Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
Ir. Salamah Retnowati Ir. Sukresno, MSc Ir. Beny Harjadi, MSc
NIP.19670312 199503 2 001 NIP.19580204 198503 1 002 NIP.19610317 199002 1 001
Disahkan oleh
Kepala Balai Penelitian Kehutanan Solo
ii
Analisis Sumber Sedimentasi dan Erosi di Waduk Mrica
dengan Citra Satelit dan Sistem Informasi Geografis
Oleh :
Beny Harjadi, Arina Miardini dan Dewi Subaktini
RINGKASAN
Waduk Mrica memiliki peranan yang cukup penting dan strategis sebagai
penyangga kesinambungan fungsi dan sumber penghasilan masyarakat di sekitarnya
serta kehidupan ekosistem. Ketersediaan air waduk Mrica dari tahun ke tahun
cenderung semakin menurun. Penurunan ketersediaan air waduk Mrica diindikasi
disebabkan oleh kerusakan lingkungan akibat berkurangnya ruang terbuka hijau.
Berkurangnya ruang terbuka hijau ini menyebabkan tingginya erosi di daerah hulu atau
di sub daerah aliran sungai, sehingga sedimentasi menjadi tinggi yang mengakibatkan
pengurangan kapasitas waduk. Dalam penelitian ini dilakukan analisis penutupan lahan
dan pola pemanfaatan lahan dan perhitungan erosi dengan metode SES (Soil Erosion
Status) dan MMF (Morgan, Morgan dan Finney). Terjadi perubahan kondisi penutupan
lahan pada DTW Mrica pada periode 2001 sampai 2008 namun perbedaan ini tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan. Peningkatan luas lahan terjadi pada Hutan
sebesar 1.420 ha, Kebun Sayur sebesar 0.666 ha dan pekarangan sebesar 1.138 ha,
dan bero sebesar 0.348 ha. Penurunan luas lahan terjadi pada Badan air sebesar 0.232
ha, tegalan sebesar 0.458 ha, sawah sebesar 1.165 ha dan semak sebesar 1.718 ha.
Pola pemanfaatan lahan di DTW Mrica pada bagian hulu sangat berbeda dengan bagian
hilir. Pada daerah hulu 73% masyarakatnya memanfaatkan lahan sebagai kebun
sayur,18.61% sebagai tegalan dan 8.34% sebagai pekarangan, sedangkan pada bagian
hilir 50.70% masyarakat memanfaatkan lahan sebagai tegalan, 18.09 sebagai
pekarangan dan 3.21 % sebagai sawah. Sumber erosi dan sedimentasi di DTW Mrica
berdasarkan analisis citra terdapat di DTW Merawu yang terdiri sungai Tulis, sungai
Begaluh, dan sungai Merawu. Beberapa daerah yang terinventarisir sebagai
penyumbang erosi terbesar yaitu Wonoyoto, Mojotengah dan Garung, Batur dan Kejajar,
dan Bajarmangu.
Kata Kunci : analisis, erosi, sedimentasi, citra satelit dan SIG, waduk Mrica
iii
KATA PENGANTAR
iv
DAFTAR ISI
v
DAFTAR TABEL
Tabel 3. Tata Waktu Kegiatan Penelitian di DTW Mrica Tahun 2009 ........................... 23
Tabel 4. Perubahan Kondisi Penutupan Lahan DTW Mrica Tahun 2001 dan 2008 ........ 26
Tabel 5. Total Erosi yang Terjadi Selama Satu Tahun 2008 di DTW Mrica .................. 32
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Lokasi Waduk Mrica yang Mendapatkan Kiriman Bahan Sedimen Akibat
Erosi dari Sub DAS Merawu dan Sub DAS Serayu........................................... 4
Gambar 2. Citra Landsat dengan Path/Row 120/065 Tahun 2000 yang Meliput DTW
Mrica, Kabupaten Banjarnegara, Propinsi Jawa Tengah ................................ 12
Gambar 3. Peta RBI (Rupa Bumi Indonesia) yang Meliput Lokasi Penelitian di DTW
Mrica, Kabupaten Banjarnegara...................................................................... 13
Gambar 4. Diagram Alur Perhitungan Status Erosi Tanah (SES)........................................ 17
Gambar 5. Diagram Alur Analisis Perhitungan Erosi Kuantitatif Morgan, Morgan dan
Finney.............................................................................................................. 18
Gambar 6. Diagram Alur Pemecahan Masalah Kelembagaan, Deforestrasi, Erosi dan
Sedimentasi..................................................................................................... 20
Gambar 7. Daerah Tangkapan Waduk (DTW) Mrica : Sub DAS Lumajang, Merawu,
Tulis, Serayu, Serayu Hulu, dan Begaluh........................................................ 24
Gambar 8. Hasil Analisis Citra Satelit Penutupan Lahan DTW Mrica Tahun 2001 (atas)
dan 2008 (bawah)............................................................................................ 25
Gambar 9. Tegalan Tertutup (Agroforestry Closed) di Banjarnegara, Justru Kadang
Membebani Lahan pada Lahan yang Berpotensi Longsor.............................. 27
Gambar 10. Waduk Mrica Sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air Volume Tampungnya
dari Tahun ke Tahun Mengalami Penurunan Akibat Erosi dan Sedimentasi .. 27
Gambar 11. Tegakan Pinus pada Kawasan Hutan dengan Kombinasi Empon-empon
Merupakan Alternatif untuk Mencegah Erosi Permukaan dan Longsor .......... 28
Gambar 12. Kebun Sayur dan Kentang yang Merupakan Sumber Erosi dari daerah
Dieng, dengan Konservasi Mekanis Teras Gulud Memotong Lereng ............. 29
Gambar 13. Tanaman Kopi dan Empon-empon pada Lahan Milik masyarakat, Sebagai
Alternatif Konservasi Secara Vegetatif. ........................................................... 30
Gambar 14. Pola Aliran Sungai di DTW Mrica, (Sumber : Indonesia Power,
Banjarnegara, 2009)........................................................................................ 30
Gambar 15. Peta Erosi Kualitatif di DTW Mrica dengan Metode Analisis SES (Soil
Erosion Status) ................................................................................................ 31
Gambar 16. Peta Erosi Kuantitatif di DTW Mrica dengan Metode Analisis MMF (Morgan,
Morgan dan Finney). ....................................................................................... 32
Gambar 17. Volume Waduk Semakin Menurun dalam Kurun Waktu 1988-2008,
(Sumber Indonesia Power, 2009).................................................................... 33
vii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Waduk Mrica merupakan waduk dengan panjang sekitar 6,5 km dan luas 1,250
hektar. Waduk ini termasuk dalam DAS Serayu yang wilayahnya meliputi empat
kabupaten yaitu Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas dan Cilacap. Waduk ini memiliki
peranan yang cukup penting dan strategis sebagai penyangga kesinambungan fungsi
dan sumber penghasilan masyarakat di sekitarnya serta kehidupan ekosistem.
