You are on page 1of 25

Peran akreditasi untuk program quality assurance dalam

pemantapan pelaksanaan pendidikan Sp.1 dan Sp.2 di Indonesia

Dody Firmanda
Kolegium Ilmu Kesehatan Anak Indonesia

Pendahuluan

Mulai tanggal 1 Januari 2010 berlaku implementasi modus keempat dalam era
liberalisasi perdaganan jasa bidang kesehatan untuk negara kawasan Asia
Tenggara sesuai dengan perjanjian kerjasama ASEAN Mutual Recognition
Arrangement on Medical Practitioners (MRA-MP). Ada 4 tujuan dalam MRA-
MP yakni:
1. mengatur mobilitas praktisi dokter di wilayah ASEAN;
2. meningkatkan dan mengembangkan kerja sama pertukaran informasi
antar profesi medis;
3. meningkatkan mutu kualifikasi dan standar layanan dan;
4. kerjasama pendidikan dan pelatihan profesi medis

Pada tanggal 20 November 2008 The Joint Commission Amerika Serikat


meluncurkan Health care at the crossroads: Guiding principles for the
development of the hospital of the future 1 berdasarkan hasil rekomendasi
pertemuan tanggal 26-27 April 2007 di Lake Buena Vista Florida tentang
What does the future hold for hospital care across the globe? The Hospital
of the future.2

Sebelumnya WHO Regional Eropa telah melakukan uji coba suatu instrumen
yang akan digunakan untuk menilai kinerja mutu (performamce) rumah sakit
oleh WHO regional Eropa yang dinamakan Performance Assessment Tools for
Hospital (PATH).3,4,5,6 Kedua instrumen tersebut kemungkinan besar akan


Disampaikan padfa Acara Workshop “Pemantapan Pendidikan Spesialis I dan Spesialis II Ilmu
Kesehatan Anak di Indonesia” oleh Kolegium I lmu Kesehatan Anak Indonesia (KIKA) pada Pra
Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) III di Medan 21 Februari 2010.
1
The Joint Commission - Health care at the crossroads: Guiding principles for the development of
the hospital of the future , November 20, 2008.
2
The Joint Commission and The Joint Commission Resources - What does the future hold for
hospital care across the globe? The Hospital of the future . Florida, April 26-27, 2007.
3
WHO Regional Office for Europe. Measuring hospital performance to improve the quality of care in
Europe: a need for clarifying the concepts and defining the dimensions. January 2003

1
diterapkan oleh seluruh rumah sakit di dunia sebagaimana halnya program
WHO World Alliance for Patient Safety – Move Program sebagai world class
hospitals’ benchmarking.

Sedangkan sampai saat ini definisi akan World Class yang ada hanya dari UK
Prime Minister Cabinet of Office yang mencanangkan Program World Class
Services – dikatakan sebagai World Class bila memenuhi tiga syarat kriteria
berikut: 7
1. Kinerjanya (performance) telah melampaui standar nasional dan
regional;
2. Melakukan benchmarking dan
3. Melakukan peningkatan mutu berkelanjutan (continuous quality
improvement)

Ketiga hal di atas dapat dicapai melalui tahapan self-assessment dan


akreditasi. 8

Manajemen Mutu (Quality Management) IPDSA

Manajemen Mutu (Quality Management) – adalah seluruh aktivitas kegiatan


fungsi manajemen dari kebijakan, tugas dan tanggung jawab yang dituangkan
dalam bentuk perencanaan mutu (quality planning), kendali mutu (quality
control), jaminan mutu (quality assurance) dan peningkatan mutu (quality
improvement) dalam satu sistem mutu.

Quality Management is defined as all activities of the overall


management that determine the quality policy, objectives and
responsibilities, and implement them by such as quality planning, quality
control, quality assurance and quality improvement within the quality
system.

4
WHO Regional Office for Europe. How can hospital performance can be measured and monitored.
August 2003.
5
WHO Regional Office for Europe. PATH (Performance Assessment Tools for Quality Improvement
in Hospitals). 2007.
6
WHO Regional Office for Europe. Assuring the quality of care in the European Union. 2008
7
UK Cabinet Office. Excellence and fairness – achieving world class. London, 2008.
8
WHO and WFME. WHO/WFME guidelines for accreditation of basic medical education. Geneva/
Copenhagen, 2005.

