You are on page 1of 82

TEOREMA CARATHEODORY PADA HIMPUNAN KONVEKS

DALAM RUANG EUKLIDES DIMENSI – n

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika

Disusun Oleh:
Yohanes Lesmono Wijoyo
NIM: 021414002

Program Studi Pendidikan Matematika


Jurusan Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma
2007
MOTTO

Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor,


biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan.
(Roma 12:11)

iv
Kupersembahkan karya ilmiah ini kepada
Tuhan yang kekal sebagai penunjuk jalan hidupku
Bapak (alm) dan ibuku yang mengharapkan kesuksesan bagi putra-putrinya
Mas Wawan, Mas Momon dan Dian yang tersayang
Serta semua orang yang telah berjasa dalam hidupku sampai saat ini

v
ABSTRAK
TEOREMA CARATHEODORY PADA HIMPUNAN KONVEKS
DALAM RUANG EUKLIDES DIMENSI – n

Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah membahas i.) sifat-sifat dasar
n
himpunan konveks dalam , dan ii.) konsep dari Teorema Caratheodory beserta
konsep-konsep yang mendasarinya.
Metode yang akan digunakan dalam penulisan ini adalah metode studi
pustaka, yaitu dengan mempelajari dan memahami beberapa bagian dari buku
acuan yang digunakan.
Hasil dari penulisan ini yakni diperolehnya suatu Teorema Caratheodory
yang mengatakan bahwa untuk sebarang A ⊂ n
dan sebarang x ∈ co(A), co(A)
adalah konveks hull himpunan A, maka ada n + 1 vektor-vektor x1 , …, x n +1 ∈ A
dan vektor p ∈ Pn + 1, sedemikian sehingga:
x = p1 x1 + ... + p n +1 x n +1
di mana
n +1
Pn +1 = p = ( p1 ,..., pn +1 ) | pi ≥ 0,
T
pi = 1
i =1

vii
ABSTRACT
CARATHEODORY’S THEOREM ON THE CONVEX SET
IN n-DIMENSIONAL EUCLIDEAN SPACE

The aims of this thesis are to discuss i.) the basic concepts of convex set in
n
, and ii.) concept of Caratheodory’s Theorem and its base.
The method used in this thesis is literature study method, in which the
researcher learn some parts of the books which were used as references.
The result of this study is Caratheodory’s Theorem which stated that for
any A ⊂ n
and any x ∈ co(A), co(A) is convex hull of set A, then there exist
n + 1 vectors x1 , …, x n+1 ∈ A and vector p ∈ Pn + 1, such that

x = p1 x1 + ... + p n+1 x n +1
where
n +1
Pn +1 = p = ( p1 ,..., pn +1 ) | pi ≥ 0,
T
pi = 1
i =1

viii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Bapa di surga atas rahmat dan karuniaNya
sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mengalami hambatan. Namun
demikian banyak pihak yang telah turut serta membantu penulis menyelesaikan
skripsi ini. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
banyak terima kasih khususnya kepada:
1. Tuhan yang kekal sebagai pemberi rahmat dan karunia bagi semua orang.
2. Bapak M. Andy Rudhito selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika
dan juga selaku dosen pembimbing penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Y. G. Hartono, S.Si., M.Sc. dan Bapak Hongki Julie, S.Pd., M.Si.
selaku dosen penguji.
4. Ibu Domesia Novi Handayani S.Pd. selaku dosen pembimbing akademik.
5. Bapak Nardjo dan Bapak Sugeng yang membantu bidang administrasi.
6. Ibuku, Mas Wawan, Mas Momon, dan Dian yang setia memberi semangat.
7. Teman-teman Pendidikan Matematika angkatan 2002.
8. Teman-teman satu jurusan Pendidikan MIPA.
9. Teman-teman kos: Mang Juhai, Agustinus, Dono, Dagdo, Nata, Kentrung,
Budi, Andika, Niko, Krisna.
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Dalam dunia pendidikan, setiap manusia dididik menjadi manusia yang
dewasa susila. Untuk menuju ke kedewasaan yang bersusila ini manusia perlu
belajar seumur hidupnya dari lingkungan sosial mereka.
Penulis sadar bahwa dalam segala hal yang dilakukan, baik perilaku
maupun kata-kata, masih jauh dari sikap manusia yang dewasa susila. Oleh karena
itu pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan permohonan maaf yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak atas segala tindakan dan tingkah laku yang
kurang berkenan. Semoga Tuhan berkenan memandang niat baik kita. Amin.

Penulis

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii
HALAMAN MOTTO .................................................................................. iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................................ vi
ABSTRAK .................................................................................................. vii
ABSTRACT ................................................................................................viii
KATA PENGANTAR.................................................................................. ix
DAFTAR ISI ............................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
A. Latar Belakang........................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ....................................................................... 2
D. Manfaat Penulisan ..................................................................... 2
E. Pembatasan Masalah.................................................................. 2
F. Metode Penulisan....................................................................... 3
G. Sistematika Penulisan ................................................................ 3
H. Materi Prasyarat......................................................................... 4
BAB II LANDASAN TEORI................................................................. 5
A. Vektor ....................................................................................... 5
B. Ruang Vektor ............................................................................10
C. Subruang Vektor........................................................................11
D. Kombinasi Linear dan Kebebasan Linear ...................................13
E. Basis..........................................................................................15
F. Perkalian Himpunan ..................................................................15
G. Topologi Metrik Dimensi – n ....................................................17

x
H. Barisan ......................................................................................21
BAB III TEOREMA CARATHEODORY PADA HIMPUNAN
n
KONVEKS DALAM ..........................................................25
n
A. Persamaan Garis dan Persamaan Bidang Dalam ..................25
n
B. Sifat-sifat Himpunan Konveks Dalam .................................38
C. Teorema Caratheodory...............................................................57
BAB IV KESIMPULAN .........................................................................69
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................71

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.A.1 Garis....................................................................................25


Gambar 3.A.2 Bidang .................................................................................30
2
Gambar contoh 3.A.2 Ilustrasi Teorema 3.A.4 dalam ...........................37
3
Gambar contoh 3.A.2 Ilustrasi Teorema 3.A.4 dalam ...........................37
2
Gambar contoh 3.B.1 Himpunan konveks dalam .................................39
3
Gambar 3.B.1 Bidang Cartesius ............................................................42
Gambar 3.B.2 x1 ∈ int(C) dan x 2 ∈ C .......................................................53

Gambar 3.B.3 x1 ∈ int(C), x 2 ∈ C dan x 2 ∉ C .........................................54


Gambar contoh 3.C Daerah himpunan A .................................................66
Gambar contoh 3.C Kombinasi konveks 3 vektor anggota A ...................67

xii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada umumnya, masalah-masalah optimisasi selalu berkaitan dengan

memaksimumkan atau meminimumkan fungsi sasaran tanpa kendala atau

dengan kendala. Salah satu cabang permasalahan optimisasi yang ada adalah

masalah optimisasi konveks, yakni jika fungsi sasaran dan fungsi kendalanya

bersifat konveks.

Untuk suatu himpunan C, C dikatakan konveks jika sebarang dua vektor

x1 dan x 2 ∈ C maka segmen garis tertutup [x1 , x 2 ] juga termuat dalam C, dan

suatu titik x dikatakan sebagai titik ekstrim himpunan konveks C jika dan

hanya jika:

1. {x = αx1 + βx 2 , α > 0, β > 0, α + β = 1, xi ∈ C} x = x1 = x 2 .

2. Himpunan C \ {x} masih tetap konveks.

k
3. Tidak ada kombinasi konveks x = α i x i selain x1 = x 2 = ... = x k = x .
i =1

Untuk mengetahui syarat nomor 3 di atas, perlu dibahas mengenai konsep-

konsep dasar dari kombinasi konveks pada himpunan konveks C.

Skripsi ini akan membahas mengenai sifat-sifat dasar himpunan konveks

dalam ruang Euklides dimensi-n. Selanjutnya dari sifat-sifat dasar tersebut

secara khusus akan diturunkan Teorema Caratheodory, yaitu teorema tentang

kombinasi konveks dalam suatu himpunan konveks C.

1
2

B. Perumusan Masalah

Dari uraian tersebut, masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah

n
1. Bagaimanakah sifat-sifat dasar himpunan konveks dalam ?

2. Bagaimanakah konsep dari Teorema Caratheodory beserta konsep-konsep

yang mendasarinya?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah membahas:

n
1. Sifat-sifat dasar himpunan konveks dalam , dan

2. Konsep dari Teorema Caratheodory beserta konsep-konsep yang

mendasarinya.

D. Manfaat Penulisan

Teorema Caratheodory dapat digunakan sebagai acuan untuk

menunjukkan apakah suatu vektor dalam himpunan konveks dapat ditulis

sebagai kombinasi konveks dari vektor-vektor yang lainnya atau tidak. Jika

tidak maka vektor tersebut memenuhi salah satu kriteria sebagai titik ekstrim

himpunan konveks.

E. Pembatasan Masalah

Pembahasan dalam skripsi ini hanya dibatasi pada himpunan konveks

yang tidak kosong. Titik ekstrim himpunan konveks juga tidak dibahas di

dalamnya.
3

F. Metode Penulisan

Metode yang akan digunakan dalam penulisan ini adalah metode studi

pustaka, yaitu dengan mempelajari dan memahami beberapa bagian dari buku

acuan yang digunakan.

G. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Perumusan Masalah

C. Tujuan Penulisan

D. Manfaat Penulisan

E. Pembatasan Masalah

F. Metode Penulisan

G. Sistematika Penulisan

H. Materi Prasyarat

BAB II LANDASAN TEORI

A. Vektor

B. Ruang Vektor

C. Subruang Vektor

D. Kombinasi Linear dan Kebebasan Linear

E. Basis

F. Perkalian Himpunan

G. Topologi Metrik Dimensi – n


4

H. Barisan

BAB III TEOREMA CARATHEODORY PADA HIMPUNAN KONVEKS


n
DALAM
n
A. Persamaan Garis dan Persamaan Bidang Dalam

n
B. Sifat-sifat Himpunan Konveks Dalam

C. Teorema Caratheodory

BAB IV PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

H. Materi Prasyarat

Dalam skripsi ini, diasumsikan pembaca telah mengikuti perkuliahan

Logika dan Teori Himpunan, Aljabar Matrik danVektor, Geometri Analitik

Ruang, Baris dan Deret dan Kalkulus Peubah Banyak.


BAB II

LANDASAN TEORI

A. Vektor

Vektor dalam 2
dapat dinyatakan dengan matriks berordo 2 × 1 ,

x1
yaitu: , dan dalam 3
dapat dinyatakan dengan matriks berordo 3 × 1 ,
x2

x1
yaitu: x 2 , dengan x1 , x 2 , x3 adalah bilangan-bilangan real.
x3

n
Secara generalisasi, dapat didefinisikan dengan cara aljabar,

3
karena visualisasi geometris tidak dapat melebihi .

Definisi 2.A.1 Ruang Euklides Dimensi-n

Himpunan semua matriks berordo n × 1 dengan elemen-elemen bilangan real,

n
disebut ruang Euklides berdimensi–n, dan dilambangkan dengan .

Elemen-elemen dalam n
disebut sebagai vektor. Vektor x ∈ n

merupakan matriks berordo n × 1 . Selanjutnya vektor x ditulis sebagai

x = ( x1 , x 2 ,..., x n ) . Bilangan real xi , i = 1,2,..., n disebut komponen dari


T

vektor x . Elemen-elemen dalam disebut sebagai skalar.

