Professional Documents
Culture Documents
____
Kelapa Sawit Pasca Tsunami di Aceh
September 2007
merupakan sebuah organisasi mandiri yang dalam beberapa tahun terakhir bergerak
dalam bidang penelitian tentang tema-tema penting yang terkait dengan perkembangan di Aceh dari
masa yang silam hingga kekinian. Kami bertujuan untuk mendorong terjadinya perdebatan dan
diskusi di kalangan masyarakat Aceh, Indonesia dan pemirsa internasional tentang berbagai
persoalan sosial, ekonomi, dan politik di Aceh. Laporan-laporan kami bisa diperoleh di web portal
berita dan informasi kami www.aceh-eye.org
______________________________________________________________Info@eyeonaceh.org
EYE ON ACEH
September 2007
www.aceh-eye.org
Trocaire
Ungkapan
: terimakasih
Pengerjaan dan penyelesaian laporan ini telah menjadi nyata berkat kerjasama yang aktif dari banyak
pegawai di berbagai Dinas Provinsi dan Dinas Kabupaten di Aceh yang memberikan waktu mereka untuk
kami wawancarai, juga turut membantu dalam pengumpulan informasi. Kami juga mengucapkan
terimakasih banyak kepada komunitas donor yang bersedia meluangkan waktu dalam mendiskusikan ide-
ide kami, dan yang mendukung penelitian dari laporan ini.
Sebagaimana biasa dengan laporan-laporan Eye on Aceh, penelitian ini tidak akan mungkin terjadi jika
tanpa bantuan dari masyarakat di berbagai desa di Aceh, kawan-kawan kami dari berbagai kabupaten yang
selalu memberikan kontak dan informasi yang berharga, tetapi beberapa di antaranya lebih menginginkan
nama mereka tidak disebutkan dalam ungkapan rasa terimakasih kami.
Terimakasih banyak juga kepada Dr. Edward Aspinall yang memberikan komentar dalam draft awal, dan
kepada Dr. Wynne Russell atas sarannya dalam versi terakhir ini.
Tim Peneliti Eye on Aceh untuk laporan ini: Firman, Helmi, Muhib, Nurdin, Samsul, Syarwani, Yusuf, dan
Zakaria.
:
Ringkasan Eksekutif
Kelapa Sawit dan Keuntungannya
Minyak kelapa sawit adalah minyak tumbuhan yang paling banyak diproduksi dan diperdagangkan.
Digunakan untuk bahan makanan dan produk-produk kecantikan; di rak supermarket di Eropa Barat dan
Amerika Serikat, kandungan minyak kelapa sawit bisa ditemukan satu dalam sepuluh produk. Lebih jauh
lagi, kelapa sawit juga mulai dipandang sebagai minyak ajaib yang akan memuaskan kebutuhan yang terus
meningkat bagi negara-negara berkembang terhadap pemecahan masalah energi dunia yang ramah
lingkungan dan bisa diperbaharui.
Saat ini Indonesia adalah produsen minyak kelapa sawit mentah terbesar kedua di dunia, dengan
1
menguasai 42,9% produksi CPO dunia yang berjumlah 36,87 ton. Provinsi Aceh, yang terletak di sudut
bagian barat Indonesia, memiliki iklim dan topografi yang sangat “ideal” bagi penggarapan kelapa sawit.
Dikarenakan perang perjuangan kemerdekaan yang berlangsung selama 30 tahun di daerah ini antara pihak
Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan pemerintah Indonesia, hal tersebut menjadikan suatu situasi yang tidak
menentu dan kondisi keamanan yang berbahaya, potensi ini belum sepenuhnya tereksploitasi hingga saat
ini. Namun, seiring dengan kehancuran yang disebabkan oleh gempa bumi dan tsunami pada bulan
Desember 2004 yang kemudian disusul oleh proses perdamaian antara dua pihak yang bertikai, provinsi
Aceh mengalami kebanjiran bantuan yang berjumlah US$6,1 juta; sejumlah bantuan tersebut adalah untuk
membantu perbaikan sektor pertanian, termasuk produksi kelapa sawit. Bertahun-tahun, pemerintah di
Aceh memiliki rencana untuk perluasan dan mendorong investasi di sektor kelapa sawit; sekarang ini
dengan adanya bantuan yang berlimpah tersebut serta ketersediaan sumber daya lainnya tentu saja akan
sangat membantu dalam pelaksanaan rencana-rencana yang pernah ada.
Potensi kontribusi kelapa sawit yang mungkin diperoleh untuk perekonomian lokal bukanlah hal yang perlu
diragukan. Tetapi, sisi kelam dari “pengembangan” agri-bisnis ini terhadap beban sosial, lingkungan dan
ekonomi seringkali berjalan beriringan dengan perluasan perkebunan yang cepat.
Dampak sosial: Industri kelapa sawit seringkali gagal dalam memberikan keuntungan, dan kenyataannya
seringkali menyebabkan dampak, selebihnya tidak banyak yang terjadi.
Kepemilikan lahan. Seringkali lahan yang diidentifikasi untuk produksi kelapa sawit adalah lahan milik
masyarakat baik yang dimiliki secara pribadi atau secara komunitas, lahan pertanian tersebut
digunakan oleh penduduk setempat untuk menanam sayur-sayuran, atau berupa lahan yang berhutan
di mana masyarakat setempat lebih menginginkan tetap dengan kondisi berhutan. Tetapi, kebutuhan-
kebutuhan masyarakat setempat jarang sekali mendapatkan perhatian ketika izin dikeluarkan. Masalah
ini diperparah oleh kenyataan bahwa kebanyakan masyarakat Aceh tidak memiliki sertifikat tanah untuk
membuktikan kepemilikan tanah tersebut, yang berarti masyarakat seringkali tidak menerima
kompensasi atas tanah yang diambil untuk perkebunan. Seringkali juga didapati bahwa lahan
perkebunan telah diperluas di luar batas izin yang dimiliki, merambah ke dalam taman nasional dan
juga ke dalam lahan masyarakat atau komunitas. Industri perkebunan mungkin telah menjadi pelaku
kerusakan lingkungan di Aceh dalam hal permasalahan ini. Tetapi jarang sekali kasus persengketaan
mendapatkan perhatian di Aceh dan seringkali berlangsung tanpa diketahui oleh banyak pihak, orang
yang melakukan sanggahan secara perlahan meninggalkan perjuangan mereka dalam mencegah
pemberian izin atau berjuang untuk mendapatkan kompensasi.
Mata pencaharian lokal. Keuntungan ekonomi dari produksi kelapa sawit yang tidak didistribusikan
secara merata, seringkali menciptakan kemiskinan dalam hal tanah dari mereka yang tanahnya telah
dirampas atau telah dijual untuk perkebunan kelapa sawit tanpa mengerti implikasi jangka panjangnya.
Pengelolaan lahan yang luas oleh suatu perusahaan perkebunan kelapa sawit dapat merubah dinamika
perekonomian lokal, mengubah pemilik lahan menjadi tenaga upahan atau pekerja, dan mereka juga
hanya memiliki sedikit alternatif dalam kesempatan kerja kecuali dengan perusahaan perkebunan.
Keterbatasan pilihan pekerjaan seringkali menjadikan para pekerja tidak berdaya terhadap pekerjaan
dengan bayaran murah, standar kesehatan dan kenyamanan yang buruk, sementara keinginan mereka
terhadap suatu mata pencaharian yang mandiri dan berkelanjutan sudah tiada. Petani perkebunan
rakyat yang mengelola lahan mereka sendiri juga tidak berdaya karena kebanyakan pabrik pengolahan
tandan buah kelapa sawit dikelola oleh perusahaan besar. Konsekuensinya, para petani menjadi
korban dari monopoli harga oleh perusahaan yang biasanya mereka menjual hasil panen.
Dampak lingkungan. Terdapat sangat banyak praktek yang tidak berkelanjutan atau tidak lestari dalam
industri perkebunan kelapa sawit.
Pembakaran. Metode yang paling cepat dan murah terhadap lahan yang sudah teregradasi untuk
dikembangkan menjadi perkebunan adalah dengan cara membakar, sehingga menyebabkan polusi udara
dan emisi gas rumah kaca (greenhouse gas emissions). Api yang digunakan untuk membersihkan lahan
juga seringkali menyebar di luar kontrol sehingga merusak hutan inti dan ekosistem di dalamnya serta
membunuh binatang dan tumbuhan (fauna dan flora).
Mengenalkan racun. Dalam tahap pertumbuhan, penggunaan herbisida dan pestisida berkadar racun
tinggi seperti Gramoxone, Roundup dan Polaris sudah meluas. Dalam tahap pengolahan, limbah pabrik
kelapa sawit yang tidak dikelola seringkali menyebabkan pencemaran.
Konsekuensi lingkungan dari praktek-praktek di atas dan implikasi terhadap kesehatan dan mata
pencaharian masyarakat setempat bisa sangat parah.
Banjir. Pohon kelapa sawit tidak menyimpan air sebagaimana hutan asli. Ketika tanah telah dibersihkan dari
hutan dan tumbuhan aslinya, banjir dan tanah longsor telah menjadi hal yang umum. Rumah, mata
pencaharian bahkan nyawa juga sering melayang dengan frekuensi dan kerusakan yang terus meningkat.
Polusi udara, tanah, dan air. Kandungan racun dalam air, udara dan tanah berdampak terhadap kesehatan
dan mata pencaharian serta flora dan fauna. Kandungan pestisida, herbisida dan pupuk kimia dan limbah
yang tidak diolah menyebabkan kandungan racun di dalam air. Pembersihan lahan juga menyebabkan air
sungai menjadi kekuningan atau keruh. Pembakaran untuk pembersihan lahan dan juga pembakaran
janjang kelapa sawit di tempat keramaian penduduk, menyebabkan polusi udara.
Hilangnya ekosistem dan keanekaragaman hayati. Ketika hutan diubah menjadi perkebunan kelapa
sawit, maka antara 80 - 100% binatang jenis reptil, mamalia dan burung yang sebelumnya dijumpai di dalam
hutan, tidak lagi bisa hidup dalam lingkungan yang baru tersebut. Masalahnya semakin parah ketika gajah
dan orang-utan, menjadi punah, dibunuh karena memakan tanaman di ladang-ladang lokal dan perkebunan
karena mencari makanan. Penggunaan pestisida dan herbisida juga merusak flora dan fauna.
Emisi gas rumah kaca (greenhouse gas emissions). Rusaknya hutan dan tanah gambut menyebabkan
pemanasan global karena keluarnya gas rumah kaca selama pembakaran dan hilangnya endapan karbon.
- Semua perusahaan yang diberikan izin di Aceh haruslah sebagai anggota Meja Bundar untuk
Minyak Kelapa Sawit Berkelanjutan (Roundtable for Sustainable Palm Oil RSPO) - Perusahaan
yang sudah lebih dahulu berada di Aceh harus diberikan tenggang waktu untuk bergabung.
- Pembersihan lahan harus menghormati hak-hak hukum yang berlaku dan “pembebasan, dan
persetujuan sebelumnya” dari pemilik lahan harus diperoleh sebagai pertentangan dari kebiasaan
yang selama ini dilakukan dengan cara merambah dan merampas lahan.
- Perkebunan kelapa sawit harus dibangun di lahan-lahan tidur. Jangan ada lagi hutan yang
dikonversi untuk perkebunan. Metode pembakaran tidak bisa dipergunakan untuk pembersihan
lahan. Aceh bisa berpeluang untuk menjadikan model perkebunan yang berkelanjutan sebagai
proyek percontohan.
- Perkebunan kelapa sawit dan pabrik pengolahannya harus mengurangi penggunaan bahan-bahan
kimia dalam pertumbuhan dan tahap pengolahan, dan memastikan berjalannya petunjuk ramah
lingkungan. Janjang harus dibuat menjadi pupuk kompos untuk dipergunakan, dari pada dibakar.
- Perkebunan kelapa sawit dan pengelola fasilitas pengolahan harus membayar upah pekerja sesuai
dengan standar dan kondisi, serta memberikan perlengkapan kenyamanan kerja bagi para pekerja.
- Pemerintah lokal dan kelompok masyarakat sipil harus membangun kapasitas petani perkebunan
rakyat dalam membentuk koperasi dagang agar bisa menuntut harga dari tandan buah segar yang
adil, dan memastikan bahwa mereka tidak terlalu bergantung pada perusahaan untuk membeli hasil
panen mereka agar bisa diproses.
- Kepemilikan fasilitas pabrik kelapa sawit mini bagi perkebunan rakyat yang dikelola oleh koperasi
petani harus didorong.
- Program pendidikan yang didukung oleh pemerintah tentang bahaya dari penggunaan, tinggal
berdekatan, dan memakan berbagai jenis makanan yang mengandung pestisida dan herbisida
harus dijadikan prioritas.
Peta Lokasi Per kebunan Besar dan Per kebunan Rak yat Kela pa Sawit di
Pr ovinsi Aceh
:
Daftar Isi
Daftar singkatan 1
I. Kata pengantar 3
- Metodelogi 4
VI. Kesimpulan
31
VII.Rekomendasi
- Pengambilan Kendali Sektor Perkebunan Kelapa Sawit oleh 32
Otoritas Lokal 32
- Membangun Aceh sebagai Suatu Pusat Praktek Terbaik (Best
Practice) bagi Produksi Kelapa Sawit Berkelanjutan 32
- Kebijakan Penggunaan Lahan
- Perlindungan Terhadap Flora dan Fauna 32
- Pencegahan Polusi 32
- Koperasi bagi Petani Perkebunan Rakyat 32
- Mengedepankan Transparansi dan Akuntabilitas 32
- Pemenuhan Hak-Hak dan Standar Kesejahteraan Pekerja 33
33
Notes
34
Daftar Singkatan______________
3
Meningkat pula beban sosial, ekonomi, dan dilakukan selama beberapa bulan mulai dari
lingkungan hidup baik yang menimpa di dalam pertengahan tahun 2006 hingga awal tahun 2007
wilayah Indonesia maupun yang merambah keluar dan dibantu oleh para tokoh masyarakat, penduduk
dari negara ini. Contohnya, para pemerhati lokal, staf pemerintah lokal, sejumlah lembaga
lingkungan benua Eropa, merasa sangat prihatin donor asing dan lain-lain.
sejalan dengan keinginan Uni Eropa untuk energi
biodiesel, dimana para pemerhati lingkungan Laporan singkat ini sama sekali bukan merupakan
tersebut berpendapat bahwa ketika negara-negara penjabaran lengkap tentang sektor kelapa sawit di
pembeli berupaya memenuhi keinginan mereka Aceh, tapi lebih bermaksud untuk menyajikan
dalam hal standar ramah lingkungan, minyak berbagai persoalan yang harus mulai dibahas
kelapa sawit yang “bersih dan hijau” yang diperas sebagai reaksi terhadap produksi kelapa sawit yang
telah menyebabkan bencana lingkungan bagi ada dan rencana perluasan lahan perkebunan di
6
negara-negara produsen. Aceh. Data yang disajikan dalam laporan ini
terkumpul dan diolah dari hasil wawancara dan
Laporan ini menyajikan gambaran dan tinjauan diskusi dengan staf pemerintah lokal, beberapa
tentang sektor bisnis kelapa sawit di Aceh dan perusahaan lokal, Gabungan Pengusaha Kelapa
pertimbangan kontribusi kelapa sawit terhadap Sawit Indonesia (GAPKI), LSM lokal dan
pemberdayaan ekonomi setempat, menciptakan internasional serta penduduk lokal. Banyak data
lapangan kerja dan kesempatan untuk terlibat dan analisis bersumber dari laporan dan statistik
dalam perdagangan internasional serta investasi pemerintah.
asing. Laporan ini tidak menyimpulkan bahwa
kelapa sawit bukanlah bisnis yang baik, tetapi Namun laporan ini tidak banyak memuat sisi
tatacara pelaksanaan industri yang diterapkan oleh perspektif pihak perusahaan, disebabkan kesulitan
banyak penghasil kelapa sawit seringkali yang dialami oleh tim peneliti untuk bertemu dengan
bermasalah. perwakilan dari perusahaan. Banyak perusahaan
menolak untuk diwawancarai oleh pihak Eye on
Metodelogi Aceh, juga tidak bersedia untuk memberikan
Penelitian untuk laporan ini dilaksanakan oleh tim informasi walaupun secara tertulis.
peneliti lokal Eye on Aceh. Kunjungan lapangan
4
II. Kelapa Sawit: Tanaman ‘Emas’?
Apakah Kelapa Sawit? Apakah Biofuel?
Varietas pohon kelapa sawit mulai produktif setelah berusia 3.5 hingga 5 tahun dan menghasilkan sebagian
besar tandan buah segarnya (TBS) selama 20 hingga 30 tahun. Berat TBS kelapa sawit bisa mencapai 25
kg. Saat panen, bagian buah yang berdaging dibuat menjadi minyak melalui serangkaian proses, dari TBS
dan inti sawit. Pengolahan minyak mentah menghasilkan sawit stearin dan sawit olein. Stearin (yang
berbentuk padat pada suhu ruang) digunakan hampir sebagian besar untuk kegunaan industri seperti
kosmetik, sabun, deterjen, lilin, minyak pelumas, sedangkan olein (berbentuk cair pada suhu ruang)
digunakan secara eksklusif untuk bahan makanan (minyak masak, mentega, krim, kue dan pastri).
Istilah “biofuel” mengacu pada minyak yang mengandung komponen daur ulang baik dari lemak hewan
maupun lemak tumbuhan. Ada banyak tanaman seperti bunga matahari, kedelai, tebu, jagung, minyak
kastor dan sebagainya, yang di pasaran bisa diubah menjadi biofuel, namun CPO merupakan yang
termurah dan paling mudah untuk diolah. Biodiesel dibuat dengan mencampurkan lemak tumbuhan dengan
petro-diesel, dan bisa digunakan untuk mesin diesel tanpa modifikasi. Para pendukung biodiesel mengklaim
bahwa biodiesel lebih jernih daripada petro-diesel konvensional karena biodiesel adalah biodegrable
(kemampuan mengalami pembusukan dengan aksi mikroba) dan ketika terjadi pembakaran akan
mengeluarkan lebih sedikit emisi karbon dioksida dibandingkan dengan petro-diesel konvesional.
Minyak kelapa sawit adalah minyak tumbuhan minyak sawit dunia mencapai hampir 37 juta; dan
yang paling banyak diperdagangkan di dunia, dan diperkirakan akan meningkat hampir 38 juta ton
urutan kedua dari minyak yang paling banyak 9
pada tahun 2007. Pasar untuk minyak kelapa
7
dikonsumsi setelah minyak kedelai. Dipasarkan sawit di Eropa dan Amerika sangatlah kuat, akan
sebagai suatu tanaman yang “serba guna” dan tetapi permintaan yang lebih besar adalah untuk
dapat menggantikan lemak hewan, kacang keperluan industri dan makanan dari negara-
kedelai, canola dan sebagainya, minyak kelapa negara berkembang seperti India, China, Pakistan
sawit merupakan kandungan penting pada dan lainnya. (Lihat grafik 2) Dari pengaruh adanya
mentega, lipstik, es krim, shampoo dan coklat, peningkatan pasar baru dunia inilah yang
dan lainnya. Akhir-akhir ini, juga dipandang mendorong pemerintah Indonesia untuk memberi
sebagai potensi kontributor bagi alternatif energi penekanan khusus dalam meningkatkan produksi
yang lebih bersih dibandingkan dengan bahan minyak kelapa sawit.
bakar minyak konvesional. Uni Eropa adalah
penghasil dan konsumen terbesar energi daur Lima negara penghasil utama kelapa sawit (diurut
ulang, dan menyatakan bahwa sumber sesuai dengan prioritas) adalah : Malaysia,
pengolahan biodiesel dari minyak kelapa sawit Indonesia, Nigeria, Thailand dan Colombia.
sedang dibangun untuk membantu mengalihkan Perdagangan dunia untuk hasil produksi kelapa
penggunaan energi minyak petroleum dan minyak sawit sangat menguntungkan bagi Indonesia.
fosil ke sumber energi yang “lebih bersih dan Pada tahun 2006, Indonesia mengekspor 11,95
8
ramah lingkungan.” juta ton dari keseluruhan jumlah produksi
sebanyak 15,8 juta ton minyak CPO dan produk
Keserbagunaan dan fakta bahwa minyak kelapa turunannya atau 40% dari jumlah ekspor dunia
sawit lebih murah dibanding dengan beberapa 10
dengan total nilai US$5,8 juta. Pada tahun 2007,
minyak tumbuhan lainnya telah mendorong jumlah tersebut diharapkan semakin meningkat
peningkatan permintaan komoditas tersebut. menjadi 16,4 juta ton.
