You are on page 1of 8

KERANGKA EKONOMI MAKRO

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH


(2005-2009)

Perkembangan ekonomi makro tahun 2005 – 2009 akan dipengaruhi oleh kinerja yang
dicapai hingga saat ini dan tahun 2004 nanti; tantangan yang dihadapi dalam lima tahun
sesudahnya; serta langkah-langkah kebijakan yang diambil.

A. KONDISI EKONOMI SAMPAI TRIWULAN III/2003 DAN PERKIRAAN TAHUN 2004

Secara singkat kondisi ekonomi sampai triwulan III/2003 dapat disimpulkan sebagai
berikut. Pertama, stabilitas moneter meningkat sejak memasuki tahun 2002 tercermin dari
stabil dan menguatnya nilai tukar rupiah; menurunnya laju inflasi dan suku bunga; serta
meningkatnya cadangan devisa. Kedua, investasi masih lemah dan daya saing ekspor menurun
yang pada gilirannya mengakibatkan rendahnya pertumbuhan sektor industri.

Di sisi moneter, sejak memasuki tahun 2002 rupiah relatif stabil dengan
kecenderungan menguat. Pada akhir September 2003, kurs rupiah mencapai Rp 8.389,-,
menguat 6,2 persen dibandingkan dengan akhir tahun 2002. Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG) juga mengalami penguatan. Dalam bulan September 2003, IHSG di Bursa Efek
Jakarta (BEJ) menembus angka 600 (tertinggi sejak Januari 2000) dan mencapai angka 621,9
pada akhir minggu pertama bulan Oktober 2003. Kecenderungan penguatan IHSG
diperkirakan masih berlanjut dengan akan masuknya beberapa emiten baru. Pergerakan kurs
rupiah dan IHSG harian dapat dilihat pada grafik di bawah ini.

KURS HARIAN DAN IHSG-BEJ

Januari 2003 - September 2003

8000 640

8200 590

8400 540

8600 490

8800 440

9000 390

9200 340

02 - J an - 03 17 - Feb - 0 3 0 2 -A p r - 0 3 15 - M ay- 0 3 2 7- J u n - 03 1 1- A u g -0 3 2 4 - Se p -0 3

Kurs IHSG-BEJ

Meningkatnya kepercayaan terhadap rupiah dan terjaganya stabilitas politik dan


keamanan membantu mengendalikan peredaran uang. Pada akhir September 2003, posisi
uang primer mencapai Rp 136,5 triliun atau naik 10,2 persen dibandingkan bulan yang sama
tahun sebelumnya (y-o-y).

Menguatnya nilai tukar rupiah serta terkendalinya pertumbuhan uang primer turut
membantu mengendalikan harga rata-rata barang dan jasa. Selama 9 bulan pertama tahun
2003, laju inflasi menurun menjadi 2,48 persen; jauh lebih rendah dibandingkan dengan kurun
waktu yang sama tahun sebelumnya yang mencapai sekitar 6,17 persen. Sampai akhir
September 2003, laju inflasi tahunan (Oktober 2002 – September 2003) menurun menjadi
6,20 persen, lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu sebesar 10,48 persen.
Ringkasan perkembangan inflasi dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

RINGKASAN PERKEMBANGAN INFLASI

Okt 2002 - Sept 2003 Jan - Sept 2003 September 2003


6,20 2,48 0,36

Okt 2001 - Sept 2002 Jan - Sept 2002 September 2002

10,48 6,17 0,53

Sumber: BPS

Terkendalinya laju inflasi memberi ruang gerak bagi penurunan suku bunga. Suku
bunga rata-rata tertimbang SBI 1 bulan turun dari 13,02 persen pada bulan Desember 2002
menjadi 8,66 persen pada bulan September 2003. Secara bertahap suku bunga deposito 1
bulan menurun dari 12,81 persen pada bulan Desember 2002 menjadi 8,17 persen pada bulan
Agustus 2003.