5
6

Definisi 2.A.2 Operasi Penjumlahan dan Perkalian Vektor dengan Skalar

n
Operasi penjumlahan dan perkalian vektor dengan skalar dalam

didefinisikan sebagai berikut: jika x = ( x1 , x 2 ,..., x n ) dan y = ( y1 , y 2 ,..., y n )


T T

adalah vektor-vektor dalam n


dan α ∈ , maka

x + y = ( x1 + y1 , x 2 + y 2 ,..., xn + y n ) αx = (αx1 , αx 2 ,...,αx n )T


T
dan

Definisi 2.A.3 Operasi Pengurangan Vektor

n
Suatu vektor dalam yang semua komponennya sama dengan nol disebut

sebagai vektor nol dan dinotasikan dengan 0 = (0,0,...,0 ) .


T

x = (x1 , x 2 ,..., x n )
T n
Jika sebarang vektor dalam , maka vektor

(− x1 ,− x2 ,...,− xn )T disebut sebagai negatif (atau invers terhadap operasi

penjumlahan) dari x dan dilambangkan dengan − x .

n
Operasi pengurangan dalam didefinisikan sebagai berikut:

Untuk semua x = ( x1 , x 2 ,..., x n ) dan semua y = ( y1 , y 2 ,..., y n )


T T n
dalam ,

berlaku:

x−y = x + (− y )

x−y = (x1 − y1 , x2 − y 2 ,..., xn − y n )T

Teorema 2.A.1

Untuk setiap x, y, z ∈ n
dan skalar α , β ∈ , berlaku:

a. x + y ∈ n
dan αx ∈ .
7

b. x + y = y + x.

c. x + (y + z) = (x + y) + z.

d. x + 0 = x.

e. x + (-x) = 0.

f. α (x + y) = αx + αy.

g. (α + β) x = αx + βx.

h. (αβ) x = α (βx).

i. 1x = x.

Pembuktian dapat dilihat pada James Stewart, 1999: 826.

Definisi 2.A.4 Perkalian Skalar Dua Vektor

Perkalian skalar dua vektor x dan y dalam n


, dinotasikan dengan x, y dan

n
didefinisikan sebagai: x, y = xi y i
i =1

Definisi 2.A.5 Panjang Vektor

Panjang vektor x dalam n


, dinotasikan dengan x dan didefinisikan

sebagai:

1
1 n 2
2
x = x, x 2
= xi
i =1
8

Teorema 2.A.2

Untuk setiap x, y, z ∈ n
dan skalar α , β ∈ , berlaku:

a. αx + β y , z = α x, z + β y , z .

b. x, y = y , x .

c. x, x ≥ 0 .

d. x, x = 0 bila dan hanya bila x = 0

Bukti:

Ambil tiga elemen sebarang x, y , z ∈ n


, maka xi , yi , zi ∈ di mana

i = 1,2,..., n berturut-turut adalah komponen dari x, y, z; dan ambil sebarang

α , β ∈ ; maka:

n
a. αx + β y , z = (αxi + βyi )z i
i =1

n
= (αxi z i + βyi z i )
i =1

n n
= (αxi z i ) + (β y i z i )
i =1 i =1

n n
=α xi z i + β yi z i
i =1 i =1

= α x, z + β y , z .

n
b. x, y = xi y i
i =1
9

n
= y i xi
i =1

= y, x .

n
c. x, x = xi2 ≥ 0 .
i =1

n
d. x, x = xi2 = 0 bhb x12 = x 22 = ... = x n2 = 0
i =1

bhb x1 = x 2 = ... = x n = 0

bhb x = 0

Definisi 2.A.6 Besar Sudut

adalah besar sudut antara vektor x dan vektor y yang tidak nol di mana

0 ≤θ ≤π .

Teorema 2.A.3

Jika adalah besar sudut antara vektor x dan vektor y, maka berlaku

x, y = x y cos θ

Pembuktian dapat dilihat pada James Stewart, 1999: 831.

Akibat 2.A.1

Jika adalah besar sudut antara dua vektor x dan y yang tidak nol maka

x, y
cos θ =
x y
10

Akibat 2.A.2

Dua vektor x dan y dalam n


, dikatakan saling tegak lurus atau ortogonal

jika x, y = 0 .

B. Ruang Vektor

Suatu vektor dengan komponen sebanyak n biasanya disebut sebagai

vektor berdimensi n. Suatu koleksi (kumpulan) yang lengkap terdiri dari

semua vektor yang berkomponen sebanyak n di mana hal-hal tentang

penjumlahan dan perkalian masih tetap berlaku bagi vektor-vektor tersebut

disebut ruang vektor.

Definisi 2.B Ruang Vektor

Misalkan V adalah himpunan di mana didefinisikan operasi-operasi

penjumlahan dan perkalian dengan skalar. Dengan ini kita mengartikan bahwa

untuk setiap pasang elemen-elemen x dan y di dalam V, kita dapat

mengasosiasikannya dengan elemen x + y yang tunggal yang juga berada di V,

dan dengan setiap elemen x di V dan setiap skalar α , kita dapat

mengasosiasikannya dengan elemen α x yang tunggal di dalam V. Himpunan

V bersama-sama dengan operasi-operasi penjumlahan dan perkalian dengan

skalar dikatakan membentuk suatu ruang vektor jika aksioma-aksioma berikut

dipenuhi:

B.1. x + y = y + x untuk setiap x dan y di V.

B.2. (x + y) + z = x + (y + z) untuk setiap x, y dan z di V.


11

B.3. Terdapat elemen 0 di V sehingga x + 0 = x untuk setiap x ∈ V.

B.4. Untuk setiap x ∈ V, terdapat elemen -x di V sehingga x + (-x) = 0.

B.5. α (x + y) = αx + αy untuk setiap skalar α dan setiap x dan y di V.

B.6. (α + β) x = αx + βx untuk setiap skalar α dan β dan setiap x ∈ V.

B.7. (αβ) x = α (βx) untuk setiap skalar α dan β dan setiap x ∈ V.

B.8. 1x = x untuk setiap x ∈ V.

Elemen-elemen dalam V disebut vektor. Ruang vektor yang didefinisikan di

atas sering juga disebut ruang vektor real, karena skalar yang digunakan

adalah bilangan-bilangan real.

Teorema 2.B

Jika V adalah ruang vektor dan x adalah sebarang elemen dari V, maka:

a. 0x = 0.

b. x + y = 0 berakibat y = -x (artinya, invers penjumlahan dari x adalah

tunggal).

c. (-1)x = -x.

Pembuktian dapat dilihat pada Steven J. Leon, 2001: 107.

C. Subruang Vektor

Suatu himpunan bagian W dari suatu ruang vektor V dikatakan suatu

subruang dari V jika W adalah suatu ruang vektor yang tertutup terhadap

operasi penjumlahan dan perkalian dengan skalar yang didefinisikan pada V.


12

Definisi 2.C.1 Subruang

Jika S adalah subhimpunan tak kosong dari suatu ruang vektor V, dan S

memenuhi syarat-syarat berikut:

(i) αx ∈ S jika x ∈ S untuk sebarang skalar α.

(ii) x + y ∈ S jika x ∈ S dan y ∈ S

maka S disebut subruang dari V.

Definisi 2.C.2 Ruang Null

Andaikan A sebarang matriks m x n berelemen skalar. Ruang null dari A

adalah himpunan semua penyelesaian untuk sistem A x = 0, dengan x ∈ n

dan dilambangkan dengan N(A). Jadi


n
N(A) = {x ∈ | A x = 0 }.

Teorema 2.C

n
N(A) merupakan subruang dari .

Bukti:

(i) N(A) ≠ ∅, karena sistem persamaan linear homogen (SPLH) punya

penyelesaian yaitu 0, sehingga 0 ∈ N(A).

(ii) Ambil x ∈ N(A) dan α ∈ , maka A (αx) = α (Ax) = α0 = 0.

Karena itu αx ∈ N(A).

(iii) Jika x dan y ∈ N(A), maka A (x + y) = Ax + Ay = 0 + 0 = 0.

Sehingga x + y ∈ N(A).
13

Syarat-syarat dari subruang dipenuhi oleh N(A). Jadi terbukti bahwa


n
N(A) merupakan subruang dari .

D. Kombinasi Linear dan Kebebasan Linear

Definisi 2.D.1 Kombinasi Linear

Misalkan v 1 , v 2 ,..., v n adalah vektor-vektor dalam suatu ruang vektor V.

Kombinasi linear dari vektor-vektor v 1 , v 2 ,..., v n adalah

α1v1 + α 2 v 2 + ... + α n v n

di mana α1 , α 2 ,...,α n ∈ .

Himpunan semua kombinasi linear dari v 1 , v 2 ,..., v n disebut rentang dari

v 1 , v 2 ,..., v n , dan dilambangkan dengan Rentang(v1 , v 2 ,..., v n ) .

Teorema 2.D.1

Jika v 1 , v 2 ,..., v n adalah elemen-elemen dari suatu ruang vektor V, maka

Rentang(v1 , v 2 ,..., v n ) adalah subruang dari V.

Pembuktian dapat dilihat pada Steven J. Leon, 2001: 113.

Definisi 2.D.2 Himpunan Perentang

Himpunan {v 1 , v 2 ,..., v n } disebut himpunan perentang untuk V jika dan hanya

jika setiap vektor dalam V dapat ditulis sebagai kombinasi linear dari

v 1 , v 2 ,..., v n .
14

Teorema 2.D.2

a. Jika v 1 , v 2 ,..., v n merentang pada suatu ruang vektor V dan salah satu dari

vektor-vektor ini dapat ditulis sebagai kombinasi linear dari n-1 vektor

yang lain, maka ke n-1 vektor itu juga merentang V.

b. Jika diberikan n vektor v 1 , v 2 ,..., v n , maka kita dapat menuliskan salah

satu vektor sebagai kombinasi linear dari n-1 vektor yang lain jika dan

hanya jika terdapat skalar-skalar α 1 , α 2 ,...,α n yang tidak semuanya sama

dengan nol sedemikian sehingga:

α1v1 + α 2 v 2 + ... + α n v n = 0

Pembuktian dapat dilihat pada Steven J. Leon, 2001: 119.

Definisi 2.D.3 Bebas Linear

Vektor-vektor v 1 , v 2 ,..., v n dalam ruang vektor V disebut bebas linear jika

α1 v1 + α 2 v 2 + ... + α n v n = 0

mengakibatkan semua skalar-skalar α 1 , α 2 ,...,α n harus sama dengan 0.

Definisi 2.D.4 Bergantung Linear

Vektor-vektor v 1 , v 2 ,..., v n dalam ruang vektor V disebut bergantung linear

jika terdapat skalar-skalar α 1 , α 2 ,..., α n yang tidak semuanya nol sehingga

α1 v1 + α 2 v 2 + ... + α n v n = 0
15

E. Basis

Definisi 2.E Basis

Vektor-vektor v 1 , v 2 ,..., v n membentuk basis untuk ruang vektor V jika dan

hanya jika:

(i) v 1 , v 2 ,..., v n bebas linear,

(ii) v 1 , v 2 ,..., v n merentang V.

Teorema 2.E

Jika {v1 , v 2 ,..., v n } adalah himpunan yang merentang suatu ruang vektor V,

maka himpunan dari m vektor di mana m > n adalah bergantung linear.

Pembuktian dapat dilihat pada Steven J. Leon, 2001: 129.

Akibat 2.E

Jika {v1 , v 2 ,..., v n } dan {w1 , w 2 ,..., w m } kedua-duanya adalah basis untuk suatu

ruang vektor V, maka n = m .

Pembuktian dapat dilihat pada Steven J. Leon, 2001: 130.

