You are on page 1of 82

TERBATAS

DINAS KESEHATAN ANGKATAN UDARA


RSPAU Dr. ESNAWAN ANTARIKSA

BAB I
TEHNIK RADIOGRAFI

Adalah ilmu yang mempelajari tata cara pemotretan dengan menggunakan


sinar - x ( sinar Roentgen ) untuk membuat gambar Radiografi ( gambar Roentgen
) yang baik, yang dapat di pakai untuk menegakkan Diagnosa.

Istilah “memotret” kecuali di kenal dalam Fotografi, juga dikenal dalam


Radiografi. Tetapi untuk membedakan dua hal tersebut maka perlu dilihat dari tiga
hal sebagai berikut :

1. Dalam penggunaan sinarnya, Fotografi menggunakan cahaya biasa sedang


dalam Radiografi yang di gunakan adalah sinar - x ( sinar Roentgen ).

2. Dalam prinsip pemotretannya, Fotografi menggunakan lensa untuk


menangkap cahaya yang di pantulkan oleh obyek, untuk kemudian diteruskan
ke film. Sedangkan dalam Radiografi, sinar - x menembus obyek dan
ditangkap oleh film.

3. Dalam peralatannya, radiografi membutuhkan jenis peralatan yamg lebih


besar dan lebih rumit lagi.

SINAR - X :

Ditemukan oleh seorang ahli fisika berkebangsaan jerman yang bernama


WILHELM CONRAD RONTGEN pada tahun 1895. Olehkarena itu maka Sinar - x
kemudian di sebut juga sebagai sinar Rontgen. Sinar - x dihasilkan oleh tabung
hampa, yang terjadi akibat adanya interaksi antara electron kecepatan tinggi dan
bahan target didalam tabung itu. Sinar - x tidak dapat dilihat oleh mata, dapat
menembus bahan dan termasuk gelombang elektromagnetik. Sinar - x dapat pula
menimbulkan bayangan latent pada lapisan emulsi film. Sifat yang disebut terakhir
inilah yang sangat erat hubunagnnya dengan panggambaran didalam Radiografi.

Sinar - x menjadi alat utama dalam radiogrefi. Selanjutnya untuk


melaksanakan pekerjaan radiografi, maka diperlukan “tatacara pemotretan” dengan
urutan sebagai berikut :

I. Pengaturan penderita ( obyek )


II. Pengatauran sinar
III. Pengaturan film ( asesoris )
IV. Pengaturan factor ekpos ( factor penyinaran )

I. Pengaturan Penderita :

Dalam melakukan pemotretan, maka penderita perlu diatur sedemulian rupa


baik secara keseluruhan maupun bagian demi bagian, sehingga memudahkan
pelaksanaan pemotretan pada bagian yang di perlukan. Untuk itu pengaturan
penderita digolongkan dalam dua hal, yaitu :

TERBATAS
TERBATAS
2
1. Posisi penderita

Yang dimaksud dengan posisi penderita adalah letak atau


kedudukan penderita secara keseluruhan dalam suatu pemotretan. Posisi
penderita secara keseluruhan dalam suatu pemotretan. Posisi penderita
dapat disebut dengan berbagai istilah, antara lain :

Supine = Tidur telentang Prone = Tidur telungkup

Lateral = miring menyamping ke kiri / kanan ( membentuk sudut 90º )

TERBATAS
TERBATAS
3

Oblique = Miring ( membentuk sudut lebih kecil dari 90º )

Istilah oblique pada umumnya merupakan letak atau kedudukan


penderita terhadap film dalam suatu pemotretan. Ada 4 macam kedudukan
oblique,yaitu :

- Right Anterior Oblique ( RAO ). Artinya letak penderita


miring dengan tepi kanan depan dekat terhadap film.

- Right Posterior Obique ( RPO ). Artinya letak penderita


miring dengan tepi kanan belakang dekat dengan film.

- Left Anterior Oblique ( LAO ). Artinya letak penderita miring


dengan tepi kiri depan dekat terhadap film.

- Left Posterior Oblique ( LPO ). Artinya penderita miring


dengan tepi kiri belakang dekat terhadap film.

TERBATAS
TERBATAS
4

2). Posisi obyek.

Yang dimaksud dengan posisi obyek adalah letak atau kedudukan dari
sebagian dari tubuh penderita yang perlu diatur dalam suatu pemotretan.
Misalnya seorang penderita akan di foto tangannya, maka yang disebut
obyek adalah posisi dari tangan penderita yang akan di foto. Pada
umumnya untuk mengatur posisi obyek perlu dilakukan suatu pergerakan
agar obyek tersebut berada pada posisi yang dikehendaki. Beberapa istilah
pergerakan yang penting antara lain :

Inversion
Eversion

Addukasi = gerakan Fleksio = gerakan melipat sendi. Eversion = gerakan membuka


merapat ke tubuh. Ekstensio = gerakan membuka sendi kaki
sendi. Inversion = gerakan menutup
sendi kaki

- Endorotasi = gerakan memutar ke dalam.


- Inspirasi = gerakan menarik napas.
- Ekspirasi = gerakan mengeluarkan nafas.

Didalam pemeriksaan Radiografi medis, yang di periksa adalah


manusia, sehingga pengaturan penderita harus benar-benar dilandasi
dengan sendi-sendi kesopanan. Jika mungkin penderita diajak memahami
hal-hal yang perlu dilakukan dalam pemeriksaan, sehingga dengan demikian
dapat diharapkan kerja sama dari penderita dalam rangka memperlancar
jalannya pemeriksaan. Disamping itu perlu pula di usahakan pengaturan
posisi yang paling mengenakan bagi penderita dalam batas-batas yang
dimungkinkan, sehingga penderita dapat merasa tetap nyaman meskipun
dalam pemeriksaan.

TERBATAS
TERBATAS
5

Pergerakan obyek yang terjadi sewaktu dilakukan penyinaran, akan


mengakibatkan kekaburan pada foto roentgen yang dihasilkan. Untuk itu
perlu disediakan beberapa alat yang dapat mengurangi pegerakan obyek
selama penyinaran. Disamping itu alat tersebut berfungsi untuk memberikan
rasa senang atau kenyamanan bagi penderita. Alat yang dimaksud antara
lain adalah : bantal dengan berbagai ukuran, kantong pasir ( sand bag ), karet
busa ( spon ), kain untuk pengikat/ penarik, dan perlengkapan- perlengkapan
lain yang di perlukan.

II. Pengaturan sinar :

Sinar - x yang akan digunakan dalam pemotretan perlu di arahkan secara


tepat pada obyek yang akan di foto. Disamping itu kekuatan sinar serta jumlah
sinar perlu diatur agar sesuai dengan besarnya obyek yang akan di foto. Oleh
karena itu maka pengaturan sinar dapat digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu :

1. Pengaturan Focus Film distance ( FFD )

Jarak antara sumber sinar ( Focus ) ke Film, perlu diatur pada setiap
melaksanakan pemotreta oleh karena hal tersebut akan berpengaruh
terhadap kualitas gambar, factor eksposi dan lain sebagainya. Pada
umumnya FFD untuk pemotretan Radiografi berkisar antara (40 – 200) cm,
tergantung dengan jenis pemeriksaan yang dilakukan.

a. FFD = Focus Film Distance c. FOD = Fokus Object


Distance

FFD

FOD

TERBATAS
TERBATAS
6

b. OFD = Object Film Distance

OFD

2. Pengaturan Central Ray ( CR )

Yang dimaksud dengan Central Ray adalah pusat dari berkas sinar
yang digunakan dalam pemotretan. Central ray merupakan garis lurus
tengah-tengah berkas sinar yang menunjukan arah/ jalannya sinar tersebut.
Selanjutnya istilah-istilah arah sinar selalu disebut sesuai dengan arah
datangnya dan perginya sinar. Contohnya sebagai berikut :

- Antero-Posterior : sinar dari depan ke belakang


- Postero-Anterior : sinar dari belakang ke depan

Trans – Lateral : sinar dari tepi yang satu ke tepi yang lain
TERBATAS
TERBATAS
7

- Dorso-Ventral : sinar dari punggung ke perut


- Ventro-Dorsal : sinar dari perut ke punggung
- Dorso-Plantar : sinar dari punggung ke telapak
( tangan/kaki )
- Planto-Dorsal : sinar dari telapak ke punggung
( tangan/kaki )
- Supero-Inferior : sinar dari atas ke bawah
- Infero-Superior : sinar dari bawah ke atas
- Latero-Medial : sinar dari tepi ke bawah
- Medio-Lateral : sinar dari tengah ke tepi
- Caudo-Cranial : sinar dari kaki ke kepala
- Cranio-Caudial : sinar dari kepala ke kaki
- Axial : sinar menuju ke poros sendi
- Tangensial : sinar membentuk garis singgung terhadap
obyek.

Selanjutnya didalam pemotretan maka Central Ray akan diarahkan ke suatu


titik pada obyek. Titik tersebut dinamakan “Central Point (CP)”.

III. Pengaturan Faktor Eksposi :

Faktor eksposi ( factor penyinaran ) terdiri dari KV ( kilo volt ), mA ( mili


Amper ) dan s ( second ). KV adalah satuan beda potensial yang diberikan antara
katoda dan anoda didalam tabung Roentgen. KV akan menentukan kekuatan
( Kualitas ) sinar - x yang akan dihasilkan. MA adalah suatu arus tabung, dan S
adalah satuan waktu penyinaran. mAS ( milli Amper Second ) akan
menentukan jumlah sinar - x yang dihasilkan.

Besarnya factor eksposi berbeda-beda untuk tiap jenis pemotretan, oleh


karena adanya beberapa factor yang mempengaruhi, antara lain yaitu :

1. Ketebalan obyek : Semakin tebal obyek yang di foto, semakin tinggi factor
eksposi yang di butuhkan dalan pemotretan tersebut.

