You are on page 1of 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kawasan konservasi dan karakteristik di provinsi aceh merupakan


ungkapan yang akhir-akhir ini sering dikemukakan oleh Menteri Kehutanan
Indonesia1). Ungkapan tersebut mengingatkan bahwa hutan merupakan
sumberdaya yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Selain
sebagai penyedia bahan baku, hutan berfungsi sebagai sumber plasma nutfah dan
sistem penunjang kehidupan yang tidak tergantikan. Misalnya sebagai penyedia
oksigen dan penyerap karbondioksida melalui proses fotosintesis, penyerap dan
penjerap polutan, pemelihara keseimbangan siklus hidrologi dan stabilitas iklim.
Karena hutan merupakan national heritage for the global benefit, aceh yang
dianugrahi hutan luas dengan keanekaragaman hayati tinggi memikul tanggung
jawab moral untuk menjaga kelestarian fungsi hutan sebagai sumber plasma
nutfah dan sistem penunjang kehidupan, tidak saja bagi rakyat aceh tetapi juga
bagi kepentingan dunia. Dalam hal ini, secara kuantitatif upaya aceh telah cukup
nyata yakni dengan membangun sistem kawasan konservasi seluas

B. Tujuan dan Kegunaan

Makalah ini menguraikan tentang sistem kawasan konservasi di aceh yang


difokuskan kepada urgensi, perkembangan dan permasalahan yang dihadapi.
Tujuannya adalah memberikan informasi dan pemahaman kepada semua pihak
yang pada hakekatnya, langsung atau tidak langsung berkepentingan dengan
pembangunan kawasan konservasi. Informasi an pemahaman tersebut
diharapkan dapat digunakan sebagai dasar dalam

1
BAB II
PEMBAHASAN

C. PENGERTIAN KONSERVASI

Dalam Ensiklopedia di aceh (Redaksi Ensiklopedia aceh 1983) konservasi


masih diartikan sempit, yaitu perlindungan benda dan hasil produksi dari
kerusakan. Akibatnya banyak kalangan yang memandang pembangunan dan
konservasi sebagai dua kutub yang bertentangan. Di satu sisi pembangunan
menghendaki adanya perubahan dan di sisi lain konservasi tidak menghendaki
adanya perubahan, karena perubahan dapat menimbulkan kerusakan. Pemahaman
tersebut menimbulkan anggapan konservasi sebagai penghambat pembangunan.
Padahal tujuan konservasi adalah menunjang pembangunan berkelanjutan.
Dalam Merit Student Encyclopedia (Hasley 1979) konservasi diartikan
sebagai penggunaan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia secara
bijaksana. Sedangkan dalam The Encyclopedia Americana (Americana
Corporation 1980), konservasi diartikan sebagai manajemen lingkungan yang
dilakukan sedemikian rupa sehingga menjamin pemenuhan kebutuhan
sumberdaya alam bagi generasi yang akan datang. Tujuan utama kegiatan
konservasi adalah keberlanjutan spesies manusia yang pemenuhan makanan dan
baku lainnya sangat tergantung pada lingkungan alam. Tujuan lainnya adalah
memelihara kualitas lingkungan hidup dari pencemaran serta melindungi flora,
fauna, dan lahan.
Berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan untuk
pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan definisi konservasi
yang relevan adalah yang tertuang dalam Word Conservation Strategy (IUCN
1980) yang telah diadopsi oleh Indonesia dan dituangkan dalam Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan
Ekosistemnya. Dalam World Conservation Strategy, konservasi didefinisikan
sebagai manajemen biosphere secara berkelanjutan untuk memperoleh manfaat
bagi generasi sekarang dan generasi yang akan datang (Alikodra 1996). Tujuan
konservasi tersebut mencakup tiga hal (Alikodra 1996; Mas’ud dan Riswan 1996),
yaitu:
1) Perlindungan sistem ekologis yang penting sebagai pendukung kehidupan;
2) Pelestarian keanekaragaman flora dan fauna dan ekosistemnya;
3) Pemanfaatan sumberdaya biologis dan ekositemnya secara berkelanjutan.