F. Perkalian Himpunan

Misalkan A1 , A2 ,..., Am adalah himpunan-himpunan dengan Ai ⊆ R ni ,

di mana i = 1,2,..., m . Perkalian himpunan-himpunan yang dinotasikan dengan

∏A
i =1
i atau A1 × A2 × ... × Am
16

n1 + n2 +...+ nm
adalah himpunan A dalam yang beranggotakan semua vektor yang

n1 + n 2 +...+ n m
mungkin dalam yang diperoleh dengan mengambil n1 komponen

pertama dari vektor anggota A1 , kemudian n2 komponen kedua dari vektor

anggota A2 , kemudian n3 komponen ketiga dari vektor anggota A3 ,

kemudian seterusnya hingga n m komponen terakhir dari vektor anggota Am .

Dalam notasi himpunan ditulis sebagai berikut:

∏ A = {x = (x , x , ..., x ) }
m
T
i 1 2 m | x i ∈ Ai , ∀i = 1, 2, ..., m
i =1

n
Sebagai contoh, dapat dianggap sebagai hasil perkalian himpunan

1
dari dengan dirinya sendiri sebanyak n kali.

n
= 1
× 1
... × 1

n kali

Jika A1 ⊂ 2
berisi vektor-vektor pada keliling lingkaran dengan

pusat di titik pusat dan berjari-jari 1, dan jika A2 = [0,1] ⊂ 1


, maka A1 × A2

3
adalah himpunan dalam yang berupa silinder dengan tinggi 1 dan alasnya

berupa lingkaran dalam bidang (x1 , x 2 ) dengan pusat di titik pusat dan jari-

jarinya sama degan 1.

Misalkan = n1
× n2
× ... × nm
. Untuk vektor x∈ ,

x = (x1 , x 2 ,..., x m )
T
di mana x i = x i1 , x i 2 ,..., x ini ( )
T
, i = 1,2,..., m . Operasi
17

penjumlahan dua vektor x dan y ∈ dan perkalian vektor x ∈ dengan

skalar α ∈ , didefinisikan sebagai:

(x + y ) = (x1 + y 1 , x 2 + y 2 , ..., x m + y m )T dan αx = (αx1 , αx 2 , ..., αx m )


T

dan misalkan n = n1 + n2 + ... + nm , maka dapat diidentifikasi sebagai ruang

n
vektor biasa .

G. Topologi Metrik Dimensi – n

Misalkan V adalah suatu himpunan. Suatu fungsi d yang memetakan

bilangan real pada masing-masing pasangan vektor (x, y ) dengan x ∈ V dan

y ∈ V disebut sebagai metrik atau fungsi jarak pada V jika memenuhi syarat

berikut:

d(x, y) ≥ 0, dengan d(x, y) = 0 jika dan hanya jika x = y ................ (1)

d(x, y) = d(y, x), ............................................................................ (2)

d(x, y) ≤ d(x, z) + d(z, y) untuk semua z ∈ V................................. (3)

Pertidaksamaan (3) disebut sebagai pertidaksamaan segitiga.

Definisi 2.G.1 Ruang Metrik

Suatu himpunan V yang dilengkapi dengan metrik d disebut sebagai ruang

metrik.

n
Contoh dalam , fungsi d didefinisikan sebagai berikut:

1
n 2
d(x, y) = x − y = ( xi − y i ) 2

i =1
18

n
Akan ditunjukkan fungsi d di atas merupakan metrik pada :

i. d(x, y) = x − y ≥ 0 .

Jika x = y maka d(x, y) = d(y, y) = y − y = 0.

Jika d(x, y) = 0, maka

x−y = 0

1
n 2
⇔ ( xi − y i ) 2
= 0
i =1

n
⇔ (xi − yi )2 = 0
i =1

Karena (xi − yi ) ≥ 0 , maka ( xi − yi ) = 0, ∀i = 1, 2, ..., n . Sehingga


2 2

xi − yi = 0

⇔ xi = yi

⇔ x = y

ii. d(x, y) = x − y = y − x = d(y, x).

iii. Untuk semua z ∈ n


,

d(x, y) = x − y = x − z + z − y ≤ x − z + z − y = d(x, z) + d(z, y).

Definisi 2.G.2 Bola Terbuka dan Bola Tertutup

Suatu bola terbuka berpusat di x dengan jari-jari r > 0 dinotasikan oleh

B(x, r ) didefinisikan sebagai himpunan vektor-vektor y yang jarak dari x


19

kuang dari r dan dituliskan sebagai:

B(x, r ) = {y | y − x < r}

Bola tertutup B (x, r ) dengan pusat x dan jari-jari r > 0 didefinisikan sebagai:

B(x, r ) = {y | y − x ≤ r}

Definisi 2.G.3 Titik Interior

Misalkan S ⊆ n
. Suatu titik x disebut sebagai titik interior S jika ada r > 0

sedemikian sehingga B (x, r ) ⊂ S.

Jika himpunan titik-titik interior S tidak kosong, maka kita sebut himpunan

titik-titik interior ini sebagai interior dari S dan dinotasikan dengan int(S).

Himpunan S tidak harus memiliki titik interior. Perhatikan himpunan

titik-titik pada bidang ( 2


) dengan bentuk (x1 ,0) dengan 0 < x1 < 1 . Interval

0 < x1 < 1 ini ada pada sumbu − x1 . Himpunan titik-titik pada 2


ini tidak

1
memiliki titik interior. Tetapi jika kita perhatikan sebagai himpunan pada ,

maka semua titik tersebut adalah titik interior.

Suatu himpunan S dikatakan terbuka jika semua titik pada S adalah

titik-titik interior. Definisi himpunan terbuka ini ekuivalen dengan definisi

interior.
20

Definisi 2.G.4 Himpunan Terbuka

Himpunan S dikatakan terbuka jika setiap titik x ∈ S, ada bilangan positif

r > 0 , yang bergantung pada x, sedemikian sehingga bola B (x, r ) berada

dalam S.

Definisi 2.G.5 Titik Limit

Titik x disebut sebagai titik limit himpunan S jika untuk setiap ε > 0 ada titik

x ε ≠ x sedemikian sehingga x ε ∈ S dan x ε ∈ B (x, ε ) . Titik x ε secara umum

bergantung pada ε .

Himpunan titik-titik limit dari himpunan S dinotasikan dengan S ' .

Suatu himpunan tidak harus memiliki titik-titik limit dan suatu titik

limit tidak harus menjadi anggota himpunan tersebut. Himpunan bilangan asli

1
positif sebagai himpunan dalam merupakan salah satu contoh himpunan

yang tidak memiliki titik limit. Sedangkan contoh untuk suatu titik limit yang

tidak harus menjadi anggota suatu himpunan, himpunan

1
S ≡ x|x = , n = 1, 2, 3, ... dalam 1
. Nol adalah titik limit dari himpunan
n

S, tetapi nol bukan anggota S.

Definisi 2.G.6 Pemampat Himpunan dan Himpunan Tertutup

Pemampat (closure) himpunan S, dinotasikan dengan S dan didefinisikan

sebagai S = S ∪ S ' dengan S ' adalah himpunan semua titik limit himpunan S.
21

Himpunan S disebut tertutup jika S = S , yakni bahwa S beranggotakan semua

titik limitnya.

Suatu himpunan tidak harus memenuhi kedua sifat, yakni terbuka atau

tertutup. Perhatikan B(0, 1) dalam 2


, yakni suatu daerah lingkaran berpusat

di titik pusat dan berjari-jari 1. Secara intuitif, semua titik x dalam 2


dengan

x = 1 adalah titik-titik limit dari B(0, 1). Sekarang perhatikan himpunan

{
S = B(0,1) ∪ x = (x1 , x2 ) | x = 1, x1 ≥ 0
T
}
Titik x = (x1 , x 2 ) dengan x = 1 dan x1 ≥ 0 bukan titik interior S karena
T

untuk titik x itu sendiri, tidak masalah seberapa kecil kita memilih ε > 0 ,

lingkaran B(x, ε ) tidak berada dalam S. Karena itu S tidak terbuka. Namun

demikian S juga tidak tertutup, karena titik x = (x1 , x 2 ) dengan x = 1 dan


T

x1 < 0 adalah titik limit S tetapi tidak berada dalam S.

H. Barisan

n
Suatu barisan di adalah suatu fungsi yang memberikan sebuah

vektor x k ∈ n
di mana k adalah bilangan bulat positif. Barisan vektor x k

ini biasanya ditulis sebagai {x k }k =1 , atau secara umum cukup ditulis {x k } .


Sebarang barisan {x k } dikatakan mempunyai limit y atau konvergen

ke y jika untuk sebarang ε > 0 ada bilangan bulat positif K (ε ) sedemikian

hingga x k ∈ B (y , ε ) di mana k > K (ε ) . Ini dituliskan sebagai:


22

lim x k = y atau x k → y
k →∞

Barisan yang mempunyai limit disebut konvergen, dan barisan yang

tidak mempunyai limit disebut divergen.

Teorema 2.H

Jika lim x k = x 0 , lim y k = y 0 , dan lim α k = α di mana {α k } adalah barisan


k →∞ k →∞ k →∞

dari skalar-skalar, maka lim (x k + y k ) = x 0 + y 0 dan lim α k x k = αx 0 .


k →∞ k →∞

Bukti:

i. lim (x k + y k ) = lim x k + lim y k = x 0 + y 0


k →∞ k →∞ k →∞

ii. lim α k x k = lim α k ⋅ lim x k = αx 0


k →∞ k →∞ k →∞

Berikut ini diberikan lema bagi titik sebagai titik limit dari suatu

himpunan.

Lema 2.H

Titik x adalah titik limit himpunan S jika dan hanya jika ada barisan {x k } dari

titik-titik anggota S sedemikian sehingga untuk setiap k bilangan bulat positif,

x k ≠ x dan x k → x .
23

Bukti:

Misalkan x adalah titik limit S. Maka untuk setiap bilangan bulat k ada

1
titik x k ∈ S sedemikian sehingga x k ≠ x dan x k ∈ B x, . Untuk setiap
k

1
ε > 0 , ada bilangan bulat positif K (ε ) yang memenuhi < ε . Karena
K (ε )

1 1
itu, untuk k > K (ε ) , diperoleh < ε dan B x, ⊂ B (x, ε ) . Dengan
k k

demikian barisan {x k } konvergen ke x .

Misalkan ada barisan {x k } dari titik-titik anggota S dengan x k ≠ x dan

x k → x . Untuk sebarang ε > 0 dan karena x k → x , ada bilangan bulat

positif K (ε ) sedemikian hingga, untuk k > K (ε ) , x k ∈ B(x, ε ) . Karena

x k ≠ x untuk semua k, berlaku bahwa x adalah titik limit S.

Akibat 2.H.1

Untuk sebarang {x k } dalam S dan {x k } konvergen ke x , maka x harus

anggota S .

Bukti:

Untuk x ∈ S , tidak ada yang perlu dibuktikan. Tetapi untuk x ∉ S , maka

untuk setiap k, x k ∈ S , dan x k ≠ x . Dari lema 2.H berlaku bahwa x adalah

titik limit S. Jadi x ∈ S .


24

Akibat 2.H.2

Misalkan S adalah himpunan dalam n


. Jika x ∈ S , maka ada barisan titik-

titik {x k } dalam S sedemikian hingga x k → x .

Bukti:

Untuk x ∈ S , maka x ∈ S atau S ' . Jika x ∈ S ' pernyatan akibat 2.H.2

berlaku dari lema 2.H. Jika x ∈ S dan x ∉ S ' , dapat diambil x k = x untuk

semua bilangan bulat positif k.


