Professional Documents
Culture Documents
Perkembangan ekonomi makro tahun 2005 – 2009 akan dipengaruhi oleh kinerja yang
dicapai hingga saat ini dan tahun 2004 nanti; tantangan yang dihadapi dalam lima tahun
sesudahnya; serta langkah-langkah kebijakan yang diambil.
Secara singkat kondisi ekonomi sampai triwulan III/2003 dapat disimpulkan sebagai
berikut. Pertama, stabilitas moneter meningkat sejak memasuki tahun 2002 tercermin dari
stabil dan menguatnya nilai tukar rupiah; menurunnya laju inflasi dan suku bunga; serta
meningkatnya cadangan devisa. Kedua, investasi masih lemah dan daya saing ekspor menurun
yang pada gilirannya mengakibatkan rendahnya pertumbuhan sektor industri.
Di sisi moneter, sejak memasuki tahun 2002 rupiah relatif stabil dengan
kecenderungan menguat. Pada akhir September 2003, kurs rupiah mencapai Rp 8.389,-,
menguat 6,2 persen dibandingkan dengan akhir tahun 2002. Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG) juga mengalami penguatan. Dalam bulan September 2003, IHSG di Bursa Efek
Jakarta (BEJ) menembus angka 600 (tertinggi sejak Januari 2000) dan mencapai angka 621,9
pada akhir minggu pertama bulan Oktober 2003. Kecenderungan penguatan IHSG
diperkirakan masih berlanjut dengan akan masuknya beberapa emiten baru. Pergerakan kurs
rupiah dan IHSG harian dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
8000 640
8200 590
8400 540
8600 490
8800 440
9000 390
9200 340
02 - J an - 03 17 - Feb - 0 3 0 2 -A p r - 0 3 15 - M ay- 0 3 2 7- J u n - 03 1 1- A u g -0 3 2 4 - Se p -0 3
Kurs IHSG-BEJ
Menguatnya nilai tukar rupiah serta terkendalinya pertumbuhan uang primer turut
membantu mengendalikan harga rata-rata barang dan jasa. Selama 9 bulan pertama tahun
2003, laju inflasi menurun menjadi 2,48 persen; jauh lebih rendah dibandingkan dengan kurun
waktu yang sama tahun sebelumnya yang mencapai sekitar 6,17 persen. Sampai akhir
September 2003, laju inflasi tahunan (Oktober 2002 – September 2003) menurun menjadi
6,20 persen, lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu sebesar 10,48 persen.
Ringkasan perkembangan inflasi dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Sumber: BPS
Terkendalinya laju inflasi memberi ruang gerak bagi penurunan suku bunga. Suku
bunga rata-rata tertimbang SBI 1 bulan turun dari 13,02 persen pada bulan Desember 2002
menjadi 8,66 persen pada bulan September 2003. Secara bertahap suku bunga deposito 1
bulan menurun dari 12,81 persen pada bulan Desember 2002 menjadi 8,17 persen pada bulan
Agustus 2003.
Penurunan suku bunga ini kemudian diikuti oleh penurunan suku bunga kredit
perbankan. Rata-rata tertimbang suku bunga kredit modal kerja menurun dari 18,25 persen
pada bulan Desember 2002 menjadi 16,36 persen pada bulan Agustus 2003; sedangkan suku
bunga kredit investasi hanya menurun dari 17,82 persen menjadi 16,70 persen dalam periode
yang sama. Perkembangan suku bunga SBI, deposito 1 bulan dan kredit modal kerja dapat
dilihat pada grafik berikut.
22
20
18
16
14
12
10
Meskipun menurun, spread antara suku bunga pinjaman dan simpanan masih tetap
tinggi. Selisih antara suku bunga kredit modal kerja dengan suku bunga deposito 3 bulan pada
bulan Agustus 2003 mencapai sekitar 6,8 persen; lebih tinggi dari bulan Desember tahun 2002
(sekitar 4,6 persen).
Sementara itu meskipun kredit yang disalurkan kepada masyarakat pada akhir Agustus
2003 meningkat menjadi Rp 403,5 triliun atau naik 21,8 persen dibandingkan bulan yang sama
tahun 2002, rasio penyaluran dana masyarakat terhadap penghimpunan dana pihak ketiga
(Loan to Deposit Ratio – LDR) juga masih relatif rendah. Pada bulan Juni 2003, LDR tercatat
40,3 persen; masih jauh lebih rendah dibandingkan sebelum krisis (sekitar 70–80 persen).
Di sisi eksternal, dengan 8 bulan pertama tahun 2003, penerimaan ekspor mencapai
US$ 40,7 miliar atau naik 8,8 persen dibandingkan kurun waktu yang sama tahun 2002.
Peningkatan didorong oleh ekspor migas dan ekspor non-migas yang naik berturut-turut
-2-
sekitar 20,7 persen dan 5,7 persen. Meningkatnya penerimaan ekspor migas terutama
didorong oleh harga ekspor minyak mentah yang masih cukup tinggi di pasar internasional.