D. MENGAPA KAWASAN KONSERVASI PENTING

Sebagai salah satu pusat keanekaragaman hayati dunia, aceh memiliki


Indeks Keanekaragaman Hayati (Biodiversity Index) tinggi (Paine 1997).
Walaupun kepulauan Indonesia hanya mewakili 1,3% luas daratan dunia, tetapi
memiliki 25 species ikan dunia, 17% spesies burung, 16% reptil dan amphibi,
12% mamalia, 10% tumbuhan dan sejumlah invertebrata, fungi, dan
mikroorganisme (Gautam, et al. 2000). Hutan tropis Indonesia merupakan 10%
dari hutan tropis dunia dan 40-50% hutan tropis Asia. Di dalamnya terdapat
sekitar 4.000 spesies pohon. Hutan tropika aceh juga merupakan habitat bagi 500
spesies mamalia (100 di antaranya endemik) dan 1.500 spesies burung (IUCN
1992). Oleh karena itu konservasi sumberdaya hutan merupakan hal yang sangat
penting.
Sebagai penunjang kehidupan) yang tidak tergantikan, sehigga tanpa sistem
tersebut kehidupan di bumi akan berubah atau rusak. Berbagai kebutuhan hidup
manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung berasal dari flora dan
fauna. Tanpa keberadaan flora dan fauna siklus unsur hara dan aliran energi tidak
akan berlangsung sehingga kehidupan manusia di atas permukaan bumi akan
punah.
Peningkatan jumlah dan tingkat kesejahteraan manusia menyebabkan permintaan
terhadap sumberdaya semakin meningkat. Untuk pemenuhan berbagai
kebutuhan, hutan terus dikonversi untuk lahan pertanian, permukiman, jalan,
perkantoran, dan fasilitas lain sehingga desakan terhadap degradasi hutan
semakin meningkat. Menurut Departemen Kehutanan (2000b) laju degradasi
hutan di Indonesia mencapai rata-rata 1-1,5 juta ha. Degradasai hutan tersebut

3
mengancam seluruh tipe habitat, dari hutan hujan dataran rendah sampai alpin,
yang menyebabkan penyusutan 20 hingga 70% (Barber et al. 1997). Akibatnya,
fungsi-fungsi lingkungan yang sangat mendasar untuk mendukung kehidupan
manusia terabaikan, beragam kehidupan flora dan fauna yang membentuk mata
rantai kehidupan yang bermanfaat bagi manusia menjadi rusak atau hilang.
Sementara itu, banyak sekali flora, fauna, dan mikroorganisme yang kedudukan,
fungsi, dan peranannya dalam ekosistem belum diketahui dengan pasti. Padahal,
setiap organisme dalam ekosistem hidup saling tergantung dan memberikan
kontribusi bagi keseimbangan ekosistem. Kita baru sadar, mengapa terjadi
ledakan hama wereng, tikus, kutu loncat, atau belalang setelah kita mengetahui
satwa yang berperanan sebagai predator hama tersebut hampir mengalami
kepunahan.

E. SISTEM KAWASAN KONSERVASI DI INDONESIA

Menurut IUCN (1994) kawasan dilindungi (protected area) adalah suatu areal,
baik darat dan atau laut yang secara khusus diperuntukan bagi perlindungan dan
pemeliharaan keanekaragaman hayati dan budaya yang terkait dengan
sumberdaya alam tersebut, dan dikelola melalui upaya-upaya yang legal atau
upaya-upaya efektif lainnya. IUCN mengelompokan kawasan dilindungi terdiri
atas 6 kategori yaitu:
I. Strict Nature Reserve/Wilderness Area
II. (Ia = Strict Nature Reserve dan Ib = Wilderness Area).
II. National Park.
Definisi mengenai keenam kategori kawasan yang dilindungi tersebut disajikan
pada
Sebagai masyarakat dunia, pembangunan sistem kawasan konservasi di
Aceh pada dasarnya mengacu pada sistem yang dikembangkan oleh IUCN.
Menurut UU RI No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan Undang-undang
Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan
Ekosistemnya, hutan (kawasan) konservasi adalah hutan dengan ciri khas
tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan
dan satwa serta ekosistemnya. Walaupun tidak sama persis, pengertian
“protected area” menurut IUCN dapat dianggap identik dengan hutan konservasi
atau selanjutnya disebut kawasan konservasi (KK). Sistem KK di Indonesia
terdiri atas hutan suaka alam, hutan pelestarian alam, dan taman buru.
Hutan suaka alam adalah KK baik di daratan maupun perairan yang mempunyai
fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa
serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga
kehidupan. Kawasan suaka alam terdiri atas cagar alam (CA) dan suaka
margasatwa (SM). Cagar Alam adalah kawasan suaka alam yang karena
keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau
ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung
secara alami.
Suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa
keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan
hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya.
Kawasan Pelestarian Alam (KPA) yaitu KK, baik di daratan maupun di perairan
yang mempunyai fungsi sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan,
pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara
lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Kawasan pelestarian alam
mencakup taman nasional (TN), taman wisata alam (TW), dan taman hutan raya
(Tahura).
Taman nasional adalah KPA yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan
sistem zonasi yang digunakan untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman nasional ditata
dalam tiga zona, yaitu zona inti, zoba rimba, dan zona pemanfaatan. Zona inti
dilindungi secara mutlak dan tidak diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh
aktivitas manusia. Zona rimba berfungsi sebagai penyangga zona inti dan zona
pemanfaatan merupakan bagian TN yang dapat dijadikan pusat rekreasi dan
kunjungan wisata.
Taman Wisata Alam adalah KPA yang tujuan utamanya untuk dimanfaatkan

