You are on page 1of 638

TTG PENGOLAHAN PANGAN

ABON

1. PENDAHULUAN
Abon daging merupakan makanan kering yang terbuat dari suiran-suiran daging
dan bumbu-bumbu. Pembuatannya tidak sulit dan tidak mahal biayanya.
Daging direbus atau dikukus, kemudian disuir, dicampur dengan bumbu dan
digoreng sampai matang menjadi bumbu.

2. BAHAN
1) Daging (10 kg)
2) Bawang merah (1 kg). Sebanyak 750 gram dari bawang ini dijadikan
bawang goreng.
3) Bawang putih (400 gram)
4) Bubuk ketumbar (50 gram)
5) Lengkuas (50 gram)
6) Daun salam (15 lembar)
7) Sereh (7 potong)
8) Gula pasir (750 gram)
9) Asam jawa (50 gram)
10) Santan kental (2000 ml)

3. PERALATAN
1) Pisau dan talenan. Alat ini digunakan untuk memotong-motong daging.
2) Penggiling bumbu. Alat ini digunakan untuk menggiling bumbu sampai halus.
3) Wajan. Alat ini digunakan untuk menggoreng abon.
4) Pemarut. Alat ini digunakan untuk memarut kelapa.
5) Peniris sentrifugal. Alat ini digunakan untuk mengeluarkan minyak dari abon
panas yang baru digoreng.
6) Alat press. Alat ini digunakan untuk memeras abon panas sehingga
minyaknya keluar.

4. CARA PEMBUATAN
1) Penyiapan siuran daging. Daging dipotong-potong kemudian direbus selama
1 jam. Setiap 1 kg daging direbus dengan ½ liter air. Setelah itu, daging
disiur-siur dan ditumbuk dengan pelan-pelan sehingga berupa serat-serat
halus.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

2) Penyimpan bumbu dan santan. Lengkuas dan sereh dipukul-pukul sampai


memar. Bawang merah (350 gram), bawang putih dan ketumbar digiling
halus, kemudian ditumis. Setelah agak harum, ditambahkan santan kental,
lengkuas, asam jawa, gula, daun salam dan sereh. Pemanasan diteruskan
sampai mendidih dan volume santan tinggal setengahnya.

3) Pemasakan abon
a) Siuran daging dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam santan mendidih.
Api dikecilkan sekedar menjaga santan tetap mendidih. Pemanasan yang
disertai pengadakan dilakukan sampai bahan setengah kering. Hasil yang
diperoleh disebut dengan abon lembab.
b) Abon lembab diangkat, kemudian digoreng di dalam minyak panas (suhu
1700C) sampai garing (bila diremas berkemerisik).

4) Penirisan. Abon panas yang baru diangkat dari minyak harus segera
ditiriskan. Penirisan dianjurkan dengan menggunakan alat peniris sentrifugal,
alat pres ulir, atau alat pres hidrolik. Setelah ditiriskan dengan alat peniris
sentrifugal, atau alat pres, abon dipisah-pisah.

5) Pencampuran dengan bawang goreng. Abon yang telah ditiriskan dicampur


dengan bawang goreng. Hasil yang diperoleh disebut abon daging.

6) Pengemasan. Abon daging dikemas di dalam kemasan yang tertutup rapat.


Kantong plastik merupakan salah satu kemasan yang cukup baik digunakan
untuk mengemas abon.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat; Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

ABON CUCUT

1. PENDAHULUAN
Ikan cucut hasil tangkapan nelayan jarang sekali dikonsumsi. Daging cucut
berbau pesing karena tingginya kandungan amonia sehingga tidak enak
dikonsumsi.

Sebelum dijadikan abon, daging cucut perlu diberi perlakuan tertentu untuk
mengurangi kandungan amonianya.

2. BAHAN
1) Ikan (10 kg)
2) Bawang merah (1 kg). Sebanyak 750 gram dari bawang ini dijadikan
bawang goreng.
3) Bawang putih (400 gram)
4) Bubuk ketumbar (50 gram)
5) Lengkuas (50 gram)
6) Daun salam (15 lembar)
7) Sereh (7 potong)
8) Gula pasir (750 gram)
9) Asam Jawa (50 gram)
10) Santan kental (2000 ml)

3. PERALATAN
1) Pisau dan talenan. Alat ini digunakan untuk menyiangi dan memotong ikan.
2) Penggiling bumbu. Alat ini digunakan untuk menggiling bumbu sampai
halus.
3) Wajan. Alat ini digunakan untuk menggoreng abon.
4) Pemarut. Alat ini digunakan untuk memarut kelapa.
5) Peniris sentrifugal. Alat ini digunakan untuk mengeluarkan minyak dari abon
panas yang baru digoreng.
6) Alat press. Alat ini digunakan untuk memeras abon panas sehingga
minyaknya keluar.

4. CARA PEMBUATAN
1) Penyiangan dan pemotongan. Ikan disiangi. Jeroan, insang dan kepala
dibuang. Setelah itu, kulit ikan dikelupaskan, dan tulang dibuang.
Selanjutnya daging dipotong kecil-kecil (1x1x1 cm), dicuci dan ditiriskan.
1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

2) Perendaman di dalam larutan garam. Potongan daging ikan direndam di


dalam larutan garam 4% (setiap 1 liter air bersih ditambah 40 gram garam),
kemudian disimpan di dalam lemari pendingin selama semalam. Selama
penyimpanan ikan diaduk-aduk sesering mungkin. Setelah dingin, ikan
dicuci dan ditiriskan.

3) Pengukusan. Setelah ditiriskan, ikan dikukus selama 1 jam.

4) Pres. Setelah itu, dalam keadaan panas, ikan dipres sampai cairannya
keluar.

5) Penyuiran. Potongan daging ikan disuir-suir, kemudian ditumbuk pelan-


pelan sehingga berupa serat-serat halus. Selanjutnya suiran ini diolah
seperti mengolah abon ikan yang telah diterangkan sebelumnya.

6) Penyiapan bumbu dan santan. Lengkuas dan sereh dipukul-pukul sampai


memar. Bawang merah (250 gram), bawang putih dan ketumbar digiling
halus, kemudian ditumis. Setelah agak harum, ditambahkan santan kental,
lengkuas, asam jawa, gula, daun salam dan sereh. Pemanasan diteruskan
sampai mendidih dan volume santan tinggal setengahnya.

7. Pemasakan abon. Suiran cucut dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam


santan mendidih. Sementara itu, api dikecilkan sekedar menjaga santan
tetap mendidih. Pemanasan yang disertai pengadukan dilakukan sampai
suiran ikan menjadi setengah kering. Hasil yang diperoleh disebut dengan
abon lembab ikan. Abon lembab cucut diangkat, kemudian digoreng di
dalam minyak panas (suhu 1700 C) sampai garing (bila diremas
berkemersik).

8) Penirisan. Abon panas yang baru diangkat dari minyak harus segera
ditiriskan. Penirisan dianjurkan dengan menggunakan alat peniris
sentrifugal, alat pres ulir, atau pres hidrolik. Setelah ditiriskan dengan alat
peniris sentrifugal, atau alat pres, abon dipisah-pisahkan.

9) Pencampuran dengan bawang goreng. Abon cucut yang telah ditiriskan


dicampur dengan bawang goreng. Hasil yang diperoleh disebut dengan
abon cucut.

10) Pengemasan. Abon cucut dikemas di dalam kemasan yang tertutup rapat.
Kantong plastik merupakan salah satu kemasan yang cukup baik
digunakan untuk mengemas abon.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat; Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Disadur oleh : Esti, Sarwedi

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

ABON DAGING CAMPUR KELUWIH

Abon adalah sejenis makanan kering berbentuk serpihan, dibuat dari daging yang
diberi bumbu kemudian digoreng. Pembuatan abon keluwih sangat membutuhkan
keterampilan tangan, terutama dalam hal meremah keluwih yang berbentuk seperti
nangka sampai halus menjadi abon. Secara keseluruhan pembuatannya cukup
sederhana sehingga memungkinkan setiap orang dapat melakukannya.

1. BAHAN
1. Daging sapi atau kerbau 1 kg
2. Keluwih muda 4 butir
3. Kelapa 2-3 butir
4. Minyak goreng 5 ons (2 gelas)
5. Bawang merah 1 ½ ons
6. Bawang putih ½ ons
7. Asam jawa secukupnya
8. Lengkuas secukupnya
9. Serai secukupnya
10. ketumbar 2 sendok makan
11. Gula merah 3 ½ ons
12. Bawang goreng secukupnya
13. Garam 2 ons
14. Kemiri (bila perlu) 1 ons
15. Daun pepaya atau parutan nenas secukupnya

2. ALAT
1) Penggorengan
2) Sendok dan garpu
3) Kain saring atau ayakan seng
4) Pisau
5) Panci
6) Kompor
7) Parutan Kelapa
8) Alas perajang (talenan)
9) Alat penghancur bumbu (cobek dan ulekan)
10) Baskom plastik

Hal. 1/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

3. CARA PEMBUATAN
1) Pilih daging yang lunak dan tidak banyak mengandung lemak serta serat.
Daging bagian punuk, dan paha sangat cocok sebagai bahan pembuatan
abon;

Gambar 1. Daging Bagian Punuk

2) Cuci bersih dan bungkus dengan daun pepaya sampai seluruh permukaan
daging tertutup. Diamkan selama kurang lebih 1 jam sampai daging menjadi
lebih lunak. Setelah itu bungkus dibuka. Dapat juga dilakukan dengan jalan
melumuri dengan parutan nenas, dan diamkan selama sekitar 1 jam,
kemudian cuci;
3) Kupas keluwih, cuci bersih, potong kecil-kecil, lalu buang bijinya;
4) Rebus daging, keluwih, salam, lengkuas, dan serai sampai lunak;
5) Angkat daging dan keluwih, tiriskan kemudian remah-remah sampai
membentuk hancuran yang berserat-serat;
6) Parut kelapa, ambil santan kentalnya sebanyak 1 liter. (4 gelas);
7) Haluskan garam, asam, gula merah, ketumbar, bawang merah, bawang putih
kemudian tumis;
8) Rebus remahan daging, keluwih, santan, dan bumbu bersama-sama sampai
santannya habis menguap, kemudian tiriskan;
9) Goreng dengan minyak panas sambil terus diaduk sampai daging berwarna
coklat, kemudian tiriskan;
10) Peras minyak yang berlebihan dengan kain saring;
11) Pisahkan abon daging campur keluwih yang telah terbentuk dengan garpu.
Setelah itu tambahkan bawang goreng secukupnya, dan aduk sampai rata;
12) Kemas dalam kantong plastik, gelas, atau kaleng.

Hal. 2/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN ABON DAGING CAMPUR


KELUWIH

5. KEUNTUNGAN
1) Abon yang dikemas plastik dan disimpan dalam ruangan yang terlindung dari
sinar matahari akan tahan beberapa bulan tanpa mengalami kerusakan yang
berarti.
2) Abon campur keluwih memiliki rasa enak walaupun pada proses
pembuatannya tidak menggunakan bahan pengawet.
3) Abon campur keluwih dapat meningkatkan nilai ekonomi keluwih walaupun
menurunkan harga jual abon.

Hal. 3/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

6. KERUGIAN
1) Penambahan keluwih dapat menurunkan nilai gizi abon.
2) Penggunaan daging yang liat, banyak lemak, dan berserat akan
menghasilkan abon yang tidak memenuhi standar yang telah ditentukan.

Catatan:

KOMPONEN NILAI
Lemak maksimum yang diperbolehkan 30 %
Gula maksimum yang diperbolehkan 30 %
Protein yang terkandung 20 %
Air maksimum yang diperbolehkan 10 %
Abu maksimum yang diperbolehkan 9%
Aroma, warna dan rasa khas
Logam berbahaya (Cu, Pb, Mg, Zn dan As) negatif
Jumlah Bakteri maksimum yang diperbolehkan 3.000/gram
Bakteri bentuk koli negatif
Jamur negatif

7. DAFTAR PUSTAKA
1) Astawan, Md. Abon daging campur keluwih. Selera, VIII (12), Desember
1989: 14 – 15
2) Abon. Standar Industri Indonesia (SII) No. 0368-80, 0368-85.

8. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Agus Sediadi

KEMBALI KE MENU

Hal. 4/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

ABON IKAN

1. PENDAHULUAN
Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat selain
sebagai komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses pembusukan
dibandingkan dengan bahan makanan lain. Bakteri dan perubahan kimiawi
pada ikan mati menyebabkan pembusukan. Mutu olahan ikan sangat
tergantung pada mutu bahan mentahnya.

Tanda ikan yang sudah busuk:


- mata suram dan tenggelam;
- sisik suram dan mudah lepas;
- warna kulit suram dengan lendir tebal;
- insang berwarna kelabu dengan lendir tebal;
- dinding perut lembek;
- warna keseluruhan suram dan berbau busuk.

Tanda ikan yang masih segar:


- daging kenyal;
- mata jernih menonjol;
- sisik kuat dan mengkilat;
- sirip kuat;
- warna keseluruhan termasuk kulit cemerlang;
- insang berwarna merah;
- dinding perut kuat;
- bau ikan segar.

Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi
masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Namun ikan cepat
mengalami proses pembusukan. Oleh sebab itu pengawetan ikan perlu
diketahui semua lapisan masyarakat. Pengawetan ikan secara tradisional
bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak
memberikan kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak. Untuk
mendapatkan hasil awetan yang bermutu tinggi diperlukan perlakukan yang
baik selama proses pengawetan seperti : menjaga kebersihan bahan dan alat
yang digunakan, menggunakan ikan yang masih segar, serta garam yang
bersih. Ada bermacam-macam pengawetan ikan, antara lain dengan cara:
penggaraman, pengeringan, pemindangan, perasapan, peragian, dan
pendinginan ikan.

Hal. 1/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Tabel 1. Komposisi Ikan Segar per 100 gram Bahan

KOMPONEN KADAR (%)


Kandungan air 76,00
Protein 17,00
Lemak 4,50
Mineral dan vitamin 2,52-4,50

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa ikan mempunyai nilai protein tinggi, dan
kandungan lemaknya rendah sehingga banyak memberikan manfaat kesehatan
bagi tubuh manusia.

Manfaat makan ikan sudah banyak diketahui orang, seperti di negara Jepang
dan Taiwanikan merupakan makanan utama dalam lauk sehari-hari yang
memberikan efek awet muda dan harapan hidup lebih tinggi dari negara
lainnya. Penggolahan ikan dengan berbagai cara dan rasa menyebabkan orang
mengkonsumsi ikan lebih banyak.

Abon ikan adalah jenis makanan awetan yang terbuat dari ikan laut yang diberi
bumbu, deiolah dengan cara perebusan dan penggorengan. Produk yang
dihasilkan mempunyai bentuk lembut, rasa enak, bau khas, dan mempunyai
daya awet yang relatif lama.

2. BAHAN
1) Ikan tongkol (cakalang, tenggiri, bawal, cucut) 10 kg
2) Bawang merah 1 ½ ons (20 butir)
3) Bawang putih 1 ons (12 siung)
4) Ketumbar 10 gram (3 sdk makan)
5) Irisan lengkuas 3 iris (tebal 5 mm)
6) Daun salam 10 lembar
7) Sereh 3 tangkai
8) Gula pasir 700 gram
9) Asam jawa 6 mata
10) Santan kental 10 gelas (10 butir kelapa)

3. ALAT
1) Pisau
2) Alat perajang (talenan)
3) Ember plastik
4) Keranjang plastik
5) Panci
6) Baskom

Hal. 2/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

7) Alat penghancur bumbu (cobek)


8) Penggorengan (wajan)
9) Parutan
10) Garpu
11) Kantong plastik
12) Kain blacu
13) Alat tekan (pres)

4. CARA PEMBUATAN
1) Pilih ikan segar, buang kepala, ekor, kulit, dan isi perutnya, kemudian cuci;
2) Potong ikan kira-kira tebal 1 cm, panjang 10 cm, dan lebar 6 cm, kemudian
cuci;
3) Rebus atau kukus sampai matang lalu dinginkan. Supaya ikan menjadi
kering masukkan ke dalam kain blacu dan tekan dengan alat tekan (pers);
4) Pisahkan dari tulang dan durinya lalu cabik-cabik dengan garpu, kemudian
tumbuk pelan-pelan sehingga merupakan serat halus;
5) Haluskan bumbu lalu tumis dalam penggorengan, kemudian masukkan
santan kental. Tambahkan lengkuas, asam, gula, daun salam, dan sereh;
6) Panaskan terus hingga mendidih sambil diaduk-aduk, sampai santan tinggal
setengah;
7) Masukkan serat-serat daging ikan sedikit demi sedikit ke dalam santan
sambil diaduk terus sampai kering. Penggorengan selesai apabila abon
sudah benar-benar kering, diraba sudah kemersik, dan berwarna coklat.
(Apabila masih banyak minyak, tekan dengan alat tekan dan tampung
minyaknya);
8) Tiriskan dan dinginkan, kemudian masukkan ke dalam kantong plastik.

Hal. 3/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN ABON IKAN

Catatan:
Dapat ditambahkan bawang merah goreng pada abon yang telah siap.

6. DAFTAR PUSTAKA
1) Abon tongkol. Jakarta : Balai Penelitian Teknologi Perikanan, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, s.a.
(pamplet)
2) Abon udang Dalam : Seri Teknologi Pangan VI. Jakarta : Direktorat
Pembinaan Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1984. Hal. 25
– 36.
3) Pembuatan abon. Jakarta : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Industri Hasil Pertanian, Departemen Perindustrian, 1982. Hal. 1-4.
4) Saraswati. Sambelingkung (Abon ikan). Jakarta : Bhratara, 1985. Hal. 1-5.

Hal. 4/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

7. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Agus Sediadi

KEMBALI KE MENU

Hal. 5/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

ABON IKAN

1. PENDAHULUAN
Abon ikan merupakan makanan kering yang terbuat dari suiran-suiran daging
dan bumbu-bumbu. Pembuatannya tidak sulit dan tidak mahal biayanya. Ikan
direbus atau dikukus, kemudian disuir, dicampur dengan bumbu dan digoreng
sampai matang menjadi abon.

2. BAHAN
1) Ikan (10 kg)
2) Bawang merah (1 kg). Sebanyak 750 gram dari bawang ini dijadikan
bawang goreng.
3) Bawang putih (400 gram)
4) Bubuk ketumbar (50 gram)
5) Lengkuas (50 gram)
6) Daun salam (15 lembar)
7) Sereh (7 potong)
8) Gula pasir (750 gram)
9) Asam Jawa (50 gram)
10) Santan kental (2000 ml)

3. PERALATAN
1) Pisau dan talenan. Alat ini digunakan untuk menyiangi dan memotong ikan.

2) Penggiling bumbu. Alat ini digunakan untuk menggiling bumbu sampai


halus.

3) Wajan. Alat ini digunakan untuk menggoreng abon.

4) Pemarut. Alat ini digunakan untuk memarut kelapa.

5) Peniris sentrifugal. Alat ini digunakan untuk mengeluarkan minyak dari abon
panas yang baru digoreng.

6) Alat press. Alat ini digunakan untuk memeras abon panas sehingga
minyaknya keluar.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4. CARA PEMBUATAN
1) Penyiangan ikan. Ikan disiangi. Jeroan dan kepala dibuang. Setelah itu
ikan dipotong-potong dan dicuci bersih.

2) Penyiapan suiran ikan. Potongan ikan yang telah dicuci bersih dikukus
selama 1 jam. Setelah dingin, tulang ikan dibuang, kemudian disuir-suir dan
ditumbuk dengan pelan-pelan sehingga berupa serat-serat halus.

3) Penyiapan bumbu dan santan. Lengkuas dan sereh dipukul-pukul sampai


memar. Bawang merah (250 gram), bawang putih dan ketumbar digiling
halus, kemudian ditumis. Setelah agak harum, ditambahkan santan kental,
lengkuas, asam jawa, gula, daun salam dan sereh. Pemanasan diteruskan
sampai mendidih dan volume santan tinggal setengahnya.

4) Pemasakan abon
a) Suiran dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam santan mendidih.
Sementara itu, api dikecilkan sekedar menjaga santan tetap mendidih.
Pemanasan yang disertai pengadukan dilakukan sampai suiran ikan
menjadi setengah kering. Hasil yang diperoleh disebut dengan abon
lembab ikan.
b) Abon lembab ikan diangkat, kemudian digoreng di dalam minyak panas
(suhu 1700 C) sampai garing (bila diremas berkemersik).

5) Penirisan. Abon panas yang beru diangkat dari minyak harus segera
ditiriskan. Penirisan dianjurkan dengan menggunakan alat peniris sentrifugal,
alat pres ulir, atau pres hidrolik. Setelah ditiriskan dengan alat peniris
sentrifugal, atau alat pres, abon dipisah-pisahkan.

6) Pencampuran dengan bawang goreng. Abon yang telah ditiriskan dicampur


dengan bawang goreng. Hasil yang diperoleh disebut dengan abon ikan.

7) Pengemasan. Abon ikan dikemas di dalam kemasan yang tertutup rapat.


Kantong plastik merupakan salah satu kemasan yang cukup baik digunakan
untuk mengemas abon.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat; Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

ACAR BAWANG

1. PENDAHULUAN
Acar bawang adalah produk hasil fermentasi bahan nabati (buah, sayu, dan
umbi) di dalam larutan garam 10~15 %. Selama fermentasi mikroba tahan
garam tumbuh manghasilkan asam, rasa dan aroma yang khas acar.

Produk ini banyak dikenal oleh masyarakat, dan belum tersedia di pasaran
lokal. Walaupun demikian, produk ini merupakan alternatif usaha yang
mungkin menguntungkan karena cara pembuatannya sederhana, biaya tidak
mahal, dan penampilan produk cukup menarik.

2. BAHAN
1) Bawang merah.

2) Larutan garam 15 %. Larutan ini diperlukan untuk merendam bawang


sehingga terjadi fermentasi oleh mikroba tahan garam. Pembuatan 10 liter
larutan adalah sebagai berikut. Garam 1,5 kg dimasukkan ke dalam baskom
atau ember, kemudianditambahkan air sambil diaduk sampai volume menjadi
10 liter. Larutan dipanaskan sampai mendidih. Setelah larutan disaring
dengan 2 lapis kain saring.

3) Cabe merah segar.

4) Pengawet. Pengawet yang digunakan adalah sodium benzoat. Senyawa ini


dapat menghambat pertumbuhan mikroba perusak makan.

5) Asam sitrat. Bahan ini digunakan untuk mengasamkan sirup gula sehingga
pH-nya menjadi ± 3,5. Kondisi asam atau pH rendah dapat menghambat
pertumbuhan mikroba perusak selama penyaringan.

3. PERALATAN
1) Stoples. Alat ini digunakan untuk merendam bawang di dalam larutan
garam.

2) Botol kaca bermulut lebar dengan penutup ulir. Alat ini digunakan untuk
mengemas acar bawang.

3) Panci. Alat ini digunakan untuk memanaskan larutan garam.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4).Termometer. Alat ini digunakan untuk mengukur suhu larutan garam.

4. CARA PEMBUATAN
1) Perendaman di dalam larutan garam 15%. Bawang dimasukkan ke dalam
stoples sampai terisi 3/4 bagian. Setelah itu, larutan garam 15% dituangkan
ke dalam stoples sampai penuh, kemudian stoples mencapai 50~600C.
setelah itu stoples ditutup rapat, dan disimpan selama 15 hari. Hasil yang
diperoleh disebut dengan acar mentah bawang.

2) Pengurangan kadar garam (desalting). Acar mentah di dalam air hangat


(suhu 400C). perendaman dilakukan selama 4 jam sambil diaduk-aduk
dengan pelan. Jika suhu turun di bawah 350C, larutan yang berisi acar ini
harus dipanaskan agar suhu hangat kembali (35~400C). Setelah itu, acar
ditiriskan.

3. Pengemasan.
a. Penyiapan botol. Botol disikat, disabuni, dicuci dan dibilas sampai bersih,
kemudian direbus di dalam air mendidih selama 30 menit. Botol dibiarkan
tetap di dalam air mendidih selama proses pembotolan dilakukan.
b. Penyiapan larutan acar. Larutan garam 5% ditambah dengan cabe merah
segar yang telah debelah dan asam sitrat. Setiap 1 liter larutan garam
ditambah dengan 10 buah cabe dan 10 gram, asam sitrat. Setelah itu,
larutan dididihkan sambil diaduk selama 5 menit, kemudian disaring
dengan 4 lapis kain saring dan didinginkan.
c. Pembotolan acar
i) Acar dimasukkan ke dalam botol sampai 1 cm di bawah bibir botol,
kemudian larutan acar yang panas (suhu 80~900C) dituangkan sampai
permukaan larutan 0,5 cm di bawah bibir botol. Setelah itu, tutup botol
dipasangkan dengan kuat, kemudian botol diletakkan dalam keadaan
terbalik selama 5 menit. Jika terdapat larutan yang mengalir keluar
melalui tutup, menandakan bahwa tutup botol sudah cacat, atau bibir
botol sumbing. Oleh karena itu, tutup harus dibuka lagi dan diperiksa.
Jika ditemukan cacat pada tutup atau bibir botol, tutup atau botol harus
diganti. Jika tidak ditemukan cacat, penutupan harus diulang sehingga
penutupan cukup kuat dan rapat.
ii) Botol tertutup yang telah berisi acar direbus di dalam air mendidih
selama 15 menit. Setelah itu botol diangkat, dan didinginkan pada
suhu kamar.
iii) Setelah botol agak dingin (hangat-hangat kuku), botol diberi label dan
segel plastik.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat; Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

ACAR BAWANG MERAH

1. PENDAHULUAN
Sayuran, terutama yang berdaun hijau, merupakan salah satu bahan pangan
yang baik karena mengandung vitamin dan mineral, antara lain vitamin C,
provitamin A, zat besi, dan kalsium. Sayuran yang paling banyak di Indonesia
adalah kangkung, bayam, katuk, daun mlinjo, dan petsai (Oomen, dkk, 1984).
Sayuran dapat tumbuh pada berbagai kondisi lingkungan dan suhu yang
berbeda, sehingga beragam jenisnya.

Berbagai sayuran dapat ditanam di sekitar pekarangan dalam upaya untuk


menggalakkan usaha penganekaragaman pangan yang disebut lumbung hidup.
Dengan adanya program pemerintah tersebut diharapkan hasil panen sayuran
akan berlimpah.

Ada beberapa jenis sayuran yang dapat dimanfaatkan misalnya yang berbentuk
buah seperti tomat, terung, dan labu; biji seperti kecipir, kelapa, dan kentang;
umbi seperti wortel, bawang, dan bit; tunas (asparagus), bunga (kubis), dan
daun seperti petsai, kangkung, bayam, dan lain-lain.

Salah satu sifat sayuran adalah cepat layu dan busuk akibat kurang cermatnya
penanganan lepas panen. Untuk memperpanjang masa simpannya dapat
dilakukan dengan berbagai pengolahan, misalnya acar, sauerkraut, sayuran
asin, kerupuk, dan lain-lain.

Pembuatan acar menggunakan cuka dan garam sebagai bahan pengawet. Bau
acar sangat khas akibat pengaruh cuka yang ditambahkan. Sering digunakan
sebagai penyedap masakan seperti pada bakso atau jenis masakan lainnya.

Sayuran yang sering dibuat acar selain bawang merah, antara lain : mentimun,
cabai, wortel, dan lain-lain, atau campuran dari seluruh bahan tersebut.

2. BAHAN
1) Bawang merah ½ kg
2) Cuka 25 % 200 ml (1 botol kecil)
3) Garam secukupnya
4) Gula pasir secukupnya
5) Air secukupnya

Hal. 1/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

3. ALAT
1) Panci
2) Baskom
3) Botol dan tutup yang sudah disterilkan

4. CARA PEMBUATAN
1) Pilih bawang merah yang baik lalu kupas dan cuci. Untuk jenis sayuran
lainnya setelah dicuci lalu potong-potong sesuai dengan selera, bisa (1x1)
cm atau (1x5) cm;
2) Celupkan dalam air mendidih selama 1 menit. Sesudah itu celupkan kembali
dalam air dingin dan tiriskan;
3) Masukkan bawang merah tersebut ke dalam botol yang telah disterilkan
sebanyak ¾ dari isi botol;
4) Buat larutan cuka dengan menambahkan 1 liter air, 1 botol cuka 25 %, gula
pasir dan garam secukupnya. Panaskan larutan tersebut hingga mendidih;
5) Masukkan larutan panas tersebut ke dalam botol yang telah berisi bawang
merah hingga mencapai 5 cm di bawah permukaan tutup botol, lalu tutup
rapat.

Hal. 2/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN ACAR BAWANG MERAH

6. DAFTAR PUSTAKA
Pengolahan sayuran. Jakartya : Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hortikultura, Badan Litbang Pertanian. 1989. 5 Hal. (Pamplet).

7. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Agus Sediadi

KEMBALI KE MENU

Hal. 3/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PANGAN

ACAR TELUR

1. PENDAHULUAN
Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat,
mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh dan
harganya murah. Telur dapat dimanfaatkan sebagai lauk, bahan pencampur
berbagai makanan, tepung telur, obat, dan lain sebagainya. Telur terdiri dari
protein 13 %, lemak 12 %, serta vitamin, dan mineral. Nilai tertinggi telur
terdapat pada bagian kuningnya. Kuning telur mengandung asam amino
esensial yang dibutuhkan serta mineral seperti : besi, fosfor, sedikit kalsium,
dan vitamin B kompleks. Sebagian protein (50%) dan semua lemak terdapat
pada kuning telur. Adapun putih telur yang jumlahnya sekitar 60 % dari seluruh
bulatan telur mengandung 5 jenis protein dan sedikit karbohidrat. Kelemahan
telur yaitu memiliki sifat mudah rusak, baik kerusakan alami, kimiawi maupun
kerusakan akibat serangan mikroorganisme melalui pori-pori telur. Oleh sebab
itu usaha pengawetan sangat penting untuk mempertahankan kualitas telur.

Telur akan lebih bermanfaat bila direbus setengah matang dari pada direbus
matang atau dimakan mentah. Telur yang digoreng kering juga kurang baik,
karena protein telur mengalami denaturasi/rusak, berarti mutu protein akan
menurun. Macam-macam telur adalah : telur ayam (kampung dan ras), telur
bebek, puyuh dan lain-lain.

Kualitas telur ditentukan oleh : 1) kualitas bagian dalam (kekentalan putih dan
kuning telur, posisi kuning telur, dan ada tidaknya noda atau bintik darah pada
putih atau kuning telur) dan 2) kualitas bagian luar (bentuk dan warna kulit,
permukaan telur, keutuhan, dan kebersihan kulit telur).

Umumnya telur akan mengalami kerusakan setelah disimpan lebih dari 2


minggu di ruang terbuka. Kerusakkan tersebut meliputi kerusakan yang nampak
dari luar dan kerusakan yang baru dapat diketahui setelah telur pecah.
Kerusakan pertama berupa kerusakan alami (pecah, retak). Kerusakan lain
adalah akibat udara dalam isi telur keluar sehingga derajat keasaman naik.
Sebab lain adalah karena keluarnya uap air dari dalam telur yang membuat
berat telur turun serta putih telur encer sehingga kesegaran telur merosot.
Kerusakan telur dapat pula disebabkan oleh masuknya mikroba ke dalam telur,
yang terjadi ketika telur masih berada dalam tubuh induknya. Kerusakan telur
terutama disebabkan oleh kotoran yang menempel pada kulit telur. Cara
mengatasi dengan pencucian telur sebenarnya hanya akan mempercepat
kerusakan. Jadi pada umumnya telur yang kotor akan lebih awet daripada yang
telah dicuci. Penurunan mutu telur sangat dipengaruhi oleh suhu penyimpanan
dan kelembaban ruang penyimpanan.

Hal. 1/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PANGAN

Prinsip pengawetan telur adalah untuk :


1) Mencegah masuknya bakteri pembusuk ke dalam telur;
2) Mencegah keluarnya air dari dalam telur.

Beberapa proses pengawetan telur utuh yang diawetkan bersama kulitnya


antara lain :
1) proses pendinginan;
2) proses pembungkusan kering;
3) proses pelapisan dengan minyak;
4) proses pencelupan dalam berbagai cairan.

Untuk menjaga kesegaran dan mutu isi telur, diperlukan teknik penanganan
yang tepat, agar nilai gizi telur tetap baik serta tidak berubah rasa, bau, warna,
dan isinya.

Acar telur adalah telur masak yang dikuliti dan direndam dalam adonan bumbu
(cuka, gula, cabai, dan merica). Sehingga awet dan siap dimakan. Biasa
disimpan dalam botol selai atau stoples.

2. BAHAN
1) Telur ayam atau itik atau puyuh 18 butir
2) Asam cuka 25 % 33 cc (6 sendok makan)
3) Gula 400 gram
4) Cabai 60 gram
5) Merica hitam 60 gram
6) Air secukupnya

3. ALAT
1) Panci
2) Kompor
3) Botol selai
4) Baskom

4. CARA PEMBUATAN

1) Masak telur (ayam, itik, puyuh) pada suhu 800 ~ 850 C (selama ± 20 menit);
2) Dinginkan (masukkan ke dalam air dingin) kemudian kupas;
3) Buat larutan asam cuka (30 cc asam cuka dalam 1 liter air). Tambahkan 400
gram gula kemudian panaskan;
4) Dalam keadaan panas tambahkan cabai dan merica hitam.

Hal. 2/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PANGAN

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN ACAR TELUR

6. DAFTAR PUSTAKA
Acar telur dan telur asin. Selera, VI (8), Agustus 1987 : 78 - 79

7. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Agus Sediadi

KEMBALI KE MENU

Hal. 3/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

ANEKA KUE DARI TEPUNG PISANG

1. PINUKUIK (PAN CAKE)

1.1. Bahan
Tepung pisang campuran. Tepung ini dibuat dengan mencampurkan sampai
rata bahan-bahan berikut : tepung pisang (80 bagian), susu skim (15 bagian),
soda kue (3 bagian), garam halus putih bersih (1 bagian), dan bubuk kulit manis
(0,1 bagian).

1.2. Alat
Wajan, atau cetakan. Alat ini digunakan untuk memasak pinukuik

1.3. Cara Pengolahan


Tepung pisang campuran (200 gram) dicampur dengan air (400 ml) dan diaduk
sampai rata. Wajan atau cetakan dipanaskan, kemudian diolesi dengan minyak.
Adonan (3 sendok makan besar) dimasukkan ke dalam wajan atau cetakan
yang sedang panas, dan ditutup. Api dikecilkan, dan ditunggu sampai kue
matang (6 menit).

2. BUBUR BALITA

2.1. Bahan
Tepung bubur pisang. Tepung ini dibuat dengan mencampurkan sampai rata
bahan-bahan berikut : tepung pisang (40 bagian), susu skim (30 bagian), gula
pasir (20 bagian), tepung kacang hijau (5 bagian), dan bekatu (4 bagian), dan
garam halus putih bersih (1 bagian).

2.2. Alat
Panci. Alat ini digunakan untuk memasak bubur balita

2.3. Cara Pengolahan


Tepung bubur pisang (50 gram) ditambah dengan air dingin yang telah dimasak
(125 ml), kemudian diaduk sampai rata. Setelah itu ke dalam adonan ini
ditambahkan lagi air panas yang baru mendidih (125 ml) dan adonan diaduk

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

sampai rata. Adonan dimasak di dalam panci dengan api kecil sambil diaduk
sampai mendidih.

3. COOKIES TEPUNG PISANG

3.1. Bahan
1. Tepung pisang (385 gram)
2. Susu skim (70 gram)
3. Gula pasir halus yang putih bersih (100 gram)
4. Margarin (100 gram)
5. Ragi roti (10 gram)
6. Garam (5 gram)
7. Telur (1 butir)

3.2. Alat
1. Mixer. Alat ini digunakan untuk mengocok adonan
2. Loyang
3. Oven

3.3. Cara Pengolahan


1. Ragi roti dicampur dengan gula halus (5 gram) dan air (15 ml) diaduk
sampai larut, kemudian didiamkan selama 15 menit. Campuran ini disebut
Tepung ini disebut dengan suspensi ragi.
2. Tepung pisang dicampur dengan susu skim, sisa gula dan garam kemudian
diaduk sampai rata. Campuran ini disebut Tepung pisang campuran.
3. Suspensi ragi (No. 1) dicampur dengan tepung pisang campuran (No. 2),
margarin dan telur. Campuran ini diaduk sampai rata. Adonan yang
diperoleh disebut adonan cookies.
4. Adonan cookies dicetak atau dibentuk sesuai dengan keinginn. Adonan
yang telah dicetak disebut dengan cookies mentah.
5. Cookies mentah dipanggang di dalam oven pada suhu 2000C sampai
matang (30 menit).

4. KUE BOLU TEPUNG PISANG

4.1. Bahan
1. Tepung pisang (150 gram)
2. Gula halus putih bersih (150 gram)
3. Margarin (150 gram)
4. Susu skim (50 gram)
2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. Soda kue (5 gram)


6. Telur ayam (6 butir)

4.2. Alat
1. Mixer
2. Cetakan bolu
3. Bubuk coklat tanpa lemak
4. Air

4.3. Cara Pengolahan


1. Tepung pisang, susu skim dan soda kue dicampur sampai rata. Campuran
ini disebut tepung pisang campuran.
2. Gula dan margarin dikocok sampai berbuih putih. Kemudian ditambahkan
kuning telur sambil dikocok sampai rata. Putih telur yang tersisa juga
dikocok sampai berbuih, kemudian dimasukkan sedikit demi sedikit ke
dalam adonan sebelumnya sambil dikocok. Ke dalam adonan ini
dimasukkan tepung pisang campuran sedikit demi sedikit sambil dikocok.
Campuran yang diperoleh disebut adonan mentah.
3. Adonan mentah dimasukkan ke dalam cetakan, kemudian dibakar pada
suhu 2000C sampai matang.

5. KUE PASIR

5.1. Bahan
1. Tepung pisang (200 gram)
2. Meizena (50 gram)
3. Gula pasir halus putih bersih (150 gram)
4. Margarin (150 gram)
5. Telur ayam (3 butir)
6. Garam halus putih bersih (secukupnya)
7. Essence pisang (secukupnya)

5.2. Cara Pengolahan


Gula pasir halus, garam halus, kuning telur dan essence dicampur sampai
halus dan dikocok sampai berbuih, kemudian dimasukkan tepung pisang dan
meizena sedikit demi sedikit sambil dikocok. Setelah itu dimasukkan mentega
yang telah dipanaskan sampai mencair sedikit demi sedikit sambil terus
dikocok. Adonan dimasukkan ke dalam loyang dan dipanggang dalam oven
sampai matang.

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

6. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat; Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Hesti, Kemal

KEMBALI KE MENU

4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

ANGGUR BUAH

1. PENDAHULUAN
Buah-buahan merupakan bahan pangan sumber vitamin. Selain buahnya yang
dimakan dalam bentuk segar, daunnya juga dapat dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan. Misalnya daun pisang untuk makanan ternak, daun pepaya untuk
mengempukkan daging dan melancarkan air susu ibu (ASI) terutama daun
pepaya jantan.

Warna buah cepat sekali berubah oleh pengaruh fisika misalnya sinar matahari
dan pemotongan, serta pengaruh biologis (jamur) sehingga mudah menjadi
busuk. Oleh karena itu pengolahan buah untuk memperpanjang masa
simpannya sangat penting. Buah dapat diolah menjadi berbagai bentuk
minuman seperti anggur, sari buah dan sirup juga makanan lain seperti
manisan, dodol, keripik, dan sale.

Anggur buah adalah jenis minuman sari buah yang dibuat dengan cara
peragian. Proses peragian berlangsung selama 7~15 hari. Kandungan gula
pada bahan diubah menjadi alkohol oleh ragi. Ragi tersebut mulai bekerja aktif
bila terlihat ada gelembung-gelembung udara. Pada proses ini, bahan-
bahannya harus ditempatkan dalam botol yang tertutup rapat. (tanpa udara).

Buah yang biasa dibuat anggur antara lain : pisang klutuk (biji), ambon, raja,
tawi, dan jenis pisang lainnya; serta buah nenas, jambu, apel, mangga, pala,
dan lain-lainnya. Namun produk anggur pisang yang paling baik adalah dari
jenis pisang klutuk (pisang biji), karena buah ini rasanya lebih manis dan
baunya lebih harum. Pisang inipun mudah didapat, karena sering dijumpai
tumbuh dipingir-pingir sungai sebagai tanaman liar, dan harganyapun sepertiga
lebih murah dari jenis pisang lainnya.

2. BAHAN
1. Buah pisang klutuk atau buah lainnya 1 kg (tanpa kulit)
2. Taoge (kecambah) 2 ons
3. Ragi roti (gist) 3 sendok teh
4. Gula pasir 1 kg
5. Air bersih 6 liter

3. ALAT
1) Panci

Hal. 1/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

2) Alat penumbuk (alu)


3) Botol besar yang sudah disterilkan (untuk peragian)
4) Gabus (untuk penutup botol)
5) Pipa plastik bergaris tengah 1 cm
6) Kain saring, blacu atau kalo
7) Lilin untuk penutup gabus

4. CARA PEMBUATAN
1) Kupas buah kemudian potong kecil-kecil lalu rebus, jangan sampai mendidih;
* Khusus untuk buah pala direndam dahulu dalam larutan Natrium Hipoklorit
(NaOCL) sebanyak 4 gram dalam 1 liter air, selama satu menit. Setelah itu
cuci, kemudian kukus selama 10 menit.
2) Hancurkan buah, tambahkan air 400 ml lalu saring dengan kain saring, blacu
atau kalo untuk mendapatkan sari buah;
3) Rebus kecambah atau taoge dalam 1 liter air, peras dan campurkan air
perasan dengan air rebusannya untuk memperoleh sari (ekstrak) taoge;
4) Campurkan sari buah pisang dengan sari taoge. Tambahkan air dan gula
sedikit demi sedikit sampai isinya mencapai 6 liter;
5) Panaskan selama 15 menit (dihitung mulai dari setengah mendidih). Setelah
itu saring dengan kain saring dan dinginkan dengan cara diangin-anginkan
sampai suhunya turun;
* Khusus untuk buah pala pemanasnya selama 30 menit.

Gambar 1. Fermentasi Anggur

Hal. 2/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

6) Tambahkan ragi roti (gist) sebanyak 3 sendok the yang telah dilarutkan
dalam air hangat secukupnya ke dalam campuran sari buah dan taoge pada
saat suhunya turun;
7) Masukkan dalam botol (harus penuh betul agar tidak ada udara yang masuk)
dan tutup dengan gabus yang diberi lubang kecil untuk memasukkan pipa
plastik serta rapatkan lubang gabus tadi dengan lilin;
8) Biarkan selama 14 hari pada suhu ruangan. Selama peragian, pipa plastik
yang berbentuk U diisi air untuk menghalangi masuknya udara dari luar;
9) Sebelum diminum, anggur harus dimasak dahulu dan ditambah gula pasir
secukupnya, karena hampir semua gula yang ditambahkan pada saat
pengolahan diubah menjadi alkohol,

4. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN ANGGUR BUAH

Hal. 3/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Catatan :
1) Supaya ragi dapat tumbuh dan bekerja dengan baik dapat ditambahkan
amonium phosphat 〈(NH4)3 PO4} 0,25 gram/liter sari buah.
2) Untuk menghambat atau membunuh pertumbuhan mikroorganisme (bakteri
atau kapang) yang tidak dikehendaki dapat ditambahkan kalsium metabisulfit
0,125 gram/liter sari buah.

5. DAFTAR PUSTAKA
1) Winarno, F.G. dan Mardjuki. Paket industri anggur pisang klutuk.
Pusbangtepa, Bogor, 1979.
2) Saragih, Y.P. Pembuatan anggur pisang klutuk. Buletin Pusbangtepa, 4 (14),
Mei 1982 : 29-36.
3) Siti Sofiah dan Subardjo. Pembuatan anggur buah pala. Bogor : Balai Besar
Litbang Industri Hasil Pertanian. Badan Litbang Industri. Departemen
Perindustrian, 1984. 5 hal.

6. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Agus Sediadi

KEMBALI KE MENU

Hal. 4/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

BASO

1. PENDAHULUAN
Baso adalah campuran homogen daging, tepung pati dan bumbu yang telah
mengalami proses ekstrusi dan pemasakan. Cara pembuatan baso tidak sulit.
Daging digiling halus dengan screw extruder, kemudian dicampur dengan
tepung dan bumbu di dalam alat pencampur khusus sehingga bahan tercampur
menjadi bahan pasta yang sangat rata dan halus. Setelah itu pasta dicetak
berbentuk bulat dan direbus sampai matang. Baso yang bermutu bagus dapat
dibuat tanpa penambahan bahan kimia apapun.

2. BAHAN
1) Daging. Segala jenis daging dapat dijadikan baso. Daging harus segar,
semakin segar semakin baik. Daging segar yang baru keluar dari rumah
potong paling baik digunakan. Daging yang akan dijadikan baso lebih baik
dibekukan secara cepat sebelum digiling. Daging beku akan memberikan
rasa dan aroma baso yang lebih gurih.

2) Tapioka

3) Bumbu-bumbu. Rempah-rempah apa saja dapat dijadikan bumbu. Akan


tetapi biasanya pengusaha baso menggunakan bawang merah, bawang
putih, merica bubuk dan garam.

4) Telur. Telur digunakan agar adonan lebih halus, dan rasanya lebih enak.
Walaupun demikian, telur tidak selalu digunakan dalam pembuatan baso.
Telur ayam, itik dan puyuh dapat digunakan.

5) Sodium tripoli fosfat. Bahan kimia ini berfungsi sebagai pengemulsi sehingga
dihasilkan adonan yang lebih rata (homogen). Adonan yang lebih rata akan
memberikan tekstur baso yang lebih baik.

3. PERALATAN
1) Penggiling dan Pencampur. Alat ini terdiri dari bagian penggiling baso berupa
extruder dan pencampur adonan. Pencampur adonan berupa piring baja
yang dilengkapi pengaduk sentrifugal yang dipasang mendatar. Pengaduk
tersebut berutar dengan kecepatan tinggi sehingga bahan-bahan yang tidak
liat dan tidak keras akan dihancurkan.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

2) Ketel Perebus. Alat ini digunakan untuk merebus baso mentah menjadi
matang. Pengusaha baso biasanya menggunakan panci sebagai ketel
perebus.

4. CARA PEMBUATAN
1) Pembekuan Daging dan Penggiling Daging
Daging dibekukan secara cepat. Kemudian digiling sampai halus menjadi
bubur daging. Proses ini tidak harus dilakukan. Daging segar bisa langsung
digiling tanpa pembekuan terlebih dahulu.

Tabel 1. Komposisi Bahan-Bahan Penyusun Baso

JUMLAH (GRAM)
BAHAN Baso Kelas Baso Kelas Baso Kelas
Atas Menengah Bawah
Daging 3000 3000 3000
Tapioka 300~750 750~1200 1200~3000
Bawang Merah 100~200 150~250 150~250
Bawang Putih 100~200 150~250 150~250
Merica Bubuk 20 20 20
Garam 30~50 40~60 50~70
Sodium tripolifosfat 9 12 15

2) Penyusunan Bahan Baso


Komposisi bahan penyusun baso tergantung kepada rasa baso yang
diinginkan. Semakin banyak kandungan ikan, semakin enak rasa basonya.

3) Pembuatan Adonan Baso


Bubur daging diaduk dan lebih dihaluskan di dalam bagian alat pencampur
adonan. Setelah bubur ikan benar-benar rata dan halus ditambah bumbu,
sodium tripolifosfat, dan tepung sedikit demi sedikit sambil terus diaduk
dengan kecepatan tinggi. Selama pengadukan, ditambahkan butiran atau
bongkaran es. Pengadukan dianggap selesai jika terbentuk adonan yang
rata, halus dan dapat dibulatkan bila di remas dengan tangan, kemudian
dikeluarkan melalui lobang yang dibentuk oleh telunjuk dan ibu jari.

4) Pembuatan Bulatan Baso Mentah dan Perebusan


Adonan diremas-remas dengan telapak tangan, kemudian dibuat bultan
dengan meremas-remas adonan, kemudidan dikeluarkan melalui lobang
yang dibentuk oleh telunjuk dan ibu jari. Setelah itu dengan bantuan ujung
sendok terbalik, bulatan adonan secara cepat dimasukkan ke dalam air
mendidih. Bila sudah matang, baso akan mengapung. Baso ini dibiarkan
mengapung selama 5 menit, kemudian diangkat untuk ditiriskan. Hasil yang
diperoleh disebut baso daging.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5) Penyimpanan
Baso merupakan bahan basah yang mudah rusak. Agar dapat tahan lama,
baso harus disimpan di dalam ruang pembeku (freezer) dalam kemasan
plastik tertutup rapat. Suhu freezer hendaknya di bawah –180C.

6) Pembuatan Kuah Baso


Kuah baso merupakan kaldu daging yang dibumbui untuk memakan baso.
Kebanyakan kuah baso berupa kaldu yang sangat encer karena sangat
sedikit menggunakan daging. Kuah baso seperti ini biasanya ditambah
monosodium glutamat (MSG) dalam jumlah tinggi (sampai 2% atau 20 gram
per liter kuah).

Agar kuah baso terasa enak, daging digunakan untuk membuat baso
sekurang-kurangnya 10% dari jumlah kuah baso yang dihasilkan. Kuah baso
seperti itu tidak perlu ditambah MSG.

a) Bahan
- Air (4 liter)
- Daging cincang kasar (300 gram)
- Tulang cincang kasar (250 gram)
- Bawang putih digiling halus (150 gram)
- Bawang merah digiling halus (150 gram)
- Merica halus (25 gram)
- Seledri segar (5 tangkai)
- Pala cacahan kasar (10 gram)
- Kapulaga/gardamungu (4 buah)
- Garam (secukupnya)

b) Cara Pengolahan
- Daging cincang dan tulang direbus di dalam air mendidih selama 30
menit.
- Bawang putih, bawang merah dan merica yang telah digiling halus di
tumis dengan sedikit minyak sampai harum.
- Semua bumbu, kecuali seledri dimasukkan ke dalam rebusan daging
dan tulang yang mendidih. Sepuluh menit kemudian ditambahkan irisan
seledri, dan kuah baso tetap dibiarkan mendidih sebentar, kemudian di
angkat. Hasil yang diperoleh adalah kuah baso yang enak dan gurih
tanpa bahan kimia tambahan.

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat; Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

BASO IKAN

1. PENDAHULUAN
Baso adalah campuran homogen daging, tepung pati dan bumbu yang telah
mengalami proses ekstraksi dan pemasak. Cara pembuatan baso tidak sulit.
Daging digiling halus dengan screw extruder, kemudian dicampur dengan
tepung dan bumbu di dalam alat pencampur yang khusus sehingga bahan
tercampur menjadi bahan pasta yan sanat rata dan halus. Setelah itu pata
dicetak bebentuk bulat dan direbus sampai matang. Baso yang bermutu bagus
dapat dibuat tanpa penambahan bahan kimia apapun.

2. BAHAN
1) Ikan. Ikan yang digunakan adalah ukuran sedang dan besar, seperti ikan
tongkol, tuna (sisiak), beledang, tenggiri, dan gabua. Ikan harus seger,
semakin segar semakin baik. Ikan segar yang baru ditangkap paling baik
digunakan. Ikan yang akan dijadikan baso lebih baik dibekukan secara cepat
sebelum digiling. Ikan beku akan memberikan rasa dan aroma baso yang
lebih gurih.

2) Tapioka

3) Bumbu-bumbu. Rempah-rempah apa saja dapat dijadikan bumbu. Akan


tetapi biasanya pengusaha baso menggunakan bawang merah, bawang
putih, merica bubuk dan garam.

4) Telur. Telur tidak selalu digunakan. Telur apa saja dapat digunakan.

5) Sodium tripoli fosfat. Bahan kimia ini berfungsi sebagai pengemulsi


sehingga dihasilkan adonan yang lebih rata (homogen). Adonan yang lebih
rata akan memberikan tekstur baso yang lebih baik.

3. PERALATAN
1) Penggiling dan Pencampur. Alat ini terdiri dari bagian penggiling baso
berupa screw extruder dan pencampur adonan. Pncampur adonan berupa
piring baja yang dilengkapi pengaduk sentrifugal yang dipasang mendatar.
Pengaduk tersebut berputar dengan kecepatan tinggi sehingga bahan-bahan
yang tidak liat dan tidak keras akan dihancurkan.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

2) Ketel perebus. Alat ini digunakan untuk merebus baso mentah menjadi
matang. Pengusaha baso biasanya menggunakan panci sebagai ketel
perebus.

4. CARA PEMBUATAN
1) Proses Pendahuluan
Proses pendahuluan dilakukan untuk penyiangan, dan filleting.
a) Penyiangan
- Mula-mula sisik disikat dari ekor mengarah ke kepala dengan sikat ikan
tanpa melukai dagingnya. Kemudian ikan dicuci, dan sisik yang
tertinggal dibuang.
- Bagian di bawah insang dipotong tanpa menyebabkan kepala ikan
terpotong. Kemudian perut ikan dibelah dari anus ke arah insang tanpa
melukai jeroannya.
- Perut yang sudah terbelah dibuka. Jeroan dan insang dibuang. Bagian
dalam perut disikat dengan ujung pisau untuk membuang sisa-sisa
darah.
- Setelah itu, ikan dicuci sampai bersih.
b) Filleting
- Daging rusuk di sayat dari arah kepala ke ekor sehingga diperoleh fillet.
Daging yang tersisa pada tulang dikerok dengan pisau dan
dicampurkan dengan fillet.
- Kulit pada fillet dikelupas dan dipisahkan. Kulit ini tidak digunakan
untuk membuat baso.
c) Pembekuan fillet
- Fillet dibekukan secara cepat. Kemudian digiling sampai halus menjadi
bubur ikan.
- Fillet tidak harus dibekukan, dan dapat langsung digiling.

Tabel 1. Komposisi Bahan-Bahan Penyusun Baso

JUMLAH (GRAM)
BAHAN Baso Kelas Baso Kelas Baso Kelas
Atas Menengah Bawah
Daging 3000 3000 3000
Tapioka 300~750 750~1200 1200~3000
Bawang Merah 100~200 150~250 150~250
Bawang Putih 100~200 150~250 150~250
Merica Bubuk 20 20 20
Garam 30~50 40~60 50~70
Sodium tripolifosfat 9 12 15

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

2) Penyusunan Bahan Baso


Komposisi bahan penyusun baso tergantung kepada rasa baso yang
diinginkan. Semakin banyak kandungan ikan, semakin enak rasa basonya.

3) Penggilingan Ikan Menjadi Adonan Baso


Bubur ikan diaduk dan lebih dihaluskan di dalam bagian alat pencampur
adonan. Setelah bubur ikan benar-benar rata dan halus ditambahkan
bumbu, sodium tripolifosfat, dan tepung sedikit demi sedikit sambil terus
diaduk dengan kecepatan tingi. Selama pengadukan, ditambahkan butiran
atau bongkahan es. Pengadukan dianggap selesai jika terbentuk adonan
yang rata, halus dan dapat dibulatkan bila di remas dengan tangan,
kemudian dikeluarkan melalui lobang yang dibentuk oleh telunjuk dan ibu
jari.

4) Pembuatan Bulatan Baso Mentah dan Perebusan


Adonan diremas-remas dengan telapak tangan, kemudian dibuat bulatan
dengan meremas-remas adonan, kemudian dikeluarkan melalui lobang yng
dibentuk oleh telunjuk dan ibu jari. Dengan bantuan ujung sendok terbalik,
bulatan adonan secara cepat dimasukkan ke dalam air mendidih. Bila sudah
matang, baso akan mengapung. Baso ini dibiarkan mengapung selama 5
menit, kemudian diangkat untuk ditiriskan. Hasil yang diperoleh disebut baso
ikan.

5) Penyimpanan
Baso merupakan bahan basah yang mudah rusak. Agar dapat tahan lama,
baso harus disimpan di dalam ruang pembeku (freezer) dalam kemasan
plastik tertutup rapat. Suhu freezer hendaknya di bawah -180C.

PEMBUATAN KUAH BASO

1) Kuah baso merupakan kaldu daging yang dibumbui. Kebanyakan kuah baso
berupa kaldu yang sangat encer karena sangat sedikit menggunakan daging.
Kuah baso seperti ini biasanya ditambah monosodium glutamat (MSG)
dalam jumlah tinggi (sampai 2% atau 20 gram per liter kuah).

2) Agar kuah baso terasa enak, daging yang digunakan untuk membuat baso
sekurang-kurangnya 10% dari jumlah kuah baso yang dihasilkan. Kuah baso
seperti itu tidak perlu ditambah MSG.

3) Bahan
a. Air (4 liter)
b. Daging cincang kasar (300 gram)
c. Tulang cincang kasar (250 gram)
d. Bawang putih digiling halus (150 gram)
e. Bawang merah digiling halus (150 gram)
f. Merica halus (25 gram)
g. Seledri segar (5 tangkai)
3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

h. Pala cacahan kasar (10 gram)


i. Kapulaga/gardamungu (4 buah)
j. Garam (secukupnya)

4) Cara Pengolahan
a. Daging cincang dan tulang direbus di dalam air mendidih selama 30
menit.
b. Bawang putih, bawang merah dan merica yang telah digiling halus ditumis
dengan sedikit minyak sampai harum.
c. Semua bumbu, kecuali seledri dimasukkan ke dalam rebusan daging dan
tulang yang mendidih. Sepuluh menit kemudian ditambahkan irisan
seledri, dan kuah baso tetap dibiarkan mendidih sebentar, kemudian
diangkat, hasil yang diperoleh adalah kuah baso yang enak dan gurih
tanpa bahan kimia tambahan.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat; Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

BAWANG GORENG

1. PENDAHULUAN
Bawang goreng merupakan produk olahan utama dari bawang merah.
Pengolahan produk ini tidak sulit dan dapat dilakukan dengan biaya merah
sebagai usaha kecil di rumah tangga.

2. BAHAN
1) Bawang goreng. Bawang merah yang paling cocok untuk diolah menjadi
bawang goreng adalah bawang varictas Sumenep.

2) Terigu. Terigu yang digunakan adalah merek segitiga biru.

3) Tapioka.

4) Minyak goreng.

3. PERALATAN
1) Pisau dan talenan. Alat ini digunakan untuk mengiris umbi bawang merah.

2) Alat pengiris. Alat ini digunakan untuk mengiris bawang merah. Alat ini
dapat mengiris bawang merah lebih cepat dibanding pisau dan talenan.

3) Baskom. Alat ini digunakan untuk menampung hasil irisan.

4) Wajan. Alat ini digunakan untuk menggoreng irisan bawang.

5) Tungku kayu atau kompor.

6) Peniris. Alat ini digunakan untuk meniriskan minyak irisan bawang yang baru
selesai digoreng. Untuk itu dapat digunakan tampah dan besek anyaman
jarang, atau wadah plastik yagn berlobang-lobang. Penirisan akan lebih
efektif jika menggunakan mesin peniris sentrifugal.

7) Botol kaca bermulut lebar dengan penutup ulir. Alat ini digunakan untuk
mengemas bawang goreng.

8) Kantung plastik. Alat ini juga digunakan untuk mengemas bawang goreng.
Kantung yang digunakan adalah dari jenis plastik polietilen.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

9) Sealer listrik. Alat ini digunakan untuk menutup kantong plastik.

4. CARA PEMBUATAN
1) Bawang dikupas, dan pangkal umbi dibuang, kemudian bawang dicuci
sampai bersih.

2) Terigu dicampur dengan tapioka sampai rata. Tiap 150 gram tapioka
dicampur dengan 175 gram terigu. Campuran ini disebut tepung campuran.

3) Bawang ditiriskan membujur (tebal ± 2 mm), kemudian dimasukkan ke dalam


baskom, dan ditambah dengan tepung campuran. Baskom digoyang-goyang
sampai bahan tercampur rata. Setiap 1 kg irisan bawang dicampur dengan
65 gram tepung campuran. Hasil yang diperoleh disebut irisan bawang
bertepung.

4) Irisan bawang bertepung segera digoreng di dalam minyak panas ( suhu


1700C) selama 10 menit sampai garing. Setelah itu bawang ditiriskan dan
didinginkan.

5) Bawang goreng yang telah dingin dikemas di dalam kemasan tertutup rapat.
Sebagai kemasan dapat digunakan kantong plastik, atau botol kaca bermulut
lebar dengan penutup ulir.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat; Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

BEDAK DINGIN BENGKUANG

1. PENDAHULUAN
Bedak adalah campuran tepung pati dengan bahan pengharum, kadang-
kadang ditambah dengan bahan pelembab, penahan sinar ultrafiolet dan anti
septik. Bedak dingin adalah bedak tradisional dibuat dari beras dengan
campuran potongan bunga mawar, melati kenanga, sedap malam, cempaka,
dan irisan daun pandan.

2. BAHAN
1) Bengkuang
2) Air
3) Tepung beras
4) Bahan pewangi berupa : bunga mawar 5 kuntum, bunga kenanga 5 kuntum,
daun pandan 10 lembar ,bunga melati setengah genggam, bunga cempaka
setengah genggam, dan bunga sedap malam setengah genggam.

3. PERALATAN
1) Parutan
2) Kain saring
3) Wadah
4) Tempat penjemur

4. CARA PEMBUATAN
1) Pembuatan Pasta Pati Bengkuang
a. Pemarutan. Bengkuang dikupas, kemudian dicuci dan diparut, 1 parutan
disebut dengan bubur bengkuang.
b. Ekstraksi pati. Bubur bengkuang diencerkan dengan menambah air.
Setiap 1 liter parutan ditambah dengan 1 liter air. Bubur encer diaduk-
aduk kemudian disaring dengan kain saring. Pati bengkuang bersama
cairan akan lolos, sedangkan serat kasar dan bahan-bahan kasar akan
tertahan pada kain saring. Cairan yang lolos tersebut didiamkan selama
4~5 jam sehingga patinya mengendap sebagai lapisan pasta. Endapan
pati tersebut disebut dengan pasta pati Dilapisan pasta terdapat air yang
agak jernih. Lapisan pasta pati diambil dengan membuang air yang
berada di atasnya.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

2) Pembuatan Tepung Beras Basah


Beras dicuci sampai bersih, kemudian direndam di dalam air semalaman.
Perendaman dapat juga dilakukan sampai 2 malam sehingga rendaman
agak berbau asam. Setelah itu air perendam dibuang,berasnya ditiriskan
sampai beras agak kering. Setelah itu beras ditumbuk atau digiling sampai
halus. Hasilnya disebut dengan tepung beras basah.

3) Pembuatan Bedak Basah


Pembuatan bedak basah. Pasta pati bengkuang dicampur dengan tepung
beras basah. Setiap 1 kg pasta pati bengkuang dicampur dengan 1 kg
tepung beras basah Campuran ini diaduk-aduk sampai rata. Setelah itu
dibentuk menjadi bualatan sebesar kelereng bulatan tersebut kemudian
dipipihkan dengan jari tangan. Bulatan pipih ini disebut dengan bedak
basah.

4) Pembuatan Campuran Pengharum


Bunga mawar dipreteli dengan melepaskan kelopaknya. Sedangkan bunga
kenanga dan daun pandan diiris-iris. Potongan bunga mawar, irisan bunga
kenanga, irisan daun pandan bunga melati, bunga cempaka dan bunga
sedap malam dicampur dan diaduk sampai rata. Campuran ini disebut
pengharum. Setiap 1 kg bedak basah memerlukan bunga mawar 5 kuntum,
bunga kenanga 5 kuntum, daun pandan 10 lembar ,bunga melati setengah
genggam, bunga cempaka setengah genggam, dan bunga sedap malam
setengah genggam.

5) Pengeringan dan Pemberian Pengharum


a. Bedak basah dikeringanginkan selama 2 jam, kemudian dicampur dengan
pengharum. Campuran ini dikeringanginkan lagi selama 2 jam.
b. Setelah pengeringanginan campuran bedak dan pengharum dijemur
dengan sinar matahari sampai kering. Selama pengeringan dilakukan
pembalikan beberapa kali.

6) Pemakaian
Bedak ini dipakai seperti memakai bedak beras. Kepingan bedak ditambah
air, kemudian dihaluskan. Selanjutnya dilulurkan ke kulit wajah, tangan dan
kaki.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat; Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

BEKASEM IKAN

1. PENDAHULUAN
Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat selain
sebagai komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses pembusukan
dibandingkan dengan bahan makanan lain. Bakteri dan perubahan kimiawi
pada ikan mati menyebabkan pembusukan. Mutu olahan ikan sangat
tergantung pada mutu bahan mentahnya.

Tanda ikan yang sudah busuk:


- mata suram dan tenggelam;
- sisik suram dan mudah lepas;
- warna kulit suram dengan lendir tebal;
- insang berwarna kelabu dengan lendir tebal;
- dinding perut lembek;
- warna keseluruhan suram dan berbau busuk.

Tanda ikan yang masih segar:


- daging kenyal;
- mata jernih menonjol;
- sisik kuat dan mengkilat;
- sirip kuat;
- warna keseluruhan termasuk kulit cemerlang;
- insang berwarna merah;
- dinding perut kuat;
- bau ikan segar.

Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi
masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Namun ikan cepat
mengalami proses pembusukan. Oleh sebab itu pengawetan ikan perlu
diketahui semua lapisan masyarakat. Pengawetan ikan secara tradisional
bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak
memberikan kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak. Untuk
mendapatkan hasil awetan yang bermutu tinggi diperlukan perlakukan yang
baik selama proses pengawetan seperti : menjaga kebersihan bahan dan alat
yang digunakan, menggunakan ikan yang masih segar, serta garam yang
bersih. Ada bermacam-macam pengawetan ikan, antara lain dengan cara:
penggaraman, pengeringan, pemindangan, perasapan, peragian, dan
pendinginan ikan.

Hal. 1/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Tabel 1. Komposisi Ikan Segar per 100 gram Bahan

KOMPONEN KADAR (%)


Kandungan air 76,00
Protein 17,00
Lemak 4,50
Mineral dan vitamin 2,52-4,50

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa ikan mempunyai nilai protein tinggi, dan
kandungan lemaknya rendah sehingga banyak memberikan manfaat kesehatan
bagi tubuh manusia.

Manfaat makan ikan sudah banyak diketahui orang, seperti di negara Jepang
dan Taiwanikan merupakan makanan utama dalam lauk sehari-hari yang
memberikan efek awet muda dan harapan hidup lebih tinggi dari negara
lainnya. Penggolahan ikan dengan berbagai cara dan rasa menyebabkan orang
mengkonsumsi ikan lebih banyak.

Bekasem ikan merupakan ikan awetan yang diperoleh dengan cara


penggaraman dan peragian. Awetan ini banyak dikenal di daerah Jawa Tengah
dan Sumatera Selatan, sedang di daerah Kalimantan Tengah lebih dikenal
dengan nama wadi.

2. BAHAN
1) Ikan segar air tawar (lele, mujair, tawes, ikan gabus) 10 kg
2) Nasi yang telah dikeringkan serta diangin-anginkan
dalam tempat tertutup secukupnya
3) Garam 200 gram

3. ALAT
Periuk (belanga, paso)

4. CARA PEMBUATAN
1) Bersihkan ikan, siangi bagian sisik, insang, dan isi perut, kemudian cuci;
2) Masukkan ke dalam periuk atau belanga lalu campur dengan garam dan
nasi;
3) Tutup rapat, kemudian simpan selama 4~7 hari atau sampai berbau dan
berasa asam.

Hal. 2/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN BAKASEM IKAN

Catatan:
Ikan dalam belanga harus dalam keadaan terendam air.

6. DAFTAR PUSTAKA
1) Bekasem ikan. Selera, X (2), Februari 1991: 16-17
2) Berbagai cara pengolahan dan pengawetan ikan. Yogyakarta: Proyek
Informasi Pertanian, Departemen Pertanian, 1987.

7. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Agus Sediadi

KEMBALI KE MENU

Hal. 3/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

BIHUN

1. PENDAHULUAN
Bihun dibuat dari beras melalui proses ekstrusi sehingga memperoleh bentuk
seperti benang. Meskipun pengolahan bihun belum banyak diketahui, cara
pengolahannya tidak sulit dilakukan. Pengolahan bihun dapat dilakukan
dengan investasi yang tidak terlalu besar oleh industri kecil.

2. BAHAN
1) Beras. Beras pera dengan kadar amilosa tinggi paling cocok untuk bihun.
Beras yang rendah kadar amilosanya akan menghasilkan bihun yang
lembek. Salah satu pabrik bihun di Lampung menggunakan campuran beras
IR-42 (2790 kg, dan beras impor dari Pakistan (450 kg).
2) Sodium metabisulfit. Bahan ini digunakan untuk mempercepat proses
pelunakan beras pada perendaman.

3. PERALATAN
1) Penggiling. Alat ini digunakan untuk menggiling beras menjadi tepeng
basah.

2) Pengayak. Alat ini digunakan untuk mengayak beras sehingga beras bebas
dari kotoran seperti kerikil, dan gabah. Pengayak dapat berupa nyiru atau
mesin pengayak.

3) Penyosok. Alat ini digunakan untuk menyosok beras sehingga menjadi lebih
putih dan mengkilat.

4) Wadah perendam. Alat ini digunakan untuk merendam beras menjadi lunak.

5) Penyaring. Alat ini digunakan untuk menyaring tepung sehingga diperoleh


tepung dengan kehalusan 100 mesh.

6) Filter Press. Alat ini digunakan untuk memeras bubur beras sehingga
menghasilkan padatan basah seperti cake.

7) Screw Extruder. Alat ini digunakan untuk menggiling cake menjadi rata,
kemudian membentuknya menjadi pelet seperti silinder dengan panjang 5
cm dan diameter 0,05 cm.

8) Pengukus. Alat ini digunakan untuk mengukus pelet menjadi masak.

9) Pengering. Alat ini digunakan untuk mengeringkan bihun basah.


1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4. CARA PEMBUATAN
1) Beras diayak untuk membuang kotoran-kotoran seperti kerikil, sekam dan
gabah. Setelah itu beras disosoh sampai putih mengkilat.

2) Beras dimasukkan ke tangki pencuci. Pencucian dilakukan berulang-ulang


sampai air pencuci jernih. Setelah itu beras direndam dengan air yang
telah diberi sodium metabidulfit 1 ppm (1 gram sodium metabisulfit untuk 1
m3 air). Selama perendaman air diganti berulang-ulang. Lama
perendaman adalah 4 jam. Setelah perendaman, beras ditiriskan.

3) Beras digiling dengan penggiling cakram sambil ditambah air. Jumlah air
adalah 4 liter untuk 1 kg beras. Hasil penggilingan adalah bubur beras
encer.

4) Bubur beras diperas dengan alat filter press untuk mengeluarkan air bubur.
Hasil pemerasan berupa padatan basah yang dinamakan cake. Bubur juga
dapat dibungkus dengan kain kemudian ditindih batu selama semalam.

5) Cake digiling menjadi lebih halus dengan menggunakan screw extruder.


Hasil penggilingan cake ini adalah pelet dengan panjang 5 cm dan diameter
0,5 cm. Ukuran pelet ini tergantung kepada disain tempat pengeluaran
bahan extruder.

6) Pelet dikukus dengan menggunakan uap pada suhu 1000C selama 1 jam
sehingga diperoleh pelet matang.

7) Pelet matang digiling kembali dengan menggunakan screw extruder.


Tempat pengeluaran pada extruder berupa lobang-lobang kecil sehingga
bahan keluar dari extruder berupa benang yang disebut bihun basah.

8) Bihun basah dipotong, kemudian disusun diatas rak-rak dalam keadaan


tergantung. Selanjutnya rak dimasukkan ke ruang pengukusan.
Pengukusan berlangsung pada suhu diatas 1000C selama 45 menit.

9) Setelah pengukusan, bihun basah dijemur sampai kering atau dikeringkan


dengan alat pengering. Bihun yang kering bersifat rapuh sehingga mudah
dipatahkan.

10) Bihun kering tersebut dikemas dengan kantung plastik.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat; Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

BIJI KAKAO TERFERMENTASI

1. PENDAHULUAN
Biji kakao yang akan diolah menjadi produk makanan, harus difermentasi
terlebih dahulu. Fermentasi ini akan melepaskan pulp, membentuk aroma,
memberi warna, dan mengurangi rasa sepat.

2. BAHAN
Buah kakao

3. PERALATAN
1) Pisau dan talenan. Alat ini digunakan untuk membelah kulit dan
mengeluarkan biji coklat.

2) Kotak fermentasi. Alat ini digunakan untuk memfermentasi biji coklat yang
masih diselimuti pulp dan plasenta.

3) Bak fermentasi terbuat dari papan. Pada dinding dan dasar kotak terdapat
lobang-lobang untuk aerasi (aliran udara). Adanya aliran udara akan
memungkinkan pertumbuhan mikroba untuk fermentasi pulp dan plasenta.
Setidak-tidaknya diperlukan 2 kotak fermentasi.

4. CARA PEMBUATAN
1) Kulit buah dibelah, dan biji yang diselimuti oleh pulp dan plasenta
dikeluarkan, serta dipisahkan.

2) Biji kakao yang ber-pulp dan berplasenta tersebut dimasukkan ke dalam


kotak fermentasi 1, kemudian dibiarkan mengalami fermentasi selama 24
jam.

3) Setelah itu biji dipindahkan lagi ke kotak fermentasi 2 yang masih kosong.
Biji dibiarkan lagi mengalami fermentasi selama 24 jam. Setelah itu biji
dipindahkan lagi ke kotak fermentasi 1. Demikianlah dilakukan seterusnya
sampai m5 kali pemindahan sehingga lama fermentsi adalah 5 hari (5x24
jam).

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4) Setelah fermentasi selesai dilakukan, biji dicuci, kemudian dijemur dengan


sinar matahari, ataui dikeringkan dengan alat pengering sampai kadar air di
bawah 10%.

5) Biji yang telah kering disimpan di dalam karung plastik atau karung goni di
tempat yang tidak panas dan tidak lembab.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat; Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Tel. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

BUAH DAN SAYURAN

Pisang | Pepaya | Jeruk | Markisa | Bengkuang | Tomat | Cabai | Bawang

1. PISANG
Pisang yang banyak terdapat di pasaran dan disukai oleh masyarakat di
antaranya adalah:

1) Pisang barangan
Pisang barangan sangat terkenal sebagai pisang meja. Panjang buah 12-18
cm dan diameter 3-4 cm. Warna kullit buah kuning kemerahan dengan bintik-
bintik coklat. Warna daging buah agak oranye. Rasa daging buah enak dan
aromanya harum.

2) Pisang raja
Pisang raja sering diolah menjadi pisang goreng. Panjang buah 12-18 cm
dan diameter 3-4 cm. Warna kullit buah kuning warna daging buah kuning
kemerahan. Rasa daging buah manis dan terasa agak kasar.

3) Pisang sere
Pisang ini berukuran kecil. Warna kullit buah kuning kecoklat-coklatan
dengan bintik-bintik coklat kehitaman. Kulit buah tipis. Warna daging buah
putih. Rasanya manis dan aromanya harum.

4) Pisang kepok
Pisang kepok banyak diolah menjadi pisang goreng. Daging buah ada yang
berwarna putih dan ada yang kuning. Yang berdaging kuning lebih enak
dibanding yang putih.

5) Pisang mas
Pisang ini merupakan pisang meja. Pisang mas berukuran kecil. Kulit pisang
mas matang berwarna kuning cerah. Kulit buah tipis, rasanya manis dan
aromanya kuat.

6) Pisang Ambon lumut


Pisang ini merupakan pisang meja. Kulit buah matang berwarna hijau atau
hijau kekuning-kuningan dengan bintik coklat kehitaman.Daging buah
berwarna putih kemerahan dan lunak. Rasanya manis, enak dan kuat
aromanya.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

7) Pisang nangka
Pisang nangka hanya digunakan untuk olahan. Warna kulit pisang matang
adalah hijau. Rasa daging agak manis.

8) Pisang Lampung
Pisang ini adalah pisang meja. Bentuknya mirip dengan pisang mas.
Rasanya manis dan aromanya harum.

Daging buah pisang mengandung energi, protein, protein, lemak, berbagai


vitamin dan mineral seperti yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 1. Komposisi Zat Gizi Pisang per 100 gram bahan

SENYAWA KOMPOSISI
Air (gram) 75,00
Energi (K) 88,00
Karbohidrat (gram) 23,00
Protein (gram) 1,20
Lemak (gram) 0,20
Ca (mg) 8,00
P (mg) 28,00
Fe (mg) 0,60
Vitamin A (SB) 439,00
Vitamin B-1 (mg) 0,04
Vitamin C (mg) 78,00

Ada beberapa produk yang dapat dibuat dari pisang, yaitu tepung pisang,
pisang sale, keripik pisang, selai pisang, keripik binggol pisang dan dodol
pisang.

2. PEPAYA
Di Sumatera Barat ditanam jenis "pepaya semangka" dan "pepaya burung".
Masing-masing mempunyai karakteriktik sebagai berikut:

Tabel 2. Karakteristik Pepaya Semangka dan Pepaya Burung

KARAKTERISTIK JENIS
SEMANGKA BURUNG
Umur mulai berbuah (bulan) 8 8
Daerah pertumbuhan (m dpl) 0-1000 0-1000
Warna daging buah Merah sampai jingga Kuning
Rasa buah Agak hambar sampai Manis asam
manis

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Buah pepaya mengandung kalori (46 K), protein (0,50 gram), karbohidrat (12,20
gram), kalsium (23 mg), fosfor (12 mg), besi (1,7 mg), vitamin A (365 SI),
vitamin B1 (0,04 mg), vitamin C(78,9 mg) dan air (86,7 mg).
Komoditi dari Pepaya

Ada dua komoditi yang dapat diperoleh dari pohon pepaya, yaitu enzim papain
dan buah pepaya.

Enzim papain adalah enzim protaese yang dapat merusak struktur primer
protein, yaitu ikatan antar asam amino pada rantai polimer asam amino.

Buah pepaya dapat dijadikan sayur, manisan, asinan (pikel), saus dan selai.

Penanganan Lepas Panen

Buah dipetik dari pohon (panen) adalah buah yang telah matang petik. Buah
yang matang petik mempunyai daging buah yang berwarna merah atau kuning
cerah, bila kulit buah dilukai tidak banyak mengeluarkan getah dan rasanya
agak manis. Buah ini harus dilindungi dari memar dan luka. Jika disimpan pada
suhu kamar, dalam tiga hari buah sudah matang konsumsi dimana daging buah
menjadi lunak, dan lebih manis. Buah yang sudah matang konsumsi, dalam 4
hari saja sudah mulai membusuk. Agar buah yang matang konsumsi tidak
cepat membusuk perlu dilakukan penyimpanan pada suhu dingin (7,2 0 C)
dengan kelembaban relatif 85-90. Pada kondisi tersebut diperkirakan buah
pepaya mempunyai daya tahan simpan selama 15 sampai 20 hari.

3. JERUK
Di Indonesia terdapat banyak jeruk, diantaranya adalah jeruk keprok, jeruk
siam, jeruk manis, jeruk nipis dan jeruk kesturi. Pada umumnya jeruk belum
menjadi bahan baku industri pengolahan.

Jeruk rasanya manis pada umumnya dikonsumsi langsung. Jeruk nipis, jeruk
keprok dan kesturi digunakan sebagai bumbu masakan. Jeruk siam yang
berukuran besar yang rasanya tidak begitu manis pada umumnya dikonsumsi
juga secara langsung.

4. MARKISA
Tanaman markisa berasal dari Brazil. Tanaman ini disebarkan pertama kali ke
seluruh dunia oleh bangsa Spanyol.

Saat ini, terdapat 2 (dua) jenis markisa, yaitu markisa ungu (Passiflora edulis)
yanhg tumbuh di daratan tinggi (1200 m di atas permukaan laut/dpl) dan
3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

markisa kuning (Passiflora flavicarva) yang tumbuh di daratan rendah ( 0-800 m


dpl).

Markisa yang ditanam di Sumatera Barat adalah markisa manis dengan nama
Passiflora edulis forma flavicarva. Buah yang masih muda berwarna ungu hijau
dan berubah menjadi kuning setelah matang. Rasa buah ini adalah manis
dengan sedikit asam dan segar. Tanaman ini banyak ditanam di Alahan
Panjang, Solok pada ketinggian 1000-1500 m dpl, suhu 15-200 C dan
kelembaban 90-95 %

5. BENGKUANG
Bengkuang (Pachyrrhizus erosus (L) Urb) adalah tanaman terna yang
merambat. Hasil utama tanaman ini adalah umbi yang berwarna putih
berbentuk gasing, berkulit, mudah dikkupas, dan dapat dimakan. Daun dan biji
mengandung minyak yang tidak berwarna dan mudah menguap. Minyak ini
mengandung racun derrid.

Tanaman ini berasal dari Amerika tropis. Pada abad ke 17 (jan Rumphius)
tanaman ini masuk ke Ambon melalui Manila. Saat bengkuang banyak ditanam
di Jawa dan Madura pada daratan rendah. Padang adalah salah satu tempat di
luar Jawa dan Madura yang menjadi penghasil bengkuang.

Bengkuang dapat dipanen pada umur 6~11 bulan. Bengkuang gen berumur
lebih pendek. Pada umur 4~5 bulan sudah dapat dipanen. Bengkuang Badur
dipanen pada umur 7 bulan.

Umbi bengkuang dapat dimakan segar, diolah menjadi pikel, manisan, atau
diekstrak tepungnya untuk bahan kosmetika.

6. TOMAT
Tanaman tomat (Lycopersicum sp) berasal dari Amerika tengah dan Amerika
Selatan, yaitu di sekitar Pengunungan Andes dan Brazilia. Dari sana, tanaman
ini menyebar ke Meksiko dan Amerika Utara serta seluruh dunia.

Saat ini telah ditemukan berbagai spesies tomat, yaitu tomat biasa (L.
pimpinellifolium), tomat apel (L. commune), tomat kentang (L. grandifolium),
tomat kriting (L. validum) dan tomat cherry (L. cerasiforme).

Di Indonesia terdapat 4 varietas tomat unggul, yaitu:

1) Tomat intan: tanaman ini dapat tumbuh pada daratan rendah sampai tinggi.
Tanaman ini tahan penyakit layu bakteri. Hasil 12,4 ton/hari.

4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

2) Tomat ratna: tanaman ini dapat tumbuh pada daratan rendah sampai tinggi.
Tanaman ini juga tahan penyakit layu bakteri. Hasilnya 12 ton/tahun.
3) Tomat berlian: tanaman ini dapat tumbuh baik pada daratan rendah.
Tanaman ini juga tahan penyakit layu bakteri. Hasilnya 13 ton/tahun.
4) Tomat mutiara: tanaman ini dapat tumbuh pada daratan rendah sampai
tinggi. Tanaman ini juga tahan penyakit layu bakteri. Hasilnya 14 ton/tahun.

Tanaman tomat membutuhkan banyak sinar matahari untuk pertumbuhannya


(8jam/hari) dan hujan yang cukup tinggi, yaitu 750-1250 mm/tahun. Untuk
budidaya tanaman ini membutuhkan tanah liat berpasir yang subur, gembur,
banyak mengandung humus danmencapai sirkulasi udara yang baik. pH tanah
yang dikehendaki adalah 5-6.

Tomat dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan dan masakan seperti:
saos, selai, chutney, yam dan catsup.

7. CABAI
Tanaman cabe (Capsicum sp.) terdiri dari cabe merah (C. annum L.) dan cabe
rawit (C. frutescens). Cabe merah yang buahnya relatif besar disebut dengan
cabe merah besar dan cabe merah yang buahnya ramping disebut cabe
keriting. Di Sumatera Barat, Cabe yang banyak ditanam adalah cabe merah
keriting. Rasa cabe ini lebih pedas dibandingkan cabe merah besar.

Saat ini juga terdapat cabe hibrida yang buahnya berukuran besar, yaitu
pabrika, hero, long chili dan hot beauty. Diantara ke tiga cabe hibrid tersebut,
yang palling banyak dibudidayakan adalah hot beauty.

Cabe merah dapat ditanamn di daerah daratan rendah dan daratan tinggi yang
tidak lebih dari 2000 m dpl, pada tanah subur dengan suhu pH 5,5~6,8. Suhu
udara ideal bagi pertumbuhan cabe adalah 24~270C.

Cabe dapat dipanen pada umur 75~80 hari, dan panen berlangsung selama
1~2 bulan. Hasil yang diperoleh sekali penanaman dapat mencapai lebih dari
20 ton per Ha.

Sampai saat ini, cabe pada umumnya dikonsumsi segar sebagai bumbu
masakan. Di Sumatera Barat, produk cabe yang sudah dikembangkan adalah
cabe giling yang diawetkan dengan garam dan asam benzoat. Cabe ini dijual
eceran dan dipajang tanpa kemasan, hanya diletakkan di dalam baskom.
Produk cabe lain yang dapat dikembangkan adalah cabe gilingg dalam
kemasan, sambal, cabe kering dan cabe bubuk.

5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

8. BAWANG
Tanaman bawang merah (Allium ascalonicum L.) diduga berasal dari Asia
Tengah dan telah dibudidayakan semenjak 5000 tahun yang lalu. Tanaman ini
dapat ditanam di daratan rendah sampai daratan tinggi yang tidak lebih dari
1200 m dpl. Di daratan tinggi umbinya lebih kecil dibanding daratan rendah.

Tanaman bawang merah memerlukan udara hangat untuk pertumbuhannya


(25`320C) dengan curah hujan 300 sampai 2500 mm pertahun. Tanah yang
cocok untuk tanaman ini adalah tanah lempung berpasir dengan keasaman
rendah (pH 6,0~6,8).

Bawang merah dapat dipanen pada umur 90~150 hari. Umbi yang sudah dapat
dipanen ditandai dengan lunaknya jaringan pada leher akar. Pemanenan terlalu
dini harus dihindarkan karena selama penyimpanan pada umbi akan tumbuh
akan sekunder.

Umbi bawnag merah mengandung minyak atsiri, diantaranya terdiri dari


senyawa propildisulfida, alilaldehid dan isotiosianat sebanyak 12,-~62,0 mg per
100 gram besat basah. Senyawa tersebut merupakan lacrimatory (penyebab
menetesnya air mata).

Umbi bawang merah dapat digunakan sebagai obat nyeri perut, serta penurun
kadar gula dan kolesterol. Kegunaan utama bawang merah adalah sebagai
bumbu masak.

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Esti, Sarwedi

KEMBALI KE MENU

6
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

PEMBUATAN BUBUK KEDELAI UNTUK


MINUMAN

1. PENDAHULUAN
Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji
kecipir, koro, kelapa dan lain-lain merupakan bahan pangan sumber protein dan
lemak nabati yang sangat penting peranannya dalam kehidupan. Asam amino
yang terkandung dalam proteinnya tidak selengkap protein hewani, namun
penambahan bahan lain seperti wijen, jagung atau menir adalah sangat baik
untuk menjaga keseimbangan asam amino tersebut.

Kacang-kacangan dan umbi-umbian cepat sekali terkena jamur (aflatoksin)


sehingga mudah menjadi layu dan busuk. Untuk mengatasi masalah ini, bahan
tersebut perlu diawetkan. Hasil olahannya dapat berupa makanan seperti
keripik, tahu dan tempe, serta minuman seperti bubuk dan susu kedelai.

Kedelai mengandung protein 35 % bahkan pada varitas unggul kadar


proteinnya dapat mencapai 40 - 43 %. Dibandingkan dengan beras, jagung,
tepung singkong, kacang hijau, daging, ikan segar, dan telur ayam, kedelai
mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi, hampir menyamai kadar
protein susu skim kering.

Bila seseorang tidak boleh atau tidak dapat makan daging atau sumber protein
hewani lainnya, kebutuhan protein sebesar 55 gram per hari dapat dipenuhi
dengan makanan yang berasal dari 157,14 gram kedelai.

Kedelai dapat diolah menjadi: tempe, keripik tempe, tahu, kecap, susu, dan
lain-lainnya. Proses pengolahan kedelai menjadi berbagai makanan pada
umumnya merupakan proses yang sederhana, dan peralatan yang digunakan
cukup dengan alat-alat yang biasa dipakai di rumah tangga, kecuali mesin
pengupas, penggiling, dan cetakan.

Tabel 1. Komposisi Kedelai per 100 gram Bahan

KOMPONEN KADAR (%)


Protein 35-45
Lemak 18-32
Karbohidrat 12-30
Air 7

Hal. 1/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Tabel 2. Perbandingan Antara Kadar Protein Kedelai Dengan Beberapa Bahan


Makanan Lain

BAHAN MAKANAN PROTEIN (% BERAT)


Susu skim kering 36,00
Kedelai 35,00
Kacang hijau 22,00
Daging 19,00
Ikan segar 17,00
Telur ayam 13,00
Jagung 9,20
Beras 6,80
Tepung singkong 1,10

Bubuk kedelai digunakan sebagai minuman segar, karena mempunyai nilai gizi
yang sangat tinggi. Kada protein bubuk kedelai lebih tinggi daripada whole milk
maupun skimmed milk. Apabila ditinjau dari kadar protein saja, maka bubuk
kedelai dapat digunakan untuk mengganti susu (milk).

Dibuat dengan cara menggoreng kedelai tanpa minyak (sangrai), kemudian


dihalus sampai menjadi bubuk.

2. BAHAN
Kedelai

3. ALAT
1) Alat penumbuk
2) Tampah (nyiru)
3) Ember plastik
4) Ayakan halus
5) Kompor
6) Alat penggorengan (wajan tanah)
7) Stoples

4. CARA PEMBUATAN
Ada dua macam cara pembuatan yaitu :
A. Penggorengan sangrai langsung
B. Penggorengan sangrai dengan perendaman

Hal. 2/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

A. Penggorengan Sangrai Langsung (tanpa minyak)


1) Bersihkan kedelai;
2) Panaskan wajan tanah selama 15 menit untuk mendapatkan panas yang
merata. Kemudian goreng kedelai tersebut di atas wajan tanah sambil diaduk
terus-menerus. Lakukan selama 15 menit (sampai pecah kulitnya);
3) Angkat dan dinginkan selama 5~10 menit lalu tampi untuk menghilangkan
abu dan kulit yang telah terpisah dari biji;
4) Tumbuk kasar untuk memisahkan kulit dan biji, lalu tampi lagi sampai tidak
ada kulitnya;
5) Kemudian tumbuk sampai halus, lalu ayak;
6) Simpan bubuk kedelai dalam stoples.

B. Penggorengan Sangrai dengan Perendaman


1) Bersihkan kedelai, rendam selama 4 jam sampai kulitnya pecah sehingga
getah yang terdapat antara kulit dan bijinya keluar;
2) Remas-remas dengan tangan untuk memisahkan kulitnya, kemudian cuci
kedelai yang telah terkupas dengan air, setelah itu tiriskan selama 15 menit;
3) Jemur di bawah sinar matahari selama 1 hari sampai kering betul di atas
tampah;
4) Setelah kering goreng di atas wajan tanah yang telah dipanaskan dulu
selama 15 menit;
5) Angkat dan pindahkan ke dalam tampah untuk didinginkan dalam keadaan
terbuka selama 15 menit;
6) Kemudian tampi untuk memisahkan kulit yang masih ada. Pisahkan
lembaga-lembaga yang hangus, karena akan mempengaruhi warna dan rasa
bubuk kedelai yang dihasilkan;
7) Selanjutnya tumbuk sampai halus dalam lesung kayu dan ayak;
8) Simpan bubuk kedelai dalam stoples atau kaleng yang dapat ditutup rapat.

Catatan :
Bubuk kedelai harus disimpan dalam tempat yang tertutup rapat karena mudah
menyerap air dari udara bebas, dan juga untuk mencegah tumbuhnya jamur
(kapang) yang dapat merubah bau, rasa, dan warna.

Tabel3. Komposisi Kimia Bubuk Kedelai dan Susu Bubuk

PRODUK PROTEIN LEMAK ABU AIR


(%) (%) (%) (%)
Bubuk kedelai (L) 42,88 20,33 5,33 7,40
Bubuk kedelai ( R ) 42,28 22,54 5,19 7,82
Skimmed milk 37,00 1,00 9,00 4,00
Whole milk 25,80 28,70 6,00 3,50

L = perlakuan digoreng sangrai langsung.


R = perlakuan direndam, dikeringkan, lalu digoreng sangrai

Hal. 3/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN BUBUK KEDELAI

6. DAFTAR PUSTAKA
Tri Radiyati et al. Pengolahan kedelai. Subang : BPTTG Puslitbang Fisika
Terapan-LIPI, 1992. Hal 32-33.

7. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Agus Sediadi

KEMBALI KE MENU

Hal. 4/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

BUBUK KEDELAI

1. PENDAHULUAN
Bubuk kedelai dibuat dari kedelai kering yang digiling halus yang ditambah
dengan bahan perasa. Bubuk kedelai digunakan sebagai bahan baku makanan
bayi, bubur atau campuran kue. Pengolahannya tidak sulit, dan dapat
dilakukan dengan menggunakan peralatan yang biasa terdapat di
rumahtangga.

2. BAHAN
1) Kedelai.
2) Gula
3) Coklat bubuk tanpa lemak
4) Bahan penstabil.

3. PERALATAN
1) Alat pengupas kulit kedelai.
2) Alat perebusan.
3) Kompor.
4) Ember plastik.
5) Alat pengering.
6) Mesin penggiling
7) Pengayak
8) Pencampur.
9) Toples plastik besar.
10) Sealer listrik.
11) Kantong plastik
12) Timbangan.

4. CARA PEMBUATAN
1) Pengolahan Dengan Mesin Pengupas Kering.
a) Pembersihan. Kedelai dibersihkan dari segala biji rusak (pecah, berwarna
kehitaman, berjamur, dan busuk) dan kotoran seperti tanah, kerikil, daun
dan ranting.
b) Pengeringan. Kedelai dijemur atau dikeringkan dengan alat pengering
sampai kadar air dibawah 7%. Kedelai yang kurang kering sulit untuk
dikupas secara kering.
c) Pengupasan kulit. Kulit biji dikupas dengan mesin pengupas kering.
1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

d) Pencucian kedelai Kedelai yang telah dikupas, dicuci dengan air bersih
sampai air bilasan menjadi bening.
e) Perendaman. Biji direndam di dalam air bersih selama 2 jam. Setiap 1 kg
kedelai membutuhkan 2,5 liter air perendam.
f) Perebusan. Setelah perendaman, biji direbus di dalam air mendidih
selama 2 jam. Setiap 1 kg kedelai membutuhkan 2,5 liter air bersih. Ke
dalam air perebus ditambahkan soda kue. Setiap 1 kg kedelai
membutuhkan soda kue 0,5~1 gram.Setelah itu, biji kedelai ditiriskan.
g) Pengeringan. Biji yang telah ditiriskan dan masih panas, dikeringkan di
dalam alat pengering sampai kadar air di bawah 5%.
h) Penggilingan dan pengayakan. Kedelai yang telah benar-benar kering
digiling sampai halus, kemudian diayak dengan ayakan 80 mesh. Hasil
pengayakan adalah bubuk kedelai tawar.
i) Pencampuran bahan-bahan perasa. Bubuk kedelai tawar ditambah
dengan gula, bahan penstabil dan bubuk coklat tanpa lemak. Setiap 1 kg
bubuk kedelai membutuhkan gula pasir 520 gram, penstabil 140 gram,
dan bubuk coklat 90 gram. Campuran ini diaduk sampai rata. Hasil
pencampuran ini disebut sebagai bubuk kedelai coklat.
h) Pengemasan. Bubuk kedelai coklat dikemas di dalam kantong plastik
atau kotal kaleng yang tertutup rapat.

2) Pengolahan Dengan Mesin Pengupas Basah Hidrosiklon.


a) Pembersihan. Kedelai dibersihkan dari segala biji rusak (pecah, berwarna
kehitaman, berjamur, dan busuk) dan kotoran seperti tanah, kerikil, daun
dan ranting.
b) Perendaman. Biji direndam di dalam air bersih selama 2 jam. Setap 1 kg
kedelai membutuhkan 2,5 air perendam.
c) Perebusan. Setelah perendaman, biji direbus di dalam air mendidih
selama 2 jam. Setiap 1 kg kedelai membutuhkan 2,5 liter air bersih. Ke
dalam air perebus ditambahkan dengan soda kue. Setiap 1 kg kedelai
membutuhkan soda kue 0,5~1 gram. Setelah itu, biji keelai ditiriskan dan
didinginkan.
d) Pengupasan kulit. Kulit biji dikupas dengan mesin pengupas basah
hidrosiklon yang dapat memecah biji dan memisahkan kulit dari bijinya.
e) Pencucian kedelai. Kedelai yang telah dikupas, dicuci dengan air bersih
sampai air bilasan menjadi bening.
f) Pengeringan. Kedelai dijemur atau dikeringkan dengan alat pengering
sampai kadar air dibawah 5%. Kedelai yang kurang kering sulit untuk
dikupas secara kering.
g) Penggilingan dan pengayakan. Kedelai yang telah benar-benar kering
digiling sampai halus, kemudian diayak dengan ayakan dengan ayakan 80
mesh. Hasil pengayakan adalah bubuk kedelai tawar.
h) Pencampuran bahan perasa. Bubuk kedelai tawar ditambah dengan gula,
bahan penstabil dan bubuk coklat tanpa lemak. Setiap 1 kg bubuk kedelai
membutuhkan gula pasir 520 gram, penstabil 140 gram, dan bubuk coklat
90 gram. Campuran ini diaduk sampai rata. Hasil pencampuran ini
disebut sebagai bubuk kedelai coklat.
2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

i) Pengemasan. Bubuk kedelai coklat dikemas kemudian dikupas. Umbi


yang telah dikupas, tapi tidak langsung diproses lebih lanjut harus
direndam di dalam air. Setelah itu umbi diiris tipis-tipis.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat; Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

CABE GILING DALAM KEMASAN

1. PENDAHULUAN
Cabe giling adalah hasil penggilingan cabe segar, dengan atau tanpa bahan
pengawet. Umumnya cabe giling diberi garam sampai konsentrasi 20 %,
bahkan ada mencapai 30%. Selain garam, sering ditambahkan asam atau
natrium benzoat sebagai pengawet.

Saat ini umumnya cabe giling dipasarkan secara curah tanpa kemasan. Cabe
giling dapat dikemas dengan cara sederhana. Cabe yang telah dikemas lebih
hijienis dan umur simpannya lebih panjang.

2. BAHAN
1) Buah cabe yang matang dan merah merata.

2) Kalsium metabisulfit atau Natrium bisulfit. Bahan ini digunakan untuk


menginaktivasi enzim yang dapat menyebabkan reaksi pencoklatan.

3) Garam.

4) Asam atau natrium benzoat. Bahan ini digunakan sebagai pengawet


sehingga bahan tidak mudah dirusak oleh mikroba.

3. PERALATAN
1) Penggiling. Alat ini digunakan untuk menggiling cabe sampai halus. Alat
penggiling yang biasanya digunakan adalah penggiling tipe cakram. Untuk
usaha kecil, penggilingan cabe bisa dilakukan secara manual dengan
menggunakan batu gilingan cabe yang biasa terdapat di rumahtangga.

2) Panci. Alat ini digunakan untuk blanching (merendam cabe di dalam


larutan bisulfit panas).

3) Injektor pasta. Alat ini digunakan untuk memasukkan (menginjeksikan)


pasta cabe giling ke dalam kantong plastik, atau botol kaca.

4) Kantong plastik. Kantong plastik digunakan sebagai kemasan untuk


mengemas cabe giling secara tidak aseptis.
1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5) Penutup botol. Penutup botol digunakan untuk memasangkan tutup botol


dari kaleng ke mulut botol secara rapat.

6) Botol kaca bermulut lebar dengan penutup ulir. Botol kaca ini digunakan
sebagai kemasan untuk mengemas cabe giling secara aseptis.

7) Wadah pemasak cabe giling. Wadah ini harus terbuat dari bahan tahan
karat, bagian dalamnya licin dan mudah dibersihkan.

8) Kompor. Alat ini digunakan untuk memasak saos.

9) Tungku. Tungku hemat energi dapat dijadikan alternatif, tetapi tungku ini
banyak menghasilkan jelaga dan panasnya lebih sulit diatur.

10) Timbangan. Alat ini digunakan untuk menakar berat bahan. Kapasitas
timbangan disesuaikan dengan jumlah bahan yang diolah.

11) Retort. Alat ini digunakan untuk sterilisasi cabe di dalam kemasan botol.

12) Segel plastik. Segel plastik adalah kantong plastik yang kedua ujungnya
terbuka yang dapat menempel secara rapat sekali pada mulut botol yang
telah dipasang tutupnya. Plastik ini berfungsi sebagai segel.

4. CARA PEMBUATAN
1) Persiapan

a) Pembuangan tangkai dan pencucian. Cabe dibuang tangkainya. Bagian


yang rusak dan busuk dibuang. Setelah itu cabe dicuci sampai bersih dan
ditiriskan.

b) Blanching. Cabe di-blanching seperti blanching untuk pembuatan cabe


kering.

2) Pengolahan Cabe Giling Kemasan Plastik

a) Penggilingan. Cabe digiling sampai halus. Pada saat penggilingan


ditambahkan asam atau natrium benzoat 1 gram, garam 100 gram dan
asam sitrat 5 gram untuk setiap 1 kg cabe.

b) Pemanasan. Cabe yang telah digiling dipanaskan di dalam wajan sambil


diaduk-aduk sampai suhu mendekati 1000 C selama 15 menit. Selama
pemanasan, api diatur tidak terlalu besar untuk mencegah gosongnya
bagian cabe yang bersentuhan dengan permukaan wajan. Cabe yang
telah dipanaskan didinginkan sampai suhunya mencapai 600C.
2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

c) Pengemasan
- Dua buah kantong plastik polietilen tebal dijadikan satu sehingga
berupa sebuah kantong rangkap dua. Label kemasan diselipkan di
antara kedua rangkap kantong plastik tersebut.
- Cabe giling yang masih hangat dimasukkan ke dalam kantong plastik
tersebut dengan bantuan injektor pasta. Setelah itu, kantong plastik
ditutup dengan mengikatnya kuat-kuat memakai gelang karet.

d) Penyimpanan. Produk ini dapat disimpan selama 2 minggu pada suhu


kamar dan lebih 1 bulan di dalam lemari pendingin.

3. Pengolahan cabe giling berpengawet di dalam kemasan botol

a) Penggilingan. Cabe yang telah di-blanching digiling sampai halus. Pada


saat penggilingan ditambahkan asam atau natrium benzoat 1 gram, garam
dapur 100 gram, dan asam sitrat 5 gram untuk setiap 1 kg cabe.

b) Pemanasan. Cabe yang telah digiling dipanaskan di dalam wajan sambil


diaduk-aduk sampai suhu mendekati 1000 C selama 15 menit. Selama
pemanasan, api diatur tidak terlalu besar untuk mencegah gosongnya
bagian cabe yang bersentuhan dengan permukaan wajan. Setelah itu, api
dikecilkan sekedar untuk menjaga cabe tetap panas.

c) Pengemasan.
- Botol kaca dicuci sampai bersih, kemudian direndam di dalam air yang
mengandung kaporit 5~10 ppm (5 sampai 10 gram kaporit per 1 m3 air)
selama 30 menit di dalam wadah tahan karat. Botol disusun di dalam
air perendam tersebut didalam posisi terbalik. Setelah itu, wadah yang
berisi rendaman botol direbus sampai mendidih. Setelah mendidih api
dikecilkan sekedar untuk mempertahankan air perebus tetap panas.
Kondisi ini dipertahankan selama pengemasan. Sementara itu, tutup
botol direbus di dalam air mendidih lain. Selama pengemasan, tutup
botol harus tetap berada pada air mendidih.
- Sebuah botol dikeluarkan dari air mendidih dalam keadaan terbalik
dengan menggunakan penjepit. Dengan bantuan injektor pasta, cabe
giling segera dimasukkan ke dalam botol. Botol diisi hanya sampai 1
cm di bawah mulut botol. Botol yang telah diisi cabe giling panas
dibiarkan tetap terbuka selama 2 menit. Setelah itu, sebuah tutup botol
yang sedang direbus segera diangkat dan dipasangkan pada mulut
botol secara rapat dan kuat. Pekerjaan ini harus dilakukan secara
cepat dan cermat.

d) Sterilisasi.

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

- Botol yang sudah berisi cabe giling dan tertutup rapat direbus di dalam
air mendidih selama 30 menit. Proses ini akan membunuh banyak
mikroba pembusuk yang dapat merusak bahan.
- Botol dikeluarkan dari air mendidih, dan disimpan dalam keadaan
terbalik. Jika terjadi rembesan saus melalui tutup botol, tutup harus
dibuka dan dilakukan kembali penutupan dengan tutup yang baru.
Setelah itu, botol ini harus disterilkan kembali.

e) Penyegelan. Segel plastik dipasangkan pada mulut botol. Mulut botol


yang terpasang segel dicelupkan pada panas (900 C) beberapa detik
sehingga segel mengkerut dan menempel dengan rapat pada mulut botol.

f) Pemberian label
Proses terakhir adalah penempelan label pada bagian luar botol.

4) Pengolahan Cabe Giling Tanpa Pengawet di dalam Kemasan Botol

a) Penggilingan. Cabe yang telah di-blanching digiling sampai halus tanpa


penambahan garam, asam, maupun senyawa benzoat.

b) Pemanasan. Cabe yang telah digiling dipanaskan di dalam wajan sambil


diaduk-aduk sampai suhu mendekati 1000 C selama 10 menit. Selama
pemanasan, api diatur tidak terlalu besar untuk mencegah gosongnya
bagian cabe yang bersentuhan dengan permukaan wajan. Setelah itu, api
dikecilkan sekedar untuk menjaga cabe tetap panas.

c) Pengemasan.
- Botol yang bersih, direndam di dalam air yang mengandung kaporit
5~10 ppm (5 sampai 10 gram kaporit per 1 m3 air) selama 30 menit di
dalam wadah tahan karat. Botol disusun di dalam air perendam
tersebut didalam posisi terbalik. Setelah itu, wadah yang berisi
rendaman botol direbus sampai mendidih. Setelah mendidih api
dikecilkan sekedar utnuk mempertahankan air perebus tetap panas.
Kondisi ini dipertahankan selama pengemasan. Sementara itu, tutup
botol direbus di dalam air mendidih lain. Selama pengemasn, tutup
botol harus tetap berada pada air mendidih.
- Sebuah botol dikeluarkan dari air mendidih dalam keadaan terbalik
dengan menggunakan penjepit. Dengan bantuan injektor pasta, cabe
giling panas segera dimasukkan ke dalam botol. Botol diisi hanya
sampai 1 cm di bawah mulut botol. Botol yang telah diisi cabe giling
panas dibiarkan tetap terbuka selama 2 menit. Setelah itu, sebuah
tutup botol yang sedang direbus segera diangkat dan dipasangkan
pada mulut botol secara kuat dan rapat pada mulut botol..

d) Sterilisasi.
- Botol yang sudah berisi cabe giling dan tertutup rapat direbus
dipanaskan di dalam retort selama 20~30 menit pada suhu 1210C.
4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Prosess ini akan membunuh banyak mikroba pembusuk yang dapat


merusak bahan.
- Setelah itu, botol dikeluarkan dari dalam retort, dan disimpan dalam
keadaan terbalik. Jika terjadi rembesan saus melalui tutup botol, tutup
harus dibuka dan dilakukan kembali penutupan dengan tutup yang
baru. Setelah itu, botol ini harus disterilkan kembali.

e) Penyegelan. Segel plastik dipasangkan pada mulut botol. Mulut botol


yang terpasang segel dicelupkan pada panas (900 C) beberapa detik
sehingga segel mengkerut dan menempel dengan rapat pada mulut botol.

f) Pemberian label
Proses terakhir adalah penempelan label pada bagian luar botol.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat; Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

CABE KERING DAN CABE BUBUK

1. PENDAHULUAN
Cabe kering merupakan salah satu produk cabe yang paling mudah
pengolahannya. Cabe dijemur atau dikeringkan sampai kadar di bawah 5%.
Setelah itu, cabe kering dapat dikemas dan dipasarkan, atau digiling sampai
halus menjadi cabe bubuk sebelum dikemas dan dipasarkan.

Cabe kering dan cabe bubuk merupakan salah satu komoditi hasil pertanian
yang dapat diekspor, atau dipasok ke industri besar pengolahan.

Cabe kering bubuk dapat diolah menjadi berbagai produk pangan seperti saus,
sambal, atau bumbu lainnya.

2. BAHAN
1) Buah cabe yang matang dan merah merata.

2) Kalsium metabisulfit atau Natrium bisulfit.

3. PERALATAN
1) Pisau dan talenan. Alat ini digunakan untuk membelah cabe segar agar
lebih cepat proses pengeringannya.

2) Pengering. Alat ini digunakan untuk mengeringkan cabe segar menjadi cabe
kering. Saat ini tersedia berbagai rancangan alat pengering dengan
beragam sumber panas (panas matahari, bahan bakar minyak, batu bara
dan sekam).
Jika tersedia panas matahari cukup tersedia, pengeringan dapat dilakukan
dengan penjemuran dengan menggunakan tampah, tikar, atau anyaman
bambu sebagai wadah untuk penjemuran.

3) Panci. Alat ini digunakan untuk blanching (merendam cabe di dalam arutan
bisulfit panas).

4) Kompor.

5) Hammer mill. Alat ini digunakan untuk menggiling cabe kering sampai halus.
Untuk skala kecil, atau untuk keperluan rumah tangga, penggilingan dapat
dilakukan dengan menggunakan blender.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4. CARA PEMBUATAN
1) Pembuangan tangkai dan pencucian. Cabe dibuang tangkainya. Bagian
yang rusak dan busuk dibuang. Setelah itu cabe dicuci sampai bersih, dan
ditiriskan.

2) Pembelahan. Cabe dibelah membujur dan biji tidak perlu dibuang.


Pembelahan ini dapat mempercepat proses pengeringan. Walaupun
demikian, pertimbangan ekonomis perlu diberikan karena kegiatan banyak
membutuhkan tenaga dan biaya.

3) Blanching
a) Penyiapan larutan sulfit panas (0,2%). Kalsium metabisulfit atau natrium
bisulfit sebanyak 20 gram dilarutkan ke dalam setiap 20 liter air bersih.
Kemudian larutan ini dipanaskan sampai mendidih. Setelah mendidih, api
dikecilkan sekedar menjaga larutan tetap mendidih.
b)Pencelupan dalam larutan sulfit panas. Cabe dicelupkan ke dalam larutan
sulfit panas dan diaduk-aduk selama 3 menit. Setiap 1 kg cabe
memerlukan 2 liter larutan sulfit. Setelah itu, cabe diangkat dan ditiriskan.
Biji dari cabe yang telah dibelah banyak yang terlepas pada saat
pencelupan. Biji yang terlepas juga diangkat dan ditiriskan. Larutan ini
dapat dipakai berulang-ulang.

4) Pengeringan. Setelah blanching, cabe beserta bijinya segera dijemur atau


dikeringakan dengan alat pengering. Suhu pengeringan tidak boleh lebih
dari 750C, dan suhu terbaik adalah 700C. Pengeringan dilakukan sampai
kadar air kurang dari 9%. Cabe yang kadar air telah mencapai 9% akan
terasa kering jika diremas dengan telapak tangan.

5) Penggilingan. Cabe kering digiling sampai halus (50 mesh) dengan


menggunakan hammer mill. Penghalusan dapat juga dengan menggunakan
blender jika jumlah bahan yang akan diolah tidak banyak.

6) Pengemasan. Cabe kering, atau cabe bubuk dikemas di dalam kantong


plastik yang tertutup rapat. Karung plastik yang dilapisi plastik tipis untuk
menahan uap air dari luar juga dapat digunakan untuk mengemas cabe
kering atau cabe bubuk dalam jumlah besar. Cabe yang dikemas ini harus
disimpan di tempat kering dan tidak panas.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat; Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

CARA MENGHILANGKAN BAU PADA SUSU


KEDELAI

Cara ini adalah untuk menghilangkan bau langau (pahang) dan rasa pahit yang
kurang menyenangkan dari susu kedelai.

1. BAHAN
1) Susu Kedelai 10 liter
2) Kacang tanah 300 gram
3) Kecambah jagung 300 gram
4) Wijen 50 - 75 gram
5) Gula pasir 200-250 gram
6) Garam 10 gram (2 sdt)
7) Kapur sirih 5 g (10 sendok air garam)
8) Soda kue 20 g (4 sdt utk 1 ltr air)
9) Natrium benzoat 4-5 mg (seujung sendok)
10) Essence panili, coklat, mocca, pandan
kayumanis secukupnya
11) Air dingin 3 liter
12) Air panas 8 liter

2. ALAT
1) Panci
2) Sendok kayu besar
3) Kain Saring
4) Corong
5) Dandang
6) Kompor
7) Botol dan tutup yang sudah disterilkan
8) Gabus dan lilin
9) Ember plastik
10) Penggiling batu

3. CARA PEMBUATAN
1) Letakkan biji jagung pada kain basah selama 2~3 hari untuk mendapatkan
kecambah jagung;
2) Bersihkan kedelai dari segala kotoran, kemudian cuci;

Hal. 1/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

3) Rendam dalam air dingin yang telah diberi soda kue selama 8~24 jam, lalu
cuci;
4) Rebus selama 30 menit pada suhu 700C (ditandai dengan adanya
gelembung-gelembung kecil);
5) Cuci kecambah jagung lalu ditiriskan;
6) Kupas kulit ari kacang tanah, lalu goreng sangrai (tanpa minyak) bersama-
sama wijen sampai terdengar bunyi tik-tik (jangan sampai hangus)
7) Campur kedelai, kecambah jagung, kacang tanah, dan wijen, kemudian
giling. Tambahkan air panas sedikit demi sedikit selama penggilingan hingga
menjadi bubur;
8) Tambahkan kapur sirih pada bubur kedelai kemudian panaskan sampai
mendidih selama 15 ~ 20 menit. Saring pada waktu masih panas untuk
mendapatkan susu kedelai;
9) Masak susu pada suhu 900C dan pertahankan tetap pada suhu tersebut
(tidak sampai mendidih). Ini dapat dilakukan dengan mengatur api kompor,
juga dengan menambahkan gula, garam, panili, dan natrium benzoat.
Hentikan apabila bau langau kedelai hilang dan bau essence timbul;
10) Masukkan susu ke dalam botol pada saat cairan masih panas dan segera
tutup. Sambil menunggu pengisian semua botol selesai, letakkan botol
yang telah terisi dalam posisi terbalik (tutup terletak pada bagian bawah).
Maksudnya adalah untuk mematikan bakteri yang mungkin masih terikut
dalam tutup botol, meskipun sebelumnya tutup harus dicuci bersih dulu;
11) Selanjutnyya pasteurisasi selama 15 menit.

Catatan:

Kacang tanah dan kecambah jagung berfungsi sebagai pelembut susu


sehingga enak diminum. Sedangkan wijen dapat menghilangkan bau langau
dari susu kedelai.

