempergunakan kombinasi dari ozone dan sinar ultraviolet atau
ozone dan hydrogen peroxide.

--------
Artikel ditulis oleh Anto Tri Sugiarto Peneliti KIM-LIPI, Sekjen ISTECS
(Institute for Science and Technology Studies) Chapter, Japan
Artikel dapat juga dibaca di http://www.plasmatech-indonesia.ws/)

You might also like