5
bagi kepentingan pariwisata dan rekreasi alam.
Taman Hutan Raya (Tahura) adalah KPA untuk tujuan koleksi tumbuhan dan
atau satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli atau bukan asli (eksotik) yang
dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,
menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi.
Taman buru yaitu kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat wisata berburu.
Menurut Rahardjo (1991), di samping memenuhi kriteria taman wisata taman
buru harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
· populasi satwa yang diburu terjamin kelestariannya, artinya dinamika
populasi satwa tersebut dapat dimonitor dengan baik,
· satwa buru dapat bereproduksi dengan baik.
Setiap kategori kawasan konservasi memiliki fungsi, karakteristik, dan
manajemen yang berbeda karena memiliki tujuan penetapan dan pengelolaan
yang berbeda. Akan tetapi semua KK mempunyai fungsi pokok yang sama yaitu
pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.
Selain kawasan konservasi tersebut, Aceh memiliki hutan lindung (protection
forest) seluas 30.3 juta ha yang fungsi utamanya untuk melindungi daerah
tangkapan air (catchment area). Walaupun hutan lindung berfungsi sebagai
tempat perlindungan sumberdaya hayati, tetapi tidak digolongkan kawasan
konservasi karena perlindungan sumberdaya hayati bukan merupakan tujuan
utama.

BAB III
PERKEMBANGAN KAWASAN KONSERVASI DI ACEH

Pembangunan kawasan konservasi diaceh dapat dianggap dimulai oleh Dr.


Koorders, (1863-1919) pendiri dan ketua pertama dari Nederlandsh Indische
Vereeniging tot Natuurbescherming (Perkumpulan Perlindungan Alam Hindia
Belanda). Walaupun sebelum pendirian perkumpulan itu ada beberapa kegiatan
perlindungan alam, tetapi kegiatan tersebut tidak dilakukan dengan kesadaran
penuh. Misalnya perlindungan hutan di Depok, antara Jakarta dan Bogor (1714)
dan perlindungan hutan Cibodas, di lereng Gunung Gede. Atas usul Direktur
s’Land Plantentuin (Kebun Raya) Bogor, Melchior Treub (1880-1909), areal
hutan Cibodas (280 ha) dinyatakan sebagai Cagar Alam (Departemen Kehutanan
1984a). Bahkan Mishra (1994) menyatakan bahwa kawasan konservasi pertama
di Indonesia didirikan tahun 684 atas permintaan Raja Sriwijaya. Pendirian cagar
alam tesebut merupakan tindakan yang berdiri sendiri, bukan sebagai hasil dari
rancangan umum mengenai perlindungan alam.
Dalam tiga dekade terakhir (mulai tahun 1970 sampai dengan tahun 1999),
terutama sejak diterapkannya sistem Pembangunan Lima Tahun (Pelita), luas
kawasan konservasi yang ditetapkan meningkat dengan pesat. Selain luasannya
yang meningkat pesat, jenis kawasan konservasi pun semakin beragam.
Perlindungan, pelestartian, dan pemanfaatan (rekreasi). Perkembangan taman
nasional ini dipengaruhi oleh penyelenggaraan Kongres Taman Nasional Sedunia
ke 3 Tahun 1982 di Bali. Sejak itu luas taman nasional di Indonesia berkembang
pesat hingga mencapai 14.815.976,18 ha dan menjadi bagian terbesar (65,67%)
dari kawasan konservasi.