2. Focus Film Distance : Pada penggunaan FFD yang lebih besar,


membutuhkan factor eksposi yang lebih tinggi.

3. Tehnik pemotretan yang dilakukan : Misalnya soft tissue technique,high


KV technique, membutuhkan factor eksposi yang berbeda dengan tehnik biasa
meskipun pada obyek yang sama.

4. Penggunaan peralatan tertentu : Penggunaan screen film, non screen


film, grid, dan lain-lain, masing-masing akan membutuhkan factor eksposi yang
berbeda satu sama lain.

IV. Pengaturan Film :

Dalam radiografi ada dua jenis film, Screen Film dan Non Screen Film,
dimana peda pemakaian jenis screen film menggunakan kaset radiografi. Baik
secara screen film maupun non screen film, pengaturan didalam pemotretan di
tempatkan di belakang obyek dengan urutan : sumber sinar obyek film.
Sinar diarahkan ke obyek, kemudian menembus obyek mengenai film sehingga
terbentuklah bayangan Latent.
TERBATAS
TERBATAS
8

Penempatan film dalam pemotretan dapat diatur horizontal, vertikal atau


menyudut, sesuai dengan tehnik posisi yang dilakukan. Perlu pula untuk di
perhatikan agar film tidak mengalami kerusakan baik oleh karena pencahayaan
sebelum atau sesudah di pakai dalam pemotretan, oleh karena double expose atau
oleh karena sebab-sebab lainnya.

GAMBARAN RONTGEN YANG BAIK :

Tujuan dari pemotretan Radiografi adalah untuk mendapatkan gambaran


Roentgen yang baik. Gambaran Roentgen yang baik adalah yang mampu
memberi informasi sebanyak-banyaknya untuk menentukan diagnosa secara tepat.
Sedangkan kriteria penilaiannya akan dilihat dari kualitas Radiografinya serta seni
Fotografinya.

/ ALASAN …..

ALASAN-ALASAN PEMOTRETAN :

Untuk melakukan suatu pemotretan, terlebih dahulu harus diketahui alasan-


alasan yang mendorong dilakukanya pemotretan tersebut. Ada 4 alasan
pemotretan yaitu :

1. Fraktura ( ruda paksa ); yaitu patah atau retak tulang akibat benturan/
kekerasan. Foto Roentgen yang di butuhkan harus dapat memperlihatkan
lokasi, bentuk serta kedudukan dari faktura tersebut.

2. Dislokasi ( luksasi ); yaitu terlepasnya atau bergesernya sendi dari mangkok


sendi. Foto Roentgen yang harus dibutuhkan harus dapat memperlihatkan
kearah mana dislokasi tersebut terjadi.

3. Corpus alienum ( foreign body ); yaitu adanya benda asing di dalam tubuh.
Foto Roentgen yang dibutuhkan harus dapat mamperlihatkan letak benda
asing tersebut dari berbagai sisi.

4. Kelainan Patologis; yaitu kelainan akibat sesuatu penyakit.

Untuk beberapa organ yang berpasangan pada umumnya dilakukan foto


perbandingan untuk memperoleh perbandingan kelainan di satu sisi terhadap sisi
yang lain.
Yang dimaksud foto perbandingan adalah pemotretan dari kedua bagian tubuh yang
berpasangan (missal tangan kanan dan tangan kiri), dengan posisi pemotretan yang
sama, serta factor kondisi yang sama pula.

BEBERAPA PRINSIP DIDALAM PEMOTRETAN :

1. Untuk mengurangi magnifikasi hendaklah pada setiap pemotretan


diusahakan agar obyek di tempatkan sedekat-dekatnya terhadap film. Kecuali
pada tehnik Makro Radiografi, magnifikasi justru diperlukan.

TERBATAS
TERBATAS
9
2. Pengaturan sinar ( Central Ray ) yang tidak tegak lurus terhadap film akan
mengakibatkan distorsi gambar/ parubahan bentuk.

3. Luas lapangan penyinaran hendaklah dibuat sekecil mungkin sesuai dengan


kebutuhan pemeriksaan.

4. Didalam melakukan suatu pemeriksaan hendaklah dipilih tehnik-tehnik yang


paling menguntungkan baik untuk kepentingan pemeriksaan ( diagnosa ),
maupun untuk kanyamanan penderita, maupun untuk Proteksi.

5. Hindari pengulangan penyinaran akibat kesalahan dalam melakukan posisi


( tehnik ), ataupun dalam menentukan factor kondisi.

I. IS (INTENSIFYING SCREEN)

LUMINESENSI :

Kesanggupan dari group materi ( Phospor ) untuk memancarkan cahaya


(radiasi gelombang panjang) bila dikenakan radiasi gelombang pendek (sinar
– x).

/ Luminesensi …..

Luminesensi terbagi 2 jenis :

1. FLUOROSENSI :

Cahaya dipancarkan setelah terjadinya penyerapan energi dari radiasi


gelombang pendek, cahaya dipancarkan hanya selama adanya radiasi gelombang
pendek (sinar – x).

2. Phosporesensi (After Glow) :

Cahaya yang dipancarkan setelah terjadi penyerapan energi dari radiasi


gelombang pendek, pemancaran cahaya masih diteruskan beberapa saat walaupun
radiasi gelombang pendek sudah berhenti menyinari.

Efek dari Fluorosensi dalam Radiografi digunakan pada :

1. Fluoroskopi
2. Intensifying Image ( II )
3. Photo Fluoroskopi
4. IS jenis phosphor Calsium Tungstate

Keuntungan IS : Kerugian IS :

1. Dosisi radiasi rendah 1. Harganya mahal


2. Beban kerja pesawat minimal 2. Artefact IS kotor
3. Waktu eskpose pendek 3. Kabur dengan IS Dosis rendah
4. Kontras foto lebih baik

Perawatan IS :

1. Permukaan jangan sering di sentuh.


TERBATAS
TERBATAS
10
2. Tidak boleh dilipat.
3. Kaset harus selalu tertutup.
4. Tidak terkena percikan larutan kimia.
5. Bersihkan secara regular dengan kapas dan air hangat dan sabun lunak.
6. Disimpan pada tempat yang dingin dan kering.

II KASET

Konsrtuksi Kaset :

1. Bagian atas kaset terbuat dari bahan Radiolucent.


2. Intensifying Screen
3. Film Rontgen.
4. Pad bantalan yang terbuat dari karet busa.
5. Kaset bagian belakang terbuat dari bahan steal campur lead (Pb) yang
gunanya untuk mencegah radiasi hambur balik.

III GRID

Scatter Grid (GRID) terdiri dari :

/ 1. Lead …..

1. Lead Strip (Pb)


2. Transparan interspace material (Al / Plastik)

Kegunaan Grid yaitu untuk mengurangi radiasi hamburan.

Jenis Grid :

1. Stasioner Grid (Lysolm)

a. Keuntungan bisa digunakan dimana-mana.


b. Kerugian Grid Line terlihat.

2. Moving Grid (Bucky) Grid bergerak pada saat di ekspose

a. Keuntungan Grid Line tidak terlihat.


b. Kerugian tidak bias dibawa kemana-mana.

IV FILM RONTGEN

Bahan yang peka terhadap sinar – x dan cahaya (Perak Halogen) serta
sensitive terhadap radiasi elektro magnetic yang mempunyai panjang
gelombang 460 nm.

SUPER COAT

EMULSI LAYER
GELATIN
TERBATAS
TERBATAS
11

SUB STRATUM LAYER PEREKAT

FILM BASE

FILM ditinjau dari Emulsi terbagi :

1. Double Emulsi Film Rontgen


2. Singel side Emulsion :
a. MCS / MMR (Mass Miniatur Radiography)
b. Cine Film
c. Substraction Film
d. Duplicating Film.

Film ditinjau dari jenisnya :

1. Screen Film :

/ a. Kontras …..

a. Kontras lebih baik Detail rendah (High Velocity)


b. Pemotretan bagian tubuh yang tebal.

2. Non Screen Film :

a. Kontras lebih rendah Detail tinggi (Slow Velocity)


b. Pemotretan bagian tubuh yang tipis.
c. Tanpa IS
d. Emulsi lebih tebal.

Keuntungan Double Emulsi Film :

1. Kepekaan Film :
a. Faktor eksposi minimal maka Dosis minimal.
b. “t” eksposi minimal maka kualitas maksimal karena movement lebih
kecil.
c. Pesawat akan terawatt.

2. Kontras dari bayangan lebih baik.


3. Mencegah terjadinya gelombang pada film.

Kerugiannya :

1. Cairan Processing cepat lemah.


2. Film lebih mahal.

CARA PENYIMPANAN FILM :

1. Di gudang :
TERBATAS
TERBATAS
12
a. Suhu ± 10 º C
b. Kering / Humidity 4 %
c. Ventilasi yang baik
d. Posisi film harus berdiri untuk mencegah Pressure Marks.
e. Disusun berdasarkan Expose Date.
f. Hindari kontaminasi terhadap bahan kimia.
g. Terhindar dari radiasi.

2. Di kamar periksa :
a. Di masukan dalam kaset dan terhindar dari radiasi primer dan
hamburan.
b. Bila perlu disimpan dalam Radiation Proof Boxes.

3. Di kamar gelap :
a. Jauh dari pintu masuk kamar gelap.
b. Letakkan diatas meja kering.
c. Bila perlu Film Box berada dilaci dengan posisi berdiri.

