You are on page 1of 68

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penanganan pasca panen padi me-


rupakan upaya sangat strategis dalam
rangka mendukung peningkatan pro-
duksi padi. Konstribusi penanganan
pasca panen terhadap peningkatan
produksi padi dapat tercermin dari
penurunan kehilangan hasil dan ter-
capainya mutu gabah/ beras sesuai
persyaratan mutu.
Dalam penanganan pasca panen
padi, salah satu permasalahan yang
sering dihadapi adalah masih kurangnya
kesadaran dan pemahaman petani
terhadap penanganan pasca panen
yang baik sehingga mengakibatkan
masih tingginya kehilangan hasil dan
rendahnya mutu gabah/beras. Untuk
mengatasi masalah ini maka perlu
dilakukan penanganan pasca panen
yang didasarkan pada prinsip-prinsip
Good Handling Practices (GHP) agar
dapat menekan kehilangan hasil dan
mempertahankan mutu hasil gabah/
beras.

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 1


Sehubungan dengan hal di atas,
dalam rangka memberikan panduan
penanganan pasca panen yang baik
kepada petani dan pelaku pasca panen
lainnya telah disusun pedoman pe-
nanganan pasca panen yang didasarkan
pada prinsip-prinsip Good Handling
Practices (GHP). Dengan adanya
pedoman ini diharapkan petani dapat
melakukan penanganan pasca panen
padi sesuai prinsip-prinsip GHP se-
hingga mampu menghasilkan gabah/
beras yang memenuhi persyaratan
mutu dan kemanan pangan.

B. Tujuan

Pedoman ini disusun dengan tujuan


untuk memberikan panduan kepada
para petani dan pelaku pasca panen
lainnya agar dapat melakukan cara-cara
penanganan pasca panen padi yang
berdasarkan prinsip-prinsip Good
Handling Practices (GHP) sehingga
petani dapat :
1) Menekan tingkat kehilangan hasil
padi.

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 2


2) Memproduksi gabah/beras sesuai
persyaratan mutu (SNI).

C. Ruang Lingkup

Penanganan pasca panen padi me-


rupakan kegiatan sejak padi dipanen
sampai menghasilkan produk antara
(intermediate product) yang siap
dipasarkan. Dengan demikian, kegiatan
penanganan pasca panen padi meliputi
beberapa tahap kegiatan yaitu pe-
manenan, penumpukan dan pengumpu-
lan, perontokan, pembersihan, peng-
angkutan, pengeringan, pengemasan
dan penyimpanan, serta penggilingan.

D. Pengertian

1) Padi adalah tanaman yang bernama


Oryzae sativa L.

2) Gabah adalah hasil tanaman padi


yang telah dilepas dari tangkainya
dengan cara perontokkan, dikering-
kan, dan dibersihkan.

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 3


3) Gabah Kering Panen (GKP) adalah
hasil tanaman padi yang telah
dilepas dari tangkainya dengan cara
peron-tokkan, dikeringkan, dan
dibersihkan yang memiliki kadar air
maksimum 25 %, butir
hampa/kotoran maksimum 10 %,
butir kuning/rusak maksimum 3 %,
butir hijau/mengapur maksimum 10
% dan butir merah maksimum 3 %.

4) Gabah Kering Giling (GKG) adalah


hasil tanaman padi yang telah
dilepas dari tangkainya dengan cara
peron-tokkan, dikeringkan, dan
dibersihkan yang memiliki kadar air
maksimum 14 %, butir
hampa/kotoran maksimum 3 %,
butir kuning/rusak maksimum 3 %,
butir hijau/mengapur maksimum 5
% dan butir merah maksimum 3 %.
5) Beras adalah hasil utama dari
proses penggilingan gabah hasil
tanaman padi yang seluruh lapisan
sekamnya terkelupas atau sebagian
lembaga dan katul telah dipisahkan.

6) Pasca Panen adalah semua kegiatan


mulai dari panen sampai dengan

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 4


menghasilkan produk setengah jadi
(intermediate product).

7) Produk setengah jadi adalah produk


yang tidak mengalami perubahan
sifat dan komposisi kimia.

II. PROSES PENANGANAN PASCA


PANEN PADI

Penanganan pasca panen padi


meliputi beberapa tahap kegiatan yaitu
penentuan saat panen, pemanenan,
penumpukan sementara di lahan sawah,
pengumpulan padi di tempat
perontokan, penundaan perontokan,
perontokan, pengangkutan gabah ke
rumah petani, pengeringan gabah,
pengemasan dan penyimpanan gabah,
penggilingan, pengemasan dan pe-
nyimpanan beras.

A. Penentuan Saat Panen

Penentuan saat panen merupakan


tahap awal dari kegiatan penanganan

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 5


pasca panen padi. Ketidaktepatan
dalam penentuan saat panen dapat
mengakibatkan kehilangan hasil yang
tinggi dan mutu gabah/beras yang
rendah. Penentuan saat panen dapat
dilakukan berdasarkan pengamatan
visual dan pengamatan teoritis.
1) Pengamatan Visual
Pengamatan visual dilakukan
dengan cara melihat kenampakan
padi pada hamparan lahan sawah.
Berdasarkan kenampakan visual,
umur panen optimal padi dicapai
apabila 90 sampai 95 % butir gabah
pada malai padi sudah berwarna
kuning atau kuning keemasan. Padi
yang dipanen pada kondisi tersebut
akan menghasilkan gabah ber-
kualitas baik sehingga menghasil-
kan rendemen giling yang tinggi.
2) Pengamatan Teoritis
Pengamatan teoritis dilakukan
dengan melihat deskripsi varietas
padi dan mengukur kadar air
dengan moisture tester. Berdasar-
kan deskripsi varietas padi, umur
panen padi yang tepat adalah 30
sampai 35 hari setelah berbunga

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 6


merata atau antara 135 sampai 145
hari setelah tanam. Berdasarkan
kadar air, umur panen optimum
dicapai setelah kadar air gabah
mencapai 22 – 23 % pada musim
kemarau, dan antara 24 – 26 %
pada musim penghujan
(Damardjati, 1974; Damardjati et
al, 1981).

