Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
Stella darmadi F24060717
KONSEP MUTU
Mutu pangan merupakan seperangkat sifat atau faktor pada produk
pangan yang membedakan tingkat pemuas/aseptabilitas produk itu bagi
pembeli/konsumen. Mutu pangan bersifat multi dimensi dan mempunyai banyak
aspek. Aspek-aspek mutu pangan tersebut antara lain adalah aspek gizi (kalori,
protein, lemak, mineral, vitamin, dan lain-lain); aspek selera (indrawi, enak,
menarik, segar); aspek bisnis (standar mutu, kriteria mutu); serta aspek kesehatan
(jasmani dan rohani). Kepuasan konsumen berkaitan dengan mutu.
Peranan kelas mutu adalah sebagai keadilan mutu; pelayanan pada
konsumen; penggunaan produk yang berbeda; menghadapi keragaman produk
dan bidang usaha. Sedangkan unsur mutu dapat dibagi menjadi tiga, yaitu sifat
mutu, parameter mutu, dan faktor mutu. Parameter mutu adalah gabungan dari
dua atau lebih sifat mutu yang menjadi suatu ukuran. Sedangkan faktor mutu
adalah sesuatu yang berkaitan dengan produk tetapi tidak bisa diukur dan
dianalisa oleh peralatan apapun juga.
Ada enam sifat mutu, yaitu dasar penilaian mutu; kepentingan
(standarisasi, uji mutu, sertifikasi, dan penggunaan produk); sifat subyektif
(morfologi, fisik, mekanik, kimiawi, mikrobiologi, fisiologik, dan anatomi);
aspek penting (cacat, pencemaran/pemalsuan, sanitasi); serta sanitasi (merupakan
tiang mutu). Faktor mutu terbagi menjadi empat, yaitu asal daerah, varietas/ras,
umur panen, dan faktor pengolahan.
Berbicara mengenai mutu bahan pangan, pasti tidak lepas dari berbagai
jenis perincian mutu. Segala garis besar mutu bahan pangan dapat dicirikan
berdasarkan mutu sensorik/indrawi/organoleptiknya, mutu kimianya, mutu
fisiknya ataupun mutu mikrobiologinya. Mutu sensorik merupakan sifat
produk/komoditas pangan yang diukur dengan proses pengindraan menggunakan
penglihatan (mata), penciuman (hidung), pencicipan (lidah), perabaan (ujung jari
tangan), dan pendengaran (telinga). Fungsi uji sensori adalah sebagai alat
pemeriksaan produk pangan, pengendalian proses, dan pengamatan sifat mutu
dalam penelitian. Contoh pertanyaan dalam quality control di industri pangan
yang dijawab dengan analisis sensorik adalah mengenai apakah spesifikasi target
itu, apakah produk selaras dengan spesifikasi target, variasi kualitas apakah yang
diharapkan, apa variasi normal pada setiap atribut, serta apakah terdapat
perbedaan yang terlihat antara uji dengan standar. Beberapa parameter penting
mutu sensorik antara lain bentuk, ukuran, warna, tekstur, bau, dan rasa. Kekhasan
sifat sensorik adalah penggunaan manusia sebagai instrumen pengukur. Dengan
demikian hasil reaksinya bersifat fisikopsikologik dan seringkali sulit
dideskripsikan. Selain pengolahan informasi dalam uji ini pun bersifat spesifik.
Sifat mutu sensorik semata berisi sifat hedonik (suka – tidak suka; enak/lezat –
tidak enak) bersifat sangat subyektif dipengaruhi latar belakang, tradisi,
kebiasaan, pengalaman pendidikan, prestise, dan lain-lain. Beberapa sifat fisik
penting dalam bahan pangan adalah berat jenis, titik beku, titik gelatinisasi pati,
bilangan penyabunan, dan indeks bias. Dengan kata lain sifat fisik berhubungan
dengan karakteristik bahan dan komponennya. Salah satu karakter penting yang
berhubungan dengan sifat fisik adalah sifat fungsional dari bahan pangan atau
komponennya.
