Professional Documents
Culture Documents
Paradigma sehat yang diartikan disini adalah pemikiran dasar sehat, berorientasi pada
peningkatan dan perlindungan penduduk sehat dan bukan hanya penyembuhan pada
orang sakit, sehingga kebijakan akan lebih ditekankan pada upaya promotif dan
preventif dengan maksud melindungi dan meningkatkan orang sehat menjadi lebih
sehat dan roduktif serta tidak jatuh sakit. Disisi lain, dipandang dari segi ekonomi,
melakukan investasi dan intervensi pada orang sehat atau pada orang yang tidak sakit
akan lebih cost effective dari pada intervensi terhadap orang sakit. Pada masa
mendatang, perlu diupayakan agar semua policy pemerintah selalu berwawasan
kesehatan, motto-nya akan menjadi "Pembangunan Berwawasan Kesehatan".
Bila secara konsekwen paradigma sehat telah kita gunakan, peningkatan derajad
kesehatan masyarakat akan lebih cepat tercapai dengan biaya yang lebih efisien.
Sehingga viei Departemen Kesehatan Indonesia Sehat 2010 dapat tercapai.
Untuk mencapai misi dan misi tersebut, telah dikembangkan pilar strategi
pembangunan kesehatan yang meliputi :
1. Paradigma sehat/pembangunan berawawasan kesehatan
2. Profesionalisme
3. Jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat
4. Desentralisasi
Apa tantangannya ?
Jika dianalisa lebih mendalam, ada empat tantangan utama yang sangat menentukan
terjadinya perubahan dan perkembangan keperawatan di Indonesia, yang secara nyata
dapat dirasakan khususnya dalam sistem pendidikan keperawatan, yaitu (1) terjadinya
pergeseran pola masyarakat Indonesia; (2) Perkembangan IPTEk; (3) Globalisasi
dalam pelayanan kesehatan; dan (4) Tuntutan tekanan profesi keperawatan.
Pada dasarnya dua hal utama dari globalisasi yang akan berpengaruh terhadap
perkembangan pelayanan keseahtan termasuk pelayanan keperawatan adalah : 1)
tersedianya alternatif pelayanan, dan 2) persaingan penyelenggaraan pelayanan untuk
menarik minat pemakai jasa pelayanan kualitas untuk memberikan jasa pelayanan
keseahtanyang terbaik. Untuk hal ini berarti tenaga kesehatan, khususnya tenaga
keperawatan diharapkan untuk dapat memenuhi standar global dalam memberikan
pelayanan / asuhan keperawatan. Dengan demikian diperlukan perawat yang
mempunyai kemampuan profesional dengan standar internasional dalam aspek
intelektual, interpersonal dan teknikal, bahkan peka terhadap perbedaan sosial bidaya
dan mempunyai pengetahuan transtruktural yang luas serta mampu memanfaatkan
alih IPTEK.
Sejak tahun 2000 terjadi euphoria Pendirian Institusi Keperawatan baik itu
tingkat Diploma III (akademi keperawatan) maupun Strata I. Pertumbuhan institusi
keperawatan di Indonesia menjadi tidak terkendali. Seperti jamur di musim kemarau.
Artinya di masa sulitnya lapangan kerja, proses produksi tenaga perawat justru
meningkat pesat. Parahnya lagi, fakta dilapangan menunjukkan penyelenggara
pendidikan tinggi keperawatan berasal dari pelaku bisnis murni dan dari profesi non
keperawatan, sehingga pemahaman tentang hakikat profesi keperawatan dan arah
pengembangan perguruan tinggi keperawatan kurang dipahami. Belum lagi sarana
prasarana cenderung untuk dipaksakan, kalaupun ada sangat terbatas (Yusuf, 2006).
Saat ini di Indonesia berdiri 32 buah Politeknik kesehatan dan 598 Akademi Perawat
yang berstatus milik daerah,ABRI dan swasta (DAS) yang telah menghasilkan lulusan
sekitar 20.000 – 23.000 lulusan tenaga keperawatan setiap tahunnya. Apabila
dibandingkan dengan jumlah kebutuhan untuk menunjang Indonesia sehat 2010
sebanyak 6.130 orang setiap tahun, maka akan terjadi surplus tenaga perawat sekitar
16.670 setiap tahunnya. (Sugiharto, 2005).