BAB IV

7
MASALAH-MASALAH DALAM PEMBANGUNAN KAWASAN
KONSERVASI

Pembangunan kawasan konservasi di aceh masih dihadapkan pada berbagai


gangguan dan ancaman yang menyebabkan kerusakan dan kawasan konservasi
belum dapat berfungsi secara optimal. Berbagai bentuk gangguan dan ancaman
terhadap kawasan konservasi adalah: pencurian dan penebangan liar,
perambahan, peredaran dan perdagangan flora dan fauna secara illegal,
perburuan liar, penangkapan melebihi quota, dan penyelundupan flora dan fauna
langka dan dilindungi (Sukiran 2000). Gambaran penyebaran berbagai jenis
gangguan yang terjadi terhadap taman nasional di seluruh aceh .
 Aceh belum mampu mengubah potentsi ekologis yang dimiliki menjadi
potensi ekonomi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
secara optimal;
 Tingkat pendidikan, motivasi, dedikasi dan etos kerja serta tingkat
kesejahteraan pegawai yang terlibat dalam pengelolaan kawasan
konservasi umumnya masih rendah.

dilakukan hanya oleh Departemen Kehutanan. Pandangan bahwa konservasi


sumberdaya alam (hutan) murapakan kegiatan yang terbatas pada Departemen
Kehutanan adalah hambatan yang perlu dihilangkan. Pandangan tersebut
menimbulkan kesan ego sektoral, sehingga pembangunan kawasan konservasi
kurang mendapat dukungan dari masyarakat dan instansi lainnya.
Departemen Kehutaan dan Perkebunan (2000a) menyatakan bahwa salah satu
kelemahan dalam pengelolaan kawasan konservasi adalah peranan pemerintah
daerah dalam konservasi alam sangat minim. Hal ini disebabkan pengelolaan
kawasan konservasi masih bersifat sentralistis dan pembagian wewenang dengan
pemerintah daerah belum jelas.

BAB V
PENUTUP

KESIMPULAN

Sebagai negara yang memiliki keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi,


Indonesia memikul tanggung jawab moral untuk melindungi sumberdaya tersebut
bagi kepentingan kesejahteraan manusia generasi sekarang maupun generasi yang
akan datang, baik lokal, regional, nasional maupun global. Sekali suatu spesies
hilang atau punah maka spesies tersebut akan punah selamanya. Sementara itu
masih banyak sekali spesies yang belum diketahui kegunaannya bagi umat
manusia. Oleh karena itu prinsip “save it, study it, and use it” merupakan prinsip
yang sangat tepat.
Walaupun dari segi kuantitas (luas dan jenis), pembangunan kawasan konservasi
di Indonesia telah mengalami perkembangan yang pesat, akan tetapi
pembangunan tersebut belum dapat mencapai hasil yang optimal

SARAN
Pengelolaan kawasan konservasi selama ini dilaksanakan oleh institusi setingkat
Dirjen di bawah Menteri Kehutanan yang juga membawahi bidang eksploitasi
hutan (penebangan). Secara teoritis hal ini dapat menyebabkan terjadinya
“conflict of interest”. Selain itu, kenyataan menunjukkan bahwa kawasan
konservasi yang ada tidak hanya mencakup kawasan hutan tetapi juga mencakup
lautan (CAL, SML, TNL, dan TWL) dan areal lain di luar kawasan hutan
(kawasan lindung). Oleh karena itu, sudah saatnya pengelolaan kawasan
konservasi ini dilaksanakan oleh suatu lembaga independen (Badan atau
Departemen) yang terpisah dari Departemen Kehutanan.

DAFTAR PUSTAKA

9
Alikodra, H.S. 1996. The implementation of Forest Resource Conservation in
Sustainable Forest Management in Indonesia (in) Indonesia’s Efforts to Achieve
Sustainable Forestry (Revised Edition). Forum of Indonesian Forestry Scientists.

American Corporation. 1980. The Encyclopedia Americana. International


Edition Vol. 7. International Headquaters. Danbury.

Barber, C.V., Suraya Afif, dan Agus Purnomo. 1997. Melurusakan Arah
Pelestarian Keanekaragaman Hayati dan Pembangunan di Indonesia, penerjemah
Marina Malik – ed. 1. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Departemen Kehutanan. 1986a. Sejarah Kehutanan Indonesia I: Periode


Prasejarah– Tahun 1942. Departemen Kehutanan RI. Jakarta.

___________________. 1986b. Sejarah Kehutanan Indonesia II-III: Periode


Tahun 1942-1983. Departemen Kehutanan RI. Jakarta.

___________________ dan Perkebunan. 2000a. Program Pembangunan


Nasional (Propenas) Perlindungan dan Konservasi Alam Tahun 2000-2004.
Departemen Kehutanan dan Perkebunan, Direktorat Jenderal Perlindugan dan
Konservasi Alam. Jakarta.

You might also like