You are on page 1of 28

Catatan tahun 2006 ini merupakan satu dari banyak catatan pengorganisasian masyarakat yang dilakukan Pusat Pemberdayaan

Komunitas Perkotaan (Pusdakota) Universitas Surabaya (Diunggah oleh Alpha Savitri, pada Februari 2010)

Kesaksian Seorang Biarawati


dalam Pengorganisasian Masyarakat

Sr. Beata SSpS bersama Komunitas Rungkut Surabaya

Madhep Manteb Nunggil Ing Karsa Dalem Gusti


Nukilan Hikmah Momen-momen bersama Pusdakota Ubaya dan
Komunitas Rungkut Lor

Dikisahkan oleh: Sr. Beata SSpS

PUSDAKOTA UBAYA:
Jl. Rungkut Lor III/87 Surabaya
Telp: 031- 8474325
Fax: 031-8474324
EmaiL: office@pusdakota.org

greensavitri@gmail.com 1
Catatan tahun 2006 ini merupakan satu dari banyak catatan pengorganisasian masyarakat yang dilakukan Pusat Pemberdayaan
Komunitas Perkotaan (Pusdakota) Universitas Surabaya (Diunggah oleh Alpha Savitri, pada Februari 2010)

.....dengan telanjang kutinggalkan litani keluhan ketidakberdayaanku,..kubiarkan


keheningan batin semesta jagad hidupku menangkap gataran cinta yang tulus, sejati
dan murni dari Sang Khalik. Diiringi orkestra musik unggas sembari kunyanyikan
lagu soloku...”kita mesti telanjang dan benar-benar bersih”...

Dalam senandung syukurku kutadahkan tanganku pada Sang Khalik kumohon


untaian tasbihku jangan sampai dirampas kembali oleh teman burukku,.. kubiarkan
hidupku menjadi hadiah.......

Malam Solo, Resap Ombo,


15 Juli 2005

Aku lahir di Malang, 11 Agustus 1963. Tamat D3


Keperawatan di Akademi Keperawatan St
Vincentius A. Paulo pada Juni 1994. Masuk biara
SSpS sejak tahun 1984. Menjalani masa Novisiat
tahun 1986. Tahun 1987 mengikrarkan Kaul I.
Pada 1996 mengikrarkan kaul kekal. Selama
menjadi biarawati, aku berkarya, antara lain di RS
St Vincentius A. Paulo, RS Budi Rahayu, Rumah
Bersalin Margi Rahayu. Tahun 2004 - 2008, aku
berkarya di Pusdakota Ubaya sebagai community
organizer bidang pengembangan karakter keluarga
sehat. 2008 – Sekarang: Bertugas di Kesamben,
Blitar

greensavitri@gmail.com 2
Catatan tahun 2006 ini merupakan satu dari banyak catatan pengorganisasian masyarakat yang dilakukan Pusat Pemberdayaan
Komunitas Perkotaan (Pusdakota) Universitas Surabaya (Diunggah oleh Alpha Savitri, pada Februari 2010)

Dari Editor
Bunda – panggilan akrab Sr Beata SSpS — bilang dia susah menulis. Biar
dipaksa-paksa, ide tak kunjung keluar. Tidak seperti saat dia bicara dengan pede
di hadapan ibu-ibu kampung Rungkut Lor. Ketakutannya sebagaimana ketakutan
kita pada umumnya. Takut bila tulisan dibilang ruwet. Takut bila gaya bahasanya
dicap jelek. Takut bila dikatakan isinya nggak mutu.

“Sudahlah, Nda. Jadilah dirimu. Menulislah apa saja. Nggak usah takut salah,”
begitu selalu kutegaskan. Sampai Bunda bosan, mungkin, dengan kata-kata
saya.

Akan tetapi, Bunda seringkali memberikan surprise. beberapa hari lalu saat ia
menyodorkan tulisan-tulisannya pada Mas Cahyo Suryanto. Tulisan yang
merupakan hasil olahan Bunda atas refleksi yang ditulisnya setiap hari. Refleksi
tentang pendampingannya bersama komunitas. Memang, masing-masing staf
Pusdakota memiliki jurnal harian sendiri-sendiri.

Astaga, Bunda punya banyak mutiara dalam dirinya. Ia mau menerobos


keterbatasan dirinya. Ia mau menulis, padahal menulis menurutnya luar biasa
rumit.

“Jangan ditertawakan, ya,” nadanya khawatir.

Mas Cahyo lantas membaca tulisannya. “Nda, karyamu ini singkat, tapi
bermakna,” kata Mas Cahyo.

Dan, dengan sedikit sekali didandani, jadilah buku Madhep Mantheb Nunggil ing
Karso Dalem Gusti. Buku ini berisi refleksi pendampingan Bunda untuk komunitas
Rungkut Lor Surabaya ini.

Lewat totalitas pelayanannya, para ibu di Rungkut Lor Surabaya merasa Bunda
adalah sumur inspirasi yang tak pernah kering. Mudah-mudahan buku ini, yang
mungkin menurut pembacanya belum sempurna, bisa memberikan inspirasi.
Bahwa Tuhan bisa berkarya lewat apa saja, termasuk lewat totalitas Bunda
berkarya bersama komunitas.*

Alpha Savitri

greensavitri@gmail.com 3
Catatan tahun 2006 ini merupakan satu dari banyak catatan pengorganisasian masyarakat yang dilakukan Pusat Pemberdayaan
Komunitas Perkotaan (Pusdakota) Universitas Surabaya (Diunggah oleh Alpha Savitri, pada Februari 2010)

Daftar Isi
Halaman

Kesaksian Seorang Biarawati dalam Pengorganisasian


Masyarakat (Madhep Manteb Nunggil Ing Karsa Dalem 1
Gusti, Nukilan Hikmah Momen-momen bersama
Pusdakota Ubaya dan Komunitas Rungkut Lor)

Dari Editor 3

Daftar Isi 4

Prolog 5

BAGIAN I: Kaul Kekal, Pengabdian Tanpa Syarat 6

BAGIAN II 9
Komunitas Rungkut, Mutiara Perjuanganku

BAGIAN III 14
Teladan dari Nyai Him

BAGIAN IV 16
Jadikan Aku Titian Kehidupan

Bagian V 21
Membuka Pintu-pintu Nilai

Bagian VI 23
Untaian dari Sahabat Sepeziarahan

Ucapan Terima Kasih 28

greensavitri@gmail.com 4
Catatan tahun 2006 ini merupakan satu dari banyak catatan pengorganisasian masyarakat yang dilakukan Pusat Pemberdayaan
Komunitas Perkotaan (Pusdakota) Universitas Surabaya (Diunggah oleh Alpha Savitri, pada Februari 2010)

Prolog
Sr Beata SSpS yang biasa disebut Bunda, mengada dalam medan karya tanpa
cinta adalah hampa. Torehan luka dan bilur-bilur derita bukanlah alasan untuk
berhenti mengalirkan daya cinta kepada sesama dan dunia.

Yang Ilahi takkan terpisah dari yang insani. tantangan karya zaman ini adalah
menghadirkan wajah Ilahi dalam hamparan kehidupan yang insani . “Madhep
Mantep Nunggil Ing Karsa Dalem Gusti” adalah sebuah komitmen untuk
mengejawantahkan daya “keilahian” ke dalam kasunyatan hidup yang insani.

Hadirmu, sapamu, semangatmu, senyummu dan jabat eratmu dengan para ibu
kader kesehatan, keluarga dan warga adalah guratan karya yang sangat bernilai
bagi kami. Terima kasih untuk dedikasimu, cintamu dan pertaruhanmu selama
ini.

Catatan-catatan refleksimu ini adalah roh “penerobos” untuk memompa daya


juang dalam mewartakan spirit “relasi yang menghidupkan”. Dan, sekaligus
mengilhami diri kami untuk mempraktekkan makna “kesetiaan yang kreatif”
dalam menjalani visi, misi dan panggilan hidup kami. Berkah Dalem Gusti.