CARA PENYIMPANAN ARSIP FILM :

1. Suhu ruangan 27 º C
2. Humidity 25 % - 68 %
3. Untuk mencegah jamur bias dicuci dengan cairan 5 % Sulfate.

TEHNIK KAMAR GELAP

I TAHAPAN PENCUCIAN

1. Developing (Pembangkit)

a. Merubah Perak Halogen menjadi Perak logam hitam (bayangan


hitam)
b. Metoda pembangkitan : 5 mt suhu 20 º C
c. Inspeksi : Metoda ini kurang menguntungkan karena :
- Waktu kurang efisien
- Kemungkinan terjadinya oksidasi
- Kemungkinan terjadinya Light Fongging
- Kemungkinan cairan akan terbuang

d. Agitasi :
- Menghindari “Air Bubbles”
- Proses pembangkitan lebih merata
- Kekurangan agitasi akan menimbulkan “edge effect” dan
“Bromide flow lines” (garis hitam didaerah yang densitasnya
tinggi)

e. Hal-hal yang menimbulkan kelemahan Developer :


- Aerial Oxidation menigkat
- Temperatur larutan
- PH larutan melemah
TERBATAS
TERBATAS
13
- Konsentrasi Bromium meningkat

2. Rinsing
Menghilangkan sisa-sisa Developer yang masih menempel pada film
dengan air bersih yang mengalir dan dingin supaya tidak masuk ke
larutan Fixer. Bila sisa-sisa Developer masuk ke Fixer maka yang
terjadi :

a. Keasaman Fixer akan menurun sehingga cepat lemah


b. Pembangkit bayangan masih berlanjut di Fixer sehingga
menimbulkan Dichroic Fog (noda berwarna pink pada foto dan
berwarna biru atau hijau bila dilihat melalui cahaya).
c. Timbul noda coklat akibat oksidasi dari sisa-sisa Developer.

3. Fixer, berfungsi untuk :

a. Mendapatkan gambaran yang permanent dan jelas


b. Menghentikan pembangkitan
c. Mengeraskan emulsi film untuk mencegah kerusakan

Faktor yang mempengaruhi waktu fiksasi :

a. Jenis Fixing Agent : Dengan bahan Amonium Thiosulfat waktu


fiksasi lebih cepat dibanding dengan Natrium Thiosulfat.
b. Konsentrasi dari Fixing Agent
c. Temperatur : Suhu berkisar (16 – 21) º C
d. Jenis Emulsi
e. Agitasi
f. Umur Fixing

/ Faktor …..

Faktor yang mempengaruhi umur larutan Fixer :

a. Jumlah dan jenis serta ukuran film yang diproses


b. Substansi Perak Halogen pada emulsi
c. Jumlah “Undeveloped” perak Halogen dalam emulsi
d. Tirisan air pembilas yang masuk larutan fixer.

Efek menggunakan Fixer yang lemah :

a. Clearing time akan lama dan proses fiksasi kurang sempurna


b. Fungsi pengeras emulsi tidak sempurna
c. Akan timbul noda pada film

4. Washing
Membersihkan sisa-sisa larutan Fixer yang menempel pada
permukaan film dengan menggunakan air yang mengalir, dingin dan
bersih.

II DRYING

Mengeringkan film dengan :

1. Driying cabinet dengan temperature sekitar 50 º C


TERBATAS
TERBATAS
14
2. Rapid Film Drying
3. Automatic Processor

BAB II
PROTEKSI RADIASI

RADIASI :

Pemanpancaran energi dalam bentuk gelombang atau partikel

Sumber Radiasi dibagi 2 yaitu :

1. Sumber Radiasi Alam :

Berasal dari sina kosmos, sinar Gamma dari kulit bumi, hasil peluruhan
Radon dan Thorium di udara, serta berbagai Radionuklida yang terdapat
dalam bahan makanan.

2. Sumber Radiasi Buatan :

Radiasi yang timbul karena atau berhubungan dengan kegiatan manusia


seperti penyinaran dibidang medik, jatuhan Radioaktif, radiasi yang diperoleh

TERBATAS
TERBATAS
15
pekerja radiasi di fasilitas Nuklir, Radiografi, Logging, pabrik kas lampu dan
sebagainya.

Pembangkit Radiasi Sinar – X

Sinar – x ditemukan oleh Wilhelm C. Roentgen pada tahun 1895, secara


sederhana bahwa sinar – x dihasilkan oleh tabung sinar – x yaitu tabung
gelas hampa udara yang dilengkapi dengan 2 buah elektroda, yaitu Anoda
dan Katoda. Sehingga akibat interaksi antara electron cepat yang
dipancarkan dari Katoda ke target dipancarkan sinar –x dari permukaan
target.

Berdasarkan proses terjadinya sinar – x dapat dibagi 2 :

1. Radiasi yang dihasilkan akibat perlambatan berkas electron cepat yang


mengenai target disebut Bremstrahlung dan menghasilkan spectrum
Kontinyu.

2. Radiasi yang dihasilkan akibat tumbukan berkas electron cepat dengan


electron orbit dari atom target, dikenal dengan sinar – x Karakteristik yang
memiliki spectrum garis.

Sifat-sifat Sinar - X :

1. Dapat menembus bahan (KV semakin tinggi maka daya tembus semakin
besar)
2. Mangalami Atenuasi (pelemahan)
3. Menimbulkan radiasi sekunder (radiasi hambur, Karateristik dan electron)
dalam bahan yang dilalui.
4. Menyebabkan garam logam memancarkan cahaya.
5. Menghitamkan emulsi film ( AgBr Radiografi )
6. Menimbulkan efek Biologis.

/ I. AZAS …..

I AZAS-AZAS PROTEKSI RADIASI

SOMATIK NON STOKASTIK

PD MANUSIA SOMATIK STOKASTIK

GENETIK

PERISAI

PROTEKSI RADIASI :

TERBATAS
TERBATAS
16
Suatu cabang ilmu pengtahuan atau tehnik yang mempelajari masalah
kesehatan lingkungan yang berkaitan dengan pemberian perlindungan
kepada seseorang atau sekelompok orang terhadap kemungkinan terkena
akibat yang merugikan dari radiasi.

Tujuan Proteksi Radiasi :

a. Mencegah terjadinya efek non stokastik yang membahayakan.

b. Mengurangi frekuensi terjadinya efek stokastik ke tingkat yang cukup


rendah yang masih dapat diterima oleh setiap anggota masyarakat.

II. 3 PRINSIP UNTUK MENGENDALIKAN BAHAYA RADIASI EKSTERNA

1 WAKTU :

Dosis yang diterima seseorang berbanding lurus dengan waktu pada laju
dosis tertentu.

2. JARAK :

Menurut hokum Kuadrat jarak nilai sinar akan menurun dengan bertambah
jarak dari sumber radiasi.

3. PERISAI / PELINDUNG

½x ¼x
-μx
It It = Io . e
Io

Perisai Perisai

/ It = …..

It = Intensitas awal
It = Intensitas setelah melewati perisai
μ = Koefisien jenis bahan perisai
x = tebal bahan

HVL ( Half Valau Layer )

Ketebalan perisai yang diperlukan untuk mengurangi intensitas radiasi foton


atau dosis serap menjadi ½ dari nilai sebelum memasuki perisai.

Jadi jumlah Intensitas ( It ) radiasi setelah melewati perisai tergantung pada :

a. Tebal bahan
b. Koefisien bahan
TERBATAS
TERBATAS
17
c. Energi radiasi

TEHNIK PROTEKSI RADIASI

I. TEHNIK PROTEKSI PADA FLUOROSKOPI

1. Pintu ruangan pemeriksaan harus terkunci.


2. Hanya anggota team yang berada di dalam ruang Fluoroskopi.
3. Gunakan Apron dan sarung tangan timbale (Pb).
4. Berdiri dibelakang perisai yang disediakan.
5. Manipulasi pasien dan alat hanya dilakukan pada “Switch Off Time”.
6. Luas lapangan penyinaran sesuai kebutuhan / organ yang akan
diperiksa.
7. Mengendalikan “Swithc On Time” sehingga sedapat mungkin jumlah
mAs Fluoroskopi tidak jauh berbeda dari mAs Radiografi organ yang
sama.
8. Hindari Fluoroskopi jika informasi kelainan organ dapat diperoleh
dengan Radiografi.
9. FSD ≥ 40 cm.
10. Yakinkan Filter ≈ ≥ 3 mm Al.
11. Tube dan Explorator hendaknya mudah digerakan.

II. TEHNIK PROTEKSI PADA RADIOGRAFI DENTAL

1. Dosis kulit pada umumnya lebih besar karena penggunaan KV yang


kecil, dengan FSD yang lebih pendek.
2. Gunakan Apron ≈ 0,5 mm Pb saat melakukan pemeriksaan baik
pasien maupun Radiografer.
3. Usahakan berdiri pada jarak 2 m dari pasien.
4. Jika film gigi harus dipegang, usahakan agar pasien yang memegang
film.
5. Harus diperhatikan fungi Conus sebagai pembatas berkas sinar.
Diameter luas lapangan yang dihasilkan oleh Conus tersebut pada
permukaan kulit tidak lebih 6 cm.
6. Sebaiknya Conus dapat menyerap sinar hambur.
7. Pada penempatan pesawat Panoramic hendaknya diatur sedemikian
rupa sehingga arah putaran radiasi yang keluar selama penyinaran
sedapat mungkin menjauh ruang operator.
8. Perlu adanya Ruang Operator untuk Ruang Panoramic.
9. Satu kali penyinaran menggunakan Panoramic ≈ 10 – 14 x penyinaran
pesawat Radiografi Dental biasa.

/ III. TEHNIK …..