BAB III

TEOREMA CARATHEODORY
n
PADA HIMPUNAN KONVEKS DALAM

n
A. Persamaan Garis dan Persamaan Bidang Dalam

Dalam perkuliahan Geometri Analitik Ruang telah dibahas mengenai

langkah-langkah penentuan suatu persamaan garis dan suatu persamaan

bidang. Oleh karena itu, bentuk-bentuk persamaan garis dan persamaan bidang

dalam pembahasan berikut ini tidak disertai langkah-langkahnya, karena

diasumsikan pembaca telah mengikuti perkuliahan tersebut dan menguasai

bagaimana persamaan garis dan persamaan bidang diperoleh.


2 3
Persamaan garis yang melalui dua vektor x1 dan x 2 dalam dan ,

dinyatakan dengan:

x = x1 + t ( x 2 − x1 ) −∞ <t < ∞ (1)

t<0
x1
0 < t <1
x2
t >0

x1 x
x2

Gambar 3.A.1 Garis

25
26

Pada gambar 3.1, penggal garis yang berawal dari x1 dan berakhir di

x 2 , berkorespondensi dengan nilai t , 0 ≤ t ≤ 1 atau dalam interval [0,1] .

Penggal garis tersebut kemudian disebut sebagai segmen garis tertutup.

Sedangkan penggal garis yang berawal dari x1 dan berakhir di x 2 tetapi tidak

memuat x1 dan x 2 berkorespondensi dengan nilai t , 0 < t < 1 atau dalam

interval (0,1) . Penggal garis tersebut kemudian disebut sebagai segmen garis

terbuka.

Sinar garis positif berawal dari x1 atau dari x 2 , berkorespondensi

dengan nilai t ≥ 0, dan sinar garis negatif berawal dari x1 atau dari x 2 ,

berkorespondensi dengan nilai t ≤ 0. Sinar garis yang demikian disebut

sebagai segmen garis setengah terbuka.


n
Dalam , didefinisikan garis melalui dua vektor x1 dan x 2 sebagai

himpunan vektor-vektor yang memenuhi bentuk (1).

n
Definisi 3.A.1 Garis dalam
n
Garis dalam melalui dua vektor x1 dan x 2 didefinisikan sebagai himpunan

vektor-vektor x sedemikian sehingga x = x1 + t (x 2 − x1 ) di mana t adalah

sebarang bilangan real. Dalam notasi himpunan ditulis sebagai:

{x | x = x1 + t (x 2 − x1 ), − ∞ < t < ∞}

Teorema 3.A.1
n
Garis dalam melalui dua vektor x1 dan x 2 dinyatakan dengan:
27

{x | x = αx1 + βx 2 , α + β = 1}

Bukti:
n
Dari definisi 3.A.1, Garis dalam melalui dua vektor x1 dan x 2

didefinisikan oleh:

{x | x = x1 + t (x 2 − x1 ), − ∞ < t < ∞}
⇔ {x | x = x1 + tx 2 − tx1 , − ∞ < t < ∞}
⇔ {x | x = x1 − tx1 + tx 2 , − ∞ < t < ∞}
⇔ {x | x = (1 − t )x1 + tx 2 , − ∞ < t < ∞}
Dengan mengambil α = (1 − t ) dan β = t diperoleh:

{x | x = αx1 + βx 2 , α + β = 1}

n
Definisi 3.A.2 Segmen Garis Tertutup dalam

Segmen garis tertutup yang menghubungkan vektor x1 , x 2 ∈ n


dinotasikan

dengan [x1 , x 2 ] dan didefinisikan sebagai:

[x1 , x 2 ] = {x | x = (1 − t )x1 + tx 2 , 0 ≤ t ≤ 1}
Untuk α = (1 − t ) , dan β = t , diperoleh:

[x1 , x 2 ] = {x | x = αx1 + βx 2 , α ≥ 0, β ≥ 0,α + β = 1}


28

n
Definisi 3.A.3 Segmen Garis Terbuka dalam

Segmen garis terbuka yang menghubungkan vektor x1 , x 2 ∈ n


dinotasikan

dengan (x1 , x 2 ) dan didefinisikan sebagai:

(x1 , x 2 ) = {x | x = (1 − t )x1 + tx 2 , 0 < t < 1}


Untuk α = (1 − t ) , dan β = t , diperoleh:

(x1 , x 2 ) = {x | x = αx1 + βx 2 , α > 0, β > 0, α + β = 1}

n
Definisi 3.A.4 Segmen Garis Setengah Terbuka dalam
n
(i) Segmen garis setengah terbuka dalam yang memuat vektor x1 tetapi

tidak memuat vektor x 2 dinotasikan dengan [x1 , x 2 ) dan didefinisikan

sebagai:

[x1 , x 2 ) = {x | x = (1 − t )x1 + tx 2 , 0 ≤ t < 1}


Untuk α = (1 − t ) , dan β = t , diperoleh:

[x1 , x 2 ) = {x | x = αx1 + βx 2 ,α > 0, β ≥ 0, α + β = 1}


n
(ii) Segmen garis setengah terbuka dalam yang memuat vektor x 2 tetapi

tidak memuat vektor x1 dinotasikan dengan (x1 , x 2 ] dan didefinisikan

sebagai:

(x1 , x 2 ] = {x | x = (1 − t )x1 + tx 2 , 0 < t ≤ 1}


Untuk α = (1 − t ) , dan β = t , diperoleh:

(x1 , x 2 ] = {x | x = αx1 + βx 2 , α ≥ 0, β > 0, α + β = 1}.


29

Lema 3.A

Untuk sembarang y ∈ (x1 , x 2 ) = {x | x = αx1 + βx 2 , α > 0, β > 0, α + β = 1},

berlaku:

y − x1 β
=
y − x2 α

Bukti:

Ambil sebarang y ∈ (x1 , x 2 ) , maka y = αx1 + βx 2 , α > 0, β > 0, α + β = 1 .

y − x1 = αx 1 + β x 2 − x 1

⇔ y − x1 = (α − 1)x1 + βx 2
⇔ y − x1 = βx 2 − (1 − α )x1

⇔ y − x1 = βx 2 − β x 1

⇔ y − x1 = β (x 2 − x1 )

⇔ y − x1 = β (x 2 − x1 )

⇔ y − x1 = β x 2 − x1 (2)

Dengan cara yang sama didapatkan:

y − x2 = αx1 + βx 2 − x 2

⇔ y − x2 = αx1 + (β − 1)x 2

⇔ y − x2 = αx1 − (1 − β )x 2

⇔ y − x2 = αx 1 − αx 2

⇔ y − x2 = α (x1 − x 2 )
30

⇔ y − x2 = α (x1 − x 2 )

⇔ y − x2 = α x1 − x 2 (3)

Dari persamaan (2) dan persamaan (3) diperoleh:

y − x1 β x 2 − x1
=
y − x2 α x1 − x 2

y − x1 β
⇔ =
y − x2 α

Dalam 3
, bidang yang melalui titik P0 ( x01 , x 02 , x 03 ) dengan garis

a = (a1 , a 2 , a3 ) P (x1 , x 2 , x3 )
T
normal berisi kumpulan dari titik-titik

sedemikian sehinga P0 P tegak lurus a . Persamaan bidang ini dinyatakan

dengan:

a1 ( x1 − x01 ) + a 2 (x 2 − x 02 ) + a 3 ( x3 − x03 ) = 0 (4)

atau

a1 x1 + a 2 x 2 + a3 x3 = γ

di mana γ = a1 x 01 + a 2 x02 + a 3 x03 . (5)

3
Bentuk ini merupakan bentuk umum dari persamaan bidang dalam .

x3
a
P PP
0

x x0 P0
x2

x1

Gambar 3.A.2 Bidang


31

Dari definisi 2.A.4, maka notasi perkalian skalar persamaan bidang bentuk (4)

dan (5) dapat ditulis sebagai:

a, x − x 0 = 0 atau a, x = γ , di mana γ = a, x 0 (6)

Selanjutnya, setiap persamaan dalam bentuk (6) disebut sebagai persamaan


3
bidang dalam dengan garis normal a .

Secara generalisasi, persamaan bidang dengan bentuk (6) dapat


n
digunakan untuk mendefinisikan suatu bidang hiper (hyperplane) dalam .

n
Definisi 3.A.5 Bidang Hiper dalam
n
Andaikan a adalah suatu vektor dalam dan α adalah suatu skalar. Sebuah

n
bidang hiper dalam dinotasikan dengan H aα dan didefinisikan sebagai:

H aα = {x | a, x = α }

Vektor a disebut sebagai normal bidang hiper.

Teorema 3.A.3

Persamaan bidang hiper H aα = {x | a, x = α } ekuivalen dengan:

{x | a, x − x 0 = 0}

di mana x 0 ∈ H aα dan a adalah normalnya. Selanjutnya persamaan bidang

hiper cukup ditulis dengan:

a, x − x 0 = 0
32

Bukti:

Misalkan x 0 memenuhi definisi bidang hiper dengan normal a , maka

a, x 0 = α . Jadi jika x adalah sebarang vektor lain yang memenuhi definisi

tersebut, a, x = α . Dengan demikian:

a, x = a, x 0

⇔ a, x – a, x 0 = 0

n n
⇔ ai xi – ai x 0i = 0
i =1 i =1

n
⇔ ai (xi − x0i ) = 0
i =1

⇔ a, x − x 0 = 0

Terbukti bahwa a, x − x 0 = 0 adalah persamaan bidang hiper dalam

n
yang melalui vektor x 0 dengan normal a .

Teorema ini juga mengatakan bahwa untuk sebarang dua vektor x 1 , x 2 ∈ H aα ,

maka a ortogonal terhadap x1 – x 2 .

Contoh 3.A.1
4
Untuk mencari persamaan bidang hiper dalam yang melalui titik

A (1,1,1,1) , B (2, 0,1, 0) , C (0, 2, 0,1) dan D (1,1, − 1, 0 ) , kita misalkan

p = AB =(1,−1,0,−1) ; q = BC = (− 2,2,−1,1) ; r = CD = (1,−1,−1,−1) .


T T T
33

Dari akibat 2.A.2, normal bidang hiper a = (a1 , a 2 , a3 , a 4 ) dapat dicari


T

dengan menggunakan syarat sebagai berikut:

i.) a⊥p ⇔ a, p = 0 ⇔ (a1 , a 2 , a3 , a 4 ) ⋅ (1,−1,0,−1) = 0

⇔ a1 − a 2 − a 4 = 0 (7)

ii.) a⊥q ⇔ a, q = 0 ⇔ (a1 , a 2 , a3 , a 4 ) ⋅ (− 2,2,−1,1) = 0

⇔ − 2a1 + 2a 2 − a3 + a 4 = 0 (8)

iii.) a ⊥ r ⇔ a, r = 0 ⇔ (a1 , a 2 , a3 , a 4 ) ⋅ (1,−1,−1,−1) = 0

⇔ a1 − a 2 − a3 − a 4 = 0 (9)

Dari sistem persamaan ini nilai-nilai skalar komponen vektor a

diperoleh dengan cara eliminasi dan subsitusi.

Dari persamaan (7) dan (9) diperoleh:

a1 − a2 − a4 = 0
a1 − a2 − a3 − a4 = 0 −
a3 =0

Subsitusi nilai a3 = 0 ke persamaan (8) dan eliminasi dengan persamaan (7):

− 2a1 + 2a 2 + a 4 = 0
a1 − a 2 − a 4 = 0 +
− a1 + a 2 =0
a1 = a 2

Subsitusi nilai a1 = a2 ke persamaan (7) diperoleh nilai a 4 = 0 .


34

Jadi untuk sebarang skalar α di mana a1 = a 2 = α , normal

a = (α , α ,0,0) . Dengan demikian, persamaan bidang hiper dalam R4 yang


T

melalui titik A (1,1,1,1) dengan normal a = (α , α ,0,0) adalah:


T

α ( x1 − 1) + α ( x2 − 1) = 0

⇔ αx1 − α + αx 2 − α = 0

⇔ α (x1 + x2 ) = 2α

Pada bidang hiper H aα , jika α = 0 dan a ≠ 0 maka bidang hiper

ditulis dengan H a0 = {x | a, x = 0} di mana a adalah normal bidang hiper H a0 .