Ketersediaan air waduk Mrica dari tahun ke tahun cenderung semakin menurun.
Hal ini berbanding terbalik dengan permintaan air yang semakin meningkat sebagai
akibat peningkatan jumlah penduduk, beragamnya pemanfaatan air, berkembangnya
pembangunan, serta kecenderungan menurunnya kualitas air akibat pencemaran oleh
berbagai kegiatan. Penurunan ketersediaan air waduk Mrica diindikasi disebabkan oleh
kerusakan lingkungan akibat berkurangnya ruang terbuka hijau. Kondisi demikian
diperparah dengan adanya aktivitas pertanian yang kurang berkaidah konservasi.
Berkurangnya ruang terbuka hijau ini menyebabkan tingginya erosi di daerah
hulu atau di sub daerah aliran sungai, sehingga sedimentasi menjadi tinggi yang
mengakibatkan pengurangan kapasitas waduk. Penelitian yang dilakukan oleh Malik
(2006) menunjukkan bahwa umur layanan operasi waduk Mrica berdasarkan metode
dead storage adalah 10,43 tahun dengan volume dead storage waduk adalah 45 juta
m3. Sedangkan umur layanan operasi waduk Mrica menggunakan metode the empirical
area reduction method adalah 41 tahun dengan volume sedimen sebesar 181.22 juta
m3.
Kironoto, (2000) menyatakan bahwa laju sedimentasi waduk Mrica adalah 3,005
juta m3/tahun sedangkan menurut Darmono (2001) laju sedimentasi waduk Mrica
dengan menggunakan berbagai metode menunjukkan hasil yang saling mendekati
antara lain: dengan metode analisis model laju sedimentasi sebesar 4.298.245,10
m3/tahun, metode Meyer-Peter-Muller (MPM) sebesar 3.142.780,77 m3/tahun dan
berdasarkan metode Brune sebesar 4.116.931,28 m3/tahun.
Faktor penyebab terjadinya erosi dan sedimentasi sangat kompleks dan
dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik berupa faktor alami maupun anthropogenik. Erosi
dapat mempengaruhi produktivitas lahan pada DAS bagian hulu dan dapat memberikan
dampak negatif pada DAS bagian hilir (sekitar muara sungai).
Dalam upaya mewujudkan kesinambungan fungsi waduk Mrica, diperlukan
sistem pengelolaan yang terpadu dan sinerjik. Informasi mengenai sumber erosi dan
sedimentasi memerlukan akurasi tinggi pada areal yang luas, maka dapat dianaisis
melalui citra satelit dan sistem informasi geografis (SIG). Sistem pengelolaan ini diawali
dari inventarisasi sumber penyebab erosi dan sedimentasi di waduk Mrica. Dengan
mengetahui sumber erosi dan sedimentasi, diharapkan dapat menjadi arahan dalam
pengelolaan daerah yang teridentifikasi mengalami kerusakan.
B. Tujuan
1. Menganalisis perubahan penutupan lahan di daerah tangkapan waduk Mrica
2. Mengetahui sumber erosi dan sedimentasi di waduk Mrica dengan bantuan
interpretasi citra satelit dan analisis Sistem Informasi Geografi (SIG).
3. Mengetahui pola pemanfaatan lahan di daerah tangkapan waduk Mrica
C.Sasaran
1. Perubahan penutupan lahan untuk periode waktu tertentu dengan analisis citra
dan SIG
2. Perhitungan eroi secara kuantitatif dan kualitatif dengan analisis citra dan SIG
serta pengaruhnya terhadap sedimentasi di waduk Mrica
3. Pola pemanfaatan lahan yang dikaitkan dengan kondisi sosial ekonomi dan
bidaya masyarakat sekitar daerah tangkapan waduk Mrica
D. Luaran
1. Peta penutupan lahan untuk dua periode waktu yang berbeda serta
penyebarannya
2. Peta erosi secara kuantitatif dan kualitatif serta kaitanyya dengan kondisi
sedimentasi di waduk Mrica
3. Pola pemanfaatan lahan di DTW Mrica ditinjau dari aspek sosial ekonomi dan
budaya
E. Ruang Lingkup
Dalam pengelolaan sumberdaya air waduk sering dijumpai permasalahan-
permasalahan yang menyangkut aspek perencanaan, operasi dan pemeliharaan.
