You are on page 1of 8

DIALEKTIKA HEGEL

TERHADAP FILSAFAT SEJARAH

Pendahuluan

Sejarah merupakan peristiwa atau kejadian pada masa lampau. Inilah pengertian
yang biasa kita ketahui sejak kita mulai mengenal sejarah. Namun, apabila kita
memandang sejarah bukanlah hanya masa lampau saja, tetapi sejarah pun menjadi unsur
perubahan dari masa ke masa. Sejarah yang kita kenal sejak kecil sampai saat ini
merupakan salah satu pencerminan perubahan dalam kehidupan yang lebih baik. Tidak
hanya itu, sejarah juga dapat menjadi sebagai subjek kajian dalam aktivitas manusia dan
sesuatu yang signifikan terhadap sosial melalui sejarah dari sudut pandang filasafat, yang
mana disebut dengan fisafat sejarah.

Filsafat sejarah adalah komponen yang secara umum tidak dapat dipisahkan dari
rangkaian keilmuan filsafat. Karena kajian sejarah yang dipahami merupakan bagian
integral dari sudut pandang filsafat itu sendiri. Di mana dalam filsafat sejarah ini
bertujuan memperjelas dan menganalisis gagasan-gagasan tentang sejarah. Karena di sini,
yang menjadi objek filsafat adalah kejadian pada masa lampau, yang mana perilaku alam
memiliki pengaruh pada perilaku manusia. Dengan demikian, beberapa tokoh
bermunculan dari ranah filsafat sejarah, dan Hegel adalah salah satu yang termasuk di
dalamnya. Untuk selanjutnya kita akan membahas tentang Hegel dan filsafat yang
berkaitan dengan sejarah.

1
Biografi
Hegel mempunyai nama lengkap yaitu
Georg Wilhelm Friedrich Hegel. Lahir pada 27
Agustus 1770 di Stuttgart, Jerman. Hegel terlahir
dari keluarga pegawai negeri sipil. Karena ayahnya
seorang pegawai negeri dalam administrasi
pemerintahan di Württemberg. Di masa kecilnya,
Hegel lahap membaca literatur, surat kabar, esai
filsafat, dan tulisan-tulisan tentang berbagai topik
lainnya. Bisa dibilang pada masa kanak-kanaknya ia
sangat rajin membaca, karena sebagian disebabkan
oleh ibunya yang luar biasa progresif yang aktif mengasuh perkembangan intelektual
anak-anaknya.
Sejak usianya 18 tahun, ia menjadi seorang mahasiswa teologi di Universitas
Tubingen. Di sana ia mulai berteman dengan Friedrich Schelling dan penyair Holderlin.
Sejak muda Hegel sudah berkecimpung pada filsafat dan teologi karena ia sangat
berminat dan menaruh perhatian lebih pada kedua bidang tersebut. Namun, selama kuliah
di Tubingen para profeornya kurang menghargai semua gagasannya. Akhirnya ia dapat
menyelesaikan studi teologi dan meninggalkan Tubingen.
Pada tahun 1793, ia lulus dari studi teologinya dan kemudian ia pergi ke Bern,
Swiss. Di sana ia menjadi tutor pada keluarga bangsawan. Ketika itu juga, ia mulai
menghasilkan tulisan-tulisan tentang teologinya. Kemudian di tahun 1801, Hegel menjadi
dosen dan mengajar di Universitas Jena. Pada saat itu juga ia menerbitkan tulisan dalam
sebuah buku tentang fenomenologi roh, Die Phanomenologie Geistes. Pada tahun 1808,
Hegel menjabat sebagai rektor di Gymnasium kota Nuremberg. Ia pun menerbitkan buku
yang kedua tentang ilmu pengetahuan logika, Wissenschaft der Logik.
Ketika Hegel mengajar di Heidelberg, di sanalah ia mulai terangkat reputasinya
sebagai seorang filsuf. Ia pun menerbitkan karya yang sistematis dan komprehensif, yaitu
Ensiklopedia ilmu filsafat dalam ringkasan, Enzyklopadie der philosophischen
Wissenschaten. Kemudian ia pindah ke Berlin pada tahun 1818 dan mengajar di sana.

