You are on page 1of 45

Antologi Puisi Digital

Abad Burung Gagak di Tanah Palestina

ASPeG
(Aksi Sastra Peduli Gaza)

Pengumpul Puisi & Desain Cover


Rory Aksara

Editor dan Tata Letak


ARAska Banjar

Hak Cipta Antologi Puisi Digital ASPeG


Komunitas Lintas Aksara
(Lintas Angkatan Seni dan Sastra)

Edisi Pertama Versi Digital


Juni 2015

Didukung oleh
Prasasti Pena
(Komunitas Wartawan Seni Budaya & Pendidikan)

Antologi Puisi Digital


Abad Burung Gagak di Tanah Palestina
ASPeG
(Aksi Sastra Peduli Gaza)

Daftar isi puisi dan penyair

Noda di Bumi Nabi


Agatha Qyara Annabella di Banjarmasin
ASPeG 01

PAKET LEBARAN TELAH TIBA DI PALESTINA


Ali syamsudin Arsy di Banjarbaru
ASPeG 02

BILA LAGI
Andi Jamaluddin di Tanah Bumbu
ASPeG 04

Awan Hitam di Palestina


Awaludin di Banjarmasin
ASPeG 05

FRAGMEN DOA UNTUKMU


En Kurliadi NF di Bekasi
ASPeG 06

Dari Dalam Televisi


Gustu Sasih di Nusa Tenggara Barat
ASPeG 07

Sebongkah Senyum untuk Palestina


Haitami di Banjarmasin
ASPeG 08

Tak Lelahkah Kau


Heri Surahman di Banjarmasin
ASPeG 09

Cucuran Darah Kehancuran


Iberahim di Barabai
ASPeG 10

Malaikat Kecil
Iin Parlina di Banjarmasin
ASPeG 11

Gaza mlam ini, pagi itu, dan besok


Ikhwan Juli Kifwanto di Tanjung
ASPeG 12

Sebutir Peluru di Atas Kotaku


I Putu Supartika di Bali
ASPeG 13

TENTANG GAZA, TENTANG INDONESIA


Lasinta Ari Nendra Wibawa di Jepara
ASPeG 14

Bendera Hitam di Ufuk Barat Gaza


Muhammad Adha Trisna Sampurno di Banjarmasin
ASPeG 15

Aksara di Atas Kertas


Muhammad Asrori di Banjarmasin
ASPeG 17

Rampasan Tanah Suci


M Daffa Ibnurasy P di Banjarmasin
ASPeG 18

Guyuran Hujan Peluru Langit Gaza


M Nur Prayoga di Barito Kuala
ASPeG 19

ELEGI GAZA
M Radhite Nor Rizki di Banjarmasin
ASPeG 20

Abad Burung Gagak


Rezqie Muhammad AlFajar Atmanegara di Banjarmasin
ASPeG 21

Tonggak kemenangan negeri Palestina


Norma Amelia di Banjarmasin
ASPeG 22

Harapan Jiwa
Nur Adam Setia Hadi di Banjarbaru
ASPeG 24

EPISODE GAZA
Nurul Hidayah di Alabio
ASPeG 25

Hujan Asam
Ricki Ade Kurnia di Banjarmasin
ASPeG 26

Tangisan Gaza
Sari di Banjarmasin
ASPeG 27

JALUR GAZA
Sujudi Akbar Pamungkas di Kotawaringin Timur
ASPeG 28

Selimut Darah
Syaifullah di Banjarmasin
ASPeG 29

Mimpi yang tak mampu di beli


Syarif Hidayatullah di Banjarmasin
ASPeG 30

GAZA MEMBARA LUKA


Taberi Lipani di Barabai
ASPeG 31

Untaian Doa
Triana Swastikasari di Banjarmasin
ASPeG 32

Epilog

Bocah-bocah kecil Gaza


ARAska Banjar di Banjarmasin
ASPeG 33

Antologi Puisi Digital


Abad Burung Gagak di Tanah Palestina

Prolog
Proses pengumpulan puisi dimulai dari 1 Agustus 2014 melalui email puisi.gaza@gmail.com.
Berbagai kendala membuat antologi puisi ini baru bisa diselesaikan pada Juni 2015.
Seperti proses kemerdekaan Palestina sendiri yang melalui jalan panjang penuh penderitaan.

Kepedulian walau hanya melalui kata


Tapi pena lebih tajam daripada pedang
(ARAska Banjar)

ASPeG
(Aksi Sastra Peduli Gaza)

Agatha Qyara Annabella

Noda di Bumi Nabi


Cakrawala meredup mengelabu sendu
Hamparan jasad tak bernyawa membusuk
Cucuran darah mengaliri bumi nan suci
Hilangnya asa diujung aliran nadi
Jerit pilu memekik di antara puing
Sirna diredam gemuruh bising
Seraka marah memupuk memuncak
Tersayat pilu meretak rusak
Di ujung umur dunia nan porakporanda
Sekian banyak doa teralun merdu
Ikrar janji menyatukan tekad merdeka
Estafet perjuangan berkelanjutan tiada berujung
Menguntai harapan di ujung sepi
Merajut doa dalam bias rindu
Mengukir mimpi berkawan lara
Mengharap anugerah Penguasa buana

Agatha Qyara Annabella, Pelajar SMA


Negeri 7 Banjarmasin angkatan 2014. Ia lahir
pada 29 Agustus 1999, di Kota Banjarmasin,
Provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia.

Ali syamsudin Arsy

PAKET LEBARAN TELAH TIBA DI PALESTINA


laporan terakhir bahwa lebaran di Palestina
ternyata banyak kembang api
yang mudik melewati angkutan udara
dan mendarat dengan suka cita
di atas puing-puing batu bata beton bangunan
yang seketika itu juga menimbun sanak saudara
saat mereka mengucapkan
allahu akbar allahu akbar allahu akbar,
sekilas info mudik lebaran
di salah satu sudut bangunan yang porak-poranda,
tak lama setelah itu kain-kain kapan warna putih pun keluar
dari hiruk pikuk orang-orang dengan bersama-sama menyerukan,
"Kita telah mendapat paket lebaran
dari orang-orang yang sangat mencintai hidup kita
dan akan merencanakan lebih banyak lagi paket dijatuhkan
dengan suka-cita dari sarang-sarangnya nun jauh
dari jangkauan kemampuan kita
karena kita tak bisa bersuara
bahkan sangat luar biasa
banyaknya paket lebaran tahun ini seperti kita
dengan sangat tergesa-gesa menguburkan saudara remaja kita
orang tua kita bahkan anak-anak kecil kita
yang semuanya mengingatkan kita
kepada perjuangan hidup bayi-bayi di dalam tabung
hingga akhirnya aliran listrik ke rumah sakit pun sudah tak ada
dan paket lebaran tahun ini adalah yang paling meriah,"
dan suara dentuman semakin ramai saja
debu-debu memisahkan diri tercerai-berai
sama halnya dengan pecahan anggota tubuh
tangan kanan ke bagian pintu rumah
bagian kuping melayang jauh menampar tembok
patah tulang kaki menuju lurus kaca jendela
kulit terkoyak di sisi kiri
kepala melayang melengkung lambai-lambai
ke bagian lemari baju yang bersamaan waktunya
tak dapat lagi dikenali ini baju siapa
yang itu celana siapa
dan di setumpuk kain lain sangat sulit membedakan
mana selimut dan yang mana tulang-tulang bagian dada,
"Lihatlah ujung roket itu datang tepat di atas kepala kita,
ayo melompatlah ke bagian sisi kiri dan kanan
karena di muka kita bentangan kawat pagar berduri,
hati-hati kaki kalian jangan sampai tersentuh olehnya,
ujung wajah roket itu sebagai bagian dari kiriman paket lebaran

sungguh membuat kita sangat sulit bernapas


dan sangat sulit membedakan antara kiriman ampau
ataukah hanya mainan anak-anak di kota lain
yang kini dengan ceria tertawa
bahkan kita dijadikan bahan tontonan belaka
allahu akbar allahu akbar allahu akbar
gema suara melangit di udara lepas selepas-lepasnya,
" debu-debu batu-batu dalam laporan terkini
telah menyambut kiriman paket lebaran,
"Telah sampai dengan selamat
dan meledak sesuai dengan rencana
di salah satu pusat komunikasi
juga rumah sakit dan pembangkit listrik,
bahkan tidak lama lagi akan datang di pusat-pusat perbelanjaan
dan pusat-pusat pengolahan air minum untuk semua warga,
tanpa kecuali,
yang jelas paket selalu saja mengobarkan api
dan pecahan rintih serta jerit kematiannya,"
tak punya banyak warna di dalam paket lebaran tahun ini
hanya ada sebuah kata
bahwa tanah kita sedang sulit menolaknya

Ali Syamsudin Arsy, lahir di Barabai, Kabupaten


Hulu Sungai Tengah, Provinsi Kalimantan Selatan,
Indonesia. Kini tinggal di Jl Perak Ujung, No 16,
Loktabat Utara, Kota Banjarbaru, Provinsi
Kalimantan Selatan, 70712.
Sejak tahun 2003 hingga sekarang telah
melakukan perjalanan panjang di setiap
kabupaten/kota seluruh wilayah Kalimantan
Selatan
Puisi-puisinya dimuat dalam beragam media
massa cetak, dan dalam puluhan antologi bersama
di Kalimantan Selatan, maupun di luar daerah.
Serta menulis cerpen dan esai, dalam
perkembangannya kini Ali Syamsudin Arsy lebih
banyak menulis karya sastra yang ia sebut sebagai
Guman.
Ada 6 buku Gumam yang telah ia buat,
yaitu Negeri Benang Pada Sekeping Papan ( Januari
2009), Tubuh di Hutan Hutan (Desember 2009),
Istana Daun Retak (April 2010), Bungkam Mata
Gergaji (Februari 2011), Gumam Desau (2013),
dan Cau Cau Cua Cau (2014).

