You are on page 1of 17

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian


Salah satu genre karya sastra adalah prosa. Dalam pengertian kesusatraan,
prosa disebut juga sebagai fiksi (Nurgiyantoro, 2007 : 2). Fiksi merupakan cerita
rekaan. Abram dalam Nurgiyantoro (2007 : 2) menyebutkan, fiksi merupakan
karya naratif yang isinya tidak menyarankan kepada kebenaran sejarah. Karya
fiksi hanya menceritakan cerita yang direka-reka dengan imajinasi pengarang.
Novakovich mengatakan, cerita fiksi mirip dengan dusta (2003 : 10).
Selain itu, Umar Junus mengatakan bahwa karya sastra adalah mitos
(norma, ideologi, konvensi, dan lain-lain), mungkin mitos pengukuhan, mungkin
pula mitos pembebasan, atau kontra mitos. Apabila karya sastra membenarkan
mitos yang ada dalam karya sebelumnya, atau mitos yang hidup di masyarakat,
maka karya sastra itu disebut membawa mitos pengukuhan. Sebaliknya, apabila
karya sastra tersebut menentang mitos yang sudah ada, maka karya sastra tersebut
membawa mitos pembebasan, dan dengan sendirinya ia membawa atau membuat
mitos baru sehingga terjadi kontra mitos (Muzakki, 2006 : 131).
Begitu pula dengan Levi-Strauss yang memberikan perhatiannya pada
mitos. Levi-Strauss menilai cerita sebagai kualitas logis bukan estetis. Ia
mengembangkan istilah myth dan mytheme melalui jangkauan perhatiannya
terhadap mitos yang terkandung dalam setiap dongeng, baik secara bulat maupun
fragmentasi. Menurutnya, mitos adalah naratif itu sendiri, khususnya yang
berkaitan dengan aspek-aspek kebudayaan tertentu.
Pada dasarnya mitos merupakan pesan-pesan kultural terhadap anggota
masyarakat. Dengan kalimat lain, Levi-Strauss menggali gejala di balik material
cerita, sebagaimana tampak melalui bentuk-bentuk yang telah termodifikasikan,
dan harus direkonstruksi melaluinya. Mytheme yang mungkin susunannya tidak
teratur, sebagaimana dekronologisasi kejadian dalam plot, maka tugas penelitilah
untuk menyusun kembali sehingga dikemukakan makna karya yang
2

sesungguhnya.
Kritik terhadap karya sastra yang menitikberatkan pada penciptaan mitos
adalah kritik mitopoik. Kritik ini adalah kritik yang paling baru dan ambisius
antara pendekatan-pendekatan kritik kontemporer. Kritik mitopoik dianggap
pendekatan paling pluralis sebab memasukkan hampir semua unsur kebudayaan,
seperti sejarah, sosiologi, antropologi, psikologi, agama, filsafat, dan kesenian
(Kuta Ratna, 2008 : 67).
Salah satu novel yang mengandung unsur mitos tersebut adalah novel Fatat
Qarut karya Sayyid Ahmad Abdullah Assegaf. Assegaf adalah sastrawan asal
Yaman yang pernah tinggal di Indonesia puluhan tahun. Kehidupannya di
Indonesia tercermin dalam novel Fatat Qarut.
Novel ini mengisahkan kehidupan Abdullah, seorang pria kelahiran
Hadramaut yang tinggal di Garut. Kecintaannya pada Garut membuat ia
memutuskan untuk menetap di Garut, tepatnya di desa Ranca Nasar. Abdullah
menempati tanah dan rumah warisan ayahnya, seorang saudagar kaya yang
memiliki tanah di Arab dan Singapura.
Di desa Ranca Nasar itu, Abdullah bertemu dengan Neng, seorang gadis
kelahiran Sunda yang lama tinggal di Arab. Pertemuan keduanya secara tidak
sengaja menimbulkan rasa cinta di hati Abdullah. Setelah pertemuan itu, Abdullah
terus menerus mencari Neng untuk mengutarakan isi hatinya. Pencarian pujaan
hati pun dipenuhi liku-liku dan tantangan.
Di tengah kegalauan dan kebingungan, Abdullah memutuskan untuk
menemui seorang dukun. Walaupun ia tidak percaya dengan hal-hal mistis
tersebut, namun keingintahuan Abdullah yang begitu besar terhadap keberadaan
Neng membuat ia harus mendatangi seorang dukun.
Kepercayaan masyarakat pada dukun merupakan salah satu wujud mitos.
Seperti yang dilakukan pemeran utama dalam novel ini, Abdullah yang
mendatangi dukun demi mencapai keinginannya. Oleh karena itu, novel ini
mengandung unsur-unsur mitos yang akan penulis teliti lebih mendalam.
3

