You are on page 1of 93

TUGAS AKHIR

RANCANG BANGUN MOLD UNTUK PROSES


THERMOFORMING PROSTHETIC
BELOW KNEE (B/K)

Disusun :

ARIS ARYANTO
NIM : D 200 040 042

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
Oktober 2009

i
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul :

RANCANG BANGUN MOLD UNTUK PROSES


THERMOFORMING PROSTHETIC BELOW KNEE (B/K)

yang dibuat untuk memenuhi syarat memperoleh derajat sarjana S1 pada


Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah
Surakarta, sejauh yang saya ketahui bukan merupakan atau duplikasi dari
skripsi yang sudah dipublikasikan dan/atau pernah dipakai untuk
mendapatkan gelar kesarjanaan di lingkungan Universitas Muhammadiyah
Surakarta atau instansi manapun, kecuali bagian yang sumber
informasinya saya cantumkan sebagaimana mestinya.

Surakarta, Oktober 2009


yang menyatakan,

ARIS ARYANTO

ii
HALAMAN PERSETUJUAN

Tugas Akhir berjudul ”Rancang Bangun Mold Untuk Proses


Thermoforming Prosthetic Below Knee (B/K)”, telah disetujui
Pembimbing dan diterima untuk memenuhi sebagian persyaratan
memperoleh derajat sarjana S1 pada Jurusan Teknik Mesin Fakultas
Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

Dipersiapkan oleh :
Nama : ARIS ARYANTO
NIM : D 200 040 042

Disetujui pada
Hari :
Tanggal :

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Tri Widodo Besar Riyadi, ST, MSc Bambang Waluyo F, ST, MT

iii
HALAMAN PENGESAHAN

Tugas Akhir berjudul ” Rancang Bangun Mold Untuk Proses


Thermoforming Prosthetic Below Knee (B/K)”, telah dipertahankan
dihadapan Tim Penguji dan telah dinyatakan sah untuk memenuhi syarat
memperoleh derajat sarjana S1 pada Jurusan Teknik Mesin Fakultas
Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Dipersiapkan oleh :
Nama : ARIS ARYANTO
NIM : D 200 040 042

Disetujui pada
Hari :
Tanggal :

Tim Penguji :
Ketua : Tri Widodo Besar Riyadi, ST, MSc. (.............................)

Anggota 1 : Bambang Waluyo F, ST, MT. (.............................)

Anggota 2 : Muhammad Alfatih H, ST, MT. (.............................)

Dekan, Ketua Jurusan,

Ir. H. Sri Widodo, MT. Marwan Effendy, ST., MT.

iv
v
RINGKASAN

Industri semakin berkembang, kebutuhan terhadap plastik pun


semakin bertambah. Akan tetapi, dalam aplikasi proses pembentukan
plastik sering mengalami kendala. Salah satunya adalah penyusutan.
Penyusutan sering terjadi pada proses pembentukan plastik, terutama
pembentukan dengan sistem mechanical thermoforming. Sehingga
perludianalisa hal-hal yang menyebabkan penyusutan pada produk yang
dihasilkan. Beberapa hal yang diidentifikasi mempengaruhi terjadinya
penyusutan adalah bentuk mold, temperatur dan jenis plastik yang
digunakan.
Metode penelitian yang digunakan adalah membuat alat uji
mechanical thermoforming dan membuat mold yang akan digunakan
untuk menganalisa penyusutan. Mold yang digunakan ada 2 macam, yaitu
mold telapak kaki atas dan mold telapak kaki bawah. Selain variasi pada
mold, analisa juga ditujukan pada temperatur plastik polypropylene (PP)
dan plastik PVC yang akan diproses. Variasi temperatur yaitu: 1000C,
1200C dan 140oC. Sedangkan jenis plastik yang diujikan adalah plastik
polypropylene (PP) dan plastik PVC.
Dari data hasil pengujian dan pembahasan pada proses mechanical
thermoforming untuk plastik polypropylene (PP) dengan ketebalan 1,0 mm
tidak dapat dianalisa prosentase penyusutan yang terjadi karena sifat
viskos pada plastik rendah. Pada plastik jenis PP ini meskipun membentuk
pola, tetapi tidak sempurna. Bahan plastik PP setelah proses penekanan
dengan temperatur 100ºC-120ºC plastik tidak mengalami pemuaian yang
cukup baik, karena plastik masih bersifat elastik. Pada temperatur 140ºC
plastik mengalami pemuaian, tetapi saat proses penekanan plastik
mengalami bentuk pola yang tidak sempurna, karena temperatur terlalu
tinggi. Sedangkan pada plastik PVC didapatkan hasil bahwa pada mold
telapak kaki atas dengan ketinggian 2 cm dan tebal plastik 1,0 mm
menghasilkan prosentase penyusutan rata-rata 7,85% dengan temperatur
100ºC, 9,80% dengan temperatur 120ºC dan 12,11% dengan temperatur
140ºC. Pada mold telapak kaki bawah dengan ketinggian 2 cm dan tebal
plastik 1,0 mm menghasilkan prosentase penyusutan rata-rata 10,01%
dengan temperatur 100ºC, 10,96% dengan temperatur 120ºC dan 12,08%
dengan temperatur 140ºC.

Kata kunci : Mechanical Thermoforming, Penyusutan Plastik, Mold

vi
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum. Wr. Wb.

Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT

atas berkah dan Rahmat-Nya sehingga penyusunan laporan penelitian ini

dapat terselesaikan.

Tugas Akhir berjudul ”Rancang Bangun Mold Untuk Proses

Thermoforming Prosthetic Below Knee (B/K)”, dapat terselesaikan atas

dukungan dari beberapa pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis

dengan segala ketulusan dan keikhlasan hati ingin menyampaikan rasa

terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ir. H. Sri Widodo, MT sebagai Dekan Fakultas Teknik

Universitas Muhammadiyah Surakarta.

2. Marwan Effendy, ST., MT selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin.

3. Tri Widodo Besar Riyadi, ST, MSc selaku Pembimbing Utama

yang telah memberikan materi, metode-metode dan ilmu yang

telah diberikan dalam pemecahan permasalahan dalam

pembuatan skripsi.

4. Bambang Waluyo F, ST, MT selaku pembimbing pendamping

yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan dan

masukan dalam pembuatan skripsi.

5. Ibu, ayah, adik dan keluarga besar suparman yang telah

membantu baik dukungan material maupun non material,

terimakasih atas doa dan bantuannya.

vii
6. Teman-teman CV Losote yang telah membantu dalam

pengerjaan alat untuk tugas akhir baik suka maupun duka, kita

baru mulai sobat selamat berjuang.

7. Rekan-rekan Teknik Mesin satu angkatan dan semua pihak

yang telah membantu, semoga Allah membalas kebaikanmu.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna,

oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca

akan penulis terima dengan senang hati.

Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.

Surakarta, Oktober 2009

Penulis

viii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ....................................................................................... i


Halaman Keaslian Skripsi ..................................................................... ii
Halaman Persetujuan ........................................................................... iii
Halaman Pengesahan .......................................................................... iv
Lembar Soal Tugas Akhir ..................................................................... v
Ringkasan ............................................................................................. vi
Kata Pengantar ..................................................................................... vii
Daftar Isi ............................................................................................... ix
Daftar Gambar ...................................................................................... xi
Daftar Tabel .......................................................................................... xiv

BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................1


1.1. Latar Belakang .................................................................1
1.2. Tujuan Penelitian..............................................................4
1.3. Manfaat Penelitian............................................................5
1.4. Batasan Masalah..............................................................5
1.5. Sistematika Penulisan ......................................................6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................7


2.1. Tinjauan Pustaka..............................................................7
2.2. Landasan Teori ...............................................................9

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ...................................................41


3.1. Diagram Alir Penelitian .....................................................41
3.2. Tempat Penelitian.............................................................43
3.3. Pembuatan Alat Uji ...........................................................43
3.4. Alat dan Bahan Penelitian ................................................49
3.5. Langkah pengerjaan penelitian.........................................54
3.6. Cara Memperoleh Data ....................................................57
3.7. Kendala Yang Dihadapi ....................................................58

ix
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................59
4.1. Data-Data Mold .................................................................59
4.2. Pengujian Mold .................................................................60
4.3. Analisa Data dan Pembahasan .........................................64

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN....................................................73


5.1. Kesimpulan ......................................................................73
5.2. Saran ................................................................................74

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................75
LAMPIRAN .............................................................................................76

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Below Knee Prothese ....................................................... 8


Gambar 2.2. SACH foot......................................................................... 9
Gambar 2.3 Macam Copolymers, (a) random copolymers,
(b) alternating copolymers, (c) block copolymers,
(d) graft copolymers .........................................................10
Gambar 2.4. Hubungan waktu dengan kekuatan plastik .......................12
Gambar 2.5. Model pemanjangan molekul elastomer ...........................13
Gambar 2.6. Pengaruh suhu terhadap sifat mekanis polimer................13
Gambar 2.7. Proses Vacuum Thermoforming .......................................20
Gambar 2.8. Proses Pressure Thermoforming ......................................20
Gambar 2.9. Proses Mechanical thermoforming ...................................21
Gambar 2.10. Mold positif .......................................................................22
Gambar 2.11. Mold negatif ......................................................................22
Gambar 2.12. Proses pengisian butiran plastik ...................................... 24
Gambar 2.13. Proses pemanasan butiran kedalam heater .....................24
Gambar 2.14. Proses peniupan udara.....................................................25
Gambar 2.15. Proses pengeluaran produk............................................. 25
Gambar 2.16. Compression Molding .......................................................26
Gambar 2.17. Injection Molding .............................................................. 27
Gambar 2.18. Kedalaman maksimum mold.............................................28
Gambar 2.19. Sudut yang diijinkan untuk memudahkan material dilepas
dari Mold...........................................................................28
Gambar 2.20. Proses pembuatan cetakan pasir .....................................30
Gambar 2.21. Hubungan Kekuatan Impek dan Temperatur Pada
Thermoplastik ...................................................................33
Gambar 2.22. Hubungan Regangan dan Tegangan Pada Beberapa
Variasi...............................................................................34
Gambar 2.23. Hubungan Tegangan dan Regangan Pada Beberapa
Polimer .............................................................................34

xi
Gambar 2.24. Hubungan Viskositas dan Tegangan geser terhadap
suhu pada berbagai jenis termoplastik ........................... 35
Gambar 2.25. Proses Pemindahan Panas Secara Radiasi & konveksi ...37
Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian .....................................................42
Gambar 3.2. Sket alat uji mechanical thermoforming ............................45
Gambar 3.3. Mesin Las Listrik ...............................................................46
Gambar 3.4. Mesin Gerinda Tangan .....................................................46
Gambar 3.5. Mesin Bor..........................................................................47
Gambar 3.6. Satu Set Tool ....................................................................48
Gambar 3.7. Besi Siku...........................................................................48
Gambar 3.8. Seng .................................................................................49
Gambar 3.9. Mur Baut ...........................................................................49
Gambar 3.10. 2 Mold Positif dan 2 Mold Negatif .....................................50
Gambar 3.11. Pemanas atau Heater .......................................................51
Gambar 3.12. Thermokontrol Manual ......................................................51
Gambar 3.13. Dongkrak Hidrolik .............................................................52
Gambar 3.14. Gelas Ukur, Ember dan Air (PDAM) .................................53
Gambar 3.15. Plastik Jenis Polypropylene (PP) ......................................52
Gambar 3.16. Plastik jenis PVC ..............................................................52
Gambar 3.17. Serbuk Gips ......................................................................53
Gambar 3.18. Cairan Resin .....................................................................53
Gambar 3.19. Cairan Katalis ...................................................................53
Gambar 3.20. Cat Warna.........................................................................54
Gambar 3.21. Pemasangan Plastik pada Penjepit ..................................55
Gambar 3.22. Pemasangan Thermocouple pada Mesin .........................55
Gambar 3.23. Pemasangan Dongkrak Hidrolik dengan Mold..................56
Gambar 3.24. Pemrosesan Mechanical Thermoforming .........................57
Gambar 4.1. Bentuk Mold (1) Mold positif, (2) Mold negatif, (3) Mold
positif, (4) Mold negatif.....................................................59
Gambar 4.2. Foto Hasil Mechanical Thermoforming .............................60
Gambar 4.3. PP diproses dengan mold telapak kaki atas dan mold
telapak kaki bawah temperatur 100ºC ..............................61