Andi Jamaluddin

BILA LAGI
mendengar jerit daun-daun mengering
yang jatuh di halaman
seperti disayat sembilu
di jaringan empedu
pedih berkulai debu
bahkan terinjak-injak hujan
tengah malam
pohon makin tinggi meranggas kerimbunan daun
pada ranting yang tiada tangis lagi
anginpun makin angkuh
di kejauhan, senandung darah
menyiram ladang-ladang
dari ketandusan rasa
daun-daun tak ada daya
meski menjerit selengking langit
wahai, Palestina
anak-anak dan perempuan menjadi menara
meneriakkan pohon tempat mereka berteduh
meranggas
adalah penantian setetes air
menyiramkan dahaga
bila lagi daun-daun hijau
teduhkan halaman
merenda rindu
pada noktah senyuman.
Pagatan, 08-09-2014.

Andi Jamaluddin AR AK, lahir pada 14 Februari, tinggal di Jl


Karya II, Rt 03, Desa Batuah, Pagatan, Kecamatan Kusan Hilir,
Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia.
Email andijarak_64@yahoo.com.
Ia mulai aktif menulis sejak awal 80an, terutama puisi dan
cerpen. Antologi puisi tunggalnya antara lain Kehidupan, Domino,
Losmen, Matahariku, Pidato Seekor Kakap, Zikzai, Wasi, Seribu
Sungai Paris Barantai, Tarian Cahaya di Bumi Sanggam, Konser
Kecemasan, Tragedi Buah Manggis, Sungai Kenangan, Bentara
Bagang, Bait-Bait 7 Februari, dan Tadarus Rembulan.

Awaludin

Awan Hitam di Palestina


Awan hitam kelam
Mewarnai langit yang tak lagi berbintang
Cahayanya menjadi redup
Tak menyinarkan lagi kemilau kehidupan
Semua tinggal kenangan yang tak kan hilang
Tak akan terlupakan
Seumur hidup mereka, saudara kita di Palestina
Mereka tak lagi bisa mengecap rasa manisnya kehidupan
Menjadi kelabu
Setiap detik waktu berjalan
Hanyalah tangisan
Menyisakan penderitaan yang tak berujung
Kini mereka rapuh tak berdaya
Tetesan air mata sudah mongering
Tetesan darah mengalir deras
Mengantarkan jasad ke rumah Tuhan

Awaludin, lahir pada 5 April 1989 di Lok Baintan. Ia tingal di Jl Lok Baintan, RT 3, Kecamatan Sungai
Tabuk, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia.

En Kurliadi NF

FRAGMEN DOA UNTUKMU


Doa-doa yang panjang
sepanjang perjalanan urat nadi
di tepi sebuah pengungsian
dan darah-darah yang bercucuran
di tepian tigris
dentuman peluru, sebuah cerita
yang miris untuk kusebut
dalam setiap nada doaku
di sini, aku melihatmu saudaraku
yang sedang berjuang demi tanah surga
dari kaki dan mata israel yang iblis
bocah kecil dengan bunga di tangannya
dibantai, dibunuh tanpa air mata.
debu-debu menjadi saksi
tentang dirimu yang berjihad
ditanah terakhir, tempat kita
memulai ritual mengantar sebilah doa
ke ujung surga
yang akan kau jadikan tempat berteduh
sampai darahmu merah didarahku
bekasi, 2012

En kurliadi NF adalah nama pena dari Kurliadi, lahir di Kepulauan


Giligenting Sumenep Madura, salah satu alumni Pondok Pesantren
Mathaliul Anwar. Ia berdomisili di Kelurahan Kranji Bekasi Barat,
Hp 087780260722, email kurliadi.nf@gmail.com , Fb
www.facebook.com/kurliadi.kurliadi
Beberapa karyanya juga pernah dipublikasikan di media
massa seperti Horizon, Kuntum,Radar Madura , Waspada, Kabar
Madura, Bulletin Jejak, Riau Pos. Antologi bersamanya; nyanyian
langit (2006), nemor kara (2006), ayat ayat ramadhan (2012),
selayang pesan penghambaan (2012), dialog tanian lanjheng (2012).

Gustu Sasih

Dari Dalam Televisi


ya, dari dalam televisi,
kau datangi aku dengan wajah muram,
semuram lukisan Gogh.
itu pertanda dihamparkannya lagi luka baru ke tanah kelahiranmu.
sebagai saudara yang dimukimi sepikul luka yang kau derita tahun ke tahun,
hanya bisa kukirim doa panjang-panjang kepada-Nya,
yang di dalamnya aku tanyakan kapan tiba pertolongan Tuhan yang dijanjikan firman
di setiap mili bagian tubuhku,
ada nyala api tumbuh,
dibawa burung-burung yang datang dari dalam kitab suci.
detak jarum jam makin dekat saja ke telinga.
sedang aku makin hilang daya mendapati segurun luka meluas di sekujur tubuhmu
ya, bagaimana mungkin aku bisa menyuap menu makan pagi,
jika dari dalam televisi,
kau datangi aku dengan wajah berlumur darah
Mataram, 2014

Gustu Sasih, lahir pada 1988 di Lombok Barat, Nusa


Tenggara Barat.
Puisi-puisinya dimuat di Jawa Pos, Suara
Merdeka, Mimbar Umum, Majalah JOe Fiksi, Majalah
Ekspresi, Jurnal Santarang, Buletin Pawon, Buletin
Jejak, Buletin Keris, Banjarmasin Post, Riau Pos, Bali
Post, Pos Bali, Suara NTB, Tanjungpinang Pos, Batak
Pos, Lombok Post, Satelit Post, SKH Mata Banua,
Radar Banten, Radar Bekasi, dan lain-lain

Haitami

Sebongkah Senyum untuk Palestina


Burung burung camar menari di atas bumimu
Langit bernyanyi merdu di kelam senjamu
Wahai kebebasan dimana gerangan Engkau berada?
Aku di sini tertatih, mengorbankan setiap ringkih
Dosa, air mata, cinta, dusta, harta
Semua lenyap di curi oleh pria pria bersenjata
Apa lagi yang tersisa untuk kami?
Kami hanya bisa tersenyum
Saat negeri kami dilanda duka
Saat anak anak kami dicuri entah kemana
Saat gedung gedung kami hancur tak tersisa
Hanya debu menjadi kawan yang baik di kala suka
Di kala sebongkah senyum merekah untuk negeri kami
Palestina!

Haitami, lahir dua puluh tiga tahun silam. Pernah mengenyam


pendidikan di STKIP PGRI Banjarmasin, jurusan PBSID pada 2009.
Email haitami22@gmail.com atau blog
http://Haitami44.wordpress.com.
Karyanya yang pernah dimuat di media lokal atau nasional
antara lain Cerpen Lelaki Bermata Merah Saga (Mata Banua, 2014),
dan Puisi Aku Bukan Penyair Besar (Mata Banua, 2014). Serta dalam
Antologi Cerpen Nek Klewek (Divapres, 2011), Antologi Cerpen
Cinta Pertama (GPM, 2012),.

Heri Surahman

Tak Lelahkah Kau


Masih!
Pelangi cumbu malam.
Merona nyala warna membakar.
Bangkai pengikut Sulaiman,
lebur rutuk mengutuk.
Sementara semesta rahim kita,
gumam koar tawa terbelalak.
Lalu sedih?
Wangi mesiu cipta pelangi.
Tak lelahkah kau...,
saudaraku..,
cipta tubuhmu tanah.
Mengapa kau ciptakan debu.
Dan ras agama pun terikat.
Tak lelahkah kau,...
Bangkai pengikut Sulaiman dan semesta pun rutuk mengutuk.

Heri Surahman lahir di Bangun Harjo, 17Agustus 1990. Pria lulusan STKIP PGRI Banjarmasin ini, kini
menjadi pengajar di SMAN 5 Banjarmasin.

