Professional Documents
Culture Documents
A. JUDUL
G. KAJIAN PUSTAKA
Pendekatan Realistik Dalam Pembelajaran Matematika
Pendekatan realistik didasarkan pada anggapan Hans Freudenthal yang mengemukakan bahwa
mateamtika adalah kegiatan manusia. Menurut pendekatan ini, kelas matematika bukan tempat
memindahkan matematika dari guru kepada siswa, melainkan tempat siswa menemukan kembali
ide dan konsep matematika melalui eksploasi masalah-masalah nyata. Disini matematika dilihat
sebagai kegiatan manusia yang bermula dari pemecahan masalah (Dolk, 2006) dalam Nyimas
Aisyah, 2007 : 7.3.
Menurut Becker dan Selter (Klein, 1998) yang menyatakan bahwa pengajaran matematika tidak
lagi hanya meupakan tempat belajar dan memberikan stimulus kepada para siswa, tetapi mereka
merupakan subjek yang aktif dan perlu diberi kesemapatan untuk mengkonstruksi pengetahuan
matematikanya. Di dalam kelas, pemberian stimulus bukan hanya untuk memamhami
pengetahuan dan kecakapan prosedur, tetapi juga pada pemahaman dan penguasaan konsep-
konsep matematika, dan yang lebih penting para siswa dapat mengetahui kapan dan dalam
konteks apa mereka menerapkan konsep-konsep itu untuk membantu menyelesaikan persoalan
yang dihaapinya. (Mc. Intosh, Reys, dan Reys, 1992). Materi pembelajaran dikembangkan dari
situasi kehidupan sehari-hari yang telah didengar, dilihat atau dialami oleh paa siswa. Oleh
karena itu, dalam memberikan pengalaman belajar kepada siswa semestinya diawali dari sesuatu
yang real bagi mereka.
Proses pengembangan ide dan konsep-konsep matematika yang diawali dengan pengalaman
siswa yang didapat dari dunia real oleh Lange (1987) disebut sebagai matematisasi konsepsi.
Pada proses matematisasi konsepsi ini siswa beusaha untuk menemukan dan mengidentifikasi
suatu masalah yang dikembangkan dari dunia nyata situasi realdan menyelesaikan dengan
caranya masing-masing. Tahap belajar berikutnya adalah abstraksi dan formaslisasi, dalam hal
ini siswa dibimbing agar berusaha membangun skema, menemukan pola dan mengembangkan
konsep atau algoritma yang lengkap. Setelah tahap ini, siswa dibawah kembali kematematisasi
dalam penerapan lebih lanjut pada masalah-masalah abstrak. Treffers dan Gofree 1985 menyebut
proses matematisasi konsepsi sebagai matematisasi horisontal dan matematisasi vetikal. Pada
matematisasi horisontal merujuk kepada masalah yang penah ditemui dalam lingkungan
hidupnya sehari-hari, dan matematisasi vetikal merupakan persoalan matematika abstrak.
Pembelejaran matematika akan bemakna bagi siswa apabila pembelajaran dimulai dengan
masalah-masalah reslistik, selanjutnya siswa diberi kesemapatan untuk menyelesaikan masakah
dengan caranya sendiri sesuai dengan skema yang dimilki dalam pikirannya Marpaung, 2001
(Inganah, 2003:15). Dalam kegiatan ini siswa diberi kesempatan untuk melakukan refleksi,
interpretasi dan mencari strateginya yang sesuai, keaktifan siswa dalam pembelajran matematika
harus dipahami sebagai keaktifan melakukan matematisasi baik horisontal maupun vertikal, yang
memuat kegiatan refleksi, interpretasi dan internalisasi, mula-mula matematisasi berlangsung
secara horisontal dan dengan bimbingan guru siswa melakukan matematisasi vertikal.
Dalam pendekatan matematika realistik, siswa dipandang sebagai individu yang memiliki
pengetahuan dan pengalaman sebagai hasil interaksinya dengan lingkungannya. Selanjutnya,
dalam pendekatan ini diyakini pula bahwa siswa memiliki potensi untuk mengembangkan sendiri
pengetahuannya, dan bila dibei kesempatan mereka dapat mengembangkan pengetahuan dan
pemahaman mereka tentang matematika. Melalui eksplorasi berbagai masalah, baik masalah
kehidupan sehari-hari maupun masalah matematika siswa dapat merekonstruksi kembali temuan-
temuan dalam bidang matematika, jadi, berdasarkan pemikiran ini konsepsi siswa dalam
pendekatan ini adalah sebagai berikut (Hadi, 2005).
· Siswa memiliki seperangkat konsep alternatif tentang ide-ide matematika yang mempengauhi
belajar selanjutnya.
· Siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk pengbetahuan itu untuk dirinya
sendiri.