Untuk menunjukkan hal ini, perhatikan langkah-langkah berikut:

Dari definisi bidang hiper H aα , untuk semua x ∈ H aα , x harus memenuhi

a, x = α dengan a adalah normal bidang hiper H aα . Ambil sebarang

x ∈ H a0 di mana a adalah normal bidang hiper H a0 dan 0 adalah skalar α .

Maka x memenuhi a, x = α di mana α = 0 . Jadi untuk semua x ∈ H a0 ,

x ∈ {x | a, x = 0}.

Ambil x ∈ {x | a, x = 0}, maka x memenuhi a, x = 0 di mana a adalah

n
suatu vektor dalam dan 0 adalah skalar. Dari definisi 3.A.5, dapat

ditentukan suatu bidang hiper H a0 di mana a adalah normal bidang hiper

tersebut dan α = 0 . Jadi untuk setiap x ∈ {x | a, x = 0}, x ∈ H a0 .


35

Bidang hiper H a0 = {x | a, x = 0} mempunyai persamaan dengan

bentuk:

a, x = 0

n
⇔ ai x i = 0
i =1

⇔ a1 x1 + a2 x2 + ... + an xn = 0

Dari bentuk ini disimpulkan bahwa bidang hiper H a0 memenuhi

definisi tentang ruang null. Berdasarkan teorema 2.C bahwa N(A) merupakan

n n
subruang dari maka bidang hiper H a0 juga merupakan subruang dari .

Teorema 3.A.4

Untuk sebarang a ∈ n
dan skalar α ∈ , maka H aα = H a0 + x 0 di mana

x 0 ∈ H aα .

Bukti:

Misalkan sebarang x, x 0 ∈ H aα , dan misalkan u = x − x 0 ,

Untuk x ∈ H aα a , x = α , dan

Untuk x 0 ∈ H aα a, x 0 = α .

Selanjutnya diperoleh: a, x = a, x 0

⇔ a, x – a, x 0 = 0
36

⇔ a, x − x 0 = 0

⇔ a, u = 0

sehingga u ∈ H a0 dengan a sebagai normal bidang hiper H a0 .

Karena u = x − x 0 maka x = u + x 0 , dan karena x ∈ H aα dan u ∈ H a0 , maka

H aα ⊆ H a0 + x 0 , x 0 ∈ H aα

Ambil sebarang vektor u ∈ H a0 , x 0 ∈ H aα , dan misalkan u = x − x 0 ,

Untuk u ∈ H a0 a ,u = 0 , dan

Untuk x 0 ∈ H aα a, x 0 = α

Selanjutnya diperoleh:

a,u + a, x 0 = 0 + α

⇔ a, u + x 0 = α

⇔ a, x − x 0 + x 0 = α

⇔ a, x = α

sehingga x ∈ H aα dengan a sebagai normal bidang hiper H aα . Karena

u + x 0 = x , dan karena u ∈ H a0 dan x ∈ H aα , maka

H a0 + x 0 ⊆ H aα , x 0 ∈ H aα

Contoh 3.A.2
2 3
Gambar dalam dan berikut mengilustrasikan teorema 3.A.4.
37

2
Dalam bidang hiper berupa garis.

a = (1, −1)
T
y=x ⇔ H a0 ,

H a0 + (0, 2 ) , (0, 2 )T ∈ H a2
T
y = x + 2 ⇔ H a2 =

H a0 + (2, 0 ) , (2, 0 )T ∈ H a−2


T
y = x − 2 ⇔ H a−2 =

3
Dalam bidang hiper berupa bidang.

a = (1,1,1)
T
y+x+z =0 ⇔ H a0 ,

H a0 + (0, 0,10) , (0, 0,10)T ∈ H a10


T
y + x + z = 10 ⇔ H a10 =

H a0 + (0, 0,−10) , (0, 0, − 10)T ∈ H a10


T
y + x + z = −10 ⇔ H a−10 =
38

Definisi 3.A.6 Bidang Hiper Paralel

Dua bidang hiper H aα1 dan H aα 2 dikatakan paralel jika normal dari kedua

bidang hiper tersebut merupakan perkalian skalar antara satu dengan lainnya.

n
B. Sifat-sifat Himpunan Konveks Dalam

Suatu himpunan dikatakan konveks jika sebarang dua vektor x1 dan

x 2 anggota himpunan tersebut, garis yang menghubungkan kedua vektor itu

juga termuat dalam himpunan yang dibicarakan.

Definisi 3.B.1 Konveks


n
Himpunan C ⊆ dikatakan konveks jika untuk setiap pasangan vektor x1 ,

x 2 ∈ C, maka segmen garis

[x1 , x 2 ] = {x | x = αx1 + βx 2 , α ≥ 0, β ≥ 0,α + β = 1}


termuat di C.

Contoh 3.B.1
2
Dalam gambar dari himpunan-himpunan berikut mengilustrasikan

himpunan konveks dan himpunan bukan konveks:


39

(a) {(x, y ) | x 2
}
+ y2 ≤ 1

Konveks

(b) ( x, y ) | 1 < x 2 + y 2 ≤ 1
2

Bukan Konveks

(c) {(x, y ) | y ≥ x } 2

Konveks

(d) {(x, y ) | x + y ≤ 1}

Konveks
40

(e) {(x, y ) | y ≥ 1 (1 + x )} 2

Bukan Konveks

n
Ruang-n ( ) adalah himpunan konveks. Walaupun sifat-sifat dari
2 3
himpunan konveks “jelas secara geometris” dalam dan , sifat-sifat ini
n
perlu dibuktikan dalam .

Untuk membuktikan hal ini, ambil sebarang x, y ∈ n


dan skalar

α,β ∈ . Dari teorema 2.A.1.a, berlaku bahwa αx + β y ∈ n


. Untuk

α ≥ 0, β ≥ 0 di mana α + β = 1 , maka αx + β y berupa segmen garis tertutup

[x, y ] . Jadi [x, y ] ⊆ n


.

Bidang hiper H aα = {x | a, x = α } adalah konveks. Sebagai bukti,

ambil vektor x dan y ∈ H aα di mana a adalah normal bidang hiper dan α

adalah skalar. Vektor x memenuhi a, x = α dan vektor y memenuhi

a, y = α . Akan ditunjukkan bahwa [x, y ] ⊆ H aα .

Ambil sebarang k ∈ [x, y ] , maka untuk λ ≥ 0, µ ≥ 0 dan λ + µ = 1

berlaku:

k = λx + µy

⇔ k = λ ( x1 , x2 ,..., xn ) + µ ( y1 , y2 ,..., yn )
41

⇔ k = (λx1 , λx2 ,..., λxn ) + (µy1 , µy2 ,..., µyn )

⇔ k = (λx1 + µy1 , λx2 + µy2 , ..., λxn + µyn )

⇔ k = (k1 , k 2 , ..., k n )

di mana k i = λxi + µy i untuk i = 1, 2, ..., n. Vektor k memenuhi keanggotaan

himpunan bidang hiper H aα di mana a adalah normalnya yang ditunjukkan

sebagai berikut:

n
a, k = ai k i
i =1

n
⇔ a, k = ai (λxi + µyi )
i =1

n n
⇔ a, k = ai λxi + ai µyi
i =1 i =1

n n
⇔ a, k = λ ai xi + µ ai yi
i =1 i =1

⇔ a, k = λ a, x + µ a, y

⇔ a, k = λα + µα

⇔ a, k = (λ + µ )α

⇔ a, k = α

Jadi untuk setiap k ∈ [x, y ] , maka k ∈ H aα .


42

3
Dalam sebuah bidang menentukan dua ruang.

3
Gambar 3.B.1 Bidang Cartesius

Perhatikan bidang-zoy pada gambar 3.B.1. Bidang tersebut membagi

ruang menjadi dua bagian, yakni ruang yang memuat absis positif dan ruang

yang memuat absis negatif. Bidang-xoz juga membagi ruang menjadi dua

bagian, yakni ruang yang memuat ordinat positif dan ruang yang memuat

ordinat negatif. Sedangkan bidang-xoy membagi ruang menjadi ruang yang

memuat aplikat positif dan ruang yang memuat aplikat negatif.

Ruang yang memuat absis, ordinat dan aplikat positif selanjutnya

disebut sebagai setengah ruang positif, dan ruang yang memuat absis, ordinat

dan aplikat negatif selanjutnya disebut sebagai setengah ruang negatif.


n
Dalam didefinisikan setengah ruang positif dan negatif yang

dipisahkan oleh bidang hiper H aα dan dilambangkan dengan H aα + dan H aα − .

n
Defini 3.B.2 Setengah Ruang dalam

Setengah ruang positif oleh H aα , dilambangkan dengan H aα + , didefinisikan

sebagai H aα + = {x | a, x > α } dan setengah ruang negatif H aα − didefinisikan

sebagai H aα − = {x | a, x < α }.
43

n
Definisi 3.B.3 Setengah Ruang Tertutup dalam
α+
Setengah ruang positif tertutup, dilambangkan dengan H a , didefinisikan

α−
sebagai pemampat dari H aα + . Setengah ruang negatif tertutup Ha

didefinisikan sebagai pemampat dari H aα − .

Teorema 3.B.1

Setengah ruang positif tertutup H a = {x | a, x ≥ α }, dan


α+

setengah ruang negatif tertutup H a = {x | a, x ≤ α }.


α−

Bukti:

Perhatikan himpunan H a = {x | a, x ≥ α }. Berdasarkan definisi 2.G.6, maka


α+

α+
akan ditunjukkan bahwa H a beranggotakan titik-titik limitnya.

i. Ambil x ∈ {x | a, x > α } maka dari definisi 3.B.2, x ∈ H aα + di mana a

adalah normal bidang hiper dan α adalah skalar. Akan ditunjukkan

α+
bahwa x ∈ H aα + adalah titik limit H a .

∀ε > 0 yang diberikan, selalu ∃y ≠ x , di mana y ∈ H aα + dan

y ∈ B(x, ε ) , sehingga x ∈ H aα + adalah titik limit H a , yakni jika diambil


α+

y−x <ε .
44

ii. Ambil x ∈ {x | a, x = α }, maka dari definisi 3.A.5, x ∈ H aα di mana a

adalah normal bidang hiper dan α adalah skalar. Akan ditunjukkan

α+
bahwa x ∈ H aα adalah titik limit H a .

Untuk ∀ε > 0 dapat dibentuk vektor y k ≠ x dengan (y k − x ) = ka di

1
mana k > 0 dan y k − x < ε.
k

Karena vektor (y k − x ) = ka maka y k ∈ H aα + . Untuk menunjukkan hal

ini, perhatikan perkalian skalar berikut:

a, y k − x = a, y k − a, x = a, y k − α .................................(1)

Sementara,

2
a, y k − x = a, ka = k a, a = k a .....................................(2)

Dari (1) dan (2) diperoleh:

2
a, y k − α = ka

2
⇔ a, y k = k a +α

2
Karena k > 0 dan a > 0 maka a, y k > α , sehingga y k ∈ H aα + .

1
Selanjutnya karena y k ≠ x dan y k − x < ε di mana k > 0 maka
k

y k ∈ B(x, ε ) .

Jadi ∀ε > 0 terdapat y ≠ x , y ∈ H aα + dan y ∈ B(x, ε ) , sehingga x ∈ H aα

α+
adalah titik limit H a .
45

α+
iii. Ambil x ∉ H a di mana a adalah normal bidang hiper dan α adalah

α+
skalar. Akan ditunjukkan bahwa x bukan titik limit H a .

