Professional Documents
Culture Documents
. الحمد هلل الذي بنعمه تتم الص الحات. هللا أكبر وهلل الحمد. الاله االهللا وهللا أكبر3هللا أكبر
أش هد اال ال ه االهللا رب.وأمرنا بعبادت ه وتق واه بامتث ال الم أمورات واجتن اب المنهي ات
وأشهد أن محمدا عبده.المشرق والمغرب ورب العرش والسماوات مدبر كل المجريات
فالللهم صل وسلم وب ارك علي.ورسوله أمره هللا بالنحر بعد الصالة شكرا للنعم والمنات
فياأيه ا, أما بع د.نبي المرحمة والملحمة بعثه هللا بأكمل الشرائع رحمة لجميع المخلوقات
. الناس اتقوهللا وعظموا شعائره وذلك من تمام القربات
Alhamdulillah, kembali Allah SWT mempertemukan kita di tempat yang mulia ini dalam
rangka menta’zhimkan syi’ar agamaNya. Bertakbir mengagungkan asmaNya, ruku’ sujud
bertaqarrub serta bersyukur atas segala karuniaNya, kemudian akan dilanjutkan dengan
menyembelih kurban, sebagai manifestasi ketaatan terhadap perintahNya, meneladani
RasulNya serta memperingati peristiwa pengorbanan khalilullah Nabi Ibrahim dan Ismail
’alaihimassalam.
Sesungguhnya ada hubungan yang kuat antara pelaksanaan shalat ‘iedul adha,
penyembelihan qurban, dengan eksistensi kita bahkan masa depan kita sebagai umat
beriman. Sebagaimana digambarkan dalam Surah al Kautsar:
INNA A’THAINAKA AL KAUTSARA
FASHALLI LIRABBIKA WANHAR
INNA SYANI-AKA HUWAL ABTAR
Surat Al Kautsar sungguh memberi kabar gembira kepada umat akhir zaman. Betapa
Allah SWT yang Maha Rahman telah memuliakan junjunan alam Muhammad saw
dengan pelbagai karunia ”al kautsar”. Yaitu: al khairul katsir (kebaikan yang banyak), al
Islam, al Quran, katsratu al ummah, al itsar, dan ”rif’atul dzikri” di dunia ini kemudian
telaga al Kautsar di akhirat kelak. Itu semua sudah Allah karuniakan kepada nabi kita
Muhammad saw. Sedang bagi kita selaku ummat beliau, semua itu merupakan ”busyra”
kabar gembira, bahwa jika kita memenuhi syaratNya maka semua karunia itu pun
disediakan bagi kita. Syaratnya hanya dua saja, yaitu menunaikan shalat karena ”tha’atan
wa taqarruban”, dan menyembelih binatang nahar karena ”syukran” atas nikmat Allah
yang tak terhitung satuan maupun jumlahnya. Dengan memperbanyak shalat yang juga
bermakna do’a dan banyak berkorban (tadlhiyah), nikmat dan karunia dari Allah tidak
akan pernah berkurang bagi yang melaksanakannya. Justeru dengan jalan itu, karunia
Ilahi akan terus ditambahkan sepanjang jalan shalat dan pengorbanan. Jalan yang
memastikan masa depan yang menjanjikan kebaikan, kemajuan dan kebahagiaan.
1
Allahu Akkbar 3 X walillahilhamd
Tetapi sebaliknya, apabila jalan shalat dan pengorbanan itu tidak ditempuh, karena
memperturutkan kemalasan dan kebakhilan, maka Allah tegaskan ”INNA SYAANIAKA
HUAL ABTARU”.
Artinya apa, disebabkan keengganan mengikuti sunnah Rasulullah saw berupa
penunaian shalat dan kurban, maka ”al abtaru” keterputusan aliran rahmat Allah SWT
telah menjadi ketetapan. Suatu gambaran masa depan yang suram, sebab tanpa rahmat
Allah maka kegelapan lahir batin telah menanti. Kegelapan individual kemudian
kegelapan sosial menjadi tak dapat dihindari. Na’udzubillahi min dzalik..
2
SHALATI WA NUSUKI WA MAHYAYA WA MAMATI LILLAHOI RABBIL
‘ALAMIN LA SYARIKA LAH.
Kita diperintahkan untuk bertaqarrub kepada Maha Pencipta dengan shalat serta ‘ubudiah
yang lain, dan bertaqarrub kepada Allah dalam segala aktivitas hidup ini.
3
karakter masyarakat dan bangsa yang beradab. Seorang pemimpin sejati akan lebih kuat
tarikannya pada kekitaan untuk memikirkan masyarakatnya daripada tarikan pada ke
akuan untuk semata memikirkan kepentingan diri sendiri. Untuk kemaslahatan kita
pemimpin rela mengorbankan akunya jika diperlukan. Demikian halnya dengan
negarawan, menempatkan akunya dalam ke kitaaan. Itulah yang dicontohkan oleh
baginda Rasulullah saw, sebagai sosok pemimpin yang datang dari kita ”min anfusikum”,
penuh perhatian pada kita ”’azizun ’alaihi ma ’anittum”, selalu konsen kepada
kepentingan kita ”harishun ’alaikum”, dan secara adil/proporsional memberi kasih
sayangnya kepada semua ”bil mukminina raufurrahim”.