Sampai 8 bulan pertama tahun 2003, harga ekspor minyak mentah rata-rata mencapai US$
28,7/barel; lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (US$
23,0/barel).
Total nilai impor dalam 8 bulan pertama tahun 2003 mencapai US$ 21,3 miliar atau
9,5 persen lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, didorong oleh
kenaikan impor migas dan non-migas masing-masing sebesar 22,4 persen dan 6,2 persen.
Impor barang konsumsi dan bahan baku/penolong meningkat masing-masing sebesar 7,0
persen dan 12,9 persen; sedangkan impor barang modal menurun sebesar 8,0 persen.
Ringkasan perkembangan ekspor dan impor dapat dilihat pada tabel berikut ini.
(US$ miliar)
Pertum- Jan-Agt Jan-Agt Pertum- Agustus Juli
Sumber: BPS
Dalam tahun 2003, neraca pembayaran diperkirakan tetap aman. Surplus neraca
transaksi berjalan yang pada tahun 2002 mencapai US$ 7,5 miliar dan pada triwulan I/2003
sekitar US$ 941 juta diperkirakan tetap terjaga. Selanjutnya defisit neraca modal yang pada
tahun 2002 menurun menjadi US$ 2,8 miliar dan pada triwulan I/2003 sekitar US$ 905 juta
diperkirakan tetap terpelihara. Sampai akhir September 2003, jumlah cadangan devisa
mencapai US$ 34,0 miliar atau US$ 2,4 miliar lebih tinggi dari akhir tahun 2002.
Pada akhir September 2003, Moody’s Investor Service menaikkan peringkat utang
dalam mata uang asing Pemerintah dan swasta dari B3 (tidak akan mengalami perubahan
dalam waktu dekat) menjadi B2 (stabil) didasarkan pada kemampuan keuangan Pemerintah
dan swasta yang meningkat. Sedangkan peringkat deposito perbankan dalam mata uang asing
meningkat dari Caa1 (transaksi mengandung resiko) menjadi B3 serta peringkat utang dalam
negeri pemerintah naik dari B3 menjadi B2.
Mantapnya stabilitas ekonomi tidak terlepas dari kinerja fiskal. Dalam beberapa tahun
terakhir telah berhasil dilakukan konsolidasi di bidang keuangan negara. Ini dapat
-3-
memberikan petunjuk yang baik kepada pasar bahwa ketahanan fiskal tetap terjaga. Dalam
tahun 2002 defisit APBN mencapai 1,7 persen PDB, jauh dibawah dari target semula 2,5
persen PDB. Sementara itu, untuk lebih menggerakkan perekonomian pasca bom Bali defisit
APBN 2003 direncanakan meningkat menjadi 2,0 persen PDB. Sampai dengan bulan Juni
2003 penerimaan negara meningkat 3,8 persen, sedangkan belanja negara turun 0,2 persen
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Demikian pula utang pemerintah
diperkirakan dapat ditekan menjadi 68 persen PDB tahun 2003 dari 98 persen tahun 2002.
Secara umum ketahanan fiskal diperkirakan tetap terjaga sehingga memberikan landasan yang
kuat untuk penyusunan APBN ke depan.
Dalam 9 bulan pertama tahun 2003, proyek yang disetujui dalam rangka penanaman
modal dalam negeri (PMDN) hanya berjumlah 143 dengan nilai persetujuan sekitar Rp 16,0
triliun, turun dibandingkan periode yang sama tahun 2002 dengan proyek berjumlah 157
dengan nilai persetujuan sekitar Rp 18,7 triliun. Adapun proyek yang disetujui dalam rangka
PMA berjumlah 733 dengan nilai persetujuan sekitar US$ 6,2 miliar, naik dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya dengan proyek berjumlah 884 dan nilai persetujuan
sekitar US$ 5,9 miliar. Ringkasan perkembangan persetujuan penanaman modal dapat dilihat
pada tabel berikut
PMDN
PMA
Sumber: BKPM
Pertumbuhan ekonomi yang rendah juga tidak mampu menciptakan lapangan kerja
yang memadai guna menampung tambahan angkatan kerja serta pengangguran yang ada.
Akibatnya jumlah pengangguran terbuka ter us meningkat. Apabila dalam tahun 1997
pengangguran terbuka berjumlah 4,2 juta orang (4,7 persen dari total angkatan kerja), maka
dalam tahun 2002 meningkat menjadi 9,1 juta orang (9,1 persen dari total angkatan kerja)1.
Lambatnya pemulihan ekonomi dan meningkatnya jumlah pengangguran berpengaruh
terhadap meningkatnya jumlah penduduk miskin. Berdasarkan hasil Susenas tahun 2002,
jumlah penduduk miskin mencapai 38,4 juta jiwa (18,2 persen); lebih besar dari jumlah
penduduk miskin tahun 1996 yaitu sekitar 34,5 juta (17,7 persen).