Profisiat,

Cahyo Suryanto

greensavitri@gmail.com 5
Catatan tahun 2006 ini merupakan satu dari banyak catatan pengorganisasian masyarakat yang dilakukan Pusat Pemberdayaan
Komunitas Perkotaan (Pusdakota) Universitas Surabaya (Diunggah oleh Alpha Savitri, pada Februari 2010)

BAGIAN I
Kaul Kekal, Pengabdian Tanpa Syarat
Tri Prasetya Kekal atau sering disebut Kaul Kekal adalah salah satu kerinduanku
menapaki jalan panggilanku sebagai Suster Misi Abdi Roh Kudus. Lewat
pernyataan atau pengikraran kaul kekalku secara definitif, aku menjadi abdinya
untuk selamanya. Aku telah memutuskan jalan hidupku sebagai biarawati.
Artinya, aku tak punya niat untuk memilih cara hidup lain: menikah ataupun
membujang. Selamanya aku berniat memberikan hidupku demi karya kerasulan
dalam pengabdian total tanpa syarat.

Justru ketika aku berniat untuk mengabdi total tanpa syarat, sebenarnya aku
harus bisa membuktikannya lewat karya-karyaku. Aku ingin wajah-Nya hadir
dalam setiap karyaku kendati pun itu kecil.

Berulangkali, kupanjatkan syukur kehadirat-Nya karena aku diperbolehkan


berkarya di tempat-tempat yang memungkinkan, tidak saja spiritualitasku yang
berkembang, tapi juga ketrampilan sosialku.

Ya Gusti, Pangeran yang memberi kami kehidupan, Engkau telah memberikan


tempat terbaik buatku. Perkenankan aku bisa menjaga amanat-Mu.

Untuk berkarya, kurasa, aku bisa berangkat dari apa yang kumiliki. Kata orang
aku bisa bergaul dengan berbagai kalangan. Kata orang, Gusti menganugerahiku
ketrampilan sosial yang cukup. Dari situlah aku mewujudkan karya itu.

Terima Kasih, sekali lagi kuucapkan Gusti. Pemberian-Mu sungguh berharga


bagiku. Kendati seringkali aku malu karena merasa kurang maksimal dalam
karya.

Sejak tahun 1996 sejak kaul kekal hingga kini, perjalananku tidak semulus niatku
untuk mengabdi total pada Sang Pemberi Hidup dan Kehidupan. Dalam realitas,
pengabdianku sering dihadang batu sandungan.

Tak jarang aku mendapati diriku disangka mencari tempat pelarian pada saat
aku mengabdi. Sebagai seorang biarawati perawat, seringkali aku ditugaskan
sesuai kapasitasku. Misalnya, aku pernah mengabdi pada Rumah Bersalin Margi
Rahayu, Batu, Rumah Sakit Budi Rahayu, Blitar, dan kini aku berkarya di Pusat
Pemberdayaan Komunitas Perkotaan (Pusdakota).

Sebagaimana diketahui, Pusdakota bergerak di bidang pendampingan komunitas.


Sebagai pendamping masyarakat untuk Program Pengembangan Karakter
Keluarga Sehat, seringkali aku tidak bisa pulang tepat waktu di biara. Saat kita
terjun ke komunitas, banyak hal di luar rencana. Tidak hanya rapat-rapat

greensavitri@gmail.com 6
Catatan tahun 2006 ini merupakan satu dari banyak catatan pengorganisasian masyarakat yang dilakukan Pusat Pemberdayaan
Komunitas Perkotaan (Pusdakota) Universitas Surabaya (Diunggah oleh Alpha Savitri, pada Februari 2010)

kampung yang seringkali terselenggara malam, namun juga aku tak jarang
diminta menyelesaikan masalah urgen, misalnya dengan keluarga. Apakah aku
harus meninggalkan orang-orang yang meminta pertolonganku itu? Aku tak
punya hati untuk meninggalkan mereka dalam masalah. Akan tetapi, aku
mendapati pernyataan-pernyataan tak sedap, termasuk pernyataan bahwa
pengabdianku adalah pengabdian semu.

Realita kerja penuh tantangan,


baik sebagai perawat maupun
sebagai pendamping komunitas
dengan segala perjuangan tuk
belajar terus-menerus secara
berkesinambungan, kenapa
tidaklah dimengerti seperti apa
yang sesungguhnya? Apa yang
menyebabkan demikian? Dalam
keheningan refleksiku,
kutemukan pesan kunci. Aku
Bunda (berdiri, keempat dari kanan) bersama ibu-ibu Rungkut tidak setia berelasi dengan
Sang Pencipta Kehidupan.
Sehingga segala ungkapan dan
tindakanku tidak mencerminkan sosok abdi yang seharusnya melayani, tapi
sering terjadi sebaliknya. Niatan untuk setia hadir di komunitas pun sering tak
tercapai karena realita tugas.
Dalam kesesakan maksimal, toh jiwa dan ragaku tetap gembira dan bersyukur
karena aku tahu pasti, Tuhan ada di pihakku. Dia tak pernah meninggalkan aku
sendirian. Tapi selalu ada solusi dalam hidup harianku, sekalipun realita tugas
tak mudah.

Oh ya, dulu pernah aku menangani proses persalinan, dari yang normal sampai
yang istimewa karena taruhannya adalah nyawa. Hal lain lagi yang tak pernah
terlintas dalam pikiranku adalah harus mengurusi izin operasional klinik dan
rumah bersalin Margi Rahayu, Batu, yang mati, 12 tahun lalu. Di sini kembali
kutemukan campur tangan Tuhan tanpa syarat. Semua selesai dengan mulus.

Kini di Pusdakota, perjalananku tidak selalu mulus. Menjadi pendamping


komunitas, ada saja masalahnya.

Dari sini terasa ada hal yang kontradiksi. Di satu sisi aku tak jarang dikatakan
tidak pernah berdoa. Di sisi lain sekaligus bisa kurasakan bahwa Tuhan selalu
membimbing tiap langkahku, sehingga segala sesuatu yang tampak mustahil
dapat kutangani ternyata bisa kutangani.

greensavitri@gmail.com 7
Catatan tahun 2006 ini merupakan satu dari banyak catatan pengorganisasian masyarakat yang dilakukan Pusat Pemberdayaan
Komunitas Perkotaan (Pusdakota) Universitas Surabaya (Diunggah oleh Alpha Savitri, pada Februari 2010)

Rangkaian peristiwa dalam menapaki ladang karya yang cukup menantang


membuatku kagum atas karya Tuhan pada diriku. Membuatku semakin
menumbuhkembangkan kesetiaan yang kreatif. Lagu syukur selalu kunyanyikan
karena bagiku tak ada alasan untuk tidak bersyukur menapaki kehidupan sebagai
Suster Misi Abdi Roh Kudus.

Dalam menjawab panggilan dalam karya misi hingga saat ini, yang selalu
menyemangatiku saat jatuh dalam kesesakan hidup adalah lagu pendek yang
selalu kukidungkan.

Sudilah menerima aku ya Tuhan menurut sabda-Mu. Maka aku hidup. Dan
karena harapanku janganlah mengecewakan Daku.

Pengalaman berkidung ini memberikan energi dan semangat yang membuatku


mampu tuk melangkah lebih dari yang kukira. Temuan refleksiku dalam 10 tahun
kaul kekal adalah kesetiaan dalam menjawab panggilan hidup sebagai misioner
religius, berjumpa dengan Allah yang berbelas kasih, dan panggilan pribadiku
untuk selalu menghantar sesama menuju kebaikan. *

greensavitri@gmail.com 8
Catatan tahun 2006 ini merupakan satu dari banyak catatan pengorganisasian masyarakat yang dilakukan Pusat Pemberdayaan
Komunitas Perkotaan (Pusdakota) Universitas Surabaya (Diunggah oleh Alpha Savitri, pada Februari 2010)

BAGIAN II
Komunitas Rungkut, Mutiara Perjuanganku
Dini hari pukul 02.00. Tiba-tiba nada dering SMS-ku bernyanyi. Aku yang sedang
lelap di pangkuan semesta, langsung terbangun. Aku meraih HP dan membaca
kalimat-kalimat SMS yang datang dari Ny Tina (bukan nama sebenarnya).