B. Pemanenan

Pemanenan padi harus dilakukan


pada umur panen yang tepat,
menggunakan alat dan mesin panen
yang memenuhi persyaratan teknis,
kesehatan, ekonomi dan ergonomis,
serta menerapkan sistem panen yang
tepat. Ketidaktepatan dalam melakukan
pemanenan padi dapat mengakibatkan
kehilangan hasil yang tinggi dan mutu
hasil yang rendah. Pada tahap ini,
kehilangan hasil dapat mencapai 9,52
% apabila pemanen padi dilakukan
secara tidak tepat.
1) Umur Panen Padi

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 7


Pemanenan padi harus
dilakukan pada umur panen yang
memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
(a) 90 – 95 % gabah dari
malai tampak kuning.
(b) Malai berumur 30 – 35
hari setelah berbunga merata.

(c) Kadar air gabah 22 –


26 % yang diukur dengan
moisture tester.
2) Alat dan Mesin Pemanen
Padi
Pemanenan padi harus meng-
gunakan alat dan mesin yang
memenuhi persyaratan teknis,
kesehatan, ekonomis dan ergo-
nomis. Alat dan mesin yang
digunakan untuk memanen padi
harus sesuai dengan jenis varietas
padi yang akan dipanen. Pada saat
ini, alat dan mesin untuk memanen
padi telah berkembang mengikuti
berkembangnya varietas baru yang
dihasilkan. Alat pemanen padi telah
berkembang dari ani-ani menjadi
sabit biasa kemudian menjadi sabit

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 8


bergerigi dengan bahan baja yang
sangat tajam dan terakhir telah
diintroduksikan reaper, stripper dan
combine harvester. Berikut ini
adalah cara-cara pemanen padi
dengan menggunakan ani-ani, sabit
biasa/bergerigi, reaper dan stripper.

(a) Cara Pemanenan


Padi dengan Ani-ani.
Ani-ani merupakan alat
panen padi yang terbuat dari
bambu diameter 10 – 20 mm,
panjang ± 10 cm dan pisau
baja tebal 1,5 – 3 mm. Ani-ani
dianjurkan digunakan untuk
memotong padi varietas lokal
yang berpostur tinggi. Pe-
manenan padi dengan ani-ani
dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
o Tekan mata pisau pada malai
padi yang akan dipotong.
o Tempatkan malai diantara
jari telunjuk dan jari manis
tangan kanan.

o Dengan kedua jari tersebut


tarik malai padi ke arah

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 9


pisau, sehingga malai ter-
potong.

o Kumpulkan di tangan kiri


atau masukkan kedalam ke-
ranjang.

Gambar 1. Panen padi dengan ani-ani

Gambar 2. Alat Panen Ani-ani

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 10


(b) Cara Pemanen Padi
dengan Sabit
Sabit merupakan alat
panen manual untuk memotong
padi secara cepat. Sabit terdiri
2 jenis yaitu sabit biasa dan
sabit bergerigi. Sabit biasa/
bergerigi pada umumnya
digunakan untuk memotong
padi varietas unggul baru yang
berpostur pendek seperti IR-64
dan Cisadane. Penggunaan
sabit bergerigi sangat dianjur-
kan karena dapat menekan
kehilangan hasil sebesar 3 %
(Damardjati et al, 1989;
Nugraha et al, 1990).
Spesifikasi sabit bergerigi
yaitu:
o Gagang terbuat dari
kayu bulat diameter ± 2
cm dan panjang 15 cm.
o Mata pisau terbuat dari
baja keras yang satu
sisinya bergerigi antara 12
– 16 gerigi sepanjang 1
inci.

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 11


Pemotongan padi dengan
sabit dapat dilakukan dengan
cara potong atas, potong
tengah dan potong bawah
tergantung cara perontokan.
Pemotongan dengan cara
potong bawah dilakukan bila
perontokan dengan cara
dibanting/digebot atau meng-
gunakan pedal thresher. Pe-
motongan dengan cara potong
atas atau tengah dilakukan bila
perontokan menggunakan
power thresher. Berikut ini
cara panen padi dengan sabit
biasa/bergerigi:
o Pegang rumpun padi
yang akan dipotong dengan
tangan kiri, kira-kira 1/3
bagian tinggi tanaman.
o Tempatkan mata sabit
pada bagian batang bawah
atau tengah atau atas
tanaman (tergantung cara
perontokan) dan tarik pisau
tersebut dengan tangan
kanan hingga jerami
terputus.

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 12


Gambar 3. Pemotongan padi dengan sabit

(c) Cara Pemanenan


Padi dengan Reaper
Reaper merupakan mesin
pemanen untuk memotong padi
sangat cepat. Prinsip kerjanya
mirip dengan cara kerja orang
panen menggunakan sabit.
Mesin ini sewaktu bergerak
maju akan menerjang dan
memotong tegakan tanaman
dan menjatuhkan atau me-
robohkan tanaman tersebut
kearah samping mesin reaper
dan ada pula yang mengikat
tanaman yang terpotong
menjadi seperti berbentuk sapu
lidi ukuran besar. Pada saat ini

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 13


terdapat 3 jenis tipe mesin
reaper yaitu reaper 3 row,
reaper 4 row dan reaper 5 row.
Bagian komponen mesin reaper
adalah sebagai berikut :

o Kerangka utama terdiri dari


pegangan kemudi yang
terbuat dari pipa baja
dengan diameter ± 32 mm,
dilengkapi dengan tuas
kopling, tuas pengatur ke-
cepatan, tuas kopling pisau
pemotong yang merupakan
kawat baja.

o Unit transmisi tenaga


merupakan rangkaian gigi
transmisi yang terbuat dari
baja keras dengan jumlah
gigi dan diameter ber-
macam-macam sesuai de-
ngan tenaga dan kecepatan
putar yang diinginkan.

o Unit pisau pemotong ter-letak


dalam rangka pisau
pemotong yang terbuat dari
pipa besi, besi strip, besi
lembaran yang ukurannya
bermacam-macam.

