Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
BAB II
PEMBAHASAN
C. PENGERTIAN KONSERVASI
3
mengancam seluruh tipe habitat, dari hutan hujan dataran rendah sampai alpin,
yang menyebabkan penyusutan 20 hingga 70% (Barber et al. 1997). Akibatnya,
fungsi-fungsi lingkungan yang sangat mendasar untuk mendukung kehidupan
manusia terabaikan, beragam kehidupan flora dan fauna yang membentuk mata
rantai kehidupan yang bermanfaat bagi manusia menjadi rusak atau hilang.
Sementara itu, banyak sekali flora, fauna, dan mikroorganisme yang kedudukan,
fungsi, dan peranannya dalam ekosistem belum diketahui dengan pasti. Padahal,
setiap organisme dalam ekosistem hidup saling tergantung dan memberikan
kontribusi bagi keseimbangan ekosistem. Kita baru sadar, mengapa terjadi
ledakan hama wereng, tikus, kutu loncat, atau belalang setelah kita mengetahui
satwa yang berperanan sebagai predator hama tersebut hampir mengalami
kepunahan.
Menurut IUCN (1994) kawasan dilindungi (protected area) adalah suatu areal,
baik darat dan atau laut yang secara khusus diperuntukan bagi perlindungan dan
pemeliharaan keanekaragaman hayati dan budaya yang terkait dengan
sumberdaya alam tersebut, dan dikelola melalui upaya-upaya yang legal atau
upaya-upaya efektif lainnya. IUCN mengelompokan kawasan dilindungi terdiri
atas 6 kategori yaitu:
I. Strict Nature Reserve/Wilderness Area
II. (Ia = Strict Nature Reserve dan Ib = Wilderness Area).
II. National Park.
Definisi mengenai keenam kategori kawasan yang dilindungi tersebut disajikan
pada
Sebagai masyarakat dunia, pembangunan sistem kawasan konservasi di
Aceh pada dasarnya mengacu pada sistem yang dikembangkan oleh IUCN.
Menurut UU RI No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan Undang-undang
Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan
Ekosistemnya, hutan (kawasan) konservasi adalah hutan dengan ciri khas
tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan
dan satwa serta ekosistemnya. Walaupun tidak sama persis, pengertian
“protected area” menurut IUCN dapat dianggap identik dengan hutan konservasi
atau selanjutnya disebut kawasan konservasi (KK). Sistem KK di Indonesia
terdiri atas hutan suaka alam, hutan pelestarian alam, dan taman buru.
Hutan suaka alam adalah KK baik di daratan maupun perairan yang mempunyai
fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa
serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga
kehidupan. Kawasan suaka alam terdiri atas cagar alam (CA) dan suaka
margasatwa (SM). Cagar Alam adalah kawasan suaka alam yang karena
keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau
ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung
secara alami.
Suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa
keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan
hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya.
Kawasan Pelestarian Alam (KPA) yaitu KK, baik di daratan maupun di perairan
yang mempunyai fungsi sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan,
pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara
lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Kawasan pelestarian alam
mencakup taman nasional (TN), taman wisata alam (TW), dan taman hutan raya
(Tahura).
Taman nasional adalah KPA yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan
sistem zonasi yang digunakan untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman nasional ditata
dalam tiga zona, yaitu zona inti, zoba rimba, dan zona pemanfaatan. Zona inti
dilindungi secara mutlak dan tidak diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh
aktivitas manusia. Zona rimba berfungsi sebagai penyangga zona inti dan zona
pemanfaatan merupakan bagian TN yang dapat dijadikan pusat rekreasi dan
kunjungan wisata.
Taman Wisata Alam adalah KPA yang tujuan utamanya untuk dimanfaatkan
5
bagi kepentingan pariwisata dan rekreasi alam.
Taman Hutan Raya (Tahura) adalah KPA untuk tujuan koleksi tumbuhan dan
atau satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli atau bukan asli (eksotik) yang
dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,
menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi.
Taman buru yaitu kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat wisata berburu.
Menurut Rahardjo (1991), di samping memenuhi kriteria taman wisata taman
buru harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
· populasi satwa yang diburu terjamin kelestariannya, artinya dinamika
populasi satwa tersebut dapat dimonitor dengan baik,
· satwa buru dapat bereproduksi dengan baik.
Setiap kategori kawasan konservasi memiliki fungsi, karakteristik, dan
manajemen yang berbeda karena memiliki tujuan penetapan dan pengelolaan
yang berbeda. Akan tetapi semua KK mempunyai fungsi pokok yang sama yaitu
pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.
Selain kawasan konservasi tersebut, Aceh memiliki hutan lindung (protection
forest) seluas 30.3 juta ha yang fungsi utamanya untuk melindungi daerah
tangkapan air (catchment area). Walaupun hutan lindung berfungsi sebagai
tempat perlindungan sumberdaya hayati, tetapi tidak digolongkan kawasan
konservasi karena perlindungan sumberdaya hayati bukan merupakan tujuan
utama.
BAB III
PERKEMBANGAN KAWASAN KONSERVASI DI ACEH
BAB IV
7
MASALAH-MASALAH DALAM PEMBANGUNAN KAWASAN
KONSERVASI
BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN
SARAN
Pengelolaan kawasan konservasi selama ini dilaksanakan oleh institusi setingkat
Dirjen di bawah Menteri Kehutanan yang juga membawahi bidang eksploitasi
hutan (penebangan). Secara teoritis hal ini dapat menyebabkan terjadinya
“conflict of interest”. Selain itu, kenyataan menunjukkan bahwa kawasan
konservasi yang ada tidak hanya mencakup kawasan hutan tetapi juga mencakup
lautan (CAL, SML, TNL, dan TWL) dan areal lain di luar kawasan hutan
(kawasan lindung). Oleh karena itu, sudah saatnya pengelolaan kawasan
konservasi ini dilaksanakan oleh suatu lembaga independen (Badan atau
Departemen) yang terpisah dari Departemen Kehutanan.
DAFTAR PUSTAKA
9
Alikodra, H.S. 1996. The implementation of Forest Resource Conservation in
Sustainable Forest Management in Indonesia (in) Indonesia’s Efforts to Achieve
Sustainable Forestry (Revised Edition). Forum of Indonesian Forestry Scientists.
Barber, C.V., Suraya Afif, dan Agus Purnomo. 1997. Melurusakan Arah
Pelestarian Keanekaragaman Hayati dan Pembangunan di Indonesia, penerjemah
Marina Malik – ed. 1. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.