Iberahim

Cucuran Darah Kehancuran


matahari kini kian pilu mendengar kabar
bumi Gaza dalam kehancuran dan kebinasaan
binar cahayanya tak henti menangis
melihat gelimpangan mayat tak berdosa
sahara ini pun tak sanggup lagi
menahan derasnya darah kehancuran
jatuh bercucuran tiada henti
menggenang di reruntuhan bangunan
tak ada lagi mengeluarkan
senyum kekokohannya
bianglala terlukis indah
di bola mata saudaraku
sekarang terlihat pudar pasi
terhapus airmata darah kesedihan
O, Tuhan
biarkanlah aku hanyut bersama puisi kedukaanku ini
serta tuntunlah saudara-saudaraku ke taman surga firdausMu
bahkan tak kan pernah habis memancarkan cahaya kedamaian
dalam naungan kemaha besaranMu
Banjarmasin, 27 Agustus 2014

Iberahim, lahir di Barabai (Desa Sungai Rangas)


kabupaten Hulu Sungai Tengah, pada 17 September
1996, bergabung angkatan pertama sanggar Buluh
Marindu, selama di Sanggar Buluh Marindu bakat
bersastra dan teater semakin terasah tajam di bawah
bimbingan tangan dingin sastrawan-sastrawan
Kalimantan Selatan.
Di awal 2014, menyemat sebagai Pemain Aktor
Terbaik dan Juara 1 Teaterikalisasi Puisi dalam Festival
Lomba Teaterikalisasi Puisi se-Kabupaten Hulu Sungai
Tengah. Bersama Sanggar Buluh Marindu telah pentas
diberbagai kabupaten di Kalimantan Selatan, diantara
Roadshow Puisi Menolak Korupsi di Kota Amuntai, dan
kerab berhadir di acara bulanan Poetry in Action at
Mingguraya Pembacaan Puisi di Panggung Bundar
Mingguraya, Banjarbaru.
Kini tinggal di Barabai kabupaten Hulu Sungai Tengah tepatnya di desa Sungai Rangas RT.002
RW.002. Facebook Ibrahim Affelay, Email iberahimibnumuslim@yahoo.com.

Iin Parlina

Malaikat Kecil
Sosok-sosok mungil itu berdarah-darah
Sosok-sosok mungil itu menganga
Sosok-sosok mungil itu terbelalak
Sosok-sosok mungil itu terbujur kaku
Sosok-sosok mungil itu tergeletak beralas lantai pasir kelam
Mereka, seolah sampah yang terbuang tiada berarti
Sosok-sosok mungil itu harusnya ceria
Sosok-sosok mungil itu harusnya menikmati dunia
Mereka, adakah yang perduli ?
Sosok-sosok mungil kini memiliki sayap
Sosok-sosok mungil bercanda tersenyum gembira
Sosok-sosok mungil menikmati bahagia
Mereka; Malaikat kecil penghuni syurga
(untuk kalian, wahai anak-anak Palestina dan Gaza yang menjadi korban perang)
Banjarmasin, 11 Juli 2014

Iin Parlina yang biasa dipanggil dengan Lina, lahir pada 8 Juli 1990 di Barabai. Mahasiswi STKIP PGRI
Banjarmasin angkatan 2011/2012. Facebook Lina Ciehikaru, Email Iin_lina08@yahoo.co.id.

Ikhwan Juli Kifwanto

Gaza mlam ini, pagi itu, dan besok


Gaza malam ini pekat berselimut kematian
Gaza pagi itu samar juga dirangkul kematian
Gaza besok akankah masih dingin, bercumbu dengan kematian
Siapa yang syahid malam ini saudaraku?
Siapa yang syahid malam ini?
Begitu cintakah kematian dengan anak-anak Gaza?
Begitu sayangkah kematian dengan wanita-wanita Gaza?
Mungkinkah ini takdir yang tertulis
atau hanya nasib manis mati di tangan Zionis bengis
Gaza malam ini pekat berselimut kematian

Ikhwan Juli Kifwanto lahir di Pelaihari, 31 Juli 1986. Alamat


Tabalong. Pekerjaan Guru Bahasa Indonesia.

I Putu Supartika

Sebutir Peluru di Atas Kotaku


Sebutir peluru tanpa malu-malu melesat di atas kotaku
Kota Palestina tempatku berpijak
Peluru itu menderas lewat
Tak bermata
Ia buta
Sebutir peluru biadab melesat di atas kotaku
Kota kebanggaanku Palestina
Menghujam dada anak-anak tak berdosa
Melumpuhkan kaki-kaki yang tegak
Menembus ganas kepala-kepala tak berpelindung
Memuncratkan darah yang kehilangan warna
Sebutir peluru tanpa keadilan melesat di atas kotaku
Kota kehidupanku Palestina
Membabi buta tanpa kasih sayang
Tak kenal waktu
Malam larut bulan mati
Siang terik matahari garang
Peluru itu tetap melesat
Melewati musim
Membunuh masa depan anak-anak
Mengubur impian yang tergantung di kepala
Peluru-peluru tanpa tangis air mata
Ia ganas
Ia bengis
Tak goyah untuk menghujam
Tak malu untuk melumpuhkan
Ya Tuhan, sebutir peluru melesat di langit di atas kotaku
Kota kebanggaanku
Jinakkan peluru itu Tuhan
Hentikan geraknya
Buat peluru itu menangis
Tumbuhkan penyesalan pada tubuh peluru itu, ya Tuhan
Jangan biarkan hari-hari kami terusik desing peluru
Jangan biarkan kami terjaga malam-malam karena suara keras dari moncong senapan yang melesatkan pelurunya.
Singaraja, Agustus 2014

I Putu Supartika lahir di Desa Selumbung pada 16 Juni 1994. Tinggal di Jl Kakak
Tua, No 4, Kelurahan Kaliuntu, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng, Bali.
Saat ini sedang menempuh studi S1 Jurusan Pendidikan Matematika di
Universitas Pendidikan Ganesha (UNDIKSHA) Singaraja.
Email putu.supartika@gmail.com

Lasinta Ari Nendra Wibawa

TENTANG GAZA, TENTANG INDONESIA


hasbunallah wa ni'mal wakil
ni'mal maula wa ni'man nashir
telah tiba saat di mana sejengkal tanah
harus ditebus dengan tumpahan darah
sebab wajah-wajah perompak
mulai kelihatan berlagak
apalagi yang perlu ditunggu
setelah bertamu meriam-peluru
ke rumah-rumah dan masjidmu
ke wajah anak-istrimu
selain dengan membalasnya
selain dengan mengangkat senjata
sebab di negeri sendiri kami tak bisa apa-apa
selain berdoa, mengutuk, dan meratapi saja
di sini kami juga senantiasa sibuk berlaga
melawan musuh yang tak nampak di jalan raya
juga tak bersembunyi di tengah rimba
tapi membuat kami sekeluarga sengsara
di negeri ini kami juga mengucurkan tetes darah
dari belati yang kami tancapkan di urat nadi
di negeri ini kami meratapi jutaan hektar tanah
yang kami jual-lepas sendiri
Surakarta, 2014
* hasbunallah wa ni'mal wakil ni'mal maula wa ni'man nashir, artinya Cukuplah Allah menjadi Penolong
kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.

Lasinta Ari Nendra Wibawa ST, lahir di Sukoharjo, 28 Januari 1988. Menulis puisi,
cerpen, geguritan, karya ilmiah, dan esai.
Alumnus mahasiswa Teknik Mesin UNS ini bekerja sebagai perekayasa
(mechanical engineer) di Balai Produksi dan Pengujian Roket-Lembaga Penerbangan
dan Antariksa Nasional (LAPAN). Bertempat tinggal di Jalan Kerinci 5 RT 4/VI,
Demaan, Jepara 59419. Facebook www.facebook.com/lasinta.wibawa.
Puisinya dimuat di berbagai media, juga dimuat dalam antologi bersama;
Senarai Diksi (2014), Sepucuk Angin Merah (2014), Negeri Langit (2014), Sebab
Cinta (2013), Terpenjara di Negeri Sendiri (2013), Amarah (2013), Diverse (2012),
Flows into the Sink into the Gutter (2012), Ayat-ayat Rindu (2012),
Jembatan Sajadah (2012), Puisi Adalah Hidupku (2012), Karena Aku Tak Lahir dari Batu (2011), Sebatang
Rusuk Untukmu (2011), Menolak Lupa (2010), Hujan Cinta (2010), dan Phantasy Poetica (2010). Pernah
meraih juara 1 lomba menulis puisi Palestina (2013) dan mengenang Chairil Anwar (2010). Buku puisinya,
Alpha Centauri (Shell, 2012) menjadi referensi di Library of Congress, Cornell University, Michigan, USA.