Penurunan suku bunga ini kemudian diikuti oleh penurunan suku bunga kredit
perbankan. Rata-rata tertimbang suku bunga kredit modal kerja menurun dari 18,25 persen
pada bulan Desember 2002 menjadi 16,36 persen pada bulan Agustus 2003; sedangkan suku
bunga kredit investasi hanya menurun dari 17,82 persen menjadi 16,70 persen dalam periode
yang sama. Perkembangan suku bunga SBI, deposito 1 bulan dan kredit modal kerja dapat
dilihat pada grafik berikut.

PERKEMBANGAN SUKU BUNGA

Januari 2000 - Agustus 2003

22

20

18

16
14
12

10

Jan' 00 Jul Jan' 01 Jul Jan' 02 Jul Jan'03

SBI (1 bulan) Deposito 1 Bulan Krdt Mdl Krj

Meskipun menurun, spread antara suku bunga pinjaman dan simpanan masih tetap
tinggi. Selisih antara suku bunga kredit modal kerja dengan suku bunga deposito 3 bulan pada
bulan Agustus 2003 mencapai sekitar 6,8 persen; lebih tinggi dari bulan Desember tahun 2002
(sekitar 4,6 persen).

Sementara itu meskipun kredit yang disalurkan kepada masyarakat pada akhir Agustus
2003 meningkat menjadi Rp 403,5 triliun atau naik 21,8 persen dibandingkan bulan yang sama
tahun 2002, rasio penyaluran dana masyarakat terhadap penghimpunan dana pihak ketiga
(Loan to Deposit Ratio – LDR) juga masih relatif rendah. Pada bulan Juni 2003, LDR tercatat
40,3 persen; masih jauh lebih rendah dibandingkan sebelum krisis (sekitar 70–80 persen).

Di sisi eksternal, dengan 8 bulan pertama tahun 2003, penerimaan ekspor mencapai
US$ 40,7 miliar atau naik 8,8 persen dibandingkan kurun waktu yang sama tahun 2002.
Peningkatan didorong oleh ekspor migas dan ekspor non-migas yang naik berturut-turut

-2-
sekitar 20,7 persen dan 5,7 persen. Meningkatnya penerimaan ekspor migas terutama
didorong oleh harga ekspor minyak mentah yang masih cukup tinggi di pasar internasional.
Sampai 8 bulan pertama tahun 2003, harga ekspor minyak mentah rata-rata mencapai US$
28,7/barel; lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (US$
23,0/barel).

Total nilai impor dalam 8 bulan pertama tahun 2003 mencapai US$ 21,3 miliar atau
9,5 persen lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, didorong oleh
kenaikan impor migas dan non-migas masing-masing sebesar 22,4 persen dan 6,2 persen.
Impor barang konsumsi dan bahan baku/penolong meningkat masing-masing sebesar 7,0
persen dan 12,9 persen; sedangkan impor barang modal menurun sebesar 8,0 persen.
Ringkasan perkembangan ekspor dan impor dapat dilihat pada tabel berikut ini.

RINGKASAN PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR

(US$ miliar)
Pertum- Jan-Agt Jan-Agt Pertum- Agustus Juli

buhan (%) 2003 2002 buhan (%) 2003 2003

8,8 40,66 37,39 -5,3 4,97 5,25 EKSPOR

20,7 9,20 7,62 25,6 1,25 1,00 Migas

5,7 31,47 29,77 -12,6 3,72 4,25


Nonmigas

9,5 21,28 19,42 6,9 2,72 2,54 IMPOR

22,4 4,91 4,01 24,3 0,71 0,57 Migas

6,2 16,37 15,42 1,8 2,00 1,97


Nonmigas

Sumber: BPS

Dalam tahun 2003, neraca pembayaran diperkirakan tetap aman. Surplus neraca
transaksi berjalan yang pada tahun 2002 mencapai US$ 7,5 miliar dan pada triwulan I/2003
sekitar US$ 941 juta diperkirakan tetap terjaga. Selanjutnya defisit neraca modal yang pada
tahun 2002 menurun menjadi US$ 2,8 miliar dan pada triwulan I/2003 sekitar US$ 905 juta
diperkirakan tetap terpelihara. Sampai akhir September 2003, jumlah cadangan devisa
mencapai US$ 34,0 miliar atau US$ 2,4 miliar lebih tinggi dari akhir tahun 2002.