2
Mutu/Kualitas dapat ditinjau dari berbagai perspektif baik itu dari
perspekstif peserta didik dan penyandang dana, tenaga didik dan manajer
pendidikan dari institusi pendidikan dokter spesialis anak maupun pembuat
dan pelaksana kebijakan institusi pendikan dokter spesialis anak di tingkat
departemen/bagaian/UPF/SMF, fakultas/rumah sakit, nasional (kolegium.
MKKI, KKI) dan regional. (Quality is different things to different people
based on their belief and norms).9

Seiring dengan perkembangan era globalisasi, terbukanya arus informasi dan


semakin meningkatnya tuntutan pengguna jasa layanan kesehatan akan mutu,
keselamatan serta biaya. Maka prinsip prinsip ’good corporate governance’
(dalam hal ini mencakup faculty/hospital/departmental governance dan
clinical governance) – yakni transparency, responsiveness dan accountable
akan semakin menonjol serta mengedepankan akan efesiensi dan efektifitas
suatu layanan.

Istilah efesiensi sangat berhubungan erat antara inputs dan proses,


sedangkan efektifitas berhubungan dengan proses dan hasil. Sedangkan
istilah, definisi dan dimensi akan efisiensi juga belum ada kesepakatan yang
jelas dan eksplisit – tergantung dari berbagai perspektif. Efisiensi dapat
digolongkan kepada efisiensi tehnik (technical efficiency), efisiensi
produksi/hasil (productive efficiency) dan efisiensi alokatif
(allocative/societal efficiency) termasuk didalamnya bidang market dan
kesehatan. Oleh karena itu saat ini dibutuhkan tidak hanya ’doing things
right’, akan tetapi juga diperlukan prinsip manajemen ‘doing the right things’
(dikenal sebagai increasing effectiveness) sehingga kombinasi keduanya
disebut sebagai prinsip manajemen layanan modern ‘doing the right things
right’. (Gambar 1 dan 2). 10,11,12,

9
Adams C, Neely A. The performance prism to boost success. Measuring Health Business Excellence 2000;
4(3):19-23.
10
Firmanda D. Key to success of quality care programs: empowering medical professional. Global
Health Journal 2000; 1(1) http://www.interloq.com/a26.htm
11
Firmanda D. The pursuit of excellence in quality care: a review of its meaning, elements, and
implementation. Global Health Journal 2000;1(2) http://www.interloq.com/a39vlis2.htm
12
Firmanda D. Total quality management in health care (Part One). Indones J Cardiol Pediatr 1999;
1(1):43-9.

3
Gambar 1. Ruang lingkup kualifikasi penguasaan materi bagi pemimpin institusi
pendidikan dokter spesialis anak dan manajer mutu pendidikan (quality
manager) 11-12

4
Gambar 2. Evolusi prinsip manajemen layanan kesehatan dan pendidikan.13-15

Perkembangan akan ‘mutu’ itu sendiri dari cara ‘inspection’, quality control,
quality assurance sampai ke total quality sangat bervariasi sesuai dengan
perkembangan ilmu. Jepang menggunakan istilah quality control untuk
seluruhnya, sedangkan di Amerika memakai istilah ‘ continuous quality
improvement ’ untuk ‘total quality ’ dan Inggris memakai istilah quality
assurance untuk ‘quality assurance’, ‘continuous quality improvement’ maupun
untuk ‘ total quality’ dan tidak membedakannya. (Lihat Gambar 3).

5
Gambar 3. Skema sederhana perkembangan mutu.

Evolusi perkembangan mutu itu sendiri berasal dari bidang industri pada awal
akhir abad ke sembilan belas dan awal abad ke dua puluh di masa perang dunia
pertama. Pada waktu itu industri senjata menerapkan kaidah ‘ inspection’
dalam menjaga kualitas produksi amunisi dan senjata. Kemudian Shewart
mengembangkan dan mengadopsi serta menerapkan kaidah statistik sebagai
‘quality control’ serta memperkenalkan pendekatan siklus P-D-S-A (Plan, Do,
Study dan A ct) yang mana hal ini kemudian dikembangkan oleh muridnya
Deming sebagai P-D-C-A (Plan, D o, Check dan A ction). Kaidah PDCA ini
menjadi cikal bakal yang kemudian dikenal sebagai ‘generic form of quality
system’ dalam ‘quality assurance’ dari BSI 5751 (British Standards of
Institute) yang kemudian menjadi seri EN/ISO 9000 dan 14 000. (Lihat
Gambar 4).