Hal. 2/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4. DIAGRAM ALIR CARA MENGHILANGKAN BAU PADA SUSU


KEDELAI

5. DAFTAR PUSTAKA
1) Tri Radiyati et.al. pengolahan kedelai. Subang: BPTTG Puslitbang Fisika
Terapan – LIPI, 1992. Hal. 15 – 33.

Hal. 3/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

6. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Agus Sediadi

KEMBALI KE MENU

Hal. 4/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

PENGOLAHAN KAYU MASIS (CASSIAVERA)

1. PENDAHULUAN
Kulit kering tanaman Cinnamomum dalam perdagangan di Indonesia dikenal
sebagai cassiavera atau kayu manis. Cassiavera ini pada umumnya dihasilkan
dari C. Burmani

Sumatera Barat merupakan penghasil utama cassiavera di Dunia. Dalam


perdagangan internasional, cassiavera dikenal sebagai Padang kancci atau
Cassiavera eks Padang.

Cassiavera mengandung minyak atsiri yang terdapat pada kulit bagian dalam
(phloem). Selain itu cassiavera juga mengandung senyawa benzoat dan
salisilat yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba.

Pengolahan cassiavera kering dilakukan oleh petani Cinnamomum secara


tradisional dengan menggunakan metode dan alat-alat sederhana. Untuk
memperoleh cassiavera kering dilakukan pengupasan kulit, pemeraman,
pengikisan, dan pengeringan.

2. BAHAN
Kayu manis (Cassiavera)

3. PERALATAN
1) Pisau yang kuat dan ujungnya tajam untuk pengupasan dan pengkikisan.
2) Tikar, atau tampah tempat penjemuran

4. CARA PEMBUATAN
1) Pengupasan
Biasanya Cinnamomom dipanen setelah umur 4 tahun. Panen dilakukan
dengan mengupas kulit batang, kemudian menebangnya, dan selanjutnya
mengupas kulit cabang dan ranting. Pengambilan kulit (pengupasan) dapat
dilakukan dengan berbagai cara. Pada tulisan ini dijelaskan salah satu cara
pengambilan kulit Cinnamomum yang dianjurkan diterapkan oleh petani
Caranya adalah sebagai berikut:
a. Pengelupasan kulit batang
- Kulit pada batang pohon yang masih hidup dibersihkan dari lumut dan
kotoran.
1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

- Kulit pada posisi 5~10 cm di atas leher akar dikerat melingkar


disekeliling batang sampai menyentuh bagian kayu dari batang.
- Keratan kedua dibuat 100 cm di atas keratan pertama.
- Setelah kulit dikerat lagi secara vertikal dari keratan lingkaran atas
keratan lingkaran bawah. Keratan vertikal ini dibuat beberapa buah
dengan jarak 5~10 cm. Dengan demikian akan diperoleh keratan-
keratan kulit dengan panjang 100 cm dan lebar 5~10 cm.
- Masing-masing keratan dikelipaskan dengan mencungkilnya melalui
garis keratan vertikal, kemudian menariknya dari atas ke bawah secara
vertikal. Dengan demikian akan diperoleh lembara-lembaran kulit
dengan panjang 100 cm dan lebar 5~10 cm.
- Pengelupasan tersebut dilakukan sampai semua kulit batang habis
dikelupaskan.
b. Pengelupasan kulit cabang dan ranting
- Setelah pengelupasan kulit batang, tanaman ditebang dengan
memetong batang 10 cm di atas leher akar. Ranting pada cabang di
potong. Selanjutnya ranting dibuang daun dan bagian-bagian yang
tidak bisa dikuliti, serta cabang dipotong-potong.
- Potongan cabang dan ranting dikuliti dengan pisau. Cabang yang
cukup besar perlu diusahakan pengulitannya seperti pengulitan batang
agar diperoleh lembaran kulit yang bermutu tinggi

2) Pemeraman
Kulit batang yang baru dikelupas diperam selama semalaman dengan cara
menumpuk kulit pada tempat yang terlindung dari cahaya matahari langsung.

3) Pengikisan
Kulit yang berukuran lebar, yaitu kilt dari batang dan kulit dari dahan yang
cukup besar sebaiknya dikikis bagian luarnya, sehingga kulit menjadi bersih.
Pengikisan dilakukan dengan pisau yang tajam. Pengikisan dapat juga
dengan alat mekanis yang bekerja seperi mesin serut papan (ketam).
Sampai sekarang belum ada petani yang menggunakan alat mekanis untuk
mengikis kulit kayu manis basah.

4) Penjemuran
a. Kulit dijemur di bawah sinar matahari selama 3~4 hari hingga kadar air
turun sampai 16%, atau berat bahan-bahan susut sampai 50%. Selama
penjemuran bahan harus sering dibolak-balik. Penjemuran sering
menghasilkan bahan yang jelek mutunya karena berkapang. Hal ini
disebabkan hujan sering turun, atau sinar matahari tertutup awan. Untuk
mengatasinya, adalah dengan mengeringkan bahan menggunakan alat
pengering. Akan tetapi, sampai saat ini belum ada petani yang
menggunakan alat pengering untuk mengeringkan cassiavera.
b. Kulit dri bahan atau dahan yang cukup besar yang brupa lembaran,
selama pengeringan akan mengkerut membentuk gulungan panjang
serupa tongkat. Sedangkan kulitnya akan membentuk serpihan atau
lempengan yang tidak beraturan.
2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5) Penyimpanan
Cassiavera kering disimpan di tempat kering yang tidak panas. Tempat
penyimpanan perlu dihindarkan dari tikus dan serangga.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat; Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

CHUTNEY PALA

1. PENDAHULUAN
Chutney adalah sejenis saos yang dibuat dari campuran berbagai bumbu yang
mempunyai rasa pedas dan merangsang. Cara pembuatan chutney ini tidak
sulit dan dilakukan dengan menggunakan alat-alat yang biasa terdapat di
dapur.

2. BAHAN
1) Kulit buah pala yang telah dikupas tipis lapisan luarnya 1 kg
2) Gula pasir 250 gram
3) Gula aren 100 gram
4) Cuka (25%) 50 ml
5) Air 750 ml
6) Jahe 50 gram
7) Cengkeh 15 buah
8) Cabe 15 buah

3. PERALATAN
1) Penggiling. Alat ini digunakan untuk menggiling kulit pala dan bumbu-bumbu
lainnya.
2) Wadah pemasak bubur. Wadah ini adalah untuk memasak bubur pala.
Wadah ini harus terbuat dari bahan tahan karat, bagian dalamnya licin dan
mudah dibersihkan.
3) Kompor. Kompor bersumbu digunakan untuk memasak saus dalam jumlah
kecil. Sedangkan kompor bertekanan udara digunakan untuk memasak saus
pala dalam jumlah besar.
4) Tungku. Tungku hemat energi dapat dijadikan alternatif. Akan tetapi tungku
ini lebih banyak jelaganya sehingga mengotori wadah, dan agak sulit
mengatur panasnya. Keuntungannya adalah hemat dalam pemakaian bahan
bakar kayu sehingga biaya bahan bakar lebih murah.
5) Botol kaca. Botol kaca digunakan untuk mengemas chutney. Botol kaca
yang sering digunakan adalah yang bermulut lebar dan berpenutup ulir.
Botol ini sering disebut sebagai botol selai.
6) Kantong plastik. Kantong plastik merupakan alternatif wadah pengemas.
Kantong plastik jenis polietilen tebal sering digunakan untuk mengemas
selai. Biasanya dipakai rangkap dua.
7) Alat pemasang segel plastik. Alat ini berupa ruang penyegel yang
berpemanas (suhu 90~950). Botol yang sudah dipasangi dengan plastik
dimasukkan ke dalam ruang tersebut dengan ban berjalan. Udara panas
1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

dalam ruang penyegel menyebabkan plastik mengkerut sehingga menempel


dengan rapat pada botol. Untuk industri kecil, oven dapat digunakan sebagai
alat pemasang segel plastik.
8) Segel plastik.
9) Timbangan.

4. CARA PEMBUATAN
1) Gula pasir digiling sampai halus. Sementara itu jahe, cengkeh dan cabe juga
digiling sampai halus, kemudian dicampur dengan gula pasir yang telah
dihaluskan. Campuran ini disebut bumbu 1.

2) Sementara itu gula aren ditambah dengan 100ml air dan 50 ml cuka 25%,
dan dihancurkan sampai halus (gula aren larut sempurna). Campuran ini
disebut bumbu 2.

3) Kulit buah ini dicincang atau diiris kecil-kecil dan secepat mungkin direndam
di dalam larutan natrium bisulfit hangat (suhu 70~800C) selama 20 menit.
Setelah itu, bahan ditiriskan dan digiling atau diblender halus dengan
penambahan air sebayak 650 ml. Hasil yang diperoleh disebut bubur kulit
pala.

4) Bubur kulit pala dicampur dengan bumbu 1 dan bumbu 2, dan diaduk sampai
rata. Hasil yang diperoleh disebut dengan chutney mentah.

5) Chutney mentah dimasak sampai mendidih selama 10 menit sehingga


dihasilkan chutney masak.

6) Pengemasan
a) Botol kaca yang bersih direndam didalam air yang mengandung kaporit
5~10 ppm (5 sampai 10 gram kaporit per 1 m3 air) selama 30 menit di
dalam wadah tahan karat. Botol disusun di dalam air perendam tersebut
dalam posisi terbalik. Setelah itu, wadah yang berisi rendaman botol
direbus sampai mendidih. Setelah mendidih, api dikecilkan sekedar untuk
mempertahankan air perebus tetap panas. Kondisi ini dipertahankan
selama pengemasan.
b) Sementara itu, tutup botol direbus di dalam air mendidih lain. Selama
pengemasan, tutup botol harus tetap berada pada air mendidih.
c) Sebuah botol dikeluarkan dari air mendidih dalam keadaan terbalik
dengan menggunakan penjepit. Dengan bantuan corong, chutney panas
segera dituangkan ke dalam botol. Botol diisi hanya sampai 1 cm di
bawah mulut botol. Setelah itu, sebuah tutup botol yang sedang direbus
segera diangkat, dipasangkan pada mulut botol, dan dipasangkan pada
mulut botol dengan kuat dan rapat.
d) Setelah itu, label dipasangkan pada bagian luar botol.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

e) Botol disarungkan ke dalam kantong plastik penyegel. Setelah itu botol


dilewatkan atau diletakkan pada ruang panas dari alat pemasang segel
sampai segel plastik terpasang rapat.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat; Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

CHUTNEY TOMAT

1. PENDAHULUAN
Chutney adalah sejenis saos yang dibuat dari campuran berbagai bumbu yang
mempunyai rasa pedas dan merangsang. Cara pembuatan chutney ini tidak
sulit dan dilakukan dengan menggunakan alat-alat yang biasa terdapat di
dapur.

2. BAHAN
1) Buah tomat. Buah tomat yang digunakan adalah yang berukuran besar,
telah matang sempurna dan berwarna merah rata. Jumlah 15 buah.

2) Bumbu-bumbu terdiri dari bawang putih giling (100 gram), bawang merah
giling (250 gram), merica bubuk (10 gram), kayu manis bubuk (20 gram),
gula pasir putih bersih yang telah dihaluskan (50 kg), cabe hijau giling (75
gram), dan garam halus (25 gram).

3) Pengawet. Pengawet yang digunakan adalah senyawa benzoat dalam


bentuk asam benzoat (C6H5COOH), atau garamnya (sodium benzoat dan
kalsium benzoat).
Untuk keperluan pengolahan saus ini, jumlah asam atau sodium benzoat
yang digunakan adalah 8 gram.

4) Pengasaman digunakan untuk mengasamkan atau untuk menurunkan pH


saus menjadi 3,8~4,4. Pada pH rendah pertumbuhan kebanyakan bakteri
akan tertekan, dan sel generatif serta spora bakteri sangat sensitif terhadap
panas. Dengan demikian, proses sterilisasi bahan yang ber-pH rendah dapat
dilakukan dengan suhu air mendidih (1000C) dan tidak perlu dengan suhu
lebih tinggi (1210C).
Asam juga bersinergisme dengan asam benzoat dalam menekan
pertumbuhan mikroba. Jumlah asam yang diperlukan: asam sitrat 5 gram.

3. PERALATAN
1) Pisau perajang dan landasan perajang. Alat ini digunakan untuk merajang
buah tomat.. Hasil perajangan adalah berupa potongan-potongan tomat yang
berukuran 2~3 cm.

2) Penggiling rajangan tomat. Alat ini digunakan untuk menggiling rajangan


tomat menjadi bubur tomat.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

a) Blender dapat digunakan untuk menghaluskan rajangan tomat dalam


jumlah kecil menjadi bubur.
b) Mesin penggiling digunakan untuk menggiling tomat dalam jumlah besar
menjadi bubur tomat.

3) Wadah pemasak saus. Wadah ini adalah untuk memasak bubur tomat yang
telah diberi bumbu. Wadah ini harus terbuat dari bahan tahan karat bagian
dalamnya licin dan mudah dibersihkan.

4) Kompor. Kompor digunakan untuk memasak saus tomat.

5) Tungku. Tungku hemat energi dapat dijadikan alternatif, tetapi tungku ini
lebih banyak menghasilkan jelaga, dan sulit mengatur panasnya.
Keuntungannya adalah hemat dalam pemakaian bahan bakar kayu.

6) Penutup botol. Penutup botol digunakan untuk memasangkan tutup botol dari
kaleng ke mulut botol secara rapat. Alat ini mempunyai konstruksi yang
sederhana dan biaya pembuatannya murah.

7) Timbangan. Timbangan digunakan untuk menakar berat bahan.


Segel plastik. Segel plastik adalah kantong plastik yang kedua ujungnya
terbuka yang dapat menempel secara rapat sekali pada mulut botol yang
telah dipasang tutupnya. Plastik ini berfungsi sebagai segel.

4. CARA PEMBUATAN
1) Pembuatan Chutney
a) Tomat dicuci bersih, bagian tangkai yang agak menghitam dibuang,
kemudian di rendam di dalam air yang telah diberi kaporit (10 ppm selama
10 menit). Setelah itu tomat ditiriskan.
b) Tomat digiling atau diblender sampai halus sehingga diperoleh bubur
tomat.
c) Bumbu digiling halus, kemudian dicampur dengan bubur tomat dan
bumbu-bumbu lainnya, asam sitrat, dan asam benzoat. Setelah itu
campuran diaduk sampai rata, kemudian dimasak, dan dibiarkan mendidih
selama 30 menit dengan api kecil sambil diaduk-aduk.
d) Pengadukan dan pemanasan diteruskan dengan api sangat kecil sekedar
mempertahankan bahan tetap panas. Pengemasan dilakukan pada saat
chutney ini dipanaskan.

2) Pengemasan
a) Botol kaca yang bersih direndam didalam air yang mengandung kaporit 5-
10 ppm (5 sampai 10 gram kaporit per 1 m3 air) selama 30 menit di dalam
wadah tahan karat. Botol disusun di dalam air perendam tersebut dalam
posisi terbalik. Setelah itu, wadah yang berisi rendaman botol direbus
sampai mendidih. Setelah mendidih, api dikecilkan sekedar untuk
2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

mempertahankan air perebus tetap panas. Kondisi ini dipertahankan


selama pengemasan. Sementara itu, tutup botol direbus di dalam air
mendidih lain. Selama pengemasan, tutup botol harus tetap berada pada
air mendidih.
b) Sebuah botol dikeluarkan dari air mendidih dalam keadaan terbalik
dengan menggunakan penjepit. Dengan bantuan corong, chutney panas
segera dituangkan ke dalam botol. Botol diisi hanya sampai 4 cm di
bawah mulut botol. Setelah itu, sebuah tutup botol yang sedang direbus
segera diangkat, dipasangkan pada mulut botol, dan ditutupkan dengan
bantuan alat penutup botol. Pekerjaan ini harus dilakukan secara cepat
dan cermat.
c) Proses di atas diulang sampai semua chutney terkemas di dalam botol.

3) Sterilisasi
a) Botol yang sudah berisi chutney dan tertutup rapat direbus didalam air
mendidih selama 30 menit. Proses ini akan membunuh banyak mikroba
pembusuk yang dapat merusak bahan.
b) Setelah itu, botol dikeluarkan dari air mendidih, dan disimpan dalam
keadaan terbalik. Jika terjadi rembesan saus melalui tutup botol, tutup
harus dibuka dan dilakukan kembali penutupan dengan tutup yang baru.
Setelah itu, botol ini harus disterilkan kembali.

4) Penyegelan
Setelah semua chutney terkemas di dalam botol, segel plastik dipasang pada
mulut botol. Mulut botol yang terpasang segel dicelupkan pada panas (900
C) beberapa detik sehingga segel mengkerut dan menempel dengan rapat
pada mulut botol.

5) Pemberian label
Proses terakhir adalah penempelan label pada bagian luar botol.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat; Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Tel. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

COOKIES UBI JALAR

1. PENDAHULUAN
Cookies adalah sejenis kue yang diperoleh dari pemagangan adonan campuran
tepung, gula, mentega, bumbu-bumbu dan bahan - bahan pengembang.

2. BAHAN
1) Tepung Ubi jalar.

2) Tepung ubi kayu.

3) Kuning telur.

4) Susu skim.

5) Gula halus.

6) Soda kue.

7) Margarin.

Jumlah masing-masing bahan di atas dapat dibuat dalam berbagai komposisi


sebagai berikut:

BAHAN KOMPOSISI
A B C
Tepung ubi jalar 200,0 gram 100,0 gram 50,0 gram
Tepung ubi kayu 0,0 gram 100,0 gram 100,0 gram
Kuning telur 2 butir 2 butir 2 butir
Susu krim 15,0 gram 15,0 gram 15,0 gram
Gula halus 70,0 gram 70,0 gram 70,0 gram
Soda kue 0,4 gram 0,4 gram 0,4 gram
Margarin 110,0 gram 110,0 gram 110,0 gram

3. PERALATAN
1) Pengaduk.

2) Oven.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

3) Timbangan

4. CARA PEMBUATAN
1) Bahan-bahan selain tepung dicampur, kemudian diaduk dengan kecepatan
tinggi sampai rata dan membentuk krim.

2) Tepung dicampurkan ke dalam krim, kemudian diaduk lagi sampai rata.

3) Adonan dicetak sesuai dengan ukuran dan bentuk yang diinginkan,


kemudian dipanggang di dalam oven pada suhu 150°C selama 15 menit
sampai menjadi cookies matang.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

DAGING ASAP (DAGING SALE) CARA


PENGASAPAN CAIR

1. PENDAHULUAN
Daging asap adalah irisan daging yang diawetkan dengan panas dan asap
yang dihasilkan dari pembakaran kayu keras yang banyak menghasilkan asap
dan lambat terbakar. Asap mengandung senyawa fenol dan formal dehida,
masing-masing bersifat bakterisida (membunuh bakteri). Kombinasi kedua
senyawa tersebut juga bersifat fungisida (membunuh kapang). Kedua senyawa
membentuk lapisan mengkilat pada permukaan daging. Panas pembakaran
juga membunuh mikroba, dan menurunkan kadar air daging. Pada kadar air
rendah daging lebih sulit dirusak oleh mikroba.

Asap juga mengandung uap air, asam formiat, asam asetat, keton alkohol dan
karbon dioksida 4. Rasa dan aroma khas produk pengasapan terutama
disebabkan oleh senyawa fenol (quaiacol, 4-mettyl-quaiacol, 2,6-dimetoksi
fenol) dan senyawa karbonil1.

Ada dua cara pengasapan yaitu cara tradisional dan cara dingin. Pada cara
tradisional, asap dihasilkan dari pembakaran kayu atau biomassa lainnya
(misalnya sabuk kelapa serbuk akasia, dan serbuk mangga). Pada cara basah,
bahan direndam di dalam asap yang sudah di cairkan. Setelah senyawa asap
menempel pada ikan, kemudian ikan dikeringkan.

Walaupun mutunya kurang bagus dibanding pengasapan dingin, Pengasapan


tradisional paling mudah diterapkan oleh industri kecil. Asap cair yang
diperlukan untuk pengasapan dingin sulit ditemukan dipasaran. Karena itu
teknologi yang diuraikan lebih ditekankan pada pengasapan tradisional.

2. BAHAN
1) Daging

2) Asap cair

3) Garam halus

4) Larutan garam 20%

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

3. PERALATAN
1) Pengukus. Alat ini digunakan untuk mengukus daging

2) Pengering. Alat ini digunakan untuk mengeringkan daging yang telah dikukus

3) Penyemprot. Alat ini digunakan untuk menyemprotkan asap cair ke


permukaan daging.

4. CARA PEMBUATAN
1) Pengirisan daging. Daging diiris tipis-tipis. Sedapat mungkin pemotongan
mengikuti arah jaringan otot. Ada dua cara pengirisan, yaitu:
a) Daging digantung pada alat penggantung, kemudian diiris tipis-tipis
b) Daging ditempatkan diatas talenan, kemudian diiris tipis-tipis

Irisan dapat dibuat dalam berbagai ukuran, seperti:


a) irisan kecil: irisan dengan panjang 1 cm dan lebar 1 cm
b) irisan sedang: irisan dengan panjang dan lebar antara 3 ~ 5 cm
c) irisan panjang: irisan dengan panjang >5 cm dan lebar 3 ~ 5 cm

2) Pengeraman. Irisan daging direndam di dalam larutan garam 20% selama 30


menit. Ke dalam larutan garam, dapat ditambahkan bumbu.

3) Pengukusan. Irisan daging dikukus selama 30 menit.

4) Pengeringan. Irisan daging yang telah dikukus, dijemur atau dikeringkan


dengan alat pengering. Jika dijemur, pada cuaca bagus, pengeringan
berlangsung selama 2~3 hari. Jika dikeringkan dengan alat pengering,
pengeringan berlangsung selama 8~10 jam. Setelah pengeringan,
diharapkan kadar air kurang dari 18%.

5) Pengasapan. Ikan yang telah dikeringkan diberi asap cair. Ada dua cara
pemberian asap cair, yaitu:
a) Asap cair dilarutkan ke dalam air (1 bagian asap cair di dalam 99 bagian
air). Ke dalam asap cair tersebut daging kering dicelupkan selama 10
menit.
b) Asap cair dilarutkan ke dalam minyak (1 bagian asap cair dilarutkan ke
dalam 99 bagian minyak). Asap cair ini disemprotkan ke permukaan
daging.

6) Pengeringan setelah pengasapan. Irisan daging yang telah diasapi, dijemur


atau dikeringkan dengan alat pengering. Setelah itu, produk dapat disimpan
di dalam kantong plastik, atau di dalam kotak kaleng.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

DAGING ASAP (DAGING SALE) CARA


TRADISIONAL

1. PENDAHULUAN
Daging asap adalah irisan daging yang diawetkan dengan panas dan asap
yang dihasilkan dari pembakaran kayu keras yang banyak menghasilkan asap
dan lambat terbakar. Asap mengandung senyawa fenol dan formal dehida,
masing-masing bersifat bakterisida (membunuh bakteri). Kombinasi kedua
senyawa tersebut juga bersifat fungisida (membunuh kapang). Kedua senyawa
membentuk lapisan mengkilat pada permukaan daging. Panas pembakaran
juga membunuh mikroba, dan menurunkan kadar air daging. Pada kadar air
rendah daging lebih sulit dirusak oleh mikroba.

Asap juga mengandung uap air, asam formiat, asam asetat, keton alkohol dan
karbon dioksida 4. Rasa dan aroma khas produk pengasapan terutama
disebabkan oleh senyawa fenol (quaiacol, 4-mettyl-quaiacol, 2,6-dimetoksi
fenol) dan senyawa karbonil1.

Ada dua cara pengasapan yaitu cara tradisional dan cara dingin. Pada cara
tradisional, asap dihasilkan dari pembakaran kayu atau biomassa lainnya
(misalnya sabuk kelapa serbuk akasia, dan serbuk mangga). Pada cara basah,
bahan direndam di dalam asap yang sudah di cairkan. Setelah senyawa asap
menempel pada ikan, kemudian ikan dikeringkan.

Walaupun mutunya kurang bagus dibanding pengasapan dingin, Pengasapan


tradisional paling mudah diterapkan oleh industri kecil. Asap cair yang
diperlukan untuk pengasapan dingin sulit ditemukan dipasaran. Karena itu
teknologi yang diuraikan lebih ditekankan pada pengasapan tradisional.

2. BAHAN
1) Daging
2) Kayu keras
3) Garam halus

3. PERALATAN
1) Lemari asap. Alat ini digunakan untuk mengasapi. daging. Daging digantung
atau diletakkan di atas rak-rak. Bagian dasar lemari digunakan untuk
pembakaran kayu.
1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

2) Penggantung daging. Alat ini digunakan untuk menggantung daging besar


yang akan diiris.
3) Pisau dan talenan. Alat ini digunakan sebagai alas pada saat mengiris
daging (kalau tidak digantung)

4. CARA PEMBUATAN
1) Pengirisan daging. Daging diiris tipis-tipis. Sedapat mungkin pemotongan
mengikuti arah jaringan otot. Ada dua cara pengirisan, yaitu:
a) Daging digantung pada alat penggantung, kemudian diiris tipis-tipis
b) Daging ditempatkan diatas talenan, kemudian diiris tipis-tipis

Irisan dapat dibuat dalam berbagai ukuran, seperti:


a) irisan kecil: irisan dengan panjang 1 cm dan lebar 1 cm
b) irisan sedang: irisan dengan panjang dan lebar antara 3 ~ 5 cm
c) irisan panjang: irisan dengan panjang >5 cm dan lebar 3 ~ 5 cm

2) Penyiapan lemari asap. Bagian dasar lemari asap diisi dengan kayu keras,
kemudian dibakar. Setelah kayu terbakar, api dipadamkan sehingga kayu
tetap membara sambil mengeluarkan asap.

3) Pengasapan. Irisan daging berukuran kecil dan sedang diletakkan di


anyaman jarang. Irisan berukuran panjang (pasang) lebih baik digantung.
Setelah itu lemari ditutup rapat. Pengasapan ini dilangsungkan selama 48
jam sehingga dihasilkan daging asap kering dengan warna coklat tua. Selam
pengasapan, pembakaran kayu harus dijaga agar tidak mengeluarkan api.
Jika kayu berapi, kayu lebih cepat habis, kurang berasap, dan suhu terlalu
tinggi. Selama pengasapan, suhu perlu diusahakan tidak lebih dari 800C.

4) Pengemasan. Daging asap yang benar-benar kering dapat disimpan di


dalam kantong plastik, dan kotak kaleng yang tertutup rapat.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

DAGING KERING

1. PENDAHULUAN
Daging kering merupakan produk daging yang paling mudah pembuatannya.
Daging disayat tipis, kemudian dijemur atau dikeringkan dengan alat pengering.

Daging kering mempunyai aroma yang agak berbeda dengan daging segar
terjadinya oksidasi lemak menyebabkan daging kering mempunyai aroma yang
khas.

2. BAHAN
Daging

3. PERALATAN
1) Pisau. Alat ini digunakan untuk mengiris daging menjadi irisan tipis. Pisau
yang digunakan hendaknya tajam, tipis dan terbuat dari logam stainless
steel.
2) Penggantung daging. Alat ini digunakan untuk menggantung daging ukuran
besar yang akan diiris.
3) Talenan. Alat ini digunakan sebagai alas pada saat mengiris daging (kalau
tidak digantung)
4) Pengering. Alat ini digunakan untuk mengeringkan irisan daging. Pengering
dapat berupa alat penjemur sederhana, atau berupa alat pengering yang
berbahan bakar (minyak, kayu bakar, atau arang), bertenaga listrik atau
bertenaga cahaya matahari.

4. CARA PEMBUATAN
1) Pengirisan daging. Daging diiris tipis-tipis. Sedapat mungkin pemotongan
mengikuti arah jaringan otot. Ada dua cara pengirisan yaitu:
a. Daging digantung pada alat penggantung, kemudian diiris tipis-tipis
b. Daging ditempatkan di atas talenan, kemudian diiris tipis-tipis.
c. Irisan dapat dibuat dalam berbagai ukuran seperti:
d. Irisan kecil: irisan dengan panjang 1 cm dan lebar 1 cm
e. Irisan sedang: irisan dengan panjang 1 cm dan lebar antara 3~5 cm
f. Irisan panjang: irisan dengan panjang >5 cm dan lebar 3~5 cm

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

2. Pengeringan. Irisan dijemur dibawah sinar matahari, atau dikeringkan


dengan alat pengering sampai kadar air dibawah 10%. Khusus untuk irisan
panjang, pengeringan dapat dilakukan dengan berbagai cara:
a. Irisan dijemur atau dikeringkan dalam posisi tergantung
b. Irisan dijemur atau dikeringkan dalam posisi tergeletak diatas tampah atau
rak pengering.
c. Irisan dijepit dengan anyaman kawat tahan karat agar diperoleh daging
kering yang datar permukaannya.

3. Penyimpanan. Daging yang benar-benar kering dapat dikemas didalam


kantong plastik, kemudian di-seal dengan rapat. Daging yang kurang kering
(kadar air di atas 8%) tidak dapat dikemas didalam wadah yang tertutup
rapat.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

DENDENG

1. PENDAHULUAN
Dendeng adalah irisan kering daging yang telah diberi bumbu, dan kadang-
kadang telah mengalami proses pemasakan. Dengan demikian dendeng
berbeda dengan daging kering yang tidak diberi bumbu (kecuali garam).

Pembuatan dendeng tidak sulit, dan dapat dilakukan dengan alat-alat yang
biasa terdapat di rumah tangga.

2. BAHAN
1) Daging

2) Bumbu. Setiap 1 kg daging dibutuhkan gula (200 gram), asam jawa (40
gram), bawang merah (50 gram), bubuk ketumbar (20 gram), lengkuas (30
gram), garam (300 gram), dan bawang putih (100 gram).

3. PERALATAN
1) Pisau. Alat ini digunakan untuk mengiris daging menjadi irisan tipis. Pisau
yang digunakan hendaknya tajam, tipis dan dari logam stainless steel.

2) Pengantung daging. Alat ini digunakan untuk menggantung daging ukuran


besar yang akan diiris.

3) Talenan. Alat ini digunakan untuk mengeringkan irisan daging (kalau tidak
digunting).

4) Pengering. Alat ini digunakan untuk mengeringkan irisan daging. Pengering


dapat berupa alat penjemur sederhana, atau berupa alat pengering yang
berbahan bakar (minyak, kayu bakar, atau arang), bertenaga listrik atu
bertenaga cahaya matahari.

5) Keranjang peniris. Alat ini digunakan untuk meniriskan daging setelah


direndam dengan larutan garam.

6) Penggiling bumbu. Alat ini digunakan untuk menggiling bumbu dendeng.

7) Panci. Alat ini digunakan untuk merebus bumbu.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

8) Kulkas. Alat ini digunakan untuk menyimpan daging yang direndam di dalam
larutan bumbu.

4. CARA PEMBUATAN
1) Pengirisan daging. Daging diiris tipis-tipis. Sedapat mungkin pemotongan
mengikuti arah jaringan otot. Ada dua cara pengirisan, yaitu:
a) Daging digantung pada alat penggantung, kemudian diiris tipis-tipis
b) Daging ditempatkan di atas talenan, kemudian diiris tipis-tipis.

Irisan dapat dibuat dalam berbagai ukuran, seperti


a) irisan kecil: irisan dengan panjang 1 cm dan lebar 1 cm
b) irisan sedang: irisan dengan panjang dan lembar antara 3~5 cm
c) irisan panjang: irisan dengan panjang >5 cm dan lebar 3~5 cm.

2) Pembuatan larutan bumbu


a) Lengkuas, bawang putih, dan bawang merah digiling halus. Bumbu-
bumbu ini dicampur dengan gula, asam jawa dan bubuk ketumbar.
b) Air sebanyak 1 liter direbus sampai mendidih. Kemudian ditambahkan
bumbu yang telah disiapkan di atas. Campuran tersebut dididihkan
selama 30 menit sambil diaduk-aduk sampai kental. Setelah itu larutan
bumbu didinginkan.

3) Perendaman di dalam larutan bumbu.


a) Irisan daging direndam du dalam larutan bumbu selama semalaman pada
suhu dingin di dalam kulkas.
b) Setelah itu, daging dikeluarkan dari larutan bumbu, dan dimasukkan ke
dalam kantong plastik tersebut di biarkan di udara terbuka sampai
suhunya tidak dingin lagi (sama dengan suhu kamar).

4) Pengeringan. Setelah daging di dalam kantong tidak dingin lagi, daging


dikeluarkan dari kantong, kemudian segera dijemur atau dikeringkan dengan
alat pengering sampai kadar air di bawah 10%. Irisan daging yang berukuran
panjang harus digantung pada saat pengeringan. Hasil pengeringan disebut
dengan dendeng mentah.

5) Pengemasan. Dendeng mentah yang telah kering dapat disimpan di dalam


kantong plastik.

6) Penggorengan. Dendeng daging yang telah kering dapat digoreng di dalam


minyak panas (1700) selama 30-60 detik sambil dibolak-balik, kemudian
cepat-cepat diangkat dan ditiriskan.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

DENDENG GILING

1. PENDAHULUAN
Daging adalah urat yang melekat pada kerangka kecuali urat dari bagian bibir,
hidung dan telinga dari hewan yang sehat sewaktu dipotong. Daging terdiri dari
otot, jaringan penghubung dan jaringan lemak.

Daging merupakan salah satu bahan pangan bergizi tinggi disamping telur,
susu dan ikan. Daging mengandung protein, lemak, mineral, air serta vitamin
dalam susunan yang berbeda tergantung jenis makanan dan jenis hewan.
Hewan yang berbeda mempunyai komposisi daging yang berbeda pula.
Komposisi daging terdiri dari 75% air, 18% protein, 4% protein yang dapat larut
(termasuk mineral) dan 3% lemak. Ternak rata-rata menghasilkan karkas
(bagian badan hewan) 55%, macam-macam hasil sampingan 9%, kulit 6% dan
bahan lainnya 30%. Daging yang baik ditentukan oleh warna, bau, penampakan
dan kekenyalan. Semakin daging tersebut lembab atau basah serta lembek
(tidak kenyak) menunjukan kualitas daging yang kurang baik.

Pengawetan daging merupakan suatu cara menyimpan daging untuk jangka


waktu yang cukup lama agar kualitas maupun kebersihannya tetap terjaga.
Tujuan pengawetan adalah menjaga ketahanan terhadap serangan jamur
(kapang), bakteri, virus dan kuman agar daging tidak mudah rusak. Ada
beberapa cara pengawetan yaitu: pendinginan, pelayuan, pengasapan,
pengeringan, pengalengan dan pembekuan.

Sebaiknya daging hewan yang baru saja disembelih tidak cepat-cepat dimasak,
tetapi ditunggu beberapa lama atau dilayukan terlebih dahulu. Untuk daging
sapi atau daging kerbau dapat dimasak sesudah pelayuan selama 12~24 jam;
daging kambing, domba, babi sesudah 8~12 jam, sedangkan untuk daging
pedet (anak sapi) sesudah 4~8 jam. Usaha pengawetan daging diperlukan
untuk memenuhi selera atau kebutuhan konsumen serta mempermudah dalam
pengangkutan.

Pengawetan dengan cara pengeringan dilakukan dengan penambahan garam,


gula dan bahan kimia seperti nitrat (NO3) dan nitrit (NO2). Penambahan garam,
untuk pengawetan daging kira-kira sepersepuluh dari berat daging. Disamping
sebagai pengawet, garam juga berfungsi sebagai penambah rasa.
Penambahan gula juga dimaksudkan sebagai penambahan rasa pada bahan
yang diolah. Untuk melunakkan daging sebelum diolah, daging dibungkus
dengan daun pepaya yang mengandung enzim papain atau dilumuri dengan
parutan buah nenas yang mengandung enzim bromolin.

Contoh hasil olahan dan pengawetan daging adalah abon, dendeng sayat,
dendeng giling, dendeng ragi, daging asap, kornet, sosis dan sebagainya.

Hal. 1/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Dendeng giling adalah daging yang digiling berupa lembaran tipis dan diberi
bumbu, kemudian dikeringkan. Pembuatan dendeng giling tidak memerlukan
daging yang berkualitas baik.

2. BAHAN
1) Daging 4 kg
2) Gula merah 1 kg
3) Garam 2 ons
4) Bawang putih 60 gram
5) Asam Jawa 40 gram
6) Lengkuas 12 gram
7) Ketumbar 4 ons

3. ALAT
1) Alat penggiling daging (jika ada)
2) Baskom
3) Rak bumbu
4) Jerami bersih dan kering
5) Sendok
6) Pisau
7) Alat penghancur bambu (cobek dan ulekan)
8) Kayu bundar atau botol

4. CARA PEMBUATAN
1) Giling daging sapi yang telah dicuci bersih dengan alat penggiling daging.
Jika tidak ada penggilingan daging, dapat dicincang sampai halus;
2) Campur dengan bumbu yang telah dihaluskan, kemudian buat menjadi
lembaran tebal kira-kira 3 mm dengan cara mengepresnya dengan kayu
bundar atau botol;
3) Susun pada rak bambu yang dilapisi dengan merang bersih;
4) Keringkan dibawah sinar matahari selama 3~5 hari, dapat juga dengan oven
pada suhu 500~600 C selama 4~6 jam;
5) Kemas dalam kantong plastik.

Hal. 2/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN DENDENG GILING

6. KEUNTUNGAN
Bahan lebih murah karena tidak membutuhkan daging yang berkualitas baik.

7. KERUGIAN
1) Dendeng giling tidak selezat dendeng sayat sebab dalam proses
penggilingan atau pencacahan sejumlah zat pembentuk rasa akan hilang.
2) Pada umumnya dendeng giling lebih cepat rusak daripada dendeng sayat.

Catatan:
1) Ketebalan dendeng giling dapat diatur secara merata sehingga mempercepat
proses penggeringan .
2) Pengeringan dengan oven perlu dijaga, terutama mengenai tinggi, suhu dan
lama pengeringan sehingga tidak merusak kualitas dendeng secara alami
maupun kimiawi.

Hal. 3/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Tabel 1. Komposisi Dendeng Giling

KOMPONEN KADAR (%)


Protein 13,80 %
Lemak 9,00 %
Karbohidrat 52,00 %
Air 25,00 %
Ca (mg/ 100 gram) 30,00 %
P (mg/ 100 gram) 270,00 %
Fe (mg/ 100 gram) 5,10 %

8. DAFTAR PUSTAKA
1) Palupi, W.D.E. Tinjauan literatur pengolahan daging. Jakarta: Pusat
Dokumentasi dan Informasi Ilmiah-LIPI, 1986. 54 hal.
2) Winarno, F.G; Srikandi Fardiaz, dan Djunjung Daulay. Indonesia traditional
food processing. Bogor : IPB, 1973
3) Berkas lembaran petunjuk latihan teknologi makanan. Yogyakarta:
Pendidikan Guru Pertanian PGP-Kejuruan Teknologi Makanan, 1975

9. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Haryanto

KEMBALI KE MENU

Hal. 4/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

DENDENG IKAN
1. PENDAHULUAN
Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat selain
sebagai komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses pembusukan
dibandingkan dengan bahan makanan lain. Bakteri dan perubahan kimiawi
pada ikan mati menyebabkan pembusukan. Mutu olahan ikan sangat
tergantung pada mutu bahan mentahnya.

Tanda ikan yang sudah busuk:


- mata suram dan tenggelam;
- sisik suram dan mudah lepas;
- warna kulit suram dengan lendir tebal;
- insang berwarna kelabu dengan lendir tebal;
- dinding perut lembek;
- warna keseluruhan suram dan berbau busuk.

Tanda ikan yang masih segar:


- daging kenyal;
- mata jernih menonjol;
- sisik kuat dan mengkilat;
- sirip kuat;
- warna keseluruhan termasuk kulit cemerlang;
- insang berwarna merah;
- dinding perut kuat;
- bau ikan segar.

Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi
masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Namun ikan cepat
mengalami proses pembusukan. Oleh sebab itu pengawetan ikan perlu
diketahui semua lapisan masyarakat. Pengawetan ikan secara tradisional
bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak
memberikan kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak. Untuk
mendapatkan hasil awetan yang bermutu tinggi diperlukan perlakukan yang
baik selama proses pengawetan seperti : menjaga kebersihan bahan dan alat
yang digunakan, menggunakan ikan yang masih segar, serta garam yang
bersih. Ada bermacam-macam pengawetan ikan, antara lain dengan cara:
penggaraman, pengeringan, pemindangan, perasapan, peragian, dan
pendinginan ikan.

Hal. 1/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Tabel 1. Komposisi Ikan Segar per 100 gram Bahan

KOMPONEN KADAR (%)


Kandungan air 76,00
Protein 17,00
Lemak 4,50
Mineral dan vitamin 2,52-4,50

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa ikan mempunyai nilai protein tinggi, dan
kandungan lemaknya rendah sehingga banyak memberikan manfaat kesehatan
bagi tubuh manusia.

Manfaat makan ikan sudah banyak diketahui orang, seperti di negara Jepang
dan Taiwanikan merupakan makanan utama dalam lauk sehari-hari yang
memberikan efek awet muda dan harapan hidup lebih tinggi dari negara
lainnya. Penggolahan ikan dengan berbagai cara dan rasa menyebabkan orang
mengkonsumsi ikan lebih banyak.

Dendeng ikan adalah jenis makanan awetan yang dibuat dengan cara
pengeringan dengan menambah garam, gula, dan bahan lain untuk
memperoleh rasa yang diinginkan.

2. BAHAN
1) Ikan tamban sisik (lemuru, cucut) 20 kg
2) Gula merah 2 kg
3) Ketumbar 2 ons
4) Garam 1 kg
5) Bawang merah ½ ons
6) Bawang putih 2 ons
7) Asam jawa 7 mata
8) Lengkuas (laos) secukupnya

3. ALAT
1) Pisau
2) Alas perajang (talenan)
3) Keranjang peniris (ayakan bambu)
4) Penghancur bumbu (cobek)
5) Ember
6) Baskom
7) Panci
8) Saringan halus
9) Tampah (nyiru)

Hal. 2/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4. CARA PEMBUATAN
1) Bersihkan ikan, buang kepala dan isi perutnya;
2) Belah dan buang tulangnya lalu cuci. Untuk ikan yang lebih besar dan tebal
iris dengan ukuran panjang 7 cm, tebal ½ cm, dan lebar 5 cm;
3) Masukkan garam ke dalam 3 liter air kemudian rendam ikan selama 5 jam;
4) Masak 8 liter air sampai mendidih, masukkan semua bumbu yang telah
dihaluskan kemudian aduk-aduk sampai rata;
5) Saring supaya ampas ketumbar terpisah, kemudian dinginkan;
6) Masukkan ikan yang sudah digarami tadi ke dalam larutan bumbu. Rendam
selama ± 10 jam;
7) Tiriskan, kemudian jemur di atas nyiru atau tampah;
8) Balik-balik ikan tiap 4 jam sekali supaya pengeringan rata;
9) Sebelum dihidangkan, goreng dendeng terlebih dahulu (± ½ menit) dalam
minyak panas.

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN DENDENG IKAN

Hal. 3/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

6. DAFTAR PUSTAKA
1) Berbagai cara pengolahan dan pengawetan ikan. Yogyakarta : Proyek
Pengembangan Penyuluhan Pertanian Pusat, Departemen Pertanian, 1987.
Hal. 35
2) Pengolahan ikan. Subang : Balai Pengembangan Teknologi Tepat Guna,
Puslitbang Fisika Terapan-LIPI, 1990. Hal. 26-34.
3) Teknologi desa. Jakarta : Direktorat Pengembangan dan Perluasan Kerja,
1983. Seri PengolahanPangan. Hal. 14-16.

7. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Agus Sediadi

KEMBALI KE MENU

Hal. 4/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

DENDENG IKAN

1. PENDAHULUAN
Dendeng ikan adalah ikan kering yang telah diberi bumbu, dan kadang-kadang
telah mengalami proses proses pemasakan. Dengan demikian, dendeng
berbeda dengan daging kering yang tidak diberi bumbu (kecuali garam).

Pembuatan dendeng tidak sulit, dan dapat dilakukan dengan alat-alat yang
biasa terdapat di rumah tangga.

2. BAHAN
1) Ikan. Dianjurkan menggunakan ikan berukuran sedang yang kurang bernilai
ekonomis. Ikan tamban merupakan salah satu jenis ikan berukuran sedang
yang dapat diolah menjadi dendeng ikan. Ikan ini mempunyai tekstur daging
lunak, dan berduri halus di dalam daging. Adanya duri halus tersebut
menyebabkan ikan tamban paling cocok diolah menjadi produk kering seperti
dendeng. Rasa dendeng tamban sangat enak dan tidak sulit membuatnya.
2) Bumbu. Setiap 1 kg ikan membutuhkan gula (200 gram), asam jawa (40
gram), bawang merah (50 gram), bubuk ketumbar (20 gram), lengkuas (30
gram), garam (300 gram), bawang putih (100 gram).

3. PERALATAN
1) Pisau dan talenan. Alat ini digunakan untuk menyiangi dan mengiris daging
ikan menjadi irisan tipis. Pisau yang digunakan hendaknya tajam, tipis dan
terbuat dari logam stainless steel.
2) Pengering. Alat ini digunakan untuk mengeringkan ikan. Pengering dapat
berupa alat penjemur sederhana, atau berupa alat pengering yang berbahan
bakar (minyak, kayu bakar, atau arang), bertenaga listrik atau bertenaga
cahaya matahari.
3) Keranjang peniris. Alat ini digunakan untuk meniriskan ikan setelah
direndam dengan larutan garam.
4) Penggiling bumbu. Alat ini digunakan untuk menggiling bumbu dendeng.
5) Panci. Alat ini digunakan untuk merebus bumbu.
6) Kulkas. Alat ini digunakan untuk menyimpan ikan yang direndam di dalam
larutan bumbu.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

IV. CARA PEMBUATAN


1) Proses Pendahuluan
a. Penyiangan. Ikan disiangi dan dibelah seperti yang dilakukan terhadap
ikan yang akan dikeringkan.
- Bagian di bawah insang dipotong tanpa menyebabkan kepala ikan
terpotong.
- Kemudian perut ikan dibelah dari anus ke arah insang tanpa melukai
jeroannya.
- Perut yang sudah terbelah dibuka. Jeroan dan insang dibuang.
- Bagian dalam perut disikat dengan ujung pisau untuk membuang sisa-
sisa darah.
- Setelah itu, ikan dicuci sampai bersih.
b. Pembelahan. Ikan dibelah pada bagian perut. Pembelahah dimulai dari
kepala ke arah ekor tanpa menyebabkan bagian punggung terpotong.
c. Pembuangan tulang belakang. Belahan ikan yang telah dibelah dibuka,
kemudian tulang belakang ditarik dengan pinset sampai terlepas.

2) Pembuatan Larutan Bumbu


a. Lengkuas, bawang putih, dan bawang merah digiling halus. Bumbu-
bumbu ini dicampur dengan gula, asam jawa dan bubuk ketumbar.
b. Air sebanyak 1 liter direbus sampai mendidih. Kemudian ditambahkan
bumbu yang telah disiapkan di atas. Campuran tersebut dididihkan sambil
diaduk-aduk selama 30 menit sampai kental. Setelah itu larutan bumbu
didinginkan.

3) Perendaman di dalam Larutan Bumbu


a. Ikan direndam di dalam larutan bumbu semalam pada suhu dingin di
dalam kulkas.
b. Setelah out, ikan dikeluarkan dari larutan bumbu, dan dimasukkan ke
dalam kantong plastik, kemudian plastik ditutup rapat. Kantong plastik
tersebut dibiarkan di udara terbuka sampai suhunya tidak dingin lagi
(sama dengan suhu kamar).

4) Pengeringan.
Setelah ikan di dalam kantong tidak dingin lagi, ikan dikeluarkan dari
kantong, kemudian segera dijemur atau dikeringkan dengan alat pengering
sampai kadar air di bawah 10 %. Selama pengeringan, ikan dibalik-balik
agar pengeringan merata dan lebih cepat. Hasil pengeringan disebut
dengan dendeng mentah ikan.
a. Pengemasan. Dendeng mentah ikan dapat disimpan di dalam kantong
plastik.
b. Penggorengan. Dendeng ikan yang telah kering dapat digoreng di dalam
minyak panas (1700) selama 30~60 detik sambil dibalik-balik, kemudian
cepat-cepat diangkat dan ditiriskan.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

DENDENG RAGI

1. PENDAHULUAN
Daging adalah urat yang melekat pada kerangka kecuali urat dari bagian bibir,
hidung dan telinga dari hewan yang sehat sewaktu dipotong. Daging terdiri dari
otot, jaringan penghubung dan jaringan lemak.

Daging merupakan salah satu bahan pangan bergizi tinggi disamping telur,
susu dan ikan. Daging mengandung protein, lemak, mineral, air serta vitamin
dalam susunan yang berbeda tergantung jenis makanan dan jenis hewan.
Hewan yang berbeda mempunyai komposisi daging yang berbeda pula.
Komposisi daging terdiri dari 75% air, 18% protein, 4% protein yang dapat larut
(termasuk mineral) dan 3% lemak. Ternak rata-rata menghasilkan karkas
(bagian badan hewan) 55%, macam-macam hasil sampingan 9%, kulit 6% dan
bahan lainnya 30%. Daging yang baik ditentukan oleh warna, bau, penampakan
dan kekenyalan. Semakin daging tersebut lembab atau basah serta lembek
(tidak kenyak) menunjukan kualitas daging yang kurang baik.

Pengawetan daging merupakan suatu cara menyimpan daging untuk jangka


waktu yang cukup lama agar kualitas maupun kebersihannya tetap terjaga.
Tujuan pengawetan adalah menjaga ketahanan terhadap serangan jamur
(kapang), bakteri, virus dan kuman agar daging tidak mudah rusak. Ada
beberapa cara pengawetan yaitu: pendinginan, pelayuan, pengasapan,
pengeringan, pengalengan dan pembekuan.

Sebaiknya daging hewan yang baru saja disembelih tidak cepat-cepat dimasak,
tetapi ditunggu beberapa lama atau dilayukan terlebih dahulu. Untuk daging
sapi atau daging kerbau dapat dimasak sesudah pelayuan selama 12~24 jam;
daging kambing, domba, babi sesudah 8~12 jam, sedangkan untuk daging
pedet (anak sapi) sesudah 4~8 jam. Usaha pengawetan daging diperlukan
untuk memenuhi selera atau kebutuhan konsumen serta mempermudah dalam
pengangkutan.

Pengawetan dengan cara pengeringan dilakukan dengan penambahan garam,


gula dan bahan kimia seperti nitrat (NO3) dan nitrit (NO2). Penambahan garam,
untuk pengawetan daging kira-kira sepersepuluh dari berat daging. Disamping
sebagai pengawet, garam juga berfungsi sebagai penambah rasa.
Penambahan gula juga dimaksudkan sebagai penambahan rasa pada bahan
yang diolah. Untuk melunakkan daging sebelum diolah, daging dibungkus
dengan daun pepaya yang mengandung enzim papain atau dilumuri dengan
parutan buah nenas yang mengandung enzim bromolin.

Contoh hasil olahan dan pengawetan daging adalah abon, dendeng sayat,
dendeng giling, dendeng ragi, daging asap, kornet, sosis dan sebagainya.

Hal. 1/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Dendeng ragi adalah makanan jadi, hasil olahan daging yang dicampur dengan
parutan kelapa dan bumbu.

2. BAHAN
1) Daging sapi 1 kg
2) Kelapa parut 5 butir
3) Cabai merah 20 gram
4) Bawang merah 50 gram
5) Bawang putih 40 gram
6) Ketumbar 20 gram
7) Asam Jawa 12 mata
8) Garam 10 gram
9) Daun jeruk purut 8 lembar
10) Daun salam 8 lembar
11) Gula merah 6 ons
12) Kencur 20 gram
13) Laos 20 gram

3. ALAT
1) Alat perajang (talenan)
2) Pisau
3) Alat penghancur bumbu (cobekan dan ulekan)
4) Penggorengan (wajan)
5) Parutan kelapa
6) Baskom
7) Alat peniris
8) Kompor
9) Panci

4. CARA PEMBUATAN

1) Cuci daging sapi, kemudian iris tipis. (± 4 x 4 cm) dengan ketebalan sekitar
(1/2 ~ 1 cm);
2) Parut kelapa, kemudian tumbuk bumbu sampai halus, kecuali lengkuas,
daun jeruk purut, dan daun salam;
3) Campur dengan irisan daging, kemudian rebus dengan air secukupnya
sampai lunak;
4) Apabila air rebusan tinggal sedikit, masukkan parutan kelapa, kemudian
masak sampai air rebusan kering;

Hal. 2/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5) Gorengan campuran bahan tadi di atas api kecil sampai berwarna kekuning-
kuningan, kemudian tiriskan agar minyaknya turun;
6) Kemas dendeng ragi dalam kantong plastik atau stoples.

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN DENDENG RAGI

6. KEUNTUNGAN
Dendeng ragi memiliki rasa yang lezat dan dapat disimpan pada suhu kamar
sela 4 ~ 7 hari tanpa mengalami kerusakan.

Catatan:
Selama penyimpanan, tempat dan temperatus perlu diperhatikan, untuk
menghindari proses menjadi tengik karena adanya kelapa.

7. DAFTAR PUSTAKA
1) Palupi, W.D.E. Tinjauan literatur pengolahan daging. Jakarta: Pusat
Dokumentasi dan Informasi Ilmiah-LIPI, 1986. 54 hal.
2) Simarmata, J.P. Pembuatan dendeng ragi . Buletin Pusbangtepa, Mei 1981:
17-21.

Hal. 3/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

8. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Agus Sediadi

KEMBALI KE MENU

Hal. 4/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

DENDENG SAYAT

1. PENDAHULUAN
Daging adalah urat yang melekat pada kerangka kecuali urat dari bagian bibir,
hidung dan telinga dari hewan yang sehat sewaktu dipotong. Daging terdiri dari
otot, jaringan penghubung dan jaringan lemak.

Daging merupakan salah satu bahan pangan bergizi tinggi disamping telur,
susu dan ikan. Daging mengandung protein, lemak, mineral, air serta vitamin
dalam susunan yang berbeda tergantung jenis makanan dan jenis hewan.
Hewan yang berbeda mempunyai komposisi daging yang berbeda pula.
Komposisi daging terdiri dari 75% air, 18% protein, 4% protein yang dapat larut
(termasuk mineral) dan 3% lemak. Ternak rata-rata menghasilkan karkas
(bagian badan hewan) 55%, macam-macam hasil sampingan 9%, kulit 6% dan
bahan lainnya 30%. Daging yang baik ditentukan oleh warna, bau, penampakan
dan kekenyalan. Semakin daging tersebut lembab atau basah serta lembek
(tidak kenyak) menunjukan kualitas daging yang kurang baik.

Pengawetan daging merupakan suatu cara menyimpan daging untuk jangka


waktu yang cukup lama agar kualitas maupun kebersihannya tetap terjaga.
Tujuan pengawetan adalah menjaga ketahanan terhadap serangan jamur
(kapang), bakteri, virus dan kuman agar daging tidak mudah rusak. Ada
beberapa cara pengawetan yaitu: pendinginan, pelayuan, pengasapan,
pengeringan, pengalengan dan pembekuan.

Sebaiknya daging hewan yang baru saja disembelih tidak cepat-cepat dimasak,
tetapi ditunggu beberapa lama atau dilayukan terlebih dahulu. Untuk daging
sapi atau daging kerbau dapat dimasak sesudah pelayuan selama 12~24 jam;
daging kambing, domba, babi sesudah 8~12 jam, sedangkan untuk daging
pedet (anak sapi) sesudah 4~8 jam. Usaha pengawetan daging diperlukan
untuk memenuhi selera atau kebutuhan konsumen serta mempermudah dalam
pengangkutan.

Pengawetan dengan cara pengeringan dilakukan dengan penambahan garam,


gula dan bahan kimia seperti nitrat (NO3) dan nitrit (NO2). Penambahan garam,
untuk pengawetan daging kira-kira sepersepuluh dari berat daging. Disamping
sebagai pengawet, garam juga berfungsi sebagai penambah rasa.
Penambahan gula juga dimaksudkan sebagai penambahan rasa pada bahan
yang diolah. Untuk melunakkan daging sebelum diolah, daging dibungkus
dengan daun pepaya yang mengandung enzim papain atau dilumuri dengan
parutan buah nenas yang mengandung enzim bromolin.

Contoh hasil olahan dan pengawetan daging adalah abon, dendeng sayat,
dendeng giling, dendeng ragi, daging asap, kornet, sosis dan sebagainya.

Hal. 1/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Dendeng sayat adalah lembaran tipis daging sapi atau kerbau yang diberi
bumbu. Dendeng dapat digunakan sebagai lauk setelah digoreng.

2. BAHAN
1) Daging sapi atau kerbau (tidak berlemak) 4 kg
2) Gula merah 1 kg
3) Garam 4 ons
4) Ketumbar 2 ons
5) Jinten 1 ons
6) Bawang merah 1 ons
7) Bawang putih 2 ½ ons
8) Lengkuas (laos) ½ kg
9) Lada (bila perlu) secukupnya
10) Jahe (bila perlu) secukupnya
11) Sendawa (NANO3) (0,1%) 4 gram

3. ALAT
1) Pisau
2) Alas perajang (talenan)
3) Tampah
4) Panci dan baskom
5) Merang bersih (bila perlu)
6) Alat penghancur bumbu (cobek dan ulekan)
7) Sendok

4. CARA PEMBUATAN
1) Pilih daging yang baik, kemudian cuci sampai bersih;
2) Sayat daging tipis-tipis dengan ketebalan kira-kira 3 ~ 5 mm;
3) Bumbu-bumbu (lengkuas, jinten, ketumbar, bawang merah, bawang putih,
garam) tumbuk sampai halus dan tambahkan sedikit air;
4) Potong-potong gula merah kemudian rebus dengan sedikit air. Bumbu-
bumbu yang sudah dihaluskan masukkan ke dalam rebusan air;
5) Setelah gula hancur, tuangkan campuran gula danbumbu pada daging yang
sudah diiris tipis tadi, aduk sampai rata, kemudian diamkan selama 1 jam;
6) Angkat daging berbumbu, letakkan diatas tampah yang dilapisi merang
bersih;
7) Jemur di bawah sinar matahari sampai kering, kira-kira 6 ~ 7 hari (tergantung
cuaca). Usahakan agar seluruh permukaan daging terkena sinar matahari;

Hal. 2/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

8) Daging yang sudah dijemur dapat disimpan dalam stoples, kantong plastik,
atau besek.

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN DENDENG SAYAT

6. KEUNTUNGAN
Penggering daging dengan sinar matahari adalah mudah, murah, serta tidak
merusak kandungan protein.

Catatan:
1) Selama penyimpanan, perlu diperhatikan dan dijaga agar kadar air dendeng
tetap stabil;
2) Pengeringan dendeng dengan sinar matahari, perlu diperhatikan agar sinar
tidak terlalu panas. Hal tersebut akan menyebabkan permukaan dendeng
menjadi retak. Sebaliknya, apabila sinar matahari kurang panas dan tidak
terus menerus maka kapang atau jamur akan mudah tumbuh.

Hal. 3/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

7. DAFTAR PUSTAKA
1) Palupi, W.D.E. Tinjauan literatur pengolahan daging. Jakarta: Pusat
Dokumentasi dan Informasi Ilmiah-LIPI, 1986. 54 hal.
2) Dendeng giling produk yang terlupakan. Selera, VI (5), Maret 1987: 53-55.
3) Winarno, F.G; S. Fardiaz; D. Dauly. Indonesian traditional food processing.
Bogor: IPB, 1973.

8. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Agus Sediadi

KEMBALI KE MENU

Hal. 4/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

DODOL PISANG

1. PENDAHULUAN
Dodol adalah makanan berupa gel yang terbuat dari campuran bahan beras
pati, gula dan bahan pengisi lainnya seperti buah dan rumput laut.

Dodol tergolong makanan semi basah dengan kadar gula tinggi sehingga dapat
disimpan agak lama (1-3 bulan). Pembuatan makanan ini tidak sulit dan dapat
dilakukan dengan menggunakan alat-alat yang biasa terdapat pada rumah
tangga.

2. BAHAN
1) Pisang yang telah matang konsumsi, dan daging lunak (1 kg)
2) Gula pasir putih bersih. (0,25 kg). Bahan ini digiling sampai halus.
3) Gula merah (100 gram). Bahan ini digiling sampai halus.
4) Garam dapur halus dan putih bersih (10 gram)
5) Tepung ketan (50 gram)
6) Santan kental (450 ml)
7) Natrium benzoat (1 gram).
8) Lemak sapi (secukupnya). Lemak padat sapi dibersihkan dari jaringan
daging, dan dipotong kecil-kecil. Setelah itu potongan lemak dimasak dalam
panci atau wajan sampai mencair. Setelah mencair, lemak cair panas ini
disaring dengan kain saring secara cepat. Setelah itu, lemak dipanaskan lagi
sambil diaduk-aduk. Busa yang timbul dibuang.

3. PERALATAN
1) Wajan . Alat ini digunakan untuk memanaskan adonan dodol.

2) Penggiling. Alat ini digunakan untuk menghaluskan daging buah pisang


menjadi bubur. Penggilingan dapat dilakukan dengan mesin penggiling.
Untuk usaha kecil, penggilingan dapat dilakukan dengan menggunakan
lumpnag dan blender.

3) Cetakan. Cetakan berupa baki dengan ketebalan 1~2 cm. Alat ini digunakan
untuk mencetak dodol.

4) Alat pengering. Alat ini digunakan untuk mengeringkan dodol yang sedang
berada di dalam cetakan. Jika tidak tersedia alat pengering, adonan dapat
dijemur dengan sinar matahari.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4. CARA PEMBUATAN
1) Pembuatan adonan dodol. Pisang dikupas, kemudian digiling sampai halus.
Setelah itu ditambahkan gula pasir, gula merah, tepung ketan, santan kental
dan natrium benzoat. Campuran ini diaduk sampai rata. Campuran ini
disebut dengan adonan dodol.

2) Pemasakan adonan. Adonan dimasak di dalam wajan sambil diaduk.


Pengadukan dilakukan sampai adonan menjadi liat, berminyak dan tidak
lengket. Hasil pemasakan ini disebut dengan adonan dodol masak.

3) Pencetakan. Adonan dodol masak diangkat dari wajan, kemudian


dimasukkan ke dalam cetakan berbentuk baki dengan ketinggian 1-2 cm.
Adonan ditekan-tekan agar padat dan rata. Sebelum adonan dimasukkan,
permukaan dalam baki dialasi dengan plastik atau daun pisang.

4) Penjemuran. Adonan dodol di dalam cetakan dijemur sampai agak kering


atau dikeringkan dengan alat pengering

5) Pemotongan dan pelapisan dengan lemak. Dodol yang telah mengeras


dipotong-potong, kemudian dicelupkan ke dalam lemak sapi yang sedang
mencair, dan segera diangkat. Dodol ini dibiarkan beberapa saat sampai
lemak pada permukaannya mengeras.

6) Pengemasan. Potongan-potongan dodol dibungkus dengan kertas minyak,


kertas kue atau plastik. Setelah itu, dodol dikemas di dalam kantong plastik.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Tel. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

DODOL PISANG NANGKA

1. PENDAHULUAN
Buah-buahan merupakan bahan pangan sumber vitamin. Selain buahnya yang
dimakan dalam bentuk segar, daunnya juga dapat dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan. Misalnya daun pisang untuk makanan ternak, daun pepaya untuk
mengempukkan daging dan melancarkan air susu ibu (ASI) terutama daun
pepaya jantan.

Warna buah cepat sekali berubah oleh pengaruh fisika misalnya sinar matahari
dan pemotongan, serta pengaruh biologis (jamur) sehingga mudah menjadi
busuk. Oleh karena itu pengolahan buah untuk memperpanjang masa
simpannya sangat penting. Buah dapat diolah menjadi berbagai bentuk
minuman seperti anggur, sari buah dan sirup juga makanan lain seperti
manisan, dodol, keripik, dan sale.

Pisang dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu :


1) Pisang yang dimakan dalam bentuk segar, misalnya : pisang ambon, raja
sere, raja bulu, susu, seribu, dan emas.
2) Pisang yang dimakan setelah diolah terlebih dahulu, misalnya : pisang
kepok, nangka, raja siam, raja bandung, kapas, rotan, gajah, dan tanduk.

Pisang banyak mengandung protein yang kadarnya lebih tinggi daripada buah-
buahan lainnya, namun buah pisang mudah busuk. Untuk mencegah
pembusukan dapat dilakukan pengawetan, misalnya dalam bentuk keripik,
dodol, sale, anggur, dan lain-lain.

Dodol pisang nangka merupakan olahan pisang menjadi satu adonan sehingga
membentuk kekenyalan tertentu.

Pisang nangka mempunyai rasa agak masam, sehingga jarang disajikan


sebagai pencuci mulut. Rasa asam inilah yang membuat nilai ekonomisnya
rendah dibandingkan dengan jenis pisang lainnya, seperti : pisang ambon,
pisang raja emas, pisang uli, pisang tanduk, dan lain-lain. Nilai ekonomis pisang
nangka dapat ditingkatkan dengan mengolahnya menjadi dodol.

Selain buah pisang, dodol sering juga dibuat dari jenis buah lainnya seperti
buah sirsak, durian, dan lain-lain.

Hal. 1/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

2. BAHAN
1) Buah pisang jenis pisang nangka 2 kg
2) Gula pasir 1 ons
3) Gula merah 3 ons
4) Tepung ketan 1 ons
5) Kelapa secukupnya
6) Panili secukupnya

3. ALAT
1) Baskom
2) Alas pemotong dari kayu
3) Pisau
4) Cetakan dodol
5) Penggorengan (Wajan)
6) Alat penumbuk (alu)
7) Tungku
8) Sendok kayu
9) Ayakan halus

4. CARA PEMBUATAN
1) Kupas buah pisang dan potong kecil-kecil lalu haluskan;
2) Kupas kelapa, parut lalu ambil santannya;
3) Campur pisang yang telah dihaluskan dengan gula pasir, gula merah, tepung
ketan, panili, dan santan hingga rata kemudian panaskan sampai terbentuk
adonan kental (± 3 ½ jam);
4) Segera tuangkan adonan yang telah jadi pada cetakan, dinginkan, setelah itu
potong-potong menurut ukuran (5x3 cm). Kemudian masukkan ke dalam
kantong plastik.

Catatan :
1) Penambahan tepung ketan jangan terlalu banyak agar dodol yang
didapatkan tidak keras.
2) Pembungkus dilakukan setelah dingin dan disimpan di tempat tertutup agar
dodol tetap kenyal seperti semula.
3) Dodol ini tahan sampai ± 1 bulan.

Hal. 2/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN DODOL PISANG NANGKA

6. DAFTAR PUSTAKA
1) Kirana, Y. et al. Dodol sirsak. Buletin Pusbangtepa, 3 (11), 1981: 13-21.
2) Dodol pisang nangka. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Pangan, IPB, 1981. Hal. 11-21.
3) Saraswati. Membuat sale dan dodol pisang. Jakarta : Bhratara Karya Aksara,
1987. 43 hal.

7. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Agus Sediadi

KEMBALI KE MENU

Hal. 3/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

DODOL UBI JALAR

1. PENDAHULUAN
Dodol adalah makanan setengah basah bertekstur liat dengan kadar gula, pati
dan minyak yang tinggi. Dodol ubi jalar adalah dodol yang menggunakan ubi
jalar sebagai sumber pati utama.

Dodol ubi jalar belum banyak dikenal meskipun rasa dan penampilannya tidak
kalah dari dodol ketan. Cara pembuatannya mudah dan biayanya murah.

Dodol ubi jalar dibuat dari campuran ubi jalar (sebagai pengganti ketan), gula
merah, santan kelapa, air dan garam. Pangan ini dapat disimpan sampai 1
bulan karena semi basah (kadar air 20~30%) dan kadar gula tinggi (15~20%).

2. BAHAN
1) Ubi jalar.
2) Gula pasir putih bersih.
3) Santan kelapa.
4) Garam.

3. PERALATAN
1) Penggiling
2) Wajan besar dari besi.
3) Pemarut.
4) Pemeras.
5) Kompor atau tungku
6) Sendok kayu
7) Pisau dan talenan
8) Timbangan
9) Cetakan dodol.

4. CARA PEMBUATAN
1) Pembuatan bubur ubi jalar. Umbi dicuci, kemudian dikupas dengan
sempurna. Setelah itu umbi digiling sampai halus menjadi bubur. Jika
menggunakan blender, terlebih dahulu umbi harus diparut, kemudian baru
diblender sampai halus menjadi bubur umbi.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

2) Penyiapan santan. Kelapa diparut, kemudian diperas sehingga diperoleh


santan kental. Ampas ditambah air hangat (suhu 50~60°C) sebanyak 50%
dari berat ampas (1 bagian ampas ditambah dengan ½ bagian air).

3) Penyiapan adonan. Bubur umbi (10 kg) dicampur dengan santan (1,5 liter),
gula pasir (3 kg), garam (0,1kg), tepung ketan (1 kg), dan bumbu lainnya
(secukupnya). Campuran tersebut diaduk sampai rata menjadi adonan.

4) Pemasakan adonan. Adonan tersebut dipanaskan di dalam wajan sambil


diaduk dengan api sedang sampai kental dan berminyak.

5) Pencetakan. Adonan yang telah masak dimasukkan ke dalam cetakan,


ditekan-tekan agar padat, kemudian diratakan dengan kayu penggiling.
Selanjutnya dodol dibiarkan dingin selama 4~10 jam. Setelah itu dodol
dipotong-potong dengan panjang 2 cm dan lebar 1 cm.

6) Pelapisan dengan lemak sapi. Lemak padat sapi dipanaskan hingga


mencair. Potongan dodol dicelupkan ke dalam lemak mencair tersebut, dan
segera diangkat agar lemak yang menempel pada permukaan dodol kembali
mengeras.

7) Pengemasan. Setelah lapisan lemak mengeras, potongan dodol dibungkus


satu per satu dengan kertas minyak. Selanjutnya dodol dikemas lagi di
dalam kantong plastik atau kotak karton.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

EBI (UDANG KERING)

1. PENDAHULUAN
Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat selain
sebagai komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses pembusukan
dibandingkan dengan bahan makanan lain. Bakteri dan perubahan kimiawi
pada ikan mati menyebabkan pembusukan. Mutu olahan ikan sangat
tergantung pada mutu bahan mentahnya.

Tanda ikan yang sudah busuk:


- mata suram dan tenggelam;
- sisik suram dan mudah lepas;
- warna kulit suram dengan lendir tebal;
- insang berwarna kelabu dengan lendir tebal;
- dinding perut lembek;
- warna keseluruhan suram dan berbau busuk.

Tanda ikan yang masih segar:


- daging kenyal;
- mata jernih menonjol;
- sisik kuat dan mengkilat;
- sirip kuat;
- warna keseluruhan termasuk kulit cemerlang;
- insang berwarna merah;
- dinding perut kuat;
- bau ikan segar.

Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi
masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Namun ikan cepat
mengalami proses pembusukan. Oleh sebab itu pengawetan ikan perlu
diketahui semua lapisan masyarakat. Pengawetan ikan secara tradisional
bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak
memberikan kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak. Untuk
mendapatkan hasil awetan yang bermutu tinggi diperlukan perlakukan yang
baik selama proses pengawetan seperti : menjaga kebersihan bahan dan alat
yang digunakan, menggunakan ikan yang masih segar, serta garam yang
bersih. Ada bermacam-macam pengawetan ikan, antara lain dengan cara:
penggaraman, pengeringan, pemindangan, perasapan, peragian, dan
pendinginan ikan.

Ebi merupakan salah satu bentuk awetan udang yang diolah dengan cara
perembesan dan penjemuran. Ebi digunakan untuk penyedap rasa dalam
masakan sayuran, misalnya sambel goreng, asinan, dan sebagainya, serta
dapat disimpan sampai berbulan-bulan.

Hal. 1/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

2. BAHAN
Udang secukupnya

3. ALAT
1) Panci
2) Kompor (tungku)
3) Saringan
4) Tampah (nyiru)
5) Karung
6) Kantong plastik

4. CARA PEMBUATAN
1) Bersihkan udang segar dan rebus dalam panci selama 30 menit;
2) Angkat dan tiriskan, selanjutnya jemur sampai kering;
3) Pisahkan kulit dari dagingnya dengan cara memasukkan udang kering ke
dalam karung lalu tumbuk pelan-pelan;
4) Tampi dan pisahkan antara kulit dan daging kemudian tempatkan ke dalam
plastik.

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN KERIPIK KENTANG LUMAT

Hal. 2/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

6. DAFTAR PUSTAKA
Teknologi Desa. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengembangan dan Perluasan
Kerja, 1983. Seri Pengolahan Pangan.Hal. 12-13.

7. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Agus Sediadi

KEMBALI KE MENU

Hal. 3/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

EMPING MELINJO

1. PENDAHULUAN
Emping melinjo adalah sejenis keripik yang dibuat dari buah melinjo yang telah
tua. Pembuatan emping tidak sulit dan dapat dilakukan dengan menggunakan
alat-alat sederhana.

Emping melinjo merupakan salah satu komoditi pengolahan hasil pertanian


yang tinggi harganya. Komoditi ini dapat diekspor ke negara-negara tetangga
(Singapura, Malaysia dan Brunei).

Emping melinjo dapat dibagi digolongkan sebagai emping tipis dan emping
tebal. Emping tipis dibuat dengan memukul biji melinjo tanpa kulit keras
beberapa kali sampai cukup tipis (tebal 0,5-1,5 mm). Emping tebal dibuat
dengan memukul biji melinjo tanpa kulit keras hanya 1-2 kali sekedar
mengurangi ketebalan biji utuh.

Emping nyang bermutu tinggi adalah emping yang tipis sehingga kelihatan agak
benig dengan diameter seragam kering sehingga dapat digoreng langsung.
Emping dengan mutu yang lebih rendah mempunyai ciri: Lebih tebal, diameter
kurang seragam, dan kadang-kadang masih harus dijemur sebelum digoreng.
Sampai sekarang, pembuatan emping yang bermutu tinggi masih belum dapat
dilakukan dengan bantuan alat mekanis pemipih. Emping ini masih harus
dipipihkan secara manual oleh pengrajin emping yang telah berpengalaman.

2. BAHAN
Biji melinjo yang telah tua.

3. PERALATAN
1) Wajan dan pengaduk. Alat ini digunakan untuk menyanggrai buah melinjo.
2) Landasan pemipih dan pemukul. Alat ini digunakan untuk memipihkan biji
melinjo pada pengolahan tradisional. Landasan pemipih dapat berupa batu
keras yang licin dan datar. Pemukul juga dapat terbuat dari batu, besi dan
kayu.
3) Alat mekanis pemipih. Alat ini digunakan untuk memipih biji melinjo secara
semi mekanis. Dengan alat ini, pemipihan berlangsung lebih cepat. Saat ini,
sangar sedikit produsen emping melinjo yang menggunkan alat ini.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4) Seng atau lembar alumunium. Alat ini digunakan untuk mengambil lapisan
tipis emping melinjo yang masih basah yang menempel pada landasan
pemipih.
5) Tempat penjemur. Alat ini digunakan untuk menjemur emping basah sampai
kering. Alat terdiri dari balai-balai dan tampah dari anyaman bambu.

4. CARA PEMBUATAN
1) Pengupasan kulit buah. Kulit buahdisayat dengan pisau, atau dikelupaskan
dengan tangan, kemudian dilepaskan sehingga diperoleh binji melinjo tanpa
kulit. Pengupasan juga dapat dilakukan dengan alat pengupas. Biji yang
telah dikupas dapat dikeringkan, kemudian disimpan beberapa hari sebelum
diolah lebih lanjut.

2) Penyangraian. Biji disangrai di dalam wajan bersama pasir sambil diaduk-


aduk sampai matang (selama 10~15 menit). Penyaringan dapat dilakukan di
dalam wajan. Alat mekanis untuk menyangrai kacang tanah dapat juga untuk
menyangrai biji melinjo. Biji melinjo yang telah matang tetap dipertahankan
dalam keadaan panas sampai saat akan dipipihkan.

3) Pemisahan kulit keras biji. Ketika masih sangat panas, biji dikeluarkan dari
wajan, kemudian dipukul untuk memecahkan kulit keras dri biji. Pemukulan
harus hati-hati agar isi biji tidak rusak

A. Emping Tipis
1) Pemipihan. Biji yang telah dilepaskan kulit kerasnya dan masih panas
secepat mungkin dipipihkan menjadi emping melinjo. Pemipihan dapat
dilakukan secara manual tanpa bantuan alat mekanis memerlukan
keteampilan yang khusus yang hanya diperoleh melalai latihan dan
pengalaman yang cukup lama. Pemipihan dengan menggunakan alat
mekanis, meskipun lebih cepat, mutu emping yang dihasilakan tidak
sebaik yang emping yang dipipihkan tanpa bantuan. Kadang-kadang,
lapisan emping juga menempel pada ujung pemukul. Untuk
menghindarinya, ujung pemukul dapat dibungkus dengan kantong palstik.
2) Penjemuran. Lapisan tipis emping melinjo dilepaskan dari landasan
pemipih dengan menggunakan serokan seng atau alumunium. Setelah itu,
emping basah ini dijemur sampai kering (kadar air kurang dari 90%)
sehingga diperioleh emping melinjo kering.
3) Penggorengan. Emping melinjo tipis yang telah kering digoreng terlebih
dahulu sebelum dikonsumsi. Penggorengan dilakukan didalam minyak
goreng panas (170oC)
4) Pengemasan. Emping tipis yang belum atau telah digoreng dikemas di
dalam wadah yang tertutup rapat. Agar produk juga terhindar dari
kerusakan mekanis, pecah, retak, atau hancur, dianjurkan menggunakn
wadah dari kotak kaleng atau karton.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

B. Emping Tebal
1) Pemipihan. Biji yang telah dilepaskan kulit kerasnya dan masih panas,
secepat mungkin dipipihkan menjadi emping melinjo. Pemipihan
dilakukan seara manual tanpa bantuan alat mekanis. Biji dipipihkan
dengan memukul biji di atas landasan pemipih 1~2 kali sehingga
ketebalannya menjadi setengah dari semula.
2) Penggorengan. Emping tebal yang baru selesai dipipihkan segera
digoreng di dalam minyak panas (suhu 1700C) sampai matang dan garing
(5~10 menit).
3) Pengemasan. Emping tebal yan telah digoreng ini dikemas didalam
wadah tertutup rapat. Untuk itu dapat digunakan kantong plastik polietilen.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

FRENCH FRIES UBI JALAR

1. PENDAHULUAN
French fries biasanya dibuat dari kentang. Produk ini berupa kentang goreng
setengah matang yang dibekukan. Penggorengan kentang tidak sampai
garing, tapi hanya samapi setengah matang. Karena sudah mengalami
pemasakan pendahuluan, penyiapannya untuk konsumsi lebih cepat dan
mudah. Kentang goreng beku ini dapat digunakan sewaktu-waktu sebagai lauk
atau cemilan setelah dimasak ulang lagi.

Hotel, rumah makan, dan institusi lainnya lebih menginginkan produk ini.
Pengunaan produk dapat mengurangi tenaga kerja, dan waktu penyiapan
seperti pencucian, pengupasan dan pemotongan kentang. Disamping itu mutu
produk kentang goreng beku lebih seragam jika digunakan kentang goreng
setengah dibanding menyiapkan dari kentang segar. Bagi konsumen
rumahtangga, produk ini lebih menguntungkan karena penyiapannya lebih
sederhana. Penyiapannya cukup dengan thawing dan pemagangan tanpa
penggorengan di dalam minyak panas yang kurang praktis.

Ubi jalar juga dapat diolah menjadi french fries. Tentu saja bentuk, warna dan
rasanya tidak sama dengan french fries yagn terbuat dari kentang. French fries
ubi jalar dapat dijadikan alternatif di samping french fries kentang.

2. BAHAN
1) Ubi jalar varietas Borobudur.
2) Larutan natrium bisulfit atau natrium meta bisulfit.
3) Larutan natirum pirofosfat + Kalsium khlorida 1%

3. PERALATAN
1) Pisau dan talenan
2) Wadah perendam.
3) Panci
4) Lemari pembeku.

4. CARA PEMBUATAN
1) Pemotongan. Umbi dicuci, kemudian dikupas, dan dicuci kembali. Setelah
itu umbi dipotong-potong berbentuk memanjang dengan ukuran tinggi 10 cm,
atau sesuai dengan ukuran umbi yang tersedia; lebar dan panjang 1 cm.

2) Sulfitasi. Potongan umbi direndam di dalam larutan natrium bisulfit atau


larutan natrium metabisulfit 300 ppm selama 15~20 menit.
1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

3) Pemanasan ringan I. Natrium pirofosfat + Kalsium khlorida 1% dipanaskan


sampai suhu 65°C. Kedalam larutan hangat tersebut dicelupkan potongan
ubi jalar selama 30 menit sambil diaduk pelan-pelan.

4) Pemanasan ringan II. Larutan natrium pirofosfat + Kalisium khlorida 1%


yang lain dipanaskan sampai suhu 100°C. Potongan umbi yang sudah
mendapat pemanasan ringan I segera diangkat dan dicelupkan ke dalam
larutan yang disiapkan ini selama 5 menit sambil diaduk pelan-pelan.
Setelah itu umbi didinginkan dan ditiriskan.

5) Pembekuan I. Setelah dingin, bahan segera dibekukan sampai suhu


mencapai -20°C.

6) Penggorengan. Bahan digoreng pada suhu 175°C selam 2 menit sambil


diaduk pelan-pelan, kemudian diangkat, ditiriskan dan didinginkan. Setelah
dingin, bahan dikemas di dalam kantong plastik,dan segera dibekukan pada
suhu -20°C sebagai frenc fries ubi jalar.

7) Penyiapan untuk konsumsi. French fries beku dikeluarkan dari lemari


pembeku (freezer), dan dibiarkan sampai tidak terlalu dingin. Selanjutnya
bahan ini dapat dipanggang pada oven, atau dicelupkan sebentar di dalam
minyak panas. Bahan ini dapat dibumbui dengan cabe, merica, dan lain-lain
sesuai dengan selera.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

FULI DAN BIJI PALA

1. PENDAHULUAN
Hasil utama dari tanaman pala adalah fuli dan biji pala kering. Kedua komoditi
ini adalah bahan baku industri makanan, kimia dan farmasi. Fuli dan biji pala
diperdagangkan dalam bentuk kering.

2. BAHAN
Buah pala tua yang berwarna kuning dan bebercak coklat.

3. PERALATAN
1) Pisau
2) Tampah

4. CARA PEMBUATAN
1) Kulit buah dibelah dengan hati-hati sehingga tidak melukai fuli.
2) Jaringan fuli yang melapisi biji pala dilepaskan.
3) Fuli dijemur di atas tampah. Mula-mula fuli akan layu. Pada saat itu fuli
digiling dengan selinder, kemudian penjemuran dilanjutkan sampai fuli
mengering. Jika udara cerah, dalam 3 hari fuli sudah mengering. Selama
pengeringan kadar air fuli turun dari 55% menjadi kurang dari 12%.
4) Fuli kering disimpan di tempat kering dan gelap selama 3 bulan sehingga
warna berubah menjadi merah tua, kuning tua atau oranye. Setelah itu
dilakukan pengayakan atau penampian untuk memisahkan fuli bubuk dan fuli
utuh. Fuli kering ini harus disimpan di dalam kantung plastik yang tertutup
rapat dan diletakkan di tempat yang kering, gelap dan tidak panas.
5) Sementara itu biji pala yang telah dilepas fulinya juga dijemur sampai kering
(kadar air kurang dari 14%). Jika pengeringan dilakukan dengan alat
pengering, sehu perlu dijaga agar tidak lebih dari 450C.
6) Biji pala yang telah kering dipukul untuk memecahkan tempurung bijinya.
Pemecahan ini harus dilakukan secara hati-hati agar biji di bawah lapisan
tempurung tidak memar, retak atau pecah. Biji dipisahkan dari serpihan
tempurung. Pemecahan tempurung biji juga dapat dilakukan dengan
menggunakan mesin.
7) Biji pala tanpa tempurung disimpan di tempat kering yang tidak panas.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

PENGOLAHAN GAMBIR CARA TRADISIONAL

1. PENDAHULUAN
Tanaman gambir (uncaria gambir) merupakan tanaman daerah tropis.
Tanaman ini telah dibudidayakan semenjak beberapa abad di daerah paling
basah di Sumatera, Kalimantan, Malaysia, dan ujung barat Pulau Jawa. Saat
ini, sebagian besar produksi gambir berasal dari Sumatera Barat, dan sebagian
kecil dari Sumatera Selatan dan Bengkulu.

Dalam perdagangan, gambir merupakan istilah untuk ekstrak kering daun


tanamangambir. Ekstrak ini mengandung asam catechin (memberikan pasca
rasa manis enak ), asam catechu tanat (memberikan rasa pahit), dan
quercetine (pewarna kuning).

Catechin hidrat (berbentuk d, l, dan dl) mempunyai titik leleh 930C, dan bentuk
anhidridanya mempunyai titik leleh lebih tinggi, yaitu 174~1750C. Catechin
tersebut larut larut di dalam air mendidih dan alkohol dingin.

Gambir telah lama digunakan sebagai salah satu ramuan makan sirih. Selain
itu gambir digunakan sebagai astrigen, antiseptik, obat sakit perut, dan bahan
pencampur kosmetika, penjernih air baku pabrik bir, pemberi rasa pahit pada
bir, dan bahan penyamak kulit.

Untuk bahan obat, importir Jerman Barat mensyaratkan kadar catechine gambir
40-60%, dan perusahaan farmasi Ciba Geigy mensyaratkan kadar catechin
minimal 60,5%. Untuk menyamak kulit,perusahaan pengolah kulit Cuirplastek
R. Bisset dan Cie mensyaratkan kandungan tanin 40%.

PEMANENAN TANAMAN GAMBIR

Tanaman gambir dapat dipanen setelah 1~1,5 tahun setelah dipanen. Yang
dipanen adalah daun beserta ranting tanaman. Jaringan tanaman tersebut
banyak mengandung catechin. Panen dilakukan dengan memotong cabang dan
ranting-ranting tanaman. Setiap tahun, panen dapat dilakukan 2~4 kali,
tergantung kepada pertumbuhan tanaman. Tanamangambir dapat dipanen
terus menerus selama 15 tahun semenjak penanaman.

2. BAHAN
1) Daun gambir
2) Cairan perebus. Bahan ini berasal dari filtrat daun gambir hasil perebusan
ke-2, dan digunakan sebagai perebus daun gambir segar.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

3. PERALATAN
1) Tungku dan wajan perebus. Alat ini digunakan untuk merebus daun gambir
sehingga dapat diekstrak getahnya.
2) Kapuk. Alat ini berupa keranjang dari rotan atau kulit kayu yang digunakn
sebagai kemasan daun gambir yang sedang direbus.
3) Sapik. Sapik adalah alat tradisional untuk memeras getah tanaman. Alat ini
dapat memuat 40 kg daun gambir setiap kali pemerasan.
4) Palu. Alat ini digunakan untuk memasakan baji pada alat sapik. Palu ini
sangat berat, yaitu 15~20 kg.
5) Peraku tanam. Alat ini berupa wadah dari kayu untuk menampung cairan
hasil pemerasan daun gambir.
6) Peraku panjang. Alat ini digunakan untuk solidifikasi getah gambir sehingga
berupa pasta.
7) Cupak. Alat ini terbuat dari potongan bambu dan digunakan untuk mencetak
pasta gambir.
8) Ambung. Alat ini berupa keranjang dari rotan untuk membawa daun gambir
dari kebun ke tempat pengolahan.

4. CARA PEMBUATAN
1) Panen. Daun dipetik dengan ani-ani dan ditampung di dalam ambung.
Daun beserta ranting dipetik dari dahan tanaman. Dua lembar daun paling
atas dari dahan tidak dipetik.

2) Pengemasan didalam kapuk. Daun beserta ranting tanaman yang dibawa


dari kebun dimuatkan dan dipadatkan di dalam kapuk. Pemuatan dilakukan
dengan menekan (menginjak) daun gambir dengan kaki.

3) Perebusan ke-1. Kapuk berisi daun gambir di masukkan ke dalam wajan


berisi “cairan perebus”. Sekitar seperempat bagian kapuk terendam
didalam cairan tersebut . Cairan didihkan sampai uap menembus kapuk
dan munculdi permukaan kapuk . Setelah itu kapuk dibalik, dan direbus
kembali.

4) Pengempaan
a. Daun yang telah direbus dikeluarkan dari kapuk, kemudian disiram
dengan air panas perebus daun gambir sebelumnya.
b. Daun yang telah disiram digulung dengan jala dari tali plastik atau tali
ijuk. Kemudian diperas dengan sapik. Pemerasan akan mengeluarkan
filtrat, cairan atau getah dari jaringan daun. Filtrat ditampung di dalam
peraku tanam.

5) Perebusan ke-2 dan pengempaan ke-2. Daun gambir yang telah diperas
direbus kembali di dala wajan tanpa menggunakan kapuk. Setelah itu daun

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

gambir dikempa lagi. Filtrat hasil pengempaan ini dikembalikan ke dalam


wajan Filtrat ini digunakan untuk perebus daun gambir segar.

6) Pengentalan. Filtrat dipindahkan dari paraku tanam ke paraku panjang.


Filtrat mulai mengental ketika suhu mulai turun. Agar pengentalan berjalan
sempurna, filtrat dibiarkan selama semalaman di dalam paraku panjang.
Pemekatan terjadi karena filtrat mengandung bahan-bahan kristaloid dan
koloid yang berubah menjadi padat pada suhu kamar, Filtrat ini disebut
pasta gambir.

7) Penirisan. Pasta gambir dikeluarkan dari paraku panjang, kemudian


ditiriskan dengan membungkus pasta dan menindihnya dengan batu
Proses ini berlangsung selama 6~12 jam.

8) Pencetakan pasta. Pasta yang telah ditiriskan dicetak dengan cupak.

9) Pengeringan. Pasta yang telah dicetak dikeringkan dengan cara berikut:


a. Pasta dijemur dengan sinar matahari selama 6~8 jam sampai bahan
agak kering.
b. Setelah itu, bahan diasapi di atas tungku perebusan daun gambir. Jika
tungku selalu dipakai setiap hari, pengeringan akan selesai dalamn
waktu 3 hari.

10) Pengemasan. Gambir kering dikemas di dalam karung plastik, dan


disimpan ditempat kering.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

PENGOLAHAN GAMBIR CARA TRADISIONAL


YANG DIPERBAIKI

1. PENDAHULUAN
Tanaman gambir (uncaria gambir) merupakan tanaman daerah tropis.
Tanaman ini telah dibudidayakan semenjak beberapa abad di daerah paling
basah di Sumatera, Kalimantan, Malaysia, dan ujung barat Pulau Jawa. Saat
ini, sebagian besar produksi gambir berasal dari Sumatera Barat, dan sebagian
kecil dari Sumatera Selatan dan Bengkulu.

Dalam perdagangan, gambir merupakan istilah untuk ekstrak kering daun


tanamangambir. Ekstrak ini mengandung asam catechin (memberikan pasca
rasa manis enak ), asam catechu tanat (memberikan rasa pahit), dan
quercetine (pewarna kuning).

Catechin hidrat (berbentuk d, l, dan dl) mempunyai titik leleh 930C, dan bentuk
anhidridanya mempunyai titik leleh lebih tinggi, yaitu 174~1750C. Catechin
tersebut larut larut di dalam air mendidih dan alkohol dingin.

Gambir telah lama digunakan sebagai salah satu ramuan makan sirih. Selain
itu gambir digunakan sebagai astrigen, antiseptik, obat sakit perut, dan bahan
pencampur kosmetika, penjernih air baku pabrik bir, pemberi rasa pahit pada
bir, dan bahan penyamak kulit.

Untuk bahan obat, importir Jerman Barat mensyaratkan kadar catechine gambir
40~60%, dan perusahaan farmasi Ciba Geigy mensyaratkan kadar catechin
minimal 60,5%. Untuk menyamak kulit,perusahaan pengolah kulit Cuirplastek
R. Bisset dan Cie mensyaratkan kandungan tanin 40%.

PEMANENAN TANAMAN GAMBIR

Tanaman gambir dapat dipanen setelah 1~1,5 tahun setelah dipanen. Yang
dipanen adalah daun beserta ranting tanaman. Jaringan tanaman tersebut
banyak mengandung catechin. Panen dilakukan dengan memotong cabang dan
ranting-ranting tanaman. Setiap tahun, panen dapat dilakukan 2-~4 kali,
tergantung kepada pertumbuhan tanaman. Tanamangambir dapat dipanen
terus menerus selama 15 tahun semenjak penanaman.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

2. BAHAN
1) Daun gambir
2) Cairan perebus. Bahan ini berasal dari filtrat daun gambir hasil perebusan
ke-2, dan digunakan sebagai perebus daun gambir segar.

3. PERALATAN
1) Tungku dan wajan perebus. Alat ini digunakan untuk merebus daun gambir
sehingga dapat diekstrak getahnya.
2) Kapuk. Alat ini berupa keranjang dari rotan atau kulit kayu yang digunakan
sebagai kemasan daun gambir yang sedang direbus.
3) Sapik. Sapik adalah alat tradisional untuk memeras getah tanaman. Alat ini
dapat memuat 40 kg daun gambir setiap kali pemerasan.
4) Palu. Alat ini digunakan untuk memasakan baji pada alat sapik. Palu ini
sangat berat, yaitu 15~20 kg.
5) Peraku tanam. Alat ini berupa wadah dari kayu untuk menampung cairan
hasil pemerasan daun gambir.
6) Peraku panjang. Alat ini digunakan untuk solidifikasi getah gambir sehingga
berupa pasta.
7) Cupak. Alat ini terbuat dari potongan bambu dan digunakan untuk
mencetak pasta gambir.
8) Ambung. Alat ini berupa keranjang dari rotan untuk membawa daun gambir
dari kebun ke tempat pengolahan.
9) Alat pres semi mekanis. Alat ini memeras gambir dengan kombinasi pres
hidrolik dan pres ulir. Dianjurkan menggunakan pres hidrolik (dongkrak)
berkekuatan 50 ton.
10) Ketel pengukus. Alat ini digunakan untuk menampung filtrat hasil
pemerasan daun gambir. Ember dan baskom dapat digunakan sebagai
wadah penampung filtrat.
11) Alat pengering. Alat ini digunakan untuk mengeringkan gambir. Berbagai
jenis alat pengering dapat digunakan untuk mengeringkan gambir.
12) Cetakan. Cetakan dapat berupa tabung selinder, atau gelang.

4. CARA PEMBUATAN
Cara pengolahan gambir secara tradisional tekah diperbaiki dengan
mengenalkan ketel pengukus, alat peras semi mekanis, dan alat pengering.
Cara semi mekanis ini memberikan hasil yang lebih baik.

1) Pengukusan. Daun dikukus dengan uap panas selama 30~60 menit.


2) Pemerasan. Daun yang baru dikukus, dan masih sangat panas dimasukkan
ke dalam selinder alat peras, kemudian dipres dengan tekanan sampai 50

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

ton. Tekanan dinaikan secara pelan-pelan. Hasil pemerasan ditampung


dengan ember atau baskom plastik.
3) Pengentalan. Filtrat dipindahkan ke wadah yang bermulut lebar yang tahan
karat, misalnya baskom plastik atau bak kayu keras yang dipermukaannya
licin. Filtrat dibiarkan selama semalaman sehingga mengeras menjadi pasta
gambir.
4) Penirisan. Pasta dibungkus dengan kain yang kuat kemudian ditindih dengan
beban (batu, atau cora semen) selama 5~10 jam. Hasil penirisan serupa
adonan kue yang dapat dibentuk.
5) Pencetakan. Pasta yang sudah ditiriskan dicetak dengan selinder bambu,
gelang dari alumunium, atau dipotong-potong berbentuk persegi (panjang
dan lebar 2 cm, dan lebar 2 cm, dan tebal 0,5 cm).
6) Pengeringan. Gambir yang telah dicetak, dijemur dengan sinar matahari.
Pada malam hari atau pada saat tidak tersedia panas matahari, gambir yang
masih basah dikeringkan dengan alat pengering sampai kadar air di bawah
17%.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

GAPLEK

1. PENDAHULUAN
Gaplek adalah umbi kering terkelupas dalam bentuk utuh, gelondongan,
potongan atau irisan. Yang paling sering diolah menjadi gaplek adalah ubi
kayu. Cara pembuatan gaplek sangat sederhana. Umbi dikupas, dicuci,
dipotong-potong atau tidak, kemudian dijemur atau dikeringkan dengan alat
pengering.

Umumnya gaplek digunakan sebagai bahan baku pakan.

2. BAHAN
Ubi kayu.

3. PERALATAN
1) Pisau dan talenan.
2) Mesin Perajang.
3) Tempat penjemur.
4) Alat Pengering.

4. CARA PEMBUATAN
1) Umbi dikupas, kemudian dicuci sampai bersih. Setelah itu umbi diiris atau
dirajang.

2) Irisan atau rajangan dijemur atau dikeringkan dengan alat pengering sampai
kering (kadar air 12~14%) dengan tanda berbunyinya gaplek kalau
dipatahkan.

3) Gaplek kering dikemas di dalam karung plastik. Selama penyimpanan dan


pengangkutan tidak boleh terkena air atau berada pada ruang lembab.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

GAPLEK

1. PENDAHULUAN
Serealia dan umbi-umbian banyak tumbuh di Indonesia. Produksi serealia
terutama beras sebagai bahan pangan poko dan umbi-umbian cukup tinggi.
Begitu pula dengan bertambahnya penduduk, kebutuhan akan serealia dan
umbi-umbian sebagai sumber energi pun terus meningkat. Tanaman dengan
kadar karbohidrat tinggi seperti halnya serealia dan umbi-umbian pada
umumnya tahan terhadap suhu tinggi. Serealia dan umbi-umbian sering
dihidangkan dalam bentuk segar, rebusan atau kukusan, hal ini tergantung dari
selera.

Usaha penganekaragaman pangan sangat penting artinya sebagai usaha untuk


mengatasi masalah ketergantungan pada satu bahan pangan pokok saja.
Misalnya dengan mengolah serealia dan umbi-umbian menjadi berbagai bentuk
awetan yang mempunyai rasa khas dan tahan lama disimpan. Bentuk olahan
tersebut berupa tepung, gaplek, tapai, keripik dan lainya. Hal ini sesuai dengan
program pemerintah khususnya dalam mengatasi masalah kebutuhan bahan
pangan, terutama non-beras.

Ubi kayu atau singkong merupakan salah satu bahan makanan sumber
karbohidrat (sumber energi).

Tabel 1. Komposisi Ubi Kayu (per 100 gram bahan)

KOMPONEN KADAR
Kalori 146,00 kal
Air 62,50 gram
Phosphor 40,00 mg
Karbohidrat 34,00 gram
Kalsium 33,00 mg
Vitamin C 30,00 mg
Protein 1,20 gram
Besi 0,70 mg
Lemak 0,30 gram
Vitamin B1 0,06 mg
Berat dapat dimakan 75,00

Ubi kayu dalam keadaan segar tidak tahan lama. Untuk pemasaran yang
memerlukan waktu lama, ubi kayu harus diolah dulu menjadi bentuk lain yang
lebih awet, seperti gaplek, tapioka (tepung singkong), tapai, peuyeum, keripik
singkong dan lain-lain.

Hal. 1/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Pembuatan gablek merupakan proses yang sederhana, meliputi : pencucian,


pengupasan, dan pengeringan.

2. BAHAN
Ubi kayu yang baik (masih segar)

3. ALAT
1) Ember
2) Karung goni
3) Pisau
4) Tikar

4. CARA PEMBUATAN
1) Pisahkan ubi kayu dari batangnya, kupas kemudian cuci hingga bersih;
2) Potong ubi yang terlalu panjang;
3) Jemur ubi jalar yang telah bersih di bawah sinar matahari selama 1~2 hari.
Setelah itu tutup dengan tikar bersih selama 1 hari. Diharapkan jamur dapat
memperkecil tingkat keracunannya;
4) Jemur lagi sampai kering, setelah kering disebut gaplek, lalu masukkan ke
dalam karung;
5) Simpan di tempat yang kering, jangan di tempat yang basah atau lembab.

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN GAPLEK

Hal. 2/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

6. PENGGUNAAN
Gaplek dapat dimasak (dikukus) dengan diberi gula merah dan kelapa parut.

Catatan:
1) Syarat-syarat gaplek yang baik adalah sebagai berikut :
a. Dapat dibentuk gelondongan atau belahan memanjang (± 3 cm), tepung,
atau pellet (panjang (± 2 cm dan diameter max. 1 cm);
b. Dalam keadaan kering, berwarna putih, tidak berjamur, dan tidak ada kulit
yang tertinggal;
2) Pengemasan harus menggunakan karung goni yang baik, bersih dan
jahitannya kuat.

7. DAFTAR PUSTAKA
Tri Radiyati dan A.W, Agusto, Pendayagunaan ubi kayu. Subang : BPTTG
Puslitbang Fisika Terapan – LIPI, 1990. Hal. 2-9.

8. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 3/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

GELATIN

1. PENDAHULUAN
Gelatin adalah sejenis protein yang dapat diekstraksi dari tulang. Produk ini
digunakan untuk keperluan pengolahan pangan, kosmetika, dan media
mikrobiologis.

Pembuatan gelatin merupakan upaya untuk mendayagunakan limbah tulang


yang biasanya tidak terpakai dan dibuang di rumah pemotongan hewan.

2. BAHAN
1) Tulang
2) Larutan kapur 10 %. Cara membuat 1 m3 larutan kapur 10% adalah sebagai
berikut: 100 kg kapur dimasukkan ke dalam bak, kemudian ditambahkan air
sampai volumenya menjadi 1 m3. Campuran ini diaduk-aduk sampai
kapurnya larut.

3. PERALATAN
1) Keranjang semprotan. Alat ini digiunakan untuk meletakkan tulang yang
dicuci dengan semprotan air. Dasar wadah berlobang-lobang untuk
meniriskan air.

2) Wadah perendaman. Wadah ini digunakan sebagai tgempat merendam


serpihan tulang. Untuk itu dapat digunakan bak semen, bak serat gelas (fiber
glass), baskom plastik, atau ember plastik.
3) Mesin penggiling tulang. Alat ini digunakan untuk menggiling tulang hingga
menjadi sepihan dengan ukuran 1~3 cm.
4) Palu dan kayu landasan. Alat ini digunakan jika tidak tersedia mesin
penggiling tulang.
5) Wadah perebusan. Alat ini digunakan untuk merebus tulang. Drum bekas
yang dipotong dua dapat digunakan untuk keperluan ini.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

6) Wadah ekstraksi gelatin. Alat ini digunakan untuk merendam tulang pada
suhu panas setelah tulang tersebut direndam dengan larutan kapur. Wadah
ini terbuat dari logam tahan karat, seperti aluminium dan stainless steel.
7) Wadah penguapan larutan gelatin. Wadah ini digunakan untuk penguapan
larutan gelatin. Wadah ini terbuat dari logam tahan karat, seperti aluminium
dan stainless steel. Bentuknya berupa bak dangkal dengan permukaan luas.
8) Tungku atau kompor

9) Cetakan. Cetakan terbuat dari plat aluminium atau stainless steel yang
bersekat-sekat.

4. CARA PEMBUATAN
1) Pencucian. Tulang dimasukkan ke dalam ember atau bak dan diaduk-aduk,
kemudian airnya dibuang. Hal ini dilakukan beberapa kali. Pencucian tulang
dapat juga dilakukan penyemprotan air tekanan tinggi agar kotoran-kotoran
yang menempel kuat pada tulang terlepas.

2) Pemotongan. Tulang dipotong-potong dengan kampak sehingga ukurannya


menjadi 5~10 cm. Potongan tulang ini kembali dicuci dengan semprotan air
sampai bersih.

3) Perebusan I. Potangan yang telah bersih direbus di dalam air mendidih


selama 4~5 jam. Kotoran yang mengambang dan buih dibuang. Setelah itu
tulang ditiriskan, kemudian dijemur atau dikeringkan dengan alat pengering.

4) Penggilingan Kasar. Tulang digiling kasar sehingga ukuran menjadi 1~3


cm. Pengecilan ukuran ini dapat juga dilakukan dengan cara memukul
tulang dengan palu.

5) Perendaman di dalam Larutan Kapur. Serpihan tulang direndam di dalam


larutan kapur 10%. Setiap 1 kg tulang membutuhkan 1 liter larutan kapur.
Lama perendaman adalah 4~5 minggu. Selama perendaman, dilakukan
pengadukan sekali dua hari. Proses ini akan menyebabkan ossein yang
terdapat pada tulang akan membengkak. Proses ini disebut juga “proses
membengkakkan ossein”. Setelah itu, tulang dicuci dan disemprot dengan
air sehingga kotoran dan kapur yang menempel pada tulang terbuang.
2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

6) Ekstra Gelatin. Gelatin di dalam tulang diekstrak dengan air panas yang
bersuhu 60-1000C. Ekstraksi yang baik dapat menghasilkan rendemen
14~15% (dihitung dari berat tulang). Ekstrasi dilakukan dengan merendam
tulang di dalam air panas 3 tahap, yaitu:

a) Tahap 1. Tulang direndam di dalam air bersuhu600c selama 4 jam.


Setiap 1 kg tulang membutuhkan 1 liter air perendam. Selama
perendaman, dilakukan pengadukan. Gelatin akan larut ke dalam air
perendam. Setelah perendaman, tulang dikeluarkan, dan cairan
perendaman dipindahkan ke wadah “penguapan larutan gelatin”. Di
wadah ini larutan gelatin dipanaskan pada suhu 500C sampai kental.
Larutan kental ini mengandung gelatin, dan disebut larutan gelatin tahap
1.

b) Tahap 2. Sementara melakukan ekstraksi tahap 1, telah disiapkan air


panas bersuhu 700C. Tulang yang diangkat dari air panas tahap 1,
langsung dimasukkan ke dalam air panas yang bersuhu 700C tersebut.
Selama perendaman dilakukan pengadukan. Lama perendaman adalah
4~5 jam. Suhu tersebut dipertahankan tetap selama perendaman.
Setelah perendaman selesai, tulang segera diangkat, dan cairan
perendam dipindahkan ke wadah “penguapan larutan gelatin” yang telah
berisi larutan gelatin dari tahap 1. Di wadah ini larutan gelatin dipanaskan
pada suhu 500C sampai kental. Larutan kental ini mengandung gelatin.

c) Tahap 3. Sementara melakukan ekstraksi tahap 2, telah disiapkan air


panas bersuhu 1000C. Tulang yang diangkat dari air panas tahap 2,
langsung dimasukkan ke dalam air panas yang bersuhu 1000C tersebut.
Selama perndaman dilakukan pengadukan. Lama perendaman adalah
selama 4~5 jam. Suhu tersebut, dipertahankan tetap selama
perendaman. Setelah perendaman selesai, tulang segera diangkat, dan
cairan perendaman dipindahkan ke wadah “penguapan larutan gelatin”
yang telah berisi larutan gelatin dari tahap 1 dan 2. Di dalam wadah ini
larutan lemtal ini mengandung gelatin terus dipanaskan pada suhu 500C
sampai kental. Larutan kental ini mengandung gelatin.

7) Pengentalan Larutan Gelatin. Larutan gelatin pada wadah pengentalan


terus dipanaskan pada suhu 500C agar lebih kental dan kadar airnya di
bawah 40%.

8) Pencetekan Gelatin. Larutan yang telah kental dan masih panas dituangkan
ke dalam cetakan. Gelatin dibiarkan dingin dan mengeras.

9) Pengeringan Gelatin. Pengeringan dapat dilakukan dengan 2 cara:

a. Gelatin yang telah mengeras di dalam cetakan dikeringkan di dalam


ruangan yang berdinding kawat agar sirukulasi udara tetap lancar dan
3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

tidak dapat dimasuki oleh serangga dan tikus. Proses ini dilakukan
sampai kadar air di bawah 20%.

b. Gelatin yang telah mengeras dikeluarkan dari cetakan, kemudian


dikeringkan dengan alat pengering pada suhu 50~600C sampai kadar
airnya di bawah 20%.

10) Pengemasan Gelatin. Gelatin yang telah kering dapat dikemas di dalam
kantong plastik, atau kotak kaleng yang tertutup rapat.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

GULA AREN

1. PENDAHULUAN
Gula aren adalah produk hasil pemekatan nira aren dengan panas
(pemasakan) sampai kadar air yang sangat rendah (<6%) sehingga ketika
dingin produk mengeras.

Pembuatan gula aren hampir sama dengan sirup aren. Nira dipanaskan
sampai kental sekali. Pada pembuatan sirup aren, pemanasan dilakukan
sampai volume tinggal 1/5 volume semula. Pada pembuatan gula aren
pemanasan dilakukan sampai volume kurang dari 1/10 volume semula.
Setelah itu, cairan gula kental tersebut dituangkan ke cetakan dan ditunggu
dingin. Pembuatan gula aren ini juga mudah dan dapat dilakukan dengan
menggunakan peralatan yang sederhana.

2. BAHAN
1) Nira aren
2) Kapur sirih

3. PERALATAN
1) Wajan. Alat ini digunakan untuk mengaduk nira aren sehingga sebagian
besar airnya menguap.
2) Pengaduk. Alat ini digunakan untuk mengaduk nira aren yang sedang
dipanaskan.
3) Penyaring. Alat ini terbuat dari kain saring, dan digunakan untuk menyaring
nira aren.
4) Cetakan. Alat ini digunakan untuk mencetak gula aren.

4. CARA PEMBUATAN
1) Penyaringan. Nira hasil sadapan disaring dengan kain saring, atau saringan
halus dari anyaman kawat tahan karat. Hasil penyaringan disebut nira
bersih.

2) Pemasakan
a. Nira ditambah dengan kapur sirih sebanyak 1% dari volume nira (setiap 1
liter nira ditambah dengan 10 gram kapur sirih), kemudian dididihkan di
dalam wajan sambil diaduk-aduk. Busa dan kotoran yang mengapung
selama pendidihan dibuang.
1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

b. Setelah cairan nira tinggal 1/5 volume nira sebelumnya, nira disaring
kembali, dan didinginkan semalam. Endapan yang terbentuk dibuang.
c. Nira yang telah diendapkan tersebut kembali dipanaskan sambil diaduk
sehingga volumenya menjadi 8% volume semula. Cairan ini disebut
dengan sirup kental.
d. Api dimatikan, dan sirup kental didiamkan selama 5 menit.

3) Pencetakan. Sirup kental dituangkan ke dalam cetakan sampai terisi 1/3


bagian. Setelah agak dingin, sirup dituangkan lagi sampai penuh, dan gula
ditunggu sampai mengeras dan dingin.

4) Pengemasan. Gula aren yang telah mengeras dan dingin harus dikemas di
dalam wadah tertutup sehingga terhindar dari uap air. Gula aren terkemas
ini disimpan ditempat yang tidak panas, dan terhindar dari benturan.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

IKAN ASAP

1. PENDAHULUAN
Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat selain
sebagai komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses pembusukan
dibandingkan dengan bahan makanan lain. Bakteri dan perubahan kimiawi
pada ikan mati menyebabkan pembusukan. Mutu olahan ikan sangat
tergantung pada mutu bahan mentahnya.

Tanda ikan yang sudah busuk:


- mata suram dan tenggelam;
- sisik suram dan mudah lepas;
- warna kulit suram dengan lendir tebal;
- insang berwarna kelabu dengan lendir tebal;
- dinding perut lembek;
- warna keseluruhan suram dan berbau busuk.

Tanda ikan yang masih segar:


- daging kenyal;
- mata jernih menonjol;
- sisik kuat dan mengkilat;
- sirip kuat;
- warna keseluruhan termasuk kulit cemerlang;
- insang berwarna merah;
- dinding perut kuat;
- bau ikan segar.

Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi
masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Namun ikan cepat
mengalami proses pembusukan. Oleh sebab itu pengawetan ikan perlu
diketahui semua lapisan masyarakat. Pengawetan ikan secara tradisional
bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak
memberikan kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak. Untuk
mendapatkan hasil awetan yang bermutu tinggi diperlukan perlakukan yang
baik selama proses pengawetan seperti : menjaga kebersihan bahan dan alat
yang digunakan, menggunakan ikan yang masih segar, serta garam yang
bersih. Ada bermacam-macam pengawetan ikan, antara lain dengan cara:
penggaraman, pengeringan, pemindangan, perasapan, peragian, dan
pendinginan ikan.

Hal. 1/ 6
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Tabel 1. Komposisi Ikan Segar per 100 gram Bahan

KOMPONEN KADAR (%)


Kandungan air 76,00
Protein 17,00
Lemak 4,50
Mineral dan vitamin 2,52-4,50

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa ikan mempunyai nilai protein tinggi, dan
kandungan lemaknya rendah sehingga banyak memberikan manfaat kesehatan
bagi tubuh manusia.

Manfaat makan ikan sudah banyak diketahui orang, seperti di negara Jepang
dan Taiwanikan merupakan makanan utama dalam lauk sehari-hari yang
memberikan efek awet muda dan harapan hidup lebih tinggi dari negara
lainnya. Penggolahan ikan dengan berbagai cara dan rasa menyebabkan orang
mengkonsumsi ikan lebih banyak.

Ikan asap adalah hasil pengawetan ikan secara tradisional yang pengerjaannya
merupakan gabungan dari penggaraman (perendaman dalam air garam) dan
pengasapan sehingga memberikan rasa khas.

Berbagai cara penggasapan tergantung kepada faktor-faktor berikut :


a. jenis ikan yang diasap;
b. besar kecilnya ikan yang diasap.

2. BAHAN
1) Ikan bandeng 6 kg
2) Garam 1 kg
3) Arang, potongan kayu, atau serbuk gergaji secukupnya

3. ALAT
1) Lemari asap (tungku, drum)
2) Pisau
3) Baskom

4. CARA PEMBUATAN
1) Siangi ikan, cuci, dan kelompokkan menurut ukuran;
2) Masukkan garam ke dalam ½ liter air dan didihkan, kemudian dinginkan.

Hal. 2/ 6
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

3) Rendam ikan selama ± 15-20 menit, tiriskan, dan angin-anginkan sampai


permukaan kering;
4) Ikat satu persatu kemudian :
a. gantungkan dalam ruang pengasapan, dengan jarak masing-masing ± 1
cm atau;
b. gantung dengan ekor ke bawah dan kepala menghadap ke atas dengan
menggunakan kaitan kawat, atau
c. susun satu persatu di atas anyaman bambu, kemudian disusun dalam
lemari pengasapan secara berlapis-lapis. Antara masing-masing lapisan
diberi jarak kira-kira sama dengan rata-rata panjang ikan. Agar
pengasapan merata ikan harus dibolak-balik.

5) Siapkan bahan bakar berupa arang dan potong-potong kayu di bawah ruang
pengasap, kemudian bakar;

6) Bubuhkan ampas tebu atau serbuk gergaji sedikit demi sedikit sampai timbul
asap :
a. Panas diatur pada suhu ± 700 ~ 800 C. selama 2-3 jam (harus dijaga
agar panas merata dan ikan tidak sampai hangus);
b. Panas diatur pada suhu ± 300 ~ 400 C selama 4 jam terus menerus.
Hasil pengasapan ditandai dengan bau harum yang khas dari ikan asap;

Hal. 3/ 6
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

7) Keluarkan ikan asap dari lemari pengasapan lalu bungkus atau kemas dalam
kantong plastik.