“Apakah memang, setiap perempuan harus mengalah terhadap perlakuan laki-


laki, walau aku sudah melaksanakan apa yang menjadi tugas utama sebagai ibu
rumah tangga dan sebagai istri. Dan apakah bisa dibenarkan ketika pembagian
tugas mengasuh anak kuserahkan pada suami? Jawab sekarang ya Bunda,
karena aku sudah sangat sesak. Bahkan aku mau pulang ke rumah orangtuaku.”

Ini lain lagi. HP-ku berdering pukul 01.00. Aku juga sedang terlelap. Oh, ternyata
dari Bu Nini (Bukan mana sebenarnya).
“Halo. Bunda”
“Yap.”

Wis tidur yo, nda. Iki lho, aku sumpek ambek bapake arek-arek. Wis
tuwek tetep njaluk jatah bendino. Padahal aku kesel tenan. Soale mari resik-resik
omah sedino. Aku gak mood, tapi deweke njaluk dilayani. Piye carane ben aku
iso mood?
(Sudah tidur, Nda? Aku sumpek gara-gara suami. Sudah tua minta jatah tiap
hari. Aku capek. Sehabis bersih-bersih rumah seharian. Aku tidak mood. Tapi dia
minta dilayani. Bagaimana biar biasa mood?)

Ada juga telepon pukul 01.00 yang isinya begini:

“Nda, nyuwun ngapunten, ngrepoti. Bapake arek-arek kecelakaan, anakku


yo loro. Apa bisa saya nyuwun tulung Bunda ke UGD-nya. Bapake arek-arek
sedang dibawa ke sana. Mengko perkembangane aku kabarono yo. Aku lagi
njaluk tulung tanggaku gawe njogo anakku sing lara”.
(Nda, maaf merepotkan. Suami saya kecelakaan. Anakku juga sakit. Bisa saya
minta tolong Bunda ke UGD (RKZ)? Suami saya sedang dibawa ke sana. Mohon
memberitahu perkembangannya. Saya sedang minta tolong tetangga menjaga
anak saya yang sedang sakit).

Itu tiga kisah sejati yang kualami. Kisah-kisah lainnya? Biarlah hadir di jurnal
harianku. Begitulah, sebagai pendamping masyarakat, memang kadang aku
tidak bisa memiliki saat-saat privat yang kuinginkan. Apalagi bila semakin hari
semakin banyak yang ingin kulayani.
Sebagai seorang community organizer yang selalu bertugas di lapangan, kurasa,
tantangan utama yang kerap menghadang adalah totalitas dan kesetiaan pada

greensavitri@gmail.com 9
Catatan tahun 2006 ini merupakan satu dari banyak catatan pengorganisasian masyarakat yang dilakukan Pusat Pemberdayaan
Komunitas Perkotaan (Pusdakota) Universitas Surabaya (Diunggah oleh Alpha Savitri, pada Februari 2010)

komunitas dampingan. Aku harus tetap melangkah penuh harapan untuk


meyakinkan setiap orang akan hak-hak kesehatan yang dimilikinya.

Aku bersyukur dan berterima


kasih pada sesama
sekomunitas Maria Bunda
Allah dan tim pimpinan
provinsi yang telah
memercayaiku melaksanakan
tugas bersama teman-teman
PUSDAKOTA, yang selalu
setia mendampingi
komunitas dengan program-
program pengembangan
karakter warga.

Aku resmi hadir Pusdakota,


sejak Juni 2004. Tim pimpinan mengutusku untuk berkarya selama setahun. Tapi
kini sudah dua tahun lebih aku di Pusdakota. Kurasa, inilah memang campur
tangan Tuhan.

Pusdakota merupakan lembaga pemberdayaan komunitas yang bergelutl dalam


ranah gerakan nilai. Waktu itu Pusdakota sedang memerlukan tenaga penyuluh
kesehatan masyarakat untuk membantu program-program di komunitas.

Sebenarnya, aku ragu dengan kemampuanku. Aku tidak pede. Rungkut seperti
belantara perawan karena belum pernah kuinjak. Bisakah aku bergaul dengan
masyarakat? Apakah statusku sebagai seorang biarawati adalah batu sandungan
nantinya?

Dini hari pukul 02.00. Tiba-tiba nada dering SMS-ku bernyanyi. Aku yang sedang
lelap di pangkuan semesta, langsung terbangun. Aku meraih HP dan membaca
kalimat-kalimat SMS yang datang dari Ny Tina (bukan nama sebenarnya).

“Apakah memang, setiap perempuan harus mengalah terhadap perlakuan laki-


laki, walau aku sudah melaksanakan apa yang menjadi tugas utama sebagai ibu
rumah tangga dan sebagai istri. Dan apakah bisa dibenarkan ketika pembagian
tugas mengasuh anak kuserahkan pada suami? Jawab sekarang ya Bunda,
karena aku sudah sangat sesak. Bahkan aku mau pulang ke rumah orangtuaku.”

Ini lain lagi. HP-ku berdering pukul 01.00. Aku juga sedang terlelap. Oh, ternyata
dari Bu Nini (Bukan mana sebenarnya).
“Halo. Bunda”
“Yap.”

greensavitri@gmail.com 10
Catatan tahun 2006 ini merupakan satu dari banyak catatan pengorganisasian masyarakat yang dilakukan Pusat Pemberdayaan
Komunitas Perkotaan (Pusdakota) Universitas Surabaya (Diunggah oleh Alpha Savitri, pada Februari 2010)

“Wis tidur yo, nda. Iki lho, aku sumpek ambek bapake arek-arek. Wis
tuwek tetep njaluk jatah bendino. Padahal aku kesel tenan. Soale mari resik-resik
omah sedino. Aku gak mood, tapi deweke njaluk dilayani. Piye carane ben aku
iso mood?
(Sudah tidur, Nda? Aku sumpek gara-gara suami. Sudah tua minta jatah tiap
hari. Aku capek. Sehabis bersih-bersih rumah seharian. Aku tidak mood. Tapi dia
minta dilayani. Bagaimana biar biasa mood?)

Ada juga telepon pukul 01.00 yang isinya begini:

“Nda, nyuwun ngapunten, ngrepoti. Bapake arek-arek kecelakaan, anakku


yo loro. Apa bisa saya nyuwun tulung Bunda ke UGD-nya. Bapake arek-arek
sedang dibawa ke sana. Mengko perkembangane aku kabarono yo. Aku lagi
njaluk tulung tanggaku gawe njogo anakku sing lara”.
(Nda, maaf merepotkan. Suami saya kecelakaan. Anakku juga sakit. Bisa saya
minta tolong Bunda ke UGD (RKZ)? Suami saya sedang dibawa ke sana. Mohon
memberitahu perkembangannya. Saya sedang minta tolong tetangga menjaga
anak saya yang sedang sakit).

Itu tiga kisah sejati yang kualami. Kisah-kisah lainnya? Biarlah hadir di jurnal
harianku. Begitulah, sebagai pendamping masyarakat, memang kadang aku
tidak bisa memiliki saat-saat privat yang kuinginkan. Apalagi bila semakin hari
semakin banyak yang ingin kulayani.
Sebagai seorang community organizer yang selalu bertugas di lapangan, kurasa,
tantangan utama yang kerap menghadang adalah totalitas dan kesetiaan pada
komunitas dampingan. Aku harus tetap melangkah penuh harapan untuk
meyakinkan setiap orang akan hak-hak kesehatan yang dimilikinya.