Muhammad Adha Trisna Sampurno

Bendera Hitam di Ufuk Barat Gaza


Bismillah.
Di kala malam telah pergi,
fajar datang merangkak bersama cahaya di langit pagi.
Langit kala itu penuh dengan emosi,
dentuman peluru bersahutan dari sisi ke sisi,
ledakan demi ledakan menjadi santapan setiap hari.
Aku menyaksikan dengan jelas semuanya,
di saat bubuk mesiu menari di atas angin,
setiap peluru yang melesat bergantian,
langkah kaki yang merindukan Ilahi,
aku mendengar semuanya,
tangisan anak-anak yang memecah keheningan pagi,
aku merasakan semuanya,
lautan darah,
genangan keringat,
aku menyaksikan semua terjadi pada diriku.
Dan ingatlah,
tidak akan ada hati yang terpanggil berjuang bersamaku,
kecuali hati para kekasih Ilahi,
tidak akan ada telinga yang mendengar,
kecuali telinga para perindu wajah Ilahi,
tidak akan ada tangan yang berdoa,
kecuali tangan yang digunakan di jalan Ilahi,
dan tidak akan ada yang menyaksikan dengan pasti,
kecuali diriku sendiri,
tanah yang di hari akhir akan bersaksi.
Tidakkah kau melihat,
saudaramu terbantai penuh darah di sini?
Tidakkah kau mendengar,
jeritan serta tangisan saudaramu di sini?
Tidakkah hatimu bergeming,
ketika kau tau saudaramu diselimuti penderitaan,
tapi kau terseyum pada mereka?
Tidakkah kau berpikir,
saudaramu hanya perlu doa,
bukan nyawamu yang sungguh kau sayangi?
Dan tidakkah kau takut,
di hari akhir nanti kau akan ditanya tentang kami?
Akulah Gaza,
tanah yang penuh dengan cerita,
tapi hanya sampai pada telinga.
Akulah Gaza,

tanah yang melahirkan kejayaan Islam.,


tapi hanya dianggap sebuah lembaran sejarah.
Akulah Gaza,
tanah suadaramu yang tersungkur di bawah kaki penderitaan,
tapi kalian justru hanya mengejar sang fatamorgana,
tanpa menoleh meski sekilas,
tanpa perduli meski memiliki akal.
Ketika pagi berlari menuju siang,
saat itulah keyakinan akan datang,
menerobos semua benteng pertahanan,
menerjang semua halangan.
Sore itu akan datang,
dengan langit merah membara.
Dan kala itupun bendera hitam akan berkobar,
membuat kaki musuh bergetar,
menghancurkan nayli musuh seperti debu yang berterbangan.
Tentara putih pun berjalan bersamaan,
dari ufuk barat menuju medan peperangan,
mentari sore yang menyinari punggung mereka,
angin yang membentangkan setiap jubah mereka,
tidak ada keraguan dalam tatapan mereka,
langkah mereka menggetarkan gunung di ujung pandang,
teriakan takbir mereka membelah atmosfer perang
tangan mereka mengibarkan kebebasan yang telah lama dirindukan,
semangat dan nyali mereka menghangatkan udara kala itu,
hanya kematian yang akan menghentikan mereka,
atau setiap tangisan dan jeritan yang terbalaskan.

Muhammad Adha Trisna Sampurno, lahir di Banjarmasin, 10 April 2014. Berstatus sebagai Pelajar, SMA
Negeri 7 Banjarmasin.

Muhammad Asrori

Aksara di Atas Kertas


Tarian pena di atas secarik kertas menggoreskan aksara
Kumpulannya bermetamorfosa menjadi kata-kata lalu wacana
Perjanjian hitam di atas putih antarkedua negara
Zionis dan Hamas mengumandangkan genjatan senjata
Rakyat pun gembira luar biasa
Dalam pikir mereka, tak ada lagi ingarbingar rudal
Tak ada lagi kucuran darah kental yang meluber di jalanjalan beraspal
Tak ada lagi tangisan, rintihan, ratapan tubuhtubuh bergelimpangan
Tak ada lagi ketersiksaan juga ketertindasan
Aksara di atas kertas adalah asa semua rakyat Gaza
Palestina
Di sela lelap malam tibatiba langit memerah
gemuruh api di kaki rudal menyentaknyentak
mengusik awan yang berbaring tenang
kesunyian di padang gersang berubah suram
rudalrudal itu menyeruduk gedunggedung dan tanah lapang
anakanak terpental wanita terlempar semua menggelepar dalam serangan yang brutal
lagilagi zionis menjilati ludah basi
mereka mengobral mati pada bayibayi suci
anakanak tak berdosa kehilangan nyawa
para wanita menjadi janda
Aksara di atas kertas
adalah upas yang beracun
ditorehkan oleh zionis bengis
demi tanah rakyat Gaza
Banjarmasin, 15 September 2014
Muhammad Asrori atau yang lebih dkenal dengan nama Rory Aksara,
lahir di Pelaihari pada 15 Juni 1988. Pada tahun 2009, ia memutuskan
untuk kuliah di Pendidikan Sastra Bahasa dan Daerah di STKIP
Banjarmasin, setelah tiga tahun vakum karena tidak adanya biaya. Pada
saat itulah ia kembali belajar menulis puisi dan cerpen.
Puisi pertamanya yang berjudul Dinda dan Lebah-lebah Kecil di
muat di surat kabar Banjarmasin Post. Puisinya juga banyak dimuat di SKH
Kabar Mata Banua, seperti Raja Tampan Bermata Satu, Matinya Mata
Hati, Tangisan Langit, dan Lebah Kecil Gaza. Puisinya yang berjudul
Sepertiga Malam telah dibukukan dalam sebuah Antologi Puisi Tadarus
Rembulan.
Saat ini, ia menjadi ketua umum sebuah komunitas, yaitu Lintas Aksara (Lintas Angkatan Seni dan
Sastra). Facebook www.facebook.com/RoryAksara.

M Daffa Ibnurasy P

Rampasan Tanah Suci


Lihatlah padang tandus itu
Yang sedari dulu sejarahnya terkenang
Seperti baru seabad lalu
Saat cerita cerita riang terngiang
Apalah yang tersisa
Selain kisahkisah penaklukkan
Tentang kematian dan derita
Dari pedang dan perisai yang berdentang
Hingga magasin dan senapan yang bersahutan
Seakan tak cukup lagi bumi yang lapang
Tubuhtubuh tak bernyawa tertidur dengan tenang
Dan anakanak menangis, berseru di udara hampa
Apakah yang mereka perebutkan, apa
Apakah kubah batu itu
Ataukah katedral di bukit itu
Apalah arti suci bila ternoda jiwa orang mati
Apakah itu suci, apakah itu begitu berarti
Jika benak ini ingin mengenang
Biarlah dendam dan kisah perang
Yang terkenang hingga mati

M Daffa Ibnurasy P, lahir pada 26 Mei 1999, di Malang, Provinsi Jawa Timur. Ia tinggal di Jl Simpang
Gusti, No 6B, Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia. Dan berstatus sebagai Pelajar di
SMAN 7 Banjarmasin. Email daffaibnurasy@rooketmail.com.

M Nur Prayoga

Guyuran Hujan Peluru Langit Gaza


Hati menangis
hatiku telah teriris sadis
jantungku mati tak berdaya
kala guyuran hujan peluru menari-nari di atas langit Gaza
dilangit-langit biru
air mata luluh membanjiri sanubariku
Para pahlawan kecilku bingung
mereka tak mampu membaca arah
andai kamu tahu?
mereka hanya mampu menangis
di bawah harapan yang terus menjulang tinggi
Bumi para nabi
yang dulu dipuja-puji
sekarang jadi tempat bom bunuh diri
jadi tempat pertarungan harga diri
Lingkaran suci, murka padamu
wajah-wajah merah karenamu
anai-anai mengutuk dirimu
semua sepakat teriak biadap padamu
Aku berharap
agar air mata tak lagi membasahi wajahnya
agar nyawa tak lagi terbuang sia-sia dan terbengkalai
dipelelangan sandiwara kehidupan

M Nur Prayoga, lahir di Banjarmasin pada 28 Juni1999. Alamat


RT 06 RW 1 Kolam Makmur Kecamatan Wanaraya, Kabupaten
Barito Kuala.

M Radhite Nor Rizki

ELEGI GAZA
Duhai Gaza
Segumuk pasir itu jadi tempat darah berpangku
Tempat nyawa bersemayam dalam buruan peluru
Rudal zionis menghempas raga
Sukma meringis menderai lara
Duhai Gaza
Tiada sangka bara konflik kan semakin pelik
Membawa beribu undangan mair dalam mesiu
Ah, tempur sengketa tampak sukar membeku
Durja zionis israel tiada bosan terus terpantik
Duhai Gaza
Ranah tempat terlukis semiotika nestapa
Ranah dengan kedamaian fatamorgana
Hanya menjadi lumbung penghabisan jiwa
Oleh pelaknat-pelaknat gila membabi buta
Duhai Gaza
Dilema balada ini berpaut dengan pesta duka
Guruh kematian tiada hilang kuasa untuk menyapa
Misil dan proyektil mengancam jiwa dalam segala penjuru
Dan menyekap sanubari dalam takut yang menderu
Duhai Gaza
Tempat Air mata bersekutu dengan nista hati
Samudera segala penghabisan tempur bersaksi
Tenanglah saudara, murka sang Kekasih telah siap menanti
Segala elegi berdarah ini kan diganti dengan surga Illahi
Banjarmasin, 12 Agustus 2014

M Radhite Nor Rizki, lahir di Banjarmasin, 21 April 1998, tinggal di Jl.