Catatan:

1) Ciri-ciri khas ikan asap yang baik adalah :


a. rupa dan warna: produk harus licin, mengkilat, dan berwarna coklat emas
muda;
b. bau dan rasa: produk memberikan bau atau aroma yang khas ikan asap
(bau asap yang sedap dan merangsang selera);
c. berair.
2) Dengan cara pengasapan pada suhu 700 ~ 800 C, ikan tahan lama disimpan
sampai 1 bulan, dibandingkan dengan pengasapan pada suhu 200 ~ 300C
(kurang dari 1 bulan) panas dibandingkan dengan pengasapan pada suhu
200 ~ 300C. (sampai 1 bulan).
3) Selain bandeng, ikan yang biasa diasap adalah ikan tembang, lemuru,
kembung, selar, tongkol, dan cakalang.

Hal. 4/ 6
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN IKAN ASAP

6. DAFTAR PUSTAKA
1) Ikan asap. Jakarta : Dirjen Industri Kecil, Departemen Perindustrian, s.a.
2) Moeljanto. Pengasapan dan fermentasi. Jakarta : Penebar Swadaya, 1987.

Hal. 5/ 6
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

7. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Kemal P.

KEMBALI KE MENU

Hal. 6/ 6
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

IKAN ASAP (IKAN SALE) CARA PENGASAPAN


CAIR

1. PENDAHULUAN
Ikan asap adalah ikan yang diawetkan dengan panas dan asap yang dihasilkan
dari pembakaran kayu keras yang banyak menghasilkan asap dan lambat
terbakar. Asap mengandung senyawa fenol dan formaldehida, masing-masing
bersifat bakterisida (membunuh bakteri). Kombinasi kedua senyawa tersebut
juga bersifat fungisida (membunuh kapang). Kedua senyawa membentuk
lapisan mengkilat pada permukaan ikan. Panas pembakaran juga membunuh
mikroba, dan menurunkan kadar air ikan. Pada kadar air rendah bahan lebih
sulit dirusak oleh mikroba.

Asap juga mengandung uap air, asam formiat, asam asetat, keton, alkohol dan
karbondioksida. Rasa dan aroma khas ikan asap terutama disebabkan oleh
senyawa fenol (guaiacol, 4-metthyl-guaiacol, 2,6-dimetoksi fenol), dan senyawa
karbonil.

Ada dua cara pengasapan, yaitu cara tradisional dan cara dingin. Pada cara
tradisional, asap dihasilkan dari pembakaran kayu atau biomassa lainnya
(misalnya sabut kelapa, serbuk akasia, dan serbuk mangga). Pada cara basah,
bahan direndam di dalam asap yang sudah dicairkan. Setelah senyawa asap
menempel pada ikan, kemudian ikan dikeringkan.

Walaupun mutunya kurang bagus dibanding pengasapan dingin, pengasapan


tradisional paling mudah diterapkan oleh industri kecil. Asap cair diperlukan
untuk pengasapan dingin sulit ditemukan di pasaran. Karena itu teknologi yang
diuraikan lebih ditekankan pada pengasapan tradisional.

2. BAHAN
1) Ikan
2) Asap cair. Satu bagian asap cair dilarutkan di dalam 100 bagian air.
3) Garam halus.
4) Larutan garam 20%. Untuk membuat 10 liter larutan garam 20%: 2 kg garam
ditambah dengan air sambil diaduk-aduk sampai volumenya 10 liter.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

3. PERALATAN
1) Pengukus. Alat ini digunakan untuk mengukus ikan.
2) Pengering. Alat ini digunakan untuk mengeringkan ikan yang telah dikukus.
3) Penyemprot. Alat ini digunakan untuk menyemprot asap cair ke permukaan
ikan.

4. CARA PEMBUATAN
1) Proses Pendahuluan
a. Proses pendahuluan dilakukan terhadap ikan berukuran sedang dan
besar. Ikan berukuran kecil atau teri (panjang kurang dari 10 cm) tidak
memerlukan proses pendahuluan. Ikan hanya perlu dicuci (jika kotor),
kemudian dapat langsung dikeringkan.
b. Ikan berukuran sedang dan besar (panjang lebih dari 15 cm) perlu diberi
proses pendahuluan, yaitu penyiangan, pembelahan, dan filleting.
c. Proses pendahuluan dilakukan sama dengan proses pendahuluan untuk
pengolahan ikan kering.

2) Penggaraman
a. Ikan atau fillet direndam di dalam larutan garam 20% selama 30 menit.
Ke dalam larutan garam, dapat ditambahkan bumbu.
b. Pengukusan
Ikan atau fillet yang telah digarami dikukus selama 30 menit.

3) Pengeringan
Ikan atau fillet yang telah dikukus, dijemur atau dikeringkan dengan alat
pengering. Jika dijemur, pada cuaca bagus, pengeringan berlangsung
selama 2~3 hari. Jika dikeringkan dengan alat pengering, pengeringan
berlangsung selama 8~10 jam. Setelah pengeringan, diharapkan kadar air
kurang dari 18%.

4) Pengasapan
a. Pengasapan. Ikan atau fillet yang telah dikeringkan diberi asap cair. Ada
dua cara pemberian asap cair, yaitu:
b. Asap cair dilarutkan ke dalam air (1 bagian asap cair di dalam 99 bagian
air). Ke dalam asap cair tersebut ikan atau fillet kering dicelupkan selama
10 menit.
c. Asap cair dilarutkan ke dalam minyak (1 bagian asap cair dilarutkan ke
dalam 99 bagian minyak). Asap cair ini disemprotkan ke permukaan ikan,
atau fillet.
d. Pengeringan setelah pengasapan. Ikan atau fillet yang telah diasapi,
dijemur atau dikeringkan dengan alat pengering. Setelah itu, produk
dapat disimpan di dalam kantong plastik, atau di dalam kotak kaleng.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

IKAN ASAP (IKAN SALE) CARA


PENGASAPAAN TRADISIONAL

1. PENDAHULUAN
Ikan asap adalah ikan yang diawetkan dengan panas dan asap yang dihasilkan
dari pembakaran kayu keras yang banyak menghasilkan asap dan lambat
terbakar. Asap mengandung senyawa fenol dan formaldehida, masing-masing
bersifat bakterisida (membunuh bakteri). Kombinasi kedua senyawa tersebut
juga bersifat fungisida (membunuh kapang). Kedua senyawa membentuk
lapisan mengkilat pada permukaan ikan. Panas pembakaran juga membunuh
mikroba, dan menurunkan kadar air ikan. Pada kadar air rendah bahan lebih
sulit dirusak oleh mikroba.

Asap juga mengandung uap air, asam formiat, asam asetat, keton, alkohol dan
karbondioksida. Rasa dan aroma khas ikan asap terutama disebabkan oleh
senyawa fenol (guaiacol, 4-metthyl-guaiacol, 2,6-dimetoksi fenol), dan senyawa
karbonil.

Ada dua cara pengasapan, yaitu cara tradisional dan cara dingin. Pada cara
tradisional, asap dihasilkan dari pembakaran kayu atau biomassa lainnya
(misalnya sabut kelapa, serbuk akasia, dan serbuk mangga). Pada cara basah,
bahan direndam di dalam asap yang sudah dicairkan. Setelah senyawa asap
menempel pada ikan, kemudian ikan dikeringkan.

Walaupun mutunya kurang bagus dibanding pengasapan dingin, pengasapan


tradisional paling mudah diterapkan oleh industri kecil. Asap cair diperlukan
untuk pengasapan dingin sulit ditemukan di pasaran. Karena itu teknologi yang
diuraikan lebih ditekankan pada pengasapan tradisional.

2. BAHAN
1) Ikan
2) Kayu keras
3) Garam halus

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

3. PERALATAN
1) Lemari asap. Alat ini digunakan untuk mengasapi ikan. Ikan digantung atau
diletakkan di atas rak-rak. Bagian dasar lemari digunakan untuk
pembakaran kayu.

2) Pisau dan talenan. Alat ini digunakan sebagai alas pada saat menyiangi
ikan.

4. CARA PEMBUATAN

1) Proses Pendahuluan
a. Proses pendahuluan dilakukan terhadap ikan berukuran sedang dan
besar. Ikan berukuran kecil atau teri (panjang kurang dari 10 cm) tidak
memerlukan proses pendahuluan. Ikan hanya perlu dicuci (jika kotor),
kemudian dapat langsung dikeringkan.
b. Ikan berukuran sedang dan besar (panjang lebih dari 15 cm) perlu diberi
proses pendahuluan, yaitu penyiangan, pembelahan, dan filleting.
c. Proses pendahuluan dilakukan sama dengan proses pendahuluan untuk
pengolahan ikan kering.

2) Pengasapan
a. Penyiapan lemari asap. Bagian dasar lemari asap diisi dengan kayu
keras, kemudian dibakar. Setelah kayu terbakar, api dipadamkan
sehingga kayu tetap membara sambil mengeluarkan asap.
b. Pengasapan. Ikan, atau fillet berukuran kecil dan sedang diletakkan di
atas rak-rak (baki) yang dasarnya berlobang-lobang, atau terbuat dari
anyaman jarang. Ikan atau fillet berukuran panjang (besar) lebihbaik
digantung. Setelah itu lemari ditutup rapat. Pengasapan ini berlangsung
2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

selama 48 jam sehingga dihasilkan ikan asap kering dengan warna coklat
tua. Selama pengasapan, pembakaran kayu harus dijaga agar tidak
mengeluarkan api. Jika kayu berapi, kayu lebih cepat habis, kurang
berasap, dan suhu terlalu tinggi. Selama pengasapan, suhu perlu
diusahakan tidak lebih dari 800C.

3) Pengemasan. Ikan asap yang benar-benar kering dapat disimpan di dalam


kantong plastik, dan kotak kaleng yang tertutup rapat.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

IKAN ASIN CARA I

1. PENDAHULUAN
Ikan asin adalah ikan setengah basah yang mengandung garam 15-20%.
Walaupun kadar airnya masih tinggi (30-35%) ikan asin dapat disimpan agak
lama karena kandungan garam yang relatif tinggi tersebut.

Ikan asin dibuat dengan beberapa cara, yaitu:


1. Cara I : Pencampuran dengan garam, kemudian dilanjutkan dengan
pengeringan.
2. Cara II : Perebusan di dalam larutan garam, kemudian dilanjutkan dengan
pengeringan.
3. Cara III : Pencampuran dengan garam, kemudian dilanjutkan dengan
fermentasi.

2. BAHAN
1) Ikan. Biasanya ikan yang diasinkan dengan cara I ini adalah ikan ukuran
sedang dan besar. Ikan ukuran kecil jarang diasinkan dengan cara ini.
2) Garam. Garam ditumbuk sampai halus.

3. PERALATAN
1) Wadah penggaraman. Wadah ini harus tahan garam, diantaranya adalah
kotak kayu, tong kayu, ember plastik, dan baskom plastik.
2) Tempat penjemuran ikan asin. Alat ini digunakan untuk menjemur ikan asin
berupa balai-balai dari kayu atau bambu dan dilengkapi dengan tampah atau
anyaman bambu.
3) Pisau dan talenan. Alat ini digunakan untuk menyiangi ikan.

4. CARA PEMBUATAN
1) Proses pendahuluan. Sisik ikan dibuang, kemudian perut dibelah, insang
dan jeroan dibuang. Setelah itu ikan dibelah dan atau mengalami filleting
seperti proses pendahuluan yang diberikan terhadap ikan yang akan
dikeringkan.

2) Penggaraman. Dasar wadah ditaburi dengan garam yang telah ditumbuk


halus setinggi 0,5 cm, kemudian ikan disusun membentuk satu lapisan. Di
atas lapisan ini ditaburi lagi garam setinggi 0,25 cm secara merata, kemudian
diatasnya disusun lagi satu lapisan ikan. Demikian seterusnya sampai
1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

wadah penuh. Garam yang digunakan adalah 20% dari berat ikan. Wadah
perlu ditutup rapat. Lama penggaraman adalah 3 hari.

3) Pengeringan. Setelah selesai penggaraman, ikan dijemur pada terik


matahari selama 3 hari. Pengeringan dapat juga dengan menggunakan alat
pengering. Proses tidak dilakukan sampai kadar air rendah, tapi cukup
sampai kadar air 20-25%.

4) Pengemasan. Ikan asin tidak perlu disimpan di dalam wadah tertutup rapat.
Keranjang bambu, keranjang rotan dan peti kayu dapat digunakan untuk
tempat penyimpanan ikan asin. Untuk jumlah kecil, ikan dapat disimpan di
dalam kantong plastik.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

IKAN ASIN CARA II

1. PENDAHULUAN
Ikan asin adalah ikan setengah basah yang mengandung garam 15-20%.
Walaupun kadar airnya masih tinggi (30-35%) ikan asin dapat disimpan agak
lama karena kandungan garam yang relatif tinggi tersebut.

Ikan asin dibuat dengan beberapa cara, yaitu:


1. Cara I : Pencampuran dengan garam, kemudian dilanjutkan dengan
pengeringan.
2. Cara II : Perebusan di dalam larutan garam, kemudian dilanjutkan dengan
pengeringan.
3. Cara III : Pencampuran dengan garam, kemudian dilanjutkan dengan
fermentasi.

2. BAHAN
1) Ikan. Ikan yang digunakan biasanya adalah ikan yang ikan yang berukuran.
Ikan ukuran besar jarang diasinkan dengan cara ini.
2) Garam. Garam ditumbuk sampai halus.
3) Tawas
4) Asam asetat glasial

3. PERALATAN
1) Wadah perebus. Wadah ini digunakan untuk merebus ikan di dalam larutan
garam. Wadah dibuat dari logam tahan karat, misalnya aluminium atau
stainless steel.
2) Tempat penjemuran ikan asin. Alat ini digunakan untuk menjemur ikan asin
berupa balai-balai dari kayu atau bambu dan dilengkapi dengan tampah atau
anyaman bambu.
3) Pisau dan talenan. Alat ini digunakan untuk menyiangi ikan.

4. CARA PEMBUATAN
Cara ini biasanya dilakukan terhadap ikan berukuran kecil (teri) dan ikan yang
sedikit lebih besar. Ikan berukuran sedang dan besar, jarang diasinkan dengan
cara ini.

1) Penyiapan larutan penggaraman. Air bersih dimasukkan ke dalam wadah


perebus, kemudian ditambah garam dan tawas dan diaduk. Setiap 1 liter air
1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

ditambah garam 200 gram dan tawas 10 gram. larutan dipanaskan sampai
mendidih. Busa yang mengapung dibuang. Setelah itu ditambahkan asam
asetat glasial. Setiap 1 liter larutan ditambah dengan 5 ml asam asetat
glasial.

2) Perebusan. Ikan dimasukkan ke dalam larutan penggaraman yang sedang


mendidih. Api agak dibesarkan agar larutan tetap mendidih. Perebusan
berlangsung selama 7-10 menit. Setelah itu ikan segera diangkat atau
dikeluarkan dari larutan penggarman.

3) Pengeringan. Ikan yang baru diangkat, langsung dihamparkan di atas


tampah atau wadah pengering. Pengeringan dapat dilakukan dengan sinar
matahari, atau denan alat pengering. Waktu pengeringan akan lebih singkat
dan mutu produk lebih baik jika pengeringan dilakukan dengan alat
pengering.

4) Pengemasan. Ikan asin tidak perlu disimpan di dalam wadah tertutup rapat.
Keranjang bambu, keranjang rotan dan peti kayu dapat digunakan untuk
tempat penyimpanan ikan asin. Untuk jumlah kecil, ikan dapat disimpan di
dalam kantong plastik.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

IKAN ASIN CARA III

1. PENDAHULUAN
Ikan asin adalah ikan setengah basah yang mengandung garam 15-20%.
Walaupun kadar airnya masih tinggi (30-35%) ikan asin dapat disimpan agak
lama karena kandungan garam yang relatif tinggi tersebut.

Ikan asin dibuat dengan beberapa cara, yaitu:


1. Cara I : Pencampuran dengan garam, kemudian dilanjutkan dengan
pengeringan.
2. Cara II : Perebusan di dalam larutan garam, kemudian dilanjutkan dengan
pengeringan.
3. Cara III : Pencampuran dengan garam, kemudian dilanjutkan dengan
fermentasi.

2. BAHAN
1. Ikan
2. Garam. Garam ditumbuk sampai halus.

3. PERALATAN
1. Wadah penggaraman. Wadah ini harus tahan garam, diantaranya adalah
kotak kayu, tong kayu, ember plastik, dan baskom plastik.
2. Tempat penjemuran ikan asin. Alat ini digunakan untuk menjemur ikan asin
berupa balai-balai dari kayu atau bambu dan dilengkapi dengan tampah atau
anyaman bambu.
3. Pisau dan talenan. Alat ini digunakan untuk menyiangi ikan.

4. CARA PEMBUATAN
1) Proses pendahuluan. Sisik ikan dibuang, kemudian perut dibelah, insang
dan jeroan dibuang. Setelah itu ikan dibelah dan atau mengalami filleting
seperti proses pendahuluan yang diberikan terhadap ikan yang akan
dikeringkan.
Proses pendahuluan dapat juga hanya berupa pembuangan sisik, jeroan dan
insang.

2) Penggaraman. Dasar wadah penggaraman ditaburi dengan garam yang


telah ditumbuk halus setinggi 0,5 cm, kemudian ikan disusun membentuk
satu lapisan. Di atas lapisan ini ditaburi lagi garam setinggi 0,25 cm secara
1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

merata, kemudian diatasnya disusun lagi satu lapisan ikan. Demikian


seterusnya sampai wadah penuh. Garam yang digunakan adalah 25% dari
berat ikan. Wadah perlu ditutup rapat. Lama penggaraman adalah 6-8 hari.
Selama penggaraman, terjadi fermentasi spontan oleh mikroba yang
terdapat pada ikan dan wadah secara alami.

3) Penjemuran I. Ikan dikeluarkan dari wadah penggaraman, kemudian


diangin-anginkan selama semalam.

4) Fermentasi. Ikan disusun secara teratur dan rapat di dalam wadah


penggaraman. Keudian ditutup rapat dan disimpan selama 2~3 bulan.

5) Penjemuran II. Setelah difermentasi, ikan dijemur supaya agak kering


selama 1 hari.

6) Pengemasan. Ikan dikemas di dalam wadah yang berlobang-lobang


misalnya keranjang bambu.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

IKAN ASIN CARA PENGGARAMAN BASAH

1. PENDAHULUAN
Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat selain
sebagai komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses pembusukan
dibandingkan dengan bahan makanan lain. Bakteri dan perubahan kimiawi
pada ikan mati menyebabkan pembusukan. Mutu olahan ikan sangat
tergantung pada mutu bahan mentahnya.

Tanda ikan yang sudah busuk:


- mata suram dan tenggelam;
- sisik suram dan mudah lepas;
- warna kulit suram dengan lendir tebal;
- insang berwarna kelabu dengan lendir tebal;
- dinding perut lembek;
- warna keseluruhan suram dan berbau busuk.

Tanda ikan yang masih segar:


- daging kenyal;
- mata jernih menonjol;
- sisik kuat dan mengkilat;
- sirip kuat;
- warna keseluruhan termasuk kulit cemerlang;
- insang berwarna merah;
- dinding perut kuat;
- bau ikan segar.

Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi
masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Namun ikan cepat
mengalami proses pembusukan. Oleh sebab itu pengawetan ikan perlu
diketahui semua lapisan masyarakat. Pengawetan ikan secara tradisional
bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak
memberikan kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak. Untuk
mendapatkan hasil awetan yang bermutu tinggi diperlukan perlakukan yang
baik selama proses pengawetan seperti : menjaga kebersihan bahan dan alat
yang digunakan, menggunakan ikan yang masih segar, serta garam yang
bersih. Ada bermacam-macam pengawetan ikan, antara lain dengan cara:
penggaraman, pengeringan, pemindangan, perasapan, peragian, dan
pendinginan ikan.

Hal. 1/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Tabel 1. Komposisi Ikan Segar per 100 gram Bahan

KOMPONEN KADAR (%)


Kandungan air 76,00
Protein 17,00
Lemak 4,50
Mineral dan vitamin 2,52-4,50

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa ikan mempunyai nilai protein tinggi, dan
kandungan lemaknya rendah sehingga banyak memberikan manfaat kesehatan
bagi tubuh manusia.

Manfaat makan ikan sudah banyak diketahui orang, seperti di negara Jepang
dan Taiwanikan merupakan makanan utama dalam lauk sehari-hari yang
memberikan efek awet muda dan harapan hidup lebih tinggi dari negara
lainnya. Penggolahan ikan dengan berbagai cara dan rasa menyebabkan orang
mengkonsumsi ikan lebih banyak.

Ikan asin adalah makanan awetan yang diolah dengan cara penggaraman dan
pengeringan.

Ada 3 cara pembuatan :


1) Penggaraman kering dengan pengeringan;
2) Penggaraman basah (perebusan dalam air garam) dengan pengneringan;
3) Penggaraman yang dikombinasikan dengan peragian (pembuatan ikan
peda).

2. BAHAN
1. Ikan segar 10 gram
2. Garam dapur 4 kg

3. ALAT
1) Panci
2) Bak penggaraman
3) Tampah (nyiru)

4. CARA PEMBUATAN
1) Masukkan garam ke dalam 10 liter air;
2) Masukan ikan , kemudian rebus selama 5~10 menit atau rendam selama 3~4
jam, dan tutup dengan diberi pemberat;

Hal. 2/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

3) Tiriskan sekitar 15 menit kemudian jemur sampai kering (3 hari);


4) Biarkan beberapa saat (angin-anginkan) kemudian kemas dalam kantong.

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN IKAN ASIN CARA


PENGGARAMAN BASAH

Catatan:

1) Ikan asin yang bermutu baik adalah jika memenuhi syarat Standar Industri
Indonesia (SII), yaitu :
a. Mempunyai bau, rasa, dan warna normal, serta bentuk yang baik;
b. Berkadar air paling tinggi 25 %
c. Berkadar garam (NaCl) antara 10 % ~ 20 %;
d. Tidak mengandung logam jamur, juga tidak terjadi pemerahan bakteri;
2) Ada beberapa cara untuk mempercepat pengeringan ikan asin :
a. Menjemur ikan di atas para-para setinggi ± 1 m dari atas tanah, di
halaman terbuka;
b. Menjemur ikan di dalam ruang pengering dari plastik (solar dryer);
c. Mengalir udara panas ke permukaan ikan dalam ruangan (mechanical
dryer);
d. Mengatur cara penjemuran ikan, jangan sampai bertumbuk;
e. Membelah daging ikan;
f. Membuat sayatan pada daging ikan.

Hal. 3/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

3. Perbandingan komposisi ikan asin dan ikan teri kering per 100 gram bahan
adalah sebagai berikut :

Tabel 2. Komposisi Ikan Asin dan Ikan Teri

KOMPONEN IKAN ASIN (%) IKAN TERI KERING (%)


Protein 42,00 33,40
Lemak 1,50 3,00
Fosfor 0,30 1,50
Besi 0,002 0,0036
Vitamin B1 0,01 mg 0,15

6. DAFTAR PUSTAKA
1) Pembuatan ikan asin. Jakarta : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Industri Hasil Pertanian, Departemen Perindustrian, 1982. Publikasi No. 4.
2) Daftar komposisi bahan makanan. Jakarta : Bhratara Karya Aksara, 1979.

7. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Agus Sediadi

KEMBALI KE MENU

Hal. 4/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

IKAN ASIN CARA PENGGARAMAN KERING

1. PENDAHULUAN
Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat selain
sebagai komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses pembusukan
dibandingkan dengan bahan makanan lain. Bakteri dan perubahan kimiawi
pada ikan mati menyebabkan pembusukan. Mutu olahan ikan sangat
tergantung pada mutu bahan mentahnya.

Tanda ikan yang sudah busuk:


- mata suram dan tenggelam;
- sisik suram dan mudah lepas;
- warna kulit suram dengan lendir tebal;
- insang berwarna kelabu dengan lendir tebal;
- dinding perut lembek;
- warna keseluruhan suram dan berbau busuk.

Tanda ikan yang masih segar:


- daging kenyal;
- mata jernih menonjol;
- sisik kuat dan mengkilat;
- sirip kuat;
- warna keseluruhan termasuk kulit cemerlang;
- insang berwarna merah;
- dinding perut kuat;
- bau ikan segar.

Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi
masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Namun ikan cepat
mengalami proses pembusukan. Oleh sebab itu pengawetan ikan perlu
diketahui semua lapisan masyarakat. Pengawetan ikan secara tradisional
bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak
memberikan kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak. Untuk
mendapatkan hasil awetan yang bermutu tinggi diperlukan perlakukan yang
baik selama proses pengawetan seperti : menjaga kebersihan bahan dan alat
yang digunakan, menggunakan ikan yang masih segar, serta garam yang
bersih. Ada bermacam-macam pengawetan ikan, antara lain dengan cara:
penggaraman, pengeringan, pemindangan, perasapan, peragian, dan
pendinginan ikan.

Hal. 1/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Tabel 1. Komposisi Ikan Segar per 100 gram Bahan

KOMPONEN KADAR (%)


Kandungan air 76,00
Protein 17,00
Lemak 4,50
Mineral dan vitamin 2,52-4,50

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa ikan mempunyai nilai protein tinggi, dan
kandungan lemaknya rendah sehingga banyak memberikan manfaat kesehatan
bagi tubuh manusia.

Manfaat makan ikan sudah banyak diketahui orang, seperti di negara Jepang
dan Taiwanikan merupakan makanan utama dalam lauk sehari-hari yang
memberikan efek awet muda dan harapan hidup lebih tinggi dari negara
lainnya. Penggolahan ikan dengan berbagai cara dan rasa menyebabkan orang
mengkonsumsi ikan lebih banyak.

Ikan asin adalah makanan awetan yang diolah dengan cara penggaraman dan
pengeringan.

Ada 3 cara pembuatan :


1) Penggaraman kering dengan pengeringan;
2) Penggaraman basah (perebusan dalam air garam) dengan pengneringan;
3) Penggaraman yang dikombinasikan dengan peragian (pembuatan ikan
peda).

2. BAHAN
1) Ikan laut (ikan tawar) 10 kg
2) Garam dapur 3 kg

3. ALAT
1) Bak (tong kayu) tempat penggaraman
2) Pisau
3) Tampah (nyiru)
4) Peti Kayu (keranjang bambu)

Hal. 2/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4. CARA PEMBUATAN
1) Buang isi perut ikan (jangan sampai empedunya pecah);
2) Sayat-sayat (untuk ikan yang ukuran besar) dengan tebal 2~3 cm, belah dari
punggungnya (untuk ikan sedang atau kecil);
3) Cuci, masukkan ke dalam bejana (tong kayu) dan taburi garam;
4) Susun dalam bak (tong kayu) yang diselang-silang dengan lapisan garam
kemudian tutup dengan kayu;

5) Simpan dalam ruangan yang tidak mendapat sinar matahari langsung


selama 3 hari;
6) Jemur sampai kering kurang lebih selama 3 hari;
7) Masukkan dalam keranjang bambu atau peti kayu.

Hal. 3/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN IKAN ASIN CARA


PENGGARAMAN KERING

Catatan:

1) Ikan asin yang bermutu baik adalah jika memenuhi syarat Standar Industri
Indonesia (SII), yaitu :
a. Mempunyai bau, rasa, dan warna normal, serta bentuk yang baik;
b. Berkadar air paling tinggi 25 %
c. Berkadar garam (NaCl) antara 10 % ~ 20 %;
d. Tidak mengandung logam jamur, juga tidak terjadi pemerahan bakteri;
2) Ada beberapa cara untuk mempercepat pengeringan ikan asin :
a. Menjemur ikan di atas para-para setinggi ± 1 m dari atas tanah, di
halaman terbuka;
b. Menjemur ikan di dalam ruang pengering dari plastik (solar dryer);
c. Mengalir udara panas ke permukaan ikan dalam ruangan (mechanical
dryer);
d. Mengatur cara penjemuran ikan, jangan sampai bertumbuk;
e. Membelah daging ikan;
f. Membuat sayatan pada daging ikan.

Hal. 4/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

3. Perbandingan komposisi ikan asin dan ikan teri kering per 100 gram bahan
adalah sebagai berikut :

Tabel 2. Komposisi Ikan Asin dan Ikan Teri

KOMPONEN IKAN ASIN (%) IKAN TERI KERING (%)


Protein 42,00 33,40
Lemak 1,50 3,00
Fosfor 0,30 1,50
Besi 0,002 0,0036
Vitamin B1 0,01 mg 0,15

6. DAFTAR PUSTAKA
1) Pembuatan ikan asin. Jakarta : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Industri Hasil Pertanian, Departemen Perindustrian, 1982. Publikasi No. 4.
2) Daftar komposisi bahan makanan. Jakarta : Bhratara Karya Aksara, 1979.

7. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Agus Sediadi

KEMBALI KE MENU

Hal. 5/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

IKAN ASIN CARA KOMBINASI PENGGARAMAN


DAN PERAGIAN (IKAN PEDA)

1. PENDAHULUAN
Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat selain
sebagai komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses pembusukan
dibandingkan dengan bahan makanan lain. Bakteri dan perubahan kimiawi
pada ikan mati menyebabkan pembusukan. Mutu olahan ikan sangat
tergantung pada mutu bahan mentahnya.

Tanda ikan yang sudah busuk:


- mata suram dan tenggelam;
- sisik suram dan mudah lepas;
- warna kulit suram dengan lendir tebal;
- insang berwarna kelabu dengan lendir tebal;
- dinding perut lembek;
- warna keseluruhan suram dan berbau busuk.

Tanda ikan yang masih segar:


- daging kenyal;
- mata jernih menonjol;
- sisik kuat dan mengkilat;
- sirip kuat;
- warna keseluruhan termasuk kulit cemerlang;
- insang berwarna merah;
- dinding perut kuat;
- bau ikan segar.

Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi
masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Namun ikan cepat
mengalami proses pembusukan. Oleh sebab itu pengawetan ikan perlu
diketahui semua lapisan masyarakat. Pengawetan ikan secara tradisional
bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak
memberikan kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak. Untuk
mendapatkan hasil awetan yang bermutu tinggi diperlukan perlakukan yang
baik selama proses pengawetan seperti : menjaga kebersihan bahan dan alat
yang digunakan, menggunakan ikan yang masih segar, serta garam yang
bersih. Ada bermacam-macam pengawetan ikan, antara lain dengan cara:
penggaraman, pengeringan, pemindangan, perasapan, peragian, dan
pendinginan ikan.

Hal. 1/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Tabel 1. Komposisi Ikan Segar per 100 gram Bahan

KOMPONEN KADAR (%)


Kandungan air 76,00
Protein 17,00
Lemak 4,50
Mineral dan vitamin 2,52-4,50

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa ikan mempunyai nilai protein tinggi, dan
kandungan lemaknya rendah sehingga banyak memberikan manfaat kesehatan
bagi tubuh manusia.

Manfaat makan ikan sudah banyak diketahui orang, seperti di negara Jepang
dan Taiwanikan merupakan makanan utama dalam lauk sehari-hari yang
memberikan efek awet muda dan harapan hidup lebih tinggi dari negara
lainnya. Penggolahan ikan dengan berbagai cara dan rasa menyebabkan orang
mengkonsumsi ikan lebih banyak.

Ikan asin adalah makanan awetan yang diolah dengan cara penggaraman dan
pengeringan.

Ada 3 cara pembuatan :


1) Penggaraman kering dengan pengeringan;
2) Penggaraman basah (perebusan dalam air garam) dengan pengneringan;
3) Penggaraman yang dikombinasikan dengan peragian (pembuatan ikan
peda).

2. BAHAN
1) Ikan kembung atau ikan lemuru 10 kg
2) Garam dapur 4 kg

3. ALAT
1) Bak (tong kayu)
2) Tampah (nyiru)

4. CARA PEMBUATAN
1) Buang isi perut ikan dan cuci;
2) Susun dalam bak (tong kayu) yang diselang-seling dengan lapisan garam.
Lapisan garam paling atas harus tebal;
3) Tutup bak, biarkan selama 4~7 hari (peragian I);

Hal. 2/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4) Keluarkan ikan dari bak, jemur selama 2-3 jam;


5) Angin-anginkan selama satu malam, kemudian kemas dalam peti kayu yang
tertutup rapat;
6) Simpan sekitar 1~3 bulan (peragian II);
7) Jemur supaya tidak terlalu basah.

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN IKAN ASIN (IKAN PEDA) CARA


KOMBINASI PENGGARAMAN DAN PERAGIAN

Catatan:

1) Ikan asin yang bermutu baik adalah jika memenuhi syarat Standar Industri
Indonesia (SII), yaitu :
a. Mempunyai bau, rasa, dan warna normal, serta bentuk yang baik;
b. Berkadar air paling tinggi 25 %
c. Berkadar garam (NaCl) antara 10 % - 20 %;
d. Tidak mengandung logam jamur, juga tidak terjadi pemerahan bakteri;
2) Ada beberapa cara untuk mempercepat pengeringan ikan asin :
a. Menjemur ikan di atas para-para setinggi ± 1 m dari atas tanah, di
halaman terbuka;
b. Menjemur ikan di dalam ruang pengering dari plastik (solar dryer);

Hal. 3/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

c. Mengalir udara panas ke permukaan ikan dalam ruangan (mechanical


dryer);
d. Mengatur cara penjemuran ikan, jangan sampai bertumbuk;
e. Membelah daging ikan;
f. Membuat sayatan pada daging ikan.

3. Perbandingan komposisi ikan asin dan ikan teri kering per 100 gram bahan
adalah sebagai berikut :

Tabel 2. Komposisi Ikan Asin dan Ikan Teri

KOMPONEN IKAN ASIN (%) IKAN TERI KERING (%)


Protein 42,00 33,40
Lemak 1,50 3,00
Fosfor 0,30 1,50
Besi 0,002 0,0036
Vitamin B1 0,01 mg 0,15

6. DAFTAR PUSTAKA
1) Pembuatan ikan asin. Jakarta : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Industri Hasil Pertanian, Departemen Perindustrian, 1982. Publikasi No. 4.
2) Daftar komposisi bahan makanan. Jakarta : Bhratara Karya Aksara, 1979.

7. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Agus Sediadi

KEMBALI KE MENU

Hal. 4/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

IKAN DAN DAGING


Ikan | Daging

1. IKAN
Ikan merupakan salah satu komoditi yang banyak dihasilkan di Sumatera Barat.
Ikan menurut perairan tempat hidupnya dapat dibagi menjadi ikan air tawar dan
ikan laut. Ikan air tawar utama adalah ikan mas, mujair, lele dan gurame.
Sedangkan ikan laut utama adalah ikan tongkol, tuna, sisik, gabua, gambolo
dan bada.

Ikan merupakan bahan pangan sumber protein. Disamping protein ikan juga
mengandung lemak, vitamin dan mineral (Tabel 1.).

Tabel 1. Kandungan Zat Gizi pada Ikan Mas, Kakap dan Kembung.

ZAT GIZI IKAN


Mas Kakap Kembung
Air (gram) 80,0 77,0 76,0
Protein (gram) 16,0 20,0 22,0
Energi (K) 86,0 92,0 103,0
Lemak (gram) 2,0 0,7 1,0
Kalsium (mg) 20,0 20,0 20,0
Besi (mg) 2,0 1,0 1,5
Vitamin A (SI) 150,0 30,0 30,0

Sampai saat ini, ikan pada umumnya dikonsumsi langsung. Upaya pengolahan
belum banyak dilakukan kecuali ikan asin. Ikan dapat diolah menjadi berbagai
produk seperti ikan kering, dendeng ikan, abon ikan, kerupuk ikan, ikan asin,
kemplang, baso ikan dan tepung ikan.

2. DAGING
Di Sumatera Barat, ternak mamalia utama penghasil daging adalah sapi,
kerbau dan kambing. Daging yang beredar di pasaran, pada umumnya adalah
daging sapi. Sedangkan daging kambing dan kerbau tidak banyak dijumpai di
pasaran.

Ayam merupakan unggas penghasil daging paling penting. Dalam hal ini daging
ayam ras pedaging dikonsumsi jauh lebih banyak dibandingkan ayam lokal.
1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Daging merupakan sumber protein. Selain itu daging mengandung lemak,


vitamin dan mineral. Pada Tabel 2. Dapat dilihat komposisi zat daging sapi,
kerbau dan ayam.

Tabel 2. Komposisi Beberapa zat Gizi Daging Sapi, Kerbau dan Ayam per 100
gram Bahan

ZAT GIZI DAGING


Sapi Kerbau Ayam
Air (gram) 66,0 84,0
Protein (gram) 18,8 18,7 18,2
Energi (K) 207,0 84,0 302,0
Lemak (gram) 14,0 0,5 25,0
Kalsium (mg) 11,0 7,0 14,0
Besi (mg) 2,8 2,0 1,5
Vitamin A (SI) 30,0 0,0 810,0

Ada beberapa produk yang dapat dibuat dari daging dan hasil ternak lainnya,
yaitu dendeng, rendang dalam botol, abon, gelatin, tepung tulang, lem kayu dan
baso.

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

IKAN KERING

1. PENDAHULUAN
Ikan kering merupakan produk ikan yang paling mudah pembuatannya. Jeroan
dan sisik ikan dibuang, kemudian dijemur atau dikeringkan dengan alat
pengering. Ikan berukuran kecil bisa langsung dikeringkan.

Ikan kering mempunyai aroma yang agak berbeda dengan ikan segar.
Terjadinya oksidasi lemak menyebabkan ikan kering mempunyai aroma yang
khas.

2. BAHAN
Ikan

3. PERALATAN
1) Pisau. Alat ini digunakan untuk membuang sisik dan jeroan, serta untuk
membelah ikan yang berukuran besar. Pisau yang digunakan hendaknya
tajam, tipis dan terbuat dari logam stainless steel.
2) Sikat ikan. Alat ini digunakan untuk menyikat sisik sehingga lepas dari kulit
ikan.
3) Talenan. Alat ini digunakan sebagai alas pada saat mengiris ikan.
4) Pengering. Alat ini digunakan untuk mengeringkan irisan daging. Pengering
dapat berupa alat penjemur sederhana atau berupa alat pengering yang
berbahan bakar (minyak, kayu bakar, atau arang) bertenaga listrik atau
bertenaga cahaya matahari.

4. CARA PEMBUATAN
1) Proses Pendahuluan
a. Proses pendahuluan dilakukan terhadap ikan berukuran sedang dan
besar. Ikan berukuran kecil atau teri (panjang kurang dari 10 cm) tidak
memerlukan proses pendahuluan. Ikan hanya perlu dicuci (jika kotor),
kemudian dapat langsung dikeringkan.
b. Ikan berukuran sedang dan besar (panjang lebih dari 15 cm) perlu diberi
proses pendahuluan, yaitu penyiangan, pembelahan, dan filleting.

2) Penyiangan
a. Mula-mula sisik disikat dari ekor mengarah ke kepala dengan sikat ikan
tanpa melukai dagingnya. Kemudian dicuci, dan sisik yang tertinggal
dibuang.
1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

b. Bagian di bawah insang dipotong tanpa menyebabkan kepala ikan


terpotong.
c. Kemudian perut ikan dibelah dari anus ke arah insang tanpa melukai
jeroannya.
d. Perut yang sudah terbelah dibuka. Jeroan dan insang dibuang.
e. Bagian dalam perut disikat dengan ujung pisau untuk membuang sisa-sisa
darah.
f. Setelah itu, ikan dicuci sampai bersih.

3) Pembelahan
Ikan yang dikeringkan sebaiknya dibelah agar permukaan menjadi luas
sehinga waktu pengeringan lebih singkat.
a. Ikan ukuran sedang. Ikan dibelah pada bagian perut. Pembelahah
dimulai dari kepala ke arah ekor tanpa menyebabkan bagian punggung
terpotong.
b. Ikan ukuran besar
- Mula-mula ikan dibelah pada baian perut. Pembelahan dimulai dari
bagian bawah insang ke arah ekor tanpa menyebabkan bagian
punggun terbelah.
- Setelah itu ikan dibalik. Ikan dibelah pada bagian perut. Pembelahan
dimulai dari kepala ke arah ekor tanpa menyebabkan bagian punggung
terpotong. Dengan demikian terdapat dua belahan, dan permukaan
ikan semakin luas, dan ikan semakin tipis. Hal ini memungkinkan ikan
lebih cepat kering.

4) Filleting
Filleting adalah penyayatan daging rusuk secara membujur sehingga
menghasilkan daging tanpa tulang. Filleting tidak selalu harus dilakukan.
Proses ini hanya dilakukan jika produk ikan yang dikehendaki berupa
sayatan yang bebas tulang.
a. Filleting ikan ukuran sedang
- Ikan diletakkan di atas talenan. Kepala ikan menghadap ke kanan dan
perut menghadap ke arah pekerja (jika pekerja bukan kidal). Bagian
bawah insang diiris melintang sampai menyentuh tulang belakang.
- Daging diiris dari arah sayatan tadi mengarah ke ekor. Mata pisau
diusahakan menyentuh tulang belakang, tapi tidak sampai melukainya.
- Ikan dibalikkan, dan prosedur b di atas diulangi. Irisan yang diperoleh
disebut fillet.
- Jika perlu, tulang rusuk pada fillet dapat diiris dan dibuang.
b. Filleting ikan ukuran besar
- Ikan diletakkan di atas talenan. Perut menghadap ke atas, dan kepala
mengarah ke kanan. Kepala dipotong mengikuti alur tulang rahang.
- Ikan disayat dari arah kepala menuju ekor seperti gambar dibawah ini.
Mata pisau harus menyentuh tulang belakang tanpa melukai tulang
tersebut.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

- Ikan dibalik, sehingga kepala menghadap ke kiri. Kemudian dilakukan


penyayatan seperti No. b diatas. Irisan daging yang diperoleh disebut
fillet.
- Jika perlu, tulang rusuk pada fillet dapat diiris dan dibuang.

5) Pengeringan
a. Pengeringan ikan ukuran kecil
Ikan ukuran kecil dijemur atau dikeringkan dengan alat pengering sampai
kadar air di bawah 7%. Selama penjemuran atau pengeringan, ikan perlu
dibalik-balik sehingga pengeringan lebih cepat dan merata.
b. Pengeringan ikan ukuran sedang dan besar
- Ikan yang telah dibelah, atau fillet dijemur di bawah sinar matahari, atau
dikeringkan dengan alat pengering sampai kadar air di bawah 7%.
Khusus unruk ikan atau fillet yang cukup besar, pengeringan dilakukan
dengan berbagai cara:
- Bahan dijemur atau dikeringkan dalam posisi tergantung.
- Bahan dijemur atau dikeringkan dalam posisi tergeletak di atas tampah
atau rak pengering.
- Bahan dijepit dengan anyaman kawat tahan karat agar diperoleh
produk kering yang datarnya permukaanya.
- Penyimpanannya. Ikan atau fillet yang benar-benar kering dapat
dikemas di dalam kantong plastik, kemudian si-seal dengan rapat.
Daging yang kurang kering (kadar air di atas 8%) tidak dapat dikemas
di dalam wadah yang tertutup rapat.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

IKAN PINDANG AIR GARAM

1. PENDAHULUAN
Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat selain
sebagai komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses pembusukan
dibandingkan dengan bahan makanan lain. Bakteri dan perubahan kimiawi
pada ikan mati menyebabkan pembusukan. Mutu olahan ikan sangat
tergantung pada mutu bahan mentahnya.

Tanda ikan yang sudah busuk:


- mata suram dan tenggelam;
- sisik suram dan mudah lepas;
- warna kulit suram dengan lendir tebal;
- insang berwarna kelabu dengan lendir tebal;
- dinding perut lembek;
- warna keseluruhan suram dan berbau busuk.

Tanda ikan yang masih segar:


- daging kenyal;
- mata jernih menonjol;
- sisik kuat dan mengkilat;
- sirip kuat;
- warna keseluruhan termasuk kulit cemerlang;
- insang berwarna merah;
- dinding perut kuat;
- bau ikan segar.

Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi
masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Namun ikan cepat
mengalami proses pembusukan. Oleh sebab itu pengawetan ikan perlu
diketahui semua lapisan masyarakat. Pengawetan ikan secara tradisional
bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak
memberikan kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak. Untuk
mendapatkan hasil awetan yang bermutu tinggi diperlukan perlakukan yang
baik selama proses pengawetan seperti : menjaga kebersihan bahan dan alat
yang digunakan, menggunakan ikan yang masih segar, serta garam yang
bersih. Ada bermacam-macam pengawetan ikan, antara lain dengan cara:
penggaraman, pengeringan, pemindangan, perasapan, peragian, dan
pendinginan ikan.

Hal. 1/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Tabel 1. Komposisi Ikan Segar per 100 gram Bahan

KOMPONEN KADAR (%)


Kandungan air 76,00
Protein 17,00
Lemak 4,50
Mineral dan vitamin 2,52-4,50

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa ikan mempunyai nilai protein tinggi, dan
kandungan lemaknya rendah sehingga banyak memberikan manfaat kesehatan
bagi tubuh manusia.

Manfaat makan ikan sudah banyak diketahui orang, seperti di negara Jepang
dan Taiwanikan merupakan makanan utama dalam lauk sehari-hari yang
memberikan efek awet muda dan harapan hidup lebih tinggi dari negara
lainnya. Penggolahan ikan dengan berbagai cara dan rasa menyebabkan orang
mengkonsumsi ikan lebih banyak.

Ikan pindang adalah ikan awetan dengan kadar garam rendah. Pengolahannya
secara tradisional merupakan gabungan dari penggaraman dan perebusan
sehingga memberikan rasa yang khas. Jenis ikan yang biasa dibuat pindang,
antara lian : ikan bandeng, tongkol, cangkal, lemuru , kumbuy, dan selar.

Ada 2 cara pembuatan ikan pindang yaitu :


1) Pindang air garam
2) Pindang bawean

2. BAHAN
1) Ikan segar (bandeng, tongkol, cakalang) 10 kg
2) Garam 2 kg

3. ALAT
1) Paso atau periuk, yang telah diberi lubang dibagian bawah untuk
pengeluaran air;
2) Kompor atau tungku;
3) Batu pemberat
4) Kertas semen atau daun pisang.

Hal. 2/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4. CARA PEMBUATAN
1) Siangi ikan dan cuci;
2) Siapkan tempat penyusun ikan yang telah diisi air lebih kurang
seperempatnya (1/4) dantelah dilengkapi sarangan didalamnya;

3) Pilih ikan dan pisahkan menurut besar dan ukuran yang sama;
4) Susun dalam tempat ikan atau periuk secara berlapis-lapis, yang diselang-
seling dengan lapisan garam.
5) Tutup lapisan teratas dengan kertas semen atau daun pisang yang bersih;
6) Panaskan tempat ikan yang berisi tumpukan ikan selama paling sedikit 3
jam, kemudian dinginkan. Selama proses pemasakan, air yang berada dalam
periuk akan bertambah banyak. Kelebihan air akan dikeluarkan melalui
lubang.

Hal. 3/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN IKAN PINDANG AIR GARAM

Catatan:

Tabel 2. Komposisi Pindang Salar

KOMPONEN KADAR (%)


Kalori 176,00 kal
Protein 27,00
Lemak 3,00
Mineral 0,26
Vitamin B 0,07 mg
Air 60,00

1) Tidak semua jenis ikan dapat diolah menjadi ikan pindang.


2) Nilai gizi terutama protein, lemak, dan mineralnya lebih baik daripada ikan
awetan lainnya.

5. DAFTAR PUSTAKA
Pindang ikan dan pengolahan. Jakarta : Direktorat Jenderal Pembangunan
Desa, Departemen Dalam Negeri, s.a.

Hal. 4/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

6. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Agus Sediadi

KEMBALI KE MENU

Hal. 5/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

IKAN PINDANG BAWEAN

1. PENDAHULUAN
Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat selain
sebagai komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses pembusukan
dibandingkan dengan bahan makanan lain. Bakteri dan perubahan kimiawi
pada ikan mati menyebabkan pembusukan. Mutu olahan ikan sangat
tergantung pada mutu bahan mentahnya.

Tanda ikan yang sudah busuk:


- mata suram dan tenggelam;
- sisik suram dan mudah lepas;
- warna kulit suram dengan lendir tebal;
- insang berwarna kelabu dengan lendir tebal;
- dinding perut lembek;
- warna keseluruhan suram dan berbau busuk.

Tanda ikan yang masih segar:


- daging kenyal;
- mata jernih menonjol;
- sisik kuat dan mengkilat;
- sirip kuat;
- warna keseluruhan termasuk kulit cemerlang;
- insang berwarna merah;
- dinding perut kuat;
- bau ikan segar.

Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi
masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Namun ikan cepat
mengalami proses pembusukan. Oleh sebab itu pengawetan ikan perlu
diketahui semua lapisan masyarakat. Pengawetan ikan secara tradisional
bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak
memberikan kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak. Untuk
mendapatkan hasil awetan yang bermutu tinggi diperlukan perlakukan yang
baik selama proses pengawetan seperti : menjaga kebersihan bahan dan alat
yang digunakan, menggunakan ikan yang masih segar, serta garam yang
bersih. Ada bermacam-macam pengawetan ikan, antara lain dengan cara:
penggaraman, pengeringan, pemindangan, perasapan, peragian, dan
pendinginan ikan.

Hal. 1/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Tabel 1. Komposisi Ikan Segar per 100 gram Bahan

KOMPONEN KADAR (%)


Kandungan air 76,00
Protein 17,00
Lemak 4,50
Mineral dan vitamin 2,52-4,50

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa ikan mempunyai nilai protein tinggi, dan
kandungan lemaknya rendah sehingga banyak memberikan manfaat kesehatan
bagi tubuh manusia.

Manfaat makan ikan sudah banyak diketahui orang, seperti di negara Jepang
dan Taiwanikan merupakan makanan utama dalam lauk sehari-hari yang
memberikan efek awet muda dan harapan hidup lebih tinggi dari negara
lainnya. Penggolahan ikan dengan berbagai cara dan rasa menyebabkan orang
mengkonsumsi ikan lebih banyak.

Ikan pindang adalah ikan awetan dengan kadar garam rendah. Pengolahannya
secara tradisional merupakan gabungan dari penggaraman dan perebusan
sehingga memberikan rasa yang khas. Jenis ikan yang biasa dibuat pindang,
antara lian : ikan bandeng, tongkol, cangkal, lemuru , kumbuy, dan selar.

Ada 2 cara pembuatan ikan pindang yaitu :


1) Pindang air garam
2) Pindang bawean

2. BAHAN
1) Ikan layang atau bandeng 10 kg
2) Garam 2 kg

3. ALAT
1) Periuk
2) Jerami atau daun pisang kering yang bersih
3) Pemberat
4) Kantong plastik atau daun jati.

Hal. 2/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4. CARA PEMBUATAN
1) Siangi ikan dan cuci;
2) Lapisi dasar periuk dengan merang atau daun kering lalu taburi garam
secukupnya;
3) Susun ikan ke dalam periuk yang diselang-seling dengan garam. Lapisan
teratas ditutup dengan garam sampai kira-kira 2 ½ cm di bawah bibir periuk;
4) Isi air sampai ikan terendam, tutup, dan beri pemberat;
5) Rebus selama 1-2 jam (apabila daging dekat ekor dan kelapa sudah retak-
retak berarti sudah masak);
6) Keluarkan air sisa perebusan sampai habis, taburkan sisa garam pada
lapisan teratas;
7) Panaskan di atas api kecil sampai airnya benar-benar habis (30 menit);
8) Dinginkan kemudian tutup dengan lembaran plastik atau daun jati dan ikat
leher periuk.

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN IKAN PINDANG BAWEAN

Hal. 3/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Catatan:

Tabel 2. Komposisi Pindang Salar

KOMPONEN KADAR (%)


Kalori 176,00 kal
Protein 27,00
Lemak 3,00
Mineral 0,26
Vitamin B 0,07 mg
Air 60,00

1) Tidak semua jenis ikan dapat diolah menjadi ikan pindang.


2) Nilai gizi terutama protein, lemak, dan mineralnya lebih baik daripada ikan
awetan lainnya.

6. DAFTAR PUSTAKA
Pindang Ikan dan Pengolahan. Jakarta : Direktorat Jenderal Pembangunan
Desa, Departemen Dalam Negeri, s.a.

7. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Efendi

KEMBALI KE MENU

Hal. 4/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

IKAN PINDANG DURI LUNAK

1. PENDAHULUAN
Ikan pindang adalah ikan setengah basah yang mengandung garam pada
konsentrasi agak tinggi (10~20%) melalui proses perebusan. Tingginya kadar
garam memungkinkan ikan pindang disimpan dalam waktu yang agak lama
(4~8 minggu).

Pengolahan ikan pindang mudah dilakukan. Ikan digarami, kemudian direbus


sampai matang. Setelah perebusan, ikan tetap dibiarkan di dalam wadah
perebus. Ikan pindang lunak dibuat dengan merebus ikan pada suhu dan
tekanan tinggi, yaitu 1210C selama 1,5~2,0 jam. Proses ini menyebabkan duri
menjadi lunak dan rapuh.

2. BAHAN
1) Ikan
2) Garam

3. PERALATAN
Retort. Alat ini digunakan untuk memasak ikan pada suhu dan tekanan tinggi
dengan menggunakan uap panas dari air. Untuk usaha rumahtangga, dapat
digunakan pressure cooker.

4. CARA PEMBUATAN
1) Proses pendahuluan. Sisik ikan dibuang, kemudian perut dibelah, insang
dan jeroan dibuang. Setelah itu ikan dibelah dan atau mengalami filleting
seperti proses pendahuluan yang diberikan terhadap ikan yang akan
dikeringkan.
Proses pendahuluan dapat juga hanya berupa pembuangan sisik, jeroan dan
insang.

2) Penggaraman. Ikan direndam di dalam larutan garam 30% (untuk membuat


1 liter larutan garam 30%: garam 300 g ditambah dengan air sambil diaduk
sampai volumenya 1 liter). Ke dalam larutan garam ditambahkan natrium
cribonat dan kalium sorbat, masing-masing 5 dan 10 g untuk setiap 1 liter
larutan garam. Lama perendaman adalah 1,5~2,0 jam. Setelah
perendaman, ikan ditiriskan.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

3) Pemasakan. Ikan dimasak di dalam retort, atau di dalam press cooker pada
suhu 1210C selama 1,5~2,0 jam.

4) Pengeringan. Setelah dimasak, ikan yang masih panas segera dikeringkan


di dalam alat pengering bersikulasi udara pada suhu 65~700C selama 6 jam.
Setiap 1 jam, dilakukan pembalikan.

5) Pengemasan. Ikan dikemas di dalam kantong plastik. Paling baik, jika


pengemasan dilakukan secara vakum.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

JAGUNG GILING

1. PENDAHULUAN
Jagung giling adalah butiran kasar yang diperoleh dari proses penggilingan
jagung kering. Jagung giling digunakan sebagai bahan baku pakan ternak.

Pembuatan jagung giling sangat mudah. Jagung kering digiling atau tumbuk
sampai menjadi butiran kasar.

2. BAHAN
Jagung kering.

3. PERALATAN
Penggiling jagung. Alat ini digunakan untuk menggiling jagung menjadi butiran
kasar. Alat mekanis yang biasa digunakan adalah hammer. Penggilingan juga
dapat dilakukan dengan alat semi mekanis, atau batu.

4. CARA PEMBUATAN
1) Jagung dijemur sampai kering, atau dikeringkan dengan alat pengering.

2) Jagung yang telah kering digiling sampai menajdi butiran kasar. Setelah itu
jagung giling dikemas didalam karung plastik dan simpan ditempat yang
kering.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

JAGUNG GORENG

1. PENDAHULUAN
Jagung goreng disebut juga jagung marning yang dibuat melalui proses
penggorengan (pemasakan di dalam minyak panas). Produk ini dapat dibuat
pada berbagai tingkat kerenyahan. Biasanya konsumen lebih menyukai jagung
goreng yang kerenyahannya seperti kerupuk. Garam, bawang merah, bawah
putih dan merica dicampurkan ke jagung goreng sebagai bumbu.

2. BAHAN
1) Jagung Pipilan.
2) Senyawa Sulfit.
3) Kapur Sirih.
4) Bumbu - bumbu

3. PERALATAN
1) Wadah penangas.
2) Pemanas penangas.
3) Wadah Perebus.
4) Pemanas perebusan.
5) Alat pengering.

4. CARA PEMBUATAN
1) Penyiapan larutan sodium bisulfit 0,4%. Sodium bisulfit sebanyak 1 gram
ditambah dengan air bersih sebanyak 250 x a ml air.

2) Pelunakan dengan larutan sulfit. Jagung pipilan dimasukkan kedalam wadah


penangas, kemudian diberi larutan sodium bisulfit (0,4%) sebanyak 3 kali
berat jagung. Wadah penangas yang berisi jagung terendam tersebut
diletakkan diatas pemanas (kompor) dan suhu diatur agar berkisar antara 40
sampai 45°C. Pemanasan dilangsungkan selama 36 sampai 40 jam.
Proses ini disebut penangasan. Jangan lupa melakukan pengadukan setiap
3 jam.

3) Pencucian jagung setelah perendaman dengan larutan sulfit. Larutan


perendam dibuang, kemudian jagung dicuci dengan air bersih.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4) Perebusan. Setiap kg jagung direbus di dalam 3 liter air. Setiap liter air
diberi 15 gram kapur sirih. Perebusan berlangsung selama 4 jam sampai
jagung menjadi lunak, mekar dan kulit arinya terlepas. Untuk menghemat
bahan bakar, api dikecilkan setelah larutan mendidih, dan besar api diatur
sekedar untuk mempertahankan larutan tetap mendidih.

5) Pengeringan. Jagung ditiriskan, kemudian dijemur sampai kering atau


dikeringkan dengan alat pengering sampai kadar air dibawah 17%.

6) Pemberian bumbu. Bumbu diberikan setelah bahan cukup kering. Bumbu


yang diberikan adalah campuran bawang merah (15 gram), bawang putih (15
gram), jahe (5 gram), merica (5 gram), ebi 15 gram dan garam (15 gram)
yang telah dihaluskan. Setelah itu, bahan dijemur atau dikeringkan lagi
sampai kering seperti sebelum diberi bumbu.

7) Penggorengan. Jagung digoreng di dalam minyak panas (170 °C) selama


8~10 detik sampai mekar dan berwarna kuning, kemudian diangkat,
ditiriskan dan didinginkan.

8) Pengemasan. Jagung goreng dikemas di dalam kantong plastik polislen


tebal, kemudian di-seal dengan panas.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Esti, Kemal

KEMBALI KE MENU

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

JAHE KERING

1. PENDAHULUAN
Jahe kering adalah irisan rimpang jahe yang telah dikeringkan. Cara
pembuatannya sangat sederhana. Rimpang dicuci, kemudian diiris-iris dan
dijemur atau dikeringkan dengan alat pengering. Jahe jering merupakan bahan
baku untuk pengolahan tepung jahe, dan bumbu masak.

Jenis jahe kering dapat dikelumpokkan menjadi 3 jenis, yaitu:


1. Jahe kering berkulit: jahe yang akan dikeringkan tidak dibuang kulitnya.
2. Jahe kering setengah berkulit: jahe yang akan dikeringkan dikupas
permukaan datarnya.
3. Jahe tanpa kulit: jahe yang akan dikeringkan dikupas seluruh kulitnya.

2. BAHAN
Rimpang jahe

3. PERALATAN
1) Pisau dan talenan. Alat ini digunakan untuk mengupas kulit umbi.
2) Pengupas kulit. Alat mekanis digunakan untuk mengupas kulit jahe pada
usaha penolahan dalam jumlah besar. Untuk pengolahan jahe dalam jumlah
kecil, pengupasan dapat dilakukan dengan pisau.
3) Pengering. Alat ini digunakan untuk mengeringkan irisan jahe. Pada saat
langit cerah dan banyak sinar matahari, irisan jahe dapat dijemur di atas
tampah. Jika hari hujan, atau langit tertutup awan, pengeringan dilakukan
dengan alat pengering.
4) Pencuci umbi. Alat ini digunakan untuk memcuci rimpang. Untuk usaha
dengan skala kecil, pencucian dapat dilakukan secara manual dengan
menggunakan sikat yang lunak dengan semprotan air.

4. CARA PEMBUATAN
1) Pencucian
Rimpang dicuci sampai bersih.
a. Untuk pengolahan dalam jumlah besar, pencucian dilakukan dengan alat
mekanis. Jika tidak mempunyai alat mekanis, pencucian dapat dilakukan
dengan menggunakan semprotan air tekanan tinggi.
b. Untuk pengolahan dalam jumlah yang tidak terlalu banyak, rimpang dapat
disikat dengan sikat lunak pada saat pencucian.
1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

2) Pengupasan Kulit
Jahe yang telah dicuci dapat langsung diiris, atau dikupas terlebih dahuolu.
Pengupasan hanya sekedar membuang kulit tipis pada bagian luar umbi.
a. Untuk pengolahan dalam jumlah besar, pengupasan dilakukan dengan
alat mekanis.
b. Untuk pengolahan dalam jumlah yang tidak terlalu banyak, rimpang dapat
dikupas dengan pisau.

3) Pengirisan
Jahe diiris tipis-tipis dengan ketebalan 3~4 mm.
a. Untuk pengolahan dalam jumlah besar, pengirisan dilakukan dengan alat
mekanis.
b. Untuk pengolahan dalam jumlah yang tidak terlalu banyak, rimpang dapat
dikupas dengan pisau.

4) Blanching
a. Irisan rimpang yang dijemur atau dikeringkan, terlebih dahulu perlu di-
blanching di dalam air panas. Tujuannya adalah agar irisan jahe tidak
menjadi hitam atau coklat tua pada saat dijemur atau dikeringkan. Warna
tersebut terjadi karena reaksi pencoklatan yang disebabkan oleh enzim
pada jaringan jahe. Pemanasan dapat membunuh enzim tersebut.
b. Air dipanaskan sampai bersuhu 90~950C.
c. Ke dalam air panas tersebut, dimasukkan jahe. Jumlah irisan jahe adalah
sepertiga dari jumlah air. Dengan demikian, setiap 1 liter air panas hanya
dapat dimasuki oleh 300~350 gram irisan jahe. Irisan jahe dibiarkan di
dalam air panas selama 5~10 menit sambil diaduk dengan pelanpelan.
Setelah itu, irisan jahe segera diangkat dan ditiriskan.

5) Pemutihan
a. Irisan jahe dapat diputihkan dengan larutan kepur.
b. Kapur sirih dimasukkan ke dalam air, kemudian diaduk-aduk sampai
semua kapur larut. Setiap 1 liter air memerlukan 15~30 gram kapur sirih.
Setelah itu, larutan ini dibiarkan di dalam wadah tertutup selama 4~8 jam
sehinga padatan yang tidak larut mengendap. Cairan jernih di atas
endapan yang digunakan untuk pemutihan jahe. Sedangkan endapan
dibuang.
c. Irisan jahe dimasukkan ke dalam larutan jernih kapur. Perendaman
dilakukan selama semalam. Setelah itu, irisan ditiriskan.
Proses pemutihan tersebut tidak harus dilakukan. Proses ini hanya
dilakukan untuk menghasilkan jahe kering putih.

6) Pengeringan
Irisan jahe dijemur dengan sinar matahari, atau dikeringkan dengan alat
pengering sampai kering dengan kadar air di bawah 10% dengan tanda
berbunyinya jahe kering kalau dipatahkan.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

7) Pengemasan
Jahe kering dikemas di dalam karung plastik. Selama penyimpanan dan
pengangkutan tidak boleh terkena air atau berada pada ruang lembab.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

JAHE KRISTAL

1. PENDAHULUAN
Jahe kristal adalah produk yang hampir mirip dengan manisan kering jahe.
Perbedaannya adalah dalam proses pengolahan. Manisan kering jahe dibuat
tanpa melalui proses fermentasi pikel di dalam larutan garam. Kristal jahe
dibuat dari jahe yang telah diolah menjadi pikel manis.

2. BAHAN
1) Pikel
2) Gula pasir

3. PERALATAN
1) Pengering. Alat ini digunakan untuk mengeringkan pikel manis jahe yang
telah ditingkatkan kadar gulanya.
2) Refraktometer. Alat ini digunakan untuk mengukur kadar gula sirup gula.
3) Perendam berpengaduk. Alat ini berupa wadah yang berpengaduk atau
wadah berputar yang bersekat-sekat di dalamnya. Putaran pengaduk atau
putaran wadah bersekat akan mengaduk-aduk campuran pikel jahe dan sirup
sehingga proses penggulaan pikel berjalan lebih cepat dan efektif.

4. CARA PEMBUATAN
1) Pemisahan pikel manis jahe dari sirupnya. Pikel manis dipisahkan dari
sirupnya, kemudian ditiriskan.
2) Peningkatan konsentrasi sirup pikel. Sirup pikel yang telah dipisahkan pikel
jahenya, ditambah dengan gula halus sedikit demi sedikit sambil diaduk-aduk
sampai bilangan Brix-nya 70%. Hasil peningkatan kadar gula ini disebut
sirup jenuh.
3) Perendaman pikel jahe di dalam larutan sirup jenuh. Pikel jahe yang telah
ditiriskan direndam di dalam sirup jenuh. Setiap 1 kg pikel jenuh direndam di
dalam 0,5 liter sirup jenuh. Selama perendaman dilakukan pengadukan
secara pelan. Perendaman berlangsung selama 24 jam.
4) Pelapisan dengan gula pasir. Setelah perendaman tersebut, jahe ditiriskan,
kemudian ditaburi dengan gula pasir yang telah dihaluskan. Setelah itu, pikel
dikeringkan dengan alat pengering pada suhu 500C selama 1 jam. Hasil
yang diperoleh disebut dengan jahe kristal.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

KACANG ASIN

1. PENDAHULUAN
Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji
kecipir, koro, kelapa dan lain-lain merupakan bahan pangan sumber protein dan
lemak nabati yang sangat penting peranannya dalam kehidupan. Asam amino
yang terkandung dalam proteinnya tidak selengkap protein hewani, namun
penambahan bahan lain seperti wijen, jagung atau menir adalah sangat baik
untuk menjaga keseimbangan asam amino tersebut.

Kacang-kacangan dan umbi-umbian cepat sekali terkena jamur (aflatoksin)


sehingga mudah menjadi layu dan busuk. Untuk mengatasi masalah ini, bahan
tersebut perlu diawetkan. Hasil olahannya dapat berupa makanan seperti
keripik, tahu dan tempe, serta minuman seperti bubuk dan susu kedelai.

Kacang asin merupakan makanan ringan dengan bahan baku kacang tanah
yang diawetkan dengan garam.

2. BAHAN
1) Kacang tanah 10 kg
2) Garam dapur 2 kg
3) Air bersih secukupnya

3. ALAT
1) Panci
2) Tampah (nyiru)
3) Penggorengan (wajan)
4) Kompor
5) Sendok pengaduk
6) Saringan
7) Kantong plastik

4. CARA PEMBUATAN
1) Pilih kacang tanah yang baik. Cuci lalu rebus dalam air sampai semua
kacang terendam kemudian beri garam dapur;
2) Setelah masak, tiriskan dengan saringan sampai airnya tidak menetes lagi;
3) Jemur kacang dibawah sinar matahari sampai kering (± 2 jam);

Hal. 1/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4) Setelah kering, kacang disangrai. Hentikan ketika terdengar bunyi tik-tik dari
kacang;
5) Setelah dingin, bungkus dalam kantong plastik dan tutup rapat.

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN KACANG ASIN

Catatan :

Pengeringan harus benar-benar sempurna, bila tidak dapat menimbulkan


pertumbuhan jamur atau kapang

6. DAFTAR PUSTAKA
Kacang Asin Dalam : Paket Industri pangan untuk daerah pedesaan. Bogor :
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan. Institut Pertanian
Bogor, 1981. Hal. 6.

Hal. 2/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

7. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Agus Sediadi

KEMBALI KE MENU

Hal. 3/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

KACANG ATOM

1. PENDAHULUAN
Kacang atom adalah kacang tanah yang dibalut dengan adonan tapioka
kemudian digoreng sampai kering dan garing. Pembuatan kacang atom cukup
sederhana dan tidak mahal biayanya.

2. BAHAN
1) Kacang tanah (1 kg).

2) Bawang putih (16 siung).

3) Garam (4 sendok).

4) Tapioka (250 gram).

3. PERALATAN
1) Panci.

2) Wajan.

3) Molen kacang atom.

4. CARA PEMBUATAN
1) Pengeringan kacang tanah. Kacang tanah dijemur sampai kering
dikeringkan dengan alat pengering sampai benar-benar kering.

2) Pembuatan lem. Tapioka (1 sendok) dicampur dengan air (15 sendok).


Campuran ini dimasak sampai agak matang (warna putih keruh). Yang
diperoleh disebut dengan lem setengah masak.

3) Penghalusan bumbu dan pencampuran dengan lem. Bawang dan garam


digiling sampai halus sekali. Setelah itu, bumbu ini dicampur dengan air dan
diaduk sampai rata. Hasil yang diperoleh disebut dengan lem berbumbu.
1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4) Pelapisan kacang tanah dengan tapioka

a. Pelapisan dengan menggunakan mesin molen


- Kacang tanah dicampur dengan sedikit lem berbumbu, kemudian
diaduk sehingga semua kacang terbalut oleh lapisan tipis lem
berbumbu.
- Ke dalam molen yang sedang berputar dimasukkan sedikit tapioka,
kemudian kacang yang terlapis dengan lem berbumbu dimasukkan,
sementara itu molen tetap dibiarkan berputar.
- Setelah semua tapioka melapisi kacang, kedalam molenyang masih
berputar dimasukkan sedikit lem. Setelah semua lem melapisi kacang,
dimasukkan lagi tapioka. Demikian dilakukan seterusnya sampai
lapisan dianggap sudah mencukupi tebalnya. Hasil yang diperoleh
disebut dengan kacang atom mentah.

b. Pelapisan dengan menggunakan tampah


- Kacang tanah dicampur dengan sedikit lem berbumbu, kemudian
diaduk sehingga semua kacang terbalut oleh lapisan tipis lem
berbumbu.
- Sedikit tapioka ditaburkan ke atas tampah. Kemudian kacang tanah
yang telah dilapisi lem berbumbu diletakkan di atas lapisan tapioka
pada tampah. Setelah itu tampah digoyang-goyangkan sehingga
semua tapioka melapisi kacang. Proses ini diulang-ulang sampai
lapisan tapioka pada kacang dianggap cukup tebal. Hasil yang
diperoleh disebut dengan kacang atom mentah.

5) Penggorengan
Kacang atom mentah digoreng di dalam banyak minyak panas (suhu 170°C)
sambil diaduk pelan-pelan sampai matang. Setelah matang kacang diangkat
dan ditiriskan.

6) Pengemasan
Kacang atom dikemas di dalam kantong plastik atau kotak kaleng yang
tertutup rapat yang tidak dapat dimasuki oleh uap air.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

KACANG GORENG

1. PENDAHULUAN
Kacang goreng adalah istilah untuk kacang tanah berpolog yang diolah melalui
proses sangrai. Kacang goreng dapat disimpan lama karena kada airnya
rendah.

2. BAHAN
1) Kacang tanah

2) Pasir. Pasir digunakan sebagai bahan bantu dalam penyangraian yaitu untuk
lebih meefektikan pengantaran panas ke kacang tanah.

3. PERALATAN
Alat penyangrai. Alat ini digunakan untuk menyangrai kacang tanah. Alat ini
berupa silinder yang berputar horizontal yang digerakakn secara manual
(dikayuh) atau diputar oleh motor.
Penyangraian dapat juga dilakuakan dengan menggunakan wajan dari besi.

4. CARA PEMBUATAN
1) Persiapan
Polong yang baru dipanen dicuci bersih, kemudian dijemur sampai kering.

2) Penyanggraian
a. Penyanggraian dengan Wajan
b. Setelah kering, polong dimasukkan ke dalam wajan, kemudian
ditambahkan pasir (separo volume polong yang digunakan), kemudian api
dinyalakan. Selama apenyangraian dilakukan pengadukan sampai isi
polong (biji kacangI matahari dan kering.

3) Penyaringan dengan Alat Penyangrai


Polong dimasukkan ke dalam selinder alat penyangrai. Setelah selinder
ditutup kembali, selinder diputar dan api dinyalakan. Proses ini dilakukan
sampai polong (biji kacang menjadi matang dan kering).

4) Pengemasan
Kacang goreng dikemas di dalam kantong plastik atau kotak kaleng yang
tertutup rapat.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

KASKADO PADA SAPI

1. KELUARAN
Teknik pengobatan penyakit kaskado

2. BAHAN
Obat-obatan

3. ALAT
Suntikan dll

4. PEDOMAN TEKNIS
Kaskado merupakan penyakit kulit kronis yang disebabkan oleh cacing
stephanofilaria yang menyerang kulit bagian depan puting susu, dan kaki
bagian bawah sapi.

1) Cara penularan

Frekuensi penyebaran penyakit terutama pada musim hujan. Proses


terjangkitnya penyakit yaitu melalui luka gigitan lalat yang tubuhnya
mengandung cacing dan larva. Kulit sekitar luka akan menjadi tebal.

2) Tanda-tanda penyakit

Bulu rontok, permukaan radang menjadi basah yang mengeluarkan cairan


lymphe sehingga radang menjadi luas. Kerak menjadi keras dan retak-retak
yang mudah terkepas dan bagian bawah kerak berisi cacing

3) Pengobatan

a. Antimosan
Dosis : 3,5 gram per 200-250 kg berat badan
Aplikasi : Suntikan di bawah kulit, diulang selang satu minggu

Hal. 1/ 2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

b. Neguvon
Dosis : 100-200 mg/kg berat badan
Aplikasi : per-os (dimakan) bentuk bolus 10% dalam kanji. Cara lain: oles
luka dengan larutan 10%. Luka stadium lanjut pengobatan harus diulang
2-3 kali

c. Salep Asuntol 2%
Aplikasi : Oles luka dengan salep selama 5 hari berturut-turut

d. Invermectin
Dosis : 0,2 mg/kg berat badan
Aplikasi : Disuntikkan di bawah kulit (subcutan)
Pengobatan Kaskado dengan Invermectin, salep 1-2% memberikan hasil
yang lebih baik (efektif).

4) Kerugian ekonomi

a. Menurunkan kualitas (cacat tubuh)


b. Kekurusan, gelisah karena kerumunan lalat
c. Kerusakan kulit
d. Kulit ekspor dan harga hewan merosot, dll

5. SUMBER
Departemen Pertanian, http://www.deptan.go.id, Maret 2001

6. KONTAK HUBUNGAN
Departemen Pertanian RI, Kantor Pusat Departemen Pertanian - Jalan Harsono
RM No. 3, Ragunan - Pasar Minggu, Jakarta 12550 - Indonesia

Jakarta, Maret 2001

Disadur oleh : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 2/ 2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

KECAP

1. PENDAHULUAN
Kecap adalah cairan hasil fermentasi bahan nabati atau hewani berprotein
tinggi di dalam larutan garam. Kecap berwarna coklat tua, berbau khas, rasa
asin dan dapat mempersedap rasa masakan. Bahan baku kecap adalah
kedelai atauikan rucah. Yang paling banyak diolah menjadi kecap adalah
kedelai.

Mula-mula kedelai difermentasi oleh kapang (aspergillus sp dan Rhizopus sp)


menjadi semacam tempe kedelai, kemudian “tempe” ini dikeringkan dan
direndam di dalam larutan garam. Garam merupakan senyawa yang selektif
terhadap pertumbuhan mikroba. Hanya mikroba tahan garam saja yang tumbuh
pada rendaman kedelai tersebut. Mikroba yang tumbuh pada rendaman
kedelai pada umumnya dari jenis khamir dan bakteri tahan garam, seperti
Zygosaccharomyces (khamir) dan Lactobacillus (bakteri). Mikroba ini
merombak protein menjadi asam-asam amino dan komponen rasa dan aroma,
serta menghasilkan asam. Fermentasi tersebut terjadi jika kadar garam cukup
tinggi, yaitu antara 15 sampai 20%.

2. BAHAN
1) Kedelai.
2) Garam.
3) Laru tempe

3. PERALATAN
1) Wadah perendam.
2) Wadah fermentasi
3) Wadah perebus.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4) Tampah
5) Kompor
6) Kain penyaring
7) Botol
8) Alat penutup botol.

4. CARA PEMBUATAN
1) Pencucian dan perendaman. Kedelai dibersihkan dan dicuci sampai bersih.
Kemudian kedelai direndam di dalam air bersih selama 12 jam. Setelah itu,
kedelai dimasukkan ke dalam karung dan diinjak-injak sehingga biji terbelah
dua. Pemecahan biji juga dapat dilakukan dengan menggunakan mesin
penggiling tipe cakram. Biji kedelai yang telah terbelah ini kemudian dicuci
sampai bersih.

2) Perebusan. Kedelai direbus di dalam air mendidih selama 40-60 menit. Tiap
kg kedelai memerlukan 2 liter air perebus. Setelah itu kedelai ditiriskan dan
didinginkan. Air perebus tidak dibuang, tapi akan digunakan untuk
pembuatan larutan garam.

3) Fermentasi menjadi tempe. Kedelai ditaburi laru tempe (1 gram untuk 1 kg


kedelai), dan diaduk-aduk sampai rata. Setelah itu kedelai dihamparkan di
atas tampah setebal 2-3 cm dan ditutup dengan daun pisang. Tampah
diletakkan di atas para-para yang terhindar dari serangga dan cahaya
matahari langsung selama 4-5 hari sampai kapang cukup tebal menutupi
tempe kedelai.

4) Penjemuran tempe. Biji tempe dipisah-pisahkan dengan tangan, kemudian


dijemur atau dikeringkan dengan alat pengering sampai biji tempe agak
kering (kadar air dibawah 18%).

5) Penyiapan larutan garam 20%. Untuk tiap 1 liter air bekas perebus
ditambah dengan 2 liter air segar dan garam 600 gram. Campuran ini
diaduk-aduk agar garam larut dengan sempurna.

6) Fermentasi garam untuk kecap no. 1. Biji tempe kering dimasukkan ke


dalam larutan garam. Tiap 1 kg butiran tempe kering membutuhkan 4 liter
larutan garam. Perendaman di lakukan di dalam wadah perendam selama
10-15 minggu. Pada siang hari manakala langit tidak tertutup awan, atau
tidak hujan, wadah dipindahkan ke udara terbuka, dan penutup wadah
dibuka. Setelah fermentasi di dalam larutan garam selesai, saluran di
bagian dasar wadah dibuka, dan cairan yang keluar ditampung. Cairan ini
disebut sebagai kecap nomor 1.

7) Fermentasi garam untuk kecap no. 2. Ampas yang tertinggal pada wadah
perendam ditambah lagi dengan larutan garam 20% (tiap 1 kg butiran
2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

tempe ditambah dengan 3 liter larutan garam). Selanjutnya perendaman


dilakukan selama 8-10 minggu dengan cara yang sama dengan cara
pengolahan No. 6. Setelah fermentasi selesai, cairan dikeluarkan dan
cairan ini disebut sebagai kecap nomor 2. Ampas direndam di dalam air
bersih kemudian diperas atau dipress, dan dapat dijadikan bahan pakan
ternak.

8) Penyiapan bumbu kecap asin. (1). Jahe dikupas, dicuci, kemudian digiling
sampai hancur (tiap 1 liter cairan kecap membutuhkan 40 gram jahe). (2).
Lengkuas dicuci, kemudian digiling sampai hancur (tiap 1 liter cairan kecap
membutuhkan 40 gram lengkuas), dan (3).Kayu manis dipotong kecil-kecil
(tiap liter cairan kecap membutuhkan 40 gram lengkuas), dan (4). Kayu
manis dipotong kecil-kecil (tiap liter cairan kecap membutuhkan 20 gram
kayu manis). Gula merah dan bumbu tersebut dibungkus dengan 2 lapis
kain, diikat dan diberi tali.

9) Penyiapan bumbu kecap manis, (1). Gula merah diiris-iris, dan digiling
sampai halus (tiap liter kecap membutuhkan 500 gram gula merah), (2).
Jahe dikupas, dicuci, kemudian digiling sampai hancur (tiap 1 liter cairan
kecap membutuhkan 40 gram jahe), (3). Lengkuas dicuci, kemudian digiling
sampai hancur (tiap 1 liter cairan keca membutuhkan 40 gram lengkuas),
dan (4). Kayu manis dipotong kecl-kecil (tiap liter cairan kecap
membutuhkan 20 gram kayu manis). Gula merah dan bumbu tersebut
dibungkus dengan 2 lapis kain, diikat dan diberi tali.

10) Pembumbuan dan pemasakan kecap manis. Cairan kecap (yang nomor 1
atau nomor 2) ditambah dengan air (tiap liter cairan kecap ditambah
dengan 1,5 liter air). Cairan direbus sampai mendidih. Setelah itu api
dikecilkan sekadar menjaga agar cairan tetap mendidih. Bumbu kecap
manis yang telah dibungkus di atas dicelupkan ke dalam cairan yang
mendidih dan digoyang – goyangkan. Cairan diaduk terus menerus selama
2-3 jam sampai volume menjadi setengah dari semula. Sampai pemanasan
selesai dilakukan, bumbu yang terbungkus kain kasa tadi tetap berada di
dalam cairan yang sedang dimasak. Kecap yang dihasilkan adalah kecap
manis. Ketika masih panas, kecap manis ini disaring dengan 2 lapis kain
saring.

11) Pembumbuan dan pemasakan kecap asin. Cairan kecap (yang nomor 1
atau nomor 2) ditambah dengan air (tiap liter cairan kecap ditambah
dengan 1,5 liter air). Cairan direbus sampai mendidih. Setelah itu api
dikecilkan sekadar menjaga agar cairan tetap mendidih. Bumbu kecap asin
yang telah dibungkus di atas dicelupkan ke dalam cairan yang mendidih
dan digoyang-goyangkan. Cairan diaduk terus menerus selama 2 –3 jam
sampai volume menjadi setengah dari semula. Sampai pemanasan selesai
dilakukan, bumbu yang terbungkus kain kasa tadi tetap berada di dalam
cairan yang sedang dimasak. Kecap yang dihasilkan adalah kecap asin.
Ketika masih panas, kecap asin ini disaring dengan 2 lapis kain saring.
3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

12) Pembotolan. Kecap yang telah dingin dikemas di dalam botol, kemudian
ditutup rapat dan diberi label.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

KECAP AMPAS TAHU

1. PENDAHULUAN
Ampas padat pengolahan tahu dapat diolah menjadi kecap. Cara
pengolahannya sama dengan pengolahan kecap kedelai. Kecap yang
dihasilkan dari ampas tahu sulit dibedakan aroma, rasa, dan warnanya dari
kecap kedelai. Usaha ini cocok untuk usaha kecil skala rumah tangga.

2. BAHAN
1) Ampas tahu
2) Garam.
3) Laru tempe.
4) Bumbu-bumbu.
5) Tapioka.

3. PERALATAN
1) Wadah perendam.
2) Pengukus
3) Wadah fermentasi.
4) Tampah
5) Kompor
6) Kain penyaring
7) Botol
8) Alat penutup botol.

4. CARA PEMBUATAN
1) Penyiapan ampas tahu. Ampas tahu direndam dengan air bersih selama
12 jam. Setelah itu bahan dipres dengan alat pres sehingga airnya keluar.
Ampas yang telah berkurang airnya dikukus selama 60 menit, kemudian
didinginkan di atas tampah sampai suam-suam kuku.

2) Fermentasi menjadi tempe gembus. Ampas ditaburi laru tempe (1 gram


untuk 1 kg ampas), dan diaduk-aduk sampai rata. Setelah itu ampas
dihamparkan di atas tampah setebal 2 cm dan ditutup dengan daun pisang.
Tampah diletakkan diatas para-para yang terhindar dari serangga dan
cahaya matahari langsung selama 4-5 hari sampai kapang cukup tebal
menutupi tempe gembus.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

3) Penjemuran tempe gembus. Tempe gembus dipotong-potong 0,5 x 0,5 x


0,5 cm, kemudian dijemur atau dikeringkandengan alat pengering sampai
kering (kadar air dibawah 12 %).

4) Penyiapan larutan garam 20%. Untuk mendapatkan 1 liter larutan garam


20% dilakukan dengan cara berikut. Garam sebanyak 200 gram ditambah
dengan air sedikit demi sedikit sambil diaduk, sampai volumenya menjadi 1
liter.

5) Fermentasi garam. Butiran tempe yang telah kering dimasukkan ke dalam


larutan garam. Tiap 1 kg butiran tempe kering membutuhkan 3 liter larutan
garam. Perendaman dilakukan di dalam wadah perendam selama 10-15
minggu. Pada siang hari manakala langit tidak tertutup awan, atau tidak
hujan, wadah dipindahkan ke udara terbuka , dan penutup wadah dibuka.

6) Ekstraksi kecap mentah. Hasil fermentasi disaring dengan kain saring.


Ampas diperas dengan kain saring atau dipres dengan mesin pres. Cairan
kental hasil penyaringan dan pemerasan/ pres disatukan. Cairan ini disebut
dengan kecap mentah. Selanjutnya kecap mentah ditambah dengan air.
Tiap 1 liter kecap mentah ditambah dengan 1 liter air.

7) Penyiapan bumbu. (1). Keluwak, dan lengkuas digiling sampai halus, (2).
Gula merah disayat, kemudian digiling sampai halus, dan (3). Sereh
dipukul-pukul sampai memar.

8) Pembumbuan dan pemasakan kecap manis. Cairan kecap dipindahkan ke


panci, kemudian ditambahkan keluwak, lengkuas, sereh, daun salam.
Kecap dipanaskan sampai mendidih. Kecap yang masih panas disaring
dengan kain saring. Bahan-bahan yang tertinggal di kain saring dibuang.
Setelah itu, kecap ditambah dengan gula merah diaduk-aduk sampai
seluruh gula larut. Setiap 1 liter kecap ditambh dengan 750 gram gula
merah. Kecap ini disaring kembali.

9) Pengentalan. Kecap yang telah dingin ditambah dengan tepung tapioka.


Setiap 1 liter kecap ditambah dengan 20 gram tapioka dan diaduk sampai
rata. Setelah itu kecap ini dipanaskan sampai mendidih sambil diaduk-
aduk.

10) Penambahan pengawet. Sebelum kecap diangkat dari api, natrium benzoat
ditambahkan sebanyak 1 gram untuk setiap 1 liter kecap.

11) Pembotolan. Kecap yang telah dingin dikemas di dalam botol, kemudian
ditutup rapat dan diberi label.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

KECAP IKAN

1. PENDAHULUAN
Kecap ikan adalah cairan yan diperoleh dari hasil fermentasi ikan di dalam
larutan garam. Selama fermentasi, mikroba halofilik seperti Saccharomyces,
Torulopsis, dan Pediococcus yang tahan garam berkembang menghasilkan
senyawa flavor.

2. BAHAN
1) Ikan. Sebaiknya digunakan ikan-ikan kecil yan kurang disukai untuk
dikonsumsi. Ikan dicuci bersih, ditiriskan dengan sempurna. Kemudian
dihamparkan dan diangin-anginkan selama satu jam.
2) Garam. Garam kasar ditumbuk sampi halus. Jumlah: 20% dari berat ikan.
3) Bumbu. Bumbu kecap adalah jahe, lengkuas, kayu manis, dan gula merah.

3. PERALATAN
1) Wadah fermentasi. Alat ini digunakan untuk fermentasi ikan menjadi kecap
ikan. Untuk usaha rumahtangga dapat digunakan ember plastik. Untuk
usaha agak besar, perlu menggunakan wadah dari logam yang tahan garam,
atau wadah dari fiber glass.

2) Wadah perebus. Wadah ini digunakan untuk merebus cairan kecap.


3) Kompor
4) Kain penyaring. Alat ini digunakan untuk menyaring kecap hingga diperoleh
kecap yang jernih.
5) Botol
6) Alat penutup botol

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

7) Pemberat. Dibuat dari kayu dan di atasnya diletakkan coran semen


pemberat.

4. CARA PEMBUATAN
1) Proses Pendahuluan
a. Bila menggunakan ikan ukuran sedang dan besar, ikan harus disiangi
untuk membuang jeroan dan insang. Kemudian ikan dicuci, dibelah dan
dipotong-potong berukuran 3-4 cm.
b. Bila menggunakan ikan berukuran kecil (teri) ikan cukup dicuci dan
ditiriskan.

2) Fermentasi Kecap No. 1


a. Dasar wadah fermentasi ditaburi dengan garam yang telah ditumbuk halus
setinggi 0,25 cm, kemudian ikan disusun membentuk satu lapisan. Di
atas lapisan ini ditaburi lagi garam setinggi 0,25 cm secara merata,
kemudian diatasnya disusun lagi satu lapis ikan. Demikian seterusnya
sampai wadah penuh. Garam yang digunakan adalah 20 % dari berat
ikan. Setiap 1 kg ikan membutuhkan 200 g garam halu. Wadah ditutup
rapat kemudian disimpan (difermentasi) selama 3-6 bulan.
b. Setelah masa fermentsi tersebut, saluran cairan pada bagian wadah
dibuka, dan ciran yang keluar ditampung melalui kain saring (2 lapis).
Cairan jernih ini disebut kecap nomor 1.

3) Fermentasi Kecap No. 2


Ikan-ikan yang belum hancur, dapat ditambahkan garam 5% dari berat ikan
semula. Kemudian difermentasikan lagi selama 3 bulan. Cairan yang
diperoleh merupakan kacap nomor 2. Kecap nomor 2 ini tidak sejernih dan
tidak sesedap kecap nomor 1.

4) Penyiapan Bumbu Kecap Asin


a. Jahe dikupas, dicuci, kemudian digiling sampai hancur (tiap 1 liter cairan
kecap membutuhkan 40 gram jahe).
b. Lengkuas dicuci, kemudian digiling sampai hancur (tiap 1 liter cairan
kecap membutuhkan 40 gram lengkuas).
c. Kayu manis dipotong kecil-kecil (tiap liter kecap membutuhkan 20 gram
kayu manis).
d. Bumbu-bumbu tersebut dibungkus dengan 2 lapis kain, diikat dan diberi
tali dari benang katun yang kuat.

5) Penyiapan Bumbu Kecap Manis


a. Gula merah diiris-iris, dan digiling sampai halus (tiap liter kecap
membutuhkan 500 gram gula merah).
b. Jahe dikupas, dicuci, kemudian digiling sampai hancur (tiap 1 liter cairan
kecap membutuhkan 40 gram jahe).

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

c. Lengkuas dicuci, kemudian digiling sampai hancur (tiap 1 liter cairan


kecap membutuhkan 40 gram lengkuas).
d. Kayu manis dipotong kecil-kecil (tiap liter kecap membutuhkan 20 gram
kayu manis).
e. Gula merah dan bumbu-bumbu tersebut dibungkus dengan 2 lapis kain,
diikat dan diberi tali dari benang katun yang kuat.

6) Pembumbuan dan Pemasakan Kecap Asin


Cairan kecap (yang nomor 1 atau nomor 2) ditambahkan dengan air (tiap liter
cairan kecap ditambah dengan 0,5 liter air). Cairan direbus sampai
mendidih. Setelah itu api dikecilkan sekedar menjaga agar cairan tetap
mendidih. Bumbu kecap asin yang telah dibungkus diatas dicelupkan ke
dalam cairan yang mendidih dan diaduk-aduk terus menerus selama 15
menit. Kecap yang dihasilkan adalah kecap asin. Ketika masih panas,
kecap asin ini disaring dengan 2 lapis kain saring.

7) Pembumbuan dan Pemasakan Kecap Manis


Cairan kecap (yang nomor 1 atau nomor 2) ditambahkan dengan air (tiap liter
cairan kecap ditambah dengan 0,5 liter air). Cairan direbus sampai mendidih.
Setelah itu api dikecilkan sekedar menjaga agar cairan tetap mendidih.
Bumbu kecap manis yang telah dibungkus diatas dicelupkan ke dalam cairan
yang mendidih dan diaduk-aduk terus menerus selama 15 menit. Kecap
yang dihasilkan adalah kecap manis. Ketika masih panas, kecap manis ini
disaring dengan 2 lapis kain saring.

8) Pembotolan
Kecap yang masih panas segera dimasukkan ke dalm botol, kemudian
ditutup rapat dan diberi label.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

KECAP IKAN ATAU UDANG

1. PENDAHULUAN
Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat selain
sebagai komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses pembusukan
dibandingkan dengan bahan makanan lain. Bakteri dan perubahan kimiawi
pada ikan mati menyebabkan pembusukan. Mutu olahan ikan sangat
tergantung pada mutu bahan mentahnya.

Tanda ikan yang sudah busuk:


- mata suram dan tenggelam;
- sisik suram dan mudah lepas;
- warna kulit suram dengan lendir tebal;
- insang berwarna kelabu dengan lendir tebal;
- dinding perut lembek;
- warna keseluruhan suram dan berbau busuk.

Tanda ikan yang masih segar:


- daging kenyal;
- mata jernih menonjol;
- sisik kuat dan mengkilat;
- sirip kuat;
- warna keseluruhan termasuk kulit cemerlang;
- insang berwarna merah;
- dinding perut kuat;
- bau ikan segar.

Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi
masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Namun ikan cepat
mengalami proses pembusukan. Oleh sebab itu pengawetan ikan perlu
diketahui semua lapisan masyarakat. Pengawetan ikan secara tradisional
bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak
memberikan kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak. Untuk
mendapatkan hasil awetan yang bermutu tinggi diperlukan perlakukan yang
baik selama proses pengawetan seperti : menjaga kebersihan bahan dan alat
yang digunakan, menggunakan ikan yang masih segar, serta garam yang
bersih. Ada bermacam-macam pengawetan ikan, antara lain dengan cara:
penggaraman, pengeringan, pemindangan, perasapan, peragian, dan
pendinginan ikan.

Hal. 1/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Tabel 1. Komposisi Ikan Segar per 100 gram Bahan

KOMPONEN KADAR (%)


Kandungan air 76,00
Protein 17,00
Lemak 4,50
Mineral dan vitamin 2,52-4,50

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa ikan mempunyai nilai protein tinggi, dan
kandungan lemaknya rendah sehingga banyak memberikan manfaat kesehatan
bagi tubuh manusia.

Manfaat makan ikan sudah banyak diketahui orang, seperti di negara Jepang
dan Taiwanikan merupakan makanan utama dalam lauk sehari-hari yang
memberikan efek awet muda dan harapan hidup lebih tinggi dari negara
lainnya. Penggolahan ikan dengan berbagai cara dan rasa menyebabkan orang
mengkonsumsi ikan lebih banyak.

Kecap ikan atau udang adalah kecap yang diolah dengan proses peragian yang
berjalan lambat. Warnanya bening kekuningan sampai coklat muda, dan
rasanya relatif asin.

2. BAHAN
1) Ikan-ikan kecil (teri) atau udang atau cumi-cumi 10 kg
2) Garam secukupnya

3. ALAT
1) Bak kayu atau semen yang berlubang didasarnya, pada lubang tersebut
dipasang pansuran dengan saringan untuk menyaring kecap yang
dihasilkan.
2) Pemberat.
3) Botol

4. CARA PEMBUATAN
1) Cuci ikan atau udang dan tiriskan;
2) Susun dalam bak (tong kayu) yang diselang-seling dengan lapisan garam.
Lapisan garam paling atas harus tebal;
3) Tutup bak dengan anyaman bambu dan beri pemberat;
4) Simpan selama 3 bulan untuk berlangsungnya proses peragian;

Hal. 2/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5) Setelah penyimpanan menghasilkan cairan, saring, dan masukkan ke dalam


botol.

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN KECAP IKAN ATAU UDANG

6. DAFTAR PUSTAKA
Berbagai cara pengolahan dan pengawetan ikan. Yogyakarta : Proyek
Pengembangan Penyuluhan Pertanian Pusat, Departemen Pertanian, 1987.
Hal. 27-28.

Hal. 3/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

7. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Haryanto

KEMBALI KE MENU

Hal. 4/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

KECAP KEDELAI

1. PENDAHULUAN
Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji
kecipir, koro, kelapa dan lain-lain merupakan bahan pangan sumber protein dan
lemak nabati yang sangat penting peranannya dalam kehidupan. Asam amino
yang terkandung dalam proteinnya tidak selengkap protein hewani, namun
penambahan bahan lain seperti wijen, jagung atau menir adalah sangat baik
untuk menjaga keseimbangan asam amino tersebut.

Kacang-kacangan dan umbi-umbian cepat sekali terkena jamur (aflatoksin)


sehingga mudah menjadi layu dan busuk. Untuk mengatasi masalah ini, bahan
tersebut perlu diawetkan. Hasil olahannya dapat berupa makanan seperti
keripik, tahu dan tempe, serta minuman seperti bubuk dan susu kedelai.

Kedelai mengandung protein 35 % bahkan pada varitas unggul kadar


proteinnya dapat mencapai 40 - 43 %. Dibandingkan dengan beras, jagung,
tepung singkong, kacang hijau, daging, ikan segar, dan telur ayam, kedelai
mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi, hampir menyamai kadar
protein susu skim kering.

Bila seseorang tidak boleh atau tidak dapat makan daging atau sumber protein
hewani lainnya, kebutuhan protein sebesar 55 gram per hari dapat dipenuhi
dengan makanan yang berasal dari 157,14 gram kedelai.

Kedelai dapat diolah menjadi: tempe, keripik tempe, tahu, kecap, susu, dan
lain-lainnya. Proses pengolahan kedelai menjadi berbagai makanan pada
umumnya merupakan proses yang sederhana, dan peralatan yang digunakan
cukup dengan alat-alat yang biasa dipakai di rumah tangga, kecuali mesin
pengupas, penggiling, dan cetakan.

Tabel 1. Komposisi Kedelai per 100 gram Bahan

KOMPONEN KADAR (%)


Protein 35-45
Lemak 18-32
Karbohidrat 12-30
Air 7

Hal. 1/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Tabel 2. Perbandingan Antara Kadar Protein Kedelai Dengan Beberapa Bahan


Makanan Lain

BAHAN MAKANAN PROTEIN (% BERAT)


Susu skim kering 36,00
Kedelai 35,00
Kacang hijau 22,00
Daging 19,00
Ikan segar 17,00
Telur ayam 13,00
Jagung 9,20
Beras 6,80
Tepung singkong 1,10

Kecap termasuk bumbu makanan berbentuk cair, berwarna coklat kehitaman,


serta memiliki rasa dan aroma yang khas.

2. BAHAN
1) Kedelai (putih atau hitam) 1 kg
2) Jamur tempe 3 gram
3) atau daun usar 1 lembar
4) Daun salam 2 lembar
5) Sereh 1 batang pendek
6) Daun jeruk 1 lembar
7) Laos ¼ potong
8) Pokak 1 sendok teh
9) Gula merah 6 kg
10) Air (untuk melarutkan gula merah) 1 ½ liter
11) Garam dapur 800 gram untuk 4 liter air

3. ALAT
1) Panci
2) Tampah (nyiru)
3) Kain saring
4) Sendok pengaduk
5) Botol yang sudah disterilkan

Hal. 2/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4. CARA PEMBUATAN
1) Cuci kedelai dan rendam dalam 3 liter air selama satu malam. Kemudian
rebus sampai kulit kedelai menjadi lunak, lalu tiriskan di atas tampah dan
dinginkan;
2) Beri jamur tempe pada kedelai yang didinginkan. Aduk hingga rata dan
simpan pada suhu ruang (250~300 C) selama 3~5 hari;
3) Setelah kedelai ditumbuhi jamur yang berwarna putih merata, tambahkan
larutan garam. Tempatkan dalam suatu wadah dan biarkan selama 3-4
minggu pada suhu kamar (250~300 C). Batas maksimum proses
penggaraman adalah dua bulan;
4) Segera tuangkan air bersih, masak hingga mendidih lalu saring;
5) Masukkan kembali hasil saringan, tambah gula dan bumbu-bumbu. Bumbu
ini (kecuali daun salam, daun jeruk dan sereh) disangrai terlebih dahulu
kemudian digiling halus dan campur hingga rata.

Penambahan gula merah untuk:


a. Kecap manis : tiap 1 liter hasil saringan membutuhkan 2 kg gula merah
b. Kecap asin : tiap 1 liter hasil saringan membutuhkan 2 ½ ons gula merah

6) Setelah semua bumbu dicampurkan ke dalam hasil saringan, masak sambil


terus diaduk-aduk. Perebusan dihentikan apabila sudah mendidih dantidak
berbentuk buih lagi;
7) Setelah adonan tersebut masak, saring dengan kain saring. Hasil saringan
yang diperoleh merupakan kecap yang siap untuk dibitilkan.

Catatan :
1) Pemberian jamur harus sesuai jumlahnya dengan banyaknya kedelai, agar
tidak menimbulkan kegagalan jamur yang tumbuh.
2) Setelah direbus dan ditiriskan, kedelai harus didinginkan dengan sempurna.
Bila tidak, jamur yang ditebarkan diatasnya akan mati.
3) Bahan baku untuk pembuatan kecap, selain dari kacang kedelai dapat juga
dari biji kecipir, dengan proses pembuatan yang sama.

Hal. 3/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN KECAP KEDELAI

6. DAFTAR PUSTAKA
1) Astawan, M dan Mita W, Teknologi pengolahan pangan nabati tepat guna.
Jakarta : Akademika Pressindo, 1991. Hal 122-125.
2) Cara pembuatan kecap. Jakarta : Proyek Peningkatan kesadaran
Masyarakat Atas Kelestarian Kualitas Lingkungan Hidup, 1975. 3 hal.
3) Soedjarwo, E. Kecap kecipir. Jakarta : PT. Penebar Swadaya, 1982. 16 hal.

Hal. 4/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

7. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Agus Sediadi

KEMBALI KE MENU

Hal. 5/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

KECAP KEONG SAWAH

1. PENDAHULUAN
Keong sawah yang cukup enak dimakan ternyata mengandung protein yang
tinggi (2~6 %). Keong sawah dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuat
kecap. Produk ini belum diusahakan secara ekonomis. Pemanfaatan keong
sawah menjadi bahan pangan akan menambah penganekaragaman jenis
bahan pangan bergizi.

Proses pembuatan kecap keong sawah lebih cepat dari pembuatan kecap
kedelai. Hal ini disebabkan adanya proses enzimatis (bromelin) yang hanya
memerlukan waktu 7~10 hari.

2. BAHAN
1) Keong sawah 650 gram
2) Gula merah 8 ons
3) Keluwak (penambah warna hitam) 40 gram
4) Garam 225 gram
5) Bawang putih 120 gram
6) Lengkuas (laos) 140 gram
7) Salam dan serai 130 gram
8) Ketumbar 50 gram
9) Kunyit 80 gram
10) Vetsin 50 gram
11) Pekak (adas bintang) untuk bau dan rasa 5 gram
12) Gelatin 5-10 gram
13) Parutan bonggol atau daging buah nenas 100 gram

3. ALAT
1) Alat penggorengan (wajan atau sodet)
2) Pisau
3) Panci dan alat pengaduk
4) Alat penghancur bumbu (cobek dan ulekan)
5) Parutan
6) Penyaring dan kain saring
7) Botol dan tutup yang sudah disterilkan

Hal. 1/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4. CARA PEMBUATAN
1) Cuci keong sawah, kemudian rebus. Buang kulitnya, timbang dagingnya
sebanyak 300 gram;
2) Parut bonggol atau daging buah nenas sebanyak 100 gram, kemudian
campurkan ke dalam daging keong sawah tadi;
3) Bubuhi campuran tersebut dengan garam halus 60 gram dan gelatin;
4) Setelah itu disimpan selama 3 hari sambil dipanaskan pada suhu kira-kira
500 C (di atas api kecil dengan tanda air mulai keluar asap);
5) Tambah air sebanyak 1,2 liter, kemudian masak pada suhu 700~800 C
(ditandai dengan adanya gelembung-gelembung kecil);
6) Setelah itu, saring dan ampasnya dipisahkan dari filtrat yang berupa cairan
kental;
7) Sangrai pekak dan ketumbar untuk menimbulkan aroma;
8) Kupas bawang putih dan hancurkan, kemudian goreng bersama-sama
keluwak yang telah dihancurkan;
9) Keluwak dikupas dan dipilih yang berwarna hitam mengkilat, tanpa bau
yang menyimpang.
10) Hancurkan lengkuas dan kunyit kemudian campur ke dalam masakan
kecap;
11) Hancurkan gula merah kemudian tambahkan ke dalam kecap;
12) Masak kecap selama 15 menit pada suhu 700~800 C (ditandai dengan
gelembung-gelembung kecil);
13) Setelah itu saring dengan kain saring. Pisahkan ampasnya. Tampung filtrat
yang berupa cairan kental;
14) Masukkan filtrat ke dalam botol kemudian tutup;
15) Lakukan proses pasteurisasi untuk botol-botol yang sudah diisi kecap.

Catatan:

Limbah proses pengolahan kecap dari keong sawah yang berupa cangkang
atau kulit keong dan ampas, dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku makanan
ternak.

Hal. 2/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN KECAP KEONG SAWAH

6. DAFTAR PUSTAKA
Indrawati, Tanty et al. Pembuatan kecap keong sawah dengan menggunakan
enzim bromelin. Jakarta : Balai Pustaka, 1983.

Hal. 3/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

7. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Haryanto

KEMBALI KE MENU

Hal. 4/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

KELAPA PARUT KERING

1. PENDAHULUAN
Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji
kecipir, koro, kelapa dan lain-lain merupakan bahan pangan sumber protein dan
lemak nabati yang sangat penting peranannya dalam kehidupan. Asam amino
yang terkandung dalam proteinnya tidak selengkap protein hewani, namun
penambahan bahan lain seperti wijen, jagung atau menir adalah sangat baik
untuk menjaga keseimbangan asam amino tersebut.

Kacang-kacangan dan umbi-umbian cepat sekali terkena jamur (aflatoksin)


sehingga mudah menjadi layu dan busuk. Untuk mengatasi masalah ini, bahan
tersebut perlu diawetkan. Hasil olahannya dapat berupa makanan seperti
keripik, tahu dan tempe, serta minuman seperti bubuk dan susu kedelai.

Kelapa parut kering adalah suatu produk awet kelapa yang merupakan bahan
dasar pembuatan santan dan untuk campuran pembuatan roti, kue-kue, dan
makanan lain. Kelapa parut ini dapat diperoleh santannya hanya dengan
merendam beberapa menit dalam air, lalu diperas.

2. BAHAN
Kelapa utuh yang tua

3. ALAT
1) Golok
2) Pisau
3) Baskom
4) Parutan kelapa
5) Ayakan halus
6) Pengaduk
7) Stoples

4. CARA PEMBUATAN
1) Pilih kelapa yang tua dan kering lalu kupas sabut dan tempurungnya dengan
menggunakan golok;
2) Kupas kulit arinya, cuci dan belah-belah;
3) Kemudian parut dan segera jemur di terik matahari hingga kering;

Hal. 1/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4) Ayak parutan agar diperoleh ukuran yang sama dan segera masukkan ke
dalam stoples lalu tutup rapat.

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN KELAPA PARUT KERING

6. KEUNTUNGAN
Sangat praktis dan cepat serta proses pembuatannya murah dan sederhana.

Catatan:
1) Kelapa parut yang dijemur di atas kasa jangan sampai bertumpuk dan harus
sering dibolak-balik untuk mempermudah dan mempercepat pengeringanya.
2) Penyimpanan produk harus ditempat yang kering agar tidak mudah tengik;
3) Bila musim hujan, pengeringan dapat dilakukan disamping bara tungku atau
bisa juga diatas TUNGKU DENGAN BARA YANG KECIL. Panasnya harus
dijaga jangan sampai bara menjadi api, karena dapat membuat produk
menjadi berwarna kecoklatan. Namun bila panasnya kurang maka produk
akan cepat rusak sebelum sempat kering.

Hal. 2/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

7. DAFTAR PUSTAKA
Wijaya, H. Pembuatan kelapa parut kering. Buletin Pusbangtepa, 4 (15),
Agustus 1982: 21-29.

8. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Agus Sediadi

KEMBALI KE MENU

Hal. 3/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

KELAPA PERUT KERING

1. PENDAHULUAN
Kelapa paut kering merupakan bahan yang berkadar air rendah (maksimal 3%)
sehingga dapat disimpan lama. Kelapa parut kering dapat ditambah air,
kemudian dipres untuk mendapatkan santan yang digunakan untuk memasak.
Disamping itu, kelapa parut kering ini digiling sampai halus menjadi tepung
kelapa. Tepung kelapa digunakan untuk bahan pembuat roti dan kue.
Sebelum digunakan, kelapa parut kering dibasahi dengan air, kemudian diperas
utnuk mengeluarkan santannya.

Walaupun kelapa parut belum banyak beredar di pasaran, diperkirakan di masa


mendatang, terutama di perkotaan, kelapa parut semakin banyak diminati
masyarakat untuk membuat masakan karena lebih praktis dibanding kelapa
segar yang harus diparut terlebih dahulu.

2. BAHAN
Buah kelapa

3. PERALATAN
1) Kapak kecil. Alat ini digunakan untuk melepaskan tempurung dari daging
buah.
2) Pisau pengupas kulit daging buah. Alat ini digunakan untuk mengupas kulit
daging buah kelapa.
3) Mesin pemarut. Mesin ini digunakan untuk memarut daging buah kelapa.
4) Alat pengering. Alat ini digunakan untuk mengeringkan parutan buah kelapa.
Terdapat berbagai tipe alat pengering, seperti : (1) pengering surya yang
menggunakan panas matahari, (2) pengering berbagai bahan minyak yang
menggunakan panas dari pembakaran minyak bumi atau gas, dan (3)
pengering berbahan bakar arang yang menggunakan panas dari
pembakaran arang kayu atau batu bara.

4. CARA PEMBUATAN
1) Pengupasan Tempurung
Tempurung dikupas dengan tangan menggunakan kapak kecil. Harus
diusahakan agar daging buah tidak pecah. Untuk memudahkan
pengupasan, buah kelapa dapat dipanaskan terlebih dahulu dengan
menggunakan uap panas selama 30~40 menit.
1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

2) Pengupasan Kulit Daging Buah


Kulit daging buah dikupas dengan pisau khusus. Pengupasan dilakukan
sampai bagian luar daging buah menjadi putih bersih tanpa menyisakan kulit
daging. Kulit daging buah pengupasan tidak dibuang, tapi diolah untuk
mengambil minyaknya.

3) Pemotongan dan Pencucian


Daging buah dipotong, kemudian dicuci bersih. Setelah itu daging buah
ditiriskan.

4) Blanching
Potongan daging buah dicelupkan ke dalam air panas (80~850C) selama 5~8
menit. Proses ini akan membunuh sebagian mikroba, mematikan enzim
penyebab pencoklatan, dan melunakan jaringan daging buah.

5) Pemarutan
Daging buah diparut dengan menggunakan grater machine untuk
mendapatkan parutan seperti pita halus, atau desintegrator untuk
mendapatkan parutan berupa butiran.

6) Pengeringan
Parutan kelapa dikeringkan untuk menurunkan kadar air menjadi maksimum
3%. Pengeringan dilakukan dengan menggunakan alat pengering.
Penjemuran untuk mengeringkan bahan hanya dianjurkan jika langit benar-
benar cerah. Selama penjemuran, bahan harus benar-benar dilindungi dari
lalat, semut, debu dan kotoran lainnya.

7) Pengemasan
Kelapa parut kering harus dikemas secara kedap udara dan uap air.
Kemasan yang dapat digunakan adalah kantong plastik polietilen, kantong
aluminium berlapis plastik, kotak plastik semi kaku, botol kaca, dan kotak
kaleng. Sangat dianjurkan ke dalam kemasan dimasukkan gas nitrogen atau
karbondioksida agar bahan terkemas mempunyai daya simpan yang lebih
panjang.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

KEMBANG TAHU

1. PENDAHULUAN
Kembang tahu adalah lembaran tipis protein kedelai yang telah dikeringkan.
Lembaran tipis ini diperoleh dari permukaan susu kedelai panas.
Pembuatannya cukup mudah dan biayanya tidak mahal.

2. BAHAN
1) Kedelai
2) Air

3. PERALATAN
1) Penggiling kedelai.
2) Wadah perendam kedelai
3) Kain saring
4) Panci
5) Wadah pemanas susu kedelai

4. CARA PEMBUATAN
1) Pembuatan Susu Kedelai
a. Pembersihan dan pencucian. Biji dibersihkan dari kotoran, kerikil, pasir
potongan ranting dan batang kedelai. Biji rusak, hitam dan berkapang
harus dibuang. Setelah itu biji dicuci sampai bersih. Kotoran dan biji yang
mengapung harus dibuang. Pencucian dilakukan sampai air bilasan
tambah jernih.
b. Perendaman. Biji yang telah dicuci direndam didalam air selama 8 jam.
Air diganti-ganti setiap 2 sampai 3 jam. Setelah itu, kedelai ditiriskan.
c. Perebusan. Kedelai dimasukkan ke dalam air mendidih. Hal ini
menyebabkan suhu air turun. Atur besar api sehingga suhu bertahan
antara 85 sampai 90°C. Perendaman di dalam air panas ini berlangsung
selama 10 menit. Setelah itu, kedelai diangkat dan didinginkan dengan air
mengalir, kemudian ditiriskan.
d. Penyiapan air panas. Air bersih dipanaskan sampai suhunya 90°C.
Jumlah air adalah 6 kali berat kedelai kering. Suhu air ini dipertahankan
selama pekerjaan berlangsung. Ke dalam air panas ini ditambahkan
bubuk CaCo3 (0,5 gram untuk tiap liter air panas)
e. Penggilingan. Biji kedelai dihaluskan dengan blender, atau digiling denan
mesin penggiling sampai menjadi bubur kedelai. Penggilingan dilakukan
1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

sambil ditambahkan air panas. Jika air panas yang disediakan tidak habis
utnuk menggiling kedelai, sisa air dicampurkan denan bubur kedelai,
kemudian diaduk-aduk selama 3 menit.
f. Penyaringan. Bubur kedelai disaring dan diperas dengan kain saring
rangkap dua. Cairan yang diperoleh disebut sebagai susu kedelai mentah.

2) Pembuatan Lapisan Tipis Kering


a. Pemanasan. Susu kedelai mentah dimasukkan ke dalam wadah
pemanas. Susu dipanaskan sampai suhu 90°C sambil diaduk-aduk. Busa
yang terbentuk dibuang. Ketika suhu mencapai 90°C. Pada saat itu, susu
tidak boleh lagi diaduk.
b. Pengambilan Lapisan Tipis. Lapisan tipis akan terbentuk di permukaan
cairan. Setelah lapisan tersebut merata di seluruh permukaan susu,
lapisan diambil dengan menggunakan lidi yang tebal, atau bilah bambu.
c. Penjemuran. Lapisan tipis tersebut kemudian dijemur sampai kering
dengan menggantungnya bersama dengan lidi atau bambu yang
digunakan tadi.
d. Pengemasan. Kembang tahu yang sudah kering dapat dikemas di dalam
kantong atau kotak plastik.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

KERIPIK BENGKUANG

1. PENDAHULUAN
Keripik adalah irisan buah atau umbi yang digoreng sampai kering dan garing.
Keripik mempunyai kadar air terendah sehingga dapat disimpan lama.
Meskipun cara pembuatanya sederhana dan cukup mudah, namun keripik
bengkuang belum dikenal oleh masyarakat dan tidak tersedia di pasaran.