· Siswa membentuk pengetahuan melalui proses perubahan yang meliputi penambahan, kreasi,
modifikasi, penghalusan, penyusunan kembali, dan penolakan
· Siswa membangun pengetahuan untuk dirinya sendiri dari beragam pengelaman yang
dimilikinya.
· Siswa memiliki kemampuan untuk memahami dan mengerjakan matematika tanpa memandang
ras, budaya, dan jenis kelamin.
Dalam pendekatan matematika realistik guru dipandang sebagai fasilitator, moderator, dan
evaluator yang menciptakan situasi dan menyediakan kesempatan bagi siswa untuk menemukan
kembali ide dan konsep matematika dengan cara mereka sendiri. Oleh karena itu, guru harus
mampu menciptakan dan mengembangkan pengalaman belajar yang mendorong siswa untuk
memiliki aktivitas baik untuk dirinya sendiri maupun bersama siswwa lain. Jadi, peran guru
dalam pendekatan matematika realistik dapat dirumuskan sebagai berikut :
· Guru haruas berperan sebagai fasilitator belajar
· Guru harus mampu membangun pengajaran yang interaktif
· Guru harus memberi kesempatan kepada siswa untuk aktif memberi sumbangan pada proses
belajarnya
· Guru harus secara aktif memberi siswa dalam menafsirkan masalah-masalah dari dunia nyata
· Guru harus secara aktif mengaitkan kurikulum matematika dengan dunia nyata baik fisik
maupun sosial.
Beberapa karakteristik pendekatan matematika realistik menurut suryanto, 2007 (Nyimas
Aisyah, 2007:7.7) adalah sebagai berikut :
1) Masalah kontekstual yang realistik (realistic contextual Problems) digunakan untuk
mempekenalkan ide dan konsep matematika kepada siswa.
2) Siswa menemukan kembali ide, konsep, dan prinsip atau model matematika melalui
pemecahan masalah kontekstual yang realistik dengan bantuan guru atau temannya.
3) Siswa diarahkan untuk mendiskusikan penyelesaian terhadap masalah yang mereka temukan
(yang biasanya ada yang berbeda, baik cara menemukannya maupun hasilnya).
4) Siswa merefleksikan (memikirkan kembali) apa yang telah dikerjakan dan apa yang telah
dihasilkan; baik hasil kerja mandiri maupun hasil diskusi.
5) Siswa dibantu untuk mengaitkan beberapa isi pembelajaran maetamtika yang memang adan
hubungannya.
6) Siswa diajak mengembangkan, memperluas, atau meningkatkan hasil-hasil dari pekerjaannya
agar menemukan konsep atau prinsip metamatika yang lebih rumit.
7) Matematika dianggap sebagian kegiatan bukan sebagian produk atau hasil yang siap pakai.
Mempelajari matematika sebagai kegiatan paling cocok dilakukan melalui learning by doing
(belajar dengan mengerjakan).
Prinsip-prinsip Pembelajaran matematika Realistik
Prinsip-prinsip utama (Lange, 1996) pembelajaran matematika secara realistik dideskripsikan
dengan merangkum beberapa pendapat seperti berikut :
· Salah satu prinsip utama pembelajran matematika secara ealistik adalah bahwa urutan
pengajaran matematika diawali dengan memberikan pengalaman real kepada para siswa
sehingga mereka segera dapat menggunakan aktifitas matematika secara bermakna (Gravemeijer,
1994).
· Prinsip kedua pembelajaran matematika secara realistik adalah pemberian perhatian kepada
cara-cara yang dilakukan oleh para peserta didik dalam pemerolehan pengetahuan matematika.
Titik awal pelaksanaan pembelajaran maerupakan landasan untuk menghubungkannnya dengan
potensi akhir yang harus mereka capai selama berlangsungnya rangkaian pembelajaran. Sebagai
implikasinya adalah bahwa aktivitas matematika yang dilakukan pada awal atau sebelum
pembelajaran merupakan dasar yang dapata dipergunakan untuk meningkatkan pengelaman
merekan dan mengkontruksi konsep-konsep matematika. Ball (Lange, 1996).
· Prinsip ketiga pembelajran matematika secara realistik adalah rangkaian pembelaajran maliputi
aktifitas-aktifitas yang mendorong para peserta didik menkreasi dan menguraikan model-model
simbolik dari aktifitas matematika yang dilakukan secara informal. Aktifitas pemodelan ini dapat
meliputi : membuat gambar, diagram, tabel, atau meliputi pengembangan notasi-notasi informal
atau penggunaan notasi-notasi matematika konvensional. Prinsip ketiga ini didasarkan pada
psikologi dengan perkiraan bahwa dengan bimbingan guru, model-model yang digunakan siswa
melalui aktifitas secara informal dapat dikembangakan menjadi model untuk meningkatkan
penalaran matematika yang bersifat abstrak (Gravemeijer, 1991).