Stabilitas moneter yang meningkat mendorong kepercayaan masyarakat. Kepercayaan


masyarakat internasional mulai meningkat ditunjukkan dengan naiknya peringkat utang jangka
panjang pemerintah dalam valuta asing dari CCC+ menjadi B- dan peringkat utang jangka
panjang dalam mata uang lokal dari B- menjadi B pada bulan Mei 2003 yang lalu. Perbaikan
peringkat utang oleh Standard and Poor’s ini didasarkan pada rencana pemerintah untuk tidak
mengupayakan penjadwalan utang dengan membaiknya kondisi fiskal, moneter, neraca
pembayaran, dan cadangan devisa.

Pada akhir September 2003, Moody’s Investor Service menaikkan peringkat utang
dalam mata uang asing Pemerintah dan swasta dari B3 (tidak akan mengalami perubahan
dalam waktu dekat) menjadi B2 (stabil) didasarkan pada kemampuan keuangan Pemerintah
dan swasta yang meningkat. Sedangkan peringkat deposito perbankan dalam mata uang asing
meningkat dari Caa1 (transaksi mengandung resiko) menjadi B3 serta peringkat utang dalam
negeri pemerintah naik dari B3 menjadi B2.

Mantapnya stabilitas ekonomi tidak terlepas dari kinerja fiskal. Dalam beberapa tahun
terakhir telah berhasil dilakukan konsolidasi di bidang keuangan negara. Ini dapat

-3-
memberikan petunjuk yang baik kepada pasar bahwa ketahanan fiskal tetap terjaga. Dalam
tahun 2002 defisit APBN mencapai 1,7 persen PDB, jauh dibawah dari target semula 2,5
persen PDB. Sementara itu, untuk lebih menggerakkan perekonomian pasca bom Bali defisit
APBN 2003 direncanakan meningkat menjadi 2,0 persen PDB. Sampai dengan bulan Juni
2003 penerimaan negara meningkat 3,8 persen, sedangkan belanja negara turun 0,2 persen
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Demikian pula utang pemerintah
diperkirakan dapat ditekan menjadi 68 persen PDB tahun 2003 dari 98 persen tahun 2002.
Secara umum ketahanan fiskal diperkirakan tetap terjaga sehingga memberikan landasan yang
kuat untuk penyusunan APBN ke depan.

Meskipun stabilitas ekonomi terus membaik, namun pertumbuhan ekonomi relatif


rendah. Selama periode 2000-2002 pertumbuhan ekonomi rata-rata hanya mencapai 4,0
persen per tahun, lebih rendah dibandingkan rata-rata sebelum krisis yang mencapai sekitar 7
– 8 persen per tahun. Lambatnya pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh belum pulihnya
investasi serta masih lemahnya kinerja ekspor non-migas.

Dalam 9 bulan pertama tahun 2003, proyek yang disetujui dalam rangka penanaman
modal dalam negeri (PMDN) hanya berjumlah 143 dengan nilai persetujuan sekitar Rp 16,0
triliun, turun dibandingkan periode yang sama tahun 2002 dengan proyek berjumlah 157
dengan nilai persetujuan sekitar Rp 18,7 triliun. Adapun proyek yang disetujui dalam rangka
PMA berjumlah 733 dengan nilai persetujuan sekitar US$ 6,2 miliar, naik dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya dengan proyek berjumlah 884 dan nilai persetujuan
sekitar US$ 5,9 miliar. Ringkasan perkembangan persetujuan penanaman modal dapat dilihat
pada tabel berikut

RINGKASAN PERSETUJUAN PENANAMAN MODAL

Kenaikan (%) Jan - Sep 2003 Jan - Sep 2002

PMDN

-8,9 143 157 Jumlah Proyek

-14,7 15964,7 18708,2 Nilai (Rp miliar)

PMA

-17,1 733 884 Jumlah Proyek

3,7 6157,4 5935,0 Nilai (US$ juta)