2. BAHAN
1) Bengkuang
2) Minyak goreng (2-3 kali jumlah bengkuang)
3) Garam (secukupnya)

3. PERALATAN
1) Pisau dan landasanya. Alat ini digunakan untuk mengupas dan mengiris
buah bengkuang. Disarankan menggunakan dua pisau yang berbeda.
Untuk pengupasan digunakan pisau yang biasa digunakan di rumah tangga.
Sedangkan untuk mengiris digunakan untuk pemotong dan pencincang
daging.

2) Kompor. Kompor digunakan untuk menggoreng keripik bengkuang dalam


jumlah kecil.
Kompor bertekanan udara digunakan untuk menggoreng keripik bengkuang
dalam jumlah besar.

3) Penggoreng vakum. Penggoreng vakum merupakan alternatif pengganti


kompor. Alat ini menghasilkan panas, sekaligus menurunkan tekanan udara
pada saat penggorengan. Dengan alat ini, suhu penggorengan labih rendah
dan stabil serta waktu penggorengan yang lebih singkat.
Kalau tidak tersedia penggoreng vakum, bengkuang dapat digoreng dengan
menggunakan wajan. Akan tetapi mutu keripiknya kurang bagus dibanding
yang digoreng dengan penggoreng vakum.

4) Pengering. Alat ini digunakan untuk mengeringkan irisan bengkuang

4. CARA PEMBUATAN
1) Pengupasan dan pengirisan. Bengkuang dikupas, dicuci, kemudian diiris
tipis-tipis (2-3 mm).
1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

2) Pengeringan. Irisan dikeringkan dengan alat pengering hingga kadar air di


bawah 8 % (bahan terlihat kering dan renyah).

3) Penggorengan. Irisan bengkuang kering digoreng dengan penggoreng


vakum pada suhu 850C selama 70 menit dengan tekanan 70 cm Hg.
Jika tidak tersedia penggoreng vakum, irisan kering bengkuang digoreng di
dalam minyak panas (1700C) selama 3-5 menit sampai garing.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

KERIPIK JAGUNG

1. PENDAHULUAN
Keripik jagung adalah makanan khas Mexico. Disana, makanan ini disebut
tortila. Makanan ini juga populer di Amerika Serikat.

Keripik jagung mudah dibuat dengan menggunakan peralatan sederhana yang


terdapat di rumahtangga. Jagung direbus dengan larutan kapur, kemudian
direndam dengan larutan perebus selama semalam. Setelah itu jagung dicuci
sampai bersih, dan digiling bersama bumbu sampai diperoleh adonan yang
halus dan rata. Adonan dicetak, kemudian digoreng, atau dipanggang di dalam
oven.

Adonan keripik jagung juga dapat ditambah dengan tepung kedelai atau tepung
kacang hijau sampai 10%. Subsitusi tersebut akan meningkatkan nilai gizi
keripik jagung.

2. BAHAN
1) Jagung.
2) Kapur Sirih
3) Minyak goreng.
4) Bumbu - bumbu

3. PERALATAN
1) Panci.
2) Penggiling jagung basah.
3) Pembuat lembaran adonan.
4) Pengering.
5) Wajan.

4. CARA PEMBUATAN
1) Pembuatan larutan kapur. Untuk membuat 10 liter larutan kapur dilakukan
dengan menambahhkan 50 gram kapur sirih ke dalam 10 liter. Setelah itu
dilakukan pengadukan sampai semua kapur larut. Kedalam larutan kapur
juga ditambahkan garam 50 gram, dan minyak goreng 1 sendok.
Penambahan minyak goreng bertujuan untuk mencari terbentuknya busa
yang berlebihan pada saat perebusan jagung.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

2) Perebusan di dalam larutan kapur. Biji jagung direbus di dalam larutan


kapur selama 2 –2,5 jam. Setiap 1 kg jagung membutuhkan sampai 10 liter
larutan kapur.

3) Perendaman dengan larutan kapur. Setelah perebusan, jagung dibiarkan


terendam di dalam larutan kapur selama 16 – 24 jam. Selama rendaman
dilakukan pengadukan beberapa kali.

4) Pencucian. Setelah perendaman jagung ditiriskan dan dicuci berulang-


ulang (5-7 kali) dengan air bersih untuk menghilangkan sisa kapur. Setelah
bersih, biji ditiriskan.

5) Pembumbuan. Jagung yang telah ditiriskan ditambah dengan bawang


putih, dan merica halus. Setiap 1 kg jagung dibumbui dengan 30 – 50
bawang putih, dan 3-5 gram merica halus.

6) Penggilingan. Jagung yang telah dibumbui digiling sampai diperoleh


adonan yang halus dan rata.

7) Pencetakan adonan
a).Adonan ditipiskan sehingga membentuk lembaran tipis (2 m). Penipisan
dapat dilakukan dengan menggunakan ampia,atau dengan menggiling
adonan dengan botol di atas meja yang dilapisi plastik.
b).Lembaran tipis adonan dipotong-potong dengan ukuran 1 – 3 cm
berbentuk persegi. Hasil yang diperoleh disebut keripik basah jagung.

8) Pengeringan. Keripik basah jagung dijemur sampai kering, atau


dikeringkan dengan alat pengering sampai kadar air di bawah 8%. Keripik
yang telah kering akan berbunyi jika dipatahkan, hasil yang diperoleh
disebut keripik mentah jagung.

9) Penggorengan. Keripik mentah jagung digoreng dengan minyak panas


(suhu 170 °c) selama 10 – 15 detik.

10) Pengemasan. Keripik jagung yang telah digoreng dikemas di dalam


kantong plastik atau di dalam kotak kaleng yang tertutup rapat.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

KERIPIK KENTANG

1. PENDAHULUAN
Serealia dan umbi-umbian banyak tumbuh di Indonesia. Produksi serealia
terutama beras sebagai bahan pangan pokok dan umbi-umbian cukup tinggi.
Begitu pula dengan bertambahnya penduduk, kebutuhan akan serealia dan
umbi-umbian sebagai sumber energi pun terus meningkat. Tanaman dengan
kadar karbohidrat tinggi seperti halnya serealia dan umbi-umbian pada
umumnya tahan terhadap suhu tinggi. Serealia dan umbi-umbian sering
dihidangkan dalam bentuk segar, rebusan atau kukusan, hal ini tergantung dari
selera.

Usaha penganekaragaman pangan sangat penting artinya sebagai usaha untuk


mengatasi masalah ketergantungan pada satu bahan pangan pokok saja.
Misalnya dengan mengolah serealia dan umbi-umbian menjadi berbagai bentuk
awetan yang mempunyai rasa khas dan tahan lama disimpan. Bentuk olahan
tersebut berupa tepung, gaplek, tapai, keripik dan lainya. Hal ini sesuai dengan
program pemerintah khususnya dalam mengatasi masalah kebutuhan bahan
pangan, terutama non-beras.

Kentang dengan mudah dapat dibuat menjadi keripik. Peralatan yang


dibutuhkan sederhana, serta modal yang diperlukan tidak terlalu besar.

Tabel 1. Komposisi Kentang (per 100 gram bahan)

KOMPONEN KADAR (mg)


Kalori 23 kal
Karbohidrat 19.100
Protein 2.000
Lemak 100
Phosphor 56
Kalsium 11
Besi 0,7

2. BAHAN
1) Kentang besar 20 kg
2) Bawang putih 1 ons
3) Garam 6 sendok makan
4) Kapur sirih 1 ons
5) Minyak goreng 2 kg

Hal. 1/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

3. ALAT
1) Pisau
2) Ember plastik
3) Tampah (nyiru)
4) Penggorengan (wajan)
5) Kompor atau tungku
6) Panci email atau baskom plastik
7) Pengaduk
8) Saringan

4. CARA PEMBUATAN
1) Kupas kentang, segera masukkan dalam ember yang berisi air, kemudian
cuci sampai bersih;

2) Iris tipis-tipis dengan ketebalan 2~2 ½ mm, langsung rendam selama 12~24
jam dalam air yang telah diberi kapur sirih;

3) Setelah direndam, cuci lalu tiriskan;

4) Tumbuk bawang putih dan garam sampai halus lalu masak dalam air sampai
mendidih. Larutan ini harus cukup asin;

5) Rebus irisan kentang selama 3~5 menit, kemudian tiriskan;

6) Letakkan irisan kentang di atas tampah. Susun berjajar secara berselingan;

Gambar 1. Peletakan Kentang di atas Tampah

7) Jemur selama 2~3 hari sampai kering;

Hal. 2/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

8) Goreng dalam minyak yang tidak terlalu panas. Bila kentang sudah mekar
cepat angkat.

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN KERIPIK KENTANG

Catatan:

1) Dari 1 kg kentang dapat diperoleh 2 ons keripik kentang.


2) Keripik kentang yang belum digoreng sebaiknya disimpan dalam kaleng yang
rapat.

6. DAFTAR PUSTAKA
1) Seriping kentang. Buletin Penelitian dan Pengembangan Teknologi
Panganrubus, No. 9, Maret 1981: 3-6
2) Tri Radiyati et al. Kerupuk keripik. Subang : BPTTG Puslitbang Fisika
Terapan-LIPI, 1990. Hal. 5-8

Hal. 3/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

7. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Agus Sediadi

KEMBALI KE MENU

Hal. 4/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

KERIPIK KENTANG GORENG

1. PENDAHULUAN
Serealia dan umbi-umbian banyak tumbuh di Indonesia. Produksi serealia
terutama beras sebagai bahan pangan pokok dan umbi-umbian cukup tinggi.
Begitu pula dengan bertambahnya penduduk, kebutuhan akan serealia dan
umbi-umbian sebagai sumber energi pun terus meningkat. Tanaman dengan
kadar karbohidrat tinggi seperti halnya serealia dan umbi-umbian pada
umumnya tahan terhadap suhu tinggi. Serealia dan umbi-umbian sering
dihidangkan dalam bentuk segar, rebusan atau kukusan, hal ini tergantung dari
selera.

Usaha penganekaragaman pangan sangat penting artinya sebagai usaha untuk


mengatasi masalah ketergantungan pada satu bahan pangan pokok saja.
Misalnya dengan mengolah serealia dan umbi-umbian menjadi berbagai bentuk
awetan yang mempunyai rasa khas dan tahan lama disimpan. Bentuk olahan
tersebut berupa tepung, gaplek, tapai, keripik dan lainya. Hal ini sesuai dengan
program pemerintah khususnya dalam mengatasi masalah kebutuhan bahan
pangan, terutama non-beras.

Keripik kentang lumat merupakan makanan hasil olahan kentang yang


dilumatkan setelah dikukus terlebih dahulu.

2. BAHAN
1) Kentang 10 kg
2) Minyak goreng 1 kg
3) Garam dan lada secukupnya

3. ALAT
1) Dandang (kukusan)
2) Alat penumbuk (alu)
3) Kain kasa
4) Penggorengan (wajan)
5) Kompor atau tungku
6) Baskom
7) Pisau
8) Sendok

Hal. 1/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4. CARA PEMBUATAN
1) Bersihkan kentang beserta kulitnya kemudian kukus sampai matang;
2) Panas-panas kuliti kentang yang telah matang sampai bersih lalu hancurkan
sampai lumat;
3) Tempatkan lumatan di lembaran plastik, lalu rata hingga menjadi lempengan
dengan ketebalan 2~2 ½ mm;
4) Letakkan lempengan di atas kasa (cetakan) dan cetak menurut selera;
5) Jemur sampai kering, lalu siap untuk digoreng.

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN KERIPIK KENTANG LUMAT

Catatan:
Apabila hujan, maka keripik dikeringkan dengan tungku atau kompor.

6. DAFTAR PUSTAKA
Keripik kentang lumat. Buletin Penelitian dan Pengembangan Teknologi
Pangan, 16, Agustus 1983:85

Hal. 2/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

7. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Agus Sediadi

KEMBALI KE MENU

Hal. 3/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

KERIPIK PEPAYA

1. PENDAHULUAN
Keripik adalah irisan buah atau umbi yang digoreng sampai kering dan garing.
Keripik mempunyai kadar air rendah sehingga dapat disimpan lama.

Meskipun cara pembuatannya sederhana dan cukup mudah, namaun keripik


pepaya belum dikenal oleh masyarakat dan tidak tersedia di pasaran.

2. BAHAN
Buah pepaya. Buah pepaya yang digunakan adalah yang telah matang petik,
masih keras, sudah terasa manis, dan bila digores tidak banyak mengeluarkan
getah. Jumlah 10 kg.

3. PERALATAN
1) Pisau dan landasannya. Alat ini digunakan untuk mengupas dan mengiris
buah pepaya. Disarankan menggunakan dua pisau yang berbeda. Untuk
pengupasan digunakan pisau yang biasa digunakan di rumah tangga.
Sedangkan untuk mengiris digunakan pisau besar yang biasa digunakan
untuk pemotongan dan pencincangan daging.

2) Kompor. Kompor bersumbu digunakan untuk menggoreng keripik pepaya


dalam jumlah kecil.
Kompor bertekanan udara digunakan untuk menggoreng keripik pepaya
dalam jumlah besar.

3) Penggoreng vakum. Penggoreng vakum merupakan alternatif pengganti


kompor. Alat ini menghasilkan panas, sekaligus menurunkan tekanan udara
pada saat penggorengan. Dengan alat ini, suhu penggorengan lebih rendah
dan stabil serta waktu penggorengan yang lebih singkat.

4) Wajan. Wajan digunakan untuk menggoreng keripik pepaya. Wajan yang


terbuat dari besi tebal yang berat lebih baik digunakan karena panas lebih
merata danbahan yang digoreng tidak mudah gosong.

5) Kemasan. Kemasan adalah wadah untuk mengemas keripik pepaya.


Berbagai kemasan dapat digunakan, yaitu:
a. Kantong plastik polietilen
b. Kantong aluminium foil berlapis plastik
c. Kotak plastik semi kaku
1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

d. Kotak kaleng

Pengemasan dengan kantong plastik dan aluminium foil kurang melindungi


bahan dari kerusakan mekanis (retak dan pecah). Untuk mengurangi
kerusakan tersebut, juga untuk menambah daya simpan, ke dalam kantong
biasanya ditambahkan gas karbondioksida (CO2) atau nitrogen (N2). Dengan
adanya gas tersebut kantong akan menggelembung sehingga keripik tidak
akan tergencet bila kantong ditumpuk, atau tertindih. Gas tersebut juga tidak
bereaksi dengan bahan sehingga meniadakan terjadinya oksidasi terhadap
minyak yang terkandung pada bahan.
Produk yang dikemas dengan kantong plastik atau kaleng, perlu dikemas
terlebih dahulu dengan kantong plastik yang tipis, kemudian baru
dimasukkan ke dalam kotak tersebut.

6) Sealer. Alat ini digunakan untuk menutup kantong plastik dengan


menggunakan panas. Bila kedua sisi bagian dalam mulut kantong ditekan
dengan elemen pemanas, maka kedua sisi tersebut akan melunak, saling
menempel, dan tidak dapat tepisah setelah dingin.

7) Alat pengering. Alat ini digunakan untuk mengeringkan irisan pepaya sampai
kadar air di bawah 9%.

8) Baskom. Baskom digunakan untuk wadah irisan pepaya basah dan kering,
serta keripik pepaya.

9) Rak peniris. Rak peniris digunakan untuk meniriskan keripik yang baru
selesai digoreng. Rak ini terdiri dari penyangga berlobang-lobang yang
terbuat dari kawat tahan karat (aluminium atau stainless steel).

4. CARA PEMBUATAN
1) Pengirisan dan blanching
a. Buah pepaya dikupas, dibelah dan dibuang bijinya. Setelah itu buah
dicuci sampai bersih.
b. Buah diiris-iris dengan ketebalan 5 mm. Setelah itu, irisan pepaya di-
blanching, yaitu dengan mencelupkan buah ke dalam air panas (95-980C)
selama 3 menit smbil diaduk-aduk dengan pelan. Untuk blanching ini,
setiap 1 kg irisan buah diperlukan 2 liter air panas.

Blanching diperlukan untuk:


- Mematikan enzim penyebab reaksi pencoklatan (perubahan warna
menjadi coklat atau warna gelap lainnya).
- Mengurangi kandungan mikroba pada bahan.
- Melayukan bahan sehingga lebih cepat dikeringkan dan mengeluarkan
udara dari jaringan bahan. Buah yang telah di-blanching segera ditiriskan.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

2) Pengeringan
a. Irisan buah dikeringkan dengan alat pengering sampai kadar air kurang
dari 9% dengan tanda bahan tampak kering dan mudah dipatahkan. Untuk
pengendalian mutu, sebaiknya kadar air ditentukan analisa kimia.
Sedangkan untuk industri kecil, cukup dengan mengamati tanda-tanda
tersebut.
b. Setelah kering, irisan buah dapat langsung digoreng, atau disimpan. Jika
disimpan terlebih dahulu, harus digunakan wadah yang tidak dapat
dilewati udara dan uap air, serta tertutup rapat.

3) Penggorengan
Penggorengan dilakukan dengan banyak minyak panas yang bersuhu 1650C
selama 13-17 detik. Untuk mendapatkan mutu keripik yang lebih baik,
penggorengan dilakukan dengan menggunakan penggorengan vakum pada
suhu 1200C, dengan tekanan 60-80 mmHg selama 58-62 menit. Setelah
selesai digoreng, keripik ditiriskan sampai dingin.

4) Pengemasan
Keripik pepaya dikemas di dalam kantong plastik, aluminium foil berlapis
plastik, kotak plastik semi kaku, atau kotak kaleng.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Tel. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

KERIPIK PISANG

1. PENDAHULUAN
Keripik adalah irisan kering buah atau umbi melalui penggorengan didalam
minyak nabati. Keripik pisang adalah salah satu jenis keripik yang banyak
diusahakan dan disukai oleh masyarakat. Keripik ini mudah dibuat, dengan
biaya murah dan perlatan sederhana.

2. BAHAN
1) Pisang yang telah matang petik, masih hijau dengan sedikit warna kuning (10
% dari luas permukaan). Di Sumatera Barat, pisang yang paling cocok untuk
keripik goreng adalah pisang togar dari Pasaman, pisang kepok tertentu dari
Baso.
2) Minyak goreng (sawit)
3) Garam halus putih bersih.
4) Natrium metabisulfit, atau natrium bisulfit. Senyawa ini digunakan untuk
mencegah terbentuknya warna kehitaman datau coklat tua pada permukaan
irisan pisang.
5) Garam.
6) Asam sitrat.

3. PERALATAN
1) Wajan.
2) Pisau dan talenan. Alat ini digunakan untuk mengiris pisang.
3) Peniris. Alat ini digunakan untk meniriskan keripik setelah digoreng. Peniris
dapat berupa keranjang plastik, keranjang bambu atau keranjang rotan yang
anyamannya jarang.

4. CARA PEMBUATAN
Pengolahan dalam Jumlah Sedikit.

1) Pengupasan dan pengirisan. Pisang dikupas, kemudian diiris tipis-tipis (tebal


2-3 mm) secara memanjang.

2) Penggorengan. Irisan harus segera digoreng. Perlu diusahakan, paling


lambat 10 menit setelah diiris, irisan telah dimasukkan ke dalam minyak
panas. Penggorengan dilakukan di dalam minyak bersuhu 170°C. Minyak
harus cukup banyak sehingga semua bahan tercelup di dalam minyak. Tiap
1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

1 kg pisang membutuhkan 3 liter minyak goreng. Selama penggorengan,


dilakukan pengadukan secara pelan-pelan. Penggorengan dilakukan sampai
keripik cukup kering dan garing. Hasil penggorengan disebut dengan keripik
pisang.

3) Penggulaan:
a) Penyiapan larutan gula. Gula pasir putih bersih digiling sampai halus,
kemudian sebanyak 1 kg ditambah dengan 250 ml air, dan diaduk-aduk.
Setelah itu larutan dipanaskan sampai mendidih. Setelah mendidih, api
segera dikecilkan untuk menjaga larutan gula tetap panas, tapi tidak
mendidih.
b) Pencelupan keripik. Keripik yang baru diangkat dari minyak panas,
ditiriskan sebentar (1 menit). Kemudian segera dicelupkan ke dalam
larutan gula, kemudian keripik segera diangkat untuk ditiriskan dan
didinginkan dengan menghamparkannya diatas alat peniris.

Pengolahan dalam Jumlah Banyak.

1) Penyiapan larutan bisulfit. Untuk membuat 1 liter larutan bisulfit diperlukan :


Senyawa natrium metabisulfit atau natrium bisulfit, 3-5 gram; Asam Sitrat, 2
gram; Garam 10 gram; dan Air bersih, 1 liter. Semua bahan dicampur, dan
diaduk sampai menjadi larutan yang rata.

2) Pengupasan dan pengirisan. Pisang dikupas, kemudian diiris tipis-tipis (tebal


2~3 mm) secara memanjang. Setiap pisang yang telah diiris, segera dicuci di
dalam air bersih secara cepat dan ditiriskan. Setelah itu irisan pisang segera
dimasukkan ke dalam larutan sulfit. Perendaman di dalam larutan larutan
sulfit berlangsung selama 8 menit. Setelah itu irisan pisang ditiriskan.

3) Penggorengan. Irisan yang telah ditiriskan segera digoreng di dalam minyak


bersuhu 200°c selam 3~5 menit. Minyak harus cukup banyak sehingga
semua bahan tercelup di dalam minyak. Tiap 1 kg pisang membutuhkan 3
liter minyak goreng. Selama penggorengan, dilakukan pengadukan secara
pelan-pelan. Penggorengan dilakukan sampai keripik cukup kering dan
garing. Hasil penggorengan disebut dengan keripik pisang.

4) Penggulaan.
a) Penggulaan dengan sirup gula.
i. Penyiapan larutan gula. Gula pasir putih bersih digiling sampai halus,
kemudian sebanyak 1 kg ditambah dengan 250 ml air, dan diaduk-
aduk. Setelah itu larutan dipanaskan sampai mendidih. Setelah
mendidih, api segera dikecilkan untuk menjaga larutan gula tetap
panas, tapi tidak mendidih.
ii. Pencelupan dalam larutan gula. Keripik yang baru diangkat dari minyak
panas, ditirkan sebentar (1 menit). Kemudian segera dicelupkan ke
dalam larutan gula, diaduk sebentar agar seluruh keripik segera

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

diangkat untuk ditiriskan dan didinginkan dengan menghamparkannya


diatas alat peniris.
b) Penggulaan dengan gula halus. Keripik yang baru ditiriskan dan masih
panas, segera ditaburi dengan tepung gula, kemudian diaduk pelan agar
gula merata. Tehnik ini juga digunakan untuk menggarami keripik.

5) Pengemasan. Keripik dikemas di dalam kantong plastik, kemudian diseal


dengan rapat. Agar keripik terlindung dari kerusakan mekanis selama
penyimpanan, pengangkutan dan pemajangan, keripik harus dikemas di
dalam kotak kaleng, atau kotak karton.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

KERIPIK PISANG

1. PENDAHULUAN
Buah-buahan merupakan bahan pangan sumber vitamin. Selain buahnya yang
dimakan dalam bentuk segar, daunnya juga dapat dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan. Misalnya daun pisang untuk makanan ternak, daun pepaya untuk
mengempukkan daging dan melancarkan air susu ibu (ASI) terutama daun
pepaya jantan.

Warna buah cepat sekali berubah oleh pengaruh fisika misalnya sinar matahari
dan pemotongan, serta pengaruh biologis (jamur) sehingga mudah menjadi
busuk. Oleh karena itu pengolahan buah untuk memperpanjang masa
simpannya sangat penting. Buah dapat diolah menjadi berbagai bentuk
minuman seperti anggur, sari buah dan sirup juga makanan lain seperti
manisan, dodol, keripik, dan sale.

Pisang dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu :


1) Pisang yang dimakan dalam bentuk segar, misalnya : pisang ambon, raja
sere, raja bulu, susu, seribu, dan emas.
2) Pisang yang dimakan setelah diolah terlebih dahulu, misalnya : pisang
kepok, nangka, raja siam, raja bandung, kapas, rotan, gajah, dan tanduk.

Pisang banyak mengandung protein yang kadarnya lebih tinggi daripada buah-
buahan lainnya, namun buah pisang mudah busuk. Untuk mencegah
pembusukan dapat dilakukan pengawetan, misalnya dalam bentuk keripik,
dodol, sale, anggur, dan lain-lain.

Keripik pisang sudah sejak lama diproduksi masyarakat. Hasil olahan keripik
pisang mempunyai rasa yang berbeda-beda, yaitu : asin, manis, manis pedas,
dan lain-lain. Pembuatan keripik pisang sangat sederhana dan membutuhkan
modal yang tidak terlalu besar. Pisang yang baik dibuat keripik adalah pisang
ambon, kapas, tanduk, dan kepok.

2. BAHAN
1) Pisang tua (mengkal) 20 kg
2) Minyak goreng 1 kg
3) Garam secukupnya

Hal. 1/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

3. ALAT
1) Baskom
2) Alas perajang (talenan)
3) Pisau
4) Ember plastik
5) Penggorengan (Wajan)
6) Lilin (untuk kantong plastik)
7) Tungku atau kompor
8) Tampah (nyiru)
9) Keranjang bambu
10) Kantong plastik (sebagai pembungkus)

4. CARA PEMBUATAN
1) Jemur pisang selama 5~7 jam, lalu kupas;
2) Iris pisang tipis-tipis ± 1~2 mm menurut panjang pisang;
3) Siapkan minyak yang telah dibubuhi garam kemudian panaskan. Goreng
irisan pisang tersebut sedikit demi sedikit agar tidak melengket satu dengan
yang lainnya. Penggorengan dilakukan selama 5~7 menit tergantung jumlah
minyak dan besar kecilnya api kompor;
4) Angkat keripik setelah berubah warna dari kuning menjadi kuning kecoklatan;
5) Saring minyak setelah lima (5) kali penggorengan, kemudian tambahkan
minyak baru dan garam;
6) Masukkan dalam kantong plastik atau stoples setelah keripik pisang cukup
dingin.

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN KERIPIK PISANG

Hal. 2/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Catatan :
1) Untuk keripik pisang manis dapat ditambahkan gula pasir halus pada keripik
yang sudah digoreng.
2) Pemberian rasa pedas dapat dilakukan bersama-sama dengan pemberian
gula halus.

6. DAFTAR PUSTAKA
Tri Radiyati, et. Al. Kerupuk keripik. Subang : BPTTG Puslitbang Fisika
Terapan-LIPI, 1990. Hal. 15-20.

7. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Agus Sediadi

KEMBALI KE MENU

Hal. 3/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

KERIPIK RENYAH UBI KAYU

1. PENDAHULUAN
Keripik renyah ini merupakan keripik ubi kayu yang berstektur lebih renyah dari
keripik sanjai. Pembuatan keripik ini lebih rumit dibanding keripik sanjai.
Berbeda dengan keripik sanjai, semua jenis ubi kayu dapat dijadikan keripik
renyah. Umbi diiris,kemudian direndam didalam larutan kapur, kemudian
direbus, dikeringkan dan terakhir digoreng. Tekstur keripik yang renyah
diperoleh karena proses perebusan dan pengeringan. Keripik ini biasanya diberi
bumbu garam, dan bawang putih.

2. BAHAN
1) Umbi Ubi kayu.
2) Kapur sirih.
3) Garam.
4) Bawang putih.

3. PERALATAN
1) Alat Pengiris.
2) Pisau dan talenan.
3) Baskom.
4) Panci.
5) Wajan..
6) Tungku kayu atau kompor.
7) Peniris.
8) Kantung plastik.
9) Sealer listrik.

4. CARA PEMBUATAN
1) Umbi diiris tipis, kemudian segera direndam di dalam larutan kapur jenuh
selama semalam (12-24 jam). Larutan kapur jenuh dibuat dengan
melarutkan kapur sirih sedikit demi sedikit sambil melakukan pengadukan di
dalam 100 liter air sampai ada sedikit dari kapur yang dapat larut.
Perendaman akan mengurangi kandungan asam sianitrat (HCN) umbi,
permukaan irisan lebih putih, dan tekstur lebih lama. Setelah perendaman,
irisan umbi dibilas dengan air bersih, kemudian ditiriskan.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

2) Sementara itu disiapkan air mendidih yang telah dibumbui (setiap 1 liter air
ditambah dengan garam 1 gram dan bawang putih 20 gram). Ke dalam air
mendidih ini dimasukkan irisan umbi. Tiga menit kemudian irisan harus
segera dikeluarkan dan ditiriskan.

3) Irisan umbi dijemur atau dikeringkan dengan alat pengirng sampai kadar air
dibawah 15% dengan tanda berbunyinya irisan jika dipatahkan.

4) Irisan umbi yang telah kering dapat disimpan sebelum digoreng, atau
langsung digoreng. Dianjurkan irisan digoreng di dalam banyak minyak
panas.

5) Keripik yang telah digoreng ditiriskan sampai dingin, kemudian disimpan


pada tempat tertutup rapat, atau dikemas didalam kotak karton.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

KERIPIK SANJAI UBI KAYU

1. PENDAHULUAN
Keripik ubi kayu merupakan salah satu makanan ringan yang banyak beredar di
pasaran. Makanan ini mudah pembuatannya dan dapat dikerjakan dengan
menggunakan alat-alat sederhana di rumahtangga. Di pasaran dijumpai
beberapa macam keripik ubi kayu, yaitu keripik jai, keripik sanjai balado, dan
keripik ubi kayu renyah.

Keripik sanjai merupakan keripik ubi kayu yang paling sederhana


pembuatannya. Ubi diiris tipis, kemudian langsung digoreng. Keripik sanjai yang
disukai adalaha tekstur renyah dan rasa gurih. Mutu keripik sangat tergantung
kepada jenis ubi kayu yang diolah. Ubi kayu yang paling cocok adalah varietas
lokal yang dikenal sebagai “ubi lanbau”.

Ubi lanbau termasuk jenis ubi kayu manis. Kulit ubi berwarna putih daging ubi
berwarna putih, daun pucuk berwarna hijau, dan tangkai berwarna merah. Pada
saat ini, ubi lanbau semakin berkurang ketersediannya di pasaran. Jenis ubi
kayu lain semakin banyak diolah walaupun menghasilkan keripik yang kurang
baik mutunya.

2. BAHAN
1) Umbi Ubi kayu.
2) Minyak goreng.

3. PERALATAN
1) Alat Pengiris.
2) Pisau dan talenan.
3) Baskom.
4) Wajan.
5) Tungku kayu atau kompor.
6) Peniris.
7) Kantung plastik.
8) Sealer listrik.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4. CARA PEMBUATAN
1) Umbi dikupas kulitnya, kemudian dicuci dan ditiriskan.
Umbi diiris tipis melintang atau membujur. Sebaiknya irisan umbi segera
digoreng. Akan tetapi, biasanya pada usaha pengolahan keripik sanjai, irisan
dikumpulkan dulu sampai cukup banyak (2 sampai 3 kg) kemudian baru
digoreng sekaligus. Yang perlu diperhatikan adalah mengusahakan agar
dalam waktu 15-25 menit irisan sudah digoreng. Jika lebih lama, irisan
mengalami ‘pencoklatan’ (warna menjadi coklat sampai kehitaman).

2) Irisan umbi digoreng dengan minyak panas (suhu 160-170°C) dalam jumlah
banyak (tiap 1 kg irisan membutuhkan 2 kg minyak). Selama penggorengan
dilakukan pembalikan – pembalikan secara pelan. Biasanya dalam waktu 10
menit keripik sudah matang.

3) Keripik panas ditiriskan sampai dingin. Setelah itu, keripik dapat dikemas
atau disimpan pada wadah tertutup rapat.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

KERIPIK SANJAI BALADO

1. PENDAHULUAN
Keripik ini adalah keripik sanjai yang diolesi dengan sejenis saos pedas yang
bahan baku utamanya adalah cabe.

2. BAHAN
1) Umbi Ubi kayu lanbau.
2) Minyak goreng
3) Bumbu-bumbu.

3. PERALATAN
1) Alat Pengiris.
2) Pisau dan talenan.
3) Baskom.
4) Panci.
5) Kuas
6) Wajan..
7) Tungku kayu atau kompor.
8) Peniris.
9) Kantung plastik.
10) Sealer listrik.

4. CARA PEMBUATAN
1) Mula-mula dibuat keripik sanjai irisan membujur. Cara pembuatan sama
dengan pembuatan keripik sanjai yang dijelaskan sebelumnya.
Sementara itu disiapkan saos pedas dengan cara berikut:
a. Cabe digiling halus. Untuk mendapatkan hasil giling yang halus cabe
digiling dengan mesin penggiling tipe cakram. Biasanya cabe giling halus
dapat dibeli dalam bentuk jadi di pasar.
b. Bawang putih (100 gram) dan merica (25 gram) digiling halus, kemudian
dicampur dengan cabe (1 kg) dan diaduk sampai rata. Setelah
ditambahkan gula pasir halus (400 gram) dan asam asetat glasial .
c. Campuran di atas dididihkan selama 15 menit sehingga diperoleh saos
pedas yang kental.

2) Keripik sanjai dioles permukaannya dengan saos menggunakan kuas paling


baik jika hal ini dilakukan pada saat saos masih panas.
1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

3) Keripik balado dikemas di dalam kantong plastik, kemudian ditutup rapat


dengan menggunakan sealer.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

KERIPIK TEMPE

1. PENDAHULUAN
Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji
kecipir, koro, kelapa dan lain-lain merupakan bahan pangan sumber protein dan
lemak nabati yang sangat penting peranannya dalam kehidupan. Asam amino
yang terkandung dalam proteinnya tidak selengkap protein hewani, namun
penambahan bahan lain seperti wijen, jagung atau menir adalah sangat baik
untuk menjaga keseimbangan asam amino tersebut.

Kacang-kacangan dan umbi-umbian cepat sekali terkena jamur (aflatoksin)


sehingga mudah menjadi layu dan busuk. Untuk mengatasi masalah ini, bahan
tersebut perlu diawetkan. Hasil olahannya dapat berupa makanan seperti
keripik, tahu dan tempe, serta minuman seperti bubuk dan susu kedelai.

Kedelai mengandung protein 35 % bahkan pada varitas unggul kadar


proteinnya dapat mencapai 40 - 43 %. Dibandingkan dengan beras, jagung,
tepung singkong, kacang hijau, daging, ikan segar, dan telur ayam, kedelai
mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi, hampir menyamai kadar
protein susu skim kering.

Bila seseorang tidak boleh atau tidak dapat makan daging atau sumber protein
hewani lainnya, kebutuhan protein sebesar 55 gram per hari dapat dipenuhi
dengan makanan yang berasal dari 157,14 gram kedelai.

Kedelai dapat diolah menjadi: tempe, keripik tempe, tahu, kecap, susu, dan
lain-lainnya. Proses pengolahan kedelai menjadi berbagai makanan pada
umumnya merupakan proses yang sederhana, dan peralatan yang digunakan
cukup dengan alat-alat yang biasa dipakai di rumah tangga, kecuali mesin
pengupas, penggiling, dan cetakan.

Tabel 1. Komposisi Kedelai per 100 gram Bahan

KOMPONEN KADAR (%)


Protein 35-45
Lemak 18-32
Karbohidrat 12-30
Air 7

Hal. 1/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Tabel 2. Perbandingan Antara Kadar Protein Kedelai Dengan Beberapa Bahan


Makanan Lain

BAHAN MAKANAN PROTEIN (% BERAT)


Susu skim kering 36,00
Kedelai 35,00
Kacang hijau 22,00
Daging 19,00
Ikan segar 17,00
Telur ayam 13,00
Jagung 9,20
Beras 6,80
Tepung singkong 1,10

Keripik tempe adalah jenis makanan ringan hasil olahan tempe. Kadar protein
keripik tempe cukup tinggi yaitu berkisar anatara 23% ~ 25%.

2. BAHAN
1) Tempe 5 kg
2) Tepung beras ½ kg
3) Minyak goreng 1 kg
4) Garam secukupnya
5) Ketumbar ½ sendok makan
6) Kemiri 5 gram
7) Bawang putih 3 siung
8) Santan secukupnya
9) Kapur sirih secukupnya

3. ALAT
1) Kompor
2) Alat penggorengan (wajan)
3) Baskom
4) Tampah (nyiru)
5) Pisau

4. CARA PEMBUATAN

1) Iris tempe tipis (± 1 ~ 1 ½ mm);


2) Haluskan bawang putih, ketumbar dan kemiri;

Hal. 2/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

3) Campurkan bumbu dengan tepung beras dan kapur sirih ke dalam baskom
beserta tepung beras dan kapur sirih. Bila diinginkan tambah garam sedikit;
4) Tuangkan santan sedikit demi sedikit ke dalam campuran tersebut sampai
membentuk adonan yang agak encer;
5) Masukkan tempe tipis ke dalam adonan lalu goreng;

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN KERIPIK TEMPE

Catatan :

Tabel 3. Hasil Analisis Kadar Air dan Kadar Protein Keripik Tempe

PRODUK PROTEIN (%) AIR (%)


Kedelai 35,00 13,52
Keripik tempe tipis 25,74 20,44
Keripik tempe biasa 23,76 8,89
Tempe biasa 14,72 59,67
Keripik tipis 5,81 63,19

Kebutuhan protein sebesar 55 gram per hari dapat dipenuhi dengan


mengkonsumsi keripik tempe sebanyak 224,5 gram.

6. DAFTAR PUSTAKA
Tri Radiyati et al. Kerupuk keripik. Subang : BPTTG Puslitbang Fisika Terapan-
LIPI, 1990. Hal. 21-26.

Hal. 3/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

7. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Agus Sediadi

KEMBALI KE MENU

Hal. 4/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

KERIPIK UBI JALAR

1. PENDAHULUAN
Serealia dan umbi-umbian banyak tumbuh di Indonesia. Produksi serealia
terutama beras sebagai bahan pangan pokok dan umbi-umbian cukup tinggi.
Begitu pula dengan bertambahnya penduduk, kebutuhan akan serealia dan
umbi-umbian sebagai sumber energi pun terus meningkat. Tanaman dengan
kadar karbohidrat tinggi seperti halnya serealia dan umbi-umbian pada
umumnya tahan terhadap suhu tinggi. Serealia dan umbi-umbian sering
dihidangkan dalam bentuk segar, rebusan atau kukusan, hal ini tergantung dari
selera.

Usaha penganekaragaman pangan sangat penting artinya sebagai usaha untuk


mengatasi masalah ketergantungan pada satu bahan pangan pokok saja.
Misalnya dengan mengolah serealia dan umbi-umbian menjadi berbagai bentuk
awetan yang mempunyai rasa khas dan tahan lama disimpan. Bentuk olahan
tersebut berupa tepung, gaplek, tapai, keripik dan lainya. Hal ini sesuai dengan
program pemerintah khususnya dalam mengatasi masalah kebutuhan bahan
pangan, terutama non-beras.

Ubi jalar merupakan salah satu jenis makanan yang mampu menunjang
program perbaikan gizi masyarakat. Nilai kalorinya cukup tinggi, yaitu 123
kalori/100 gram. Ubi jalar berkulit tipis dan berkadar air tinggi sehingga perlu
penanganan secara seksama selama proses panen, dan pengangkutan serta
penyimpanan sebelum dimanfaatkan. Apabila kulit yang tipis tersebut rusak,
maka akan mudah sekali mikroorganisme (bakteri, jamur, dll) masuk ke dalam
umbi, sehingga seluruh bagian umbi akan cepat rusak.

Tabel 1. Komposisi Ubi Jalar

Jenis Komponen %
Air Abu Pati Protein Gula Serat Kasar
Merah 79,59 0,92 17,06 1,19 0,43 5,24
Putih 64,66 0,98 28,19 2,07 0,38 2,38

Untuk memperpanjang masa simpan, ubi jalar dapat diolah menjadi keripik.

2. BAHAN
1) Ubi jalar 10 kg
2) Minyak goreng 1 kg
3) Garam dapur 120 gram

Hal. 1/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4) Natrium metabisulfit 1 ons


5) Air 10 liter

3. ALAT
1) Pisau
2) Dandang
3) Ember
4) Tungku atau kompor
5) Tampah (nyiru)

4. CARA PEMBUATAN
1) Pilih ubi yang baru dipanen lalu cuci. Kupas dan hilangkan bagian tunasnya;
2) Ubi jalar yang sudah dikupas cepat rendam dalam air untuk mencegah
perubahan warna;
3) Iris tipis-tipis dengan ketebalan 1 ½ ~ 2 ½ mm;
4) Untuk memperbaiki warna keripik dan menghilangkan rasa getir dapat
direndam dalam 10 liter air yang diberi 1 ons natrium metabisulfit;
5) Cuci dan tiriskan kemudian kukus selama 5 menit setelah air mendidih;
6) Tiriskan setelah dikupas;
7) Letakkan pada tampah lalu jemur. Irisan harus sering dibalik sebelum kering
untuk mencegah supaya tidak lengket;
8) Goreng irisan yang sudah kering. Irisan ubi yang dimasukkan jangan terlalu
banyak dan api jangan terlalu besar;
9) Keripik yang sudah digoreng biarkan beberapa lama, kemudian kemas
dalam kantong plastik, tutup rapat, dan simpan di tempat kering.

Catatan:
Ada beberapa cara dalam pembuatan keripik ubi jalar yaitu setelah
penggorengan ada yang dicampur dengan gula untuk menambah rasa manis.
Ada juga yang mencampurnya dengan merica untuk membuat rasa keripil lebih
hangat. Atau ada pula yang dicampur dengan bumbu dan cabai agar
mempunyai rasa pedas.

Hal. 2/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN KERIPIK UBI JALAR

6. DAFTAR PUSTAKA
Tri Radiyati et al. Kerupuk keripik. Subang :BPTTG Puslitbang Fisika Terapan
– LIPI, 1990. Hal. 9-14.

Hal. 3/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

7. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Agus Sediadi

KEMBALI KE MENU

Hal. 4/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

KERUPUK

1. PENDAHULUAN
Kerupuk adalah bahan kering berupa lempengan tipis yang terbuat daria donan
yang bahan utamanya adalah pati.

Berbagai bahan berpati dapat diolah menjadi kerupk, diantaranya adalah ubi
kayu, ubi jalar, beras, sagu, terigu, tapioka dan talas.

Pada umumnya pembuatan kerupuk adalah sebagai beikut : Bahan berpati


dilumatkan bersama atau tanpa bumbu, kemudian dimasak (direbus atau
dikukus) dan dicetak berupa lempengan tipis yang disebut kerupuk kering.
Sebelum dikonsumsi, keripik kering digoreng atau dipanggang terlebih dahulu.

Ikan, telur dan daging adalah bahan penyedap yang dapat digunakan pada
pembuatan kerupuk. Merica, bawang putih, bawang merah dan garam
merupakan bumbu utama.

2. BAHAN
1) Umbi Ubi kayu.
2) Garam.
3) Bawang putih.
4) Bubuk merica.

3. PERALATAN
1) Pisau dan talenan.
2) Kukusan.
3) Penggiling adonan.
4) Pembuat lembaran tipis kerupuk.
5) Gelang pemotong.
6) Pengering..
7) Wajan.
8) Tungku atau kompor.

4. CARA PEMBUATAN
1) Pengupasan dan pencucian umbi. Kulit umbi dikupas, kemudian dipotong-
potong sepanjang 5~10 cm. Setelah itu potongan umbi dicuci sampai bersih.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

2) Pemasakan dan pembuangan sumbu umbi. Potongan umbi yang telah dicuci
dikukus selama 1 jam sampai matang dan lunak. Setelah itu, umbi dibelah
untuk membuang sumbu umbi.

3) Penggilingan. Umbi yang telah dibuang sumbunya digiling sampai haus


bersama garam, bawang putih, dan merica yang telah dihaluskan
sebelumnya sampai menjadi adonan kerupuk. Jika tidak ada mesin,
pembuatan adonan dapat dilakukan dengan menumbuk umbi dengan
menggunakan lesung.

4) Pembuatan lembar tipis adonan:


a. Adonan umbi dijadikan berupa lembar tipis dengan alat pembuat lembaran
adonan. Ketebalan lembar tipis adonan perlu diusahakan berkisar antara
1~2 mm.
b. Jika tidak tersedia alat pembuat lembar adonan, pembuatan lembar
adonan dapat dilakukan dengan menggunakan botol, atau selinder kayu.
i). Segenggam besar adonan diletakkan di atas meja yang licin dan datar
yang telah dialasi dengan plastik.
ii). Adonan ini diratakan dan ditipiskan dengan botol atau selinder kayu
yang telah diolesi dengan minyak goreng sehingga diperoleh lembar
tipis adonan dengan ketebalan 1~2 mm.

5) Pemotongan lembar tipis adonan. Lembar tipis adonan yang terbuat, segera
dipotong dengan gelang pemotong atau dengan muka gelas. Hasil
pemotongan disebut dengan kerupuk basah.

6) Pengeringan kerupuk basah. Kerupuk basah harus segera dijemur atau


dikeringkan dengan alat pengering sampai kadar airnya di bawah 10%
dengan tanda berbunyinya kerupuk bila dipatahkan. Hasil pengeringan
disebut dengan kerupuk mentah.

7) Pengemasan kerupuk mentah. Kerupuk mentah dapat dikemas dalam


kantong plastik polietilen atau di dalam kotak karton. Kemasan harus ditutup
rapat agar kerupuk mentah terhindar dari uap air di luar.

8) Penggorengan. Kerupuk mentah yang dikonsumsi harus digoreng di dalam


minyak goreng panas (suhu 170°C) sambil dibalik-balik selama 1 menit.
Kerupuk yang akan digoreng harus cukup kering. Sebaiknya kerupuk mentah
dijemur terlebih dahulu sebelum digoreng.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

KERUPUK AMPAS TAHU

1. PENDAHULUAN
Ampas tahu dapat diolah menjadi kerupuk yang bernilai tambah lebih tinggi.
Pembuatan kerupuk ampas tahu mudah dilakukan dan murah biayanya. Dalam
pembuatan kerupuk ampas tahu, digunakan tapioka sebagai pengikat ampas.
Garam, bawang putih, dan merica ditambahkan sebagai bumbu.

2. BAHAN
1) Ampas tahu yang telah dikukus (2 kg).
2) Tapioka (1 kg)
3) Garam (30 gram)
4) Bawang putih (100 gram).
5) Merica (25 gram)
6) Udang saih kering (50 gram)
7) Monosodium glutamat (20 gram)

3. PERALATAN
1) Pemeras.
2) Pengaduk adonan.
3) Pengukus.
4) Pisau dan talenan
5) Tempat penjemuran.
6) Wajan
7) Kompor atau tungku
8) Timbangan.

4. CARA PEMBUATAN
1) Pengukusan ampas tahu. Ampas tahu diperas untuk mengurangi airnya.
Pemerasan dapat dilakukan dengan tangan, atau dipres dengan alat pres.
Setelah itu, ampas dikukus selama 30 menit.

2) Persiapan bumbu. Bawang, garam, merica dan udang saih digiling sampai
halus.

3) Pengadonan. Ampas yang telah dikukus (2 kg) dicampur dengan tapioka,


dan bumbu, kemudian diaduk sampai rata, licin dan kompak. Adonan ini

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

dibentuk seperti selinder dengan diameter 5-6 cm dan panjang 20 cm.


Adonan yang telah dibentuk ini disebut dengan dodolan.

4) Pengukusan dodolan. Dodolan dikukus selama 2 jam sampai bagian tengah


dodolan menjadi matang. Dodolan matang ini diangkat dan didinginkan.

5) Pengangin-anginan. Dodolan matang diangin-anginkan selama 3-5 hari


sampai dodolan mengeras dan mudah dipotong.

6) Pengirisan. Dodolan diiris tipis-tipis setebal 2-3 mm. Hasil pengirisan disebut
kerupuk basah.

7) Penjemuran. Kerupuk basah dijemur atau dikeringkan dengan alat pengering


sampai kering. Kerupuk yang sudah kering akan gemersik jika diaduk-aduk,
dan mudah dipatahkan. Hasil pengeringan disebut kerupuk kering.

8) Pengemasan kerupuk kering. Kerupuk kering dapat disimpan lama. Kerupuk


ini harus disimpan di dalam wadah yang tertutup rapat, atau dikemas di
dalam kantong plastik yang di seal secara rapat.

9) Penggorengan. Kerupuk kering digoreng di dalam minyak panas (170°C)


sambil dibalik-balik sampai kerupuk matang dan mekar.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

KERUPUK KULIT BUAH MELINJO

1. PENDAHULUAN
Kerupuk kulit buah melinjo dibuat dari buah melinjo yang merupakan limbah
pada pengolahan emping melinjo. Cara pembuatan produk ini cukup mudah
dengan menggunakan alat-alat sederhana yang biasa terdapat didapur
rumahtangga.

2. BAHAN
1) Kulit buah melinjo yang masih segar dan berwarna merah tua: 3 kg
2) Gula merah: 0,7 kg
3) Bawang putih: 15 siung
4) Cuka (25%): 10 ml
5) Cabe merah: 30 buah
6) Daun jeruk nipis: 20 helai
7) Ketumbar: 5 sdm
8) Sereh: 5 batang
9) Garam: 25 gram

3. PERALATAN
1) Penggiling. Alat ini digunakan untuk menggiling kulit buah melinjo sampai
halus. Blender dan lumpang dapat digunakan untuk menghaluskan kulit buah
melinjo dalam jumlah kecil. Mesin penggiling perlu digunakan jika jumlah kulit
melinjo akan dihaluskan cukup besar.
2) Kompor
3) Wajan

4. CARA PEMBUATAN
1) Pembersihan. Kulit melimjo dipilih yang merah tua, dan tidak busuk. Kotoran,
kerikil dan tanah dibuang. Kulit ini dicuci dengan air sampai bersih, kemudian
ditiriskan.

2) Pengeringan. Kulit melinjo yang telah dicuci bersih dijemur sampai kering
(kadar air di bawah 10%, atau dikeringkan dengan alat pengering.

3) Penggorengan. Kulit melinjo yang telah kering digoreng si dalam minyak


panas (suhu 1700C) sampai kering dan garing (selama 5-10 menit).

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4) Mempertahankan panas. Kulit melinjo yang telah garing dan masih panas
dimasukkan ke dalam termos agar bahan tetap panas.

5) Penyiapan bumbu
a. Bawang putih, daun jeruk, dan garam digiling sampai halus. Kemudian
campuran ini ditumis dengan sedikit minyak sampai berbau harum.
b. Sementara itu gula merah diiris tipis, sereh dipukul sampai memar, dan
cabe dibuang bijinya dan diiris tipis-tipis. Bahan-bahan ini dimasukkan
kedalam bumbu yang sedang ditumis, kemudian ditambah dengan
setengah gelas dan cuka. Pengadukan diteruskan sampai terbentuk
adonan bumbu kental.

6) Pembumbuan. Biji melinjo yang telah digoreng dan garing serta masih panas
segera dimasukkan ke dalam adonan bumbu, dan diaduk secara cepat
sampai tercampur merata.

7) Pengemasan. Keripik kulit melinjo dikemas di dalam kantong plastik


polietien, kemudian ditutup rapat.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

KERUPUK PULI
1. PENDAHULUAN
Kerupuk puli adalah sejenis kerupuk yang dibuat dari beras sebagai bahan
utama, dan bahan-bahan lainnya sebagai penyedap.

2. BAHAN
1) Beras (1 kg)
2) Udang saih kering (0,1 Kg)
3) Bawang putih (50 gram)
4) Garam (40 gram)
5) Merica (20 gram)
6) Minyak goreng
7) Gula (20 gram)

3. PERALATAN
1) Penggiling nasi. Alat ini digunakan untuk menggiling nasi sehingga menjadi
adonan yang dapat dicetak.
Pada usaha rumahtangga, adonan dapat dibuat dengan menumbuk nasi di
dalam lesung.
2) Wajan
3) Pisau dan talenan
4) Panci. Alat ini digunakan untuk memasak beras menjadi nasi.

4. CARA PEMBUATAN
1) Pencucian dan Pemasakan Beras
Beras dicuci hingga air bilasannya agak jernih. Setelah itu beras dimasak
sampai menjadi nasi. Setiap 1 kg beras dimasak dengan 2 liter air.

2) Penyiapan Bumbu
Bumbu yang digunakan adalah udang saih kering, bawang putih, garam dan
gula. Setiap 1 kg beras memerlukan 50 gram bawang putih, 50 gram, udang
saih kering, 20 gram gula pasir halus, dan 20 gram garam.
a. Udang masih mkering disangrai sampai kering tapi tidak sampai gosong.
Kemudian udang digiling atau diblender sampai halus.
b. Gula pasir digiling atau diblender sampai halus.
c. Bawang putih, dan garam digiling sampai halus, kemudian dicampur
dengan udang dan gula pasir yang sebelumnya telah dihaluskan.
Campuran ini disebut bumbu kerupuk.
1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

3) Pemberian Bumbu dan Penggilingan


Nasi yang baru masak dan masih panas dicampur sampai rata dengan
bumbu kerupuk. Setelah itu, nasi digiling atau ditumbuk sampai menjadi
adonan yang rata dan halus. Hasil yang diperoleh disebut adonan kerupuk.

4) Pembentukan Dodolan dan Penjemuran


a. Adonan tersebut dibentuk seperti selinder (panjang 20 cm dan diameter 6
cm) yang disebut dodolan mentah.
b. Dodolan mentah diangin-anginkan sampai setengah kering dan dapat
diiris

5) Pengirisan Dodolan
Dodolan yang telah diangin-anginkan tersebut diiris-iris dengan ketebalan 2-
3 mm. Hasil pengirisan ini disebut dengan kerupuk puli basah.

6) Penjemuran Kerupuk Puli Basah


Kerupuk puli basah dijemur atau dikeringkan dengan alat pengering sampai
kadar air di bawah 9 %. Hasil pengeringan ini disebut kerupuk puli kering.

7) Pengemasan
Kerupuk puli kering dikemas di dalam kantong plastik atau di dalam kotak
kaleng yang tertutup rapat.

8) Penggorengan
Kerupuk puli kering yang akan dikonsumsi harus digoreng sebelum
dikonsumsi. Penggorengan dilakukan di dalam minyak panas suhu 1700C.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

KERUPUK SAGU

1. PENDAHULUAN
---

2. BAHAN
1) Tepung Sagu.
2) Udang saih kering.
3) Bawang Putih.
4) Garam
5) Minyak goreng.

3. PERALATAN
1) Panci.
2) Pisau dan landasan iris.
3) Penggiling udang.

4. CARA PEMBUATAN
1) Penyiapan Bumbu
Komposisi. Mula-mula disediakan bumbu dengan jumlah sebagai berikut :
30-50 gram bawang putih, 50-75 gram udang saih kering, dan 10-20 gram
garam untuk setiap 1 kg tepung sagu.
Penyiapan bumbu:
a. Bawang putih digiling harus bersama garam.
b. Udang saih kering dijemur atau dikeringkan sampai benar-benar kering
(kadar air (6%). Udang dapat juga disangrai sampai kering. Udang yang
telah kering tersebut digiling sampai halus berupa tepung udang.
c. Tepung udang dicampur dengan bawang putih yang telah digiling halus.
Campuran ini diaduk sampai rata. Campuran ini disebut dengan bumbu
kerupuk.

2) Pembuatan Biang Kerupuk


a. Pencampuran dengan bumbu kerupuk. Tepung sagu dibagi dua, yaitu
bagian A (1/3 bagian) dan bagian B (2/3 bagian). Bagian A dicampur

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

dengan air dan bumbu kerupuk. Setiap 1 kg tepung sagu dicampur


dengan 1,7 liter air. Campuran tersebut diaduk sampai rata.
b. Pemasakan. Campuran di atas dimasak sambil diaduk sampai menjadi
lem kental. Hasil pemasakan ini disebut dengan biang kerupuk.

3) Pembuatan Adonan
a. Pembuatan adonan. Biang kerupuk dicampur sedikit demi sedikit dengan
tepung sagu bagian B sambil diaduk dan diulen sampai menjadi adonan
yang homogen, tidak lengket di tangan.
b. Pembentukan adonan. Adonan dibentuk menjadi selinder dengan
panjang 20-25 cm dan diameter 4-5 cm. Adonan yang berbentuk selinder
ini disebut dengan dodolan.

4) Pengukusan Dodolan
Dodolan dikukus selama 1-2 jam sampai bagian dalamnya matang. Hasil
yang diperoleh disebut dengan dodolan matang.

5) Pendinginan Dodolan
Dodolan matang didinginkan dan dibiarkan selama 24 jam di suhu ruang
kemudian di dalam lemari pendingin, juga selama 24 jam sehingga dodol
mengeras dan mudah dipotong yang disebut dengan dodolan matang keras.

6) Pengirisan dan Pengeringan Keripik Basah


a. Dodolan matang keras diiris tipis-tipis (ketebalan 2 mm) dengan pisau
atau dengan mesin pengiris sehingga diperoleh kerupuk basah.
b. Kerupuk basah diangin-anginkan selama 12 jam, kemudian dijemur atau
dikeringkan dengan alat pengering sehingga kadar airnya 8-10 liter
dengan tanda mudahnya kerupuk dipatahkan.

7) Penyimpanan
Kerupuk kering dapat dikemas di dalam kantong plastik, kotak plastik atau
kotak kaleng.

8) Penggorengan
Kerupuk mentah digoreng di dalam minyak goreng panas dalam keadaan
terendam pada suhu 170°C selama 10-20 detik sambil dibalik-balik.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

KERUPUK TERUNG

1. PENDAHULUAN
Sayuran, terutama yang berdaun hijau, merupakan salah satu bahan pangan
yang baik karena mengandung vitamin dan mineral, antara lain vitamin C,
provitamin A, zat besi, dan kalsium. Sayuran yang paling banyak di Indonesia
adalah kangkung, bayam, katuk, daun mlinjo, dan petsai (Oomen, dkk, 1984).
Sayuran dapat tumbuh pada berbagai kondisi lingkungan dan suhu yang
berbeda, sehingga beragam jenisnya.

Berbagai sayuran dapat ditanam di sekitar pekarangan dalam upaya untuk


menggalakkan usaha penganekaragaman pangan yang disebut lumbung hidup.
Dengan adanya program pemerintah tersebut diharapkan hasil panen sayuran
akan berlimpah.

Ada beberapa jenis sayuran yang dapat dimanfaatkan misalnya yang berbentuk
buah seperti tomat, terung, dan labu; biji seperti kecipir, kelapa, dan kentang;
umbi seperti wortel, bawang, dan bit; tunas (asparagus), bunga (kubis), dan
daun seperti petsai, kangkung, bayam, dan lain-lain.

Salah satu sifat sayuran adalah cepat layu dan busuk akibat kurang cermatnya
penanganan lepas panen. Untuk memperpanjang masa simpannya dapat
dilakukan dengan berbagai pengolahan, misalnya acar, sauerkraut, sayuran
asin, kerupuk, dan lain-lain.

Terung yang diolah menjadi kerupuk ternyata memiliki rasa yang tidak kalah
dengan kerupuk yang terbuta dari umbi-umbian lainnya.

2. BAHAN
1) Terung besar 5 kg
2) Air secukupnya
3) Pasir (untuk menyangrai) secukupnya

Hal. 1/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

3. ALAT
1) Pisau dan garpu
2) Alat penumbuk (lumpang dan alu)
3) Kerancang
4) Rak penjemuran
5) Penggorengan (wajan)
6) Kompor atau tungku

4. CARA PEMBUATAN
1) Tusuk-tusuk terung utuh dengan garpu supaya airnya keluar. Masukkan ke
dalam lumpang dan tumbuk dengan alu sampai bentuknya menjadi kecil dan
padat, tetapi jangan sampai hancur;

2) Belah terung dan kerok bagian dalamnya. Biarkan selama 1 hari dalam
keranjang;
3) Jemur selama 3 hari sampai kulitnya kering;
4) Rendam terung kering dalam air kira-kira 2 jam sampai lembek. Kemudian
kerik permukaan terung dengan pisau dan jemur lagi slama 1 hari;
5) Lakukan kembali proses perendaman, pengerikan, dan pengeringan sampai
3 kali. Setelah kering, sangrai terung dengan pasir di atas api selama 3 jam;
6) Terung harus digoreng dahulu dengan minyak sebelum dihidangkan.

Hal. 2/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN KERUPUK TERUNG

6. DAFTAR PUSTAKA
Tri Radiyati et.al. Kerupuk keripik. Subang : BPTTG Puslitbang Fisika Terapan
– LIPI, 1990. Hal. 41

Hal. 3/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

7. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Sarwedi

KEMBALI KE MENU

Hal. 4/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

KERUPUK UDANG

1. PENDAHULUAN
Kerupuk udang adalah sejenis kerupuk yang dibuat dari tapioka sebagai bahan
utama, dan udang serta bahan-bahan lainnya sebagai bumbu/penyedap.

2. BAHAN
1) Tapioka (1kg)
2) Udang saih kering (0,1 kg)
3) Kuning telur (1 butir)
4) Bawang putih (50 gram)
5) Garam (40 gram)
6) Merica (20 gram)
7) Minyak goreng
8) Gula (20 gram)

3. PERALATAN
Penggiling udang. Alat ini digunakan untuk menggiling udang kering menjadi
tepung udang. Untuk usaha rumahtangga dapat menggunakan blender atau
batu penggiling cabe.

4. CARA PEMBUATAN
1) Bawang putih digiling halus, kemudian dicampur dengan bubuk merica.
Campuran ini ditumis sampai agak harum.
2) Udang saih dijemur atau dikeringkan sampai benar-benar kering (kadar air
<6%). Udang dapat juga disangrai sampai kering. Udang yang telah kering
tersebut digiling sampai halus berupa tepung udang.
3) Tepung udang dicampur dengan bumbu yang telah ditumis, garam, kuning
telur dan gula. Campuran ini diaduk sampai rata. Campuran ini disebut
udang bumbu.
4) Tapioka dicampur sampai rata dengan terigu (1 bagian terigu dengan 0,1
bagian tapioka). Campuran ini dibagi dua sama banyak, masing-masing
dinamakan tepung A dan tepung B.
5) Tepung A dicampur rata dengan udang bumbu, kemudian ditambah dengan
air (0,25 bagian air untuk setiap 1 bagian tepung bagian A). campuran ini
diaduk sampai rata, kemudian direbus sehingga menjadi lem.
6) Tepung B dimasukkan ke dalam lem sedikit demi sedikit sambil diaduk
sehingga diperoleh adonan yang halus dan tidak lengket.
1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

7) Adonan tersebut dibentuk seperti selinder (panjang 20 cm dan diameter 6


cm) yang disebut dengan dodolan mentah.
8) Dodolan dikukus selama 1-2 jam sampai bagian dalamnya matang. Hasil
yang diperoleh disebut dengan dodolan matang.
9) Dodolan matang didinginkan dan dibiarkan selama 24 jam di suhu ruang,
kemudian 24 jam lagi di dalam lemari pendingin sehingga dodolan
mengeras dan mudah dipotong yang disebut dengan dodolan matang
keras.
10) Dodolan matang keras diiris tipis-tipis dengan pisau atau dengan mesin
pengiris sehingga diperoleh kerupuk basah.
11) Kerupuk basah diangin-anginkan selama 12 jam, kemudian dijemur atau
dikeringkan dengan alat pengering sehingga kadar airnya kurang dari 8%
dengan tanda mudahnya kerupuk dipatahkan.
12) Kerupuk kering dapat dikemas di dalam kantong plastik, kotak plastik, atau
kotak kaleng.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

KERUPUK UDANG ATAU IKAN

1. PENDAHULUAN
Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat selain
sebagai komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses pembusukan
dibandingkan dengan bahan makanan lain. Bakteri dan perubahan kimiawi
pada ikan mati menyebabkan pembusukan. Mutu olahan ikan sangat
tergantung pada mutu bahan mentahnya.

Tanda ikan yang sudah busuk:


- mata suram dan tenggelam;
- sisik suram dan mudah lepas;
- warna kulit suram dengan lendir tebal;
- insang berwarna kelabu dengan lendir tebal;
- dinding perut lembek;
- warna keseluruhan suram dan berbau busuk.

Tanda ikan yang masih segar:


- daging kenyal;
- mata jernih menonjol;
- sisik kuat dan mengkilat;
- sirip kuat;
- warna keseluruhan termasuk kulit cemerlang;
- insang berwarna merah;
- dinding perut kuat;
- bau ikan segar.

Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi
masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Namun ikan cepat
mengalami proses pembusukan. Oleh sebab itu pengawetan ikan perlu
diketahui semua lapisan masyarakat. Pengawetan ikan secara tradisional
bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak
memberikan kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak. Untuk
mendapatkan hasil awetan yang bermutu tinggi diperlukan perlakukan yang
baik selama proses pengawetan seperti : menjaga kebersihan bahan dan alat
yang digunakan, menggunakan ikan yang masih segar, serta garam yang
bersih. Ada bermacam-macam pengawetan ikan, antara lain dengan cara:
penggaraman, pengeringan, pemindangan, perasapan, peragian, dan
pendinginan ikan.

Hal. 1/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Tabel 1. Komposisi Ikan Segar per 100 gram Bahan

KOMPONEN KADAR (%)


Kandungan air 76,00
Protein 17,00
Lemak 4,50
Mineral dan vitamin 2,52-4,50

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa ikan mempunyai nilai protein tinggi, dan
kandungan lemaknya rendah sehingga banyak memberikan manfaat kesehatan
bagi tubuh manusia.

Manfaat makan ikan sudah banyak diketahui orang, seperti di negara Jepang
dan Taiwanikan merupakan makanan utama dalam lauk sehari-hari yang
memberikan efek awet muda dan harapan hidup lebih tinggi dari negara
lainnya. Penggolahan ikan dengan berbagai cara dan rasa menyebabkan orang
mengkonsumsi ikan lebih banyak.

Kerupuk udang atau ikan adalah produk makanan kering yang berasal dari
udang atau ikan yang dicampur dengan tepung tapioka atau tepung terigu.
Limbah Kulit dan kepala udang dapat digunakan untuk bahan pembuat petis
dan terasi.

2. BAHAN
1) Udang segar ¾ kg
2) Tepung terigu 3 kg
3) Tepung tapioka ¾ kg
4) Bawang putih 60 gram (12 siung)
5) Garam dapur 3 sendok makan
6) Bleng 3 sendok makan

3. ALAT
1) Baskom
2) Dandang
3) Alat penghancur bumbu (cobek)
4) Pisau
5) Tampah (Nyiru)
6) Kompor
7) Laoyang
8) Sendok Kayu
9) Sendok Makan

Hal. 2/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4. CARA PEMBUATAN
1) Kupas udang, kemudian buang kepala dan kulitnya. Selanjutnya cuci dengan
air bersih;
2) Tumbuk udang sampai halus;
3) Haluskan bawang putih dan garam, kemudian campurkan dengan udang
yang telah dihaluskan. Aduk-aduk dan remas-remas sampai adonan
bercampur menjadi satu;
4) Larutkan bleng dengan air panas, kemudian campurkan dengan adonan tadi;
5) Setelah tercampur rata, tambahkan tepung terigu, tepung tapioka, dan air.
Aduk-aduk adonan sampai kental;
6) Tuangkan adonan ke dalam loyang, kemudian kukus sampai matang lalu
dinginkan;
7) Iris-iris adonan dengan tebal ± 0,1 ~ 0,2 mm, kemudian jemur sampai kering;

Catatan:

Tabel 2. Komposisi Kerupuk Ikan dan Udang

KOMPONEN KERUPUK IKAN KERUPUK UDANG


Karbohidrat (%) 65,6 68,0
Air (%) 16,6 12,0
Protein (%) 16 17,2
Lemak (%) 0,4 0,6
Kalsium (mg/100 gram) 2,0 332,0
Fosfor (mg/100 gram) 20,0 337,0
Besi (mg/100 gram) 0,1 1,7
Vitamin A (IV) 0 50,0
Vitamin B1 - 0,04

Tabel 3. Standar Mutu Krupuk

STANDAR MUTU
KARAKTERISTIK I II
UDANG IKAN UDANG IKAN
Kadar air (%) maksimum 12,0 12,0 12,0 12,0
Kadar protein (%) minimum 4,0 5,0 2,0 5,0
Kadar abu tidak larut dalam asam (%) maks. 1,0 1,0 1,0 1,0
Benda asing (%) maksimum 1,0 1,0 1,0 1,0
Bau (mg) Khas Khas Khas Khas

Hal. 3/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN KERUPUK UDANG / IKAN

6. DAFTAR PUSTAKA
Saraswati. Membuat kerupuk udang. Jakarta : Bhratara Karya Aksara, 1986.

Hal. 4/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

7. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Agus Sediadi

KEMBALI KE MENU

Hal. 5/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

KOLANG KALING MENTAH

1. PENDAHULUAN
Kolang-kaling adalah produk hasil perebusan endosperm biji buah aren yang
masih muda. Kolang-kaling berwarna putih bening, mengkilat, dan bertekstur
kenyal dan lunak.

Kolang-kaling dijual dalam keadaan terendam di dalam air dan disebut sebagai
kolang-kaling mentah. Kolang-kaling ini belum ditambah dengan gula dan
bahan-bahan lainnya.

Kolang-kaling digunakan sebagai campuran minuman ber-es (seperti es tebak,


es teler), dan cock tail.]

Pengolahan kolang-kaling mentah tidak sulit dilakukan. Alat-alat yang


digunakan cukup sederhana, dan biayanya tidak mahal.

2. BAHAN
1) Buah aren
2) Larutan kapur sirih. Larutan kapur sirih dibuat dengan melarutkan kapur sirih
ke dalam air. Setiap 1 liter air ditambah dengan 50 g kapur sirih. Campuran
ini diaduk sampai kapurnya larut secara merata.

3. PERALATAN
1) Pisau dan talenan. Alat ini digunakan untuk membelah buah aren dan
mengeluarkan endospermnya.
2) Wadah perebus. Alat ini digunakan untuk merebus buah aren yang akan
diolah menjadi kolang-kaling.
3) Wadah perendaman. Alat ini digunakan untuk merendam kolang-kaling yang
baru dikeluarkan dari buah aren. Wadah yang digunakan adalah wadah
yang tahan asam. Wadah ini dapat berupa ember dan baskom plastik, atau
bak dari plastik lembaran yang sisinya diganjal dengan papan.
4) Wadah pencucian. Alat ini digunakan untuk mencuci kolang-kaling. Ember
dan baskom dapat digunakan sebagai wadah pencucian.

4. CARA PEMBUATAN
1) Perebusan buah. Buah dilepas dari tangkainya, kemudian direbus di dalam
air mendidih selama 1-2 jam. Perebusan akan memudahkan endosperm
1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

dilepaskan dari buah dan menghilangkan lendir yang dapat menyebabkan


kulit tersa gatal. Setelah itu, biji dan air rebusan dibiarkan sampai suam-
suam kuku.

2) Pelepasan endosperm. Buah dibelah agar kulit bagian luar dapat


dilepaskan. Setelah itu kulit tipis yang menyelimuti endosperm diiris, dan
endospermnya dilepaskan. Endosperm ini disebut dengan kolang-kaling.
Kolang-kaling ini berwarna putih agak bening. Proses iniharus dilakukan
dengan hati-hati agar endosperm tidak terluka atau teriris.

3) Perendaman dengan kapur. Kolang-kaling yang baru dikeluarkan dari buah


aren direndam di dalam larutan kapur selama 48-72 jam untuk
mengendapkan kotoran-kotoran, dan menjadikannya lebih kenyal. Setelah
itu kolang-kaling ditiriskan.

5) Pencucian. Kolang-kaling yang telah ditiriskan tersebut dicuci dengan air


bersih, kemudian direndam dengan air bersih selama 3 jam. Setelah itu
kolang-kaling dicuci lagi.

6) Penyimpanan. Kolang-kaling yang telah dicuci tersebut, harus disimpan di


dalam air dingin bersih. Karena itu, kolang-kaling diangkut dan dijual dalam
keadaan terendam di dalam air bersih. Kolang kaling seperti ini disebut
kolang-kaling mentah.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

KONSENTRAT PAPAIN

1. PENDAHULUAN
Getah buah pepaya mengandung enzim papain. Enzim inidapat digunakan
untuk mengempukkan daging mentah. Daging dari ternak yang sudah tua atau
ternak yang banyak melakukan kegiatan fisik, biasanya mempunyai daging
yang a lot. Agar empuk, daging tersebut sebelum dimasak dibungkus papain,
kemudian disimpan selama 2 sampai 3 jam. Daging mentah yang akan di sate,
juga dianjurkan diberi perlakuan tersebut agar daging menjadi lebih empuk dan
tidak alot.

2. BAHAN
Getah buah pepaya

3. PERALATAN
1) Pisau. Pisau digunakan untuk menoreh buah pepaya untuk penyadap.
Pisau harus tipis, tajam, licin dan tahan karat.

2) Mangkok. Mangkok digunakan uantuk menampung getah pepaya yang


disadap dari buah pepaya muda. Mangkok terbuat dari bahan yang tidak
mudah berkarat, ringan dan tidak mudah pecah. Biasanya dari aluminium.
Mulut mangkok berukuran 6~7 cm, dan tinggi 4~5 cm.

3) Penyangga. Penyangga digunakan untuk meletakkan mangkok. Penyangga


dapat berupa papan ringan atau tampah. Penyangga ini diikatkan pada
pohon pepaya 8~10 cm di bawah buah terendah yang disadap.

4) Alat pengering. Alat ini digunakan untuk mengeringkan getah pepaya


menjadi konsentrat papain kasar dengan kadar air maksimal 9%.

5) Wadah pengemas. Wadah pengemas digunakan untuk mengemas


konsentrat papain agar terlindung dari kontaminasi dan uap air di udara.
Wadah pengemas dapat berupa botol bermulut lebar dengan penutup ulir
dan berwarna gelap, botol plastik yang tidak transparan, kantong plastik
aluminium foil, dan kantong plastik polictilcn.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4. PENYADAPAN
Penyadapan dilakukan terhadap buah muda yang berdiameter sekitar 6~7 cm.
Kulit buah ditorek sedalam 0,5 cm dari atas ke bawah. Torehan dibuat
sebanyak 4 buah setiap buah pepaya.

Pada waktu melakukan penyadapan, perlu dihindarkan kulit tidak terkena


getah. Papain yang terkandung pada getah dapat menyebabkan gatal
dankerusakan kulit. Dianjurkan menggunakan sarung tangan karet selama
melakukan kegiatan ini.

Dari torehan akan menetes getah buah. Tetesan getah ditampung dengan
mangkok, Mangkok tersebut diletakkan pada penyangga. Penyangga ini
diikatkan 10 cm di bawah buah terendah.

Bagian dalam mangkok dapat dilapisi dengan kain blacu yang terbuat dari
katun. Pelapisan ini berguna untuk mencegah terperciknya getah keluar
mangkok dan memudahkan pada waktu melepaskan getah dari mangkok.
Getah dapat dilepaskan dengan menarik kain blacu.

Penorehan dapat dilakukan setiap 2 atau 3 hari. Paling sedikit, penorehan


dilakukan sekali dalam seminggu. Perlu diusahakan agar penorehan baru
berjarak 2 cm dari penorehan sebelumnya.

Biasanya tetesan getah akan terhenti setelah 1 jam penorehan. Setelah tidak
ada getah yang menetes, getah dikeluarkan dari mangkok. Getah menempel
kuat pada mangkok. Karena itu perlu dikerok-kerok untuk melepaskannya dari
mangkok. Jika mangkok dilapisi kain blacu, getah lebih mudah dilepaskan dari
mangkok, yaitu dengan menarik kain pelapis mangkok.

5. CARA PEMBUATAN
1) Reduksi Molekul Pro Papain Menjadi Papain
Molekul papain pada getah papain merupakan pro papain yang mempunyai
ikatan disulfida. Bila ikatan disulfida ini direduksi (diputus) maka dihasilkan
molekul papain yang aktif (dapat mengakatalisa pemutusan ikatan peptida).
Senyawa preduksi yang digunakan adalah senyawa sulfit dalam bentuk
natrium bisulfit.
a) Natrium busulfit dan NaCl dilarutkan di dalam air. Setiap 1 liter air
memerlukan 14 gram natrium bisulfit dan NaCl 3 gram. Campuran ini
diaduk sehingga diperoleh yang homogen. Larutan ini disebut larutan
pengaktif.
b) Larutan pengaktif dicampur dengan getah pepaya. Tiap 1 kg getah
pepaya dicampur dengan 1 liter larutan pengaktif. Campuran ini diaduk
sampai rata sehingga berupa bubur.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

c) Bubur tersebut disaring dengan kain sering untuk membuang kotoran-


kotorannya.

2) Pengeringan Getah
Getah pepaya perlu dikering segera. Jika langit berawan sehingga tersedia
panas matahari yang mencukupi, getah dikeringkan dengan alat pengering
suhu 55~600 C. Getah yang tidak segera dikeringkan atau tidak tersedia
panas yang mencukupi selama pengeringan akan berwarna sawo matang
dan berbau busuk.
Getah yang sudah mengering disebut konsentrat papain. Kadar air
konsentrat ini sebaiknya maksimum 9%.

3) Hasil
Rata-rata setiap pohon dapat menghasilkan 0,25 sampai 0,35 kg getah
kering per tahun. Pohon yang sehat dapat disadap selama 3 tahun, yang
mulai dari umur 1 tahun sampai umur 3 tahun. Semakin tua, semakin turun
produksi getah. Setiap Ha kebun pepaya, dapat dihasilkan getah kering 67 -
135 kg per tahun.

4) Penggilingan
Konsentrat papin yang telah cukup kering, kemudian digiling sampai halus.
Jika jumlahnya tidak banyak, penggilingan dapat dilakukan dengan
menggunakan blender. Jika jumlahnya cukup banyak, penggilingan
dilakukan dengan mesin penggiling.

5) Pengemasan
Tepung konsentrat papain harus harus disimpan pada wadah tertutup.
Wadah yang dapat digunakan ialah:
a) Botol kaca bermulut lebar dengan penutup ulir, dan kacanya berwarna
gelap.
b) Botol plastik yang tidak bening, dan bermulut lebar dengan penututup ulir.
c) Kantong plastik yang berlapis aluminium
d) Kantong kertas yang dimasukkan ke dalam plasitk polietilen.

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

6. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Tel. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

LEM KULIT KERING

1. PENDAHULUAN
Lem kulit kering digunakan sebagai bahan baku perekat kayu. Cara
pengolahannya cukup sederhana dan tidak banyak memerlukan biaya. Kulit
split (sisa pengolahan kulit samak, atau kerupuk kulit) direndang dengan kapur,
dipotong-potong, direbus, kemudian dikeringkan menjadi lem kulit kering. Lem
kulit kering ini perlu dimasak dengan air sebelum digunakan sebagai perekat
kayu.

2. BAHAN
1) Kulit. Segala jenis kulit ternak mamalia (kambing, sapi dan kerbau) dari
berbagai kualitas dapat digunakan sebagai bahan baku lem.
2) Kapur sirih.
3) Larutan HCl 0,5%. Larutan ini dibuat dengan melarutkan HCl pekat (5 ml) di
dalam 1 liter air.
4) Larutan indikator fenolptalein. Bahan ini adalah indikator asam basa. Pada
suasana basa berwarna biru, dan asam berwarna merah.
5) Wadah perebus. Wadah ini digunakan untuk merebus kulit sampai
terhidrolosis sehingga larut di dalam air tersebut. Panci dari besi baja atau
stainless steel dapat digunakan sebagai wadah perebus.
6) Kompor atau Tungku Hemat Energi.
7) Cetakan. Alat ini digunakan untuk mencetak lem. Alat berupa baki tipis (2
mm) yang dibuat dari plat aluminium atau stainless steel.
8) Pengering. Alat ini digunakan untuk mengeringkan lem. Berbagai alat
pengering dapat digunakan untuk mengeringkan lem.

3. PERALATAN
1) Wadah perendam. Alat ini digunakan untuk merendam kulit di dalam larutan
kapur. Baskom atu ember plastik, bak plastik atau bak fiber glass dianjurkan
untuk keperluan tersebut.
2) Pemotong. Alat ini digunakan untuk memotong kulit menjadi kecil-kecil (1-2
cm). Pisau daging besar dan talenan dapat digunakan sebagai pemotong.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4. CARA PEMBUATAN
1) Kulit dibersihkan dari bulu, lemak dan sisa-sisa jaringan otot dan daging.
Kemudian kulit dipotong kecil-kecil.

2) Sementara itu disiapkan larutkan kapur. Kapur sirih dimasukkan kedalam


air (100 gram kapur untuk 1 leter air) kemudian diaduk sampai semua
bongkahan kapur hancur.

3) Potongan kulit dimasukkan ke dalam larutan kapur dan dibiarkan terendam


selama 3 hari. Selama perendaman, dilakukan pengadukan sesering
mungkin.

4) Setelah direndam, potongan kulit dicuci sampai tidak ada butiran kapur
yang tertinggal pada kulit. Setelah itu kulit direndam di dalam larutan HCl
0,5% sambil diaduk-aduk selama 2 jam. Perendaman ini bertujuan untuk
menetralkan kapur.

5) Setelah perendaman, kulit ditiriskan, kemudian diambil beberapa buah


potongan kulit dan ditetesi dengan larutan fenolptalein. Jika bagian yang
ditetesi berwarna merah, berarti tidak ada lagi sisa kapur dan kulit tidak
perlu direndam lagi di dalam larutan asam yang baru.

6) Kulit dicuci dengan air bersih, kemudian ditiriskan.

7) Kulit dimasak didalam air bersuhu 80-900C. Jumlah air adalah 2-3 kali berat
potongan kulit. Proses ini dilakukan selama 7 jam sambil diaduk sampai
kulait terhidrolisa, ditandai dengan larutnya kulit menjadi cairan kental.

8) Cairan kulit panas tersebut disaring untuk menghilangkan bahan-bahan


tidak larut dalam kotoran lainnya.

9) Cairan dimasak lagi (suhu 80-900C) sampai cairan menjadi sangat kental.

10) Cairan kental dituangkan ke dalam cetakan (setebal 1-2 mm), kemudian
dibiarkan mengeras pada suhu kamar.

11) Setelah mengeras, produk dikeluarkan dari cetakan, kemudian dijemur atau
dikeringkan sampai kadar air dibawah 15%. Produk yang telah kering
berwarna mengkilat dan keras seperti kerupuk.

12) Lem di atas perlu dimasak dengan air sampai larutkan jika akan digunakan
sebagai lem kayu.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

MANISAN BASAH BENGKUANG

1. PENDAHULUAN
Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah
kering dengan kadar air sekitar 25%,dankadar gula di atas 60%). Kondisi ini
memungkinkan manisan dapat disimpan lama karena kebanyakan mikroba
tidak dapat tumbuh pada bahan.

Manisan bengkuang belum dikenal oleh masyarakat, dan produk ini belum
tersedia di pasaran Walaupun demikian, produksi ini merupakan alternatif
usaha yang mungkin menguntungkan karena cara pembuatannya sederhana,
tidsk mahal, dan penampilan produk cukup menarik.

Ada dua jenis manisan yaitu manisan basah dan manisan kering. Manisan
basah tidak dapat disimpan lama dan penyimpananya dianjurkan didalam
lemari pendingin (kulkas). Sedangkan manisan kering dapat disimpan lama,
dan dapat disimpan pada suhu ruang.

2. BAHAN
1) Umbi bengkuang. Jumlah 10 kg.

2) Larutan gula pasir. Larutan gula pasir diperlukan untuk merendam irisan
bengkuang agar gula meresap kedalam jaringan buah sehingga buah
menjadi manis.
Gula pasir yang digunakan adalah yang berwarna putih dan bersih. Untuk
membuat 1 liter larutan gula 40%. Gula sebanyak 400 gram dimasukan
dalam panci, kemudian ditambahkan air sedikit demisedikit sambil diaduk
sampai volume mencapai 1 liter. Jumlah larutan yang dibutuhkan: 5liter

3) Pengawet Pengawet yang digunakan adalah sodium benzoat. Senyawa ini


dapat menghambat pertumbuhan mikroba perusak makanan. Jumlah 4
gram.

4) Asam sitrat. Bahan ini digunakan untuk mengasamkan atau untuk


menurunkan pH menjadi 3,8-4,4. Kondisi asam atau pH rendah dapat
menghambat pertumbuhan mikroba perusak. Jumlah 10 gram.

5) Larutan penguat jaringan buah. Larutan ini digunakan untuk menguatkan


jaringan irisan umbi. Larutan ini mengandung ion Ca2. Ion tersebut diperoleh
dengan melarutkan Ca Co3 (kapur sirih) Kapur sirih merupakan senyawa
sumber ion Ca2 yang paling murah dan paling mudah ditemukan dipasaran.
1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Kapur sirih dilarutkan di dalam air dengan konsentrasi 0,2 –0,3%, yaitu
dengan melarutkan 2 sampai 3 gram kapur sirih kedalam 1 liter air. Jumlah
larutan yang dibutuhkan: 10 liter.

6) Larutan penghambat reaksi pengocoklatan. Larutan ini diperlukan agar buah


tidak berubah menjadi kecoklatan, atau warna gelap lainnya. Larutan
mengadung ion sulfit yang berasal dari sodium bisulfit, sodium meta bisulfit,
atau dari pelarutan gas belerang dioksida di dalam air.
Natrium bisulfit dilarutan di dalam ari dengan konsentrasi 0,18 – 0,22%, yaitu
dengan melarutkan 1,8 – 2,2 gram natrium bisulfit di dalam 1 liter air. Jumlah
larutan yang dibutuhkan 10 liter.

3. PERALATAN
1) Pisau dan landasanya. Alat ini digunakan untuk mengupas dan mengiris
buah bengkuang.
Disarankan menggunakan dua pisau yang berbeda. Untuk pengupasan
digunakan pisau yang biasa digunakan di rumah tangga. Sedangkan untuk
mengiris digunakan pisau besar yang biasa digunakan untuk pemotong dan
pencincang daging.

2) Baskom. Baskom digunakan untuk perendaman iriasan bengkuang.

3) Kemasan. Kemasan adalah wadah untuk mengemas manisan bengkuang.


Kemasan yang ekonomis yang dapat digunakan adalah kantong plastik
politien.

4) Sealer. Alat ini digunakan untuk menutup kantong plastik dengan


menggunakan panas.

5) Alat pengering. Alat ini digunakan untuk mengeringkan irisan bengkuang


sampai kadar air di bawah 9%.

6) Refraktometer. Alat ini digunakan untuk mengukur konsentrasi larutan


sukrosa secara cepat.

4. CARA PEMBUATAN

A. Cara Pengolahan I

1) Pengirisan dan perendaman di dalam larutan kapir sirih


Umbi dikupas, dan dicuci sampai bersih, kemudian diiris atau dipotong
berbentuk dadu, selanjutnya direndam didalam larutan kapur sirih selama 1
jam. Setelah itu, umbi dicuci dengan air bersih dan ditiriskan.
2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

2) Perendaman di dalam larutan sulfit


Larutan sulfit dipanaskan sampai suhu 64-68oC. Kemudian umbi
direndamkan ke dalam larutan sulfit hangat tersebut selama 10 menit sambil
diaduk-aduk sdecara pelan-pelan Setelah itu, umbi dicuci dengan air segar
dan ditiriskan.

Proses ini boleh tidak dilakukan

3) Penggulaan (Perendaman di dalam larutan Gula)

a. Penggulaan pertama
- Irisan umbi direndam didalam larutan gula 40% selama 48 jam Setiap
1 kg umbi direndam di dalam 1 liter larutan. Setelah itu umbi
dikeluarkan dan ditiriskan.
- Sementara itu larutan gula ditambah dengan asam sitrat dan asam
benzoat Setiap liter larutan ditambah dengan 2-5 gram asam sitrat,dan
0,5-1,0 gram asam benzoat Setelah itu larutan didihkan selama 10
menit. Setelah dingin, kadar gula larutan diukur dengan Refraktometer.
Jika kadar gula kurang dari 40% ke dalam larutan ditambahkan lagi
gula hingga kadar gula kembali menjadi 40%.

Jika tidak tersedia refraktometer, setiap kali setelah perendaman, larutan


gula ditambah dengan gula baru sebanyak 10% dari jumlah larutan
Dengan demikian setiap 1 liter larutan ditambah dengan 100 g gula.

b. Penggulaan kedua
- Setelah itu, irisan benkuang direndamkan lagi kedalam larutan gula di
atas dan dibiarkan lagi selama 24 jam. Setelah itu umbi dikeluarkan
dan ditiriskan.
- Sementara itu larutan gula didihkan selama 10 menit. Setelah dingin
kadargula larutan diukur dengan refraktometer. Jika kadar gula kurang
dari 40% ke dalam larutan ditambahkan lagi gula hingga kadar gula
kembali menjadi 40%

Jika tidak tersedia refraktometer. Setiap kali setelah perendaman larutan


gula ditambah dengan gula baru sebanyak 10% dan jumlah larutan
Dengan demikian setiap 1 liter larutan ditambah dengan 100 g gula.

c. Penggulaan ketiga
- Setelah itu, irisan bengkuang direndamkan lagi ke dalam larutan gula
diatas dan dibiarkan lagi selama 24 jam Setelah itu irisan umbi
dikeluarkan dan ditiriskan.
- Sementara itu larutan gula didihkan selama 10 menit, kemudian
didinginkan Setelah agak dingin, larutantersebut dicampur dengan
irisan umbi. Hasil yang diperoleh disebut manisan basah bengkuang.

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4) Pengawetan dan Pengemasan


Manisan bengkuang basah dikemas didalam kantong plastik, gelas plastik
atau botol kaca bermulut lebar (botol selai). Manisan terkemas ini sebaiknya
disimpan di dalam lemari pendingin (kulkas). Daya tahannya didalam kulkas
diperkirakan 3-4 minggu.

B. Cara Pengolahan II

1) Pengirisan dan Perendaman di dalam larutan kapur sirih


Umbi dikupas, dan dicuci sampai bersih, kemidian diiris atau dipotong
berbentuk dadu, selanjutnya direndam di dalam larutan kapur sirih selama 1
jam. Setelah itu, umbi dicuci dengan air bersih dan ditiriskan.

2) Penggulaan

a. Penggulaan pertama
- Dasar wadah penggulaan (stoples atau kotak plastik) ditaburi dengan
gula halus (ketebalan 2-3mm). Diatas lapisan gula ini disusun satu
lapis irisan atau potongan umbi. Diatas lapisan umbi ditaburi lagi
dengan gula (ketebalan 2-3 mm) Demikian dilakukan seterusnya
sampai wadah penuh. Bagian paling atas, ditaburi atau ditutup dengan
gula halus. Setiap 1 kg irisan umbi membutuhkan. 300 gram gula
halus. Setelah itu wadah ditutup, dan disimpan dalam lemari pendingin
selama 48 jam. Selama penyimpanan umbi akan keluar, dan gula akan
terlarut di dalam cairan umbi tersebut
- Setelah itu, umbi dikeluarkan dari wadah penggulaan. Cairan yang
terbentuk dipisahkan dan dipanaskan,kemudian disimpan di dalam
kulkas.

b. Penggulaan kedua
- Umbi hasil penggulaan pertama, ditaburi dan diaduk aduk dengan
asam benzoat dan asam sitrat yang telah dihaluskan Setiap 1 kg umbi
ditaburi dengan asam benzoat, dan 2-5 gram asam sitrat.
- Dasar wadah penggulaan (stoples atau kotak plastik) ditaburi lagi
dengan gula halus (ketebalan 1-2 mm). Diatas lapisan gula ini disusun
satu lapis irisan atau potongan umbi. Diatas lapisan umbi ditaburi lagi
dengan gula (ketebalan 1-2 mm). Demikian dilakukan seterusnya
sampai wadah penuh. Bagian paling atas, ditaburi atau ditutup dengan
gula halus. Setiap 1 kg irisan umbi membutuhkan 200 gram gula halus.
Setelah wadah ditutup, dan disimpan didalam lemari pendingin selama
24 jam. Selama penyimpanan cairan umbi akan keluar, dan gula akan
larut di dalam cairan umbi tersebut.
- Setelah itu, umbi dikeluarkan dari wadah penggulaan Cairan yang
terbentuk dipisahkan dan dipanaskan, kemudian disatukan dengan
larutan gula sebelumnya dan disimpan di dalam kulkas.

4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

c. Penggulaan ketiga
- Dasar wadah penggulaan (stoples atau kotak plastik) ditaburi lagi
dengan gula halus (ketebalan 1-2 mm). Di atas lapisan gula ini disusun
satu lapis irisan atau potongan umbi. Di atas lapisan umbi ditaburi lagi
dengan gula (ketebalan 1-2 mm). Demikianlah dilakukan seterusnya
sampai wadah penuh. Bagian paling atas,ditaburi atau di tutup dengan
gula halus ..Setiap 1 kg irisan umbi membutuhkan 150 gram gula halus.
Setelah itu wadah ditutup, dan disimpan didalam lemari pendingin
selama 24 jam. Selama penyimpanan, cairan umbi akan keluar, dan
gula akan terlarut di dalam cairan umbi tersebut.
- Setelah itu, umbi dikeluarkan dari wadah penggulaan Cairan yang
terbentuk dipisahkan dan dipanaskan, kemudian disatukan dengan
cairan sebelumnya. Cairan ini ditambah dengan air kemudian didihkan
selama 5 menit..Setiap 1 liter cairan gula dengan 1 liter air bersih.
- Kedalam cairan yang telah direbus diatas dimasukan umbi yang telah
digulai. Hasil yang diperoleh disebut manisan bengkuang.

3) Pengawetan dan Pengemasan


Manisan basah bengkuang dikemas di dalam kantong palstik, gelas panjang
atau botol kaca bermulut lebar (botol selai). Manisan terkemas sebaiknya
disumpan di dalam lemari pendingin (kulkas). Daya tahan dalam kulkas
diperkirakan 3-4 minggu.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

MANISAN BASAH JAHE

1. PENDAHULUAN
Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah
kering dengan kadar air sekitar 30 %, dan kadar gula tinggi (>60%). Kondisi ini
memungkinkan manisan dapat disimpan lama karena kebanyakan mikroba
tidak dapat tumbuh pada bahan.

Manisan jahe belum dikenal oleh masyarakat, dan produk ini belum tersedia di
pasaran. Walaupun demikian, produksi produk ini merupakan alternatif usaha
yang mungkin menguntungkan karena cara pembuatannya sederhana, biaya
tidak mahal, dan penampilan produk cukup menarik.

Ada dua jenis manisan, yaitu manisan basah dan manisan kering. Manisan
basah tidak dapat disimpan lama, dan penyimpanannya dianjurkan di dalam
lemari kulkas. Sedangkan manisan kering dapat disimpan lama, dan dapat
disimpan pada suhu ruang.

2. BAHAN
1) Rimpang jahe
2) Larutan gula pasir. Larutan gula pasir diperlukan untuk merendam manisan
jahe agar gula meresap ke dalam jaringan jahe sehingga buah menjadi
manis.
Gula pasir yang digunakan adalah yang berwarna putih bersih. Untuk
mendapatkan 1 liter larutan gula 40%, gula sebanyak 400 gram dimasukkan
ke dalam panci, kemudian ditambahkan air sedikit demi sedikit sambil diaduk
sampai volume 1 liter. Jumlah larutan yang dibutuhkan: 5 liter
3) Pengawet. Pengawet yang digunakan adalah sodium benzoat. Senyawa ini
dapat menghambat pertumbuhan mikroba perusak makanan. Jumlah 4
gram.
4) Asam sitrat. Bahan ini digunakan untuk mengasamkan atau untuk
menurunkan pH menjadi 3,8-4,4. Kondisi asam atau pH rendah dapat
menghambat pertumbuhan mikroba. Jumlah 10 gram.
5) Larutan penguat jaringan buah. Larutan ini digunakan untuk menguatkan
jaringan irisan rimpang. Larutan ini mengandung ion Ca+2. Ion tersebut
diperoleh dengan melarutkan CaCO3 (kapur sirih). Kapur sirih merupakan
senyawa sumber ion Ca+2 yang paling murah dan mudah ditemukan di
pasaran.
Kapur sirih dilarutkan di dalam air denan konsentrasi 0,2-0,3%, yaitu dengan
melarutkan 2 sampai 3 gram kapur sirih ke dalam 1 liter air. Jumlah larutan
yang diperlukan: 10 liter.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

6) Larutan penghambat reaksi pencoklatan. Larutan ini diperlukan agar irisan


rimpang tidak berubah menjadi kecoklatan, atau warna gelap lainnya.
Larutan mengandung ion sulfit yang berasal dari sodium bisulfit, sodium
meta bisulfit, atau dari pelarutan gas belerang dioksida di dalam air.
Natrium bisulfit dilarutkan di dalam air dengan konsentrasi 0,18-0,22%, yaitu
dengan melarutkan 1,8-2,2 gram natrium bisulfit di dalam 1 liter air. Jumlah
larutan yang dibutuhkan: 10 liter.

3. PERALATAN
1) Pisau dan landasannya. Alat ini digunakan untuk mengupas dan mengiris
rimpang jahe.
Disarankan menggunakan dua pisau yang berbeda. Untuk pengupasan
digunakan pisau yang biasa digunakan di rumah tangga. Sedangkan untuk
mengiris digunakan pisau besar yang biasa digunakan untuk pemotongan
dan pencincangan daging.
2) Baskom. Baskom digunakan untuk perendaman irisan jahe.
3) Kemasan. Kemasan adalah wadah untuk mengemas manisan jahe.
Kemasan yang ekonomis yang dapat digunakan adalah plastik polietilen.
4) Sealer. Alat ini digunakan untuk menutup kantong plastik dengan
menggunakan panas.
5) Alat pengering. Alat ini digunakan untuk mengeringkan irisan jahe sampai
kadar air dibawah 9%.
6) Refraktometer. Alat ini digunakan untuk mengukur konsentrasi larutan
sukrosa secara cepat.

4. CARA PEMBUATAN
A. Cara pengolahan I

1) Pencucian, Pengupasan dan Pengirisan Rimpang


Rimpang dicuci bersih, kemudian dikupas, dan dicuci kembali sampai bersih.
Setelah itu rimpang diiris setebal 2-3 mm.

2) Perendaman di dalam Larutan Sulfit


Larutan sulfit dipanaskan sampai suhu 64-680C. Kemudian rimpang
direndam ke dalam larutan sulfit hangat tersebut selama 10 menit sambil
diaduk-aduk secara pelan-pelan. Setelah itu, irisan rimpang dicuci dengan
air segar dan ditiriskan.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

3) Penggulaan (perendaman di dalam Larutan Gula)

a. Penggulaan pertama
- Irisan rimpang direndam di dalam larutan gula 40% selama 48 jam.
Setiap 1 kg rimpang direndam di dalam 1 liter larutan. Setelah itu
rimpang dikeluarkan dan ditiriskan.
- Sementara itu larutan gula ditambah dengan asam sitrat dan asam
benzoat. Setiap larutan ditambah dengan 2-5 gram asam sitrat, dan
0,5-1,0 gram asam benzoat. Setelah itu larutan dididihkan selama 10
menit. Setelah dingin, kadar gula larutan diukur dengan refraktometer.
Jika kadar gula kurang dari 40%, ke dalam larutan ditambahkan lagi
gula hingga kadar gula kembali menjadi 40 %.
Jika tidak tersedia refraktometer, setiap kali setelah perendaman, larutan
gula ditambah dengan gula baru sebanyak 10% dari jumlah larutan.
Dengan demikian setiap 1 liter larutan ditambah dengan 100 gram gula.

b. Penggulaan kedua
- Setelah itu, irisan rimpang direndam lagi ke dalam larutan di atas dan
dibiarkan lagi selama 24 jam. Setelah itu rimpang dikeluarkan dan
ditiriskan.
- Setelah itu larutan gula dididihkan selama 10 menit. Setelah dingin,
kadar gula larutan diukur dengan refraktometer. Jika kadar gula kurang
dari 40%, ke dalam larutan ditambahkan lagi gula hingga kadar gula
kembali menjadi 40%.
- Jika tidak tersedia refraktometer, setiap kali setelah perendaman,
larutan gula ditambah dengan gula baru sebanyak 10% dari jumlah
larutan. Dengan demikian setiap 1 liter larutan ditambah dengan 100
gram gula.

c. Penggulaan ketiga
- Setelah itu, irisan rimpang direndamkan lagi ke dalam larutan gula
diatas dan dibiarkan lagi selama 24 jam. Setelah itu irisan rimpang
dikeluarkan dan ditiriskan.
- Sementara itu larutan gula dididihkan selama 10 menit, kemudian
didinginkan. Setelah agak dingin, larutan tersebut dicampur dengan
irisan umbi. Hasil yang diperoleh disebut manisan basah jahe.

4) Pengawetan dan Pengemasan


Manisan basah jahe dikemas di dalam kantong plastik, gelas plastik, atau
botol kaca bermulut lebar (botol selai). Manisan terkemas ini sebaiknya
disimpan di dalam lemari pendingin (kulkas). Daya tahannya di dalam kulkas
diperkirakan 3-4 minggu.

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

B. Cara Pengolahan II

1) Pencucian, Pengupasan dan Pengirisan Rimpang


Rimpang dicuci bersih, kemudian dikupas, dan dicuci kembali sampai bersih.
Setelah itu rimpang diiris setebal 2-3 mm.

2) Penggulaan

a. Penggulaan pertama
- Dasar wadah penggulaan (stoples atau kotak plastik) ditaburi dengan
gula halus (ketebalan 2-3 mm). Di atas lapisan gula ini disusun satu
lapis irisan rimpang. Di atas lapisan rimpang ditaburi lagi dengan gula
(ketebalan 2-3 mm). Demikian dilakukan seterusnya sampai wadah
penuh. Bagian paling atas, ditaburi atau ditutup dengan gula halus.
Setiap 1 kg irisan umbi membutuhkan 300 gram gula halus. Setelah itu
wadah ditutup, dan disimpan di dalam lemari pendingin selama 48 jam.
Selama penyimpanan, cairan rimpang akan keluar, dan gula akan
terlarut di dalam cairan rimpang tersebut.
- Setelah itu, rimpang dikeluarkan dari wadah penggulaan. Cairan yang
terbentuk dipisahkan dan dipanaskan, kemudian di simpan di dalam
kulkas.

b. Penggulaan kedua
- Rimpang hasil penggulaan pertama, ditaburi dan diaduk-aduk dengan
asam benzoat dan asam sitrat yang telah dihaluskan. Setiap 1 kg
rimpang ditaburi dengan 1 g asam benzoat, dan 2-5 gram asam sitrat.
- Dasar wadah pengulaan (stoples atau kotak plastik) ditaburi lagi
dengan gula halus (ketebalan 1-2 mm). Diatas lapisan gula ini disusun
satu lapis irisan rimpang. Di atas lapisan rimpang ditaburi lagi dengan
gula (ketebalan 1-2 mm). Demikian dilakukan seterusnya sampai
wadah penuh. Bagian paling atas, ditaburi atau ditutup dengan gula
halus. Setiap 1 kg irisan membutuhkan 200 g gula halus. Setelah itu,
wadah ditutup, dan disimpan di dalam lemari pendingin selama 24 jam.
Selama penyimpanan, cairan rimpang akan keluar, dan gula akan
terlarut di dalam cairan umbi tersebut.
- Setelah itu, rimpang dikeluarkan dari wadah penggulaan. Cairan yang
terbentuk dipisahkan dan dipanaskan, kemudian disatukan dengan
larutan gula sebelumnya dan disimpan di dalam kulkas.

c. Penggulaan ketiga
- Dasar wadah pengulaan (stoples atau kotak plastik) ditaburi lagi
dengan gula halus (ketebalan 1-2 mm). Diatas lapisan gula ini disusun
satu lapis irisan rimpang. Di atas lapisan rimpang ditaburi lagi dengan
gula (ketebalan 1-2 mm). Demikian dilakukan seterusnya sampai
wadah penuh. Bagian paling atas, ditaburi atau ditutup dengan gula
halus. Setiap 1 kg irisan membutuhkan 150 g gula halus. Setelah itu,
wadah ditutup, dan disimpan di dalam lemari pendingin selama 24 jam.
4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Selama penyimpanan, cairan rimpang akan keluar, dan gula akan


terlarut di dalam cairan rimpang tersebut.
- Setelah itu, rimpang dikeluarkan dari wadah penggulaan. Cairan yang
terbentuk dipisahkan dan dipanaskan, kemudian disatukan dengan
cairan sebelumnya. Cairan ini ditambah dengan air, kemudian
dididihkan elama 5 menit. Setiap 1 liter cairan gula ditambah dengan 1
liter air bersih.
- Ke dalam cairan yang telah direbus diatas dimasukkan rimpang yang
telah digulai. Hasil yang diperoleh disebut manisan basah jahe.

4) Pengawetan dan Pengemasan


Manisan basah jahe dikemas di dalam kantong plastik, gelas plastik, atau
botol kaca bermulut lebar (botol selai). Manisan terkemas ini sebaiknya
disimpan di dalam lemari pendingin (kulkas). Daya tahannya di dalam kulkas
diperkirakan 3-4 minggu.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

MANISAN BUAH

1. PENDAHULUAN
Buah-buahan merupakan bahan pangan sumber vitamin. Selain buahnya yang
dimakan dalam bentuk segar, daunnya juga dapat dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan. Misalnya daun pisang untuk makanan ternak, daun pepaya untuk
mengempukkan daging dan melancarkan air susu ibu (ASI) terutama daun
pepaya jantan.

Warna buah cepat sekali berubah oleh pengaruh fisika misalnya sinar matahari
dan pemotongan, serta pengaruh biologis (jamur) sehingga mudah menjadi
busuk. Oleh karena itu pengolahan buah untuk memperpanjang masa
simpannya sangat penting. Buah dapat diolah menjadi berbagai bentuk
minuman seperti anggur, sari buah dan sirup juga makanan lain seperti
manisan, dodol, keripik, dan sale.

Manisan buah adalah buah yang diawetkan dengan gula. Tujuan pemberian
gula dengan kadar yang tinggi pada manisan buah, selain untuk memberikan
rasa manis, juga untuk mencegah tumbuhnya mikroorganisme (jamur, kapang).
Dalam proses pembuatan manisan buah ini juga digunakan air garam dan air
kapur untuk mempertahankan bentuk (tekstur) serta menghilangkan rasa gatal
atau getir pada buah.

Pembuatan manisan buah ini, merupakan usaha kerajinan yang telah banyak
dilakukan orang sejak dahulu. Usaha ini memerlukan ketrampilan atau
pengalaman yang khusus.

Ada 2 macam bentuk olahan manisan buah, yaitu manisan basah dan manisan
kering. Manisan basah diperoleh setelah penirisan buah dari larutan gula,
sedangkan manisan kering diperoleh bila manisan yang pertama kali dihasilkan
(manisan basah) dijemur sampai kering.

Buah-buahan yang biasa digunakan untuk membuat manisan basah adalah


jenis buah yang cukup keras, seperti pala, mangga, kedondong, koalng-laing,
dan lain-lainnya. Sedangkan buah-buahan yang biasa digunakan untuk
membuat manisan kering adalah jenis buah yang lunak seperti pepaya, sirsak,
dan lain-lainnya.

Hasil samping dari proses pembuatan manisan buah ini ialah sirup dari larutan
perendamannya. Manisan buah yang baik berwarna kekuning-kuningan, kenyal
bila digigit, dan tahan di simpan selama dua minggu sampai satu bulan.

Hal. 1/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

2. BAHAN
1. Buah setengah matang 10 kg
2. Gula pasir 5 kg + ½ kg untuk tambahan
pembuatan sirup
3. Kapur sirih 1 sendok teh
4. Natrium benzoat 4 sendok teh
5. Garam dapur 15 gram
6. Panili 2 sendok
7. Air bersih 7 liter

3. ALAT
1) Pisau
2) Panci
3) Saringan
4) Sendok makan
5) Sendok teh
6) Kantong plastik
7) Lilin
8) Baskom
9) Kompor atau tungku

4. CARA PEMBUATAN

1) Kupas buah kemudian iris-iris dengan ukuran ± 2 x 2 cm;


* Untuk buah yang keras, rebus irisan dalam air mendidih selama 3 menit
lalu tiriskan.
2) Rendam dalam air panas (50 gr dalam 1 lt air) selama 2 jam lalu tiriskan;
3) Rendam lagi dalam air kapur (1 sendok makan kapur sirih dalam 1 ½ lt air)
selama 24 jam, lalu tiriskan;
4) Masukkan gula pasir dalam 2 ½ lt air, aduk sampai rata. Tambahkan garam
dan natrium benzoat lalu panaskan hingga mendidih;
5) Masukkan potongan buah tersebut ke dalam larutan gula yang sedang
mendidih sampai buah tersebut setengah matang. Angkat panci dari tungku
atau kompor dan diamkan (rendam) 1 malam, lalu tiriskan;
6) Panaskan air gula sisa penirisan dan tambahkan panili lalu masukkan lagi
potongan buah tersebut. Angkat panci dari tungku atau kompor dan diamkan
satu malam. Paginya tiriskan, untuk mendapatkan manisan buah;
* Tambahkan gula ½ kg pada air gula sisa penirisan terakhir lalu panaskan
sampai kental dan dinginkan untuk dijadikan sirup.
7) Jemur manisan basah hasil penirisan hingga kering (± 3 hari), untuk
mendapatkan manisan kering;

Hal. 2/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

8) Masukkan manisan tersebut dalam plastik lalu tutup dengan lilin hingga
rapat.

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN MANISAN BUAH

Catatan :
Untuk mendapatkan manisan kering yang baik, penjemurannya harus benar-
benar sempurna. Jadi segera setelah memperoleh manisan basah, manisan
tersebut langsung dijemur hingga kering, agar pertumbuhan mikrorganisme
(jamur, kapang) terhambat. Jika musim hujan, dapat dijemur diatas bara tungku
yang dijaga apinya. Penjemuran diatas bara tungku jangan langsung
ditempelkan, tetapi diberi peyangga agar panas bisa diatur.

6. DAFTAR PUSTAKA
1) Asriani, E.N. Membuat sari buah kueni skala industri. Selera, X (2), Feb.
1991 : 80-81.

Hal. 3/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

2) Hertami, D. Bercocok tanam pepaya (Carica papaya L.) dan


pemanfaatannya. Jakarta : BPLPP Pusdiklat Pertanian, 1976. Hal 27-28.
3) Manisan basah buah pala. Bogor : Proyek Bimbingan dan Pengembangan
Industri Kecil. Departemen Perindustrian, 1986. Hal. 5-10.
4) Manisan pala kering. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Pangan, IPB, 1981. 7 hal.
5) Manisan Sirsak. Bogor : Proyek Bimbingan dan Pengembangan Industri
Kecil. Departemen Perindustrian, s.a. 2 hal. (Pamplet).
6) Saraswati. Membuat manisan pala. Jakarta : Bhratara Karya Aksara, 1986.
22 hal.

7. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Agus Sediadi

KEMBALI KE MENU

Hal. 4/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

MANISAN KERING BENGKUANG

1. PENDAHULUAN
Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah
kering dengan kadar air sekitar 25%,dankadar gula di atas 60%). Kondisi ini
memungkinkan manisan dapat disimpan lama karena kebanyakan mikroba
tidak dapat tumbuh pada bahan.

Manisan bengkuang belum dikenal oleh masyarakat, dan produk ini belum
tersedia di pasaran Walaupun demikian, produksi ini merupakan alternatif
usaha yang mungkin menguntungkan karena cara pembuatannya sederhana,
tidsk mahal, dan penampilan produk cukup menarik.

Ada dua jenis manisan yaitu manisan basah dan manisan kering. Manisan
basah tidak dapat disimpan lama dan penyimpananya dianjurkan didalam
lemari pendingin (kulkas). Sedangkan manisan kering dapat disimpan lama,
dan dapat disimpan pada suhu ruang.

2. BAHAN
1) Umbi bengkuang. Jumlah 10 kg.

2) Larutan gula pasir. Larutan gula pasir diperlukan untuk merendam irisan
bengkuang agar gula meresap kedalam jaringan buah sehingga buah
menjadi manis.
Gula pasir yang digunakan adalah yang berwarna putih dan bersih. Untuk
membuat 1 liter larutan gula 40%. Gula sebanyak 400 gram dimasukan
dalam panci, kemudian ditambahkan air sedikit demisedikit sambil diaduk
sampai volume mencapai 1 liter. Jumlah larutan yang dibutuhkan: 5liter

3) Pengawet Pengawet yang digunakan adalah sodium benzoat. Senyawa ini


dapat menghambat pertumbuhan mikroba perusak makanan. Jumlah 4
gram.

4) Asam sitrat. Bahan ini digunakan untuk mengasamkan atau untuk


menurunkan pH menjadi 3,8-4,4. Kondisi asam atau pH rendah dapat
menghambat pertumbuhan mikroba perusak. Jumlah 10 gram.

5) Larutan penguat jaringan buah. Larutan ini digunakan untuk menguatkan


jaringan irisan umbi. Larutan ini mengandung ion Ca2. Ion tersebut diperoleh
dengan melarutkan Ca Co3 (kapur sirih) Kapur sirih merupakan senyawa
sumber ion Ca2 yang paling murah dan paling mudah ditemukan dipasaran.
1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Kapur sirih dilarutkan di dalam air dengan konsentrasi 0,2 –0,3%, yaitu
dengan melarutkan 2 sampai 3 gram kapur sirih kedalam 1 liter air. Jumlah
larutan yang dibutuhkan: 10 liter.

6) Larutan penghambat reaksi pengocoklatan. Larutan ini diperlukan agar buah


tidak berubah menjadi kecoklatan, atau warna gelap lainnya. Larutan
mengadung ion sulfit yang berasal dari sodium bisulfit, sodium meta bisulfit,
atau dari pelarutan gas belerang dioksida di dalam air.
Natrium bisulfit dilarutan di dalam ari dengan konsentrasi 0,18 – 0,22%, yaitu
dengan melarutkan 1,8 – 2,2 gram natrium bisulfit di dalam 1 liter air. Jumlah
larutan yang dibutuhkan 10 liter.

3. PERALATAN
1) Pisau dan landasanya. Alat ini digunakan untuk mengupas dan mengiris
buah bengkuang.
Disarankan menggunakan dua pisau yang berbeda. Untuk pengupasan
digunakan pisau yang biasa digunakan di rumah tangga. Sedangkan untuk
mengiris digunakan pisau besar yang biasa digunakan untuk pemotong dan
pencincang daging.

2) Baskom. Baskom digunakan untuk perendaman iriasan bengkuang.

3) Kemasan. Kemasan adalah wadah untuk mengemas manisan bengkuang.


Kemasan yang ekonomis yang dapat digunakan adalah kantong plastik
politien.