Dalam semester I/2003, perekonomian tumbuh 3,6 persen; lebih tinggi dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya (y-o-y, Semester I/2002 terhadap Semester I/2001)
-4-
sekitar 3,3 persen. Berdasarkan perkembangan PDB sampai dengan semester I/2003 dan
perkembangan moneter sampai dengan September 2003, sasaran-sasaran makro dalam
keseluruhan tahun 2003 diperkirakan dapat tercapai dengan stabilitas moneter yang lebih baik.
Perekonomian diperkirakan mampu tumbuh sekitar 4 persen; laju inflasi diperkirakan sekitar
6 – 7 persen; nilai tukar rupiah diperkirakan sekitar Rp 8.400 – Rp 8.600/US$.
Selanjutnya dengan terlaksananya Pemilihan Umum tahun 2004 secara tertib dan
aman; terpeliharanya kelangsungan pembangunan dan stabilitas moneter dengan diakhirinya
program kerja sama dengan IMF akhir tahun 2003 ini; terjaganya keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia; serta perekonomian dunia yang relatif membaik; maka pada tahun 2004
nilai tukar rupiah diperkirakan sekitar Rp 8.600,-/US$; laju inflasi sekitar 6,5 persen, dan
pertumbuhan ekonomi sekitar 4,8 persen.
Prospek ekonomi tahun 2005 – 2009 akan dihadapkan pada lingkungan eksternal
sebagai berikut.
1. Meningkatnya integrasi perekonomian dunia yang pada satu pihak akan menciptakan
peluang yang lebih besar bagi perekonomian nasional; tetapi di lain pihak juga
meningkatkan unsur ketidakpastian dalam perekonomian dunia serta menuntut daya
saing perekonomian nasional yang lebih tinggi.
a) Perekonomian Amerika Serikat dan negara industri paling maju lainnya yang
diperkirakan masih tetap menjadi penggerak perekonomian dunia dan pasar dari
komoditi ekspor negara berkembang dengan kebijakan fiskal dan moneternya
yang relatif longgar.
3. Potensi ketidakpastian eksternal tetap besar antara lain berasal dari kemungkinan
melemahnya pertumbuhan ekonomi negara-negara industri paling maju (terutama
Amerika Serikat dan Jepang) serta perubahan kebijakan moneter secara drastis di
negara-negara industri maju.
b) Meningkatnya daya tarik dan daya saing RRC dan negara-negara Asia lainnya
(termasuk Vietnam) menuntut upaya yang serius untuk melakukan pembenahan di
sektor riil.
-5-
Adapun lingkungan internal yang diperkirakan berpengaruh positif terhadap perekonomian
Indonesia dalam lima tahun mendatang adalah sebagai berikut.
1. Dalam lima tahun mendatang kebijakan ekonomi makro diarahkan untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi agar mampu memecahkan masalah-masalah sosial yang
mendasar seperti pengangguran dan kemiskinan dengan tetap mempertahankan
stabilitas ekonomi.
3. Peningkatan iklim usaha untuk mendorong investasi dan ekspor dilakukan dengan
mengurangi hambatan-hambatan yang ada baik yang berkaitan dengan
ketenagakerjaan, permodalan, infrastruktur, perpajakan dan kepabeanan, serta
kelembagaan. Dalam kaitan itu beberapa kawasan strategis terus dikembangkan
dengan memberikan insentif yang tepat sasaran.
1. PERTUMBUHAN EKONOMI
-6-
tahun 2009 diperkirakan meningkat menjadi 1,2 kali dibandingkan dengan tahun
2004.
c) Investasi dibiayai dari tabungan dalam dan luar negeri. Sejalan dengan
meningkatnya investasi, peranan sumber pembiayaan dari luar negeri diperkirakan
berangsur-angsur meningkat menjadi 0,9 persen dalam tahun 2009 dari negatif 6,8
persen dalam tahun 2005.
g) Tingkat efisiensi kegiatan ekonomi yang diukur dengan Incremental Capital Output
Ratio (ICOR) mengalami sedikit perbaikan. Dalam tahun 2005 ICOR diperkirakan
sebesar 4,5, kemudian menurun menjadi 4,0 dalam tahun 2007. Pada tahun 2008,
ICOR diperkirakan mengalami sedikit kenaikan dengan meningkatnya
pembangunan prasarana.
2. NERACA PEMBAYARAN
-7-
c) Sejalan dengan meningkatnya investasi, arus PMA (neto) diperkirakan akan mulai
surplus pada tahun 2006 melebihi dari defisit pada neraca modal pemerintah.
3. STABILITAS MONETER
c) Dengan stabilnya nilai tukar rupiah dan terkendalinya laju inflasi, tingkat suku
bunga SBI 3 bulan diperkirakan berada pada kisaran 7 - 8 persen.
4. KEUANGAN NEGARA
-8-