Sumber: BKPM

Pertumbuhan ekonomi yang rendah juga tidak mampu menciptakan lapangan kerja
yang memadai guna menampung tambahan angkatan kerja serta pengangguran yang ada.
Akibatnya jumlah pengangguran terbuka ter us meningkat. Apabila dalam tahun 1997
pengangguran terbuka berjumlah 4,2 juta orang (4,7 persen dari total angkatan kerja), maka
dalam tahun 2002 meningkat menjadi 9,1 juta orang (9,1 persen dari total angkatan kerja)1.
Lambatnya pemulihan ekonomi dan meningkatnya jumlah pengangguran berpengaruh
terhadap meningkatnya jumlah penduduk miskin. Berdasarkan hasil Susenas tahun 2002,
jumlah penduduk miskin mencapai 38,4 juta jiwa (18,2 persen); lebih besar dari jumlah
penduduk miskin tahun 1996 yaitu sekitar 34,5 juta (17,7 persen).

Dalam semester I/2003, perekonomian tumbuh 3,6 persen; lebih tinggi dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya (y-o-y, Semester I/2002 terhadap Semester I/2001)

1 Sejak tahun 2001 menggunakan angka Sakernas-BPS dengan menggunakan definisi


pengangguran terbuka yang disempurnakan serta mengikutsertakan Propinsi Maluku.

-4-
sekitar 3,3 persen. Berdasarkan perkembangan PDB sampai dengan semester I/2003 dan
perkembangan moneter sampai dengan September 2003, sasaran-sasaran makro dalam
keseluruhan tahun 2003 diperkirakan dapat tercapai dengan stabilitas moneter yang lebih baik.
Perekonomian diperkirakan mampu tumbuh sekitar 4 persen; laju inflasi diperkirakan sekitar
6 – 7 persen; nilai tukar rupiah diperkirakan sekitar Rp 8.400 – Rp 8.600/US$.

Selanjutnya dengan terlaksananya Pemilihan Umum tahun 2004 secara tertib dan
aman; terpeliharanya kelangsungan pembangunan dan stabilitas moneter dengan diakhirinya
program kerja sama dengan IMF akhir tahun 2003 ini; terjaganya keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia; serta perekonomian dunia yang relatif membaik; maka pada tahun 2004
nilai tukar rupiah diperkirakan sekitar Rp 8.600,-/US$; laju inflasi sekitar 6,5 persen, dan
pertumbuhan ekonomi sekitar 4,8 persen.

B. LINGKUNGAN EKSTERNAL DA N INTERNAL TAHUN 2005 – 2009

Prospek ekonomi tahun 2005 – 2009 akan dihadapkan pada lingkungan eksternal
sebagai berikut.

1. Meningkatnya integrasi perekonomian dunia yang pada satu pihak akan menciptakan
peluang yang lebih besar bagi perekonomian nasional; tetapi di lain pihak juga
meningkatkan unsur ketidakpastian dalam perekonomian dunia serta menuntut daya
saing perekonomian nasional yang lebih tinggi.

2. Dorongan eksternal bagi perekonomian nasional antara lain berasal dari:

a) Perekonomian Amerika Serikat dan negara industri paling maju lainnya yang
diperkirakan masih tetap menjadi penggerak perekonomian dunia dan pasar dari
komoditi ekspor negara berkembang dengan kebijakan fiskal dan moneternya
yang relatif longgar.

b) Perekonomian Asia yang diperkirakan tetap menjadi kawasan dinamis dengan


motor penggerak perekonomian Cina dan negara-negara industri di Asia lainnya
dan kawasan yang menarik bagi penanaman modal baik yang jangka panjang
maupun jangka pendek.

3. Potensi ketidakpastian eksternal tetap besar antara lain berasal dari kemungkinan
melemahnya pertumbuhan ekonomi negara-negara industri paling maju (terutama
Amerika Serikat dan Jepang) serta perubahan kebijakan moneter secara drastis di
negara-negara industri maju.

a) Modal, terutama jangka pendek, yang mengalir ke Indonesia diperkirakan tetap


sensitif terhadap stabilitas moneter dan sistem perbankan serta reversal policy dari
negara-negara industri maju yang selama ini menjalankan kebijakan moneter yang
longgar.

b) Meningkatnya daya tarik dan daya saing RRC dan negara-negara Asia lainnya
(termasuk Vietnam) menuntut upaya yang serius untuk melakukan pembenahan di
sektor riil.