Pada tahun 2001-2002, ketika harga kedelai
melonjak, minyak kelapa sawit menjadi pengganti Pada tahun 2008 Indonesia diharapkan bisa
yang murah dan lebih populer. Potensi kegunaan melampaui Malaysia sebagai penghasil terbesar
baru dari minyak kelapa sawit seperti biofuel CPO: diperkirakan Indonesia akan memproduksi
menjadikan potensi pasar yang lebih luas lagi. 18 juta ton saat Malaysia masih akan
11
memproduksi sekitar 17 juta ton. Indonesia
Produksi kelapa sawit dunia mengalami mengekspor hampir dua pertiga produksi CPO;
peningkatan pesat sejak tahun 1970-an; saat ini India dan China adalah konsumen terbesar
merupakan salah satu komoditas utama dunia; 12
Indonesia. Pada tahun 2006, Indonesia
murah untuk ditanam dan panennya lima kali lebih mengekspor 2,2 juta ton ke India dan 1,8 juta ton
banyak dari tanaman yang menghasilkan minyak Ke China, sedangkan pada tahun 2007, ekspor
lainnya. untuk kedua negara ini diharapkan meningkat
sampai 2,1 juta ton ke China dan 2,5 juta ton ke
Permintaah minyak nabati dunia meningkat dari 13
India. Lihat grafik 4
58,8 juta ton pada tahun 1991 menjadi 148,45 juta
ton pada tahun 2006. Pada tahun 2006, konsumsi
5
Grafik 2: Persentase Konsumen Minyak Kelapa Grafik 3: Persentase Produsen Minyak Kelapa
Sawit Dunia Berdasarkan Negara tahun 2006 Sawit Dunia Berdasarkan Negara tahun 2006
40.0%
39.0% 19.1% Malay sia
Cina
EU Indonesia
India PNG
Pakistan Colombia
Bangladesh Others
Mesir
16.7% USA
Lain-lain
1.2%
0.7%
2.2%
11.2% 48.1% 10.0%
2.5%
3.1% 6.1%
Sumber: Oil World, April 2007
Sumber: Oil World, April 2007
Grafik 4: Produksi Minyak kelapa Sawit Indonesia dan Malaysia 2004 - 2008(F) (1,000 Ton)
1 9 ,0 0 0
1 8 ,0 0 0
1 7 ,0 0 0 M alay sia
1 6 ,0 0 0 Indonesia
Ribu Ton
1 5 ,0 0 0
1 4 ,0 0 0
1 3 ,0 0 0
1 2 ,0 0 0
1 1 ,0 0 0
1 0 ,0 0 0
2004 2005 2006 2007* 2008*
Sumber: Malaysia Palm Oil Board (MPOB) Januari 2007; Komisi Minyak Sawit Indonesia (KMSI) 14 Mai 2007.
*Angka figures: Indonesia GAPKI, Malaysia Malaysian Palm Oil Board.
Kelapa Sawit: Sebuah Industri Perkebunan di Menilik program perkebunan yang dirasakan akan
Indonesia berhasil, maka pada tahun 1986 sebuah Keputusan
Presiden No. 1 Tahun 1986 menetapkan bahwa
Pada mulanya perkebunan kelapa sawit di
program transmigrasi dan proyek PIR harus
Indonesia didirikan oleh pemerintahan kolonial
digabungkan, termasuk di Aceh.
Belanda antara tahun 1870 dan 1930. Pada tahun
1967, awal pemerintahan Orde Baru Soeharto,
Dan ternyata kelapa sawit memang sangat
Bank Dunia memberikan bantuan kepada
berperan dalam pertumbuhan ekonomi yang pesat
Indonesia berupa investasi langsung untuk kelapa
dan berkesinambungan yang dinikmati oleh
sawit melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Indonesia selama kurun waktu 30 tahun sebelum
Pada permulaan tahun 1970-an harga kelapa sawit
terjadinya krisis ekonomi Asia pada tahun 1997
di pasar internasional terus meningkat sehingga
(1967- 97), selama masa kejayaan tersebut pula,
mendorong Indonesia untuk membuka lahan luas
perluasan lahan meningkat 28 kali lebih banyak
yang tersedia untuk perkebunan. Pemerintah 14
Indonesia mulai melihat kelapa sawit sebagai roda (lihat grafik ), sedangkan hasil CPO meningkat
pertumbuhan ekonomi dan sosial di wilayah rata-rata sebanyak 12% per tahun. Pada tahun
pelosok dan pedesaan, termasuk Aceh; tetapi 1997, Indonesia menyuplai 30% dari permintaan
15
pengembangan sektor agri-bisnis ini berjalan minyak kelapa sawit dunia. Sejak akhir tahun
lambat hingga akhir tahun 1970-an. Dengan 1990-an sektor perkebunan kelapa sawit mulai
semakin bertambahnya kesadaran terhadap dikembangkan, para politisi, investor swasta dan
potensi sektor kelapa sawit dan meningkatnya asing berupaya untuk memanfaatkan potensi
kepercayaan bahwa sektor ini bisa “tanaman emas” tersebut.
mengurangiarus kemiskinan di seluruh nusantara,
maka pada tahun 1980-1981 proyek Nucleus Luas lahan yang digunakan untuk perkebunan
Estate and Smallholder (NES) atau Perkebunan Inti kelapa sawit di Indonesia meningkat tajam
Rakyat (PIR) yang disponsori oleh Bank Dunia menjadi lebih dari 6,75 juta ha pada tahun 2006.
mulai diperkenalkan. Suatu program pemindahan Lahan tersebut, 4,58 juta ha terletak di pulau
penduduk dari suatu tempat ke tempat lainnya di Sumatera, 1,26 juta ha di Kalimantan, 0,134 juta
dalam negeri atau lebih dikenal dengan istilah ha di pulau Sulewesi dan sisanya bertebaran
transmigrasi merupakan bagian dari proyek ini. antara Papua dan Pulau Jawa.16
6
Grafik 5: Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit Berdasarkan Kepemilikan 1967 - 2009 (1,000 Ha)
4,000
3,500
Ribu Hektar 3,000
Perkebunan
2,500
Raky at
2,000 Perkebunan
Besar
1,500
1,000
500
0
1967 1977 1987 1997 2006 2009*
Sumber: Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia 1967-2009, Direktorat Jenderal Perkebunan,
*Proyeksi perluasan areal.
16,000
Ribu Ton
14,000
12,000
10,000
8,000
6,000
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007* 2008*
Sumber: “Statistik Kelapa Sawit Indonesia tahun 2005”, Badan Pusat Statistik, November 2006; KMSI, Mei tahun
2007; sedangkan untuk proyeksi peningkatan produksi tahun 2007-2008, berdasarkan wawancara dengan Derom
Bangun, Direktur Eksekutif GAPKI , 22 November 2006.
8
Grafik 7: Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit di Aceh 1999-2006 (ha)
300,000
250,000
Perkebunan
200,000 Besar
Perkebunan
150,000 Rakyat
100,000
50,000
0
1996 1997 1999 2001 2003 2005 2006*
Sumber: Dinas Perkebunan Aceh, data tahunan.
Konflik Kelapa Sawit Kami tidak berani menolak jadi kami mengabulkan
permintaan mereka. Pemerintahan tingkat
Adalah hal yang umum dengan munculnya konflik kecamatan juga mengatakan kepada kami agar
berintensitas rendah sehubungan dengan sumber menfasilitasi keberadaan militer untuk menjaga
26
daya alam bagi satu atau dua pihak yang sedang perkebunan kami.” Sedangkan GAM juga
berperang. Selama tahun-tahun penuh konflik di meminta pajak naggroe secara rutin untuk
Aceh, perkebunan kelapa sawit itu juga memicu membantu perjuangan mereka. Kelapa sawit
konflik. Perkebunan yang ditelantarkan tersebut bukan hanya membantu perjuangan kemerdekaan
kemudian diambil alih oleh GAM, bersama Aceh yang dilakukan oleh GAM, tetapi juga memicu
penduduk setempat, bekerja di perkebunan untuk konflik dalam angkatan bersenjata Indonesia
mendanai perang gerilya mereka. Contohnya, seperti kasus di Seunebok Bace, Aceh Timur.
ketika konflik, komando GAM di Aceh Timur sering
membantu keuangan unit GAM di daerah lainnya Pada bulan November 2004, TNI dan Brimob
dengan hasil yang mereka peroleh dari perkebunan (Brigade mobil polisi) terlibat dalam kontak senjata
sawit. Mantan Komando GAM, Ishak Daud, di desa Seunebok Bace. Pos Brimob setempat
membenarkan keterlibatan GAM; “Kami butuh diserang oleh tentara dari Satuan Kompi B,
uang, jadi kami akan melakukan hal apa saja untuk Peudawa, Batallion 111. Menurut seorang
mendapatkan uang. Ya, kami memiliki usaha wartawan lokal setempat, satu anggota Brimob
perkebunan. Terkadang kami bahkan harus bekerja tertembak mati sedangkan tiga lainnya mengalami
di sana, mencari jalan lain ketika truk mengangkut luka serius. Beberapa tentara ditahan, diperiksa
hasil panen, dan seringkali dikawal oleh 'aparat dan akhirnya masuk penjara. Pertikaian di dalam
militer'. tubuh angkatan bersenjata bukanlah hal yang tidak
biasa terjadi di Aceh, biasanya disebabkan
Selama kurun waktu terjadinya eskalasi konflik persaingan kepentingan bisnis atau 'salah
(akhir tahun 1990-an hingga tahun 2004), PT. Blang pengertian' bisnis. Seorang jurnalis lokal yang
Kara Rayeuk, yang menjalankan usaha perkebunan menolak disebutkan namanya mengatakan; “Itu
sawit di Kecamatan Julok, Aceh Timur, telah bukan pertama kalinya terjadi pertikaian antara
menjadi sumber pendapatan tetap bagi Tentara polisi dan aparat militer.
Nasional Indonesia (TNI). Daerah tersebut
merupakan “tempat strategis” di Aceh sehingga Terkadang, bahkan terjadi antara dua unit militer
tingkat kegiatan militer cukup tinggi. Perusahaan yang berbeda. Semuanya mengenai bisnis,
membayar tambahan pendapatan kepada aparat khususnya terkait dengan perebutan upeti
27
militer yang bertugas di pos di wilayah tersebut perkebunan kelapa sawit ”
untuk melindungi diri dari serangan GAM atau
'orang tak dikenal'. TNI juga berperan sebagai agen Pengurangan kehadiran militer merupakan suatu
melalui penduduk setempat, kemudian menjual lagi syarat prioritas dalam proses perdamaian. Tetapi di
ke agen lainnya, bahkan ke pasar bebas. Agen banyak tempat di Aceh, keterlibatan militer dalam
kelapa sawit ini sering bertindak sebagai 'cu'ak' bisnis (legal atau ilegal) masih terus berlangsung,
(informan) kepada aparat militer, memberikan termasuk dalam sektor perkebunan kelapa sawit.
informasi siapa yang terlibat dalam kegiatan Dengan cara menjadikan diri sebagai agen,
mendukung kemerdekaan Aceh. Perusahan lainnya melakukan pungutan liar sewaktu pengangkutan
juga membayar upeti kepada TNI untuk bayaran tandan buah segar atau CPO, atau dengan cara
perlindungan:“Selama konflik, kami, PT. Parasawita m e n a w a r k a n ' p e n g a m a n a n ' , d e n g a n i tu
berada di posisi yang sangat sulit. Komando militer pendapatan pos-pos militer setempat atau tentara
setempat selalu meminta upeti atas kehadiran secara pribadi bisa bertambah secara signifikan.28
mereka.
9
III. Kebijakan dan Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit
di Aceh__________________________________________________
Berbagai program terus dilahirkan untuk disana, sementara yang lain telah mengurus
merehabilitasi 28.000 ha perkebunan kelapa sawit izin dan masih menunggu pengesahan.”
31
ke Aceh. “Di Aceh, kecocokan lahan bagi tersebut juga mencakup dukungan keuangan
perkebunan kelapa sawit sangat bagus karena kepada perkebunan rakyat dalam bentuk utang dan
curah hujan yang tinggi seperti di Meulaboh, Nagan kredit investasi dari beberapa bank di Indonesia,
Raya, dan Singkil,” komentar Derom Bangun, dengan suku bunga yang disubsidi oleh
Direktur Eksekutif Pengusaha Kelapa Sawit pemerintah.
34
Pada 30 November 2006,
Indonesia (GAPKI). Beliau menambahkan: Departemen Keuangan mengeluarkan Peraturan
“Perkumpulan ini telah menyarankan para anggota No.117/PMK.06/2006 tentang Kredit untuk
kami untuk memfokuskan pengembangan ke Perkembangan Energi Nabati dan Revitalisasi
wilayah-wilayah tersebut, dan banyak diantara Perkebunan (KPEN-RP) dalam memfasilitasi
mereka sudah beroperasi program ini.
10
36
Bantuan keuangan tersebut disalurkan pada merehabilitasi 4.775 hektar di 12 kabupaten.
rekening bank khusus yang dibuat oleh perusahaan Dinas Perkebunan Provinsi secara aktif membuka
yang juga terlibat dalam mengatur pelaksanaan kerjasama dengan sejumlah perusahaan
program dan pelunasan pinjaman kredit investasi. perkebunan untuk dijadikan “bapak angkat”
Pinjaman tersebut mulai memasuki tahap sebagai bagian dari perencanaan, pemerintah telah
pelunasan pada akhir periode pembangunan mengajukan 17 perusahaan perkebunan kelapa
35
kebun, setelah lima tahun untuk kelapa sawit. sawit untuk berpartisipasi secara aktif. Lihat Tabel 1
Perusahaan lainnya juga telah memperlihatkan
Di Aceh program ini dilaksanakan melalui Dinas minat mereka, termasuk perusahaan perdagangan
Perkebunan provinsi yang akan menfasilitasi komoditas pertanian terbesar Indonesia, yaitu PT.
perluasan dari 40.000 ha perkebunan sawit dan Astra Agro Lestari.
I
Tabel 1: Perusahaan yang diundang untuk berpartisipasi dalam Program Revitalisasi
Perkebunan tahun 2006-2010 di Aceh.
Perkembangan inisiatif pemerintah pusat ini sawit rakyat di Aceh sebanyak 43%; ini tidak
berjalan lambat karena program tersebut hanya termasuk inisiatif lain dari pemerintah, badan usaha
baru dimulai pada pertengahan November 2006. milik negara atau swasta. Lihat tabel 2 untuk
Hingga bulan Juni 2006, hanya PT. Fajar Baizury di perluasan per tahun.
Kabupaten Nagan Raya yang telah berkomitmen
untuk mengembangkan dan menfasilitasi 5.000 ha Tabel 2: Rencana Perluasan Perkebunan Rakyat
perkebunan plasma dari tahun 2006-2010.
37
Kelapa Sawit di Aceh 2007 - 2010
11
Program BRR tersebut direncanakan untuk Namun perkembangan tersebut mengalami
mengembangkan 3.500 ha perkebunan kelapa keterlambatan, terkendala persoalan birokrasi dan
sawit rakyat di empat kabupaten : Nagan Raya, ketersediaan lahan.
Aceh Barat, Aceh Jaya dan Bireun (lihat Tabel 3).
Tabel 3: Program Kerja Sama BRR-ADB Untuk Proyek Pengembangan Perkebunan Kelapa
Sawit Tahun Anggaran 2006
Kabupaten Nilai Total (ha) Rencana Program
(milyar)
Nagan Raya Rp. 5,650 1.000 Penanaman, pembibitan, rehabilitasi.
Aceh Barat Rp. 4,824 1.000 Pembukaan lahan, pembibitan dan rehabilitasi.
Aceh Jaya Rp. 4,975 1.000 Pembukaan lahan, penyediakan bibit.
Bireun Rp. 1,500 500 Penanaman
Sumber: Informasi berasal dari berbagai hasil wawancara dengan Rusli, penasehat ADB untuk sektor pertanian
dan perikanan, 5 Desember 2006; Yusya Abubakar, Direktur Pengembangan Pertanian BRR, 5 Desember 2006;
Syahril, Manager Perkebunan BRR, 31 August 2006.
Masalah lain juga menghambat kesuksesan Program ini juga menerima sejumlah alokasi dari
program ini; 200 dari 1.000 ha lahan yang Anggaran dan Pendapatan Belanja Aceh (APBA),
direncanakan di Nagan Raya tidak dapat tetapi sistem tahun anggaran tetap saja macet
dikembangkan karena perencanaan sebelumnya didalam birokrasi dan terkendala oleh kurangnya
ternyata berada di lahan gambut; masalah serupa tenaga ahli birokrasi untuk memastikan proses
juga terjadi di Aceh Barat yang menghambat penggunaan anggaran dapat diselesaikan tepat
penanaman 800 ha. Di samping itu, bibit kelapa waktu. Secara teori, tahun anggaran Aceh adalah
sawit di Bireun dihancurkan oleh babi. ADB sendiri Januari - Desember, tetapi untuk anggaran tahun
mengakui “implementasi program rehabilitasi dan 2007 hanya baru disahkan oleh Dewan Perwakilan
pengembangan kelapa sawit yang dilakukan oleh Rakyat Aceh (DPRA) pada tanggal 18 Mei 2007.
BRR pada tahun 2006 tidak berjalan sebagaimana Nama lainnya dari anggaran ini adalah APBA
yang direncanakan, dan hasilnya tidak (Anggaran dan Pendapatan Belanja Aceh), di
41
sebagaimana yang sama-sama kita harapkan.” dalamnya termasuk dukungan untuk
Pengembangan Kawasan Agri-Business Kelapa
Pada tahun anggaran 2007 di Aceh, ADB kembali Sawit yaitu sebanyak 9.000 ha perkebunan rakyat
melanjutkan program rehabilitasi dan di sebelas kabupaten sebagaimana disebut dalam
pengembangan kelapa sawit di Nagan Raya, Aceh table dibawah. (lihat table 4) Lahan perkebunan
Barat dan Aceh Jaya; dan mencari lahan alternatif kelapa sawit yang dibuka didalam program ini juga
untuk mengatasi masalah lahan gambut pada tahun termasuk dari lahan-lahan yang sebelumnya
pertama pelaksanaan program. Program ADB yang ditelantarkan, komoditas yang ada akan digantikan
bernilai Rp 12 milyar, akan membuka kembali dan dengan komoditas lain ke komoditas kelapa sawit.
revitalisasi perkebunan, serta mengembangkan
sejumlah lokasi baru; alokasi lahan dan bantuan Tabel 4: Rencana Perluasan Perkebunan Kelapa
modal usaha yang akan dikelola oleh pemerintah Sawit Rakyat tahun 2007
42
kabupaten.