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 14


o Pisau pemotong merupakan
rangkaian mata pisau
berbentuk segitiga yang
panjangnya 120 cm.
o Unit roda dapat diganti-ganti
antara roda karet dan roda
besi/keranjang.

o Motor penggerak bensin 3 HP


– 2200 RPM.
Penggunaan reaper di-
anjurkan pada daerah-daerah
yang kekurangan tenaga kerja
dan dioperasikan di lahan
dengan kondisi baik (tidak
tergenang, tidak berlumpur dan
tidak becek). Menurut hasil
penelitian, penggunaan reaper
dapat menekan kehilangan
hasil sebesar 6,1 %. Berikut ini
cara pengoperasian mesin
reaper :

o Sebelum mengoperasikan
mesin reaper, terlebih dahulu
potong/panen padi dengan
sabit pada ke 4 sudut
petakan sawah dengan
ukuran ± 2 m x 2 m sebagai

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 15


tempat berputarnya mesin
reaper.
o Sebelum mesin dihidupkan,
arahkan mesin pada tanaman
padi yang akan dipanen.
Pemanenan dimulai dari sisi
sebelah kanan petakan.

o Pemotongan dilakukan se-


kaligus untuk 2 atau 4 baris
tanaman dan akan terlempar
satu tertumpuk di sebelah
kanan mesin tersebut.
o Pemanenan dilakukan dengan
cara berkeliling dan selesai di
tengah petakan.

Gambar 4. Reaper

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 16


Gambar 5. Panen padi dengan reaper

(d) Cara Pemanenan


padi dengan Reaper
Binder
Reaper binder merupa-
kan jenis mesin reaper
untuk memotong padi
dengan cepat dan mengikat
tanaman yang terpotong
menjadi seperti berbentuk
sapu lidi ukuran besar.
Bagian komponen mesin
reaper binder adalah
sebagai berikut :

o Kerangka utama yang


terdiri dari pegangan

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 17


kemudi yang terbuat dari
pipa baja dengan
diameter ± 32 mm,
dilengkapi dengan tuas
kopling pisau pemo-tong
yang merupakan kawat
baja terserot.
o Unit transmisi tenaga
merupakan rangkaian
gigi transmisi yang
terbuat dari baja keras
dengan jumlah gigi dan
diameter bermacam-
macam sesuai dengan
reduksi tenaga dan
kecepatan putar yang
diinginkan.
o Unit pisau pemotong
merupakan rangkaian
mata pisau mata pisau
berbentuk segitiga yang
panjangnya antara 40-60
cm.
o Pisau pengikat terbuat
dari besi plat baja, kawat
baja, dan besi bulat yang
ukurannya bermacam-
macam.

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 18


o Unit pengikat ini
dilengkapi dengan tali
yang terbuat dari yute
berbentuk gulungan.
o Unit roda dapat diganti-
ganti antara roda karet
dan roda besi/keranjang.
o Motor penggerak bensin
3 HP – 2200 RPM.
Berikut ini cara peng-
operasian mesin reaper
binder :

o Sebelum mengoperasikan
mesin pemanen, terlebih
dahulu potong / panen
padi dengan sabit pada
ke 4 sudut petakan
sawah dengan ukuran ±
2 m x 2 m sebagai
tempat berputarnya
mesin stripper.
o Sebelum mesin dihidup-
kan, arahkan mesin pada
tanaman padi yang akan
dipanen. Pemanenan

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 19


dilakukan mulai dari sisi
sebelah kanan petakan.

o Pemotongan dilakukan
sekaligus untuk 1 atau 2
baris tanaman sekaligus
dan akan terlempar ke
sisi kanan alat, sebelum
terlempar, batang jerami
yang sudah terpotong
diikat dengan tali peng-
ikat melalui mekanisme
pengikat pada mesin
tersebut.
o Pemanenan dilakukan
dengan cara berkeliling
dan selesai di tengah
petakan.

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 20


Gambar 6. Panen padi dengan reaper
binder
3) Sistem Panen
Sistem panen harus dibuat
berdasarkan perencanaan yang
memenuhi persyaratan sebagai
berikut :

(a) Pemanenan dilakukan dengan


sistem beregu/kelompok.

(b) Pemanenan dan perontokan di-


lakukan oleh kelompok
pemanen.
(c) Jumlah pemanen antara 5 – 7
orang yang dilengkapi dengan 1
unit pedal thresher atau 15 –
20 orang yang dilengkapi 1 unit
power thresher.

C. Penumpukan dan Pengumpulan

Penumpukan dan pengumpulan


merupakan tahap penanganan pasca
panen setelah padi dipanen. Ketidak-
tepatan dalam penumpukan dan pe-
ngumpulan padi dapat mengakibatkan

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 21


kehilangan hasil yang cukup tinggi.
Untuk menghindari atau mengurangi
terjadinya kehilangan hasil sebaiknya
pada waktu penumpukan dan
pengangkutan padi menggunakan alas.
Penggunaan alas dan wadah pada saat
penumpukan dan pengangkutan dapat
menekan kehilangan hasil antara 0,94 –
2,36 %.

Gambar 7. Penumpukan dengan


menggunakan alas

D. Perontokan

Perontokan merupakan tahap


penanganan pasca panen setelah

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 22


pemotongan, penumpukan dan
pengum-pulan padi. Pada tahap ini,
kehilangan hasil akibat ketidaktepatan
dalam melakukan perontokan dapat
mencapai lebih dari 5 %. Cara
perontokan padi telah mengalami
perkembangan dari cara digebot
menjadi menggunakan pedal thresher
dan power thresher.
1) Perontokan padi dengan cara
digebot
Gebotan merupakan alat
perontok padi tradisionil yang
masih banyak digunakan petani.
Bagian komponen alat gebotan
terdiri dari:
(a) Rak perontok yang terbuat dari
bambu/kayu dengan 4 kaki
berdiri di atas tanah, dapat
dipindah-pindah.
(b) Meja rak perontok terbuat dari
belahan bambu/kayu membujur
atau melintang dengan jarak
renggang 1 – 2 cm.
(c) Di bagian belakang, samping
kanan dan kiri diberi dinding
penutup dari tikar bambu,

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 23


plastik lembaran atau terpal
sedangkan bagian depan
terbuka.
Berikut ini cara perontokan padi
dengan alat gebot :
(a) Malai padi diambil secukupnya
lalu dipukulkan/digebot pada
meja rak perontok ± 5 kali dan
hasil rontokannya akan jatuh di
terpal yang ada di bawah meja
rak perontok.
(b) Hasil rontokan berupa gabah
kemudian dikumpulkan.

Gambar 8. Perontokan padi dengan cara


gebot

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 24


2) Perontokan padi dengan pedal
thresher
Pedal thresher merupakan alat
perontok padi dengan konstruksi
sederhana dan digerakan meng-
gunakan tenaga manusia. Ke-
lebihan alat ini dibandingkan
dengan alat gebot adalah mampu
menghemat tenaga dan waktu,
mudah diperasikan dan mengurangi
kehilangan hasil, kapasitas kerja 75
– 100 kg per jam dan cukup
dioperasikan oleh 1 orang. Bagian
komponen pedal thresher terdiri
dari :
(a) Kerangka utama
terbuat dari kayu kaso atau
pipa besi dengan ukuran
keseluruhan unit bervariasi,
biasanya 120 cm x 120 cm.