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Apa saja unsur-unsur mitos yang terdapat dalam novel Fatat Qarut?
2. Apa jenis mitos-mitos yang terdapat dalam novel Fatat Qarut?
C. Tujuan dan Signifikansi Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui unsur-unsur mitos yang terdapat dalam novel Fatat Qarut.
2. Mengetahui jenis-jenis mitos-mitos yang terdapat dalam novel Fatat
Qarut.
Signifikansi penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah
ilmu pengetahuan, khususnya di bidang kritik sastra.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
pembaca mengenai realitas kehidupan yang tercermin dalam novel ini.
Pembaca juga dapat mengetahui proses penciptaan mitos dalam karya
sastra dan menghubungkannya dengan realitas hidup bermasyarakat.
D. Tinjauan Pustaka
Setelah penulis melakukan pengamatan di perpustakaan UIN Sunan Gunung
Djati Bandung, terdapat beberapa karya ilmiah berbentuk skripsi yang meneliti
novel Fatat Qarut karya Sayyid Ahmad Abdullah Assegaf.
Pertama, skripsi berjudul “Shura al-Bathini al-Muhajiri al-Araby fii
Qishshati Fatat Qarut” (Konflik Batin yang Dialami Tokoh Arab dalam Novel
Fatat Qarut). Skripsi ini ditulis oleh Suhendi pada tahun 2003 di Jurusan Bahasa
dan Sastra Arab. Penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan struktural,
dengan menganalis unsur-unsur instrinsik pada novel tersebut, terutama unsur
tokoh dan penokohannya. Namun, karena pendekatan skripsi adalah struktural,
maka penulis skripsi tersebut tidak menjelaskan konflik batin yang dialami
tokohnya secara mendalam, misalnya dengan dilihat aspek-aspek psikologisnya.
Kedua, skripsi berjudul “al-Madah wa al-Amanah fii Qishshati Fatat
Qarut” (Tema dan Amanat dalam Novel Fatat Qarut). Skripsi ini ditulis oleh
Aceng Numan Jaelani pada tahun 2001 di Jurusan Bahasa dan Sastra Arab.
4

Penulisan skripsi ini menggunakan metode struktural, dengan menganalis tema


dan amanat yang terkandung dalam novel tersebut. Skripsi dengan pendekatan
struktural sebenarnya banyak ditulis oleh penulis lainnya, termasuk skripsi
mengenai novel Fatat Qarut ini.
Ketiga, skrispsi berjudul “Qimah Musawati al-Jinsiyyah fii Qishshati Fatat
Qarut”. Skripsi ini ditulis oleh Hasyim Adnan pada tahun 2001 di Jurusan Bahasa
dan Sastra Arab. Penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan psikologi sastra,
yaitu analisis terhadap kepribadian tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel
tersebut.
Penulis melakukan penelitian terhadap novel yang sama namun dengan
pedekatan yang berbeda. Pendekatan yang penulis gunakan adalah pendekatan
mitopoik, yaitu pendekatan yang menganalisis penciptaan mitos dalam karya
sastra. Dengan pendekatan ini, penulis tidak memfokuskan diri pada unsur-unsur
intrinsik, melainkan menganalisis unsur-unsur mitos dan magis yang terdapat
dalam novel Fatat Qarut tersebut.
E. Kerangka Berpikir
Mitos menurut Harsojo (1988 : 228) adalah sistem kepercayaan dari suatu
kelompok manusia yang berdiri atas sebuah landasan yang menjelaskan cerita-
cerita yang suci, yang berhubungan dengan masa lalu. Mitos yang diartikan asli
sebagai kiasan dari zaman purba merupakan cerita yang asal-usulnya sudah
dilupakan, namun ternyata paza zaman sekarang mitos dianggap sebagai suatu
cerita yang dianggap benar.
Levi-Strauss yang memberikan perhatiannya pada mitos menilai cerita
sebagai kualitas logis bukan estetis. Ia mengembangkan istilah myth dan mytheme
melalui jangkauan perhatiannya terhadap mitos yang terkandung dalam setiap
dongeng, baik secara bulat maupun fragmentasi. Menurutnya, mitos adalah naratif
itu sendiri, khususnya yang berkaitan dengan aspek-aspek kebudayaan tertentu.
Pada dasarnya mitos merupakan pesan-pesan kultural terhadap anggota
masyarakat. Dengan kalimat lain, Levi-Strauss menggali gejala di balik material
cerita, sebagaimana tampak melalui bentuk-bentuk yang telah termodifikasikan,
dan harus direkonstruksi melaluinya. Mytheme yang mungkin susunannya tidak
5