Kondisi ketersediaan air di waduk Mrica makin menurun dari tahun ke tahun. Terjadinya
2
penggundulan hutan, juga menyebabkan tingginya erosi di daerah hulu atau di sub
daerah aliran sungai, yang berasal dari beberapa sungai yang bermuara ke waduk,
sehingga sedimentasi menjadi tinggi yang mengakibatkan pengurangan kapasitas
waduk. Berkenaan dengan permasalahan tersebut maka perlu diteliti aspek-aspek
sumber penyebab erosi dan sedimentasi secara keseluruhan baik mengenai perubahan
penutupan lahan, erosi dan sedimentasi yang terjadi maupun aspek pemanfaatan lahan
oleh masyarakat.
3
II. PERUMUSAN MASALAH
Gambar 1. Lokasi Waduk Mrica yang Mendapatkan Kiriman Bahan Sedimen Akibat
Erosi dari Sub DAS Merawu dan Sub DAS Serayu
4
Tingginya tekanan pemanfaatan DTW Mrica mengakibatkan tingginya pula
konversi areal bervegetasi menjadi lahan pertanian. Berkurangnya ruang terbuka hijau
ini menyebabkan tingginya erosi di daerah hulu atau di sub daerah aliran sungai,
sehingga sedimentasi menjadi tinggi yang mengakibatkan pengurangan kapasitas
waduk.
Untuk menekan laju erosi dan sedimentasi di waduk Mrica, perlu diinventarisasi
sumbernya. Sumber erosi dan sedimentasi merupakan lokasi-lokasi yang dianulir
sebagai asal proses erosi dan sedimentasi di waduk Mrica (Gambar 1). Dengan
mengetahui sumbernya, diharapkan dapat menjadi data dasar dalam upaya rehabilitasi
dalam satu kesatuan daerah tangkapan waduk.
5
III. TINJAUAN PUSTAKA
6
b. pertanian lahan kering campur semak
6. Rawa
7. Tanah terbuka
8. Tubuh air
9. Belukar :
a. semak/belukar
b. belukar rawa
Identifikasi penutupan vegetasi maupun non vegetasi pada citra penginderaan
jauh dapat dilakukan secara manual dan secara digital (menggunakan citra satelit).
Klasifikasi penutupan lahan didasarkan pada luas penutupan vegetasi dan non vegetasi
yang dinyatakan dalam prosentase penutupan. Analisis kuantitatif kategori penutupan
vegetasi sebagai faktor yang mempengaruhi kejadian limpasan permukaan didasarkan
pada prosentase luas penutupan vegetasi dan non vegetasi. Semakin luas penutupan
lahan yang berupa vegetasi semakin menghambat terjadinya limpasan permukaan, dan
sebaliknya semakin tipis atau hampir tidak ada penutupan vegetasi berarti semakin
menunjang terjadinya limpasan permukaan, apalagi tanpa disertai dengan upaya
konservasi seperti pembuatan terasering dll (BPDAS Solo dan PUSPICS, 2002).
7
sebagai sarana mengalirkan air juga dapat berfungsi sebagai pengangkut bahan-bahan
material yang berupa sedimen (Qohar, 2002).
Menurut Suyono dan Tominaga (1985) dalam Malik (2006), Sedimen yang
terbawa hanyut oleh aliran air terdiri dari dua muatan yaitu berupa muatan dasar (bed
load) maupun muatan melayang (suspended load). Muatan dasar yaitu berupa material
yang bergerak dalam aliran sungai dengan cara bergulir, meluncur, dan meloncat-loncat
di atas permukaan dasar sungai. Sedangkan muatan melayang yaitu butiran-butiran
halus yang ukurannya lebih kecil yang senantiasa melayang di dalam air.
Faktor utama yang mempengaruhi gerakan sedimen (transport sedimen) di
sungai adalah : berat jenis butiran dan kecepatan aliran dan morfologi sungai.
Perencanaan waduk di dalamnya selalu disediakan sebagian volume penampungan
yang disebut volume mati (dead storage), selama sedimen masih mengisi volume mati,
waduk masih bisa beroperasi secara normal. Laju sedimentasi pada waduk sangat
dipengaruhi oleh kondisi daerah tangkapan air waduk tersebut. Beberapa faktor yang
mempengaruhi laju sedimen di waduk adalah : tipe tanah, kemiringan lahan, penutupan
vegetasi, karakter hujan dan tata guna lahan (Sumarto, 1995).
8
ketajaman citra. Manipulasi kenampakan spasial mencakup penggunaan filter spasial
(spatial filtering) dan penajaman tepi (edge enhancement). Sedangkan manipulasi multi
citra dapat dilakukan dengan PCA, NDVI dll. Poveda,G dan Salazar F.Luis, 2004,
menerapkan formulasi NDVI pada citra digital untuk mengetahui keanekaragaman
tanaman tahunan di Amazonia. Panjang gelombang yang digunakan untuk menyusun
formula tersebut adalah inframerah dekat (0.73 – 1.1 um) dan merah (0.55 – 0.68 um).
Pada kajian tersebut diperoleh informasi bahwa formula NDVI yang diterapkan pada
citra digital dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan potosintesis tanaman
tahunan.
Menurut Mas Francois dan Ramirez (1996), keterbatasan dari klasifikasi data
digital yang mengandalkan nilai spektral adalah apabila spektral dari penutupan lahan
yang berbeda memiliki nilai yang hampir sama (similar). Hal tersebut mengakibatkan
klas penutupan lahan tidak dapat dibedakan sehingga akurasinya rendah.
Menurut Danoedoro (2003) klasifikasi citra secara digital tidak cukup hanya
mengandalkan informasi spektral akan tetapi diperlukan pengetahuan tambahan
mengenai tipe penutupan lahan di lokasi kajian yang meliputi teksture dan informasi
medan (terrain information).