xii
Gambar 4.4. PP diproses dengan mold telapak kaki atas dan mold
telapak kaki bawah temperatur 120ºC ..............................61
Gambar 4.5. PP diproses dengan mold telapak kaki atas dan mold
telapak kaki bawah temperatur 140ºC ..............................61
Gambar 4.6. Contoh penyusutan pada plastik PVC ..............................62
Gambar 4.7. Plastik PVC yang terjadi sobekan (produk gagal) .............62
Gambar 4.8. Hasil Produk Gagal ...........................................................63
Gambar 4.9. Hasil Produk Yang Berhasil ..............................................64
Gambar 4.10. Grafik hubungan temperatur terhadap prosentese
penyusutan pada mold telapak kaki atas..........................66
Gambar 4.11. Grafik hubungan temperatur terhadap prosentase
penyusutan pada mold telapak kaki bawah .....................68
Gambar 4.12. Grafik hubungan bentuk mold terhadap prosentase
penyusutan .......................................................................70

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sifat-sifat dari jenis-jenis thermoplastik ..................................15


Tabel 2.2. Perbandingan spesifik gravity dari berbagai material plastik..16
Tabel 2.3. Temperatur leleh proses termoplastik ....................................17
Tabel 2.4 Polypropylene (PP) ................................................................18
Tabel 4.1. Data lengkap percobaan pada mold telapak kaki
atas .......................................................................................65
Tabel 4.2. Data lengkap percobaan pada mold telapak kaki
bawah ...................................................................................67
Tabel 4.3. Rata-rata prosentase penyusutan pada setiap bentuk
mold dan variasi temperatur...................................................69

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Adanya kecenderungan yang terus naik setiap tahunnya atas

penderita kecacatan yang mengalami amputasi di Indonesia yang mana

data pasiennya dapat diwakili dari Rumah Sakit Orthopedi (RSO) Prof. Dr.

Soeharso Surakarta, yang merupakan rumah sakit rujukan orthopedi yang

ada di Indonesia. Pada akhir tahun 2006 menunjukkan data terjadinya

kasus amputasi anggota gerak bawah kaki adalah sebesar 25% per

tahunnya, yang terbagi untuk amputasi kaki diatas lutut atau prothese

jenis above knee amputation (AKA) sebesar 18% dan amputasi dibawah

lutut atau prothese jenis below knee amputation (BAK) sebesar 7%.

Sedangkan kejadian amputasi pada anggota gerak atas (tangan) sebesar

15%, yang terbagi amputasi dibawah siku tangan atau prothese jenis

below elbow amputation (BEA) sebesar 10% dan amputasi diatas siku

tangan atau prothese jenis above elbow amputation (AEA) sebesar 5%.

Selama waktu antara tahun 2005 sampai dengan tahun 2006,

permintaan berbagai prothese ataupun orthese yang dikerjakan oleh Unit

Kerja Instalasi Prothese dan Orthese Rumah Sakit Orthopedi Surakarta

rata-rata sebanyak 60 unit per bulannya (Lobes Herdiman, 2007).

Sedangkan jumlah yang dipesan atas berbagai prothese atau orthese

yang dikerjakan oleh CV. Lasote rata-rata sebesar 20 unit per bulannya

(Lasote Engineering dan Machine, 2009). Selama ini prothese yang

1
diproduksi baik yang dihasilkan oleh Rumah Sakit Orthopedi atau industri

kecil yang ada dikota Solo masih mengutamakan fungsinya sebagai

kosmetik. Sedangkan prothese kaki yang berfungsi sebagai alat bantu

(artificial) dalam manjalankan aktivitas sehari-hari masih belum

terakomodasi secara baik. Hal ini terlihat pada pengguna prothese kaki

pada saat melakukan langkah berjalan sacara normal masih terlihat

adanya phase berjalan yang kurang baik yang diakibatkan oleh dampak

kecacatan, terlebih bilamana berjalan naik dan menuruni anak tangga

yang cukup tinggi ataupun turun dari bus kota. Atas gambaran kondisi ini

bahwa prothese kaki yang ada masih belum memenuhi aspek fungsinya

secara baik yang antara lain mampu menopang berat tubuh yang nyaman,

aman, stabil, kuat dan ringan.

Ditinjau dari tingkat kesulitan atas pembuatan prothese kaki dan

waktu yang cukup lama bagi pasien yang memesan prothese. Terlebih

untuk proses pembuatan prothese kaki dibawah lutut memerlukan bayak

sekali bagian komponen pendukung yang meliputi korset paha, soket

betis, knee, adaptor dan SACH (Solid Ankle Cushioned Heel) foot.

Lamanya waktu menunggu bagi pasien atas prothese yang diperlukan

waktu sampai satu bulan dari hari setelah pengukuran, disisi lain

penggunaan dari lamanya jangka waktu penggunaan komponen produk

prothese kaki cukup pendek. Rata-rata komponen bertahan sekitar tiga

tahun, pendekatan life cycle komponen produk prothese kaki diakibatkan

oleh frekuensi gerakan aktifitas penggunaan sehari-hari (Rumah Sakit

Orthopedi Surakarta, 2009).

2
Hasil kajian dari penelitian yang telah dilakukan oleh (Lobes

Herdiman, 2007 dan Fabianus Suryono, 2007) bahwa proses pembuatan

prothese kaki dilingkungan Rumah Sakit Orthopedi dan instalasi kecil

yang ada dikota Solo masih sangat sederhana, mengedepankan proses

pembuatan handcrafting dan teknologi proses manufaktur yang digunakan

masih bersifat konvensional. Proses pembuatan prothese kaki yang

dilakukan secara handcrafting muncul beberapa permasalahan yang

dihadapi yaitu lamanya waktu menunggu untuk pemesanan dan lamanya

waktu penyesuaian antara prothese dengan pasien setelah menggunakan

produk yang dikerjakan. Bantuan teknologi telah dimungkinkan untuk

dimanfaatkan proses perencanaan dan perancangan produk dari

beberapa bagian komponen prothese kaki kususnya, melalui pemanfaatan

teknologi thermoforming banyak hal yang dapat dikerjakan yaitu

meningkatkan ketepatan ukuran produk, mampu keterulangan dalam

pembuatan secara baik dan kesederhanaan proses penyesuaian produk.

Kelebihan yang ditawarkan oleh proses thermoforming pembuatan

prothese kaki adalah memperbaiki rancangan, meningkatkan kenyamanan

pengguna produk, kemudian dalam pabrikasi dan penyesuaian pada

produk atau komponen prothese.

Berdasarkan gambaran diatas, proses pembuatan prothese kaki

yang ada di Indonesia sudah waktunya untuk melakukan terobosan dalam

menggunakan teknologi thermoforming, agar dapat meningkatkan dalam

pembuatan prothese kaki melalui upaya peningkatan adaptasi

pengembangan teknologi. Adanya pengembangan penguasaan teknologi

3
pembuatan prothese kaki ini akan memperkuat industri kecil yang ada

dikota Solo secara khususnya dengan memiliki daya saing yang cukup

baik. Sekaligus mampu mempercepat dalam pembuatan prothese kaki

yang dipesan oleh pasien, dan terutama bagi negara Indonesia tidak lagi

ketergantungan terus akan produk impor, meskipun pasar di Indonesia

sangat menjanjikan bilamana diikuti dengan daya beli masyarakat. Sama

halnya juga pada pasien yang cacat dikarenakan sesuatu hal yang harus

mengalami amputasi dan tidak punya alternatif penawaran lain atas

prothese kaki yang ada.

Tantangan pada penelitian ini adalah difokuskan pada mechanical

thermoforming, pembuatan mold dengan gips dan komponen SACH foot

dengan plastik. Kemudian bahan yang digunakan dalam penelitian adalah

dari plastik dengan menggunakan proses thermoforming. Diharapkan

penelitian ini dapat meningkatkan rancangan prothese kaki dengan bentuk

yang komponen yang lebih costumermize dan dapat dikembangkan

secara masal produk tersebut.

1.2 Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi pengaruh perbedaan temperatur terhadap

shrinkage (penyusutan) yang terjadi dalam proses mechanical

thermoforming untuk lembaran plastik polypropylene (PP) dan

PVC.

4
2. Mengidentifikasi perbedaan antara volume mold dengan volume

lembaran plastik polypropylene (PP) dan PVC setelah proses

mechanical thermoforming.

1.3 Manfaat penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dihasilkan suatu produk dari hasil proses thermoforming dengan

variasi temperatur dan bentuk mold yang sederhana.

2. Memberikan model modifikasi SACH foot yang lebih murah, kuat

dan produk yang lebih bagus.

3. Diharapkan dapat menyentuh secara langsung atas kebutuhan

prothese kaki bagi pengguna dalam melakukan aktifitas keseharian

dengan memperpendek waktu pemesanan dan waktu penyesuaian

atas prothese yang dibuat.

4. Sumbangan bagi kalangan akademisi dalam bidang manufaktur

tentang proses pembuatan berbagai produk dari plastik.

1.4 Batasan masalah

Batasan masalah sebagai berikut:

1. Bahan yang diuji adalah lembaran plastik polypropylene (PP)

dengan ketebalan 1,0 mm dan lembaran plastik (PVC) dengan

ketebalan 1,0 mm.

2. Temperatur yang diujikan pada lembaran plastik polypropylene

(PP) dan lembaran plastik (PVC) adalah 100ºC, 120ºC dan 140ºC.

5
3. Daya tekan yang akan diujikan adalah 1 kg/cm².

4. Ketinggian antara plastik dengan heater 2 cm.

5. Profil mold dibuat 2 jenis, 1 cetakan SACH foot bawah dan 1

cetakan SACH foot atas.

1.5 Sistematika penulisan

Sistematika pada laporan Tugas Akhir ini memuat tentang:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini terdiri atas latar belakang, tujuan, manfaat, lingkup

penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini terdiri atas kajian pustaka dan landasan teori.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini terdiri atas rancangan penelitian, bahan dan alat, proses

pencetakan plastik melalui proses mechanical thermoforming dengan

mold dari gipsum, analisa data dan kesulitan-kesulitan dalam melakukan

penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini terdiri atas hasil penelitian, analisa data dan pembahasan.