6
Gambar 4. Contoh dari model Quality Assurance versi ISO 9001:2000

Tatkala Deming diperbantukan ke Jepang dalam upaya memperbaiki dan


mengembangkan industri, beliau mengembangkan dengan memadukan unsur
budaya Jepang ‘kaizen’ dan filosofi Sun Tzu dalam hal ‘ benchmarking’ maupun
13
manajemen dan dikenal sebagai ‘total quality’. Sedangkan Total Quality
Management/Service (TQM/S) adalah suatu cara pendekatan organisasi
dalam upaya meningkatkan efektifitas, efisiensi dan responsif organisasi
secara melibatkan seluruh staf/karyawan dalam segala proses aktifitas
peningkatan mutu dalam rangka memenuhi kebutuhan/tuntutan konsumen
pengguna jasa organisasi organisasi tersebut. (‘ Process driven’ dan ‘customer-
focused oriented’) . Ini merupakan suatu tingkat tertinggi dalam upaya
14
organisasi tersebut untuk mencapai tingkat dunia ( World Class Quality).
Secara ringkas ada 5 struktur komponen utama dalam Total Quality

13
Moss F, Palmberg M, Plsek P, Schellekens W. Quality improvement around the world: how much we
learn from each other. Qual Health Care 2000;8:63-6.
14
Firmanda D. Total Quality Management in Healthcare (Part One). Indones J Cardiol Pediatr 1999;
1(1):43-9.

7
Management (TQM) yakni understanding the customer, understanding the
hospital’s business, quality systems, continuous quality improvement dan
quality tools. (Lihat Gambar 5).

Gambar 5. Komponen Total Quality Management (TQM)

Untuk dapat menguasai TQM harus menguasai akan kaidah/tehnik dari


perkembangan mutu itu sendiri dari inspection, quality control dengan seven
basic statistics process control/ SPC, dan quality assurance dengan ketiga
kompenen utamanya yang terdiri setting standards, checking the standards
(audit and accreditation) dan continuous quality improvement (CQI).

8
Quality Assurance (QA)

Quality Assurance (QA) adalah tahap ke tiga dan yang paling penting dalam
perkembangan mutu suatu institusi/organisasi menuju tingkat yang lebih luas
dan tinggi (‘total quality’).

15,16
Program quality assurance terdiri dari :
1. Standarisasi – meliputi kriteria yang terukur ( measurable) dan
indikator satuan waktu (time-frame).
2. Akreditasi – dilakukan setelah yang akan dinilai melaksanakan penilian
diri (self-assessment) maksimal 2 (dua) kali terlebih dahulu.
3. Kegiatan mutu berkesinambungan (continuous quality improvement)
dengan mempergunakan kaidah mutu (Plan-Do-Check-Action) dalam
rangka mempertahankan dan atau meningkatkan mutu.

1. Standar

Standar dibuat berdasarkan kebijakan ( policy), tujuan (aims) dan objektif


yang telah disepakati bersama dalam institusi tersebut untuk dijadikan
kriteria yang dapat ditinjau dari segi input/struktur, proses dan
output/outcome sebagaimana dapat pada Gambar 6 di bawah.

Untuk bidang kesehatan Donabedian 17 dengan ‘structure, process dan


outcome’ pada awal tahun 80an memperkenalkan tentang cara penilaian untuk
standar, kriteria dan indikator. Selang beberapa tahun kemudian Maxwell
mengembangkan ‘six dimensions of quality ’. Tehnik Donabedian dan Maxwell
ini lebih menitikberatkan tentang hal membuat standar dan penilaiannya
18, 19
(akreditasi) yang merupakan 2 dari 3 komponen ‘ quality assurance’.