(b) Silinder perontok


terbuat dari lepengan papan
berjajar berkeli-ling
membentuk silinder dengan
diameter 36 – 38 cm dan lebar
42 – 45 cm. Di sisi kiri dan
kanan ditutup dengan pipa
bulat setebal 2 – 3 cm. Pada

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 25


lempengan papan tersebut
ditancapkan gigi perontok yang
terbuat dari kawat baja
berbentuk huruf V terbalik.
Ukuran lempengan kayu, tebal
10 – 15 mm, lebar 90 mm
dengan jarak antar lempengan
15 mm. Tinggi perontok ± 50
mm dengan lebar kaki-kaki
sebesar 25 mm dengan jarak
antar gigi 40 mm. Jumlah gigi
perontok pada satu lempengan
10 buah dan jumlah lempengan
papan 12 buah. Cara
pemasang-an gigi perontok 20
mm diberi bantalan ball bearing
yang posisinya duduk pada
rangka utama.
(c) Unit transmisi tenaga
melalui rantai sepeda dan
spocket yang prinsip kerjanya
sama seperti mesin jahit.
(d) Tutup penahan gabah
terbuat dari lembaran plastik
atau terpal dengan ukuran > 0
cm x 40 cm x 35 cm. Bagian ini
dapat dilepas dari kerangka
utama.

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 26


Penggunaan pedal thresher
dalam perontokan dapat menekan
kehilangan hasil padi sekitar 2,5 %.
Berikut ini cara perontokan padi
dengan pedal thresher :
(a) Pedal perontok diinjak
dengan kaki naik turun.
(b) Putaran poros pemutar
memutar silinder perontok.
(c) Putaran silinder
perontok yang memiliki gigi
perontok dimanfaatkan dengan
memukul gabah yang
menempel pada jerami sampai
rontok.
(d) Arah putaran perontok
berlawanan dengan posisi
operator (men-jauh dari
operator).

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 27


Gambar 9. Perontokan padi dengan
pedal thresher

3) Perontokan padi dengan power


thresher
Power thresher merupakan
mesin perontok yang menggunakan
sumber tenaga penggerak enjin.
Kelebihan mesin perontok ini
dibandingkan dengan alat perontok
lainnya adalah kapasitas kerja lebih
besar dan efisiensi kerja lebih
tinggi. Bagian komponen power
thresher terdiri dari:
(a) Kerangka utama
terbuat dari besi siku, uk. 40

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 28


mm x 40 mm x 4 mm dan plat
lembaran baja lunak tebal 1 – 3
mm, merupakan kedudukan
komponen lainnya.
(b) Silinder perontok
terbuat dari besi strip dengan
diameter berjajar berkeliling
membentuk silinder dengan
diameter 30 – 40 cm dan lebar
40 – 60 cm. Di sisi kiri dan
kanan ditutup dengan lembaran
bulat tebal 2 – 3 mm. Pada besi
strip yang melintang tersebut
terpasang gigi perontok yang
terbuat dari besi as baja 10
mm, panjang 50 – 60 mm
diperkuat dengan mur. Jumlah
gigi perontok 30 – 88 buah.
Diameter poros perontok 25
mm, pada kedua ujung poros
diberi bantalan ball bearing
yang posisinya duduk pada
kerangka utama.

(c) Dalam ruang silinder


terdapat sirip pembawa,
saringan perontok dan pelat
pendorong jerami. Sirip
pembawa terletak di bagian
atas silinder perontok, terletak

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 29


menempel pada tutup atas
perontok. Sirip ini mengarah ke
pintu pengeluaran jerami di
sebelah belakang mesin
perontok. Terbuat dari plat
lembaran dengan tebal 1 – 2
mm. Jaringan perontok terletak
di sebelah bawah silinder
perontok, terbuat dari kawat
baja atau besi baja 0,6 – 8 mm
bersusun menjajar, membentuk
setengah lingkar-an, jarak
antar besi baja adalah 18 – 20
mm dan jarak antara ujung gigi
perontok dan jaringan minimal
15 mm. Pelat pendorong jerami
terpasang pada silinder
perontok yang tak terpasang
gigi perontok. Bagian ini
terbuat dari besi plat tebal 2 –
3 mm denngan ukuran 15 – 15
mm.
(d) Ayakan terletak di
sebelah bawah saringan
perontok, ukuran ayakan 45
mm x 390 mm, terbuat dari
plat lembaran tebal 1,5 – 2
mm. Ayakan terdiri dari 2
tingkat. Bagian atas berlubang-
lubang dengan ukuran 13 mm x

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 30


13 mm dan bagian bawah rata.
Ayakan ini bergerak maju
mundur dan naik turun melalui
sitem as nocken.
(e) Kipas angin terbuat
dari plastik dengan jumlah
daun kipas 5 – 7 buah.

(f) Unit transmisi


tenaga, melalui puller dan V
belt dari motor penggerak
silinder perontok, kipas angin
dan gerakan ayakan type V belt
yang digunakan adalah tipe B.
Putaran silinder perontok untuk
merontokan padi adalah 500 –
600 RPM.
Penggunaan power thresher
dalam perontokan dapat menekan
kehilangan hasil padi sekitar 3 %.
Berikut ini cara perontokan padi
dengan power thresher :
(a) Pemotongan tangkai
pendek disarankan untuk
merontok dengan mesin
perontok tipe “throw in” dimana
semua bagian yang akan
dirontok masuk ke dalam ruang
perontok.

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 31


(b) Pemotongan tangkai
panjang disarankan untuk
merontok secara manual
denngan alat atau mesin yang
mempunyai tipe “Hold on”
dimana tangki jerami dipegang,
hanya bagian ujung padi yang
ada butirannya ditekankan
kepada alat perontok.
(c) Setelah mesin
dihidupkan, atur putaran
silinder perontok sesuai dengan
yang diinginkan untuk
merontok padi

(d) Putaran silinder


perontok akan mengisap jerami
padi yang di-masukkan dari
pintu pemasuk-kan.
(e) Jerami akan berputar-
putar di dalam ruang perontok,
tergesek terpukul dan terbawa
oleh gigi perontok dan sirip
pembwa menuju pintu
pengeluaran jerami.