Kabupaten Luas (Ha)
Program tersebut akan dilaksanakan melalui Aceh Besar 500
Satuan Kerja (SATKER), daripada bekerjasama Pidie 500
dengan pihak BRR. Hal ini merupakan 'tidak Aceh Utara 1.000
biasanya,' untuk menghindari mekanisme yang ada Aceh Timur 500
di BRR dan mungkin akibat dari capaian hasil Aceh Jaya 1.000
pelaksanaan program tahun pertama. Nagan Raya 1.000
Aceh Barat 1.000
Pada tahun anggaran ini (2007), BRR juga
mengembangkan Proyek Pengembangan Aceh Barat Daya 1.000
Perkebunan senilai Rp 44,8 milyar, bersumber dari Aceh Selatan 1.000
43
dana APBN. Dari dana tersebut, Rp. 13,23 milyar Aceh Singkil 1.000
akan disalurkan melalui Dinas Perkebunan Aceh, Bener Meriah 500
sementara BRR sendiri akan mengalokasikan dana
tersebut untuk membuka 4.100 ha perkebunan
Sumber: Kuisioner Pemutakhiran Data Base Komoditas
kelapa sawit yang baru, melakukan rehabilitasi
Karet, Kelapa, Kelapa Sawit dan Jarak Pagar,
seluas 200 hektar, memberikan pelatihan dan bibit Rancangan oleh Departmen Perkebunan Aceh, 2007.
44
kepada petani.
12
Fokus program BRR dan ADB adalah adalah Ada suatu kesadaran umum bahwa perluasan
daerah yang terkena dampak tsunami; sedangkan sektor agri bisnis di Aceh juga akan meningkatkan
wilayah-wilayah lainnya (tidak terkena tsunami) infrastruktur seperti jalan, sekolah, klinik kesehatan
didanai oleh anggaran pemerintah daerah dan dan fasilitas lainnya bagi para pekerja yang belum
pusat. Dikarenakan pelaksanaan yang terlambat sanggup dipenuhi oleh pemerintah setempat.
dari perencanaan tersebut, disamping
menyebabkan ketidakpuasan dari masyarakat Supaya output dari sektor kelapa sawit menjadi
korban tsunami, juga cenderung terjadi lebih efisien, Dinas Perkebunan Aceh secara aktif
ketidakpuasan dari masyarakat yang tidak berasal mengundang para investor untuk terlibat dalam
dari daerah tsunami kerena melihat pengembangan fasilitas pengolahan di provinsi ini.
ketidakmerataan akses terhadap bantuan tersebut, Sejumlah inisiatif telah didiskusikan tetapi hingga
yang daerah tsunami lebih diutamakan tidak sekarang sangat sedikit capaian yang kongkrit.
sebagaimana mestinya. Salah satu contohnya adalah Forum Sawit (Palm
Oil Forum), yang merupakan sebuah inisiatif dari
Suatu pilar pemulihan ekonomi pasca tsunami? pihak International Financial Cooperation (IFC).
Pertemuan pertama untuk Forum Sawit
Pemerintah pusat memiliki rencana ambisius untuk dilaksanakan di Banda Aceh pada bulan September
perluasan sawit di Aceh. Pada bulan Juli 2005, 2006. Dalam forum tersebut, salah satu topik utama
Departemen Pertanian mengeluarkan sebuah yang didiskusikan adalah perlunya lebih banyak lagi
dokumen yang menegaskan bahwa terdapat fasilitas pengolahan CPO di Aceh. Dalam
454.468 ha lahan baru yang tersedia untuk wawancara pada Desember 2006, Direktur
45
perluasan perkebunan kelapa sawit di Aceh. Ada Pengembangan Pertanian di BRR, Yusya
juga kemungkinan terjadi masalah akibat dari Abubakar, memiliki harapan tinggi terhadap Forum
keterbatasan lahan yang ada: “Dari manakah Sawit tersebut; “Kita berharap semoga forum ini
asalnya semua lahan yang tersedia sebagaimana akan membangun metode yang jelas untuk sektor
dipaparkan tersebut,” tanya Saminuddin B.Tou, dari ini di Aceh yang akan membantu menarik minat
Dinas Kehutanan Aceh. Posisi Dinas Kehutanan para investor untuk mendanai pengolahan CPO;
sangat jelas terkait dengan konversi hutan; “Dalam kita mencari investasi sekitar Rp.17 - 20 milyar
48
sepuluh tahun terakhir ini, tidak ada izin konversi untuk setiap pabrik.” Hingga bulan Mei 2007, tidak
kawasan hutan yang dikeluarkan di Aceh. Itu tidak ada pertemuan lanjutan yang dilakukan, dan
sama dengan kata tidak ada kegiatan konversi sepertinya inisiatif tentang Forum Sawit telah gagal.
sama sekali. Kami tahu bahwa kawasan hutan telah
berubah fungsi melalui cara yang ilegal bahkan ada Undang-undang Pemerintah (UUPA) yang disetujui
yang dialihkan menjadi perkebunan kelapa sawit,” oleh DPR-RI pada tanggal 11 Juli 2006 yang
beliau menambahkan “jenis hutan produksi yang memfasilitasi pelaksanaan bagian-bagian
kita miliki di Aceh ini tidak bisa dibersihkan, namun kesepakatan damai yang ditandatangani pada
hanya dipakai untuk kegiatan kehutanan atau bulan Agutus 2005, dan sebagai landasan
dengan tidak berstatus hutan produksi yang dapat pemerintahan Aceh sebagai provinsi otonom
dikonversi; hutan adalah hutan, perkebunan adalah didalam bingkai Republik Indonesia. Peralihan
perkebunan jadi keduanya adalah hal yang kekuasaan dari pemerintahan pusat di Jakarta ke
46
berbeda, tidak bisa campur-adukkan.” pemerintahan provinsi ini juga masih terdapat
sejumlah ketidakjelasan dalam proses pembuatan
Sementara itu, Dinas Perkebunan Provinsi merasa keputusan; kelancaran pelaksanaan kebijakan-
ragu atas jumlah lahan yang begitu besar yang akan kebijakan yang ada, masih terdapat potensi
digunakan hanya untuk satu komoditas saja. Selain hambatan akibat dari kerancuan peraturan dan
itu, Drs. Fakhruddin, kepala Dinas Perkebunan keterlambatan. Contohnya: dalam Draft Ketiga
Aceh tidak mengetahui tentang jumlah yang Peraturan Pemerintah tentang Kewenangan
ditargetkan Departmen Pertanian pusat tersebut: Pemerintah Pusat di Aceh, pada tanggal 19
“agak kurang bijaksana jika menggunakan 400.000 Februari 2007 terdapat ketidakjelasan wewenang
ha lahan di Aceh hanya untuk perkebunan kelapa yang terkait dengan perencanaan dan
sawit,” beliau berkomentar. “Ada banyak komoditas pengembangan sektor perkebunan di Aceh. Pasal
lain yang dapat diakomodir dalam perencanaan 2.4.Z untuk bidang Pertanian dan Ketahanan
tersebut seperti coklat, karet dan lainnya. Di Pangan menjelaskan bahwa tanggung jawab dalam
samping itu, tidak semua lahan yang ada di Aceh membangun tata laksana dan kebijakan berada di
47
cocok untuk komoditas kelapa sawit.” tangan pemerintah pusat di Jakarta. Tetapi juga
menjelaskan tentang 'pengelolaan dan
Kesibukan aktivitas diseputaran sektor kelapa sawit penggunaan lahan perkebunan' berada di tangan
di Aceh belum menunjukkan tanda akan berkurang. semua tingkat pemerintahan; pusat, provinsi dan
Sebagai daerah yang sedangmenikmati masa kabupaten. Pada saat penulisan laporan ini, pada
damai yang baru saja bersemi, dan juga dengan bulan April 2007, dokumen tersebut masih berupa
kucuran dana yang terkait dengan rekonstruksi draft dengan sejumlah tampilan bermasalah seperti
pasca konflik dari sejumlah lembaga donor dan tumpang tindih tanggung jawab dalam penentuan
49
pemerintah pusat, Pertumbuhan sektor penggunaan lahan.
perkebunan telah menjadi salah satu prioritas
pemerintah sebagai pendorong pengembangan
ekonomi.
13
Kepentingan Asing dalam Perkebunan Kelapa Pada waktu itu, sekitar 100.000 ha lahan di Aceh
Sawit Besar ditawarkan kepada para investor dari
Malaysia tersebut. Pada Agustus 2005, FELDA
Menurut Investor Outreach Office (IOO) di Banda meminta izin kepada Dinas Perkebunan Aceh untuk
Aceh, terdapat berbagai ketertarikan dari investor membuka lahan sebesar 10.000 ha di bagian timur
asing dalam perkebunan kelapa sawit di Aceh. Aceh yang juga diketahui berdekatan dengan
50
Perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawit kawasan yang baru-baru ini dilanda banjir. Pada
yang berasal dari Malaysia memiliki ketertarikan Maret 2006, media setempat melaporkan tentang
khusus dalam meningkatkan investasi mereka di rencana untuk membuka 20.000 ha perkebunan
Aceh. Contohnya, telah terjadi sejumlah kelapa sawit di Kabupaten Bener Meriah juga
pembicaraan awal antara pemerintah provinsi dan didiskusikan antara pemerintah Negara Bagian
51
kabupaten di Aceh dengan pemerintah Negara Selangor Malaysia dengan Bupati setempat. Ada
Bagian Johor, Selangor, dan juga dengan Federal juga ketertarikan dari pihak perusahaan Malaysia
Development Land Authority (FELDA) - Malaysia. juga yang lainnya di kawasan Aceh Selatan, Aceh
Perusahaan-perusahaan perkebunan Malaysia Utara, dan Aceh Barat Daya. Tidak satu pun dari
telah berada di Aceh dalam waktu yang lama, pendekatan awal tersebut berjalan, tetapi Dinas
seperti PT Ubertraco, Guthrie Group, dan lain-lain. Perkebunan kabupaten tersebut terus saja
Pada Juni 2005, pejabat sementara Gubernur Aceh mendengungkan sebagai suatu kemungkinan dari
saat itu, Mustafa Abubakar, mendiskusikan kerjasama di masa mendatang.
kemungkinan perusahaan swasta dari Malaysia
untuk membuka perkebunan kelapa sawit di Aceh.
Apakah FELDA
Produsen kelapa sawit terbesar di Malaysia adalah Federal Land Development Authority (FELDA).
Didirikan pada tahun 1956 untuk menyalurkan bantuan keuangan kepada pemerintah negara-negara
bagian untuk program pengembangan lahan, hal ini dimulai dengan mengembangkan perkebunan karet
sekitar 1.500 ha dan dengan cepat mengembangkan kelapa sawit pada tahun 1961.
Selanjutnya, peranan FELDA dikembangkan untuk kegiatan implementasi pengembangan lahan di seluruh
negara bagian.
Saat ini, FELDA merupakan salah satu kelompok pengembang kelapa sawit yang terintegrasi yang juga
memiliki 92 pabrik pengolahan di Malaysia dan luar negeri. FELDA juga pemilik lahan perkebunan terbesar
di Malaysia dengan luas 853.000 ha. Produksinya mencapai lebih dari 20% dari jumlah produksi kelapa
sawit Malaysia. FELDA juga sangat berperan dalam mentransformasi sektor pertanian di Malaysia, dari
pola pertanian berorientasi konsumtif menjadi pertanian dengan motivasi komersial.
Sistem administrasi dan pengelolaan FELDA sangat terpusat; produksi FELDA juga sangat beraneka
ragam, dari fokus produksi hulu ke suatu fokus produksi hilir yang termasuk pengolahan, penyulingan,
pengangkutan, pemasaran dan perdagangan; Dari semua hal ini, FELDA telah mampu mengelola dan
membuat sebuah standard di keseluruhan proses.
Cakupan FELDA terdapat di seluruh wilayah Malaysia, termasuk Sarawak dan Sabah; namun sekarang
terdapat krisis lahan di Malaysia.
Pada Januari 2007, Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf daerah (qanun). Dari kunjungan dan diskusi yang
dan delegasi dari pemerintah provinsi Aceh, serius ini, keputusan dibuat untuk membentuk
mengunjungi Malaysia untuk mendiskusikan suatu lembaga baru yang dikenal dengan nama
tentang kemungkinan perluasan kerjasama Aceh Plantation Development Authority Otorita
perdagangan. Fokus yang mendapatkan perhatian Pengembangan Perkebunan Aceh (APDA). Draft
utama dalam kunjungan tersebut adalah sektor qanun yang akan memberikan legalitas APDA
perkebunan kelapa sawit. Delegasi dari Aceh sedang didiskusikan oleh DPRA. Wakil Kepala
t e r s e b u t b e r j u m p a d e n g a n Ya y a s a n Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah
Pengembangan Ekonomi Islam Malaysia (YPEIM), (BKPMD) menjelaskan kerjasama Malaysia-Aceh:
sebuah yayasan milik pemerintah federal Malaysia. “Kami membuat draft qanun ini dengan teman-
YPEIM telah menyepakati untuk mengembangkan teman Malaysia karena mereka memiliki lebih
185.000 ha perkebunan rakyat, juga termasuk 13 banyak keahlian yang lebih baik tentang itu. Pihak
52
unit pabrik pengolahan CPO di Aceh. Malaysia akan memberikan bantuan teknis dan
saran kepada kami mengenai praktek yang terbaik
Delegasi dari Aceh mendiskusikan tentang best practice dalam perkebunan, dan juga tentang
kemungkinan pembentukan lembaga yang sama bagaimana mengelola APDA. Badan otorita
dengan FELDA di Aceh. Untuk bagian ini, FELDA tersebut akan dikelola secara bersama oleh
memberikan saran tentang bagaimana proses pemerintah di Aceh and YPEIM.” 53
membuat draft konsep dan peraturan pemerintah
14
Rencana awal program ini adalah pengembangan mengidentifikasikan setiap hektar lahan yang mana
185.000 ha perkebunan kelapa sawit rakyat di 17 “tanaman emas” dapat ditanami.
kabupaten. Target dari rencana ini adalah anak
yatim dan keluarga miskin setiap keluarga akan Di Bireun, sebuah kabupaten kecil di bagian utara
54
menerima 4 ha. Total investasi yang dibutuhkan Aceh, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan
untuk mengembangkan lahan dan perkebunan Daerah (Bappeda) menjelaskan tentang
adalah US$410 juta; sedangkan kebutuhan untuk pendekatan kebijakan yang berbeda. “Kabupaten
pengadaan pabrik pengolah kelapa sawit sebanyak Bireun ini kami lebih memilih kebijakan 'satu
US$158 juta. Terdapat suatu rencana pemerintah kecamatan satu komoditas'. Lima dari 17
Aceh untuk meminjam sebagian besar dari dana kecamatan yang ada, kelapa sawit merupakan
58
yang dibutuhkan tersebut sebanyak US$500 juta komoditas yang diprioritaskan. Kabupaten ini
55
dari Islamic Development Bank (IDB). mempunyai 6.449 ha kelapa sawit milik
perusahaan besar dan 2.011 ha perkebunan
59
Secara keseluruhan, ihwal mengenai APDA masih rakyat. Pada tahun 2005, sektor perkebunan
belum jelas karena masih dalam proses kelapa sawit telah menyumbang Rp 81.128.450
perencanaan serta negosiasi dengan pihak-pihak untuk pendapatan pemerintahan kabupaten, lebih
terkait. Tetapi, pengesahan qanun masih banyak lima kali lipat dari pendapatan yang
60
membutuhkan waktu yang lama, jadi untuk saat ini, diprediksikan.
Gubernur Aceh sedang dalam proses membuat
Peraturan Gubernur yang akan menjadi payung Sedangkan di bagian barat Aceh, Kabupaten
hukum sementara hingga qanun disahkan oleh Nagan Raya memiliki lebih luas lahan perkebunan
Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA). kelapa sawit: 36.525 ha dimiliki oleh perusahaan
61
besar dan 13.022 ha milik perkebunan rakyat.
Spekulasi domestik Pemerintah setempat berencana untuk
meningkatkan jumlah perkebunan rakyat dalam
Di sejumlah daerah di Aceh, pemerintahan waktu dekat sebagai bentuk paket bantuan
kabupaten memandang kelapa sawit sebagai solusi pemerintah setempat dalam upaya meningkatkan
untuk beberapa masalah yang terkait dengan perekonomian di sana. Kabupaten ini termasuk ke
keterbelakangan sosial dan ekonomi. Di kawasan dalam program BRR yang telah disebutkan
Gayo Lues yang indah dan terpencil di bagian sebelumnya, yang dalam pengembangan
tenggara Aceh, Kepala Dinas Perkebunan dan programnya telah memasukkan perluasan 275 ha
Kehutanan menjelaskan bahwa daerah Gayo Lues perkebunan kelapa sawit di kawasan Kuala Tripa
merupakan daerah pegunungan sehingga pada tahun 2005, Nagan Raya akan melanjutkan
pengelolaan kelapa sawit kurang cocok, namun perluasan kelapa sawit sampai tahun 2008 atau
sejumlah lokasi percobaan teridentifikasi. Contoh, lebih.
62
Pengembangan kelapa sawit terbesar pasca Transmigrasi sebagai faktor penting dalam
tsunami di Aceh adalah Kabupaten Aceh Singkil, di pengembangan kelapa sawit
66
bagian selatan provinsi Aceh. Di wilayah tersebut,
perizinan untuk lokasi diproses lebih cepat Dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 220
dibandingkan dengan tempat lainnya di Aceh. juta, Indonesia sudah lama berupaya untuk
mengatasi ledakan penduduk dan kemiskinan
Menurut Kepala Dinas Perkebunan Aceh Singkil seperti di daerah Jawa dengan cara memindahkan
yang baru, Ir.Momod Suharsa, mengatakan penduduk ke daerah yang penduduknya lebih
“semenjak tsunami, terdapat 50.600 hektar izin sedikit. Dalam program transmigrasi ini, pemerintah
prinsip yang dikeluarkan. Izin tersebut diberikan memberikan paket insentif - berupa biaya
kepada sekitar 15 perusahaan antara 200 ha perjalanan, lahan, bantuan rumah dan paket bahan
17.800 ha per perusahaan. Tetapi hingga saat ini makanan - kepada mereka yang bersedia untuk
belum ada yang mulai membangun perkebunan dipindahkan. Kebanyakan transmigran
67
mereka. Izin baru ini dinamakan “izin prinsip atau ditempatkan di daerah pertanian atau perkebunan
izin lokasi”, yang disetujui oleh bupati yang harus di mana lahan pekerjaan tersedia bagi mereka.
ditindaklanjuti dengan beberapa pendukung Aceh merupakan salah satu tujuan utama, yang
lainnya, seperti izin usaha dan izin untuk lahan memiliki lahan seluas 56.365 km² namun hanya
perkebunan. Sejumlah izin prinsip juga telah didiami sekitar 2% dari total penduduk Indonesia
diberikan di sepanjang pantai barat Aceh. Jika (4,03 juta jiwa), dan memiliki lahan pertanian yang
sudah ada tindak lanjut dari pihak perusahaan, berlimpah, sehingga Aceh merupakan salah satu
sesuai dengan peraturan yang ada maka semua tujuan utama yang diidamkan.
perusahaan harus mengalokasikan pembangunan
kebun bagi masyarakat disekitar perkebunan inti. Tetapi, program transmigrasi di Aceh memunculkan
permasalahan tersendiri. Di daerah konflik
Rencana pemerintah tersebut juga sejalan dengan ini,program transmigrasi berpotensi menimbulkan
perencanaan dari sektor swasta juga sudah mulai gejolak sosial, di mana sebagian besar persepsi
melebarkan sayap mereka untuk pengembangan masyarakat Aceh bahwa transmigran mendapat
perkebunan kelapa sawit ke Aceh. Perusahaan lebih banyak perhatian dari pemerintah
perdagangan hasil pertanian terbesar di Indonesia, dibandingkan dengan masyarakat lokal Aceh
PT. Astra Agro Lestari juga sedang menjajaki sendiri sehingga hal ini menyebabkan munculnya
ketersediaan 200.000 ha lahan untuk kebencian terhadap transmigran.