15
Nabitz U, Klazinga N, Walburg J. The EFQM excellence model: European and Dutch experiences
with the EFQM approach in health care. Int J Qual Health Care 2000;12(3): 191-201.
16
Shaw CD. External quality mechanisms for health care: summary of the ExPERT project on visitatie,
accreditation, EFQM and ISO assessment in European countries. Int J Qual Health Care 000;12(3):
169-75.
17
Donabedian A. The quality of care: how can it be assessed ? JAMA 1988; 260:1743-8.
18
Firmanda D. Total quality management in health care (Part One). Indones J Cardiol Pediatr 1999;
1(1):43-9.
19
Firmanda D. The pursuit of excellence in quality care: a review of its meaning, elements, and
implementation. Global Health Journal 2000;1(2) http://www.interloq.com/a39vlis2.htm

9
Gambar 6. Hubungan antara tujuan dan objekif suatu organisasi/ institusi
dalam hal standar, kriteria dan indikator mutu berdasarkan pendekatan
tehnik Donabedian dan Maxwell.

Ada beberapa tehnik/cara dalam membuat standar tersebut: cara


Donabedian atau Maxwell atau bahkan kombinasi antar keduanya (cara Don-
Max) sebagaimana contoh berikut (Gambar 7):

10
Gambar 7. Contoh Implementasi Hubungan Tehnik Donabedian dan Maxwell
dalam hal standar, kriteria dan indikator mutu.

11
Standar Institusi Pendidikan Dokter Spesialis Anak (IPDSA)

Pada KONIKA XIII 2005 di Bandung telah diajukan Buku Standar Profesi
dan Standar Pendidikan Dokter Spesialis Anak (Gambar 8) yang disusun
bersama Pengurus Pusat IDAI dan Kolegium Ilmu Kesehatan Anak Indonesia
(sesuai dengan Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 Pasal 26 ayat 2b yang
menyatakan bahwa standar pendidikan untuk pendidikan profesi dokter
spesialis disusun oleh kolegium) dan bahkan pada saat yang sama telah
diserahkan kepada Ketua Konsil Kedokteran Indonesia KKI (Dr. Hardi Yusa
Sp.OG) untuk diminta pengesahan KKI sesuai dengan Undang Undang Nomor
29 Tahun 2004 Pasal 26 ayat 1 yang menyatakan bahwa standar pendidikan
disahkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia.

Gambar 8. Buku Standar Profesi dan Standar Pendidikan Dokter Spesialis


Anak 2005

Buku Standar Profesi dan Standar Pendidikan Dokter Spesialis Anak


tersebut merupakan buku pertama di Indonesia dan bahkan menjadi acuan
organisasi profesi lain dalam membuat dan standarnya. Pada waktu itu Konsil
Kedokteran Indonesia (KKI) belum mempunyai format mengenai hal tersebut.
Buku Standar Profesi dan Standar Pendidikan Dokter Spesialis Anak
tersebut disusun dengan memperhatikan Undang Undang Republik Indonesia
Nomor: 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas),

12
Undang Undang Republik Indonesia Nomor: 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran, dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
131/Menkes/SK/II/2004 tentang Sistem Kesehatan Nasional, serta mengacu
kepada berbagai referensi luar negeri seperti Trilogy of World Federation
for Medical EducationDocuments – World Standards for Medical Education,
British General Medical Council dan Royal College of Physicians, American
Institute of Medicine serta disesuaikan aplikasinya dengan situasi kondisi di
tanah air.

Standar Profesi dan Standar Pendidikan untuk Dokter Spesialis Anak dan
Konsultan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) ini terdiri dari 6 standar, 4
Panduan pelaksanaan standar dan 3 instrumen penilaian akreditasi;
selengkapnya adalah sebagai berikut :

1. Standar Profesi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)


2. Panduan Pelaksanaan Standar Profesi Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI)
3. Standar Penyelenggara Kegiatan Pengembangan Profesi (Continuous
Professional Development/CPD) Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
4. Panduan Penyelenggara Kegiatan Pengembangan Profesi (Continuous
Professional Development/CPD) Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
5. Instrumen Penilaian Akreditasi Penyelenggara Kegiatan Pengembangan
Profesi ( Continuous Professional Development/CPD) Ikatan Dokter
Anak Indonesia (IDAI)
6. Standar Pendidikan Dokter Spesialis Anak
7. Standar Institusi Pendidikan Dokter Spesialis Anak
8. Panduan Penilaian Akreditasi Institusi Pendidikan Dokter Spesialis
Anak
9. Instrumen Penilaian Akreditasi Institusi Pendidikan Dokter Spesialis
Anak
10. Standar Pendidikan Dokter Spesialis Anak Konsultan
11. Standar Institusi Pendidikan Dokter Spesialis Anak Konsultan
12. Panduan Penilaian Akreditasi Institusi Pendidikan Dokter Spesialis
Anak Konsultan
13. Instrumen Penilaian Akreditasi Institusi Pendidikan Dokter Spesialis
Anak Konsultan