A. Yani km 7, Jl Mahligai, Gg Karya, No 10, Rt 11, Rw 2, Kecamatan
Kertak Hanyar, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Email
raditrizki1@gmail.com, facebook Muhammad Radhite Nor Rizki, twitter
@aditpanzer29.
Ia adalah penyuka sastra, dan penulis pemula di MAN 2 Model
Banjarmasin, aktif di kegiatan teater sekolah sebagai anggota divisi sastra
dan musik. Karya-karya puisi pernah termuat dalam antologi anggota
teater sekolah.

Rezqie Muhammad AlFajar Atmanegara

Abad Burung Gagak


mendengar rubayatmu saja
airmataku jatuh di kertas sajak
menjadi gagak bersayap abad
kuterbangkan ke jalur Gaza
lalu pulang dengan sayap patah sebelah
sekujur tubuhnya terbakar barah mesiu
tergopoh di jantungnya peluru panas bersarang
di paruhnya membawa gulungan narasi yang telah lama mereka peram
pertumpasan perang saudara di sepanjang jalur
kanak-kanak itu bagai burung nazhar pelempar batu
melawan genjatan senjata kekerasan dan bom kebiadaban
setelah dentum meriam menjemput ingatan akbarnya
perempuan-perempuan Palestina tak lagi berhikayat
sembari menjeritkan airmata penindasan
mengerangkan nyeri yang menganak-cucu
tertinggal hanya reruntuhan bangunan negeri
dihinggapi burung-burung gagak
mencari bongkah surai daging saudaramu
seperti perasmanan bangkai
burung-burung gagak berebut mematuk cabik
tragedi mengerikan, di sejarah dunia
di jazirah langit timur tengah
burung-burung gagak berputaran bermata tajam
penyaksi saudara kita dibunuhi satu persatu
disembelih buldozer digerus loder ditindih stom
saudara lahir dan tumbuh, gugur menyatu di tanah para nabi
kesengsaraan ini, pembantaian batin berkepanjangan
O, burung-burung gagak
menepi di kubah-kubah mesjid
di atap-atap gereja
di stupa-stupa candi
berabad, suara meracau!
Banjarmasin, 2014

Rezqie Muhammad AlFajar Atmanegara, lahir di Barabai kabupaten Hulu Sungai


Tengah, pada 5 Juni 1994. Karyanya dimuat dalam antologi puisi bersama antara
lain Benabur Benih Bunga (2011), 99 Penyair untuk TKI (2011), Qosidah Lintas
Cahaya (2011), Ayat-ayat Ramadhan, (2012), Sungai Kenangan (2012), Kisah Tak
Sudah Tanah Banjar (2012), Bukittinggi Ambo di Siko (2013), Indonesia dalam
Titik 13 (2013), Darah di Bumi Shuhada (2013), Tadarus Rembulan (2013), Kepak
Sayap Sastra Banua untuk Kemanusiaan (2013), Tifa Nusantara (2013), Lumbung
Puisi Sastrawan Indonesia 2014, Pengantin Langit (2014) dll. Fb/email;
fajarredmu@ymail.com.

Norma Amelia

Tonggak kemenangan negeri Palestina


Bismillah..
Berawal dari genjatan senjata
Hingga..
Berkembang menjadi serangan yang brutal nan keji
Bom, roket, rudal, hingga kendaraan berat berlapis baja telah dikirimkan
Tuan tuan itu telah meluluh kantahkan negeri Palestina
Derai air mata pun berbicara
Ungkapkan sebuah realita
Hari itu hingga hari berikutnya
Dengar dan lihat lah !!!
Ledakkan terjadi dimana mana
Tanah itu berguncang
Seakan akan ingin menyudahi
Hingga bangunan kokoh terus berdiri dengan puing puing nya
Air mata pun tak lagi dapat mengindahkannya
Begitu banyak hal pilu yang dirasa
Bagaimana tidak ???
Dikala mata mereka terbuka
Telah bergelimpangan tubuh yang tak lagi bernyawa
Dikala kuping mereka mendengar
Selalu ada rintih dan tangisan yang menggema
Dengan tubuh tak bernyawa itu,
Darah yang mengucur, yang membanjiri tanah itu
Lihatlah wahai tuan tuan yang perkasa !!!
Demi Allah, lihatlah nyawa mereka kau habisi
Tidakkah tuan tuan merasa iba dengan keadaan yang pilu ini???
Kini
Bubuk mesiu bagaikan oksigen yang terus mereka hirup
Peluru dan misil pun terus saja mengudara
Yang menghujam tubuh mereka setiap waktu
Apakah tuan tuan kira sodara ku akan menyerah?
TIDAK !!!
Sekalipun kalian sobek kulit mereka
Kalian cincang tubuh mereka
Hingga kalian remukkan tulang mereka
Namun nadi mereka akan terus mengalir
Jantung mereka akan terus berdetak
Para syahid dan syahidah,
Berbahagialah,,,
Tidak ada yang lebih indah dari pada memenuhi panggilanNya

Kerana Allah sungguh mencintai kalian


Dipan dipan telah tersusun rapi menanti kalian
Dan kau tuan tuan laknatullah, Silahkan.
Silahkan kalian lakukan apa yang kalian suka wahai tuan tuan yang perkasa
Meskipun hanya dengan menggunakan lemparan batu
Demi Allah, sodara ku tak akan lelah !
Dan Panji perjuangan akan terus kami usung
Puing puing yang tersisa
Adalah tonggak kemenangan
Mereka mungkin saja tertawa diatas tangis derita
Namun ingatlah
Takbir kemenangan akan segera berkumandang
Ketika pada waktunya nanti tiba
Semua saksi bisu akan berbicara
Ungkapkan kekejaman yang nyata
Ingatlah, ketika tabir lauh mahfudz dibuka
Akan ada banyak berita
Dan kalian akan mendapatkan ganjarannya

Norma Amelia, lahir di Banjarmasin, 24 Juni 1997. Tinggal di Jl Karang Paci, Km 3, Rt 05, No 44,
Banjarmasin. Berstatus sebagai pelajar SMA Negeri 7 Banjarmasin. Twitter @normaameliaa, email
normaamelia24@gmail.com.

Nur Adam Setia Hadi

Harapan Jiwa
Perih matanya
Dihembus debu, asap, dan kekejaman
Bercampur air mata
Namun tak akan menyerupai
Jeritan jiwa hatinya
Ditimpa kenyataan
Mereka jatuhkan, tembakan, hancurkan
Jiwa hati tanpa dosa
Tahukah Mereka?
Sadarkah Mereka?
Pedulikah Mereka?
Pedulikah kita?
Tetesan demi tetesan darah
yang mengharapkan perhatian
Hanyalah senda gurau
Bagi mereka yang tak punya hati
untuk kasih sayang

Nur Adam Setia Hadi, lahir di Banjarbaru, pada 11 November 1997. Ia berstatus sebagai pelajar SMA Darul
Hijrah Putra, Kalsel.