(f) Butiran padi yang rontok


dari jerami akan jatuh melalui
saringan perontok, sedang

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 32


jerami akan terdorong oleh plat
pendorong ke pintu peng-
eluaran jerami.
(g) Butiran padi, potongan
jerami dan kotoran yang lolos
dari saringan perontok akan
jatuh ke ayakan dengan
bergoyang dan juga terhembus
oleh kipas angin.
(h) Butiran hampa atau
benda-benda ringan lainnya
akan tertiup terbuang melalui
pintu pengeluaran kotoran
ringan.
(i) Benda yang lebih besar
dari butiran padi akan terpisah
melalui ayakan yang berlubang,
sedangkan butir padi akan
jatuh dan tertampung pada
pintu pengeluaran padi bernas.

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 33


Gambar 10. Perontokan padi dengan
power thresher

E. Pengeringan

Pengeringan merupakan proses


penurunan kadar air gabah sampai
mencapai nilai tertentu sehingga siap
untuk diolah/digiling atau aman untuk
disimpan dalam waktu yang lama.
Kehilangan hasil akibat ketidaktepatan
dalam melakukan proses pengeringan
dapat mencapai 2,13 %. Pada saat ini
cara pengeringan padi telah
berkembang dari cara penjemuran
menjadi pengering buatan.

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 34


1) Pengeringan Padi dengan Cara
Penjemuran
Penjemuran merupakan proses
pengeringan gabah basah dengan
memanfaatkan panas sinar
matahari. Untuk mencegah
bercampurnya kotoran, kehilangan
butiran gabah, memudahkan pe-
ngumpulan gabah dan meng-
hasilkan penyebaran panas yang
merata, maka penjemuran harus
dilakukan dengan menggunakan
alas. Penggunaan alas untuk
penjemuran telah berkembang dari
anyaman bambu kemudian menjadi
lembaran plastik/terpal dan terakhir
lantai dari semen/beton. Berikut ini
cara penjemuran gabah basah.
(a) Cara penjemuran
dengan lantai jemur
Dari berbagai alas pen-
jemuran tersebut, lantai dari
semen merupakan alas
penjemuran terbaik. Permuka-
an lantai dapat dibuat rata atau
bergelombang. Lantai jemur
rata pembuatannya lebih
mudah dan murah, namun

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 35


tidak dapat mengalirkan air
hujan secara cepat bahkan
adakalanya menyebabkan
genangan air yang dapat
merusakkan gabah. Lantai
jemur bergelombang lebih di-
anjurkan, karena dapat meng-
alirkan sisa air hujan dengan
cepat. Berikut ini cara
penjemuran dengan lantai
jemur :
o Jemur gabah di atas
lantai jemur dengan
ketebalan 5 cm – 7 cm
untuk musim kemarau dan
1 cm – 5 cm untuk musim
penghujan.
o Lakukan pembalikan
setiap 1 – 2 jam atau 4 – 6
kali dalam sehari dengan
menggunakan garuk dari
kayu.
o Waktu penjemuran :
pagi jam 08.00 – jam
11.00, siang jam 14.00 –
17.00 dan tempering time
jam 11.00 – jam 14.00.

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 36


o Lakukan pengumpulan
de-ngan garuk, sekop dan
sapu.

Gambar 11. Pengeringan padi dengan


lantai jemur
(b) Cara penjemuran
dengan alas terpal/plastik
Alas terpal/plastik dapat
juga dipakai untuk alas
penjemuran. Beberapa
keuntungan pengguna-an alas
terpal/plastik adalah :
o Memudahkan
pengumpulan untuk
pengarungan gabah pada
akhir penjemuran.
o Memudahkan
penyelamatan gabah bila

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 37


pada waktu penjemuran
hujan turun secara tiba-
tiba.
o Dapat mengurangi
tenaga kerja buruh di
lapangan.
Berikut cara penjemuran
dengan alas terpal/plastik :

o Jemur gabah di atas


alas terpal/plastik dengan
ke-tebalan 5 – 7 cm untuk
musim kemarau atau 1 – 5
cm untuk musim peng-
hujan.

o Lakukan pembalikan
secara teratur setiap 1 – 2
jam sekali atau 4 – 6 kali
dalam sehari. Pembalikan
di-anjurkan tanpa
mengguna-kan garuk
karena dapat
mengakibatkan alas sobek.
o Waktu penjemuran :
pagi jam 08.00 – jam
11.00, siang jam 14.00 –
17.00, dan tempering time
jam 11.00 – jam 14.00.

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 38


o Lakukan pengumpulan
de-ngan cara langsung di-
gulung.
2) Pengeringan Padi dengan
Pengering Buatan
Pengeringan buatan merupakan
alternatif cara pengeringan padi bila
penjemuran dengan matahari tidak
dapat dilakukan. Secara garis
besar pengeringan buatan dibagi
atas 3 bentuk, yaitu tumpukan
datar (Flat Bed), Sirkulasi
(Recirculation Batch) dan kontinyu
(Continuous-Flow Dryer).
(a) Flat Bed Dryer
Flat Bed Dryer merupakan
mesin pengering yang terdiri
dari:

o Kotak pengering
terbuat dari plat lembaran,
ber-bentuk kotak persegi
panjang dengan ukuran
bervariasi sesuai dengan
kebutuhan. Pada kira-kira
bagian kotak terdapat
sekat/lantai yang berlubang
terbuat dari plat baja

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 39


lembaran, terbagi menjadi
2 ruangan, atas dan
bawah.
o Blower/kipas dan
kompor panas terletak di
sebelah luar kotak
pengering, dihubungkan
dengan cerobong.
o Kompor pemanas
memakai bahan bakar
minyak tanah.
Pengeringan dengan meng-
gunakan Flat Bed Dryer
dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
o Padi yang akan
dikeringkan di tempatkan
pada kotak pengering.

o Api dari sumber panas


akan dihembuskan ke
bagian/ ruangan bawah
dari kotak pegering oleh
blower yang digerakkan
motor peng-gerak.
o Udara panas naik ke
ruang atau kotak pengering

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 40


yang berisi padi melalui
sekat yang berlubang.

o Udara panas akan me-


nurunkan kadar air padi.