BAB V PENUTUP

Bab ini terdiri atas kesimpulan dan saran.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

6
BAB II

DASAR TEORI

2.1 Tinjauan pustaka

2.1.1 Below knee prothese

Komponen dasar below knee prothese ditunjukan pada gambar 2.1

dibawah ini. Komponen-komponennya adalah foot ankle rakitan (SACH

foot), tulang kering (shank), stump, dan korset paha.

Gambar 2.1 Below knee prothese

(Fabianus, 2007)

2.1.2 SACH (Solid Ankle Cushion Heel )foot

SACH foot prothese masih merupakan salah satu bagian yang

menentukan pada kaki prothese dan SACH foot terdiri dari suatu heel

kayu, suatu material yang dimampatkan disekitar heel. Suatu kawat yang

pendek yang dipasangkan dibawah heel dan dipasangkan maju sampai

7
kebagian jari kaki, kemudian cushion heel pada lapisan SACH foot

biasanya terbuat dari plastik fleksibel dan memiliki heel yang kaku.

Gerakan pergelangan kaki dimungkinkan oleh adanya tumit karet yang

lembut yang ditekan dibawah selama phase awal berjalan. Tumit karet

tersedia dalam tiga kepadatan: lembut, sedang dan keras.

SACH foot tidak punya sendi mata kaki, keuntungan SACH foot adalah

tidak mempunyai bagian yang bergerak, memerlukan sedikit

pemeliharaan, memberikan suatu penampilan yang menarik, tenang saat

digunakan dan mudah dibentuk untuk sepatu high heel. Kerugian

utamanya adalah penyesuaiannya yang terbatas untuk plantar flexion dan

dorsi flexion.

Gambar 2.2 SACH foot

(Fabianus, 2007)

8
2.2 Landasan teori

2.2.1 Polimer

Polimer merupakan senyawa makromolekul yang terbentuk dari

susunan ulang unit molekul (monomer). Reaksi penggabungan dari

momomer menjadi polimer disebut reaksi polimerisasi.

1. Macam-macam polimer

Polimer umumnya diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok,

antara lain atas dasar jenis monomer, asal, sifat thermal, dan reaksi

pembentukanya. Berdasarkan jenis monomer, polimer dibedakan

atas homopolimer dan kopolimer. Homopolimer merupakan polimer

yang tersusun dari satu macam monomer, sedangkan kopolimer

merupakan polimer yang tersusun dari dua macam atau lebih

monomer. Ada 4 macam kopolimer, yaitu random copolymers,

alternating copolymers, block copolymers, graft copolymers. Lihat

gambar 2.3.

Gambar 2.3 Macam Copolymers, (a) random copolymers, (b) alternating

copolymers, (c) block copolymers, (d) graft copolymers (Smith, 2006)

9
Berdasarkan asalnya, polimer dibedakan atas polimer alam dan

polimer sintetis. Polimer alam telah dikenal sejak ribuan tahun yang

lalu, seperti amilum, selulosa, kapas, karet, wol, dan sutra. Polimer

sintetis adalah polimer yang dibuat dari molekul sederhana

(monomer) dalam pabrik.

Berdasarkan reaksi pembentuknya, polimer dibedakan atas polimer

adisi dan polimer kondensasi. Polimer berdasarkan sifat thermalnya

dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu termoplastik dan

termoseting.

a. Termoplastik (Termoplastic Polymer)

Termoplastik bersifat mudah larut pada pelarut yang sesuai, pada

suhu tinggi akan lunak, tetapi akan mengeras kembali jika

didinginkan dan struktur molekulnya linier atau bercabang tanpa

ikatan silang antar rantai. Mempunyai sifat pejal pada suhu kamar,

tetapi menjadi zat cair yang lengket ketika dipanaskan pada suhu

tidak terlalu tinggi (kurang lebih diatas 100ºC). Dengan ciri-ciri ini

menjadikan termoplastik mudah dibentuk sesuai keinginan dan

ekonomis. Yang termasuk termoplasti antara lain: PE, PP, PS,

ABS, SAN, nylon, PET, BPT, Polyacetal (POM), PVC dll.

b. Termoseting (Thermosetting Polymer)

Termoseting yaitu polimer tidak dapat larut dalam pelarut apapun,

tidak meleleh jika dipanaskan, lebih tahan terhadap asam dan

basa, jika dipanaskan terlalu tinggi maka bahan akan rusak dan

tidak dapat kembali kebentuk semula dan struktur molekulnya

10
mempunyai ikatan silang antara rantai. Yang termasuk termoseting

adalah PU (Polyurethene), UF (Ureafromaldehyde), MF

(Melaminefromaldehyde), polyester, epoksi dll.

Gambar 2.4 Hubungan waktu dengan kekuatan plastik (Schey, 2000)

Pada Gambar 2.4 diketauhi bahwa untuk mencapai kekuatan

tertentu, plastik dengan curing temperatur rendah membutuhkan

waktu yang lebih lama.

Ada jenis khusus dari polimer yang berbeda dari yang lainya, yaitu

elastomer atau karet. Elastomer mempunyai deformasi elastis yang

tinggi, beberapa elastomer dapat merenggang sampai 500% atau

lebih dan dapat kembali kebentuk semula. Karena tegangan yang

digunakan untuk meluruskan rantai karbon utama tidak tinggi,

gambar 2.5 memperlihatkan proses pelurusan rantai molekul

tersebut. Elastomer lebih populer disebut karet. Karet dapat dibagi

dalam 2 jenis: 1 karet alam yang berasal dari tanaman hidup dan 2

polimer sintetis yang dihasilkan oleh proses polimerisasi dari

termoplastik maupun termoseting.

11
Gambar 2.5 Model pemanjangan molekul elastomer (Groover, 1996)

2. Sifat mekanis polimer

Dari gambar 2.6 dapat dilihat bahwa sifat mekanis dari polimer

sangat dipengaruhi oleh kenaikan suhu. Pada poin (a) modulus

alastisitas dari termoplastik turun drastis, pada poin (b) kekuatan

berkurang pada saat temperatur meningkat.

Gambar 2.6 Pengaruh suhu terhadap sifat mekanis polimer (Schey, 2000)

2.2.2 Thermoplastik

Pada bab sebelumnya telah dibahas tentang polimer yaitu

termoplastik dan termoseting. Untuk memperdalam pengkajian tentang

termoplastik maka perlu adanya pembahasan tersendiri.

12
1. Sifat mekanis

a. Kekuatan lebih rendah, modulus elastisitas lebih rendah dari

material logam dan keramik.

b. Kekuatan tarik lebih rendah (kira-kira 10% dari material logam).

c. Kekerasan lebih rendah.

d. Keliatan (ductility) lebih besar.

2. Sifat fisik

a. Densitas lebih rendah dibanding material logam.

b. Koefisien muai termal jauh lebih tinggi, kira-kira 5 kali material

logam dan 10 kali keramik.

c. Suhu leleh rendah.

d. Panas jenis kira-kira dua sampai empat kali material logam dan

keramik.

e. Penghantar panas yang rendah dibanding logam.

f. Tidak menghantarkan listrik.

3. Jenis-jenis thermoplastik

Ada banyak macam thermoplastik seperti tercantum pada Tabel 2.1

beserta sifat-sifatnya. Tetapi tidak semua akan dijabarkan disini,

hanya PP (polypropylene) dan PVC saja.

13
Tabel 2.1 Sifat-sifat dari jenis-jenis thermoplastik

a. PVC

Pada bahan thermoplastik PVC ini mempunyai kekuatan impact

yang tidak begitu tinggi. Bahan PVC memiliki sifar-sifat yaitu

ketahanan asam, ketahanan air, tidak bersifat racun dan tahan

terhadap banyak larutan. Adapun bahan PVC saat dipanaskan

melunak pada temperatur 65-85ºC, bersifat plastis pada temperatur

120-150ºC, dan mencair pada temperatur 160-180ºC. Temperatur

yang cocok untuk pengolahan bahan PVC adalah 150-180ºC, maka

bahan ini mudah dalam pencetakannya

Manfaat bahan PVC dalam dunia industri adalah sebagai lapisan

kabel listrik, boneka, sarung tangan tahan air dan pipa kaku. Dalam

14
segi ekonomis bahan PVC lebih murah, tahan lama dan dapat

diwarnai.

b. Polypropylene (PP)

Polypropylene merupakan polimer kristalin yang dihasilkan dari

proses polimerisasi gas propilena. Propilena mempunyai spesifikasi

gravity rendah dibandingkan dengan jenis plastik lainya, sebagai

perbandingan terlihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Perbandingan spesifik gravity dari berbagai material plastik

(Samsul, 2009)

Resin Spesifik gravity

PP 0,85 - 0,90

LDPE 0,91 - 0,93

HDPE 0,93 - 0,96

Polistirena 1,05 - 1,08

ABS 0,99 - 1,10

PVC 1,15 - 1,65

Asetil Selulosa 1,23 - 1,34

Nylon 1,09 - 1,14

Poli Karbonat 1,20

Poli Asetat 1,38

15
Tabel 2.3. Temperatur leleh proses termoplastik (Samsul, 2009)

Material ºC ºF

ABS 180 – 240 356 – 464

Acetal 185 – 255 365 – 437

Acrylic 180 – 250 356 – 482

Nylon 260 – 290 500 – 554

Poli Karbonat 280 – 310 536 – 590

LDPE 160 – 240 320 – 464

HDPE 200 – 280 392 – 536

PP 190 – 200 374 – 392

PS 180 – 260 356 – 500

PVC 160 – 180 320 – 365

Polypropylene mempunyai titik leleh yang cukup tinggi (190-200ºC)

sebagaimana tertera pada Tabel 2.3. Polypropylene mempunyai

ketahanan terhadap bahan kimia yang tinggi, tetapi mempunyai

ketahanan pukul yang rendah.

Sedangkan menurut Groover, polypropylene mempunyai sifat-sifat

sebagaimana tertulis dalam Tabel 2.4. Temperatur leleh dari PP

adalah 176 ºC, lebih rendah dari pada yang dituliskan oleh Samsul

yaitu 190-200 ºC. Perbedaan ini tidak terlalu jauh, mungkin ada

beberapa faktor yang mempengaruhi seperti ketebalan material, zat

additive dll.

16
Tabel 2.4 Polypropylene (PP) (Groover, 1996)

Rumus kimia (C3H6)n

Metode polimerisasi Penambahaan

Derajat tingkat kristalisasi Tinggi, tetapi prosesnya

bervariasi

Modulus elastisitas 200,000 lb/in² (1400 Mpa)

Kekuatan tarik 5,000 lb/in² (35 Mpa)

Pemanjangan 10% - 500%

Spesifikasi gravity 0,90

Glass transition temperatur -4º F (-20º C)

Temperatur leleh 349º F (176º C)

Dekati penguasaan pasar Sekitar 13%

2.2.3 Thermoforming

Thermoforming adalah suatu proses dimana suatu lembaran

termoplastik dipanaskan kemudian diubah bentuk kedalam bentuk yang

diinginkan. Proses ini secara luas digunakan dalam pengemasan produk

konsumsi dan untuk membuat produk yang besar seperti minuman

kemasan dalam gelas, lintasan untuk lemari es, dan lapisan untuk SACH

foot.