13
Pada tanggal 28 September 2008 menerbitkan Keputusan Konsil Kedokteran
Indonesia Nomor 21/KKI/KRP/IX/2006 tentang Pengesahan Standar
Pendidikan Profesi Dokter Spesialis dan pada bulan November 2006 Konsil
Kedokteran Indonesia (KKI) berhasil menerbitkan buku Standar Pendidikan
Profesi Dokter Spesialis (Gambar 9).

Gambar 9. Standar Pendidikan Profesi Dokter Spesialis KKI 2006

Format Standar Pendidikan Profesi Dokter Spesialis KKI 2006 terdiri dari:

1. Misi dan Tujuan Pendidikan


2. Proses Pendidikan
3. Sistem Evaluasi Peserta Didik
4. Peserta Didik
5. Staf Akademik
6. Sumber Daya Pendidikan
7. Evaluasi Program
8. Penyelenggara Program dan Administrasi Pendidikan
9. Perbaikan Berkesinambungan
10. Aturan Tambahan

Sebetulnya Buku Standar Profesi dan Standar Pendidikan untuk Dokter


Spesialis Anak 2005 jauh lebih lengkap dan luas merangkum seluruh aspek

14
maupun segi struktur, proses, output/outcome dan impact dalam satu buku
sebagai satu kesatuan. Buku Standar Pendidikan Profesi Dokter Spesialis
KKI 2006 merupakan sebagai komponen nomor 6 dari 11 komponen dalam Buku
Standar Profesi dan Standar Pendidikan Dokter Spesialis Anak 2005.

Esensi dan substansi Komponen 6 dalam Buku Standar Profesi dan Standar
Pendidikan Dokter Spesialis Anak 2005 adalah Standar Pendidikan Dokter
Spesialis Anak yang terdiri dari 10 standar yang tidak jauh berbeda esensi
dan substansinya dengan 10 standar dari Standar Pendidikan Profesi Dokter
Spesialis KKI 2006, karena sama sama mengacu pada Trilogy of World
Federation for Medical Education – perbedaannya hanya dari segi format
urutan.

Maka Kolegium Ilmu Kesehatan Anak Indonesia untuk komponen 6 yakni


Standar Pendidikan Profesi Dokter Spesialis Anak menyesuaikan formatnya
dengan format dari Standar Pendidikan Profesi Dokter Spesialis KKI 2006
sebagaimana Gambar 10.

Gambar 10. Standar Pendidikan Profesi Dokter Spesialis Anak 2007

Pada Lampiran 1 (halaman 91 sampai dengan 94) tentang Standar Institusi


Pendidikan Dokter Spesialis Anak dalam buku Standar Pendidikan Profesi
Dokter Spesialis Anak 2007 sama pesis tanpa perubahan dengan komponen 7
tentang Standar Institusi Pendidikan Dokter Spesialis Anak pada halaman 37
sampai 39 dalam buku Standar Profesi dan Standar Pendidikan Dokter
Spesialis Anak 2005.

15
Demikian juga Lampiran 2 (halaman 95 sampai dengan 117) tentang Instrumen
Penilain Akreditasi Institusi Pendidikan Dokter Spesialis Anak dalam buku
Standar Pendidikan Profesi Dokter Spesialis Anak 2007 sama pesis tanpa
perubahan dengan komponen 9 tentang Instrumen Penilaian Akreditasi
Institusi Pendidikan Dokter Spesialis Anak pada halaman 75 sampai 92 dalam
buku Standar Profesi dan Standar Pendidikan Dokter Spesialis Anak 2005.

Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) telah mensahkan dengan Surat Keputusan


Nomor 41/KKI/KEP/IV/2008 pada tanggal 29 April 2008 tentang standar
kompetensi dan standar pendidikan dokter spesialis anak.