-5-
Adapun lingkungan internal yang diperkirakan berpengaruh positif terhadap perekonomian
Indonesia dalam lima tahun mendatang adalah sebagai berikut.

1. Pelaksanaan Pemilihan Umum berlangsung dengan tertib dan aman. Dengan


pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung akan terbentuk pemerintahan
yang kuat dan mampu menyelenggarakan pemerintahan secara penuh. Sejalan dengan
meningkatnya kepastian politik, kemampuan untuk menegakkan keamanan dan
ketertiban meningkat. Secara bertahap, potensi disintegrasi bangsa baik yang berasal
dari Aceh dan Papua dapat diselesaikan pada akhir tahun 2009.

2. Pemerintahan yang kuat akan mempercepat penyelesaian konflik kebijakan antara


pusat dan daerah, kebijakan lintas sektor, serta kebijakan-kebijakan sektoral yang
menghambat terciptanya iklim usaha yang sehat yang pada gilirannya akan
menciptakan kepastian hukum bagi peningkatan kegiatan ekonomi.

C. ARAH KEBIJAKAN EKONOMI MAKRO

1. Dalam lima tahun mendatang kebijakan ekonomi makro diarahkan untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi agar mampu memecahkan masalah-masalah sosial yang
mendasar seperti pengangguran dan kemiskinan dengan tetap mempertahankan
stabilitas ekonomi.

2. Pertumbuhan ekonomi didorong terutama dengan meningkatkan investasi dan


ekspor; sedangkan stabilitas ekonomi akan dicapai melalui pelaksanaan kebijakan
moneter yang berhati-hati; kebijakan fiskal yang mengarah pada fiscal sustainability,
penguatan dan pengaturan jasa keuangan, perlindungan masyarakat, serta peningkatan
koordinasi berbagai otoritas keuangan melalui Indonesia Financial Safety Net.

3. Peningkatan iklim usaha untuk mendorong investasi dan ekspor dilakukan dengan
mengurangi hambatan-hambatan yang ada baik yang berkaitan dengan
ketenagakerjaan, permodalan, infrastruktur, perpajakan dan kepabeanan, serta
kelembagaan. Dalam kaitan itu beberapa kawasan strategis terus dikembangkan
dengan memberikan insentif yang tepat sasaran.

4. Sejalan dengan pembenahan di sektor riil, fungsi intermediasi perbankan terus


didorong untuk lebih banyak lagi menyalurkan kredit kepada sektor usaha dengan
tetap menjaga ketahanan sistem perbankan.

D. PROSPEK EKONOMI TAHUN 2005 – 2009

1. PERTUMBUHAN EKONOMI

a) Langkah-langkah untuk mendorong investasi dan ekspor akan mendorong


pertumbuhan ekonomi secara bertahap dari 5 persen pada tahun 2005 menjadi 6
persen pada tahun 2009. Dalam kurun waktu lima tahun (2005 – 2009),
pertumbuhan ekonomi diperkirakan rata-rata sekitar 5,7 persen per tahun. Dengan
pertumbuhan penduduk rata-rata sekitar 1,4 persen, pendapatan riil per kapita

-6-
tahun 2009 diperkirakan meningkat menjadi 1,2 kali dibandingkan dengan tahun
2004.

b) Untuk mencapai tingkat pertumbuhan dalam tahun 2005 – 2009 tersebut


dibutuhkan total investasi yang diperkirakan meningkat menjadi 2,4 kali dari
periode tahun 2000 – 2004 dengan peranan investasi swasta yang meningkat dari
78 persen dalam tahun 2000 – 2004 menjadi 84 persen dalam tahun 2005 – 2005;
sedangkan peranan investasi pemerintah menurun dari 22 persen menjadi 16
persen dalam kurun waktu yang sama.

c) Investasi dibiayai dari tabungan dalam dan luar negeri. Sejalan dengan
meningkatnya investasi, peranan sumber pembiayaan dari luar negeri diperkirakan
berangsur-angsur meningkat menjadi 0,9 persen dalam tahun 2009 dari negatif 6,8
persen dalam tahun 2005.

d) Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi didorong oleh investasi; konsumsi


masyarakat; serta ekspor barang dan jasa. Investasi; konsumsi masyarakat; serta
ekspor barang dan jasa diperkirakan rata-rata tumbuh 9,9 persen; 4,0 persen; dan
7,8 persen per tahun.

e) Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi terutama didorong sektor industri


pengolahan non-migas yang diperkirakan tumbuh rata-rata 8,0 persen per tahun.
Sementara itu sektor pertanian diperkirakan tumbuh rata-rata 2,1 persen per
tahun.

f) Dengan pertumbuhan ekonomi tersebut, pengangguran terbuka secara berangsur-


angsur akan menurun. Apabila dalam tahun 2005 pengangguran terbuka
diperkirakan berjumlah 11,2 juta (10,4 persen dari angkatan kerja), maka dalam
tahun 2009 menurun menjadi 9,4 juta (8,2 persen dari angkatan kerja). Sejalan
dengan itu, jumlah penduduk miskin diharapkan juga akan menurun.

g) Tingkat efisiensi kegiatan ekonomi yang diukur dengan Incremental Capital Output
Ratio (ICOR) mengalami sedikit perbaikan. Dalam tahun 2005 ICOR diperkirakan
sebesar 4,5, kemudian menurun menjadi 4,0 dalam tahun 2007. Pada tahun 2008,
ICOR diperkirakan mengalami sedikit kenaikan dengan meningkatnya
pembangunan prasarana.

2. NERACA PEMBAYARAN

a) Membaiknya perekonomian dunia serta meningkatnya daya saing komoditi ekspor


nasional didorong oleh langkah-langkah kebijakan di sektor riil termasuk dalam
pengembangan kawasan-kawasan strategis meningkatkan kemampuan ekspor.
Penerimaan ekspor non-migas diperkirakan meningkat rata-rata 6,6 persen per
tahun.

b) Sejalan dengan meningkatnya investasi, kebutuhan impor barang dan jasa


meningkat. Neraca transaksi berjalan yang diperkirakan masih surplus sekitar US$
4,2 miliar pada tahun 2004 diperkirakan mengecil dan defisit sekitar US$ 0,8 miliar
pada tahun 2009.

-7-
c) Sejalan dengan meningkatnya investasi, arus PMA (neto) diperkirakan akan mulai
surplus pada tahun 2006 melebihi dari defisit pada neraca modal pemerintah.

d) Berkaitan dengan kewajiban untuk membayar utang IMF, cadangan devisa


diperkirakan menurun dari US$ 33,5 miliar pada tahun 2004 menjadi US$ 36,0
miliar pada tahun 2009.

3. STABILITAS MONETER

a) Pelaksanaan kebijakan moneter yang berhati-hati dan terjaminnya pasokan dan


distribusi barang dan jasa diperkirakan mampu mengendalikan laju inflasi. Laju
inflasi diperkirakan turun secara bertahap dari 7 persen pada tahun 2005 menjadi 5
persen pada tahun 2009.

b) Meningkatnya investasi mendorong apresiasi rupiah secara riil. Selama kurun


waktu lima tahun, nilai tukar rupiah diperkirakan mengalami apresiasi dari 136,5
pada tahun 2004 menjadi 133,2 pada tahun 2009 (100=1996/97) atau setara
dengan Rp 8.700,- pada tahun 2004 menjadi sekitar Rp 10,000,- pada tahun 2009.

c) Dengan stabilnya nilai tukar rupiah dan terkendalinya laju inflasi, tingkat suku
bunga SBI 3 bulan diperkirakan berada pada kisaran 7 - 8 persen.

4. KEUANGAN NEGARA

a) Ketahanan fiskal terus ditingkatkan. Penerimaan pajak ditingkatkan dari 13,8


persen PDB pada tahun 2005 menjadi 15,1 persen PDB pada tahun 2009.
Sementara itu, APBN yang diperkirakan relatif berimbang pada tahun 2005
diperkirakan menjadi surplus sebesar 2,0 persen PDB pada tahun 2009. Stok
utang Pemerintah diperkirakan dapat diturunkan dari 51,9 persen PDB tahun
2005 menjadi 29,4 persen PDB tahun 2009.

-8-

You might also like