4) Sealer. Alat ini digunakan untuk menutup kantong plastik dengan


menggunakan panas.

5) Alat pengering. Alat ini digunakan untuk mengeringkan irisan bengkuang


sampai kadar air di bawah 9%.

6) Refraktometer. Alat ini digunakan untuk mengukur konsentrasi larutan


sukrosa secara cepat.

4. CARA PEMBUATAN
A. Cara Pengolahan I

1) Pengirisan dan perendaman di dalam larutan kapur sirih


a. Umbi dikupas, dan dicuci sampai bersih, kemudian diiris atau dipotong
berbentuk dadu, selanjutnya direndam di dalam larutan kapur sirih
selama 1 jam. Setelah itu, umbi dicuci dengan air bersih dan ditiriskan.
b. Perendaman di dalam larutan sulfit
2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

- Larutan sulfit dipanaskan sampai suhu 64-68oC. Kemudian umbi


direndamkan ke dalam larutan sulfit hangat tersebut selama 10 menit
sambil diaduk-aduk secara pelan-pelan.
- Setelah itu, umbi dicuci dengan air dan tiriskan.

Proses ini boleh tidak dilakukan

2) Penggulaan (Perendaman di dalam Larutan Gula)

a. Penggulaan pertama
- Irisan umbi direndam di dalam larutan gula 40% selama 48 jam.
Setiap 1 kg umbi direndam di dalam 0,5 liter larutan. Setelah umbi
dikeluarkan dan ditiriskan.
- Sementara itu larutan gula ditambah dengan asam sitrat dan asam
benzoat. Setiap liter larutan ditambah dengan 2-5 gram asam sitrat,
dan 0,5-1,0 g asam benzoat. Setelah itu larutan didihkan selama 10
menit. Setelah dingin, kadar gula larutan diukur dengan
refraktometer Jika kadar gula kurang dari 40%, ke dalam larutan
ditambahkan lagi gula hingga kadar gula kembali menjadi 40%.
Jika tidak tersedia refraktometer, setiap kali setelah perendaman,
larutan gula ditambah dengan gula baru sebanyak 10% dari jumlah
larutan Dengan demikian setiap 1 liter larutan ditambah dengan 100
gram gula.

b. Penggulaan kedua
- Setelah itu, irisan bengkuang direndamkan lagi kedalam larutan gula
di atas dan dibiarkan lagi selama 24 jam. Setelah itu umbi
dikeluarkan dan ditiriskan.
- Sementara itu larutan gula didihkan selama 10 menit. Setelah
dingin, kadar gula larutan diukur dengan refraktometer. Jika kadar
gula kurang dari 40%, ke dalam larutan ditambahkan lagi gula hingga
kadar gula kembali menjadi 40%.
Jika tidak tersedia refraktometer, setiap kali setelah perendaman,
larutan gula ditambah dengan gula baru sebanyak 10% dari jumlah
larutan. Dengan demikian setiap 1 liter larutan ditambah dengan 100
gram gula.

c. Penggulaan ketiga
- Irisan bengkuang direndankan lagi ke dalam larutan gula di atas dan
di biarkan lagi selama 24 jam. Setelah itu irisan bengkuang
dikeluarkan dan ditiriskan Hasil yang diperoleh disebut dengan
manisan basah bengkuang.
- Larutan gula perendam umbi dapat digunakan lagi untuk
perendaman umbi pada proses pembuatan manisan berikutnya.

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

3) Pengeringan
Manisan basah bengkuang dijemur (jika tersedia cukup sinar
matahari),atau dikeringkan dengan alat pengering sampai kadar air di
bawah 20% dengan tanda irisan buah susut menjadi separo ukuran
semula dan menjadi lentur. Hasil yang diperoleh disebut manisan kering
bengkuang.

4) Pengemasan
Manisan kering bengkuang ini dikemas di dalam kantong plastik polietilen,
kemudian di-seal dengan rapat.

B. Cara Pengolahan II

1) Pengirisan dan perendaman di dalam larutan kapur sirih


Umbi dikupas, dan dicuci sampai bersih, kemudian diiris atau dipotong
berbentuk dadu, selanjutnya direndam di dalam larutan kapur sirih selama
1 jam. Setelah itu, umbi dicuci dengan air bersih dan ditiriskan.

2) Penggulaan

a. Penggulaan pertama
- Dasar wadah penggulaan (stoples atau kotak plastik) ditabur dengan
gula halus (ketebalan 2-3 mm). Di atas lapisan gula disusun satu
lapis irisan atau potongan umbi. Diatas lapisan untuk ditaburi atau
ditutup dengan gula halus. Setiap 1 kg irisan umbi membutuhkan
200 gram gula halus. Setelah itu wadah ditutup, dan disimpan dalam
lemari pendingin selama 48 jam. Selama penyimpanan cairan umbi
akan keluar, dan gula akan terlarut di dalam cairan umbi tersebut.
- Setelah itu, umbi dikeluarkan dari wadah penggulaan. Cairan yang
terbentuk dipisahkan dan dipanaskan, kemudian di simpan di dalam
kulkas.

b. Penggulaan kedua
- Umbi hasil penggulaan pertama, ditaburi dan diaduk-aduk dengan
asam benzoat dan asam sitrat yang telah dihaluskan. Setiap 1 umbi
ditaburi dengan 1 gram asam benzoat, dan 2-5 gram asam sitrat.
- Dasar wadah penggulaan (stoples atau kotak plastik) ditaburi dengan
gula halus (ketebalan 1-2 mm). Diatas lapisan gula disusun satu
lapis irisan atau potongan umbi. Diatas lapisan untuk ditaburi lagi
dengan gula (ketebalan 1-2 mm). Demikianlah dilakukan seterusnya
sampai wadah penuh. Bagian paling atas, ditaburi atau ditutup
dengan gula halus. Setiap 1 kg irisan umbi membutuhkan 150 gram
gula halus. Setelah itu wadah ditutup, dan disimpan didalam lemari
pendingin selama 24 jam. Selama penyimpanan, cairan umbi akan
keluar, dan gula akan terlarut di dalam cairan umbi tersebut.

4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

- Setelah itu, umbi dikeluarkan dari wadah penggulaan. Cairan yang


terbentuk dipisahkan dan dipanaskan, kemudian disatukan dengan
lautan gula sebelumnya dan disimpan di dalam kulkas.

c. Penggulaan ketiga
- Dasar wadah penggulaan (stoples atau kotak plastik) ditaburi lagi
dengan gula halus (ketebalan 1-2 mm). Diatas lapisan gula ini
disusun satu lapis irisan atau potongan umbi.
- Di atas lapisan umbi ditaburi dengan gula (ketebalan 1-2 mm).
Demikianlah dilakukan seterusnya sampai wadah penuh. Bagian
paling atas, ditaburi atau ditutup dengan gula halus. Setelah 1 kg
irisan membuituhkan 100 gram halus. Setelah itu wadah ditutup, dan
disimpan didalam lemari pendingin selama 24 jam. Selama
penyimpanan, cairan umbi akan keluar, dan gula akan terlarut di
dalam cairan umbi tersebut.
- Setelah itu, umbi dikeluarkan dari wadah penggulaan, dan ditiriskan.

Cairan yang terbentuk dipisahkan dan di panaskan, kemudian


disatukan dengan cairan sebelumnya. Cairan ini merupakan cairan
sirup bengkuang, dan dapat digunakan sebagai minuman.

3) Pengeringan
Manisan basah bengkuang dijemur (jika tersedia cukup matahari ), atau
dikeringkan dengan alat pengering sampai kadar air di bawah 20%
dengan tanda irisan buah susut menjadi separo ukuran semula dan
menjadi lentur. Hasil yang diperoleh disebut manisan kering bengkuang.

4) Pengemasan
Manisan kering bengkuang ini dikemas di dalam kantong plastik polietien,
kemudian di-seal.dengan rapat.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Tel. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

MANISAN KERING JAHE

1. PENDAHULUAN
Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah
kering dengan kadar air sekitar 30 %, dan kadar gula tinggi (>60%). Kondisi ini
memungkinkan manisan dapat disimpan lama karena kebanyakan mikroba
tidak dapat tumbuh pada bahan.

Manisan jahe belum dikenal oleh masyarakat, dan produk ini belum tersedia di
pasaran. Walaupun demikian, produksi produk ini merupakan alternatif usaha
yang mungkin menguntungkan karena cara pembuatannya sederhana, biaya
tidak mahal, dan penampilan produk cukup menarik.

Ada dua jenis manisan, yaitu manisan basah dan manisan kering. Manisan
basah tidak dapat disimpan lama, dan penyimpanannya dianjurkan di dalam
lemari kulkas. Sedangkan manisan kering dapat disimpan lama, dan dapat
disimpan pada suhu ruang.

2. BAHAN
1) Rimpang jahe
2) Larutan gula pasir. Larutan gula pasir diperlukan untuk merendam manisan
jahe agar gula meresap ke dalam jaringan jahe sehingga buah menjadi
manis.
Gula pasir yang digunakan adalah yang berwarna putih bersih. Untuk
mendapatkan 1 liter larutan gula 40%, gula sebanyak 400 gram dimasukkan
ke dalam panci, kemudian ditambahkan air sedikit demi sedikit sambil diaduk
sampai volume 1 liter. Jumlah larutan yang dibutuhkan: 5 liter
3) Pengawet. Pengawet yang digunakan adalah sodium benzoat. Senyawa ini
dapat menghambat pertumbuhan mikroba perusak makanan. Jumlah 4
gram.
4) Asam sitrat. Bahan ini digunakan untuk mengasamkan atau untuk
menurunkan pH menjadi 3,8-4,4. Kondisi asam atau pH rendah dapat
menghambat pertumbuhan mikroba. Jumlah 10 gram.
5) Larutan penguat jaringan buah. Larutan ini digunakan untuk menguatkan
jaringan irisan rimpang. Larutan ini mengandung ion Ca+2. Ion tersebut
diperoleh dengan melarutkan CaCO3 (kapur sirih). Kapur sirih merupakan
senyawa sumber ion Ca+2 yang paling murah dan mudah ditemukan di
pasaran.
Kapur sirih dilarutkan di dalam air denan konsentrasi 0,2-0,3%, yaitu dengan
melarutkan 2 sampai 3 gram kapur sirih ke dalam 1 liter air. Jumlah larutan
yang diperlukan: 10 liter.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

6) Larutan penghambat reaksi pencoklatan. Larutan ini diperlukan agar irisan


rimpang tidak berubah menjadi kecoklatan, atau warna gelap lainnya.
Larutan mengandung ion sulfit yang berasal dari sodium bisulfit, sodium
meta bisulfit, atau dari pelarutan gas belerang dioksida di dalam air.
Natrium bisulfit dilarutkan di dalam air dengan konsentrasi 0,18-0,22%, yaitu
dengan melarutkan 1,8-2,2 gram natrium bisulfit di dalam 1 liter air. Jumlah
larutan yang dibutuhkan: 10 liter.

3. PERALATAN
1) Pisau dan landasannya. Alat ini digunakan untuk mengupas dan mengiris
rimpang jahe.
Disarankan menggunakan dua pisau yang berbeda. Untuk pengupasan
digunakan pisau yang biasa digunakan di rumah tangga. Sedangkan untuk
mengiris digunakan pisau besar yang biasa digunakan untuk pemotongan
dan pencincangan daging.
2) Baskom. Baskom digunakan untuk perendaman irisan jahe.
3) Kemasan. Kemasan adalah wadah untuk mengemas manisan jahe.
Kemasan yang ekonomis yang dapat digunakan adalah plastik polietilen.
4) Sealer. Alat ini digunakan untuk menutup kantong plastik dengan
menggunakan panas.
5) Alat pengering. Alat ini digunakan untuk mengeringkan irisan jahe sampai
kadar air dibawah 9%.
6) Refraktometer. Alat ini digunakan untuk mengukur konsentrasi larutan
sukrosa secara cepat.

4. CARA PEMBUATAN
A. Cara Pengolahan I

1) Pencucian, Pengupasan dan pengirisan Rimpang


Rimpang dicuci bersih, kemudian dikupas, dan dicuci kembali sampai bersih.
Setelah itu rimpang diiris setebal 2-3 mm.

2) Perendaman di dalam Larutan Sulfit


Larutan sulfit dipanaskan sampai suhu 64-680C. Kemudian rimpang
direndam ke dalam larutan sulfit hangat tersebut selama 10 menit sambil
diaduk-aduk secara pelan-pelan. Setelah itu, irisan rimpang dicuci dengan
air segar dan ditiriskan.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

3) Penggulaan (perendaman di dalam Larutan Gula)

a. Penggulaan pertama
- Irisan rimpang direndam di dalam larutan gula 40% selama 48 jam.
Setiap 1 kg rimpang direndam di dalam 0,5 liter larutan. Setelah itu
rimpang dikeluarkan dan ditiriskan.
- Sementara itu larutan gula ditambah dengan asam sitrat dan asam
benzoat. Setiap larutan ditambah dengan 2-5 gram asam sitrat, dan
0,5-1,0 g asam benzoat. Setelah itu larutan dididihkan selama 10
menit. Setelah dingin, kadar gula larutan diukur dengan refraktometer.
Jika kadar gula kurang dari 40%, ke dalam larutan ditambahkan lagi
gula hingga kadar gula kembali menjadi 40 %.
Jika tidak tersedia refraktometer, setiap kali setelah perendaman, larutan
gula ditambah dengan gula baru sebanyak 10% dari jumlah larutan.
Dengan demikian setiap 1 liter larutan ditambah dengan 100 gram gula.

b. Penggulaan kedua
- Setelah itu, irisan jahe direndam lagi ke dalam larutan di atas dan
dibiarkan lagi selama 24 jam. Setelah itu rimpang dikeluarkan dan
ditiriskan.
- Setelah itu larutan gula dididihkan selama 10 menit. Setelah dingin,
kadar gula larutan diukur dengan refraktometer. Jika kadar gula kurang
dari 40%, ke dalam larutan ditambahkan lagi gula hingga kadar gula
kembali menjadi 40%.
Jika tidak tersedia refraktometer, setiap kali setelah perendaman, larutan
gula ditambah dengan gula baru sebanyak 10% dari jumlah larutan.
Dengan demikian setiap 1 liter larutan ditambah dengan 100 gram gula.

c. Penggulaan ketiga
- Irisan jahe direndamkan lagi ke dalam larutan gula diatas dan dibiarkan
lagi selama 24 jam. Setelah itu irisan jahe dikeluarkan dan ditiriskan.
Hasil yang diperoleh disebut dengan manisan basah jahe.
- Larutan gula perendam jahe dapat digunakan lagi untuk perendaman
umbi pada proses pembuatan manisan berikutnya.

4) Pengeringan
Manisan basah jahe dijemur (jika tersedia cukup sinar matahari), atau
dikeringkan dengan alat pengering sampai kadar air di bawah 20% dengan
tanda irisan buah susut menjadi separo ukuran semula dan menjadi lentur.
Hasil yang diperoleh disebut manisan kering jahe.

5) Pengemasan
manisan kering jahe ini dikemas di dalam kantong plastik polietilen,
kemudian di-seal dengan rapat.

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

B. Cara Pengolahan II

1) Pencucian, Pengupasan dan Pengirisan Rimpang


Rimpang dicuci bersih, kemudian dikupas, dan dicuci kembali sampai bersih.
Setelah itu rimpang diiris setebal 2-3 mm.

2) Penggulaan

a. Penggulaan pertama
- Dasar wadah penggulaan (stoples atau kotak plastik) ditaburi dengan gula
halus (ketebalan 2-3 mm). Di atas lapisan gula ini disusun satu lapis
irisan rimpang. Di atas lapisan umbi ditaburi lagi dengan gula (ketebalan
2-3 mm). Demikian dilakukan seterusnya sampai wadah penuh. Bagian
paling atas, ditaburi atau ditutup dengan gula halus. Setiap 1 kg irisan
umbi membutuhkan 200 gram gula halus. Setelah itu wadah ditutup, dan
disimpan di dalam lemari pendingin selama 48 jam. Selama
penyimpanan, cairan rimpang akan keluar, dan gula akan terlarut di dalam
cairan rimpang.
- Setelah itu, rimpang dikeluarkan dari wadah penggulaan. Cairan yang
terbentuk dipisahkan dan dipanaskan, kemudian di simpan di dalam
kulkas.

b. Penggulaan kedua
- Rimpang hasil penggulaan pertama, ditaburi dan diaduk-aduk dengan
asam benzoat dan asam sitrat yang telah dihaluskan. Setiap 1 kg
rimpang ditaburi dengan 1 gram asam benzoat, dan 2-5 gram asam
sitrat.
- Dasar wadah pengulaan (stoples atau kotak plastik) ditaburi lagi
dengan gula halus (ketebalan 1-2 mm). Diatas lapisan gula ini disusun
satu lapis irisan atau potongan rimpang. Di atas lapisan rimpang
ditaburi lagi dengan gula (ketebalan 1-2 mm). Demikian dilakukan
seterusnya sampai wadah penuh. Bagian paling atas, ditaburi atau
ditutup dengan gula halus. Setiap 1 kg irisan membutuhkan 150 gram
gula halus. Setelah itu, wadah ditutup, dan disimpan di dalam lemari
pendingin selama 24 jam. Selama penyimpanan, cairan rimpang akan
keluar, dan gula akan terlarut di dalam cairan rimpang tersebut.
- Setelah itu, rimpang dikeluarkan dari wadah penggulaan. Cairan yang
terbentuk dipisahkan dan dipanaskan, kemudian disatukan dengan
larutan gula sebelumnya dan disimpan di dalam kulkas.

c. Penggulaan ketiga
- Dasar wadah pengulaan (stoples atau kotak plastik) ditaburi lagi
dengan gula halus (ketebalan 1-2 mm). Diatas lapisan gula ini disusun
satu lapis irisan atau potongan rimpang. Di atas lapisan rimpang
ditaburi lagi dengan gula (ketebalan 1-2 mm). Demikian dilakukan
seterusnya sampai wadah penuh. Bagian paling atas, ditaburi atau
ditutup dengan gula halus. Setiap 1 kg irisan umbi membutuhkan 100
4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

gram gula halus. Setelah itu wadah ditutup, dan disimpan di dalam
lemari pendingin selama 24 jam. Selama penyimpanan, cairan rimpang
akan keluar, dan gula akan terlarut di dalam cairan umbi tersebut.
- Setelah itu, jahe dikeluarkan dari wadah penggulaan, dan ditiriskan.
Cairan yang terbentuk dipisahkan dan dipanaskan, kemudian disatukan
dengan cairan sebelumnya. Cairan ini merupakan cairan sirup jahe, dan
dapat digunakan sebagai minuman.

3) Pengeringan
Manisan basah jahe dijemur (jika tersedia cukup sinar matahari), atau
dikeringkan dengan alat pengering sampai kadar air di bawah 20% dengan
tanda irisan buah susut menjadi separo ukuran semula dan menjadi lentur.
Hasil yang diperoleh disebut manisan kering jahe.

4) Pengemasan
manisan kering jahe ini dikemas di dalam kantong plastik polietilen,
kemudian di-seal dengan rapat.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

MANISAN KERING UBI JALAR

1. PENDAHULUAN
Manisan kering ubi jalar adalah irisan ubi yang telah menyerap gula
dikeringkan. Kadar air yang rendah dan kadar gula tinggi menyebabkan bahan
tahan lama disimpan.

Produk ini belum dikenal oleh masyarakat. Berbeda dengan manisan biasa,
produk manisan ubi jalar dapat dilakukan setiap waktu karena bahan baku
tersedia sepanjang tahun dan tidak mengenal musim.

Seperti maisan buah, pembuatan manisan ubi jalar tidak sulit dilakukan.
Pengolahan dapat dilakukan dengan alat-alat sederhana, dengan cara yang
mudah dan biaya murah.

2. BAHAN
1) Ubi jalar.
2) Gula.
3) Asam sitrat.
4) Natrium bisulfit.

3. PERALATAN
1) Pisau dan talenan.
2) Timbangan.
3) Panci tahan asam.
4) Pengering.

4. CARA PEMBUATAN
1) Pengupasan dan Pengirisan. Umbi dicuci, kemudian dikups. Setelah
dikupas, umbi dicuci kembali. Umbi yang telah dikupas dan dicuci bersih
dipotong-potong dengan ketebalan 5mm, panjang 30 mm, dan lebar 30 mm.

2) Perendaman dengan senyawa sulfit. Umbi yang telah dipotong harus segera
direndam di dalam larutan natrium bisulfit 2000 ppm (2 gram natirum bisulfit
dilarutkan di dalam 1 liter air). Perendaman berlangsung selama 1
jam.Setelah itu umbi ditiriskan.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

3) Penyiapan larutan gula 30°Brix. Untuk membuat larutan gula 30°Brix


sebanyak 1 liter dilakukan sebagai berikut. Gula halus sebanyak 300 gram
dimasukkan ke dalam panci, kemudian ditambah air sedikit demi sedikit
sambil diaduk sampai semua gula larut dan volume menjadi 1 liter. Larutan
ini ditambah dengan asam sitrat sebanyak 10 gram. Setelah itu larutan
dimasak sampai mendidih.

4) Perebusan dan perendaman didalam larutan gula. Potongan umbi yang telah
direndam di dalam sulfit dan telah ditiriskan dimasukkan ke dalam larutan
gula mendidih. Umbi dibiarkan di dalam larutan tersebut selama 10 menit.
Kemudian api dimatikan, dan potongan umbi dibiarkan terendam di dalam
larutan gula tersebut selama 24 jam. Selama perendaman, harus dilakukan
pengadukan sekali 4 jam. Setelah itu umbi ditiriskan.

5) Pengeringan. Setelah ditiriskan, umbi dikeringan dengan alat pengering pada


suhu 60°C selama 4 jam sampai kadar air dibawah 20% dengan tanda kisut,
dan berkurangnya volume umbi menjadi sepertiga semula.

6) Pengemasan. Manisan umbi dikemas di dalam kantong plastik atau didalam


kotak plastik kaku. Produk dapat disimpan lama.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

MANISAN KOLANG KALING

1. PENDAHULUAN
Kolang-kaling dapat diolah menjadi manisan kolang-kaling dengan cara yang
mudah dan peralatan yang sederhana. Manisan kolang-kaling dapat disimpan
lama karena tingginya kadar gula, dan rendahnya pH.

Manisan kolang-kaling sudah lama dikenal oleh masyarakat di pulau Jawa.


Akan tetapi di Sumatera Barat, produk ini belum banyak dikenal. Usaha
pengolahan produk ini merupakan alternatif usaha yang mungkin
menguntungkan karena cara pembuatannya sederhana, biaya tidak mahal, dan
penampilan produk cukup menarik.

Ada dua jenis manisan, yaitu manisan basah dan manisan kering. Manisan
basah tidak dapat disimpan lama, dan penyimpanannya dianjurkan di dalam
lemari pendingin. Sedangkan manisan kering dapat disimpan lama, dan dapat
disimpan pada suhu ruang. Kolang-kaling biasanya diolah menjadi manisan
basah.

2. BAHAN
1) Kolang-kaling mentah
2) Larutan gula pasir. Larutan gula pasir diperlukan untuk merendam kolang-
kaling agar gula meresap ke dalam jaringan buah sehingga buah menjadi
manis.
Gula pasir yang digunakan berwarna putih dan bersih. Untuk membuat 1
liter larutan gula 40%. Gula sebanyak 400 gram dimasukkan ke dalam
panci, kemudian ditambahkan air sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai
volume mencapai 1 liter. Jumlah larutan yang dibutuhkan: 5 liter.
3) Pengawet. Pengawet yang digunakan adalah sodium benzoat. Senyawa ini
dapat menghambat pertumbuhan mikroba perusak makanan. Jumlah 4
gram.
4) Asam sitrat. Bahan ini digunakan untuk mengasamkan atau menurunkan pH
menjadi 3,8-4,4. Kondisi asam atau pH rendah dapat menghambat
pertumbuhan mikroba perusak. Jumlah 10 gram.
5) Larutan penguat jaringan buah. Larutan ini digunakan untuk menguatkan
jaringan irisan umbi. Larutan ini mengandung Ca+2. Ion tersebut diperoleh
dengan melarutkan CaCO3 (kapur sirih). Kapur sirih merupakan
senyawasumber ion Ca+2 yang paling murah dan paling mudah ditemukan
di pasaran.
6) Kapur sirih dilarutkan di dalam air dengan konsentrasi 0,2-0,3% yaitu dengan
melarutkan 2 sampai 3 g kapur sirih ke dalam 1 liter air. Jumlah larutan yang
dibutuhkan: 10 liter.
1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

7) Vanili atau essence frambozen

3. PERALATAN
1) Pisau dan talenan. Alat ini digunakan untuk memotong-motong kolang-
kaling.
2) Panci tahan karat. Alat ini digunakan untuk merebus dan merendam kolang-
kaling di dalam sirup gula.
3) Kemasan. Kemasan adalah wadah untuk mengemas manisan. Kemasan
yang ekonomis yang dapat digunakan adalah kantong plastik polietilen.
4) Sealer. Alat ini digunakan untuk menutup kantong plastik dengan
menggunakan panas.
5) Refraktometer. Alat ini digunakan untuk mengukur konsentrasi larutan
sukrosa secara cepat.

4. CARA PEMBUATAN
1) Pemotongan dan Perendaman di dalam Larutan Kapur
Kolang-kaling dipotong-potong, atau dibiarkan utuh, kemudian dicuci sampai
bersih. Setelah itu direndam di dalam larutan kapur selama 3 jam, dan
ditiriskan.
Proses tersebut tidak perlu dilakukan jika dalam pengolahan kolang-kaling
mentah sebelumnya sudah dilakukan perendaman di dalam larutan kapur.

2) Penggulaan (Perendaman di dalam Larutan Gula)

a. Penggulaan pertama
- Kolang-kaling direndam di dalam larutan gula 40% selama 48 jam.
Setiap 1 kg umbi direndam di dalam 1 liter larutan. Setelah itu umbi
dikeluarkan dan ditiriskan.
- Sementara itu larutan gula ditambah dengan asam sitrat dan asam
benzoat. Setiap liter ditambah dengan 2-5 gram asam sitrat, dan 0,5-
1,0 gram asam benzoat. Setelah itu larutan dididihkan selama 10
menit. Setelah dingin, kadar gula larutan diukur dengan refraktometer.
Jika kadar gula kurang dari 40%, ke dalam larutan ditambahkan lagi
gula hingga kadar gula kembali menjadi 40%.
Jika tidak tersedia refraktometer, setiap kali setelah perendaman larutan
gula ditambah dengan gula baru sebanyak 10% dari jumlah larutan.
Dengan demikian setiap 1 liter larutan ditambah dengan 100 gram gula.

b. Penggulaan kedua
- Setelah itu, kolang-kaling direndam lagi ke dalam larutan gula di atas
dan dibiarkan lagi selama 24 jam. Setelah itu umbi dikeluarkan dan
ditiriskan.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

- Sementara itu larutan gula dididihkan selama 10 menit. Setelah dingin,


kadar gula larutan diukur dengan refraktometer. Jika kadar gula kurang
dari 40%, ke dalam larutan ditambahkan lagi gula hingga kadar gula
kembali menjadi 40%.
Jika tersedia refraktometer, setiap kali setelah perendaman, larutan gula
ditmbah dengan gula baru sebanyak 10% dari jumlah larutan. Dengan
demikian setiap 1 liter larutan ditambah dengan 10 gram gula.

c. Penggulaan ketiga
- Setelah itu, kolang-kaling direndamkan lagi ke dalam larutan gula di
atas dan dibiarkan lagi selama 24 jam. Setelah itu kolang-kaling
dikeluarkan dan ditiriskan.
- Sementara itu larutan gula dididihkan selama 10 menit, kemudian
didinginkan. Setelah agak dingin, larutan tersebut dicampur dengan
kolang-kaling. Hasil yang diperoleh disebut manisan basah kolang-
kaling.

3) Pengawetan dan Pengemasan


Manisan kolang-kaling basah dikemas di dalam kantong plastik, gelas
plastik, atau botol kaca bermulut lebar (botol selai). Manisan terkemas ini
sebaiknya disimpan di dalam lemari pendingin (kulkas). Daya tahannya di
dalam kulkas diperkirakan 3-4 minggu.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

MANISAN PALA

1. PENDAHULUAN
Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah
kering dengan kadar air sekitar 30%, dan kadar gula tinggi (>60%). Kondisi ini
memungkinkan manisan dapat disimpan lama karena kebanyakan mikroba
tidak dapat tumbuh pada bahan.

Manisan pala adalah manisan yang dibuat dari kulit buah pala yang biasanya
terbuang dan tidak dimanfaatkan. Pembuatan manisan pala sudah lama
diusahakan sebagai usaha kecil di kabupaten Bogor. Di Sumatera Barat usaha
ini belum berkembang.

Pembuatan manisan pala merupakan alternatif usaha yang mungkin


menguntungkan karena cara pembuatannya sederhana, biaya tidak mahal, dan
penampilan produk cukup menarik.

2. BAHAN
1) Buah pala. Buah pala yang digunakan adalah yang telah matang dengan
tanda berwarna kuning dan bernoda coklat tua pada kulit luarnya. Jumlah 10
kg.
2) Larutan gula pasir. Larutan gula pasir untuk merendam irisan kulit pala agar
gula meresap ke dalam jaringan kulit pala sehingga kulit menjadi manis.
Gula pasir yang digunakan adalah yang berwarna putih bersih. Gula
dilarutkan sampai konsentrasi 40%. Untuk mendapatkan 10 liter larutan gula
40%, gula sebanyak 4 kg ditambah dengan air sedikit demi sedikit sambil
diaduk sampai volume 10 liter.
3) Pengawet. Pengawet yang digunakan adalah sodium benzoat. Senyawa ini
dapat menghambat pertumbuhan mikroba perusak makanan. Jumlah 4
gram.
4) Asam sitrat. Bahan ini digunakan untuk mengasamkan atau untuk
menurunkan pH menjadi 3,8-4,4. Kondisi asam atau pH rendah dapat
menghambat pertumbuhan mikroba. Jumlah 10gram.
5) Larutan penghambat reaksi pencoklatan. Larutan ini diperlukan agar buah
tidak berubah menjadi kecoklatan, atau warna gelap lainnya. Larutan
mengandung ion sulfit yang berasal dari sodium bisulfit, sodium meta bisulfit,
atau dari pelarutan gas belerang dioksida di dalam air.
Natrium bisulfit dilarutkan di dalam air dengan konsentrasi 0,18-0,22%, yaitu
dengan melarutkan 1,8-2,2 gram natrium bisulfit di dalam 1 liter air. Jumlah
larutan yang dibutuhkan: 10 liter.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

3. PERALATAN
1) Pisau dan landasannya. Alat ini digunakan untuk mengupas dan mengiris
kulit buah pala.
2) Baskom. Baskom digunakan untuk perendaman irisan kulit buah pala.
3) Kemasan. Kemasan adalah wadah untuk mengemas asinan pala. Kemasan
yang ekonomis yang dapat digunakan adalah plastik polietilen.
4) Sealer. Alat ini digunakan untuk menutup kantong plastik dengan
menggunakan panas.
5) Alat pengering. Alat ini digunakan untuk mengeringkan manisan kulit pala
sampai kadar air dibawah 9%.
6) Refraktometer. Alat ini digunakan untuk mengukur konsentrasi larutan
sukrosa secara cepat.

4. CARA PEMBUATAN
1) Pengupasan Buah Pala
Lapisan terluar dari kulit buah dikupas tipis-tipis. Kemudian kulit diiris dan
dibelah agar terbentuk bunga, dan biji pala dikeluarkan. Biji pala yang
terselubungi oleh lapisan fuli dipisahkan untuk dikeringkan. Selanjutnya
yang diolah adalah kulit dari buah pala.

2) Perendaman di dalam Larutan Sulfit


Larutan sulfit dipanaskan sampai suhu 64-680C. kemudian irisan kulit pala
direndamkan ke dalam larutan sulfit hangat tersebut selama 20 menit sambil
diaduk-aduk secara pelan-pelan. Setelah itu irisan kulit pala dicuci dengan
air segar dan ditiriskan.

3) Perendaman didalam Larutan Gula


a. Irisan kulit pala direndam di dalam larutan gula 40% selama 24 jam.
b. Setelah itu irisan ditiriskan. Sedangkan larutan gula dipanaskan sempai
suhu 900C selama 10 menit.
c. Setelah dingin, kadar gula larutan diukur dengan refraktometer. Jika
kadar gula kurang dari 40%, ke dalam larutan ditambahkan lagi gula
hingga kadar gula kembali 40%.
d. Setelah itu, irisan kulit pala direndamkan lagi ke dalam larutan gula dan
dibiarkan lagi selama 24 jam. Selanjutnya prosedur No. 2 dan 3 diatas
diulangi lagi sampai 2 kali. Dengan demikian perendaman dilakukan
selama 3 hari.

4) Pengeringan
Setelah itu, irisan kulit pala ditiriskan. Selanjutnya irisan dilumuri dengan
gula pasir putih bersih, kemudian dijemur (jika tersedia cukup sinar
matahari), atau dikeringkan dengan alat pengering sampai kadar air kurang
dari 30% dan irisan buah ditutupi oleh lapisan tipis gula pasir. Produk ini
disebut dengan manisan buah pala.
2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5) Pengemasan
Manisan kulit pala ini dikemas di dalam kantong plastik polietilen, kemudian
di-seal dengan rapat.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

MANISAN PEPAYA

1. PENDAHULUAN
Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah
kering dengan kadar air sekitar 30%, dan kadar gula tinggi (>60%). Kondisi ini
memungkinkan manisan dapat disimpan lama karena kebanyakan mikroba
tidak dapat tumbuh pada bahan.

Manisan pepaya belum dikenal oleh masyarakat, dan produk ini belum tersedia
di pasar. Walaupun demikian, produksi produk ini merupakan alternatif usaha
yang mungkin menguntungkan karena cara pembuatannya sederhana, biaya
tidak mahal, dan penampilan produk cukup menarik.

2. BAHAN
1) Buah pepaya. Buah pepaya yang digunakan adalah yang telah matang
konsumsi, tapi masih agak keras, sudah terasa manis, dan bila digores tidak
mengeluarkan getah. Jumlah 10 kg.

2) Larutan gula pasir. Larutan gula pasir diperguanakn untuk untuk merendam
irisan pepaya agar gula meresap ke dalam jaringan buah sehingga buah
menjadi manis.
Gula pasir yang digunakan adalah yang berwarna putih dan bersih. Gula
dilarutkan sampai konsentrasi 40%. Untuk mendapatkan 10 liter larutan gula
40%, gulasebanyak 4 kg ditambah air sedikit demi sedikit sambil diaduk
sampai volume 10 liter.

3) Pengawet. Pengawet yang digunakan adalah sodium benzoat. Senyawa ini


dapat menghambat pertumbuhan mikroba perusak makanan. Jumlah 4
gram.

4) Asam sitrat. Bahan ini digunakan untuk mengasamkan atau untuk


menurunkan pH menjadi 3,8~4,4. Kondisi asam atau pH rendah dapat
menghambat pertumbuhan mikroba. Jumlah 10 gram.

5) Larutan penguat jaringan buah. Larutan ini digunakan untuk menguatkan


jaringan irisan buah. Larutan ini mengandun ion Ca+2. Ion tersebut diperoleh
dengan melarutkan CaCO3 (kapur sirih). Kapur sirih merupakan senyawa
sumber ion Ca+2 yang paling murah dan paling mudah ditemukan di pasaran.
Kapur sirih dilarutkan di dalam air dengan konsentrasi 0,2~0,3%, yaitu
dengan melarutkan 2 sampai 3 gram kapur sirih ke dalam 1 liter air. Jumlah
larutan yang dibutuhkan: 10 liter.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

6) Larutan penghambat reaksi pencoklatan. Larutan ini diperlukan agar buah


tidak berubah menjadi kecoklatan, atau warna gelap lainnya. Larutan
mengandung ion sulfit yang berasal dari sodium bisulfit, sodium meta bisulfit,
atau dari pelarutan gas belerang dioksida di dalam air.
Natrium bisulfit dilarutkan di dalam air dengan konsentrasi 0,18~0,22%, yaitu
dengan melarutkan 1,8~2,2 gram natrium bisulfit di dalam 1 liter air. Jumlah
larutan yang dibutuhkan: 10 liter.

3. PERALATAN
1) Pisau dan landasannya. Alat ini digunakan untuk mengupas dan mengiris
buah pepaya.
Disarankan menggunakan dua pisau yang berbeda. Untuk pengupasan
digunakan pisau yang biasa digunakan di rumahtangga. Sedangkan untuk
mengiris digunakan pisau besar yang biasa digunakan untuk pemotong dan
pencincang daging.

2) Baskom. Baskom digunakan untuk perendaman irisan pepaya.

3) Kemasan. Kemasan adalah wadah untuk mengemas manisan pepaya.


Kemasan yang ekonomis yang dapat digunakan adalah kantong plastik
polietilen.

4) Sealer. Alat ini digunakan untuk menutup kantong plastikdengan


menggunakan panas.

5) Alat pengering. Alat ini digunakan untuk mengeringkan irisan pepaya sampai
kadar air dibawah 9%.

6) Refraktometer. Alat ini digunakan untuk mengukur konsentrasi larutan


sukrosa secara cepat.

4. CARA PEMBUATAN
1) Pengirisan dan Perendaman di dalam Larut Kapur Sirih
Buah pepaya dikupas, dibelah dan dibuang bijinya. Setelah itu buah dicuci
sampai bersih. Setelah itu, buah direndam di dalam larutan kapur sirih
selama 1 jam. Kemudian dicuci dengan air bersih dan ditiriskan.

2) Perendaman di dalam Larutan Sulfit


Larutan sulfit dipanaskan sampai suhu 64~680C. kemudian irisan pepaya
direndamkan ke dalam larutan sulfit hangat tersebut selama 10 menit sambil
diaduk-aduk secara pelan-pelan. Setelah itu irisan pepaya dicuci dengan air
segar dan ditiriskan.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

3) Perendaman di dalam Larutan Gula


a. Irisan pepaya direndam di dalam larutan gula 40% selama 24 jam.
b. Setelah itu irisan ditiriskan. Sedangkan larutan gula dipanaskan sampai
suhu 900C selama 10 menit.
c. Setelah dingin, kadar gula diukur dengan refraktometer. Bila kadar gula
kurang dari 40%, ke dalam larutan ditambahkan lagi gula hingga kadar
gula kembali menjadi 40 %.
d. Setelah itu, irisan pepaya direndam lagi ke dalam larutan gula dan
dibiarkan lagi selama 24 jam. Selanjutnya prosedur No. 2 dan 3 diulangi
lagi sampai 2 kali. Dengan demikian perendaman dilakukan selama 3
hari.

4) Pengeringan
Setelah itu, irisan buah ditiriskan. Selanjutnya irisan buah dijemur (jika
tersedia cukup sinar matahari), atau dikeringkan dengan alat pengering
sampai kadar air 30 % dengan tanda irisan buah susut menjadi seperti
ukuran semula dan menjadi lentur.

5) Pengemasan
Manisan pepaya ini dikemas di dalam kantong plastik polietilen, kemudian di-
seal dengan rapat.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Tel. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

MANISAN PISANG

1. PENDAHULUAN
Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah
kering dengan kadar air sekitar 30%, dan kadar gula tinggi (>60%). Kondisi ini
memungkinkan manisan dapat disimpan lama karena kebanyakan mikroba
tidak dapat tambuh pada bahan.

Manisan pisang belum dikenal oleh masyarakat, dan produk ini belum tersedia
di pasaran. Walaupun demikian, produksi produk ini merupakan alternatif
sederhana, biaya tidak mahal dan penampilan produk cukup menarik.

2. BAHAN
1) Buah Pisang yang telah matang konsumsi, atapi masih aga keras, terasa
manis Jumlah 10 kg.
2) Larutan gula pasir. Diperlukan untuk merendam irisan pisang agar gula
meresap ke dalam jaringan buah sehingga buah merasa manis. Gula pasir
yang digunakna adalah yang berwarna putih dan bersih . Gula dilutkan
sampai konsentrasi 40%. Untuk mendapatkan 1 liter larutan 40%, dilakukan
dengan melarutkan 400 g gula dengan air sampai volumenya 1 liter. Jumlah
larutan yang dibutuhkan 5 liter.
3) Pengawet. Pengawet yang digunakan adlah sodium benzoat. Senyawa ini
dapat menghambat pertumbuhan mikroba perusak makanan. Jumlah 10
gram.
4) Asam sitrat. Bahan ini digunakan untuk mengasamkan atau untuk
menurunkan pH menjadi 3,8 ~ 4,4. Kondisi asam atau pH rendah dapat
menghambat pertumbuhan mikroba perusak. Jumlah 10 gram.
5) Larutan penguat jaringan buah. Larutan ini digunakan untuk menguatkan
jaringan irisan buah. Larutan ini mengandung ion Ca+², Ion tersebut
diperoleh dengan melarutkan CaCo3 (kapur sirih). Kapur sirih merupakan
senyawa sumber ion Ca+² yang paling murah dan paling mudah ditemui di
pasaran. Kapur sirih dilarutkan di dalam air dengan konsentrasi 0,2 ~ 0,3%.
Untuk mendapatkan 1 liter larutan kapur tersebut dilakukan dengan
melarutkan 2 sampai 3 gram kapur sirih ke dalam 1 liter air. Jumlah larutan
yang dibutuhkan 10 liter.
6) Larutan penghambat reaksi pencoklatan. Larutan ini diperlukan buah tidak
berubah menjadi kecoklatan, atau warna gelap lainnya. Larutan mengandung
ion sulfit yang berasal dari sodium bisulfit, sodium metasulfit, atau dari
pelarutan gas belerang dioksida di dalam air. Natrium bisulfit dilarutkan di
dalam air dengan konsentrasi 0,18 ~ 0,2 . untuk memperoleh 1 liter larutan
tersebut, dilakukan dengan melarutkan 1,8 ~ 2,2 gram natrium di dalam 1
liter air. Jumlah larutan yang dibutuhkan 10 liter.
1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

3. PERALATAN
1) Pisau dan landasannya. Alat ini digunakan untuk mengupas dan mengiris
daging buah pisang. Disarankan menggunakan dua pisau yang berbeda.
Untuk pengupasan digunakan pisau yang biasa digunakan dirumah tangga.
Sedangkan untuk mengiris digunakan pisau besar yang biasa digunakan
untuk pemotong dan pencincang daging.
2) Wadah berpengaduk sebagai perendam pisang dengan larutan gula. Alat ini
berupa panci yang berpengaduk yang diputar oleh mesin. Alat ini digunakan
untuk merendam buah di dalam larutan gula. Pengadukan yang diberikan
akan meningkatkan efektivitas penggulaan, dimana gula lebih cepat meresap
ke dalam jaringan daging buah. Jika alat ini tidak ada, baskom atau ember
plastik yang biasa terdapat di rumahtangga dapat digunakan untuk
perendam irisan buah.
3) Baskom digunakan untuk perendaman irisan pisang.
4) Alat pengering. Alat ini digunakan untuk mengeringkan irisan pisang sampai
kadar air dibawah 9%.
5) Refraktometer. Alat ini digunakan untuk mengukur konsentrasi larutan
sukrosa secara cepat.
6) Kemasan adalah wadah untuk mengemas keripik pisang. Kemasan yang
ekonomis dapat digunakan adalah kantong plastik polietilen.
7) Sealer. Alat ini digunakan untuk menutup kantong plastik dengan
menggunakan panas.

4. CARA PEMBUATAN
1) Perendaman di dalam larutan sulfit.
Pisang dikupas, dan dipotong sesuai dengan ukuran yang dikehendaki.
Sementara itu larutan sulfit dipanaskan sampai suhu 64 ~ 68°C. Kemudian
irisan pisang direndamkan ke dalam larutan sulfit hangat tersebut selama 10
menit sambil diaduk-aduk secara pelan-pelan.

2) Perendaman di dalam larutan gula:


a) Potongan pisang direndam di dalam larutan gula 40% selama 24 jam.
b) Setelah itu irisan ditiriskan. Sedangkan larutan gula dipanaskan sampai
suhu 90°C selama 10 menit.
c) Setelah dingin, kadar gula larutan diukur dengan refraktometer. Jika kadar
gula kurang dari 40%, ke dalam larutan ditambahkan lagi gula hingga
kadar gula kembali menjadi 40%.
d) Setelah itu, potongan pisang direndamkan lagi ke dalam larutan gula dan
dibiarkan lagi selama 24 jam. Selanjutnya prosedur no.2 dan 3 diatas
diulangi lagi sampai 2 kali. Dengan demikian perendaman dilakukan
selama 3 hari.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

3) Pengeringan.
Setelah itu, potongan buah ditiriskan, kemudian dijemur (jika tersedia cukup
sinar matahari), atau dikeringkan dengan alat pengering sampai kadar air di
bawah 20% (ditandai dengan susutnyaukuran irisan buah menjadi separo
ukuran semula dan lentur)

4) Pengemasan.
Manisan pisang ini dikemas di dalam kantong plastik polietilen, kemudian di
seal dengan rapat.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Tel. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

MENTEGA KACANG TANAH

1. PENDAHULUAN
Mentega kacang tanah digunakan sebagai pelapis roti dan kue, rasanya lebih
gurih dan lebih enak dari pada mentega biasa (margarin).

2. BAHAN
1) Kacang tanah.
2) Gula pasir putih bersih.
3) TBM.

3. PERALATAN
1) Pengering.
2) Dandang.
3) Mesin penggiling kacang.
4) Botol selai..

4. CARA PEMBUATAN
1) Proses Pendahuluan
a. Blanching. Kacang tanah dicelupkan ke dalam air mendidih selama 1-3
menit sambil diaduk-aduk. Setelah itu kacang ditiriskan.
b. Pengeringan. Kacang yang telah di blanching dikeringkan pada suhu 130-
150°C selama 3-4 jam sehingga kadar air kurang dari 6%. Setelah itu
kacang didinginkan.
c. Pembuangan kulit ari. Kacang yang telah dikeringkan digosok-gosok
dengan tangan sehingga kulit arinya terlepas. Setelah itu, kacang ditampi
sehingga kulit ari yang telah terlepas dapat dibuang dan diperoleh biji
kacang tanpa kulit ari.

2) Penggilingan
Kacang kering yang tidak berkulit ari di atas digiling bersama gula dan TBM
sampai diperoleh pasta yang halus dan rata. Pasta ini disebut dengan
mentega kacang tanah.

3) Pengemasan
Mentega kacang tanah dikemas di dalam botol selai yang bermulut lebar dan
berpenutup ulir.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

MENTEGA SUSU

1. KELUARAN
Mentega susu.

2. BAHAN
Susu murni, dll.

3. ALAT
Separator, adukan, termometer dll.

4. PEDOMAN TEKNIS
Mentega susu atau mentega yang dibuat dari cream susu (kepala sus) banyak
mengandung lemak susu. Dengan memakai alat pemisah cream (separator)
dan kepala susu dipisahkan dan 40% kepala susu diolah untuk membuat
mentega.

Cara Pembuatan

1) Kepala susu yang telah dipisahkan lalu dipasteurisasi pada suhu 700C
selama 30 menit atau pada 800C selama 1 menit. Kemudian didinginkan
hingga mencapai suhu kamar.

2) Tambahkan starter sebanyak 3% dan diaduk hingga rata. Biarkan pada suhu
kamar hingga kepala susu menjadi asam biasanya memerlukan waktu
sekitar 6 jam, dan disimpan dalam lemari es, didinginkan hingga suhu
mencapai minus 40C.

3) Setelah dingin dan kental lalu ditumbuk (churned) untuk memisahkan bahan
mentega dari susu tumbuknya (buttermilk). Bahan mentega dicuci dengan air
dingin (air es) beberapa kali untuk membersihkan sisa-sisa susu tumbuk.

4) Kemudian bahan mentega yang masih tinggi kadar airnya itu diuli untuk
mengeluarkan air yang berlebih, dan mengkompakkan butir-butir mentega
menjadi suatu massa yang lebih padat (kompak). Kadar air yang diperlukan
dalam mentega sekitar 16-17%. Pengulian dilakukan beberapa kali hingga
kadar air yang dipersyaratkan tercapai.

Hal. 1/ 2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

5) Setelah kadar air memenuhi, lalu ditambah garam (garam halus), 0,5-2%
diaduk hingga rata. Setelah selesai penggaraman mentega dibungkus.
Warna mentega alami didapat, karena sapi-sapi di Indonesia umumnya
cukup mendapat makanan hijauan yang banyak mengandung carotene yang
berwarna kuning dan larut dalam lemak.

5. SUMBER
Departemen Pertanian, http://www.deptan.go.id, Maret 2001

6. KONTAK HUBUNGAN
Departemen Pertanian RI, Kantor Pusat Departemen Pertanian - Jalan Harsono
RM No. 3, Ragunan - Pasar Minggu, Jakarta 12550 - Indonesia

Jakarta, Maret 2001

Disadur oleh : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 2/ 2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

MINYAK ATSIRI CASSIAVERA

1. PENDAHULUAN
Minyak atsiri adalah senyawa mudah menguap yang tidak larut di dalam air
yang berasal dari tanaman. Minyak atsiri dapat dipisahkan dari jaringan
tanaman melalui proses destilasi. Pada proses ini jaringan tanaman dipanasi
dengan air atau uap air. Minyak atsiri akan menguap dari jaringan bersama
uap air yang terbentuk atau bersama uap air yang dilewatkan pada bahan.
Campuran uap air dan minyak atsiri dikondensasikan pada suatu saluran yang
suhunya relatif rendah. Hasil kondensasi berupa campuran air dan minyak
atsiri yang sangat mudah dipisahkan karena kedua bahan tidak dapat saling
dilarutkan.

Sampai saat ini, usaha penyulingan minyak atsiri cassiavera belum


dikembangkan di Sumatera Barat Semua hasil tanaman Cinnamomum dijual
dalam bentuk cassiavera kering ke pedagang pengumpul atau ke eksportir.

Metoda penyulingan:

Rimpang jahe mengandung minyak atsiri 1-3%. Minyak atsiri jahe dapat
diperoleh dengan berbagai tehnik penyulingan, yaitu:
1) Metode perebusan: Bahan direbus di dalam air mendidih. Minyak atsiri
akan menguap bersama uap air, kemudian dilewatkan melalaui kondensor
untuk kondensasi. Alat yang digunakan untuk metode ini disebut alat suling
perebus.
2) Metode pengukusan: Bahan dikukus di dalam ketel yang konstruksinya
hampir sama dengan dandang. Minyak atsiri akan menguap dan terbawa
oleh aliran uap air yang dialirkan ke kondensor untuk kondensasi. Alat
yang digunakan untuk metode ini disebut alat suling pengukus.
3) Metode uap langsung: Bahan dialiri dengan uap yang berasal dari ketel
pembangkit uap. Minyak atsiri akan menguap dan terbawa oleh aliran uap
air yang dialirkan ke kondensor untuk kondensasi. Alat yang digunakan
untuk metode ini disebut alat suling uap langsung.Untuk skala kecil seperti
yang dilakukan oleh kebanyakan petani, metode pengukusan paling sering
digunakan karena mutu produk cukup baik, proses cukup efisien, dan harga
alat tidak terlalu mahal. Untuk skala besar,metode uap langsung yang
paling baik karena paling efisien dibanding cara lainnya.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

2. BAHAN
1) Cassiavera. Untuk penyulingan, dianjurkan menggunakan cassiavera jenis
dust yang harganya lebihmurah
2) Air
3) Kertas saring berlapis magnesium karbonat

3. PERALATAN
1).Alat suling pengukus. Alat ini digunakan untuk menyuling minyak atsiri
cassiavera dengan metode pengukusan. Bagian-bagian utama dari alat
penyulingan ini ialah:
a. Ketel suling
b. Pengembun uap (kondensor): penampung hasil pengembunan
2) Botol kaca berwarna gelap atau jerigen plastik kualitas tinggi.

4. CARA PEMBUATAN
1) Penyiapan. Alat Suling Bagian dalam ketel dibersihkan. Setelah itu ketel diisi
dengan air bersih. Permukaan air berada 3-5 cm di bawah plat berpori yang
menjadi alas rajangan cassiavera. Air yang paling baik diisikan adalah air
hujan karena air ini tidak akan menimbulkan endapan atau kerak pada
dinding dalam ketel.

2) Pengisian Bahan ke dalam Ketel


a. Bahan diisikan ke dalam ketel secara baik. Bahan disusun dengan
formasi seragam dan mempunyai cukup rongga untuk penetrasi uap
secara merata ke dalam tumpukan bahan. Tumpukan bahan yang terlalu
padat merata ke dalam tumpukan bahan. Tumpukan bahan yang terlalu
padat dapat menyebabkan terbentuk rat holes yaitu suatu jalur uap yang
tidak banyak kontak dengan bahan yang disuling. Tentu saja hal ini
menyebabkan rendemen atau mutu minyak akan rendah.
b. Setelah bahan diisikan ke dalam ketel, penutup ketel secara rapat
sehingga tidak ada celah sekecil apapun yang memungkinkan uap lolos
dari celah tersebut.

3) Penyulingan
a. Mula-mula kondensor dialiri dengan air pendingin. Pada saat itu alat
pemisah air-minyak sudah terpasang pada saluran keluar kondensat.
b. Ketel dipanaskan dengan api tungku atau kompor. Api harus diusahakan
hanya mengenai dasar ketel. Api yang terlalu besar bisa menjilat dinding
ketel sehingga dinding menjadi sangat panas, dan hal ini dapat
menyebabkan gosong atau rusaknya bahan yang terdapat di dalam ketel.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Penyulingan dilakukaln selama 16-30 jam. Minyak atsiri cassiavera yang


baik berwarna kuning kecoklat-coklatan dan bening.

4) Pengurangan Air. Minyak atsiri cassiavera yang diperoleh masih


mengandung sejumlah kecil air. Air ini dapat dikurangi dengan menyaring
minyak dengan melalui kertas saring berlapis magnesium karbonat.
Untuk memperoleh minyak atsiri cassiavera dengan kandungan air yang
sangat rendah, minyak atsiri cassiavera harus disentrifusi dengan kecepatan
tinggi, atau disaring dengan penyaring mekanis.

5) Penyimpanan. Minyak atsiri cassiavera disimpan di dalam botol kaca yang


berwarna gelap atau kering. Botol ini harus ditutup rapat. Jerigen plastik
yang berkualitas tinggi juga dapat digunakan sebagai wadah penyimpan
minyak atsiri cassiavera.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

MINYAK ATSIRI FULI DAN BUAH PALA

1. PENDAHULUAN
Minyak atsiri adalah senyawa mudah menguap yang tidak larut di dalam air
yang berasal dari tanaman. Minyak atsiri dapat dipisahkan dari jaringan
tanaman melalui proses destilasi. Pada proses ini jaringan tanaman dipanasi
dengan air atau uap air. Minyak atsiri akan menguap dari jaringan bersama
uap air yang terbentuk atau bersama uap air yang dilewatkan pada bahan.
Campuran uap air dan minyak atsiri dikondensasikan pada suatu saluran yang
suhunya relatif rendah. Hasil kondensasi berupa campuran air dan minyak
atsiri yang sangat mudah dipisahkan kerena kedua bahan tidak dapat saling
melarutkan.

Metode Penyulingan
Fuli dan biji pala mengandung minyak atsiri, masing-masing 11 dan 12%.
Minyak atsiri tersebut dapat diperoleh dengan berbagai teknik penyulingan,
yaitu:

1. Metode perebusan: Bahan direbus di dalam air mendidih. Minyak atsiri akan
menguap bersama uap air, kemudian dilewatkan melalui kondensor untuk
kondensasi. Alat yang digunakan untuk metode ini disebut alat suling
perebus.

2. Metode pengukusan: Bahan dikukus di dalam ketel yang konstruksinya


hampir sama dengan dandang. Minyak atsiri akan menguap dan terbawa
oleh aliran uap air yang dialirkan ke kondensor untuk kondensasi. Alat yang
digunakan untuk metode ini disebut suling pengukus.

3. Metode uap langsung: Bahan dialiri dengan uap yang berasal dari ketel
pembangkit uap. Minyak atsiri akan menguap dan terbawa oleh aliran uap
air yang dialirkan ke kondensor untuk kondensasi. Alat yang digunakan
untuk metode ini disebut alat suling uap langsung.

Untuk skala kecil seperti yang dilakukan oleh kebanyakan petani, metode
pengukusan paling sering digunakan karena mutu produk cukup baik, proses
cukup efisien, dan harga alat tidak terlalu mahal. Untuk skala besar, metode
uap langsung yang paling baik karena paling efisien dibanding cara lainnya.

2. BAHAN
1) Fuli pala
2) Buah pala muda. Buah pala ini mempunyai fuli yang berwarna keputihan
dan daging kulit buah lunak. Biasanya yang digunakan adalah buah yang
berumur 4-5 bulan. Buah pala muda ini relatif tinggi kadar minyak atsirinya.
1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

3) Air
4) Kertas saring berlapis magnesium karbonat.

3. PERALATAN
1) Alat suling pengukus. Alat ini digunakan untuk menyuling minyak atsiri
dengan metode pengukusan. Bagian-bagian utama dari alat penyuling ini
ialah:
- Ketel suling
- Pengembun uap (kondensor).
- Penampung hasil pengembunan.
2) Botol kaca berwarna gelap, atau jerigen plastik kualitas tinggi.

4. CARA PEMBUATAN
1) Penyiapan Bahan
a. Fuli kering yang akan disuling tidak perlu dipersiapkan secara khusus.
Bahan ini dapat langsung dimasukkan ke dalam ketel suling. Sedangkan
buah pala muda perlu dipotong atau dicacah menjadi ukuran kecil-kecil
(0,5-1 cm).
b. Ukuran potongan buah harus diusahakan seseragam mungkin. Ukuran
yang tidak seragam akan meyulitkan penyusunan bahan di dalam ketel
secara baik.

2) Penyiapan Alat Suling


Bagian dalam ketel dibersihkan. Setelah itu ketel diisi dengan air bersih.
Permukaan air barada 3-5 cm di bawah plat berpori yang menjadi alas
potongan fuli atau buah pala. Air yang paling baik diisikan adalah air hujan,
karena air ini tidak akan menimbulkan endapan atau kerak pada dinding
dalam ketel.

3) Pengisian Bahan ke dalam Ketel


a. Bahan diisikan ke dalam ketel secara baik. Bahan disusun dengan
formasi seragam dan mempunyai cukup rongga untuk penetrasi uap
secara merata ke dalam tumpukan bahan. Tumpukan bahan yang terlalu
padat dapat menyebabkan terbentuk rat holes yaitu suatu jalur uap yang
tidak banyak kontak dengan bahan yang disuling. Tentu saja hal ini
menyebabkan rendemen dan mutu minyak akan rendah.
b. Setelah bahan diisikan ke dalam ketel, penutup ketel ditutup secara rapat
sehingga tidak ada celah sekecil apapun yang memungkinkan uap lolos
dari celah tersebut.

4) Penyulingan
a. Mula-mula kondensor dialiri dengan air pendingin. Pada saat itu alat
pemisah air-minyak sudah terpasang pada saluran keluar kondensat.
2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

b. Ketel dipanaskan dengan api tungku atau kompor. Api harus diusahakan
hanya mengenai dasar ketel. Api yang terlalu besar bisa menjilat dinding
ketel sehingga dinding menjadi sangat panas, dan hal ini dapat
menyebabkan gosong atau rusaknya bahan yang terdapat di dalam ketel.
Penyulingan dilakukan selama 24-48 jam.

5) Pengurangan air
a. Minyak atsiri pala (dari fuli atau dari buah) yang diperoleh masih
mengandung sejumlah kecil air. Air ini dapat dikurangi dengan menyaring
minyak melalui kertas saring berlapis magnesium karbonat.
b. Untuk memperoleh minyak atsiri pala dengan kandungan air yang rendah,
minyak atsiri pala harus disentrifusi dengan kecepatan tinggi atau disaring
dengan penyaring mekanis.

6) Penyimpanan
Minyak atsiri disimpan di dalam botol kaca yang berwarna gelap dan kering.
Botol ini harus ditutup rapat. Jerigen plastik yang berkualitas tinggi juga
dapat digunakan sebagai wadah penyimpan minyak atsiri pala.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

MINYAK ATSIRI JAHE

1. PENDAHULUAN
Minyak atsiri adalah senyawa mudah menguap yang tidak larut di dalam air
yang berasal dari tanaman. Minyak atsiri dapat dipisahkan dari jaringan
tanaman melalui proses destilasi. Pada proses ini jaringan tanaman dipanasi
dengan air atau uap air. Minyak atsiri akan menguap dari jaringan bersama
uap air yang terbentuk atau bersama uap air yang dilewatkan pada bahan.
Campuran uap air dan minyak atsiri dikondensasikan pada suatu saluran yang
suhunya relatif rendah. Hasil kondensasi berupa campuran air dan minyak
atsiri yang sangat mudah dipisahkan kerena kedua bahan tidak dapat saling
melarutkan.

Metode Penyulingan

Rimpang jahe mengandung minyak atsiri 1-3%. Minyak atsiri jahe dapat
diperoleh dengan berbagai teknik penyulingan, yaitu:
1) Metode perebusan: Bahan direbus di dalam air mendidih. Minyak atsiri akan
menguap bersama uap air, kemudian dilewatkan melalui kondensor untuk
kondensasi. Alat yang digunakan untuk metode ini disebut alat suling
perebus.
2) Metode pengukusan: Bahan dikukus di dalam ketel yang konstruksinya
hampir sama dengan dandang. Minyak atsiri akan menguap dan terbawa
oleh aliran uap air yang dialirkan ke kondensor untuk kondensasi. Alat yang
digunakan untuk metode ini disebut suling pengukus.
3) Metode uap langsung: Bahan dialiri dengan uap yang berasal dari ketel
pembangkit uap. Minyak atsiri akan menguap dan terbawa oleh aliran uap
air yang dialirkan ke kondensor untuk kondensasi. Alat yang digunakan
untuk metode ini disebut alat suling uap langsung.

Untuk skala kecil seperti yang dilakukan oleh kebanyakan petani, metode
pengukusan paling sering digunakan karena mutu produk cukup baik, proses
cukup efisien, dan harga alat tidak terlalu mahal.

Untuk skala besar, metode uap langsung yang paling baik karena paling efisien
dibanding cara lainnya.

2. BAHAN
1) Rimpang jahe.
2) Air.
3) Kertas saring berlapis magnesium karbonat.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

3. PERALATAN
1) Alat suling pengukus. Alat ini digunakan untuk menyuling minyak atsiri
dengan metode pengukusan. Bagian-bagian utama dari alat penyuling ini
ialah:
- Ketel suling
- Pengembun uap (kondensor).
- Penampung hasil pengembunan.
2) Botol kaca berwarna gelap, atau jerigen plastik kualitas tinggi.

4. CARA PEMBUATAN
1) Penyiapan Bahan
Rimpang jahe dicuci sampai kemudian dipotong kecil-kecil (dirajang).
Ketebalan berkisar antara 2 sampai 4 mm. Rimpang dapat juga digeprak
(dipukul sampai memar dan pecah, tapi tidak sampai hancur). Jahe yang
akan disuling tidak perlu dikuliti karena pengulitan akan menurunkan
rendeman minyak atsiri jahe.
Ukuran potongan (rimpang) harus diusahakan seseragam mungkin. Ukuran
yang tidak seragam akan meyulitkan penyusunan bahan di dalam ketel
secara baik.

2) Penyiapan Alat Suling


Bagian dalam ketel dibersihkan. Setelah itu ketel diisi dengan air bersih.
Permukaan air berada 3-5 cm di bawah plat berpori yang menjadi alas irisan
jahe. Air yang paling baik diisikan adalah air hujan, karena air ini tidak akan
menimbulkan endapan atau kerak pada dinding dalam ketel.

3) Pengisian Bahan ke dalam Ketel


a. Bahan diisikan ke dalam ketel secara baik. Bahan disusun dengan
formasi seragam dan mempunyai cukup rongga untuk penetrasi uap
secara merata ke dalam tumpukan bahan. Tumpukan bahan yang terlalu
padat dapat menyebabkan terbentuk rat holes yaitu suatu jalur uap yang
tidak banyak kontak dengan bahan yang disuling. Tentu saja hal ini
menyebabkan rendemen dan mutu minyak akan rendah.
b. Setelah bahan diisikan ke dalam ketel, penutup ketel ditutup secara rapat
sehingga tidak ada celah sekecil apapun yang memungkinkan uap lolos
dari celah tersebut.

4) Penyulingan
a. Mula-mula kondensor dialiri dengan air pendingin. Pada saat itu alat
pemisah air-minyak sudah terpasang pada saluran keluar kondensat.
b. Ketel dipanaskan dengan api tungku atau kompor. Api harus diusahakan
hanya mengenai dasar ketel. Api yang terlalu besar bisa menjilat dinding
ketel sehingga dinding menjadi sangat panas, dan hal ini dapat
menyebabkan gosong atau rusaknya bahan yang terdapat di dalam ketel.
2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Penyulingan dilakukan selama 16-30 jam. Minyak jahe yang baik


berwarna kuning kecoklat-coklatan.

5) Pengurangan air
Minyak jahe yang diperoleh masih mengandung sejumlah kecil air. Air ini
dapat dikurangi dengan menyaring minyak melalui kertas saring berlapis
magnesium karbonat.
Untuk memperoleh minyak atsiri jahe dengan kandungan air yang rendah,
minyak atsiri jah harus disentrifusi dengan kecepatan tinggi atau disaring
dengan penyaring mekanis.

6) Penyimpanan
Minyak atsiri disimpan di dalam botol kaca yang berwarna gelap dan kering.
Botol ini harus ditutup rapat. Jerigen plastik yang berkualitas tinggi juga
dapat digunakan sebagai wadah penyimpan minyak atsiri jahe.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

MINYAK KELAPA

1. PENDAHULUAN
Minyak kelapa merupakan bagian paling berharga dari buah kelapa.
Kandungan minyak pada daging buah kelapa tua adalah sebanyak 34,7%.
Minyak kelapa digunakan sebagai bahan baku industri, atau sebagai minyak
goreng. Minyak kelapa dapat diekstrak dari daging kelapa segar, atau diekstrak
dari daging kelapa yang telah dikeringkan (kopra).

Untuk industri kecil yang terbatas kemampuan permodalannya, disarankan


mengekstrak minyak dari daging buah kelapa segar. Cara ini mudah dilakukan
dan tidak banyak memerlukan biaya. Kelemahannya adalah lebih rendahnya
rendemen yang diperoleh.

Santan Kelapa

Santan kelapa merupakan cairan hasil ekstraksi dari kelapa parut dengan
menggunakan air. Bila santan didiamkan, secara pelan-pelan akan terjadi
pemisahan bagian yang kaya dengan minyak dengan bagian yang miskin
dengan minyak. Bagian yang kaya dengan minyak disebut sebagai krim, dan
bagian yang miskin dengan minyak disebut dengan skim. Krim lebih ringan
dibanding skim, karena itu krim berada pada bagian atas, dan skim pada
bagian bawah.

Prinsip Pengolahan

Minyak diambil dari daging buah kelapa dengan salah satu cara berikut, yaitu:
1) Cara basah
2) Cara pres
3) Cara ekstraksi pelarut

1) Cara Basah

Cara ini relatif sederhana. Daging buah diparut, kemudian ditambah air dan
diperas sehingga mengeluarkan santan. Setelah itu dilakukan pemisahan
minyak pada santan.

Pemisahan minyak tersebut dapat dilakukan dengan pemanasan, atau


sentrifugasi.

Pada pemanasan, santan dipanaskan sehingga airnya menguap dan


padatan akan menggumpal. Gumpalan padatan ini disebut blando. Minyak
dipisahkan dari blando dengan cara penyaringan. Blando masih banyak
mengandung minyak. Minyak ini dicampur dengan minyak sebelumnya.
1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Cara basah ini dapat dilakukan dengan menggunakan peralatan yang biasa
terdapat di dapur keluarga.

Pada sentrifugasi, santan diberi perlakuan sentrifugasi pada kecepatan


3000-3500 rpm. Sehingga terjadi pemisahan fraksi kaya minyak (krim) dari
fraksi miskin minyak (skim). Selanjutnya krim diasamkan, kemudian diberi
perlakuan sentrifugasi sekali lagi untuk memisahkan minyak dari bagian
bukan minyak.

Pemisahan minyak dapat juga dilakukan dengan kombinasi pemanasan dan


sentrifugasi. Santan diberi perlakuan sentrifugasi untuk memisahkan krim.
Setelah itu krim dipanaskan untuk menggumpalkan padatan bukan minyak.
Minyak dipisahkan dari bagian bukan minyak dengan cara sentrifugasi.
Minyak yang diperoleh disaring untuk memperoleh menyak yang bersih dan
jernih.

a. Cara Basah Tradisional

Cara basah tradisional ini sangat sederhana dapat dilakukan dengan


menggunakan peralatan yang biasa terdapat pada dapur keluarga. Pada
cara ini, mula-mula dilakukan ekstraksi santan dari kelapa parut.
Kemudian santan dipanaskan untuk menguapkan air dan menggumpalkan
bagian bukan minyak yang disebut blondo. Blondo ini dipisahkan dari
minyak. Terakhir, blondo diperas untuk mengeluarkan sisa minyak.

b. Cara Basah Fermentasi

Cara basah fermentasi agak berbeda dari cara basah tradisional. Pada
cara basah fermentasi, santan didiamkan untuk memisahkan skim dari
krim. Selanjutnya krim difermentasi untuk memudahkan penggumpalan
bagian bukan minyak (terutama protein) dari minyak pada waktu
pemanasan. Mikroba yang berkembang selama fermentasi, terutama
mikroba penghasil asam. Asam yang dihasilkan menyebabkan protein
santan mengalami penggumpalan dan mudah dipisahkan pada saat
pemanasan.

c. Cara Basah Lava Process

Cara basah lava process agak mirip dengan cara basah fermentasi. Pada
cara ini, santan diberi perlakuan sentrifugasi agar terjadi pemisahan skim
dari krim. Selanjutnya krim diasamkan dengan menambahkan asam
asetat, sitrat, atau HCI sampai pH4. Setelah itu santan dipanaskan dan
diperlakukan seperti cara basah tradisional atau cara basah fermentasi.
Skim santan diolah menjadi konsentrat protein berupa butiran atau
tepung.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

d. Cara Basah "Kraussmaffei Process"

Pada cara basah ini, santan diberi perlakuan sentrifugasi, sehingga terjadi
pemisahan skim dari krim. Selanjutnya krim dipanaskan untuk
menggumpalkan padatannya. Setelah itu diberi perlakuan sentrifugasi
sehingga minyak dapat dipisahkan dari gumpalan padatan. Padatan hasil
sentrifugasi dipisahkan dari minyak dan dipres untuk mengeluarkan sisa
minyaknya. Selanjutnya, minyak disaring untuk menghilangkan kotoran
dan padatan. Skim santan diolah menjadi tepung kelapa dan madu
kelapa. Setelah fermentasi, krim diolah seperti pengolahah cara basah
tradisional.

2) Cara Pres

Cara pres dilakukan terhadap daging buah kelapa kering (kopra). Proses ini
memerlukan investasi yang cukup besar untuk pembelian alat dan mesin.

Uraian ringkas cara pres ini adalah sebagai berikut:


a. Kopra dicacah, kemudian dihaluskan menjadi serbuk kasar.
b. Serbuk kopra dipanaskan, kemudian dipres sehingga mengeluarkan
minyak. Ampas yang dihasilkan masih mengandung minyak. Ampas
digiling sampai halus, kemudian dipanaskan dan dipres untuk
mengeluarkan minyaknya.
c. Minyak yang terkumpul diendapkan dan disaring.
d. Minyak hasil penyaringan diberi perlakuan berikut:
- Penambahan senyawa alkali (KOH atau NaOH) untuk netralisasi
(menghilangkan asam lemak bebas).
- Penambahan bahan penyerap (absorben) warna, biasanya
menggunakan arang aktif agar dihasilkan minyak yang jernih dan
bening.
- Pengaliran uap air panas ke dalam minyak untuk menguapkan dan
menghilangkan senyawa-senyawa yang menyebabkan bau yang tidak
dikehendaki.
e. Minyak yang telah bersih, jernih, dan tidak berbau dikemas di dalam kotak
kaleng, botol plastik atau botol kaca.

3) Cara Ekstraksi Pelarut

Cara ini menggunakan cairan pelarut (selanjutnya disebut pelarut saja) yang
dapat melarutkan minyak. Pelarut yang digunakan bertitik didih rendah,
mudah menguap, tidak berinteraksi secara kimia dengan minyak dan
residunya tidak beracun. Walaupun cara ini cukup sederhana, tapi jarang
digunakan karena biayanya relatif mahal.

Uraian ringkas cara ekstraksi pelarut ini adalah sebagai berikut:


a. Kopra dicacah, kemudian dihaluskan menjadi serbuk.

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

b. Serbuk kopra ditempatkan pada ruang ekstraksi, sedangkan pelarut pada


ruang penguapan. Kemudian pelarut dipanaskan sampai menguap. Uap
pelarut akan naik ke ruang kondensasi. Kondensat (uap pelarut yang
mencair) akan mengalir ke ruang ekstraksi dan melarutkan lemak serbuk
kopra. Jika ruang ekstraksi telah penuh dengan pelarut, pelarut yang
mengandung minyak akan mengalir (jatuh) dengan sendirinya menuju
ruang penguapan semula.
c. Di ruang penguapan, pelarut yang mengandung minyak akan menguap,
sedangkan minyak tetap berada di ruang penguapan. Proses ini
berlangsung terus menerus sampai 3 jam.
d. Pelarut yang mengandung minyak diuapkan. Uap yang terkondensasi
pada kondensat tidak dikembalikan lagi ke ruang penguapan, tapi
dialirkan ke tempat penampungan pelarut. Pelarut ini dapat digunakan
lagi untuk ekstraksi. penguapan ini dilakukan sampai diperkirakan tidak
ada lagi residu pelarut pada minyak.
e. Selanjutnya, minyak dapat diberi perlakuan netralisasi, pemutihan dan
penghilangan bau.

Pada pengolahan minyak yang akan diterangkan di bawah ini dipilihkan cara
basah fermentasi karena biayanya cukup murah dan dapat dilakukan dengan
mudah.

2. BAHAN
1) Kelapa
2) Ragi tapai

3. PERALATAN
1) Mesin parut. Mesin ini digunakan untuk memarut daging buah kelapa.
Mesin ini mempunyai konstruksi yang sederhana, relatif murah, mudah
dioperasikan dan mudah dirawat. Mesin ini biasa digunakan oleh pedagang
kelapa yang menyediakan jasa pemarutan kelapa di pasar-pasar.
2) Alat pemeras santan. Alat ini digunakan untuk memera santan dari kelapa
parut. Alat ini dibuat dari dongkrak hidrolik, kemudian dirakit.
3) Wadah pemisah skim. Wadah ini digunakan untuk memisahkan skim dari
krim santan. Dianjurkan menggunakan wadah yang tembus cahaya agar
pemisahan skim dari krim dapat diamati. Untuk itu dapat digunakan botol air
minum kemasan galon.
4) Tungku. Tungku digunakan untuk memanaskan krim sehingga terjadi
pemisahan minyak dari bagian bukan minyak.

4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4. CARA PEMBUATAN
1) Daging buah kelapa diparut. Hasil parutan (kelapa parut) dipres sehingga
mengeluarkan santan. Ampas ditambah dengan air (ampas : air = 1 : 0,2)
kemudian dipres lagi. Proses ini diulangi sampai 5 kali. Santan yang
diperoleh dari tiap kali pengepresan dicampur menjadi satu.
2) Santan dimasukkan ke dalam wadah pemisah skim selama 12 jam. Setelah
terjadi pemisahan, kran saluran pengeluaran dari wadah pemisah dibuka
sehingga skim mengalir keluar dan menyisakan krim. Kemudian krim ini
dikeluarkan dan ditampung pada wadah terpisah dari skim.
3) Krim dicampur dengan ragi tapai (krim : ragi tapai = 1 : 0,005, atau 0,05%).
Selanjutnya, krim ini dibiarkan selama 20-24 jam sehingga terjadi proses
fermentasi oleh mikroba yang terdapat pada ragi tapai.
4) Krim yang telah mengalami fermentasi dipanaskan sampai airnya menguap
dan proteinnya menggumpal. Gumpalan protein ini disebut blondo.
Pemanasan ini biasanya berlangsung selama 15 menit.
5) Blondo yang mengapung di atas minyak dipisahkan kemudian dipres
sehingga mengeluarkan minyak. Minyak ini dicampurkan dengan minyak
sebelumnya, kemudian dipanaskan lagi selama 5 menit.
6) Minyak yang diperoleh disaring dengan kain kasa berlapis 4. Kemudian
minyak diberi BHT (200 mg per kg minyak).
7) Minyak dikemas dengan kotak kaleng, botol kaca atau botol plastik.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

MINYAK KULIT JERUK

1. PENDAHULUAN
Kulit jeruk mengandung atsiri yang terdiri dari berbagai komponen seperti
terpen, sesquiterpen, aldehida, ester dan sterol3.

Rincian komponen minyak kulit jeruk adalah sebagai berikut: limonen (94%),
mirsen (2%), llinalol (0,5%), oktanal (0,5%), dekanal (0,4%), sitronelal (0,1%),
neral (0,1%), geranial (0,1%), valensen (0,05%), -sinnsial (0,02%), dan -
sinensial (0,01%).

Minyak kulit jeruk dapat digunakan sebagai flavor terhadap produk minuman,
kosmetika, dan sanitari. Harga ekstrak minyak jeruk relatif mahal.

Proses ekstraksi minyak kulit jeruk dapat dikerjakan dengan metode sederhana
dengan menggunakan peralatan yang tidak terlalu mahal.

2. BAHAN
1) Kulit jeruk
2) Larutan NaHCO3 5%
3) Na2SO4 anhidrat

3. PERALATAN
1) Perajang. Alat ini digunakan untuk merajang kulit jeruk.
Alat paling sederhana adalah pisau dan talenan. Untuk kapasitas besar,
perajangan perlu menggunakan mesin perajang.

2) Pemeras kulit jeruk. Alat ini digunakan untuk memeras kulit jeruk sehingga
kadar airnya turun. Ada dua jenis alat yang dapat digunakan, yaitu pemeras
berulir dan pemeras hidrolik.

3) Sentrifus. Alat ini digunakan untuk memisahkan fraksi air dan minyak dari
hasil pemerasan ulit jeruk.

4) Botol dekan tasi. Alat ini digunakan untuk dekantasi, yaitu pemisahan fraksi
minyak dan air pada emulsi.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4. CARA PEMBUATAN
1) Persiapan
a. Pelunakan. Kulit jeruk sicuci sampai bersih, kemudian direndam di dalam
larutan NaHCO3 % selama 10-14 jam. Setiap kg kulit jeruk direndam
dengan 1 liter larutan NaHCO3.
b. Perajangan. Setelah itu perendaman tersebut, kulit jeruk dirajang sampai
berukuran 0,3-0,5 cm.

2) Pemerasan
Kulit jeruk yang telah dirajang dibungkus dengan kain blacu tebal, kemudian
diperas dengan alat pres berulir, atau alat pres hidrolik. Mula-mula tekanan
200 kg per cm2, setelah itu tekanan dinaikkan secara pelan-pelan menjadi
400 kg per cm2. Selama pemerasan dilakukan penyemprotan dengan air
dingin. Pemerasn dilakukan dua kali. Hasil yang diperoleh berupa emulsi
minyak di dalam air yang disebut emulsi minyak.

3) Pemisahan Minyak
a. Dekantasi. Emulsi dimasukkan ke dalam botol dekantasi (pemisah fraksi
air dan minyak emulsi). Setelah itu botol yang berisi emulsi disimpan di
dalam lemari pendingin (4-70C) selama 10-24 jam. Fraksi air yang berada
pada bagian bawah dibuang. Cara pembuangannya adalah sebagai
berikut. Mula-mula saluran pemasukan dibuka, kemudian kran
pengeluaran dibuka sampai semua fraksi air mengalir keluar.
b. Sentrifugasi. Fraksi minyak yang tertinggal di botol dekantasi dipindahkan
ke botol sentrifus. Kemudian dilakukan sentrifugasi pada kecepatan
4000-6000 rpm selama 15 menit. Sisa fraksi air akan berada pada bagian
bawah cairan si dalam botol sentrifus, dan fraksi minyak berada pada
bagian atas. Fraksi minyak ini disebut sebagai minyak kulit jeruk.
c. Pemberian Na2SO4. Minyak kulit jeruk diberi Na2SO4 anhidrat, kemudian
diaduk-aduk. Setiap liter minyak diberi dengan 1-3 g Na2SO4 anhidrat.
Setelah itu, minyak disaring untuk memisahkan Na2SO4. Pemberian
senyawa tersebut bertujuan untuk mengikat air yang tidak dapat
dipisahkan dengan dekantasi dan sentrifugasi.

4) Penyimpanan
Minyak kulit jeruk disimpan di dalam botol kaca berwarna gelap dalam
keadaan tertutup rapat pada tempat yang tidak panas.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

NATA DE CACAO

1. PENDAHULUAN
Nata adalah biomassa yang sebagian besar terdiri dari sellules, berbentuk agar
dan berwarna putih. Massa ini berasal pertumbuhan Acotobacter xylinum pada
permukaan media cair yang asam dan mengandung gula.

Nata dapat terbuat dari bahan baku air kelapa, dan limbah cair pengolahan tahu
Whey tahu). Nata yang dibuat dari air kelapa disebut dengan nata de coco, dari
whey tahu disebut dengan nata de soya, dar cairan lendir kaka disebut nata de
cacao. Bentuk, warna, tekstur dan rasa kedua jenis nata tersebut tidak berbeda.

Pada proses pengolahan biji kakao dilakukan fermentasi terhadap biji basah
yang berlendir. Biji ditumpuk di dalam peti fermentasi yang dasrnya belobang-
lobang. Selama fermentasi berlangsung, cairan lendir Kakao akan menetes dari
bagian bawah peti fermentasi. Cairan ini dapat dijadikan media untuk produksi
nata.

Pembuatan nata tidak sulit, dan biaya yagn dibutuhkan juga tidak
banyak.Usaha pembuatan nata ini merupakan alternatif usaha yang cukup
menjanjikan (prospektif).

Fermentasi Nata

Fermentasi nata dilakukan melalui tahap-tahap berikut:


1) Pemeliharaan biakan murni Acetobacter xylinum
2) Pembuatan starter
3) Fermentasi

1) Pemeliharaan Biakan Murni Acetobacter xylinum


Fermentasi nata memerlukan biakan murni Acetobacter xylinum. Biakan
murni ini harus dipelihara sehingga dapat digunakan setiap saat diperlukan.
Pemeliharaan tersebut meliputi (1) proses penyimpanan sehingga dalam
jangka waktu yang cukup lama viabilitas (kemampuan hidup) mikroba tetap
dapat dipertahankan; dan (2) penyegaran kembali mikroba yang telah
disimpan sehingga terjadi pemulihan viabilitas dan mikroba dapat disiapkan
sebagai inokulum fermentasi.

2) Penyimpanan
a. A. Xylinum biasanya disimpan pada agar miring yang terbuat dari media
Hassid dan Barker yang dimodifikasi2 dengan konposisi sebagai berikut:
glukosa (100 g), ekstrak khamir (2,5 g), K2HPO4 (5 g), (NH4) 2SO4 (0,6 g),
MgSO4 (0,2g), agar (18 g), dan air kelapa (1 liter).
1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

b. Pada agar miring dengan suhu penyimnpanan 4-70C, mikroba ini dapat
disimpan selama 3-4 minggu

3) Penyegaran
Setiap 3 atau 4 minggu, biakan A. Xylinum harus dipindahakan kembali pada
agar miring baru. Setelah 3 kali penyegaran, kemurnian biakan harus diuji
dengan melakuakan isoalsi biakan pada agar cawan. Adanya koloni asing
pada permukaan cawan menunjukkan bahwa kontamnasi telah terjadi .
Biakan pada agar miring yang telah terkontaminasi, harus diisolasi dan
dimurnikan kembali sebelum disegarkan .

4) Pembuatan Starter
a. Starter adalah populasi mikroba dalam jumlah dan kondisi fisiologis yan
siap diinokulasikan pada media fermentasi. Mikroba pada starter tumbuh
dengan cepat dan fermentasi segera terjadi.
b. Media starter biasanya identik dengan media fermentasi. Media ini
diinokulasi dengan biakan murni dari agar miring yang masih segar (umur
6 hari).
c. Starter baru dapat digunakan 6 hari setelah diinokulasi dengan biakan
murni. Pada permukaan starter akan tumbuh mikroba membentuk lapisan
tipis berwarna putih. Lapisan ini disebut dengan nata. Semakin lama
lapisan ini akan semakin tebal sehingga ketebalanya mencapai 1,5 cm.
Starter yang telah berumur 9 hari (dihitung setelah diinokulasi dengan
biakan murni) tidak dianjurkan digunakan lagi karena kondisi fifiologis
mikroba tidak optimum bagi fermentasi, dan tingkat kontaminasi mungkin
suda cukup tinggi.
d. Volume starter disesuaikan denga volume media fermentasi yang akan
disiapkan. Dianjurkan volume starter tidak kurang dari 5% volume media
yang akan difermentasi menjadi nata. Pemakaina starter yang terlalu
banyak tidak diajurkan karena tidak ekonomis.

5) Fermentasi
a. Fermentasi dilakukan pada media cair yang telah diinokulasi dengan
starter. Fermen tasi berlangsung pada kondisi aerob (membutuhkan
oksigen). Mikroba tumbuh terutama pada permukaan media. Fermenrtasi
dilangsungkan sampai nata yang terbentuk cukup tebal (1,0-1,5 cm).
Biasanya ukuran tersebut tercapai setelah 10 hari ke 15. Jika fermentasi
tetap diteruskan, kemungkinan permukaan nata mengalami kerusakan
oleh mikroba pencemar.
b. Nata berupa lapisan putih seperti agar. Lapisan ini adalah massa mikroba
berkapsul dari selulosa.
c. Lapisan nata mengandung sisa media yanf sangat masam. Rasa dan bau
masam tersebut dapat dihilangkan dengan perendaman dan perebusan
dengan air bersih.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

2. BAHAN
1) Penyiapan Biakan Murni
a. Biakan murni A. Xylinum
b. Glukosa, 100 g
c. Ekstrak khamir, 5 g
d. K2HPO4, 5 g
e. (NH4)2SO4, 0,6 g
f. MgSO4, 0,2 g,
g. Agar, 18 g,
h. Air kelapa, 1 liter
i. Asam asetat 25%, untuk mengatur agar pH menjadi 3-4

2) Pembuatan Starter
a. Biakan murni A. Xylinum
b. Glukosa, 100 g
c. Urea, 5 g
d. Air kelapa, 1 liter
e. Asam asetat 25%, untuk mengatur agar pH menjadi 3-4

3) Fermentasi Nata
a. Starter
b. Glukosa
c. Urea
d. Limbah lendir cacao
e. Asam asetat 25%, untuk mengatur agar pH menjadi 3-4

3. PERALATAN
1) Alat untuk Pengumpulan Cairan Lendir
Cairan lendir menetes dari tumpukkan biji kakao yang sedang difermentasi.
Cairan ini mengalir dari celah bagian bawah peti fermentasi. Cairan ini dapat
ditampung dengan menggunkan salah satu alat sebagai berikut:
a. Lembaran plastik yang di letakkan di bagian bawah peti fermentasi.
Pinggiran plastik dibatasi dengan potongan kayu untuk membentuk
lekukan di bagian dalam lembaran plastik.
Kotak dari aluminium
b. Alat untuk Penyiapan Biakan Murni
- Alat pensteril. Alat ini digunakan untuk mensterilkan alat dan media.
- Autoklav mini, atau press cooker sudah memadai untuk keperluan
tersebut.
- Tabung reaksi dan kapas. Alat ini digunakan untuk pembuatan agar
miring.
- Jarum ose. Alat ini digunakan untuk memindahkan biakan ke agar
miring baru.

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

- Kotak inokulasi. Alat ini digunakan sebagai tempat untuk memindahkan


biakan sehingga kemungkinan kontaminasi. Bisa diminimalkan .
- Lampu spritus. Alat ini digunakan untuk membakar jarum ose, dan
mengurangi kemungkinan kontaminasi pada saat pemindahan biakan.
- Gelas piala. Alat ini digunakan untuk membuat media agar.
- Kompor. Alat ini digunakan untuk memasak media agar yang baru
dibuat sebelum sterilisasi.
- Kotak inkubasi. Alat ini digunakan untuk inkubasi agar miring
- Lemari pendingin (kulkas). Alat ini digunakan untuk menyimpan biakan
agar miring yang telah selesai diinkubasi.
- Timbangan
- PH meter. Alat ini digunakan untuk mengatur pH menjadi 3-4

3) Pembuatan starter
a. Botol bermulut lebar. Alat ini digunakan sebagai wadah untuk pembuatan
starter.
b. Kertas. Kertas digunakan untuk menutup botol bermulut lebar.
c. Ruang inkubasi. Ruang ini digunakan untuk inkubasi starter. Ruang harus
bersih, telah disuci hamakan, tidak berserangga, dan tidak mudah
dimasuki debu, angin, dan serangga.
d. Wadah perebus media. Wadah ini digunakan untuk merebus media yang
akan diinokulasikan dengan biakan murni. Wadah harus tahan asam, dan
mudah dibersihkan. Panci berenamel atau stanless steel paling cocok
sebagai wadah perebus media.
e. Timbangan.
f. PH meter. Alat ini digunakan untuk mengatur pH menjadi 3-4

4) Fermentasi
a. Wadah fermentasi. Wadah fermentasi berupa baki-baki yang tahan asam
dengan kedalaman 7-9 cm. Kotak plastik, stainless steel, atau aluminium
yang diberi enamel dapat digunakan untuk keperluan tersebut.
b. Wadah perebus media. Wadah ini digunakan untuk merebus media yang
akan diinokulasikan dengan starter. Wadah harus tahan asam, dan mudah
dibersihkan. Panci berenamel atau stainless steel paling cocok sebagai
wadah perebus media.
c. Ruang fermentasi. Ruang ini digunakan untuk fermentasi. Ruang harus
bersih, telah disuci hamakan, tidak berserangga, dan tidak mudah
dimasuki debu, angin, dan serangga.
d. Timbangan
e. Kompor
f. PH meter. Alat ini digunakan untuk mengatur pH menjadi 3-4

5) Pemanenan Hasil
a. Wadah perendam dan perebus. Wadah ini digunakan untuk merendam
dan merebus nata dengan air bersih agar hilang rasa dan bau masamnya.
Wadah harus dari bahan tahan asam.

4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

b. Pemotong nata. Alat ini digunakan untuk memotong nata sehingga


berbentuk kubus. Alat paling sederhana adalah pisau. Untuk memotong
nata dalam jumlah besar dapat digunakan mesin pemotong yang
digerakkan dengan tangan atau digerakkan dengan mesin.

4. CARA PEMBUATAN
1) Penyiapan Biakan Murni3
a. Agar (15-18 g) dimasukkan ke dalam 500 ml air kelapa, kemidian
dipanaskan sampai larut. Setelah itu ditambahkan ekstrak ragi (5 gram)
dan diaduk sampai larut (larutan a).
b. Gula (75 g), dan asam asetat (15 ml) dimasukkan ke dalam 500 ml air
kelapa segar yang lain dan diaduk sampai gula larut (larutan b).
c. Larutan (a) sebanyak 3-4 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
kemudian tutup dengan kapas. Larutan (b) 3-4 juga dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang lain, kemudian ditutup dengan kapas. Masing-masing
disterilkan pada suhu 1210C selama 20 menit.
d. Setelah selesai sterilisasi dan larutan tidak terlalu panas lagi, larutan (a)
dituangkan ke larutan (b) secara aseptis. Setelah itu 1 tabung berisi
larutan b diletakkan secara miring untuk membuat agar miring dan
ditunggu sampai agar mengeras.
e. Inokulum Acetobacter xylinum diinokulasikan pada agar miring di atas.
Kemudian diinkubasikan pada suhu kamar atau pada suhu 300C sampai
tampak pertumbuhan.bakteri serupa keloid mengkilat dan bening pada
permukaan agar miring.

2) Pembuatan Starter
a. Air kelapa diendapkan, kemudian disaring dengan beberapa lapisan kain
kassa, kemudian dipanaskan sampai mendidih dengan api besar sambil
diaduk-aduk. Setelah mendidih, ditambahkan (a) asam aseat glasial (10-
20 ml asam asetat untuk tiap 1 liter air kelapa, dan (2) gula (75-100,0 g
gula untuk tiap 1 liter air kelapa). Campuran ini diaduk sampai gula larut.
Larutan ini disebut air kelapa asam bergula.
b. Urea (sebanyak 3 g urera untuk setiap 1 liter air kelapa asam bergula
yang disiapkan pada no. 1 di atas) dilarutkan di dalam sedikit air kelapa (
setiap 1 g urea membutuhkan 20 ml air kelapa). Larutan ini didihkan,
kemudian dituangkan ke dalam air kelapa asam bergula.
c. Ketika masih panas, media dipindahkan ke dalam beberapa botol
bermulut lebar, masing-masing sebanyak 200 ml. Botol ditutup dengan
kapas steril. Setelah dingin, ditambahkan 4 ml suspensi mikroba. Setelah
itu, media diinkubasi pada suhu kamar selama 6-8 hari (sampai terbentuk
lapisan putih pada permukaan media).

3) Fermentasi Nata
a. Penyaringan dan pengenceran. Cairan lendir disaring untuk memisahkan
berbagai kotoran seperti pasir, serat kulit, dan daun. Setelah itu cairan lendir
5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

diencerkan dengan air bersih. Setiap 1 liter cairan lendir ditambah dengan 14
liter air. Pengenceran ini akan memucatkan warna cairan lendir . Cairan yang
sudah diencerkan ini disebut cairan lendir encer.
b. Pemanasan dan penambahan zat gizi. Cairan encer dipanaskan sampai
mendidih. Setelah mendidih, ditambahkan (a) asam asetat glasial (10 ml
asam asetat untuk setiap 1 liter cairan lendir encer), (2) KH2PO4 (1 g untuk
setiap 1 liter cairan lendir encer), (3) MgSO4. 7H2O (KH2PO4 (1 g untuk
setiap 1 liter cairan lendir encer) dan (4) gula (80 g gula untuk setiap 1 liter
air kelapa). Campuran ini diaduk sampai gula larut. Pendidihan diteruskan 5-
10 menit. Setelah itu ditambahkan urea (sebanyak 5 g urea untuk setiap 1
liter cairan lendir encer) dan diaduk sampai larut. Larutan yang diperoleh
disebut sebagai media nata. Larutan ini didinginkan sampai suam-suam
kuku.
c. Media nata ditambah dengan starter (setiap 1 liter media nata membutuhkan
50-100 ml starter), kemudian dipindahkan ke dalam wadah-wada fermentasi
denan ketinggian 4 cm. Wadah ditutup dengan kertas yan gtelah dipanaskan
di dalam oven pada suhu 1400C selama 2 jam. Wadah berisi media ini
disimpan di ruang fermentasi selama 12-15 hari sampai terbentuk lapisan
nata yang cukup tebal (1,5-2,0 cm)

4) Panen dan Pencucian


Lapisan nata diangkat, kemudian dicuci dengan air bersih. Setelah itu nata
direndam di dalam air mengalir atau air yang diganti ganti dengan air segar
selama 3 hari. Setalah itu natan dipotong-potong dengan panjang 1,5 dan
direbus 5-10 menit, kemudian dicuci, dan direbus lagi selama 10 menit. Hal ini
diulangi sampai natan tidak berbau dan berasa asam lagi.

5) Pembotolan
a. Pembuatan sirup. Gula yang putih dilarutkan ke dalam air (setiap 2 kg guls
dilarutkan ke dalam 4 liter air bersih), kemudian ditambahkan vanile
(secukupnya ) dan bezoat (1 gram untuk setiap liter larutan gula). Larutan
sirup ini direbus sampai mendidih selama 30 menit.
b. Pengemasan. Nata yang masih panas segera dimasukkan ke dalam sirup,
kemudian didinginkan sampai suam-suam kuku. Setelah itu nata dikemas
di dalam kantong plastik rangkap dua, atau di dalam gelas plasti, dan
dikemas ditutup dengan rapat (kantong plastik diikat dengan karet, dan
gelas plastik di-seal).

6
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

7
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

NATA DE SOYA

1. PENDAHULUAN
Nata adalah biomassa yang sebagian besar terdiri dari selulosa, berbentuk
agar dan berwarna putih. Massa ini berasal pertumbuhan Acetobacter xylinum
pada permukaan media cair yang asam dan mengandung gula.

Nata dapat dibuat dari bahan baku air kelapa, dan limbah cair pengolahan tahu
(whey tahu). Nata yang dibuat dari air kelapa disebut dengan nata de coco, dan
yang dari whey tahu disebut dengan nata de soya. Bentuk, warna, tekstur dan
rasa kedua jenis nata tersebut tidak berbeda.

Pembuatan nata tidak sulit, dan biaya yang dibutuhkan juga tidak banyak.
Usaha pembuatan nata ini merupakan alternatif usaha yang cukup menjanjikan
(prospektif).

Fermentasi Nata dilakukan melalui tahap-tahap berikut:


- Pemeliharaan biakan murni Acetobacter xylinum.
- Pembuatan starter.
- Fermentasi.

a) Pemeliharaan Biakan Murni Acetobacter xylinum.

Fermentasi nata memerlukan biakan murni Acetobacter xylinum. Biakan


murni ini harus dipelihara sehingga dapat digunakan setiap saat diperlukan.
Pemeliharan tersebut meliputi:
- Proses penyimpanan sehingga dalam jangka waktu yang cukup lama
viabilitas (kemampuan hidup) mikroba tetap dapat dipertahankan, dan
- Penyegaran kembali mikroba yang telah disimpan sehingga terjadi
pemulihan viabilitas dan mikroba dapat disiapkan sebagai inokulum
fermentasi.

Penyimpanan.
A.xylinum biasanya disimpan pada agar miring yang terbuat dari media
Hassid dan Barker yang dimodifikasi dengan komposisi sebagai berikut :
Glukosa (100 gram), ekstrak khamir (2,5 gram), K2HPO4 (5 gram),
(NH4)2SO4 (0,6 gram), MgSO4 (0,2 gram), agar (18 gram) dan air kelapa (1
liter). Pada agar miring dengan suhu penyimpanan 4-7°C, mikroba ini dapat
disimpan selama 3-4 minggu.

Penyegaran.
Setiap 3 atau 4 minggu, biakan A. xylinum harus dipindahkan kembali pada
agar miring baru. Setelah 3 kali penyegaran, kemurnian biakan harus diuji
dengan melakukan isolasi biakan pada agar cawan. Adanya koloni asing
1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

pada permukaan cawan menunjukkan bahwa kontaminasi telah terjadi.


Biakan pada agar miring yang telah terkontaminasi, harus diisolasi dan
dimurnikan kembali sebelum disegarkan.

b) Pembuatan Starter.

Starter adalah populasi mikroba dalam jumlah dan kondisi fisiologis yang
siap diinokulasikan pada media fermentasi. Mikroba pada starter tumbuh
dengan cepat dan fermentasi segera terjadi. Media starter biasanya identik
dengan media fermentasi. Media ini diinokulasi dengan biakan murni dari
agar miring yang masih segar (umur 6 hari). Starter baru dapat digunakan 6
hari setelah diinokulasi dengan biakan murni. Pada permukaan starter akan
tumbuh mikroba membentuk lapisan tipis berwarna putih. Lapisan ini disebut
dengan nata. Semakin lama lapisan ini akan semakin tebal sehingga
ketebalannya mencapai 1,5 cm. Starter yang telah berumur 9 hari (dihitung
setelah diinokulasi dengan biakan murni) tidak dianjurkan digunakan
lagikarenakondisifisiologis mikroba tidak optimum bagi fermentasi, dan
tingkat kontaminasi mungkin sudah cukup tinggi.

Volume starter disesuaikan dengan volume media fermentasi yang akan


disiapkan. Dianjurkan volume starter tidak kurang dari 5% volume media
yang akan difermentasi menjadi nata. Pemakaian starter yang terlalu banyak
tidak dianjurkan karenatidak ekonomis.

c) Fermentasi.

Fermentasi dilakukan pada media cair yang telah diinokulasi dengan starter.
Fermentasi berlangsung pada kondisi aerob (membutuhkan oksigen).
Mikroba tumbuh terutama pada permukaan media. Fermentasi
dilangsungkan sampai nata yang terbentuk cukup tebal (1,0 – 1,5 cm).
Biasanya ukuran tersebut tercapai setelah 10 hari (semenjak diinokulasi
dengan starter), dan fermentasi diakhiri pada hari ke 15. Jika fermentasi
tetap diteruskan , kemungkinan permukaan nata mengalami kerusakan oleh
mikroba pencemar.

Nata berupa lapisan putih seperti agar. Lapisan ini adalah massa mikroba
berkapsul dari selulosa. Lapisan nata mengandung sisa media yang sangat
masam. Rasa dan bau masam tersebut dapat dihilangkan dengan
perendaman dan perebusan dengan air bersih.

2. BAHAN
1) Penyiapan biakan murni.
- Biakan murni A.xylinum
- Glukosa (100 gram)
- Ekstrak khamir (5 gram)
2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

- K2HPO4 (5gram)
- (NH4)2SO4 (0,6 gram)
- MgSO4 (0,2 gram)
- Agar (18 gram)
- Air kelapa (1 liter)
- Asam Asetat 25 % untuk mengatur pH menjadi 3-4

2) Pembuatan Starter
- Biakan murni A.xylinum
- Gulkosa 100 gram
- Urea 5 gram
- Air kelapa 1 liter
- Asam Asetat 25 % untuk 25% untuk mengatur pH menjadi 3-4

3) Fermentasi Nata.
- Starter
- Glukosa
- Urea
- Limbah cair tahu (whey tahu)
- Asam Asetat 25 % untuk 25% untuk mengatur pH menjadi 3-4

3. PERALATAN
1) Alat untuk Penyiapan Biakan Murni
- Alat pensteril
- Tabung reaksi dan kapas.
- Jarum ose
- Kotak inokulasi
- Lampu spritus
- Gelas piala
- Kompor
- Kotak inkubasi
- Lemari pendingin (kulkas)
- Timbangan
- pH meter

2) Pembuatan Starter.
- Botol bermulut lebar
- Kertas.
- Ruang inkubasi
- Wadah perebus media
- Timbangan
- pH meter.

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

3) Fermentasi
- Wadah fermentasi
- Wadah perebus media
- Ruang fermentasi
- Timbangan
- Kompor
- pH meter.

4) Pemanenan Hasil
- Wadah perendam dan perebus
- Pemotong nata.

4. CARA PEMBUATAN
1) Penyiapan biakan murni.
a. Agar (15-18 gram) dimasukkan ke dalam 500 ml air kelapa, kemudian
dipanaskan sampai larut. Setelah itu tambahkan ekstrak ragi (5 gram) dan
diaduk sampai larut (larutan a)
b. Gula (75 gram) dan asam asetat (15 ml) dimasukkan ke dalam 500 ml air
kelapa segar yang lain dan diaduk sampai gula larut (larutan b)
c. Larutan (a) sebanyak 3-4 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
kemudian tutup dengan kapas. Larutan (b) 3-4 ml juga dimasukkan ke
dalam tabung reaksi yang lain, kemudian ditutup dengan kapas. Masing-
masing disterilkan pada suhu 121°C selama 20 menit.
d. Setelah selesai sterilisasi dan larutan tidak terlalu panas lagi, larutan (a)
dituangkan ke larutan (b) secara aseptis. Setelah itu 1 tabung berisi
larutan b diletakkan secara miring utnuk membuat agar miring dan
ditunggu sampai agar mengeras.
e. Inokulum Acetobacter xylinum diinokulasikan pada agar miring diatas.
Kemudian diinkubasikan pada suhu kamar atau pada suhu 30°C sampai
tampak pertumbuhan bakteri serupa keloid mengkilat dan bening pada
permukaan agar miring.

2. Pembuatan Starter.
a. Air kelapa diendapkan, kemudian disaring dengan beberapa lapis kain
kassa, kemudian dipanaskan sampai mendidih dengan api besar sambil
diaduk-aduk. Setelah mendidih, ditambahkan (a) asam asetat glasial (10-
20 ml asam asetat untuk setiap 1 liter air kelapa), dan gula (75-100,0 gram
gula untuk tiap 1 liter air kelapa) campuran ini diaduk sampai gula larut.
Larutan ini disebut air kelapa asam bergula.
b. Urea (sebanyak 3 gram urea untuk setiap 1 liter air kelapa asam bergula
yang disiapkan pada no.1 diatas) dilarutkan di dalam sedikit air kelapa
(Setiap 1 gram urea membutuhkan 20 ml air kelapa). Larutan ini
dididihkan, kemudian dituangkan ke dalam air kelapa asam bergula.
c. Ketika masih panas, media dipindahkan ke dalam beberapa botol
bermulut lebar, masing-masing sebanyak 200 ml. Botol ditutup dengan
4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

kapas steril. Setelah dingin, ditambahkan 4 ml suspensi mikroba. Setelah


itu, media diinkubasi pada suhu kamar selama 6-8 hari (sampai terbentuk
lapisan putih pada permukaan media).

3) Fermentasi Nata
a. Whey tahu yang masih segar diendapkan, dan disaring dengan beberapa
lapis kain kassa, kemudian dipanaskan sampai mendidih dengan api
besar sambil diaduk-aduk. Setelah mendidih, ditambahkan (a) asam
asetat glasial (10 ml asam asetat untuk setiap 1 liter whey), dan (2) gula
(80 gram gula untuk setiap liter whey). Campuran ini diaduk sampai gula
larut. Larutan ini disebut dengan Whey asam bergula.
b. Urea (sebanyak 5 gram urea untuk setiap 1 liter whey aam berula yang
disiapkan pada no. 1 diatas) dilarutkan di dalam sedikit whey yang telah
dimasak (setiap 1 gram urea membutuhkan 20 ml whey). Larutan ini
dididihkan, kemudian dituangkan ke dalam whey asam bergula. Laruatn
yang diperoleh disebut sebagai media nata. Larutan ini didinginkan
sampai suam-suam kuku.
3. Media nata ditambah dengan starter (setiap 1 liter media nata
membutuhkan 50-100 ml starter), kemudian dipindahkan ke dalam wadah-
wadah fermentasi dengan ketinggian media 4 cm. Wadah ditutup dengan
kertas yang telah dipanaskan di dalam oven pada suhu 140°C selama 2
jam. Wadah berisi media ini disimpan di raung fermentasi selama 12-15
hari sampai terbentuk lapisan nata yang cukup tebal (1,5 – 2,0 cm).

4) Panen dan Pencucian.


Lapisan nata diangkat, kemudian dicuci dengan air bersih. Setelah itu nata
direndam di dalam air mengalir atau air yang diganti-ganti denan air segar
selama 3 hari. Setelah itu nata dipotong-potong dengan panjang 1,5 dan
lebar 1,5 cm. Potongan nata direbus 5-10 menit, kemudian dicuci dan
direbus lagi selama 10 menit. Hal ini diulangi sampai nata tidak berbau dan
berasa asam lagi.

5) Pembotolan
a. Pembuatan sirup. Gula yang putih bersih dilarutkan ke dalam air (setiap 2
kg gula dilarutkan ke dalam 4 liter air bersih), kemudian ditambahkan
vanilie (secukupnya) danbenzoat (1 gram untuk setiap liter larutan gula).
Larutan sirup ini direbus sampai mendidih selama 30 menit.
b. Pengemasan. Nata yang masih panas segera dimasukkan ke dalam sirup,
kemudian didinginkan sampai suam-suam kuku. Setelah itu nata dikemas
di dalam kantong plastik rangkap dua, atau di dalam gelas plastik dan
kemasan ditutup dengan rapat (kantong plastik diikat dengan karet, dan
gelas plastik di seal).

5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

6
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

NIRA

1. PENDAHULUAN
Nira adalah cairan yang disadap dari bunga jantan pohon aren. Cairan ini
mengandung gula antara 10-15%.

Nira dapat diolah menjadi minuman ringan, maupun beralkohol, sirup aren, gula
aren dan nata de arenga.

Penyadapan aren tidak sulit dilakukan. Kegiatan ini dapat dijadikan sumber
nafkah utama ataupun sebagai nafkah tambahan di pedesaan.

Bunga Jantan
Pohon aren mempunyai bunga jantan dan bunga betina. Kedua bunga dapat
disadap niranya. Yang selalu disadap adalah bunga jantan karena jumlah dan
mutu hasil lebih memuaskan dibanding bunga betina. Bunga jantan lebih
pendek dari bunga betina. Panjangnya sekitar 50 cm. Sedangkan bunga
betina mencapai 175 cm. Bunga jantan dapat disadap pada saat sudah
mengeluarkan benang sari.

2. BAHAN
1) Kapur. Bahan ini digunakan untuk mencegah pH nira menjadi turun selama
proses penyadapan.
2) Pengawet. Bahan ini digunakan untuk memperlambat kerusakan nira
selama penyadapan. Bahan yang dapat digunakan, diantaranya ialah akar
tanaman wambu, dan kulit batang manggis.

3. PERALATAN
1) Parang. Alat ini digunakan untuk pembersihan tandan bunga jantan.
2) Pisau. Alat ini digunakan untuk mengiris tandan bunga jantan yang disadap.
3) Bumbung. Alat ini digunakan untuk menampung nira yang menetes dari
sayatan bunga jantan. Bumbung ini terbuat dari bambu dengan isi 7-10 liter.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4. CARA PEMBUATAN
A. Cara Penyadapan

1) Persiapan
a. Pembersihan tongkol. Ijuk yang ada disekitar tongkol bunga disingkirkan
agar tidak mengganggu proses penyadapan. Pelepah daun sebanyak 1
sampai 2 buah di atas dan di bawah pelepah juga dibuang.
b. Pemukulan tongkol. Setelah pembersihan, tongkol bunga jantan diayun-
ayun dan dipukul-pukul secara ringan tanpa menyebabkan tongkol luka
dan memar. Pemukulan dilakukan sekali 2 hari pada pagi dan sore hari
selama 3 minggu. Pemukulan dilakukan 250 kali setiap kali dilakukan
pemukulan.
c. Penentuan kesiapan tongkol disadap. Setelah itu, tongkol dimana untaian
bunga melekat ditoreh, jika torehan mengeluarkan cairan nira, berarti
tongkol sudah siap untuk disadap. Jika tidak mengeluarkan nira, proses
pengayunan dan pemukulan harus dilanjutkan.
d. Persiapan penyadapan
Bumbung yang akan digunakan untuk penyadapan dicuci sampai bersih.
Bagian dalam bumbung disikat dengan penyikat bertangkai panjang.
Setelah itu bumbung dibilas dengan air mendidih, dan diasapi dalam
keadaan terbalik dengan asap tungku.
Untuk memudahkan penyadapan, pada pohon dipasang tangga dari
bambu yang digunakan untuk memanjat pohon.

2) Penyadapan
a. Jika tongkol sudah siap untuk disadap, tongkol dipotong pada bagian yang
ditoreh untuk penentuan kesiapan tongkol disadap.
b. Di bawah luka pada bagian tongkol yang dipotong, diletakkan bumbung.
Ke dalam bumbung dimasukkan kapur sirih satu sendok makan, dan 1
potong kulit manggis (berukuran 3x3 cm), atau potongan akar wambu
(sebesar jari kelingking). Bumbung ini diikatkan secara kuat pada pohon.
c. Penyadapan berlangsung selama 12 jam. Bumbung yang telah terisi nira
diturunkan. Setiap kali penyadapan diperoleh 3-6 liter nira.
d. Setelah itu tongkol harus diiris tipis kembali untuk membuang jaringan
yang mengeras dan tersumbat pembuluh kapilernya. Di bawah irisan baru
tersebut diletakkan lagi bumbung yang bersih. Demikian terus menerus
selama 3-4 bulan.

B. Pengolahan Menjadi Minuman Ringan

1) Penyaringan. Nira yang baru disadap dituangkan ke wadah penampungan


yang terbuat dari logam tahan karat secara pelan-pelan melalui kain saring
berlapis 3 secara pelan-pelan.

2) Penambahan bahan tambahan makanan. Nira ditambah dengan asam


benzoat dan asam sitrat, masing-masing sebnyak 1 gram per liter nira.
2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

3) Pasteurisasi. Nira tersebut dipanaskan sambil diaduk pada suhu 850C


selama 5 menit.

4) Penyiapan botol. Botol kaca disikat bagian dalamnya dengan detergen.


Seluruh permukaan botol dicuci sampai bersih dengan menggunakan
detergen. Botol dibilas sampai bersih. Kemudian bagian dalam botol dibilas
dengan air panas. Setelah itu botol direbus di dalam air mendidih selama 30
menit.

5) Pembotolan dan pasteurisasi. Botol diangkat dari air panas dan dibalikkan
agar airnya keluar dari botol. Ketika botol masih panas, nira yang masih
panas dimasukkan ke dalam botol dengan bantuan corong sampai
permukaan nira 2 cm dari bibir botol paling atas, kemudian botol segera
ditutup dengan penutup botol. Setelah itu botol yang berisi nira direbus di
dalam air mendidih selama 30 menit.

6) Penyimpanan. Nira aren di dalam botol ini dapat disimpan sampai 4 bulan
pada suhu kamar.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

OLEORESIN CASSIAVERA

1. PENDAHULUAN
Oleoresin adalah senyawa yang diperoleh dari hasil ekstrasi rempah atau
tanaman lain dengan menggunakan senyawa hidrokarbon pelarut
lemak/minyak, metanol dan etanool. Oleoresin mengandung senyawa-senyawa
yang menjadi penciri aroma dan rasa dari bahan yang diekstraksi.

Ekstraksi oleoresin cassiavera ini belum berkembang di Sumatera Barat.


Penelitian mengenai ekstraksi ini juga masih sangat kurang. Sementara itu
Balai Penelitian dan Pengembangan Industri di Ulu Gadut Padang sudah
mencoba mengembangkan metode ekstraksi oleoresin cassiavera. Metode ini
masih dalam tahap pengembangan dan belum diperkenalkan kemasyarakat.

Uraian berikut diharapkan dapat memberi gambaran singkat mengenai


ekstraksi oleoresin yang dimodifikasi dari cara yang dikerjakan oleh Balai
Penelitian dan Pengembangan Industri di Ulu Gadut Padang.

2. BAHAN
1) Cassiavera. Casssiavera yang digunakan adalah yang harga jualnya
rendah,yaitu yang berupa serbuk atau partikel.

2) Etanol 90%

3. PERALATAN
Alat ekstraksi. Alat ini terdiri dari:

1) Ketel ekstraksi: Bagian ini adalah tempat pencampuran pelarut dengan


cassiavera sehingga oleoresin terekstraksi dan larut di dalam pelarut.

2) Penyaring: Bagian ini berfungsi untuk menyaring campuran cassiavera


sehingga terpisah antara pelarut yang telah mengandung oleoresin dan
partikel cassiavera yang tidak bisa diekstrak lagi.