teratur, sebagaimana dekronologisasi kejadian dalam plot, maka tugas penelitilah


untuk menyusun kembali sehingga dikemukakan makna karya yang
sesungguhnya.
Dalam strukturalisme Levi Straus ini, beberapa aktivitas sosialseperti mitos,
ritual-ritual, sistem kekerabatan dan perkawinan, pola tempat tinggal dan
sebagainya secara formal dapat dilihat sebagai bahasa yakni sebagai tanda dan
simbol yang menyampaikan pesan tertentu. Ada keteraturan dan keterulangan
dalam fenomena-fenomena tersebut.
Menurut Bacon dalam Danandjaya (2002 : 50), mitos adalah cerita prosa
rakyat yang dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh yang punya
cerita. Sedangkan menurut Haviland (1985 : 229), mitos dapat dikatakan sebagai
pandangan hidup rakyat, yaitu konsepsi yang dinyatakan tetapi implikasi tentang
tempat mereka di tengah-tengah alam dan tentang seluk beluk dunia mereka.
Mitos dapat dibagi menjadi beberapa jenis sebagai berikut.
1. Mitos Tentang Makhluk dengan Tuhan
Contohnya dalam Hikayat Seri Rama, Maharaja Rawana telah
dibuiang ke negeri Serendib dan beliau bertapa di sana selama 12 tahun.
Nabi Adam bertanya kepada Rawana, apakah hajatnya. Lalu Rawana
meminta Nabi Adam supaya memohon kepada tuhan supaya memberi
kekuasaan kepadanyamenguasai empat penjuru alam. Ini telah
diperkenankan dan Rawana menjadi maharaja yang menakluki semua dunia.
2. Mitos mengenai Kerajaan (Mitos Politik)
Tujuan mitos ini untuk melahirkan taat setia rakyat kepada raja.
Jesteru itu raja dikaitkan sebagai manusia yang istimewa. Misalnya dalam
teks Sulalatus Salatin asal-usul raja-raja Melayu Melaka dikaitkan dengan
keturunan Raja Iskandar Zulkarnain, melalui keturunan Raja Suran yang
turun ke dasar laut.
3. Mitos Budaya
4. Mitos Asal-Usul Pembukaan Negeri
6

Tujuan mitos ini untuk melahirkan taat setia rakyat kepada raja.
Jesteru itu raja dikaitkan sebagai manusia yang istimewa. Mitos ini
menerangkan tentang sesuatu kejadian yang luar biasa.
5. Mitos Alegori/Sindiran
Dalam masyarakat Melayu lama, rakyat tidak boleh menderhaka
kepada raja dalam apa keadaan sekali pun.Oleh itu pengarang secara halus
telah menyindir raja/pemerintah melalui cerita mitos.
Dalam Ensiklopedi Sastra Indonesia, mitos dibagi menjadi dua. Pertama,
mitos simbolis atau spekulatif. Mitos ini menafsirkan secara simbolis tata semesta
alam atau tata masyarakat. Kedua, mitos aetologis yang dalam bentuk cerita
menerangkan suatu praktik (larangan atau perintah, adat sebagainya).
Jalaluddin Rakhmat membagi mitos menjadi dua macam sebagai berikut.
1. Mitos Deviant
Mitos ini berawal dari pandangan bahwa masyarakat itu stabil, statis,
dan tidak berubah-ubah. Kalaupun terjadi perubahan, maka perubahan itu
adalah penyimpangan dari sesuatu yang stabil. Mitos ini berkembang dari
teori ilmu sosial yang disebut structural functionalism (fungsionalisme
struktual). Menurut teori ini, kalau mau melihat perubahan sosial, kita harus
mau melihat struktur dan fungsi masyarakat. Jadi kalau ada dinamika sosial,
maka harus ada statistika sosial.
2. Mitos Trauma
Perubahan mau tidak mau menimbulkan reaksi. Bisa berbentuk krisis
emosional dan stress mental. Perubahan juga berpotensi menimbulkan
disintegrasi pada awalnya. Bisa berbetuk disintegrasi sosial dan disintegrasi
individual.
Sedangkan ciri-ciri mitos adalah sebagai berikut.
1. Cerita tentang asal-usul sesuatu kejadian sama ada kejadian makhluk,
manusia, tempat, fenomena alam dan sebagainya.
2. Cerita menjadi kepercayaan di kalangan masyarakat Melayu lama.
Mereka menganggap cerita tersebut sebagai benar-benar berlaku,
malah dianggap suci dan kudus.
7