Aku bersyukur dan berterima kasih pada sesama sekomunitas Maria Bunda Allah
dan tim pimpinan provinsi yang telah memercayaiku melaksanakan tugas
bersama teman-teman PUSDAKOTA, yang selalu setia mendampingi komunitas
dengan program-program pengembangan karakter warga.

Aku resmi hadir Pusdakota, sejak Juni 2004. Tim pimpinan mengutusku untuk
berkarya selama setahun. Tapi kini sudah dua tahun lebih aku di Pusdakota.
Kurasa, inilah memang campur tangan Tuhan.

Pusdakota merupakan lembaga pemberdayaan komunitas yang bergelutl dalam


ranah gerakan nilai. Waktu itu Pusdakota sedang memerlukan tenaga penyuluh
kesehatan masyarakat untuk membantu program-program di komunitas.

Sebenarnya, aku ragu dengan kemampuanku. Aku tidak pede. Rungkut seperti
belantara perawan karena belum pernah kuinjak. Bisakah aku bergaul dengan

greensavitri@gmail.com 11
Catatan tahun 2006 ini merupakan satu dari banyak catatan pengorganisasian masyarakat yang dilakukan Pusat Pemberdayaan
Komunitas Perkotaan (Pusdakota) Universitas Surabaya (Diunggah oleh Alpha Savitri, pada Februari 2010)

masyarakat? Apakah statusku sebagai seorang biarawati adalah batu sandungan


nantinya?

Tapi sudahlah. Aku sudah memutuskan untuk hidup bersama Tuhan. Apa pun
yang diputuskan Tuhan pasti kulakukan karena itu terbaik buatku.

Saat berkarya di Pusdakota, sejak hari kedua, aku menanggalkan pakaian


biarawati dan mengenakan pakaian sebagaimana komunitas pada umumnya.
Kami menyebut pakaian biasa sebagai pakaian preman. Duh, Gusti, sudah 10
tahun kutinggalkan pakaian “preman” dan kini aku harus memakainya kembali.
Rasa risih menyelimutiku.

Pada hari-hari pertama, aku berbusana rok dan blus. Rasanya angin masuk
semua di badan. Aku sangat tidak percaya diri karena kulitku banyak tampak dari
luar. Berbulan-bulan, tetap aku belum terbiasa juga dengan pakaian preman
yang diberi Sr Maria Fransiska, SSpS yang bertugas di bagian JPIC Provinsi.

Tapi dengan pakaian preman itu aku jadi mudah membaur di antara mereka.
Aku sama sekali tidak menunjukkan bahwa aku adalah seorang biarawati. Jujur
saja, kadang waktu itu aku khawatir, apa jadinya ya, kalau mereka tahu bahwa
aku seorang biarawati? Apakah kebersamaan kami akan hilang?

Aku merasa gamang ketika harus berhadapan dengan masyarakat yang 100
persen muslim. Namun setelah aku masuk lebih dalam, ternyata hal itu adalah
kegamangan yang tidak mendasar. Sebab, di Pusdakota nilai-nilai keberagaman
adalah salah satu pilar utama. Pusdakota tumbuh dan berkembang dalam
keberagaman. Bahkan Pusdakota memiliki tempat ibadah untuk semua agama.

Aku sampai pada


kesadaran, suatu kali pasti
mereka tahu statusku
sebagai biarawati. Dan aku
tak harus
menyembunyikan. Gusti,
berilah kekuatan padaku
seandainya komunitas
menolakku saat tahu aku
biarawati. Itu yang jadi
doaku berulangkali.

Setahun aku bergaul di


komunitas, lengkap
dengan suka dukanya, aku

greensavitri@gmail.com 12
Catatan tahun 2006 ini merupakan satu dari banyak catatan pengorganisasian masyarakat yang dilakukan Pusat Pemberdayaan
Komunitas Perkotaan (Pusdakota) Universitas Surabaya (Diunggah oleh Alpha Savitri, pada Februari 2010)

mulai memakai jubah pada saat-saat tertentu. Dan aku akan menanggung risiko-
risiko yang mungkin timbul.

Ternyata, apa yang menakutkanku tidak terjadi. Memang, pada awalnya, saat
aku muncul dengan baju biarawati, ibu-ibu kaget. Tapi tidak berlangsung lama.
Setelah itu mereka memberondongiku pertanyaan, sembari mencubitiku: “Nda,
kok ndak bilang-bilang dari dulu?” Ada juga yang bilang, ”Nda, cantik lho
kalau begini.”

Perkataan-perkataan mereka, semua menyejukkan batin. Tidak ada yang


menyakiti. Tapi aku masih sangsi, apakah setelah ini, pertemuan-pertemuan
kader kesehatan yang kuagendakan bersama mereka bakalan sepi?

Ternyata tidak. Mereka menerimaku sebagai seorang biarawati, sebagaimana


aku menerima mereka sebagai saudaraku.

greensavitri@gmail.com 13
Catatan tahun 2006 ini merupakan satu dari banyak catatan pengorganisasian masyarakat yang dilakukan Pusat Pemberdayaan
Komunitas Perkotaan (Pusdakota) Universitas Surabaya (Diunggah oleh Alpha Savitri, pada Februari 2010)

BAGIAN III
Teladan dari Nyai Him
Nyai Him merupakan informal leader
di Kampung Rungkut Lor Surabaya.
Pondok Pesantrennya lumayan
terkenal karena kharismanya sangat
hebat. Penduduk Rungkut, terutama
penduduk asli, selalu sowan ke Nyai
Him sebelum melakukan peristiwa
penting, seperti menikahkan
anak,sunatan, kekahan.

Setahun sejak saya bergabung


dengan keluarga Pusdakota, saya
mengenalnya lewat program Tandur
Katresnan (membibit dan
memelihara tanaman). Waktu itu
Nyai Him belum tahu kalau saya
seorang biarawati.

Ia mengeluhkan hipertensinya yang


tidak kunjung sembuh. Saya pun
memberikan resep-resep tradisional
kepadanya. Sekali waktu, dia juga
datang ke Pusdakota karena cucunya enggan makan. Badannya kurus. Dia
mengundang saya untuk menengok sang buah hati tersebut. Saya
meresepkannya untuk minum madu secara teratur. Puji Tuhan, kini ia segar dan
tak sakit-sakitan. Kata Nyai Him, resep yang kubuat manjur. Dia juga akan
merekomendasikan resepku itu untuk para santrinya.

Di tengah kesibukannya, kadang Nyai Him menyempatkan diri untuk datang ke


pertemuan kader besar ataupun pertemuan-pertemuan lain yang
diselenggarakan Pusdakota. Sampai akhirnya, Nyai Him tahu bahwa aku seorang
biarawati. Apa reaksinya?

“Wah, kita foto bareng ya, Bunda. Saya tokoh Islam, Bunda pendeta
perempuan,” cetusnya.

“Bunda, hati kecil saya berkata Bunda tulus. Bunda mau makan dan minum di
tempat saya. Bunda juga membawa kami untuk sadar bahwa kesehatan
penting,’ ujar Nyai Him.

greensavitri@gmail.com 14
Catatan tahun 2006 ini merupakan satu dari banyak catatan pengorganisasian masyarakat yang dilakukan Pusat Pemberdayaan
Komunitas Perkotaan (Pusdakota) Universitas Surabaya (Diunggah oleh Alpha Savitri, pada Februari 2010)

Kini, orang Rungkut Lor bahkan sering menjumpai pemandangan, aku yang
berjubah biarawati sedang membonceng ibu haji yang berjilbab. Ya, berbeda
memang indah. Aku semakin mencintai komunitas Rungkut.