2
Tak lain, ia pun menerbitkan karyanya kembali tentang Garis besar filsafat hukum,
Grundlinnien der Philosophie des Rechts.
Dari sinilah Hegel menjadi seorang filsuf ternama yang dihasilkan Jerman sebagai
sebuah tempat yang layak bagi lahirnya beberapa filsuf terkenal dan berpengaruh. Di
samping Immmanuel Kant, Hegel memiliki konsistensi dalam berfikir dan kapabilitas
rasio yang mampu menterjemahkan hidup dalam bentuk rumus dialektikanya yang
terkenal. Filsafat Roh yang merupakan karakternya, yang dia akui merupakan hasil
sintesa antara pemikiran Fichte dan Schelling di zaman pertumbuhan filsafat idealisme
Jerman abad-19. Dia cenderung memaknainya sebagai Roh Mutlak atau Idealisme
Mutlak. Kemudian Hegel meninggal pada 14 November 1831 yang kemungkinan
kematiaannya disebabkan karena terkena wabah kolera pada saat itu.

Pembahasan
Dalam pembahasan tentang dialektika Hegel terhadap filsafat sejarah kali ini,
terlebih dahulu kita mengetahui filsafatnya tentang Yang Absolut atau Roh Mutlak, di
mana Hegel mengatakan bahwa Yang Absolut adalah totalitas, yaitu seluruh kenyataan.
Seluruh kenyataan ini dipahami Hegel sebagai suatu “proses menjadi”. Namun, Hegel
tidak hanya menggambarkan pada suatu proses saja, melainkan apa yang menjadi tujuan
dalam proses itu sendiri. Kemudian Hegel memahami Yang Absolut adalah sebagai
subjek, di mana objeknya adalah dirinya sendiri. Sehingga Hegel membuat pernyataan
bahwa Yang Absolut adalah subjek yang memikirkan dirinya sendiri atau pikiran yang
memikirkan dirinya sendiri. Dengan kata lain, Hegel mengartikan Yang Absolut adalah
Roh Mutlak.
Apabila yang dikatakan bahwa Yang Absolut adalah Roh maka Roh dapat
diartikan juga sebagai realitas, karena bagi Hegel realitas adalah Roh yang menyadari
dirinya sendiri. Dalam hal ini Hegel terlihat telah mengabstraksi segala sesuatu menjadi
abstrak dan meninggalkan hal yang konkret, Hegel seperti membalik cara berpikir pada
umumnya. Namun, Dunia Roh yang dikatakannya ini adalah sedang memasuki era baru
dan filsafat juga sedang mencapai tujuan akhirnya yaitu pengertian sejarah dan
kemanusiaan yang mencakup semuanya.

3
Bagi Hegel, Roh yang memikirkan dirinya sendiri adalah realitas yang mana
terdapat proses pengenalan diri yang terjadi dalam dan melalui kesadaran diri manusia.
Saat itulah Roh atau Yang Absolut mengalienasikan diri dalam alam, atau dengan kata
lain Roh mengobyektivikasikan dirinya sendiri. Jika demikian, maka seluruh realitas
secara refleksi filosofis dan pengetahuan manusia adalah pengetahuan dari Roh atau
Yang Absolut itu sendiri. Sedangkan sejarah filsafat merupakan suatu proses di mana
Yang Absolut ini memikirkan dirinya sendiri. Hegel pun menempatkan Yang Absolut
adalah idea, logos, rasio. Oleh karenanya, Hegel menyebut bahwa semua yang rasional
itu real dan yang real itu rasional. Roh yang mutlak merupakan sesuatu yang bersifat
’Idea’ yang melekat pada dirinya sebagai sesuatu yang real. Sehingga menurutnya
kondisi realitas merupakan real adanya. Namun, bukan berarti sesuatu yang tidak real itu
bukan realitas, di sanalah ruang telaah yang mendalam perlu mendapat tempat.
Hegel juga mengatakan bahwa segala sesuatu atau fenomena dipahami sebagai
aktivitas Roh, karena segala apapun ada dalam Roh. Dalam dunia Roh-lah yang
menjadikan sejarah universal berada di dalamnya. Di mana secara umum kita mengetahui
bahwa dunia tidak hanya mencakup pada alam fisik saja melainkan juga pada alam
psikis. Akan tetapi dunia Roh di sini memiliki peran dalam metode perkembangannya
yang merupakan salah satu tujuan substansial manusia.
Ini merupakan kunci penting pandangan Hegel tentang sejarah yang
pandangannya berkaitan dengan Roh. Di mana secara substansi, hakikat Roh adalah
kebebasan, karena semua kualitas yang ada pada Roh terletak dalam kebebasan dan
kebebasanlah satu-satunya kebenaran Roh. Dalam filsafatnya, Hegel membagi Roh
dalam dua bagian, yaitu Roh Subjektif dan Roh Objektif. Roh Subyektif memiliki tiga
macam tahap peralihan dari alam kepada Roh, yaitu jiwa manusia yang merupakan tahap
terendah yang dipahami sebagai subjek yang menginderai, tahap kedua adalah kesadaran
diri, dan ketiga pikiran subjektif. Sedangkan Roh Objektif adalah Roh yang
mengobjektivikasi diri dalam kehidupan sosial.
Nah, dari sinilah sejarah dimasukkan ke dalamnya dan sejarah pun termasuk ke
dalam Roh Objektif, seperti filsafat politik atau hukum. Kemudian Roh dikaitkan lagi
dengan dialektika yang dipaparkan Hegel, di mana dalam dialektika Hegel dijelaskan
bahwa proses dialektika mempunyai tiga fase, yaitu thesis, anti-thesis, dan sintesis. Jika