Instrumen Penilaian Akreditasi Institusi Pendidikan Dokter Spesialis Anak -


sebagaimana komponen nomor 9 dalam buku Standar Profesi dan Standar
Pendidikan Dokter Spesialis Anak 2005 (halaman 45 sampai 61) disesuaikan
dengan format dari WHO/WFME Guidelines for Accreditation of Basic
Medical Education 2005 dan situasi kondisi di Indonesia serta peraturan dan
perundangan yang berlaku; maka Instrumen Penilaian Diri (Self-Assesment)
Institusi Pendidikan Dokter Spesialis Anak terdiri dari 9 standar utama
yakni:
1. Visi, Misi dan Tujuan (Objektif) Institusi Pendidikan Dokter Spesialis
Anak.
2. Program Pendidikan Dokter Spesialis Anak
3. Penilaian Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Anak
4. Peserta Didik di Institusi Pendidikan Dokter Spesialis Anak
5. Staf Pengajar di Institusi Pendidikan Dokter Spesialis Anak
6. Sarana Pendidikan di Institusi Pendidikan Dokter Spesialis Anak
7. Program Evaluasi di Institusi Pendidikan Dokter Spesialis Anak
8. Tatakelola dan administrasi di Institusi Pendidikan Dokter Spesialis
Anak
9. Program Peningkatan Mutu di Institusi Pendidikan Dokter Spesialis
Anak

Dalam setiap standar tersebut mencakup parameter kriteria dan indikator


serta nilai dari setiap indikator tersebut. Berdasarkan pengalaman self-
asessment Pertama pada Rapat Kerja Kolegium di Palembang tanggal 29 - 30
November 2008 dan Kedua pada Rapat Kerja di Jakarta tanggal 9 – 10
Januari 2010 serta beberapa usulan masukan penyempurnaan – maka Komisi
III (Akreditasi) Kolegium Ilmu Kesehatan Anak Indonesia telah melakukan

16
revisi instrumen tersebut menjadi terdiri dari 9 standar dengan 36 kriteria
dan 180 indikator penilaian IPDSA sebagimana dalam Tabel 1 berikut:

Tabel 1. Instrumen Penilaian IPDSA.


Instrumen Self-Assesment / Akreditasi IPDSA
Terdiri dari:
1. Standar = 9
2. Kriteria = 36
3. Indikator = 180

Parameter
Standar No. Kriteria Indikator
1. Visi, Misi, Objektif dan Target 1 5
2. Program Pendidikan 6 30
3. Penilaian 8 40
4. PPDSA 2 10
5. Staf 2 10
6. Sarana 8 40
7. Program Evalusi 3 15
8. Tatakelola 4 20
9. Peningkatan Mutu 2 10
9 Standar 36 kriteria 180 indikator

2. Self-Assessment dan Akreditasi

Sampai saat ini Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) belum mempunyai format
tentang akreditasi baik dalam hal standar, Panduan maupun instrumen untuk
pendidikan dokter dan dokter spesialis.

Dalam buku Standar Profesi dan Standar Pendidikan Dokter Spesialis Anak
2005 tercantum 5 komponen (lihat halaman 5 di atas) mengenai akreditasi
sebagai berikut :
1. Instrumen Penilaian Akreditasi Penyelenggara Kegiatan Pengembangan
Profesi ( Continuous Professional Development/CPD) Ikatan Dokter
Anak Indonesia (IDAI) – sebagai komponen nomor 6 dalam buku
Standar Profesi dan Standar Pendidikan Dokter Spesialis Anak 2005
pada halaman 23 sampai 24.

17
2. Panduan Penilaian Akreditasi Institusi Pendidikan Dokter Spesialis
Anak - sebagai komponen nomor 8 dalam buku Standar Profesi dan
Standar Pendidikan Dokter Spesialis Anak 2005 pada halaman 41
sampai 43.
3. Instrumen Penilaian Akreditasi Institusi Pendidikan Dokter Spesialis
Anak - sebagai komponen nomor 9 dalam buku Standar Profesi dan
Standar Pendidikan Dokter Spesialis Anak 2005 pada halaman 45
sampai 61.
4. Panduan Penilaian Akreditasi Institusi Pendidikan Dokter Spesialis
Anak Konsultan - sebagai komponen nomor 12 dalam buku Standar
Profesi dan Standar Pendidikan Dokter Spesialis Anak 2005 pada
halaman 71 sampai 73.
5. Instrumen Penilaian Akreditasi Institusi Pendidikan Dokter Spesialis
Anak Konsultan - sebagai komponen nomor 13 dalam buku Standar
Profesi dan Standar Pendidikan Dokter Spesialis Anak 2005 pada
halaman 72 sampai 95.