3) Destilator: Bagian ini berfungsi untuk menguapkan pelarut, kemudian


mendestilasikannya sehingga diperoleh oleoresin bebas pelarut, dan pelarut
yang bebas oleoresin.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4. CARA PEMBUATAN
1) Pengeringan. Cassiavera dikeringkan sampai kadar airnya dibawah 16%.

2) Ekstraksi. Cassiavera dimasukkan ke dalam ketel ekstraksi, kemudian


ditambahkan etanol. Setelah itu ketel ditutup rapat. Pengaduk dijalankan
selama 2-3 jam dengan kecepatan 500-1000 ppm.

3) Pemisah partikel tidak terekstraksi. Campuran cassiavera dan etanol


dipindahkan ke ketel alat penyaring. Setelah ketel ditutup rapat, compressor
dijalankan untuk menaikan tekanan udaradi dalam ketel penyaring. Tekanan
udara akan mendorong etanol yang mengandung oleoresin turun melalui
penyaring, dan partikel cassiavera yang tidak terekstraksi tertahan pada
penyaring. Hasil yang diperoleh adalah “etanol mengandung oleoresin”.

4) Destilasi etanol. Etanol didestilasi dengan destilator. Destilasi berlangsung


sampai tidak diperoleh lagi destilat etanol. Hasil yang diperoleh adalah
oleoresin dan etanol.

5) Pengurangan kadar air oleoresin. Oleoresin yang diperoleh masih


mengandung sejumlah kecil air. Air ini dapat dikurangi dengan menyaring
oleoresin melalui kertas saring berlapis magnesium karbonat.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

OYEK JAGUNG

1. PENDAHULUAN
Serealia dan umbi-umbian banyak tumbuh di Indonesia. Produksi serealia
terutama beras sebagai bahan pangan poko dan umbi-umbian cukup tinggi.
Begitu pula dengan bertambahnya penduduk, kebutuhan akan serealia dan
umbi-umbian sebagai sumber energi pun terus meningkat. Tanaman
dengan kadar karbohidrat tinggi seperti halnya serealia dan umbi-umbian
pada umumnya tahan terhadap suhu tinggi. Serealia dan umbi-umbian
sering dihidangkan dalam bentuk segar, rebusan atau kukusan, hal ini
tergantung dari selera.

Usaha penganekaragaman pangan sangat penting artinya sebagai usaha


untuk mengatasi masalah ketergantungan pada satu bahan pangan pokok
saja. Misalnya dengan mengolah serealia dan umbi-umbian menjadi
berbagai bentuk awetan yang mempunyai rasa khas dan tahan lama
disimpan. Bentuk olahan tersebut berupa tepung, gaplek, tapai, keripik dan
lainya. Hal ini sesuai dengan program pemerintah khususnya dalam
mengatasi masalah kebutuhan bahan pangan, terutama non-beras.

Di beberapa daerah tertentu, misalnya daerah Madura, Bojonegoro,


Wonosobo, Grobogan, dan daerah Utara Jawa Tengah, jagung merupakan
bahan pangan utama.

Kandungan protein jagung putih pipilan lebih tinggi bila dibandingkan


dengan beras giling (sosoh).

Tabel 1. Komposisi jagung putih pipilan dibandingkan dengan beras giling


(sosoh):

NAMA BAHAN KOMPONEN (%)


Air Protein Karbohidrat SK Abu

Jagung putih pipilan 12,00 8,60 72,60 2,00 1,10


Beras giling (sosoh) 12,00 6,69 72,23 0,92 0,64

Keterangan :
SK = serat kasar

Walaupun produksi dan potensi jagung sebagai bahan pangan penunjang


tinggi, tetapi jagung tidak tahan lama. Jagung tongkol hanya tahan sampai

Hal. 1/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

2 bulan, jagung pipilan ± 3 bulan, dan jagung berkulit ± 5 bulan. Untuk


memperpanjang daya simpang jagung dapat diolah menjadi oyek jagung.
Dengan pengolahan yang baik, oyek jagung ini tahan sampai 1~2 tahun.

2. BAHAN
1) Jagung pipilan baru 5 kg
2) Air dingin secukupnya
3) Air hangat secukupnya

3. ALAT
1) Alat penghancur (lumpang)
2) Ayakan
3) Tampah atau nyiru
4) Baskom
5) Panci
6) Dandang

4. CARA PEMBUATAN
1) Pilih jagung pipil baru tumbuk kasar;
2) Ayak dan tampi agar tembaga dan kulit arinya hilang;
3) Cuci, pisahkan bagian-bagian yang mengapung;
5) Rendam dalam air bersih ± 1~2 hari. Ganti air rendaman setiap hari,
kemudian cuci dan tiriskan;
6) Tumbuk halus lalu ayak. Bila masih kasar, tumbuk lagi kemudian ayak
kembali;
7) Letakkan tepung pada tampah, beri air sedikit demi sedikit sambil
diaduk. Bolak-balik dengan tangan hingga membentuk butiran-butiran
tepung;
8) Ayak butiran tersebut. Masukan sedikit demi sedikit pada dandang lalu
kukus selama 30 menit;
9) Angkat dan letakkan pada tampah. Bolak-balik sambil diberi air hangat
sedikit demi sedikit kemudian diinginkan;
10) Jemur hingga kering di bawah sinar matahari. Hasilnya diperoleh oyek
jagung.

Hal. 2/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN OYEK JAGUNG

Hal. 3/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Catatan :
1) Oyek jagung dimasak dengan cara merendamnya terlebih dahulu dalam
air sampai lunak (± 1~2 jam), kemudian cuci bersih lalu kukus selama 1
jam.
2) Lauk yang sesuai adalah yang rasanya asin pedas.

6. DAFTAR PUSTAKA
Setyono, A. Oyek jagung, pembuatan dan peranannya di dalam pengadaan
pangan. Majalah Teknologi, III (2), 1982 : 310-311.

7. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Buku Panduan Teknologi Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam


Pembangunan PDII-LIPI
Editor : Esti, Heriyanto

KEMBALI KE MENU

Hal. 4/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

PATI GANYONG

1. PENDAHULUAN
Serealia dan umbi-umbian banyak tumbuh di Indonesia. Produksi serealia
terutama beras sebagai bahan pangan pokok dan umbi-umbian cukup tinggi.
Begitu pula dengan bertambahnya penduduk, kebutuhan akan serealia dan
umbi-umbian sebagai sumber energi pun terus meningkat. Tanaman dengan
kadar karbohidrat tinggi seperti halnya serealia dan umbi-umbian pada
umumnya tahan terhadap suhu tinggi. Serealia dan umbi-umbian sering
dihidangkan dalam bentuk segar, rebusan atau kukusan, hal ini tergantung dari
selera.

Usaha penganekaragaman pangan sangat penting artinya sebagai usaha untuk


mengatasi masalah ketergantungan pada satu bahan pangan pokok saja.
Misalnya dengan mengolah serealia dan umbi-umbian menjadi berbagai bentuk
awetan yang mempunyai rasa khas dan tahan lama disimpan. Bentuk olahan
tersebut berupa tepung, gaplek, tapai, keripik dan lainya. Hal ini sesuai dengan
program pemerintah khususnya dalam mengatasi masalah kebutuhan bahan
pangan, terutama non-beras.

Pati gayong dibuat dari ganyong yang sudah tua, sehingga diperoleh pati yang
halus, dengan rasa seperti tepung hunkwe. Pati ganyong dapat dimasak
sebagai campuran dalam pembuatan makanan.

2. BAHAN
1) Ganyong 5 kg
2) Air 5 liter

3. ALAT
1) Pisau
2) Parutan
3) Panci
4) Kain saring atau kain blacu
5) Tampah (nyiru)

4. CARA PEMBUATAN
1) Bersihkan ganyong, cuci kupas kulitnya;

Hal. 1/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

2) Parut sampai lembut, lalu tambah air sebanyak 5 liter sambil diremas-remas
dan diaduk-aduk kemudian saring;
3) Endapkan hasil saringan kemudian jemur hingga kering. Apabila tidak ada
sinar matahari, penjemuran dilakukan di dalam rungan, di atas pemanas
butan seperti tungku atau kompor.

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN OYEK JAGUNG

Catatan:
Ampas pati ganyong cukup lembut dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan
makanan manusia ataupun hewan.

6. DAFTAR PUSTAKA
Pati ganyong. Dalam : Paket Industri pangan. Bogor : Pusat Pengembangan
Teknologi Pangan, IPB, 1989.

Hal. 2/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

7. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Heriyanto

KEMBALI KE MENU

Hal. 3/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

PENGOLAHAN PAHA KODOK

1. PENDAHULUAN
Ternyata tidak semua kodok dapat dimakan, bahkan ada yang disentuhpun
tidak boleh karena berbahaya. Di Indonesia terdapat 4 jenis yang dapat diburu
dan diperdagangkan sebagai komoditi ekspor non migas, yaitu : kodok rawa
atau kodok totol, kodok hijau, kodok raksasa, dan kodok sawah. Daging kodok
merupakan sumber protein hewani yang bergizi tinggi. Limbah kodok yang tidak
digunakan untuk bahan makanan manusia dapat dipakai untuk ransum ternak
seperti itik dan ayam. Kulit kodok yang sudah terlepas dari badannya dapat
diproses menjadi kerupuk kodok yang cukup gurih rasanya.

Paha kodok beku adalah paha kodok yang diawetkan dengan cara pembekuan.
Digunakan sebagai bahan makanan setelah dibumbui dan digoreng.

2. BAHAN
1. Paha kodok sawah, kodok hijau atau kodok totol 4 kg
2. Air 4 liter
3. Es secukupnya
4. Kaporit 725 mg

3. ALAT
1) Meja penyiang
2) Bak perendam
3) Meja kerja (tempat penimbangan, pemilihan, dan penyusunan)
4) Keranjang plastik
5) Gunting
6) Wadah atau tempat pembekuan

4. CARA PEMBUATAN
1) Potongan kodok segar diatas meja penyiang, ambil bagian pahanya.
Badan, kepala, jari kaki, sisa isi perut dan kulit dibuang;
2) Kuliti paha kodok, kemudian cuci;
3) Rendam dalam larutan kaporit (400 mg/liter air);
4) Siangi dan bersihkan dari jari-jari, isi perut dan kulit dengan air mengalir;

Hal. 1/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5) Tampung dalam keranjang plastik, kemudian cuci dengan air bersih yang
mengalir;
6) Rendam untuk yang ke-2 kali dalam larutan kaporit (± 200 mg/liter air)
selama 10 menit;
7) Rendam untuk yang ke-3 kali dalam larutan kaporit (± 100 mg/liter air)
selama 10 menit;
8) Kelompokkan paha kodok berdasarkan besarnya;
9) Masukkan kedalam keranjang plastik, menurut kelompoknya;
10) Cuci kembali dengan air mengalir yang mengandung kaporit (± 25 mg/liter
air);
11) Masukkan ke dalam kantong plastik kecil yang cukup untuk 1 pasang paha
kodok, kemudian masukkan ke dalam kantong plastik yang cukup untuk
tempat pembekuan dilakukan dengan es selama 8~10 jam.

Hal. 2/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. DIAGRAM ALIR PENGOLAHAN PAHA KODOK BEKU

Hal. 3/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

6. KEUNTUNGAN
Pembekuan dapat memperpanjang masa simpan paha kodok seolama kurang
lebih satu minggu, dan menghasilkan paha kodok bebas dari kuman.

7. DAFTAR PUSTAKA
Petunjuk praktis pengolahan paha kodok beku. Jakarta : Balai Bimbingan dan
pengujian Mutu Hasil Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan, 1986.

8. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Agus Sediadi

KEMBALI KE MENU

Hal. 4/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

PEKTIN JERUK

1. PENDAHULUAN

Pektin merupakan polimer dari asam D-galakturonat yang dihubungkan oleh


ikatan β-1,4 glikosidik. Sebagian gugus karboksil pada polimer pektin
mengalami esterifikasi dengan metil (metilasi) menjadi gugus metoksin.
Senyawa ini disebut sebagai asam pektinat atau pektin. Jumlah 10 g.

Polimer asam α-galakturonat dimana sebagian gugus karboksilnya terterifikasi


dengan metil menjadi gugus metoksil

Asam pektinat ini bersama gula dan asam pada suhu tinggi akan membentuk
gel seperti yang terjadi pada pembuatan selai.

Derajat metilasi atau jumlah gugus karboksil yang teresterifikasi dengan metil
menentukan suhu pembentukan gel. Semakin tinggi derajat metil semakin tinggi
suhu pembentuk gel. Untuk pembuatan selai diperlukan pektin dengan derajat
metilasi 74, artinya 74 % dari gugus karboksil mengalami metilasi.

Dalam perdagangan, dikenal istilah jelly grade yaitu jumlah gula (lb) yang
diperlukan untuk pembentukan gel oleh 1 lb pektin. Pektin dengan jelly grade
65 berarti untuk pembentukan gel diperlukan 65 lb gula untuk setiap lb pektin.

Kulit berbagai jenis jeruk mengandung pektin dalam konsentrasi tinggi.


Kandungan pektin pada kulit jeruk berkisar antara 15-25 % dari berat kering.
Pektin tersebut dapat diekstraksi dengan cara sederhana, biaya yang tidak
mahal, dan dapat diterapkan dalam skala kecil.

2. BAHAN
1) Kulit jeruk
2) Larutan HCl 1 %
3) Etanol 95 %

3. PERALATAN
1) Pemeras kulis jeruk. Alat ini digunakan memeras kulit jeruk sehingga kadar
airnya turun. Ada dua jenis alat yang dapat digunakan, yaitu pemeras berulir
dan pemeras hidrolik.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

2) Pengering. Aslat ini digunakan untuk mengeringkan kulit jeruk yang telah
diperas airnya. Berbagai tipe alat pengering dapat digunakan untuk
keperluan tersebut.

3) Pengilingan. Alat ini digunakan untuk menggiling kulit jeruk kering menjadi
tepung kasar kulit jeruk. Alat penggiling yang dapat digunakan adalah
hammer mill. Untuk usaha rumah tangga dapat digunakan blender.

4) Panci tahan karat. Alat ini digunakan untuk merendam bubur kulit jeruk pada
suhu hangat pH rendah.

5) Kain saring. Alat ini digunakan untuk mengentalkan filtrat pektin. Wadah
berupa panci atau kotak bermulut lebar.

4. CARA PEMBUATAN
1) Persiapan

a. Pemerasan. Kulit jeruk dicuci sampai bersih, kemudian ditiriskan. Setelah


itu kulit jeruk diperas dengan alat pres sehingga sebagian keluar.
b. Pengeringan. Kulit jeruk yang telah dipres selanjutnya dikeringkan dengan
alat pengering sampai kadar airnya. Jika tidak tersedia alat pengering,
kulit jeruk dapat dijemur dengan matahari selama 3-4 hari sampai kulit
jeruk menjadi kering.
c. Penggilingan. Kulit jeruk yang telah kering selanjutnya digiling sehalus
dengan hammer mill. Hasil penggilingan disebut kulit. Jika tidak tersedia
hammer mill, penghalusan ukuran kulit jeruk dilakukan dengan blender
atau ditumbuk dengan lesung.

2) Ekstraksi Pektin

a. Pembuburan. Tepung kulit jeruk ditambah dengan air sebanyak kali berat
tepung, kemudian campur digiling atau diblender sampai menjadi bubur
kulit jeruk.
b. Ekstraksi
- Bubur kulit jeruk ditambah dengan air sebanyak 10-20 kali tepung kulit
jeruk. Campuran diaduk sehingga menjadi encer.
- Bubur encer ditambah dengan larutan HCL 1 % sehingga pH-nya
menjadi 1,5. Hasilnya disebut bubur asam.
- Bubur asam dipanaskan sampai suhu 70-800C sambil diaduk selama
60-90 menit.
- Bubur asam yang telah dipanaskan, disaring dengan kain saring rapat,
atau kain saring rangkap delapan sambil diperas untuk memisahkan
filtratnya. Filtrat ini disebut dengan filtrat pektin.
2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

c. Pengentalan
Filtrat pektin dipanaskan suhu 95-97 sambil diaduk secara intensif sampai
volumenya menjadi setengah volume semula. Hasil yang diperoleh
disebut dengan filtrat pekat/ Filtrat pekat ini didinginkan.

3) Pengendapan Pektin
a. Penyiapan larutan pengendap. Larutan etanol 95 % diasamkan dengan
menambahkan 2 ml HCL pekat. Larutan ini disebut alkohol asam.
b. Pengendapan :
- Filtrat pekat ditambah dengan alkohol asam dan diaduk sampai rata .
Setiap 1 liter filtratpekat ditambah dengan 1,5 liter alkohol asam.
Setelah itu, filtrat didiamkan selama 10-14 jam (semalam).
- Endapan pektin dipisahkan dari filtrat dengan kain saring rapat
(rangkap empat). Hasil yang diperoleh disebut dengan pektin masam.

4) Pencucian Pektin Masam

Pektin masam ditambah dengan alkohol 95 % kemudian diaduk-aduk. Setiap


1 liter pektim masam ditambah dengan 1,5 alkohol 95 %. Setelah itu
dilakukan penyaringan dengan kain saring rangkap empat. Hal ini dilakukan
beberapa kali sampai pektin tidak bereaksi asam lagi. Hasil yang diperoleh
disebut pektin basah.

Pektin yang tidak bereaksi asam ialah pektin yang tidak berwarna merah bila
ditambah dengan indikator pH fenol ptalein.

5) Pengeringan

Pektin basah dijemur sampai kering. Atau dikeringkan dengan alat pengering
pada suhu 40-600C selama 6-10 jam sampai kadar air dibawah. Hasil yang
diperoleh disebut dengan pektin kering.

6) Penggilingan Pektin Kering

Pektin kering digiling sampai halus (60 mesh) dengan mesin penggiling
(hammer mill) atau dengan blender. Hasil yang diperoleh disebut dengan
tepung pektin.

7) Pengemasan

Tepung pektin dikemas di dalam kantong plastik, kotak plastik atau kotak
kaleng yang tertutup rapat dan disimpan pada tempat yang tidak panas.

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

PEKTIN KAKAO

1. PENDAHULUAN
Kulit kakao merupakan limbah pengolahan biji kakao. Kulit ini biasanya dibuang
sebagai sampah. Sebenarnya limbah ini masih dapat diolah untuk
menghasilkan pektin yang masih harus diimpor sampai saat ini.

Pektin merupakan polimer dari asam D-galakturonat yang dihubungkan oleh


ikatan -1,4 glikosidik. Sebagian gugus karboksil pada polimer pektin
mengalami asterifikasi dengan metil (metilasi) menjadi gugus metoksil.
Senyawa ini disebut sebagai asam pektinat atau pektin.

Asam pektinat ini bersama gula dan asam pada suhu tinggi akan membentuk
gel seperti yang terjadi pada pembuatan selai.

Derajat metilasi atau jumlah gugus karboksil yang teresterifikasi dengan metil
menentukan suhu pembentukan gel. Semakin tinggi derajat metilasi semakin
tinggi suhu pembentukan gel. Untuk pembuatan selai diperlukan pektin dengan
derajat metilasi 74, artinya 74% dari gugus karboksi mengalami metilasi.

Dalam perdagangan, dikenal istilah jelly grade, yaitu jumlah gula (lb) yang
diperlukan untuk pembentukan gel oleh 1 lb pektin. Pektin dengan jelly grade
65 berarti untuk pembentukan gel diperlukan 65 lb gula untuk setiap lb pektin.

2. BAHAN
1) Kulit kakao
2) Larutan natrium bisulfit 1000 ppm. Untuk mendapatkan 10 liter larutan
natrium bisulfit dilakukan dengan melarutkan 10 g natrium bisulfit di dalam 10
liter air.
3) Larutan HCI 1%
4) Etanol 95%

3. PERALATAN
1) Pengering. Alat ini digunakan untuk pektin basah. Berbagai tife alat
pengering dapat digunakan untuk keperluan tersebut.
2) Penggiling. Alat ini digunakan untuk pektin kering. Alat penggiling yang dapat
digunakan adalah hammer mill. Untuk usaha rumahtangga dapat digunakan
blender.
3) Panci tahan karat. Alat ini digunakan untuk merendam bubur kulit kakao
pada suhu hangat dan pH rendah.

Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4) Kain saring. Alat ini digunakan untuk menyaring bubur kulit kakao yang
mengandung ekstrak pektin.
5) Wadah pengentalan. Wadah ini digunakan untuk mengentalkan filtra pektin.
Wadah berupa panci atau kotak bermulut lebar.

4. CARA PEMBUATAN
1) Persiapan
a. Kulit kakao dibersihkan dari tanah, dan kotoran-kotoran lainnya, kemudian
dikupas lapisan terluar dari kulitnya.
b. Pembuangan lapisan terluar dari kulit akan sedikit mempertinggi
rendemen, dan mutu pektin yang dihasilkan. Walaupun demikian,
pengupasan dapat tidak dilakukan.

2) Ekstraksi Pektin
a. Penggilingan kulit. Kulit digiling secara basah atau diblender dengan
penambahan larutan natrium bisulfit 1000 ppm. Setiap 1 kg kulit kakao
ditambah dengan 2 liter larutan natrium bisulfit. Hasil yang diperoleh
disebut dengan bubur kulit kakao. Sebelum diolah lebih lanjut, bubur ini
didiamkan selama 30 menit.
b. Ekstraksi
- Bubur kulit kakao diencerkan dengan air sebanyak 3 kali berat kulit
semula. Campuran diaduk sehingga menjadi bubur encer.
- Bubur encer ditambah dengan larutan HCI 1% sehingga pH-nya
menjadi 1,5. Hasilnya disebut bubur asam
- Bubur asam dipanaskan sampai suhu 70-800C sambil diaduk selama
60-90 menit.
- Bubur asam yang telah dipanaskan, disaring dengan kain saring rapat,
atau kain saring rangkap delapan sambil diperas untuk memisahkan
filtratnya. Filtrat ini disebut dengan filtrat pektin.

3) Pengentalan
Filtrat pektin dipanaskan pada suhu 95-970C sambil diaduk secara intensif
sampai volemenya menjadi setengah volume semula. Hasil yang diperoleh
disebut dengan filtrat pekat. Filtrat pekat ini didinginkan.

4) Pengendapan Pektin
a. Penyiapan larutan pengendap. Larutan Etanol 95% diasamkan dengan
menambahkan 2 ml HCI pekat. Larutan ini disebut dengan alkohol asam.
b. Pengendapan
- Filtrat pekat ditambah dengan alkohol asam dan diasuk sampai rata.
Setiap 1 liter filtrat pekat ditambah dengan 1,5 liter alkohol asam.
Setelah itu, filtrat didiamkan selama 10-14 jam (semalam).
- Endapan pektin dipisahkan dari filtrat dengan kain dsaring rapat
(rangkap empat). Hasil yang diperoleh disebut dengan pektin masam.

Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5) Pencucian Pektin Masam


Pektin masam ditambah dengan alkohol 95%, kemudian diaduk-aduk. Setiap
1 liter pektin masam ditambah dengan 1-2 liter alkohol 95%. Setelah itu
dilakukan penyaringan dengan kain saring rangkap empat. Hal ini dilakukan
beberapa kali sampai pektin tidak bereaksi asam lagi. Hasil yang diperoleh
disebut pektin basah.
Pektin yang tidak beraksi asam ialah pekti yang tidak berwarna merah bila
ditambah dengan indikator fenol ptalein.

6) Pengeringan
Pektin basah dijemur sampai kering, atau dikeringkan dengan alat pengering
pada suhu 40-600C selama 6-10 jam sampai kadar air dibawah 9%.Hasil
yang diperoleh disebut dengan pektin kering.

7) Penggilingan Pektin Kering


Pektin kering digiling sampai halus (60 mesh) dengan mesin penggiling
(hammer mill), atau dengan blender. Hasil yang diperoleh disebut dengan
tepung pektin.

8) Pengemasan
Tepung pektin dikemas di dalam kantong plastik, kotak plastik, atau kotak
kalrng yang tertutup rapat, dan disimpan pada tempat yang tidak panas.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

PEKTIN MARKISA

1. PENDAHULUAN
Pektin merupakan merupakan polimer dari asam D-galakturonat yang
dihubungkan oleh ikatan β-1,4 glikosidik. Sebagian gugus karboksil pada
polimer pektin mengalami esterifikasi dengan metil (metilasi) menjadi gugus
metoksil. Senyawa ini disebut sebagai asam pektinat atau pektin.

Gambar 1. Senyawa Asam Pektinat atau Pektin

2. BAHAN
1) Kulit markisa
2) Larutan natrium bisulfit 1000 ppm. Untuk mendapatkan 10 liter larutan
natrium bisulfit dilakukan dengan melarutkan 10 g natrium bislufit di dalam 10
liter air.
3) Larutan HCL 1 %
4) Etanol 95 %

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

3. PERALATAN
1) Pengering. Alat ini digunakan untuk mengeringkan pektin baru. Berbagai tipe
alat pengering dapat digunakan untuk keperluan tersebut.

2) Pengiling Basah. Alat ini digunakan untuk menghaluskan kulit markisa


menjadi bubur markisa. Alat penggiling yang dapat digunakan adonan
penggiling tipe cakram, dan penggiling tipe ulir. Untuk usaha rumah tangga
dapat digunakan blender.

3) Penggilimgan kering. Alat ini digunakan untuk menghaluskan pektin kasar


menjadi tepung pektin. Alat penggiling yang dapat digunakan adalah
penggiling hammer mill. Untuk usaha rumah tangga dapat digunakan
blender.

4) Panci tahan karat. Alat ini digunakan untuk merendam bubur markisa pada
suhu hangat dan pH rendah.

5) Kain saring. Alat ini digunakan untuk menyaring bubur kulit markisa yang
mengandung ekstrak pektin.

6) Wadah pengentalan. Wadah ini digunakan untuk mengentalkan fraksi pektin.


Wadah berupa panci atau kotak bnermulut lebar.

Gambar 2. Wadah Pengentalan

4. CARA PEMBUATAN
1) Persiapan

Pelepasan albido . Albido (bagian dalam kulit markisa yang berwarna putih)
dilepaskan dengan mengeroknya memakai sendok.

2) Ekstraksi Pektin

a. Penggilingan albido. Albido digiling secara basah atau diblender dengan


penambahan larutan natrium bisulfit 1000 ppm . Setiap 1 kg albido
ditambah dengan 3 liter larutan natrium bisulfit. Hasil yang diperoleh
disebut dengan bubur albido. Sebelum diolah lebih lanjut, bubur ini
didiamkan selama 30 menit.
2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

b. Ekstraksi
- Bubur kulit jeruk diencerkan dengan air sebanyak 3 kali berat albido
semula. Campuran diaduk sehingga menjadi bubur encer.
- Bubur encer ditambah dengan larutan HCL 1 % sehingga pH-nya
menjadi 1,5. Hasilnya disebut bubur asam.
- Bubur asam dipanaskan sampai suhu 70-800C sambil diaduk selama
60-90 menit.
- Bubur asam yang telah dipanaskan, disaring dengan kain saring rapat,
atau kain saring rangkap empat sambil diperas untuk memisahkan
filtratnya. Filtrat ini disebut dengan filtrat pektin.

3) Pengentalan

Filtrat pektin dipanaskan pada suhu 95-97 sambil diaduk secara interaktif
sampai volumenya menjadi setengah volume semula. Hasil yang diperolh
disebut dengan filtrat pekat. Filtrat pekat ini didinginkan.

4) Pengendapan Pektin

a. Penyiapan larutan pengendap. Larutan Etanol 95 % diasami dengan


menambahkan 2 ml HCL pekat. Larutan ini disebut alkohol asam.
b. Pengendapan
- Filtrat pekat ditambah dengan alkohol asam dan diaduk sampai rata.
Setiap 1 liter filtrat pekat ditambah dengan 1,5 liter alkohol asam.
Setelah itu, filtrat didiamkan selama 10-14 jam (semalam).
- Endapan pektin dipisahkan dari filtrat dengan kain saring rapat
(rangkap empat). Hasil yang diperoleh disebut dengan pektin masam.

5) Pencucian Pektin Masam

Pektin masam ditambah dengan alkohol 95 % kemudian diaduk-aduk. Setiap


1 liter pektin masam ditambah dengan 1,5 alkohol 95 %. Setelah dilakukan
penyaringan dengan kain saring rangkap empat. Hal ini dilakukan beberapa
kali sampai pektin tidak bereaksi asam lagi. Hasil yang diperoleh disebut
pektin basah.

Pektin yang tidak beraksi asam ialah pektin yang tidak berwarna merah bila
ditambah dengan indikator fenol ptalein.

6) Pengeringan

Pektin basah dijemur samapi kering atau dikeringkan dengan pengeringan


pada suhu 40-600C selama 6-10 jam sampai kadar air di bawah 9 %. Hasil
yang diperoleh disebut pektin kering.

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

7) Penggilingan Pektin Kering

Pektin kering digiling sampai halus (60 mesh) dengan mesin penggiling
(hammer mill) atau dengan blender. Hasil diperoleh disebut dengan tepung
pektin.

8) Pengemasan

Tepung pektin dikemas di dalam kantong plastik, kotak plastik atau kotak
kaleng yang tertutup rapat, dan disimpan pada tempat yang tidak panas.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Esti, Kemal

KEMBALI KE MENU

4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

SUSU KEDELAI

1. PENDAHULUAN
Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji
kecipir, koro, kelapa dan lain-lain merupakan bahan pangan sumber protein dan
lemak nabati yang sangat penting peranannya dalam kehidupan. Asam amino
yang terkandung dalam proteinnya tidak selengkap protein hewani, namun
penambahan bahan lain seperti wijen, jagung atau menir adalah sangat baik
untuk menjaga keseimbangan asam amino tersebut.

Kacang-kacangan dan umbi-umbian cepat sekali terkena jamur (aflatoksin)


sehingga mudah menjadi layu dan busuk. Untuk mengatasi masalah ini, bahan
tersebut perlu diawetkan. Hasil olahannya dapat berupa makanan seperti
keripik, tahu dan tempe, serta minuman seperti bubuk dan susu kedelai.

Kedelai mengandung protein 35 % bahkan pada varitas unggul kadar


proteinnya dapat mencapai 40 % - 43 %. Dibandingkan dengan beras, jagung,
tepung singkong, kacang hijau, daging, ikan segar, dan telur ayam, kedelai
mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi, hampir menyamai kadar
protein susu skim kering.

Bila seseorang tidak boleh atau tidak dapat makan daging atau sumber protein
hewani lainnya, kebutuhan protein sebesar 55 gram per hari dapat dipenuhi
dengan makanan yang berasal dari 157,14 gram kedelai.

Kedelai dapat diolah menjadi: tempe, keripik tempe, tahu, kecap, susu, dan
lain-lainnya. Proses pengolahan kedelai menjadi berbagai makanan pada
umumnya merupakan proses yang sederhana, dan peralatan yang digunakan
cukup dengan alat-alat yang biasa dipakai di rumah tangga, kecuali mesin
pengupas, penggiling, dan cetakan.

Tabel 1. Komposisi Kedelai per 100 gram Bahan

KOMPONEN KADAR (%)


Protein 35-45
Lemak 18-32
Karbohidrat 12-30
Air 7

Hal. 1/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Tabel 2. Perbandingan Antara Kadar Protein Kedelai Dengan Beberapa Bahan


Makanan Lain

BAHAN MAKANAN PROTEIN (% BERAT)


Susu skim kering 36,00
Kedelai 35,00
Kacang hijau 22,00
Daging 19,00
Ikan segar 17,00
Telur ayam 13,00
Jagung 9,20
Beras 6,80
Tepung singkong 1,10

Susu kedelai merupakan minuman yang bergizi tinggi, terutama karena


kandungan proteinnya. Selaitu susu kedelai juga mengandung lemak,
karbohidrat, kalsium, phosphor, zat besi, provitamin A, Vitamin B kompleks
(kecuali B12), dan air. Namun perhatian masyarakat kita terhadap jenis
minuman ini pada umumnya masih kurang. Susu kedelai ini harganya lebih
murah daripada susu produk hewani.

Susu kedelai dapat dibuat dengan teknologi dan peralatan yang sederhana,
serta tidak memerlukan keterampilan khusus. Penggunaan air sumur dapat
menghasilkan susu kedelai dengan rasa yang lebih enak. Untuk memperoleh
susu kedelai yang baik, kiita perlu menggunakan kedelai yang berkualitas baik.
Dari 1 kg kedelai dapat dihasilkan 10 ltr susu kedelai.

2. BAHAN
1) Kedelai 1 kg
2) Air panas 8 liter
3) Air dingin utk perendaman 3 liter
4) Gula pasir 100-200 gram
5) Panili 2 gram
6) Coklat 15 gram
7) Garam 15 gram

3. ALAT
1) Panci
2) Penggiling batu
3) Kain Saring atau kain blacu
4) Tungku atau kompor

Hal. 2/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4. CARA PEMBUATAN
1) Bersihkan kedelai dari segala kotoran, kemudian cuci;
2) Rebus kedelai yang telah bersih selama kira-kira 15 menit, lalu rendam
dalam air bersih selama kira-kira 12 jam;
3) Cuci sampai kulit arinya terkelupas. Hancurkan dengan penggiling dari batu;
4) Campur kedelai yang sudah halus dengan air panas. Aduk-aduk campuran
sampai rata;
5) Saring campuran dengan kain saring, sehingga diperoleh larutan susu
kedelai;
6) Tambakan gula pasir, panili, coklat, dan garam ke dalam larutan susu, lalu
aduk sampai rata dan panaskan hingga mendidih.

Catatan:

Tabel 3. Perbandingan Komposisi Susu Kedelai dengan Susu Sapi dan ASI:

KOMPOSISI SUSU KEDELAI (%) SUSU SAPI (%) ASI (%)

Air 88,60 88,60 88,60


Kalori 52,99 58,00 62,00
Protein 4,40 2,90 1,40
Karbohidrat 3,80 4,50 7,20
Lemak 2,50 0,30 3,10
Vit. B1 0,04 0,04 0,02
Vit. B2 0,02 0,15 0,03
Vit. A 0,02 0,20 0,20

Hal. 3/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN SUSU KEDELAI

6. DAFTAR PUSTAKA
Tri Radiyati et.al. pengolahan kedelai. Subang: BPTTG Puslitbang Fisika
Terapan – LIPI, 1992. Hal. 15

Hal. 4/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

7. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Agus Sediadi

KEMBALI KE MENU

Hal. 5/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

PEMOTONGAN HEWAN
HARI RAYA IDUL ADHA
(QURBAN)

I. Dasar Hukum Nasional


a. Undang-undang No. 6 1967
b. Peraturan Pemerintah No. 15 tahun 1977
c. Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 1983
d. Peraturan Daerah No. 8 tahun 1989
e. Instruksi Gubernur KDKI No. 105 tahun 1995

II. Dasar Hukum Qurban dalam Al Qur’an dan Hadits.


Firman Allah dalam Al Qur’an Surat Al Kautsar 1-2
“Sesungguhnya Kami telah memberi engkau (Ya Muhammad) akan kebijakan
yang banyak. Sebab itu shalatlah engkau pada hari raya Haji karena Allah, dan
sembelihlah Qur’ban-mu”.

Hadist Nabi:
a. Riwayat Daruqutni,
Nabi bersabda: “Diwajibkan kepadaku berqurban dan tidak wajib atas kamu”.
b. Riwayat Ahmad dan Ibnu Majah,
Nabi bersabda: “Barang siapa yang mempunyai kemampuan, tetapi ia tidak
berqurban, maka janganlah ia menghampiri tempat shalat kami”
c. Riwayat Bucharu\i,
Nabi bersabda: “Barang siapa menyembelih qurban sebelum Shalat Hari Rya
Haji, maka sesungguhnya ia menyembelih untuk dirinya sendiri dan barang
siapa menyembelih qurban sesudah shalat Hari Raya dan do’a kutbahnya,
sesungguhnya ia telah menyempurnakan ibadahnya dan ia telah menjalani
Islam”.

III. Persyaratan Hewan Qurban menurut Syariat Islam.


1) Hewan sehat, tidak cacat misalnya tidak pincang, tidak buta, telinganya tidak
rusak dan tidak kurus serta ekornya tidak terpotong.

2) Umur hewan untuk qurban.


a. Domba atau kambing yang telah berumur satu tahun atau lebih (yang
telah berganti gigi)

Hal. 1/ 6
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

b. Sapi/kerbau yang telah berumur minimal 2 tahun atau yang telah berganti
gigi.

Penentuan umur kambing/domba dapat dilakukan dengan memperhatikan


pergantian gigi gigi pertama menjadi gigi terasah.

3) Waktu berqurban:

Hewan qurban disembelih sesudah shalat Idul Adha sampai dengan 3 hari
sesudahnya (hari-hari Tarsyik), jadi ada 4 hari kesempatan kita untuk
menyembelih hewan qurban.

4) Tata cara menyembelih hewan qurban :

a. Menghadapkan kepala hewan qurban kearah kiblat.


b. Membaca “Bismillah”.
c. Membaca Shalawat atas Nabi.
d. Membaca takbir (Allahu Akbar).
e. Berdo’a:”Ya Allah, ini perbuatan dari perintahMu saya kerjakan karenaMu,
terimalah olehMu amalku ini”.

IV. Pelayanan yang diselenggarakan Dinas /.Suku Dinas


Peternakan.
Dinas\Suku Peternakan di wilayah yang dibantu Fakultas Kedokteran Hewan
IPB & UGM akan mengiring petugas ke lokasi pemotongan qurban untuk
melakukan pemeriksaan kesehatan hewan\daging.

Pemeriksaan ini penting untuk dilakukan dalam rangka melindungi konsumen


dari kemungkinan bahaya penyakit hewan yang dapat menular kepada manusia
(zoonosis).

Untuk pelayanan pemeriksaan ini tidak dipungut biaya retribusi pemotongan


hewan.

Tehnis Administrasi yang harus dipenuhi untuk mendapatkan pelayanan


Dinas/Suku Dinas Peternakan.

Panitia penyelenggara penyembelihan hewan qurban agar melaporkan


kegiatan pemotongan tersebut keSuku Dinas Peternakan di Kotamadya atau
RPH setempat untuk mendapatkan pelayanan pemeriksaan kesehatan hewan
dan daging qurban di lokasi pemotongan.

Hal. 2/ 6
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

Jika hewan qurban tersebut sapi/kerbau yang dibeli di RPH, sertakan surat
pengeluaran hewan kurban dari RPH tersebut.

V. Sarana dan peralatan yang diperlukan untuk penyelenggaraan


qurban.
1) Sarana Penampungan.
- Dianjurkan membuat tenda agar hewan terlindungi dari hujan dan terik
matahari.
- Alas tempat penampungan harus dijaga agar tetap bersih dan kering.
- Diberikan minum air bersih dan makan yang cukup.
2) Sarana Pemotongan.
- Lubang penampung darah.
- Dibuat ditanah, denan ukuran 50x50 cm kedalaman 30 cm.
- Setelah kegiatan penyembelihan qurban selesai lubang ini harus ditimbun
tanah kembali.
- Lubang penampungan kotoran dan isi perutan.
- Pisau penyembelihan harus tajam.
- Tatakan dari kayu yang dibuat seperti tangga untuk tempat pengulitan
hewan sapi/kerbau.
- Tempat gantungan untuk penirisan dan pengulitan hewan
domba/kambing.
- Ember dan wadah-wadah penampungan yang bersih.
- Air bersih yang cukup untuk mencuci alat maupun organ-organ hewan
qurban yang perlu dicuci.
3) Saran Untuk Pembagian Daging :
- Alas dan tempat pemotongan daging dan organ-organ harus bersih.
- Plastik pembungkus daging dan organ-organ harus bersih.

VI. Tehnis Penyembelihan/Pemotongan Hewan Qurban.


1) Penyembelihan.
- Dilakukan diatas lubang penampungan darah, dan diusahakan agar darah
seluruhnya tertampung dalam lubang.
- Tata cara penyembelihan sesuai dengan syari’at agama islam.
- Sebaiknya pemotong hewan adalah mereka yang terbiasa terlatih, harus
bersih, sehat dan bebas dari penyakit kulit dan penyakit menular.

2) Penirisan dan Pengulitan


- Dilakukan dengan menggantung hewan domba/kambing yang telah
disembelih (lihat gambar), disamping itu juga untuk mengeluarkan isi perut
dan jeroan.
- Hewan sapi/kerbau (lihat gambar)

Hal. 3/ 6
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

- Dengan menggunakan tatakan kayu seperti pada gambar dibawah,


sapi/kerbau yang telah disembelih ditelentangkan diatas tatakan, baru
dikuliti.

3) Pemeriksaan daging dan organ-organ.


- Apabila terdapat daging/organ-organ yang tidak sehat, tidak aman, tidak
segar atau tidak layak untuk dimakan, harus diafkir dan dimusnahkan.

4) Penanganan daging dan organ-organ.


- Deborning (pemisahan daging dan tulang) sebaiknya menggunakan meja
potongan atau dapat pula dilakukan tetap dalam keadan tergantung atau
ditempat teduh yang dialasi plastik bersih dan dipotong-potong sesuai
dengan yang diinginkan.
- Daging segera dibungkus dengan plastik bersih dan tidak dicampur
dengan jeroan atau organ-organ lain.
- Jeroan dan organ-organ lain dipotong pada tempat yang terpisah dengan
tempat pemotongan daging dan segera dibungkus.
- Daging dan organ-organ lain segera dibagikan dalam keadaan terbungkus
rapi.

VII. Tata Letak Urutan Pemotongan Hewan Qurban.

Keterangan:
1. Kandang penampungan hewan
2. Penyembelihan
3. Pengulitan dan pengeluaran isi perut
4. Penirisan daging
5. Prosesing&pembungkusan daging
6. Pencucian jeroan
7. Prosesing&pembungkusan jeroan
8. Pembagian daging&jeroan kepada yang berhak

VIII. Tempat untuk mendapatkan hewan qurban di DKI Jakarta.


1) Sapi dan kerbau
Di Penampungan hewan RPH Cakung
Jl. Penggilingan, Jakarta Timur Telp. 4891397
RPH Wilayah:
a. Tanjung Priok
Jl. Anggrek No. 43 Tanjung Priok, Jakarta Utara
b. Pulogadung
Jl. Palad, Jakarta Timur Telp. 4894176

Hal. 4/ 6
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

c. Mampang Prapatan
Jl. Warung Buncit Kelurahan Bangka, Jakarta Selatan Telp.7997483

2) Kambing/Domba:
Ditempat penampungan hewan, yaitu:
- RPH Tanah Abang
Pasar Kebon Jati, Jakarta Pusat
- RPH Pulogadung
Jl. Palad Pulo Gadung, Jakarta Timur, Telp. 4894176
- RPH Tanjung Priok
Jl. Anggrek No. 43 Jakarta Utara
- RPH Mampang Prapatan
Jl. Warung Buncit Kel. Bangka, Jakarta Selatan Telp. 7997483

IX. Tempat-tempat untuk memperoleh Informasi lebih lanjut


mengenai pelaksanaan Idul Qurban
1) Dinas Peternakan DKI Jakarta
Jl. Gunung Sahari Raya No. 11 Jakarta Pusat, Telp. 6393771

2) Suku Dinas Peternakan Kodya Jakarta Utara


Komplek Walikota Jakarta Utara, Jl. Yos Sudarso No.27-29 Tanjung Priok
Jakarta Utara Telp. 4301124 Pes.5060 dan Telp. 4358794

3) Suku Dinas Peternakan Kodya Jakarta Pusat Komplek Walikota Jakarta


Pusat Jl. Tanah Abang I lt. III, Telp.3440610 Pes. 130-230 dan Telp.3519086

4) Suku Dinas Peternakan Kodya Jakarta Barat


Jl. Peternakan II No. 1 Kapuk Jakarta Barat, Telp.6193184

5) Suku Dinas Peternakan Kodya Jakarta Timur


Jl. Jatinegara Barat No. 142 Jakarta Timur, Telp. 8194019

6) Suku Dinas Peternakan Kodya Jakarta Selatan Komplek Walikota Jakarta


Selatan Jl.Trunojoyo No. 1 Blok V, Lantai 8 Telp.7394209 Pes. 153-253 dan
Telp. 7206149

7) Taman Ternak Ragunan Jl. Harsono RM. NO. 28 Ragunan Pasar Minggu
Jakarta Selatan Telp. 7805016 dan Telp. 7805447

Hal. 5/ 6
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

X. SUMBER
Dinas Peternakan, Pemerintah Daerah DKI Jakarta bekerjasama dengan Fak.
Kedokteran Hewan - IPB, Fak. Peternakan Univ. Gajahmada dan Majelis Ulama
Indonesia DKI-Jakarta.

XI. KONTAK HUBUNGAN


Dinas Peternakan, Pemerintah DKI Jakarta, Jl. Gunung Sahari Raya No. 11,
Jakarta; Tel. 021 626 7276, 639 3771 atau 600 7252 Pes. 202

Jakarta, Maret 2001

Disadur oleh : Tarwiyah

KEMBALI KE MENU

Hal. 6/ 6
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

PENGAWETAN DAN BAHAN KIMIA

Secara garis besar pengawetan dapat dibagi dalam 3 golongan yaitu :


1) Cara alami
2) Cara biologis
3) Cara kimiawi

1) PENGAWETAN SECARA ALAMI


Proses pengawetan secara alami meliputi pemanasan dan pendinginan.

2) PENGAWETAN SECARA BIOLOGIS


Proses pengawetan secara biologis misalnya dengan peragian (fermentasi).

Peragian (Fermentasi)

Merupakan proses perubahan karbohidrat menjadi alkohol. Zat-zat yang


bekerja pada proses ini ialah enzim yang dibuat oleh sel-sel ragi. Lamanya
proses peragian tergantung dari bahan yang akan diragikan.

Enzim

Enzim adalah suatu katalisator biologis yang dihasilkan oleh sel-sel hidup dan
dapat membantu mempercepat bermacam-macam reaksi biokimia.

Enzim yang terdapat dalam makanan dapat berasal dari bahan mentahnya atau
mikroorganisme yang terdapat pada makanan tersebut. Bahan makanan seperti
daging, ikan susu, buah-buahan dan biji-bijian mengandung enzim tertentu
secara normal ikut aktif bekerja di dalam bahan tersebut. Enzim dapat
menyebabkan perubahan dalam bahan pangan. Perubahan itu dapat
menguntungkan ini dapat dikembangkan semaksimal mungkin, tetapi yang
merugikan harus dicegah. Perubahan yang terjadi dapat berupa rasa, warna,
bentuk, kalori, dan sifat-sifat lainnya.

Beberapa enzim yang penting dalam pengolahan daging adalah bromelin dari
nenas dan papain dari getah buah atau daun pepaya.

Enzim Bromalin

Didapat dari buah nenas, digunakan untuk mengempukkan daging. Aktifitasnya


dipengaruhi oleh kematangan buah, konsentrasi pemakaian, dan waktu

Hal. 1/ 7
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

penggunaan. Untuk memperoleh hasil yang maksimum sebaiknya digunakan


buah yang muda. Semakin banyak nenas yang digunakan, semakin cepat
proses bekerjanya.

Enzim Papain

Berupa getah pepaya, disadap dari buahnya yang berumur 2,5~3 bulan. Dapat
digunakan untuk mengepukan daging, bahan penjernih pada industri minuman
bir, industri tekstil, industri penyamakan kulit, industri pharmasi dan alat-alat
kecantikan (kosmetik) dan lain-lain.

Enzim papain biasa diperdagangkan dalam bentuk serbuk putih kekuningan,


halus, dan kadar airnya 8%. Enzim ini harus disimpan dibawah suhu 60o C.
Pada 1 (satu) buah pepaya dapat dilakukan 5 kali sadapan. Tiap sadapan
menghasilkan + 20 gram getah. Getah dapat diambil setiap 4 hari dengan jalan
menggoreskan buah tersebut dengan pisau.

3) PENGAWETAN SECARA KIMIA


Menggunakan bahan-bahan kimia, seperti gula pasir, garam dapur, nitrat, nitrit,
natrium benzoat, asam propionat, asam sitrat, garam sulfat, dan lain-lian.

Proses pengasapan juga termasuk cara kimia sebab bahan-bahan kimia dalam
asap dimasukkan ke dalam makanan yang diawetkan. Apabila jumlah
pemakainannya tepat, pengawetan dengan bahan-bahan kimia dalam makanan
sangat praktis karena dapat menghambat berkembangbiaknya mikroorganisme
seperti jamur atau kapang, bakteri, dan ragi.

a) Asam propionat (natrium propionat atau kalsium propionat)

Sering digunakan untuk mencegah tumbuhnya jamur atau kapang. Untuk


bahan tepung terigu, dosis maksimum yang digunakan adalah 0,32 % atau
3,2 gram/kg bahan; sedngkan untuk bahan dari keju, dosis maksimum
sebesar 0,3 % atau 3 gram/kg bahan.

b) Asam Sitrat (citric acid)

Merupakan senyawa intermedier dari asam organik yang berbentuk kristal


atau serbuk putih. Asam sitrat ini maudah larut dalam air, spriritus, dan
ethanol, tidak berbau, rasanya sangat asam, serta jika dipanaskan akan
meleleh kemudian terurai yang selanjutnya terbakar sampai menjadi arang.
Asam sitrat juga terdapat dalam sari buah-buahan seperti nenas, jeruk,
lemon, markisa. Asam ini dipakai untuk meningkatkan rasa asam (mengatur
tingkat keasaman) pada berbagai pengolahan minum, produk air susu, selai,

Hal. 2/ 7
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

jeli, dan lain-lain. Asam sitrat berfungsi sebagai pengawet pada keju dan
sirup, digunakan untuk mencegah proses kristalisasi dalam madu, gula-gula
(termasuk fondant), dan juga untuk mencegah pemucatan berbagai
makanan, misalnya buah-buahan kaleng dan ikan. Larutan asam sitrat yang
encer dapat digunakan untuk mencegah pembentukan bintik-bintik hitam
pada udang. Penggunaan maksimum dalam minuman adalah sebesar 3
gram/liter sari buah.

c) Benzoat (acidum benzoicum atau flores benzoes atau benzoic acid)

Benzoat biasa diperdagangkan adalah garam natrium benzoat, dengan ciri-


ciri berbentuk serbuk atau kristal putih, halus, sedikit berbau, berasa payau,
dan pada pemanasan yang tinggi akan meleleh lalu terbakar

d) Bleng

Merupakan larutan garam fosfat, berbentuk kristal, dan berwarna kekuning-


kuningan. Bleng banyak mengandung unsur boron dan beberapa mineral
lainnya. Penambahan bleng selain sebagai pengawet pada pengolahan
bahan pangan terutama kerupuk, juga untuk mengembangkan dan
mengenyalkan bahan, serta memberi aroma dan rasa yang khas.
Penggunaannya sebagai pengawet maksimal sebanyak 20 gram per 25 kg
bahan. Bleng dapat dicampur langsung dalam adonan setelah dilarutkan
dalam air atau diendapkan terlebih dahulu kemudian cairannya dicampurkan
dalam adonan.

e) Garam dapur (natrium klorida)

Garam dapur dalam keadaan murni tidak berwarna, tetapi kadang-kadang


berwarna kuning kecoklatan yang berasal dari kotoran-kotoran yang ada
didalamnya. Air laut mengandung + 3 % garam dapur.

Garam dapur sebagai penghambat pertumbuhan mikroba, sering digunakan


untuk mengawetkan ikan dan juga bahan-bahan lain. Pengunaannya sebagai
pengawet minimal sebanyak 20 % atau 2 ons/kg bahan.

f) Garam sulfat
Digunakan dalam makanan untuk mencegah timbulnya ragi, bakteri dan
warna kecoklatan pada waktu pemasakan.

g) Gula pasir

Digunakan sebagai pengawet dan lebih efektif bila dipakai dengan tujuan
menghambat pertumbuhan bakteri. Sebagai bahan pengawet, pengunaan
gula pasir minimal 3% atau 30 gram/kg bahan.

Hal. 3/ 7
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

h) Kaporit (Calsium hypochlorit atau hypochloris calsiucus atau chlor kalk


atau kapur klor)

Merupakan campuran dari calsium hypochlorit, -chlorida da -oksida, berupa


serbuk putih yang sering menggumpal hingga membentuk butiran. Biasanya
mengandung 25~70 % chlor aktif dan baunya sangat khas.

Kaporit yang mengandung klor ini digunakan untuk mensterilkan air minum
dan kolam renang, serta mencuci ikan.

i) Natrium Metabisulfit

Natrium metabisulfit yang diperdagangkan berbentuk kristal. Pemakaiannya


dalam pengolahan bahan pangan bertujuan untuk mencegah proses
pencoklatan pada buah sebelum diolah, menghilangkan bau dan rasa getir
terutama pada ubi kayu serta untuk mempertahankan warna agar tetap
menarik.

Natrium metabisulfit dapat dilarutkan bersama-sama bahan atau diasapkan.


Prinsip pengasapan tersebut adalah mengalirkan gas SO2 ke dalam bahan
sebelum pengeringan. Pengasapan dilakukan selama + 15 menit. Maksimum
penggunaannya sebanyak 2 gram/kg bahan. Natrium metabisulfit yang
berlebihan akan hilang sewaktu pengeringan.

j) Nitrit dan Nitrat

Terdapat dalam bentuk garam kalium dan natrium nitrit. Natrium nitrit
berbentuk butiran berwarna putih, sedangkan kalium nitrit berwarna putih
atau kuning dan kelarutannya tinggi dalam air.

Nitrit dan nitrat dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada daging dan
ikan dalam waktu yang singkat. Sering digunakan pada danging yang telah
dilayukan untuk mempertahankan warna merah daging.

Jumlah nitrit yang ditambahkan biasanya 0,1 % atau 1 gram/kg bahan yang
diawetkan. Untuk nitrat 0,2 % atau 2 gram/kg bahan. Apabila lebih dari
jumlah tersebut akan menyebabkan keracunan, oleh sebab itu pemakaian
nitrit dan nitrat diatur dalam undang-undang. Untuk mengatasi keracunan
tersebut maka pemakaian nitrit biasanya dicampur dengan nitrat dalam
jumlah yang sama. Nitrat tersebut akan diubah menjadi nitrit sedikit demi
sedikit sehingga jumlah nitrit di dalam daging tidak berlebihan.

k) Sendawa

Merupakan senyawa organik yang berbentuk kristal putih atau tak berwarna,
rasanya asin dan sejuk. Sendawa mudah larut dalamair dan meleleh pada
suhu 377oC. Ada tiga bentuk sendawa, yaitu kalium nitrat, kalsium nitrat dan

Hal. 4/ 7
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

natrium nitrat. Sendawa dapat dibuat dengan mereaksikan kalium khlorida


dengan asam nitrat atau natrium nitrat. Dalamindustri biasa digunakan untuk
membuat korek api, bahan peledak, pupuk, dan juga untuk pengawet abahn
pangan. Penggunaannya maksimum sebanyak 0,1 % atau 1 gram/kg bahan.

l) Zat Pewarna

Zat pewarna ditambahkan ke dalam bahan makanan seperti daging,


sayuran, buah-buahan dan lain-lainnya untuk menarik selera dankeinginan
konsumen. Bahan pewarna alam yang sering digunakan adalah kunyit,
karamel dan pandan. Dibandingkan dengan pewarna alami, maka bahan
pewarna sintetis mempunyai banyak kelebihan dalam hal keanekaragaman
warnanya, baik keseragaman maupun kestabilan, serta penyimpanannya
lebih mudah dan tahan lama. Misalnya carbon black yang sering digunakan
untuk memberikan warna hitam, titanium oksida untuk memutihkan, dan lain-
lain. Bahan pewarna alami warnanya jarang yang sesuai dengan yang
dinginkan.

4. PROSES BEBAS KUMAN


Ada dua cara proses bebas kuman, yaitu sterilisasi dan pasteurisasi

Sterilisasi

Adalah proses bebas kuman, virus, spora dan jamur. Keadaan steril ini dapat
dicapai dengan cara alami maupun kimiawi.
Secara alami dapat dilakukan dengan:
- memanaskan alat-alat dalam air mendidih pada suhu 100oC selama 15
menit, untuk mematikan kuman dan virus;
- memanaskan alat-alat dalam air mendidih pada suhu 120 oC selama 15
menit untuk mematikan spora dan jamur.
Secara kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan antiseptik dan
desinfektan.
a. Antiseptik
Merupakan zat yang dapat menghambat atau membunuh pertumbuhan
jasad renik seperti bakteri, jamur dan lain-lain pada jaringan hidup. Ada
beberapa bahan yang sering digunakan sebagai antiseptik, antara lain:
1. Alkohol, efektif digunakan dengan kepekatan 50~70 %;untuk memecah
protein yang ada dalam kuman penyakit sehingga pertumbuhannya
terhambat.
2. Asam dan alkali, penggunaannya sama dengan alkohol.
3. Air raksa (hidrargirum=Hg), arsenikum (As) dan Argentum (Ag), yang
bekerja melalui sistem enzim pada kuman penyakit.

Hal. 5/ 7
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4. Pengoksida, juga bekerja pada sistem enzim kuman penyakit. Terdiri dari
iodium untuk desinfektan kulit dan chlor untuk desinfektan air minum.
5. Zat warna, terutama analin dan akridin yang dipakai untuk mewarnai
kuman penyakit sehingga mudah untuk menemukan jaringan mana dari
kuman tersebut yang akan dihambat pertumbuhannya.
6. Pengalkil, yang digunakan untuk memecah protein kuman sehingga
aktifitasnya terhambat. Contohnya adalah formaldehid.
b. Desinfektan
Merupakan bahan kimia yang digunakan untukmencegah terjadinya infeksi
atau pencemaran jasad renik seperti bakteri dan virus, juga untuk membunuh
kuman penyakit lainnya. Jenis desinfektan yang biasa digunakan adalah
chlor atau formaldehid. Jenis ini lebih efektif bila dicampur dengan air
terutama dalampembuatan es. Untuk menjaga kualitas ikan penggunaan
chlor sebanyak 0,05 % atau 0,5 gram/liter air sangat efektif

Pasteurisasi

Dilakukan dengan memanaskan tempat yang telah diisi makanan atau


minuman dalam air mendidih pada suhu sekurang-kurangnya 63o C selama 30
menit, kemudian segera diangkat dan didinginkan hingga suhu maksimum 10o
C. Dengan cara ini maka pertumbuhan bakteri dapat dihambat dengan cepat
tanpa mempengaruhi rasa makanan dan minuman.

5. DAFTAR PUSTAKA
1) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka, 1988. 1090 hal.
2) Ensiklopedi Indonesia. Jakarta: Ichtisar Baru-Van Hoeve, 1984. 7 jilid.
3) Ensiklopedi Nasional Indonesia. Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 1990. 18
jilid.
4) Ensiklopedi Umum. Jakarta: Yayasan Kanisius. 1977.1192 hal.
5) Hudaya, S. Food Additives. Bandung: Fakultas Pertanian - Universitas
Pajajaran, 1978. 26 hal.
6) Indrawati, T. et al. Pembuatan keap keong sawah dengan menggunakan
enzim bromelin. Jakarta: Balai Pustaka, 1983.
7) Winarno, F.G.; S. Fardiaz; A. Rahman. Perkembangan Ilmu teknologi
pangan. Bogor: Fakultas Mekanisme dan Teknologi Hasil Pertanian - Institut
Pertanian Bogor, 1974. 57 hal.

Hal. 6/ 7
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

6. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Agus Sediadi

KEMBALI KE MENU

Hal. 7/ 7
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

PEUYEUM

1. PENDAHULUAN
Serealia dan umbi-umbian banyak tumbuh di Indonesia. Produksi serealia
terutama beras sebagai bahan pangan pokok dan umbi-umbian cukup tinggi.
Begitu pula dengan bertambahnya penduduk, kebutuhan akan serealia dan
umbi-umbian sebagai sumber energi pun terus meningkat. Tanaman dengan
kadar karbohidrat tinggi seperti halnya serealia dan umbi-umbian pada
umumnya tahan terhadap suhu tinggi. Serealia dan umbi-umbian sering
dihidangkan dalam bentuk segar, rebusan atau kukusan, hal ini tergantung dari
selera.

Usaha penganekaragaman pangan sangat penting artinya sebagai usaha untuk


mengatasi masalah ketergantungan pada satu bahan pangan pokok saja.
Misalnya dengan mengolah serealia dan umbi-umbian menjadi berbagai bentuk
awetan yang mempunyai rasa khas dan tahan lama disimpan. Bentuk olahan
tersebut berupa tepung, gaplek, tapai, keripik dan lainya. Hal ini sesuai dengan
program pemerintah khususnya dalam mengatasi masalah kebutuhan bahan
pangan, terutama non-beras.

Ubi kayu atau singkong merupakan salah satu bahan makanan sumber
karbohidrat (sumber energi).

Tabel 1. Komposisi Ubi Kayu (per 100 gram bahan)

KOMPONEN KADAR
Kalori 146,00 kal
Air 62,50 gram
Phosphor 40,00 mg
Karbohidrat 34,00 gram
Kalsium 33,00 mg
Vitamin C 30,00 mg
Protein 1,20 gram
Besi 0,70 mg
Lemak 0,30 gram
Vitamin B1 0,06 mg
Berat dapat dimakan 75,00

Ubi kayu dalam keadaan segar tidak tahan lama. Untuk pemasaran yang
memerlukan waktu lama, ubi kayu harus diolah dulu menjadi bentuk lain yang
lebih awet, seperti gaplek, tapioka (tepung singkong), tapai, peuyeum, keripik
singkong dan lain-lain.

Hal. 1/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Peuyeum adalah sejenis tapai, hanya saja proses pembuatannya yang berbeda
sehingga hasilnya lebih kering daripada tapai singkong.

2. BAHAN
1) Ubi kayu 1 kg
2) Air secukupnya
3) Ragi tapai 2 lempeng

3. ALAT
1) Pisau
2) Panci
3) Tampah (nyiru)
4) Kompor
5) Daun talas

4. CARA PEMBUATAN
1) Potong-potong ubi kayu lalu kupas, kemudian cuci;
2) Rendam sebentar kemudian rebus dalam air mendidih hingga stengah
masak;
3) Angkat dan tiriskan lalu dinginkan;
4) Lumurkan ragi pada seluruh permukaan ubi kayu. Pada bagian atas
tumpukan ubi kayu, taburkan lagi ragi sebelum ditutup dengan daun talas
atau plastik;
5) Peram selama ± 2~9 hari.

Hal. 2/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN PEUYEUM

6. DAFTAR PUSTAKA
Tri Radiyati dan Agusto, W.M. Pendayagunaan ubi kayu. Subang : BPTTG
Puslitbang Fisika Terapan – LIPI, 1990. Hal. 18-27.

Hal. 3/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

7. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Sarwedi

KEMBALI KE MENU

Hal. 4/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

PIKEL BENGKUANG

1. PENDAHULUAN
Pikel adalah produk hasil fermentasi bahan nabati (buah,sayur dan umbi) di
dalam larutan garam 15-20%. Selama fermentasi mikroba tahan asam tumbuh
menghasilkan asam, rasa dan aroma yang khas pikel. Garam di larutan akan
berdifusi ke dalam jaringan bahan sehingga jaringan menjadi asin, dan cairan di
dalam jaringan akan mengalir ke dalam larutan garam membawa berbagai
nutrisi sehingga larutan garam menjadi media tumbuh bagi mikroba tahan
garam.

Pikel bengkuang belum dikenal oleh masyarakat, dan produk ini belum tersedia
di pasaran. Walaupun demikian, produksi produk ini merupakan alternatif usah
yang mungkin menguntungkan karena cara pembuatannya sederhana, biaya
tidak mahal, dan penampilan produk cukup menarik.

2. BAHAN
1) Umbi bengkuang (10 kg). Sebaiknya digunakan bengkuang berukuran besar
agar rendemen pikel lebih tinggi.

2) Larutan garam 15%. Larutan ini diperlukan untuk merendam irisan


bengkuang sehingga terjadi fermentasi oleh mikroba tahan garam.
Pembuatan 10 liter larutan adalah sebagai berikut: Garam sebanyak 1,5 kg
dimasukan ke dalam baskom atau ember, kemudian ditambahkan air sambil
diaduk sampai volume menjadi 10 liter. Larutan dipanaskan sampai suhunya
600C. Setelah itu larutan disaring dengan 2 lapis kain saring.

3) Sirup gula pasir 40%. Sirup gula pasir diperlukan untuk merendam pikel
bengkuang yang siap dikonsumsi. Pembuatan 10 liter larutan adalah
sebagai berikut: Gula sebanyak 4 kg dimasukan ke dalam ember, kemudian
ditambahkan air sambil diaduk sampai volume air menjadi 10 liter.

4) Bubuk cabe. Sebaiknya digunakan bubuk cabe yang cukup halus (lolos
ayakan 60 mesh). Bahan ini digunakan sebagai bumbu.

5) Pengawet. Pengawet yang digunakan adalah sodium benzoat. Senyawa ini


dapat menghambat pertumbuhan mikroba perusak makanan. Jumlah 4
gram.

6) Asam sitrat. Bahan ini digunakan untuk mengasamkan sirup gula sehingga
pH rendah dapat menghambat pertumbuhan mikroba perusak selama
penyimpanan. Jumlah 10 gram.
1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

7) Larutan penguat jaringan buah. Larutan ini digunakan untuk menguatkan


jaringan irisan umbi. Larutan ini mengandung ion Ca+2 Ion tersebut diperoleh
dengan melarutkan CaCO3 (kapur sirih). Kapur sirih merupakan senyawa
sumber ion Ca+2 yang paling murah dan paling mudah ditemukan di pasaran.
Kapur sirih dilarutkan di dalam air dengan konsentrasi 0,2-0,3%, yaitu
dengan melarutkan 2 sampai 3 g kapur sirih ke dalam 1 liter air. Jumlah
larutan yang dibutuhkan: 10 liter.

3. PERALATAN
1) Pisau dan landasannya. Alat ini digunakan untuk mengupas dan mengiris
buah bengkuang.
Disarankan menggunakan dua pisau yang berbeda. Untuk pengupasan
digunakan pisau yang biasa digunakan di rumah tangga. Sedangkan untuk
mengiris digunakan pisau besar yang biasa digunakan untuk pemotong dan
pencincang daging.

2) Stoples. Alat ini digunakan untuk perendaman irisan bengkuang di dalam


larutan garam.

4. CARA PEMBUATAN
1) Pengirisan dan Perendaman di dalam Larutan Kapur Sirih
Umbi dikupas, dan dicuci sampai bersih, kemudian diiris atau dipotong
berbentuk dadu dengan panjang sisi 1-2 cm. Potongan bengkuang direndam
di dalam larutan kapur selama 1,5-2,0 jam, kemudian ditiriskan.

2) Perendaman di dalam Larutan Garam 20%


a. Potongan bengkuang disusun rapat di dalam stoples sampai stoples terisi
3/4 bagian. Setelah itu, larutan garam 15% dituangkan ke dalam stoples
sampai hampir penuh (2,5 mm dari bibir atas stoples). Perendaman
dilakukan selama 14 hari pada suhu kamar. Wadah lain yang dapat
ditutup rapat dan tahan suhu hangat (50-600C) dapat digunakan sebagai
pengganti stoples.
b. Stoples diletakkan di dalam air mendidih sampai suhui bagian tengah
stoples mencapai 50-600C. Setelah itu stoples ditutup rapat, dan diletakan
pada tempat yang tidak terkena cahaya selama 15 hari. Hasil yang
diperoleh disebut dengan pikel mentah bengkuang

3) Pengurangan Kadar Garam (Desalting)


a. Air bersih dipanaskan sampai suuhu 400C. Setelah suhu tersebut
tercapai, api dikecilkan sekadar untuk menjaga agar suhu tersebut dapat
dipertahankan. Jumlah air adalah 4 kali jumlah pikel mentah bengkuang.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

b. Pikel mentah dimasukkan ke dalam air hangat di atas. Perendaman


dilakukan selama 2 jam sambil diaduk-aduk dengan pelan. Selama
perendaman terjadi pengurangan kadar garam pikel mentah. Setelah itu,
pikel ditiriskan.

4) Pembuatan Larutan Pikel Manis


a. Ke dalam panci dimasukkan gula sebanyak 1350 g, kemudian
ditambahkan air bersih sedikit demi sedikit sambil diaduk-aduk sampai
volumenya menjadi 5 liter. Larutan gula tersebut ditambahkan 5 g bubuk
cabe rawit atau cabe keriting, dan 140 ml larutan cuka makan (konsentrasi
25%). Campuran ini diaduk-aduk sampai rata, kemudian disaring dengan
kain saring berlapis dua. Larutan yang diperoleh disebut larutan pikel
mentah.
b. Larutan pikel mentah didihkan selama 10 menit. Larutan yang diperoleh
disebut larutan pikel manis yang berkadar gula 27% (berat/volume), dan
bubuk cabe 0.1% (berat/volume).

5) Penyiapan Botol Pengemas


Botol disikat, disabuni, dicuci dan dibilas sampai bersih, kemudian direbus di
dalam air mendidih selama 30 menit. Botol dibiarkan tetap di dalam air
mendidih selama proses pembotolan dilakukan.

6) Pembotolan Pikel
Botol dalam keadaan terbalik (mulut botol mengarah ke bawah) diangkat dari
botol mendidih. Setelah itu pikel, pikel dimasukkan ke dalam botol sampai 1
cm di bawah bibir botol.
a. Larutan pikel yang manis yang panas (suhu 80-900C) dituangkan ke
dalam botol yang telah berisi pikel sampai permukaan larutan 0,5 cm di
bawah bibir botol. Setelah itu, tutup botol dipasangkan dengan kuat,
kemudian botol diletakan dalam keadaan terbalik selama 5 menit. Jika
terdapat larutan yang mengalir keluar melalui tutup, menandakan bahwa
tutup botol sudah cacat, atau bibir botol sumbing. Oleh karena itu, tutup
harus dibuka lagi dan diperiksa. Jika ditemukan cacat pada tutup botol
harus diganti. Jika tidak ditemukan cacat, penutupan harus diulang
sehingga penutupan cukup kuat dan rapat.
b. Botol tertutup yang telah berisi pikel rebus di dalam air mendidih selama
15 menit. Setelah itu botol diangkat,dan didinginkan pada suhu kamar.
c. Setelah botol agak dingin (hangat-hangat kuku), botol diberi label dan
segel palstik.

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Tel. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

PISANG SALE

1. PENDAHULUAN
Pisang sale adalah pisang matang konsumsi yang telah dikeringkan.
Pengerngan menyebakan kadar air turun dan secara relatif kadar gula naik.
Warna pisang sale berkisar antara coklat muda sampai coklat kehitaman.

Biasanya pisang dijemur untuk menjadikannya pisang sale. Produk akan lebih
baik mutunya jika pisang dikeringkan dengan alat pengering.

2. BAHAN
1) Pisang yang telah matang konsumsi, dan manis rasanya.

2) Gula pasir halus yang putih dan bersih. Gula hanya digunakan untuk
mengolah pisang yang tidak manis rasanya.

3. PERALATAN
1) Pisau dan talenan. Alat ini digunakan untuk mengupas dan membelah buah
pisang, serta mengerok permukaan daging buah.

2) Tampah. Alat ini digunakan sebagai wadah dalam penjemuran pisang.

3) Alat pengering. Alat ini digunakan untuk mengeringkan pisang jika


menginginkan pengeringan yang lebih cepat, atau pada saat langit berawan
dan hujan.

4. CARA PEMBUATAN
1) Pengupasan
Pisang dikupas, kemudian permukaan daging buah dikerok. Jika pisang
berukuran besar, pisang dapat dibelah dua memanjang.

2) Pengasapan dengan belerang.


Agar warna pisang sale lebih cerah dan muda, pisang perlu diasapi dengan
gas SO2. Pengasapan mengguakan lemari pengasap. Pisang di susun di
atas rak-rak yang dibuat dari anyaman lidi atau bambu. Di dasar lemari
dibakar belerang. Setelah itu, lemari ditutup rapat kecuali saluran udara
pembakaran. Setiap kg pisang memerlukan 2-4 gram belerang. Setelah

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

pembakaran belerang habis terbakar. Pisang tetap dibiarkan di dalam lemari


pemkaran, selama 10 menit.

3) Penggulaan.
Pisang yang rasanya kurang manis, setelah pengasapan, ditaburi gula pasir
sehingga seluruh permukaannya tertutup lapisan tipis gula.

4) Penjemuran.
Pisang tersebut diletakkan di atas tampah, kemudian dijemur. Pada hari
kedua, pisang yang masih basah, dapat diktekan dengan papan agar sedikit
pipih. Jika penekanan terlalu kuat, pisang akan retak atau pecah. Penekanan
ini diulangi setiap hari sampai bahan agak kering. Bahan yang agak kering
menjadi agak a lot, lentur, dan tidak mudah patah. Produk yang diperoleh
dari proses ini disebut sebagai pisang sale segar.

5) Pengeringan dengan alat pengering.


Jika menginginkan pengeringan yang lebih cepat, langit berawan atau hari
hujan pisang dapat dikeringkan dengan menggunakan alat pengering.
Pengeringan akan berlangsung anatara 18 sampai 24 jam tergantung pada
suhu pengeringan. Dianjurkan suhu pengeringan tidak kurang dari 50°C dan
tidak lebih dari 70°C. Jika suhu terlalu rendah, waktu pengeringan akan
terlalu lama. Jika terlalu panas, tekstur pisang sale akan kurang baik. Selama
pengeringan, sekali 3 jam, pisang dapat juga ditekan agar semakin pipih.
Pengeringan dilakukan sampai kadar air di bawah 18%. Produk yang
diperoleh dari proses ini disebut sebagai pisang sale segar.

6) Penggorengan.
Pisang sale segar dapat digoreng. Terlebih dahulu pisang sale dicelupkan ke
dalam adonan tepung beras. Adonan ini terdiri dari campuran tepung beras
(1 bagian), air (4 bagian), garam (secukupnya) dan tepung kayu manis
(secukupnya). Setelah itu, pisang sale digoreng dengan minyak panas
(170°C) sampai garing. Produk yang diperoleh disebut pisang sale goreng.

7) Pengemasan.
Pisang sale segar atau pisang sale goreng dikemas didalam kantong plastik.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Tel. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

PEMBUATAN RAGI TAPAI (STARTER TAPAI)

1. PENDAHULUAN
Serealia dan umbi-umbian banyak tumbuh di Indonesia. Produksi serealia
terutama beras sebagai bahan pangan pokok dan umbi-umbian cukup tinggi.
Begitu pula dengan bertambahnya penduduk, kebutuhan akan serealia dan
umbi-umbian sebagai sumber energi pun terus meningkat. Tanaman dengan
kadar karbohidrat tinggi seperti halnya serealia dan umbi-umbian pada
umumnya tahan terhadap suhu tinggi. Serealia dan umbi-umbian sering
dihidangkan dalam bentuk segar, rebusan atau kukusan, hal ini tergantung dari
selera.

Usaha penganekaragaman pangan sangat penting artinya sebagai usaha untuk


mengatasi masalah ketergantungan pada satu bahan pangan pokok saja.
Misalnya dengan mengolah serealia dan umbi-umbian menjadi berbagai bentuk
awetan yang mempunyai rasa khas dan tahan lama disimpan. Bentuk olahan
tersebut berupa tepung, gaplek, tapai, keripik dan lainya. Hal ini sesuai dengan
program pemerintah khususnya dalam mengatasi masalah kebutuhan bahan
pangan, terutama non-beras.

2. BAHAN
1) Ketan Putih 1 ½ kg
2) Bawang Putih 50 gram
3) Merica 50 gram
4) Lengkuas (laos) 7 ½ gram
5) Cabai untuk jamu 50 gram
6) Air perasan tebu secukupnya

3. ALAT
1) Alat penumbuk (alu)
2) Tampah (nyiru)
3) Ayakan halus
4) Merang (jerami)
5) Baskom (jerami)
6) Baskom atau panci
7) Daun pisang atau lembaran plastik

Hal. 1/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4. CARA PEMBUATAN
1) Haluskan merica dan cabai, kemudian ayak;

2) Tambahkan bawang putih dan lengkuas lalu haluskan lagi sampai rata;

3) Rendam ketan putih semalam, tiriskan kemudian keringkan. Tumbuk sampai


halus lalu ayak;

4) Campur bumbu dan tepung sampai rata;

5) Tambahkan air perasan tebu sampai menjadi adonan yang mudah dibentuk,
tetapi tidak terlalu basah;

6) Bentuk adonan menjadi bulatan-bulatan pipih (diameter ± 4 cm);

7) Letakkan pada tampah bambu yang telah dialasi merang padi, kemudian
taburi bagian atasnya dengan ragi;

8) Tutup dengan daun pisang atau lembaran plastik;

9) Simpan selama ± 2 malam agar tumbuh jamur;

10) Jemur hingga kering di bawah sinar matahari selama ± 2~5 hari atau di atas
tungku bila musim hujan;

11) Simpan ditempat yang kering.

Hal. 2/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN RAGI TAPAI

6. DAFTAR PUSTAKA
Tape Ketan. Dalam : Profil industri.. Jakarta : Proyek Bimbingan dan
Pengembangan Industri Kecil, Departemen Perindustrian, s.a

Hal. 3/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

7. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Agus Sediadi

KEMBALI KE MENU

Hal. 4/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

PEMBUATAN LARU (RAGI) TEMPE

Laru (ragi) tempe adalah bibit yang digunakan untuk pembuatan tempe.

1. BAHAN
1) Beras 300 gram
2) Tepung tempe 3 gram
3) Tepung beras yang telah disangrai 1 ½ kg

2. ALAT
1) Kukusan
2) Tampah (nyiru)
3) Pengaduk kayu
4) Lembaran plastik
5) Alat penumbuk
6) Ayakan
7) Alat penggorengan (wajan)
8) Kantong plastik

3. CARA PEMBUATAN
1) Cuci beras sampai bersih, kemudian masak sampai menjadi nasi dan
dinginkan;

2) Pada nasi tersebut taburkan tepung tempe kemudian aduk sampai rata;

3) Letakkan di atas tampah yang bersih. Tutup atasnya dengan lembaran


plastik atau daun pisang;

4) Simpan dalam ruangan tempat pemeraman (peragian) sampai seluruh nasi


ditumbuhi jamur yang berwarna hitam;

5) Jemur nasi yang telah ditumbuhi jamur (kapang) atau jamur sampai kering;

6) Tumbuk sampai halus, kemudian ayak. Bagian yang telah halus adalah ragi
tempe;

7) Campurkan ragi ini dengan tepung beras yang telah disangarai (+ 10 gram
ragi untik 50~100 gram tepung beras);

Hal. 1/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

8) Simpan dalam kantong-kantong plastik.

4. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN RAGI (LARU) TEMPE

Catatan:

Tutup plastik atau daun pisang sewaktu-waktu perlu dibuka untuk pertukaran
udara dan untk menguapkan air (embun) yang menempel pada plastik atau

Hal. 2/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

daun pisang agar tidak menetes lagi pada bahan. Kadar air yang tinggi akan
mempercepat pembusukan. Supaya pertukaran udara baik, tutup plastik atau
daun pisang diberi lubang-lubang atau bisa diganti dengan tutup yang baru.

5. DAFTAR PUSTAKA
1. Astawan, M. dan Mita, W.Teknologi pengolahan pangan nabati tepat guna.
Jakarta: Akademika Pressindo, 1991. Hal 94 - 96
2. Buku seri teknologi makanan II. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor 1983. Hal 39 - 45
3. Sarwono, B. Membuat tempe dan oncom. Jakarta: PT. Penebar Swadaya,
1982. Hal. 10 – 15

6. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Agus Sediadi

KEMBALI KE MENU

Hal. 3/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

RENDANG DALAM BOTOL

1. PENDAHULUAN
Rendang adalah makanan tradisional Sumatera Barat. Makanan ini dibuat
dengan memasak daging di dalam campuran santan, cabe giling dan bumbu.
Pemasakan dilakukan sampai sebagian besar air menguap sehingga campuran
santan, cabe dan bumbu tersisa sebagai pasta hitam yang gurih dan
berminyak.

Rendang dapat digolongkan sebagai makanan setengah basah dengan kadar


air berkisar antara 20-30%. Masa simpan rendang hanya antara 3 sampai 6
hari.

Masa simpan rendang dapat diperpanjang jika rendang dikemas secara steril
dan aseptis di dalam botol bermulut lebar. Pengemasan di dalam botol tidak
sulit dilakukan dan biaya tidak terlalu mahal.

Rendang yang dikemas di dalam botol dapat disimpan lama, sampai 2 tahun.
Dengan masa simpan yang lebih lama, jangkauan pasarnya bisa lebih luas
dengan waktu pemasaran yang cukup lama.

Pengemasan rendang di dalam botol tidak sulit dilakukan, dan biayanya juga
tidak terlalu mahal.

2. BAHAN
1) Daging (1 kg). Daging dipotong-potong sesuai dengan ukuran yang
diinginkan.

2) Bumbu-bumbu:
a. Jahe (50 gram), lengkuas (30 gram), cabe (250 gram), kunyit (20 gram),
ketumbar (20 gram), bawang putih (75 gram), bawang merah (75 gram).
Bumbu-bumbu tersebut digiling halus.
b. Daun salam (3 lembar), daun kunyit (3 lembar), sereh dipukul-pukul
sampai memar (2 batang), daun ruku-ruku dan daun jeruk purut (10
lembar).

3) Antioksidan Butil Hidroksi Toluene (0,3 gram), dan Butil Hidroksi Anisol (0,3
gram). Bahan ini digunakan untuk mencegah tengiknya rendang selama
penyimpanan.

4) Kelapa (6 butir). Kelapa diparut, kemudian diperas santannya.

Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

a. Jika diperas dengan alat pemeras santan, parutan tidak perlu ditambah air
(cara ini paling dianjurkan karena mempersingkat proses pemasakan).
b. Jika diperas dengan tangan, air ditambahkan 1 kali berat parutan kelapa,
misalnya 1 kg parutan kelapa ditambah dengan air 1 liter.

3. PERALATAN
1) Wajan. Alat ini digunakan untuk memasak rendang.

2) Pisau dan talenan. Alat ini digunakan untuk memotong-motong daging dan
bumbu.

3) Parutan. Alat digunakan untuk memarut kelapa.

4) Botol bermulut lebar dengan penutup ulir. Alat ini digunakan sebagai wadah
pengemas rendang.

5) Retort. Alat ini digunakan untuk mensterilkan rendang di dalam botol.

6) Plastik segel. Alat ini digunakan untuk menyegel plastik.

7) Kotak panas penyegel. Alat ini digunakan untuk memanasi plastik penyegel
yang disarungkan pada botol sehingga plastik mengkerut dan menempel
dengan kuat pada botol. aLat ini sangat sederhana dengan disain kasar.

Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4. CARA PEMBUATAN
1) Pemasakan
a. Santan dicampur dengan bumbu-bumbu (kecuali daun salam, daun kunyit,
daun jeruk, dan daun ruku-ruku), kemudian dipanaskan sampai mendidih
sambil diaduk-aduk. Campuran ini disebut dengan kuah.
b. Setelah mendidih, potongan daging dimasukkan. Kuah tetap dididihkan
dan diaduk.
c. Setelah kuah mulai kental, daun salam, daun kunyit, daun jeruk, daun
ruku-ruku dan antioksidan dimasukkan ke dalam kuah. Api dikecilkan
sekedar menjaga agar kuah tetap mendidih. Pengadukan tetap dilakukan
samapai kuah menjadi pasta berminyak dan berwarna coklat sampai
coklat kehitaman. Hasil yang diperoleh disebut dengan rendang daging.

2) Penyiapan Botol Pengemas


a. Botol dicuci dengan detergen. Jika menggunakan botol bekas, bagian
dalam harus disikat dan digosok dengan abu dan detergen. Botol harus
dibilas sampai bersih. Perlakukan tersebut juga diberikan terhadap tutup
botol.
b. Botol dan tutup botol yang telah bersih direbus di dalam air mendidih
slama 150 menit. Kemudian botol dan tutupnya diangkat dan ditiriskan
dalam posisi terbalik, dan ditunggu sampai permukaan bagian dalam
mengering.

3) Pengemasan. Rendang yang masih mendidih di dlam wajan dimasukkan ke


dalam botol dengan menggunakan sendok bersih. Rendang diisikan sampai
ketinggian 1 cm di bawah bibir botol. Setelah itu tutup botol dipasangkan
dengan kuat. Pekerjaan ini harus dilakukan secara cepat, hati-hati dan
bersih. Rendang di dalam botol ini disebut dengan rendang botol.

4) Sterilisasi. Rendang botol disterilkan di dalam retort pada suhu 1210C


selama 1 jam. Setelah itu, rendang dikeluarkan, dan didinginkan dengan
menaruhnya pada tempat terbuka.a

5) Pemberian Label dan Segel


a. Setelah dingin, bagian luar botol ditempeli dengan label.
b. Setelah itu, pada botol disarungi dengan plastik penyegel, kemudian botol
yang telah disarungi plastik segel ini dilewatkan pada kotak panas
sehingga plastik segel mengkerut dan menempel dengan kuat pada tutup
botol mengikuti bentuk penutup botol tersebut.

Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

RENGGINANG

1. PENDAHULUAN
Rengginang adalah kerupuk yang terbuat dari bahan dasar beras ketan hitam
atau putih. Berbeda dengan kerupuk umumnya, pada proses pembuatannya,
tidak dilakukan proses penggilingan bahan menjadi adonan halus. Beras hanya
dimasak menjadi nasi, kemudian dicetak berupa cakram pipih dan dikeringkan.

2. BAHAN
1) Beras ketan
2) Bawang putih
3) Garam
4) Gula pasir
5) Udang saih kering

3. PERALATAN
1) Dandang. Alat ini digunakan untuk mengukus beras menjadi nasi.

2) Tatakan. Alat ini digunakan untuk mencetak nasi menjadi rengginang basah.

3) Tampah. Alat ini digunakan sebagai wadah untuk mengeringkan


rengginang basah.

4) Panci. Alat ini digunakan untuk merendam beras yang akan dikukus.

4. CARA PEMBUATAN
1) Pencucian dan Perendaman

Beras dicuci hingga air bilasnya agak jernih. Setelah itu beras direndam
dalam air selama semalam. Beras yang telah direndam akan lunak dan utuh.
Setelah itu beras ditiriskan.

2) Penyiapan Bumbu

a. Bumbu yang digunakan adalah udang saih kering, bawang putih, garam
dan gula. Setiap 1 kg beras memerlukan 50 gram bawang putih, 50 gram
udang saih kering, 20 gram gula pasir halus dan 20 gram garam.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

b. Udang saih kering disangrai sampai kering tapi tidak sampai gosong.
Kemudian udang digiling atau diblender sampai halus.
c. Gula pasir digiling atau diblender samapai halus.
d. Bawang putih, dan garam digiling samapi halus kemudian dicampur
dengan udang dan gula pasir yang sebelumnya telah dihaluskan.
Campuran ini disebut bumbu rengginang.

3) Pemberian Bumbu dan Pengukusan

Beras yang telah direndam dan ditiriskan di atas dicampur sampai rata
dengan bumbu rengginang. Setelah itu beras dikukus sampai matang. Hasil
pengukusan disebut nasi.

4) Pencetakan

a. Persiapan Pencetakan
Meja dialasi dengan plastik. Permukaan plastik diolesi dengan minyak.
Cetakan dletakkan diatas plastik tersebut.

b. Pencetakan

Nasi yang masih panas segera dicetak. Nasi sebanyak 1 sendok


dimasukkan ke dalam cetakan. Kemudian ditekan-tekan samapi padat dan
rata permukaannya. Setelah itu cetakan diangkat. Nasi yang berbentuk
cakram pipih akan tertinggal di permukaan plastik. Nasi ini disebut denga
rengginang basah.

5) Pengeringan

Rengginang basah diangkat dan diletakkan di atas tampah, kemudian


dijemur dengan sinar matahari atau dikeringkan dengan alat pengering
sampai kadar airnya di bawah 9 %. Rengginang yang telah kering mudah
dipatahkan dan berbunyi pada saat dipatahkan. Hasil pengeringan ini disebut
rengginang kering.

6) Penyimpanan

Rengginang kering harus disimpan di dalam wadah tertutup, misalnya


kantong plastik atau kotak kaleng.

7) Penggorengan

Rengginang kering yang akan dikonsumsi harus digoreng sebelum


dikonsumsi. Penggorengan dilakukan di dalam minyak panas pada suhu
1700C.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

PENGOLAHAN SERAT SABUT KELAPA CARA


MODERN

1. PENDAHULUAN
Sabut kelapa terdiri dari serat dan gabus. Gabus merupakan bagian yang
menghubungkan untaian-untaian serat yang satu dengan yang lain. Pada
pengolahan sabut, gabus tersebut dibuang sehingga dihasilkan serat yang
bersih, licin dan mengkilat.

Serat sabut kelapa dapat diolah secara tradisional dan moderen. Pengolahan
secara tradisional tidak menggunakan mesin untuk pemisahan sabut dari serat.
Sedangkan pada pengolahan moderen, mesin digunakan sehingga kecepatan
dan efisiensi hasil lebih tinggi.

2. BAHAN
Sabut kelapa

3. PERALATAN
1) Mesin pemisah serat dan gabus. Mesin ini digunakan untuk memisahkan
serat dari gabus sabut. Bagian utama dari mesin adalah selinder. Pada
permukaan dalam selinder terpasang paku-paku. Selinder ini diputar oleh
motor bakar atau listrik. Pada waktu selinder bergerak, paku-paku selinder
akan mencabik-cabik sabut sehingga terurai menjadi serat dan buaran
gabus.
2) Mesin pemisah serat. Mesin ini memisahkan serat kasar dengan serat halus.
Bagian utama dari mesin ini adalah selinder besar yang dindingnya terbuat
dari anyaman kawat. Selinder diputar oleh motor bakar atau listrik.
Pemisahan serat kasar dan halus terjadi pada saat selinder berputar.
3) Bak perendaman. Bak ini digunakan untuk merendam sabut selama 3-4 hari
untuk melunakan gabus sabut sehingga lebih mudah dipisahkan dari serat.
4) Pemberat. pemberat digunakan untuk menjaga agar sabut terendam secara
sempurna di dalam air. Biasanya, sebagai pemberat digunakan papan yang
diatasnya ditindih batu atau balok dari semen.

4. CARA PEMBUATAN
1) Pemotongan sabut
Sabut dibelah membujur dengan lebar 2-3 cm, kemudian ujungnya dipotong
dan dibuang.
1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

2) Perendaman
Sabut direndam di dalam bak. Agar semua sabut terendam, bagian atas
sabut diberi pemberat. Perendaman berlangsung selama 3-4 hari. Setelah
itu, sabut ditiriskan selama 4-5 jam sampai sabut tidak terlalu basah lagi.
3) Pemisahan serat dan gabus
Serat dimasukkan ke dalam selinder mesin pemisah serat dan gabus.
Setelah itu mesin dijalankan dengan kecepatan penuh sampai terjadi
pemisahan serat dan gabus.
4) Pemisahan serat kasar dan halus
Serat yang dihasilkandari proses sebelumnya terdiri dari serat kasar dan
halus. Serat ini dipisahkan dengan menggunakan mesin pemisah serat
halus dan kasar. Bahan simasukkan ke dalam selinder pemisah, kemudian
mesin dijalankan sampai terjadi pemisahan serat kasar dan halus.
5) Penjemuran
Sebelum dikemas, serat dijemur sebentar sampai kering.
6) Pengemasan
Serat yang sudah kering dikemas dengan karung plastik atau goni. Untuk
menghemat ruang dalam penyimpanan atau pengangkutan, sebelum
dikemas, serat dapat dipres dengan mesin pres, kemudian baru dikemas.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

PENGOLAHAN SERAT SABUT KELAPA CARA


TRADISIONAL

1. PENDAHULUAN
Sabut kelapa terdiri dari serat dan gabus. Gabus merupakan bagian yang
menghubungkan untaian-untaian serat yang satu dengan yang lain. Pada
pengolahan sabut, gabus tersebut dibuang sehingga dihasilkan serat yang
bersih, licin dan mengkilat.

Serat sabut kelapa dapat diolah secara tradisional dan moderen. Pengolahan
secara tradisional tidak menggunakan mesin untuk pemisahan sabut dari serat.
Sedangkan pada pengolahan moderen, mesin digunakan sehingga kecepatan
dan efisiensi hasil lebih tinggi.

2. BAHAN
Sabut kelapa

3. PERALATAN
1) Kolam perendaman. Kolam ini digunakan untuk merendam sabut selama 2-
3 bulan sampai gabus cukup mudah dipisahkan dari serat karena selama
perendaman, gabus akan mengalami kerusakan oleh mikroba.
2) Pemberat. Pemberat digunakan untuk menjaga agar sabut terendam secara
sempurna di dalam air. Biasanya, sebagai pemberat digunakan rakit bambu
yang diapungkan menutupi permukaan kolam. Ke atas rakit bambu ini dapat
ditambahkan pemberat dari batu.
3) Pemukul dan landasan dari kayu. Alat ini digunakan untuk memukul sabut
yang telah direndam sehingga seratnya terpisah satu sama lain dan bebas
dari gabus.
4) Tempat penjemur. Tempat penjemur digunakan untuk menjemur serat sabut
yang telah bersih dari gabus. Tempat penjemur dapat berupa lantai semen
atau tampah persegi empat dari bambu.

4. CARA PEMBUATAN
1) Perendaman
Sabut dimasukkan ke dalam kolam, kemudian ditindih dengan rakit bambu
yang diberi pemberat. perendaman ini dilakukan selama 2-3 bulan sampai
gabus mengalami kerusakan oleh mikroba dan mudah dipisahkan dari serat.
1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

2) Pemisahan gabus dari serat


Sabut dicuci dan diremas-remas sampai ersih. Setelah itu, sabut dipukul-
pukul di atas landasan kayu sehingga gabus terlepas dan untaian serat
terlepas satu sama lain. Setelah itu, serat dicuci dan ditiriskan.
3) Penjemuran
Serat dijemur dengan panas matahari sampai kering. Selama penjemuran,
serat dibolak-balik sehingga pengeringan lebih merata dan sempurna.
4) Pengemasan
Serat yang sudah kering disimpan di dalam karunga plastik atau goni. Untuk
menghemat ruang dalam penyimpanan atau pengangkutan, sebelum
dikemas, serat dapat dipres dengan mesin pres, kemudian baru dikemas.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

SAKA (GULA MERAH TEBU)

1. PENDAHULUAN
Nira tebu adalah cairan yang diekstraksi dari batang tamanan tebu. Cairan ini
mengandung gula antara 10~20 % (b/v).

Nira tebu dapat diolah menjadi minuman ringan, minuman beralkohol, sirup
tebu, gula tebu (saka) dan nata de saccha.

2. BAHAN
1) Batang tebu
2) Kapur sirih

3. PERALATAN
1) Parang, golok, atau pisau besar. Alat ini digunakan untuk mengikis
permukaan kulit, dan membuang mata batang tebu.
2) Mesin pemeras batang tebu. Alat ini digunakan untuk memeras batang tebu
sehingga cairan niranya keluar/terekstraksi. Bagian utama dari mesin ini
berupa dua selinder sehingga batang tebu tergencet dan tertarik oleh
putaran selinder-selinder tersebut. Gencetan tersebut akan memeras batang
tebu sehingga mengeluarkan cairan nira.
Alat tradisional di pedesaan untuk memeras tebu disebut "kilangan tebu".
Selinder pemeras tebu pada alat tradisional tersebut terbuat dari kayu, dan
selinder diputar oleh sapi atau kerbau.

3) Wajan besar. Alat ini digunakan untuk memanaskan nira tebu sampai kental.
4) Pengaduk. Alat ini digunakan untuk mengaduk nira yang sedang
dipanaskan.
1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5) Penyaring. Alat inidigunakan untuk menyaring cairan tebu yang akan


dipanaskan, dan sedang dipanaskan.
6) Cetakan
7) Tungku

4. CARA PEMBUATAN
1) Ekstraksi. Tunas, daun tebu, dan kotoran dibuang, kemudian lapisan luar
dari kulit tebu dikerok dan dibuang. Setelah itu, batang tebu diperas dengan
melewatkannya pada celah sempit antara dua selinder logam atau kayu yang
berputar berlawanan. Nira yang dihasilkan ditampung di dalam wadah yang
bersih.

2) Penyaring. Nira disaring dengan kain saring, atau saringan halus dari
anyaman kawat tahan karat. Hasil penyaringan disebut nira bersih.

3) Pemasakan
a. Nira dididihkan di dalam wajan sambil diaduk0aduk. Bus dan kotoran
yang mengapung selama pendidihan dibuang.
b. Setelah cairan nira tinggal 1/5 volume nira sebelumnya, nira disaring
kembali, dan didinginkan selama semalam. Endapan yang terbentuk
dibuang.
c. Nira yang telah diendapkan tersebut kembali dipanaskan sambil diaduk
sehingga volumenya menjadi 8 % volume semula. Cairan ini disebut
dengan sirup kental.
d. Api dimatikan dan sirup kental didiamkan selama 5 menit

4) Pencetakan. Sirup kental dituangkan ke dalam cetakan sampai terisi 1/3


bagian. Setalah agak dingin, sirup dituangkan lagi sampai penuh dan gula
ditunggu sampai mengeras dan dingin

5) Pengemasan. Gula merah tebu (saka) yang telah mengeras dan dingin harus
dikemas di dalam wadah tertutup sehingga terhindar dari uap air. Saka
terkemas ini disimpan di tempat yang tidak panas dan terhindar dari
benturan.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Tel. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

SALE PISANG CARA BASAH

1. PENDAHULUAN
Buah-buahan merupakan bahan pangan sumber vitamin. Selain buahnya yang
dimakan dalam bentuk segar, daunnya juga dapat dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan. Misalnya daun pisang untuk makanan ternak, daun pepaya untuk
mengempukkan daging dan melancarkan air susu ibu (ASI) terutama daun
pepaya jantan.

Warna buah cepat sekali berubah oleh pengaruh fisika misalnya sinar matahari
dan pemotongan, serta pengaruh biologis (jamur) sehingga mudah menjadi
busuk. Oleh karena itu pengolahan buah untuk memperpanjang masa
simpannya sangat penting. Buah dapat diolah menjadi berbagai bentuk
minuman seperti anggur, sari buah dan sirup juga makanan lain seperti
manisan, dodol, keripik, dan sale.

Pisang dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu :


1) Pisang yang dimakan dalam bentuk segar, misalnya : pisang ambon, raja
sere, raja bulu, susu, seribu, dan emas.
2) Pisang yang dimakan setelah diolah terlebih dahulu, misalnya : pisang
kepok, nangka, raja siam, raja bandung, kapas, rotan, gajah, dan tanduk.

Pisang banyak mengandung protein yang kadarnya lebih tinggi daripada buah-
buahan lainnya, namun buah pisang mudah busuk. Untuk mencegah
pembusukan dapat dilakukan pengawetan, misalnya dalam bentuk keripik,
dodol, sale, anggur, dan lain-lain.

Sale pisang merupakan produk pisang yang dibuat dengan proses pengeringan
dan pengasapan. Sale dikenal mempunyai rasa dan aroma yang khas.

Sifat-sifat penting yang sangat menentukan mutu sale pisang adalah warna,
rasa, bau, kekenyalan, dan ketahanan simpannya. Sifat tersebut banyak
dipengaruhi oleh cara pengolahan, pengepakan, serta penyimpanan
produknya. Sale yang dibuat selama ini sering kali mutunya kurang baik
terutama bila dibuat pada waktu musim hujan. Bila dibuat pada musim hujan
perlu dikeringkan dengan pengeringan buatan (dengan sistem tungju).

Ada 3 (tiga) cara pembuatan sale pisang, yaitu :


1) Cara tradisional dengan menggunakan asap kayu;
2) Cara pengasapan dengan menggunakan asap belerang;
3) Cara basah dengan menggunakan natrium bisulfit.

Proses pengasapan dengan menggunakan belerang berguna untuk :


1) Memucatkan pisang supaya diperoleh warna yang dikehendaki;

Hal. 1/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

2) Mematikan mikroba (jamur, bakteri);


3) Mencegah perubahan warna.

2. BAHAN
1) Buah pisang 36 kg
2) Belerang (untuk cara pengasapan) ½ gram
(untuk 9 kg sale pisang)
3) Kayu bakar (untuk cara tradisional) secukupnya
4) Natrium bisulfit (untuk cara basah) 15 gram/liter air

3. ALAT
1) Lemari pengasapan (1x1 m)
2) Pisau
3) Tambah (nyiru)
4) Rak penjemur
5) Panci
6) Baskom
7) Plastik (untuk pembungkus)
8) Lilin (untuk penutup pembungkus)
9) Sendok
10) Kayu bundar atau bambu (untuk memipihkan pisang)
11) Tungku atau kompor
12) Merang (jerami).

4. CARA PEMBUATAN SALE PISANG CARA BASAH


(dengan menggunakan natrium bisulfit)
1) Kupas kulit pisang yang telah tua dan matang lalu kerok sedikit bagian
luarnya agar bersih;
2) Rendam pisang dalam larutan natrium bisulfit (15 gram Natrium bisulfit dalam
satu liter air) selama 10 menit. Usahakan seluruh pisang terendam, setelah
itu tiriskan;
3) Letakkan hasil tirisan di atas tampah lalu jemur diatas rak penjemuran yang
beralaskan merang selama 5~7 hari. Sambil dijemur sewaktu-waktu pisang
dipipihkan (di pres) dengan kayu bundar atau bambu;
4) Bungkus sale pisang yang telah dijemur dengan daun pisang kering.
Masukkan ke dalam plastik lalu tutup rapat dengan lilin.

Hal. 2/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN SALE PISANG CARA BASAH

Catatan:

1) Sale pisang yang dihasilkan hanya mencapai 25 % atau seperempat bagian


dari berat pisang utuh (masih ada kulitnya). Jenis pisang yang sering dibuat
sale adalah : pisang ambon, Untuk keripik pisang manis dapat ditambahkan
gula pasir halus pada keripik yang sudah digoreng.
2) Pemberian rasa pedas dapat dilakukan bersama-sama dengan pemberian
gula halus.

6. DAFTAR PUSTAKA
Tri Radiyati, et. Al. Kerupuk keripik. Subang : BPTTG Puslitbang Fisika
Terapan-LIPI, 1990. Hal. 15-20.

7. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Agus Sediadi

KEMBALI KE MENU

Hal. 3/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

SALE PISANG CARA PENGASAPAN

1. PENDAHULUAN
Buah-buahan merupakan bahan pangan sumber vitamin. Selain buahnya yang
dimakan dalam bentuk segar, daunnya juga dapat dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan. Misalnya daun pisang untuk makanan ternak, daun pepaya untuk
mengempukkan daging dan melancarkan air susu ibu (ASI) terutama daun
pepaya jantan.

Warna buah cepat sekali berubah oleh pengaruh fisika misalnya sinar matahari
dan pemotongan, serta pengaruh biologis (jamur) sehingga mudah menjadi
busuk. Oleh karena itu pengolahan buah untuk memperpanjang masa
simpannya sangat penting. Buah dapat diolah menjadi berbagai bentuk
minuman seperti anggur, sari buah dan sirup juga makanan lain seperti
manisan, dodol, keripik, dan sale.

Pisang dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu :


1) Pisang yang dimakan dalam bentuk segar, misalnya : pisang ambon, raja
sere, raja bulu, susu, seribu, dan emas.
2) Pisang yang dimakan setelah diolah terlebih dahulu, misalnya : pisang
kepok, nangka, raja siam, raja bandung, kapas, rotan, gajah, dan tanduk.

Pisang banyak mengandung protein yang kadarnya lebih tinggi daripada buah-
buahan lainnya, namun buah pisang mudah busuk. Untuk mencegah
pembusukan dapat dilakukan pengawetan, misalnya dalam bentuk keripik,
dodol, sale, anggur, dan lain-lain.

Sale pisang merupakan produk pisang yang dibuat dengan proses pengeringan
dan pengasapan. Sale dikenal mempunyai rasa dan aroma yang khas.

Sifat-sifat penting yang sangat menentukan mutu sale pisang adalah warna,
rasa, bau, kekenyalan, dan ketahanan simpannya. Sifat tersebut banyak
dipengaruhi oleh cara pengolahan, pengepakan, serta penyimpanan
produknya. Sale yang dibuat selama ini sering kali mutunya kurang baik
terutama bila dibuat pada waktu musim hujan. Bila dibuat pada musim hujan
perlu dikeringkan dengan pengeringan buatan (dengan sistem tungju).

Ada 3 (tiga) cara pembuatan sale pisang, yaitu :


1) Cara tradisional dengan menggunakan asap kayu;
2) Cara pengasapan dengan menggunakan asap belerang;
3) Cara basah dengan menggunakan natrium bisulfit.

Proses pengasapan dengan menggunakan belerang berguna untuk :


1) Memucatkan pisang supaya diperoleh warna yang dikehendaki;

Hal. 1/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

2) Mematikan mikroba (jamur, bakteri);


3) Mencegah perubahan warna.

2. BAHAN
1) Buah pisang 36 kg
2) Belerang (untuk cara pengasapan) ½ gram
(untuk 9 kg sale pisang)
3) Kayu bakar (untuk cara tradisional) secukupnya
4) Natrium bisulfit (untuk cara basah) 15 gram/liter air

3. ALAT
1) Lemari pengasapan (1x1 m)
2) Pisau
3) Tambah (nyiru)
4) Rak penjemur
5) Panci
6) Baskom
7) Plastik (untuk pembungkus)
8) Lilin (untuk penutup pembungkus)
9) Sendok
10) Kayu bundar atau bambu (untuk memipihkan pisang)
11) Tungku atau kompor
12) Merang (jerami).

4. CARA PEMBUATAN SALE PISANG CARA PENGASAPAN


(dengan menggunakan asap belerang)
1) Kupas pisang yang telah tua dan matang lalu kerok sedikit bagaian luarnya
agar bersih;
2) Letakkan pisang di atas tampah lalu masukkan ke dalam lemari pengasapan;
3) Bakar ½ gram belerang pada tungku atau kompor (di dalam lemari
pengasapan) selama 2 jam. Lalu jemur di atas rak penjemuran yang
beralaskan merang selama 1 (satu) hari. Sambil dijemur sewaktu-waktu
pisang dipipihkan (dipres) dengan kayu bundar atau bambu;
4) Teruskan penjemuran sampai 3 atau 4 hari hingga kadar airnya serendah
mungkin;
5) Bungkus sale pisang yang telah dijemur dengan daun pisang kering.
Masukkan ke dalam plastik lalu tutup dengan lilin.

Hal. 2/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Catatan:

1) Sale pisang yang dihasilkan hanya mencapai 25 % atau seperempat bagian


dari berat pisang utuh (masih ada kulitnya). Jenis pisang yang sering dibuat
sale adalah : pisang ambon, Untuk keripik pisang manis dapat ditambahkan
gula pasir halus pada keripik yang sudah digoreng.
2) Pemberian rasa pedas dapat dilakukan bersama-sama dengan pemberian
gula halus.

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN SALE PISANG CARA


PENGASAPAN

6. DAFTAR PUSTAKA
Tri Radiyati, et. Al. Kerupuk keripik. Subang : BPTTG Puslitbang Fisika
Terapan-LIPI, 1990. Hal. 15-20.

7. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Agus Sediadi

KEMBALI KE MENU

Hal. 3/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

SALE PISANG CARA TRADISIONAL

1. PENDAHULUAN
Buah-buahan merupakan bahan pangan sumber vitamin. Selain buahnya yang
dimakan dalam bentuk segar, daunnya juga dapat dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan. Misalnya daun pisang untuk makanan ternak, daun pepaya untuk
mengempukkan daging dan melancarkan air susu ibu (ASI) terutama daun
pepaya jantan.

Warna buah cepat sekali berubah oleh pengaruh fisika misalnya sinar matahari
dan pemotongan, serta pengaruh biologis (jamur) sehingga mudah menjadi
busuk. Oleh karena itu pengolahan buah untuk memperpanjang masa
simpannya sangat penting. Buah dapat diolah menjadi berbagai bentuk
minuman seperti anggur, sari buah dan sirup juga makanan lain seperti
manisan, dodol, keripik, dan sale.

Pisang dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu :


1) Pisang yang dimakan dalam bentuk segar, misalnya : pisang ambon, raja
sere, raja bulu, susu, seribu, dan emas.
2) Pisang yang dimakan setelah diolah terlebih dahulu, misalnya : pisang
kepok, nangka, raja siam, raja bandung, kapas, rotan, gajah, dan tanduk.

Pisang banyak mengandung protein yang kadarnya lebih tinggi daripada buah-
buahan lainnya, namun buah pisang mudah busuk. Untuk mencegah
pembusukan dapat dilakukan pengawetan, misalnya dalam bentuk keripik,
dodol, sale, anggur, dan lain-lain.

Sale pisang merupakan produk pisang yang dibuat dengan proses pengeringan
dan pengasapan. Sale dikenal mempunyai rasa dan aroma yang khas.

Sifat-sifat penting yang sangat menentukan mutu sale pisang adalah warna,
rasa, bau, kekenyalan, dan ketahanan simpannya. Sifat tersebut banyak
dipengaruhi oleh cara pengolahan, pengepakan, serta penyimpanan
produknya. Sale yang dibuat selama ini sering kali mutunya kurang baik
terutama bila dibuat pada waktu musim hujan. Bila dibuat pada musim hujan
perlu dikeringkan dengan pengeringan buatan (dengan sistem tungju).

Ada 3 (tiga) cara pembuatan sale pisang, yaitu :


1) Cara tradisional dengan menggunakan asap kayu;
2) Cara pengasapan dengan menggunakan asap belerang;
3) Cara basah dengan menggunakan natrium bisulfit.

Proses pengasapan dengan menggunakan belerang berguna untuk :


1) Memucatkan pisang supaya diperoleh warna yang dikehendaki;

Hal. 1/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

2) Mematikan mikroba (jamur, bakteri);


3) Mencegah perubahan warna.

2. BAHAN
1) Buah pisang 36 kg
2) Belerang (untuk cara pengasapan) ½ gram
(untuk 9 kg sale pisang)
3) Kayu bakar (untuk cara tradisional) secukupnya
4) Natrium bisulfit (untuk cara basah) 15 gram/liter air

3. ALAT
1) Lemari pengasapan (1x1 m)
2) Pisau
3) Tambah (nyiru)
4) Rak penjemur
5) Panci
6) Baskom
7) Plastik (untuk pembungkus)
8) Lilin (untuk penutup pembungkus)
9) Sendok
10) Kayu bundar atau bambu (untuk memipihkan pisang)
11) Tungku atau kompor
12) Merang (jerami).

4. CARA PEMBUATAN SALE PISANG CARA TRADISIONAL


(dengan menggunakan asap kayu)
1) Kupas pisang yang telah tua dan matang lalu kerok sedikit bagian luarnya
agar bersih;
2) Letakkan pisang di atas tampah lalu asapkan dengan menggunakan asap
kayu bakar selama 2 jam;
3) Jemur pisang di atas rak penjemuran yang beralaskan merang selama 4~5
hari. Sambil dijemur sewaktu-waktu pisang dipipihkan (dipres) dengan kayu
bundar atau bambu;
4) Bungkus sale pisang yang telah dijemur dengan daun pisang kering.
Masukkan ke dalam plastik lalu tutup dengan lilin.

Hal. 2/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN SALE PISANG CARA


TRADISIONAL

Catatan:

1) Sale pisang yang dihasilkan hanya mencapai 25 % atau seperempat bagian


dari berat pisang utuh (masih ada kulitnya). Jenis pisang yang sering dibuat
sale adalah : pisang ambon, Untuk keripik pisang manis dapat ditambahkan
gula pasir halus pada keripik yang sudah digoreng.
2) Pemberian rasa pedas dapat dilakukan bersama-sama dengan pemberian
gula halus.

6. DAFTAR PUSTAKA
Tri Radiyati, et. Al. Kerupuk keripik. Subang : BPTTG Puslitbang Fisika
Terapan-LIPI, 1990. Hal. 15-20.

7. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Agus Sediadi

KEMBALI KE MENU

Hal. 3/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

SAOS PEPAYA
1. PENDAHULUAN
Saos adalah cairan kental (pasta) yang terbuat dari bubur buah berwarna
menarik (biasanya merah), mempunyai aroma dan rasa yang merangsang (sam
dengan tanpa rasa pedas). Walaupun mengandung air dalam jumlah besar,
saos mempunyai daya simpan panjang karena mengandung asam, gula, garam
dan seringkali diberi pengawet.

Saos pepaya dibuat dari campuran bubur daging buah pepaya dan bumbu-
bumbu. Pasta ini berwarna merah atau kuning sesuai dengan warna daging
pepaya yang digunakan.

2. BAHAN
1) Buah pepaya. Buah pepaya yang digunakan adalah yang telah matang
konsumsi dan tidak cacat. Jumlah 10 kg.

2) Bumbu. Bumbu-bumbu terdiri dari bawang putih giling (300 gram), bawang
merah giling (300 gram), merica bubuk (100 gram), kayu manis bubuk (30
gram), gula pasir putih bersih yang telah dihaluskan (2 kg), cabe giling (100
gram), dan garam halus (500 gram).

3) Pengawet. Pengawet adalah senyawa kimia yang dapat menghambat


pertumbuhan mikroba perusak saus. Pengawet yang digunakan adalah
senyawa benzoat dalam bentuk asam benzoat (C6H5COOH) atau garamnya
(sodium benzoat dan kalsium benzoat).

Asam benzoat larut dalam air (21,0 gram per liter). Dalam bentuk garam
sodium benzoat kelarutannya adalah 660 gram per liter dan dalam bentuk
kalsium benzoat adalah 40 gram per lietr. Dipasaran, biasanya senyawa
benzoat tersedia dalam bentuk sodium benzoat dan kalsium benzoat. Yang
paling banyak adalah sodium benzoat. Senyawa benzoat dapat menghambat
pertumbuhan kapang dan khamir, bakteri penghasil toksin (racun), bakteri
spora dan bakteri bukan pembusuk.

Senyawa ini dapat mempengaruhi rasa. Bahan makanan atau minuman yang
diberi benzoat dapat memberikan kesan aroma fenol, yaitu seperti aroma
obat cair. Asam benzoat digunakan untuk mengawetkan minuman ringan,
pikel, saus sari buah dan sirup.

Efektifitas (daya guna) asam benzoat berkurang jika makanan mengandung


lemak. Efektifitas benzoat bertambah jika bahan banyak mengandung garam
dapur (NaCl) dan gula pasir. Penambahan senyawa belerang (SO2) atau
1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

senyawa sulfit SO3-2) dan gas karbon (CO2) dapat meningkatkan efektifitas
senyawa benzoat dalam menghambat pertumbuhan mikroba.

Senyawa benzoat dapat digunakan pada makanan danminuman pada


konsentrasi 400 sampai 1000 mg per kg bahan. Untuk keperluan pengolahan
saus ini, jumlah asam atau sodium benzoat yang digunakan adalah 8 gram.