4
demikian, Roh mengalami perkembangan dalam tiga fase. Fase pertama yang disebut
thesis, yaitu kesadaran Roh dalam dirinya sendiri. Fase kedua yang disebut anti-thesis,
Roh itu mengeksternalisasikan dirinya dalam kenyataan yang lain, yaitu dalam kenyataan
alam semesta atau jagad raya. Inilah perjalanan sejarah, yaitu eksternalisasi Roh atau
obejktivikasi Roh. Seluruh kenyataan historis ini kemudian diangkat ke dalam tataran
yang lebih tinggi (aufgehoben) ke dalam Roh Yang Mutlak, yaitu fase sintesis. Proses ini
disebut proses dialektis. Hegel berpendapat bahwa seluruh arah perkembangan dialektis
merupakan kemajuan kebebasan.
Pemikiran Hegel yang senantiasa berdialektika terhadap realitas dan memandang
adanya “realitas mutlak” atau Roh Mutlak atau idealisme mutlak dalam kehidupan,
sangatlah mempengaruhi dalam memandang sejarah secara global, ini terbukti saat
dialektikanya mampu memasukkan pertentangan di dalam sejarah sehingga dapat
mengalahkan dalil-dalil yang bersifat statis. Bahkan hingga terbukti pembuktian-
pembuktian ilmiah yang dihasilkan. Dari sanalah filsafat sejarah layak ditempatkan,
sebagai bagian yang utuh dari dunia kefilsafatan. Karena proses dialektika
menuju Roh Yang Mutlak inilah yang kemudian memberikan dasar bagi
filsafat Hegel mengenai sejarah. Baginya sejarah adalah proses
realisasi Idea yang Mutlak. Pada mulanya, Ruh Absolut ini
menampakkan dirinya pada dunia melalui bentuknya yang paling
sederhana. Tetapi melalui proses dialektik, Ruh ini, yang menjadi
determinan gerak laju sejarah, menjadi semakin kompleks dan
akhirnya menampakkan dirinya sebagai Idea Yang Mutlak, yang tidak
ada sesuatu selain dirinya sendiri.
Hegel juga memandang bahwa sejarah merupakan suatu kondisi perubahan atas
realitas yang terjadi, dia pula yang menyatakan sejarah menjadi sebuah hasil dari
dialektika, menuju suatu kondisi yang sepenuhnya rasional. Menurutnya dialektika
merupakan proses restorasi yang perkembangannya berasal dari kesadaran diri, yang
akhirnya akan mencapai kesatuan dan kebebasan yang berasal dari pengetahuan diri yang
sempurna, dia pula merupakan suatu aktvitas peningkatan kesadaran diri atas pikiran
yang menempatkan objek-objek yang nampak independen ke arah rasional, yang
kemudian diadopsi Marx menjadi bentuk lain yakni “alienasi”.