Penerapan konsep mutu di bidang pangan dalam arti luas memiliki
pengertian yang sangat beragam. Kramer dan Twigg (1983) menyatakan bahwa
mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik
(warna, tekstur, rasa dan bau). Hal ini digunakan konsumen untuk memilih
produk secara keseluruhan. Sementara itu, Gatchallan (1989) dalam Hubeis
(1994) berpendapat bahwa mutu dianggap sebagai derajat penerimaan konsumen
terhadap produk yang dikonsumsi berulang (seragam atau konsisten dalam
standar dan spesifikasi), terutama sifat organoleptiknya. Juran (1974) dalam
Hubeis (1994) menilai mutu sebagai kepuasan (kebutuhan dan harga) yang
didapatkan konsumen dari integritas produk yang dihasilkan produsen. Menurut
Fardiaz (1997), mutu berdasarkan ISO/DIS 8402–1992 didefinsilkan sebagai
karakteristik menyeluruh dari suatu wujud apakah itu produk, kegiatan, proses,
organisasi atau manusia, yang menunjukkan kemampuannya dalam memenuhi
kebutuhan yang telah ditentukan.
Kramer dan Twigg (1983) mengklasifikasikan karakteristik mutu bahan
pangan menjadi dua kelompok, yaitu : (1) karakteristik fisik/tampak, meliputi
penampilan yaitu warna, ukuran, bentuk dan cacat fisik; kinestika yaitu tekstur,
kekentalan dan konsistensi; flavor yaitu sensasi dari kombinasi bau dan cicip, dan
(2) karakteristik tersembunyi, yaitu nilai gizi dan keamanan mikrobiologis.
Berdasarkan karakteristik tersebut, profil produk pangan umumnya ditentukan
oleh ciri organoleptik kritis, misalnya kerenyahan pada keripik. Namun
demikian, ciri organoleptik lain seperti bau, aroma, rasa dan warna juga ikut
menentukan profil produk pangan. Pemenuhan spesifikasi dan fungsi produk
pada produk pangan yang bersangkutan dilakukan menurut standar estetika
(warna, rasa, bau, dan kejernihan), kimiawi (mineral, logam berat dan bahan
kimia yang ada dalam bahan pangan), dan mikrobiologi (tidak mengandung
bakteri Eschericia coli dan patogen).
Mutu harus dirancang dan dibentuk ke dalam produk (Kadarisman, 1996).
Kesadaran akan mutu harus dimulai pada tahap sangat awal, yaitu gagasan
konsep produk, setelah persyaratan–persyaratan konsumen diidentifikasi.
Kesadaran upaya membangun mutu ini juga harus dilanjutkan melalui berbagai
tahap pengembangan dan produksi selanjutnya, bahkan setelah pengiriman
produk kepada konsumen untuk memperoleh umpan balik dari konsumen. Hal ini
dikarenakan upaya–upaya perusahaan terhadap peningkatan mutu produk lebih
sering mengarah kepada kegiatan–kegiatan inspeksi serta memperbaiki cacat dan
kegagalan selama proses produksi.
STANDARDISASI MUTU
Sistem standarisasi mutu memuat kebijakan mutu, standarisasi mutu oleh
instansi, cara pengendalian mutu, cara analisa dan jaminan mutu. Secara umum
standarisasi mutu memiliki tujuan sebagai berikut :
a. Mencapai kepastian mutu
b. Mencapai keseragaman/konsistensi mutu
c. Memperlancar transaksi dalam perdagangan
d. Memberi pedoman mutu kepada semua pihak yang terlibat dengan
komoditi
e. Bahan pembinaan mutu
f. Melindungi konsumen.
Dengan demikian standarisasi mutu yang jelas harus mempunyai spesifikasi
tertentu sebagai tolak ukur kesesuaian. Definisi standarisasi mutu memiliki 6 kata
kunci, yaitu spesifikasi teknis (ada persyaratan dan dapat dikerjakan);
didokumentasikan oleh instansi (bukan perorangan); kerjasama dan konsesus
dengan berbagai pihak; konsultasi teknis/IPTEK; pengalaman; serta
manfaat/relevansi di masyarakat. Standarisasi mutu dapat dilakukan oleh
pemerintah dan perusahaan (berkaitan dengan bisnis).
Mutu baku dibagi menjadi tiga, yaitu mutu baku pemerintah, mutu baku
perusahaan, dan mutu baku laboratorium/prototipe. Mutu baku pemerintah terbagi
lagi menjadi dua, yaitu sukarela (voluntary), dan wajib (mandatory, obligatory).