III. TEHNIK PROTEKSI RADIASI PADA PENGGUNAAN “MOBILE UNIT”

1. Biasanya dipakai pada ruang perawatan, tanpa system Proteksi yang


memadai, sehingga :

a. Hendaknya mengarah sinar secara aman sehingga dapat


melindungi pasien lainnya.
b. Gunakan Apron baik itu personel yang memegang pasien dan
Radiografer.
c. Bagi yang tidak terlibat dalam pemeriksaan untuk meninggalkan
ruangan.

TERBATAS
TERBATAS
18
d. Luas lapangan penyinaran sekecil mungkin sesuai kebutuhan
klinis.

2 Jauh dari kamar pencucian film, sehingga :

a. Perlu penempatan kaset agar tidak terkena sinar.


b. Sediakan kaset dengan jumlah yang memadai untuk
pemeriksaan.
c. Di jaga tidak terjadi pengulangan foto karena kesalahan
pencucian.

3. Tehnik posisi hendaknya :

a. Dipilih tehnik posisi secara tepat sesuai kebutuhan


pemeriksaan.
b. Dipilh factor exposi secara tepat, dengan waktu penyinaran
yang singkat.
c. Sediakan kelengkapan Radiografi yang dibutuhkan.
d. Tidak terjadi pengulangan foto akibat a, b dan c.

4. Proteksi Radiasi untuk Radiografer :

a. Gunakan Apron / perisai pelindung radiasi.


b. Hand switch X- Ray dapat diatur jarak 2 – 4 m dari pasien dan
sumber radiasi.

IV TEHNIK PROTEKSI RADIASI PADA RADIOGRAFI KONVENSIONAL

1. Pintu kamar pemeriksaan harus ditutup dan dikunci.


2. Jangan mengarahkan berkas sinar – x ke jendela kamar, panel control
atau dinding kamar gelap.
3. Petugas harus beridiri dibelakang meja control jika pemotretan sedang
berlangsung atau berlindung di tempat yang terlindung oleh bahan
pelindung radiasi dan mengawasi pasien melalui jendela timbale.
4. Luas lapangan harus sekecil mungkin sesuai dengan kebutuhan klinis
dan bila perlu pasang pelindung gonad pada pasien.
5. Gunakan penompang atau bantuan secara mekanik jika diperlukan
untuk menompang kaset / pasien.
6. Jika diperlukan bantuan seseorang untuk memegang kaset atau
pasien, maka perlu menggunakan Apron dan sarung tangan serta
menghindari berkas
PROSEDUR TETAPsinar langsung dengan cara berdiri disamping
PEMERIKSAAN OS
sinar berkas utama. HUMERUS
7. Pengaturan factor exposi secara tepat, dengan waktu exposi singkat.
Persiapan
8. pasien
Gunakan : Tidak
pembatas ada.lapangan dengan “Light Beam Indicator”.
luas
9. FFD Radiografi ≥ 70 cm, tidak boleh terjadi pengulangan penyinaran,
Persiapan Alat/Bahan : Tidak ada.
khususnya untuk “Short Distance Technique (Contact Radiografi).
10. pemeriksaan
Posisi Pemilihan KV optimum dapat mengurangi dosis serap.
: AP / Lateral.
11. Penggunaan filter Radiografi secara tepat.
Prosedur pemeriksaan :

1. Posisi AP :
BAB III
Pasien tidur posisi PEMERIKSAAN
TEHNIK supine diatas RADIOLOGI
meja
pemeriksaan. Kepala diganjal dengan bantal, kedua
tangan lurus disamping tubuh dengan posisi tangan true
AP. Os Humerus yang sakit menempel pada pertengahan
kaset, beri marker pada kaset sesuai Os Humerus yang
akan diperiksa.
TERBATAS
- CR : Tegak lurus Kaset.
- CP : Pertengahan Os Humerus.
- Kaset : (24 x 30) cm.
- FFD : 90 cm.
TERBATAS
19

Gamb
90 cm

posisi
90 cm

2. Posisi Lateral :

Pasien tidur posisi supine diatas meja


pemeriksaan. Kepala diganjal dengan bantal, kedua
PROSEDUR TETAP tangan lurus disamping tubuh. Os Humerus yang
PEMERIKSAAN SHOULDER JOINT sakit menempel pada pertengahan kaset dengan posisi
Gambar Prosedur tetap pemeriksaan Os Humerus true Lateral, beri marker pada kaset sesuai Os
posisi AP danpasien
Persiapan Lateral : Sebelum dilakukan Humerus
peme- yang akan diperiksa.
riksaan, pasien dianjurkan
untuk mengganti pakaian - CR : Tegak lurus Kaset.
yang telah disediakan. - CP : Pertengahan Os
Humerus
Persiapan Alat/Bahan : Tidak ada. - Kaset : (24 x 30) cm.
- FFD : 90 cm.
Posisi pemeriksaan : AP.

Prosedur pemeriksaan :

Pasien berdiri tegak posisi AP, kaset diletakkan


dibelakang punggung pasien. Shoulder yang akan
diperiksa menempel pada kaset. Kedua tangan lurus
disamping tubuh dengan posisi true AP. Marker
ditempelkan pada ujung 90
kaset.
cm
- CR : Horizontal tegak lurus Kaset.
TERBATAS
- CP : Pada Shoulder.
Gambar - prosedur
Kaset tetap:pemeriksaan Shoulder Joint
(24 x 30) cm. Gambar
Gambar Shoulder
Sendi Bahu
Jointpada
pada
posisi True
- FFDAP : 90 cm. posisi
posisi
True
True
APAP dengan foto
perbandingan kanan dan kiri.
TERBATAS
20

TERBATAS
TERBATAS
21

Gambar prosedur tetap pemeriksaan


m
90 c Os Clavicula posisi AP
10 °

PROSEDUR TETAP
PEMERIKSAAN OS CLAVICULA

Persiapan pasien : Sebelum dilakukan peme-


riksaan, pasien dianjurkan
untuk mengganti pakaian
yang telah disediakan dan
mele-paskan perhiasan
disekitar leher.

Persiapan Alat/Bahan : Tidak ada.

Posisi pemeriksaan : AP.

Prosedur pemeriksaan :

Pasien berdiri tegak posisi AP, kaset diletakkan


dibelakang punggung pasien. Os Clavicula yang akan
diperiksa menempel pada kaset. Kedua tangan lurus Gambar Os Clavicula posisi AP
disamping tubuh dengan posisi true AP. Marker
ditempelkan pada ujung kaset.

- CR : Horizontal ∟ (5 – 10)° Cranialy


- CP : Os Clavicula.
- Kaset : (24 x 30) cm.
- FFD : 90 cm.

TERBATAS
TERBATAS
22

PROSEDUR TETAP
PEMERIKSAAN ELBOW JOINT / ARTICULATIO
CUBITI

Persiapan pasien : Tidak ada

Persiapan Alat/Bahan : Tidak ada.

Posisi pemeriksaan : AP dan Lateral.

Prosedur pemeriksaan :
90 cm
1. Posisi AP :

Pasien duduk sejajar dengan meja pemeriksaan, siku


yang diperiksa diletakkan pada pertengahan kaset dalam
posisi true AP, tangan posisi exsorotasi. Usahakan pasien
dalam posisi senyaman mungkin, marker ditempelkan pada
ujung kaset.

- CR : Tegak lurus kaset.


- CP : Pada sendi siku.
- Kaset : (18 x 24) cm.
- FFD : 90 cm.

2. Posisi Lateral :

Pasien duduk sejajar dengan meja pemeriksaan, siku


yang diperiksa diletakkan pada pertengahan kaset dalam
posisi true Lateral. Usahakan pasien dalam posisi senyaman
mungkin, marker ditempelkan pada ujung kaset.

- CR : Tegak lurus kaset.


- CP : Pada sendi siku.
90 cm - Kaset : (18 x 24) cm.
- FFD : 90 cm.

Gambar prosedur tetap pemeriksaan


Elbow Joint posisi AP dan Lateral

Gambar Elbow Joint posisi AP dan Lateral

TERBATAS
TERBATAS
23

PROSEDUR TETAP
PEMERIKSAAN OS ANTEBRACHI

Persiapan pasien : Tidak ada

Persiapan Alat/Bahan : Tidak ada.

Posisi pemeriksaan : AP dan Lateral.

Prosedur pemeriksaan :

90 cm 1. Posisi AP :

Pasien duduk sejajar dengan meja pemeriksaan, Os


Antebrachi yang diperiksa diletakkan pada pertengahan kaset
dalam posisi true AP. Usahakan pasien dalam posisi
senyaman mungkin, marker ditempelkan pada ujung kaset.

- CR : Tegak lurus kaset.


- CP : Pertengahan Os Antebrachi.
- Kaset : (24 x 30) cm.
- FFD : 90 cm.

2. Posisi Lateral :

Pasien duduk sejajar dengan meja pemeriksaan, Os


Antebrachi yang diperiksa diletakkan pada pertengahan kaset
dalam posisi true Lateral. Usahakan pasien dalam posisi
senyaman mungkin, marker ditempelkan pada ujung kaset.

- CR : Tegak lurus kaset.


- CP : Pertengahan Os Antebrachi.
- Kaset : (24 x 30) cm.
- FFD : 90 cm.
90 cm

Gambar pposedur tetap pemeriksaan


Os Antebrachi posisi AP dan Lateral

Gambar Os Antebrachi posisi AP dan Lateral

TERBATAS
TERBATAS
24

PROSEDUR TETAP
PEMERIKSAAN WRIST JOINT

Persiapan pasien : Pasien dianjurkan untuk


melepas perhiasan /
gelang.

Persiapan Alat/Bahan : Tidak ada.

Posisi pemeriksaan : AP dan Lateral.

Prosedur pemeriksaan :

1. Posisi AP :

90 cm Pasien duduk sejajar dengan meja pemeriksaan,


pergelangan tangan yang diperiksa diletakkan pada
pertengahan kaset dalam posisi true AP. Usahakan
pasien dalam posisi senyaman mungkin, marker
ditempelkan pada ujung kaset.

- CR : Tegak lurus kaset.


- CP : Pergelanganyang diperiksa.
- Kaset : (18 x 24) cm.
- FFD : 90 cm.

2. Posisi Lateral :

Pasien duduk sejajar dengan meja pemeriksaan,


pergelangan tangan yang diperiksa diletakkan pada
pertengahan kaset dalam posisi true Lateral. Usahakan
pasien dalam posisi senyaman mungkin, marker
ditempelkan pada ujung kaset.

- CR : Tegak lurus kaset.


- CP : Pergelangan yang akan
90 cm diperiksa
- Kaset : (18 x 24) cm.
- FFD : 90 cm.

Gambar prosedur tetap pemeriksaan Wrist Joint posisi AP

Gambar prosedur t
dan Lateral

Joint posisi AP dan


TERBATAS
TERBATAS
25

PROSEDUR TETAP
PEMERIKSAAN OS MANUS

Persiapan pasien : Pasien dianjurkan untuk


melepas perhiasan / gelang.

Persiapan Alat/Bahan : Tidak ada.

Posisi pemeriksaan : AP , Lateral dan Oblique

Prosedur pemeriksaan :

1. Posisi AP :

90 cm Pasien duduk sejajar dengan meja pemeriksaan,


telapak tangan yang diperiksa diletakkan pada pertengahan
kaset dalam posisi true AP. Usahakan pasien dalam posisi
senyaman mungkin, marker ditempelkan pada ujung kaset.

- CR : Tegak lurus kaset.


- CP : Os Metacarpal III.
- Kaset : (24 x 30) cm.
- FFD : 90 cm.

2. Posisi Lateral :

Pasien duduk sejajar dengan meja pemeriksaan,


telapak tangan yang diperiksa diletakkan pada pertengahan
kaset dalam posisi true Lateral (pemeriksaan ini bias
dilakukan untuk melihat benda asing / foreign body).
Usahakan pasien dalam posisi senyaman mungkin, marker
ditempelkan pada ujung kaset.

- CR : Tegak lurus kaset.


- CP : Os Metacarpal II.
- Kaset : (24 x 30) cm.
- FFD : 90 cm.

90 cm

Gambar prosedur tetap pemeriksaan Os


Manus posisi True AP dan Lateral. Gambar Os Manus posisi AP dan Lateral

TERBATAS
TERBATAS
26

3. Posisi Oblique :

Pasien duduk sejajar dengan meja pemeriksaan,


telapak tangan yang diperiksa diletakkan pada pertengahan
kaset dalam posisi Oblique (miring 30°). Usahakan pasien
dalam posisi senyaman mungkin, marker ditempelkan pada
ujung kaset.

- CR : Tegak lurus kaset.


- CP : Os Metacarpal III.
- Kaset : (24 x 30) cm.
- FFD : 90 cm.

90 cm Untuk pemeriksaan masing-masing Finger (jari-jari tangan)


Digiti I – V, posisi true AP dan Lateral, CP pada daerah
yang sakit.

Gambar Os Manus
Posisi Oblique
Gambar prosedur tetap pemeriksaan Os
Manus posisi Oblique.

PROSEDUR TETAP
PEMERIKSAAN OS FEMUR

Persiapan pasien : Pasien dianjurkan meng-


ganti pakaian dengan
pakaian yang telah dise-
diakan.

Persiapan Alat/Bahan : Tidak ada.

Posisi pemeriksaan : AP dan Lateral.

90 cm Prosedur pemeriksaan :

1. Posisi AP :

Pasien tidur diatas meja pemeriksaan posisi Supine,


kepala diganjal dengan bantal dan kedua tangan lurus
disamping tubuh. Os Femur yang diperiksa diletakkan
diatas kaset, tepat ditengah kaset posisi true AP, marker
ditempelkan pada ujung kaset.

- CR : Tegak lurus kaset.


- CP : Pertengahan Os Femur.
Gambar prosedur tetap pemeriksaan Os
- Kaset : (30 x 40) cm.
Femur posisi True AP.
- FFD : 90 cm.

TERBATAS
TERBATAS
27

2. Posisi Lateral :

Pasien tidur diatas meja pemeriksaan posisi


Supine, kepala miring ke kanan atau ke kiri diganjal
dengan bantal dan kedua tangan berimpit didepan
dada, Os Femur yang diperiksa diletakkan diatas
kaset, tepat ditengah kaset posisi true Lateral, marker
ditempelkan pada ujung kaset.

- CR : Tegak lurus kaset.


- CP : Pertengahan Os Femur.
- Kaset : (30 x 40) cm.
- FFD : 90 cm.

90 cm

Gambar prosedur tetap pemeriksaan Os


Femur posisi True Lateral.

PROSEDUR TETAP
PEMERIKSAAN KNEE JOINT /
ARTICULATIO GENU

Persiapan pasien : Pasien dianjurkan


mengganti pakaian
dengan pakaian yang
telah disediakan.

Persiapan Alat/Bahan : Tidak ada.

Posisi pemeriksaan : AP dan Lateral.

Prosedur pemeriksaan :

90 cm 1. Posisi AP :

Pasien tidur diatas meja pemeriksaan posisi


Supine, kepala diganjal dengan bantal dan kedua
tangan lurus disamping tubuh. Lutut yang diperiksa
diletakkan diatas kaset, tepat ditengah kaset posisi
true AP, marker ditempelkan pada ujung kaset.

- CR : Tegak lurus kaset.


Gambar prosedur tetap pemeriksaan Knee - CP : Os Patella.
Joint posisi True AP. - Kaset : (18 x 24) cm.
- FFD : 90 cm.

TERBATAS
TERBATAS
28

2. Posisi Lateral :

Pasien tidur diatas meja pemeriksaan posisi


Supine, kepala miring ke kanan atau ke kiri diganjal
dengan bantal dan kedua tangan berimpit didepan
dada, lutut yang diperiksa diletakkan diatas kaset
dalam posisi ± 30° medio lateral. Lutut yang lain
disilangkan ke depan lutut yang akan diperiksa,
marker ditempelkan pada ujung kaset.

- CR : Tegak lurus kaset.


- CP : Pada Art. Genu.
90 cm - Kaset : (18 x 24) cm.
- FFD : 90 cm.

Gambar prosedur tetap pemeriksaan Knee


Joint posisi Lateral.
Gambar Knee Joint posisi True AP dan
Lateral.

PROSEDUR TETAP
PEMERIKSAAN OS CRURIS

Persiapan pasien : Pasien dianjurkan


mengganti pakaian
dengan pakaian yang
telah disedia-kan.

Persiapan Alat/Bahan : Tidak ada.

Posisi pemeriksaan : AP dan Lateral.

Prosedur pemeriksaan :

90 cm 1. Posisi AP :

Pasien tidur diatas meja pemeriksaan posisi


Supine, kepala diganjal dengan bantal dan kedua
tangan lurus disamping tubuh. Tungkai kaki yang
diperiksa diletakkan diatas kaset, tepat ditengah kaset
posisi true AP, marker ditempelkan pada ujung kaset.

- CR : Tegak lurus kaset.


- CP : Pertengahan Os Cruris.
- Kaset : (30 x 40) cm.
Gambar prosedur tetap pemeriksaan Os - FFD : 90 cm.
Cruris posisi True AP.

TERBATAS
TERBATAS
29
2. Posisi Lateral :

Pasien tidur diatas meja pemeriksaan posisi


Supine, kepala miring ke kanan atau ke kiri diganjal
dengan bantal dan kedua tangan berimpit didepan
dada, tungkai kaki yang diperiksa diletakkan diatas
kaset dalam posisi true Lateral. Tumgkai kaki yang
lain disilangkan ke depan tungkai kaki yang akan
diperiksa, marker ditempelkan pada ujung kaset.

90 cm - CR : Tegak lurus kaset.


- CP : Pertengahan Os Cruris.
- Kaset : (30 x 40) cm.
- FFD : 90 cm.

Gambar Os Cruris
posisi True AP
dan Lateral.

Gambar prosedur tetap pemeriksaan Os


Cruris posisi True Lateral.

PROSEDUR TETAP
PEMERIKSAAN ANKLE JOINT / ARTICULATIO
TALOCRURALIS

Persiapan pasien : Pasien dianjurkan un-tuk


melepas penutup kaki.

Persiapan Alat/Bahan : Tidak ada.


90 cm
Posisi pemeriksaan : AP dan Lateral.

Prosedur pemeriksaan :

1. Posisi AP :

Pasien tidur diatas meja pemeriksaan posisi


Supine (duduk diatas meja pemeriksaan), kepala diganjal
dengan bantal dan kedua tangan lurus disamping tubuh
diatas dada. Ankle Joint yang diperiksa diletakkan
diatas kaset, tepat ditengah kaset posisi true AP, marker
ditempelkan pada ujung kaset.

- CR : Tegak lurus kaset.


Gambar prosedur tetap pemeriksaan Ankle - CP : Ankle Joint.
Joint posisi True AP. - Kaset : (18 x 24) cm.
- FFD : 90 cm.

TERBATAS
TERBATAS
30

2. Posisi Lateral :

Pasien tidur diatas meja pemeriksaan posisi


Supine (duduk diatas meja pemeriksaan) kepala
miring ke kanan atau ke kiri diganjal dengan bantal
dan kedua tangan berimpit didepan dada, Ankle
Joint yang diperiksa diletakkan diatas kaset dalam
posisi true Lateral (Medio Lateral). marker
ditempelkan pada ujung kaset.

- CR : Tegak lurus kaset.


- CP : Maleolus Lateralis.
- Kaset : (18 x 24) cm.
- FFD : 90 cm.