16
Ketika sentimen anti-Indonesia bergolak di sejumlah setempat tidak memiliki kapasitas yang memadai
tempat di Aceh semasa konflik, masyarakat untuk membangun sektor perkebunan di daerah
menganggap transmigran juga sebagai kelompok ini. Itu sebabnya kami membuat program yang
pro-Jakarta, dan sering menjadi target intimidasi - masih berlangsung hingga sekarang, yang secara
atau lebih parah lagi - oleh faksi anti-Indonesia yang aktif mendorong transmigran supaya datang ke
bergerak di Provinsi Aceh. Antara tahun 1999 hingga Aceh Singkil. Tanpa mereka usaha perkebunan
72
2002 dimana eskalasi konflik terus meningkat, tidak akan berhasil.”
sebanyak 21.000 keluarga transmigran
meninggalkan daerah Aceh; seiring dengan desas- Pada permulaan tahun 2007, beberapa ribu
desus yang berkembang bahwa telah terjadi keluarga transmigran telah kembali ke Aceh,
serangkaian serangan terhadap ”kelompok banyak yang menetap kembali di area perkebunan
pendatang”, termasuk intimidisi, penyiksaan dan kelapa sawit yang dulunya bermasalah seperti
penghilangan, dalam sejumlah kasus, rumah-rumah Nagan Raya, Aceh Barat, Aceh Utara dan Aceh
70 73
mereka juga dibakar. Dan selama periode darurat Timur.
militer baru-baru ini, antara Mei 2003 dan Mei 2004,
kebanyakan transmigran yang tersisa pindah dan Paket bantuan pemerintah terhadap para
menetap di sekitar kota Medan - Sumatera Utara. transmigran agar bersedia kembali termasuk
Dengan pindahnya keluarga transmigran yang tempat tinggal (rumah baru atau renovasi), dan
bekerja pada perkebunan kelapa sawit pada tiga bulan pertama akan menerima 42 kg
mengakibatkan terhambatnya kapasitas beras per bulan, ikan asin, minyak masak, gula dan
operasional sektor tersebut. makanan lainnya yang totalnya senilai Rp. 225.000
74
per keluarga setiap bulan.” Pada tahun 2007,
Baru-baru ini, saat kondisi Aceh semakin kondusif dengan berbekal dana Rp. 14 milyar, Dinas
pasca tsunami, pemerintah daerah secara aktif Transmigrasi merencanakan untuk menfasilitasi
mendorong para transmigran supaya kembali; “Kami kepulangan 3.554 keluarga.
75
17
IV. Dengan Dampak Apa______ Di samping itu, terdapat suatu korelasi yang jelas
antara pertumbuhan industri kelapa sawit dengan
persengketaan tanah dan masalah sosial dan
Ta n p a d i r a g u k a n l a g i , p e r l u a s a n d a n lingkungan lainnya. Perusahaan perkebunan
pengembangan sektor perkebunan kelapa sawit kelapa sawit telah menjadi pelanggar terbesar di
akan menjadi bagian penting dalam perekonomian bidang pertanian dalam hal sebagaimana yang
lokal di Aceh. Tanaman kelapa sawit semestinya disebutkan diatas. Mengapa demikian? Alasannya
tidak menciptakan kerusakan ekologi dan dampak cukup sederhana; lahan yang diidentifikasi untuk
sosial yang berdampak negatif terhadap memproduksi kelapa sawit seringkali merupakan
masyarakat setempat dan lingkungan hidup tanah adat atau ulayat atau milik pribadi, lahan
mereka. Secara umum, pengembangan pertanian yang digunakan oleh masyarakat
perkebunan kelapa sawit yang baru di Indonesia setempat untuk menanam sayur-sayuran, atau
seringkali bermasalah, dan di tempat-tempat di bahkan kawasan hutan di mana masyarakat lokal
mana perkebunan komersial kelapa sawit yang lebih menginginkan tetap menjadi hutan. Hilangnya
berskala besar beroperasi, persoalan-persoalan lahan ini yang seringkali dimiliki dan digunakan
yang terkait ekonomi, sosial dan lingkungan hidup, secara tradisional menjadi kerugian yang sangat
dan persoalan lainnya seringkali terjadi. Di besar bagi mata pencaharian penduduk lokal.
beberapa daerah di Aceh, perluasan kelapa sawit Problema tersebut semakin parah dengan
sudah mulai bermasalah, dari yang seharusnya ditambah fakta bahwa kebanyakan orang di Aceh
mengurangi persoalan-persoalan yang ada, tidak mempunyai sertifikat tanah sebagai
seperti: pengalihan kepemilikan tanah, harapan pembuktian kepemilikan yang sah.
masyarakat yang tidak terpenuhi dan janji-janji Konsekuensinya, ketika perusahaan mendekati
palsu; kurangnya keinginan untuk menuruti pemerintah untuk menanyakan lahan yang tersedia
peraturan yang ada, polusi dan masih banyak faktor untuk perkebunan, tidak ada peta yang bisa
lainnya. menunjukkan kepemilikan tanah masyarakat.
Tanpa klarifikasi seperti itu, seringkali terjadi
Kepemilikan Tanah dan Pola Produksi persengketaan ketika perusahaan mulai
membersihkan lahan.
Di Indonesia, perkebunan kelapa sawit memiliki
hubungan erat dengan penyerobotan tanah dan
relokasi penduduk. Sektor ini seringkali mengakhiri Penyerobotan Lahan di Bandar Baru
cara hidup tradisional, di mana hutan menyediakan
produk bukan kayu sebagai mata pencaharian “Seringkali terjadi kasus di mana kita
seperti tanaman obat tradisional yang dapat dijual, sebagai pemilik lahan lokal, merupakan
makanan dan material untuk membuat rumah, orang terakhir yang tahu tentang lahan kita
perabotan dan sebagainya. Banyak petani dan yang digunakan sebagai lahan perkebunan
penduduk asli yang bersedia menjual tanah kelapa sawit. Sebulan yang lalu, lahan
mereka atau turut berpartisipasi sebagai saya tiba-tiba ditandai oleh perusahaan PT.
perkebunan plasma walau itu dalam kawasan tanah Bahari Lestari. Perusahaan tersebut ingin
adat di mana hukum adat berlaku, namun akhir- menjadikan lahan saya sebagai bagian
akhir ini kesepakatan tersebut seringkali dilanggar. perkebunan kelapa sawit yang sedang
Seringkali, petani ditipu untuk meninggalkan lahan mereka kembangkan. Oleh karena itu,
mereka dengan janji-janji palsu, juga secara untuk melaksanakan tujuan tersebut,
intimidasi dan manipulasi. mereka memotong pohon Nipah saya (jenis
pohon yang bisa dibuat menjadi atap
Sektor pertanian di Aceh sarat dengan masalah rumah). Saya memberitahu mereka bahwa
kemiskinan, terpecahnya struktur sosial dan konflik. ini lahan saya; anda tidak bisa menyerobot
Banyak masyarakat di Aceh memiliki keterbatasan lahan saya. Mereka mengatakan akan
akses terhadap ekonomi dalam bentuk uang (cash membayar kompensasi, namun hingga saat
economy); sebanyak 47,8% dari jumlah ini saya tidak memperoleh apa pun. Lahan
keseluruhan masyarakat Aceh hidup dibawah garis tetangga saya juga diambil dengan cara
77
kemiskinan - kurang dari US$2 per hari. Tetapi yang sama. Ada sejumlah orang memiliki
secara umum, bentuk kemiskinan bukanlah model sertifikat tanah, tetapi tidak ada gunanya.
kemiskinan dari kepemilikan tanah. Tetapi peralihan Saya telah kehilangan tanah saya.”
kepemilikan tanah adalah suatu konsekuensi yang
Tu m i n g a n , p e n d u d u k d a r i D e s a B a n d a r
nyata dari perluasan sektor perkebunan kelapa Baru,Kecamatan Bendahara, Tamiang, 1 Juli
sawit yang dikhawatirkan akan menciptakan desa- 2006.
desa miskin baru di Aceh sejalan dengan
masyarakat yang kehilangan tanah dan mata
pencaharian tradisional mereka.
18
Bukan hal yang tidak biasa terjadi ketika tanah masyarakat, kami akan merundingkan
perkebunan kelapa sawit juga merambah batas kompensasi dengan perusahaan atas nama
taman nasional atau lahan milik masyarakat atau penduduk setempat.” Beliau melanjutkan: “Hak
pribadi. Namun persengketaan tanah jarang Guna Usaha (HGU) yang diberikan kepada
mendapat publikasi di Aceh dan cenderung hilang perusahaan akan menjadi tidak sah jika terbukti
tak berbekas, masyarakat yang mengadu akhirnya kalau mereka telah melanggar batas lahan. Mereka
menghentikan perjuangan mereka untuk harus mengajukan HGU baru jika menginginkan
79
mendapatkan kompensasi atau berusaha perluasan.” Menanggapi hal ini, Asisten Kepala
mendapat izin. Masalah kedua yang dihadapi oleh perusahaan, Abdul Hakim, menjelaskan; “Kami
pemilik tanah lokal adalah bahwa pihak perusahaan bekerjasama dengan Dinas Perkebunan setempat
perkebunan sering memperluas keluar batas hak dan merumuskan langkah apa saja yang akan
guna usahanya. Tetapi di Aceh, sebagaimana dijalankan pada bulan November tahun ini [2006].
diketahui bahwa nilai keadilan, seperti banyak hal Kami [perusahaan] mungkin telah berbuat salah
lainnya, dapat dibeli dengan harga tertentu, mengenai kepemilikan tanah. Memberikan
perusahaan kelapa sawit umumnya membayar kompensasi kepada penduduk setempat
polisi setempat dan pegawai pemerintah supaya merupakan salah satu pilihan yang sedang
80
menutup mata atas fakta bahwa perusahaan dipertimbangkan oleh perusahaan.” Tetapi Dinas
tersebut telah merambah batas tanah orang lain. Perkebunan setempat menghadapi kesulitan dalam
dalam mengindentifikasi suatu solusi, “hingga
Salah satu contohnya adalah sebuah perusahaan sekarang [Desember 2006] tidak ada pemilik lahan
m i l i k M a l a y s i a , P T. U b e r t r a c o , y a n g yang datang dengan membawa bukti kepemilikan
mengoperasikan perkebunan kelapa sawit di Aceh lahan, jadi sangat susah bagi kami untuk
78 81
Singkil, bagian tenggara Aceh. Luas areal Hak memproses kasus ini.”
Guna Usaha (HGU) perkebunan mereka cukup
luas; mencakup 13,925 ha yang menjangkau Sebuah tidak terang dari persolan yang berlarut-
beberapa desa. Perusahaan ini terlibat dalam larut ini akhirnya tercapai. Pada pertengahan tahun
persengketaan lahan yang kasusnya masih 2007, pemerintah setempat telah menyelesaikan
berlangsung hingga kini. pemetaan lahan yang menjadi persengketaan, dan
mendapati kemungkinan perusahaan beroperasi
Menurut masyarakat setempat, lahan tersebut yang dilahan milik masyarakat. Pada bulan Juli 2007 PT
diberikan izin pada tahun 1988 termasuk ke lahan Ubertraco setuju untuk membayar kompensasi,
pribadi dan tanah masyarakat, dan PT Ubertraco tetapi persoalan ini tetap saja menjadi
diduga telah menanam kelapa sawit diatas tanah persengketaan karena pemerintah setempat dan
adat (tanah milik masyarakat). Pada bulan Oktober perusahaan masih menunggu masyarakat untuk
2006, Asmardin, mantan Kepala Dinas Perkebunan datang dengan sertifikat hak kepemilikan yang sah.
Aceh Singkil, mengatakan ”Jika perusahaan
terbukti telah melanggar batas
Mayoritas dari sistem kepemilikan tanah di Aceh Singkil adalah dengan sistem adat (tradisional) yang
hanya mengandalkan pengakuan dari para pemilik tanah lain di sekitar tanah yang bersangkutan,
sangat sedikit yang memiliki sertifikat kepemilikan tanah. Oleh karena itu, pembuktian kepemilikan
tanah menjadi lebih sulit. Penduduk setempat menjelaskan; “Sebenarnya, tanah yang sekarang
menjadi milik PT. Ubertraco adalah milik masyarakat setempat, tetapi pada tahun 1988 pemerintah
menyerahkannya pada PT. Ubertraco tanpa berunding terlebih dahulu dengan masyarakat. Sejak saat
itu, mereka (perusahaan) telah mengolah lahan kami dan dalam sengketa ini, pemerintah setempat
82
tidak membantu kami.” Seringkali protes diajukan oleh masyarakat setempat, dan pada tahun 1999
terjadi demonstrasi di mana bangunan dan kendaraan perusahaan dibakar. Setelah itu, konflik
separatis terjadi, barang milik umum/masyarakat hampir tidak dapat dielakkan telah menarik perhatian
militer, karena itu, demonstrasi menjadi semakin jarang. Pada tahun 2002 demonstrasi atas tanah
merebak kembali. Tetapi pada 16 Januari 2007, berlaku iklim perdamaian di Aceh, dan masyarakat
setempat merasa aman untuk pertama kalinya untuk mengadakan aksi protes. Sekitar 500 penduduk
mengadakan demonstrasi di luar gedung DPRD dan Kantor Bupati di Singkil. Tuntutan mereka adalah
agar HGU PT. Ubertraco dicabut.
Penduduk Desa Samar Dua, Kecamatan Kota Bharu menjelaskan; “Bagaimana kami bisa menuntut
kembali tanah kami, jika hampir semua aparat militer, polisi dan anggota dewan/pemerintah selalu
melindungi perusahaan itu. Kami takut hal itu bisa berbahaya, dan banyak kejadian di tempat lainnya di
Aceh dimana penduduk tiba-tiba menghilang. Jadi kami hanya bisa diam saja.” Sumber meminta agar
namanya dirahasiakan, wawancara di Kampung Baru, Aceh Singkil, 14 Januari 2007.
19
Sistem Produksi
Pola produksi kelapa sawit di Aceh bercermin pada dalam waktu 24 jam setelah panen untuk diproses
pola yang ada di Indonesia secara umum, yang untuk menjadi CPO, yang selanjutnya diproses
merupakan kombinasi perkebunan besar dan sesuai dengan kebutuhan. Hal tersebut
perkebunan rakyat.. Perkebunan besar dijalankan menyebabkan masalah bagi para petani kecil atau
oleh perusahaan milik negara atau perusahaan perkebunan rakyat. Saat ini, hanya terdapat 21
swasta (nasional atau asing) dan beberapa pabrik pengolahan kelapa sawit di Aceh yang
diantaranya mengikuti model perkebunan agro berlokasi di tujuh kabupaten dengan kapasitas
estate. Banyak perusahaan yang mempekerjakan operasi 540 ton per jam semuanya merupakan
petani hanya berdasarkan kontrak kerja, atau bagian dari perusahaan perkebunan besar.
sebagai buruh harian lepas untuk keseluruhan Semasa menjabat sebagai Kepala Dinas
tahapan proses produksi. Para pekerja sering Perkebunan, Azwar A.B, menjelaskan bahwa
dibawa dari luar Aceh sebagai bagian dari program prioritas sektor tersebut adalah menarik investor
transmigrasi pemerintah, walaupun ada juga untuk menanam modal dalam bisnis pengolahan
keterlibatan penduduk setempat. Terdapat CPO. Termasuk di antaranya, pengadaan pabrik
beberapa pola dari perkebunan rakyat; baik itu di mini pengolahan CPO yang akan menguntungkan
83
bawah kendali perkebunan besar atau dikenal petani kecil. Pada kenyataanya, sulit untuk
dengan pola PIR (lihat dibawah); sebagai bagian mencari investor yang berminat hanya pada
dari koperasi, atau perkebunan pribadi yang tidak pengolahan CPO tanpa ada jaminan pasokan
terikat. Luas kepemilikan perkebunan rakyat tandan buah segar, walaupun demikian,
biasanya tidak lebih dari 25 ha. kebanyakan pengolahan tanaman milik
perusahaan perkebunan besar terjamin dari lahan
Tahap pengolahan produksi tidak terlalu rumit, milik mereka sendiri.
tandan buah segar kelapa sawit harus diproses
Bentuk umum produksi di Aceh dinamakan Nucleus Estate System (NES) atau Perkebunan Inti Rakyat (PIR)
kadang-kadang juga disebutkan dengan nama pola inti plasma. Pola ini terdiri dari perkebunan dalam skala
kecil di sekitar perkebunan 'inti' yang besar. Pola ini pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada tahun
1978 dan didukung oleh Bank Dunia yang mendanai perluasan pola Perkebunan Inti Rakyat pada
permulaan tahun 1980-an di Indonesia dan telah tersebar luas di Aceh.
Terdapat sejumlah bentuk dan variasi pola PIR; pada dasarnya melibatkan manajemen, teknologi, sumber
keuangan dan pelayanan yang diinvestasikan oleh perusahaan untuk membangun perkebunan skala kecil
yang dilaksanakan secara individu plasma dengan bekerja sama dengan perkebunan inti perusahaan itu
sendiri (biasanya dalam skala besar). Dengan kata lain, perusahaan memberi penegasan atas pengontrolan
dan penerimaan izin atas suatu lahan, namun dapat meningkatkan kerja sama ini dengan berkolaborasi
dengan pemerintah yang akan mengalokasi lahan menjadi lahan-lahan kecil biasanya dua hektar untuk
masyarakat miskin, keluarga transmigran dan baru-baru ini - kepada korban tsunami Desember 2004.
Perusahaan atau pemerintah akan menyediakan sumber daya untuk membantu masyarakat tersebut
mengelola perkebunan skala kecil mereka. Dengan cara ini, para petani yang mempunyai ladang yang
berskala kecil dapat mengukur pengontrolan perkebunan, namun tidak mempunyai akses untuk mengolah
perkebunan tersebut. Jadi biasanya mereka menjual hasil mentahnya kepada perusahaan dalam rangka
meningkatkan kapasitas produksi perusahaan. Contoh dari pola ini bisa didapatkan dalam kebijakan yang
berlaku untuk pengembangan kelapa sawit sebagaimana digambarkan di atas.
20
Banyak perusahaan industri kelapa sawit Selain itu, para buruh itu bukan merupakan serikat
berpendapat bahwa “industri ini menyediakan kerja dan biasanya tidak teroganisir dan membuat
pekerjaan yang stabil dan dengan bayaran yang pengaduan resmi. Misalnya, dengan mengirimkan
layak” dan perusahaan seringkali menyediakan perwakilan ke dinas untuk melaporkan
infrastruktur umum yang sebelumnya tidak kesewenangan perusahaan. Kami akan bertindak
memadai.