Untuk ∀y ∈ H a jika diambil ε = min y − x maka ∀z ≠ x , z ∈ B (x, ε )


α+

α+ α+ α+
tetapi z ∉ H a . Jadi ∀x ∉ H a , x bukan titik limit H a .

Pembuktian secara analog juga berlaku bagi H a = {x | a, x ≤ α }.


α−

n
Setengah ruang bukan merupakan subruang dari . Untuk

menunjukkan hal ini, ambil sebarang x ∈ H aα + maka x memenuhi a, x > α .

Dari definisi 2.C.1, untuk skalar β < 0 berlaku:

n n
a, β x = a i β xi = β a i x i = β a, x
i =1 i =1

Karena β < 0 dan a, x > α maka a, βx < α sehingga βx ∉ H aα + .

α+ α+
Karena H a = H aα + ∪ H aα maka H aα + ⊆ H a , dan karena H aα + bukan

n α+
merupakan subruang dari maka H a juga bukan merupakan subruang dari
n
.

α−
Pernyataan yang sama juga berlaku bagi H aα − dan H a , yaitu bahwa

α− n
H aα − dan H a masing-masing bukan merupakan subruang dari .

Jika x 0 ∈ H aα , maka a, x 0 = α . Dengan demikian, untuk x ∈ H aα + ,

berlaku
46

a, x > α

⇔ a, x > a, x 0

⇔ a, x − a, x0 > 0

⇔ a, x − x 0 > 0

untuk semua x ∈ H aα + .

Dari teorema 2.A.3, diperoleh a, x − x 0 = a ⋅ x − x 0 cosθ . Karena

a, x − x 0 selalu positif sementara a ⋅ x − x 0 > 0 maka cos θ > 0 . Jadi

berdasarkan definisi 2.A.6, untuk sebarang vektor x ∈ H aα + berlaku bahwa

besar sudut yang dibentuk antara a dan x − x 0 adalah antara 0 rad dan π 2

rad.

Sebaliknya, untuk sebarang vektor x ∈ H aα − berlaku bahwa besar sudut

yang dibentuk antara a dan x − x 0 adalah antara π 2 rad dan π rad.

Selanjutnya akan ditunjukkan bahwa H aα + adalah himpunan konveks.

Andaikan x1 dan x 2 ∈ H aα + maka akan ditunjukkan [x1 , x 2 ] ⊆ H aα + . Misalkan

x ∈ [x1 , x 2 ] . Maka ada skalar λ ≥ 0, µ ≥ 0 dengan λ + µ = 1 sehingga

x = λx1 + µx 2 .

Karenanya,

a, x = a, λx1 + µx 2 = λ a, x1 + µ a, x 2 > λα + µα = (λ + µ )α = α

Jadi untuk x ∈ [x1 , x 2 ] , berlaku bahwa x ∈ H aα + .


47

α+
Dengan cara yang analog dapat ditunjukkan bahwa H aα − , H a dan

α−
H a adalah himpunan-himpunan konveks.

Contoh 3.B.2

Ortan non negatif dalam n


= {x | x = ( x1 , x2 ,..., xn ), xi ≥ 0, i = 1,2,..., n}

adalah konveks. Untuk menunjukkan hal ini, ambil dua vektor x dan y anggota

ortan non negatif dalam n


. Maka x = ( x1 , x 2 ,..., x n ) dan y = ( y1 , y 2 ,..., y n ) di

mana xi ≥ 0 dan y i ≥ 0 untuk i = 1,2,..., n . Akan ditunjukkan bahwa segmen

garis [x, y ] ada dalam ortan non negatif n


.

Ambil sebarang k ∈ [x, y ] , maka k = αx + βy di mana α ≥ 0, β ≥ 0

dan α + β = 1 . Untuk x = ( x1 , x 2 ,..., x n ) dan y = ( y1 , y 2 ,..., y n ) , diperoleh:

k = α ( x1 , x2 ,..., xn ) + β ( y1 , y2 ,..., yn )

⇔ k = (αx1 , αx2 ,...,αxn ) + (βy1 , βy2 ,..., βyn )

⇔ k = (αx1 + βy1 , αx2 + βy2 , ..., αxn + β yn )

Karena untuk setiap xi ≥ 0 dan y i ≥ 0 di mana i = 1,2,..., n dan karena

α ≥ 0, β ≥ 0, α + β = 1 maka αxi + βy i ≥ 0 sehingga [x, y ] ada dalam ortan

n
non negatif .
48

Contoh 3.B.3

Bola terbuka B(0, r ) = {x | x < r} adalah konveks. Pembuktiannya

sebagai berikut. Ambil a dan b ∈ B(0, r ) , maka a < r dan b < r . Akan

ditunjukkan bahwa [a, b] ⊆ B(0, r ) .

Ambil sebarang k ∈ [a, b ]. Maka untuk α ≥ 0, β ≥ 0 dan α + β = 1

berlaku k = αa + β b . Diperoleh panjang vektor k:

k = αa + β b ≤ α a + β b = α a + β b

Karena a < r dan b < r maka k ≤ α a + β b < αr + β r = (α + β )r = r .

Jadi untuk sebarang k ∈ [a, b] maka k ∈ B(0, r ) .

Saat kita berbicara tentang himpunan konveks, maka kita asumsikan

bahwa himpunan konveks tidak kosong.

n
Jika A dan B adalah sebarang dua himpunan dalam dan jika λ dan µ

adalah skalar-skalar, kita definisikan

λA + µB = {x | x = λa + µb, a ∈ A, b ∈ B}

Lema 3.B.1
n
Jika A dan B adalah himpunan-himpunan konveks dalam dan α dan µ

adalah skalar-skalar, maka λA + µB adalah konveks.


49

Bukti:

Misalkan x1 dan x 2 ∈ λA + µB maka harus ditunjukkan bahwa

[x1 , x 2 ] ⊆ λA + µB . Diketahui x1 = λa1 + µb1 untuk sebarang a1 ∈ A dan

b 1 ∈ B dan x 2 = λa 2 + µb 2 untuk sebarang a 2 ∈ A dan b 2 ∈ B . Ambil

sebarang x ∈ [x1 , x 2 ] , maka ada skalar-skalar α ≥ 0, β ≥ 0 dengan α + β = 1

sehingga x = αx1 + βx 2 . Karenanya,

x = αx1 + βx 2

⇔ x = α (λa1 + µb1 ) + β (λa 2 + µb 2 )

⇔ x = λ (αa1 + βa 2 ) + µ (αb1 + βb 2 )

⇔ x = λa 3 + µb 3

di mana a 3 = (αa1 + β a 2 ) dan b 3 = (αb 1 + βb 2 ) .

Karena A konveks maka a 3 ∈ A dan karena B juga konveks maka

b 3 ∈ B . Jadi, [x1 , x 2 ] ⊆ λA + µB .

Lema 3.B.2

Himpunan C⊆ n
adalah konveks jika dan hanya jika

λC + µC = (λ + µ )C untuk semua λ ≥ 0 dan µ ≥ 0 .

Bukti:

Jika C konveks maka untuk semua λ ≥ 0 dan µ ≥ 0 :

λC + µC = {x | x = λc + µc, λ ≥ 0, µ ≥ 0, c ∈ C}
50

⇔ λC + µC = {x | x = (λ + µ )c, α ≥ 0, µ ≥ 0, c ∈ C}
⇔ λC + µC = (λ + µ )C
Ambil c1 , c 2 ∈ C di mana λC + µC = (λ + µ )C dengan λ ≥ 0 dan µ ≥ 0 .

Akan ditunjukkan bahwa [c1 , c 2 ] ⊆ C .

Karena c1 , c 2 ∈ C maka berlaku λc1 + µc1 = (λ + µ )c1 dan λc 2 + µc 2 =

(λ + µ )c 2 . Ambil c ∈ [c1 , c 2 ] , maka untuk α ≥ 0, β ≥ 0 dengan α + β = 1

berlaku c = α c1 + β c 2 . c ∈ C jika:

λc + µc = λ (α c1 + β c 2 ) + µ (α c1 + β c 2 )

⇔ λc + µc = λα c1 + λβ c 2 + µα c1 + µβ c 2

⇔ λc + µc = (λα c1 + µα c1 ) + (λβ c2 + µβ c2 )
⇔ λc + µc = (λ + µ )(α c1 ) + (λ + µ )(β c2 )
⇔ λc + µc = (λ + µ )(α c1 + β c2 )
⇔ λc + µc = (λ + µ )c
Sehingga [c1 , c 2 ] ⊆ C di mana λ ≥ 0 dan µ ≥ 0 .

Lema 3.B.3

Misalkan A1 ⊆ n1
, A2 ⊆ n2
, ..., Ak ⊆ nk
dan misalkan A1, A2, …, Ak

konveks.

n1 + n2 +...+ nk
Maka A1 x A2 x … x Ak adalah himpunan konveks dalam .
51

Bukti:

Misalkan = A1 x A2 x … x Ak. Untuk sebarang vektor x dan y ∈ ,

x = (x1 , x 2 ,..., x k ) dan y = (y 1 , y 2 ,..., y k ) di mana untuk i = 1, 2, ..., k,

x i , y i ∈ Ai dan masing-masing Ai konveks. Harus ditunjukkan bahwa

∀p ∈ [x, y ] p∈ .

Untuk p ∈ [x, y ] , maka ada skalar α ≥ 0, β ≥ 0 dan α + β = 1

sedemikian hingga p = αx + β y . Karena x = (x1 , x 2 ,..., x k ) dan

y = (y 1 , y 2 ,..., y k ) , diperoleh:

p = α (x1 , x 2 ,..., x k ) + β (y 1 , y 2 ,..., y k )

⇔ p = (αx1 , αx 2 ,...,αx k ) + (βy 1 , βy 2 ,..., βy k )

⇔ p = (αx1 + βy1 , αx 2 + βy 2 , ..., αx k + βy k )

Karena x i , y i ∈ Ai dan Ai konveks untuk i = 1,2,..., k , maka

αx i + β y i ∈ Ai . Jadi p ∈ .

Lema 3.B.4

Jika A adalah konveks, maka pemampat A juga konveks.

Bukti:

Misalkan x dan y ∈ A , maka harus ditunjukkan bahwa [x, y] ⊆ A .


Ambil z ∈ [x, y ] , maka z = αx + β y untuk semua α ≥ 0, β ≥ 0 dan α + β = 1 .

Dari akibat 2.H.2, ada barisan vektor {x k } dan {y k } di mana


52

x k , y k ∈ A dan k > 0 sedemikian sehingga lim x k = x dan lim y k = y . Karena

A konveks, maka ada z k = αx k + βy k ∈ A untuk setiap k. Untuk k → ∞

diperoleh

lim z k = lim(αx k + βy k )

⇔ lim z k = lim αx k + lim βy k

⇔ lim z k = α lim x k + β lim y k

⇔ lim z k = αx + β y

⇔ lim z k = z

Berdasarkan akibat 2.H.1 disimpulkan z ∈ A . Jadi A konveks.

Lema 3.B.5

Misalkan C himpunan konveks dengan int(C) ≠ Ø. Untuk sebarang x1 ∈

int(C) dan x 2 ∈ C , maka segmen garis [x1 , x 2 ) ⊆ int (C) .

Bukti:

Dalam pembuktian ini akan ditinjau melalui dua kasus, yaitu:

i. Untuk x1 ∈ int(C) dan x 2 ∈ C.

ii. Untuk x1 ∈ int(C), x 2 ∈ C dan x 2 ∉ C .