Gambar 12. Flat bed dryer


(b) Continuous Flow Dryer
Continuous Flow Dryer me-
rupakan mesin pengering
dengan bagian komponen
mesin yeng terdiri dari kotak
pengering, komponen pemanas
seperti kompor, kipas / blower,
motor penggerak, dan screw
conveyor discharge. Ruangan
plenum terletak di bagian
tengah butiran padi yang akan
dikeringkan. Tingi kotak

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 41


pengering 3 – 5 m. Bagian ini
terbuat dari plat baja lembaran
dan tebalnya 2 – 3 mm.
Pengeringan dengan continuous
flow dryer dilakukan dengan cara
sebagai berikut :

o Cara kerja sama dengan drier


lainnya, namun padi yang akan
dikeringkan diaduk posisinya
oleh screw conveyor.

o Alat ini terdiri dari kotak


pengering vertikal, pemanas
dan dilengkapi dengan screw
conveyor dischange.
o Gabah yang akan dikeringkan
dimasukan pada bagian atas
kotak pengering. Udara
pemanas dihembuskan pada
salah satu sisi kotak pengering
dan keluar lewat sisi yang lain.

o Pada saat pengeringan gabah


terus turun ke bawah dan
dikeluarkan pada bagian bawah
“Screw Conveyor Dischange”
yang terletak pada bagian
bawah kotak pengering.

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 42


Besarnya kecepatan keluarnya
gabah dapat diatur.

Gambar 13. Pengeringan padi dengan


continuous flow dryer

F. Penyimpanan

Penyimpanan merupakan tindakan


untuk mempertahankan gabah/beras
agar tetap dalam keadaan baik dalam
jangka waktu tertentu. Kesalahan
dalam melakukan penyimpanan gabah/
beras dapat mengakibatkan terjadinya
respirasi, tumbuhnya jamur, dan
serangan serangga, binatang mengerat

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 43


dan kutu beras yang dapat menurunkan
mutu gabah/beras. Cara penyimpanan
gabah/beras dapat dilakukan dengan :
(1) sistem curah, yaitu gabah yang
sudah kering dicurahkan pada suatu
tempat yang dianggap aman dari
gangguan hama maupun cuaca, dan (2)
cara penyimpanan menggunakan
kemasan/wadah seperti karung plastik,
karung goni, dan lain-lain.
1) Penyimpanan Gabah dengan
Sistem Curah
Penyimpanan gabah dengan
sistem curah dapat dilakukan
dengan menggunakan silo. Silo
merupakan tempat menyimpan
gabah/beras dengan kapasitas yang
sangat besar. Bentuk dan bagian
komponen silo adalah sebagai
berikut :
(a) Silo biasanya berbentuk
silinder atau kotak segi-empat
yang terbuat dari plat lembaran
atau papan.
(b) Silo dilengkapi dengan sistem
aerasi, pengering dan elevator.

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 44


(c) Sistem aerasi terdiri dari
kipas-kipas angin aksial dengan
lubang saluran pemasukan dan
pengeluaran pada dinding silo.

(d) Pengering terdiri sumber pe-


manas/kompor dan kipas peng-
hembus.
(e) Elevator biasanya berbentuk
mangkuk yang berjalan terbuat
dari sabuk karet atau kulit serta
plat lembaran.
Penyimpanan gabah/beras de-
ngan silo dilakukan dengan cara
sebagai berkut :
(a) Gabah yang disimpan
dialirkan melalui bagian atas
silo dengan menggunakan
elevator, dan dicurahkan ke
dalam silo.
(b) Ke dalam tumpukan
gabah tersebut dialirkan udara
panas yang dihasilkan oleh
kompor pemanas dan kipas
yang terletak di bagian bawah
silo.

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 45


(c) Kondisi gabah
dipertahankan dengan
mengatur suhu udara panas
dan aerasi.

Gambar 14. Penyimpanan gabah


dengan silo
2) Penyimpanan Gabah dengan
Kemasan/Wadah
Penyimpanan gabah dengan
kemasan dapat dilakukan dengan
menggunakan karung. Beberapa
aspek penting yang perlu
diperhatikan dalam penyimpanan
gabah dengan karung adalah :

(a) Karung harus dapat


melindungi produk dari
kerusakan dalam pengangkutan
dan atau penyim-panan.

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 46


(b) Karung tidak boleh
meng-akibatkan kerusakan
atau pen-cemaran oleh bahan
kemasan dan tidak membawa
OPT.

(c) Karung harus kuat,


dapat menahan beban
tumpukan dan melindungi fisik
dan tahan terhadap goncangan
serta dapat mempertahankan
ke-seragaman. Karung harus
diberi label berupa tulisan yang
dapat menjelaskan tentang
produk yang dikemas.

G. Penggilingan

Penggilingan merupakan proses


untuk mengubah gabah menjadi beras.
Proses penggilingan gabah meliputi
pengupasan sekam, pemisahan gabah,
penyosohan, pengemasan dan pe-
nyimpanan. Bagian komponen mesin
penggiling terdiri dari :
1) Motor penggerak

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 47


2) Pengupas sekam biasanya
dipakai tipe roll karet. Terdapat 2
buah roll karet yang berputar
berlawanan dengan kecepatan
putar yang berbeda. Jarak antara 2
roll karet dapat diatur tergantung
jenis gabah yang akan dikupas,
biasanya 2/3 besarnya gabah.
Diameter kedua roll karet sama
bervariasi 300 – 500 mm dan lebar
120 – 500 mm.
3) Pemisah gabah mempunyai 3
tipe yaitu :

(a) separator tipe


kompartmen, merupakan kotak
oscilator terdiri dari 1, 2, 3 atau
4 lapis/dek.
(b) separator tipe dek,
terdiri dari 3 sampai 7 rak
dengan posisi miring, rak
disusun dengan jarak 5 cm.

(c) Separator type saringan,


terdiri dari ayakan saringan
yang bergetar berjumlah 6 – 15
ayakan.
4) Penyosoh

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 48


(a) tipe mesin penyosoh
yang dipakai untuk rice milling
unit adalah tipe jet parlour.
(b) udara dialirkan melalui
poros yang tipis dan lubang
dari tabung.
(c) Dinding heksagonal
yang berlubang membungkus
tabung besi yang berputar.
Jarak renggang dinding
heksagonal dan tabung besi
dapat diatur dengan sekrup.

(d) Unit pembawa/conveyor.