Selanjutnya Menurut Suherman, dkk (2006:128) terdapat lima prinsip utama dalam kurikulum
mateamatika realistik :
1) Didominasi oleh masalah-masalah dalam konteks, melayani dua hal sebagai sumber dan
sebagai terapan konsep matematika;
2) Perhatian diberikan pada pengembangan model-model, situasi, skema, dan simbol-simbol;
3) Sumbangan dari para siswa, sehingga siswa dapat membuat pembelajaran menjadi konstruktif
san produktif, artinya siswa memproduksi sendiri dan mengkonstruksi sendiri (yang meungkin
beupa algoritma, rule atau aturan), sehingga dapat membimbing para siswa dari level matematika
informal menuju matematika formal;
4) Interaktif sebagai karakteristik dari proses pembelajaran matematika; dan
5) Inetertwinning (membuat jalinan) antara topik atau antar pokok bahasan atau antar stand.
Kelima prinsip belajar (dengan mengajar) menurut filosofi ‘realistic’ di atas inilah yang
menjiwai setiap aktifitas pembelajaran matematika. Dalam pengembangan pendekatan realistik
yang pada umumnya menggunakan pendekatan ‘develompmental research’, Freudenthal (1991)
menjelaskan bahwa ‘developmental research’ adalah : pengalaman siklis dari pengembangan dan
penelitian secara sadar, kemudian dilaporkannya secara jelas. Pengalaman ini kemudian dapat
ditransfer kepada yang lain menjadi seperti pengalaman sendiri.
Kerangka pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik mempunyai dua kelebihan.
Menuntun siswa dari keadaan yang konkret (melalui proses matematisasi horisontal, matematika
dalam tingkat ini adalah matematika informal). Biasanya mereka (para siswa) dibimbing oleh
masalah-masalah kontekstual. Dalam falsafah realistik, dunia nyata digunakan sebagai titik
pangkal permulaan dalam pengembangan konsep-konsep dan gagasan matematika. Menurut
Treffers dan Goffree 1985, (Suherman, dkk 2006:129) bahwa masalah kontekstual dalam
kurikulum realistik, berguna untuk mengisi sejumlah fungsi :
1) Pembentukan konsep; dalam fase pertama pembelajaran, para siswa diperkenankan untuk
masuk kedalam matematika secara alamiah dan termotivasi.
2) Pembentukan model; masalah-masalah kontekstual memasuk fondasi siswa untuk belajar
operasi, prosedur, aturan, dan mereka mengerjakan ini dalam kaitannya dengan model-model
lain yang kegunaannya sebagai pendorong penting dalam berfikir.
3) Keterterapan; masalah kontekstual menggunakan ‘reality’ sebagai sumber atau dan domain
untuk terapan.
4) Praktek dan latihan dari kemampuan spesifik dalam situasi terapan.
Operasi Penjumlahan Bilangan Bulat
Operasi penjumlahan dalam bilangan bulat sering disebut sebagai penjumlahan bilangan bulat
saja. Di dalam mengoperasikan penjumlahan bulat kita sering menggunakan notasi atau tanda
tambah (+) dan tanda kurang (-). Tanda (+) dan (-) pada suatu bilangan adalah merupakan
petunjuk akan kedudukan bilangan tersebut pada suatu garis bilangan terhadap 0 atau titik
pangkal. Sementara tanda (+) dan (-) pada operasi dua atau lebih bilangan-bilangan merupakan
petunjuk akan bentuk operasi dari bilangan-bilangan tersebut.
Operasi dua atau lebih bilangan-bilangan yang mempergunakan tanda (+) lazimnya merupakan
opersi tambah atau penjumlahan. Sementara tanda (-) adalah merupakan operasi kurang atau
selisih. Kedua tanda (+) dan (-) di dalam operasi bilangan-bilangan bulat pada umumnya
dikelompokkan sebagai tanda dari bentuk operasi penjumlahan.
b. Pembukaan
Pada bagian ini siswa diperkenalkan dengan strategi pembelajaran yang dipakai dan
diperkenalkan masalah dari dunia nyata, kemudian siswa diminta untuk memecahkan masalah
tersebut dengan cara mereka sendiri.
c. Proses pembelajaran
Siswa mencoba berbagi strategi untuk menyelesaikan masalah sesuai dengan pengalamnannya,
dapat dilakukan secara perorangan maupun secara kelompok. Kemudian secara kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya di depan siswa atau kelompok lain dan siswa atau kelompok
lain memberikan tanggapan terhadap hasil kerja siswa atau kelompok penyaji. Guru mengamati
jalannya diskusi kelas dan memberi tanggapan sambil mengarahkan siswa untuk mendapatkan
strategi terbaik serta menemukan aturan atau prinsip yang bersifat lebih umum.
d. Penutup
Setelah mencapai kesepakatan tentang strategi terbaik melalui diskusi kelas, siswa diajak
menarik kesimpulan dari pelajaran saat itu. Pada akhir pembelajaran siswa harus mengerjakan
soal evaluasi dalam bentuk matematika formal.