90 cm

Gambar prosedur tetap pemeriksaan Ankle Gambar Ankle Joint posisi True AP dan
Joint posisi True Lateral. Lateral.

PROSEDUR TETAP
PEMERIKSAAN 0S CALCANEUS

Persiapan pasien : Pasien dianjurkan


untuk melepas pe-
nutup kaki.

Persiapan Alat/Bahan : Tidak ada.

Posisi pemeriksaan : Lateral dan Axial

Prosedur pemeriksaan :
90 cm
1. Posisi Lateral :

Pasien duduk diatas meja pemeriksaan.


Kedua tangan disamping tubuh meyangga berat
badan. Os Calcaneus yang diperiksa diletakkan
diatas kaset, tepat ditengah kaset posisi true Lateral,
marker ditempelkan pada ujung kaset.

- CR : Tegak lurus kaset.


- CP : Os Calcaneus.
- Kaset : (18 x 24) cm.
- FFD : 90 cm.
Gambar prosedur tetap pemeriksaan Os
Calcaneus posisi True Lateral.

TERBATAS
TERBATAS
31

2. Posisi Axial :

Pasien duduk diatas meja pemeriksaan. Kedua


tangan disamping tubuh meyangga berat badan. Os
Calcaneus yang diperiksa diletakkan diatas kaset, tepat
ditengah kaset posisi true AP, marker ditempelkan pada
ujung kaset.

- CR : Tangensial 10° Cranialy.


- CP : Os Calcaneus.
- Kaset : (18 x 24) cm.
10º - FFD : 90 cm.

90 cm

Gambar Os Calcaneus Bilateral posisi True Lateral dan


Axial.

Gambar prosedur tetap pemeriksaan Os


Calcaneus posisi Axial.

PROSEDUR TETAP
PEMERIKSAAN 0S PEDIS

Persiapan pasien : Pasien dianjurkan


untuk melepas penutup
kaki.

Persiapan Alat/Bahan : Tidak ada.

Posisi pemeriksaan : AP, Lateral dan


Oblique.

Prosedur pemeriksaan :

90 cm 1. Posisi AP :

Pasien duduk diatas meja pemeriksaan.


Kedua tangan disamping tubuh menyangga berat
badan. Os Pedis yang diperiksa diletakkan diatas
kaset, tepat ditengah kaset posisi true AP, marker
ditempelkan pada ujung kaset.

- CR : Tegak lurus kaset.


- CP : Os Metatarsal III.
Gambar prosedur tetap pemeriksaan Os
- Kaset : (24 x 30) cm.
Pedis posisi True AP.
- FFD : 90 cm.

TERBATAS
TERBATAS
32

2. Posisi Lateral :

Pasien duduk diatas meja pemeriksaan. Kedua


tangan disamping tubuh meyangga berat badan. Os
Pedis yang diperiksa diletakkan diatas kaset, tepat
ditengah kaset posisi true Lateral / Eksorotasi
(pemeriksaan ini juga dilakukan untuk melihat benda
asing / foreign body dengan diberi tanda marker pada
ujung lubang yang diperkirakan masuknya benda
asing), marker R/L ditempelkan pada ujung kaset.

- CR : Tegak lurus kaset.


- CP : Os Metatarsal V.
- Kaset : (24 x 30) cm.
90 cm - FFD : 90 cm.

3. Posisi Oblique :

Pasien duduk diatas meja pemeriksaan. Kedua


tangan disamping tubuh menyangga berat badan. Os
Pedis yang diperiksa diletakkan diatas kaset, tepat
ditengah kaset posisi Oblique (miring ± 30°) /
Endorotasi, marker R/L ditempelkan pada ujung kaset.

- CR : Tegak lurus kaset.


- CP : Os Metatarsal III.
- Kaset : (24 x 30) cm.
- FFD : 90 cm.

Untuk pemeriksaan masing-masing Finger / jari kaki /


Phalanx Digiti I – V, posisi true AP dan Lateral, CP
pada daerah yang sakit saja.

90 cm

Gambar prosedur tetap pemeriksaan Os


Pedis posisi AP, Lateral dan Oblique.

Gambar prosedur tetap pemeriksaan Os


Pedis posisi Lateral dan Oblique.

TERBATAS
TERBATAS
33

150 cm

150 cm

Gambar prosedur tetap pemeriksaan Thorax Foto posisi True PA dan Lateral

PROSEDUR TETAP 2. Posisi PA :


PEMERIKSAAN THORAX
Pasien berdiri dengan posisi true PA
Persiapan pasien : Pasien dianjurkan dengan dada menempel kaset. Kaset diletakkan
untuk mengganti setinggi ± 3 jari dari pundak. Tangan diletakkan di
pakaian dengan pa- pinggang dengan posisi Os Manus AP kemudian
kaian yang telah siku diarahkan ke depan agar Os Scapula terlempar
tersedia dan me-lepas keluar. Batas luas lapangan penyinaran atas pada
(untuk wanita juga Vert. Cervicalis dan samping pinggir dada kanan
melepas BH) serta dan kiri. Saat exposi pasien dalam keadaan Full
melepas per-hiasan Inspirasi.
yang ada di leher. bentuk tubuh pasien.

Persiapan Alat/Bahan : Tidak ada. - CR : Tegak lurus kaset.


- CP : Vertebrae Thoracalis IV.
Posisi pemeriksaan : AP, PA, Lateral, - Kaset : (30 x 40 ; 35 x 35) cm
LLD / RLD dan Top tergantung bentuk tubuh
Lordotik. pasien.
- FFD : 150 cm.
Prosedur pemeriksaan :
3. Posisi Lateral :
1. Posisi AP :
Pasien berdiri dengan posisi true lateral,
Posisi ini dilakukan biasanya untuk pasien bagian sisi dada kiri atau kanan menempel kaset.
yang tidak dapat berdiri atau dalam keadaan darurat. Kaset diletakkan setinggi ± 3 jari dari pundak.
Pasien berdiri dengan posisi true AP dengan bagian Kedua tangan diangkat keatas kepala kemudian
punggung menempel kaset (pasien tidur diatas meja siku dirapatkan. Batas luas lapangan penyinaran
pemeriksaan atau berada di tempat tidur). Kaset mencakup Vert. Cervicalis sampai luas lapangan
diletakkan setinggi ± 3 jari dari pundak. Tangan paru. Saat exposi pasien dalam keadaan Full
diletakkan di pinggang dengan posisi Os Manus PA Inspirasi.
kemudian siku diarahkan ke depan agar Os Scapula
terlempar keluar. Batas luas lapangan penyinaran - CR : Tegak lurus kaset.
atas pada Vert. Cervicalis dan samping pinggir dada - CP : Axilaris Line setinggi
kanan dan kiri. Saat exposi pasien dalam keadaan Vertebra Thoracalis VI.
Full Inspirasi. - Kaset : (30 x 40 ) cm.
- FFD : 150 cm.
- CR : Tegak lurus kaset.
- CP : Os Strenum.
- Kaset : (30 x 40 ; 35 x 35) cm
tergantung bentuk tubuh
pasien.
- FFD : 150 cm

TERBATAS
TERBATAS
34

150 cm
150 cm

Gambar prosedur tetap pemeriksaan Thorax Foto posisi Top Lordotik dan RLD / LLD

4. Posisi LLD/RLD :

Pasien tidur miring diatas meja pemeriksaan A F


pada sisi yang sakit, tangan diangkat keatas kepala
kemudian siku dirapatkan, dada menempel pada B
kaset, luas lapangan penyinaran sama dengan posisi H
PA. Dianjurkan pasien untuk menunggu (5 – 10) mt G
untuk mendapatkan udara naik keatas. Saat exposi C
pasien dalam keadaan Full Inspirasi.

- CR : Horizontal tegak lurus


kaset.
J
- CP : Vertebrae Thoracalis VI. I
- Kaset : (30 x 40) cm.
- FFD : 150 cm.
D
5. Posisi Top Lordotik :
K
E
Posisi berdiri pada jarak ± 30 cm dari stand
Thorax dengan posisi AP. Pundak pasien diletakkan
dengan cara membungkukkan ke belakang dengan Gambar 1: Thorax Foto posisi PA ; A= Lebel Nama,
jarak setinggi ± 3 jari dari kaset. Posisi kedua B= Marker, C= Costae, D= Sinus Costo
tangan berada pada pinggang dan siku diarahkan Cardioprenicus, E= Sinus Costoprenicus, F= Vert.
kedepan agar kedua Os Scapula terlempar keluar. Cervical VII, G= Os Scapula, H= Os Clavicula, I=
Usahajan posisi pasien senyaman mungkin untuk Jantung, J= Hilus, K= Diagphragma.
menghindarkan pergerakan. Saat exposi pasien dalam
keadaan Full Inspirasi.

- CR : Tegak lurus kaset.


- CP : Os Strenum.
- Kaset : (30 x 40) cm melintang
- FFD : 150 cm

Gambar Thorax Foto posisi True Lateral dan


Top Lordotik

TERBATAS
TERBATAS
35
PROSEDUR TETAP
PEMERIKSAAN VERTEBRA CERVICALIS

Persiapan pasien : Pasien dianjurkan


untuk melepas perhiasan yang ada di leher dan daun
telinga.

Persiapan Alat/Bahan : Tidak ada.


100 cm
Posisi pemeriksaan : AP, Lateral, RAO /
LAO.
Prosedur pemeriksaan :

1. Posisi AP :

Pasien berdiri dengan posisi true AP, Vert.