85
jika kami mendengar ada perusahaan yang
melanggar peraturan, seperti kasus PT Delima
91
Pada Januari 2006, Upah Minumum Provinsi (UMP) Makmur kami mencoba membantu masalah ini.”
di Aceh meningkat dari tahun 2005 atau dari Rp
86
620.000 menjadi Rp 820.000 per bulan. Ketetapan Di Aceh Singkil, di mana PT Delima Makmur
UMP ini tidak hanya berlaku bagi pegawai kontrak beroperasi, sebanyak 291 dari total 510 buruh
namun juga bagi buruh harian lepas yang mengadukan perusahaan PT. Delima Makmur ke
seharusnya dibayar sesuai dengan jumlah minimum Dinas Tenaga Kerja karena upah yang tidak
bulanan. Selain gaji pokok, peraturan memenuhi standar. Isu tersebut diliput oleh surat
ketenagakerjaan Indonesia juga memasukkan kabar yang mengutip pernyataan Kepala Bagian
tunjangan lain misalnya, saat bulan Ramadhan, Industri dan Serikat Kerja di Aceh, M.Yunan, :
pekerja menerima tunjangan tambahan sebanyak “Selain tidak membayar upah pekerja sesuai
87
satu bulan dari jumlah gaji pokok. Banyak contoh dengan peraturan baru, pada tahun 2004 dan 2005,
lainnya di mana perusahaan perkebunan kelapa perusahaan juga tidak pernah mematuhi peraturan
92
sawit tidak mentaati peraturan ini. Karena tidak pemerintah untuk membayar upah minimum.”
adanya serikat kerja, kebanyakan pekerja hanya M.Yunan melanjutkan, “Para pekerja mendesak
bisa diam, namun terkadang juga melakukan protes. perusahaan agar mau membayar upah selama dua
tahun bekerja. Kami dari Dinas Tenaga Kerja akan
Pada awal tahun 2006, sekitar 800 orang buruh mendukung para pekerja untuk menuntut
perusahaan perkebunan kelapa sawit di Aceh perusahaan tersebut agar memenuhi hak-hak
93
Tamiang, PT. Parasawita, memprotes upah yang buruh.” Beberapa kali upaya klarifikasi kepada PT
mereka terima tidak sesuai dengan UMP yang Delima Makmur oleh tim peneliti Eye on Aceh tidak
88
ditetapkan oleh peraturan pemerintah. Pada Juli berhasil.
2006, perusahaan masih belum mentaati ketetapan
UMP yang seharusnya Rp 820.000 per bulan: “Tahun Pada Juli 2006, 600 para pekerja PT. Padang Palma
yang lalu ketetapan perusahaan untuk gaji atau upah Permai (perusahaan perkebunan di Aceh Tamiang,
adalah Rp 620.000. Dari Januari 2006, perusahaan bagian timur Aceh yang memiliki lahan seluas 1.000
menetapkan kebijakan untuk menaikkan upah ha) melakukan aksi unjuk rasa atas tunjangan
menjadi Rp 820.000 sesuai dengan peraturan yang tambahan yang tidak dibayar pada bulan Juni setiap
berlaku”, Prayogo, Kepala Administrasi perusahaan tahunnya. Menurut mereka, perusahaan tidak
menjelaskan. “Namun, kami tidak bisa memenuhi pernah membayar upah tambahan tersebut sejak
kewajiban untuk menaikkan upah pekerja, jadi tahun 2003 dan pihak manajemen menolak
standar upah lama masih berlaku yang mengacu bernegosiasi dengan para buruh.
89
pada standar upah tahun 2005.”
Selanjutnya, terdapat banyak informasi tentang
Serikat Buruh Aceh Tamiang mendukung aksi protes buruh harian lepas yang tidak dibayar sesuai
yang dilakukan oleh para buruh. Tiga bulan dengan UMP, namun jarang dilaporkan ke dinas
kemudian, pada Oktober 2006, permasalahan di terkait karena buruh “lepas” ini merasa bahwa
PT.Parasawita semakin memburuk; perusahaan mereka tidak mempunyai hak untuk melakukan itu.
bukan hanya tidak mampu (sebagian mengatakan Peneliti dari Eye On Aceh telah melakukan ratusan
“tidak mau”) membayar upah minimum kerja, namun wawancara dengan para pekerja di perkebunan
juga mengurangi jatah tambahan gaji yang Aceh Tamiang, Aceh Singkil, Nagan Raya dan Aceh
seharusnya sebesar satu bulan gaji, yang Timur dari bulan Agustus sampai Desember 2006.
dibayarkan pada bulan Ramadhan (Idul Fitri) Hasil wawancara memperlihatkan bahwa para
menjadi Rp 420.000 - sekitar lima puluh persen pekerja harian menerima upah sekitar Rp18.000
pemotongan. Para buruh mendemo kantor DPR (US$2) per hari dengan waktu kerja tujuh jam. Dinas
setempat dan menuduh perusahaan melanggar hak- Tenaga Kerja di Banda Aceh melaporkan; “Ya, kami
hak para pekerja, seperti UMP, kesehatan dan upah- banyak mendengar kabar tentang para buruh yang
upah lainnya.
90 tidak dibayar sesuai dengan standar UMP.
Dinas Tenaga Kerja di Aceh bersedia membantu Tetapi kami tidak pernah menerima pengaduan dari
masalah pekerja itu, tetapi Kepala Bagian Hubungan buruh yang mendapat upah Rp18.000 per hari. Jika
Industri dan Serikat Kerja juga menjelaskan; “PT ada pengaduan, kami pasti akan
Parasawita bukan satu-satunya perusahaan yang menindaklanjutinya karena hal ini merupakan
melanggar aturan, kita mengetahui masalah ini pelanggaran hak-hak buruh di Aceh karena dibayar
94
(upah) di sektor perkebunan, tetapi, apa yang bisa di bawah Upah Minimum Provinsi.”
kami lakukan untuk membantu? Perusahaan jarang
melaporkan berapa banyak jumlah buruh, berapa Nasib para petani perkebunan rakyat yang
upah yang diterima atau informasi lainnya. Tanpa tergabung dengan bagian Perkebunan Inti Rakyat
informasi dasar ini, sulit bagi kami untuk (PIR) juga tidak bernasib lebih baik.
mengintervensi pada saat muncul suatu masalah.
21
18
Umumnya, perusahaan mendapat jauh lebih penanaman hutan tanaman campuran dan kelapa
banyak keuntungan daripada petani itu. sawit. Perhatian perusahaan ini kemudian berubah
Perusahaan mengurangi modal investasi dan dan hanya terfokus pada kegiatan penebangan,
mengurangi tingkat resiko. Perusahaan juga walaupun isin untuk memproses dan mengangkut
memperluas lahan untuk perkebunan agar mereka kayu belum dikeluarkan.
mendapatkan keuntungan yang lebih banyak. Para
buruh perkebunan secara efektif menjadi tenaga Kemajuan dari pengembangan perkebunan sangat
upahan yang biasanya tidak berwenang untuk lambat, yang mengindikasikan bahwa PT Mandum
melakukan penawaran upah. Jadi, perusahaan Payah Tamita lebih tertarik pada kegiatan
menentukan upah, menikmati keuntungan yang penebangan daripada perkebunan. Perusahaan ini
besar, dan hanya sedikit mengajarkan keahlian dan diduga melakukan pelanggaran melalui
pengetahuan kepada petani. serangkaian kegiatan penebangan kayu secara
ilegal; mesin untuk pengolahan kayu juga
Setelah jangka waktu yang lama, para petani ditemukan. Perusahaan tidak mempunyai izin untuk
menyadari bahwa tergabungnya mereka di dalam mengoperasikan sawmill, tetapi hanya kegiatan
pola PIR hanya menguntungkan perusahaan yang terkait dengan pembersihan lahan untuk
daripada mereka sendiri, kenyataannya mereka dijadikan perkebunan. Akibatnya, pada tanggal 23
jatuh miskin, yang seharusnya mendapatkan Januari 2006 Direktur PT. Mandum Payah Tamita,
pemberdayaan. Krisna (warga negara Malaysia), diinterogasi oleh
pihak kepolisian Aceh Utara atas kegiatan
98
Pembersihan Lahan penebangan kayu ilegal. Dan pada Juni 2006,
kilang gergaji ditemukan. Hingga saat ini kasus
99
Perluasan perkebunan kelapa sawit telah tidak ada perkembangan dari kasus ini.
menyebabkan pembersihan lahan yang luas di
Aceh. Antara tahun 1982 dan 2001, seluas Pembersihan vegetasi hutan bukan hanya suatu
265.995 hektar hutan produksi di Aceh telah bentuk degradasi lingkungan hidup ketika
dikonversi budidaya bukan hutan; luas hektar pembersihan lahan dilakukan untuk pembangunan
yang tidak terkonfirmasi ini, sebagian besar dari perkebunan. Jika lahan yang ada tertutupi oleh
lahan yang dikonversi tersebut digunakan untuk semak-semak atau sisa-sisa hutan, bagi yang ingin
pengembangan perkebunan kelapa sawit.
95 menanam kelapa sawit maka digunakan cara yang
cepat dan murah dalam membersihkan lahan
Pembersihan lahan tidak hanya terjadi dalam tersebut , yaitu dengan cara membakar. Walaupun
konteks pembangunan perkebunan. Terdapat membakar lahan bukan hal yang biasa dilakukan di
banyak kasus di masa lalu di Aceh, sebagaimana Aceh sebagaimana di tempat lain di Indonesia,
banyak terjadi di Indonesia, lahan yang memiliki tetapi sejumlah perusahaan menerapkan
kebiasaan buruk ini di Aceh. Api yang mereka
pepohonan bernilai tinggi menjadi incaran pemilik
nyalakan sering di luar kendali sehingga merusak
perkebunan bukan karena sangat cocok bagi
hutan inti, memusnahkan margasatwa dan
penanaman kelapa sawit, tetapi hanya untuk
96 berbagai jenis tanaman berharga, serta polusi
mengambil kayu-kayu berharga yang ada. udara; suatu ekosistem menjadi hilang ketika flora
Banyak hektar hutan konservasi atau hutan dan fauna menjadi rusak.
lindung telah dibersihkan, kadang-kadang tidak
pernah ada penanaman pohon kelapa sawit. Salah satu contoh tersebut adalah PT Ubertraco,
Namun, ditanam atau tidak, dampaknya tetap sebuah perusahaan perkebunan yang berasal dari
sama: hutan telah hilang. Malaysia yang disebutkan dalam kasus
persengketaan tanah di atas. Penduduk setempat
Contohnya, pada tahun 1999, PT. Mandum Paya di Singkil sangat marah ketika api dinyalakan untuk
Ta m i t a m e n d a p a t i z i n i n v e s t a s i u n t u k membersihkan lahan pada tahun 2006; “Banyak
mengembangkan hutan campuran di atas lahan orang mempunyai masalah pernapasan pada
seluas 8.015 ha yang melingkupi tiga kecamatan waktu itu. Kami kecewa karena PT. Ubertraco lebih
di Aceh Utara. mementingkan usaha perluasan perkebunan
100
mereka daripada kesehatan kami.”
Sebelumnya, daerah ini bekas hutan produksi
yang telah ditebang pilih oleh perusahaan lain. Kapolres Kabupaten Aceh Singkil, Asep Syahrun,
Tetapi setelah PT Mandum Payah Tamita sebagaimana dikutip oleh media setempat
memperoleh izin untuk beroperasi dilahan mengatakan; “Kami [polisi lokal] telah bekerja sama
tersebut, ternyata masih banyak terdapat kayu- dengan dinas lainnya seperti Dinas Perkebunan
kayu yang berharga. Enam puluh persen dari dan Bapedalda (Badan Pengendalian Dampak
kawasan perizinan PT. Mandum Paya Tamita Lingkungan Daerah) Aceh Singkil dalam rangka
adalah untuk pengembangan hutan tanaman untuk menemukan siapa yang memulai
101
seperti pinus, jati, mahoni dan hutan tanaman pembakaran.”
97
lainnya; 40% untuk kelapa sawit. Setelah melobi
pemerintah, perusahaan ini juga mendapatakan Nazariah menjelaskan tentang dampak atas
suatu izin untuk menebang hasil hutan kayu yang anaknya, ada cerita yang sama di daerah ini. “Saya
masih tersisa sebelum memiliki empat orang anak, semuanya di bawah 11
tahun.
22
Dua yang paling muda pernah mengalami muntah- tinggi bercampur dengan racun yang berasal dari
muntah ketika terjadi kebakaran tersebut, dan yang pestisida dan polusi tanah dapat mempengaruhi
lainnya mengalami iritasi mata dan tenggorakan kesehatan, mata pencaharian serta kelangsungan
serta pernafasan. Saya tidak ingin suami saya pergi hidup flora dan fauna setempat. Menurut sejumlah
ke ladang pada saat itu karena saya khawatir anak- organisasi lingkungan hidup, “Dampak dari produksi
anak akan sakit parah. Dokter [mantri] diwilayah kelapa sawit ini hampir tidak bisa dihindari karena
tersebut tidak bisa melakukan apa-apa, obat- tanaman itu tidak bisa menyerap air. Namun kelapa
obatan tidak mempan untuk polusi. Dokter bilang ke sawit butuh banyak saluran air, sehingga air sering
106
saya, 'Jika anda ingin anak-anak sehat, anda harus sering dialihkan dari sungai terdekat.”
pergi mengungsi untuk sementara hingga
102
kebakaran berhenti.” Diberbagai tempat lain, Pestisida dan bahan kimia yang digunakan dalam
persoalan yang terjadi juga tidak jauh berbeda. pertumbuhan dan pemupukan yang mengalir ke
sungai dan meluap ke dalam tanah telah
Kepala Dinas Perkebunan di Singkil menyuarakan menyebabkan rusaknya flora dan fauna. Air menjadi
rasa frustasinya dengan berkomentar: “PT. bau dan berwarna sedangkan ikan dan makhluk
107
Ubertraco telah menyebabkan banyak masalah di lainnya mati.
sini terkait dengan pembakaran hutan sehingga
menyebabkan polusi di Singkil. Perusahaan itu Bahan-bahan kimia tersebut sangat berbahaya,
telah dilaporkan ke polisi, juga Bapedalda dan dinas namun petani setempat kelihatannya tidak
103
terkait lainnya.” Beliau menambahkan, menyadari betapa tinggi resiko kealamian sifat
“masalahnya sekarang ada di tangan polisi. Kami pestisida dan herbisida kimia yang sering dibeli oleh
dari dinas berharap kasus ini bisa diselesaikan petani padi di kios-kios tanpa kantung yang tidak
secepat mungkin dan adil. Pihak yang bersalah tertutup rapat dan di botolnya tidak tertulis
akan ditemukan dan bertanggung jawab secara peringatan. Lagipula, di perkebunan kecil dan besar,
pantas. Dua saksi ahli kami sudah siap untuk para pekerja tidak menggunakan pakaian pelindung
104
membantu penyidikan polisi.” Hingga saat saat memakai bahan kimia tersebut. Herbisida
penulisan laporan ini pada Juni 2007, proses Gramoxone banyak digunakan di perkebunan
investigasi oleh pihak kepolisian masih tetap kelapa sawit di Aceh, dan dijual bebas bagi siapa
berlanjut. saja yang ingin membelinya. Selebihnya, di dalam
perkebunan rakyat dan perkebunan besar, bukanlah
PT. Ubertraco mengakui membakar lahan untuk hal yang tidak biasanya bila bahan-bahan kimia
mempercepat proses pembersihan. Tetapi menurut tersebut digunakan tanpa dilengkapi pakaian
Asisten Kepala perusahaan di Singkil, Abdul Hakim, pelindung yang digunakan oleh para pekerjanya.
“Kami memang membakar lahan untuk
pembersihan pada periode 1998-2000, tapi banyak Seorang Buruh Perkebunan Mengatakan...
juga perusahaan lain yang melakukan hal serupa
105
pada waktu yang sama.” Hakim melanjutkan: “Saya mulai bekerja dengan PT. Blang Kara Rayek
“Tapi sekarang pembakaran tidak diizinkan lagi. pada Februari 2006. Saya bekerja di bagian
Kalau masih ada, itu merupakan kesalahan dan pestisida yang sebagian besar pekerjanya adalah
bukan maksud kami.” Dan dia membantah bahwa perempuan. Pekerjaan kami kebanyakan menjaga
perusahaan tersebut telah menyebabkan polusi. lahan tetap bersih dengan menyemprotkan
“Kami beroperasi dengan cara yang ramah pestisida dan pupuk.”
lingkungan berarti tidak ada polusi. Ya, mereka bisa
saja menuduh kami telah Menyebabkan polusi, “Perusahaan biasanya mendistribusikan herbisida
tetapi mana buktinya? Tidak ada bukti, tidak ada untuk kita semprotkan. Kami tidak pernah
kesalahan.” Sementara itu, saat dihubungi oleh tim disediakan pakaian pelindung secara gratis,
peneliti Eye on Aceh, perusahaan induk Malaysia walaupun kami betul-betul meminta pakaian
PT. Ubertraco, Nafas Estate Sdn.Bhd, menolak pelindung karena kami tahu akan resiko dari racun
untuk mengomentari dugaan yang dilontarkan oleh ini. Tetapi perusahaan mengatakan mereka akan
dinas pemerintahan daerah dan media lokal. menyediakan pakaian tersebut bila kami setuju
untuk dikurangi jatah gaji. Kami tidak setuju, jadi
Penggunaan Bahan-Bahan Kimia Berbahaya kami bekerja tanpa pakaian pelindung.
dan Bentuk-Bentuk Pencemaran Lainnya
“Kami adalah pekerja harian lepas, waktu kerja
Dengan penanaman yang dilakukan tanpa kami dari pukul 7 pagi sampai pukul 2 siang setiap
pertimbangan terhadap kondisi lahan yang ada, hari. Sementara itu, upah kami hanya Rp 18.000
kelapa sawit sering mengganggu lingkungan per hari. Perusahaan tidak menanggung biaya
daerah setempat. Ketika diolah menjadi tanaman pengobatan dokter apabila kami sakit, atau jika
monokultur dalam skala besar, maka dampaknya kami hamil. Jika kami tidak bekerja, kami tidak
sangatlah besar. Penggunaan bahan kimia - pupuk dibayar.” (Habsah, Desa Ujong Tunong , Julok, Aceh
dan pestisida mengakibatkan hilangnya tanah dan Timur, 22 Juli 2006.)
keanekaragaman hayati. Di sejumlah tempat di
Aceh, perkebunan kelapa sawit telah menyebabkan
berubahnya persediaan air menjadi kuning dengan
tingkat endapan yang tinggi. Pengendapan yang
23
Herbisida Gramoxone digunakan secara meluas Emisi gas rumah kaca
oleh perkebunan kelapa sawit di Aceh, dan dijual
secara bebas kepada siapa saja yang ingin Tiada lagi hari-hari ketika fenomena perubahan
membelinya. Kenyataannya, Gramoxone adalah iklim akibat dampak emisi gas rumah kaca
nama pasaran untuk produk Paraquat, sejenis (greenhouse gas emissions) hanya dianggap suatu
herbisida yang sangat berbahaya dan telah dilarang persoalan yang dibuat-buat oleh para aktivis.
di beberapa negara karena efeknya yang Persoalan ini sekarang dipertimbangkan sebagai
mematikan dan belum ada penangkalnya. Selain
108
ancaman yang paling nyata terhadap manusia dan
bisa terhirup, dicerna atau diserap oleh kulit, keamanan tradisional (militer) di tingkat nasional,
Paraquat dapat menimbulkan efek jangka panjang. regional, dan di tingkat global.
Penggunaannya sebenarnya 'sangat dilarang'
dalam undang-undang Indonesia, namun peraturan Pembakaran kayu, minyak dan batubara, baik
itu sering tidak dijalankan. Roundup, jenis herbisida berupa pembakaran api untuk memasak, mobil,
lainnya juga banyak digunakan di Aceh dan pabrik-pabrik atau pembangkit tenaga listrik, tidak
diperkirakan bisa merusak alat reproduksi pekerja hanya menghasilkan karbon dioksida yang tidak
wanita, membunuh serangga dan juga turut andil terlihat bagian-bagian gas rumah kaca tersebut
dalam merusak genetik mamalia kecil, dan juga merupakan penyebab dari pemanasan global, yang
110
pada ikan jika bahan kimia tersebut tumpah ke juga disebabkan oleh polusi gas beracun.
sungai. Selanjutnya, hal tersebut menyebabkan
meningkatnya suhu bumi, suatu fenomena yang
Dinas Perkebunan di Aceh Singkil memilih dikenal dengan pemanasan global.
Gramoxone karena 'efektif', dan telah Kekhawatirannya adalah ketika orang secara terus
didistribusikan yang termasuk bagian program menerus menghasilkan gas-gas tersebut dalam
pengembangan kelapa sawit di masa lampau.
109
angka yang terus meningkat, hasilnya akan sangat
Perusahaan seperti PT. Socfindo dan PT. Delima negatif bagi alam, seperti akan terjadi lebih banyak
Makmur juga memilih Gramoxone karena bisa banjir dan kekeringan, meningkatnya ancaman
menghancurkan akar tanaman, bukan hanya di serangga, permukaan laut akan terus meninggi,
atas permukaan saja. Bahan kimia tersebut juga dan keseimbangan alam akan berubah, seperti
telah membunuh serangga dan tumbuh-tumbuhan, berubahnya pola curah hujan di bumi.
dan membahayakan siapa saja yang
menggunakannya. Dunia semakin panas; suhu pada periode tahun
1980 - 2000 merupakan yang terpanas selama 400
Dampak lingkungan dari kelapa sawit tidak hanya tahun, lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa
berakhir dalam tahap perawatan dan pertumbuhan, (PBB) melaporkan bahwa sebelas di antara lima
pengolahan tandan buah segar yang dipanen dari belas tahun tersebut adalah yang terpanas sejak
111
perkebunan juga merupakan proses yang kotor. tahun 1850. Sektor kelapa sawit di Indonesia juga
Pemanasan tandan dan biji kelapa sawit untuk turut terlibat dalam perubahan iklim karena
diolah menjadi minyak kelapa sawit mentah pembakaran tanah gambut yang terletak di
menyebabkan polusi air, udara dan tanah; fasilitas sebagian besar daerah dataran rendah dan rawa-
pengolahan kelapa sawit yang tidak terawat dapat rawa - di mana perkebunan dirancang. Tanah
mempengaruhi air dan sungai. Limbah dari gambut terbentuk selama ratusan tahun dan
penggilingan kelapa sawit adalah campuran air, biasanya dengan kedalaman beberapa meter
serpihan kulit sawit dan residu lemak yang berasal merupakan suatu endapan yang sangat besar dari
dari pengolahan CPO. Dampak dari tata laksana karbon dioksida - salah satu penyebab terjadinya
kerja yang buruk menyebabkan polusi air dalam emisi gas rumah kaca dan pemanasan global.
tanah. Banyak perusahaan yang terus membakar
kulit atau janjang sawit dan mengakibatkan polusi Saat ini terdapat sebelas izin lokasi dengan luas
udara. Sebagai alternatif, janjang tersebut bisa areal 70.000 ha telah dikeluarkan untuk
dibuat menjadi pupuk kompos sehingga bisa perkebunan kelapa sawit yang terletak di tanah
mengurangi kebutuhan terhadap pupuk kimia. gambut di Aceh; perkebunan rakyat juga terdapat di
daerah tersebut. Tanah gambut biasanya basah,
Rencana untuk menambah jumlah pabrik menghisap air, menjaga keseimbangan ekosistem
pengolahan CPO di Aceh bisa berpotensi untuk dan berperan sebagai penyimpan air hujan dan air
terjadinya lebih banyak lagi polusi kecuali metode sungai selama musim hujan sehingga bisa
pengolahan yang lebih bersih digunakan. Setiap mencegah terjadinya banjir.
satu ton minyak sawit mentah (CPO) yang
diproduksi, maka terdapat sekitar 1,5 ton limbah Tetapi, sejalan dengan dikeringkannya tanah
padat; limbah tersebut adalah serabut biji dan batok gambut, dan seringkali juga dibakar untuk
kelapa sawit, dan limbah pabrik pengolahan kelapa kegunaan pengembangan usaha pertanian yang
sawit, polusi campuran batok, air, endapan lemak komersial, maka tanah gambut tersebut akan kering
telah menunjukkan suatu dampak yang negatif dan membusuk, beroksidasi, dan melepaskan
terhadap ekosistem air. karbondioksida dalam jumlah yang besar sehingga
menyebabkan pemanasan global.
24
CASE STUDY
Sebuah LSM asing, Wetlands International,
berpendapat jika emisi tanah gambut
Menurut penduduk setempat, banjir tahunan mulai
terjadi di Aceh Tamiang sejak awal tahun 1990-an
diperhitungkan, pelaku industri emisi, hal itu akan tidak lama setelah berbagai perusahaan
menjadikan Indonesia sebagai negara penghasil perkebunan kelapa sawit mulai beroperasi dan
terbesar ketiga karbon dioksida di dunia dari 21 bertambah parah pada tahun 2000 ketika jumlah.
negara penghasil lainnya, setelah Amerika Serikat Perkebunan besar dan perkebunan rakyat semakin
112
dan Cina. Meskipun demikian, di Aceh, tampaknya bertambah banyak. Sejak saat itu, secara rutin
kesadaran atau perhatian tentang hal itu masih jalan utama dari Banda Aceh-Medan terendam
sangat rendah. banjir. Pengemudi truk di Aceh menjelaskan
bagaimana perubahan terjadi: “Saya menjadi supir
Di daerah Arongan Lambalek di Aceh Barat, BRR truk yang melalui rute Banda Aceh ke Medan sejak
mendukung program pembukaan perkebunan tahun 1980-an, memang terkadang terjadi banjir
kelapa sawit rakyat di atas tanah gambut dalam kecil sebelum tahun 2000, tapi tidak pernah
hutan sekunder. Pada tahun 2006, 200 ha lahan menghambat perjalanan. Tapi akhir-akhir ini saya
dipersiapkan untuk perkebunan sehingga merusak harus menunda perjalanan beberapa kali karena
berbagai lapisan tanah gambut. Pada saat banjir - sekali pada awal tahun 2005 dan kedua
ditemukan kesalahan, yang sayangnya sudah kalinya pada tahun 2006.”
115
25
“Dulu memang ada banjir di daerah ini sejak awal Mukminin, penduduk dari Labuk Pusaka di Aceh
tahun 1990-an, tapi 'banjir besar' telah terjadi Utara, mengatakan bahwa “orang-orang sering
selama empat kali dalam beberapa tahun ini. berdiskusi di warung kopi tentang hubungan antara
Perusahaan perkebunan mulai datang kelapa sawit, penebangan kayu dan banjir, kami
bersamaan dengan terjadinya banjir. Mengikuti sudah tahu kesalahan kami, tapi sudah terlambat,”
contoh dari perusahaan itu, masyarakat katanya.
setempat juga membersihkan lahan untuk
ditanami kelapa sawit.”
Nasrudin dilahirkan di Desa Kreung Tadu, Nagan Raya dan telah melihat banyak perubahan pada
tahun-tahun terakhir
“Antara tahun 1990 1997 banyak perusahaan sawit mulai membuka lahan di daerah ini, seperti PT. Fajar
Baizury, PT. Socfindo, dan lain-lain. Perusahaan tersebut membuat kami tertarik untuk menyerahkan
tanah; yaitu dengan uang banyak sebagai kompensasi, dan di saat yang sama kami mendapat bantuan
untuk membersihkan sisa lahan yang tersedia dan bibit untuk menanam kelapa sawit. Perusahaan juga
menjanjikan untuk membeli semua hasil panen kami sebagaimana yang mereka lakukan sekarang.
Permasalahannya adalah kami tidak dapat menegosiasikan harga panen dengan perusahaan itu dan
banyak penduduk desa yang merasa telah ditipu. Pendapatan saya menjadi lebih banyak dari
sebelumnya, namun pekerjaannya juga memakan lebih banyak waktu, saya tidak suka dengan semua
bahan kimia yang harus kami pakai. Mata saya sering pedih dan juga saya sering sakit kepala.
“Kami juga sering mengalami banjir di desa, dan sebagian perempuan menjadi marah pada perusahaan
mereka menyalahkan perkebunan sawit atas peristiwa banjir tersebut. Isteri saya marah karena saya
menjual tanah kami. Dia berkata bahwa dia hanya memikirkan hari esok, dan selalu bertanya 'bagaimana
dengan masa depan anak kita, sekarang ini tidak ada cukup tanah untuk diwariskan untuk anak-anak.
Mereka juga akan hidup dengan banjir yang disebabkan perkebunan sawit itu dan ketamakan ayah
mereka dan penduduk lainnya. Saya setuju dengan istri saya. Saya telah mengambil keputusan keliru.
Saya berandai-andai jika saya tidak pernah menjual tanah saya.” (Nasrudin, Krueng Tadu, Nagan Raya,
diwawancarai pada 28 November 2006)
Ekosistem dan keanekaragaman hayati Tidak dapat dipungkiri bahwa Aceh menawarkan
kondisi yang sangat cocok untuk pertumbuhan
Terjadi pertentangan antara tuntutan terhadap kelapa sawit, namun lahan hutannya juga tergolong
pemberdayaan perekonomian Aceh dan dampak ke dalam ekosistem hutan yang masih tersisa di
negatif dari pengembangan perkebunan kelapa dunia dan hutan inilah yang dikorbankan untuk
sawit secara besar-besaran tanpa terkendali memenuhi kebutuhan yang tidak habis-habisnya di
terhadap lingkungan. pasar.
Ekosistem Leuser
Ekosistem Leuser melingkupi wilayah seluas 26.000 km² (2,6 juta ha). Sekitar 80 persen Ekosistem Leuser
terletak di Aceh. Sisa wilayah 20 persen lagi terletak di Sumatera Utara. Wilayah tersebut merupakan
konservasi global yang penting dan telah menerima status dari badan dunia UNESCO pada Juli 2004.
Spesies binatang langka di Sumatra seperti badak, orang utan, harimau dan gajah Asia ditemukan di
kawasan Leuser, dan 25.000 jenis flora dan fauna lainnya. Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL)
mencakup sepertiga dari luas keseluruhan ekosistem Leuser.
Leuser adalah sumber kehidupan bagi sekitar 2 juta jiwa penduduk yang mendiami perbatasan
ekosistemnya. Hutan yang luas itu menyerap kelebihan air sehingga wilayah tersebut terlindung dari banjir
dan tanah longsor, dan masyarakat setempat bergantung pada air jernih yang bersumber dari sungai-
sungainya. Banyak hasil hutan bukan kayu juga merupakan bagian penting dari kehidupan penduduk
setempat, seperti bambu dan rotan yang digunakan untuk perlengkapan rumah tangga dan kebutuhan
lainnya, tanaman obat, buah-buahan dan sebagainya.
Tetapi wilayah itu terancam oleh kegiatan penebangan yang merajarela untuk perluasan perkebunan,
pertanian dan jalan Ladia Galaska yang akan menghubungkan bagian selatan dan barat Aceh melalui
pusat dataran tinggi sampai bagian wilayah timur dan utara. Proyek jalan tersebut yang dianggap
kontroversi, membelah kawasan konservasi hutan lindung dan Gunung Leuser. Ada kekhawatiran bahwa
jalan tersebut membuka celah eksploitasi lahan dan hutan, seperti penebangan dan perburuan tanpa izin.
Sementara itu, banyak masyarakat dan pemerintah setempat memiliki rencana untuk mengembangkan
sektor agri-bisnis termasuk kelapa sawit di kawasan tersebut.
26
Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa Berbagai
Box kejadian konflik manusia binatang juga
ketika hutan berubah menjadi perkebunan kelapa meningkat, dan binatang selalu menjadi pihak yang
sawit, sekitar 80-100% reptil, mamalia dan berbagai kalah. Dalam jumlah meningkat secara angka, serta
jenis burung yang sebelumnya mendiami hutan mengalami peningkatan secara intensitas, gajah,
sekarang tidak bisa lagi hidup di lingkungan yang orang utan, monyet, dan margasatwa lainnya yang
baru itu. Aceh mempunyai spesies yang langka dan turun ke desa-desa di Aceh untuk mencari
sangat berharga dan sekarang ini terancam makanan, dan mengganggu tanaman di lahan
hidupnya dengan perubahan lingkungan dan perkebunan dan pertanian. Malah terlihat harimau
bertambah buruk lagi dengan adanya pengolahan yang berkeliaran di sekitar desa di Aceh Selatan.
kelapa sawit. Perkebunan, dan “bahaya” yang Hal ini disebabkan meningkatnya konflik antara
beriringan bersamanya seperti aktivitas manusia dan binatang yang membuat hewan-
penebangan, kebakaran dan lainnya hewan tersebut mencari makan di sekitar tempat
menghancurkan habitat binatang, dan membuat tinggal manusia. Di Kabupaten Bireun tepatnya di
suatu pola pemindahan menjadi suatu hal yang Kecamatan Juli, dan juga di Trumon Timur Aceh
tidak mungkin. Selatan, gajah menghancurkan perkebunan kelapa
sawit dalam frekuensi yang terus meningkat. Pada
Mungkin jenis-jenis binatang yang diketahui bulan April 2007, yang merupakan suatu peristiwa
terancam punah seperti: harimau Sumatera, badak yang terjadi secara berulang-ulang di wilayah ini,
Sumatera dan orang utan Sumatera, kesemua itu gajah merusak kebun dan perkebunan kelapa sawit
adalah bintang yang memiliki regenerasi yang di Simpang Keuramat di Aceh Utara yang semakin
sangat lambat dan tidak ditemukan di tempat lain di sering terjadi. Media setempat menghubungkan
dunia. Harimau Sumatera hidup di hutan hujan, laporan mereka bahwa gajah tersebut terganggu
119
yang luasnya berkisar sekitar 3050 km². Hutan karena pembersihan lahan. Dilihat sebagai
harus mampu menyokong makanan hewan 'hama' oleh para petani dan buruh perkebunan
tersebut, misalnya rusa dan babi. Diperkirakan karena hewan tersebut memakan kelapa sawit
hanya ada 250 ekor harimau Sumatera yang tersisa muda, gajah biasanya dijebak dan/atau ditembak
di dunia ini, sedangkan harimau Bali dan Jawa atau dipindahkan ke 'Pusat Pelatihan Gajah'
sudah lebih dulu punah. Untuk bagian mereka, dengan kondisi yang kurang memadai. Disejumlah
badak Sumatera yang menurut World kasus hewan tersebut ditembak dan dalam kasus
Conservation Union (IUCN) adalah jenis badak lain hewan itu diracun. Nampaknya, terdapat
yang terancam di ambang kepunahan. Suatu sejumlah orang di jajaran pemerintahan setempat
perkiraan yang terlalu optimis dari yang masih hidup yang mengerti masalah tersebut. Media setempat
dan berada dalam hutan-hutan di Sumatera, juga melaporkan pernyataan Kepala Badan
Peninsula Malaysia dan Sabah, mencapai 400 ekor. Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh,
Badak bercula dua yang langka ini biasanya hidup Andi Basrul; “Jika kita terus-menerus merusak
sendiri dan pemakan tumbuh-tumbuhan, mangga, tempat tinggalnya (merujuk pada gajah) bahkan
ara, bambu dan tanaman lainnya. Setiap badak semut pun bisa marah, apalagi gajah. Jadi tolong
membutuhkan tempat tinggal seluas 52 km². Hutan hentikan penebangan kayu.”
yang terfragmentasi karena penebangan,
terkonversi untuk dijadikan lahan pertanian atau Di Malaysia, yang di masa lampau telah membuat
keperluan lainnya membawa dampak bagi badak kesalahan sehingga menyebabkan margasatwa
Sumatera karena hewan tersebut lebih memilih menjadi punah, beberapa perusahaan kelapa sawit
hidup terpisah dari manusia sekitar 2,6 km dari jalan setelah bertahun-tahun di desak oleh LSM telah
atau tempat aktivitas manusia berlangsung. mengembalikan sedikit lahan perkebunan mereka
Sementara itu, orangutan Sumatera memilih untuk untuk kembali dijadikan hutan. Bagi margasatwa,
tinggal di kawasan hutan rendah seperti hutan mungkin agak sedikit terlambat. Hewan-hewan
hujan dimana mereka bisa memakan buah, daun, yang telah meninggalkan hutan sering digiring ke
batang, tunas serta membuat sarang di pohon. oase kecil yang tidak menyediakan banyak
Sayangnya, daerah ini juga diminati oleh industri makanan dan air sehingga hewan-hewan tersebut
perkebunan kelapa sawit. Para ilmuwan akhirnya mati.
menemukan bahwa 50% dari jumlah populasi
orangutan Sumatera berkurang selama periode Seiring dengan upaya pemerintah Aceh dalam
1995-2005 karena degradasi dan kehancuran meningkatkan pendapatan daerah, Dinas
habitat binatang tersebut, umumnya untuk Perkebunan menjadi salah satu pelaku utama yang
perkebunan kelapa sawit dan perkebunan berhubungan dengan usaha peningkatan
118
lainnya. perekonomian daerah. Undang-Undang
Pemerintahan Aceh, yang ditandatangani oleh
Jenis-jenis satwa endemik tersebut mungkin jenis Presiden Republik Indonesia pada 1 Agustus 2006,
satwa yang paling terkenal karena terancam punah, memberikan wewenang terbatas kepada
tetapi itu bukanlah semuanya. Contohnya, Pemerintahan Aceh dalam penetapan izin untuk
sebagian besar populasi gajah Asia di Indonesia konversi kawasan hutan dan membuat keputusan
dapat ditemukan di pulau Sumatera, namun pada untuk pengelolaan hutan dan pengolahan hasil
120
tahun 2000, hanya terdapat 2.800 ekor gajah yang hutan. Namun, Gubernur baru Aceh, Irwandi
tersisa di pulau berhutan tersebut. Sudah hampir Yusuf, yang dipilih pada 11 Desember 2006,
bisa dipastikan bahwa jumlahnya saat ini semakin mengatakan bahwa beliau memutuskan agar
sedikit di dalam hutan yang fragmentasi. kawasan hutan di Aceh sebaiknya jangan terlalu
27
Mengolah Hutan Lindung menjadi Perkebunan Kelapa Sawit di Pulau Simeulue
Pada tahun 2003, sebuah badan usaha pemerintah setempat, Perusahaan Daerah Kabupaten Simeulue
(PDKS) mengajukan permohonan izin untuk membuka lahan seluas 21.000 ha di pulau tersebut untuk
121
perkebunan sawit. Bupati Simeulue, Darmili, menyetujui permohonan izin prinsip seluas 5.000 ha,
termasuk 3.375 ha kawasan hutan lindung. Akan tetapi, Departemen Kehutanan di Jakarta tidak pernah
(sebagaimana diminta) memberikan izin konversi kawasan hutan lindung untuk perkebunan sawit.
Menyusul investigasi yang dimulai pada Februari 2006, Darmili dan Direktur perusahaan, Yazis, hadir di
persidangan pada 21 Maret 2007 dalam kasus yang menarik perhatian semua kalangan terhadap isu
penebangan hutan/pembersihan lahan untuk perkebunan. Kasus tersebut berpusat pada fakta bahwa
fase pertama pembersihan lahan mencakup keseluruhan 3.375 ha hutan lindung.
Menurut Ir. Ibnu Abbas, Kepala Dinas Kehutanan Daerah di Simeulu, Darmili bertemu dengan dinas
pemerintah terkait pada tahun 2003 untuk membahas isu tersebut: “Dinas Kehutanan memberikan
pertimbangan kepada Darmili bahwa lahan yang diminta termasuk kawasan hutan lindung dan untuk
izinnya harus diajukan kepada Departemen Kehutanan di Jakarta” Ibnu Abbas menjelaskan. “Tapi apa
yang bisa kami lakukan untuk menghentikan permohonan izin Darmili? Dinas Kehutanan Daerah berada di
bawah wewenang Bupati, jadi kami hanya bisa memberi masukan walaupun kami tahu bahwa Undang-
Undang No. 41/1999 menyatakan bahwa hanya Departemen Kehutanan yang dapat mengeluarkan izin
122
untuk mengkonversi kawasan hutan lindung untuk kegiatan bukan-kehutanan.”