H. Metodologi Penelitian
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunkan pendekatan kualitatif. Penelitian ini dipilih dengan alasan peneliti
akan memaparkan data yang diperoleh secara alami mulai dari data sebelum tindakan, selama
tindakan dan sesudah tindakan. Tindakan dilakukan sebagai upaya meningkatkan kemampuan
siswa memahami konsep penjumlahan bilangan bulat melalui pendekatan realistik di kelas IV
SDN 3 Sawerigadi.
Berdasarkan pendekatan yang dikemukakan di atas, maka penelitian ini menfokuskan pada
penelitian tindakan kelas. Menurut Kemmis dan MC Taggart dalam Kasihani Kasbolah 1998:14
mengemukakan bahwa : “ Penelitian tindakan merupakan suatu bentuk penelitian yang bersifat
reflektif yang dilakukan oleh pelaku dalam masyarakat sosial dan bertujuan untuk memperbaiki
pekerjaannya memahami pekerjaannya ini serta dimana pekerjaan ini dilakukan”. Selanjutnya
pada bagian lain Kemmis dan MC Taggart dalam Kasihani Kasbolah 1998:14 mengemukakan
bahwa : “Penelitian Tindakan Kelas (PTK) digambarkan sebagai suatu proses yang dinamis
dimana keempat aspek yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi harus dipahami
bukan sebagai langkah yang statis, terselesaikan dengan sendirinya, tetapi lebih merupakan
momen-momen dalam aspek spiral.
B. Kehadiran Peneliti
Kehadiran peneliti dilapangan menjadi syarat utama dalam melakukan tindakan. Dalam
penelitian ini peneliti berfungsi sebagai instrumen kunci. Dan pemberi tindakan. Sebagai
instrumen kunci, artinya peneliti sebagai pewawancara dan pengamat. Sebagai pewawancara
peneliti akan mewawancarai subjek penelitian dengan berpedoman pada hasil tes dan tugas yang
telah dikejakan. Sebagai pengamat, peneliti akan mengamati aktivitas siswa selama
berlangsungnya pembelajaran. Dalam kedudukannya sebagai pemberi tindakan, peneliti
bertindak sebagai pengajar yang membuat rancangan pembelajaran dan sekaligus penyaji bahan
ajar selama berlangsungnya kegiatan penelitian. Disamping itu, peneliti juga berperan sebagai
pengumpul dan penganlisa data, serta sebagai pelapor hasil penelitian. Dengan demikian, peneliti
mutlak hadir selama kegiatan penelitian berlangsung.
C. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SDN . Alasan pemilihan sekolah ini adalah; (1) masih banyak
siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami konsep penjumlahan bilangan bulat, (2)
kurangnya penerapan pendekatan realistik dalam pembelajaran matematika, (3) adanya
dukungan dari kepala sekolah dan guru setempat untuk melaksanakan kegiatan penelitian di
sekolah yang bersangkutan.
SIKLUS I
Perencanaan
Refleksi
Pelaksanaan
Pengamatan
?
Siklus Ke-n
Gambar . Tahapan-tahapan penelitian berdasarkan Suharsimi Arikunto (2006)
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah Nyimas, dkk. 2007. Pengembangan Pembelajaran Matematika SD. Jakarta : Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Alam, Nur. 2003. Pembelajaran Fungsi Melalui Pemecahan Masalah.Tesis Tidak Diterbitkan.
Malang : Universitas Negeri Malang.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Penelitian Tidakan Kelas. Jakarta : Penerbit PT Bumi Aksara.
Inganah S. 2003 Model Pembelajaran Segiempat Dengan Pendekatan Realistik, Tesis Tidak
Diterbitkan : Universitas Negeri Malang
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). 2006 Mata Pelajaran Matematika Untuk Tingkat
SD/MI. Jakarta Depdiknas.
Tim Bina Karya Guru. 2007.Terampil Berhitung Matematika Untuk SD Kelas IV. Jakarta.
Penerbit Erlangga
Suherman, Erman dkk. 2006. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA
Jurusan Pendidikan Matematika F MIPA Universitas Pendidikan Indonesia.
Sutawijaya, Akbar. dkk. 1992. Pendidikan Matematika III. Jakarta. Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Dan
kebudayaan.
Wardani, dkk. 2005. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.