Sedangkan World Federation for Medical Education bekerja sama dengan


WHO meluncurkan WHO/WFME Guidelines for Accreditation of Basic
Medical Education pada tahun 2005 juga. (Gambar 11 berikut)

Gambar 11. WHO/WFME Guidelines for Accreditation of Basic Medical


Education 2005

18
Dalam Panduan WHO/WFME Guidelines for Accreditation of Basic Medical
Education 2005 tersebut diperuntukan untuk pendidikan dokter, sedangkan
untuk pendidikan dokter spesialis belum ada – namun secara umum dari segi
substansi kemungkinan tidak akan berbeda. Substansi dalam WHO/WFME
Guidelines for Accreditation of Basic Medical Education 2005 tersebut mirip
dengan nomor 2 di atas pada halaman 9 yakni Panduan Penilaian Akreditasi
Institusi Pendidikan Dokter Spesialis Anak - sebagai komponen nomor 8
dalam buku Standar Profesi dan Standar Pendidikan Dokter Spesialis Anak
2005 pada halaman 41 sampai 43.

Namun pada WHO/WFME Guidelines for Accreditation of Basic Medical


Education 2005 ada proses sebelum akreditasi yakni self-evaluation (self-
assessment) . Atas dasar di atas tersebut, maka Komisi III Akreditasi KIKA
20
melaksanakan implementasi penilaian diri (self-assessment) tersebut
dengan tujuan pembinaan, pematangan dan persiapan menuju akreditasi
secara memodifikasi Instrumen Penilaian Akreditasi Institusi Pendidikan
Dokter Spesialis Anak - sebagaimana komponen nomor 9 dalam buku Standar
Profesi dan Standar Pendidikan Dokter Spesialis Anak 2005 (halaman 45
sampai 61) disesuaikan dengan format dari WHO/WFME Guidelines for
Accreditation of Basic Medical Education 2005 dan situasi kondisi di
Indonesia serta peraturan dan perundangan yang berlaku; maka Instrumen
Penilaian Diri (Self-Assesment) Institusi Pendidikan Dokter Spesialis Anak
terdiri dari 9 standar utama yakni:
1. Visi, Misi, Tujuan dan Objektif Institusi Pendidikan Dokter Spesialis
Anak.
2. Program Pendidikan Dokter Spesialis Anak
3. Penilaian Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Anak
4. Peserta Didik di Institusi Pendidikan Dokter Spesialis Anak
5. Staf Pengajar di Institusi Pendidikan Dokter Spesialis Anak
6. Sarana Pendidikan di Institusi Pendidikan Dokter Spesialis Anak
7. Program Evaluasi di Institusi Pendidikan Dokter Spesialis Anak
8. Tatakelola dan administrasi di Institusi Pendidikan Dokter Spesialis
Anak
9. Program Peningkatan Mutu di Institusi Pendidikan Dokter Spesialis
Anak

20
Wass V, Bowden R, Jackson. The principles of assessment design. In: Jackson N, Jamieson A, Khan
A (eds). Assessment in Medical Education and Training . Oxford: Radcliffe Publishing; 2007. p. 11-26.

19
Dalam setiap standar tersebut mencakup parameter kriteria dan indikator
serta nilai dari setiap indikator tersebut. Akreditasi merupakan langkah
kedua dari 3 langkah dalam program quality assurance. Ringkasan beberapa
batasan/sstilah dalam Akreditasi IPDSA:

1. Definisi Akreditasi

Akreditasi adalah suatu proses penilaian dalam rangka pengakuan


telah memenuhi standar yang telah ditentukan.

Akreditasi merupakan langkah kedua dari 3 langkah dalam program


quality assurance.

Program quality assurance terdiri dari:


i. Standarisasi – meliputi kriteria yang terukur (measurable)
dan indikator satuan waktu (time-frame) .
ii. Akreditasi – dilakukan setelah yang akan dinilai melaksanakan
penilian diri (self-assessment) maksimal 2 (dua) kali terlebih
dahulu.
iii. Kegiatan mutu berkesinambungan (contiuous quality
improvement) dengan mempergunakan kaidah mutu (Plan-Do-
Check-Action) dalam rangka mempertahankan dan atau
meningkatkan mutu.