Ya Tuhan, sekali lagi, terima kasih sedalam-dalamnya. Kembali kau buka tirai
keagungan-Mu. Aku tak menyangka, mereka menerimaku sedemikian rupa.

greensavitri@gmail.com 15
Catatan tahun 2006 ini merupakan satu dari banyak catatan pengorganisasian masyarakat yang dilakukan Pusat Pemberdayaan
Komunitas Perkotaan (Pusdakota) Universitas Surabaya (Diunggah oleh Alpha Savitri, pada Februari 2010)

BAGIAN IV
Jadikan Aku Titian Kehidupan

1. PSDO
Gusti, Kawulo Tresno, Gusti Nyuwun Kiat, Gusti Nyuwun Kawelasan

Kuucap tak henti doa pendek yang selalu menguatkan saat aku menjalani proses
pembinaan hidup bersama rekan-rekan Pusdakota: Bekti, Nur, Salman, Vitri,
Feni, Devi dan aku sendiri.

Proses yang kami lalui itu, nama resminya PSDO, kependekan dari
Pengembangan Sumber Daya Organisasi. Semua rekan di Pusdakota pasti
menjalaninya, cepat atau lambat karena aktivitas ini merupakan bagian dari
pertumbuhan diri. Saat diri bertumbuh, tentu saja organisasi ikut berkembang.
Tidak saja itu, komunitas pun tumbuh kembang bersama kami.

Sejak berangkat ke tempat pembinaan, aku sungguh merasa ditantang dalam


segala hal. Dan doa di atas begitu menguatkan. Suasana saling dukung,
menyemangati muncul sungguh kuat dalam kelompokku.

Sebagai seorang biarawati, aku hidup dalam kemapanan. Tapi dalam perjalanan
ke tempat pembinaan, sampai PSDO itu sendiri berlangsung, aku benar-benar
mengalami hidup pas-pasan. Memang tidak kekurangan, tapi juga tidak
berlebihan. Sungguh-sungguh pas dalam hal fisik. Namun dalam hal rohani, aku
merasa sangat berkelimpahan karena aku merasakan damai sejati dalam diri,
sesama, dan alam ciptaan. Aku juga merasakan hadirnya setan yang
mempengaruhiku.

Ada proses yang bernama SOLO I dan SOLO II yang sesungguhnya tak
terlukiskan dengan kata-kata bila aku menerangkannya. Proses itu kujalani di
hutan sendirian, selama dua kali. Aku bisa menjalaninya dengan damai karena
aku yakin Tuhan tak pernah meninggalkanku. Energi positif dari kawan dan
fasilitator proses tersebut turut membantuku mengalahkan ketakutan dan
kecemasanku.

Bahkan SOLO II yang prosesnya lebih berat dari SOLO I bisa kulalui. Salah satu
fasilitator proses ini meminjamiku tasbihnya. Aku menerimanya dengan biasa.
Dan setelah dalam proses soloku, ternyata untaian doanya dalam tasbih yang
kupakai sangat kurasa. Aku berdoa sambil berlagu dan percaya tanpa reserve,
bahwa aku tidak sendirian. Aku ditemani. Dan tasbihku terus kuuntai dalam doa
heningku.

greensavitri@gmail.com 16
Catatan tahun 2006 ini merupakan satu dari banyak catatan pengorganisasian masyarakat yang dilakukan Pusat Pemberdayaan
Komunitas Perkotaan (Pusdakota) Universitas Surabaya (Diunggah oleh Alpha Savitri, pada Februari 2010)

Pesan alam yang sungguh spesial dalam SOLO II-ku, kutangkap lewat pohon
pisang. Aku berada di sekitar pohon pisang, duduk bersila beralas daun klaras.
Hidup sebenarnya tidaklah sulit asal bisa menerima realita dengan gembira.
Bangga seperti pohon pisang yang tak pernah mati, dan bagian dari pohon
pisang tersebut berguna, karena Tuhan sang pencipta telah mengatur
permenungan peziarahanku. Aku sering merasa tidak berdaya, tidak mampu,
namun bangga masih dianugerahi hidup. Harapanku, semoga seperti pohon
pisang, hidupku berguna bagi sesama dan selalu membahagiakan sesama.

2. Menjadi Titian Kehidupan: Rendah Hati dan Total

Sungguh, proses PSDO membuatku merasakan sejatine urip atau sangat


bermakna bagiku.

Dalam pembinaan yang kualami, aku menemukan simbol diriku yang berlatar
belakang pengalaman hidup harianku dalam tugas sebagai perawat yang
berstatus suster biarawati. Awalnya kutemukan simbol diriku sebagai tanah.
Tanah itu terletak di bawah. Tanah bisa ditanami. Tanah adalah bahan dasar
sebuah bangunan dan masih banyak lagi. Tanah tidak pernah
memproklamasikan dirinya hebat, kuat. Tanah biasa-biasa saja tampilannya, tapi
berdaya guna.

Proses olah hidupku terus berjalan dari waktu ke waktu. Dulu, dalam rangkaian
tugas dan dalam satu proses pembinaan, kutemukan simbol diriku sebagai
jembatan, yang berfungsi sebagai sarana mengantar hidup dari satu tempat ke
tempat lain, dari satu tujuan ke tujuan lain. Sebagai jembatan harus rela diinjak
dan dilewati siapa pun yang membutuhkan. Tidak bisa memilih siapa yang boleh
lewat.

Saat PSDO, si jembatan itu ternyata berubah menjadi titian kehidupan . Pesan
itu kutemukan lewat proses SOLO yang kualami. Refleksi terdalamku atas
temuan tersebut adalah unsur kerendahan hati dan totalitas yang bergantung
pada belas kasih Gusti. Hal ini hanya bisa kudapatkan dalam kesetiaanku berelasi
intim dengan sang Pencipta, masuk menapaki jalan sunyi kehidupan yang
berakar pada ketidakberdayaanku sebagai manusia yang penuh kelemahan dan
kekurangan. Ini sekaligus kurasakan kekuatan yang sungguh berasal dari Allah.
Ketika aku mulai lari dari hakekat sebagai titian, sungguh pasti, aku tidak lagi
berkarya sebagai Abdi-Nya yang hanya mungkin kujalani dalam kesetiaan
manjing ing kersane Gusti dan tetap dengan rendah hati mohon terang dan
tuntunan-Nya.

Sungguh aku adalah abdi-Nya yang sangat beruntung dan bahagia karena boleh
mengalami proses PSDO bersama PUSDAKOTA demi pertumbuhan jiwa dan juga

greensavitri@gmail.com 17
Catatan tahun 2006 ini merupakan satu dari banyak catatan pengorganisasian masyarakat yang dilakukan Pusat Pemberdayaan
Komunitas Perkotaan (Pusdakota) Universitas Surabaya (Diunggah oleh Alpha Savitri, pada Februari 2010)

kedalaman nuraniku. Aku merasa menjadi lebih peka dan mampu memaknai
setiap peristiwa hidup.

3. Momentum-momentum PSDO

MOMENTUM PERTAMA
Hujan Deras Iringi Kepergianku

Saat aku harus berangkat dini hari tepatnya jam 03.30 dari biara menuju
PUSDAKOTA aku merasa penasaran karena belum tahu tempat dan dana yang
bakal diberikan. Setelah tahu aku pergi. Dalam suasana hening, kusujud
memohon berkat-Nya agar aku dan teman-teman mengalami perjalanan yang
baik dan dapat selamat sampai di tempat sesuai petunjuk dan aturan main.
Seumur hidup tak pernah aku pergi dalam cuaca hujan deras, dini hari, sendirian
menju tempat yang sama sekali belum kuketahui. Perasaan yang muncul
dominan adalah harap-harap cemas. Artinya, aku berharap dapat mengikuti
seluruh rangkaian acara PSDO dan cemas karena cuaca alam yang sangat tidak
bisa diramalkan.

Dengan upaya keras dan tak kenal putus asa sesuai waktu yang ditentukan, aku
dapat sampai di tempat PSDO dan bertemu teman-teman. Pengalaman
perjalanan seperti ini baru kualami saat ini dalam seluruh kenangan perjalanan.
Ini adalah moment pertamaku.