3. Watak-watak dalam cerita mitos biasanya terdiri daripada watak


dewa-dewi, makhluk separa dewa, manusia yang agung, binatang dan
lain-lain yang mempunyai kekuasaan.
4. Latar tempat dan masa cerita mitos tidak dapat dipastikan. Peristiwa
yang berlaku dalam cerita mitos merangkumi segenap penjuru alam,
sama ada didaratan, di lautan, di kayangan atau di mana sahaja.
Manakala latar masa kejadian pula berlaku pada masa lampau/silam,
iaitu suatu masa yang tidak dapat dipastikan bilakah berlakunya
kejadian
5. Bersifat naratif/cerita: Menceritakan sesuatu kejadian tentang dewa-
dewi, tuhan, binatang dan manusia yang agung serta luarbiasa.
6. Cerita dianggap tidak logik oleh masyarakat hari ini, tetapi dipercayai
benar-benar berlaku olehm masyarakat lama. Jadi istilah dongeng itu
adalah penafsiran kita pada hari ini dan ianya samalah
7. Cerita ini terus hidup dan dihormati oleh generasi pendokong dan
adalah sukar untuk dikikis/untuk dihapuskan.
F. Metode dan Langkah-langkah Penelitian
1. Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis
isi. Menurut Vredenbreght dalam Kuta Ratna (2008 : 48), metode analisis isi
pertama kali digunakan di Amerika Serikat tahun 1926. Tetapi, secara
praktis jauh sebelumnya.
Metode ini menganalisi isi dalam karya sastra. Isi dalam metode ini
terdiri atas dua macam, yaitu isi laten dan isi komunikasi. Isi laten adalah isi
yang terkandung dalam dokumen dan naskah, sedangkan isi komunikasi
adalah pesan yang terkandung sebagai akibat komunikasi yang terjadi.
Dasar pelaksanaan metode analisis isi adalah penafsiran yang
memberikan perhatian pada isi pesan (Kuta Ratna, 2008 : 49).
2. Langkah-langkah Penelitian
a. Sumber Data
8

Sumber data terbagi menjadi dua, yaitu sumber data primer dan
sekunder. Sumber data primer pada penelitian ini adalah novel Fatat
Qarut yang diterbitkan
Sumber primer lainnya adalah novel Gadis Garut yang merupakan
terjemahan dari novel Fatat Qarut yang diterbitkan oleh Penerbit
Lentera. Novel ini diterjemahkan oleh Ali Yahya. Novel ini
merupakan terjemahan dari dua juz versi aslinya, terdiri dari 20 bab
dengan tebal 370 halaman.
b. Jenis Data
Jenis data yang diteliti adalah teks dalam novel Fatat Qarut yang
mengandung unsur-unsur mitos.
c. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1) Membaca dengan teliti novel Fatat Qarut dari awal hingga
akhir.
2) Menandai teks (kata, kalimat, atau paragraf) yang
mengandung unsur mitos.
3) Menganalisis jenis mitos yang terkandung dalam teks
tersebut.
d. Analisis Data
Penenelitian ini menggunakan metode analisis isi dengan
pendekatan mitopoik. Pendekatan mitopoik menitikberatkan analisis
pada penciptaan mitos dan jenis-jenis mitos yang tercapat dalam karya
sastra.
e. Merumuskan Simpulan
Novel Fatat Qarut mengandung unsur-unsur mitos. Unsur mitos
dalam novel tersebut dicerminkan melalui perilaku tokoh. Tokoh
Abdullah yang awalnya tidak mempercayai dukun akhirnya
mendatangi dukun demi mencapai keinginannya bertemu dengan
Neng.
9