4) Pengasam. Pengasam digunakan untukmengasamkan atau untuk


menurunkan pH saus menjadi 3,8~4,4. Pada pH rendah pertumbuhan
kebanyakan bakteri akan tertekan dan sel genaratif serta spora bakteri
sangat sensitif terhadap panas. Dengan demikian proses sterilisasi bahan
yang ber pH rendah dapat dilakukan dengan suhu mendidih (1000C) dan
tidak perlu dengan suhu tinggi (1210C). Asam juga bersinergi dengan asam
benzoat dalam menekan pertumbuhan mikroba. Jumlah asam yang
diperlukan adalah asam nitrat sebanyak 20 gram.

3. PERALATAN
1) Pisau perajang dan landasan perajang. Alat ini digunakan untuk merajang
buah pepaya yang telah dikupas dan dibuang bijinya. Hasl perajangan
adalah burupa potongan-potongan pepaya berukuran 2-3 cm.
Alat perajang mekanis juga dapat digunakan. Sebelum dirajang dengan alat
tersebut, pepaya harus dibelah memanjang dengan lebar 4-5 cm.

2) Penggiling rajangan pepaya. Alat ini digunakan untuk menggiling rajangan


pepaya menjadi bubur pepaya.
Blender dapat digunakan untuk menghaluskan rajangan pepaya dalam
jumlah kecil menjadi bubur.
Mesin penggiling digunakan untuk menggiling pepaya dalam jumlah besar
menjadi bubur pepaya.

3) Wadah pemasak saos. Wadah ini adalah untuk memasak bubur pepaya
yang telah diberi bumbu. Wadah ini harus terbuat dari bahan tahan karat,
bagian dalamnya licin danmudah dibersihkan.

4) Kompor. Kompor bersumbu digunakan untuk memasak saus dalam jumlah


kecil.
Kompor bertekanan udara digunakan untuk memasak saus dalam jumlah
besar.

5) Tungku. Tungku hemat energi dapat dijadikan alternatif. Akan tetapi tungku
ini lebih berjelaga sehingga lebih mengotori wadah. Disamping panas tungku
lebih sulit diatur. Keuntungannya adalah hemat dalam pemakaian bahan
bakar kayu sehingga biaya pengoperasiannya lebih murah.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

6) Penutup botol. Penutupbotol digunakan untuk memasang tutup botol dari


kaleng secara rapat. Alat ini mempunyai konstruksi yang sederhana dan
biaya pembuatannya murah.

7) Timbangan. Timbangan digunakan untuk menakar berat bahan yang


digunakan. Kapasitas timbangan disesuaikan dengan jumalh bahan yang
diolah.

8) Segel plastik. Segel plastik adalah kantong plastik yang kedua ujungnnya
terbuka dapat menempel secara rapat sekali pada mulut botol yang telah
dipasang tutupnya. Plastik ini berfungsi sebagai segel.

4. CARA PEMBUATAN
1) Pembuatan Saus
a. Pepaya dikupas, kemudian dirajang dan dicuci. Setelah itu, rajangan
ditiriskan.
b. Rajangan pepaya dihancurkan atau digiling sampai halus sehingga
diperoleh bubur pepaya.
c. Bubur pepaya dicampur dengan bawang putih, bawang merah, merica,
kayu manis, garam, cabe, asam sitrat dan asam benzoat. Kemudian
diaduk sampai rata. Setelah itu dimasak dan dibiarkan mendidih selama
20 menit dengan api kecil sambil diaduk-aduk.
d. Setelah itu ditambahkan gula pasir. Pendidihan dilajutkan sambil diaduk
selama 10 menit. Kemudian pengadukan dan pemanasan diterukan
dengan api sangat kecil sekedar mempertahankan bahan tetap panas.
Pengemasan dilakukan pada saat saus dipanaskan ini.

2) Pengemasan
a. Botol kaca yang bersih direndam di dalam air yang mengandung kaporit 5-
10 ppm (5 sampai 10 gram kaporit per 1m3 air) selama 30 menit di dalam
wadah tahan karat. Botol disusun di dalam air peredaman tersebut dalam
kondisi terbalik. Setelah itu, wadah yang berisi rendaman botol direbus
sampai mendidih. Setelah mendidih api dikecilkan sekedar untuk
memoertahankan air perebus tetap panas. Kondisi ini dipertahankan
selama pengemasan. Sementara itu tutup botol direbus di dalam air
mendidih lain . Selama pengemasan, tutup botol harus tetap berada pada
air mendidih.
b. Sebuah botol dikeluarkan dari air mendidih dalam keadaan terbalik
dengan menggunakan penjepit. Dengan bantuan corong, saus panas
segera dituangkan dalam botol. Botol hanya diisi sampai 4 cm di bawah
mulut botol. Setelah itu sebuah tutup botol yang sedang direbus segera
diangkat, dipasangkan pada mulut botol dan ditutup denganbantuan alat
penutup botol. Pekerjaan ini harus dilakukan secara cepat dan cermat.
c. Proses di atas diulang sampai semua saus terkemas dalam botol.

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

3) Sterilisasi
a. Botol yang sudah berisi saus dan tertutup rapat direbus di dalam air
mendidih selama 30 menit. Proses ini kana membunuh banyak mikroba
pembusuk yang dapat merusak bahan.
b. Setelah itu, botol dikeluarkan dari air mendidih dan disimpan dalam
keadaan terbalik. Jika terjadi rembesan saus melalui tutup botol, tutup
harus dibuka dan dilakukan kembali penutupan dengan tutup yang lain.
Setelah itu botol ini harus disterilkan kembali.

4) Penyegelan
Setelah semua saus dikemas di dalam botol,segel plastik dipasang pada
mulut botol. Mulut botol yang terpasang segel dicelupkan pada panas (900C)
beberapa detik sehingga segel mengkerut dan menempel rapat pada mulut
botol.

5) Pemberian Label
Proses terakhir adalah menempelkan label pada bagian luar botol.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

SAOS PEPAYA

1. PENDAHULUAN
Buah-buahan merupakan bahan pangan sumber vitamin. Selain buahnya yang
dimakan dalam bentuk segar, daunnya juga dapat dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan. Misalnya daun pisang untuk makanan ternak, daun pepaya untuk
mengempukkan daging dan melancarkan air susu ibu (ASI) terutama daun
pepaya jantan.

Warna buah cepat sekali berubah oleh pengaruh fisika misalnya sinar matahari
dan pemotongan, serta pengaruh biologis (jamur) sehingga mudah menjadi
busuk. Oleh karena itu pengolahan buah untuk memperpanjang masa
simpannya sangat penting. Buah dapat diolah menjadi berbagai bentuk
minuman seperti anggur, sari buah dan sirup juga makanan lain seperti
manisan, dodol, keripik, dan sale.

Saos pepaya adalah sejenis penyedap masakan, berbentuk bubur kental dan
berwarna merah, yang terbuat dari buah pepaya segar yang telah matang.
Selain dibuat dari pepaya, saos buah dapat juga dibuat dari buah tomat, pisang,
cabai, dan lain-lain.

2. BAHAN
1. Buah pepaya matang 12 ½ kg
2. Gula pasir 1 ½ kg
3. Bawang merah (sudah dikupas) 1 ¼ kg
4. Bawang putih (sudah dikupas) 300 gram
5. Asam cuka 25 % 1 ¼ liter
6. Asam sitrat kristal (sari jeruk) 50 gram
7. Cabai merah (tanpa biji) 100 gram
8. Garam dapur 1 kg
9. Sepuluh atau zat pewarna merah (bila diperlukan) secukupnya

3. ALAT
1) Panci
2) Tungku atau kompor
3) Sendok pengaduk
4) Botol yang sudah disterilkan untuk tempat saos
5) Pisau
6) Kain saring atau kain blacu

Hal. 1/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

7) Parutan
8) Tali

4. CARA PEMBUATAN
1) Cuci buah pepaya sampai bersih. Kupas dan buang bijinya, kemudian
timbang;
2) Potong-potong buah pepaya lalu hancurkan sampai menjadi bubur. Setelah
itu masukkan ke dalam panci;
3) Tambahkan gula dan garam, aduk hingga rata lalu masak;
4) Haluskan bawang merah, bawang putih, cabai. Bungkus dengan kain saring
dan ikat dengan tali. Kemudian celupkan ke dalam bubur pepaya yang
sedang dimasak dengan memegang tali pengikatnya. Tekan-tekan dengan
menggunakan pengaduk agar sarinya keluar sempurna;
5) Biarkan mendidih selama 30 menit. Peras bungkusan bumbu lalu angkat dari
adonan saos;
6) Tambahkan sepuhan warna merah bila dikehendaki warna yang lebih
menarik;
7) Tambahkan cuka dan asam sitrat kristal ke dalam saos, aduk sampai rata;
8) Tuangkan saos yang masih panas ke dalam botol hingga permukaan saos
sekitar 1 sampai 1 ½ centimeter di bawah permukaan mulut botol. Segera
tutup hingga rapat;

9) Masukkan botol yang berisi saos ke dalam air mendidih selama 30 menit.
Angkat dan biarkan terbalik selama 5 menit.

Hal. 2/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN SAOS PEPAYA

Catatan:

1) Setiap pengaduk harus rata agar bumbu dapat terserap sempurna.


2) Pembalikan botol pada proses akhir harus dilihat dengan benar. Jangan
sampai ada gelembung udara, agar tidak tumbuh jamur (kapang).

Hal. 3/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

6. DAFTAR PUSTAKA
1) Pengolahan buah Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hortikultura, Balitbang Pertanian, 1989.
2) Wiriano, H dan Suryati, A.H. Pengolahan buah. Jakarta : Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Industri, Departemen Perindustrian, 1984. 6
hal.

7. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Agus Sediadi

KEMBALI KE MENU

Hal. 4/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

SAOS TOMAT
1. PENDAHULUAN
Saos adalah cairan kental (pasta) yang terbuat dari bubur buah berwarna
menarik (biasanya merah), mempunyai aroma dan rasa yang merangsang (sam
dengan tanpa rasa pedas). Walaupun mengandung air dalam jumlah besar,
saos mempunyai daya simpan panjang karena mengandung asam, gula, garam
dan seringkali diberi pengawet.

Saos tomat dibuat dari campuran bubur buah tomat dan bumbu-bumbu. Pasta
ini berwarna merah muda sesuai dengan warna tomat yang digunakan.

2. BAHAN
1) Buah tomat. Buah tomat yang digunakan adalah yang telah matang
sempurna dan berwarna merah rata. Jumlah 10 kg.

2) Bumbu. Bumbu-bumbu terdiri dari bawang putih giling (300 gram), bawang
merah giling (300 gram), merica bubuk (100 gram), kayu manis bubuk (30
gram), gula pasir putih bersih yang telah dihaluskan (2 kg), cabe giling (100
gram), dan garam halus (500 gram).

3) Pengawet. Pengawet adalah senyawa kimia yang dapat menghambat


pertumbuhan mikroba perusak saus. Pengawet yang digunakan adalah
senyawa benzoat dalam bentuk asam benzoat (C6H5COOH) atau garamnya
(sodium benzoat dan kalsium benzoat).

Asam benzoat larut dalam air (21,0 gram per liter). Dalam bentuk garam
sodium benzoat kelarutannya adalah 660 gram per liter dan dalam bentuk
kalsium benzoat adalah 40 gram per lietr. Dipasaran, biasanya senyawa
benzoat tersedia dalam bentuk sodium benzoat dan kalsium benzoat. Yang
paling banyak adalah sodium benzoat. Senyawa benzoat dapat menghambat
pertumbuhan kapang dan khamir, bakteri penghasil toksin (racun), bakteri
spora dan bakteri bukan pembusuk.

Senyawa ini dapat mempengaruhi rasa. Bahan makanan atau minuman yang
diberi benzoat dapat memberikan kesan aroma fenol, yaitu seperti aroma
obat cair. Asam benzoat digunakan untuk mengawetkan minuman ringan,
pikel, saus sari buah dan sirup.

Efektifitas (daya guna) asam benzoat berkurang jika makanan mengandung


lemak. Efektifitas benzoat bertambah jika bahan banyak mengandung garam
dapur (NaCl) dan gula pasir. Penambahan senyawa belerang (SO2) atau

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

senyawa sulfit SO3-2) dan gas karbon (CO2) dapat meningkatkan efektifitas
senyawa benzoat dalam menghambat pertumbuhan mikroba.

Senyawa benzoat dapat digunakan pada makanan danminuman pada


konsentrasi 400 sampai 1000 mg per kg bahan. Untuk keperluan pengolahan
saus ini, jumlah asam atau sodium benzoat yang digunakan adalah 8 gram.

4) Pengasam. Pengasam digunakan untukmengasamkan atau untuk


menurunkan pH saus menjadi 3,8~4,4. Pada pH rendah pertumbuhan
kebanyakan bakteri akan tertekan dan sel genaratif serta spora bakteri
sangat sensitif terhadap panas. Dengan demikian proses sterilisasi bahan
yang ber pH rendah dapat dilakukan dengan suhu mendidih (1000C) dan
tidak perlu dengan suhu tinggi (1210C). Asam juga bersinergi dengan asam
benzoat dalam menekan pertumbuhan mikroba. Jumlah asam yang
diperlukan adalah asam nitrat sebanyak 20 gram.

3. PERALATAN
1) Pisau perajang dan landasan perajang. Alat ini digunakan untuk merajang
buah tomat yang telah dikupas dan dibuang bijinya. Hasl perajangan adalah
burupa potongan-potongan tomat berukuran 2-3 cm.
Alat perajang mekanis juga dapat digunakan. Sebelum dirajang dengan alat
tersebut, tomat harus dibelah memanjang dengan lebar 4-5 cm.

2) Penggiling rajangan tomat. Alat ini digunakan untuk menggiling rajangan


tomat menjadi bubur tomat.
Blender dapat digunakan untuk menghaluskan rajangan tomat dalam jumlah
kecil menjadi bubur.
Mesin penggiling digunakan untuk menggiling tomat dalam jumlah besar
menjadi bubur tomat.

3) Wadah pemasak saos. Wadah ini adalah untuk memasak bubur tomat yang
telah diberi bumbu. Wadah ini harus terbuat dari bahan tahan karat, bagian
dalamnya licin danmudah dibersihkan.

4) Kompor. Kompor bersumbu digunakan untuk memasak saus dalam jumlah


kecil.
Kompor bertekanan udara digunakan untuk memasak saus dalam jumlah
besar.

5) Tungku. Tungku hemat energi dapat dijadikan alternatif. Akan tetapi tungku
ini lebih berjelaga sehingga lebih mengotori wadah. Disamping panas tungku
lebih sulit diatur. Keuntungannya adalah hemat dalam pemakaian bahan
bakar kayu sehingga biaya pengoperasiannya lebih murah.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

6) Penutup botol. Penutupbotol digunakan untuk memasang tutup botol dari


kaleng secara rapat. Alat ini mempunyai konstruksi yang sederhana dan
biaya pembuatannya murah.

7) Timbangan. Timbangan digunakan untuk menakar berat bahan yang


digunakan. Kapasitas timbangan disesuaikan dengan jumalh bahan yang
diolah.

8) Segel plastik. Segel plastik adalah kantong plastik yang kedua ujungnnya
terbuka dapat menempel secara rapat sekali pada mulut botol yang telah
dipasang tutupnya. Plastik ini berfungsi sebagai segel.

4. CARA PEMBUATAN
1) Pembuatan Saus
a. Tomat dicuci, bagian tangkai yang agak hitam dibuang kemudian
direndam dalam air yang telah diberi kaporit 10 ppm selama 10 menit.
Setelah itu, ditiriskan.
b. Tomat digiling atau diblender sampai halus sehingga diperoleh bubur
tomat.
c. Bubur tomat dicampur dengan bawang putih, bawang merah, merica,
kayu manis, garam, cabe, asam sitrat dan asam benzoat. Kemudian
diaduk sampai rata. Setelah itu dimasak dan dibiarkan mendidih selama
20 menit dengan api kecil sambil diaduk-aduk.
d. Setelah itu ditambahkan gula pasir. Pendidihan dilajutkan sambil diaduk
selama 10 menit. Kemudian pengadukan dan pemanasan diterukan
dengan api sangat kecil sekedar mempertahankan bahan tetap panas.
Pengemasan dilakukan pada saat saus dipanaskan ini.

2) Pengemasan
a. Botol kaca yang bersih direndam di dalam air yang mengandung kaporit 5-
10 ppm (5 sampai 10 gram kaporit per 1m3 air) selama 30 menit di dalam
wadah tahan karat. Botol disusun di dalam air peredaman tersebut dalam
kondisi terbalik. Setelah itu, wadah yang berisi rendaman botol direbus
sampai mendidih. Setelah mendidih api dikecilkan sekedar untuk
memoertahankan air perebus tetap panas. Kondisi ini dipertahankan
selama pengemasan. Sementara itu tutup botol direbus di dalam air
mendidih lain . Selama pengemasan, tutup botol harus tetap berada pada
air mendidih.
b. Sebuah botol dikeluarkan dari air mendidih dalam keadaan terbalik
dengan menggunakan penjepit. Dengan bantuan corong, saus panas
segera dituangkan dalam botol. Botol hanya diisi sampai 4 cm di bawah
mulut botol. Setelah itu sebuah tutup botol yang sedang direbus segera
diangkat, dipasangkan pada mulut botol dan ditutup denganbantuan alat
penutup botol. Pekerjaan ini harus dilakukan secara cepat dan cermat.
c. Proses di atas diulang sampai semua saus terkemas dalam botol.
3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

3) Sterilisasi
a. Botol yang sudah berisi saus dan tertutup rapat direbus di dalam air
mendidih selama 30 menit. Proses ini kana membunuh banyak mikroba
pembusuk yang dapat merusak bahan.
b. Setelah itu, botol dikeluarkan dari air mendidih dan disimpan dalam
keadaan terbalik. Jika terjadi rembesan saus melalui tutup botol, tutup
harus dibuka dan dilakukan kembali penutupan dengan tutup yang lain.
Setelah itu botol ini harus disterilkan kembali.

4) Penyegelan
Setelah semua saus dikemas di dalam botol,segel plastik dipasang pada
mulut botol. Mulut botol yang terpasang segel dicelupkan pada panas (900C)
beberapa detik sehingga segel mengkerut dan menempel rapat pada mulut
botol.

5) Pemberian Label
Proses terakhir adalah menempelkan label pada bagian luar botol.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

SARI DAN SIRUP BUAH

1. PENDAHULUAN
Buah-buahan merupakan bahan pangan sumber vitamin. Selain buahnya yang
dimakan dalam bentuk segar, daunnya juga dapat dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan. Misalnya daun pisang untuk makanan ternak, daun pepaya untuk
mengempukkan daging dan melancarkan air susu ibu (ASI) terutama daun
pepaya jantan.

Warna buah cepat sekali berubah oleh pengaruh fisika misalnya sinar matahari
dan pemotongan, serta pengaruh biologis (jamur) sehingga mudah menjadi
busuk. Oleh karena itu pengolahan buah untuk memperpanjang masa
simpannya sangat penting. Buah dapat diolah menjadi berbagai bentuk
minuman seperti anggur, sari buah dan sirup juga makanan lain seperti
manisan, dodol, keripik, dan sale.

Sari buah adalah cairan yang dihasilkan dari pemerasan atau penghancuran
buah segar yang telah masak.

Pada prinsipnya dikenal 2 (dua) macam sari buah, yaitu :


1) Sari buah encer (dapat langsung diminum), yaitu cairan buah yang diperoleh
dari pengepresan daging buah, dilanjutkan dengan penambahan air dan gula
pasir.
2) Sari buah pekat/Sirup, yaitu cairan yang dihasilkan dari pengepresan daging
buah dan dilanjutkan dengan proses pemekatan, baik dengan cara
pendidihan biasa maupun dengan cara lain seperti penguapan dengan
hampa udara, dan lain-lain. Sirup ini tidak dapat langsung diminum, tetapi
harus diencerkan dulu dengan air (1 bagian sirup dengan 5 bagian air).

Buah-buahan yang sering diolah menjadi sari buah atau sirup antara lain : pala,
pisang, jambu biji, mangga, sirsak, wortel, tomat, kueni, markisa, nangka, jahe,
asam, hampir semua jenis jeruk, dan lain-lain. Sari buah atau sirup buah dapat
tahan selama ± 3 bulan.

2. BAHAN

1) Buah segar ± 5 kg
2) Gula pasir (khusus untuk sirup 1 ¼ kg) 125 gram
3) Asam sitrat 3 gram/liter sari buah
4) Natrium benzoat 1 gram
5) Garam dapur 20 gram
6) Air secukupnya

Hal. 1/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

3. ALAT
1) Pisau
2) Panci email
3) Parutan kelapa
4) Pengaduk
5) Tungku atau kompor
6) Botol dan tutup yang sudah sterilkan
7) Kain saring atau kain blacu
8) Corong
9) Baskom

4. CARA PEMBUATAN
1) Pilih buah yang telah tua, segar dan masak lalu cuci;
2) Potong buah menjadi 4 bagian;
* Khusus untuk buah pala sebelum dipotong-potong kukus dahulu selama
10 menit. Keringkan bijinya untuk dijual sebagai rempah-rempah.
3) Parut buah hingga menjadi bubur;
* Untuk jeruk peras airnya
4) Tambah air, gula pasir, natrium benzoat, asam sitrat dan garam dapur;
* Air
Perbandingan sari buah dengan air adalah sebagai berikut :
- Buah pala, pisang, jambu biji, mangga, sirsak, kueni, markisa, nangka
⇒ (untuk 1 liter sari buah campur dengan 3 liter air)
- Buah jeruk ⇒ (untuk 1 liter sari buah campur dengan 1 ½ liter air)
- Buah wortel, tomat, jahe, asam ⇒ (untuk 1 liter sari buah campur
dengan 2 liter air)
5. Aduk sampai rata.

Selanjutnya pengerjaan untuk pembuatan sari buah (6-9) :

6) Saring campuran dengan menggunakan kain saring;


7) Masukkan hasil saringan ke dalam botol dan tutup rapat. Endapan hasil
penyaringan dapat digunakan sebagai bahan pembuatan dodol, selai, dan
lain-lain;
8) Masukkan botol yang telah ditutup rapat dalam air mendidih selama 30
menit;
9) Angkat botol dan segera dinginkan.

Selanjutnya pengerjaan untuk pembuatan sirup (10-11) :

10) Panaskan campuran pada pengerjaan nomor 5 hingga mendidih dan


biarkan sampai agak mengental;

Hal. 2/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

11) Dalam keadaan panas, saring hasilnya. Setelah dingin segera masukkan
dalam botol. Endapannya bisa langsung digunakan sebagai selai.

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN SARI BUAH DAN SIRUP BUAH

6. DAFTAR PUSTAKA
1) Asriani, E.N. Membuat sari buah kueni skala industri. Selera, X (2), Feb.
1991 : 80-81.
2) Dahlan, M.A. dan Wartono. Pembuatan sirup pala. Bogor : Balai Besar
Litbang Industri Hasil Pertanian, Departemen Perindustrian, 1984. 5 hal.
3) Pembuatan sari buah. Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hortikultura, Badan Litbang Pertanian, 1989. 2 hal. (Pamplet).
4) Pembuatan sirup buah.. Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hortikultura, Badan Litbang Pertanian, 1989. 2 hal. (Pamplet).
5) Rahardjo. Bahan-bahan tambahan pada pembuatan sirop dan minuman
ringan. Majalah Kimia, VI (16), 1979: 1-11.
6) Rahayu, W.P. Pembuatan sirup jahe. Buletin Puslitbangtepa, 3 (11), 1981:
53-58.

Hal. 3/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

7) Suliantari. Pembuatan sari buah jambu biji. Buletin Pusbangtepa, 3 (10), Mei
1981 : 39-43.
8) Suter, K. et.al. Pembuatan sari buah jeruk nipis (Sitrus sinensis OBS).
Buletin Pusbangtepa, 3 (11), Oktober 1981: 33-42.
9) Tanjung, A.I. Cara pembuatan sirup markisa yang baik. Majalah Kimia, V
(14/15), Desember 1978/Maret 1979: 1-4.
10) Wirianto, H. dan Subardjo, S.K. Pembuatan Sari Buah Pala. Bogor : Balai
Besar Litbang Industri Hasil Pertanian, Departemen Perindustrian, 1984. 7
hal.

7. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Agus Sediadi

KEMBALI KE MENU

Hal. 4/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

SAUERKRAUT

1. PENDAHULUAN
Sayuran, terutama yang berdaun hijau, merupakan salah satu bahan pangan
yang baik karena mengandung vitamin dan mineral, antara lain vitamin C,
provitamin A, zat besi, dan kalsium. Sayuran yang paling banyak di Indonesia
adalah kangkung, bayam, katuk, daun mlinjo, dan petsai (Oomen, dkk, 1984).
Sayuran dapat tumbuh pada berbagai kondisi lingkungan dan suhu yang
berbeda, sehingga beragam jenisnya.

Berbagai sayuran dapat ditanam di sekitar pekarangan dalam upaya untuk


menggalakkan usaha penganekaragaman pangan yang disebut lumbung hidup.
Dengan adanya program pemerintah tersebut diharapkan hasil panen sayuran
akan berlimpah.

Ada beberapa jenis sayuran yang dapat dimanfaatkan misalnya yang berbentuk
buah seperti tomat, terung, dan labu; biji seperti kecipir, kelapa, dan kentang;
umbi seperti wortel, bawang, dan bit; tunas (asparagus), bunga (kubis), dan
daun seperti petsai, kangkung, bayam, dan lain-lain.

Salah satu sifat sayuran adalah cepat layu dan busuk akibat kurang cermatnya
penanganan lepas panen. Untuk memperpanjang masa simpannya dapat
dilakukan dengan berbagai pengolahan, misalnya acar, sauerkraut, sayuran
asin, kerupuk, dan lain-lain.

Sayuran ini diolah dengan cara peragian dan menggunakan garam sebagi zat
pengawetnya. Proses pembuatannya sebenarnya tidak begitu jauh berbeda
dengan sayur asin, hanya saja sayurannya setelah layu diiris tipis-tipis. Tujuan
pengolahan ini selain mengawetkan sayuran juga dapat meningkatkan rasa
sayuran itu.

Kol atau kubis merupakan sayuran yang paling umum diolah menjadi
sauerkraut, karena jenis sayuran ini banyak ditanam di Indonesia. Selain kubis,
sayuran lain yang dapat diolah menjadi sauerkraut atntara lain : sawi,
kangkung, genjer, dan lain-lain.

2. BAHAN
1) Kol atau kubis 1 kg
2) Garam 50 gram
3) Air secukupnya

Hal. 1/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

3. ALAT
1) Pisau
2) Ember plastik kecil dan tutup
3) Lilin atau lem plastik
4) Botol selai dan tutup yang sudah disterilkan
5) Panci
6) Baskom

4. CARA PEMBUATAN
1) Layukan kol selama 1 malam;
2) Buang daun kol bagian luar dan bagian-bagian yang rusak serta hatinya, lalu
cuci;
3) Iris tipis-tipis ± 2~3 mm, tulang daun sedapat mungkin tidak disertakan.
Campurkan dengan garam 25 gram, aduk hingga rata kemudian masukkan
ke dalam ember kecil sambil ditekan-tekan agar padat. Tutup dengan plastik
serta diberi beban diatasnya;
4) Tutup ember dengan penutupnya, lalu sepanjang lingkaran penutup dilem
atau diberi lilin agar tak ada udara yang masuk;
5) Biarkan peragian selama 2~3 minggu pada suhu ruangan, setelah itu
pisahkan cairannya;
6) Segera masukkan padatan sauerkraut tersebut ke dalam botol selai;
7) Buat larutan garam dengan melarutkan garam 25 gram dalam 1 liter air dan
aduk sampai rata. Panaskan hingga mendidih;
8) Dalam keadaan panas masukkan larutan garam tersebut ke dalam botol
selai yang telah berisi padatan sauerkraut (untuk padatan 1 kg memerlukan
cairan sebanyak 1 ½ liter). Kemudian tutup rapat;
9) Rebus botol selai tersebut dalam air mendidih selama 30 menit, kemudian
angkat dan dinginkan.

Catatan :
1) Penekanan dan pemberian garam pada proses peragian dimaksudkan agar
cairan dalam kubis ke luar dan mencegah pembusukan. Selain itu juga
berpengaruh terhadap rasa dan kerenyahan sauerkraut tersebut;
2) Padatan dalam botol diusahakan terendam dalam cairan untuk menghindari
terjadinya perubahan warna atau kerusakan lainnya.

Hal. 2/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN SAUERKRAUT

6. DAFTAR PUSTAKA
Sauerkraut. Bogor : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil
Pertanian, Departemen Perindustrian, s.a. (Pamplet).

Hal. 3/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

7. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Agus Sediadi

KEMBALI KE MENU

Hal. 4/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

SAYUR ASIN

1. PENDAHULUAN
Sayuran, terutama yang berdaun hijau, merupakan salah satu bahan pangan
yang baik karena mengandung vitamin dan mineral, antara lain vitamin C,
provitamin A, zat besi, dan kalsium. Sayuran yang paling banyak di Indonesia
adalah kangkung, bayam, katuk, daun mlinjo, dan petsai (Oomen, dkk, 1984).
Sayuran dapat tumbuh pada berbagai kondisi lingkungan dan suhu yang
berbeda, sehingga beragam jenisnya.

Berbagai sayuran dapat ditanam di sekitar pekarangan dalam upaya untuk


menggalakkan usaha penganekaragaman pangan yang disebut lumbung hidup.
Dengan adanya program pemerintah tersebut diharapkan hasil panen sayuran
akan berlimpah.

Ada beberapa jenis sayuran yang dapat dimanfaatkan misalnya yang berbentuk
buah seperti tomat, terung, dan labu; biji seperti kecipir, kelapa, dan kentang;
umbi seperti wortel, bawang, dan bit; tunas (asparagus), bunga (kubis), dan
daun seperti petsai, kangkung, bayam, dan lain-lain.

Salah satu sifat sayuran adalah cepat layu dan busuk akibat kurang cermatnya
penanganan lepas panen. Untuk memperpanjang masa simpannya dapat
dilakukan dengan berbagai pengolahan, misalnya acar, sauerkraut, sayuran
asin, kerupuk, dan lain-lain.

Sayur asin merupakan produk olahan sayuran yang mempunyai rasa khas.
Sayur asin dihasilkan dari proses peragian dengan menggunakan air tajin
sebagai bahan untuk pertumbuhan bakteri.

Tujuan pembuatan sayur asin ini untuk memperpanjang daya simpan sayuran
yang mudah busuk dan rusak.

Sayur asin ini selain dibuat dari sawi, juga dari bahan-bahan lain, seperti :
genjer, kubis, dan lain-lain.

1. BAHAN
1) Daun sawi hijau 10 kg
2) Garam 100 gram (1 bata)
3) Beras ½ kg
4)Air secukupnya

Hal. 1/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

3. ALAT
1) Pisau
2) Tikar
3) Stoples
4) Tungku
5) Panci

4. CARA PEMBUATAN
1) Pisahkan daun sawi helai demi helai. Cuci, lalu diamkan di atas tikar bersih
selama 1 malam;
2) Remas-remas daun sawi dengan garam kemudian masukkan ke dalam stoples
beserta cairannya;
3) Masak beras (seperti menanak nasi) sampai mendidih, lalu ambil airnya (air
tajin);
4) Campurkan air tajin tersebut pada sawi hingga rata dalam stoples;
5) Tutup rapat dan simpan di tempat yang gelap selama 3 hari.

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN SAYUR ASIN

6. KEUNTUNGAN

Dengan pengolahan yang baik, sayur asin ini dapat awet sampai ± 1 bulan

Catatan :
1) Sayur asin ini tidak hanya daunnya saja yang diolah tetapi termasuk juga
tangkai daunnya.
2) Sayur asin harus diletakkan pada tempat gelap agar proses peragiannya
benar-benar sempurna sehingga tidak busuk.

Hal. 2/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

3) Penutup stoples harus benar-benar rapat agar udara tidak ada yang masuk
sehingga sayur asin benar-benar masak dan tidak terjadi proses
pembusukan.
4) Setiap habis mengambil sayur asin, stoples harus ditutup rapat kembali.

7. DAFTAR PUSTAKA
1) Mengawetkan sayuran. Jakarta : Bhratara Karya Aksara, 1986. Hal. 55
2) Pembuatan sayur asin dari genjer. Lomba Karya Ilmiah Remaja LIPI-TVRI,
1985. 11 hal.
3) Pengolahan sayur. Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hortikultura, Badan Litbang Pertanian, 1989.
4) Sayur Asin. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan,
Institut Pertanian Bogor, 1981. Hal. 27-32.

8. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Agus Sediadi

KEMBALI KE MENU

Hal. 3/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

PENGAWETAN DAN BAHAN KIMIA

Salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan manusia adalah gizi yang diperoleh
dari makanan sehari-hari. Jenis dan cara pengolahan bahan pangan sangat
menentukan kadar gizi hasil olahan makanan tersebut. Kebutuhan pangan dan gizi
keluarga dapat terpenuhi dari ketersediaan pangan setempat, daya beli yang
terjangkau dan memenuhi syarat menu seimbang.

Sudah diketahui bahwa bahan pangan, seperti daging, ikan, telur, sayur maupun
buah, tidak dapat disimpan lama dalam suhu ruang. Masa simpan bahan pangan
dapat diperpanjang dengan disimpan pada suhu rendah; dikeringkan dengan sinar
matahari atau panas buatan; dipanaskan dengan perebusan; diragikan dengan
bantuan ragi, jamur atau bakteri; dan ditambah bahan-bahan kimia seperti garam,
gula, asam dan lain-lain.

Penyimpanan bahan pangan pada suhu rendah dapat memperlambat reaksi


metabolisme. Selain itu dapat juga mencegah pertumbuhan mikroorganisme
penyebab kerusakan atau kebusukan bahan pangan. Cara pengawetan bahan
pangan pada suhu rendah dibedakan menjadi 2 (dua) cara yaitu pendinginan dan
pembekuan. Pendinginan adalah penyimpanan bahan pangan pada suhu di atas titik
beku (di atas 0o C), sedangkan pembekuan dilakukan di bawah titik beku.
Pendinginan biasanya dapat memperpanjang masa simpan bahan pangan selama
beberapa hari atau beberapa minggu, sedangkan pembekuan dapat bertahan lebih
lama sampai beberapa bulan. Pendinginan dan pembekuan masing-masing berbeda
pengaruhnya terhadap rasa, tekstur, warna,nilai gizi dan sifat-sifat lainnya.

Pengawetan dengan jalan pendinginan dapat dilakukan dengan penambahan es


yang berfungsi mendinginkan dengan cepat suhu 0o C, kemudian menjaga suhu
selama penyimpanan. Jumlah es yang digunakan tergantung pada jumlah dan suhu
bahan, bentuk dan kondisi tempat penyimpanan, serta penyimpanan atau panjang
perjalanan selama pengangkutan.

Bahan pangan yang diawetkan dengan cara pendinginan tidak mengalami


perubahan, sedangkan dengan cara pengeringan bahan mengalami sedikit
peruhanan rasa. Bahan pangan yang diawetkan dengan pemanasan, peragian atau
penambahan bahan-bahan kimia akan berubah baik rasa, bentuk maupun
tampilannya, misalnyua selai, sari buah, tempe, kecap, tapai dan lain-lain.

Untuk kebutuhan keluarga, daya tahan bahan pangan dapat diperpanjang untuk
waktu tertentu apabila disimpan pada suhu rendah, misalnya dalam lemari es.
Namun masih banyak masyarakat yang belum mampu memiliki lemari es yang masih
tergolong barang mewah. Selain itu masih banyak tempat tinggal di desa yang belum
menggunakan listrik. Oleh karena itu, pengetahuan cara mengolah dan
mengawetkan bahan pangan untuk memperpanjang masa simpannya perlu diketahui
oleh masyarakat pedesaan atau yang ekonominya masih rendah.

Hal. 1/ 2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Pengetahuan cara mengolah bahan pangan untuk memperpanjang masa simpannya


dapat digunakan oleh masyarakat yang tertinggal jauh dari pasar atau untuk
mengatasi kelebihan hasil panen. Hasil dari olahan bahan pangan tersebut dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga atau diperdagangkan. Selain untuk
memeperpanjang masa simpan, pengolahan atau pengawetan bahan pangan juga
dimaksudkan untuk menganekaragamkan pangan, meningkatkan nilai gizi, nilai
ekonomi, dayaguna, memperbaiki mutu bahan pangan dan mempermudah
pemasaran dan pengankutan.

Pengolahan bahan pangan dengan tujuan memperpanjang masa simpan harus


dilakukan dengan hati-hati karena hasil olahan tersebut harus bebas kuman, bakteri
atau jamur. Selain itu harus diusahakan agar nilai gizi yang terkandung dalam bahan
pangan tersebut tidak banyak berkurang karena proses pengolahan.

KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot Subroto 10
Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Agus Sediadi

KEMBALI KE MENU

Hal. 2/ 2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

SELAI DAN JELI BUAH

1. PENDAHULUAN
Buah-buahan merupakan bahan pangan sumber vitamin. Selain buahnya yang
dimakan dalam bentuk segar, daunnya juga dapat dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan. Misalnya daun pisang untuk makanan ternak, daun pepaya untuk
mengempukkan daging dan melancarkan air susu ibu (ASI) terutama daun
pepaya jantan.

Warna buah cepat sekali berubah oleh pengaruh fisika misalnya sinar matahari
dan pemotongan, serta pengaruh biologis (jamur) sehingga mudah menjadi
busuk. Oleh karena itu pengolahan buah untuk memperpanjang masa
simpannya sangat penting. Buah dapat diolah menjadi berbagai bentuk
minuman seperti anggur, sari buah dan sirup juga makanan lain seperti
manisan, dodol, keripik, dan sale.

Selai adalah produk makanan yang kental atau setengah padat dibuat dari
campuran 45 bagain berat buah (cacah buah) dan 55 bagian berat gula.

Jelai adalah produk yang hampir sama dengan selai, bedanya jeli dibuat dari
campuran 45 bagian sari buah dan 55 bagian berat gula.

Tiga bahan pokok pada proses pembuatan selai atau jeli adalah pektin, asam,
dan gula dengan perbandingan tertentu untuk menghasilkan produk yang baik.

Selai atau jeli buah yang baik harus berwarna cerah, jernih, kenyal seperti agar-
agar tetapi tidak terlalu keras, serta mempunyai rasa buah asli.

Buah yang dapat digunakan untuk membuat selai atau jeli adalah buah yang
masak tetapi tidak terlalu matang dan tidak ada tanda-tanda busuk. Selai yang
diperoleh dari buah hasilnya lebih banyak daripada diolah menjadi jeli, sehingga
pengolahan jeli lebih banyak menggunakan buah yang murah harganya. Buah
yang masih muda tidak dapat digunakan untuk pembuatan selai atau jeli karena
masih banyak mengandung zat pati (karbohidrat) dan kandungan pektinnya
rendah. Kulit buahpun dapat digunakan untuk menghasilkan selai atau jeli
tersebut.

Buah yang sering digunakan untuk pembuatan selai atau jeli antara lain :
anggur, apel, murbei, arbei, gowok, jambu biji, jeruk, pala, dan lain-lain.
Sedangkan kulit buah yang biasa digunakan untuk membuat selai atau jeli
antara lain : kulit durian, kulit nenas, kulit jeruk, dan lain-lain.

Hal. 1/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

2. BAHAN
1) Buah, seperti: pala (putil), mangga, jambu biji, pepaya, nenas, dll, atau
kulit buah, seperti: kulit durian, kulit nenas, kulit jeruk, dll 1 kg
2. Gula pasir ¾ kg
3. Asam sitrat atau sari buah nipis secukupnya
4. Natrium benzoat (sebagai zat pengawet) 1 gram
5. Garam dapur secukupnya
6. Panili secukupnya

3. ALAT
1) Botol selai yang sudah disterilkan
2) Kain saring atau kain blacu
3) Mangkok
4) Panci
5) Parutan
6) Pengaduk
7) Pisau
8) Sendok
9) Penggorengan (wajan)
10) Baskom

4. CARA PEMBUATAN

1) Cuci buah yang sudah tua (belum matang) lalu kupas dan buang bijinya.
2) Untuk nenas matanya dibuang tetapi hatinya tak perlu dibuang;
3) Khusus buah pala, kukus daging buahnya selama 10 menit;
4) Parut daging buah dan tambahkan gula serta panili. Aduk sampai rata
kemudian masak selama 1 jam;
5) Setelah mengental, masukkan segera dalam botol dan biarkan botol dalam
keadaan terbalik selama 5 menit;
6) Balik ke posisi semula.

Cara Pembuatan Selai Kulit Buah :

1) Cuci kulit buah lalu rebus dalam air panas selama ± 30~45 menit, kemudian
diamkan selama 12 jam;
2) Tambahkan gula dan panili serta natrium benzoat. Aduk sampai rata
kemudian masak selama 1 jam;
3) Setelah mengental, masukkan segera dalam botol dan biarkan botol dalam
keadaan terbalik selama 5 menit;
4) Balik ke posisi semula.

Hal. 2/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Cara Pembuatan Jeli Buah Segar atau Kulit Buah :

1) Cuci buah yang sudah tua (belum matang), kupas dan buang bijinya.
2) Untuk nenas matanya dibuang tetapi hatinya tidak perlu dibuang;
3) Khusus buah pala, kukus daging buahnya selama 10 menit;
4) Potong kecil-kecil, parut kemudian saring;
5) Untuk kulit, setelah dicuci bersih rebus dalam air panas ± 30~45 menit,
kemudian diamkan selama 12 jam. Setelah itu saring.
6) Diamkan hasil saringan selama 1 jam;
7) Khusus untuk kulit jeruk, diamkan hasil saringan selama 1 malam.
8) Ambil sari buahnya (bagian yang jernih);
9) Tambahkan gula dan natrium benzoat. Bila rasa asam masih kurang,
tambahkan asam sitrat sampai rasa asam seimbang, lalu panaskan hingga
agak mengental;
10) Masukkan segera dalam botol.

Catatan :
1) Penambahan gula tidak boleh terlalu banyak atau sedikit karena bisa
merubah kekentalan selai atau kekenyalan jeli.
2) Pemanasan harus diperhatikan, jangan sampai terlalu kental atau kurang
kental. Terlalu kental mengakibatkan sari buah banyak yang menguap
sedangkan kurang kental mengakibatkan pembentukan selai atau jeli kurang
sempurna.

Hal. 3/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN SELAI ATAU JELI BUAH

6. DAFTAR PUSTAKA
1) Cara membuat selai pepaya dan nenas. Jakarta : Butsi. Dirjen Pembinaan
dan Pengembangan Tenaga Kerja. Direktorat Bina Padat Karya dan Usaha
Mandiri, 1983.
2) Marmalade buah jeruk dan biji. Jakarta : Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hortikultura, Balitbang Pertanian, 1989.
3) Muhidin. Mengenal jam (jem) dan jelly (jeli)( berikut pengolahannya. Selera,
VI (8), Agustus 1987 : 30-31.
4) Purwani, E.Y. Bagaimana membuat jelly nenas. Selera IV (8), Agustus 1985 :
76-77.
5) Rita, St. Pemanfaatan kulit durian. Lomba Karya Ilmiah Remaja LIPI-TVRI.
Jakarta, 1982. Hal. 135-167.

Hal. 4/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

6) Siswoputranto, L.L.D. Mengawetkan buah durian segar. Trubus, XV (171),


February 1984 : 117-119.
7) Wiriano, H. dan M.A. Dachlan. Pembuatan jeli pala. Bogor : Balai Besar
Litbang Industri Hasil Pertanian, Balitbang Industri, Departemen
Perindustrian, 1984. Hal. 1-9.
8) Wiriano, H dan Siti Sofiah. Pembuatan Selai Pala. Bogor : Balai Besar
Litbang Industri Departemen Perindustrian, 1984. Hal. 1-10.

7. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Agus Sediadi

KEMBALI KE MENU

Hal. 5/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

SELAI PALA

1. PENDAHULUAN
Selai adalah bahan dengan konsistensi gel atau semi gel yang dibuat dari
bubur buah. Selai digunakan sebagai bahan pembuat roti dan kue. Kulit buah
pala juga dapat diolah menjadi selai. Cara pembuatannya sama dengan
pembuatan selai dari buah lainnya.

Konsistensi gel atau semi gel pada selai diperoleh dari interaksi senyawa pektin
yang berasal dari buah atau pektin yang ditambahkan dari luar, gula sukrosa
dan asam. Interaksi ini terjadi pada suhu tinggi dan bersifat menetap setelah
suhu diturunkan.

Kekerasan gel tergantung kepada konsentarsi gula, pektin dan asam pada
bubur buah. Gambar berikut menjelaskan pengaruh ketiga senyawa tersebut
terhadap kekuatan gel.

2. BAHAN
1) Buah pala. Buah pala yang digunakan adalah yang telah matang dengan
tanda berwarna kuning dan bernoda coklat tua pada kulit luarnya.
2) Gula pasir. Gula pasir yang digunakan adalah gula pasir yang putih bersih.
Gula ini dihaluskan menjadi gula tepung. Penghalusan dapa tdilakukan
dengan blender. Dianjurkan jumlah gula yang ditambahkan sedemikian rupa
sehingga kadar gula pada selai adalah 67,5%.
3) Pektin. Bahan ini merupakan polimer asam D-galakturonat yang
dihubungkan oleh ikatan -1,4 glikosidik. Sebagian gugus karboksil polimer
pektin mengalami esterifikasi dengan metil (metilasi) menjadi gugus metoksil.
Senyawa ini disebut sebagai asam pektinat atau pektin.
4) Agar. Agar merupakan senyawa alternatif pengganti pektin. Senyawa ini
lebih mudah diperoleh dan harganya lebih murah.
Senyawa ini dapat membentuk struktur gel di dalam air. Senyawa ini akan
larut di dalam air panas. Struktur gel akan terbentuk pada saat larutan
didinginkan.
5) Asam. Asam digunakan untuk menurunkan pH bubur buah karena struktur
gel hanya terbentuk pada pH rendah. Asam yang dapat digunakan adalah
asam sitrat, asam asetat, dan cairan asam dari perasan jeruk nipis.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

3. PERALATAN
1) Pisau dan landasannya. Alat ini digunakan untuk mengupas dan
membelah kulit buah pala.
2) Baskom. Baskom digunakan untuk perendaman irisan kulit buah pala.
3) Penggiling kulit buah. Alat ini digunakan untuk menggiling kulit buah.
- Blender dapat digunakan untuk menghaluskan kulit buah dalam jumlah
kecil menjadi bubur.
- Mesin penggiling digunakan untuk menggiling kulit buah dalam jumlah
besar menjadi bubur.
4) Wadah pemasak bubur. Wadah ini adalah untuk memasak bubur pala.
Wadah ini harus terbuat dari bahan tahan karat, bagian dalamnya licin dan
mudah dibersihkan.
5) Kompor. Kompor bersumbu digunakan untuk memasak saus dalam jumlah
kecil. Sedangkan kompor bertekanan udara digunakan untuk memasak
saus pala dalam jumlah besar.
6) Tungku. Tungku hemat energi dapat dijadikan alternatif. Akan tetapi,
tungku ini lebih banyak jelaganya sehingga lebih mengotori wadah dan
agak sulit mengatur panasnya. Keuntungannya adalah hemat dalam
pemakaian bahan kayu sehingga biaya bahan bakar lebih murah.
7) Botol kaca. Botol kaca digunakan untuk mengemas selai. Botol kaca yang
digunakan adalah yang bermulut lebar dan berpenutup ulir. Botol ini sering
disebut sebagai botol selai.
8) Kantong plastik. Kantong plastik merupakan alternatif wadah pengemas.
Kantong plastik jenis polietilen tebal sering digunakan untuk mengemas
selai. Biasanya dipakai rangkap dua.
9) Alat pemasang segel plastik. Alat ini berupa ruang penyegel yang
berpemanas (suhu 90~950). Botol yang sudah dipasangi dengan plastik
dimasukkan ke dalam ruang tersebut dengan ban berjalan. Udara panas
dalam ruang penyegel menyebabkan plastik mengkerut sehingga
menempel dengan rapat pada botol. Untuk industri kecil, oven dapat
digunakan sebagai alat pemasang segel plastik.
10) Segel plastik.
11) Timbangan.

4. CARA PEMBUATAN
1) Lapisan terluar dari kulit buah dikupas tipis-tipis. Kemudian dibelah untuk
mengeluarkan bijinya. Kulit buah ini dicincang atau diiris kecil-kecil dan
secepat mungkin direndam di dalam larutan natrium bisulfit hangat (suhu
70~800C) selama 20 menit. Setelah itu, bahan ditiriskan.

2) Bahan yang telah selesai direndam di dalam larutan natrium bisulfit hangat
segera digiling atau diblender sampai halus dengan penambahan air. Setiap
1 kg bahan ditambah dengan 0,5 liter air, hasil yang diperoleh disebut
dengan bubur kulit pala..
2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

3) Bubur kulit pala dicampur dengan gula pasir halus dan pektin atau tepung
agar, kemudian diaduk sampai semua gula larut. Setiap kg bubur kulit
ditambah dengan 1 kg gula, dan 10 gram pektin atau agar. Pengadukan
dapat dilakukan dengan bantuan mesin pengaduk adonan (mixer).

4) Setelah, itu bubur dipanaskan sampai mendidih. Mula-mula digunakan api


besar. Setelah mendidih, api dikecilakan untuk sekedar menjaga agar bubur
tetap mendidih. Pengadukan dilakukan terus menerus selama bubur
mendidih.

5) Asam dan pengawet ditambahkan ketika bubur mendidih. Setiap 1 kg kulit


pala ditambah dengan 6 gram asam sitrat atau 5 ml asam asetat 25%, dan 2
gram asam benzoat. Setelah bubur mendidih selama 10 menit, api lebih
dikecilkan untuk menjaga bubur tetap panas. Hasil yang diperoleh disebut
dengan selai kulit pala.

6) Pengemasan
a. Botol kaca yang bersih direndam di dalam air yang mengandung kaporit
5~10 ppm (5 sampai 10 gram kaporit per 1 m3 air) selama 30 menit di
dalam wadah tahan karat. Botol disusun dalam rendaman tersebut dalam
posisi terbalik. Setelah itu, wadah yang berisi rendaman botol direbus
sampai mendidih. Setelah mendidih api dikecilkan sekedar untuk
mempertahankan air perebus tetap panas. Kondisi ini dipertahankan
selama pengemasan.
b. Sementara itu, tutup botol direbus di dalam air mendidih lain. Selama
pengemasan, tutup botol harus tetap berada pada air mendidih.
c. Sebuah botol dikeluarkan dari air mendidih dalam keadaan terbalik
dengan menggunakan penjepit. Selai panas segera dituangkan ke dalam
botol. Botol diisi hanya sampai 1 cm di bawah mulut botol. Setelah itu,
sebuah tutup botol yang sedang direbus segera diangkat, dan
dipasangkan pada mulut botol dengan kuat dan rapat.
d. Setelah itu, label dipasangkan pada bagian luar botol.
e. Botol disarungkan ke dalam kantong plastik penyegel. Setelah itu botol
dilewatkan atau diletakkan pada ruang panas dari alat pemasang segel
sampai segel plastik terpasang rapat.

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

SELAI PEPAYA

1. PENDAHULUAN
Selai adalah bahan dengan konsistensi gel atau semi gel yang dibuat dari
bubur buah. Selai digunakan sebagai bahan pembuat roti dan kue.

Konsistensi gel atau semi gel pada selai diperoleh dari interaksi senyawa pektin
yang berasal dari buah atau pektin yang ditambahkan dari luar, gula sukrosa
dan asam. Interaksi ini terjadi pada suhu tinggi dan bersifat menetap setelah
suhu diturunkan.

Kekerasan gel tergantung kepada konsentarsi gula, pektin dan asam pada
bubur buah. Gambar berikut menjelaskan pengaruh ketiga senyawa tersebut
terhadap kekuatan gel.

2. BAHAN
1) Buah pepaya. Buah pepaya yang digunakan adalah yang telah matang
petik, masih keras, tapi sudah terasa manis, dan tidak banyak mengeluarkan
getah jika ditoreh. Jumlah 10 kg.

2) Gula pasir. Gula pasir yang digunakan adalah gula pasir putih bersih yang
dihaluskan menjadi gula tepung. Dianjurkan jumlah gula yang ditambahkan
sedemikian rupa sehingga kadar gula pada selai adalah 67,5%. Jumlah
17,3kg.

3) Pektin. Bahan ini merupakan polimer asam D-galakturonat yang


dihubungkan oleh ikatan β-1,4 glikosidik. Sebagian gugus karboksil polimer
pektin mengalami esterifikasi dengan metil menjadi metoksil. Senyawa ini
disebut sebagai asam pektinat atau pektin. Jumlah 10gram.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Asam pektinat ini bersama gula dan asam pada suhu tinggi akan membentuk
gel seperti yang terjadi pada pembuatan selai.
Derajat metilasi atau jumlah gugus karboksil yang teresterifikasi dengan metil
menentukan suhu pembentukan gel. Semakin tinggi derajat metilasi semakin
tinggi suhu pembentukan gel. Untuk pembuatan selai diperlukan pektin
dengan derajat metilasi 74, artinya 74% dari gugus karboksil mengalami
metilasi.
Dalam perdagangan, dikenal istilah jelly grade, yaitu jumlah gula (LB) yang
diperlukan untuk pembentukan gel oleh 1 lb pektin. Pektin dengan jelly
grade 65 berarti untuk pembentukan gel diperlukan 65 lb gula untuk setiap lb
pektin.
Jumlah penggunaan: 60 gram atau tergantung kepada kandungan pektin
bubur buah.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4) Agar. Agar merupakan senyawa alternatif pengganti pektin. Senyawa ini


lebih mudah diperoleh dan harganya lebih murah. Senyawa ini dapat
membentuk struktur gel di dalam air.
Senyawa ini akan larut di dalam air panas. Struktur gel akan terbentuk pada
saat larutan didinginkan.
Jumlah penggunaan: 60 gram atau tergantung kepada kandungan pektin
bubur buah.

5) Asam. Asam digunakan untuk menurunkan pH bubur buah karena struktur


gel hanya terbentuk pada pH rendah. Asam yang dapat digunakan adalah
asam sitrat, asam asetat, dan cairan asam dari perasan jeruk nipis.
Jumlah 50 gram jika menggunakan asam sitrat, dan 200 ml jika
menggunakan cairan perasan jeruk nipis.

3. PERALATAN
1) Alat perajang. Alat ini digunakan untuk merajang buah pepaya yang telah
dikupas dan dibuang bijinya.
Hasil perajangan adalah berupa potongan-potongan pepaya yang
berukuran 2-3 cm. Mesin perajangan dilakukan jika buah pepaya yang
diolah cukup banyak.
Perajang dapat berupa alat sederhana berupa pisau dan landasan
perajang. Alat sederhana ini digunakan untuk mengolah pepaya dalam
jumlah kecil.

2) Penggiling rajangan pepaya. Alat ini digunakan untuk menggiling rajangan


pepaya menjadi bubur pepaya.
Blender dapat digunakan untuk menggiling pepaya dalam jumlah kecil
menjadi bubur.

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Mesin penggiling digunakan untuk menggiling pepaya dalam jumlah besar


menjadi bubur.
Wadah pemasak bubur. Wadah ini adalah untuk memasak bubur pepaya.
Wadah ini harus terbuat dari bahan tahan karat, bagian dalamnya licin dan
mudah dibersihkan.

3) Kompor. Kompor bersumbu digunakan untuk memasak saus dalam jumlah


kecil. Sedangkan kompor bertekanan udara digunakan untuk memasak
saus pepaya dalam jumlah besar.

4) Tungku. Tungku hemat energi dapat dijadikan alternatif. Akan tetapi,


tungku ini lebih banyak jelaganya sehingga lebih mengotori wadah dan
agak sulit mengatur panasnya. Keuntungannya adalah hemat dalam
pemakaian bahan kayu sehingga biaya bahan bakar lebih murah.

5) Botol kaca. Botol kaca digunakan untuk mengemas selai. Botol kaca yang
digunakan adalah yang bermulut lebar dan berpenutup ulir. Botol ini sering
disebut botol selai.

6) Kantong plastik. Kantong plastik merupakan alternatif wadah pengemas.


Kantong plastik jenis polietilen tebal sering digunakan untuk mengemas
selai. Biasanya dipakai rangkap dua.

7) Alat pemasang segel plastik. Alat ini berupa ruang penyegel yang
berpemanas (suhu 90-950). Botol yang sudah dipasangi dengan plastik
dimasukkan ke dalam ruang tersebut dengan ban berjalan. Udara panas
dalam ruang penyegel menyebabkan plastik mengkerut sehingga
menempel dengan rapat pada botol. Untuk industri kecil, oven dapat
digunakan sebagai alat pemasang segel plastik.

8) Segel plastik.

9) Timbangan.

4. CARA PEMBUATAN
1) Pepaya dikupas, kemudian dirajang, dan dicuci. Setelah itu, rajangan
ditiriskan.

2) Rajangan pepaya dihancurkan atau digiling sampai halus sehingga diperoleh


bubur pepaya.

3) Bubur pepaya dicampur dengan gula pasir halus dan pektin, kemudian
diaduk sampai semua gula larut. Pengadukan dapat dilakukan dengan
bantuan mesin pengaduk adonan (mixer).

4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4) Setelah itu bubur dipanaskan sampai mendidih. Mula-mula digunakan api


besar. Setelah mendidih, api dikecilakan untuk sekedar menjaga agar bubur
tetap mendidih. Pengadukan dilakukan terus menerus selama bubur
mendidih.

5) Asam ditambahkan ketika bubur mendidih. Setelah bubur mendidih selama


10 menit, api lebih dikecilkan untuk menjaga bubur tetap panas. Hasil yang
diperoleh disebut dengan selai pepaya.

6) Pengemasan
a. Botol kaca yang bersih direndam di dalam air yang mengandung kaporit 5-
10 ppm (5 sampai 10 g kaporit per 1 m3 air) selama 30 menit di dalam
wadah tahan karat. Botol disusun dalam rendaman tersebut dalam posisi
terbalik. Setelah itu, wadah yang berisi rendaman botol direbus sampai
mendidih. Setelah mendidih api dikecilkan sekedar untuk
mempertahankan air perebus tetap panas. Kondisi ini dipertahankan
selama pengemasan.
b. Sementara itu, tutup botol direbus di dalam air mendidih lain. Selama
pengemasan, tutup botol harus tetap berada pada air mendidih.
c. Sebuah botol dikeluarkan dari air mendidih dalam keadaan terbalik
dengan menggunakan penjepit. Selai panas segera dituangkan ke dalam
botol. Botol diisi hanya sampai 1 cm di bawah mulut botol. Setelah itu,
sebuah tutup botol yang sedang direbus segera diangkat, dan
dipasangkan pada mulut botol dengan kuat dan rapat.
d. Setelah itu, label dipasangkan pada bagian luar botol.
e. Botol disarungkan ke dalam kantong plastik penyegel. Setelah itu botol
dilewatkan atau diletakkan pada ruang panas dari alat pemasang segel
sampai segel plastik terpasang rapat.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Tel. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

SELAI PISANG

1. PENDAHULUAN
Selai pisang adalah bahan berupa pasta yang berkadar gula tinggi dan dibuat
dari bubur pisang. Pembuatan bahan ini tidak sulit, dan biayanya tidak mahal.

2. BAHAN
1) Pisang yang telah matang konsumsi, dan daging buah telah lunak.
2) Pisang yang hampir matang konsumsi, tapi daging buah masih agak keras.
3) Gula pasir halus yang putih bersih.
4) Asam Sitrat.
5) Tepung agar-agar.

3. PERALATAN
1. Pisau dan talenan. Alat ini digunakan untuk mengupas dan memotong-
motong pisang.
2) Penggiling. Alat ini digunakan untuk menggiling pisang menjadi bubur
pisang. Untuk jumlah kecil, blender dapat digunakan untuk menghaluskan
pisang menjadi bubur pisang.
3) Panci. Alat ini digunakan untuk memasak bubur pisang menjadi selai pisang.
4) Timbangan.

4. CARA PEMBUATAN
1) Pembuatan manisan cacahan pisang.
Pisang yang hampir matang konsumsi dicacah seperti kotak (3~4 mm),
kemudian diberikan pelumuran gula 3 kali.
a. Pelumuran pertama : Cacahan pisang dilumuri dengan gula halus. Tiap 1
kg cacahan memerlukan 300 gram gula. Setelah itu cacahan disimpan di
dalam lemari pendingin selama 48 jam. Selama penyimpanan, cairan
buah akan keluar. Cairan buah ini dipisahkan dan disimpan pada suhu
dingin. Cairan ini disebut ekstrak buah bergula.
b. Pelumuran kedua: Cacahan pisang dilumuri lagi dengan gula halus. Tiap 1
kg cacahan memerlukan 250 gram gula. Setelah itu cacahan disimpan di
dalam lemari pendingin selama 48 jam. Selama penyimpanan, cairan
buah masih keluar. Cairan buah ini dipisahkan dan disimpan pada suhu
dingin.
c. Pelumuran ketiga : Cacahan pisang dilumuri lagi dengan gula halus. Tiap
1 kg cacahan memerlukan 200 gram gula. Setelah itu cacahan disimpan
1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

di dalam lemari pendingin selama 48 jam. Selama penyimpanan, cairan


buah masih keluar. Cairan buah ini dipisahkan dan disimpan pada suhu
dingin. Sekarang cacahan pisang disebut sebagai manisan cacahan
pisang.

2) Pembuatan bubur buah.


Pisang matang konsumsi yang daging buahnya telah lunak disimpan di
dalam lemari pendingin selama semalam, kemudian dikupas dan digiling
atau ditumbuk sampai menjadi bubur buah yang halus. Pekerjaan ini harus
dikerjakan secara cepat supaya selama pengerjaan buah belum berubah
menjadi kehitaman.

3) Pemasakan dan penambahan gula pada bubur.


Bubur buah ditambah dengan tepung agar dan diaduk sampai rata. Tiap kg
bubur buah ditambah dengan 6 g tepung agar. Setelah itu bubur buah
dimasak sampai mendidih dengan api sedang. Setelah mendidih, bubur buah
ditambah dengan asam sitrat, gula pasir halus dan cairan ekstrak bergula.
Tiap 1 kg bubur ditambah dengan :
a. 5 gram asam sitrat.
b. 1260 gram gula pasir halus, dan
c. Seluruh cairan ekstrak buah bergula yang diperoleh dari penggulaan 100
gram cacahan pisang.
Setelah penambahan bahan tersebut, pendidihan diteruskan dengan api
kecil sambil diaduk selama 5 menit. Setelah itu api dimatikan, dan ke dalam
selai pisang ditambahkan manisan cacahan pisang dan essence pisang
secukupnya. Tiap 1 kg bubur pisang, ditambah dengan 100 gram manisan
cacahan pisang. Produk yang diperoleh disebut selai pisang.

4) Penyiapan botol.
Botol kaca disikat bagian dalamnya dengan detergen., seluruh permukaan
botol dicuci sampai bersih dengan menggunakan detergen. Botol dibilas
sampai bersih, setelah itu botol direbus di dalam air mendidih selama 30
menit.

5) Pembotolan.
Botol diangkat dari air panas dan dibalikkan agar airnya keluar dari botol.
Ketika botol masih panas, selai yang masih sangat panas dimasukkan ke
dalam botol sampai permukaan selai 1 cm dari bibir botol paling atas.
Penutup botol segera ditutupkan dengan kuat dan rapat.

6) Penyimpanan.
Selai dalam botol ini dapat disimpan lama pada suhu kamar.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat,Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

SELAI TOMAT

1. PENDAHULUAN
Selai adalah bahan dengan konsistensi gel atau semi gel yang dibuat dari
bubur buah. Selai digunakan sebagai bahan pembuat roti dan kue.

Konsistensi gel atau semi gel pada selai diperoleh dari interaksi senyawa pektin
yang berasal dari buah atau pektin yang ditambahkan dari luar, gula sukrosa
dan asam. Interaksi ini terjadi pada suhu tinggi dan bersifat menetap setelah
suhu diturunkan.

Kekerasan gel tergantung kepada konsentarsi gula, pektin dan asam pada
bubur buah. Gambar berikut menjelaskan pengaruh ketiga senyawa tersebut
terhadap kekuatan gel. Kondisi optimum untuk kadar pektin adalah ± 1%, pH
3,3-3,4, dan gula ± 66%.

2. BAHAN
1) Buah tomat. Buah tomat yang digunakan adalah yang telah matang, warna
merah merata, dan terasa kenyal atau keras. Jumlah 10 kg.

2) Gula pasir. Gula pasir yang digunakan adalah gula pasir yang putih bersih.
Gula ini dihaluskan menjadi gula tepung. Penghalusan dapat dilakukan
denan blender. Dianjurkan jumlah gula yang ditambahkan sedemikian rupa
sehingga kadar gula pada selai adalah 67,5%. Jumlah 17,3Kg.

3) Air berkaporit 10 ppm. Larutan ini dibuat dengan melarutkan 1,5 gram
kaporit untuk tiap 100 liter air bersih.

4) Pektin. Bahan ini merupakan polimer asam D-galakturonat yang


dihubungkan oleh ikatan β-1,4 glikosidik. Sebagian gugus karboksil pada
polimer pektin mengalami esterifikasi dengan metil (metilasi) menjadi gugus
metoksil. Senyawa ini disebut sebagai asam pektinat atau pektin. Asam
pektinat ini bersama gula dan asam pada suhu tinggi akan membentuk gel
seperti yang terjadi pada pembuatan selai. Jumlah penggunaan: 60 gram
atau tergantung kepada kandungan pektin bubur buah.

5) Agar. Agar merupakan senyawa alternatif pengganti pektin. Senyawa ini


lebih mudah diperoleh dan harganya lebih murah.Senyawa ini dapat
membentuk struktur gel di dalam air. Senyawa ini akan larut di dalam air
panas. Struktur gel akan terbentuk pada saat larutan didinginkan. Jumlah
penggunaa: 60 gram atau tergantung kepada kandungan pektin bubur buah.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

6) Asam. Asam digunakan untuk menurunkan pH bubur buah karena struktur


gel hanya terbentuk pada pH rendah. Asam yang dapat digunakan adalah
asam sitrat, asam asetat, dan cairan asam dari perasan jeruk nipis. Jumlah
penggunaan: 50 gram jika menggunakan asam sitrat, dan 200 ml jika
menggunakan cairan perasan jeruk nipis.

3. PERALATAN
1) Pisau dan talenan. Alat ini digunakan untuk merajang atau memotong-
motong tomat yang akan digiling sampai halus.

2) Penggiling rajangan tomat. Alat ini digunakan untuk menggiling rajangan


tomat menjadi bubur tomat.
- Blender dapat digunakan untuk menghaluskan rajangan tomat dalam
jumlah kecil menjadi bubur.
- Mesin penggiling digunakan untuk menggiling tomat dalam jumlah besar
menjadi bubur.

3) Wadah pemasak bubur. Wadah ini adalah untuk memasak bubur tomat.
Wadah ini harus terbuat dari bahan tahan karat, bagian dalamnya licin dan
mudah dibersihkan.

4) Kompor. Kompor digunakan untuk memasak saus tomat.

5) Tungku. Tungku hemat energi dapat dijadikan alternatif, tetapi tungku ini
lebih banyak menghasilkan jelaga, dan sulit mengatur panasnya.
Keuntungannya adalah hemat dalam pemakaian bahan bakar kayu.

6) Botol kaca. Botol kaca digunakan untuk mengemas selai. Botol kaca yang
digunakan adalah yang bermulut lebar dan berpenutup ulir.

7) Kantong plastik. Kantong plastik merupakan alternatif wadah pengemas.


Kantong plastik jenis polietilen tebal sering digunakan untuk mengemas
selai. Biasanya dipakai rangkap dua.

8) Alat pemasang segel plastik. Alat ini berupa ruang penyegel yang
berpemanas (suhu 90-950). Botol yang sudah dipasangi dengan plastik
penyegel dimasukkan ke dalam ruang tersebut dengan ban berjalan.
Udara panas didalam ruang penyegel menyebabkan plastik mengkerut
sehingga menempel dengan rapat pada botol. Untuk industri kecil, oven
dapat digunakan sebagai alat pemasang segel plastik.

9) Segel plastik.

10) Timbangan.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4. CARA PEMBUATAN
1) Tomat dicuci bersih, bagian tangkal yang agak menghitam dibuang,
kemudian di rendam di dalam air yang telah diberi kaporit (10 ppm selama 10
menit). Setelah itu tomat ditiriskan.

2) Tomat digiling atau diblender sampai halus sehingga diperoleh bubur tomat.

3) Bubur tomat dicampur dengan gula pasir halus dan pektin atau tepung agar,
kemudian diaduk sampai semua gula larut. Pengadukan dapat dilakukan
dengan bantuan mesin pengaduk adonan (mixer).

4) Setelah itu bubur dipanaskan sampai mendidih. Mula-mula digunakan api


besar. Setelah mendidih, api dikecilakan untuk sekedar menjaga agar bubur
tetap mendidih. Pengadukan dilakukan terus menerus selama bubur
mendidih.

5) Asam ditambahkan ketika bubur mendidih. Setelah bubur mendidih selama


10 menit, api lebih dikecilkan untuk menjaga bubur tetap panas. Hasil yang
diperoleh disebut dengan selai tomat.

6) Pengemasan
a. Botol kaca yang bersih direndam di dalam air yang mengandung kaporit 5-
10 ppm (5 sampai 10 g kaporit per 1 m3 air) selama 30 menit di dalam
wadah tahan karat. Botol disusun dalam rendaman tersebut dalam posisi
terbalik. Setelah itu, wadah yang berisi rendaman botol direbus sampai
mendidih. Setelah mendidih api dikecilkan sekedar untuk
mempertahankan air perebus tetap panas. Kondisi ini dipertahankan
selama pengemasan.
b. Sementara itu, tutup botol direbus di dalam air mendidih lain. Selama
pengemasan, tutup botol harus tetap berada pada air mendidih.
c. Sebuah botol dikeluarkan dari air mendidih dalam keadaan terbalik
dengan menggunakan penjepit. Selai panas segera dituangkan ke dalam
botol. Botol diisi hanya sampai 1 cm di bawah mulut botol. Setelah itu,
sebuah tutup botol yang sedang direbus segera diangkat, dan
dipasangkan pada mulut botol dengan kuat dan rapat.
d. Setelah itu, label dipasankan pada bagian luar botol.
e. Botol disarungkan ke dalam kantong plastik penyegel. Setelah itu botol
dilewatkan atau diletakkan pada ruang panas dari alat pemasang segel
sampai segel plastik terpasang rapat.

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

SIRUP AREN

1. PENDAHULUAN
Sirup aren adalah cairan berkadar gula tinggi hasil pemekatan nira aren.
Pembuatan sirup aren ini sangat mudah dan dapat dilakukan dengan
menggunakan peralatan yang sederhana.

Pada tulisan ini dijelaskan pembuatan sirup aren untuk industri kecil.

2. BAHAN
Nira aren

3. PERALATAN
1) Wajan. Alat ini digunakan untuk mengaduk nira aren sehingga sebagian
besar airnya menguap.
2) Pengaduk. Alat ini digunakan untuk mengaduk nira aren yang sedang
dipanaskan.
3) Kain saring. Alat ini digunakan untuk menyaring nira aren.

4. CARA PEMBUATAN
1) Penyaringan. Nira hasil sadapan disaring dengan kain saring, atau saringan
halus dari anyaman kawat tahan karat. Hasil penyaringan disebut nira
bersih.

2) Pemasakan
a. Nira dididihkan di dalam wajan sambil diaduk-aduk. Busa dan kotoran
yang mengapung selama pendidihan dibuang.
b. Setelah cairan nira tinggal 1/5 volume nira sebelumnya, nira disaring
kembali, dan didinginkan semalam. Endapan yang terbentuk dibuang.
c. Nira yang telah diendapkan tersebut kembali dipanaskan sehingga
volumenya menjadi 1/6 semula. Pada saat itu, api dikecilkan dan kadar
padatan diukur dengan refraktometer. Jika total padatan antara 64-
67,5%, pemanasan dihentikan. Jika total padatan lebih rendah,
pemanasan dilakukan lagi dengan api kecil sambil diaduk sampai total
padatan yang dikehendaki tercapai.

3) Penyiapan botol. Botol kaca disikat bagian dalamnya dengan detergen.


Seluruh permukaan botol dicuci sampai bersih. Kemudian bagian dalam
1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

botol dibilas dengan air panas. Setelah itu botol direbus di dalam air
mendidih selama 30 menit.

4) Pembotolan dan pasteurisasi. Botol diangkat dari air panas dan dibalikkan
agar airnya keluar dari botol. Ketika botol masih panas, sirup yang masih
sangat panas dimasukkan ke dalam botol dengan bantuan corong sampai
permukaan sirup 2 cm dari bibir botol paling atas, kemudian botol segera
ditutup dengan penutup botol. Setelah itu botol ini direbus di dalam air
mendidih selama 30 menit.

5) Penyimpanan. Sirup aren ini dapat disimpan lama pada suhu kamar.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

SIRUP JERUK

1. PENDAHULUAN
Sirup adalah cairan berkadar gula tinggi. Untuk rasa dan flavor, gula sirup
dilarutkan dengan sari buah, atau larutan gula ditambah dengan sari buah.

Sirup jeruk dapat disimpan lama tanpa penambahan bahan pengawet dan
tanpa proses sterilisasi dalam pengemasnnya karena tingginya kadar gula
(67,5%) dan rendahnya pH (di bawah 4,0).

Pembuatan sirup jeruk cukup mudah, dan dapat dikerjakan dengan alat-alat
sederhana. Pada tulisan ini dijelaskan pengolahan sirup jeruk untuk industri
kecil.

2. BAHAN
1) Jeruk. Dianjurkan untuk menggunakan jeruk yang rasanya asam dan tidak
disukai untuk dikonsumsi langsung, seperti jeruk nipis, dan jeruk kesturi.

2) Gula pasir putih bersih.

3) Natrium bisulfit. Bahan ini digunakan untuk mencegah reaksi pencoklatan


pada sari buah jeruk.

4) Bahan pewarna kuning untuk minuman dan makanan.

3. PERALATAN
1) Pisau dan talenan. Alat ini digunakan untuk membelah jeruk yang akan
diperas cairannya.

2) Ember plastik. Alat ini digunakan untuk menampung sari buah dari hasil
pemerasan jeruk.

3) Alat pemisah. Alat ini digunakan untuk memisahkan sari jeruk dengan bahan
padt tersuspensi pada sari jeruk.

4) Kain saring. Alat ini digunakan untuk menyaring sari jeruk.

5) Panci tahan asam. Alat ini digunakan untuk memasak sirup jeruk.

6) Pemeras jeruk. Alat ini digunakan untuk memeras jeruk.

Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4. CARA PEMBUATAN
1) Pemerasan. Jeruk dipotong dua di bagian tengahnya. Setelah itu diperas
dengan tangan, atau diperas dengan alat bantu untuk memeras.

2) Penyaringan dan pengendapan sari buah.


a. Sari buah hasil pemerasan disaring dengan kain saring. Kemudian sari
jeruk ditambah dengan natrium bisulfit dan natrium benzoat. Setiap 1 liter
sari jeruk ditambah dengan 2 gram natrium bisulfit, dan 0,5 gram natrium
benzoat. Larutan ini dimasukkan ke dalam alat pemisah, kemudiam
didiamkan selama 2 malam di dalam ruang pendingin (kulkas).
b. Pada dasar wadah akan terkumpul endapan dan cairan keruh. Endapan
dan cairan keruh ini banyak mengandung senyawa limonine yang akan
memberikan rasa pahit bila terkena panas. Oleh sebab itu, endapan dan
cairan keruh ini dibuang. Cara membuangnya adalah sebagai berikut.
Mula-mula saluran udara pada bagian atas alat pemisah dibuka,
kemudian saluran keluar pada dasar wadah dibuka. Dengan demikian
endapan dan cairan keruh akan mengalir keluar.

3) Penambahan gula. Sari jeruk yang jernih hasil pemisahan ditambah dengan
gula pasir halus dan pewarna kuning. Setiap 1 liter sari jeruk ditambah
dengan 1,5 kg gula pasir halus dan bahan pewarna secukupnya. Campuran
tersebut diaduk sampai semua gula larut. Hasil yang diperoleh disebut
dengan sirup mentah jeruk.

4) Pemanasan jeruk. Sirup mentah jeruk dipanaskan sampai mendidih sambil


diaduk. Setelah mendidih api segera dimatikan.

5) Penyiapan botol. Botol kaca disikat bagian dalamnya dengan detergen.


Seluruh permukaan botol dicuci sampai bersih dengan menggunakan
detergen. Botol dibilas sampai bersih. Kemudian bagian dalam botol dibilas
dengan air panas. Setelah itu botol direbus di dalam air mendidih selama 30
menit.

6) Pembotolan dan pasteurisasi. Botol diangkat dari air panas dan dibalikkan
agar airnya keluar dari botol. Ketika botol masih panas, sirup yang masih
panas dimasukkan ke dalam botol dengan bantuan corong sampai
permukaan sirup 2 cm dari bibir botol paling atas. Botol berisi sirup ini
diletakkan di dalam air mendidih selama 5 menit, kemudian botol diangkat
dan segera ditutup dengan penutup botol. Setelah itu botol ini direbus di
dalam air mendidih selama 30 menit.

7) Penyimpanan. Sirup jeruk ini dapat disimpan lama pada suhu kamar.
Penyimpanan di dalam kulkas tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan
terbentuknya kristal gula di dalam sirup.

Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

SIRUP MARKISA

1. PENDAHULUAN
Sirup adalah cairan berkadar gula tinggi. Untuk rasa dan flavor, sirup dilarutkan
dengan sari buah, atau larutan gula ditambah dengan buah.

Sirup markisa dapat disimpan lama tanpa penambahan bahan dan tanpa
sterilisasi karena tingginya kadar gula (67,5%) dan rendahnya pH (di bawah
4,0).

Pembuatan sirup markisa cukup mudah, dan dapat dikerjakan dengan alat
sederhana. Pada tulisan ini dijelaskan pengelolaan sirup markisa untuk industri
kecil.

2. BAHAN
1) Markisa. Buah yang digunakan adalah buah yang sudah matang sempurna.

2) Gula psir putih bersih. Gula digiling ata diblender sampai halus.

3) Natrium bisulfit. Bahan ini digunakan untuk mencegah reaksi pencoklatan


pada sari buah markisa.

4) Bahan pewarna kuning untuk minuman dan makanan.

5) Air berkaporit 4-8 ppm. Untuk membuat 1 m3 air berkaporit dilakukan


dengan melarutkan 4 sampai 8 g kaporit ke dalam 1 m3 air bersih.

6) Larutan CMC. Bahan ini digunakan utnuk mengentalkan sirup. Sebelum


digunakan, CMC direndam di dalam air selama semalam. Setiap 1 gram
CMC direndam di dalam 50 ml air. Setelah itu, dilakukan pengadukan agar
semua CMC terlarut.

3. PERALATAN
1) Pisau dan talenan. Alat ini digunakan untuk membelah buah markisa yang
akan diekstrak cairan buahnya.

2) Ember atau baskom plastik. Alat ini digunakan untuk menampung cairan
(sari buah) dari hasil pemerasan markisa.

3) Kain saring. Alat ini digunakan untuk menyaring sari markisa.


1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4) Panci tahan asam. Alat ini digunakan untuk memasak sirup markisa.

5) Pemisah cairan buah. Alat ini digunakan untuk memisahkan cairan dari biji
dan pulp. Ada dua jenis alat yang dapat digunakan untuk pemisah, yaitu alat
pres (gambar 1), dan pemisah sentrifugal (gambar 2).

Gambar 1. Alat Pres

Gambar 2. Alat Pemisah Sentrifugal

4. CARA PEMBUATAN
1) Pencucian buah. Buah dicuci dengan deterjen, kemudian dibilas dengan air
bersih. Setelah itu buah direndam di dalam air yang mengandung kaporit 4-8
ppm selama 15 menit. Setelah itu, buah ditiriskan.

2) Ekstraksi sari buah. Buah dibelah dua, dan isi buah dikeluarkan dan buah
ditempatkan pada wadah yang bersih.
a. Pemisahan dengan pemisah sentrifugal. Isi buah dimasukkan ke dalam
selinder alat pemisah sentrifugal untuk pemisahan cairan sari buah dari
biji dan pulp. Selinder dijalankan dengan motor listrik dengan kecepatan
3000-5000 rpm.
b. Pemisahan dengan alat pres. Pemisahan dapat juga dilakukan dengan
alat pres. Isi dibungkus dengan kain blacu yang kuat, kemudian diperas
dengan alat pres untuk mengeluarkan sari buah.
c. Jika tidak mempunyai alat pemisah, sari buah dapat diekstrak dengan
menggunakan kain saring. Isi buah dengan kain saring, kemudian
diremas-remas untuk mengeluarkan sari buahnya.

3) Penambahan bahan pengawet. Sari buah hasil pemerasan disaring dengan


kain saring, kemudian ditambah dengan natrium bisulfit dan natrium benzoat.
Setiap 1 liter sari buah ditambah dengan 2 g natrium bisulfit, 0,5 g natrium
benzoat.

4) Pemisahan padatan dari cairan sari buah


a. Larutan ini dimasukkan ke dalam alat pemisah, kemudian didiamkan
selama 2 malam di dalam lemari pendingin.
b. Pada dasar wadah akan terkumpul endapan dan cairan keruh. Endapan
dan cairan keruh ini dibuang. Caranya dengan membuka saluran udara
pada bagian atas alat pemisah, kemudian membuka saluran keluar pada
dasar wadah. Dengan demikian endapan dan cairan keruh akan mengalir
keluar.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

c. Proses di atas tidak harus dilakukan. Dengan demikian proses dari No. 3
dapat dilanjutkan langsung ke No. 5.

5) Pengentalan. Sari buah ditambah dengan larutan CMC untuk mengentalkan


sari buah. Setiap 1 liter sari buah ditambah dengan 10 ml larutan CMC.
Setelah itu dilakukan pengadukan agar CMC menyebar rata.

6) Penambahan gula. Sari buah dipanaskan sambil diaduk dan ditambah asam
sitrat dan gula sedikit demi sedikit sampai suhu mencapai 900C. pemanasan
pada suhu ini dipertahankan selama 15 menit. Setiap 1 liter sari buah
ditambah dengan asam sitrat sebanyak 1-2 gram dan gula pasir sebanyak 1
kg.

7) Penyiapan botol. Botol kaca disikat bagian dalamnya dengan detergen.


Seluruh permukaan botol dicuci sampai bersih dengan menggunakan
detergen. Botol dibilas sampai bersih. Kemudian bagian dalam botol dibilas
dengan air panas. Setelah itu botol direbus di dalam air mendidih selama 30
menit.

8) Pembotolan dan pasteurisasi. Botol diangkat dari air panas dan dibalikkan
agar airnya keluar dari botol. Ketika botol masih panas, sirup yang masih
panas dimasukkan ke dalam botol dengan bantuan corong sampai
permukaan sirup 2 cm dari bibir botolpaling atas, kemudian botol segera
ditutup dengan penutup botol. Setelah itu botol ini direbus di dalam air
mendidih selama 30 menit.

9) Penyimpanan. Sirup markisa ini dapat disimpan lama pada suhu kamar.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

SIRUP SAKA

1. PENDAHULUAN
Sirup saka adalah cairan berkadar gula tinggi hasil pemekatan nira tebu.
Pembuatan sirup saka ini sangat mudah dan dapat dilakukan dengan
menggunakan peralatan yang sederhana.

Pada tulisan ini dijelaskam pembuatan sirup saka untuk industri kecil.

2. BAHAN
1) Batang tebu
2) Kapur sirih

3. PERALATAN
1) Parang, golok, atau pisau besar. Alat ini digunakan untuk mengikis
permukaan kulit, dan membuang mata batang tebu.
2) Mesin pemeras batang tebu. Alat ini digunakan untuk memeras batang tebu
sehingga cairan niranya keluar/terekstraksi. Bagian utama dari mesin ini
berupa dua selinder sehingga batang tebu tergencet dan tertarik oleh
putaran selinder-selinder tersebut. Gencetan tersebut akan memeras batang
tebu sehingga mengeluarkan cairan nira.
Alat tradisional di pedesaan untuk memeras tebu disebut "kilangan tebu".
Selinder pemeras tebu pada alat tradisional tersebut terbuat dari kayu, dan
selinder diputar oleh sapi atau kerbau.

3) Wajan besar. Alat ini digunakan untuk memanaskan nira tebu sampai kental.
4) Pengaduk. Alat ini digunakan untuk mengaduk nira yang sedang
dipanaskan.
1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5) Penyaring. Alat inidigunakan untuk menyaring cairan tebu yang akan


dipanaskan, dan sedang dipanaskan.
6) Refraktometer
7) Botol kaca
8) Penutup botol
9) Tungku

4. CARA PEMBUATAN
1) Ekstraksi. Tunas, daun tebu, dan kotoran dibuang, kemudian lapisan luar
dari kulit tebu dikerok dan dibuang. Setelah itu, batang tebu diperas dengan
melewatkannya pada celah sempit antara dua selinder logam atau kayu yang
berputar berlawanan. Nira yang dihasilkan ditampung di dalam wadah yang
bersih.

2) Penyaring. Nira disaring dengan kain saring, atau saringan halus dari
anyaman kawat tahan karat. Hasil penyaringan disebut nira bersih.

3) Pemasakan
a. Nira dididihkan di dalam wajan sambil diaduk0aduk. Bus dan kotoran
yang mengapung selama pendidihan dibuang.
b. Setelah cairan nira tinggal 1/5 volume nira sebelumnya, nira disaring
kembali, dan didinginkan selama semalam. Endapan yang terbentuk
dibuang.
c. Nira yang telah diendapkan tersebut kembali dipanaskan sehingga
volumenya menjadi 1/6 semula. Pada saat itu, api dikecilkan dan kadar
padatan diukur dengan refraktometer. Jika total padatan antara 64-
67,5%, pemanasan dihentikan. Jika total padatan lebih rendah,
pemanasan dilakukan lagi dengan api kecil sambil diaduk sampai total
padatan yang dikendaki tercapai.

4) Penyiapan botol. Botol kaca disikat bagian dalamnya dengan detergen.


Seluruh permukaan botol dicuci sampai bersih dengan menggunakan
detergen. Botol dibilas sampai bersih. Kemudian bagian botol dibilas
dengan air panas. Setelah itu botol direbus di dalam air mendidih selama 30
menit.

5) Pembotolan dan pasteurisasi. Botol diangkat dari air panas dan dibalikkan
agar airnya keluar dari botol. Ketika botol masih panas, sirup yang masih
sangat panas dimasukkan ke dalam botol dengan bantuan corong sampai
permukaan sirup 2 cm dari bibir botol paling atas, kemudian botol segera
ditutup dengan penutup botol. Setelah itu botol ini direbus di dalam air
mendidih selama 30 menit.

6) Penyimpanan. Sirup saka ini dapat disimpan lama pada suhu kamar.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Tel. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

SOYGHURT

1. PENDAHULUAN
Soyghurt adalah makanan berupa gel hasil fermentasi asam laktat terhadap
susu kedelai. Pembuatan soyghurt mudah dilakukan dengan menggunakan
peralatan sederhana, dan biayanya tidak mahal.

2. BAHAN
1) Kedelai.
2) Gula.
3) Starter Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus
4) Air.

3. PERALATAN
1) Penggiling kedelai.
2) Wadah perendam kedelai..
3) Kain saring
4) Panci
5) Inkubator
6) Wadah fermentasi.

4. CARA PEMBUATAN
1. Pembuatan Susu Kedelai.
a. Pembersihan dan pencucian. Biji dibersihkan dari kotoran, kerikil, pasir,
potongan ranting danbatang kedelai. Biji rusak, hitam dan berkapang
harus dibuang. Setelah itu biji dicuci sampai bersih. Kotoran dan biji yang
mengapung harus dibuang. Pencucian dilakukan sampai air bilasan
tampak jernih.
b. Perendaman. Biji yang telah dicuci direndam di dalam air selama 8 jam.
Air diganti-ganti setiap 2 sampai 3 jam. Setelah itu, kedelai ditiriskan.
c. Perebusan. Kedelai dimasukkan ke dalam air mendidih. Hal ini
menyebabkan suhu air turun. Besar api diatur sehingga suhu bertahan
antara 85 sampai 90°C. Perendaman di dalam air panas ini berlangsung
selama 10 menit. Setelah itu, kedelai diangkat dan didinginkan dengan air
mengalir, kemudian ditiriskan.
d. Penyiapan air panas. Air bersih dipanaskan sampai suhunya 90°C.
Jumlah air adalah 6 kali berat kedelai kering. Suhu air ini dipertahankan
selama pekerjaan berlangsung.
1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

e. Penggilingan. Biji kedelai dihaluskan dengan blender, atau digiling dengan


mesin penggiling sampai mendidih bubur kedelai. Penggilingan dilakukan
sambil ditambahkan air panas. Jika air panas yang disediakan tidak habis
untuk menggiling kedelai, sisa air dicampurkan dengan bubur kedelai,
kemudian diaduk-aduk selama 3 menit.
f. Penyaringan. Bubur kedelai disaring dan diperas dengan kain saring
rangkap dua. Cairan yang diperoleh disebut sebagai susu kedelai mentah.
g. Penambahan gula. Susu kedelai mentah dipanaskan pada suhu 80°C
selama 30 menit sambil diaduk-aduk dan ditambahkan gula. Tiap 1 liter
susu kedelai ditambah dengan 100-150 gram gula. Jika berbuih, maka
buih tersebut dibuang. Setelah itu susu kedelai didinginkan sampai suhu
40°C.

2. Fermentasi.
a. Penambahan starter. Susu kedelai hangat (40°C.) ditambah dengan
starter (campuran streptococcus thermophillus dan Lactobacillus
bulgaricus). Setiap 1 liter susu kedelai ditambah dengan 30 ml starter.
Setelah itu dilakukan pengadukan sampai gumpalan starter larut semua.
Setelah itu susu kedelai tersebut dimasukkan ke dalam gelas plastik,
gelas kaca, atau stoles dan ditutup.
b. Inkubasi. Susu kedelai tersebut disimpan di dalam inkubator pada suhu
45°C selama 5 jam. Hasil fermentasi disebut soyghurt.
c. Penyimpanan. Jika tidak langsung dikonsumsi, soyghurt disimpan di
dalam lemari pendingin pada suhu 4-7°C. Di dalam lemari pendingin,
soyghurt dapat bertahan selama 5-7 hari.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

SUSU KEDELAI CARA MODIFIKASI ILLIONIS

1. PENDAHULUAN
Susu kedelai adalah cairan hasil ekstraksi protein biji kedelai dengan
menggunakan air panas. Susu kedelai berwarna putih seperti susu, dan bergizi
tinggi (mengandung protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin).

Minuman ini berasal dari cina dan telah dikonsumsi semenjak ribuan tahuna
yang lalu.

Pembuatan susu kedelai mudah dilakukan dengan menggunakan peralatan


sederhana, dan biayanya tidak mahal.

2. BAHAN
1) Kedelai
2) Gula.
3) Bubuk coklat tanpa lemak..
4) Air.

3. PERALATAN
1) Penggiling kedelai.
2) Wadah perendam kedelai..
3) Kain saring
4) Panci

4. CARA PEMBUATAN
1) Pembersihan dan pencucian. Biji dibersihkan dari kotoran, kerikil, pasir,
potongan ranting dan batang kedelai. Biji rusak, hitam dan berkapang harus
dibuang. Setelah itu biji dicuci sampai bersih. Kotoran dan biji yang
mengapung harus dibuang. Pencucian dilakukan sampai air bilasan tampak
jernih.

2) Perendaman. Biji yang telah dicuci direndam di dalam air selama 8 jam. Air
diganti-ganti setiap 2 sampai 3 jam. Setelah itu, kedelai ditiriskan.

3) Perebusan. Kedelai dimasukkan ke dalam air mendidih. Hal ini


menyebabkan suhu air turun. Atur besar api sehingga suhu bertahan antara
85 sampai 90°C. Perendaman di dalam air panas ini berlangsung selama
1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

20 menit. Setelah itu, kedelai diangkat dan didinginkan dengan air mengalir,
kemudian ditiriskan.

4) Penyiapan air panas. Air bersih dipanaskan sampai suhunya 90°C. Jumlah
air adalah 8 kali berat kedelai kering. Suhu air ini dipertahankan selama
pekerjaan berlangsung. Kedalam air panas ini ditambahkan bubuk CaCO3
(0,5 gram untuk tiap liter air panas).

5) Penggilingan. Biji kedelai dihaluskan dengan blender, atau digiling dengan


mesin penggiling sampai menjadi bubur kedelai. Penggilingan dilakukan
sambil ditambahkan air panas. Jika air panas yang disediakan tidak habis
untuk menggiling kedelai, sisa air dicampurkan dengan bubur kedelai,
kemudian diaduk-aduk selama 3 menit.

6) Penyaringan. Bubur kedelai disaring dan diperas dengan kain saring


rangkap dua. Cairan yang diperoleh disebut sebagai susu kedelai mentah.

7) Penambahan gula dan coklat bubuk. Susu kedelai mentah ditambah


dengan gula dan coklat bubuk tanpa lemak. Tiap liter susu kedelai
ditambah dengan 100-150 gram gula dan 50 gram coklat bubuk tanpa
lemak. Penambahan dilakukan ketika susu kedelai masih panas.
Pengadukan dilakukan agar coklat bubuk larut seluruhnya.

8) Homogenisasi. Jika tersedia alat homogenizer, susu kedelai


dihomogenisasikan.

9) Pemanasan susu kedelai. Susu kedelai mentah dipanaskan sampai suhu


95°C, kemudian ditambahkan bahan penstabil kappa karagenan (1,5 gram
kappa karagenan untuk setiap 10 liter susu kedelai), dan diaduk-aduk.
Pemanasan pada suhu tersebut dilakukan selama 30 menit.

10) Penyiapan botol. Botol kaca disikat bagian dalamnya dengan detergen
seluruh permukaan botol dicuci sampai bersih dengan menggunakan
detergen. Botol dibilas sampai bersih. Kemudian bagian dalam botol dibilas
dengan air panas. Setelah itu botol direbus di dalam air mendidih selama
30 menit.

11) Pembotolan dan pasteurisasi. Botol diangkat dari air panas dan dibalikkan
agar airnya keluar dari botol. Ketika botol masih panas, susu kedelai yang
sedang dipanaskan dimasukkan ke dalam botol dengan bantuan corong
sampai permukaan susu 2 cm dari bibir botol paling atas. Botol berisi susu
ini diletakkan di dalam air mendidih selama 5 menit, kemudian botol
diangkat dan segera ditutup dengan penutup botol. Setelah itu botol ini
direbus di dalam air mendidih selama 30 menit.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

12) Penyimpanan. Susu kedelai ini tidak steril. Karena itu harus disimpan pada
suhu dingin di dalam lemari pendingin (kulkas). Pada suhu dingin, susu
kedelai dapat disimpan selama 2 minggu.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

SUSU KEDELAI CARA BPTTG YANG


DIMODIFIKASI

1. PENDAHULUAN
Susu kedelai adalah cairan hasil ekstraksi protein biji kedelai dengan
menggunakan air panas. Susu kedelai berwarna putih seperti susu, dan bergizi
tinggi (mengandung protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin).

Minuman ini berasal dari cina dan telah dikonsumsi semenjak ribuan tahun
yang lalu.

Pembuatan susu kedelai mudah dilakukan dengan menggunakan peralatan


sederhana, danbiayanya tidak mahal.

2. BAHAN
1) Kedelai (1000 gram)
2) Gula.(300 gram)
3) Kacang tanah segar. (200 gram)
4) Kacang tanah yang telah disangrai (100 gram)
5) Garam (50 gram)
6) Soda kue (20 gram).
7) Kecambah jagung (100 gram).
8) Bubuk coklat (50 gram)
9) Kayu manis (20 gram)
10) Air.

3. PERALATAN
1) Penggiling kedelai.
2) Wadah perendam kedelai..
3) Kain saring
4) Panci

4. CARA PEMBUATAN
1) Pembersihan dan pencucian. Biji kedelai dan kacang tanah dibersihkan dari
kotoran, kerikil, pasir,, potongan ranting dan batang. Biji rusak, hitam dan
berkapang harus dibuang. Setelah itu biji dicuci sampai bersih. Kotoran dan

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

biji yang mengapung harus dibuang. Pencucian dilakukan sampai air


bilasan tampak jernih.

2) Perendaman. Kacang yang telah dicuci direndam di dalam air selama 8


jam. Air diganti-ganti setiap 2 sampai 3 jam. Setelah itu, biji ditiriskan.

3) Perebusan kacang. Kacang direbus didalam air mendidih selama 15 menit.


Ke dalam air perebus dimasukkan soda kue (2-3 gram untuk setiap liter air
perebus). Setelah itu, kedelai diangkat dan ditiriskan.

4) Penyiapan kecambah jagung dan kacang tanah sangrai. (1). Jagung dicuci
bersih, kemudian dibungkus dengan kain basah sampai biji menunjukkan
tanda awal perkecambahan, dan (2). Kacang tanah disangrai sampai kering
tapi tidak sampai hangus.

5) Penyiapan air panas. Air bersih dipanaskan sampai suhu 90°C. Jumlah air
adalah 10 kali berat kedelai kering. Suhu air ini dipertahankan selama
pekerjaan berlangsung.

6) Penggilingan. Campuran kedelai dan akcang tanah yang telah disangrai,


Kecambah jagung dan kacang tanah yang telah disangrai dihaluskan
dengan blender, atau digiling dengan mesin penggiling sampai menjadi
bubur kacang. Penggilingan dilakukan sambil ditambahkan air panas. Jika
air panas yang disediakan tidak habis untuk penggilingan, sisa air
dicampurkan dengan bubur kacang.

7) Perebusan dan penyaringan bubur kacang. Bubur kacang direbus sampai


mendidih, kemudian disaring dan diperas dengan kain saring rangkap dua.
Cairan yang diperoleh disebut sebagai susu kedelai tawar.

8) Penambahan perasa. Setiap liter susu kedelai tawar ditambah dengan gula
(100-150 gram), garam (3-5 gram), kulit manis (5 gram) dan tepung coklat
tanpa lemak (30 gram). Setelah itu susu kedelai dididihkan lagi selama 5-10
menit sambil diaduk-aduk.

9) Pemanasan susu kedelai. Susu kedelai mentah dipanaskan sampai 95°C,


kemudian ditambahkan bahan penstabil kappa karagenan (1,5 gram kappa
karagenan untuk setiap 10 liter susu kedelai), diaduk – aduk. Pemanasan
pada suhu tersbut dilakukan selama 30 menit.

10) Penyiapan botol. Botol kaca disikat bagian dalamnya dengan detergen
seluruh permukaan botol dicuci sampai bersih dengan menggunakan
detergen. Botol dibilas sampai bersih. Kemudian bagian dalam botol dibilas
dengan air panas. Setelah itu botol direbus di dalam air mendidih selama
30 menit.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

11) Pembotolan dan pasteurisasi. Botol diangkat dari air panas dan dibalikkan
agar airnya keluar dari botol. Ketika botol masih panas, susu kedelai yang
sedang dipanaskan dimasukkan ke dalam botol dengan bantuan corong
sampai permukaan susu 2 cm dari bibir botol paling atas. Botol berisi susu
ini diletakkan di dalam air mendidih selama 5 menit, kemudian botol
diangkat dan segera ditutup dengan penutup botol. Setelah itu botol ini
direbus di dalam air mendidih selama 3 menit.

12) Penyimpanan. Susu kedelai ini tidak steril. Karena itu harus disimpan pada
suhu dingin di dalam lemari pendingin (kulkas). Pada suhu dingin, susu
kedelai dapat disimpan selama 2 minggu.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

TAHU
1. PENDAHULUAN
Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji
kecipir, koro, kelapa dan lain-lain merupakan bahan pangan sumber protein dan
lemak nabati yang sangat penting peranannya dalam kehidupan. Asam amino
yang terkandung dalam proteinnya tidak selengkap protein hewani, namun
penambahan bahan lain seperti wijen, jagung atau menir adalah sangat baik
untuk menjaga keseimbangan asam amino tersebut.

Kacang-kacangan dan umbi-umbian cepat sekali terkena jamur (aflatoksin)


sehingga mudah menjadi layu dan busuk. Untuk mengatasi masalah ini, bahan
tersebut perlu diawetkan. Hasil olahannya dapat berupa makanan seperti
keripik, tahu dan tempe, serta minuman seperti bubuk dan susu kedelai.

Kedelai mengandung protein 35 % bahkan pada varitas unggul kadar


proteinnya dapat mencapai 40 - 43 %. Dibandingkan dengan beras, jagung,
tepung singkong, kacang hijau, daging, ikan segar, dan telur ayam, kedelai
mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi, hampir menyamai kadar
protein susu skim kering.

Bila seseorang tidak boleh atau tidak dapat makan daging atau sumber protein
hewani lainnya, kebutuhan protein sebesar 55 gram per hari dapat dipenuhi
dengan makanan yang berasal dari 157,14 gram kedelai.

Kedelai dapat diolah menjadi: tempe, keripik tempe, tahu, kecap, susu, dan
lain-lainnya. Proses pengolahan kedelai menjadi berbagai makanan pada
umumnya merupakan proses yang sederhana, dan peralatan yang digunakan
cukup dengan alat-alat yang biasa dipakai di rumah tangga, kecuali mesin
pengupas, penggiling, dan cetakan.

Tabel 1. Komposisi Kedelai per 100 gram Bahan

KOMPONEN KADAR (%)


Protein 35-45
Lemak 18-32
Karbohidrat 12-30
Air 7

Hal. 1/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Tabel 2. Perbandingan Antara Kadar Protein Kedelai Dengan Beberapa Bahan


Makanan Lain

BAHAN MAKANAN PROTEIN (% BERAT)


Susu skim kering 36,00
Kedelai 35,00
Kacang hijau 22,00
Daging 19,00
Ikan segar 17,00
Telur ayam 13,00
Jagung 9,20
Beras 6,80
Tepung singkong 1,10

Dasar pembuatan tahu adalah melarutkan protein yang terkandung dalam


kedelai dengan menggunakan air sebaagai pelarutnya. Setelah protein tersebut
larut, diusahakan untuk diendapkan kembali dengan penambahan bahan
pengendap sampai terbentuk gumpalan-gumpalan protein yang akan menjadi
tahu.

Salah satu cara pembuatan tahu ialah dengan menyaring bubur kedelai
sebelum dimasak, sehingga cairan tahu yang sudah terpisah dari ampasnya.

2. BAHAN
1) Kedelai 5 kg
2) Air secukupnya
3) Batu tahu 1 gram

3. ALAT
1) Ember besar
2) Tampah (nyiru)
3) Kain Saring atau kain blancu
4) Kain pengaduk
5) Cetakan
6) Keranjang
7) Rak bambu
8) Tungku atau kompor
9) Alat penghancur (alu)

Hal. 2/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4. CARA PEMBUATAN
1) Pilih kedelai yang bersih, kemudian dicuci;
2) Rendam dalam air bersih selama 8 jam (paling sedikit 3 liter air untuk 1 kg
kedelai). Kedelai akan mengembang jika direndam;
3) Cuci berkali-kali kedelai yang telah direndam. Apabila kurang bersih maka
tahu yang dihasilkan akan cepat menjadi asam;
4) Tumbuk kedelai dan tambahkan air hangat sedikit demi sedikit hingga
berbentuk bubur;
5) Masak bubur tersebut, jangan sampai mengental pada suhu 700 ~ 800C
(ditandai dengan adanya gelembung-gelembung kecil);
6) Saring bubur kedelai dan endapkan airnya dengan menggunakan batu tahu
(Kalsium Sulfat = CaSO4) sebanyak 1 gram atau 3 ml asam cuka untuk 1 liter
sari kedelai, sedikit demi sedikit sambil diadauk perlahan-lahan.
7) Cetak dan pres endapan tersebut.

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN TAHU

Hal. 3/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Catatan:
1) Hasil pemasakan ini sangat dipengaruhi oleh suhu. Tujuan pemanasan
tersebut adalah untuk:
a. Menghilangkan bau kedelai.
b. Agar proses penyaringannya dapat berjalan lebih baik.
2) Perlu diingat, bahwa pemanasan juga berpengaruh terhadap kandungan
proteinnya. Pengaruh panas dapat menyebabkan kerusakan protein,
sehingga harus dilakukan dengan hati-hati.
3) Penggilingan dengan ari dingin menyebabkan bau khas kedelai tidak hilang,
shingga tahu kurang disukai.

6. DAFTAR PUSTAKA
Tri Radiyati et.al. Pengolahan Kedelai. Subang: BPTTG Puslitbang Fisika
Terapan – LIPI, 1992. Hal. 9 – 14.

7. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Agus Sediadi

KEMBALI KE MENU

Hal. 4/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

TANAMAN KACANG-KACANGAN
Kacang Tanah | Kedelai

1. KACANG TANAH
Kacang tanah (Arachis hypogaea (L) Merr) berasal dari Amerika Bangsa Indian
Maya dan Inca telah mengusahakanya semenjak 1500 Masehi.

Kacang tanah terdiri dari tiga tipe yaitu Spanish, Valensia dan Virgin, Indonesia
yang banyak ditanam adalah tipe Spanish.

Biji kacang tanah banyak mengandung protein dan minyak. Kandungan


berkisar antara 17-29 % dan lemak 44-56 %.

Kacang tanah sering mengandung aflatoksin. Toksin ini dihasilkan oleh


Aspergillus flavus. Kacang yang disimpan pada ruangan yang lembab kacang
yang kurang kering sangat berpeluang terserang oleh A. flavusnya kacang yang
kelihatan rusak, berkapang, berwarna hitam atau kelabu kandungan
aflatoksinnya. Karena itu, yang boleh diolah hanya kacang yang masih utuh dan
baik bentuk dan warnanya.

Kacang tanah dapat diolah menjadi berbagai produk seperti minyak tanah,
kacang tanah rendah lemak, pasta kacang tanah dan aneka makanan.

2. KEDELAI
Kedelai adalah tanaman dataran rendah dan daerah pertumbuhan sampai 500
m dpl. Tanaman ini tumbuh dengan baik pada iklim panas dengan curah hujan
200 mm per bulan.

Biji kedelai merupakan pangan sumber protein nabati. Tiap 100 gram biji
mengandung protein 34,9 gram. Di samping itu, biji kedelai juga mengandung
lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin seperti dapat dilihat pada Tabel 1.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Tabel 1. Komposisi kimia biji kedelai

SENYAWA KOMPOSISI
Protein (gram) 34,9
Lemak (gram) 18,1
Karbohidrat (gram) 34,8
Kalsium ( gram) 227,0
Fosfor (mg) 285,0
Besi (mg) 8,0
Vitamin A (SI) 110,0
Vitamin B1 (mg) 1,1
Air (gram) 7,5

Ada beberapa produk yang dapat dibuat dari kedelai, yaitu kecap, tauco,
tempe, tepung kedelai, susu kedelai, nata de soya dan kembang tahu.

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Esti, Sarwedi

KEMBALI KE MENU

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

TANAMAN PENGHASIL GULA


Tebu | Aren

1. TEBU
Tebu (Saccharum officinarum L.) tremasuk famili rumput-rumputan (gramine)
yang terdiri dari 3 varietas, yaitu genyah, verietas sedang dan varietas dalam.
Varietas genyah dapat dipanen pada 12 bulan. Varietas sedang pada umur
12~14 bulan, dan varietas dalam pada umur di atas 14 bulan.

Tanaman tebu dapat ditanam di daratan rendah sampai daratan tinggi yang
tidak lebih dari 1400 m dpl. Biasanya pada daratan tinggi yang lebih dari 1200
m dpl pertumbuhan tanaman akan lambat.

Tanman membutuhkan curah hujan yang tinggi pada fase pertumbuhan


vegetatif. Setelah itu, tanaman tidak banyak membutuhkan curah hujan. Curah
hujan yang tinggi setelah fase vegetatif akan menurunkan rendemen gula.

Curah hujan yang ideal adalah 125 mm per bulan selama 6 bulan pertama, 125
mm per bulan pada dua bulan berikutnya, dan kurang dari 75 mm per bulan
(bulan kering) pada akhir pertanaman.

Tanaman membutuhkan udara panas, yaitu 24 sampai 300C dengan perbedaan


suhu musiman tidak lebih dari 60C, perbedaan suhu siang dan malam tidak
lebih dari 100C. Tanah yang ideal bagi tanaman tebu adalah tanah berhumus
dengan pH antara 5,7 sampai 7.

Batang tebu mengandung serat dan kulit batang (12,5 %), dan nira yang terdiri
dari air, gula, mineral dan bahan-bahan non gula lainnya (87,5 %).

2. AREN

Aren (Arenga pinnata) adalah tanaman jenis pinangan-pinangan yang tumbuh


pada tanah subur pada ketinggian 500~800 m dpl. Aren membutuhkan curah
hujan yang merata sepanjang tahun atau keadaan sedang sampai agak basah.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Sampai sekarang aren belum dibudidayakan secara insentif. Tanaman ini


mesih berupa tanaman sela di perkebunan atau bercampur dengan semak
belukar dan pohon-pohon lainnya.

Aren dapat menghasilkan berbagai komoditi, yaitu buah nira, ijuk, dan lidi. Buah
aren dapat menjadi kolang-kaling, nira menjadi gula merah dan gula semut,
injuk dan lidi menjadi barang anyaman.

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Esti, Sarwedi

KEMBALI KE MENU

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

TANAMAN PENGHASIL MINYAK ASTIRI DAN


SENYAWA
Kayu Manis | Nilam | Jahe | Pala | Gambir

1. KAYU MANIS
Cinnamomum sp. Adalah tanaman rempah dari famili Lauraceae yang terdiri
dari beberapa spesies. Hasil utama dari tanaman ini adalah kulitnya yang
digunakan sebagai rempah. Saat ini terdapat 7 spesies Cinnamomum yang
kulitnya dapat diperdagangkan, yaitu C. zeylanicum, C. cassia, C. tamala Ness
& Eberm, C. burmani Blume, C. sintok Blume, C. javanicum Blume dan C.
culilawan Blume.

Sumatera Barat merupakan penghasil utama kulit C. burmani . Istilah sehari-


hari untuk tanaman ini adalah kayu manis. Kulit kering tanaman ini disebut
cassiavera. Tanamn ini juga dibudidayakan di Jawa Barat, Tengah, Tengger
(Jawa Timur) dan Mangarai (Flores).

C. burmani dapat ditanam di daratan rendah sampai daratan tinggi yang kurang
dari 1500 m dpl. Walaupun demikian, tanaman ini tidak dianjurkan ditanam di
daratan rendah yang kurang dari 500 m dpl. karena akan menghasilkan kulit
yang buruk mutunya. Untuk pertumbuhannya tanaman ini membutuhkan udara
dengan kelembaban tinggi dan curah hujan tinggi (2000~2500 mm) dan merata
sepanjang tahun. Tanah yang cocok untuk pertumbuhannya adalah tanah
berhumus dan dalam serta tekstur remah berpasir.

Tanamn ini dapat dipanen (diambil kulitnya) setelah ditanam selama 2 tahun.
Biasanya petani memanennya setelah berumur 4 tahun.

2. NILAM
Nilam (Pogostemon sp.) adalah tanaman penghasil minyak atsiri yang banyak
ditanam di Sumatera Barat, Sumatera Utara (Nias, Tapanuli Selatan, Tapanuli
Tengah), Aceh Barat, Aceh Selatan dan Purwokerto.

Ada 3 jenis nilam, yaitu: Pogostemon patchouli, P. heyneanus dan P. hortensis.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

P. patchouli berasal dari Filipina, kemudian disebarkan dan berkembang di


Malaysia, Madagaskar, Paraguay, Brazilia dan Indonesia. Di Indonesia nilam ini
di tanam di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Nilam ini tidak
berbunga, kadar minyaknya tinggi (2,5~5 %). Karakteristik minyaknya sesuai
dengan yang diinginkan dalam perdagangan.

P. heyneanus disebut juga nilam Jawa atau nilam hutan. Tanaman ini berasal
dari India. Di Indonesia, tanaman ini banyak ditemukan di hutan-hutan Pulau
Jawa. Tanamn ini dapat membentuk bunga dan kadang minyaknya lebih
rendah (0,5~1,5%). Karakteristik minyak ini kurang diinginkan dalam
perdagangan.

P. hortensis. disebut juga nilam sabun karana dapat digunakan untuk mencuci
pakaian. Tanaman ini hanya ditemukan di hutan-hutan daerah Banten.
Meskipun sepintasmirip nilam Jawa, tanaman ini tidak berbunga. Kandungan
minyaknya juga rendah (0,5~1,5 %). Sifat minyaknya jelek dankurang diminati
pasar.

Tanaman nilam tumbuh dengan baik di daratan rendah, tapi dapat ditanam di
daratan tinggi yang tidak lebih dari 2200 m dpl. Untuk pertumbuhannya
tanaman ini membutuhkan hujan yang merata sepanjang tahun dengan curah
hujan yang cukup tinggi (2500~3500 mm). Suhu yang hangat 24~280C dan
kelembaban udara sedang (75%).

Agar tumbuh dengan baik, tanaman ini membutuhkan yanah yang subur,
gembur, dan banyak mengandung humus.

Tanaman sudah dapat dipanen 6~8 bulan setelah ditanam. Kemudian panen
dapat diulang setiap 3 bulan.

3. JAHE
Jahe merupakan salah satu tanaman rempah. Tanaman ini membutuhkan
curah hujan yang tinggi dan tanah subur untuk pertumbuhannya. Tanaman ini
banyak diusahakan di daerah yang berketinggian 500~1000 m dpl.

Saat ini terdapat 3 jenis jahe, yaitu jahe putih kecil (jahe sunti), jahe merah dan
jahe besar (jahe gajah). Jahe sunti dan jahe merah mengandung cleoresin dan
serat lebih banyak dibanding jahe gajah.

Jahe diolah menjadi berbagai produk, diantaranya adalah jahe kering, bubuk
jahe, minyak atsiri jahe, pikel jahe, jahe kristal dan manisan jahe.

4. PALA

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Pala terdiri dari berbagai spesies, yaitu Myristica fragrans yang berasal dari
Pulau Banda; M. argenta Warb (Papua noot) dan M. schefferi Warb yang
berasal dari Papua Barat, M. speciosa yang berasal dari Pulau Bacan serta M.
sucecanea yang berasal dari Pulau Halmahera. Buah dari M speciosa dan M.
sucecanea tidak bernilai ekonomis sehingga spesies ini tidak dibudidayakan.

Pala tumbuh dengan baik pada daerah yang banyak curah hujannya atau
daerah beriklim basah sepanjang tahun dengan udara yang cukup panas
(25~300C) dan lembab. Tanaman ini dapat tumbuh didaratan rendah yang
kurang dari 700 m dpl pada tanah cerul yang dapat menahan air.

Pala mulai berbuah setelah berumur 5~6 tahun. Pada umur 10 tahun tanaman
ini akan memberikan hasil buah yang optimal. Tanaman ini produktif berbuah
sampai 25 tahun.