Sistem Informasi Geografis atau sering disebut Geographic Information System
(GIS) adalah suatu sistem yang berbasis komputer yang dapat digunakan untuk
menyimpan, menganalisis dan memanggil kembali data dengan cepat dan mudah
(Aronoff, 1989). Teknologi ini berkembang sangat pesat dan menjadi alat yang efektif
untuk digunakan di dalam analisa – analisa geografis. Sumber data yang dapat
digunakan sebagai masukan (input) di dalam sistem ini adalah survei lapangan
(pengukuran lapangan), peta dan data dari penginderaan jauh.
Menurut Molenaar (1991) sistem informasi geografis dapat digunakan untuk
mendiskripsikan obyek, fenomena atau proses yang terjadi di permukaan bumi. Prinsip
dasar Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah setiap data spasial/geografis berkaitan
dengan letak (position) dan atribut. Data yang berkaitan dengan letak geografis
digambarkan sebagai titik (point), garis (arc) dan area (poligon). Sedangkan atribut
menerangkan fenomena yang menyertai titik, garis dan poligon tersebut. Ada 2 struktur
data didalam sistem informasi geografis yaitu struktur data raster dan vektor.
Struktur data raster adalah kumpulan dari titik atau ruang (cells) yang meliput
suatu permukaan bumi ke dalam kotak yang teratur (regular grid). Di dalam struktur data
raster atribut obyek secara langsung berhubungan dengan posisi obyek tersebut.
9
Contoh dari struktur data raster adalah data penginderaan jauh seperti potret udara dan
citra satelit. Pada struktur data raster masing – masing kotak (cells) menunjukkan luasan
dari permukaan lahan. Struktur data vektor menampilkan kenampakan dengan tingkat
ketelitian posisi yang jauh lebih tinggi dibanding data raster (Aronoff, 1989).
10
dimaksudkan agar lahan dapat didorong untuk dimanfaatkan secara tepat sesuai
dengan sifat fisiknya.
• Intensitas kegiatan yang akan dikembangkan dilihat dari luas lahan yang
dibutuhkan dan skala produksi yang ditetapkan. Hal ini sangat terkait dengan
pemenuhan kebutuhan sumber daya alam dan sumber daya buatan
sebagaimana telah disampaikan di atas. Intensitas kegiatan yang tinggi akan
membutuhkan sumber daya dalam jumlah besar yang mungkin tidak sesuai
dengan ketersediaannya.
• Dampak yang mungkin timbul dari kegiatan yang akan dikembangkan terhadap
lingkungan sekitar dan kawasan lain dalam satu ekosistem, baik dampak
lingkungan maupun dampak sosial. Hal ini dimaksudkan agar pengelola kagiatan
yang memanfaatkan lahan dapat menyusun langkah-langkah antisipasi untuk
meminimalkan dampak yang timbul.
• Alternatif metoda penanganan dampak yang tersedia untuk memastikan bahwa
dampak yang mungkin timbul oleh kegiatan yang akan dikembangkan dapat
diselesaikan tanpa mengorbankan kepentingan lingkungan, ekonomi, dan sosial-
budaya masyarakat.
11
IV. METODOLOGI
Gambar 2. Citra Landsat dengan Path/Row 120/065 Tahun 2000 yang Meliput
DTW Mrica, Kabupaten Banjarnegara, Propinsi Jawa Tengah
DTW Mrica yang terletak pada koordinta geografi Latitude dan Longitude : Top
Left (Kiri Atas) 7o10’11,04” LS, 109o35’57,06” BT, Top Right (Kanan Atas) 7o10’11,04”
LS, 110o04’36,05” BT, Bottom Left (Kiri Bawah) 7o28’26,04” LS, 109o35’57,06” BT, dan
Bottom Right (Kanan Bawah) 7o28’26,04” LS, 110o04’36,05” BT. Peta RBI (Rupa Bumi
Indonesia) pada wilayah : Paninggaran (1408-431), Kalibening (1408-432), Batur (1408-
441), Kejajar (1408-442), Ngadireja (1408-531), Rebug (1408-413), Karangkobar (1408-
414), Watumalang (1408-423), Wonosobo (1408-424), Parakan (1408-513),
Purwanegara (1408-411), Banjarnegara (1408-412), Kaliworo (1408-422), Kertek (1408-
422), Kaliangkrik (1408-511), (lihat Gambar 3).
12
Gambar 3. Peta RBI (Rupa Bumi Indonesia) yang Meliput Lokasi Penelitian di DTW
Mrica, Kabupaten Banjarnegara.
13
C. Jenis dan Cara Pengambilan Data
Data yang diambil berupa data primer dan sekunder. Data primer
diperoleh melalui observasi lapangan, wawancara masyarakat dan pengelola,
sedangkan data sekunder diperoleh dari studi pustaka. Data primer yang diambil
antara lain:
• Data lapangan berupa pengambilan titik koordinat untuk masing masing
tipe penutupan lahan
• Data primer sedimentasi dengan mengambil sampel supended load dan
bed load.
• Data primer erosi dengan mendatangi setiap satuan lahan untuk dijadikan
peta sebaran erosi
• Kondisi sosial, ekonomi, dan budaya, berupa pola penggunaan lahan dan
intensitasnya yang dikumpulkan melalui kuisioner maupun wawancara
mendalam
• Identifikasi pengelola dan stakeholder lokal yang dilakukan dengan
metode snow ball.
Sedangkan data sekunder yang diambil antara lain:
• Pengumpulan data sekunder penyebab terjadinya erosi dan sedimentasi
baik dalam bentuk angka, grafis maupun text dan koordinasi ke instansi.