G. Sistematika Penulisan
Laporan penelitian ini terdiri dari lima bab.
Bab pertama, yaitu pendahuluan. Bab ini berisi latar belakang penelitian,
identifikasi dan rumusan masalah, tujuan dan signifikansi penelitian, tinjauan
pustaka, kerangka berpikir, metode dan langkah-langkah penelitian, dan
sistematika penulisan.
Bab kedua, yaitu kerangka teori kritik sastra mitopoik. Bab ini berisi definisi
operasional dan penjelasan mengenai kritik sastra mitopoik.
Bab ketiga, yaitu Sayyid Ahmad Abdullah Assegaf dan novel Fatat Qarut.
Bab ini berisi biogarfi Sayyid Ahmad Abdullah Assegaf dan sinopsis novel Fatat
Qarut.
Bab keempat, yaitu unsur-unsur mitos dalam novel Fatat Qarut. Bab ini
berisi penjelasan mengenai mitos, analisis unsur-unsur mitos dalam novel Fatat
Qarut, dan makna simbolik di balik penciptaan mitos-mitos tersebut.
Bab kelima, yaitu penutup. Bab ini berisi kesimpulan dan rekomendasi.
10

BAB II
LANDASAN TEORI TENTANG KRITIK MITOPOIK

A. Definisi Operasional
Unsur adalah adalah bagian terkecil dari suatu benda atau kelompok kecil
(Tim Penyusun, 2002 : 1248).
Mitos adalah cerita suatu bangsa tentang dewa dan pahlwan zaman dahulu,
mengandung penafsiran tentang asal-usul semesta alam, manusia, dan bangsa
tersebut mengandung arti yang mendalam yang diungkapkan dengan cara
gaib;sifat-sifat yang berkaitan dengan mitologi (Laelasari dan Nurlailah, 2006 :
161). Menurut Bacon dalam Danandjaya (2002 : 50), mitos adalah cerita prosa
rakyat yang dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh yang punya
cerita. Dalam Ensiklopedi Sastra Indonesia (2007 : 524), definisi mitos adalah
kepercayaan atau keyakinan yang tidak terbukti tetapi yang diterima mentah-
mentah.
Novel Fatat Qarut adalah novel karya Sayyid Ahmad Abdullah Assegaf
yang mengisahkan seorang pria Arab bernama Abdullah. Abdullah memutuskan
untuk menetap di Garut karena kecintaannya pada daerah tempat tinggalnya, yaitu
desa Ranca Nasar. Di desa itu pula, Abdullah bertemu dengan pujaan hatinya,
yaitu Neng. Abdullah pun terus memperjuangkan cintanya. Ia banyak menemui
banyak tantangan dan rintangan untuk menemui Neng. Beragam cara ia tempuh
untuk dapat bertemu Neng, termasuk mendatangi dukun.
B. Kritik Sastra Mitopoik
Kritik mitopoik adalah jenis kritik yang ada sangkut pautnya dengan
penciptaan mitos dalam sebuah karya sastra. Mitos adalah cerita-cerita kuno yang
isinya dianggap bertuah dan dipercayai orang.
Kritik mitopoik adalah kritik yang paling baru dan ambisius antara
pendekatan-pendekatan kritik kontemporer. Kritik mitopoik dianggap pendekatan
paling pluralis sebab memasukkan hampir semua unsur kebudayaan, seperti
sejarah, sosiologi, antropologi, psikologi, agama, filsafat, dan kesenian (Kuta
11

Ratna, 2008 : 67).


Ciri-ciri khusus kritik mitopoik adalah sebagai berikut.
1. Dalam kedudukannya sebagai bentuk mula, sebagai monomite dan
sebagai prinsip-prinsip bagi sastra, maka dia dapat terjerumus ke dalam
suatu kesamaan tertentu serta dapat diramalkan.
2. Dalam telaahnya yang lebih mendalam terhadap masalah materi serta
tema-tema karya sastra yang melebihi teknik atau pokok karya sastra
sebagai seni, maka selanjutnya ada kecenderungan menjadi bersifat
analisis atau deskriptif seluruhnya.
3. Dalam usahanya untuk mengembalikan karya sastra pada proporsi yang
sebenarnya, maka kritik mitopoik kadang-kadang terpaksa memeras
sastra itu menjadi suatu bentuk ekspresi yang primitif dan menganggap
seniman sama saja dengan anak-anak dan orang liar.
12