Cervicalis I – VII mencakup kaset, kedua tangan
berada ke bawah, agar bahu transversal leher sedikit
extension. Beri marker pada ujung kaset. Saat
exposi pasien dalam keadaan tahan nafas.
100 cm - CR : ∟ (15 – 20)° Cranially.
- CP : Vertebrae Cervicalis IV
- Kaset : (18 x 24) cm.
- FFD : 100 cm.

2. Posisi Lateral :

Pasien berdiri dengan posisi true lateral,


bagian sisi tangan kanan atau kiri menempel pada
stand kaset. Kaset mencakup seluruh Vertebra
100 cm Cervicalis I – VII, kedua tangan kebawah agar bahu
15 ° transversal dan leher sedikit extension. Batas luas
45 °
lapangan penyinaran mencakup Vertebra Cervicalis I
– VII, beri marker pada ujung kaset. Saat exposi
pasien dalam keadaan tahan nafas.

- CR : Tegak lurus kaset.


- CP : Vertebrae Cervicalis IV
Gambar prosedur tetap pemeriksaan Vert. - Kaset : (18 x 24) cm.
Cervicalis posisi AP, Lateral dan LAO / RAO - FFD : 100 cm.

3. Posisi Right Anterior Oblique (RAO) :

Pasien berdiri dengan miring 45°


membentuk posisi RAO, kedua tangan berada
dibawah agar bahu transversal dan sisi tangan kanan
menempel pada stand Thorax. Letakan kaset
dibelakang leher sampai mencakup Vertebra
Cervicalis I – VII, leher sedikit extension dan saat
exposi pasien dalam keadaan tahan nafas.

- CR : ∟ (15 – 20)° Cranially.


- CP : Vertebrae Cervicalis IV
- Kaset : (18 x 24) cm.
- FFD : 100 cm.

Prosedur pemeriksaan Vertebra Cervicalis


posisi LAO adalah kebalikan dari prosedur
pemeriksaan posisi RAO.

TERBATAS
TERBATAS
36

100 cm 100 cm

Gambar prosedur tetap pemeriksaan Vertebra Thoracalis posisi AP dan Lateral

PROSEDUR TETAP
PEMERIKSAAN VERTEBRA THORACALIS Luas lapangan penyinaran mencakup
Cervicothoracalis sampai Thoracolumbalis. Saat
Persiapan pasien : Pasien dianjurkan exposi pasien dalam keadaan expirasi dan tahan
untuk mengganti pakaian dengan pakaian yang telah nafas, marker diletakan pada ujung kaset.
disediakan dan melepas BH serta perhiasan yang ada
di leher. - CR : Vertical tegak lurus
Kaset.
Persiapan Alat/Bahan : Tidak ada. - CP : Vertebrae Thoracalis
VI
Posisi pemeriksaan : AP, Lateral. - Kaset : (30 x 40) cm.
- FFD : 100 cm.
Prosedur pemeriksaan :

1. Posisi AP :

Pasien tidur supine diatas meja pemeriksaan


dalam posisi true AP, kedua tangan lurus kebawah,
kedua lutut ditekuk dengan kedua telapak kaki
bertumpu pada meja pemeriksaan. Luas lapangan
penyinaran mencakup Cervicothoracalis sampai
Thora-columbalis. Saat exposi pasien dalam
keadaan expirasi dan tahan nafas, marker diletakan
pada ujung kaset.

- CR : Vertical tegak lurus


Kaset.
- CP : Vertebrae Thoracalis
VI
- Kaset : (30 x 40) cm.
- FFD : 100 cm.

2. Posisi Lateral :

Pasien tidur miring dengan sisi tubuh kanan


atau kiri menempel meja pemeriksaan, kedua tangan
berada diatas kepala dengan siku ditekuk dan kedua
kaki ditekuk kedepan sehingga dapat menahan berat Gambar Vertebra Thoracalis posisi AP
badan, usahakan buat posisi senyaman mungkin. dan Lateral
Untuk mendapatkan posisi Vertebra Thoracali true
Lateral, sisi pinggang pasien yang menempel pada
meja pemeriksaan dinaikan keatas.

TERBATAS
TERBATAS
37

1. Posisi AP :

Pasien tidur supine diatas meja pemeriksaan


dalam posisi true AP, kedua tangan lurus kebawah,
kedua lutut ditekuk dengan kedua telapak kaki
bertumpu pada meja pemeriksaan. Luas lapangan
100 cm penyinaran mencakup Thoraco-umbalis sampai
Lumbosacral. Saat exposi pasien dalam keadaan
expirasi dan tahan nafas, marker diletakan pada ujung
kaset.

- CR : Vertical tegak lurus


Kaset.
- CP : Vertebrae Lumbalis III.
- Kaset : (24 x 30) cm.
- FFD : 100 cm.
100 cm
2. Posisi Lateral :

Pasien tidur miring dengan sisi tubuh kanan


atau kiri menempel meja pemeriksaan, kedua tangan
berada diatas kepala dengan siku ditekuk dan kedua
kaki ditekuk kedepan sehingga dapat menahan berat
badan, usahakan buat posisi senyaman mungkin.
Untuk mendapatkan posisi Vertebra Lumbalis true
Lateral, sisi pinggang pasien yang menempel pada
meja pemeriksaan dinaikan keatas. Luas lapangan
penyinaran mencakup Thoracolumbalis sampai
Lumbosacral. Saat exposi pasien dalam keadaan
expirasi dan tahan nafas, marker diletakan pada ujung
100 cm kaset.

- CR : Vertical tegak lurus


Kaset.
- CP : Vertebrae Lumbalis III.
- Kaset : (30 x 40) cm.
- FFD : 100 cm.

Gambar prosedur tetap pemeriksaan Vertebra 3. Posisi Right Anterior Oblique (RAO) :
Lumbalis posisi AP, Lateral dan LAO / RAO
Pasien tidur dimana sisi kanan miring 45°
membentuk posisi RAO, kedua tangan berada diatas
PROSEDUR TETAP kepala dengan kedua sisi ditekuk, kaki kanan sedikit
PEMERIKSAAN VERTEBRA LUMBALIS ditekuk dan menempel meja pemeriksaan sedangkan
kaki kiri ditekuk dengan telapak kaki menumpu meja.
Persiapan pasien : Pasien dianjurkan untuk Usahakan posisi Vertebra Lumbalis berada di tengah
mengganti pakaian dengan pakaian yang telah kaset yang telah terpasang pada Caset Try dengan
disediakan. Bucky. Saat exposi pasien dalam keadaan expirasi
dan tahan nafas.
Persiapan Alat/Bahan : Tidak ada.
- CR : Vertical tegak lurus
Posisi pemeriksaan : AP, Lateral, RAO / Kaset.
LAO. - CP : Vertebrae Lumbalis III.
- Kaset : (30 x 40) cm.
Prosedur pemeriksaan : - FFD : 100 cm.

TERBATAS
TERBATAS
38

Gambar Vertebra Lumbalis posisi AP, Lateral, RAO dan LAO

4. Posisi Left Anterior Oblique (RAO) :

Prosedur pemeriksaan Vertebra Lumbalis posisi LAO adalah kebalikan dari prosedur
pemeriksaan posisi RAO.

TERBATAS
TERBATAS
39

PROSEDUR TETAP
PEMERIKSAAN PELVIS

Persiapan pasien : Pasien dianjurkan


mengganti pakaian dengan pakaian yang telah
disediakan.

Persiapan Alat/Bahan : Tidak ada.

100 cm Posisi pemeriksaan : AP

Prosedur pemeriksaan :

1. Posisi AP :

Pasien tidur diatas meja pemeriksaan dengan


posisi tubuh true AP. Lengan tangan diposisikan
sejajar dengan kepala., kaki di extensikan sejajar
dengan tubuh, sehingga Pelvis tidak berotasi agar
tulang paha, Upper Femora dan sendi panggul serta
Trochanter terlihat dengan jelas. Marker ditempelkan
pada ujung kaset.
Gambar prosedur tetap pemeriksaan Os
Pelvis posisi AP. - CR : Tegak lurus kaset.
- CP : Pertengahan sagital
dengan tubuh.
- Kaset : (35 x 35) cm.
- FFD : 90 cm.

Gambar Os Pelvis posisi AP.

TERBATAS
TERBATAS
40
PROSEDUR TETAP
PEMERIKSAAN SCHEDELL

Persiapan pasien : Pasien dianjurkan


untuk melepas perhiasan atau benda-benda yang
megandung logam disekitar kepala.
100 cm
Persiapan Alat/Bahan : Tidak ada.

Posisi pemeriksaan : AP, PA, Lateral.

Prosedur pemeriksaan :

1. Posisi AP :

Pasien tidur terlentang dalam posisi true AP


(berdiri membelakangi stand Thorax), kepala diatur
sedemikian sehingga Mid Sagital Plane tegak lurus
100 cm (MSP) bidang kaset, garis Orbita Meatal Base Line
(OMBL) membentuk sudut 90° terhadap garis
Meatus Acustic External (MAE). Garis OMBL
sejajar dengan MAE, usahakan pasien menutup mata.
Beri marker pada ujung kaset, saat exposi pasien
dalam keadaan tahan nafas.

- CR : Vertical tegak lurus


Kaset.
- CP : Glabella.
- Kaset : (24 x 30) cm dengan
100 cm
Lysolm (Grid)
- FFD : 100 cm.

2. Posisi PA :

Pasien tidur Prone dalam posisi true PA,


kepala diatur sedemikian sehingga Mid Sagital Plane
tegak lurus (MSP) bidang kaset, garis Orbita Meatal
Base Line (OMBL) membentuk sudut 90° terhadap
garis Meatus Acustic External (MAE). Garis OMBL
sejajar dengan MAE, usahakan pasien menutup mata.
Gambar prosedur tetap pemeriksaan Schedell
Beri marker pada ujung kaset, saat exposi pasien
posisi AP, PA dan Lateral
dalam keadaan tahan nafas.