Proses penggilingan gabah dila-


kukan dengan cara sebagai
berikut:
1) Hidupkan mesin
2) Masukkan gabah yang
akan dikupas ke dalam hoper
melalui bagian atas kemudian
masuk diantara kedua rol karet.
3) Atur renggang rol.

4) Hasil pengupasan
berkisar 90% beras pecah kulit
dan 10% gabah, tergantung

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 49


perbedaaan kecepatan putaran
rol. Sekam yang terkupas
terpecah menjadi 2 dan utuh.
Beras pecah kulit yang
dihasilkan tidak banyak yang
retak sehingga bila disosoh
akan memperoleh persentase
beras kepala yang relatif tinggi.

Gambar 15. Mesin Pengupas Kulit


Gabah

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 50


Gambar 16. Mesin Penyosoh

Gamabr 17. Pengemasan dan


penyimpanan beras

III. POLA KERJA KELOMPOK


DALAM PENANGANAN PASCA
PANEN PADI

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 51


Pola kerja kelompok dalam
penanganan pasca panen padi harus
dibuat berdasarkan perencanaan yang
memenuhi persyaratan teknis dan
ekonomis sebagai berikut :
1) Pemanenan dan perontokan
dilakukan oleh regu/kelompok
pemanen.

2) Jumlah pemanen harus dibatasi 1


regu/kelompok pemanen terdiri dari
5 – 7 orang dilengkapi dengan 1
pedal thresher atau 15 – 20 orang
dilengkapi dengan 1 power
thresher. Pemanenan dan
perontokan padi dengan sistem
kelompok perlu terus
disosialisasikan kepada pemanen
dan petani. Penerapan pemanenan
padi dengan sistem kelompok dapat
menekan kehilangan hasil pasca
panen padi. Menurut hasil
penelitian, kehilangan hasil panen
pada sistem kelompok jauh lebih
rendah dibandingkan dengan sistem
kroyokan dan ceblokan.

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 52


IV. STANDARISASI

A. Standar Mutu Gabah

Standar mutu gabah meliputi


persyaratan kualitatif dan persyaratan
kuantitatif.
1) Persyaratan kualitatif
a) Bebas hama dan penyakit
b) Bebas bau busuk, asam atau
bau-bau lainnya
c) Bebas dari bahan kimia seperti
sisa-sisa pupuk, insektisida,
fungisida dan bahan kimia
lainnya
d) Gabah tidak boleh panan
2) Persyaratan kuantitatif mutu
gabah sesuai SNI
Tabel 1. Mutu Gabah

Kualitas
Komponen Mutu
I II III
Kadar air ( % maksimum 14, 14, 14,
) 0 0 0
Gabah hampa ( % 1,0 2,0 3,0

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 53


maksimum ) 2,0 5,0 7,0
Butir rusak + Butir
kuning 1,0 5,0 10,
( % maksimum ) 0
Butir mrngapur + Gabah 1,0 2,0
muda - 0,5 10,
( % maksimum ) 2,0 5,0 0
Butir merah ( % 4,0
maksimum ) 1,0
Benda asing ( %
maksimum )
Gabah Varietas lain
( % maksimum )
Keterangan : Tingkat mutu gabah
rendah (sample grade)
adalah tingkat mutu gabah
tidak memenuhi persyaratan
tingkat mutu I, II dan II dan
tidak memenuhi persyaratan
kualitatif
B. Persyaratan Mutu Beras

Sesuai dengan SNI, persyaratan


mutu beras mencakup :
1) Persyaratan kualitatif
(a) Bebas hama dan penyakit
(b) Bebas bau busuk, asam atau
bau-bau lainnya

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 54


(c) Bebas dari bekatul

(d) Bebas dari tanda-tanda adanya


bahan kimia yang mem-
bahayakan
2) Persyaratan kuantitatif mutu
beras giling sesuai SNI 01-6128-
1999

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 55


Tabel 2. Mutu Beras

No. Kompon MUTU


en Mutu
Satua I II III IV V
n
1 Derajat % 100 10 10 95 85
sosoh 0 0 min min
2 Kadar % 14 14 14 14 15
air
maksim
um
3 Beras % 100 95 84 73 60
kepala mi mi min min
n n
4 Butir % 60 50 40 35 35
utuh
min
5 Butir % 0 5 15 25 35
patah
6 Butir % 0 0 1 2 5
menis
7 Butir % 0 0 1 3 3
merah
8 Butir % 0 0 1 3 5
kuning/r
usak
maks
9 Butir % 0 0 1 3 5

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 56


mengap
ur
10 Benda % 0 0 0.0 0.0 0.2
asing 2 5
11 Butir Btr/ 0 0 1 2 3
gabah 100g

V. SARANA DAN PRASARANA


PENANGANAN PASCA PANEN
YANG BAIK

A. Lokasi

Lokasi bangunan tempat


penanganan pasca panen harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) Bebas dari pencemaran ;
- Bukan di daerah pembuangan
sampah/kotoran cair maupun padat.
- Jauh dari peternakan, industri
yang mengeluarkan polusi yang tidak
dikelola secara baik dan tempat lain
yang sudah tercemar.

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 57


2) Pada tempat yang layak dan tidak
di daerah yang saluran
pembuangan airnya buruk.
3) Dekat dengan sentra produksi
sehingga menghemat biaya
transportasi dan menjaga
kesegaran hasil.
4) Sebaiknya tidak dekat dengan
perumahan penduduk.

B. Bangunan

Bangunan untuk penanganan pasca


panen harus dibuat berdasarkan
perencanaan yang memenuhi
persyaratan teknik dan kesehatan
sesuai dengan :
1) Jenis produk yang ditangani,
sehingga mudah dibersihkan,
mudah dilaksanakan tindak sanitasi
dan mudah dipelihara.
2) Tata letak diatur sesuai dengan
urutan proses penanganan,
sehingga lebih efisien.
3) Penerangan dalam ruang kerja
harus cukup sesuai dengan

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 58


keperluan dan persyaratan
kesehatan serta lampu
berpelindung.
4) Tata letak yang aman dari
pencurian

C. Fasilitas
Sanitasi

1) Bangunan untuk penanganan pasca


panen harus dilengkapi dengan
fasilitas sanitasi yang dibuat
berdasarkan perencanaan yang
memenuhi persyaratan teknik dan
kesehatan. Bangunan harus
dilengkapi dengan sarana
penyediaan air bersih.
2) Bangunan harus dilengkapi dengan
sarana pembuangan yang
memenuhi ketentuan yang
ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
3) Bangunan harus dilengkapi sarana
toilet :

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 59


(a) Letaknya tidak terbuka
langsung ke ruang proses
produksi beras.
(b) Dilengkapi dengan bak cuci
tangan (wastafel).

D. Alat dan Mesin

Alat dan mesin yang dipergunakan


dalam penanganan pasca panen harus
dibuat berdasarkan perencanaan yang
memenuhi persyaratan teknis,
kesehatan, ekonomis dan ergonomis.
Persyaratan peralatan dan mesin yang
digunakan dalam penanganan pasca
panen harus meliputi :
1) Sesuai dengan jenis produk yang
akan dihasilkan
2) Permukaan yang berhubungan
dengan bahan yang diproses
tidak boleh berkarat dan tidak
mudah mengelupas.
3) Mudah dibersihkan dan dikontrol

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 60


4) Tidak mencemari hasil seperti unsur
atau fragmen logam yang lepas,
minyak pelumas, bahan bakar,
tidak bereaksi dengan produk,
jasad renik dll
5) Mudah dikenakan tindakan sanitasi.

E. Wadah dan pembungkus

Wadah dan pembungkus yang


digunakan dalam penanganan pasca
panen harus :
1) Dapat melindungi dan
mempertahankan mutu isinya
terhadap pengaruh dari luar.
2) Dibuat dari bahan yang tidak
melepaskan bagian atau unsur
yang dapat mengganggu
kesehatan atau mempengaruhi
mutu produk.
3) Tahan/tidak berubah selama
pengangkutan dan peredaran.
4) Sebelum digunakan wadah harus
dibersihkan dan dikenakan
tindakan sanitasi.

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 61


5) Wadah dan bahan pengemas
disimpan pada ruangan yang
kering dan ventilasi yang cukup
dan dicek kebersihan dan
infestasi jasad pengganggu
sebelum digunakan.

F. Tenaga Kerja

Tenaga kerja untuk penanganan


pasca panen harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
1) Tenaga kerja harus berbadan sehat.
2) Memiliki keterampilan sesuai
dengan bidang pekerjaannya.
3) Mempunyai komitmen dengan
tugasnya.
4) Sesuai dengan Undang-Undang
Tenaga Kerja

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 62


VI. PELESTARIAN
LINGKUNGAN

A. Rencana
Penanggulangan Pen-cemaran
Lingkungan

Setiap usaha penanganan pasca


panen harus menyusun rencana cara-
cara penanggulangan pencemaran dan
kelestarian lingkungan sebagaimana
diatur dalam :
1) Undang-undang Nomor 23 Tahun
1997 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
2) Peraturan Pemerintah Nomor 27
Tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan.
3) Peraturan Pelaksanaan Analis
Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL).

B. Upaya
Pencegahan Pencemaran
Lingkungan

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 63


Dalam upaya pencegahan
pencemaran lingkungan diperlukan
perhatian khusus terhadap beberapa hal
seperti :
1) Mencegah timbulnya erosi serta
membantu penghijauan di areal
usaha.
2) Menghindari timbulnya polusi dan
gangguan lain yang berasal dari
lokasi usaha yang dapat
mengganggu lingkungan berupa
bau busuk, serangga, tikus serta
pencemaran air sungai/sumur.
3) Setiap usaha penanganan pasca
panen hasil pertanian harus
membuat unit pengolahan limbah
(padat, cair dan gas) yang sesuai
dengan kapasitas produksi limbah
yang dihasilkan.

VII. SISTEM PENGAWASAN

A. Pengawasan

1) Usaha penanganan pasca panen


harus menerapkan sistem

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 64


pengawasan secara baik pada titik
kritis dalam proses produksi untuk
memantau kemungkinan adanya
kontaminasi dan atau kerusakan
mutu.

2) Instansi yang berwenang dalam


bidang pertanian, melakukan peng-
awasan terhadap pelaksanaan
pengawasan manajemen mutu
terpadu yang dilakukan.

B. Sertifikasi

1) Usaha penanganan pasca panen


untuk tujuan ekspor harus
dilengkapi dengan sertifikat.
2) Sertifikat dikeluarkan oleh lembaga
yang berwenang setelah melalui
penilaian dan rekomendasi.

C. Monitoring dan Evaluasi

1) Monitoring dan Evaluasi dilakukan


oleh lembaga yang berwenang di
bidang pertanian di
Kabupaten/Kota.

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 65


2) Evaluasi dilakukan secara berkala
berdasarkan data dan informasi
yang dikumpulkan serta
pengecekan/ kunjungan ke usaha
penanganan pascapanen hasil
pertanian.

D. Pencatatan

Usaha penanganan pasca panen


hendaknya melakukan pencatatan
(recording) data yang terkait dengan
proses produksi yang sewaktu-waktu
dibutuhkan. Data yang perlu dicatat
adalah sebagai berikut :
1) Data bahan baku dan bahan
pendukung
2) Jenis produksi
3) Kapasitas produksi
4) Permasalahan yang dihadapi dan
rencana tindak lanjut

E. Pelaporan

1) Setiap usaha penanganan


pasca panen wajib membuat

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 66


laporan baik teknis maupun
administratif secara berkala (6
bulan dan tahunan) untuk
keperluan pengawasan intern,
sehingga apabila terjadi hal-hal
yang tidak diinginkan, dapat
mengadakan perbaikan/perubahan
berdasarkan pelaporan yang ada.
2) Setiap usaha penanganan
pasca panen harus membuat
laporan tertulis secara berkala (6
bulan dan tahunan) kepada instansi
yang berwenang.

VIII. PENUTUP

Penanganan pasca panen me-


rupakan kegiatan strategis yang
memerlukan partisipasi seluruh
masyarakat. Untuk mengimplementasi-
kan penanganan pasca panen dibutuh-
kan kemampuan teknis dan manajemen
yang baik.
Pedoman ini disusun dalam rangka
memberikan panduan kepada para
petani agar dapat melaksanakan
penanganan pasca panen secara baik

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 67


dan benar. Pedoman ini masih bersifat
umum sehingga perlu dijabarkan lebih
lanjut sesuai potensi dan karakteristik
lokasi menjadi Prosedur Operasional
Standar (POS).

Pedoman Penanganan Pasca Panen Padi 68

You might also like