BAB III
SAYYID AHMAD ABDULLAH ASSEGAF
DAN NOVEL FATAT QARUT

A. Biografi Sayyid Ahmad Abdullah Assegaf


Salah satu pakar nasab di Indonesia yang meletakkan dasar-dasar ilmu
nasab adalah Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaf. Selain dikenal
sebagai pakar ilmu nasab yang jempolan, ia juga dikenal wartawan, sastrawan dan
guru bagi banyak orang.
Habib Ahmad dikenal sebagai wartawan, sejarawan, dan sastrawan
keturunan Arab yang terkenal pada masa kemerdekaaan RI. Sayid Ahmad bin
Abdullah Assegaf, banyak menyerang pemerintah kolonial Belanda lewat tulisan-
tulisannya. Untuk melengkapi data tulisannya itu, dia mendatangi berbagai tempat
di Indonesia untuk bertemu dengan tokoh masyarakat, ulama, dan sejarawan.
Ia juga adalah salah satu pendiri pergerakan Arrabithah Al-Alawiyyah dan
sekaligus menerbitkan majalah Arrabithah Al-Alawiyyah, majalah yang
mengupas bidang keagamaan dan politik. Majalah Arrabithah Al-Alawiyyah
dalam waktu yang tidak lama menjadi wadah bagi para penulis muda untuk
menyampaikan pendapat mengenai keislaman dan politik, berperan sebagai sarana
untuk menampik pengaruh orientalis barat di Indonesia.
Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaff sendiri lahir pada tahun
1299 H (1879 M) di kota Syihr, Hadramaut. Ketika umurnya menginjak usia 4
tahun, ia dibawa oleh kedua orang tuanya ke kota Seiwun, saat itu terkenal
sebagai kota ilmu yang menghasilkan banyak ulama besar dan shalihin. Di kota
itu, ia mempelajari ilmu ushuludin, fiqh, tata bahasa, sastra dan tasawuf.
Tak puas menyerap ilmu di Seiwun, lantas ia pergi ke Tarim yang saat itu
juga dikenal sebagai pusat para ulama besar. Hampair setiap hari, ia mendatangi
majlis-majlis ilmu dan mengadakan hubungan yang akrab dengan guru-guru yang
shalih, seperti Sayid Abdurahman bin Muhammad al-Masyhur, Syaikh Saleh,
Syaikh Salim Bawazier, Syaikh Said bin Saad bin Nabhan, Sayyid Ubaidillah bin
13

Muhsin Assegaff, Habib Ahmad bin Hasan Alattas, Habib Muhammad bin Salim
As-Siri dan lain-lain.
Ustadz Ahmad Assegaff dikenal sangat gemar mengadakan perjalanan ke
berbagai negeri tetangga untuk menemui ulama-ulama dan mengadakan dialog
dengan para cendekiawan, sehingga ia sangat dikagumi oleh pusat-pusat ilmiah
pada masa itu.
Tahun 1333 H (1913 M), ia berlayar ke Singapura dan ke Indonesia untuk
mengunjungi saudaranya yang tertua, Sayid Muhammad bin Abdullah bin Muhsin
Assegaff di Pulau Bali. Ia tinggal di Pulau Dewata itu beberapa lama, sambil
berguru sekaligus berdakwah di sana.
Ia kemudian melanjutkan perjalanannya ke Surabaya, berjumpa dengan
beberapa perintis pergerakan Islam serta para cendekiawan. Mereka sering terlibat
diskusi membahas kebangkitan pergerakan keturunan Arab dan kaum muslimin di
masa mendatang.
Habib Ahmad saat itu terpilih menjadi direktur yang pertama dari Madrasah
Al-Khairiyah di Surabaya. Ia memimpin sekolah yang kebanyakan diikuti oleh
warga keturunan arab itu dengan sangat bijaksana dan mulai saat itu namanya
dikenal sebagai orang yang ahli dalam bidang pendidikan. Di kota Surabaya, ia
menikah dan mempunyai beberapa orang putra.
Kemudian, ia pindah ke Solo dan tetap bersemangat mencari ilmu
pengetahuan. Di kota batik inilah ia mempelajari ilmu psikologi dan manajemen
sekolah, kebetulan ia juga menjadi salah pengurus sekolah swasta. Selain
mengajar, ia juga berdagang sehingga ia sering pergi ke Jakarta untuk mengurus
perniagaannya. Usaha dagang semakin maju. Itu membuat Habib Ahmad pindah
ke Jakarta dan menjadi pimpinan sekolah Jami’at Kheir.
Berbagai perubahan demi kemajuan dalam pendidikan mulai ia rintis, di
antaranya dengan membuka kelas-kelas baru bagi para pelajar, menyusun tata
tertib bagi pelajar, mengarang buku-buku sekolah serta lagu-lagu untuk sekolah.
Buku-buku pelajaran yang ia susun diantaranya terdiri dari buku-buku
agama, sastra dan akhlaq. Keberhasilannya dalam memimpin sekolah dan
menciptakan sistem pendidikan, mengundang perhatian yang luas dari pemerhati
14