Untuk kasus i. asumsikan bahwa x1 ∈ int(C) dan x 2 ∈ C. Gambar

3.B.2 berikut ini akan membantu kita mengabstraksikan pembuktian. Di dalam

gambar diasumsikan bahwa x 2 − x1 = 1 . 5


53

x1 αr r
β x =
α x2 α 1

Gambar 3.B.2 x1 ∈ int(C) dan x 2 ∈ C

Akan ditunjukkan bahwa untuk sebarang vektor x ∈ [x1 , x 2 ) , maka

x ∈ int (C ) . Karena x1 ∈ int (C ) , tinggal menunjukkan untuk x ∈ (x1 , x 2 ) ,

maka x ∈ int (C ) .

Untuk sebarang x ∈ (x1 , x 2 ) , maka x = αx 1 + β x 2 dengan

α > 0, β > 0 dan α + β = 1 . Karena x1 ∈ int(C ) , maka ada lingkaran dengan

jari-jari r > 0 berpusat di x1 yang seluruh anggota lingkarannya adalah

anggota C. Dari x 2 dibuat suatu garis singgung ke lingkaran yang berpusat di

x1 , dan dari x dibuat suatu garis yang tegak lurus (x 2 − x1 ) sedemikian

sehingga titik ujungnya tepat pada garis singgung, maka akan terbentuk

segitiga yang sebangun sehingga panjang garis ini adalah αr . Karena

x 2 − x = α x 2 − x1 dengan segitiga-segitiga yang sebangun, kita buat

lingkaran baru dengan pusat di x dan jari-jari αr yang terletak dalam C. Ini

akan menunjukkan bahwa x ∈ int(C ) .


54

Untuk x1 ∈ int(C ) , ada r > 0 sedemikian hingga B(x1 , r ) ⊂ C . Jika

x ∈ (x1 , x 2 ) , maka x = αx1 + βx 2 dengan α > 0, β > 0 dan α + β = 1 . Harus

ditunjukkan bahwa B(x, αr ) ⊂ C , sehingga x ∈ int (C ) .

y−x
Untuk sebarang y ∈ B(x, αr ) dan sebarang z = x1 + , berlaku
α

y−x αr
z − x1 = < = r , karena itu z ∈ B(x1 , r ) dan z ∈ C .
α α

Vektor y menjadi

y = α (z − x1 ) + x

⇔ y = α (z − x1 ) + αx1 + βx 2

⇔ y = αz + β x 2

Karena C konveks, y ∈ C sehingga x ∈ int (C ) .

Sekarang untuk kasus ii. ambil x1 ∈ int(C), x 2 ∈ C dan x 2 ∉ C .

Perhatikan gambar 3.B.3. Pada gambar ini juga diasumsikan bahwa

x 2 − x1 = 1 .

x2
α
ρ
z1 x z2
µ
β ρ µ r
x1 = <
α β β

Gambar 3.B.3 x1 ∈ int(C), x 2 ∈ C dan x 2 ∉ C


55

Karena x1 ∈ int (C ) , ada r > 0 sedemikian hingga B(x1 , r ) ⊂ C . Untuk

membuktikan lema 3.B.5, harus ditunjukkan bahwa jika x ∈ (x1 , x 2 ) , maka

x ∈ int (C ) .

Jika x ∈ (x1 , x 2 ) , ada α > 0, β > 0, α + β = 1 sehingga x = αx1 + βx 2 ,

x − x1 β
dan berdasarkan lema 3.A, = . Karena x 2 ∈ C maka berdasarkan
x − x2 α

definisi 2.G.6, x 2 adalah titik limit C dan karena x 2 ∉ C maka dari definisi

α
2.G.5, ada z 2 ∈ C sedemikian sehingga z 2 − x 2 < r .
β

β
Didefinsikan z 1 = x 1 − (z 2 − x 2 ) dan diperoleh:
α

β
z 1 − x1 = − z − x2
α 2

β α
⇔ z 1 − x1 < − r
α β

⇔ z 1 − x1 < r

sehingga z 1 ∈ int (C ) .

Untuk vektor x,

x = αx 1 + β x 2

β
⇔ x = α z1 + (z 2 − x 2 ) + βx 2
α

⇔ x = αz1 + βz 2 − βx 2 + βx 2

⇔ x = αz 1 + βz 2
56

Karena z 1 ∈ int (C ) dan z 2 ∈ C , maka dari kasus i. x ∈ int (C ) .

Akibat 3.B.1

Jika C konveks maka int(C) konveks.

Bukti:

Ambil x1 dan x 2 ∈ int(C) . Akan ditunjukkan bahwa [x1 , x 2 ] ∈ int(C ) .

Karena x1 dan x 2 ∈ int (C) , cukup ditunjukkan bahwa (x1 , x 2 ) ∈ int (C) .
Berdasarkan pembuktian lema 3.B.5 kasus i. halaman 52, telah ditunjukkan

bahwa (x1 , x 2 ) ∈ int (C) .

Akibat 3.B.2

Untuk sebarang C konveks dan int (C ) ≠ φ ,

i.) int( C) = C

ii.) int(C) = int( C ).

Bukti i.):

Untuk sebarang himpunan C, int(C) ⊆ C, berlaku bahwa int( C) ⊆ C .

Untuk sebarang x ∈ C maka untuk sebarang y ∈ int(C), segmen garis

[y, x ) ⊆ int(C). Karena itu x ∈ int( C) , sehingga C ⊆ int( C) .


57

Bukti ii.):

Karena untuk sebarang himpunan C, C ⊆ C , berlaku bahwa int(C) ⊆

int (C ) .

Untuk sebarang x ∈ int( C ) maka dari definisi 2.G.3 ada r > 0

sedemikian hingga B( x , r ) ⊂ C . Sekarang untuk sebarang y ∈ int(C)

ada segmen garis [y, z ) yaitu perpanjangan dari segmen garis [y, x] yang

panjangnya dari y kurang dari r melewati x . Dari lema 3.b.5 z ∈ C , dan

karena y ∈ int(C), diperoleh [y, z ) ∈ int(C). Secara khusus, x ∈ int(C).

C. Teorema Caratheodory

Pada sub bab ini, akan dibahas mengenai konsep-konsep yang

mendasari Teorema Caratheodory.

Lema 3.C.1

Misalkan {Cα } adalah keluarga dari himpunan-himpunan konveks sedemikian

sehingga C = α Cα tidak kosong, maka C konveks.

Bukti:

Untuk sebarang x1 dan x 2 ∈ C , maka untuk sebarang bilangan bulat i,

vektor-vektor x1 , x 2 ∈ Ci . Karena untuk sebarang i himpunan Ci konveks

maka [x1 , x 2 ] ⊆ Ci . Dengan demikian [x1 , x 2 ] ⊆ C . Jadi C konveks.


58

Untuk setiap bilangan bulat positif n, didefinisikan

n
Pn = p = ( p1 ,..., pn ) | pi ≥ 0,
T
pi = 1
i =1

Jika n = 1 , P1 adalah titik 1. Jika n = 2 , P2 adalah segmen garis

tertutup yang menghubungkan (0,1) dan (1,0 ) . Jika n = 3 , P3 adalah segitiga

tertutup dengan titik-titik sudut (1,0,0 ) , (0,1,0 ) , dan (0,0,1) . Mudah dipahami

bahwa, untuk setiap n, Pn adalah himpunan konveks tertutup.

Definisi 3.C.1 Kombinasi Konveks


n
Vektor x ∈ adalah kombinasi konveks dari vektor-vektor x1 , …, x k jika

ada p = ( p1 ,..., p k ) ∈ Pk sedemikian hingga x = p1 x1 + p 2 x 2 + ... + p k x k .

Lema 3.C.2
n
Himpunan C ⊆ adalah konveks jika dan hanya jika setiap kombinasi

konveks dari vektor-vektor anggota C juga ada di dalam C.

Bukti:

Jika C konveks, maka akan ditunjukkan bahwa setiap kombinasi konveks

dari vektor-vektor anggota C juga ada di dalam C. Dalam pembuktian

pernyataan ini, digunakan metode induksi matematika.

Untuk k = 1, jelas benar karena kombinasi konveksnya adalah vektor itu

sendiri.

Andaikan benar untuk k vektor, yakni bahwa


59

x = l1x1 + l2 x 2 + ... + lk x k ∈ C dengan l = (l1 ,..., lk ) ∈ Pk

Akan ditunjukkan benar untuk k + 1 vektor, yakni bahwa

x = p1x1 + ... + pk x k + pk +1x k +1 ∈ C dengan p = ( p1 ,..., p k , p k +1 ) ∈ Pk +1

k +1
Jika p k +1 = 1 , maka dari syarat pi ≥ 0 dan pi = 1 , berakibat bahwa
i =1

p1 = ... = pk = 0 , sehingga kombinasi konveksnya adalah vektor itu

sendiri.

k +1
Jika p k +1 < 1 , maka dari syarat pi ≥ 0 dan pi = 1 , berakibat bahwa
i =1

k
p i > 0 sehingga kombinasi konveksnya ditulis sebagai berikut:
i =1

x = p1 x1 + p 2 x 2 + ... + p k x k + p k +1 x k +1

⇔ x = ( p1 x1 + p 2 x 2 ... + p k x k ) + p k +1 x k +1

k
pi
⇔ x= i =1
k
( p1 x1 + p 2 x 2 ... + p k x k ) + p k +1 x k +1
pi
i =1

k
p1 p2 pk
⇔ x= pi k
x1 + k
x 2 ... + k
x k + p k +1 x k +1 (1)
i =1
pi pi pi
i =1 i =1 i =1

Perhatikan bentuk dalam tanda kurung pada persamaan (1).

p1 p2 pk k
Misalkan q = k
, k
,..., k
dengan p i > 0 . Maka
i =1
pi pi pi
i =1 i =1 i =1
60

k
p1 p2 pk
qi = k
+ k
+ ... + k
i =1
pi pi pi
i =1 i =1 i =1

k
p1 + p2 + ... + pk
⇔ qi = k
i =1
pi
i =1

k
pi
⇔ qi = i =1
k
i =1
pi
i =1

k
⇔ qi = 1
i =1

Sehingga bentuk dalam tanda kurung pada persamaan (1) adalah bentuk

kombinasi konveks dari k vektor anggota C. Karena itu, x dapat dipandang

sebagai kombinasi konveks dari dua vektor anggota C, dan karena C

konveks, maka x ∈ C .

Jika untuk setiap kombinasi konveks dari vektor-vektor anggota C ada

dalam C, maka harus ditunjukkan bahwa C konveks.

Ambil x1 dan x 2 ∈ C . Akan ditunjukkan [x1 , x 2 ] ⊆ C .

Misalkan x ∈ [x1 , x 2 ] , maka x = αx1 + βx 2 dengan α ≥ 0, β ≥ 0, α + β = 1 .

Nampak bahwa α dan β memenuhi definisi Pk sehingga x merupakan

suatu kombinasi konveks dari x1 dan x 2 . Jadi [x1 , x 2 ] ⊆ C .

Untuk sebarang himpunan A, misalkan K(A) menotasikan himpunan

semua kombinasi konveks dari vektor-vektor anggota A, maka menurut lema


61

3.C.2, K(A) adalah konveks dengan memandang K(A) sebagai C. Lebih

jelasnya bahwa:

A ⊆ K ( A) (2)

Definisi 3.C.2 Konveks Hull

Andaikan A⊆ n
dan {Ci | Ci konveks, A ⊆ Ci , ∀i ∈ I } yaitu keluarga

himpunan konveks yang memuat A.