Nurul Hidayah

EPISODE GAZA
Lihatlah Gazaku...
Hujan darah terus saja membanjiri negeri istimewa ini
Menghantui setiap detakan detik
Tak pernah ditatap dengan belas kasih oleh pendzolim
Lihatlah Gazamu...
Bom serakah itu melahap para orang tua, meminum darah para bayi, memutus masa depan para generasi
Senjata tak bermata memisahkan kepala dari badannya, mencicipi otak tanpa puasnya dan membuat calon
orang tua kehilangan janinnya
Apakah benda-benda penghancur itu bersalah?
Tidak.
Tetapi mata-mata mengerikan dibalik benda-benda itu yang terlalu pongah
Tangan-tangan besi itu yang terlalu mudah menghunuskan kehancuran
Mereka merenggut nyawa-nyawa dengan paksa, lalu tersenyum setelahnya
Lihatlah Gaza kita...
Sayatan daging-daging manusia memenuhi jagat raya
Mayat-mayat tergeletak di bawah puing-puing reruntuhan
Di belakang ada segerombolan manusia yang tidak berhati nurani
Mereka tersenyum melihat Gaza kita menangis darah, tertawa angkuh menatap Gaza kita lumpuh, apakah
mereka mengira ini adalah kemenangan?
Mereka tidak menyadari bahwa Gazaku, Gazamu, Gaza kita akan selalu menang
Dari zaman dahulu, sekarang bahkan di masa depan
Tidakkah mereka sadar bahwa Gaza selalu kita banggakan
Anak-anak kecil tanpa alas tetap berlari ikut berjuang
Pemuda-pemuda telanjang dada menantang kejamnya hunusan mereka
Sedangkan mereka para terlaknat hanya berani berada dibalik kecanggihan teknologi
Bertameng alat-alat pemusnah tanpa keyakinan
Apakah mereka mengira keimanan dapat ditukar dengan tajamnya pedang?
Apakah mereka mengira dapat membeli keyakinan dengan kejamnya senjata penembak?
Apakah mereka mengira dapat melumpuhkan dengan bom peledak?
Mereka salah
Gazaku dan Gazamu adalah Gaza kita
Yang tidak pernah gentar, tidak pernah pudar, tidak pernah pupus akan keyakinan
Tidak akan pernah menyerah
Karena janji Tuhan akan kemenangan sejati adalah kenyataan
Perjuangan yang berbuah senyuman akan datang
Senandung adzan akan bergema di seluruh alam
Gazaku, Gazamu, Gaza kita adalah suatu kepastian dalam garis Tuhan

Nurul Hidayah, lahir di Kapuas (Kal-Teng) pada 30 April, ia akrab dipanggil dengan Nurul atau Dayah.
Tinggal di Alabio (Kalsel). Sekarang menjalani pendidikan di IAIN Antasari Banjarmasin Fakultas Tarbiyah
dan jurusan Pendidikan Agama Islam.
Bercita-cita pengen jadi guru sekaligus author. Sangat menyukai bidang sastra atau kesenian. Suka
menulis puisi dan cerpen, suka drama, baca puisi, dan lain-lain.

Ricki Ade Kurnia

Hujan Asam
Dikeheningan sayup angin malam nan mendera
Jangkrik menyerukan suaranya
Jutaan orang di seberang sana bersiap dengan misinya
Melontarkan dendam ke negeri kawan
Penderitaan tak hentinya kau rasakan
Kelelahan selalu terus menghampiri bathin ku
Kami di sini merindukan kedamaian nan abadi
Andai bisa ku sirnakan jeritan luka itu
Hunian kami hancur, mesjid pun lebur
Mengapa mereka tega berbuat nista ?
Hentikan hujan asam ini
Agar tak kan ada lagi darah yang terbuang sia-sia
Tabah, sabar hanya itu kekuatan kami
Hanya tangisan, jeritan kebisaan kami
Doa adalah senjata terhebat kami
Damai hanya ada saat kami bermimpi

Ricki Ade Kurnia lahir di Tuban, 13 November 1997. Ia tinggal di jalan A Yani Km 3, Komplek TNI AL
C/15, RT 16, RW 01 Banjarmasin. Ia berstatus sebagai pelajar di SMAN 7 Banjarmasin kelas akselerasi.

Sari

Tangisan Gaza
Bulir-bulir bening
mulai membentuk sungai kecil
di wajah nan polos
terlihat raut ketakutan
keceriaan dan kebahagiaan
telah lenyap dari wajahnya
direnggut oleh mereka yang tak berbelas kasih
canda tawanya telah menghilang
tangisan Gaza mulai mengencang
nyawa tak bersalah jatuh melayang
Hati menangis pilu
jiwa memberontak
ingin sembuhkan luka Gaza
ingin hapuskan tangisan Gaza
Bukalah qolbu
lihatlah derita Gaza
lihatlah duka Islam
sejarahnya dihancurkan
penerusnya dimusnahkan
Penantian bahagia
selalu mengisi hati Gaza
secercah harapan sejuta impian
tertuang dalam doa
tuk sebuah senyuman

Sari, lahir di Banjarmasin, 28 Maret 1998. Ia tinggal di Jalan Tembus Mantuil Basirih Tengah, RT 21, RW
02. Saat ini bersekolah di SMK TRITYA ADITAMA.

Sujudi Akbar Pamungkas

JALUR GAZA
mimbar-mimbar masjid menjadi sempalan
kayu-kayu pentungan. doa-doa bergeser
ke tepian sungai mati. ribuan nyawa
merenggang di setiap lembar sajadah
sujud-sujud terbenam dalam
luluhlantakan gedung. pekat kembang
api memercikkan jasad puisi. tak terhingga
kematian bani nabi-nabi
bocah-bocah dan ibundanya
hanya meninggalkan jejak darah
sepanjang jalur gaza hanya hamparan
pemakaman yang didaur ulang
dengan ribuan beton mimpi
sebagai takbir nisan
air mata kerontang di keabadian negeri
jajahan. lorong dan ruang tersumbat
bongkahan kepiluan. dan negeri-negeri
hanya menjadi peziarah televisi
(parit, 150814)
Sujudi Akbar Pamungkas, lahir di Tuban 11 Januari 1971.
Menulis di media cetak sejak di bangku SLTA.
Berbagai tulisan telah banyak di muat di koran harian,
mingguan, majalah, tabloid, buletin, dan juga di radio baik
pusat maupun daerah. Beberapa kali masuk nominator Lomba
Cipta Puisi se-Indonesia. Puisi-puisi juga diterbitkan di bukubuku antologi Kebangkitan, Getar, Negeri Bekantan, Antologi
Puisi Indonesia dan lain-lainnya.
Beberapa kali pernah mengajar bahasa sastra di
sekolah-sekolah menengah. Pernah menjadi pemandu sastra di
radio. Pernah nenjadi wartawan di beberapa koran harian,
mingguan dan majalah baik yang dari pusat maupun daerah.
Pernah menjadi redaktur di beberapa media cetak lokal. Pernah
mendirikan tabloid berita, tapi bubar seiring Tragedi Kerusuhan
Sampit 2001.
Belasan tahun fakum dari menulis dan memilih tinggal
di pedalaman Kotawaringin Timur Kalteng bersama Halimah
Ainun Jariah istri tercinta yang asli Dayak, serta tiga anak
Bany, Nanda dan Galan hingga sekarang.

Syaifullah

Selimut Darah
Bersujud di batu
Langit mengering bulan menguning
Jika waktu dapat terhenti
Sungai darah angin mengalir
Selimut darah berserakan di beranda Gaza
Memerahkan tanah dan gedunggedung
Mengamiskan udara yang mencium mendung
Kalender tak lagi terbaca
Berguguran bersama cerita
Tertidur pilu di ranjang penuh darah
kebenaran tertelan oleh sejarah

Syaifullah SPd, dengan nama panggilan Iful, lahir di Banjarmasin, 31 Maret 1989. Bekerja sebagai Guru
Bahasa Indonesia di SMAN 7 Banjarmasin.
Email Syaifullah777@gmail.com, webblog http://SyaifullahSMAN7.wordpress.com.

Syarif Hidayatullah

Mimpi yang tak mampu di beli


Di jalur Gaza
Kau koyak mimpi-mimpi bocah penggegam ayat-ayat Tuhan
Kau bunuh para penterjemah bahasa langit
Hingga manusia hanya mengerti bahasa bumi
Di jalur Gaza
Ibu dan anak antri menuju langkahan surga
Serta sang Zionis dinanti jilatan kerak neraka
Di jalur Gaza
Tetesan darah merangkai cerita
Tapi Zionis Israel tak mampu membeli mimpi mereka
Untuk merdekanya tanah Palestina
Suatu hari nanti
Banjarmasin, 12 agustus 2014

Syarif Hidayatullah, lahir di Marabahan, tepian


sungai Barito, pada 20 oktober.
Lulusan pond-pest Al-Mujahidin Marabahan,
dan Sekarang sedang di jurusan ekonomi syariah di
IAIN Antasari Banjarmasin. Dan aktif di LPM
SUKMA (lembaga pers mahasiswa suara kritis
mahasiswa) serta menjabat sebagai ketua umum di
Pondok Huruf Sastra (PHS) organisasi kampusnya.
Puisi-puisi pernah di muat di Banjarmasinpost,
Media Kalimantan, SKH Mata Banua, dan Kumpulan
puisinya juga termuat di aruh sastra Kalimantan
selatan ke 10 tadarus rembulan (2013). Antologi
dewan kesenian tengerang tifa nusantara(2013).
solo dalam puisi (2014). lumbung puisi sastrawan
2014 (2014). sajak untuk pemimpin negeri (2014).
karena cinta itu manusia (2014),menggugah
Nasionalisme lewat puisi (2014, tubuh bencana (2014)
Dan buku antologi tunggalnya estetika dalam
sandiwara.
Sekarang ia bermukim di Jl Manunggal 2, gang 5 kelurahan Kebun bunga, kecamatan Banjarmasin timur, Rt
27, Rw 02, No 103, Kode pos 70235. Kalimantan selatan. Facebook syarif, Email lihums@yahoo.com.