Polisi setempat memeriksa bukti-bukti yang 'lengkap dan memberatkan'; “Kami memeriksa apakah batas
izin telah dilanggar, dan ketika kami tiba ditempat, semua yang kami lihat adalah perkebunan sawit. Kasus
123
ini jelas tidak 'terbantahkan' ” kata anggota POLDA.
Dalam pembelaannya, Darmili, selaku Bupati dan juga Kepala Dewan Pembina PDKS, menyatakan
sebuah fakta bahwa lahan hutan lindung tersebut telah digunakan oleh PT. Kruing Sakti dengan izin
124
penebangan hutan pada 28 Februari 1988. Izin tersebut telah memberi kewenangan pada perusahaan
HPH untuk melakukan tebang pilih pada kawasan hutan lindung selama 30 tahun, sampai tahun 2008.
Menurut Dinas Kehutanan Provinsi, izin ini masih tetap aktif, namun perusahaan tersebut telah
menghentikan aktivitasnya di Simeulue sejak Juni 2003 di mana pada saat itu peraturan yang berlaku
memerintahkan agar penebangan hutan dihentikan. Tidak lama setelah itu, PDSK memperoleh izin untuk
mengelola lahan perkebunan dan melakukan pembersihan lahan, sehingga izin PT. Kruing Sakti menjadi
tumpang tindih.
Perusahaan mendapat pinjaman sebesar Rp. 50 milyar dari Bank Syariah Mandiri untuk mengelola
perkebunan sawit seperti yang direncanakan, namun sejauh ini hanya 2.450 dari 5.000 ha yang telah
125
ditanami sawit. Sejak investigasi kriminal mulai diusut, usaha perkebunan itu telah dihentikan.
Dalam wawancara dengan Eye on Aceh pada Desember 2005, Darmili berkata; "Saya tidak akan pernah
membiarkan konsesi penebangan hutan di Simeulue, yang artinya bahwa kayu yang berasal dari pulau ini
akan diambil di lepas pantai. Kami hanya akan menebang kayu untuk kepentingan kami sendiri sehingga
126
jumlah penebangan hutan dapat diminimalisir.”
Jangan terlalu di eksploitasi dan mengumumkan yang menakjubkan dan masih asli dari penebang
penangguhan sementara (moratorium) dan perusahaan perkebunan. Sebaliknya, dalam
penebangan hutan pada 6 Juni 2007. Hal ini tugas yang lain sebagai Kepala Dinas Perkebunan,
dimaksudkan untuk memberi waktu tugasnya adalah memastikan pengembangan
dilaksanakannya peninjauan terhadap hutan yang sektor perkebunan di wilayah tersebut. Nurdinsyah
sudah rusak. Meskipun demikian, Gubernur sendiri tidak melihat adanya konflik kepentingan
memberi lampu hijau untuk pengembangan kelapa dalam struktur pemerintahan di Gayo Lues, dia
sawit tetapi bukan di kawasan hutan. menjelaskan bahwa; “Bukanlah suatu masalah bagi
saya untuk melakukan lebih dari satu pekerjaan,
Di Sejumlah tempat [kabupaten] terdapat hambatan dan saya selalu mencoba untuk membuat
struktural bagi pengembangan kelapa sawit yang keputusan terbaik bagi masyarakat setempat itulah
berkelanjutan, salah satu dari persoalan tersebut pertimbangan utama saya” Aspek penanganan
adalah forest governance (pengelolaan hutan). hutan yang penuh kontradiksi ini dapat ditemukan di
Kepala Dinas Kehutanan, Nurdinsyah, memiliki 14 dari 23 kabupaten yang ada di Aceh dan dalam
tugas yang sangat sulit; satu sisi Nurdinsyah harus hal ini merupakan suatu kendala dalam mencapai
menjalankan mandat sebagai Kapala Dinas produksi kelapa sawit yang berkelanjutan di Aceh
Kehutanan untuk melindungi hutan Gayo Lues yang dan melindungi lingkungan hidup.
28
Sebuah Kata Peringatan…Kasus Malaysia mempromosikan diri. Hasil dari perluasan cepat
dalam upaya meningkatkan produksi minyak
Pemerintah Indonesia selalu membandingkan diri kelapa sawit di Malaysia telah menyebabkan
dengan Malaysia, negara tetangga yang kurangnya lahan yang tersedia untuk
merupakan penghasil minyak kelapa sawit terbesar pengembangan yang lebih luas lagi. Perwakilan
dunia sebagai pilar kesuksesan dan merupakan pemerintah Malaysia telah membahas kesempatan
contoh yang patut diikuti. untuk bekerja sama di Aceh, dan perusahaan
Malaysia telah mulai beroperasi di provinsi Aceh.
Menurut Malaysian Palm Oil Council (MPOC), Bagaimanapun, model perluasan bisnis seperti ini
“Kelapa sawit adalah anugerah alam bagi Malaysia harus dipandang dengan sikap penuh hati-hati.
127
dan anugerah Malaysia untuk dunia.” Malaysia
merupakan penghasil dan pengekspor CPO Di beberapa tempat di Malaysia, khususnya di
terbesar dan hasil dari kelapa sawit lainnya di dunia. Sabah dan Sarawak, terdapat sejumlah dampak
Di samping itu, melalui Federal Land Development yang negatif terhadap sosial dan lingkungan akibat
Authority (FELDA), pemerintah Malaysia telah komersialisasi sektor perkebunan kelapa sawit
berhasil mengurangi angka kemiskinan di daerah yang sangat tinggi. Perusahaan besar, sering
pedesaan dengan sawit dan usaha perkebunan dikaitkan dengan kaum elit Malaysia, telah menjadi
lainnya sebagai penggeraknya. Tidak diragukan penerima manfaat utama walaupun ada pengakuan
lagi, FELDA telah mengukur sukses dengan pemerintah bahwa mereka telah membantu
meningkatkan pendapatan banyak penduduk di mengurangi angka kemiskinan di daerah
pedesaan. Namun, terdapat juga kerugian sosial pedesaan, tetapi pendapat seperti itu tentu saja
dan lingkungan yang tinggi di sejumlah kawasan tidak sepenuhnya tepat. Persengketaan tanah,
pengembangan FELDA, di tengah pujian terhadap masalah kesehatan dan lingkungan telah menjadi
sistem di Malaysia, yang sepertinya tidak hal yang umum. Selain itu, walaupun pada
dipedulikan oleh pemerintah lokal di Aceh. dasarnya benar bahwa lahan diberikan kepada
petani kecil di perkebunan rakyat, namun kemudian
Pemerintah Malaysia telah mengatur konversi dialihkan lagi kepada perusahaan yang lebih besar
besar-besaran dari bidang tanah yang luas; dari karena petani sebagai pelaksana tidak mampu dan
642.000 ha pada tahun 1975 sampai lebih dari 4 juta bersedia mengurusnya anak-anak petani tidak
ha pada tahun 2005, hanya 15% perkebunan tertarik dengan usaha pertanian dan pindah ke kota
128
kelapa sawit yang belum produktif. Namun besar dan meninggalkan daerah pedesaan yang
130
'kerugian' bagi penduduk setempat cukup tinggi; terancam dengan genangan air.
banyak petani menjual tanah mereka untuk
keuntungan sesaat dan sekarang tidak memiliki Dalam memfasilitasi kepentingan Malaysia di
lahan lagi dan menjadi miskin; banjir dan tanah Indonesia, pada tanggal 25 Mei 2006, kedua
longsor meningkat disebabkan penebangan hutan, negara menandatangani Nota Kesepahaman
87% dari dampak tersebut disebabkan oleh sektor Bersama (MoU) mengenai kerjasama bilateral
perkebunan kelapa sawit selama kurun waktu 1985 tentang berbagai komoditas pertanian, antara lain;
- 2000. Hal yang serupa juga bisa dilihat di 'kelapa sawit, merica, coklat dan hasil komoditas
Indonesia; 66% dari perkebunan di Indonesia tersebut.' Kerjasama ini mencakup persediaan dan
129
merupakan hasil dari pembersihan wilayah hutan. permintaan, perusahaan gabungan dan kerjasama
perdagangan, penelitian dan aspek lainnya dari
131
Meskipun demikian, kurangnya lahan yang tersedia produksi, pengolahan dan pemasaran. Sejumlah
untuk perluasan lahan untuk sektor kelapa sawit, pihak mengkhawatirkan bahwa MoU akan
usia tanaman yang sudah tua dan berkurangnya menciptakan situasi monopoli. Namun Wakil
hasil, tidak membuat pemerintah Malaysia dan Perdana Menteri Malaysia, Najib menjelaskan
perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawit logika di balik MoU sebagai berikut; “Kita telah
di sana bersedia untuk menurunkan produksi sepakat untuk meningkatkan produksi dan
minyak sawit mereka. Sebaliknya, mereka justru pemasaran CPO dengan membentuk aliansi
mengalihkan minatnya pada lahan yang luas dan strategi. Malaysia mempunyai modal dan keahlian
berpotensi di Indonesia dan di Aceh. manajemen teknis sedangkan Indonesia memiliki
lahan yang melimpah dan para pekerja.”
Respon yang baik dari pemerintah provinsi dan
kabupaten di Aceh di satu sisi dapat dimengerti MoU menyatakan bahwa Indonesia akan menjamin
karena anggapan kesuksesan Malaysia sebagai ketersediaan lahan bagi perusahaan Malaysia.
penghasil sawit terbesar dunia, dan secara Kebijakan APDA di Aceh (sebagaimana dijelaskan
geografis yang cocok sehingga membuat kemitraan di atas) terangkum dengan sempurna di dalam
perdagangan akan terwujud. Dari sudut pandang kerjasama yang baru terjalin ini.
ini, Malaysia dapat dikatakan sangat berhasil dalam
29
V. Tekanan untuk Perubahan - Meja pekerja, perorangan dan masyarakat yang
Bundar untuk Minyak Kelapa Sawit terpengaruh oleh kegiatan pekebun dan
pabrik.
Berkelanjutan (RSPO)____________
Tanggung jawab dari penanaman baru.
Dampak pengembangan sektor kelapa sawit Komitmen pada perbaikan berkelanjutan
secara agresif dan sejumlah orang berpendapat dalam bidang aktivitas utama.
bahwa kurangnya pemahaman tentang perluasan
sektor perkebunan kelapa sawit di sejumlah Keputusan ini berpotensi meningkatkan
negara, khususnya Malaysia dan Indonesia, telah perlindungan lingkungan dan sosial dalam industri
menuai kritik dari beberapa LSM peduli lingkungan, kelapa sawit. Bahkan bisa mengarah ditetapkannya
sosial dan ekonomi terhadap perluasan tersebut. peraturan baru yang berkenaan dengan tanggung
Selama bertahun-tahun, berita tentang usaha jawab perusahaan (coorporates' responsibility).
kelapa sawit telah menyebabkan kerusakan Anggota yang tergabung dengan RSPO semakin
lingkungan dan sosial di negara produsen telah bertambah dan sejumlah perusahaan terlihat cukup
didengar oleh pemerintah dan konsumen di luar berkomitmen terhadap prinsip dan kriteria RSPO.
negeri dan segera menjadi pusat perhatian..Pasar Industri kelapa sawit kini berada di persimpangan
minyak kelapa sawit dunia akhirnya mengakui j a l a n . Ta n t a n g a n y a n g d i h a d a p i a d a l a h
bahwa tidak semuanya berjalan mulus dinegara- meningkatkan produktivitas perkebunan,
negara produsen. Ditambah lagi, pengusaha melakukan penelitian dan pengembangan yang
kelapa sawit juga menyadari bahwa desakan berkelanjutan serta menjadi lebih efektif, kompetitif,
tersebut mungkin bisa mengganggu pasar minyak dan yang terakhir (dan yang paling penting)
kelapa sawit. meningkatkan standar lingkungan serta sosial
untuk keberlangsungan jangka panjang. Bukannya
Sebagaimana seruan terhadap tanggung jawab tidak ada masalah dengan RSPO, banyak ahli
lingkungan dan sosial yang lebih luas menjadi lebih menganggap hasilnya sebagai “suatu langkah yang
menggema, Industri kelapa sawit tidak lagi bisa sangat positif, walaupun implementasi dan
mengabaikannya.. Pertanyaan kemudian menjadi verifikasinya belum begitu jelas.”133
adalah, kapankah, bukan mungkinkah, berbagai
pihak pemangku kepentingan (stakeholders) RSPO sendiri menyadari tantangan yang dihadapi.
bersedia berunding? Sebagian produsen Pimpinan RSPO Indonesia Liason Office (RSPO
(penanam, penyuling dan pedagang) menanggapi ILO) menjelaskan; “RSPO dipandang dengan sikap
hal ini dan melakukan dialog dengan kelompok acuh tak acuh dan bahkan ditentang oleh
penuntut. Dari perundingan ini dihasilkan suatu perusahaan kelapa sawit. Kita harus bekerja keras
platform bersama dari berbagai pemangku untuk mengatasi masalah itu. Secara keseluruhan,
kepentingan (stakeholders) yang dinamakan RSPO merupakan suatu inisiatif penting yang lahir
dengan Roundtable for Sustainable Palm Oil secara sukarela dan tidak memiliki kekuatan untuk
(RSPO) atau Meja Bundar untuk Kelapa Sawit menegakkan aturannya.” 134 Di tingkat Dinas
Berkelanjutan. Perundingan ini berpusat pada Perkebunan di Aceh, tidak ada unsur kesengajaan
pencegahan dampak kerusakan lingkungan dan untuk “menentang” gagasan kelapa sawit
sosial di negara-negara penghasil kelapa sawit. berkelanjutan ini; Kepala Dinas, Drs. Fachrudin, tidak
Pada saat yang sama juga membahas tentang pernah mendengar tentang RSPO, dan tidak pernah
kelestarian dan keuntungan industri di sektor ini. seorang pun yang datang ke kantor memberikan
informasi mengenai Prinsip dan Kriterianya; “RSPO?
Setelah pertemuan pertama, Roundtable I (RT1) Apa itu? Saya tidak pernah mendengar RSPO, dan
dilaksanakan di Malaysia pada tahun 2003; Topiknya tidak seorangpun datang ke kantor ini untuk
adalah “Apakah Kelapa Sawit Berkelanjutan memberikan informasi. Perkebunan yang
tersebut? Bagaimana cara mencapainya dan berkelanjutan dan ramah lingkungan kedengarannya
bagaimana mengetahuinya.” Dua tahun kemudian, sangat menarik, tetapi kami sudah menjalankan
perundingan tersebut menghasilkan Prinsip dan prosedur resmi pemerintah yang ada, seperti
Kriteria suatu panduan praktek terbaik (best AMDAL, sebelum perusahaan diizinkan untuk
practice) untuk industri konsepnya dibuat oleh menanam.”135
working group pada pertemuan di Singapore pada
22-23 November 2005: Para anggota RSPO, khususnya perusahaan
perkebunan kelapa sawit, sekarang harus menjalani
132
Prinsip dan Kriteria RSPO periode dua tahun ujicoba dalam melaksanakan
Komitmen pada keterbukaan. Prinsip dan Kriteria yang juga termasuk persoalan
lingkungan dan sosial. Setelah periode uji-coba
Pelaksanaan undang-undang dan peraturan Prinsip dan Kriteria ini, bersamaan dengan metode
yang berlaku. pelaksanaan, akan dievaluasi. RSPO tidak
Komitmen pada pertumbuhan ekonomi dan menawarkan solusi terhadap masalah industri kelapa
keuangan yang berkelanjutan. sawit. RSPO hanya berupa badan keanggotaan
Penggunaan praktek terbaik (best practice) sukarela dan tidak memiliki wewenang untuk
yang sesuai oleh pekebun dan pengolah. menegakkan Prinsip dan Kriterianya. Tapi dengan
Tanggung jawab terhadap lingkungan dan adanya RSPO, paling tidak telah tersedia suatu forum
konservasi sumber daya alam dan diskusi yang akan mendesak anggotanya untuk
keanekaragaman hayati. melaksanakan best practice kelestarian yang lebih
Pertimbangan bertanggung jawab atas tegas lagi.
30
CASE STUDY
VI. Kesimpulan_____________________
Diperkirakan pada tahun 2012, minyak kelapa sawit akan menjadi komoditas yang paling banyak diproduksi,
dikonsumsi dan menjadi minyak makan yang paling banyak diperdagangkan di dunia. Pemerintah Provinsi
Aceh berharap daerah ini akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap rencana Indonesia dalam
meningkatkan produksi minyak kelapa sawit menjadi 18 juta ton pada tahun 2008, sehingga Indonesia akan
menjadi negara produsen terbesar di dunia.
Di sebuah negara di mana peraturan dan perundang-undang yang ada kurang memadai dan penegakannya
kesemuanya itu hampir tidak mungkin, biaya dari pengembangan perkebunan yang diatur secara longgar
terhadap masyarakat, kelestarian lingkungan, dan akhirnya untuk perekonomian akan terus tinggi. Terlebih
lagi, Aceh dikenal sebagai salah satu provinsi terkorup di Indonesia. Izin bisa 'dibeli' walau itu di dalam
kawasan hutan lindung, sebagaimana dalam kasus Simeuleu; begitu juga dengan AMDAL. Para aparat
penegak hukum seringkali juga merupakan orang yang terlibat dalam penebangan liar, atau dibayar oleh
perusahaan untuk menghentikan masyarakat setempat untuk berunjuk rasa.
Jika perencanaan yang dibuat melalui berbagai kebijakan pemerintah dijalankan sepenuhnya, luas
perkebunan rakyat sendiri akan meningkat menjadi kepala empat, yaitu menjadi lebih dari 400.000 ha dalam
kurun waktu empat tahun mendatang. Upaya peningkatan sektor kelapa sawit di Aceh, penegasannya cukup
jelas, yaitu membantu meningkatkan perkebunan rakyat sebagai salah satu jalan dalam membantu
meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan dan menekan tingkat kemiskinan sebagaimana misi dari
FELDA di Malaysia. Pengungkapan masalah dalam dokumen ini banyak berhubungan dengan perkebunan
besar yang di dalamnya terikat sistem perkebunan inti-plasma yang mengalami ketergantungan terhadap
tanaman berorientasi ekspor, dan ketergantungan terhadap harga dan kebijakan yang ditetapkan oleh pihak
lain umumnya oleh pihak asing.
Tujuan akhir dari perusahaan perkebunan kelapa sawit adalah untuk mengembangkan perkebunan yang
berproduktivitas tinggi dengan indikator-indikator yang efisien, didukung oleh teknologi yang tinggi
(termasuk pestisida dan herbisida), untuk meningkatkan daya saing dan berkelanjutan.
Perkebunan rakyat juga didorong untuk berpartisipasi dalam kontes ini untuk meningkatkan produktivitas
dan keuntungan, tetapi potongan kue keuntungan yang mereka mereka terima sangat sedikit.
Aceh berada di persimpangan jalan yang kritis - margasatwa, tatanan hidup masyarakat, cakupan hutan dan
keanekaragaman hayati yang unik banyak ditemukan di daerah ini bisa dihancurkan oleh industri kelapa
sawit.
Suatu ungkapan yang sangat layak dalam kesimpulan dari laporan ini dirangkumkan dalam kata-kata
peringatan dari Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD) yang mengatakan:
“Kita tidak bisa mendorong investor yang kegiatan usaha mereka hanya akan menguntungkan
beberapa orang saja, seperti perkebunan besar. Alasannya saya khawatir bahwa hal ini akan
menyebabkan terjadi kembali konflik; akan ada penyerobotan tanah, sengketa antara masyarakat
dengan perusahaan, persoalan yang menyangkut hak-hak dan eksploitasi buruh akan terjadi,
persoalan lingkungan yang telah ada akan semakin parah dan persoalan yang baru akan muncul.