Sedangkan mutu baku perusahaan juga terbagi menjadi mutu yang terkait dengan
merek, terkait dengan kelas mutu dan konstelasi kelas mutu. Unsur-unsur
pembakuan atau standarisasi adalah standarisasi persyaratan mutu, standarisasi
analisa mutu, standarisasi interpretasi hasil analisa, standarisasi pengambilan
contoh dan standarisasi kelembagaan.
Standarisasi mutu nasional adalah standarisasi yang dibuat oleh pemerintah
pusat dan dilaksanakan secara sektoral atau oleh departemen-departemen. Untuk
produk pangan yang melakukan standarisasi mutu nasional adalah Departemen
Pertanian, Departemen Perindustrian dan Perdagangan dan Badan POM yang
dikoordinasi oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN). Tahap pengembangan
mutu terbagi menjadi tahap pemilihan komoditas, pengumpulan data teknis,
penyusunan konsep, pertemuan teknis, forum konsensus, penetapan standar,
pengenalan standar, evaluasi standar, penyempurnaan standar, dan penerapan
standar. Format standar mutunya, yaitu terdiri dari nama standar mutu, ruang
lingkup, definisi produk, syarat mutu, cara sampling, dan cara uji atau analisa.
Setiap produk mempunyai kekhasan dan identitas masing-masing serta
cenderung beragam. Ketidakseragaman produk tidak disukai oleh konsumen. Oleh
karena itu mutu produk dikendalikan dengan disyaratkan agar produk memberi
ciri mutu dan mempunyai sifat seragam. Ciri suatu industri modern adalah produk
yang seragam karena adanya pengendalian proses. Pengendalian prosesnya
dilakukan oleh bagian produksi bersama dengan bagian Quality Control.
Ada dua golongan sumber keseragaman, yaitu sumber yang dapat dikuasai
(assignable variation) dan sumber yang tidak dapat dikuasai (non assignable
variation). Sumber yang dapat dikuasai adalah bahan baku, formulasi, cara proses,
dan peralatan, sedangkan yang tidak dapat dikuasai adalah hukum peluang (error).
Keragaman adalah sifat populasi suatu produk, sedangkan populasi adalah jumlah
produk yang menjadi perhatian. Subpopulasi merupakan bagian dari populasi
yang mempunyai batas jelas dan contoh adalah jumlah produk yang diambil
secara khusus untuk mewakili populasi.
Dari segi populasi barang yang diproduksi terdapat tujuh jenis keragaman,
yaitu: keragaman dalam satu batch, keragaman antar beberapa batch, keragaman
dalam produksi sehari, keragaman antar produksi harian, keragaman satu partai/lot
produk, keragaman antar lot/partai, variasi kinerja alat proses. Secara statistika
terdapat dua parameter penting untuk mendeskripsikan populasi dan contoh yaitu
nilai tengah sebagai lambang ciri produk dan simpangan yang melambangkan ciri
keragaman. Simpangan dinyatakan dengan nilai rentang (R) dan deviasi baku ().
Apabila nilai simpangannya jauh, maka keragaman yang ada besar juga, begitu
juga sebaliknya.
Pengendalian proses bertujuan menekan keragaman ini ke suatu nilai yang
dapat diterima baik secara teknis maupun ekonomis. Kegiatan yang dilakukan
dalam pengendalian proses adalah sebagai berikut :analisis faktor yang
menyebabkan keragaman, mencari penyebab keragaman, melakukan tindakan
koreksi proses, memonitor dan mengevaluasi mutu secara terus menerus.
Kegunaan pengendalian proses adalah untuk mengenali penyebab keragaman
mutu, memberi peringatan dini kesalahan proses, serta menetapkan waktu yang
tepat untuk koreksi kesalahan.
KESIMPULAN
1. Pengetahuan mutu pada industri pangan harus ditingkatkan dan perlu
disadari bahwa mutu adalah senjata andalan untuk bersaing dalam pasar
lokal, serta mampu menghadapi persaingan global.
2. Pengawasan mutu yang terpadu mencakup seluruh mata rantai pangan
sejak produksi sampai di konsumsi, dan berbagai sektor yang terkait
diberi kewenangan untuk melakukan pembinaan, pengaturan dan
pengawasan.
3. Berbagai program manajemen, pedoman dan standar mutu yang sudah
diterima secara internasional harus mampu diterapkan seperti ISO-9000,
Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP), Good
Manufacturing Practices (GMP), standar komoditas pangan dari Codex
Alimentarius Commision (CAC), serta Total Quality Management (TQM)
yang disesuaikan dengan kepentingan dan kondisi Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA