Professional Documents
Culture Documents
Sejarah
Kerajaan Batak didirikan oleh seorang Raja dalam negeri Toba sila-silahi
(silalahi) lua’ Baligi (Luat Balige), kampung Parsoluhan, suku Pohan. Raja yang
bersangkutan adalah Raja Kesaktian yang bernama Alang Pardoksi (Pardosi). Masa
kejayaan kerajaan Batak dipimpin oleh Raja yang bernama Sultan Maharaja Bongsu
pada tahun 1054 Hijriyah berhasil memakmurkan negerinya dengan berbagai
kebijakan politiknya.
Nama kumpulan
Suku Batak terdiri dari beberapa sub suku yang berdiam di wilayah Sumatera
Utara, Kota Subulussalam, Aceh Singkil dan Aceh Tenggara. Sub suku Batak adalah:
− Suku Alas
− Suku Kluet
− Suku Karo
− Suku Toba
− Suku Pakpak
− Suku Dairi
− Suku Simalungun
− Suku Angkola
− Suku Mandailing
1
Wilayah Bermukim
Sub suku Batak Toba berdiam di Kabupaten Tapanuli Utara yang wilayahnya
meliputi Ajibata (berbatasan dengan Parapat), Pulau Samosir, Pakkat, serta Sarulla.
Empat tahun terakhir ini, Kabupaten Tapanuli Utara sendiri telah dimekarkan menjadi
beberapa Kabupaten yakni Kabupaten Tapanuli Utara (ibukota Tarutung), Kabupaten
Toba Samosir (ibukota Balige), Kabupaten Samosir (ibukota Pangururan), Kabupaten
Humbang (ibukota Siborong-borong), Kabupaten Humbang Hasundutan (ibukota
Dolok Sanggul).
Sub suku Batak Karo mayoritas berdiam di Kabupaten Karo dengan ibukota
Kabanjahe, namun sebagian juga tersebar di Kabupaten Langkat dan Deli Serdang.
Mereka yang bermukim di wilayah Kabupaten Karo kerap disebut sebagai Karo
Gunung, sementara yang di Kab. Langkat dan Deli Serdang kerap disebut dengan
Karo Langkat.
Sub suku Batak Pakpak terdiri atas 5 sub Pakpak yaitu Pakpak Kelasen,
Pakpak Simsim, Pakpak Boang, Pakpak Pegagan, bermukim di wilayah Kabupaten
Dairi yang kemudian dimekarkan pada tahun 2004 menjadi dua kabupaten yakni:
Kabupaten Dairi (ibukota Sidikalang)dan Kabupaten Pakpak Bharat (ibukota Salak).
Suku Batak Pakpak juga berdomisili di wilayah Parlilitan yang masuk wilayah
Kabupaten Humbang Hasundutan dan wilayah Manduamas yang merupakan bagian
dari Kabupaten Tapanuli Tengah.Suku Pakpak yang tinggal diwalayah tersebut
2
menamakan diri sebagai Pakpak Kelasan. Dalam jumlah yang sedikit, suku Pakpak
juga bermukim di wilayah Kabupaten Aceh Singkil dan Kota Subulussalam.
Rumah Adat
Adat Batak Toba disebut Rumah Bolon, berbentuk empat persegi panjang dan
kadang-kadang dihuni oleh 5 sampai 6 keluarga. Untuk memasuki rumah harus
menaiki tangga yang terletak di tengah-tengah rumah, dengan jumlah anak tangga
yang ganjil. Bila orang hendak masuk rumah Batak Toba harus menundukkan kepala
agar tidak terbentur pada balok yang melintang, hal ini diartikan tamu harus
menghormati si pemilik rumah.
3
Lantai rumah kadang-kadang sampai
1,75 meter di atas tanah, dan bagian
bawah dipergunakan untuk kandang
babi, ayam, dan sebagainya. Dahulu
pintu masuk mempunyai 2 macam
daun pintu, yaitu daun pintu yang
horizontal dan vertikal, tapi sekarang
daun pintu yang horizontal tak dipakai lagi. Ruangan dalam rumah adat merupakan
ruangan terbuka tanpa kamar-kamar, walaupun berdiam disitu lebih dari satu
keluarga, tapi bukan berarti tidak ada pembagian ruangan, karena dalam rumah adat
ini pembagian ruangan dibatasi oleh adat mereka yang kuat.
Ruangan di belakang sudut sebelah kanan disebut jabu bong, yang ditempati
oleh kepala rumah atau porjabu bong, dengan isteri dan anak-anak yang masih kecil.