• Data monografi desa di sekitar DTW
D. Analisis Data
1. Analisis Perubahan Penutupan Lahan di DTW Mrica
Analisis perubahan penutupan lahan dalam penelitian ini ditujukan untuk
mengetahui perubahan luas ketersediaan ruang terbuka hijau, lokasi dan
penyebarannya yang terjadi dalam kurun waktu tertentu. Analisis citra satelit akan
dilakukan di laboratorium PJ dan SIG serta akan dilakukan ground cek melalui observasi
sampling beberapa obyek di lapangan. Untuk menetapkan titik-titik sampel obyek dipilah
dalam tiga wilayah: hulu, tengah, dan hilir dengan asumsi bahwa ketiga wilayah tersebut
memiliki pola penutupan lahan yang berbeda berkaitan dengan penggunaan lahan yang
berbeda pula. Mengingat keterbatasan waktu, dana dan aksesibilitas, pada masing-
masing wilayah ditetapkan Sub DAS-Sub DAS representatif.
14
Kondisi penutupan lahan pada setiap Sub DAS/Sub-sub DAS reprensentatif
diinterpretasikan jenis-jenis penutupannya berdasarkan perbedaan spektral
reflektannya. Pemilahan jenis penutupan lahan akan mengacu pada sistim klasifikasi
penutupan lahan Badan Planologi Kehutanan serta dilakukan melalui proses analisis
spektral. Penetapan titik-titik sampel dilakukan berdasarkan tumpang tindih (overlay)
peta jenis penutupan lahan hasil interpretasi citra digital (perbedaan spektral reflektan)
dengan peta penutupan dan penggunaan lahan yang ada (peta RBI, peta penggunaan
lahan, peta landsistem), selanjutnya titik-titik sampel pada peta hasil overlay diambil
dengan mempertimbangkan sebaran dan kemudahan aksesibilitas lapangannya.
Penajaman citra digital dimaksudkan untuk memperjelas kenampakan obyek
pada citra dan memperbaiki kualitas citra. Penajaman yang akan dilakukan meliputi
filtering, manipulasi histogram citra dll. Setelah dilakukan pemrosesan citra seperti
tersebut di atas, kemudian dilakukan klasifikasi tidak berbantuan (Unsupervised
classification). Hasil klasifikasi digunakan untuk menentukan titik sampel (jenis
penutupan dan penggunaan lahan) yang selanjutnya digunakan sebagai dasar di dalam
kegiatan lapangan (ground checking). Klasifikasi berbantuan (Supervised Classification)
dilakukan setelah kegiatan lapangan.
15
Tabel 1. Kriteria Erosi Berdasarkan SEAV dengan Menggunakan Metode SES
No Nilai SEAV Kategori
1 < 16 erosi rendah (Low Erosion Area : LEA)
2 16-48 Erosi sedang (Medium Erosion Area : MEA)
3 >49 erosi tinggi (High Erosion Area : HEA)
16
Gambar 4. Diagram Alur Perhitungan Status Erosi Tanah (SES)
17
Gambar 5. Diagram Alur Analisis Perhitungan Erosi Kuantitatif Morgan, Morgan dan Finney
18
3. Pola pemanfaatan lahan di daerah tangkapan waduk Mrica
Pengambilan data akan dilakukan dengan beberapa teknik antara lain
pengamatan (observasi), wawancara menggunakan kuesioner/ in-deph interview serta
pengkajian dari dokumen-dokumen (data sekunder).
a. Observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data yang berupa
peristiwa, tempat atau lokasi, benda serta rekaman gambar Pengamatan tidak
hanya dikaitkan dengan suatu yang terjadi (informasi), tetapi juga dengan hal-hal
yang berkaitan disekitarnya (konteks). Hal ini berarti bahwa dalam pengamatan
tidak hanya mencatat suatu kejadian atau peristiwa.
b. Wawancara
Wawancara (interview) adalah pengumpulan data dengan mengajukan
pertanyaan secara langsung. Teknik wawancara yang akan digunakan adalah
wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur (in- depth interview).
Wawancara terstruktur dilakukan dengan menggunakan pedoman pertanyaan
yang telah diinformulasikan oleh peneliti. Wawancara terstruktur akan dilakukan
dengan responden dari desa yang dilokasi penelitian. Wawancara tidak
terstruktur (in-deph interview) dilakukan dengan menggunakan pertanyaan yang
bersifat ”open ended” dan mengarah pada kedalam informasi.
Analisa data yang digunakan dalam menganalisis pemanfaatan lahan lebih
bersifat deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif dilakukan dengan tabulasi frekuensi,
distribusi, persentase dan grafik. Analisis kualitatif dilakukan untuk menggali data
pemanfaatan lahan pada DTW Mrica secara lebih mendalam.
19
IV. RANCANGAN (DESIGN) RISET
20
V. HASIL YANG DIHARAPKAN
Hasil yang diharapkan dari kegiatan penelitian sumber erosi dan sedimentasi
yang ada di waduk Mrica antara lain :
1. Diketahuinya kondisi perubahan penutupan lahan di DTW Mrica
2. Diketahuinya daerah sumber erosi dan sedimentasi di DTW Mrica yang
dihasilkan dari analisis citra satelit dan SIG
3. Diketahuinya pola pemanfaatan lahan di DTW Mrica
4. Rekomendasi kepada instansi yang terkait dengan pengelolaan DTW Mrica
untuk prioritas rehabilitasi kawasan yang terinventarisir menyumbang erosi dan
sedimen yang relatif besar.