Hanya satu pisau analisis yang mampu memosisikan dan memahami masalah yang ada
secara mendasar dan tepat. Yaitu analisis mental dan moral manusia. Secara mental ada
kerusakan yang serius, yaitu hilangnya kejujuran ”al shidqu”, dan diputusnya ketertautan
antara apa yang diperbuat di dunia ini dengan kesadaran terhadap negeri akhirat. Dengan
absennya kejujuran maka yang menggantikannya adalah kedustaan ”al kadzibu”.
Bermula dari dusta antar personal kemudian berkembang menjadi kedustaan publik
bahkan bisa merambah jadi kedustaan institusional. Kalau sudah begitu, tidak ada lagi
orang yang mau mengakui kesalahan malah justeru menyalahkan pihak lain, dan ujung-
ujungnya mengorbankan pihak lain demi membela akuisme personal atau egoisme
lembaga. Pada alur ini cara-cara rekayasa, penjebakan, pengerdilan dan boleh jadi
kriminalisasi menjadi pilihan yang dijalani.
Dalam konteks ini Rasulullah saw telah memberikan peringatan dengan sabdanya:
”Hati-hati dengan dusta, sebab dusta akan membawa pada perbuatan dosa, dan perbuatan
dosa akan menyeret ke naraka. Seseorang berulang kali berdusta hingga terbentuk sifat
dan dituliskan sebagai pendusta” (Riwayat Muslim)
4
secara ikhlas, begitu pun sebaliknya. Prahaha rumah tangga hanya buah dari keakuan
yang diperturutkan oleh seorang suami atau isteri. Gara-gara egoisme sektoral maka
sinergi antar lembaga sosial atau pemerintah akan berantakan, perundingan akan dead
lock, yang menjadi konsen masing-masing pihak adalah mencai titik lemah dan
melemahkan pihak yang lain.
Egoisme personal atau sektoral jika dikembangkan akan mengemuka dalam tiga sikap
yang destruktif, sebagaimana disebutkan dalam Atsar Umar bin Khatthab. Yaitu:
”shuhhun mutha’un” sikap pelit yang menggerus rasa empati terhadap sesama; ”hawan
muttaba’un” yakni hawa nafsu selera rendah yang diikuti sehingga makin jauh dari
idealisme bahkan kewajaran sekalipun; dan ketiga ”dunyan mu’tsarah” yaitu kepentingan
duniawi yang terus dikejar. Dalam konteks itu semua bukan lagi nilai yang menjadi acuan
atau norma yang jadi rujukan, melainkan ”i’jabu dzirra’yi bira’yihi” kepongahan orang
dalam mempertahankan/membela pendapatnya sendiri. Konsultasi diabaikan dan
musyawarah dilecehkan dengan teknik-teknik manipulatif.
Faktor-faktor itu oleh sahabat Umar disebut ”al muhlikat” yakni faktor-faktor penghancur
dalam kehidupan masyarakat. Kalau satu dari empat penyakit mental dan moral tersebut
sudah merusak, bagaimana jika keempat-empatnya sekaligus telah menimpa kalangan
masyarakat kita. Di bawah selimut awan pekat egoisme dan pelbagai bentuk rekayasa
dan kebohongan, pesimisme di tengah-tengah masyarakat terus menyeruak melontarkan
tanda tanya: masih adakah harapan akan keadilan, kejujuran dan ruang ASA bagi sebuah
masa depan yang lebih baik ?
Mari kita sadari betapa Allah telah memberi kita dengan karuniaNya yang banyak.
Sebagai makhluk yang tahu berterima kasih, marilah kita mendekat kepada Allah .
Jangan pernah tinggalkan shalat, perbanyak shalat sunat dan syukur nikmat. Mari belajar
berempati kepada sesama dengan sebentuk tadlhiyah (pengorbanan), moral dan/atau
material. Mari syi’arkan ’idul qurban ini dengan menyaksikan, membantu atau juga
menyembelih seekor hewan kurban, demi memenuhi seruan Allah, meneladani
Rasulullah, memperingati pengorbanan kekasih Allah Nabi Ibrahim & Ismail
’alaihimassalam, dan untuk belajar berempati terhadap saudara-saudara kita yang kurang
mampu.
5
Seseorang menjadi besar karena jiwanya besar. Tidak ada jiwa besar tanpa jiwa yang
punya semangat berkorban. Berkat ruhul badzli wal tadlhiyah wal mujahadah/spirit
berbagi, berkorban dan berjuang, ummat ini telah menjadi ummat yang besar, bergensi
dan disegani dunia dalam sejarahnya. Mari kita kembalikan kebesaran serta gensi ummat
ini dengan menyemai semangat memberi, berkorban dan mujahadah pada diri dan
keluarga kita.
Do’a:
اللهم أعز االسالم والمسلمين بعزتك وأذل الشرك والكفر بقوتك وارحم المستضعفين
برحمتك
... اللهم أصلح لنا ديننا الذي هو عصمة أمرنا وأصلح لنا دنيانا التي اليها معادنا
الاله اال أنت سبحانك إنا كنا من الظالمين
... ربنا هب لنا من أزواجنا
... ربنا اغفر لنا وإلخواننا الذين سبقونا باإليمان