Thermoforming terdiri dari dua langkah utama yaitu: pemanasan

dan pembentukan. Proses pemanasan biasanya menggunakan alat

pemanas listrik (heater) yang ditempatkan pada satu sisi atau dua sisi dari

17
permukaan lembaraan plastik. Jangka waktu pemanasan untuk

melelehkan lembaran plastik tergantung pada jenis polimer (plastik),

ketebalan, dan warna.

Keuntungan-keuntungan thermoforming adalah biaya permesinan

yang murah, komponen-komponen dapat dengan mudah dibentuk, dan

temperatur yang dibutuhkan bisa lebih rendah daripada proses produksi

plastik yang lain. Karakteristik lain yang menarik dari proses termoforming

adalah kemampuan untuk memproduksi komponen tunggal dengan harga

yang relatif rendah pula. Cetakannya dapat dibuat dari aluminium, kayu,

tanah liat, gips dan baja.

Berdasarkan proses pembentukanya dapat digolongkan dalam tiga

kategori dasar yaitu:

1. Vacuum thermoforming.

2. Pressure thermoforming.

3. Mechanical thermoforming.

a. Vacuum thermoforming

Vacuum thermoforming adalah proses pembentukan paling awal

(dikembangkan pada tahun 1950-an), dimana tekanan negatif

(hisap) digunakan untuk menarik suatu lembaran plastik yang telah

dipanaskan kedalam suatu rongga cetakan (mold negatif). Proses

ini dapat dilihat pada gambar 2.7 dalam bentuk yang paling dasar.

18
Gambar 2.7 Proses Vacuum Thermoforming (Groover, 1996)

b. Pressure thermoforming

Pressure thermoforming adalah proses pembentukan

menggunakan tekanan positif (tiup) untuk memaksa plastik yang

telah dipanaskan masuk kedalam rongga cetakan. Proses ini

disebut pressure thermoforming atau pembentukan dengan

pukulan, urutan proses adalah serupa dengan yang sebelumnya,

perbedaannya yaitu lembaran plastik diberi tekanan dari atas untuk

masuk kedalam rongga cetakan. Lihat gambar 2.8.

Gambar 2.8 Proses Pressure Thermoforming (Groover, 1996)

19
c. Mechanical thermoforming

Mechanical thermoforming adalah cetakan positif dalam

penggunaannya berpasangan dengan cetakan negatif yang

bersama-sama bergerak berlawanan arah menghantam lembaran

plastik yang telah dipanaskan sehingga membentuk seperti kedua

cetakan tersebut. Dalam metode mechanical thermoforming yang

murni, tekanan udara (positif/tiup atau negatif/hisap) tidak

digunakan sama sekali. Proses ini dapat dilihat pada gambar 2.7.

Keuntungannya dimensinya lebih akurat, kerugian adalah

diperlukan 2 cetakan sehingga lebih mahal.

Gambar 2.9 Proses Mechanical thermoforming (Groover, 1996)

2.2.4 Molding

Molding adalah proses pembentukan benda kerja dengan bentuk

yang dikehendaki dari material sebagai suatu alat cetak dengan

menggunakan alat bantu yang berupa cetakan atau mold yang dalam

proses pembuatannya menggunakan perlakuan panas dan pemberian

20
tekanan. Pada mold hampir sama dengan casting, hanya saja material

yang dibuat berbeda. Pemilihan mold secara umum ditentukan oleh

pemilihan material untuk mendapatkan sifat-sifat fisik yang diinginkan dari

benda kerja yang akan dibuat. Disamping hal tersebut, pemilihan mold

juga dipengaruhi oleh bentuk desain produknya.

1. Jenis-jenis molding

Berdasarkan bentuk mold atau cetakan dibagi menjadi 2 yaitu mold

positif dan mold negatif, keduanya sama-sama digunakan dalam

proses thermoforming. Cetakan positif yaitu cetakan dengan bentuk

cembung keatas Gambar 2.10. sedangkan cetakan negatif adalah

cetakan yang mempunyai bentuk cekung kedalam Gambar 2.11.

Gambar 2.10 Mold positif (Groover, 1996)

Gambar 2.11 Mold negatif (Groover, 1996)

21
Berdasarkan material yang dibuat, bentuk produk dan faktor yang

mempengaruhi proses molding, metode dasar molding dapat

dibedakan menjadi beberapa macam yaitu:

1. Metode Blow Molding

Pada prinsipnya blow molding merupakan cara mencetak benda

kerja berongga dengan menggunakan cetakan yang terdiri dari 2

belahan

mold yang tidak munggunakan inti (core) sebagai pembentuk

rongga yang harus ada pada benda kerja, akan dihasilkan dengan

cara meniupkan atau menghembuskan udara kedalam material

yang telah disiapkan. Material plastik yang akan dibentuk berupa

pipa, yang akan keluar secara perlahan turus dari sebuah extruder

head dan setelah cukup panjang akan ditangkap oleh kedua

belahan mold dan dijepit. Sedangkan bagian bawahnya akan

dimasuki alat peniup (blow pin) yang akan menghembuskan udara

kedalam pipa plastik yang masih lunak, sehingga pipa plastik

tersebut akan mengembang dan membentuk bangun seperti

cetakannya.

Contoh hasil produksi yang telah dikerjakan dengan metode ini

adalah bentuk gelas dan botol.

a. Proses pengisian butiran plastik dari hopper kedalam heater, oleh

motor srew berputar sambil menarik butiran plastik mengisi ruang

heater.

22
Gambar 2.12 Proses pengisian butiran plastik (Groover, 1996)

b. Proses pemanasan butiran plastik kedalam heater, setelah butiran

plastik meleleh dan membentuk seperti pasta maka plastik

diinjeksikan kedalam mold.

Gambar 2.13 Proses pemanasan butiran kedalam heater (Groover, 1996)

c. Proses peniupan udara saat plastik menempel pada dinding mold,

seperti pada tahap kedua. Maka udara dengan tekanan tertentu

ditiupkan kedalam mold.

23
Gambar 2.14 Proses peniupan udara (Groover, 1996)

d. Proses pengeluaran produk setelah produk dingin, dengan cara

salah satu cavity plate membuka.

Gambar 2.15 Proses pengeluaran produk (Groover, 1996)

2. Metode Compression Molding

Pada proses ini material plastik diletakkan dalam mold yang

dipanaskan. Setelah plastik komponen menjadi lunak dan bersifat

plastis, maka bagian atas dari mold akan bergerak turun menekan

material menjadi bentuk yang diinginkan. Apabila panas dan

tekanan yang ada diteruskan, maka akan menghasilkan reaksi

kimia yang bisa mengeraskan material thermoseting tersebut.

Suatu molding untuk material thermoseting panas yang diberikan

24
antara 300-395ºF (149-185ºC) dan tekanan molding antara 155-

600 bar, untuk lebih detil lihat gambar 2.16.

Gambar 2.16 Compression Molding (Smith, 2006)

3. Injection Molding

Proses ini sangat sesuai untuk material thermoplastik, karena

dengan pemanasan material ini akan menjadi lebih lunak, bila

didinginkan akan mengeras. Perubahan-perubahan ini hanya

bersifat fisik, bukan perubahan kimia, artinya proses pelunakan dan

pengerasan kembali bisa berulang-ulang setiap saat, sehingga

memungkinkan mendaur ulang material thermoplastik sesuai

dengan kabutuhan. Material plastik yang berbentuk butiran

ditempatkan kesebuah torong yang memaksa masuk kedalam

silinder injeksi. Sejumlah material yang akan diproses akan diukur

tepat dan didorong dengan torak piston dalam silinder pemanas.

Material yang sudah dipanasi dan berubah menjadi cair kemudian

didorong melalui nozzel melalui sprue bushing kedalam rongga dari

mold yang sudah tertutup. Setelah beberapa saat didingikan,

mold/cetakan dibuka maka benda jadi yang sudah mengeras

dikeluarkan dengan injektor. Panas yang diberikan kepada material

25
biasanya berkisar antara 350-525ºF (177-274ºC), lebih detail lahat

gambar 2.17.

Gambar 2.17 Injection Molding (Groover, 1996)

2. Desain mold

Dalam merencanakan sebuah mold ada beberapa hal yang harus

diperhatikan, antara lain:

a. Harus diperhatikan kedalaman maksimal dari mold, untuk model

mold cekung kedalam, perbandingan kedalaman dan lebar

mestinya tidak melebihi 0,5:1. Sedangkan untuk mold menonjol

keatas, perbandingan tinggi dan lebar tidak boleh melebihi 1 : 1,

dapat dilihat pada gambar 2.18.

Gambar 2.18 Kedalaman maksimum mold (Bralla, 1998)

26
b. Sharp corners harus dibuat miring, tidak boleh lurus karena akan

menghambat laju bahan masuk ke dalam cetakan maupun saat

keluar. Jari-jari yang minimum adalah dua kali ketebalan yang

direkomendasikan, untuk membuat mold positif haruslah 1º lihat

gambar 2.19.

Gambar 2.19 Sudut yang diijinkan untuk memudahkan material dilepas

dari mold (Bralla, 1998)

2.2.5 Gips

Bahan gips yang berwarna serbuk putih yang apabila dicampur air

akan menjadi keras, dengan sifat ini gips dapat digunakan sebagai bahan

cetakan, packing dan bahan tanam yang sering digunakan pada bidang

kedokteran yaitu sebagai gigi palsu. Kekuatan gips tergantung pada:

1. Perbandingan yang sesuai antara 20%-30% air dan 70%-80% gips.

2. Penambahan zat additive pada gips.

3. Pengadukan antara air dan gips harus merata.

27
4. Untuk mendapatkan sifat-sifat yang optimal, maka gips hendaknya

dibiarkan berhydrasi selama paling sedikit satu jam (kalau bisa

lebih lama) dan kemudian dikeringkan pada suhu 450ºC

(E.C.Combe,1992).

Cetakan dengan gips hampir sama dengan cetakan dengan pasir

kecuali pada bagian gips diubah dengan pasir. Campuran gips pada

dasarnya terdiri dari 70-80 % gips dan 20-30 % air. Pada umumnya,

pembentukan pengecoran gips ini membutuhkan waktu persiapan kurang

dari satu minggu, setelah itu akan menghasilkan produksi rata-rata

sebanyak 1-10 unit/jam pengecorannya dengan berat untuk hasil

produksinya maksimal mencapai 45 kg dan minimal 30 kg, dan

permukaan hasilnyapun memiliki resolusi yang tinggi dan halus. Jika gips

digunakan dan pecah, maka gips tersebut tidak dapat diperbaiki dengan

mudah. Pengecoran dengan gips ini normalnya digunakan untuk logam

non belerang seperti aluminium, seng, tembaga. Gips ini tidak dapat

digunakan untuk melapisi bahan-bahan dari belerang, karena sulfur dalam

gipsum secara perlahan bereaksi dengan besi. Persiapan utama dalam

pencetakan adalah pola yang ada disemprot dengan film yang tebal untuk

membuat gips campuran. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah cetakan

merusak pola. Unit cetakan tersebut dikocok sehingga gips dapat mengisi

lubang-lubang kecil di sekitar pola. Pembentuk pola dipindahkan setelah

gips diatur. Pengecoran gips ini menunjukkan kemajuan, karena

penggunaan peralatan otomatis dapat segera digunakan dengan mudah

28
ke system robot, karena ketepatan desain permintaan semakin meningkat

yang bahkan lebih besar dari kemampuan manusia.