masalah pendidikan baik dalam maupun luar negeri, seperti dari Malaysia dan
Kesultanan Gaiti di Mukalla. Intinya, mereka meminta Habib Ahmad untuk
memimpin pengajaran sekolah di negeri mereka. Namun, permintaan tersebut
ditolak dengan halus, karena ia tengah merintis pembentukan Yayasan Arrabithah
Al-Alawiyyah.
Melalui pergerakan Arrabithah Al-Alawiyyah pula, ia mempunyai pengaruh
yang sangat kuat di dalam memberikan petunjuk dan pentingnya persatuan di
kalangan umat Islam dalam menghadapi penjajahan. Semua itu dapat dilihat
dalam qasidah, syair serta nyanyian yang ia karang.
Salah satu kitab yang dikarang oleh Habib Ahmad adalah Kitab Khidmatul
Asyirah. Kitab itu dibuat sebagai ringkasan dari kitab Syams Azh-Zhahirah.
Dalam kitab ini Habib Ahmad menguraikan secara sistematis mengenai nasab dan
pentingnya setiap orang memelihara kesucian nasabnya dengan ahlak yang mulia.
Karena tidaklah mudah untuk menjaga nasab, sebagai ikatan penyambung
keturunan serta asal-usul kembalinya keturunan seseorang kepada leluhurnya.
Dalam kitab ini, riwayat seseorang ia diteliti dengan seksama supaya terjaga
kesucian nasabnya, dengan susunan yang tertib dari awal sampai akhir. Habib
Ahmad bekerja keras untuk menyempurnakan isi buku ini walaupun ia
mempunyai kesibukan yang luar biasa baik Rabithah Alawiyah maupun sebagai
pengajar di Jami’at Kheir. Segala rintangan dihadapinya dengan penuh ketegaran
dan semangat pantang mundur dengan satu tekad menyusun sejarah nasab
Alawiyin merupakan pekerjaan yang sangat mulia.
Habib Ahmad, dalam kitab Khidmatul Asyirah menambahkan catatan
beberapa orang yang terkemuka serta para ulama yang hidup sekitar tahun 1307-
1365 H, saat menulis kitab ini sekitar tahun 1363 Habib Ahmad menghitung
terdapat lebih dari 300 qabilah dan kitab ini pertama kali diterbitkan di Solo pada
Rabiul Awal 1365 H.
Dari sekitar 20 buah bukunya, Ahmad bin Abdullah Assagaf sempat
menulis sejarah Banten berjudul Al-Islam fi Banten (Islam di Banten).
Karangannya yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah Fatat
Garut (Gadis Garut) berupa roman kehidupan multietnik Indonesia di awal abad
15