21
VII. PERSONIL PELAKSANA PENELITIAN
22
VIII. JADWAL PENELITIAN
23
IX. HASIL DAN PEMBAHASAN
Waduk Mrica atau Waduk Panglima Besar Sudirman mulai beroperasi pada
bulan april 1988 (Indonesia Power, 2009). Seiring dengan bertambahnya usia, waduk ini
mengalami penurunan kapasitas tampungan. Hal ini disebabkan karena bertambahnya
volume sedimen yang masuk ke dalam waduk yang berasal dari sungai-sungai yang
menuju ke waduk. Kondisi penutupan lahan sangat berpengaruh terhadap tingkat erosi
dan sedimentasi. Erosi dalam skala besar akan berpotensi menimbulkan bahaya tanah
longsor. Sedangkan sedimentasi dalam skala besar akan mengakibatkan terjadinya
pendangkalan sungai dan waduk.
Gambar 7. Daerah Tangkapan Waduk (DTW) Mrica : Sub DAS Lumajang, Merawu,
Tulis, Serayu, Serayu Hulu, dan Begaluh.
24
Analisis perubahan penutupan lahan di DTW Mrica dilakukan dengan
menggunakan citra Landsat tahun 2001 dan 2008. Berdasarkan hasil interpretasi visual
diperoleh delapan kelas penutupan lahan yaitu badan air, hutan, kebun sayur,
pekarangan, sawah semak, tegalan dan bero. Kondisi penutupan lahan di DTW Mrica
dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Hasil Analisis Citra Satelit Penutupan Lahan DTW Mrica Tahun 2001 (atas)
dan 2008 (bawah)
25
Berdasarkan hasil analisis citra diketahui bahwa terjadi perubahan kondisi
penutupan lahan pada DTW Mrica pada periode 2001 sampai 2008 namun perbedaan
ini tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Peningkatan luas lahan terjadi pada
Hutan sebesar 1.420 ha, Kebun Sayur sebesar 0.666 ha dan pekarangan sebesar 1.138
ha, dan bero sebesar 0.348 ha. Pengurangan luas lahan terjadi pada Badan air sebesar
0.232 ha, tegalan sebesar 0.458 ha, sawah sebesar 1.165 ha dan semak sebesar 1.718
ha. Luasan penutupan lahan pada tahun 2001 dan 2008 dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Perubahan Kondisi Penutupan Lahan DTW Mrica Tahun 2001 dan 2008
Pada tahun 2001 dan 2008 DTW Mrica didominasi oleh tegalan. Luasan tegalan
tahun 2008 mengalami penurunan sebesar 0.458 ha dibandingkan tahun 2001. Tegalan
banyak dijumpai pada daerah hilir dengan jenis vegetasi berupa Sengon, mahoni,
sonokeling, kaliandra yang ditumpangsarikan dengan salak, kopi, palawija dan tanaman
semusim. Salah satu komponen tegalan yang ditanami sengon dengan tumpang sari
empon-empon serta palawija dapat dilihat pada Gambar 9. yang Menurut Sutono et.al
bahwa lahan tegalan mempunyai tingkat erosi paling tinggi dibandingkan dengan
penggunaan lainnya. Pengelolaan lahan tegalan yang selalu digunakan untuk tanaman
semusim menjadi penyebab tingginya erosi.
26
Gambar 9. Tegalan Tertutup (Agroforestry Closed) di Banjarnegara, Justru Kadang
Membebani Lahan pada Lahan yang Berpotensi Longsor
Gambar 10. Waduk Mrica Sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air Volume Tampungnya
dari Tahun ke Tahun Mengalami Penurunan Akibat Erosi dan Sedimentasi
27
Jenis penutupan lahan terbesar kedua adalah hutan yang pengelolaanya
dikuasakan kepada Perum Perhutani. Komposisi hutan didominasi oleh hutan tanaman
pinus dan dammar. Hutan Pinus dapat dilihat pada Gambar 11. Luas hutan yang
meningkat sebesar 1.421 ha. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi deforestasi.
Deforestasi tidak terlihat pada saat analisis dikarenakan citra satelit awal yang
digunakan adalah tahun 2001, sehingga saat tahun 2001 sudah terjadi pengurangan
luasan hutan di daerah dieng.
Gambar 11. Tegakan Pinus pada Kawasan Hutan dengan Kombinasi Empon-empon
Merupakan Alternatif untuk Mencegah Erosi Permukaan dan Longsor
Luasan kebun sayur meningkat sebesar 0.666 ha. Kebun sayur merupakan
komponen penutupan lahan yang mendominasi pada daerah hulu. Kebun sayur paling
banyak terdapat di daerah Kejajar dan Batur. Kebun sayur di daerah Dieng dapat dilihat
pada Gambar 12. Jenis sayuran yang ditanam berupa kentang, wortel dan kubis.
Budidaya sayuran pada daerah hulu DTW Mrica tidak menerapkan tekhnik
konservasi tanah, Tanah pada daerah budidaya sayuran mempunyai sifat fisik tanah
yang baik dengan posisi lahan yang bertopografi dengan bentuk wilayah bergelombang,
berbukit sampai bergunung sehingga tanah rentan terhadap erosi.
28
Gambar 12. Kebun Sayur dan Kentang yang Merupakan Sumber Erosi dari daerah
Dieng, dengan Konservasi Mekanis Teras Gulud Memotong Lereng
Perubahan penutupan lahan sejalan dengan pengalihan fungsi lahan akan terus
berlangsung sesuai dengan kebutuhan, baik untuk mengembangkan permukiman
ataupun untuk penggunaan lain. Luasan pekarangan meningkat sebesar 1.138 ha.
Peningkatan jumlah penduduk juga menyebabkan peningkatan luasan pekarangan
karena makin banyak kebutuhan lahan untuk pemukiman.
Luasan sawah mengalami penurunan sebesar 1.165 ha. Lahan sawah yang ada
sekarang diperkirakan akan berkurang dari tahun ke tahun, tetapi tidak sampai
menghabiskan lahan sawah. Petani pada DTW Mrica mempunyai keterikatan yang kuat
dengan lahan sawahnya, walaupun kepemilikannya terfragmentasi dan makin sempit
untuk setiap petani namun pemerintah telah melarang perubahan penggunaan lahan
dari sawah irigasi teknis ke penggunaan lain.