1. Cetakan pasir

Cetakan pasir adalah proses yang paling sederhana dan paling

serbaguna dari proses-proses pembuatan paduan gips. Proses

cetakan pasir paling sering dipilih untuk produksi, lihat gambar

2.20.

Gambar 2.20 Proses pembuatan cetakan pasir (Smith, 2006)

2. Cetakan permanen

Cetakan permanen yaitu cetakan yang bisa dipakai berulung kali

dan tidak seperti cetakan pasir hanya untuk sekalim pakai.

Biasanya digunakan untuk mencetak material-material yang

membutuhkan kekuatan yang lebih. Campuran logam dalam bentuk

yang sama dihasilkan oleh suatu cetakan permanen mempunyai

29
suatu struktur butiran yang sangat lembut dan kekuatan yang lebih

tinggi dibandingkan dengan cetakan pasir. Laju pendinginan yang

lebih cepat pada pengecoran cetakan permanen menghasilkan

butiran yang lebih lembut, kemudian cetakan permanen biasanya

mempunyai lebih sedikit pori-pori gas dibandingkan cetakan pasir.

Cetakan permanen ini lebih mahal dan lebih rumit dibanding

dengan cetakan pasir.

3. Cor cetak

Pada cor cetak suhu kadang dibuat untuk produksi yang maksimum

dengan memaksa logam aluminium leleh ke dalam cetakan logam

dengan tekanan yang tinggi. Sepasang cetakan dibuka membelah

dua dengan aman dikunci bersama-sama untuk melawan tekanan

tinggi. Aluminium yang dilelehkan dipaksa masuk ke dalam rongga-

rongga di dalam cetakan. Ketika logam sudah mengeras, cetakan

ini dibuka untuk mengeluarkan hasil cetakan yang masih panas.

Sepasang cetakan tadi dikunci bersama-sama lagi, kemudian

kembali seperti semula untuk mengulangi membuat cetakan.

Sebagian keuntungan dari cor cetak adalah toleransi dari tiap part

cetak dapat lebih teliti dibanding dengan proses tuangan lainya.

Cor cetak menghasilkan pendinginan yang cepat maka tuangan

menghasilkan struktur butiran yang halus dan proses itu dapat

diotomasikan dengan mudah.

30
2.2.6 Pengaruh temperatur pada thermoplastik

Dalam proses mechanical thermoforming selalu dibutuhkan

pemanasan dan pemberian tekanan pada material plastik yang mana

keduanya akan mempengaruhi hasil dari cetakan.

Melekul thermoplastik bersifat linier yang berarti bahwa melekul

linier menjadi lunak juka dipanaskan dan mengeras kembali jika

didinginkan. Gaya anter molekuler yang relatif lemah pada rantai

molekuler mengikat molekul. Jika suhu dinaikan, tegangan geser dapat

memutuskan ikatan sekunder yang lebih lemah ini dan molekul dapat

saling bergerak.

Pada gambar 2.21 dapat dilihat bahwa pada polimer jenis

thermoplastik apabila temperatur ditingkatkan, maka akan terjadi

penebalan dan pengentalan pada polimer tersebut. Ketika pada suhu

yang tinggi, misalnya diatas suhu melting maka bentuknya akan menjadi

cair, dengan viskositas yang muncul saat temperaturnya naik. Karena

viskositasnya tidak bersifat konstan, penggambaran mengenai polimer

tersebut berhubungan langsung dengan perilaku viscoelastic. Pada jenis

polyethylene (PE) memiliki nilai densitas yang rendah kerena pada suhu

yang relatif rendah nilai tegangan impactnya sudah tinggi. Sedangkan

kenaikan harga impact pada jenis polyethylene (PE) ketika plastik sudah

diatas suhu 0ºC dan di bawah suhu kamar. Sedangkan pada jenis

polyvinylchloride (PVC) kekuatan impact akan mengalami kenaikan

setelah berada diatas suhu kamar. Sedangkan pada jenis

31
polymethylmethacrylate harga impact relatif stabil pada beberapa kondisi

suhu.

Gambar 2.21 Hubungan Kekuatan Impact dan Temperatur Pada

Thermoplastik (Kalpakjian, 2003)

Dari gambar 2.21 dapat dilihat bahwa perubahan temperatur

mengakibatkan perubahan kekuatan impact yang sangat signifikan yang

mengakibatkan perubahan perilaku pada polimer tersebut. Dijelaskan pola

pada gambar 2.22 bahwa nilai kekuatan berbanding terbalik terhadap

perubahan variabel suhu. Pada suhu yang rendah thermoplastik memiliki

kekuatan yang cukup tinggi, sehingga nilai regangannya rendah. Apabila

agar plastik mudah dibentuk maka harus berada pada suhu dimana plastik

mempunyai wilayah regangan yang cukup luas. Dengan meningkatnya

suhu, kekuatan mengalami penurunan sedangkan modulus elastisitas

mengalami penurunan.

32
Gambar 2.22 Hubungan Regangan dan Tegangan Pada Beberapa Variasi

(Kalpakjian, 2003)

Gambar 2.23 Hubungan Tegangan dan Regangan Pada Beberapa

Polimer (Kalpakjian, 2003)

Pada gambar 2.23 diketahui bahwa plastik mempunyai karakteristik

yang berbeda. Phenolic termasuk jenis thermosett, yang mempunyai

tingkat kekakuan yang cukup tinggi karena nilai kekakuannya tinggi,

namun regangan totalnya rendah. Pada jenis ABS, nylon termasuk jenis

yang fleksibel pada tegangan yang tinggi, karena pada kondisi tersebut

plastik baru akan mulai elastis. Sedangkan pada polimer jenis

polyethylene (PE) yang merupakan jenis thermoplasik dengan nilai

33
kekuatan yang relatif paling kecil bila dibandingkan dengan jenis polimer

yang lain, serta mempunyai nilai regangan yang cukup besar. Sehingga

plastik jenis ini mudah dibentuk pada suhu yang rendah.

Gambar 2.24 Hubungan Viskositas dan Tegangan geser terhadap suhu

pada berbagai jenis termoplastik (Kalpakjian, 2003)

Pada gambar 2.24 (a) dijelaskan perilaku beberapa jenis polimer

thermoplastik. Beberapa jenis polimer ketika terjadi peningkatan tekanan

dan suhu, maka viskositas pada polimer tersebut akan mengalami

penurunan.

PVC mempunyai viskositas awal yang cukup tinggi dan pada

kenaikan suhu mengakibatkan penurunan viskositas yang cukup signifikan

apabila dibanding jenis thermoplastik yang lain, sehingga pada kisaran

suhu diatas PVC sudah bisa dibentu dengan baik.

Pada gambar 2.24 (b) dijelaskan pada jenis PVC mempunyai nilai

viskositas yang relatif tinggi dan laju regangan geser rata-rata mengalami

kenaikan yang cukup besar pada kisaran suhu 190ºC. Hal ini menunjukan

34
bahwa pada kisaran suhu tersebut PVC bisa dibentuk dengan baik karena

rata-rata laju regangan gesernya tinggi.

Pada waktu pembentukan plastik thermoseting memerlukan panas

dan menghasilkan produk yang tetap keras. Mula-mula panas yang

diberikan digunakan untuk melunakan bahan polimernya, akan tetapi

panas tambahan atau bahan kimia khusus akan menumbulkan perubahan

kimiawi yang disebut polimerisasi dan sesudah itu polimer tidak dapat

dilunakkan lagi. Polimerisasi merupakan suatu proses kimia yang

menghasilkan susunan baru dengan berat molekul yang lebih berat dari

bahan semula.

2.2.7 Proses pemindahan panas pada plastik

Beberapa macam perubahan perpindahan panas yaitu: konduksi,

konveksi dan radiasi. Perpindahan panas secara konduksi berarti

membutuhkan media zat padat sebagai penghantar. Sedangkan

perpindahan panas secara konveksi yaitu perpindahan panas dengan

mengalir, biasanya menggunakan media udara. Perpindahan panas

secara radiasi atau sering disebut dengan pancaran, sebagai contoh

adalah pancaran sinar matahari sampai ke Bumi.

Untuk proses mechanical thermoforming ini hanya berlaku dua

perubahan perpindahan panas yaitu secara radiasi dan konveksi.

Lembaran plastik selama proses pembentukan diasumsikan berbentuk

lembaran tipis, sehingga hanya relatif untuk pemanasan satu sisi saja

yaitu arah sumbu z, dapat dilihat pada gambar 2.25. penerapan Hukum

35
Fourier untuk persamaan distribusi temperatur pada lembaran plastik

dapat dituliskan pada gambar dibawah ini.

4.

Ganbar 2.25 Proses Pemindahan Panas Secara Radiasi dan konveksi.

2.2.8 Adhesive bonding

1. Teori-teori adhesive

Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang terjadinya

adhesive/pengeleman. Tetapi disini tidak dijabarkan semuanya,

hanya beberapa saja. Teori-teori pengeleman dapat membantu di

dalam memahami terjadinya adhesive.

a) Teori Mekanis

Menurut teori mekanis pengeleman, lem itu harus menembus

rongga-rongga dan memindahkan udara yang terjerat di alat

penghubung. Proses pengeleman juga sering mengikat lebih baik

permukaan-permukaan yang terkelupas dibanding kepada

permukaan-permukaan alami. Hal ini bisa terjadi karena

dipengaruhi oleh penyambungan mekanik, pembentukan suatu

36
permukaan yang bersih, pembentukan suatu permukaan lebih

reaktif, pembentukan suatu luas permukaan yang relatif besar.

b) Teori Serapan

Teori serapan menjelaskan bahwa pengeleman diakibatkan oleh

kontak molekul antara dua bahan. Proses tentang kontak yang

menyentuh antara satu permukaan dan adherend dikenal sebagai

pembasahan.

2. Adhesives untuk plastik

Sifat-sifat kimia dan fisik dari plastik mempengaruhi kualitas batang

yang terikat. Unsur-unsur utama yang diperhatikan adalah koefisien

muai panas dan suhu transisi, dari suhu berapa plastik mulai

memuai. Lapisan dasar plastik bisa secara kimiawi aktif, bahkan

ketika yang terisolasi dari lingkungan operasi. Banyak permukaan

yang polymeric pelan-pelan mengalami perubahan kimia dan

secara fisik berubah setelah dipanaskan mancapai suhu tertentu.

2.2.9 Cacat yang sering terjadi

1. Penyusutan

Penyusutan merupakan suatu kondisi penyimpangan pada setiap

pembentukan plastik, harus selalu diperhitungkan adanya

penyusutan material setelah material terbentuk. Hal ini disebabkan

karena adanya perlakuan panas disertai dengan penekanan

kemudian dihisap. Sehingga mengalami perubahan dimensi jika

dibanding dengan ukuran pada mold, maka ukuran produknya akan

37
berbeda, yaitu ukuran luar benda kerja akan lebih kecil dibanding

dengan ukuran cetakan.

Arah penyusutan material yang menuju ke sebuah titik referensi di

dalam benda kerja itu dapat terlihat pada garis-garis yang terdapat

pada spesimen, sehingga kita dapat mengamati arah penyusutan

itu dengan lebih jelas. Bahwa garis-garis yang dibuat, arahnya

selalu melengkung menuju titik pusat spesimen yang dijadikan

sebagai referensi. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi

terjadinya penyusutan antara lain adalah besarnya suhu dan

tekanan.