Taberi Lipani

GAZA MEMBARA LUKA


Mentari sendu menatap bayangmu
penuh tangis darah dan kepedihan
asap mesiu membaur ratap tangis
kehilangan kota duka cita dan pertentangan
Semakin kelam tenggelam tiada berketentuan
kapankah kedamaian singgah di sini
hanya puing-puing kehancuran terpampang penuh nestapa
menyembilu di dalam dada
Gaza Gaza Gaza membara terpanggang waktu
membias merah darah dan hitamnya jelaga kalbu
seperti gambaran silluet darah dan kehancuran
antara simpang-siur dentuman peluru tak bertuan
Entah masih adakah sisa waktu untuk tersenyum bagi orang-orang yang tiada sempat lagi bermimpi
dan semuanya hanya mampu berpasrah jiwa
di sudut angkara dunia fana yang semakin menggila
Barabai,12/07/2014

Taberi Lipani yang lebih akrab disapa dengan Pani ini


lahir pada 6 September 1971 di Barabai, Kabupaten Hulu
Sungai Tengah, Kalimantan Selatan.
Ia mulai belajar merangkai kata sejak di bangku SD
berlanjut di majalah dinding SMA 1 Barabai. Suami Nurul
Lailah dan ayah dari M.Reza Pahlawan, Warisjadi
Syukurmayu, Rindu Annisa Asrahati dan Nur Pancar Ali
Mulia ini, dalam kesibukan sehari-harinya bertugas sebagai
Pelaksana Pendata Bencana di BPBD Kabupaten Hulu
Sungai Tengah.
Beberapa karyanya dimuat dalam SKH Mata Banua,
SKH Banjarmasin Post, Majalah Dwi Mingguan Fakta,
Tabloid Mercu Benua Tanjung, Tabloid Legalitas
Bandung.
Selain itu karya-karyanya juga dimuat dalam Antologi Puisi bersama, antara lain Antologi Puisi
Tarian Cahaya Di Bukit Sanggam (2008), Seribu Sungai Paris Berantai (2006), Antologi Puisi Sastrawan
Hulu Sungai Tengah Bertahan Di Bukit Akhir (2008). Antologi puisi Satu Kata Istemewa (Yogyakarta)
bersama Sastrawan Nasional lainnya (2012), Tadarus Rembulan (ASKS X, 2013), Ketika Kembalinya Cinta /
Puisi Cinta Bersama Hamami Adaby dkk (2013), Antologi Tunggal Puasa Dan Rasaku (2013),Tadarus
Kerinduan (2014).
Kini Taberi Lipani, aktif sebagai Ketua di Sanggar Lalaya Barabai dan aktif pula sebagai Ketua
Bidang Sastra Dewan Kesenian Kabupaten Hulu Sungai Tengah Provinsi Kalimantan Selatan.

Triana Swastikasari

Untaian Doa
Kata demi kata kutuliskan untukmu
Kata demi kata ku tuturkan untukmu
Negri yang penuh akan darah dan kehancuran
Melihat ... apa kah aku hanya bisa melihat ?
Merintih ... apa kah aku hanya bisa melihat rintihan kalian ?
Sedangkan aku tak pernah merasakan ...
Betapa sakitnya luka ...
luka perih yang masuk ke dalam tubuh kalian
Sedang kan aku ?
Mungkin .
aku masih aman ..
dan mungkin ..
aku masih saja bisa tertawa dengan bebas ..
Sedang kan kalian ?
dimana hati ini melihat saudaranya sendiri ..
Merintih kesakitan ..
Merintih kelaparan ..
Kesedihan kalian yang melanda akan kehancuran ..
Saudara-saudari yang hilang oleh reruntuhan ..
Sakit dan sakit .mungkin kalian rasa ..
Tapi rasa semangat kalian..
Semakin bertambah , dan terus semakin bertambah ..
Sedangkan aku ..?
Mungkin tidak setegar kalian ..
Kalian lah orang-orang yang tegar ..
Teguh akan Janji Allah ..
Semangat atas janji Allah
Aku inginkan jiwa kalian masuk kedalam jiwa ini ..
Jiwa yang lemah dan mudah goyah ..
Hanya satu kekuatan lah ..
Hanya satu dari aku
Aku nan jauh dari negri kalian ..
Hanya bisa memberikan satu kekuatan ..
kekuatan Untaian doa ..

Triana Swastikasari, lahir pada 5 Agustus 1998. Tinggal di JL A Yani km 5, komp Banjar Indah II, No 6,
RT 25. Twiter @Trianaast.

Epilog
A Rahman Al Hakim

Bocah-Bocah Kecil PALESTINA


Bocah-bocah kecil di Jalur Gaza,
cerita derita trauma peperangan
orang tua mereka tewas dalam ledakan
saudara-saudara tua mereka entah di mana
bergabung dalam pasukan Hamas angkat senjata
mungkin sudah syuhada
operasi militer pasukan zionis israel menerpa
lakukan aksi pendudukan wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza
dimulai dari Juni 1967 awal prahara
sebelumnya, seusai perang dunia pertama
Inggris menjadikan pembentukan negara yahudi di bumi Palestina
dan di tanah tempat tinggal mereka
kini berdiri perkampungan yahudi merajalela
Bocah-bocah kecil di Jalur Gaza,
lahir dalam konflik antar bangsa
dibesarkan perang dan blokade ekonomi negara tetangga
dalam ketakutan dan teror zionis durjana
kedamaian dan kemerdekaan teraniaya
perang yang melanggar berbagai ketentuan
hukum, militer, dan kemanusiaan
perang yang melanda
bukan lagi karena agama
tapi kejahatan kemanusiaan
pembantaian
Bocah-bocah kecil di Jalur Gaza,
mengaji diantara desingan peluru
belajar dalam dentuman bom menderu
mereka buat kamus kata
versi bocah-bocah Gaza:
Harb; perang
Qashafun; serangan
Dimar; kehancuran
Apache; F-16
Thairun; pesawat tempur
Qadzifah; misil
Sababah; mobil tank
Sharukh; roket

Pushfur Abyadh; bom phospor putih


Dima; darah
Muhriqah; holocaust
Asyla; tubuh yang tercerai berai
Bocah-bocah kecil di Jalur Gaza,
zionis israel terus lakukan pembantaian
anak-anak dan wanita menjadi korban
rumah sekolah dan masjid turut dihancurkan
kebiadaban keji mengoyak perasaan
Bocah-bocah kecil di Jalur Gaza,
mereka bermain diantara puing dan tangisan
saat terjaga dari tidur telah membayang kegetiran
dentuman bom tiada lagi mengejutkan
karena tangisan terus berderai mengiringi syahidnya kematian
mengiris hati menyayat nurani keyakinan
di dalam kamar terlihat darah berceceran
peluru yang menembus tubuh saudara
bom yang membakar orang tua dan keluarga
perang tidak hanya meninggalkan korban jiwa
namun menyisakan derita pada anak-anak yang tiada berdosa
perang seakan membuat jiwa mereka usia dewasa
sekalipun tubuh masih kecil dan kurus memikul derita
Bocah-bocah kecil di Jalur Gaza,
Alaa Syawa gadis cilik berusia enam tahun
tidak lagi percaya kepada ibunya saat bercerita di malam keheningan
tentang kisah yang menarik untuk pengalih perhatian
kadang ia memotong cerita dengan mengatakan:
mama .. pohon sudah mati dan mobil tank lapis baja telah menghancurkan rumah
bahkan laila tidak dimakan oleh srigala .. tapi dimakan oleh penjajah!
sementara Samir saudara laki-laki Alaa Syawa
melemparkan permainannya jauh dari jiwa
dan memberitahukan kepada saudara perempuannya
bahwa israel akan memenggal kepala mereka
keadilan akankah punya arti
kedamaian apakah hanya mimpi
Bocah-bocah kecil di Jalur Gaza,
dalam usia muda mereka mengenal neragam jenis pesawat terbang militer
dan mereka dapat membedakan antara suara ini dan itu bagai dzikir
sementara ditengah kota yang hancur lebur
ketenangan dan kedamaian telah terkubur

mereka berusaha mengumpulkan sisa kayu yang berserakan


untuk dapat menyalakan api di malam gelap nan dingin tak terelakkan
menghangatkan tubuh menahan tangisan
disamping rumahnya yang menjadi puing penderitaan
sementara yang lain mencari apa saja yang bisa diselamatkan
dari perabot dan perkakas rumah yang dulu mereka gunakan
dan bocah yang lain lagi mencari buku-buku pelajaran
yang telah tercabik-cabik menjadi serpihan
bagi hati yang tak tersentuh melihat penderitaan mereka
tak layak disebut sebagai manusia
Bocah-bocah kecil di Jalur Gaza,
Said adalah seorang anak yang masih berusia 9 tahun
berkata kepada seorang guru menggambar
sesudah diperlihatkan tentang laut hitam:
warna ini terjadi oleh karena perang
adapun kawannya Asad
memberitahukan kepada gurunya
bahwa hewan-hewan hanyalah kebun
dan burung-burungnya banyak yang telah mati
karena itulah dia membawa sangkar yang kosong
Bocah-bocah kecil di Jalur Gaza,
ironi meraka berkata:
perang mengajarkan pada kami untuk berani
perang mengajarkan pada kami untuk menolong satu sama lain"
tapi yang paling kami inginkan adalah menghapus perang
"kami ingin bermain, dan berharap bisa melupakan para musuh, lupa begitu saja"
dan kami ingin tidak ada lagi anak yang mati
kehilangan orang tua
rumah yang tinggal puing
sementara yang lain berkata:
bawa kami menemui ibu di surga
Bocah-bocah kecil di Jalur Gaza,
diantara hujan bom israel
diantara serangan tank-tank israel
terdengar jerit tangis bayi menahan sakitnya luka
derita dibalik blokade Gaza
perdamaian hanya lagu biasa
gencatan senjata hanya sementara
karena darah kan kembali tertumpah