Berdasarkan data Badan Pertahanan Nasional (BPN) Kabupaten Wonosobo
yang menyebutkan bahwa di tahun 1999, luas kawasan hutan negara yang berupa
(belukar) telah mencapai 9.025,3 Ha atau sekitar 44,56% dari seluruh luas hutan negara
di Wonosobo. Hal ini sesuai dengan kondisi penutupan lahan oleh semak yang tersebar
pada daerah hulu yaitu sebesar 10.281 ha atau sekitar 10.990% dari keseluruhan DTW.
Tutupan lahan oleh semak belukar dapat dilihat pada Gambar 13.
29
.
Gambar 13. Tanaman Kopi dan Empon-empon pada Lahan Milik masyarakat, Sebagai
Alternatif Konservasi Secara Vegetatif.
Sumbangan erosi yang masuk di DTW Mrica secara garis besar dapat dibagi
dalam 2 jenis yang berbeda, yaitu yang berasal dari Kabupaten Banjanegara lebih
banyak erosi longsor karena tanahnya yang labil dan dari Kabupaten Wonosobo yang
berasal dari erosi permukaan yang berat dari lahan sayur-sayuran dan kentang di
Kecamatan Batur dan Kejajar. Sumbangan erosi dan sedimentasi melalui beberapa
Sungai Lumajang, Sungai Merawu, Sungai Serayu, Sungai Tulis, Sungai Begaluh,
Sungai Serayu Hulu (Gambar.14).
Gambar 14. Pola Aliran Sungai di DTW Mrica, (Sumber : Indonesia Power,
Banjarnegara, 2009)
30
Tingkat erosi pada masing-masing DTW Mrica dapat dibagi menjadi tiga DTW
besar yaitu DTW Serayu; yang terdiri dari serayu hulu dan serayu, DTW Merawu; terdiri
dari Begaluh, Merawu dan Tulis, DTW Lumajang; terdiri dari Lumajang. Perhitungan
erosi di DTW Mrica dilakukan dengan menggunakan dua metode secara kuantitatif
(MMF) dan kualitatif (SES). Hasil analisis dengan menggunakan metode SES
ditunjukkan pada Gambar 15
Gambar 15. Peta Erosi Kualitatif di DTW Mrica dengan Metode Analisis SES (Soil
Erosion Status)
Erosi paling tinggi terjadi di DTW Merawu sebesar 8.9 mm/tahun atau setara
106.69 ton/ha/tahun dengan nilai toleransi 599.17 ton/ha/tahun. Erosi yang terjadi di
ketiga Sub DAS tersebut masuk dalam kategori erosi sangat tinggi untuk Sub DAS
Serayu dan merawu dan erosi sedang untuk Sub DAS Lumajang, namun besar erosi
pada ketiga DTW tersebut masih dibawah nilai toleransi. Total erosi yang terjadi selama
satu tahun yang dialami oleh masing-masing DTW dapat dilihat pada Tabel 5.
31
Tabel 5. Total Erosi yang Terjadi Selama Satu Tahun 2008 di DTW Mrica
Gambar 16. Peta Erosi Kuantitatif di DTW Mrica dengan Metode Analisis MMF (Morgan,
Morgan dan Finney).
32
Guna memprediksi nilai erosi di DTW Mrica maka dikembangkan sebuah model
berdasarkan hasil analisis citra satelit yang diperoleh dari kedua metode analisis erosi
baik secara MMF maupun SES. Prediksi nilai erosi dilapangan dapat di tunjukkan secara
linier dengan rumus y = 0,3502x - 1E+06 dengan nilai r2= 0,959 dimana y= nilai erosi
prediksi lapangan dan x= nilai erosi hasil analisis satelit.
Permasalahan erosi di DTW Mrica tidak terlepas dari masalah sedimentasi
yang terjadi di waduk Mrica. Menurut Indonesia Power (2009) Total volume sedimen
waduk Mrica sampai Oktober 2009 adalah 88.381.968 m3, ini berarti 61.62% dari volume
waduk sudah terisi oleh sedimen. Selama 21 Tahun Pengamatan dari Tahun 1988
Sampai 2008, Volume Waduk Mengalami Penurunan dari 148 Juta m3 mMenjadi 64
Juta m3. Perkembangan volume sedimen dan volume waduk dapat dilihat pada Gambar
17.
Gambar 17. Volume Waduk Semakin Menurun dalam Kurun Waktu 1988-2008,
(Sumber Indonesia Power, 2009)
Sedimen sungai ada 2 macam yaitu beban dasar (bed load) dan bahan yang
melayang (suspended load). Konsentrasi suspended load rata-rata dalam setahun
adalah : Serayu 0,11%, Merawu 0,30%, dan Lumajang 0,05%. Untuk menghitung debit
sedimen suspensi digunakan rumus sebagai berikut :Sungai Serayu : Qs= 0,756 x
Qw2,084, Sungai Merawu : Qs= 26,525 x Qw1,745, Sungai Lumajang : Qs= 11,7372 x
Qw2,8864
Selain permodelan untuk menghitung erosi, diformulakan juga sebuah model
untuk memprediksi nilai sedimentasi di waduk Mrica. Prediksi nilai sedimentasi di
lapangan dapat di tunjukkan secara linier dengan rumus y = 0,7869x - 6E+08 dengan
33
nilai r2= 0,9302 dimana y=nilai sedimentasi prediksi lapangan. dan x= hasil perhitungan
sedimentasi dengan satelit.