2. Kerutan

Kerutan merupakan suatu proses penyimpangan pada proses

thermoforming. Dimama ketika plastik dipanaskan dan mulai

memuai, terbentuk diatas cetakan dan diberi gaya tekan maka

terjadi garis-garis tebal seperti kerutan pada wajah orang jompo.

Cacat ini terjadi dikarenakan banyak hal, karena proses

pemanasan yang terlalu tinggi sehingga muai plastik melebihi muai

yang diinginkan untuk dicetak sebuah mold. Adapun gaya tarik

menarik antara partikel yang sama terjadi pada plastik yang telah

dipanaskan lebih besar. Pada tekanan mold yang diberikan terlalu

kecil sehingga plastik lebih cepat merekat dengan sisi plastik yang

lain mengakibatkan terjadinya kerutan.

Disamping itu, bentuk dan letak lubang dari mold yang didesain

untuk proses mechanical thermoforming juga sangat berpengaruh.

38
Letak lubang harus bisa mewakili permukaan-permukaan dari mold

yang diinginkan. Apabila rancangan pada sebuah mold ini

diabaikan, maka pada tekanan mold tidak merata yang akan

mengakibatkan terjadinya kerutan pada permukaan yang tidak

merata tersubut.

3. Cacat Datar

Cacat datar merupakan suatu proses penyusutan produk akibat

perubahan fase cair menjadi fase padat. Kesalahan dalam

pengambilan besarnya faktor penyusutan pada waktu desain mold

akan mengakibatkan tidak sesuainya dimensi produk yang

diharapkan. Perubahan dimensi pada benda dapat dipengaruhi

oleh beberapa hal diantaranya shrinkage, cooling.

Cacat datar sering terjadi pada pembuatan kemasan plastik, karena

plastik yang dipanasi dan dibentuk dengan pemuluran dibawah

kemampuan muai dari plastik itu sendiri. Misalkan plastik tersebut

dapat memuai sampai 10 cm tetapi hanya diulur sampai 7 cm maka

untuk kemungkinan terjadi cacat datar sangat besar.

Pengaruh bentuk cetakan yang terlalu longgar memberikan ruang

bagi plastik yang telah dipanasi untuk memuai melebihi ukuran

yang seharusnya. Maka hasil cetakan yang mestinya lurus menjadi

sangat bengkok. Temperatur juga sangat berpengaruh terhadap

terjadinya cacar datar pada suatu proses pembentukan plastik.

39
4. Sobek

Cacat ini terjadi karena plastik yang dipanaskan sangat mendekati

suhu melting dari plastik itu sendiri, sehingga saat akan dibentuk

plastik ini secara otomatis akan sobek, maka plastik akan rusak

dan tidak dapat dicetak sesuai bentuk mold.

40
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

41
Sebelum percobaan dimulai, perlu disiapkan semua bahan dan

peralatan pendukung yang akan digunakan. Serta kertas yang akan

digunakan untuk mencatat data hasil pengujian juga harus dipersiapkan.

Setelah semua siap, pasang mold yang akan digunakan. Dari

gambar 3.1 diketahui ada 2 macam mold yang akan digunakan. Pilih salah

satu, bisa dimulai dari mold telapak bagian bawah, kemudian mold telapak

kaki bagian atas.

Setelah mold terpasang, langkah selanjutnya memasang plastik

yang akan diuji ketempat yang akan disediakan. Harus dipastikan plastik

dalam keadaan baik, tidak rusak sebelum dipasang.

Selanjutnya, mengatur temperatur yang akan diujikan pada

thermokontrol. Yang diukur disini adalah temperatur pada plastik.

Menggunakan thermocontrol manual, sehingga tinggal diatur

temperaturnya pada thermocontrol hingga mencapai temperatur yang

diinginkan, pada gambar 3.1 ada 3 variasi temperatur yang akan diujikan.

Apabila temperatur pada plastik sudah mencapai temperatur

sebagaimana yang dimaksut, maka proses mechanical thermoforming

bisa dimulai. Yang pertama dengan memasang mold pada rangkaian,

mold positif dipasang pada penekan dongkrak, kemudian mold negatif

diletakkan dibawahnya mold positif. Setelah itu, plastik dipanaskan lalu

mold positif ditekan menggunakan dongkrak hingga plastik membentuk

seperti bentuk pada mold.

Jika pengujian ini berhasil maka segera dicatat data-data yang

diperlukan yaitu data-data tentang cacat penyusutan yang terjadi pada

42
permukaan plastik. Akan tetapi, apabila pengujian ini gagal atau ada data

yang rusak atau pelaksanaan pengujian tidak seperti prosedur yang

diinginkan harus diulangi lagi dari depan.

Apabila semua data sudah terkumpul, maka langkah selanjutnya

adalah mengolahnya. Semua data-data yang diperlukan untuk dianalisa

dicatat ulang dan diolah sedemikian rupa sehingga didapatkan suatu

kesimpulan berdasarkan teori dan praktek yang telah dilakukan.

3.2 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Bengkel CV. Lasote.

3.3 Pembuatan Alat Uji

Pembuatan alat uji, yaitu mechanical thermoforming menggunakan

banyak material dan peralatan. Bahan dan peralatan yang digunakan

akan dijabarkan pada halaman berikutnya. Selain alat dan bahan yang

digunakan, proses pembuatan mold juga akan dijabarkan disini. Sketsa

alat uji mechanical thermoforming dapat dilihat pada gambar 3.2.

43
Dongkrak Hidrolik

Mold
Thermokontrol
Manual
Heater

Plastik

Thermocouple Dudukan Heater

Gambar 3.2 Sket alat uji mechanical thermoforming

3.3.1 Peralatan yang digunakan untuk membuat alat uji

1. Mesin las listrik

Mesin las listrik berguna untuk mengelas rangka mold, rangka

heater dan rangka penjepit plastik. Model mesin las listrik dapat

dilihat pada gambar 3.3.

44
Gambar 3.3 Mesin Las Listrik

2. Mesin gerinda tangan

Mesin gerinda tangan berguna untuk meratakan permukaan hasil

pengelasan, misalnya pada permukaan rangka setelah disambung

dengan las agar permukaan lebih halus sehingga tampak rapi.

Model mesin gerinda tangan dapat dilihat pada gambar 3.4.

Gambar 3.4 Mesin Gerinda Tangan

45
3. Mesin bor

Mesin bor berguna untuk membuat lubang pada rangka mold,

rangka dudukan heater dan rangka penjepit plastik. Model mesin

bor dapat dilihat pada gambar 3.5.

Gambar 3.5 Mesin Bor

4. Satu set tool

Satu set tool berguna untuk alat bantu pembuatan rangkaian

mechanical thermoforming. Satu set tool dapat dilihat pada gambar

3.6.

46
Gambar 3.6 Satu Set Tool

3.3.2 Bahan yang digunakan untuk membuat alat uji

1. Besi siku

Besi siku berguna sebagai rangka mold, rangka dudukan heater

dan rangka penjepit plastik. Besi siku dapat dilihat pada gambar

3.7.

Gambar 3.7 Besi Siku

47
2. Seng

Seng digunakan untuk membuat penutup pada rangka mold. Seng

dapat dilihat pada gambar 3.8.

Gambar 3.8 Seng

3. Alat pengikat

Mur baut berguna sebagai pengikat. Misalnya antara mold positif

dengan penekan dongkrak dan antara penjepit plastik dengan mold

negatif. Pengikat dapat dilihat pada gambar 3.9.

Gambar 3.9 Mur Baut

48
3.3.3 Pembuatan mold

Mold dibuat dari gipsum dengan campuran gips dan air (PDAM).

Komposisi pencampuran antara gips sebesar 70% dan air (PDAM)

sebesar 30% diaduk sampai kental. Proses berikutnya adalah gipsum

dituang kedalam cetakan, kemudian diviniseng sampai berbentuk

menyerupai pola kaki. Adapun bentuk mold tersebut adalah berbentuk ½

kaki, 2 mold positif dan 2 mold negatif. Model 4 mold dapat dilihat pada

gambar 3.10.

Gambar 3.10. 2 Mold Positif dan 2 Mold Negatif

3.4 Alat dan Bahan Penelitian

3.4.1 Peralatan yang digunakan dalam penelitian

Ada beberapa peralatan yang digunakan dalam penelitian,

diantaranya adalah:

1. Pemanas atau heater

Pemanas yang digunakan adalah heater dengan daya 1000 Watt.

Alat ini digunakan untuk memanaskan lembaran plastik dari salah


49
satu sisi saja yaitu sebelah atas. Heater dapat dilihat pada gambar

3.11.

Gambar 3.11 Pemanas atau Heater

2. Thermokontrol

Thermokontrol yang digunakan adalah thermokontrol manual,

fungsinya untuk mengetahui temperatur bahan plastik, kemampuan

panas hingga mencapai 400ºC dan kuat arus 15 Ampere. Alat bisa

dilihat pada gambar 3.12.

Gambar 3.12 Thermokontrol Manual

3. Dongkrak hidrolik

Dongkrak hidrolik berfungsi sebagai alat penekan bahan lembaran

plastik agar terbentuk sesuai dengan bentuk mold. Dongkrak

50
hidrolik memiliki daya tekan beban sampai 20 Ton. Alat dapat

dilihat pada gambar 3.13.

Gambar 3.13 Dongkrak Hidrolik

4. Gelas ukur dan air (PDAM)

Gelas ukur dan air berfungsi sebagai alat pengukur cairan, dengan

alat ini dapat diketahui besarnya simpangan penyusutan pada

penelitian yang dilakukan. Gelas ukur, ember dan air dapat dilihat

pada gambar 3.14.

Gambar 3.14 Gelas Ukur, Ember dan Air (PDAM)


51
3.4.2 Bahan penelitian

1. Lembaran plastik PVC dan PP

Bahan penelitian didapat dari toko Morodadi yang berlokasi di

Surakarta. Bahan yang digunakan ini adalah lembaran plastik

polypropylene (PP) ketebalan 1.0 mm dengan ukuran (40 x 15) cm dan

lembaran plastik PVC ketebalan 1.0 mm dengan ukuran (40 x 15) cm.

Alasan pemilihan bahan ini adalah karena merupakan jenis plastik yang

mudah dibentuk, banyak dipasaran, ringan dan modern. Gambar

lembaran plastik polypropylene (PP) dan PVC dapat dilihat pada gambar

3.15 dan 3.16.

Gambar 3.15 Plastik Jenis Polypropylene (PP)

Gambar 3.16 Plastik jenis PVC

52
2. Gibs

Bahan gips serbuk didapat dari toko Sumber Hidup yang berlokasi

di Surakarta. Bahan diproduksi oleh PT GYPSUM PLASTER L.P dengan

kode SG, tipe SG-12.

Gambar 3.17 Serbuk Gips

3. Resin

Bahan resin didapat dari toko Sumber Hidup yang berlokasi di

Surakarta.

Gambar 3.18 Cairan Resin

4. Katalis

Bahan katalis didapat dari toko Sumber Hidup yang berlokasi di

Surakarta. Bahan ini berfungsi sebagai pengeras, apabila dicampur

dengan campuran resin.

53
Gambar 3.19 Cairan Katalis

5. Cat Warna

Bahan cet warna didapat dari toko Besi Juari dengan merek

DEXTRO lux dan berat bersih 100 gr.