MOMENTUM KEDUA
Mengalahkan Kegelapan

Saat diberitahukan rangkaian acara selama PSDO perasaan dominan yang


muncul adalah tak berdaya secara lahir batin. Memang secara fisik, aku punya
kecacatan. Pernah mengalami operasi punggung, dan sampai sekarang nyerinya
masih sering hadir. Juga, aku tak pernah hidup dalam suasana gelap sempurna
kendati dalam suasana tidur sekalipun.

Dari sini ada ungkapan doa spontanku: Gusti nyuwun kiat,Gusti kawulo
tresno,Gusti nyuwun kawelasan. Aku berharap dengan kerendahan hati, bisa
melaksanakan semua yang telah terjadwal dengan serius.

Di PSDO ada saatnya aku harus masuk dalam kegelapan alam semesta yang
sebenarnya. Ini baru kualami dalam sejarah hidupku. Aku harus meditasi di alam
terbuka, di tengah belantara yang gelap gulita dan cuaca dingin. Kondisi tanah
basah karena hujan baru berhenti. Penerangan yang diberikan cuma lilin kecil
dan matras kecil sebagai alas duduk. Setelah dalam jangka waktu sekitar 1 -2
jam proses meditasi selesai dan aku harus berjalan sendiri di tengah gulita
semesta, kembali aku berseru bersama pemazmur. Dari jurang yang dalam aku

greensavitri@gmail.com 18
Catatan tahun 2006 ini merupakan satu dari banyak catatan pengorganisasian masyarakat yang dilakukan Pusat Pemberdayaan
Komunitas Perkotaan (Pusdakota) Universitas Surabaya (Diunggah oleh Alpha Savitri, pada Februari 2010)

memohon belas kasih Tuhan tuk berkenan menyelamatkanku. Kurasakan


tuntunan Sang Pencipta hingga rasa cemas dan takutku terhadap gelap dan
adanya ular membahayakan teratasi.

MOMENTUM KETIGA
Tanpa Alas Kaki, Seumur Hidup Baru Sekali

Saat aku harus berjalan kaki kurang lebih 15 km dan harus memakai sandal
jepit, responku seketika langsung menolak dengan pernyataan, aku tak pernah
bisa memakai sandal jepit. Kali ini aku diberi peluang tuk mengalami segala
sesuatu yang belum pernah kualami atau kurasakan. Dengan berurai air mata
karena rasa sakit di kaki, aku tapaki jalan bebatuan untuk peran sebagai
pembantu rumah tangga. Pada kilometer tertentu aku tak sanggup berjalan
menggunakan sandal jepit. Maka aku melepasnya. Aku berjalan tanpa alas kaki.
Padahal aku belum pernah melakukan.Ternyata yang kuperhitungkan aku tak
bisa, ternyata bisa, walau dengan berurai air mata. Kakiku lecet semua. Sungguh
sakit. Tetapi sakit ini tak berkepanjangan. Maka aku bisa mengikuti kembali
rangkaian acara yang ada.

MOMENTUM KEEMPAT
Memaafkan Masa Lalu

Proses pembinaan yang berat dan menantang juga terjadi saat pematrasan.
Lewat sepotong matras, kembali kubuka album kenangan saat usia kanak-kanak
hingga dewasa, masuk biara dan menjalani proses pembinaan. Dalam proses ini
aku dijembatani untuk mengalami dan merasakan damainya hati dalam benang
merah kasih Allah yang Maha Rahim. Boleh berdamai dengan orangtuaku yang
menurut ukuranku kereng sehingga aku pernah sakit hati dan kecewa. Juga aku
boleh berdamai dengan teman baikku semasa muda. Dari pengalaman ini aku
merasakan bahwa kasih Allah sungguh tanpa syarat dan kualami juga bahwa
Allah memanggilku bukan karena aku baik atau suci tetapi sebaliknya.
Pada hari-hari seperti ini aku merasakan bahwa aku lagi panen kebaikan dan
kebesaran kasih Allah tanpa syarat.

MOMENTUM KELIMA
Totalitas Para Pendamping

Allah rela kehilangan nyawa demi keselamatan umat manusia. Hal ini kualami
dan tampak nyata dalam totalitas para pembina dalam mendampingi proses
PSDO-ku. Mereka hadir memberikan diri bukan hanya dengan sepenuh hati tapi
dengan pengorbanan tanpa pamrih dan dengan seluruh dedikasi profesional
demi perkembangan diri dan pertumbuhan jiwa. Hingga spontan jiwaku
bermadah penuh syukur Hidup itu anugerah, hidup itu hadiah. Betapa bahagia
yang menyadarinya. Betapa ringan langkah mereka.Sekaligus aku tergerak hati

greensavitri@gmail.com 19
Catatan tahun 2006 ini merupakan satu dari banyak catatan pengorganisasian masyarakat yang dilakukan Pusat Pemberdayaan
Komunitas Perkotaan (Pusdakota) Universitas Surabaya (Diunggah oleh Alpha Savitri, pada Februari 2010)

tuk selalu memberikan diriku dalam karya kemanusiaan. Dan tanpa kusadari
akupun kembali berkidung syukur.

Syukur Gusti, Kau bolehkan aku mengalami semuanya...

greensavitri@gmail.com 20
Catatan tahun 2006 ini merupakan satu dari banyak catatan pengorganisasian masyarakat yang dilakukan Pusat Pemberdayaan
Komunitas Perkotaan (Pusdakota) Universitas Surabaya (Diunggah oleh Alpha Savitri, pada Februari 2010)

Bagian V
Membuka Pintu-pintu Nilai
Ibu Fatlacca

Bunda mampu mewujudkan keinginan saya. Dulu saya merasa sudah mentok ,
tapi kini, ternyata jalan menggapai cita-cita ada di depan mata. Yakni bisa
mengabdi pada masyarakat. Karena dengan demikian, saya bisa menjadi
manusia seutuhnya. Bundalah yang membukakan pintu-pintu nilai buat saya.
Lewat Bunda, saya jadi mengenal Pusdakota dan nilai-nilai yang dibawanya,
terutama memberikan dengan segala daya upaya, dengan sepenuh hati untuk
kebaikan sesama. Bunda dan Pusdakota membuat saya tersadar betapa besar
arti menjaga kebersamaan dengan anak lewat cara berkomunikasi dan mendidik.

Ny Lilik Suarni Agus

Bunda itu supel dan ramah. Selama bergaul dengan Bunda, pengetahuan saya
tentang kesehatan bertambah. Semula saya tidak tahu apa-apa, sekarang jadi
tahu. Pengetahuan dari Bunda bisa saya terapkan pada keluarga dan tetangga-
tetangga saya. Dari hati saya yang terdalam, saya berdoa, semoga Bunda diberi
ketabahan hati dan sukses selalu.

Ny Tutik Kasan

Saat saya datang dan masuk ke Pusdakota, terlebih dulu saya berkenalan
dengan Bunda. Seketika saya merasa senang dengan Bunda karena orangnya
tampak berwibawa tapi ramah, cantik, centil dan sebagainya. Saya senang
dibimbing Bunda. Sejak menjadi kader PKKS, saya tidak lagi minder, PD bicara di
depan umum, dan wawasan saya bertambah. Saya merasa pinter karena saya
terus ingin belajar apa saja. Kini saya tahu gejala-gejala penyakit. Saya juga bisa
memakai tensimeter.

Ny Maryana

Bunda itu orangnya sabar. Bila diajak konsultasi, bahasa yang disampaikan
mudah saya pahami. Pendeknya, enak diajak bicara. Bunda selalu memotivasi
saya agar saya terus belajar. Yang juga mengesankan, Bunda dengan segala
keterbatasan, daya upayanya, bertanggung jawab untuk tugas-tugas yang
diembannya bersama masyarakat.