Pola pemanfaatan lahan pada bagian hulu dan hilir menunjukkan perbedaan
yang nyata. Perbedaan ini dilihat dari pola pemanfaatan lahan bagian hulu yang
didominasi oleh kebun sayur, sedangkan pada bagian hilir tidak terdapat kebun sayur.
Pada bagian hulu masyarakat yang dijadikan responden tidak memanfaatkan lahan
sebagai persawahan, sedangkan pada bagian hilir masyarakat masih bertani di sawah.
Masyarakat bagian hilir cenderung memanfaatkan lahan sebagai tegalan. Tegalan ini
ditanamani sengon, mahoni, sonokeling, kaliandra dan salak. Masyarakat bagian hilir
tidak memiliki kebun sayur, hal ini berbeda sekali dengan masyarakat di bagian hulu
yang cenderung berkebun sayur.
34
X. KESIMPULAN
1. Terjadi perubahan kondisi penutupan lahan pada DTW Mrica pada periode 2001
sampai 2008 namun perbedaan ini tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan.
Peningkatan luas lahan terjadi pada Hutan sebesar 1.420 ha, Kebun Sayur sebesar
0.666 ha dan pekarangan sebesar 1.138 ha, dan bero sebesar 0.348 ha. Penurunan
luas lahan terjadi pada Badan air sebesar 0.232 ha, tegalan sebesar 0.458 ha,
sawah sebesar 1.165 ha dan semak sebesar 1.718 ha.
2. Sumber erosi dan sedimentasi di DTW Mrica berdasarkan analisis citra terdapat di
DTW Merawu yang terdiri sungai Tulis, sungai Begaluh, dan sungai Merawu.
Beberapa daerah yang terinventarisir sebagai penyumbang erosi terbesar yaitu
Wonoyoto, Mojotengah dan Garung, Batur dan Kejajar, dan Banjarmangu.
3. Erosi dapat dihitung secara liner melalui persamaan y = 0,3502x - 1E+06 dengan
nilai r2= 0,9594 dimana y=nilai erosi prediksi lapangan. dan x= hasil perhitungan
erosi dengan satelit dan Sedimentasi dapat dihitung dengan persamaan y = 0,7869x
- 6E+08 dengan nilai r2= 0,9302 dimana y=nilai sedimentasi prediksi lapangan. dan
x= hasil perhitungan sedimentasi dengan satelit
4. Pola pemanfaatan lahan di DTW Mrica pada bagian hulu sangat berbeda dengan
bagian hilir. Pada daerah hulu 73% masyarakatnya memanfaatkan lahan sebagai
kebun sayur,18.61% sebagai tegalan dan 8.34% sebagai pekarangan, sedangkan
pada bagian hilir 50.70% masyarakat memanfaatkan lahan sebagai tegalan, 18.09
sebagai pekarangan dan 3.21 % sebagai sawah.
35
DAFTAR PUSTAKA
Aronoff,S.,1989. Geographical Information System. A Management Perspective. WDL
Publication, Ottawa Canada.
Berrios, P.H., 2004. Spatial Analysis of The Differences Between Forest Land Use and
Forest Cover Using GIS and RS. A case study in Telake Watershed, Pasir
district, East Kalimantan. MSc Thesis. ITC The Netherlands.
BPDASSOLO dan PUSPICS., 2002. Pemantauan dan Evaluasi Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai Solo (Laporan Akhir).
Fletcher, J.R. 1990., Land Resources Survey of The Wiroko Sub Watershed, Upper Solo
Watershed, Central Java.Indonesia.
Darmono, 2001. Penggunaan Beberapa Metode Untuk Prediksi Laju Endapan Sedimen
di Waduk PB Jenderal Sudirman. Tesis, Program Studi Teknik Sipil, Jurusan
Ilmu-Ilmu Teknik, Program Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta.
Kurniadi, Fajar. 2008. Uji Model Silt Screen Untuk Pengendalian Sedimen Waduk Mrica
Kabupaten Banjarnegara. Skripsi. Program Studi Tekhnik Sipil Jurusan
Tekhnik Fakultas Sains dan Tekhnik. Universitas Jenderal Soedirman.
Purwokerto
Harjadi, B., 2007. Perhitungan Erosi Kuantitatif Metode MMF dengan PJ dan SIG di DAS
Benain-Noelmina. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol. 7 No. 2 (2007) p:
127-132.
Harjadi, B., Wuryanta, A., Prakosa, D., Supangat, A.B., Winarto Y.I., Ragil B., 2007.
Kajian Aplikasi Penginderaan Jauh dan SIG untuk Monev DAS. BPK Solo,
Balitbanghut.
Jariyah, N.A., Basuki, T.M. dan Donie S., 2002. Kajian Teknik Konservasi Tanah Pada
Lahan Sayuran Di Lereng Dieng, Wonosobo. Laporan Hasil Penelitian BPK
Solo, Balitbanghut.
Kironoto, B.A., 2000. Kajian Metode The Empirical Area Reduction Untuk Prediksi
Distribusi Endapan Sedimen Pada Beberapa Waduk dengan Karakteristik
Berbeda. Forum Teknik, Jilid 24. No. 3. November 2000, Jurusan Teknik
Sipil, Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta.
Morgan, R.P.C.., D.D.V. Morgan and H.J. Finney, 1984. A Predictive Model for The
Assessment of Soil Erosion Risk. J. Agric. Engng. Res., 30, 245-253.
Sitorus, J., Purwandari, Darwini, L.E., Widyastuti, R., Suharno. 2006. Kajian Model
Deteksi Perubahan Penutupan Lahan Menggunakan Data Inderaja untuk
Aplikasi Perubahan Lahan Sawah. Didang Pengembangan Pemanfaatan
Inderaja Pusbangja. LAPAN. Jakarta
36