ke-20 oleh penerbit Lentera pada tahun 1997 dan diterjemahkan oleh Drs. Ali bin
Yahya. Karya sastra ini sangat indah dan patut untuk dibaca karena banyak
mengandung budaya bangsa dan syair-syair.
Karya-karyanya yang lain banyak disebarluaskan di madrasah-madrasah
sebagai buku wajib pelajaran sekolah baik dalam mau pun di luar negeri.
Diantaranya adalah cerita-cerita yang berisi masalah pendidikan seperti Dhahaya
at-Tasahul, dan Ash-Shabr wa ats-Tsabat (berisi tentang cara hidup yang baik di
dalam masyarakat untuk mencapai kemulian dunia dan akhirat), buku-buku
pendidikan dan ilmu jiwa, Sejarah masuknya Islam di Indonesia dan lain-lain.
Keahlian Habib Ahmad didalam syair mendapat pengakuan dari banyak ahli
syair di negara Arab. Selain itu Habib Ahmad juga punya keahlian di bidang
kerajinan tangan dan elektronika dan pernah membuat sebuah alat musik yang
dinamakan Alarangan.
Saat tentara Jepang datang ke Indonesia pada tahun 1942 dan menyerbu
Hindia Belanda serta menyebabkan pertempuran yang sengit di Batavia
menyebabkan Habib Ahmad pindah ke Solo. Setelah pertempuran mereda, Habib
Ahmad kembali ke Jakarta dan mengajar di Kalibata.
Setelah 40 tahun menetap di Indonesia, pada 1950 ia berniat meninggalkan
Indonesia menuju ke Hadramaut.
Tepat pada hari Jumat, 22 Jumadil Awwal 1369 H ia berangkat dari Jakarta,
dengan mempergunakan kapal laut dari pelabuhan Batavia. Namun Allah SWT
telah menentukan umurnya, tepatnya Selasa 26 Jumadil Awal 1369 H ia
berpulang ke haribaan-Nya.
Setelah diadakan upacara keagamaan seperlunya di atas kapal, pada hari
Kamis, 28 Jumadil Awal 1369 H, jenazahnya kemudian dimakamkan di laut
lepas, sebelum memasuki pelabuhan Medan. Yang sangat disayangkan, banyak
karya Habib Ahmad yang belum sempat dibukukan juga ikut hilang dalam
perjalanan itu.
16

B. Sinopsis Novel Fatat Qarut


Abdullah adalah seorang saudagar kaya asal Hadramaut, Yaman. Ia tinggal
di Garut bersama pembantu setianya, Sitrun. Kecintaannya pada Garut membuat
ia memutuskan untuk menetap di Garut, tepatnya di desa Ranca Nasar. Ia tinggal
di rumah dan tanah warisan ayahnya. Sebelumnya ia tinggal di Singapura.
Pada suatu hari Abdullah bertemu dengan sebuah keluarga di persimpangan.
Ia juga melihat seorang gadis cantik dan lugu di antara dua orang yang
bersamanya. Abdullah pun meyapa ketiga orang tersebut hingga ia mengetahui
nama orang-orang tersebut, yaitu Rusna dan Minah. Abdullah mengira gadis
cantik di antara mereka adalah anaknya yang kemudian diketahui bernama Neng.
Rusna dan Minah mengatakan bahwa Neng tak mengerti Bahasa Sunda. Neng
berbicara Bahasa Arab sama seperti Abdullah.
Pertemuan Abdullah pada pandangan pertama tersebut membuatnya
langsung jatuh hati pada Neng. Sebaliknya, Rusna dan Minah enggan berbicara
terlalu lama dalam pertemuan mereka tersebut. Mereka cepat-cepat meninggalkan
Abdullah kala itu. Abdullah pun duduk di warung langganannya di persimpangan
tersebut.
Pemilik warung tersebut, Rasidah, telah mengira bahwa Abdullah tertarik
pada Neng. Rasidah meminta Abdullah jujur padanya tentang perasaan yang ia
pendam saat itu. Abdullah pun menceritakan perasaannya bertemu Neng pada
Rasidah. Tak disangka, ternyata Rasidah mengetahui sebuah rahasia dari Neng.
Neng pernah menemuinya beberapa hari lalu.
Karena Rasidah menilai Abdullah lelaki baik-baik dan ia pantas
mendapatkan Neng, maka Rasidah menceritakan rahasia tersebut. Rasidah
mengatakan bahwa Neng sebenarnya bisa berbicara Bahasa Sunda. Hanya saja, ia
sengaja menyembunyikan kemampuannya dari kedua orangtuanya. Minah adalah
ibu kandungnya, sedangkan Rusna adalah ayah tirinya.
17

BAB IV
UNSUR-UNSUR MITOS DALAM NOVEL FATAT QARUT
KARYA ABDULLAH ASSEGAF

A. Unsur-unsur Mitos yang Terdapat dalam Novel Fatat Qarut


Dalam novel Fatat Qarut, penciptaan mitos dimulai dengan perginya
Abdullah pada dukun.
B. Jenis-jenis Mitos yang Terdapat dalam Novel Fatat Qarut

You might also like