2. Ruang Lingkup Akreditasi

Ruang lingkup Akreditasi harus jelas dan eksplisit dalam rangka


pendidikan meliputi kriteria struktur, proses, output, outcome dan
impact bila memungkinkan.

1. Tujuan Akreditasi

i. Untuk pembinaan dan pengembangan institusi tersebut


mendapat pengakuan telah memenuhi standar yang telah
ditentukan.
ii. Untuk dapat melaksanakan benchmarking antar institusi.

20
iii. Untuk memberikan jaminan kepada pihak yang
berkepentingan (peserta didik, tenaga didik, pemilik institusi
dan penyandang dana)

4. Konsep Akreditasi

Memenuhi persyaratan standar nasional yang telah ditentukan dan


standar international yang dikehendaki dengan nilai norma norma dalam
profesi dan masyarakat serta sesuai dengan peraturan dan
perundangan yang berlaku.

5. Struktur Akreditasi

Terdiri dari instrumen penilaian diri (self assessment) dan akreditasi


itu sendiri.

6. Model Akreditasi

Pendekatan secara bottom-up approach untuk penilaian diri (self-


assessment) dan secara top-down approach untuk akreditasi serta
kombinasi keduanya untuk pembinaan/pengembangn dan peningkatan
mutu.
7. Implementasi Akreditasi

Penilaian dilakukan oleh surveyor/asesor yang berlisensi untuk me-


laksanakan akreditasi.

Lisensi tersebut berjenjang dari pratama, madya dan utama serta


dikeluarkan oleh Kolegium Ilmu Kesehatan Anak Indonesia.

Kriteria penjenjangan lisensi surveyor/asesor tersebut ditentukan dan


diatur secara terpisah oleh Kolegium Ilmu Kesehatan Anak Indonesia.

8. Monitoring Akreditasi

Dilaksanakan oleh Komite III Akreditasi dan Pengurus Harian Kolegium


Ilmu Kesehatan Anak Indonesia.

21
9. Evaluasi Akreditasi

Evaluasi promotif dilaksanakan oleh Komite III Akreditasi dan


Pengurus Harian Kolegium Ilmu Kesehatan Anak Indonesia untuk tindak
lanjut upaya perbaikan/peningkatan mutu.

Sertifikat Akreditasi diberikan oleh Kolegium Ilmu Kesehatan Anak


Indonesia untuk batasan waktu tertentu bila telah memenuhi atau
mencapai standar yang telah ditentukan

Pada rapat keja Kolegium tanggal 10-11 Januari 2010 telah diadakan self-
assessment kedua dengan hasil sebagaimana dalam Tabel 2 dan Gambar 12
dan 13 berikut.

Tabel 2.

22
Gambar 12. Hasil self-assessment kedua dari 13 IPDSA.

Gambar 13. Hasil self-assessment kedua dari 13 IPDSA dalam bentuk laba
laba (spider web)

23
3. Continuous Quality Improvement (CQI)

Continuous Quality Improvement (CQI) adalah langkah selanjutnya dalam


siklus QA yang merupakan upaya institusi pelayananan tersebut
mempertahankan ( monitoring) dan meningkatkan mutu melalui berbagai
kegiatan sesuai standar, kriteria dan indikator yang telah ditetapkan
sebelumnya dalam suatu sistem manajemen mutu sebagaimana dapat dilihat
pada Gambar 14 berikut.

Gambar 14. Hubungan Kinerja (performance) dengan Quality Control (QC)


dan Quality Improvement (CQI)

Adapun akreditasi Kolegium Ilmu Kesehatan Anak Indonesia sebagaimana


dalam Tabel 3 berkut.

24
Tabel 3. Rencana Kerja Revisi Komisi III (Akreditasi) Jakarta 10 – 11 Januari 2010
Gantt Charts : Rencana Strategis dan Rencana Kerja Komisi III Akreditasi
Rencana Strategis 2008 2009 2010 2011
Rencana Kerja Nov Des I II III I II III I II
Self-Assesment 1 2
Persiapan dan
pematangan:
2. instrumen
3. surveyor/asesor
Akreditasi
Re-akreditasi

Target 80% IPDSA


terakreditasi
Skor ≥80 = A A = 3 IPDSA
70 – 79 = B B = 2 IPDSA
60 – 69 = C C = 7 IPDSA
≤59 = Re-akreditasi
A : masuk tahap benchmarking regional

25

You might also like