Gambar 3.20 Cat Warna

3.5 Langkah pengerjaan penelitian

Tahapan-tahapan yang akan dilakukan adalah:

1. Persiapan

Sebelum percobaan dimulai, perlu disiapkan semua bahan dan

peralatan pendukung yang akan digunakan. Kertas dan alat tulis

yang akan digunakan untuk mencatat semua data hasil pengujian

harus juga disiapkan.

54
2. Pemotongan dan pemasangan plastik

Lembaran plastik dipotong dengan ukuran 40 x 25 cm, sesuai

dengan ukuran penjepit plastiknya dan kemudian plastik dipasang

pada mold negatif setelah itu plastik dijepit. Pemasangan dapat

dilihat pada gambar 3.21.

Gambar 3.21 Pemasangan Plastik pada Penjepit

3. Pemasangan kabel pada Pemasangan pada mesin

Plastik yang sudah terpasang pada mold negatif dan sudah dijepit,

setelah itu thermocouple diletakkan pada bagian bawah plastik

tersebut agar dapat terdeteksi temperatur plastik pada

thermocouple manual. Pemasangan heater dapat dilihat pada

gambar 3.22.

Gambar 3.22 Pemasangan Thermocouple pada Mesin

55
4. Pemasangan dongkrak hidrolik pada mold

Pemasangan dongkrak hidrolik pada mold positif diletakkan diatas

cetakan dan penekanan mold dengan arah kebawah. Letak

dongkrak hidrolik dan mold dapat dilihat pada gambar 3.23.

Gambar 3.23. Pemasangan Dongkrak Hidrolik dengan Mold

5. Pemrosesan bahan

Bahan yang sudah dijepit kemudian dipanasi dengan

menggunakan heater dengan temperatur yang sudah ditentukan

disertai pemasangan thermocouple manual untuk mengetahui

temperatur pada bahan. Setelah tercapai temperatur yang sudah

ditentukan, kemudian mold positif sampai posisi menekan bahan.

Bersamaan dengan penekanan dongkrak hidrolik, sehingga proses

penekanan plastik oleh mold dapat berlangsung. Setelah plastik

terbentuk sesuai bentuk mold, maka dilakukan pendinginan dengan

udara agar bentuk produk yang dihasilkan tidak berubah. Setelah

proses mechanical thermoforming sudah selesai, dongkrak dapat

56
dinaikan lagi keposisi semula dan produk hasil mechanical

thermoforming dapat dikeluarkan. Proses dapat dilihat pada

gambar 3.24.

Gambar 3.24. Pemrosesan Mechanical Thermoforming

3.6 Cara memperoleh data

Untuk mengidentifikasi penyusutsn yang terjadi pada lembaran

plastik polypropylene (PP) dan PVC dari hasil proses mechanical

thermoforming adalah Proses mechanical thermoforming pada plastik

polypropylene (PP) dan PVC dengan variasi temperatur. Sehingga

didapatkan 18 pengujian plastik PVC dan 18 pengujian plastik

polypropylene (PP) maka masing-masing percobaan pada kondisi yang

sama sebanyak 3 kali.

Adapun yang akan dianalisa pada pengujian ini adalah:

1. Prosentase penyusutan terhadap volume pada plastik hasil cetak

pada proses mechanical thermoforming.

2. Temperatur yang paling sesuai pada tiap-tiap variasinya agar

didapatkan prosentase penyusutan yang paling kecil.

57
Setelah data yang dibutuhkan didapat, kemudian dianalisa

penyebab-penyebab dari terjadinya penyusutan tersebut

berdasarkan teori yang ada.

3.7 Kendala yang dihadapi

Dalam pengujian ini masih banyak kendala yang dihadapi.

Beberapa diantaranya mempengaruh hasil cetakan.adapun kendala

tersebut:

1. Heater hanya berada pada satu sisi saja, sehingga pemanasan

tidak merata.

2. Toleransi pada mold tidak dianalisa, sehingga tidak tahu apakah

mold yang tersebut baik atau sudah cukup mewakili pembentukan

atau tidak.

3. Penggunaan mold berulang-ulang akan mengakibatkan mold rusak

atau retak-retak.

58
BAB IV

DATA HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Data-Data Mold

Dalam penelitian ini ada 3 variasi temperatur dan 4 macam

profil/bentuk mold. Adapun bentuk dari 4 mold dapat dilihat pada gambar

4.1.

(1) Mold positif (2) Mold negatif

(3) Mold positif (4) Mold negatif

Gambar 4.1 Bentuk Mold (1) Mold positif, (2) Mold negatif, (3) Mold positif,

(4) Mold negatif

59
4.2 Pengujian Mold

4.2.1. Pengujian Menggunakan Plastik Polypropylene (PP)

Pola tidak sempurna Kerutan

Gambar 4.2 Foto Hasil Mechanical Thermoforming

Pada gambar 4.2 ditunjukan foto hasil dari proses mechanical

thermoforming. Pada plastik jenis PP ini tebal yang digunakan adalah 1.0

mm sehingga material yang akan diproses mechanical thermoforming

sangat tebal. Plastik jenis ini, dengan menggunakan proses mechanical

thermoforming bertemperatur 100ºC, 120ºC dan 140ºC sering terjadi pola

tidak sempurna dan kerut. Pada plastik jenis PP ini tidak dapat dianalisa

prosentase penyusutan yang terjadi, meskipun membentuk pola seperti

bentuk mold karena sifat viscos pada plastik PP ini rendah. Bahan plastik

PP setelah mengalami proses penekanan dengan temperatur 100ºC-

120ºC plastik tidak mengalami pemuaian yang cukup baik, karena itu

plastik masih bersifat elastik. Pada temperatur 140ºC plastik mengalami

pemuaian yang baik, tetapi saat proses penekanan plastik mengalami

bentuk pola yang tidak sempurna, karena temperatur terlalu tinggi. Hasil

analisa dapat dilihat pada gambar 4.3 sampai 4.5.

60
Tidak banyak berubah
(masih datar)

Gambar 4.3 PP diproses dengan mold telapak kaki atas dan mold telapak

kaki bawah temperatur 100ºC

Tidak membentuk
pola

Gambar 4.4 PP diproses dengan mold telapak kaki atas dan mold telapak

kaki bawah temperatur 120ºC

Membentuk pola
tapi tidak sempurna

Gambar 4.5 PP diproses dengan mold telapak kaki atas dan mold telapak

kaki bawah temperatur 140ºC

61
4.2.2. Pengujian Menggunakan Plastic PVC

Penyusutan adalah cacat perubahan dimensi ukuran pada mold,

maka ukuran produknya akan berbeda, yaitu ukuran luar benda kerja akan

lebih kecil dibanding dengan ukuran cetakan. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada gambar 4.6.

PENYUSUTAN

Gambar 4.6 Contoh penyusutan pada plastik PVC

Pada percobaan ini tidak selalu mulus tanpa kerusakan. Ada

beberapa plastik yang terjadi sobek, sehingga dikategorikan produk gagal

dan tidak masuk kepembahasan. Contah produk gagal pada plastik PVC

dapat dilihat pada gambar 4.7.

SOBEK

Gambar 4.7 Plastik PVC yang terjadi sobekan (produk gagal)

62
4.2.3. Produk Hasil Pengujian

Hasil pengujian produk pada gambar 4.8 dengan campuran resin 1

kg, katalis 10 ml dan cet warna coklat muda 50 ml. Setelah bahan

dimasukan dalam wadah dan ketiga campuran diaduk sampai merata kira-

kita 10 menit, maka bahan siap dituangkan kedalam plastik yang sudah

melalui proses pencetakan dan pengeleman. Bahan yang melalui proses

penuangan, kemudian terjadi proses reaksi pengerasan yang berbentuk

foot didiamkan selama 2 jam. Setelah dilakukan pengamatan maka terjadi

keretakan dalam proses reaksi disebabkan karena katalis atau pengeras

terlalu banyak, maka campuran katalis harus dikurangi.

Bahan dengan pencampuran yang sama, tetapi bahan katalis

menggunakan 5 ml dengan metode pencampuran seperti diatas. Pada

pengujian ini setelah melakukan pengamatan berhasil tetapi belum

sempurna, dikarenakan ada bagian plastik yang bereaksi saat proses

reaksi panas terbentuk dan lihat gambar 4.9.

Gambar 4. 8 Hasil Produk Gagal

63
Gambar 4.9 Hasil Produk Yang Berhasil

4.3 Analisa Data dan Pembahasan

Pada percobaan ini, plastik yang digunakan adalah jenis PVC

dengan ketebalan 1,0 mm. Adapun variasi temperatur yang dicobakan

adalah 100ºC, 120ºC dan 140ºC.

Percobaan ini menganalisa prosentase penyusutan terhadap

volume permukaan plastik PVC sebagaimana ditunjukan dalam gambar

4.6 sedangkan cara menghitungnya dengan mengunakan:

1. Foto plastik PVC yang mengalami penyusutan (lihat gambar 4.6)

2. Data mold diukur volumenya, begitu juga dengan volume

permukaan plastik sesudah mengalami pemrosesan.

3. Volume permukaan mold dikurangi volume permukaan plastik

sesudah mengalami pemrosesan.

4. Dari gambar tersebut maka didapatkan data-data yang menunjukan

prosentase penyusutan terhadap permukaan plastik.

Untuk lebih detailnya, maka akan dibahas satu per satu dimulai dari

mold telapak kaki atas dan baru mold telapak kaki bawah.

64
4.3.1. Percobaan pada mold telapak kaki atas

Tabel 4.1 Data lengkap percobaan pada mold telapak kaki atas

Temperatur Percobaan Volume mold Volume Prosentase

(ºC) (ml) bahan Penyusutan(%)

(ml)

100 1 605 520 14,04

100 2 605 530 12,39

100 3 605 545 9,91

120 1 605 547 9,58

120 2 605 540 10,74

120 3 605 550 9,09

140 1 605 560 7,40

140 2 605 557 7,91

140 3 605 555 8,26

Pada tabal 4.1 tiap variasi temperatur dilakukan percobaan sebanyak 3

kali. Tabel 4.1 dapat dibuat grafik pada gambar 4.8

65
Prosentase Penyusutan(%)
15
12
9
6
3
0
100 120 140
Temperatur (0C)

Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3

Gambar 4.10 Grafik hubungan temperatur terhadap prosentese

penyusutan pada mold telapak kaki atas.

Dapat diketahui bahwa pada percobaan mechanical thermoforming

pada plastik PVC dengan mold telapak kaki atas dengan ketinggian

2 cm menghasilkan grafik sebagaimana pada gambar 4.10 untuk

tiap variasi temperatur ada 3 kali percobaan.

Dari gambar 4.10 dapat dilihat bahwa pada percobaan pertama

prosentase penyusutan paling besar. Dari perbedaan prosentase

penyusutan pada tiap temperatur ada yang melonjak naik turun

tetapi tidak terlalu besar. Dapat diartikan bahwa kadang pada

proses penekanan mold keplastik berpengaruh pada produk yang

akan dihasilkan. Sehingga data yang didapat sebagaimana

ditunjukan pada tabel 4.1.

Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa pada temperatur 140ºC

menunjukan prosentase penyusutan paling kecil. Ada beberapa

kemungkinan yaitu pada temperatur yang lebih tinggi terjadi

pemuaian yang maksimal, sehingga saat terkena tekanan mold

66
terjadi penyusutan yang sangat kecil, tapi hasil produk akan lebih

tipis. Sedangkan pada temperatur 120ºC terjadi penyusutan yang

lebih besar dari temperatur 140ºC, tetapi hal ketebalan plastik

dalam keadaan baik. Pada temperatur 120ºC pemanasan dapat

merata sesuai dengan kebutuhan.

4.3.2. Percobaan pada mold telapak kaki bawah

Tabel 4.2 data lengkap percobaan pada mold telapak kaki bawah

Temperatur Percobaan Volume mold Volume Prosentase

(ºC) (ml) bahan Penyusutan(%)

(ml)

100 1 386 335 13,21

100 2 386 343 11,13

100 3 386 340 11,91

120 1 386 340 11,91

120 2 386 347 10,10

120 3 386 344 10,88

140 1 386 347 10,10

140 2 386 345 10,62

140 3 386 350 9,32

Sebagaimana pada Tabel 4.1, pada Tabel 4.2 tiap variasi

temperatur dilakukan percobaan sebanyak 3 kali. Dari Tabel 4.2

tersebut dapat dibuat grafik sebagaimana dapat dilihat pada

gambar 4.11.

67
15

Prosentase Penyusutan (% )
12

0
100 120 140
Temper atur ( 0C)

Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3

Gambar 4.11. Grafik hubungan temperatur terhadap prosentase

penyusutan pada mold telapak kaki bawah.

Dari gambar 4.11 dapat dilihat bahwa pada percobaan kedua

prosentase penyusutan hampir selalu paling kecil. Perbedaannya

adalah pada Gambar 4.11. Secara keseluruhan prosentase

penyusutan paling kecil adalah pada temperatur 140ºC. Dapat

dianalisa bahwa pada mold telapak kaki bawah dengan ketinggian

2 cm temperatur pemuaian dibutuhkan sangat tinggi, sama dengan

percobaan mold telapak kaki atas, sehingga pada analisa

ketebalan produk masih dalam keadaan baik.

Pada awal percobaan temperatur 100ºC prosentase penyusutan

paling besar, akan tetapi produk bisa membentuk pola

sebagaimana bentuk mold telapak kaki bawah. Oleh karena itu,

prosentase kecil pada temperatur 100ºC dapat dijadikan acuan

bahwa temperatur kecil prosentase penyusutan semakin besar

pula.
68
Dengan demikian pada temperatur 120ºC prosentase penyusutan

mengalami naik turun tapi tidak terlalu besar sebagaimana

ditunjukan pada tabel 4.2. Dapat diartikan bahwa kadang pada

proses penekanan mold keplastik berpengaruh pada produk yang

akan dihasilkan. Dalam hal ketebalan produk ketiga pengujian

telapak kaki bawah hampir sama, karena pengaruh dari bentuk

mold dan tinggi mold.

4.3.3. Analisa Data Secara Keseluruhan

Dari dua bentuk mold yang ada tersebut dicari rata-rata prosentase

penyusutan pada tiap variasi temperatur, sehingga didapat pada

tabel 4.3.

Tabel 4.3 Rata-rata prosentase penyusutan pada setiap bentuk

mold dan variasi temperatur

Jenis mold 100ºC 120ºC 140ºC Ketinggian (cm)

Mold telapak 12,11 9,80 7,85 2


kaki atas
Mold telapak 12,08 10,96 10,01 2
kaki bawah

Tabel 4.3 dapat dibuat grafik hubungan antara temperatur terhadap

terhadap prosentase penyusutan. Lihat pada gambar 4.10.

69
Prosentase Penyusutan (%)
15
12

9
6

3
0
100 120 140
0
Temperatur ( C)

Telapak Kaki Atas Telapak Kaki Bawah

Gambar 4.12 Grafik hubungan bentuk mold terhadap prosentase

penyusutan

Gambar 4.12 menunjukan hubungan antara perbedaan temperatur

terhadap prosentase penyusutan ditinjau dari setiap bentuk mold,

yaitu mold telapak kaki atas dan mold telapak kaki bawah. Pada

semua variasi bentuk mold untuk temperatur 100ºC prosentase

penyusutan hampir sama yaitu kurang lebih 12%. Ini terjadi karena

pada temperatur tersebut pemuaian plastik belum maksimal,

sehingga terjadi penyusutan saat penekanan mold pada proses

mechanical thermoforming. Selain itu, pada temperatur tersebut

sering terjadi gagal produk dikarenakan pemuaian plastik yang

dibutuhkan belum mencukupi, sehingga tidak bisa membentuk pola

secara sempurna.

Pada semua bentuk mold dari ketinggian 2 cm semuanya terdapat

penyusutan, hal ini terjadi karena tebal plastik PVC adalah 1,0 mm

70
sedangkan pemuaian panjang hanya 1-5,5 cm. Sehingga plastik

yang memuai sebenarnya bisa tebih dari 1 cm tetapi hanya ditekan

sampai 1-5,5 cm, maka sisa dari pemuaian plastik yang tidak mulur

akan menyebabkan terjadinya penyusutan. Oleh karena itu, pada

bentuk mold telapak kaki atas mempunyai prosentase penyusutan

yang paling rendah dibandingkan dengan bentuk mold telapak kaki

bawah.

Semua prosentase penyusutan pada mold telapak kaki atas

menunjukan antara 7,85%-12,11% (Gambar 4.12). Sedangkan

untuk mold telapak kaki bawah prosentase penyusutan cenderung

naik antara 10,01%-12,08% (Gambar 4.12). Maka mold telapak

kaki atas lebih cocok untuk produk yang dihasilkan.

Secara umum dari (Gambar 4.12) untuk kedua bentuk mold dengan

beberapa variasi temperatur, prosentase penyusutan yang terjadi

adalah semakin tinggi temperatur maka nilai penyusutan semakin

kecil dan semakin rendah temperatur maka nilai penyusutan paling

besar. Dari gambar 4.12 dapat dianalisa yaitu pada temperatur

140ºC mempunyai pemuaian yang tepat untuk mold telapak kaki

atas dan mold telapak kaki bawah. Ada beberapa faktor yang

mempengaruhi mechanical thermoforming, tetapi yang paling

utama adalah bentuk ketinggian mold dan temperatur.

Tidak meratanya temperatur dan bentuk mold ini mengakibatkan

perbedaan tekanan yang dibutuhkan. Semakin tinggi temperatur,

tegangan yang dibutuhkan semakin kecil, sedangkan tekanan yang

71
diberikan keplastik sama. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya

penyusutan. Bagian plastik yang temperaturnya lebih tinggi akan

terjadi penyusutan lebih kecil. Sedangkan pada bagian yang

temperaturnya lebih rendah dari batas forming tidak membentuk

dengan sempurna. Meskipun plastik yang temperaturnya berada

pada toleransi forming (pembentukan) lebih banyak, tetapi apabila

dibentuk bersama dengan bagian plastik yang berada pada

temperatur lebih atau kurang dari toleransi mengakibatkan

terjadinya penyusutan. Besarnya penyusutan yang terjadi

tergantung dari penyebaran temperatur yang terjadi pada plastik

tersebut.

72
BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan tentang ”Analisa Penyusutan Pada

Lembaran Plastik Polypropylene (PP) dan Plastik PVC Hasil Proses

Mechanical Thermoforming” dapat diambil kesimpulan bahwa:

1. Proses mechanical thermoforming pada plastik polypropylene (PP)

dengan ketebalan 1,0 mm tidak dapat dianalisa karena sifat viskos

pada material rendah. Sedangkan pala plastik PVC dengan

ketebalan 1,0 mm dengan variasi temperatur yaitu mulai dari

100ºC, 120ºC dan 140ºC. Prosentase penyusutan paling kecil

adalah pada temperatur 140ºC.

2. a. Mold dengan model mold telapak kaki atas dan mold telapak kaki

bawah cocok untuk plastik PVC dengan ketebalan 1,0 mm dapat

dianalisa prosentase penyusutanya yang terjadi karena sifat viskos

pada material tinggi. Sedangkan pada plastik polypropylene (PP)

dengan ketebalan 1,0 mm hasilnya tidak dapat membentuk pola.

b. Temperatur yang optimal untuk plastik polypropylene (PP) dengan

tebal 1,0 mm tidak dapat dianalisa karena hampir semua

percobaan rusak atau tidak masuk kriteria. Sedangkan temperatur

yang optimal untuk plastik PVC dengan ketebalan 1,0 mm adalah

140ºC menghasilkan prosentase penyusutan paling kecil, untuk

120ºC prosentase penyusutan lebih besar dari temperatur 140ºC.

73
Kalau temperatur 100ºC terlalu rendah, sehingga penyusutan

semakin tinggi.

5.2. Saran

Setelah dilakukan penelitian dan pembahasan tenteng produk hasil

mechanical thermoforming didapatkan saran yang nantinya bisa

ditindaklanjuti oleh peneliti berikutnya. Adapun saran-saran tersebut

antara lain adalah:

1. Untuk mold hendaknya dibuat dari aluminum. Bukan dari gipsum,

karena gipsum akan menghasilkan pori-pori meskipun hanya kecil,

dan apabila gipsum yang digunakan pecah atau retak tidak dapat

diperbaiki lagi.

2. Untuk penelitian selanjutnya apabila akan menggunakan alat ini

hendaknya ditambah sistem pendingin, yang berguna untuk

mendinginkan plastik lebih cepat. Sehingga plastik lebih cepat

dilepas dari mold.

3. Desain mold harus lebih membentuk kaki, agar kelihatan seperti

kaki yang aslinya, sehingga kelihatan lebih menarik.

4. Penggunaan heater harus diperhatikan karena desain heater

berpengaruh pada temperatur, apabila temperatur tidak merata

akan berpengaruh pada produk yang dibuat.

74
DAFTAR PUSTAKA

Bralla, James, G., 1998. Design For Manufacturability Handbook.


McGraw-Hill Companies.

Combe, E.C., 1992. Pembuatan Cetakan Dari Gypsum. Diakses 15 Juni


2009 dari www.google.com/gypsum

Groover, M. P., 1996. Fundamentals of Modern Manufacturing Materials


Processes and Svstem, Prentice-Hall.

Herdiman, L., 2007. Pengembangan Karakteristik Fungsi Prothese Kaki


Jenis Above Knee Amputation Dengan Teknologi Computer Aided
Engineering (CAE). Universitas Negri Surakarta, Surakarta.

Kalpakjian, Serope and Steven R. Schmid, 2003. Manufacturing Process


for Engineering Materials, fourh Edition. lllinois Institute of
Technology, Chicago.

Ma’arif, S., 2009. Analisa Warpage Pada Lembaran Plastik Polyethylene


(PE) dan Polypropylene (PP) Hasil Proses Vacum Thermoforming.
Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Saito, S., Surdia, T., 1999. Pengetahuan Bahan Teknik. PT. Pradnya
Paramita, Jakarta.

Schey, J. A., 2000. Introduction to Manufacturing Process, McGraw Hill.

Smith, William F. and Javad Hashemi, 2006. Foundations of Materials


science and Engineering, McGraw Hill.

Suryono, A.F., 2007. Kajian Dalam Pegembangan Rancangan Sach Foot


Pengguna Prothese Jenis Below Knee Amputation Berdasarkan
Penekanan Biomekanika. Universitas Negri Surakarta, Surakarta.

75
Lampiran

76

You might also like