Ruangan ini dahulu dianggap paling keramat. Di sudut kiri berhadapan dengan Jabu
bong disebut Jabu Soding diperuntukkan bagi anak perempuan yang telah menikah
tapi belum mempunyai rumah sendiri. Di sudut kiri depan disebut Jabu Suhat, untuk
anak laki-laki tertua yang sudah kimpoi dan di seberangnya disebut Tampar Piring
diperuntukkan bagi tamu. Bila keluarga besar maka diadakan tempat di antara 2 ruang
atau jabu yang berdempetan, sehingga ruangan bertambah 2 lagi dan ruangan ini
disebut Jabu Tonga-ronga ni jabu rona.
Falsafah Batak
Secara umum, suku Batak memiliki falsafah adat Dalihan Na Tolu yakni
Somba Marhula-hula (hormat pada pihak keluarga ibu/istri) Elek Marboru (ramah
pada keluarga saudara perempuan) dan Manat Mardongan Tubu (kompak dalam
hubungan semarga). Dalam kehidupan sehari-hari, falsafah ini dipegang teguh dan
hingga kini menjadi landasan kehidupan sosial dan bermasyarakat di lingkungan
orang Batak.
4
Pengetahuan
Orang Batak juga mengenal sistem gotong-royongn kuno dalam hal bercocok
tanam. Dalam bahasa Karo aktivitas itu disebut Raron, sedangkan dalam bahasa Toba
hal itu disebut Marsiurupan. Sekelompok orang tetangga atau kerabat dekat bersama-
sama mengerjakan tanah dan masing-masing anggota secara bergiliran. Raron itu
merupakan satu pranata yang keanggotaannya sangat sukarela dan lamanya berdiri
tergantung kepada persetujuan pesertanya.
Perkawinan
Pada tradisi suku Batak seseorang hanya bisa menikah dengan orang Batak
yang berbeda klan sehingga jika ada yang menikah dia harus mencari pasangan hidup
dari marga lain selain marganya. Apabila yang menikah adalah seseorang yang bukan
dari suku Batak maka dia harus diadopsi oleh salah satu marga Batak (berbeda klan).
Acara tersebut dilanjutkan dengan prosesi perkawinan yang dilakukan di gereja
karena mayoritas penduduk Batak beragama Kristen.
Kekerabatan
Klan kecil tadi merupakan kerabat patrilineal yang masih berdiam dalam satu
kawanan. Sebaliknya klen besar yang anggotanya sudah banyak hidup tersebar
sehingga tidak saling kenal tetapi mereka dapat mengenali anggotanya melalui nama
marga yang selalu disertakan dibelakang nama kecilnya. Stratifikasi sosial orang
Batak didasarkan pada empat prinsip yaitu :
− Perbedaan tigkat umur
− Perbedaan pangkat dan jabatan
5
− Perbadaan sifat keaslian
− Status kawin
Mata Pencaharian
Pada umumnya masyarakat Batak bercocok tanam padi di sawah dan ladang.
Lahan didapat dari pembagian yang didasarkan marga. Setiap keluarga mendapat
tanah tadi tetapi tidak boleh menjualnya. Selain tanah ulayat adapun tanah yang
dimiliki perseorangan.
Peternakan juga salah satu mata pencaharian suku Batak antara lain
peternakan kerbau, sapi, babi, kambing, ayam dan bebek. Penangkapan ikan
dilakukan sebagian penduduk disekitar danau Toba. Sektor kerajinan juga
berkembang. Misalnya tenun, anyaman rotan, ukiran kayu, tembikar, yang ada
kaitannya dengan pariwisata.
Bahasa Batak
6
Surat Batak
Surat Batak adalah nama aksara yang digunakan untuk menuliskan bahasa
Batak. Surat Batak masih berkerabat dengan aksara Nusantara lainnya.
Surat Batak adalah sebuah jenis aksara yang disebut abugida, jadi merupakan
sebuah perpaduan antara alfabet dan aksara suku kata. Setiap karakter telah
mengandung sekaligus konsonan dan vokal dasar. Vokal dasar ini adalah bunyi /a/.
Namun dengan tanda diakritis atau apa yang disebut anakni surat dalam bahasa Batak,
maka vokal ini bisa diubah-ubah.
Surat Batak zaman dahulu kala digunakan untuk menuliskan surat-surat dan
terutama naskah-naskah Batak. Naskah-naskah kuna ini terutama adalah pustaha yang
ditulis oleh datu. Pustaha-pustaha ini berisikan penanggalan dan ilmu nujum. Bahasa
yang dipergunakan dalam pustaha-pustaha ini merupakan sebuah dialek kuna bahasa
Batak selatan yang banyak dipengaruhi bahasa Melayu.
Budaya Batak
7
yakni : keyakinan dan kepercayaan bahwa ada Maha pencipta sebagai Tuhan yang
menciptakan alam semesta besertasegala sesuatu isinya, termasuk langit dan bumi.
8
Pantun marpangkuling bangko ni anak na bisuk.
Donda marpangalaho bangkoni boru na uli. (Pantun hangoluan tois hamagoan).