Ny Lilik Amini Sugito

Selama berproses dengan Bundaku, aku mendapati Bunda sangat


menyenangkan dan enak diajak ngobrol. Lewat Bunda saya jadi tahu tentang

greensavitri@gmail.com 21
Catatan tahun 2006 ini merupakan satu dari banyak catatan pengorganisasian masyarakat yang dilakukan Pusat Pemberdayaan
Komunitas Perkotaan (Pusdakota) Universitas Surabaya (Diunggah oleh Alpha Savitri, pada Februari 2010)

kesehatan wanita. Saya jadi tahu ilmu gizi, mengenal tensimeter, dan kenal
gejala-gejala penyakit. Saya juga diperkenalkan seminar-seminar kesehatan:
tentang Toxoplasma, tentang alergi, gawat darurat.
Terima kasih ya, Bunda, engkau sudah memberi banyak ilmu padaku. Semoga
Tuhan membalas kebaikan-kebaikanmu. Amin.

Prihatin (Relawan Program PKKS Pusdakota )

Meski baru sebulan saya mengenal dan bersama-sama Bunda, namun dalam
waktu singkat ini Bunda banyak memberi kesan pada saya. Kesan pertama saya,
Bunda sangat energik namun terkadang cuek. Namun memang waktu itu
pekerjaan Bunda sangat banyak. Seiring berjalannya waktu, saya lebih
mengenalnya. Bunda itu asyik. Sangat ceria, pandai berkomunikasi, murah
senyum, tidak pernah marah, selalu memperhatikan orang, memberi saran-saran
terbaik. Terima kasih, Bunda, saran-saranmu menyejukkan hatiku.*

greensavitri@gmail.com 22
Catatan tahun 2006 ini merupakan satu dari banyak catatan pengorganisasian masyarakat yang dilakukan Pusat Pemberdayaan
Komunitas Perkotaan (Pusdakota) Universitas Surabaya (Diunggah oleh Alpha Savitri, pada Februari 2010)

Bagian VI
Untaian dari Sahabat Sepeziarahan
Nilla Mardiana: Bunda yang Bersemangat dan Total

Hampir 4 bulan saya cuti hamil dan melahirkan, saat masuk banyak sekali
kejutan-kejutan yang saya temui. Gedung Pusdakota sudah mulai kelihatan
seperti villa, padahal saat saya tinggalkan masih seperti kantor proyek. Orang-
orangnya juga banyak yang baru. Ada Salman Nurdin, ada Bunda Beata. Wah,
benar-benar ketinggalan zaman, saya.

Sosok Bunda memang segera menarik perhatian saya. Pertama, karena saya
menangani program pendampingan keluarga, kedua, karena saya dengar dia
perawat yang pernah menolong ratusan kelahiran, dan ketiga karena dia
cekatan, ringan tangan dan luwes mengerjakan beberapa pekerjaan di
Pusdakota. Pantaslah kalau dia dipanggil ‘Bunda’.

Perkenalan kemudian berlanjut dengan berbagai diskusi serius tentang


pengembangan karakter keluarga. Yang saya tahu saat itu, skill Bunda dalam
keperawatan canggih (karena saya bukan perawat, mungkin). Namun untuk
mengerangkakan suatu rencana untuk membuat aksi, menurut saya Bunda
masih sulit. Mungkin karena baru kali itu Bunda disodori berbagai instrumen
aktivitas yang belum pernah dilihatnya.

Saya ingat betul saat lokakarya Bunda dipaksa berhadapan dengan komputer
dan menulis rencana kerja satu tahun ke depan. Dengan muka ditekuk seratus
dan tangisan yang agak di”empet” dia mengerjakan tugas itu sampai pagi
(padahal bertahan sampai jam 11 malam itu sudah lumayan). Dari situ juga,
saya belajar benar dari seorang Beata. Semangat dan totalitasnya. Walaupun
sulit, dia berusaha menyelesaikannya dengan tuntas.

Pernah kami sharing tentang makna karyanya. Ternyata selama ini dia merasa
hidup dalam lingkupnya sendiri. Dan sekarang dia bisa merasakan nikmatnya
naik bemo yang pelan tur panas. Awalnya dia ngomel-ngomel, tapi sekarang
justru merasa itu karunia. Dia banyak belajar dari perjumpaan demi perjumpaan,
terutama dengan orang-orang baru.

Dulu, jalan-jalan ke kampung juga jadi siksaan. Sudah panas, pakai sandal,
kadang-kadang yang ingin ditemui tidak ada. Namun sekarang dia bisa berbicara
dengan banyak orang, dan hampir semua orang di kampung Rungkut Lor, RW
XIV kenal Bunda.

greensavitri@gmail.com 23
Catatan tahun 2006 ini merupakan satu dari banyak catatan pengorganisasian masyarakat yang dilakukan Pusat Pemberdayaan
Komunitas Perkotaan (Pusdakota) Universitas Surabaya (Diunggah oleh Alpha Savitri, pada Februari 2010)

“Kalau di biara seorang suster sangat steril, tidak ada yang bicara kasar,
dihormati, tapi di luar biara, bisa dikurangajari orang lain, bisa dimaki, bisa
diomeli, wah…adaptasi yang sulit,” ujar Bunda suatu kali.

Diakui atau tidak, Bunda sanggup menjebol sekat-sekat agama yang selama ini
kental di Rungkut Lor. Dia bisa mengajak para ibu untuk menerima keindahan
dalam perbedaan. Walhasil, ada yang sangat menarik ketika mas Gun ( salah
satu rekan kami ) menikah di gereja, hampir 25% yang datang adalah ibu-ibu
yang berjilbab. Bunda pun dengan baju susternya tidak sungkan-sungkan datang
ke Nyai Him yang pengasuh pondok pesantren dan ikut ngaji dengan santri-
santrinya.
Saya langsung teringat lagu yang sering dinyanyikan ibu-ibu dampingan Bunda:
Berbeda itu indah… berbeda itu anugrah…

Broto Suwarso: Berkarya dalam Kerahiman

Hidup selibat dan menyandang status sosial sebagai biarawati sungguh memiliki
keunikan dan pesan tersendiri. Kami sangat yakin Bunda — panggilan akrab Sr
Beata SSpS di Pusdakota dan komunitas Rungkut — saat ini masih berjuang
menyelami misteri itu.

Pengalaman kami berkarya bersama Bunda telah mengungkap betapa ajaib dan
agung ke-Ilahi-an menjelma di kehidupan ini. Hikmah pertama yang paling
berkesan, bahwa manusia benar-benar makhluk tanpa daya, penuh noda dan
kecacatan ketika jumawa dihadapan Yang Maha Rahim.

Rohaniwati masih memberi catatan miring tentang citra terciptanya sekat


komunitas biarawati dengan persoalan – persoalan sosial yang paling dekat yang
mampu memanifestasikan langsung karya Allah dalam kehidupan.

Sesungguhnya ada catatan buruk Bunda Beata: sulit fokus, ngantukan (sekarang
jauh berkurang), kurang tertib administrasi, mempercayai keterbatasannya
melakukan penulisan pelaporan keuangan tidak dapat diperbaiki, percaya bahwa
biarawati tidak perlu mengenal profesionalisme management organisasi. Ini
semua membuat kami komunitas Pusdakota terkadang jengkel dan marah. Tapi
biarlah, mungkin aspek Bunda Beata untuk berevolusi menjadi seorang abdi
masyarakat dan lembaga dengan kapasitas yang lengkap akan menjadi bagian
proses di masa mendatang.