Mungkin juga akan menimbulkan masalah lain yang sebenarnya akan melemahkan posisi
masyarakat serta perekonomian mereka, yang semestinya justru perlu dikembangkan untuk
membuat mereka menjadi lebih kuat. Tetapi, jika kita mengembangkan perkebunan untuk petani
kecil di lahan lahan mereka sendiri, maka akan lebih banyak orang yang mengontrol kehidupan
mereka sendiri, dan sudah pasti itu akan dengan cepat menghapuskan kemiskinan. Walaupun
dengan itu, tetap saja terdapat potensi masalah: jangan hanya berfikir bahwa hanya perkebunan
besar saja yang sarat dengan persoalan-persoalan sosial, ekonomi dan lingkungan. Saya
memprediksikan bahwa perluasan perkebunan kelapa sawit yang tidak diatur sedemikian rupa dan
direncanakan secara matang baik perkebunan besar maupun perkebunan rakyat akan
menimbulkan kemungkinan konflik sosial dalam masa 10-20 tahun mendatang, mungkin lebih
singkat dari itu. Kita perlu bertanya pada diri sendiri tentang mengapa seringkali masyarakat
mengeluh tentang masalah-masalah lahan, kondisi jalan yang rusak karena dilalui oleh truk-truk
besar yang mengangkut CPO atau tandan buah segar, pencemaran air, dan lain-lain, yang
melakukan demonstrasi, merebut kembali lahan mereka, dan kejadian lainnya. Jadi, apa yang saya
lihat dari sektor perkebunan besar hanyalah sebuah bom waktu untuk masalah sosial, ekonomi dan
lingkungan yang baru.” 136
31
VII. Rekomendasi______________ Kebijakan Penggunaan Lahan
32
Janjang dan sisa dari hasil pengolahan harus Mengedepankan Transparansi dan
dibuat menjadi pupuk kompos dari pada Akuntabilitas
dibakar.
Lembaga-lembaga pemerintahan setempat Pengusaha, pengolah, dan penampung kelapa
harus bekerjasama untuk merencanakan serta sawit harus bertemu secara rutin berbagai
menjalankan program pendidikan masyarakat pemangku kepentingan lainnya seperti
tentang kesehatan, ekonomi, dan bahaya pemerintah, NGO dan masyarakat disekitar
terhadap lingkungan akibat penggunaan perkebunan dalam meningkatkan transparansi
bahan-bahan kimia didalam produksi kelapa dan akuntabilitas.
sawit, dan sektor perkebunan dan pertanian Semua pemangku kepentingan (stakeholders)
pada umumnya. Program pendidikan ini harus harus bekerja sama untuk mencapai tujuan-
menjangkau pekerja perkebunan besar dan tujuan bersama yang terkait dengan best
petani perkebunan rakyat, serta masyarakat practice social, ekonomi, dan lingkungan
setempat yang tinggal berdekatan dengan didalam produksi kelapa sawit.
kawasan perkebunan dan juga konsumen
yang mengkonsumsi hasil perkebunan dan Pemenuhan Hak-Hak dan Standar
pertanian. Kesejahteraan Pekerja
33
37. Drs Jailani, Kepala Pengembangan Penelitian Perkebunan, Dinas Perkebunan NAD,
Notes diwawancara pada tanggal 6 Desember 2006.
38. BRR dibentuk melalui Instruksi Presiden pada tangga 29 April 2005 untuk memastikan suatu
1. Komisi Minyak Sawit Indonesia (KMSI), Mei 2007.
pendekatan yang terkoordinir terhadap perencanaan, pendanaan, dan pelaksanaan program-
2. Data dari Oil World, April 2007.
program yang terkait dengan tsunami.
3. Komisi Minyak Sawit Indonesia (KMSI), Mei 2007 dan Malaysia Palm Oil Board (MPOB),
39. The Earthquake dan Tsunami Emergency Support Project (ETESP) dengan total dana hibah
Januari 2007.
sebesar US$290 juta dari ADB yang dijalankan dari tahun 2005 hingga 2008, dari jumlah
4. Data dikumpulkan dari Departemen Pertanian Indonesia 2006; Malaysia Palm Oil Board
tersebut, US$32.7 juta dialokasikan untuk sektor pertanian (juga termasuk perkebunan,
(MPOB), Januari 2007, dan Oil World, April 2007.
tanaman pangan dan peternakan).
5. Malaysia merupakan produsen terbesar dengan dunia dengan persentase produksi sebanyak
40. M.Yahya, Kepala SATKER Perkebunan ADB, wawancara 27 April 2007.
43,1%. Data Komisi Minyak Sawit Indonesia (KMSI), Mei 2007 dan Malaysia Palm Oil Board
41. Rusli, Penasehat ADB sektor Pertanian dan Perikanan, wawancara 20 April 2007.
(MPOB), Januari 2007.
42. M.Yahya, Kepala SATKER Perkebunan ADB, wawancara 27 April 2007.
6. Lihat petisi yang berjudul: 'Call for an immediate moratorium on EU incentives for agrofuels, EU
42. Program-program tersebut akan dilaksanakan di Kabupaten Aceh Jaya, Pidie, Bireun, Aceh
imports of agrofuels and EU agroenergy monocultures', 27 Juni 2007.
Utara, Tamiang, Simeuleu, Aceh Barat, Nagan Raya, dan Singkil.
7. Bloomberg, 26 Februari 2006.
43. Yusha' Abubakar, Direktur Pengembangan Pertanian BRR, wawancara 17 April 2007.
8. Uni Eropa telah mendeklarasikan keinginan mereka untuk mengadopsi kebijakan yang akan
44. “Prospek dan Pengembangan Agri Bisnis Kelapa Sawit” oleh LITBANG Departemen
menggatikan 10% energi untuk transportasi ke sumber energi dari biofuel.
Pertanian, Juli 2005, hal.15.
9. Data Oil World, April 2007.
45. Saminuddin B.Tou, Kasubdin Inventarisasi dan Tata Guna Hutan, Dinas Kehutanan NAD,
10. Komisi Minyak Sawit Indonesia (KMSI), Mei 2007.
wawancara 19 April 2007.
11. Informasi dari Departemen Komunikasi dan Informasi, 22 Desember 2006.
46. Drs Fakhruddin, Kepala Dinas Perkebunan Aceh, wawancara 24 Desember 2006.
12. Importir utama lainnya adalah Belanda, Pakistan, Bangladesh, Malaysia dan Singapura.
47. Yusha' Abubakar, Direktur Pengembangan Pertanian BRR, wawancara 5 December 2006.
13. Informasi dari Departemen Komunikasi dan Informasi, 22 Desember 2006.
48. Draft Ketiga dari Peraturan Pemerintah tentang Kewenangan Nasional di Aceh, pasal Pasal
14. Jumlah perkebunan kelapa sawit meningkat dari 105.808 ha menjadi 2.922.296 ha selama
2.4.Z bidang Pertanian dan Ketahanan Pangan, 19 Februari 2007.
periode 1967 1997.
49. Zainal Abidin, Pegawai Dinas Perkebunan Aceh, wawancara 8 February 2006.
15. Oil World, Oil World Annual 1999.
50. Serambi Indonesia, 11 Maret 2006.
16. Data Luas Areal Perkebunan Kelapa sawit di Indonesia tahun 2006, Direktorat Jenderal
51. Beberapa wawancara; Fachrizal, Sekrataris Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal
Perkebunan, Departemen Pertanian.
Daerah (BKPMD), 20 April 2007; Asrin MP, Kepala Pengembangan Transmigrasi, Dinas
17. Peraturan Presiden No. 5/2006 tentang Kebijakan Nasional untuk Optimalisasi Penggunaan
Transmigrasi NAD, 16 April 2007; TA Razali, Kepala Biro Ekonomi di kantor Gubernur Aceh,
Energi dan Instruksi Presiden No.1/2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar
16 Mei 2007 serta sejumlah wawancara dengan pegawai Dinas Perkebunan NAD dan kantor
Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain, Peraturan Menteri Keuangan No. 117/2006
Gubernur.
tentang Penyediaan Kredit untuk Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan.
52. Fachrizal, Sekretaris Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD), 20 April
18. The Jakarta Post, 18 Juni 2006.
2007.
19. Peraturan Menteri Perdagangan No.35/M-DAG/PER/8/2007, 31 Agustus 2007
53. Peruntukan Pertama adalah untuk anak yatim, yang akan dikembangkan di 3 kabupaten
20. Instruksi Presiden No.1/2006, tanggal 25 Januari 2006.
(Pidie, Aceh Besar, and Aceh Jaya) , setiap kabupaten akan dikembangkan 15.000 ha;yang
21. Data diperoleh dari Dinas Perkebunan, Maret 2006.
kedua adalah untuk keluarga miskin, yang akan dikembangkan di 14 kabupaten (Bireuen,
22. Dinas Perkebunan Provinsi , “Area dan Produksi Perkebunan Besar Kelapa Sawit di Provinsi
Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Tamiang, Aceh Barat, Nagan Raya,Aceh Barat Daya, Aceh
NAD tahun 2005”, September 2006.
Selatan, Aceh Singkil, Bener Meriah, Gayo Lues, Simeulue, Aceh Tenggara,dan Aceh
23. Data Perkebunan Besar adalah data tetap tahun 2005, Dinas Perkebunan, Luas Areal Dan
Tengah), setiap kabupaten akan dikembangkan 10.000 hektar.
Produksi, Komoditas Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat Provinsi NAD, September 2006. Data
54. Serambi Indonesia, 5 Juli 2007.
Perkebunan Rakyat 2006, Dinas perkebunan, Aceh, April 2007 (data sementara).
55. Nurdinsyah, Kepala Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Gayo Lues wawancara 17
24. Data Dinas Perkebunan NAD, 2007.
Maret 2006.
25. Ishak Daud, wawancara pada tanggal 21 Agustus tahun 2002.
56. Munawir, staff bagian produksi, Dinas Pertanian Gayo Lues, wawancara 12 Juli 2006.
26. Prayogo, Kepala bagian administratif PT. Parasawita, Aceh Tamiang, wawancara 12 Juli 2006.
58. Razuardi, Kepala Bappeda Kabupaten Bireun, wawancara 13 Juni 2006.
27. Seorang wartawan lokal yang menginginkan namanya dirahasiakan, wawacara 2 Desember
59. Data dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bireun Januari 2006.
2006.
60. Dinas Pendapatan Daerah, kabupaten Bireun, 5 Januari 2006.
28. Untuk bacaan selengkapnya tentang aktifitas bisnis militer di Aceh/Indonesia, lihat Human
61. 'Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit Milik Perkebunan Besar dan Rakyat Tahun 2005',
Rights Watch, Juni 2006, Too High Price, L. McCulloch 'Aceh: Then and Now, Minority Rights
Dinas Perkebunan NAD, September 2006.
Group, May 2005, dan “Trifungsi: The role of the Indonesian Military in Business” in J.
62. Sudarman SP, Kabid Pengembangan Perkebunan, Dinas Perkebunan Nagan Raya,
Brommelhorster et al, The Military as an Economic Actor, Palgrave Macmillan, 2003.
wawancara 30 Januari 2007.
29. Drs Jailani, Kepala Pengembangan Penelitian Perkebunan, Dinas Perkebunan NAD,
63. Sudarman SP, Kabid Pengembangan Perkebunan, Dinas Perkebunan Nagan Raya,
diwawancara pada tanggal 6 Desember 2006.
wawancara 30 Januari 2007.
30. Ir. Fackri, Kasubdin Pengembangan Kelembagaan, Dinas Perkebunan NAD, wawancara
64. Keputusan Menteri Pertanian No 26/2007, 26 Februari 2007, pasal 11.1 -
tanggal 6 June 2006.
65. TA Razali, Kepala Biro Ekonomi Kantor Gubernur Aceh, wawancara 16 Mei 2007.
31. Derom Bangun, Direktur Eksekutif GAPKI, diwawancara pada tanggal 6 September 2006.
66. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Dinas Perkebunan Aceh pada bulan September
32. Dua Kabupaten baru telah dibentuk pada bulan Juli 2007, Subussalam dan Pidie Jaya,
2006; pada tahun 2005 terdapat 17.308 ha perkebunan kelapa sawit milik PBSN, 7.214 ha
sehingga Aceh terdiri dari 23 kabupaten.
milik PBSA, dan 19.456 ha milik perkebunan rakyat.
33. 'Bapak angkat' adalah suatu istilah yang digunakan oleh pemerintah setempat dalam
67. Wawancara melalui telepon dengan Ir.Momod Suharsa, Kepala Dinas Perkebunan Aceh
menjelaskan program ini. is a phrase used by local government to describe this programme.
Singkil, 23 Agustus 2007.
Drs Jailani, Kepala Pengembangan Penelitian Perkebunan, Dinas Perkebunan NAD,
68. Yan, staf bagian Pengembangan PT Astra Agro Lestari, telewawancara tanggal 14 Mei 2007.
diwawancara pada tanggal 6 Desember 2006.
69. Badan Otorita Pelabuhan Belawan, Penanganan Komoditi Dominan tahun 2001 Februari
34. Bank yang terlibat dalam program ini adalah: BRI, Bank Mandiri, Bank Bukopin, BPD Sumut,
2007, Maret 2007.
BPD SUMSEL. Secera keseluruhan, kelima bank tersebut telah menyetujui alokasi dana
70. Ir. Abdul Kadir, Kepala Dinas Transmigrasi Aceh, wawancara 16 Mei 2006.
sebesar Rp 25,56 trilyun. Untuk itu, telah ada Nota Kesepahaman Bersama antara Menteri
71. Ir. Asrin MP, Kepala Pengembangan Kawasan Transmigrasi, Dinas Transmigrasi, wawancara
Keuangan dan pihak Bank pada tanggal 20 Desember 2006.
7 Agustus 2006.
35. PERMENTAN No. 33/Permentan/OT.140/7/2006, chapter VI, article 22, point 3 Kredit investasi
72. Mantan Kepala Bupati Singkil (20012005), Makmur Syahputra, wawancara 1 November 2006.
harus dibayarkan pada tahun ke tiga belas mulai dari tanggal peminjaman.
73. Dinas Mobilitas Penduduk, 31 December 2006.
36. Proposal Untuk Lokasi dan Aktifitas Revitalisasi Perkebunan 2006-2010 di Aceh, Dinas
34
74. Ir. Asrin MP, Kepala Pengembangan Kawasan Transmigrasi, Dinas Transmigrasi wawancara 123. Petugas Kepolisian POLDA NAD, anggota polisi ini ingin namanya dirahasiakan, 3 Februari
75. Ir. Asrin MP, Kepala Pengembangan Kawasan Transmigrasi, Dinas Transmigrasi, wawancara 124. Keputusan Menteri Kehutanan No. 146/Kpts-IV/88.
7 Agustus 2006. 125. Staf pada Bank Syariah Mandiri mengkonfirmasi jumlah pinjaman yang diterima oleh PDKS,
76. Informasi dari Effendy, Staf Dinas Pemberdayaan Sumber Manusia, Aceh Jaya, 22 May 2006. tetapi tidak memberikan penjelasan lebih lanjut.
77. Bappeda NAD, September 2006. 126. Drs Darmili, Bupati Simeulue, diwawancarai pada 19 December 2005.
78. PT Ubertraco adalah perusahaan perkebunan anak perusahaan Nafas Estate Sdn.Bhd, 127. http://www.mpoc.org.my/palm_oil.asp, access 6 Juli 2006.
79. Asmardin, Kepala Dinas Perkebunan, Kab. Singkil, wawancara 31 October 2006. 129. E.wakker, 2005, Greasy Palms: The social and ecological impacts of large scale oil-palm
80. Abdullah Hakim, Asisten Kepala, PT Ubertraco, wawancara 29 October 2006. plantation development in Southeast Asia, Friends of the Earth.
81. Asmardin, Kepala Dinas Perkebunan, Kab. Singkil, wawancara melalui telepon 23 December 130. Lihat contoh sebegaimana dikemukan tersebut di : IDEAL, A Social Study Report on the Oil
2006. Palm Plantation in the Kanowit District of Sarawak, December 2001; Helen Buckland, The Oil
82. Armiadi, penduduk Desa Pandan , Kota Bharu, Singkil, diwawancarai pada 10 January 2007. For Ape Scandal, Friends of the Earth et al., September 2005,
83. Azwar Abubakar, mantan Kepala Dinas Perkebunan Aceh, wawancara 21 April 2006. 131. Article III, Forms of Cooperation, 25 Mei 2006.
84. Helen Buckland, The Oil For Ape Scandal, Friends of the Earth et al., September 2005, p. 20. 132. Www.rspo.org
85. Jens Mesa-Dishington, “New Opportunities for Strategically Positioning Palm Oil in the World 133. Helen Bukland, SOS-OIC, jawaban pertanyaan yang dikirim lewat email, 15 Oktober 2006.
Market”, dipresentasikan dalam Konferensi Kelapa Sawit Internasional yang ke-15, Colombia, 134. Deuximi Kusumadewi, RSPO Indonesia Liaison, wawancara, 22 November 2006.
20 September 2006, p.10. 135. Drs Fachruddin, Kepala Dinas Perkebunan, wawancara 23 Agustus 2006.
86. Keputusan Kementrian Tenaga Kerja tentang Upah Minimum Provinsi di Indonesia pada bulan 136. Ir. Zainul Arifin Panglima Polem, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah
87. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Indonesia, PER-04/MEN/1994 tentang Tunjangan Hari Libur 137. Helen Buckland, SOS-OIC, wawancara melalui email 15 Oktober 2006.
88. PT Parasawita memiliki HGU di dua kecamatan di Aceh Tamiang: Bendahara (1.143.50 ha
91. M.Yunan, Kepala Bagian Hubungan Industri dan Serikat Kerja, Dinas Tenaga Kerja Aceh, 6
Desember 2006.
94. M. Yunan, Kepala bagian Hubungan Industri dan Serikat Kerja, Dinas Tenaga Kerja NAD,
96. Diseluruh Indonesia, 66 % dari total lahan kelapa sawit, sebelumnya merupakan kawasan
hutan (Eric Wakker, Greasy Palms: The Social and Ecological Impacts of Large-scale Oil Palm
97. The AMDAL (Analisa Dampak Lingkungan) untuk PT Mandum Payah Tamita disetujui pada 20
November 2003.
100. Idris, penduduk desa Srikayu, Gunung Meria, Singkil, wawancara 29 October 2006.
103. Asmardin, mantan Kepala Dinas Perkebunan, Singkil, wawancara 31 October 2006.
104. Asmardin, mantan Kepala Dinas Perkebunan, Singkil, wawancara 14 December 2006.
107. Untuk informasi lebih lanjut tentang pestisida dan herbisida, lihat website Pesticide Action
108. Untuk informasi tentang Paraquat dan daftar Negara yang telah melarang peredaran pestisida
109. Asmardin, mantan Kadis Perkebunan Aceh Singkil, wawancara 31 Oktober 2006.
110. Kontributor rumah kaca lainnya adalah methane, nitrous oxide, and fluorocarbons.
114. Luas Areal dan Produksi Komoditas Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat dan Perkebunan Besar
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2005, Dinas Perkebunan NAD, September 2006.
118. Yarrow Robertson JM, van schaik, CP 2001, causal factors underlying the dramatic decline for
the Sumatran orang-utan, oryx, 2001, 35. pp26-38. Helen Bukland, SOS-OIC, jawaban
120. Undang-Undang No 11/2006, Bab VI, Perdagangan dan Investasi, pasal 165 ayat 2 and 3.
122. Ir.Ibnu Abbas, Kepala Departemen Kehutanan, Simeulu, di wawancarai bulan December
2006.
35
Daftar Laporan Eye on Aceh Periode 2004 - 2006
2. Serambi Indonesia: Berita Ekstra! Tidak Ada Berita Hari ini, Agustus 2005
3. Antara Hidup dan Mati: Berjuang dalam Tsunami di Aceh, Juli 2005
4. Satu Tahun Darurat Militer di Aceh: Mei 2003 - Mei 2004, Mei 2005