Bocah-bocah kecil di Jalur Gaza,


menjalin cerita intifadhah dan penjara
yang di buka penjajah negara mereka
di isi dengan warga mereka yang ditangkap
yang tak lain ayah dan saudara mereka
Negev; di penjara tersebut terdapat lebih dari seratus ribu tahanan;
mereka di kurung dalam canton -canton penjara pengasingan;
yang dirancang untuk melakukan tekanan dan pemaksaan terhadap tahanan
mereka di eksekusi dengan berbagai bentuk penghinaan dan penganiayaan;
mulai dari memaki-maki, menyiksa dengan kerasnya pukulan
bahkan dipaksa telanjang tanpa pakaian
hingga gas beracun yang disemprotkan
ada pula metode terapi kecut pada sejumlah tahanan
terutama setelah lewat tengah malam dalam udara yang dingin menikam;
para tahanan dipaksa untuk keluar dari penjara menuju halaman
duduk di atas tanah tanpa memperhitungkan
kondisi cuaca; panas yang tinggi atau dingin yang menusuk tulang rawan
dan hujan yang menghujam keyakinan
mereka dikelilingi
oleh prajurit bersenjata berat dan gas dari berbagai arah dan sisi
kemudian melakukan penghitungan satu per satu
lalu melanjutkan operasi dalam lamanya waktu
di tempat tersebut mereka menyebarkan berbagai serangga
binatang reptil beracun untuk siksa
selain itu, mereka dilarang untuk dikunjungi oleh keluarga
dan mencegah keluarga-keluarga tahanan yang datang untuk berjumpa
walaupun setelah melakukan perjalanan panjang dan sulit
serta menghadapi prosedur yang rumit dan berbelit
untuk sekadar memberikan pakaian dan makanan
kepada anak-anak dan keluarga mereka yang ditahan
kejahatan ini adalah merupakan awal dari proyek amerika zionis
yang ingin menguasai lokasi
memetak-metakan negara-negaranya hingga habis
dan merampas sumber daya alamnya
menghilangkan komitmen mereka
terhadap nilai-nilai dan peradaban Islam yang terdapat di dalamnya
sehingga hari-hari yang tidak pernah merasakan nikmatnya kestabilan
kecuali terus silih berganti peperangan
kehancuran
pertumpahan darah dan bercerai-berai serta kesemrawutan
Bocah-bocah kecil di Jalur Gaza,
dalam suatu artikel disebutkan
bahwa tentara-tentara zionis menculik anak-anak muda Palestina
anak-anak muda itu dikembalikan lagi pada keluarganya
dalam keadaan meninggal dunia
setelah diambil organ tubuhnya
di jual untuk orang-orang kaya dinegara adikuasa

Bocah-bocah kecil di Jalur Gaza,


paru-parunya bernafas dalam mesiu kelabu
matanya menatap perbatasan yang di jarah bersimbah darah
tangannya telah belajar menggenggam AK47
berdirinya negara Palestina
merupakan hak mutlak bangsa yang terusir dan dihina
Bocah-bocah kecil di jalur Gaza,
suaramu lenyap dalam bisingnya kepentingan politik
ketika dunia mengutuk israel
karena aksi serangan brutal
terhadap kapal-kapal rombongan misi kemanusiaan ke jalur Gaza
pada saat yang sama ratusan ribu jiwa
termasuk anak-anak
kelaparan membayangi blokade ekonomi
ya, banyak yang mengutuk tapi hanya di mulut
PBB bagai tong kosong nyaring bunyinya
bagi zionis, AS adalah sahabat sejatinya
Bocah-bocah kecil di Jalur Gaza,
dengarlah cerita sejarah invansi
sigapnya AS dan sekutunya dalam situasi
Jerman Korea terbelah bertahun-tahun
Jepang rata disapu nuklir
Vietnam menyimpan luka gerilya
Irak hingga kini tiada stabil
Bosnia menyimpan kisah pula
tapi israil
AS punya hak veto
PBB cuma macan ompong
israil paksakan hegemoni sikapnya
merasa berada di atas hukum
bisa memaksakan.pembangunan permukiman yahudi
sementara negara-negara Arab tak berdaya
barack obama mengutuk langsung penyerangan di Mumbai
tetapi diam seribu bahasa
atas penyerangan teror yang dilakukan oleh penjajah israel
saat bocah-bocah Gaza menahan lapar diantara mayat-mayat para syuhada
barack obama memakai celana pendek dan bermain golf di Crawford,
amerika serikat harus terus memperkuat kemitraan dengan India
dan negara-negara seluruh dunia
untuk mengeluarkan akar dan menghancurkan jaringan teroris
kami berdiri bersama orang-orang India
yang membuktikan demokrasi akan jauh lebih banyak
dibandingkan dengan ideologi kebencian yang menyebabkan serangan tersebut

kata brooke anderson, juru bicara kepala keamanan nasional amerika


yang diamini oleh obama
inikah presiden yang dibanggakan sebagian warga di negeri Indonesia dan warga dunia
pemimpin negara yang telah membantai lebih dari sejuta orang di Irak dan Afghanistan
mengapa pemimpin negara yang selalu memihak israel
sang pembunug Gaza itu dibanggakan?
Bocah-bocah kecil di Jalur Gaza,
sementara di sini di negeri katulistiwa
banyak bocah pula masih merana
hanya bukan perang nyata
pendidikan dan ekonomi masih mendung yang ada
kolusi korupsi merajalela
Bocah-bocah kecil di Jalur Gaza,
angkat senjata syahid di depan mata
Gaza dan Gelombang Intifadhah Al-Aqsha
Bocah-bocah kecil di Indonesia,
untuk sesuap nasi mengamen di lampu merah kita
di sisi mobil mewah yang berlalu dengan angkuhnya
(ARAska Banjar.Bjm.Kalsel.080610-Juli 2014)
A Rahman Al Hakin dengan nama pena ARAska Banjar, lahir pada 5 Sha`baan
1396 Hijriyah, di Sei Namang, HSU, Kalsel.
ARAska tinggal di Jl Ahmad Yani Km 3,5, Komplek Arrahim, Gang
Belimbing, No 125, Rt 39, Kelurahan Kebun Bunga, Kecamatan Banjarmasin
Timur, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Kode Pos 70235.
Ia adalah alumni santri di Ponpes Darussalam Martapura, Beragam aktivitas
seni budaya dijalani, dari silat, teater, lukis, kriya, tari, musik, dan sastra.
Telah menggeluti dunia jurnalistik semenjak mahasiswa di salah satu
Universitas di Kalsel, hingga menjadi penyiar seni budaya di beberapa radio.
Serta membina beberapa sanggar seni dan membentuk beberapa organisasi, dua diantaranya yaitu Art Partner
dan Prasasti Pena (Komunitas Wartawan Seni Budaya & Pendidikan).
Esai, cerpen dan puisinya dimuat di berbagai media massa dan puluhan antologi bersama, baik di
dalam maupun luar daerah.
Beberapa antologi bersamanya yang terbaru, antara lain; Konser Kecemasan (Puisi Lingkungan
Penyair Kalsel, 2010), Para Kekasih Mengurai Rasa dalam Kata Bagi Jiwa Penyaksi (Puisi Religius
Indonesia, 2011), Langit Terbakar Saat Anak-Anak Itu Lapar (Puisi dan prosa 50 Penyair Indonesia , 2013),
dan Indonesia dalam Titik 13 (215 penyair lintas daerah Indonesia, 2013), serta dalam antologi bersama Aruh
Sastra Kalsel dari 2006 sd 2014.
ARAska berprofesi sebagai Jurnalis SKH Mata Banua, serta mengisi beberapa program dialog seni
budaya di radio. Email araska.banjar@gmail.com, facebook https://www.facebook.com/araska.araskata,
Webblog http://araska-araskata.blogspot.com.

You might also like