Konveks hull dari himpunan A yang dinotasikan oleh co(A), adalah irisan dari

himpunan-himpunan konveks yang memuat A dan ditulis sebagai:

co( A) = Ci
i∈I

n
Andaikan A ⊆ n
dan A ≠ φ . Berdasarkan halaman 40, karena

konveks maka co( A) ≠ φ , dan berdasarkan lema 3.C.1, karena irisan

himpunan konveks adalah konveks, maka co(A) konveks. Juga berdasarkan

definisi 3.C.2, karena co( A) = Ci maka co( A) ⊆ Ci untuk sebarang


i∈I

himpunan konveks Ci yang memuat A, sehingga berlaku bahwa co(A) adalah

himpunan konveks terkecil yang memuat A.

Teorema 3.C.1

Konveks hull dari sebuah himpunan A adalah himpunan semua kombinasi

konveks dari vektor-vektor anggota A, karena itu co(A) = K(A).


62

Bukti:

Misalkan {C i } menotasikan keluarga himpunan konveks sebanyak i yang

memuat A. Karena A ⊂ co( A) dan co( A) = Ci sedangkan menurut


i∈I

bentuk (2) halaman 61, A ⊆ K ( A) dimana K(A) adalah himpunan

kombinasi konveks dari k vektor anggota A, maka co(A) ⊆ K(A).

A ⊆ Ci untuk setiap bilangan bulat positif i dan dari lema 3.C.2 berlaku

bahwa untuk setiap i, semua kombinasi konveks dari vektor-vektor dalam

A, juga anggota C i . Karena itu untuk sebarang i, K(A) ⊆ C i . Sehingga

K(A) ⊆ C i = co(A).
i∈I

Akibat 3.C

Himpunan A konveks jika dan hanya jika A = co(A)

Bukti:

Akan ditunjukkan bahwa jika A konveks maka A = co(A).

i. Karena co(A) = K(A) dan dari bentuk (2) halaman 61, yakni

A ⊆ K ( A) , maka berlaku A ⊆ co( A) .

ii. Karena A konveks, maka menurut lema 3.C.2, K ( A) ⊆ A , sehingga

karena K ( A) = co( A) berlaku bahwa co( A) ⊆ A .


63

Akan ditunjukkan bahwa jika A = co(A) maka A konveks.

Karena A = co(A) = K(A), maka A adalah himpunan semua kombinasi

konveks dari vektor-vektor anggota A. Dari lema 3.C.2 berlaku bahwa A

konveks.

Teorema 3.C.2 (TEOREMA CARATHEODORY)

Untuk sebarang A ⊂ n
dan sebarang x ∈ co(A), maka ada n + 1 vektor-

vektor x1 , …, x n+1 ∈ A dan vektor p ∈ Pn + 1, sedemikian sehingga:

x = p1x1 + ... + p n +1 x n +1

Bukti:

Jika x ∈ co(A), maka dari teorema 3.C.1,

m
x= qi x i xi ∈ A i = 1,..., m q = (q1 ,..., q m ) ∈ Pm (3)
i =1

untuk sebarang bilangan bulat positif m dan sebarang q ∈ Pm .

Jika persamaan dalam bentuk (3) m ≤ n + 1 , maka teorema ini telah

dibuktikan dalam pembuktian lema 3.C.2, halaman 58.

Jika persamaan dalam bentuk (3) m > n + 1 , maka kita selalu dapat

menyatakan x sebagai kombinasi konveks dari paling banyak m − 1 vektor-

vektor anggota A. Cara seperti ini dapat diulang sampai dengan hasil yang

diinginkan, yaitu x sebagai kombinasi konveks dari n + 1 vektor.

Andaikan persamaan dalam bentuk (3) m > n + 1 . Untuk m −1 > n ,

maka vektor-vektor anggota n


adalah (x1 − x m ), (x 2 − x m ),..., (x m−1 − x m ) .
64

Karena m > n + 1 , maka menurut teorema 2.E, m − 1 vektor tersebut adalah

bergantung linear. Sehingga menurut definisi 2.D.4, terdapat skalar-skalar

λ1 , λ 2 ,..., λ m−1 yang tidak semuanya nol sedemikian sehingga,

0 = λ1 (x1 − x m ) + λ2 (x 2 − x m ) + ... + λm −1 (x m −1 − x m )

⇔ 0 = λ1x1 + λ2 x 2 + ... + λm −1x m −1 − (λ1 + λ2 + ... + λm −1 )x m

Misalkan λm = −(λ1 + λ2 + ... + λm −1 ) , diperoleh

0 = λ1x1 + λ2 x 2 + ... + λm−1x m−1 + λm x m

m
⇔ 0 = λi x i (4)
i =1

dan

m
λi = 0 (5)
i =1

Dari persamaan (3) dan (4), untuk sebarang t berlaku bahwa

m
x = qi x i − t ⋅ 0
i =1

m m
⇔ x = qi x i − t ⋅ λi x i
i =1 i

m m
⇔ x = qi x i − tλi x i
i =1 i

m
⇔ x = (qi − tλi )xi (6)
i =1
65

Akan ditunjukkan bahwa ada nilai t sedemikian sehingga:

i. (qi − tλi ) ≥ 0 , dan


m
ii. (qi − tλi ) = 1 .
i =1

Untuk membuktikan pernyataan i., ambil I = {i | i = 1,..., m, λi > 0} .

Dari pernyataan sebelumnya, karena terdapat skalar-skalar λ1 , λ 2 ,..., λ m−1 yang

tidak semuanya nol, dan juga dari persamaan (5) maka berlaku bahwa I ≠ φ .

Andaikan i0 menotasikan sebuah indeks dalam I sedemikian sehingga

qi 0 qi
= min i ∈ I |
λi 0 λi

qi 0
di mana qi ≥ 0 dan λi > 0 . Ambil t = , maka t ≥ 0 .
λi 0

Untuk i ∈ I , maka berlaku:

(qi − tλi ) = λi (qi − tλi ) = λi qi



tλi
= λi
qi

qi 0
≥0
λi λi λi λi λi 0

dengan persamaan sama dengan nol terjadi jika i = i0 .

Untuk i ∉ I , maka λi ≤ 0 sehingga (qi − tλi ) ≥ 0 dengan persamaan

sama dengan nol terjadi jika q i = 0 dan t = 0 .

Pembuktian pernyataan ii. dilakukan dengan menggunakan persamaan

bentuk (5), sehingg diperoleh:

m m m m m m
(qi − tλi ) = qi − tλi = qi − t λi = qi − 0 = 1
i =1 i =1 i =1 i =1 i =1 i =1
66

Contoh 3.C.

Misalkan A⊂ 2
di mana {
A = x = ( x1 , x2 ) | 1 ≤ ( x1 − 3) + x22 ≤ 4, x1 , x2 ∈
T 2
}.
Daerah himpunan A ditunjukkan pada gambar berikut:

Daerah himpunan A

{
Jelas bahwa co( A) = x = ( x1 , x2 ) | ( x1 − 3) + x22 ≤ 4, x1 , x2 ∈
T 2
}.
T
1
Ambil x = 3, ∈ co( A) . Akan ditunjukkan bahwa ada x1 , x 2 , x 3 ∈ A dan
2

p ∈ P3 sedemikian sehingga:

T
1
3, = p1 x 1 + p 2 x 2 + p 3 x 3
2

3 x11 x21 x31


⇔ 1 = p1 x + p2 x + p3 x
2 12 22 32

Ada banyak penyelesaian bagi SPL di atas, karena jumlah variabel lebih banyak

dari pada jumlah persamaan linearnya. Oleh karena itu jika diambil x1 = (1, 0)
T

T
1 1 1
dan x 2 = (5, 0) ∈ A , dan p =
T
, , ∈ P3 , maka berlaku:
3 3 3

3 1 1 1 5 1 x31
1 =3 0 +3 0 +3 x
2 32
67

1 5 1
3 = + + x31
⇔ 3 3 3
1 1
= x32
2 3

x31 = 3
⇔ 3
x32 =
2

T T
1 3
∈ co( A) , ada x1 = (1,0 ) , x 2 = (5,0) , x 3 = 3,
T T
Jadi untuk x = 3, ∈ A dan
2 2

T
1 1 1
p= , , ∈ P3 sedemikian sehingga:
3 3 3

3 1 1 1 5 1 3
1 = + + 3
2 3 0 3 0 3 2

Gambar:

x3

x
x1 x2

Kombinasi konveks 3 vektor anggota A


BAB IV

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dari penulisan skripsi ini dapat disimpulkan beberapa

hal berikut: untuk setiap bilangan bulat positif n, didefinisikan

n
Pn = p = ( p1 ,..., pn ) | pi ≥ 0,
T
pi = 1
i =1

n
Vektor x ∈ adalah kombinasi konveks dari vektor-vektor x1 , …, x k jika ada

p = ( p1 ,..., p k ) ∈ Pk sedemikian hingga x = p1 x1 + p 2 x 2 + ... + p k x k . Selanjutnya

himpunan C ⊆ n
adalah konveks jika dan hanya jika setiap kombinasi konveks

dari vektor-vektor anggota C juga ada di dalam C.

Untuk sebarang himpunan A, misalkan K(A) menotasikan himpunan

semua kombinasi konveks dari k vektor anggota A, maka K(A) adalah konveks.

Ini juga berakibat bahwa A ⊆ K ( A) .

Andaikan A ⊆ n
dan {C i | Ci konveks, A ⊆ Ci , ∀i ∈ I } yaitu keluarga

himpunan konveks yang memuat A. Konveks hull dari himpunan A yang

dinotasikan oleh co(A), adalah irisan dari himpunan-himpunan konveks yang

memuat A dan ditulis sebagai co( A) = Ci . Karena n


konveks maka co( A) ≠ φ ,
i∈I

dan karena irisan himpunan konveks adalah konveks, maka co(A) konveks. Juga

karena co( A) = Ci berlaku bahwa co(A) adalah himpunan konveks terkecil


i∈I

yang memuat A.

68
69

Convex hull dari sebuah himpunan A adalah himpunan semua kombinasi

konveks dari vektor-vektor anggota A, karena itu co(A) = K(A). Jadi himpunan A

konveks jika dan hanya jika A = co(A).

Selanjutnya Teorema Caratheodory mengatakan: untuk sebarang

A⊂ n
dan sebarang x ∈ co(A), maka ada n + 1 vektor-vektor x1 , …, x n +1 ∈ A

dan vektor p ∈ Pn + 1, sedemikian sehingga:

x = p1 x1 + ... + p n +1 x n +1
DAFTAR PUSTAKA

n
Berkovitz, Leonard D. 2002. Convexity and Optimization in . New York: John
Wiley & Sons, Inc.

Boyd, Stephen and Lieven Vandenberghe. 2004. Convex Optimization.


Cambridge: United Kingdom at the University Press.

Bruckner, Andrew M. And Judith B. Bruckner. 1997. Real Analysis. New Jersey:
Prentice-Hall, Inc.

Chong, Edwin K. P. and Stanislaw H. Zak. 1996. An Introduction to Optimization.


New York: John Wiley & Sons, Inc.

Hiriart-Urruty, Jean-Baptiste and Claude Lemarechal. 1993. Convex Analysis and


Minimization Algorithms I. Germany: Springer-Verlag Berlin Heidelberg.

Leon, Steven J. 2001. Ajlabar Linear Dan Aplikasinya. Alih bahasa: Drs. Alit
Bondan, M. Sc. dan Hendra Gunawan, Ph. D. Jakarta: Erlangga.

R. Soemantri. Bahan ajar mata kuliah Analisis Real II.

Stewart, James. 1999. Calculus fourth edition. USA: Brooks/Cole Publishing


Company.

Stoll, Robert R. 1963. Set Theory and Logic. New Delhi: Ram Nagar.

Wade, William R. 1995. An Introduction To Analysis. New Jersey: Prentice-Hall,


Inc.

70

You might also like