Kami yakin pelayanan Bunda Beata di Komunitas Rungkut bersama Pusdakota


memberi penekanan pesan totalitas mengasihi sebagai bagian terpenting
pengajaran di Biara sangat signifikan memberi pencerahan bagi pertumbuhan
sesama. Hal ini dibuktikan, dengan segala keterbatasannya, Bunda mampu

greensavitri@gmail.com 24
Catatan tahun 2006 ini merupakan satu dari banyak catatan pengorganisasian masyarakat yang dilakukan Pusat Pemberdayaan
Komunitas Perkotaan (Pusdakota) Universitas Surabaya (Diunggah oleh Alpha Savitri, pada Februari 2010)

menjejakkan sejarah baru di setiap jiwa individu, keluarga dan warga Rungkut,
Surabaya. Bunda begitu mengakar.

“Apakah Benar, Bunda Beata akan ditarik kembali oleh biara dan tidak lagi di
Rungkut?”

“Apakah kedatangan volunteer baru di Program Pengembangan Karakter


Keluarga Sehat (PKKS) yang digawangi Bunda sengaja direkrut Pusdakota untuk
menggantikan Bunda? Bunda itu baik. Bunda yang membuat kami semakin
pintar mengelola keluarga, membuat kami ibu-ibu di kampung semakin rukun,
membuat kami semakin merasakan bahwa perbedaan itu indah. Kami dulu takut
Pusdakota akan melakukan kristenisasi melalui Bunda Beata…dan ini ……dan
itu…”

Banyak sekali geliat yang terjadi di masyarakat terhadap kehadiran Bunda.


Sampai pada puncaknya pernah terjadi deklarasi ibu-ibu di kampung yang akan
melakukan demo ke Pusdakota dan RKZ jika Bunda tidak diperbolehkan lagi
berkarya di Komunitas Rungkut.

Ini semua merupakan realitas bahwa Bunda telah berkarya dan menghadirkan
segenap jiwa serta kasihnya dalam kehidupan masyarakat dengan total.

Naluri sebagai perawat dan biarawati yang sekaligus pernah diemban hampir di
seperempat usia kehidupannya sungguh menjadi kombinasi utuh. Ini menjadi
senjata Bunda dalam menjalankan mandat yang diemban sekaligus seolah
mampu membuat orang lain tidak lagi melihat banyaknya kekurangan dan
keterbatasannya.

Disadari atau tidak Beata mampu membuktikan bahwa timbunan material


menjadi sangat tidak berarti saat manusia mampu menikmati segala sesuatu
yang maknawi.

Hormat saya sebesar-besarnya bagi Bunda. Makna Kehadiranmu di setiap


persoalan yang tidak mengenal lelah dan takut, keberanianmu meninggalkan
kemegahan diri demi kebahagiaan sesamamu, kepiawaianmu menjadi sahabat
dan keluarga yang baik bagi siapa pun sehingga engkau memberi rasa aman,
kenyamanan saat siapa pun membutuhkan tempat bersandar, kegilaanmu ketika
engkau meninggalkan sekian tugas, tanggung jawab, membuat puluhan orang
jengkel tanpa ampun, tetapi demi berlangsungnya kehidupan orang lain yang
jauh di dasar batinmu engkau sangat khawatir melihat orang lain tidak bahagia .

Perjalanmu sampai saat ini semoga membuatmu semakin bijak membuat pilihan
langkah di masa mendatang. Proses yang berpesan bahwa Beata masa
mendatang tidak lagi menseparasikan dualisme kehidupan, Pilihanmu untuk

greensavitri@gmail.com 25
Catatan tahun 2006 ini merupakan satu dari banyak catatan pengorganisasian masyarakat yang dilakukan Pusat Pemberdayaan
Komunitas Perkotaan (Pusdakota) Universitas Surabaya (Diunggah oleh Alpha Savitri, pada Februari 2010)

maju semata-mata sebagai penghantar engkau masuk dalam spiritualitas


kehidupan. Selamat berjuang memasuki belantara agung anak manusia menuju
puncak kebahagiaan yang hakiki.

Christianto: Mencari Tuhan dalam Realitas

Ada air mata yang mengalir perlahan di pipi perempuan di hadapanku. Bersama
dengan itu puluhan kata mengurai bercerita tentang persoalan-persoalan relasi
kemanusiaan dalam media karya di sebuah perkampungan buruh di Rungkut Lor
Surabaya. Dari tutur kata yang runtut dan lugas, saya mengambil kesimpulan
bahwa ada keterlibatan dan internalisasi. Bunda Beata, begitu biasanya kami
memanggil dirinya.

Sejenak saya putar memori saya tentang pengalaman pribadi atau pendapat
orang kebanyakan tentang para rohaniwan dan rohaniwati yang penuh dengan
kesan AGUNG dalam tembok-tembok biara, entah mereka itu Romo pun Suster.

Ketika saya berjumpa dengan Bunda masih saya lihat keengganan untuk
melepas kesan “agung”. Tapi itu kemudian mendorong dirinya terpuruk dalam
kegelisahan dan keragu-raguan untuk melangkah, terlibat bersama persoalan-
persoalan riil di sebuah perkampungan buruh di wilayah Rungkut Lor.

Begitu kebingungan ketika dihadapkan pada pilihan-pilihan untuk memakai jubah


“awam” daripada memakai jubah kesusteran, naik bemo daripada diantar jemput
dengan mobil, “ditelanjangi” daripada diagung-agungkan. Detak, detik, menit
sampai kemudian tahun kemudian menempa dirinya untuk bertumbuh ketika
berproses bersama dengan kami di Pusdakota dan ibu-ibu di kampung Rungkut
Lor.

Dari hal kecil Bunda bertumbuh misalnya pengertian tentang CO yang awalnya
menurut Bunda adalah coitus kemudian lebih luas lagi menjadi community
organising, pengertian tentang renstra yang awalnya menurut bunda adalah
“merek bedak” kemudian meluas menjadi Rencana Strategis dan lainnya,
terkadang membuat saya bersama dengan teman-teman tertawa lepas.

Terima kasih Bunda atas tawa yang engkau hadirkan. Lebih dari itu adalah
pertumbuhan pribadi Bunda yang sudah tak disibukkan dengan kesan
agung....suci....bersih.... lebih dari itu adalah ketika mencari kemisteriusan Illahi
dan menguji keimanan dalam realitas persoalan sosial di kehidupan sehari-hari
bersama dengan ibu-ibu kader di kampung Rungkut Lor dan kami di Pusdakota.

Proses perjumpaan Bunda dengan kami serta komunitas di kampung Rungkut


Lor membawa pribadinya dalam pencarian tanpa henti tentang misteri cinta

greensavitri@gmail.com 26
Catatan tahun 2006 ini merupakan satu dari banyak catatan pengorganisasian masyarakat yang dilakukan Pusat Pemberdayaan
Komunitas Perkotaan (Pusdakota) Universitas Surabaya (Diunggah oleh Alpha Savitri, pada Februari 2010)

kasih yang hadir dalam “konteks”. Bukan cinta kasih yang menggantung di
kolong langit, TAK TERSENTUH. Wacana dan ketrampilan kesehatan yang
dimilikinya menjadi identitas untuk melebur dalam persoalan. “Yah....Tuhan ada
di sana...Tuhan mengada dalam realitas”, ungkapnya pasti. Bunda menjadi sosok
pembelajar dengan mengambil keputusan-keputusan tegas terkait dengan
persoalan sosial yang ada di sekelilingnya. Dalam kesadaranku....aku belajar
darimu !!

greensavitri@gmail.com 27
Catatan tahun 2006 ini merupakan satu dari banyak catatan pengorganisasian masyarakat yang dilakukan Pusat Pemberdayaan
Komunitas Perkotaan (Pusdakota) Universitas Surabaya (Diunggah oleh Alpha Savitri, pada Februari 2010)

Ucapan Terima Kasih


Izinkan saya menguntai ucapan terima kasih pada pihak-pihak yang mendukung
selesainya catatan ini:

* Tim Pimpinan SSpS Provinsi Jawa


* Sesama Suster Se-Komunitas
* Orangtua, keluarga, dan sahabat
* Komunitas Kampung Rungkut Lor, Surabaya

greensavitri@gmail.com 28

You might also like