Buah pala berbentuk bulat telur dampai lonjong, bagian terluar adalah kulit
buah. Di bawah kulit buah terdapat tempurung biji yang diselubungi oleh jala
berwarna merah api yang disebut dengan fuli. Di bawah tempurung terdapat biji
pala. Kandungan bagian-bagian buah tersbut adalah sebagai berikut:

BAGIAN BUAH BUAH BASAH BUAH KERING


Daging Buah 77,8 9,9
Fuli 4,0 2,1
Tempurung 15,1 ---
Biji 13,1 8,4

Buah pala dapat digunakan sebagai bahan baku jamu dan bumbu. Minyak biji
pala (misrintin) dapat memberikan efek halusinasi dan membunuh larva
peptisida. Minyak fuli dapat juga membunuh larva serangga. Buah muda dari
pala dipetik untuk disuling minyaknya karena kandungan minyak atsiri buah
pala muda lebih tinggi dibanding dengan buah tua.

5. GAMBIR
Tanaman gambir (Uncaria gambir) merupakan tanaman daerah tropis.
Tanaman ini telah dibudidayakan semenjak beberpa abad di daerah paling
basah di Sumatera, Kalimantan, Malaysia dan ujung barat Pulau Jawa. Saat ini
sebagian besar produksi gambir berasal dari Sumatera Barat dan sebagian
kecil dari Sumatera Selatan dan Bengkulu.

Dalam perdagangan, gambir merupakan istilah untuk ekstrak kering daun


tanaman gambir. Ekstrak ini mengandung catechin (memberikan pasca rasa
manis enak) asam catechu tanat (memberikan rasa pahit) dan juercetine
(pewarna kuning).

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Catechin hidrat (bentuk d, L dan dL) mempunyai titik leleh 930C dan bentuk
anhidridanya mempunyai titik leleh lebih tinggi, yaitu 174~1750C. Catechin
tersebut larut dalam air mendidih dan alkohol dingin.

Gambir telah lama digunakan sebagai salah satu ramuan makan sirih. Selain itu
gambir digunakan sebagai astrigen, antiseptik, obat sakit perut dan bahan
pencampur kosmetika, perjernih air baku pabrik bir, pemebri rasa pahit pada bir
dan bahan penyamak kulit.

Untuk bahan obat, importir Jerman Barat mensyaratkan kadar catechine gambir
40`60 % dan perusahaan Ciba Geigy mensyaratkan catechin minimal 60,5 %.
Untuk menyamak kulit, perusahaan pengolah kulit Cuirplastek R. Bisset dan Cie
mensyaratkan kandungan tanin 40 %.

Tanaman gambir dapat dipanen setelah 1~1,5 tahun setelah panen. Yang
dipanen adalah daun beserta ranting tanaman. Jaringan tanaman tersebut
banyak mengandung cathecin. Panen dilakukan dengan memotong cabang dan
ranting-ranting tanaman. Setiap tahun, panen dapat dilakukan 2~4 kali
tergantung kepada pertumbuhan tanaman. Tanaman gambir dapat dipanen
terus menerus selama 15 tahun semenjak pemanenan.

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Esti, Sarwedi

KEMBALI KE MENU

4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

TANAMAN PENGHASIL PATI


Beras | Jagung | Sagu | Ubi Kayu | Ubi Jalar

1. BERAS
Beras (oryza sativa) terdiri dari dua jenis, yaitu Japonica yang ditanam di tanah
yang mempunyai musim dingin, dan Indica atau Javanica yang ditanam di
daerah tropis. Tanaman ini sudah dibudidayakan di Cina dan Indonesia
semenjak 8000 tahun sebelum Masehi (SM). Tanaman ini dibawa ke eli imigran
dari Indonesia mencapai 60 % produksi beras dunia.

Bagian yang berharga dari tanaman padi adalah gabah. Bila gabah kering
paling (dikelupaskan kulit bijinya), diperoleh sekam yang berwarna kuning
sampai ungu kotor dengan jumlah sampai 20 % dari gabah kering dan isi biji
yang disebut dengan beras pecah kulit. Untuk perdagangan beras pecah kulit
disosoh untuk membuang kulit arinya. Beras yang sudah disosoh yang
mengandung pati sekitar 78 %, protein 8 % dan lemak 2 %.

Padi sawah adalah padi yang ditanam di lahan basah (di dalam rawa atau
genangan air). Padi ladang atau padi gogo ditanam di lahan kering. Sebagian
besar dari tanaman padi (80 %) adalah jenis padi sawah, dan sisanya adalah
padi ladang.

Tanam padi yang memperoleh cukup air, dapat menghasilkan gabah kering 4-6
ton per Ha. Jika kekurangan air, hanya menghasilkan 1-3 to Ha.

Kadar mendapat cukup air, tanaman padi perlu ditanam di daerah dengan
curah hujan sekitar 100 mm per bulan, dengan suhu 21-380C. Tanaman padi
dapat ditanam di dataran rendah sampai dataran tinggi yang tidak lebih dari
1400 m dpl.

Beras sosoh dapat diolah menjadi berbagai produk seperti tepung beras, bihun,
kerupuk, dan rengginang.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

2. JAGUNG
Di Sumatera Barat diproduksi beberapa jenis (varietas) jagung, yaitu jenis lokal,
Arjuna dan Bromo. Masing-masing mempunyai karakteristik sebagai berikut. :

Tabel 1. Karakteristik jenis jagung yang diproduksi di Sumatera Barat

KARAKTERISTIK LOKAL ARJUNA BROMO


Umur 85-90 hari 85-90 hari
Daerah Pertumbuhan Dataran rendah Dataran rendah
Ketahanan penyakit Tahan Tahan Agak tahan
bulai
Produksi per Ha 3,5-4,0 ton 5,0-6,0 ton 4,5-5,0 ton
Tipe biji Flint (mutiara) Flint (mutiara) Flint (mutiara)
Warna biji Kuning Kuning Putih
Rekomendasi Pakan ternak Pakan ternak, Pakan ternak,
kegunaan Jagung rebus Jagung goreng

Kandungan utama jagung adalah karbohidrat (60 %). Dibandingkan dengan


beras, kandungan proteinnya lebih tinggi (8 %). Di antara biji-bijian kandungan
vitamin A jagung paling tinggi (440 SI).

Tabel 2. Komposisi kimia dan zat gizi jagung kuning pipilan per 100 g2

KOMPONEN JUMLAH
Energi 307,00 K
Protein 7,90 K
Lemak 3,40 K
Karbohidrat 63,60 K
Ca 148,00 mg
Fe 2,10 mg
Vitamin A 440,00 SI
Vitamin B1 0,33 mg
Air 24,00 %
Bagian yang dapat dimakan 90,00 %

Biji jagung terdiri dari kulit ari, lembaga, tip cap dan endosperma. Sebagian
besar pati (85 %) terdapat pada endosperma. Pati terdiri dari raksi
amilopektin (73 %) dan amilosa (27 %). Serat kasar terutama terdapat pada
kulit ari. Komponen utama serat kasar adalah hemiselulosa (41,16 %). Gula
terdapat pada lembaga (57 %) dan endosperma (15 %). Protein sebagian besar
terdapat pada endosperma.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Tabel 3 Penyebaran komponen kimia jagung tanpa air pada struktur biji

BAGIAN BIJI Kernel Pati Protein Lemak Gula Abu


(%) (%) (%) (%) (%) (%)
Endosperma 82,3 86,4 9,4 0,8 0,6 0,3
Lembaga 11,3 8,2 18,8 34,5 10,8 10,1
Kulit ari 5,3 7,3 3,7 1,0 0,3 0,8
Tip cap 0,8 5,3 9,1 3,8 1,6 1,6

Jagung dipanen dalam bentuk bertongkol. Kadar airnya masih tinggi (40 %) dan
harus diturunkan sampai 12 %. Jika hari panas, penurunan kadar air dapat
dilakukan dengan penjemuran. Jika hari banyak hujan, atau inginkan
penurunan kadar air yang cepat, penurunan kadar air harus menggunakan alat
pengering.

Setelah jagung bertongkol cukup kering dilakukan pemipilan (pelepasan biji dari
tongkol). Pemipilan dapat dilakukan secara manual menggunakan alat
sederhana, atau alat mekanis.

3. SAGU
Sagu terdiri dari dua jenis, yaitu Metroxylon sagus Rooth yang berduri, dan M.
rumphi yang berduri. Tanaman ini berasal dari Maluku kemudian menyebar ke
berbagai daerah rendah di Indonesia, seluas 5-6 juta Ha berupa hutan sagu
alami, dan hanya 0,2 juta Ha berareal budidaya.

Batang sagu mengandung pati yang dapat diekstrak secara mudah dengan
cara tradisional. Pati sagu merupakan makanan pokok pada sebagian
penduduk Maluku, Papua dan Mentawai. Dibanding pati tanaman pati sagu
relatif mudah dicerna.

Tanaman sagu dapat dipanen untuk diambil patinya pada umur 12 tahun pada
saat mulai mengeluarkan bakal buah. Jika panen dilakukan pada saat tanaman
telah membentuk buah, tanaman akan kurang mengandung pati sehingga hasil
ekstraksi pati lebih sedikit.

4. UBI KAYU
Ubi Kayu (Manihot esculenta atau Manihot utilisima) merupakan tanaman hari
tahunan. Tanaman ini berasal dari Amerika tropis yaitu Venezuela, Brasil dan
Amerika Tengah. Pada abad 16 tanaman ini masuk ke Arifa Barat, Srilangka
pada tahun 1786 dan ke Jawa tahun 1835.

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Ubi kayu menghasilkan umbi yang mengandung pati. Pada umbi ubi kayu
terdapat racun asam sianida. Pada ubi kayu manis kandungan asam sianida
pada umbi sangat rendah sehingga tidak dapat menimbulkan efek keracunan
bagi yang mengkonsuminya. Sedangkan ubi kayu pahit kandungan asam
sianida sangat tinggi sehingga dapat meimbulkan keracunan bagi yang
mengkonsumsinya. Panjang ubi berkisar antara 30 sampai 50 cm dengan garis
tengah 5-10 buah umbi.

Ubi kayu dapat ditanam di dataran rendah sampai dataran tinggi yang kurang
dari 1 (1300 m dpl). Tanaman ini membutuhkan udara hangat dengan suhu
rata-rata 200C dan curah hujan 500 – 5000 mm.

Saat ini ubi kayu banyak ditanam di Indonesia, India Selatan, Thailand,
Malaysia dan Brazilia.

Umbi ubi kayu dapat diolah menjadi tapioka, gaplek dan beraneka ragam
makanan.

5. UBI JALAR
Di Indonesia terdapat 5 varietas ubijalar yang disarankan untuk dibudidayakan,
yaitu (1) Daya, (2) Prambanan, (3). Borobudur, (4). Mendut, dan (5) Kalasan.
Karakteristik masing-masing varietas adalah sebagai yang tertera pada Tabel 4.

Tabel 4. Karakteristik beberapa varietas ubi jalar

KARAKTERISTIK VARIETAS UBI JALAR


Daya Prambanan Borobudur Mendut Kalasan
Produksi (ton/Ha) 25-35 25-35 25-35 25-50 31,2-42,5
Produksi buah
(butir per pohon
per tahun)
Umur panen (hari 110 135 120 125 95-100
setelah tanam)
Warna kulit jingga jingga jingga coklat
muda muda
Warna daging umbi jingga jingga jingga kuning
muda
Rasa Umbi manis manis enak manis manis manis
berair agak
berair
Ketahanan tahan tahan tahan Tahan
terhadap penyakit
kudis dan scab

4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Ubi jalar adalah tanaman yang tumbuh baik di daerah berhawa panas yang
lembab, suhu optimum 270C dan lama penyinaran 11-12 jam per hari. Tanaman
ini dapat tumbuh sampai ketinggian 1000 m dari permukaan laut. Tanaman ini
tidak membutuhkan tanah subur.

Berat kering umbi adalah 16-40 % berat basah. Sebanyak 75-90 % dari berat
kering adalah karbohidrat (pati, gula, selulosa, hemiselulosa, dan pektin).
Disamping karbohidrat, ubi jalar mengandung protein, lemak, dan mineral
(Tabel 5).

Tabel 5. Komposisi kimia ubi jalar

SENYAWA KOMPOSISI
Energi (kj/100 gram) 71,1
Protein (%) 1,43
Lemak (%) 0,17
Pati (%) 22,4
Gula (%) 2,4
Serat makanan (%) 1,6
Kalsium (mg/100 gram) 29
Fosfor (mg/100 gram) 51
Besi (mg/100 gram) 0,49
Vitamin A (mg/100 gram) 0,01
Vitamin B1 (mg/100 gram) 0,09
Vitamin C (mg/100 gram) 24
Air (gram) 83,3

Ada beberapa produk yang dapat diolah dari umbi ubi jalar, yaitu gaplek ubi
jalar, tepung ubi jalar, keripik ubi jalar, french fries ubi jalar, sarang balam, kue
ubi jalar (dodol, cookies, dan cheese stick), dan manisan kering ubi jalar.

Kecuali sarang balam, produk di atas belum banyak dikenal oleh masyarakat.
Jika produk di atas diolah secara baik, kemungkinan besar banyak masyarakat
akan menyukainya karena harganya cukup murah dan rasanya cukup enak.

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Esti, Sarwedi

KEMBALI KE MENU

5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

TANAMAN PERKEBUNAN
Kelapa | Melinjo | Kakao

1. KELAPA
Di Sumatera Barat di tanam 3 (tiga) jenis varietas kelapa, yaitu (a) kelapa
dalam, (b) kelapa genyah, (c) kelapa hibrida. Masing-masing mempunyai
karakteristik seperti tercantum pada tabel 1.

Kelapa dalam terdiri dari berbagai jenis, seperti kelapa dalam Afrika Barat,
Tengah dan Bali. Demikian juga dengan kelapa genyah, diantaranya jenis
Malaya Kuning, Malaya Merah dan Nias Kuning.

Kelapa Hibrida adalah hasil kawin silang antara kelapa dalam dengan genyah
sehingga dihasilkan sifat-sifat yang baik dari kedua jenis kelapa asal.

Tabel 1. Karakteristik kelapa dalam, genyah dan hibrida.

Karakteristik Jenis Kelapa


Dalam Genyah Hibrida
Produksi kopra pada umur tahun 1,0 0,5 6,0~7,0
(ton/ha/tahun)
Produksi buah (butir/pohon/tahun) 90 140 140
Daging buah Tebal dan Tebal dan Tebal dan
keras keras keras
Kadar minyak daging buah Tinggi Rendah Tinggi
Ketahanan terhadap penyakit Kurang Peka Kurang
peka peka
Umur berbuah (tahun) 6~7 3~4 3~4
Habitus pohon Tinggi Pendek Sedang

Buah kelapa terdiri dari kulit luar, sabut, tempurung, kulit daging (testa), daging
buah, air kelapa dan lembaga.

Kulit luar. Kulit luar merupakan lapisan tipis (0,14 mm) yang mempunyai
permukaan licin dengan warna bervariasi dari hijau, kuning sampai jingga,
tergantung kepada kematangan buah. Jika tidak ada goresan dan robek, kulit
luar kedap air.

Sabut. Sabut kelapa merupakan bagian yang cukup besar dari buah kelapa,
yaitu 35 % dari berat keseluruhan buah. Sabut kelapa terdiri dari serat dan
1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

gabus yang menghubungkan satu serat dengan serat lainnya. Serat adalah
bagian yang berharga dari sabut. Setiap butir kelapa mengandung serat 525
gram (75 % dari sabut), dan gabus 175 gram (25 % dari sabut).

Tempurung. Tempurung merupakan lapisan keras yang terdiri dari lignin,


selulosa, metoksil dan berbagai mineral. Kandungan bahan-bahan tersebut
beragam sesuai dengan jenis kelapanya. Struktur yang keras disebabkan oleh
silikat (SiO2) yang cukup tinggi kadarnya pada tempurung. Berat tempurung
sekitar 15~19 % dari berat keseluruhan buah kelapa.

Kulit daging buah. Kulit daging buah adalah lapisan tipis coklat pada bagian
terluar daging buah.

Daging buah. Daging buah merupakan lapisan tebal (8~15 mm) berwarna putih.
Bagian ini mengandung berbagai zat gizi. Kandungan zat gizi tersebut beragam
sesuai dengan tingkat kematangan buah. Daging buah tua merupakan bahan
sumber minyak nabati (kandungan minyak 35 %). Pada tabel 2 dapat dilihat
komposisi zat gizi daging buah kelapa.

Tabel 2. Komposisi zat gizi daging buah per 100 gram.

Zat gizi Buah


Muda Setengah tua Tua
Kalori (K) 68,0 180,0 359,0
Protein (gram) 1,0 4,0 3,4
Lemak (gram) 0,9 13,0 34,7
Karbohidrat (gram) 14,0 10,0 14,0
Kalsium (mg) 17,0 8,0 21,0
Fosfor (mg) 30,0 35,0 21,0
Besi (mg) 1,0 1,3 2,0
Vitamin A (SI) 0,0 10,0 0,0
Vitamin B-1 (mg) 0,0 0,5 0,1
Vitamin C (mg) 4,0 4,0 2,0
Air (gram) 83,3 70,0 46,9
Bagian yang dapat dimakan 53,0 53,0 53,0

Air kelapa. Air kelapa mengandung sedikit karbohidrat, protein, lemak dan
beberapa mineral. Kandungan zat gizi ini tergantung kepada umur buah.
Disamping zat gizi tersebut, air kelapa juga mengandung berbagai asam amino
bebas. Pada tabel 3 dapat dilihat kandungan zat air buah kelapa tua dan muda.

Setiap butir kelapa dalam dan hibrida mengandung air kelapa masing-masing
sebanyak 300 dan 230 ml dengan berat jenis rata-rata 1,02 dan pH agak asam
(5,6).

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Air kelapa dapat digunakan sebagai media pertumbuhan mikroba, misalnya


Acetobacter xylinum untuk produksi nata de coco.

Tabel 3. Kandungan zat gizi air kelapa tua dan muda per 100 gram

Zat gizi Air kelapa


Muda Tua
Kalori (K) 17,0 -
Protein (gram) 0,20 0,14
Lemak (gram) 1,00 1,50
Karbohidrat (gram) 3,80 4,60
Kalsium (mg) 15,00 -
Fosfor (mg) 8,00 0,50
Besi (mg) 0,20 -
Vitamin C (mg) 1,00 -
Air (gram) 95,50 91,50

Komoditi dari pohon kelapa

Ada beberapa komoditi yang dapat diperoleh dari pohon kelapa, yaitu batang,
daun, nira dan bagian-bagian.

Batang
Batang kelapa tua dapat dijadikan bahan bangunan, mebel, jembatan darurat,
kerangka perahu dan kayu bakar. Batang yang benar-benar tua dan kering
sangat tahan terhadap sengatan rayap. Kayu dari pohon kelapa yang dijadikan
mebel dapat diserut sampai permukaannya licin dengan tekstur yang menarik

Daun
Daun kelapa digunakan untuk hiasan atau janur, sarang ketupat dan atap.
Tulang daun atau lidi dijadikan barang anyaman, sapu lidi dan tusuk daging
(sate).

Nira
Nira adalah cairan yang diperoleh dari tumbuhan yang mengandung gula pada
konsentrasi 7,5 sampai 20,0 %. Nira kelapa diperoleh dengan memotong bunga
betina yang belum matang, dari ujung bekas potongan akan menetes cairan
nira yang mengandung gula. Nira dapat dipanaskan untuk menguapkan airnya
sehingga konsentrasi gula meningkat dankental. Bila didinginkan, cairan ini
akan mengeras yang disebut gula kelapa. Nira juga dapat dikemas sebagai
minuman ringan.

Buah
Banyak dari bagian buah merupakan bahan yang bermanfaat. Sabut kelapa
yang telah dibuang gabusnya merupakan serat alami yang berharga mahal
untuk pelapis jok dan kursi, serta untuk pembuatan tali.

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Tempurung kelapa dapat dibakar langsung sebagai kayu bakar, atau diolah
menjadi arang. Arang batok kelapa dapat digunakan sebagai kayu bakar biasa
atau diolah menjadi arang aktif yang diperlukan oleh berbagai industri
pengolahan.
Daging kelapa merupakan bagian yang paling penting dari komoditi asal pohon
kelapa. Daging kelapa yang cukup tua, diolah menjadi kelapa parut, santan,
kopra, dan minyak goreng. Sedang daging kelapa muda dapat dijadikan
campuran minuman cocktail dan dijadikan selai.
Air kelapa dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan kecap dan sebagai
media pada fermentasi nata de coco.

2. MELINJO
Melinjo (Gnetum gnemon L) adalah tanaman tahunan yang tumbuh dengan
baik di daratan rendah dan tinggi yang tidak lebih dari 1200 m dpl. Tanaman ini
dapat tumbuh pada tanah liat, lempung dan tanah berpasir.

Tanaman melinjo terdiri dari beberapa varietas, yaitu (1) varietas krikil: buah
bulat kecil dan lebat; (2) varietas ketan: buah lebih besar dab lebih lonjong serta
tumbuh lebat; dan (3) varietas gentong: buah paling besar di antara varietas
lainnya dan kurang lebat. Diantara ketiga jenis melinjo tersebut, varietas
gentong paling bernilai ekonomis karena paling disukai untuk dijadikan emping
melinjo.

Tanaman melinjo mulai berbuah pada umur 3~4 tahun. Buah melinjo yang telah
digunakan untuk pembuatan keripik (emping) dan buah muda dijadikan sayur.
Daun melinjo yang masih muda dan bunga melinjo juga dapat dijadikan sayur.
Pohon melinjo yang tidak produktif ditebang dan kayunya dapat dijadikan
talenan dan alat-alat masak lainnya. Kulit tanaman ini juga berguna, yaitu dapat
diolah menjadi tali.

Buah melinjo dapat dipetik untuk dijadikan emping 4 bulan setelah


pembentukan buah dimulai. Dalam setahun, buah melinjo dapat dipanen
sampai 3 kali.

3. KAKAO
Kakao (Theobroma cacao L) yang banyak ditanam di Sumatera Barat saat ini
pada umumnya adalah kakao lindak (forestero). Jenis kakao ini lebih produktif
dan tidak rentan terhadap penyakit. Jenis kakao lainnya adalah kakao mulia
dan kakao trinitarario

4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Buah kakao terdiri dari empat bagian, yaitu kulit, plasenta, pulp dan biji. Yang
diperdagangkan adalah bijinya. Di perkebunan kakao, kulit kakao dibelah dan
dibuang, sedangkan biji yang terbungkus di dalam pulp dan plasenta diperam di
dalam kotak fermentasi. Selama fermentasi dari dasar kotak fermentasi akan
mengalir cairan lendir yang berasal dari pulp dan plasenta. Cairan ini biasanya
dibuang.

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Esti, Sawedi

KEMBALI KE MENU

5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

TAPAI KETAN

1. PENDAHULUAN
Serealia dan umbi-umbian banyak tumbuh di Indonesia. Produksi serealia
terutama beras sebagai bahan pangan pokok dan umbi-umbian cukup tinggi.
Begitu pula dengan bertambahnya penduduk, kebutuhan akan serealia dan
umbi-umbian sebagai sumber energi pun terus meningkat. Tanaman dengan
kadar karbohidrat tinggi seperti halnya serealia dan umbi-umbian pada
umumnya tahan terhadap suhu tinggi. Serealia dan umbi-umbian sering
dihidangkan dalam bentuk segar, rebusan atau kukusan, hal ini tergantung dari
selera.

Usaha penganekaragaman pangan sangat penting artinya sebagai usaha untuk


mengatasi masalah ketergantungan pada satu bahan pangan pokok saja.
Misalnya dengan mengolah serealia dan umbi-umbian menjadi berbagai bentuk
awetan yang mempunyai rasa khas dan tahan lama disimpan. Bentuk olahan
tersebut berupa tepung, gaplek, tapai, keripik dan lainya. Hal ini sesuai dengan
program pemerintah khususnya dalam mengatasi masalah kebutuhan bahan
pangan, terutama non-beras.

Tapai ketan adalah makanan tradisional yang bahan bakunya berupa beras
ketan dan ragi sebagai bahan penolongnya. Dengan proses pengolahan yang
baik, tapai ketan ini dapat tahan lebih dari 1 minggu.

2. BAHAN
1) Ketan 2 kg
2) Ragi tape 10 gram (5 lempeng)
3) Air mendidih 4 gelas kecil

3. ALAT
1) Tampah (nyiru)
2) Kompor
3) Panci biasa
4) Panci email
5) Sendok kayu
6) Rak penjemuran
7) Kantong plastik
8) Karton

Hal. 1/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4. CARA PEMBUATAN
1) Tampi ketan hitam untuk menghilangkan kotorannya;

2) Cuci berkali-kali dengan air sampai bersih;

3) Pengkukusan dilakukan dua tahap:


a. Kukus ketan sampai setengah matang lalu masukkan dalam panci dan
siram dengan air mendidih. Biarkan sampai air terserap sempurna;
b. Kukus lagi selama 30~45 menit atau sampai matang betul hingga menjadi
nasi;

4) Angkat nasi, tebarkan di atas tampah dengan sendok kayu dan biarkan
dingin;

5) Taburi ragi yang sudah dihaluskan menjadi serbuk sampai merata;

6) Pindahkan nasi ketan ke dalam panci email. Tutup dan biarkan pada suhu
kamar (250~300C) selama 48 jam (2 hari), lalu periksa apakah sudah jadi
tapai atau belum. Jangka waktu peragian dapat diperpanjang apabila
ternyata belum menjadi tapai;

7) Kukus tapai selama ± 30 menit dengan api kecil, kemudian bungkus dalam
kantong plastik lalu tutup rapat.

Catatan:
Dalam proses peragian harus hati-hati, karena apabila tersentuh tangan atau
sendok kotor akan menyebabkan tapai menjadi rusak.

Hal. 2/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN TAPAI KETAN

6. DAFTAR PUSTAKA
Tapai ketan. Dalam : Profil industri., Jakarta : Proyek Bimbingan dan
Pengembangan Industri Kecil, Departemen Perindustrian, s.a.

Hal. 3/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

7. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Heriyanto

KEMBALI KE MENU

Hal. 4/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

TAPAI SINGKONG

1. PENDAHULUAN
Serealia dan umbi-umbian banyak tumbuh di Indonesia. Produksi serealia
terutama beras sebagai bahan pangan pokok dan umbi-umbian cukup tinggi.
Begitu pula dengan bertambahnya penduduk, kebutuhan akan serealia dan
umbi-umbian sebagai sumber energi pun terus meningkat. Tanaman dengan
kadar karbohidrat tinggi seperti halnya serealia dan umbi-umbian pada
umumnya tahan terhadap suhu tinggi. Serealia dan umbi-umbian sering
dihidangkan dalam bentuk segar, rebusan atau kukusan, hal ini tergantung dari
selera.

Usaha penganekaragaman pangan sangat penting artinya sebagai usaha untuk


mengatasi masalah ketergantungan pada satu bahan pangan pokok saja.
Misalnya dengan mengolah serealia dan umbi-umbian menjadi berbagai bentuk
awetan yang mempunyai rasa khas dan tahan lama disimpan. Bentuk olahan
tersebut berupa tepung, gaplek, tapai, keripik dan lainya. Hal ini sesuai dengan
program pemerintah khususnya dalam mengatasi masalah kebutuhan bahan
pangan, terutama non-beras.

Ubi kayu atau singkong merupakan salah satu bahan makanan sumber
karbohidrat (sumber energi).

Tabel 1. Komposisi Ubi Kayu (per 100 gram bahan)

KOMPONEN KADAR
Kalori 146,00 kal
Air 62,50 gram
Phosphor 40,00 mg
Karbohidrat 34,00 gram
Kalsium 33,00 mg
Vitamin C 30,00 mg
Protein 1,20 gram
Besi 0,70 mg
Lemak 0,30 gram
Vitamin B1 0,06 mg
Berat dapat dimakan 75,00

Ubi kayu dalam keadaan segar tidak tahan lama. Untuk pemasaran yang
memerlukan waktu lama, ubi kayu harus diolah dulu menjadi bentuk lain yang
lebih awet, seperti gaplek, tapioka (tepung singkong), tapai, peuyeum, keripik
singkong dan lain-lain.

Hal. 1/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Pada proses pembuatan tapai, karbohidat mengalami proses peragian oleh


mikroba atau jasad renik tertentu, sehingga sifat-sifat bahan berubah menjadi
lebih enak dan sekaligus mudah dicerna.

Pada hakekatnya semua makanan yang mengandung karbohidrat bisa diolah


menjadi tapai. Tetapi sampai sekarang yang lazim diolah adalah ketan dan ubi
kayu (berdaging putih atau kuning). Tapai dari ubi kayu yang berdaging kuning
lebih enak dari pada yang berwarna putih, karena ubi kayu berwarna kuning
dagingnya lebih halus tanpa ada serat-serat yang kasar. Ubi kayu yang bagus
untuk dibuat tapai adalah yang umurnya 6 bulan 1 tahun, baru saja dicabut dari
kebun dan langsung dikukus.

Selama ini orang berpendapat bahwa tapai dan peuyeum adalah sama, tetapi
sebenarnya terdapat perbedaan yang sangat mendasar pada kedua cara
pembuatannya hingga hasil akhirnyapun berlainan. Tapai dari Jawa Tengah
tidak tahan disimpan lama karena cepat sekali berair, sedangkan peuyeum dari
Jawa Barat lebih tahan disimpan karena tahan berair.

2. BAHAN
1) Ubi kayu 5 kg
2) Ragi 5 lempeng
3) Air secukupnya
4) Ragi tapai 2 lempeng

3. ALAT
1) Pisau
2) Panci
3) Dandang
4) Daun talas atau plastik
5) Keranjang
6) Kain bersih untuk tutup tangan.

4. CARA PEMBUATAN
1) Kupas ubi kayu lalu potong-potong sesuai dengan ukuran yang diinginkan
kemudian cuci;
2) Rendam selama 1~2 jam dalam air bersih lalu kukus;
3) Gerus ragi hingga halus kemudian taburkan hingga rata di atas ubi kayu;
4) Masukkan satu per satu ke dalam keranjang yang telas dilapisi dengan daun
talas atau plastik, kemudian tutup;
5) Peram selama ± 3 hari 3 malam.

Hal. 2/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN TAPAI SINGKONG

Catatan:

Pada saat pemeraman, bila penyimpanannya terlalu lama maka tapai yang
dihasilkan akan semakin berair dan rasanyapun semakin asam.

6. DAFTAR PUSTAKA
Tri Radiyati dan Agusto, W.M. Pendayagunaan ubi kayu. Subang : BPTTG
Puslitbang Fisika Terapan – LIPI, 1990. Hal. 18-27.

Hal. 3/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

7. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Efendi

KEMBALI KE MENU

Hal. 4/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

TAPAI UBI KAYU

1. PENDAHULUAN
Tapai adalah hasil fermentasi umbi-umbian atau ketan. Pada umumnya tapai
dibuat dari ubi kayu dan ketan hitam. Pada saat fermentasi, kapan merombak
pati menjadi gula sehingga memberi rasa manis. Selanjutnya khamir merombak
sebagian gula menjadi alkohol, dan bakteri merombak sebagian alkohol
menjadi asam. Tapai mempunyaii rasa manis, sedikit asam dan beraroma
alkohol.

Tapai ubi kayu dibuat dengan cara sederhana. Umbi terkupas dikukus atau
direbus, kemudian ditaburi ragi, selanjutnya diperam selama 2 hari sampai
menjadi tapai.

2. BAHAN
1) Ubi kayu.
2) Ragi tapai.

3. PERALATAN
1) Pisau
2) Kukusan atau panci.
3) Bakul bambu.
4) Daun Pisang.

4. CARA PEMBUATAN
1) Umbi dikupas, kemudian dipotong-potong sesuai dengan ukuran yang
diinginkan.

2) Potongan umbi kayu dikukus selama 30 menit atau direbus di dalam air
mendidih selama 15 menit. Setelah dikukus, umbi tidak perlu ditiriskan.
Sebaliknya setelah direbus, umbi mesti ditiriskan.

3) Sementara itu, ragi dihaluskan sedangkan bakul bambu dicuci bersih


kemudian dijemur sampai kering. Daun pisang dilap dengan kain bersih dan
dilewatkan di atas api agar agak layu. Setelah itu bagian dalam bakul dilapisi
dengan daun pisang tersebut.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4) Umbi masak yang suam-suam kuku disusun selapis di dalam bakul,


kemudian ditaburi ragi tipis-tipis. Setelah itu dibuat lagi selapis umbi di atas
lapisan sebelumnya, dankembali ditaburi ragi. Demikian dilakukan sampai
bakul hampir penuh.

5) Umbi dalam bakul ditutup dengan daun pisang tiga lapis.

6) Bakul diletakkan ditempat bersih yang tidak panas dan bebas semut selama
2 sampai 3 hari sampai umbi menjadi tapai.

7) Tapai dapat dikemas di dalam kantong plastik, kemudian disimpan pada


suhu dingin (0 - 5°C). Pada suhu kamar (15 - 30°C) tapai cepat menjadi
masam.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

TAPIOKA

1. PENDAHULUAN
Tapioka adalah tepung pati ubi kayu. Produk ini digunakan untuk pengolahan
makanan, pakan, kosmetika, industri kimia dan pengolahan kayu.

Ubi kayu dapat diolah menjadi tapioka dengan cara sederhana menggunakan
alat-alat yang biasa terdapat di dapur rumahtangga. Untuk industri kecil,
pengolahan sudah memerlukan alat-alat mekanis untuk mempertinggi efisiensi
hasil dan biaya. Alat-alat tersebut dapat dibuat di bengkel konstruksi biasa
dengan menggunakan bahan-bahan lokal. Untuk industri menengah dan besar,
pengolahan memerlukan alat-alat moderen yang bekerja secara efisien dengan
kapasitas besar.

2. BAHAN
Umbi Ubi kayu.

3. PERALATAN
1) Pengupas kulit.
2) Pencuci umbi.
3) Pemarut umbi.
4) Pemeras bubur umbi.
5) Tempat pengendapan.
6) Alat Pengering.

4. CARA PEMBUATAN
1) Pengupasan. Umbi dikupas, kemudian dicuci sampai bersih.

2) Pemarutan. Umbi diparut halus menjadi bubur umbi. Jika umbi yang
ditangani cukup banyak, umbi digiling dengan mesin penggiling. Setelah itu,
bubur ditambah air (1 bagian bubur ditambah dengan 2 bagian air), diaduk-
aduk agar pati lebih banyak yang terlepas dari sel umbi. Jika bubur cukup
banyak, pengadukan dilakukan dengan alat pengaduk mekanis.

3) Penyaringan suspensi pati. Bubur umbi disaring dengan kain saring sehingga
pati lolos dari saringan sebagai suspensi pati, dan serat tertinggal pada kain
saring. Suspensi pati ini ditampung pada wadah pengendapan.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4) Pengeringan. Suspensi pati dibiarkan mengendap di dalam wadah


pengendap selama 12 jam. Pati akan mengendap sebagai pasta. Cairan
diatas endapan dibuang, dan pasta dijemur di atas tampah atau dikeringkan
dengan alat pengering sampai kadar air di bawah 14%. Produk yang telah
kering akan gemersik bila diremas-remas. Hasil pengeringan ini disebut
dengan tepung kasar.

5) Penggilingan. Tepung kasar selanjutnya ditumbuk atau digiling sampai halus


(sekurang-kurangnya 80 mesh) menjadi tapioka (tepung ubi kayu).

6) Pengemasan. Tapioka dapat dikemas di dalam karung plastik atau kotak


kaleng dalam keadaan tertutup rapat.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

TAUCO

1. PENDAHULUAN
Tauco adalah produk kedelai berbentuk pasta yang berwarna kekuning-
kuningan, rasanya agak asin, dibuat dengan cara fermentasi.

Tauco berfungsi sebagai penyedap masakan karena bau dan rasanya yang
khas. Tauco dapat disimpan lama karena kadar garamnya cukup tinggi (diatas
15%).

2. BAHAN
1) Kedelai
2) Tepung beras.
3) Laru tempe.
4) Garam.

3. PERALATAN
1) Wadah perendam.
2) Wadah perebus.
3) Tampah
4) Kompor
5) Kain penyaring

4. CARA PEMBUATAN
1) Perendaman. Kedelai dibersihkan dan dicuci sampai bersih. Kemudian
kedelai direndam di dalam air bersih selama 12-24 jam.

2) Pengupasan dan pembuangan kulit. Kedelai dimasukkan ke dalam karung


atau bakul, kemudian diinjak-injak sehingga terbelah dua, dan kulit biji
terkelupas. Kulit biji dibuang, dan biji dicuci sampai bersih. Pengupasan dan
pembuangan kulit-kulit juga dapat dilakukan dengan menggunakan mesin.

3) Perebusan. Biji direbus selama 1-2 jam. Kemudian ditiriskan.

4) Penambahan tepung beras. Biji kedelai yang telah ditiriskan, ditambah


dengan tepung beras. Sebelumnya, tepung beras ini telah disangrai. Tiap
10 kg kedelai ditambah dengan tepung beras sebanyak 2 kg. Pengadukan
dilakukan agar kedelai dan tepung beras tercampur rata.
1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5) Fermentasi kapang. Campuran kedelai tepung beras ditaburi dengan ragi


tempe (1 gram tempe untuk tiap kg kedelai), diaduk agar tercampur rata,
dan selanjutnya dihamparkan diatas tampah setinggi 2-3 cm. Campuran ini
ditutup dengan daun pisang. Tampah diletakkan di atas para-para yang
terlindung dari serangga, panas dan hujan. Fermentasi ini berlangsung
selama 2-3 hari sampai terbentuk tempe yang lebat pertumbuhan
kapangnya.

6) Penjemuran tempe. Tempe disuir-suir atau dilepaskan butiran-butirannya.


Setelah itu butiran tempe dijemur sampai kering.

7) Penyiapan larutan garam 20%. Untuk membuat 10 liter larutan garam 20%
dilakukan dengan cara berikut. Garam sebanyak 2 kg dimasukkan ke dalam
ember, kemudian ditambahkan air sedikit demi sedikit sambil diaduk
sampai volume larutan menjadi 10 liter.

8) Fermentasi garam. Butiran tempe kering direndam di dalam larutan garam.


Tiap kg kedelai membutuhkan larutan garam sebanyak 1 liter . Prendaman
di lakukan di dalam wadah perendam selama 2 minggu. Hasil fermentasi
disebut dengan tauco mentah.

9) Penyiapan bumbu. (1). Gula merah diiris-iris, kemudian dilarutkan dengan


air (tiap kg kedelai membutuhkan 250 gram gula merah, dan 25 ml air untuk
melarutkan gula tersebut). (2). Jahe dan lengkuas dikupas kemudian
dipukul-pukul sampai memar (tiap kg kedelai membutuhkan jahe dan laos,
masing-masing 20 gram), dan (3). Jahe dan lengkuas dimasukkan ke
dalam larutan gula, kemudian dimasak sampai mendidih dan disaring
dengan kain saring. Larutan ini disebut larutan gula berbumbu, dan
digunakan untuk membumbui tauco.

10) Pembumbuan dan perebusan tauco. Tauco mentah ditambah dengan


larutan gula berbumbu. Kemudian tauco mentah dididihkan selama 3-4 jam
sehingga cairan tauco mengental. Hasil perebusan ini disebut sebagai
tauco masak. Tauco masak dapat ditambah dengan monosodium glutamat
sebanyak 1 gram untuk tiap kg tauco, agar memberikan rasa yang lebih
sedap terhadap masakan.

11) Pengawetan. Tauco masak ditambah dengan bubuk natrium benzoat agar
dapat disimpan lama. Tiap kg tauco masak membutuhkan 1 gram natrium
benzoat.

12) Pengemasan. Tauco masak dikemas di dalam kantong plastik dan mulut
kantong diikat dengan gelang karet kuat-kuat.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

TELUR ASIN

1. PENDAHULUAN
Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat,
mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh dan
harganya murah. Telur dapat dimanfaatkan sebagai lauk, bahan pencampur
berbagai makanan, tepung telur, obat, dan lain sebagainya. Telur terdiri dari
protein 13 %, lemak 12 %, serta vitamin, dan mineral. Nilai tertinggi telur
terdapat pada bagian kuningnya. Kuning telur mengandung asam amino
esensial yang dibutuhkan serta mineral seperti : besi, fosfor, sedikit kalsium,
dan vitamin B kompleks. Sebagian protein (50%) dan semua lemak terdapat
pada kuning telur. Adapun putih telur yang jumlahnya sekitar 60 % dari seluruh
bulatan telur mengandung 5 jenis protein dan sedikit karbohidrat. Kelemahan
telur yaitu memiliki sifat mudah rusak, baik kerusakan alami, kimiawi maupun
kerusakan akibat serangan mikroorganisme melalui pori-pori telur. Oleh sebab
itu usaha pengawetan sangat penting untuk mempertahankan kualitas telur.

Telur akan lebih bermanfaat bila direbus setengah matang dari pada direbus
matang atau dimakan mentah. Telur yang digoreng kering juga kurang baik,
karena protein telur mengalami denaturasi/rusak, berarti mutu protein akan
menurun. Macam-macam telur adalah : telur ayam (kampung dan ras), telur
bebek, puyuh dan lain-lain.

Kualitas telur ditentukan oleh : 1) kualitas bagian dalam (kekentalan putih dan
kuning telur, posisi kuning telur, dan ada tidaknya noda atau bintik darah pada
putih atau kuning telur) dan 2) kualitas bagian luar (bentuk dan warna kulit,
permukaan telur, keutuhan, dan kebersihan kulit telur).

Umumnya telur akan mengalami kerusakan setelah disimpan lebih dari 2


minggu di ruang terbuka. Kerusakkan tersebut meliputi kerusakan yang nampak
dari luar dan kerusakan yang baru dapat diketahui setelah telur pecah.
Kerusakan pertama berupa kerusakan alami (pecah, retak). Kerusakan lain
adalah akibat udara dalam isi telur keluar sehingga derajat keasaman naik.
Sebab lain adalah karena keluarnya uap air dari dalam telur yang membuat
berat telur turun serta putih telur encer sehingga kesegaran telur merosot.
Kerusakan telur dapat pula disebabkan oleh masuknya mikroba ke dalam telur,
yang terjadi ketika telur masih berada dalam tubuh induknya. Kerusakan telur
terutama disebabkan oleh kotoran yang menempel pada kulit telur. Cara
mengatasi dengan pencucian telur sebenarnya hanya akan mempercepat
kerusakan. Jadi pada umumnya telur yang kotor akan lebih awet daripada yang
telah dicuci. Penurunan mutu telur sangat dipengaruhi oleh suhu penyimpanan
dan kelembaban ruang penyimpanan.

Hal. 1/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Prinsip pengawetan telur adalah untuk :


1) Mencegah masuknya bakteri pembusuk ke dalam telur;
2) Mencegah keluarnya air dari dalam telur.

Beberapa proses pengawetan telur utuh yang diawetkan bersama kulitnya


antara lain :
1) proses pendinginan;
2) proses pembungkusan kering;
3) proses pelapisan dengan minyak;
4) proses pencelupan dalam berbagai cairan.

Untuk menjaga kesegaran dan mutu isi telur, diperlukan teknik penanganan
yang tepat, agar nilai gizi telur tetap baik serta tidak berubah rasa, bau, warna,
dan isinya.

Telur asin adalah telur utuh yang diawetkan dengan adonan yang dibubuhi
garam. Ada 3 cara pembuatan telur asin yaitu :
1) Telur asin dengan adonan garam berbentuk padat atau kering;
2) Telur asin dengan adonan garam ditambah ekstrak daun teh;
3) Telur asin dengan adonan garam, dan kemudian direndam dalam ekstrak
atau cairan teh.

2. BAHAN
1) Telur bebek yang bermutu baik 30 butir
2) Abu gosok atau bubuk batu bata merah 1 ½ liter
3) Garam dapur ½ kg
4) Larutan daun teh (bila perlu) 50 gram teh / 3 liter air
5) Air bersih secukupnya

3. ALAT
1) Ember plastik
2) Kuali tanah atau panci
3) Kompor atau alat pemanas
4) Alat pengaduk
5) Stoples atau alat penyimpan telur

4. CARA PEMBUATAN
1) Pilih telur yang bermutu baik (tidak retak atau busuk);
2) Bersihkan telur dengan jalan mencuci atau dilap dengan air hangat,
kemudian keringkan;

Hal. 2/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

3) Amplas seluruh permukaan telur agar pori-porinya terbuka;


4) Buat adonan pengasin yang terdiri dari campuran abu gosok dan garam,
dengan perbandingan sama (1:1). Dapat pula digunakan adonan yang terdiri
dari campuran bubuk bata merah dengan garam;
5) Tambahkan sedikit air ke dalam adonan kemudian aduk sampai adonan
berbentuk pasta;
6) Bungkus telur dengan adonan satu persatu secara merata sekeliling
permukaan telur, kira-kira setebal 1~2 mm;
7) Simpan telur dalam kuali atanah atau ember plastik selama 15 ~ 20 hari.
Usahakan agar telur tidak pecah, simpan di tempat yang bersih dan terbuka;
8) Setelah selesai bersihkan telur dari adonan kemudian rendam dalam larutan
the selama 8 hari (bila perlu).

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN TELUR ASIN

6. KEUNTUNGAN
1) Telur yang diasinkan bersifat stabil, dapat disimpan tanpa mengalami proses
perusakan;
2) Dengan pengasinan rasa amis telur akan berkurang tidak berbau busuk, dan
rasanya enak.

Hal. 3/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Catatan:
1) Asin tidaknya telur asin dan keawetannya, sangat tergantung pada kadar
garam yang diberikan. Semakin tinggi kadar garam, akan semakin awet telur
yang diasinkan, tetapi rasanya akan semakin asin.
2) Telur asin matang tahan selama 2~3 minggu, sedangkan pembubuhan
larutan teh dalam adonan pengasin dapat meningkatkan ketahanan telur asin
sampai 6 minggu.
3) Penggunaan ekstrak daun teh bertujuan agar zat tanin yang terkandung
dalam daun teh dapat menutupi pori-pori kulit telur sertamemberikan warna
coklat muda yang menarik dan bau telur asin yang dihasilkan lebih disukai.

4) Komposisi kimia telur segar dan telur asin

Jenis telur Kalori Protein Lemak Hidrat arang Kalsium Fosfor Besi Vit. A Vit. B-1 Vit.C Air b.d.d
(kal) (g) (g) (g) (mg) (mg) (mg) S.I (mg) (mg) (g) (%)
Telur ayam 162 12,8 11,5 0,7 54 180 2,7 900 0,10 0 74 90
Telur bebek 189 13,1 14,3 0,8 56 175 2,8 1230 0,18 0 70,8 90
( itik)
Telur bebek 195 13,6 13,6 1,4 120 157 1,8 841 0,28 0 66,5 83
Asin

7. DAFTAR PUSTAKA
1) Pengawetan telur. Dalam : Berkas lembaran petunjuk latihan teknologi
makanan. Yogyakarta : Pendidikan Guru Pertanian PGP. Kejuruan
Teknologi Makanan, 1975. Hal. 59-60.
2) Sutrisno, Koswara. Perbaikan proses pengasinan telur. Ayam dan Telur, 63,
1991 : 35-36.
3) Syamsinan, S.T. dan Soekarta. Penggunaan teh pada proses pengasinan
telur bebek (Muscovy sp.). Buletin Pusbangtepa, Mei 1982 : 9 – 13.
4) Sarwono, B; A. Murtidjo dan A. Daryanto. Telur : Pengawetan dan
manfaatnya. Jakarta : Penebar Swadaya, 1985. 73 hal.
5) Telur asin. Dalam : Paket industri pangan. Bogor : Pusbangtepa-IPB, s.a.
Hal. 4

Hal. 4/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

8. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Agus Sediadi

KEMBALI KE MENU

Hal. 5/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

TELUR PINDANG

1. PENDAHULUAN
Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat,
mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh dan
harganya murah. Telur dapat dimanfaatkan sebagai lauk, bahan pencampur
berbagai makanan, tepung telur, obat, dan lain sebagainya. Telur terdiri dari
protein 13 %, lemak 12 %, serta vitamin, dan mineral. Nilai tertinggi telur
terdapat pada bagian kuningnya. Kuning telur mengandung asam amino
esensial yang dibutuhkan serta mineral seperti : besi, fosfor, sedikit kalsium,
dan vitamin B kompleks. Sebagian protein (50%) dan semua lemak terdapat
pada kuning telur. Adapun putih telur yang jumlahnya sekitar 60 % dari seluruh
bulatan telur mengandung 5 jenis protein dan sedikit karbohidrat. Kelemahan
telur yaitu memiliki sifat mudah rusak, baik kerusakan alami, kimiawi maupun
kerusakan akibat serangan mikroorganisme melalui pori-pori telur. Oleh sebab
itu usaha pengawetan sangat penting untuk mempertahankan kualitas telur.

Telur akan lebih bermanfaat bila direbus setengah matang dari pada direbus
matang atau dimakan mentah. Telur yang digoreng kering juga kurang baik,
karena protein telur mengalami denaturasi/rusak, berarti mutu protein akan
menurun. Macam-macam telur adalah : telur ayam (kampung dan ras), telur
bebek, puyuh dan lain-lain.

Kualitas telur ditentukan oleh : 1) kualitas bagian dalam (kekentalan putih dan
kuning telur, posisi kuning telur, dan ada tidaknya noda atau bintik darah pada
putih atau kuning telur) dan 2) kualitas bagian luar (bentuk dan warna kulit,
permukaan telur, keutuhan, dan kebersihan kulit telur).

Umumnya telur akan mengalami kerusakan setelah disimpan lebih dari 2


minggu di ruang terbuka. Kerusakkan tersebut meliputi kerusakan yang nampak
dari luar dan kerusakan yang baru dapat diketahui setelah telur pecah.
Kerusakan pertama berupa kerusakan alami (pecah, retak). Kerusakan lain
adalah akibat udara dalam isi telur keluar sehingga derajat keasaman naik.
Sebab lain adalah karena keluarnya uap air dari dalam telur yang membuat
berat telur turun serta putih telur encer sehingga kesegaran telur merosot.
Kerusakan telur dapat pula disebabkan oleh masuknya mikroba ke dalam telur,
yang terjadi ketika telur masih berada dalam tubuh induknya. Kerusakan telur
terutama disebabkan oleh kotoran yang menempel pada kulit telur. Cara
mengatasi dengan pencucian telur sebenarnya hanya akan mempercepat
kerusakan. Jadi pada umumnya telur yang kotor akan lebih awet daripada yang
telah dicuci. Penurunan mutu telur sangat dipengaruhi oleh suhu penyimpanan
dan kelembaban ruang penyimpanan.

Hal. 1/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Prinsip pengawetan telur adalah untuk :


1) Mencegah masuknya bakteri pembusuk ke dalam telur;
2) Mencegah keluarnya air dari dalam telur.

Beberapa proses pengawetan telur utuh yang diawetkan bersama kulitnya


antara lain :
1) proses pendinginan;
2) proses pembungkusan kering;
3) proses pelapisan dengan minyak;
4) proses pencelupan dalam berbagai cairan.

Untuk menjaga kesegaran dan mutu isi telur, diperlukan teknik penanganan
yang tepat, agar nilai gizi telur tetap baik serta tidak berubah rasa, bau, warna,
dan isinya.

Diolah dengan cara perebusan telur dalam larutan ekstrak daun jambu biji,
jambu batu, atau sabut kelapa dan garam.

2. BAHAN
1) Telur ayam negeri/bebek 30 butir
2) Daun jambu biji/serabut kelapa 100 gram/secukupnya
3) Garam 200 gram
4) Air 1 liter
5) Daun salam secukupnya

3. ALAT
1) Panci
2) Kompor atau alat pemanas lain.

4. CARA PEMBUATAN
1) Cuci telur segar atau mentah sebanyak 3 0 butir;
2) Buat larutan garam 6%~10% (60 sampai 100 gram dalam 1 liter air);
3) Rebus telur dalam larutan garam, kemudian masukkan daun salam dan daun
jambu biji atau serabut kelapa sebanyak yang telah ditentukan. Apabila telur
sudah setengah matang (kira-kira 10 menit perebusan), lakukan peretakan
kulit telur (dengan cara memukul-mukulnya) sehingga kulit telur menjadi
retak;
4) Teruskan perebusan sampai 20 menit. Pemasakan tersebut dilakukan
sampai warna permukaan kulit telur menjadi coklat kehitaman lalu dinginkan.

Hal. 2/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN TELUR PINDANG

6. DAFTAR PUSTAKA
1) Winarno, F.G, S. Fardiaz, dan D. Daulay. Indonesian traditional food
processing. Bogor : IPB, 1973
2) Telur pindang. Dalam : Paket industri pangan. Pusbangtepa-IPB, s.n.

7. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Agus Sediadi

KEMBALI KE MENU

Hal. 3/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

TEMPE

1. PENDAHULUAN
Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji
kecipir, koro, kelapa dan lain-lain merupakan bahan pangan sumber protein dan
lemak nabati yang sangat penting peranannya dalam kehidupan. Asam amino
yang terkandung dalam proteinnya tidak selengkap protein hewani, namun
penambahan bahan lain seperti wijen, jagung atau menir adalah sangat baik
untuk menjaga keseimbangan asam amino tersebut.

Kacang-kacangan dan umbi-umbian cepat sekali terkena jamur (aflatoksin)


sehingga mudah menjadi layu dan busuk. Untuk mengatasi masalah ini, bahan
tersebut perlu diawetkan. Hasil olahannya dapat berupa makanan seperti
keripik, tahu dan tempe, serta minuman seperti bubuk dan susu kedelai.

Kedelai mengandung protein 35 % bahkan pada varitas unggul kadar


proteinnya dapat mencapai 40 - 43 %. Dibandingkan dengan beras, jagung,
tepung singkong, kacang hijau, daging, ikan segar, dan telur ayam, kedelai
mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi, hampir menyamai kadar
protein susu skim kering.

Bila seseorang tidak boleh atau tidak dapat makan daging atau sumber protein
hewani lainnya, kebutuhan protein sebesar 55 gram per hari dapat dipenuhi
dengan makanan yang berasal dari 157,14 gram kedelai.

Kedelai dapat diolah menjadi: tempe, keripik tempe, tahu, kecap, susu, dan
lain-lainnya. Proses pengolahan kedelai menjadi berbagai makanan pada
umumnya merupakan proses yang sederhana, dan peralatan yang digunakan
cukup dengan alat-alat yang biasa dipakai di rumah tangga, kecuali mesin
pengupas, penggiling, dan cetakan.

Tabel 1. Komposisi Kedelai per 100 gram Bahan

KOMPONEN KADAR (%)


Protein 35-45
Lemak 18-32
Karbohidrat 12-30
Air 7

Hal. 1/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Tabel 2. Perbandingan Antara Kadar Protein Kedelai Dengan Beberapa Bahan


Makanan Lain

BAHAN MAKANAN PROTEIN (% BERAT)


Susu skim kering 36,00
Kedelai 35,00
Kacang hijau 22,00
Daging 19,00
Ikan segar 17,00
Telur ayam 13,00
Jagung 9,20
Beras 6,80
Tepung singkong 1,10

Pembuatan tempe secara tradisional biasanya menggunakan tepung tempe


yang dikeringkan di bawah sinar matahari. Sekarang pembuatan tempe ada
juga yang menggunakan ragi tempe.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada proses pengolahan tempe agar
diperoleh hasil yang baik ialah:
1) Kedelai harus dipilih yang baik (tidak busuk) dan tidak kotor;
2) Air harus jernih, tidak berbau dan tidak mengandung kuman penyakit;
3) Cara pengerjaannya harus bersih;
4) Bibit tempe (ragi tempe) harus dipilih yang masih aktif (bila diremas
membentuk butiran halus atau tidak menggumpal).

2. BAHAN
1) Kedelai 10 kg
2) Ragi tempe 20 gram (10 lempeng)
3) Air secukupnya

3. ALAT
1) Tampah besar
2) Ember
3) Keranjang
4) Rak bambu
5) Cetakan
6) Pengaduk kayu
7) Dandang
8) Karung goni
9) Tungku atau kompor

Hal. 2/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

10) Daun pisang atau plastik

4. CARA PEMBUATAN
1) Bersihkan kedelai kemudian rendam satu malam supaya kulitnya mudah
lepas;

2) Kupas kulit arinya dengan cara diinjak-injak. Bila ada, dapat menggunakan
mesin pengupas kedelai;

3) Setelah dikupas dan dicuci bersih, kukus dalam dandang selama 1 jam.
Kemudian angkaat dan dinginkan dalam tampah besar;

4) Setelah dingin, dicampur dengan ragi tempe sebanyak 20 gram;

5) Masukkan campuran tersebut dalam cetakan yang dialasi plastik atau


dibungkus dengan daun pisang. Daun atau plastik dilubangi agar jamur
tempe mendapat udara dan dapat tumbuh dengan baik;

6) Tumpuk cetakan dan tutup dengan karung goni supaya menjadi hangat.
Setelah 1 malam jamur mulai tumbuh dan keluar panas;

7) Ambil cetakan-cetakan tersebut dan letakkan diatas rak, berjajar satu lapis
dan biarkan selama 1 malam;

8) Keluarkan tempe dari cetakannya.

Catatan:
1) Ruangan untuk membuat tempe harus bersih dan tidak harus terbuat dari
tembok. Ruangan untuk pemeraman diberi jendela, agar udara dapat diatur
dengan membuka atau menutup jendela tersebut. Di waktu musim hujan
ruangan ini perlu diberi lampu agar suhu ruangan tidak terlalu dingin.
2) Tempe mudah busuk setelah disimpan 2 ½ hari dalam keadaan terbungkus,
oleh karena itu perlu diawetkan secara kering dengan cara sebagai berikut :
3) Iris tempe dengan ketebalan ± ½ mm, keringkan dalam oven pada suhu
750C selama 55 menit. Dengan cara pengawetan seperti ini produk tempe
awetan yang dihasilkan tahan disimpan selama 3 sampai 5 minggu.
4) Kandungan protein dan lemak tempe kedelai, masing-masing sebesar 22,5%
dan 18%. Kebutuhan protein sebesar 55g/hari dapat dipenuhi dengan
mengkonsumsi tempe sebanyak 244,44 gram.

Hal. 3/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN TEMPE

6. DAFTAR PUSTAKA
1) Astawan, M. dan Mita W. Teknologi pengolahan pangan nabati tepat guna.
Jakarta : Akademika Pressindo, 1991. Hal. 94-96.
2) Buku seri teknologi makanan II. Bogor : Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor, 1983. Hal. 39-
45.
3) Sarwono, B. Membuat tempe dan oncom. Jakarta : PT. Penebar Swadaya,
1982. Hal. 10-15.

Hal. 4/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4) Tri Radiyati et.al. Pengolahan Kedelai. Subang: BPTTG Puslitbang Fisika


Terapan – LIPI, 1992. Hal. 1-5.

7. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Agus Sediadi

KEMBALI KE MENU

Hal. 5/ 5
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

TEPUNG AREN

1. PENDAHULUAN
Tepung aren adalah pati yang diekstrak dari batang aren. Produk ini digunakan
untuk pengolahan makanan, pakan, kosmetika, bahan baku industri kimia dan
pengolahan kayu.

Batang aren dapat diolah menjadi tepung aren dengan cara sederhana.
Sampai sekarang pengolahan tepung aren dilakukan dengan cara tradisional
dengan alat-alat sederhana.

Di Sumatera Barat, pengolahan tepung aren ini belum dilakukan. Pengolahan


tepung aren perlu dipertimbangkan sebagai salah satu usaha di pedesan.
Pada tulisan ini dijelaskan pengolahan tepung aren skala rumahtangga.

2. BAHAN
1) Batang aren
2) NaHSO3
3) Kaporit

3. PERALATAN
1) Pengupas kulit. Alat ini digunakan untuk mengupas kulit batang.
Alat paling sederhana adalah kapak, golok, atau pisau.
2) Perendam parutan. Alat ini digunakan untuk merendam bubur aren hasil
pemarutan.
Alat yang dapat digunakan adalah baskom, ember, drum atau bak semen.
3) Pemarut aren. Alat ini digunakan untuk memarut aren yang telah dikupas.
Alat paling sederhana adalah pemarut datar yang biasa digunakan di
rumahtangga. Industri kecil perlu menggunakan mesin pemarut yang dapat
mempercepat pemarutan.
4) Penyaring bubur aren. Alat ini digunakan untuk menyaring bubur aren.
Alat sederhana adalah kain saring. Industri kecil dapat menggunakan mesin
penyaring.
5) Tempat pengendapan. Alat ini digunakan untuk memisahkan pati pada
suspensi pati hasil penyaringan bubur pati.
Alat paling sederhana adalah baslom atau ember. Industri kecil dapat
menggunakan bak pengendapan.
6) Alat pengering. Alat ini digunakan untuk mengeringkan pati basah hasil
pengendapan.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Alat paling sederhana adalah tampah dan rak-rak penjemuran. Industri kecil
agar tidak terlalu tergantung kepada cuaca, dianjurkan menggunakan alat
atau mesin pengering.

4. CARA PEMBUATAN
1) Pengupasan. Batang aren dikupas untuk membuang kulit luar yang keras.

2) Pemarutan. Batang aren yang telah dikupas kulitnya diparut halus sambil
ditambah air sehingga menjadi bubur aren. Jika batang yang ditangani
cukup banyak, batang diparut dengan mesin pemarut.

3) Pembuatan larutan sulfit. Natrium bisulfit dilarutkan ke dalam air. Setiap 1


liter air ditambah dengan 3 g senyawa natrium bisulfit. Larutan yang
diperoleh disebut larutan sulfit.
Larutan sulfit dapat dibuat dengan biaya murah dengan cara mengalirkan
gas SO2 ke dalam air. Gas SO2 tersebut dibuat dengan membakar
belerang (S atau sulfur).

4) Penambahan larutan sulfit dan pengadukan. Bubur hasil pemarutan


ditambah larutan sulfit (1 bagian bubur ditambah dengan 1 bagian air)
sehingga menjadi bubur encer. Bubur encer ini diaduk-aduk agar pati lebih
banyak yang terlepas dari sel batang. Jika bubur cukup banyak,
pengadukan dilakukan dengan alat pengaduk mekanis.

5) Penyaringan suspensi pati. Bubur aren disaring dengan salah satu cara
berikut:
a. Bubur dimasukkan ke dalam kain saring, kemudian diremas-remas
sehingga pati lolos dari saringan sebagai suspensi pati, dan serat
tertinggal pada kain saring. Suspensi pati ini ditampung pada wadah
pengendapan.
b. Bubur dituangkan ke atas saringan dari anyaman kawat yang terbuat dari
stainless steel, kemudian diadukaduk sehingga patinya lolos sebagai
suspensi pati dan serat tertinggal diatas saringan. Suspensi ini
ditampung pada wadah pengendapan.

6) Pengendapan pati. Suspensi pati dibiarkan mengendap di dalam wadah


pengendapan selama 12 jam. Pati akan mengendap sebagai pasta.
Cairan di atas endapan dibuang.

7) Pembersihan pasta pati


a. Pasta pati berwarna coklat dan tampak kotor. Pasta ini kemudian
direndam di dalam air yang mengandung kaporit 10-15 ppm, kemudian
didiamkan sampai terbentuk endapan pasta pati. Cairan jernih di atas
pasta dibuang.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

b. Lapisan atas dari pasta pati masih berwarna coklat dan kotor. Lapisan
kotor ini dibuang dengan hati-hati sehingga tidak terbuang lapisan putih
bersih yang berada di bawahnya.
c. Pasta yang telah dibuang lapisan coklat yang kotor tersebut, direndam
sekali lagi dengan larutan kaporit. Hal ini dilakukan sampai diperoleh
pasta yang putih bersih.

8) Pengeringan
a. Pasta pati yang putih bersih ditiriskan, kemudian diayak dengan
anyaman kawat yang agak rapat (lebar 1 mm) dengan menekan-
nekankan pasta pada permukaan ayakan. Pasta akan lolos sebagai
butiran kasar yang basah.
b. Butiran kasar tersebut dijemur di atas tampah, atau dikeringkan dengan
alat pengering sampai kadar air di bawah 14%. Produk yang telah kering
akan gemirisik bila diremas-remas. Hasil pengeringan ini disebut dengan
tepung kasar.

9) Penggilingan. Tepung aren selanjutnya ditumbuk atau digiling sampai


halus (sekurang-kurangnya 80 mesh) menjadi tepung aren.

10) Pengemasan. Tepung aren dikemas di dalam kantung plastik atau kotak
kaleng dalam keadaan tertutup rapat.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

TEPUNG BEKICOT

1. PENDAHULUAN
Bekicot mengandung protein yang cukup tinggi dibandingkan dengan daging
ayam, daging sapi dan telor. Pembuatan tepung bekicot merupakan usaha
untuk menghindari kesan menjijikkan terhadap bekicot dengan jalan
mengolahnya menjadi bentuk yang berbeda dengan sewaktu hidupnya. Di
samping itu juga bertujuan untuk memperpanjang masa simpan.

Setiap 100 daging bekicot mentah mengandung protein sebanyak 15,8 gram
dan lemak 0,9 gram. Tenaga yang dihasilkan tiap 100 gram daging bekicot
sebanyak 97 kilo kalori atau lebih besar dari tenaga yang dihasilkan oleh daging
yang diternak lain.

Tepung bekicot merupakan usaha pengolahan daging bekicot supaya


pemanfaatannya lebih luas, terutama sebagai bahan tambahan pada makanan
bayi. Penggunaan lain adalah untuk bahan campuran pembuatan kerupuk dan
makanan lain.

2. BAHAN
1) Bekicot hidup 2 kg (100 ekor)
2) Garam dapur 400 gram
3) Daun jeruk 5 – 10 lembar
4) Air 50 liter
5) Natrium benzoat 1 – 2 gram
6) Kayu bakar atau minyak tanah secukupnya
7) Cuka 25 % secukupnya

3. ALAT
1) Ember Plastik
2) Tampah atau kawat kasa
3) Pengaduk
4) Kompor
5) Pencukil atau pengukit kecil
6) Panci aluminium atau belanga tanah liat
7) Oven (bila perlu)
8) Ayakan halus atau tapisan
9) Alat penumbuk
10) Pisau

Hal. 1/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

11) Panci atau belanga tanah liat

4. CARA PEMBUATAN
A. Pembuatan daging bekicot siap olah

1) Simpan bekicot hidup ukuran sedang dalam bak penampungan selama 2


hari 2 malam untuk mengurangi jumlah kotoran dan lendir, kemudian
masukkan dalam ember;
2) Taburi garam dapur 250 gram;
3) Aduk dengan pengaduk kayu selama 15 menit, sampai lendir banyak yang
keluar;
4) Tiriskan selama 15 menit, kemudian masukkan ke dalam ember lain dan
taburi 150 gram garam;
5) Aduk selama 15 menit, lalu diamkan selama 15 menit, kemudian cuci
sampai bersih dari lendir;
6) Rebus dalam belanga tanah liat selama 20 menit sampai mendidih, setelah
itu tiriskan dan angin-anginkan;
7) Pisahkan cangkang dari daging tubuh dengan alat pengukit;

8) Pisahkan kotoran dari bagian daging kemudian cuci sampai bersih;


9) Rebus selama 20 menit sampai mendidih. Bubuhi 5 – 10 lembar daun jeruk
nipis dan cuka untuk menghilangkan bau amis;
10) Tiriskan dan angin-anginkan sampai dingin dan kering. Hasilnya berupa
daging siap olah.

B. Pengolahan tepung bekicot

1) Potong tipis daging bekicot siap olah;


2) Keringkan dengan sinar matahari selama 16 jam atau menggunakan oven
dengan suhu 500 ~ 550 C selama 6 jam. Pengeringan dianggap selesai bila
daging bekicot dapat dipatahkan dengan tangan;
3) Tumbuk sampai halus, kemudian ayak sampai diperoleh tepung bekicot.

Hal. 2/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN TEPUNG BEKICOT

Hal. 3/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Catatan:
Bahan baku (bekicot hasil penangkapan liar) saat ini sulit diperoleh. Oleh sebab
itu, untuk kesinambungan penyediaan bahan baku perlu diusahakan
pembudidayaan bekicot.

6. DAFTAR PUSTAKA
Perhimpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian. Usaha pengawetan daging
bekicot. Lomba Karya Ilmiah Remaja LIPI-TVRI, 1983.

7. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Agus Sediadi

KEMBALI KE MENU

Hal. 4/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

TEPUNG BERAS

1. PENDAHULUAN
Tepung beras merupakan produk pengolahan beras yang paling mudah
pembuatannya. Beras digiling dengan penggiling hammer mill sehingga
menjadi tepung.

2. BAHAN
Beras

3. PERALATAN
Penggiling. Penggiling yang digunakan adalah hammer mill yang dapat
mengiling bahan kering atau bahan yang bersifat rapuh.

4. CARA PEMBUATAN
1) Beras diayak atau ditampi untuk menghilangkan kotoran seperti kerikil,
sekam, dan gabah.

2) Beras yang sudah bersih, kemudian digiling sampai halus dengan


menggunakan penggiling hammer mill yang berpenyaring 80 mesh.
a. Beras dapat dicuci terlebih dahulu sampai bersih, kemudian direndam di
dalam air yang mengandung natrium bisulfit, 1 ppm (1 g natrium bisulfit di
dalam 1 m3 air ) selama 6 jam.
b. Setelah itu beras ditiriskan dan dikeringkan sehingga dihasilkan beras
lembab. Selanjutnya beras lembab ini digiling sampai halus. Beras
lembab ini lebih mudah dihaluskan sehingga penggilingannya lebih cepat
dan hemat energi.
c. Setelah digiling, tepung beras perlu dijemur atau dikeringkan sampai
kadar air dibawah 14%.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

TEPUNG GANYONG

1. PENDAHULUAN
Serealia dan umbi-umbian banyak tumbuh di Indonesia. Produksi serealia
terutama beras sebagai bahan pangan pokok dan umbi-umbian cukup tinggi.
Begitu pula dengan bertambahnya penduduk, kebutuhan akan serealia dan
umbi-umbian sebagai sumber energi pun terus meningkat. Tanaman dengan
kadar karbohidrat tinggi seperti halnya serealia dan umbi-umbian pada
umumnya tahan terhadap suhu tinggi. Serealia dan umbi-umbian sering
dihidangkan dalam bentuk segar, rebusan atau kukusan, hal ini tergantung dari
selera.

Usaha penganekaragaman pangan sangat penting artinya sebagai usaha untuk


mengatasi masalah ketergantungan pada satu bahan pangan pokok saja.
Misalnya dengan mengolah serealia dan umbi-umbian menjadi berbagai bentuk
awetan yang mempunyai rasa khas dan tahan lama disimpan. Bentuk olahan
tersebut berupa tepung, gaplek, tapai, keripik dan lainya. Hal ini sesuai dengan
program pemerintah khususnya dalam mengatasi masalah kebutuhan bahan
pangan, terutama non-beras.

Gayong adalah sejenis umbi-umbian yang dapat dimakan setelah direbus.


Apabila dijadikan tepung atau pati dapat dipakai sebagai campuran berbagai
makanan yang enak seperti kue. Yang dimaksud dengan tepung ganyong
adalah tepung yang dibuat langsung dari umbinya yang sudah tua dan baik
(tidak ada tanda-tanda kebusukan).

Tabel 1. Komposisi Ganyong (per 100 gram bahan)

KOMPONEN KADAR (mg)


Kalori 95 kal
Karbohidrat 22.600
Protein 1.000
Lemak 100
Phosphor 70
Kalsium 21
Besi 20
Vitamin B1 0,10

2. BAHAN
1) Umbi ganyong yang sudah tua 5 kg

Hal. 1/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

3. ALAT
1) Pisau
2) Parutan
3) Tampah (nyiru)
4) Panci
5) Kain saring atau kain blacu
6) Alat penumbuk (lumpang dan alu)
7) Ayakan

4. CARA PEMBUATAN
1) Cuci ganyong dan bersihkan. Iris tipis-tipis seperti membuat keripik. Irisan
dilakukan menurut arah serat umbi atau melintang.
2) Jemur di bawah sinar matahari selama ± 10 hari sampai irisan ganyong
mudah dipatahkan;
3) Tumbuk, lalu tampi tepung yang dihasilkan;
4. Tumbuk lagi sampai halus sisa yang masih ada, kemudian ayak kembali.

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN TEPUNG GANYONG

Hal. 2/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Catatan:

Serat-serat dan ampas yang dihasilkan waktu menampi atau mengayak tepung
ganyong dapat dipakai sebagai campuran makanan ternak ayam, sapi, babi,
atau itik.

6. DAFTAR PUSTAKA
Pembuatan tepung ganyong. Trubus, XV (172), Maret 1984: 80

7. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Heryanto

KEMBALI KE MENU

Hal. 3/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

TEPUNG GAPLEK UBI JALAR

1. PENDAHULUAN
Tepung biasanya dibuat dengan menggiling gaplek sampai halus sebagai mana
yang dijelaskan sebelumnya. Cara tersebut kurang efisien. Cara yang lebih
efisien adalah tanpa melaluipembuatan gaplek. Caranya adalah dengan
memarut umbi, kemudian diperas untuk mengeluarkan cairannya. Setelah itu,
parutan dijemur. Dengan cara ini waktu penjemuran menjadi lebih singkat.
Dalam waktu satu hari, bahan sudah kering dan dapat digiling menjadi tepung
gaplek ubi jalar.

2. BAHAN
1) Ubi jalar.
2) Air.

3. PERALATAN
1) Pisau dan talenan.
2) Pemarut.
3) Alat pres..
4) Pengering.
5) Penggiling.

4. CARA PEMBUATAN
1) Pengupasan. Umbi dikupas, kemudian dicuci sampai bersih.

2) Pemarutan. Umbi diparut halus menjadi bubur umbi. Jika umbi yang
ditangani cukup banyak, umbi digiling dengan mesin penggiling.

3) Pres. Parutan umbi dibungkus dengan kain yang kuat tapi mempunyai pori-
pori yang cukup besar, kemudian dipres dengan alat pres ulir atau hidrolik.
Cairan yang keluar ditampung dan dibiarkan mengendap. Endapannya
adalah pati yang kemudian dapat dikeringkan menjadi tapioka.

4) Pengeringan. Bubur pati dikeluarkan dari alat pres. Sekarang diperoleh pasta
umbi yang berkadar air lebih rendah. Pasta ini dijemur atau dikeringkan
dengan alat pengering. Jika langit cerah, dalam satu hari,pasta sudah cukup
kering. Hasil pengeringan ini disebut tepung gaplek kasar.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5) Penggilingan. Tepung gaplek kasar selanjutnya dapat dihaluskan menjadi


tepung gaplek halus dengan penggilingan dan pengayakan dengan saringan
80 mesh.

6) Pengemasan. Tepung gaplek dapat dikemas di dalam karung plastik da


ditutup rapat.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

TEPUNG IKAN

1. PENDAHULUAN
Tepung ikan adalah produk berkadar air rendah yang diperoleh dari
penggilingan ikan. Produk yang kaya dengan protein dan mineral ini digunakan
sebagai bahan baku pakan.

Pengolahan ikan menjadi tepung ikan tidak sulit dilakukan. Usaha pengolahan
tepung ikan dapat dilakukan dengan biaya yang tidak terlalu besar.

Tepung ikan dapat dibuat dengan salah satu cara berikut:


1) Cara basah
2) Cara kering
3) Cara penyulingan

Dari ketiga cara di atas, cara kering paling cocok dilakukan untuk industri kecil
karena lebih sederhana dan lebih murah. Tulisan ini hanya menjelaskan cara
kering.

2. BAHAN
Ikan. Berbagai jenis ikan laut dapat diolah menjadi tepung ikan. Akan tetapi
yang paling ekonomis adalah ikan-ikan kecil (rucah) yang kurang disukai untuk
dikonsumsi dan harganya relatif murah.

3. PERALATAN
1) Penggiling ikan. Alat ini digunakan untuk menggiling ikan basah dan bubur
kering ikan.
2) Alat pengering. Alat ini digunakan untuk mengeringkan ikan sehingga kadar
air mencapai 8%.
3) Alat press. Alat ini digunakan untuk mempres ikan kering sehinga sebagian
lemaknya keluar.

4. CARA PEMBUATAN
1) Pengilingan Ikan Basah
a. Pengilingan ikan basah dilakukan terhadap ikan yang berukuran sedang
dan besar. Ikan-ikan yang berukuran kecil (ter) tidak harus digiling, dan
proses ini tidak harus dilakukan.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

b. Ikan berukuran sedang dan besar, perlu dibuang jeroannya, dan dicuci.
Sedangkan untuk ikan yang berukuran kecil, pembuangan jeroan dan
pencucian tidak perlu dilakukan.
c. Ikan digiling dengan penggiling ulir sehingga diperoleh bubur mentah ikan.

2) Pengukusan.
Bubur ikan atau ikan kecil dikukus dengan uap panas selama 1 jam sehingga
bubur atau ikan kecil menjadi matang secara sempurna. Hail pengukusan
disebut dengan bubur matang ikan.

3) Pengeringan
Bubur matang ikan dikeringkan dengan alat pengering sampai kadar air
sekitar 8%. Hasil pengeringan disebut cake kering ikan. Cake kering ikan
mempunyai kadar lemak tinggi (di atas 30%).

4) Pemerasan Minyak
Cake kering ikan diperas dengan alat pres sehingga sebagian dari minyak
keluar.

5) Penggilingan Cake
Cake yang telah dipres digiling dengan mesin penggiling sehingga diperoleh
tepung ikan yang cukup halus (lolos ayakan 40-60 mesh).

6) Pengemasan
Tepung ikan dikemas di dalam karung plastik atau di dalam wadah yan
kedap uap air. Sebelum pengemasan, kadar air tepung harus di bawah 8%.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

TEPUNG JAHE

1. PENDAHULUAN
Tepung jahe adalah butiran kering dari hasil penggilingan jahe kering. Produk
ini digunakan untuk bumbu masakan, dan bahan minuman.

2. BAHAN
Jahe kering

3. PERALATAN
1) Penggiling. Alat ini digunakan untuk menggiling jahe kering menjadi tepung
jahe.
2) Tempat menjemur. Alat ini berupa tampah bambu untuk meletakkan jahe
yang dijemur dan balai-balai untuk meletakkan tampah.

4. CARA PEMBUATAN
Jahe kering digiling sampai halus (lolos ayakan 80 mesh) dengan mesin
penggiling. Setelah itu, tepung jahe dikemas di dalam karung plastik. Selama
penyimpanan dan pengangkutan, bahan tidak boleh terkena air, dan tidak boleh
berada di tempat yang lembab.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

TEPUNG KACANG TANAH


DAN
MINYAK KACANG TANAH
1. PENDAHULUAN
Kacang tanah dapat dipres sehingga minyaknya keluar. Hasil pres adalah
kacang tanah dengan kadar minyak yang rendah, dan minyak kacang tanah.
Selanjutnya kacang tanah dengan kadar minyak rendah digiling menjadi tepung
kacang tanah. Sedangkan, minyak hasil pres dapat digunakan langsung
sebagai minyak goreng.

Pembuatan kedua produk cukup mudah dengan biaya yang tidak terlalu mahal.

2. BAHAN
Biji kacang tanah.

3. PERALATAN
1) Panci.
2) Alat pengering.
3) Alat pres.
4) Pengukus.
5) Pengiling.

4. CARA PEMBUATAN
1) Proses Pendahuluan
a. Blanching. Kacang tanah dicelupkan ke dalam air mendidih selama 1-3
menit sambil diaduk-aduk. Setelah itu kacang ditiriskan.
b. Pengeringan. Kacang yang telah di blanching dikeringkan pada suhu 130-
150°C selama 3-4 jam sehingga kadar air kurang dari 6%. Setelah itu
kacang didinginkan.
c. Pembuangan kulit ari. Kacang yang telah dikeringkan digosok-gosok
dengan tangan sehingga kulit arinya terlepas. Setelah itu, kacang ditampi
sehingga kulit ari yang telah terlepas dapat dibuang dan diperoleh biji
kacang tanpa kulit ari.

2) Pengepresan
Kacang yang telah dibuang kulit arinya dibungkus dengan kain katun tebal
yang kuat, kemudian dipres sehingga sebagian besar minyaknya keluar.
Hasil pengepresan adalah bungkil dan minyak kacang tanah.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

3) Penggilingan Bungkil
Bungkil kacang tanah digiling dengan mesin penggiling sampai halus (60
mesh). Penghalusan bungkil dapat juga dilakukan dengan menggunakan
blender atau ditumpuk dengan lesung. Hasil yang diperoleh disebut dengan
tepung kacang tanah. Tepung kacang ini berkadar minyak rendah.

4) Pemurnian Minyak Kacang


a. Minyak kacang tanah didiamkan selama semalam, kemudian disaring
dengan kain saring rapat (3 lapis). Setelah itu minyak dipanaskan pada
suhu 1500C selama 15 menit. Selama pemanasan dilakukan
pengadukan.
b. Setelah pemanasan, minyak didiamkan lagi selama semalam. Endapan
yang terbentuk dibuang, kemudian disaring lagi dengan kain saring rapat
(3 lapis). Hasil yang diperoleh adalah minyak kacang tanah yang dapat
disimpan lama.

5) Pengemasan
a. Tepung kacang tanah dikemas di dalam kantong plastik, atau kotak
kaleng.
b. Sedangkan minyak kacang disimpan di dalam botol kaca yang berwarna
gelap dan ditutup rapat.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

TEPUNG PISANG

1. PENDAHULUAN
Tepung Pisang adalah hasil penggilingan buah pisang kering (gaple pisang).
Produk ini digunakan untuk formulasi kue, dan makanan bayi walaupun
demikian, produk ini belum banyak dikenal masyarakat. Pembuat tepung pisang
mudah dilakukan, dan biayanya tidak mahal.

2. BAHAN
Pisang matang petik yang kulitnya masih hijau dan daging buah masih keras.
Pisang ini akan matang konsumsi jika diperam.

3. PERALATAN
1) Wadah pemanas pendahuluan. Alat ini digunakan untuk memanaskan
pisang berkulit yang akan dikupas. Untuk jumlah kecil, pemanasan dapat
dilakukan dengan periuk tanah. Untuk jumlah besar pemanas dibuat dari
drum bekas yang berdinding rangkap seperti gambar di bawah ini:

Gambar 1. Wadah Pemanas

2) Pisau dan talenan. Alat ini digunakan untuk mengupas, dan memotong –
motong pisang.
3) Alat perajang. Alat ini digunakan untuk merajang (pemotongan) pisang
mentah. Alat ini diperlukan jika pisang diolah cukup banyak.
4) Alat pengering. Alat ini digunakan unutk mengering rajangan pisang.
Berbagai tipe pengering tersedia untuk keperluan tersebut.

Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5) Alat penggiling. Alat ini diperlukan untuk menggiling rajang pisang kering
menjadi tepung pisang.

4. CARA PEMBUATAN
1) Pemanasan dan Pengupasan.
Wadah pemanas diletakkan di atas api (tungku atau kompor), kemudian
dibiarkan sampai panas. Setelah itu pisang dimasukkan sampai penuh, dan
wadah ditutup. Sementara itu api tetap dinyalakan. Jika pisang telah cukup
mendapat pemanasan (biasanya selama 15 menit), api dimatikan dan pisang
dibiarkan dingin. Pisang yang telah cukup mendapat pemanasan, kulitnya
menjadi kusam dan layu, serta kulitnya tidak bergetah lagi jika dikupas.
Pisang yang telah dingin dikupas dengan pisau, atau dengan bilah bambu
yang pipih yang dibentuk seperti mata pisau.

2) Pemotongan.
Pisang yang telah dikupas dipotong-potong melintang atau menyerong.
Semakin kecil ukuran potongan semakin baik, karena akan semakin cepat
kering jika dikeringkan.

3) Pengeringan.
Potongan pisang dihamparkan di atas tampah atau nyiru yang anyamannya
jarang. Setelah itu dilakukan penjemuran sampai potongan pisang kering.
Pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan alat pengering. Pada
saat langit berawan atau hari hujan, tapi tidak tersedia alat pengering,
pengeringan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : Di atas api (api
unggun, api dapur dan api kompor) diletakkan seng gelombang (jarang 20-30
cm). Diatas seng gelombang tersebut diletakkan tampah yang berisi
potongan pisang. Penjemuran atau pengeringan dilakukan sampai bahan
benar-benar kering dengan tanda mngerasnya bahan, tapi mudah
dipatahkan (rapuh). Hasil pengeringan ini disebut dengan potongan pisang
kering (gaplek pisang)

4) Penyimpanan gaplek pisang.


Gaplek pisang dapat disimpan lama, jika bahan disimpan pada wadah
tertutup yang tidak dapat dimasuki oleh uap air dan serangga. Disarankan
menggunakan kantong plastik tebal untuk mengemas gaplek pisang,
kemudian kantong tersebut dimasukkan ke dalam kotak kaleng yang dapat
ditutup rapat.

5) Penggilingan.
Gaplek pisang digiling dengan alat penggiling, sampai halus (80 mesh). Hasil
penggilingan ini disebut dengan tepung pisang.

Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

6) Penyimpanan tepung pisang.


Tepung pisang harus disimpan pada wadah tertutup yang tidak dapat
dimasuki oleh uap air dan serangga. Disarankan menggunakan kantong
plastik tebal untuk mengemas tepung pisang, kemudian kantong tersebut
dimasukkan ke dalam kotak kaleng yang dapat ditutup rapat.

5. KONTAK HUBUNGAN
1) Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Jl. Rasuna Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

2) Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi, Deputi Bidang Pendayagunaan


dan Pemasyarakatan Iptek, Gedung II BPPT Lantai 6, Jl. M.H.Thamrin No. 8,
Jakarta 10340, Indonesia, Telp. +62 21 316 9166~69, Fax. +62 21 310 1952,
Situs Web: http://www.ristek.go.id

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Esti, Sarwedi

KEMBALI KE MENU

Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

TEPUNG SAGU

1. PENDAHULUAN
Tepung sagu adalah pati yang diekstrak dari batang sagu. Produk ini digunakan
untuk pengolahan makanan, pakan, kosmetika, industri kimia dan pengolahan
kayu.

Batang sagu dapat diolah menjadi tepung sagu dengan cara sederhana
menggunakan alat-alat yang biasa terdapat di dapur rumahtangga. Untuk
industri kecil, pengolahan sudah memerlukan alat-alat mekanis untuk
mempertinggi efisiensi hasil dan biaya. Alat-alat tersebut dapat dibuat di
bengkel konstruksi biasa dengan menggunakan bahan-bahan lokal. Untuk
industri menengah dan besar, pengolahan memerlukan alat-alat moderen
dengan kerja efisien dan kapasitas besar.

Pada tulisan ini dijelaskan pengolahan tepung sagu skala rumahtangga.

2. BAHAN
1) Batang sagu.

2) NaHSO3

3. PERALATAN
1) Pengupas kulit seperti ; kapak, golok atau pisau.

2) Perendam parutan (baskom, ember, drum atau bak semen)

3) Pemarut sagu.

4) Penyaring bubur sagu.

5) Tempat pengemdapan (baskom atau ember).

6) Pengering.

1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4. CARA PEMBUATAN
1) Pengupasan. Batang sagu dikupas untuk membuang kulit luar yang keras.

2) Pemarutan. Batang sagu yang telah dikupas kulitnya diparut halus menjadi
bubur sagu. Jika batang yang ditangani cukup banyak, batang diparut
dengan mesin pemarut.

3) Pembuatan larutan sulfit. Natrium bisulfit dilarutkan ke dalam air. Setiap 1


liter air ditambah dengan 3 gram senaya natrium bisulfit. Larutan yang telah
diperoleh disebut larutan sulfit. Larutan silfit dapat dibuat dengan biaya
murah dengan cara mengalirkan gas SO2 ke dalam air. Gas SO2 tersebut
dibuat dengan membakar belerang (S atau sulfur).

4) Penambahan larutan sulfit dan pengadukan. Bubur hasil pemarutan


ditambah larutan sulfit (1 bagian bubur ditambah degan 1 bagian air)
sehingga menjadi bubur encer. Bubur encer ini diaduk-aduk agar pati lebih
banyak yang terlepas dari sel batang. Jika bubur cukup banyak, pengadukan
dilakukan denga alat pengaduk mekanis.

5) Penyaringan suspensi pati. Bubur sagu disaring dengan kain saring sehingga
pati lolos dari saringan sebagai suspensi pati, dan serat tertinggal paa kain
saring. Suspensi pati ini ditampung pada wadah pengendapan. Penyaringan
juga dapat dilakukan dengan mesin penyaring mekanis.

6) Pengemdapan pati. Suspensi pati dibiarkan mengendap di dalam wadah


pengendapan selama 12 jam. Pati akan mengendap sebagai pasta. Cairan
diatas endapan dibuang.

7) Pengeringan. Pasta pati dijemur diatas tampah, atau dikeringkan dengan alat
pengering sampai kadar air dibawah 14%. Produk yang telah kering akan
gemerisik bila diremas-remas. Hasil pengeringan ini disebut dengan tepung
kasar.

8) Penggilingan. Tepung kasar selanjutnya ditumbuk atau digiling sampai halus


(sekurang-kurangnya 80 mesh) menjadi tepung sagu.

9) Pengemasan.Tepung sagu dapat dikemas didalam karung plstik atau kotak


kaleng dalam keadaan tertutp rapat.

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

TEPUNG SINGKONG

1. PENDAHULUAN
Serealia dan umbi-umbian banyak tumbuh di Indonesia. Produksi serealia
terutama beras sebagai bahan pangan pokok dan umbi-umbian cukup tinggi.
Begitu pula dengan bertambahnya penduduk, kebutuhan akan serealia dan
umbi-umbian sebagai sumber energi pun terus meningkat. Tanaman dengan
kadar karbohidrat tinggi seperti halnya serealia dan umbi-umbian pada
umumnya tahan terhadap suhu tinggi. Serealia dan umbi-umbian sering
dihidangkan dalam bentuk segar, rebusan atau kukusan, hal ini tergantung dari
selera.

Usaha penganekaragaman pangan sangat penting artinya sebagai usaha untuk


mengatasi masalah ketergantungan pada satu bahan pangan pokok saja.
Misalnya dengan mengolah serealia dan umbi-umbian menjadi berbagai bentuk
awetan yang mempunyai rasa khas dan tahan lama disimpan. Bentuk olahan
tersebut berupa tepung, gaplek, tapai, keripik dan lainya. Hal ini sesuai dengan
program pemerintah khususnya dalam mengatasi masalah kebutuhan bahan
pangan, terutama non-beras.

Ubi kayu atau singkong merupakan salah satu bahan makanan sumber
karbohidrat (sumber energi).

Tabel 1. Komposisi Ubi Kayu (per 100 gram bahan)

KOMPONEN KADAR
Kalori 146,00 kal
Air 62,50 gram
Phosphor 40,00 mg
Karbohidrat 34,00 gram
Kalsium 33,00 mg
Vitamin C 30,00 mg
Protein 1,20 gram
Besi 0,70 mg
Lemak 0,30 gram
Vitamin B1 0,06 mg
Berat dapat dimakan 75,00

Ubi kayu dalam keadaan segar tidak tahan lama. Untuk pemasaran yang
memerlukan waktu lama, ubi kayu harus diolah dulu menjadi bentuk lain yang
lebih awet, seperti gaplek, tapioka (tepung singkong), tapai, peuyeum, keripik
singkong dan lain-lain.

Hal. 1/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Tepung singkong dibuat dari potongan ubi kayu yang telah kering, kemudian
dihaluskan. Ubi kayu yang digunakan harus baik dan sudah tua, sehingga
tepung yang dihasilkanpun baik. Ubi kayu yang berumur 6 bulan kadar airnya
masih sangat tinggi sehingga zat tepungnya hanya sedikit. Tepung singkong
dipakai sebagai bahan membuat makanan.

2. BAHAN
Ubi kayu (singkong)

3. ALAT
1) Pisau
2) Baskom atau panci
3) Alat perajang (talenan)
4) Tampah atau (nyiru)
5) Ayakan
6) Alat penumbuk (lumpang dan alu)

4. CARA PEMBUATAN
1) Kupas singkong, cuci lalu jemur hingga kering;

2) Masukkan singkong kering ke dalam lumpang, kemudian tumbuk;

3) Setelah itu ayak dengan ayakan halus;

4) Tumbuk lagi sisa pengayakan dan ayak kembali hingga halus;

5) Jemur hasil ayakan atau tepung di bawah sinar matahari. Apabila hujan,
pengeringan dilakukan di dalam ruangan dengan pemanas buatan, seperti
kompor.

Hal. 2/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN TEPUNG SINGKONG

6. DAFTAR PUSTAKA
Tepung Singkong Dalam: Paket Industri Pangan. Bogor : Pusat
Pengembangan Teknologi Pangan. IPB,1989. Hal. 1.

7. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Agus Sediadi

KEMBALI KE MENU

Hal. 3/ 3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

TEPUNG TAPIOKA

1. PENDAHULUAN
Serealia dan umbi-umbian banyak tumbuh di Indonesia. Produksi serealia
terutama beras sebagai bahan pangan pokok dan umbi-umbian cukup tinggi.
Begitu pula dengan bertambahnya penduduk, kebutuhan akan serealia dan
umbi-umbian sebagai sumber energi pun terus meningkat. Tanaman dengan
kadar karbohidrat tinggi seperti halnya serealia dan umbi-umbian pada
umumnya tahan terhadap suhu tinggi. Serealia dan umbi-umbian sering
dihidangkan dalam bentuk segar, rebusan atau kukusan, hal ini tergantung dari
selera.

Usaha penganekaragaman pangan sangat penting artinya sebagai usaha untuk


mengatasi masalah ketergantungan pada satu bahan pangan pokok saja.
Misalnya dengan mengolah serealia dan umbi-umbian menjadi berbagai bentuk
awetan yang mempunyai rasa khas dan tahan lama disimpan. Bentuk olahan
tersebut berupa tepung, gaplek, tapai, keripik dan lainya. Hal ini sesuai dengan
program pemerintah khususnya dalam mengatasi masalah kebutuhan bahan
pangan, terutama non-beras.

Ubi kayu atau singkong merupakan salah satu bahan makanan sumber
karbohidrat (sumber energi).

Tabel 1. Komposisi Ubi Kayu (per 100 gram bahan)

KOMPONEN KADAR
Kalori 146,00 kal
Air 62,50 gram
Phosphor 40,00 mg
Karbohidrat 34,00 gram
Kalsium 33,00 mg
Vitamin C 30,00 mg
Protein 1,20 gram
Besi 0,70 mg
Lemak 0,30 gram
Vitamin B1 0,06 mg
Berat dapat dimakan 75,00

Ubi kayu dalam keadaan segar tidak tahan lama. Untuk pemasaran yang
memerlukan waktu lama, ubi kayu harus diolah dulu menjadi bentuk lain yang
lebih awet, seperti gaplek, tapioka (tepung singkong), tapai, peuyeum, keripik
singkong dan lain-lain.

Hal. 1/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Tepung tapioka yang dibuat dari ubi kayu mempunyai banyak kegunaan, antara
lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri. Dibandingkan dengan
tepung jagung, kentang, dan gandum atau terigu, komposisi zat gizi tepung
tapioka cukup baik sehingga mengurangi kerusakan tenun, juga digunakan
sebagai bahan bantu pewarna putih.

Tapioka yang diolah menjadi sirup glukosa dan destrin sangat diperlukan oleh
berbagai industri, antara lain industri kembang gula, penggalengan buah-
buahan, pengolahan es krim, minuman dan industri peragian. Tapioka juga
banyak digunakan sebagai bahan pengental, bahan pengisi dan bahan
pengikat dalam industri makanan, seperti dalam pembuatan puding, sop,
makanan bayi, es krim, pengolahan sosis daging, industri farmasi, dan lain-lain.
Ampas tapioka banyak dipakai sebagai campuran makanan ternak.

Pada umumnya masyarakat kita mengenal dua jenis tapioka, yaitu tapioka
kasar dan tapioka halus. Tapioka kasar masih mengandung gumpalan dan
butiran ubi kayu yang masih kasar, sedangkan tapioka halus merupakan hasil
pengolahan lebih lanjut dan tidak mengandung gumpalan lagi.

Kualitas tapioka sangat ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu :

1) Warna Tepung; tepung tapioka yang baik berwarna putih.


2) Kandungan Air; tepung harus dijemur sampai kering benar sehingga
kandungan airnya rendah.
3) Banyaknya serat dan kotoran; usahakan agar banyaknya serat dan kayu
yang digunakan harus yang umurnya kurang dari 1 tahun karena serat dan
zat kayunya masih sedikit dan zat patinya masih banyak.
4) Tingkat kekentalan; usahakan daya rekat tapioka tetap tinggi. Untuk ini
hindari penggunaan air yang berlebih dalam proses produksi.

2. BAHAN
Ubi kayu

3. ALAT
1) Pisau
2) Panci
3) Parutan
4) Kain Saring
5) Tampah atau (nyiru)
6) Alat penumbuk (lumpang dan alu)

Hal. 2/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4. CARA PEMBUATAN
1) Kupas, cuci dan parut ubi kayu segar;
2) Tambahkan air, peras dan saring dengan kain saring;
3) Simpan hasil saringan selama 1 malam untuk mengendapkan patinya;
4) Kemudian buang air di atas endapan dan tiriskan hasil pengendapan;
5) Jemur di bawah sinar matahari sampai kering;
6) Tumbuk lalu ayak.

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN TEPUNG TAPIOKA

Hal. 3/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

Catatan:

Untuk mempercepat pengendapan, dapat ditambahkan tawas atau aluminium


Sulfat Al2 (SO4)3 sebanyak 1 g/lt dan karbohidrat (CaOCL2) sebanyak 1 mg/lt,
sedangkan untuk memperbaiki warna dapat ditambahkan natrium bisulfit (Na2
SO4) sebanyak 0,1 %.

6. DAFTAR PUSTAKA
Tri Radiyati dan Agusto, W.M. Tepung tapioka (perbaikan). Subang : BPTTG
Puslitbang Fisika Terapan – LIPI, 1990 Hal. 10-13.

7. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 4/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

TEPUNG TULANG

1. PENDAHULUAN
Tepung tulang adalah bahan hasil penggilingan tulang telah diekstrak
gelatinnya. Produk ini digunakan untuk bahan baku pakan yang merupakan
sumber mineral (terutama kalsium) dan sedikit asam amino.

Pembuatan tepung tulang juga merupakan upaya untuk mendayagunakan


limbah tulang yang biasanya tidak terpakai dan dibuang di rumah pemotongan
hewan.

2. BAHAN
1) Tulang
2) Larutan kapur 10 %. Cara membuat 1 m3 larutan kapur 10% adalah sebagai
berikut: 100 kg kapur dimasukkan ke dalam bak, kemudian ditambahkan air
sampai volumenya menjadi 1 m3. Campuran ini diaduk-aduk sampai
kapurnya larut.

3. PERALATAN
1) Keranjang semprotan. Alat ini digiunakan untuk meletakkan tulang yang
dicuci dengan semprotan air. Dasar wadah berlobang-lobang untuk
meniriskan air.
2) Wadah perendaman. Wadah ini digunakan sebagai tgempat merendam
serpihan tulang. Untuk itu dapat digunakan bak semen, bak serat gelas (fiber
glass), baskom plastik, atau ember plastik.
3) Mesin penggiling tulang. Alat ini digunakan untuk menggiling tulang hingga
menjadi sepihan dengan ukuran 1~3 cm.
4) Palu dan kayu landasan. Alat ini digunakan jika tidak tersedia mesin
penggiling tulang.
5) Wadah perebusan. Alat ini digunakan untuk merebus tulang. Drum bekas
yang dipotong dua dapat digunakan untuk keperluan ini.
6) Wadah ekstraksi gelatin. Alat ini digunakan untuk merendam tulang pada
suhu panas setelah tulang tersebut direndam dengan larutan kapur. Wadah
ini terbuat dari logam tahan karat, seperti aluminium dan stainless steel.
7) Wadah penguapan larutan gelatin. Wadah ini digunakan untuk penguapan
larutan gelatin. Wadah ini terbuat dari logam tahan karat, seperti aluminium
dan stainless steel. Bentuknya berupa bak dangkal dengan permukaan luas.
8) Tungku atau kompor
9) Cetakan. Cetakan terbuat dari plat aluminium atau stainless steel yang
bersekat-sekat.
1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

4. CARA PEMBUATAN
1) Pengeringan dan penggilingan tulang. Tulang diperlakukan seperti apa yang
dilakukan pada pembuatan gelatin. Setelah gelatin diekstraksi, tulang
dikelurakan dari wadah perendaman, kemudian dijemur sampai kering.
Setelah itu pengeringan tulang dilanjutkan dengan menggunakan alat
pengering agar kadar air bisa mencapai di bawah 5%. Pengeringan dapat
dilakukan sampai suhu 1000C. Tulang yang telah kering ini selanjutnya
digiling sampai kehalusan 80 mesh. Biasanya rendemen tepung tulang
adalah 70% (dihitung dari berat tulang).

2) Pengemasan. Tepung tulang dapat dikemas di dalam karung atau kantong


plastik.

5. KONTAK HUBUNGAN
1) Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Jl. Rasuna Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

2) Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi, Deputi Bidang Pendayagunaan


dan Pemasyarakatan Iptek, Gedung II BPPT Lantai 6, Jl. M.H.Thamrin No. 8,
Jakarta 10340, Indonesia, Telp. +62 21 316 9166~69, Fax. +62 21 310 1952,
Situs Web: http://www.ristek.go.id

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

TEPUNG UBI JALAR

1. PENDAHULUAN
Tepung ubi jalar adalah tepung pati yang diperoleh dari proses ekstra pati
secara basah terhadap umbi ubi jalar.

Pembuatan tepung ubi jalar sama dengan pembuatan tapioka. Umbi diparut,
ditambah air untuk ekstraksi pati., kemudian disaring untuk memisahkan serat,
diendapkan untuk mendapatkan pasta pati, dikeringkan dan terakhir, digiling
untuk menghaluskan pati menjadi tepung ubi jalar.

2. BAHAN
1) Ubi jalar.
2) Air.

3. PERALATAN
1) Pisau dan talenan.
2) Pemarut.
3) Penyaring.
4) Wadah pengendapan.
5) Pengering.
6) Penggiling.

4. CARA PEMBUATAN
1) Pengupasan. Umbi dikupas, kemudian dicuci sampai bersih.

2) Pemarutan. Umbi diparut halus menjadi bubur umbi. Jika umbi yang
ditangani cukup banyak, umbi digiling dengan mesin penggiling. Setelah itu,
bubur ditambah air (1 bagian bubur ditambah dengan 2 bagian air), diaduk-
aduk agar pati lebih banyak yang terlepas dari sel umbi. Jika bubur cukup
banyak, pengadukan dilakukan dengan alat pengaduk mekanis.

3) Penyaringan suspensi pati. Bubur umbi disaring dengan kain saring


sehingga pati lolos dari saringan sebagai suspensi pati, dan serat tertinggal
pada kain saring. Suspensi pati ini ditampung pada wadah pengendapan..

4) Pengeringan. Suspensi pati dibiarkan mengendap di dalam wadah


pengendapan selama 12 jam. Pati akan mengendap sebagai pasta. Cairan
di atas endapan dibuang, dan pasta dijemur di atas tampah, atau dikeringkan
dengan alat pengering sampai kadar air di bawah 14%. Produk yang telah
1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

kering akan gemersik bila diremas-remas. Hasil pengeringan ini disebut


dengan tepung kasar.

5) Penggilingan. Tepung kasar selanjutnya dapat ditumbuk atau digiling


sampai halus (sekurang-kurangnya 80 mesh) menjadi tepung ubi jalar.

6) Pengemasan. Tepung ubi jalar dapat dikemas di dalam karung plastik atau
kotak kaleng dalam keadaan tertutup rapat.

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

TERASI

1. PENDAHULUAN
Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat selain
sebagai komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses pembusukan
dibandingkan dengan bahan makanan lain. Bakteri dan perubahan kimiawi
pada ikan mati menyebabkan pembusukan. Mutu olahan ikan sangat
tergantung pada mutu bahan mentahnya.

Tanda ikan yang sudah busuk:


- mata suram dan tenggelam;
- sisik suram dan mudah lepas;
- warna kulit suram dengan lendir tebal;
- insang berwarna kelabu dengan lendir tebal;
- dinding perut lembek;
- warna keseluruhan suram dan berbau busuk.

Tanda ikan yang masih segar:


- daging kenyal;
- mata jernih menonjol;
- sisik kuat dan mengkilat;
- sirip kuat;
- warna keseluruhan termasuk kulit cemerlang;
- insang berwarna merah;
- dinding perut kuat;
- bau ikan segar.

Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi
masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Namun ikan cepat
mengalami proses pembusukan. Oleh sebab itu pengawetan ikan perlu
diketahui semua lapisan masyarakat. Pengawetan ikan secara tradisional
bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak
memberikan kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak. Untuk
mendapatkan hasil awetan yang bermutu tinggi diperlukan perlakukan yang
baik selama proses pengawetan seperti : menjaga kebersihan bahan dan alat
yang digunakan, menggunakan ikan yang masih segar, serta garam yang
bersih. Ada bermacam-macam pengawetan ikan, antara lain dengan cara:
penggaraman, pengeringan, pemindangan, perasapan, peragian, dan
pendinginan ikan.

Terasi merupakan produk ikan setengah basah yang dibuat dari udang atau
ikan-ikan kecil yang dicampur dengan garam, kemudian diragikan. Terasi
digunakan sebagai bahan penyedap masakan seperti pada masakan sayuran,

Hal. 1/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

sambal, rujak, dan sebagainya. Sebagai bahan makanan setengah basah yang
berkadar garam tinggi, terasi dapat disimpan berbulan-bulan.

2. BAHAN
1) Ikan laut (ikan tawar) 10 kg
2) Garam dapur 3 kg

3. ALAT
1) Bak (tong kayu) tempat penggaraman
2) Pisau
3) Tampah (nyiru)
4) Peti Kayu (keranjang bambu)

4. CARA PEMBUATAN
1) Cuci ikan kecil-kecil atau rebon sampai bersih dari kotoran;
2) Masukkan ke dalam baskom penggaraman, tambahkan garam dan aduk
sampai rata;
4) Tutup bak dan biarkan campuran ikan garam selama 1~7 hari (peragian I);
5) Selesai peragian I, jemur rebon atau ikan di terik matahari sampai setengah
kering kemudian tumbuk sampai hancur (lumat), lalu jemur lagi. Lakukan hal
tersebut selama 2~4 hari (peragian II). Kemudian cetak dan bungkus.
Apabila perlu jemur lagi baru dibungkus.

Hal. 2/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN TERASI

6. DAFTAR PUSTAKA
1) Berbagai cara pengolahan dan pengawetan ikan. Yogyakarta : Proyek
Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Departemen Pertanian, 1987. Hal.
26.
2) Pembuatan terasi. Jakarta : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Industri Hasil Pertanian, Departemen Perindustrian, 1982. 3 hal.

Hal. 3/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

7. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Kemal P

KEMBALI KE MENU

Hal. 4/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

YAM TOMAT

1. PENDAHULUAN
Yam tomat adalah sejenis saos dengan konsistensi lebih kental. Yam ini dibuat
tanpa penambahan bumbu kecuali gula dan asam. Cara pembuatannya sama
dengan pembuatan saos tomat yang lain.

2. BAHAN
1) Buah tomat. Buah tomat yang digunakan adalah yang telah matang
sempurna dan berwarna merah rata. Jumlah 1 kg.

2) Gula pasir putih bersih yang telah dihaluskan (750 gram).

3) Pengawet. Pengawet adalah senyawa kimia yang dapat menghambat


pertumbuhan mikroba perusak saos. Pengawet yang digunakan adalah
senyawa benzoat dalam bentuk asam benzoat (C6H5COOH), atau garamnya
(sodium benzoat dan kalsium benzoat).
Untuk keperluan pengolahan yam ini, jumlah asam atau sodium benzoat
yang digunakan adalah 8 gram.

4) Pengasaman digunakan untuk mengasamkan atau untuk menurunkan pH


saus menjadi 3,8~4,4. Pada pH rendah pertumbuhan kebanyakan bakteri
akan tertekan, dan sel generatif serta spora bakteri sangat sensitif terhadap
panas. Dengan demikian, proses sterilisasi bahan yang ber-pH rendah dapat
dilakukan dengan suhu air mendidih (1000C) dan tidak perlu dengan suhu
lebih tinggi (1210C).
Asam juga bersinergisme dengan asam benzoat dalam menekan
pertumbuhan mikroba. Jumlah asam yang diperlukan: asam sitrat, 5 gram.

3. PERALATAN
1) Pisau perajang dan landasan perajang. Alat ini digunakan untuk merajang
buah tomat.. Hasil perajangan adalah berupa potongan-potongan tomat yang
berukuran 2~3 cm.

2) Penggiling rajangan tomat. Alat ini digunakan untuk menggiling rajangan


tomat menjadi bubur tomat.
Blender dapat digunakan untuk menghaluskan rajangan tomat dalam jumlah
kecil menjadi bubur.
Mesin penggiling digunakan untuk menggiling tomat dalam jumlah besar
menjadi bubur tomat.
1
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

3) Wadah pemasak saus. Wadah ini adalah untuk memasak bubur tomat yang
telah diberi bumbu. Wadah ini harus terbuat dari bahan tahan karat, bagian
dalamnya licin dan mudah dibersihkan.

4) Kompor. Kompor bersumbu digunakan untuk memasak saos dalam jumlah


kecil. Kompor bertekanan udara digunakan untuk memasak saos dalam
jumlah lebih besar.

5) Tungku. Tungku hemat energi dapat dijadikan alternatif, tetapi tungku ini
lebih berjelaga, sehingga lebih mengotori wadah. Disamping itu, panas
tungku lebih sulit diatur. Keuntungannya adalah hemat dalam pemakaian
bahan bakar kayu sehingga biaya pengoperasiannya lebih murah.

6) Penutup botol. Penutup botol digunakan untuk memasangkan tutup botol dari
kaleng ke mulut botol secara rapat. Alat ini mempunyai konstruksi yang
sederhana dan biaya pembuatannya murah.

7) Timbangan. Timbangan digunakan untuk menakar berat bahan yang


digunakan. Kapasitas timbangan disesuaikan dengan jumlah bahan yang
diolah.

8) Segel plastik. Segel plastik adalah kantong plastik yang kedua ujungnya
terbuka yang dapat menempel secara rapat sekali pada mulut botol yang
telah dipasang tutupnya. Plastik ini berfungsi sebagai segel.

4. CARA PEMBUATAN
1) Pembuatan Yam
a. Tomat dicuci bersih, bagian tangkal yang agak menghitam dibuang,
kemudian di rendam di dalam air yang telah diberi kaporit (10 ppm selama
10 menit). Setelah itu tomat ditiriskan.
b. Tomat digiling atau diblender sampai halus sehingga diperoleh bubur
tomat.
c. Bubur tomat dicampur dengan gula pasir yang telah dihaluskan, asam
sitrat, dan asam benzoat; kemudian campuran dimasak, dan dibiarkan
mendidih dengan api sedang sambil diaduk-aduk sampai volume menjadi
setengah volume semula.
d. Pengadukan dan pemanasan diteruskan dengan api sangat kecil sekedar
mempertahankan bahan tetap panas. Pengemasan dilakukan pada saat
yam ini dipanaskan.

2) Pengemasan
a. Botol kaca yang bersih direndam didalam air yang mengandung kaporit 5-
10 ppm (5 sampai 10 gram kaporit per 1 m3 air) selama 30 menit di dalam
wadah tahan karat. Botol disusun di dalam air perendam tersebut dalam
2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

posisi terbalik. Setelah itu, wadah yang berisi rendaman botol direbus
sampai mendidih. Setelah mendidih, api dikecilkan sekedar untuk
mempertahankan air perebus tetap panas. Kondisi ini dipertahankan
selama pengemasan. Sementara itu, tutup botol direbus di dalam air
mendidih lain. Selama pengemasan, tutup botol harus tetap berada pada
air mendidih.
b. Sebuah botol dikeluarkan dari air mendidih dalam keadaan terbalik
dengan menggunakan penjepit. Dengan bantuan corong, yam panas
segera dituangkan ke dalam botol. Botol diisi hanya sampai 4 cm di
bawah mulut botol. Setelah itu, sebuah tutup botol yang sedang direbus
segera diangkat, dipasangkan pada mulut botol, dan ditutupkan dengan
bantuan alat penutup botol. Pekerjaan ini harus dilakukan secara cepat
dan cermat.
c. Proses di atas diulang sampai semua yam terkemas di dalam botol.

3) Sterilisasi
a. Botol yang sudah berisi yam dan tertutup rapat direbus didalam air
mendidih selama 30 menit. Proses ini akan membunuh banyak mikroba
pembusuk yang dapat merusak bahan.
b. Setelah itu, botol dikeluarkan dari air mendidih, dan disimpan dalam
keadaan terbalik. Jika terjadi rembesan saus melalui tutup botol, tutup
harus dibuka dan dilakukan kembali penutupan dengan tutup yang baru.
Setelah itu, botol ini harus disterilkan kembali.

4) Penyegelan
Setelah semua yam terkemas di dalam botol, segel plastik dipasang pada
mulut botol. Mulut botol yang terpasang segel dicelupkan pada panas (900
C) beberapa detik sehingga segel mengkerut dan menempel dengan rapat
pada mulut botol.

5) Pemberian label
Proses terakhir adalah penempelan label pada bagian luar botol.

3
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG PENGOLAHAN PANGAN

5. KONTAK HUBUNGAN
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna
Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040

Jakarta, Januari 2001

Sumber : Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah,


Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat
Editor : Tarwiyah, Kemal

KEMBALI KE MENU

4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

YOGHURT SUSU SAPI

1. KELUARAN
Yoghurt

2. BAHAN
susu sapi layak minum

3. ALAT
gelas plastik, termometer, lemari es, dll

4. CARA PEMBUATAN
Pembuatan yoghurt dilakukan dengan memfermentasikan susu dengan
menggunakan biakan starter Lactobacillus bulgaricus dan Streptococus
thermophilus.

1) Susu dipanaskan pada suhu 90 derajat C. Ini untuk mencegah kontaminasi


dan merupakan kondisi yang baik untuk inokulasi bakteri. Selain itu,
perubahan kasein karena pemanasan akan memberikan hasil akhir yang
baik dengan kondisi yang seragam.

2) Susu didinginkan menjadi 43 derajat C kemudian diinokulasi dengan 2 %


biakan starter camouran L. bulgaricus dan S. thermophilus dan
dipertahankan suhunya selama 3 jam hingga diperoleh keasaman yang
diinginkan (0,85 - 0,95 %) serta dicapai ph 4,5.

3) Setelah itu produk didinginkan menjadi 5 derajat C dan selanjutnya dapat


dikemas.

5. SUMBER
Departemen Pertanian, http://www.deptan.go.id, Maret 2001

Hal. 1/ 2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

6. KONTAK HUBUNGAN
Departemen Pertanian RI, - Jalan Harsono RM No. 3, Ragunan - Pasar Minggu,
Jakarta 12550 - Indonesia

Jakarta, Maret 2001

Disadur oleh : Kemal Prihatman

KEMBALI KE MENU

Hal. 2/ 2
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id

You might also like