5
Dialektika Hegel ini menjadi sebuah pisau analisis dalam menelaah sejarah secara
lebih mendalam serta ilmu pengetahuan secara global. Dialektikanya seolah suatu metode
yang mampu memecahkan problem realitas kehidupan. Hegel yang dipengaruhi
pemikiran Neo-platonisme melihat bahwa seluruh kenyataan ini berasal dari “Yang
Satu”.“Yang Satu” mengemanasi diri atau mengalirkan diri ke dalam tubuh kenyataan
yang majemuk, yang pada akhirnya diserap ke dalam “Yang Satu”. Semua yang ada,
menurut Hegel, memiliki tujuan, yaitu terjadinya kesadaran diri rasional. Realitas Hegel
pada hakekatnya teologis, yaitu realitas yang hanya dapat dipahami dalam kerangka
maksud atau tujuan akhir, perwujudan kesadaran diri Roh.
Namun, dalam nada yang singkat juga dikatakan bahwa Fenomenologi Hegel
dapat dilihat sebagai suatu analisis dialektik sejarah dari subjek yang menuju pemikiran
filsafat dan munculnya kesadaran diri rasional sebagai Roh, Roh Subjek menjadi subjek
yang menyejarah yang memuat keterbatasan, tetapi juga yang oleh keharusan ontologis
memiliki kemungkinan untuk pengetahuan mutlak. Setiap tahap dalam dialektika
mengandung semua tahap terdahulu, sebagaimana dalam larutan, tidak satu pun darinya
yang secara keseluruhan digantikan, tetapi diberi tempat yang tepat dalam suatu unsur
pokok dalam keseluruhan.
Menurut Hegel, terdapat tiga tahap perkembangan historis Roh yaitu, Timur,
Yunani dan Romawi, dan Jerman. Tentang tahap perkembangan sejarah ini, Hegel
mengatakan bahwa “sejarah dunia adalah ketertiban kehendak alamiah yang tidak
terkontrol, yang mengubahnya menjadi ketaatan kepada prinsip universal dan yang
menganugerahkan kebebasan subjektif. Ia pun menceritakan bahwa dunia Timur tahu,
dari dulu hingga sekarang, bahwa yang bebas hanya satu, dunia Yunani dan Romawi tahu
bahwa yang bebas itu beberapa, dan dunia Jerman tahu bahwa yang bebas semuanya.”
Kebebasan yang dimaksud Hegel di sini merujuk pada esensi dari Roh. Di mana
Roh dan segala bentuk rangkaian perkembangannya, merupakan objek substansial filsafat
sejarah. Esensi Roh sangat berbeda dengan esensi materi. Esensi materi adalah gravitasi,
dan dengan demikian, gerakan materi sepenuhnya mekanistik. Sebaliknya, esensi Roh
adalah kebebasan. Konsep tentang kebebasan ini lah yang kemudian menjadi idea
tertinggi dalam filsafat Hegel.

6
Kendati pun, Hegel menghubungkannya dengan Negara, ini merupakan
penyaluran terhadap filsafat sejarahnya. Bisa dibilang Hegel memang bukan seorang
politikus namun dialektikanya mampu menjadi inspirasi para politikus dalam melakukan
kajian politik dan sosial. Dalam hal ini Hegel memang tidak memaknai filsafat sejarah
hingga pada tataran definisi konkret dan spesifik, tapi pandangannya mengenai sejarah
sudah merupakan unsur integral dari filsafat sejarah itu sendiri, serta pernyataannya yang
memandang filsafat sejarah sebagai sebuah pertimbangan pemikiran terhadapnya. Hegel
mengatakan bahwa Negara adalah yang terwujud secara aktual, artinya bahwa segala
bentuk realitas spiritual manusia hanya dapat berjalan dan dimiliki olehnya melalui
Negara. Karena realitas spiritual manusia tercapai dengan lantaran negara dan Negara itu
sendiri adalah eksistensi objektif.

Negara ditempatkan sebagai Roh Obyektif, yang mana Negara adalah rasional
dalam dirinya sendiri dan bagi dirinya sendiri. Jika demikian, maka Negara menjadi eksis
bagi individu-idividu. Negara akan terolah dan tersusun dengan baik dan kuat, jika
kepentingannya dapat bersatu dengan kepentingan warga negaranya. Negara pun harus
bisa mendapatkan kepuasaan merealisasikan dengan yang lainnya. Menurut Hegel, tujuan
akhir mutlak adalah Negara, di mana Negara merupakan pengejewantahan kehendak
manusia dan realisasi kebebasan.

Dengan demikian, hanya negaralah yang sadar sepenuhnya dan Negara yang
menjadi pelaku subjektif. Kemudian Negara mengantarkan kita hingga menemukan
tujuan sejarah, yang mana dalam bentuknya lebih terbatas sehingga aktualisasi kebebasan
dapat termanifestasikan melalui dan mencapai keobjektivikasi kebebasan individu dan
ketatanan moralitas serta sosial.

7
DAFTAR PUSTAKA

Hadiwiyono, Sari Harun


2005, Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta: Kanisius.
Hardiman, F. Budi
2004, Filsafat Modern Dari Machiavelli sampai Nietzsche. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Russell, Bertrand
2002, Sejarah Filsafat Barat, terjemahan Sigit Jatmiko dkk. Dari History of
Western Philosophy and its Connection with Political and Social Circumstances
from the Earliest Times to Present Day (1946). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Solomon, Robert C. dan Kathleen M. Higgins
2003, Sejarah Filsafat, terjemahan Saut Pasaribu. Dari A Short History of
Philosophy (1996), Yogyakarta: Bentang Budaya.
www.abdulkarimaljabar.blogspot.com
www.fortunecity.com
www.marxist.org

You might also like