Unsur Budaya
Bahasa
Dalam kehidupan dan pergaulan sehari-hari, orang Batak menggunakan
beberapa logat, yaitu :
− Logat Karo yang dipakai oleh orang Karo
− Logat Pakpak yang dipakai oleh orang Pakpak
− Logat Simalungun yang dipakai oleh orang Simalungun
− Logat Toba yang dipakai oleh orang Toba, Angkola dan Mandailing.
Marga Batak
9
Masyarakat Batak (Mandailing dan Angkola), dominan menganut agama
Islam, sehingga menolak mengakui asal-usul Batak dari Si Raja Batak. Pengakuan
tentang Si Raja Batak tidak memiliki indikator atau bukti-bukti yang sah. Karena,
keberadaan kerajaan sebagai wilayah pemerintahan tidak jelas hingga sekarang. Di
Sumatra Utara, peninggalan-peninggalan sejarah kerajaan justru sangat kuat
diwariskan oleh pengaruh Melayu (Islam)
Logikanya, bagaimana Si Raja Batak dapat menjadi asal mula orang Batak?
Pertanyaan ini masih perlu dijawab para antropolog.
Dari keturunan (pinompar) mereka inilah kemudian bermunculan berbagai macam
marga yang saking banyaknya sampai sekarang belum bisa dipastikan jumlahnya.
Tidak ada pengklasifikasian tertentu atas jenis-jenis marga ini namun biasanya
sering disangkutpautkan dengan rumpunnya sebagaimana Bahasa Batak. Misalnya
Nasution adalah marga Batak Mandailing, Hutasuhut adalah marga Batak Angkola,
Silaban adalah marga Batak Toba, Purba adalah marga Batak Simalungun, Ginting
adalah marga Batak Karo, dan seterusnya.
Religi
10
Begu : Tondinya orang yang sudah mati. Orang Batak juga percaya akan kekuatan
sakti dari jimat yang disebut Tongkal.
Kesenian
Seni tari dari Batak yang sangat terkenal adalah tari Tor-tor. Tari tor-tor
adalah tarian yang gerakannya se-irama dengan iringan musik (magondangi) yang
dimainkan dengan alat-alat musik tradisional seperti gondang, suling, terompet batak,
dan lain-lain.
Menurut sejarahnya tari tor-tor
digunakan dalam acara ritual yang
berhubungan dengan roh, dimana roh
tersebut dipanggil dan “masuk” ke
patung-patung batu (merupakan simbol
dari leluhur), lalu patung tersebut
tersebut bergerak seperti menari akan
tetapi gerakannya kaku. Gerakan
tersebut meliputi gerakan kaki (jinjit-
jinjit) dan gerakan tangan. Jenis tari tor-tor pun berbeda-beda, ada yang dinamakan
tortor Pangurason (tari pembersihan).
Tari ini biasanya digelar pada saat pesta besar yang mana lebih dahulu
dibersihkan tempat dan lokasi pesta sebelum pesta dimulai agar jauh dari mara bahaya
dengan menggunakan jeruk purut. Ada juga tor-tor Sipitu Cawan (Tari tujuh cawan).
Tari ini biasa digelar pada saat pengukuhan seorang raja, tari ini juga berasal dari 7
putri kayangan yang mandi disebuah telaga di puncak gunung pusuk buhit bersamaan
dengan datangnya piso sipitu sasarung (Pisau tujuh sarung).
11
Kuliner
Mulai dari kelahiran, menikah hingga
meninggal bagi orang Batak masing-
masing memiliki prosesi yang wajib
hukumnya untuk dilaksanakan merupakan
pesan adat yang harus disampaikan. Dan
dekke na niarsik atau ikan mas arsik
adalah wujud nyatanya. Yakni sebuah
hidangan khas Batak yang menjadi symbol
berkat kehidupan.
Ikan mas yang diberikan haruslah dalam jumlah ganjil, satu, tiga, lima, tujuh.
Masing-masing jumlah ini memiliki arti sesuai dengan ketentuan adat Batak, adapun
arti dari jumlah ini adalah :
Satu ekor bagi pasangan yang baru menikah, Tiga ekor bagi pasangan suami-
istri yang mendapatkan anak, Lima ekor bagi orang tua yang sudah mempunyai cucu,
Tujuh ekor diperuntukkan bagi pemimpin bangsa Batak saja.
Biasanya ketika anak lahir akan dilangsungkan selamatan. Sesuai hukum adat
Batak, pihak hula-hula (kelompok marga dari si ibu) harus menyediakan pasu-pasu
yang dimanifestasikan dalam bentuk dekke na niarsik.
Menurut pengamat budaya Batak, dekke si Tiho ini diberikan dengan harapan
supaya orang yang menerima ikan ini dapat bersih baik hati maupun perilakunya.
12