- CR : Vertical tegak lurus kaset


- CP : Os Occipital.
- Kaset : (24 x 30) cm dengan
Lysolm (Grid).
- FFD : 100 cm.

Gambar Schedell posisi AP

TERBATAS
TERBATAS
41

3. Posisi Lateral :

Pasien tidur tengkurup posisi Prone, kepala


dimiringkan kekiri atau kekanan. Bila kepala miring ke
kanan , maka tangan sebelah kiri lurus ke bawah dan tangan
kanan berada didepan kepala dengan siku ditekuk. Kaki
sebelah kanan yang mengarah kepala sedikit dibengkokkan
sehingga membentuk badan dalam posisi sedikit miring.
MSP dan kepala sejajar dengan bidang kaset. Beri marker
pada ujung kaset, saat exposi pasien dalam keadaan tahan
nafas.

- CR : Vertical tegak lurus kaset.


- CP : Sella Tursica.
- Kaset : (24 x 30) cm dengan Lysolm (Grid).
- FFD : 100 cm.

Gambar Schedell posisi PA dan LateralAP

PROSEDUR TETAP
PEMERIKSAAN SINUS PARANASAL (SPN)
45 °
Persiapan pasien : Pasien dianjurkan un-tuk
melepas perhiasan atau benda-benda yang mengan-
dung logam di-sekitar kepala.

100 cm Persiapan Alat/Bahan : Tidak ada.

Posisi pemeriksaan : Waters, Lateral dan


Cadwell.

Prosedur pemeriksaan :

1. Posisi Waters :

Pasien tidur tengkurup, diharapkan pasien


dapat berdiri atau duduk (hasil gambaran Waters akan
lebih baik) posisi PA, dalam posisi tidur kedua tangan
100 cm diletakkan disamping kepala dengan siku ditekuk
sehingga dapat sedikit menahan berat badan, buat
posisi pasien senyaman mungkin. Kepala diatur
sedemikian rupa sehingga MSP tegak lurus kaset, OML
membentuk sudut 37° terhadap bidang kaset pada
tengah-tengah kaset setinggi acantion.

Gambar prosedur tetap pemeriksaan SPN - CR : Tegak lurus kaset.


posisi Waters dan True Lateral. - CP : Pada Outher
- Kaset : (18 x 24) cm dengan Lysolm
(Grid)
- FFD : 100 cm.

TERBATAS
TERBATAS
42

2. Posisi Lateral :

Pasien berdiri atau tidur tengkurup, kepala


dimiringkan kekiri atau kekanan dalam posisi true
100 cm Lateral, MSP dan kepala sejajar dengan bidang kaset.
Bila pasien prone, tangan yang satu berada kebawah
yaitu diarah belakang kepala dan tangan yang lain
didepan kepala dengan siku ditekuk. Beri marker
pada ujung kaset.

- CR : Tegak lurus kaset.


- CP : Pelipis
- Kaset : (18 x 24) cm dengan
Lysolm (Grid).
Gambar prosedur tetap pemeriksaan SPN
- FFD : 100 cm.
posisi Cadwell.
3. Posisi Cadwell :

Pasien tidur tengkurup posisi Prone,


diharapkan pasien dapat berdiri (hasil gambaran
Cadwell akan lebih baik) posisi PA, dalam posisi
tidur

- CR : 15° Caudally.
- CP : Mengarah ke Glabella
- Kaset : (18 x 24) cm dengan
Lysolm (Grid).
- FFD : 100 cm.

Gambar SPN posisi Waters, Lateral dan Cadwell.

TERBATAS
TERBATAS
43

PROSEDUR TETAP - CP : Perpotongan


PEMERIKSAAN ORBITA antara MSP
dengan
Interpupilaria
Persiapan pasien : Pasien dianjurkan Line (2 cm
untuk melepas per- inferior Nasion).
hiasan atau benda- - Kaset : (24 x 30) cm
benda yang mengan- dengan Lysolm
ung logam disekitar (Grid).
kepala. - FFD : 100 cm.

Persiapan Alat/Bahan : Tidak ada. 3. Posisi Lateral :

Posisi pemeriksaan : Cadwell / PA (untuk Pasien tidur tengkurup (Prone)


melihat cavum orbi- diatas meja pemeriksaan, tangan diatur
ta), Refers Cadwell / sedemikian rupa sehingga pasien nyaman,
AP dan Lateral kepala diatur True Lateral dan daerah Outer
Canthus ditempatkan pada titik tengah
Prosedur pemeriksaan : kaset.
sehingga pasien nyaman. Beri marker pada
I. Untuk melihat CAvum Orbita : ujung kaset.

1. Posisi Cadwell / PA : - CR : Tegak lurus


kaset.
Pasien tidur tengkurup (Prone) - CP : Diarahkan pada
diatas meja pemeriksaan dengan MSP pada Outer Canthus.
tengah meja, tangan diatur dengan siku di - Kaset : (24 x 30) cm
Flexio sehingga pasien nyaman. Kepala dengan Lysolm
pasien diatur dengan hidung dan dahi (Grid).
menempel oada meja pemeriksaan sehingga - FFD : 100 cm.
OMBL tegak lurus kaset. Beri marker pada
ujung kaset. II. Untuk melihat Foramen Optikum :

- CR : 30° Caudally. 1. Posisi Rhese AP :


- CP : Perpotongan
antara MSP Pasien tidur Supine dengan MSP
dengan pada pertengahan meja, kedua bahu diatur
Interpupilaria dalam bidang Transfer yang sama.
Line diletakkan Dibawah Knee dan Ankle diganjal dengan
pada titik tengah sandbag. Kepala diputar kearah sisi yang
kaset. diperiksa sehingga MSP membentuk sudut
- Kaset : (24 x 30) cm 55° dengan bidang horizontal. Ekstensi
dengan Lysolm kepala diatur sehingga Acantio Meatal Line
(Grid). tegak lurus kaset. Saat eksposi pasien
- FFD : 100 cm. tahan nafas.

2. Posisi AP / Referse Cadwell : - CR : Tegak lurus ka-


set.
Posisi dilakukan apabila dengan - CP : Orbita.
proyeksi PA tidak memungkinkan misalnya - Kaset : (24 x 30) cm
adanya tumor. Pasien Supine, MSP pada dengan Lysolm
garis tengah meja pemeriksaan, tangan (Grid).
disamping tubuh sehingga pasien nyaman. - FFD : 100 cm.
Beri marker pada ujung kaset.

- CR : 30° Cranially.

TERBATAS
TERBATAS
44
2. Posisi Rhese PA :

Pasien tidur Prone, tangan diletakkan dalam posisi nyaman, Orbita yang akan diperiksa
ditempatkan pada titik tengah kaset. Kaset ditempatkan dengan Zigoma, hidung dan dagu menempel
pada kaset. Flexio kepala diatur sehingga Acantio Meatal Line tegak lurus kaset. Kemudian kepala
diatur kearah sisi yang diperiksa sehingga MSP kepala membentuk 55° dengan bidang horizontal,
dilakukan perbandingan kanan dan kiri. Saat eksposi pasien tahan nafas.

- CR : Tegak lurus kaset.


- CP :
- Kaset : (24 x 30) cm dengan Lysolm (Grid).
- FFD : 100 cm.

III. Untuk melihat Fissura Orbitalis Superior :

Posisi PA :

Pasien tidur Prone, mid sagital tubuh pada pertengahan meja pemeriksaan, kepala diletakkan
diatas meja pemeriksaan dengan dahi dan hidung menempel pada meja pemeriksaan. Flexio kepala
diatur sehingga OMBL tegak lurus kaset, tengah-tengah kaset diletakkan setinggi inferior margin
orbita.

- CR : (20 – 25)° Cranially.


- CP :
- Kaset : (24 x 30) cm dengan Lysolm (Grid).
- FFD : 100 cm.

IV. Untuk melihat Fissura Orbitalis Inferior :

Posisi PA :

Pasien tidur posisi Prone, MSP tubuh pada pertengahan meja pemeriksaan, tangan diatur
dalam posisi menyenangkan, kepala diatur sedemikian ABL tegak lurus kaset, titik tengah film diatur
sedemikian dilalui CR.

- CR : (20 – 25)° Cranially.


- CP :
- Kaset : (18 x 24) cm dengan Lysolm (Grid).
- FFD : 100 cm.

TERBATAS
TERBATAS
45

PROSEDUR TETAP
PEMERIKSAAN MASTOID

Persiapan pasien : Pasien dianjurkan un-tuk


melepas perhiasan atau benda-benda yang mengandung
logam disekitar kepala.
30 ° Persiapan Alat/Bahan : Tidak ada.

100 cm Posisi pemeriksaan : Schullers ( Dilakukan foto


perbandingan ).

Prosedur pemeriksaan :

Pasien tidur tengkurup atau berdiri disamping


Bucky Stand, posisi tangan diatur dimana satu tangan
disamping kepala dan tangan yang lain diletakkan lurus
disamping tubuh. Kepala pasien diatur dalam posisi true
Lateral, Acantio Meatal Line tepat diatas Transfer Axis
dari kaset, Mastoid yang sakit dipusatkan ditengah kaset.
Usahakan daun telinga dilipat kedepan agar bayangan
Mastoid Air Cell pada film tidak tertutup. Beri marker
Gambar prosedur tetap pemeriksaan pada ujung kaset. Lakukan foto perbandingan kanan dan
Mastoid posisi Schullers kiri.

- CR : 30° Caudally.
- CP : 3 cm dibelakang MAE
kemudian ditarik keatas
setinggi 3 cm.
- Kaset : (18 x 24) cm dengan Lysolm
(Grid).
- FFD : 100 cm.

PROSEDUR TETAP
PEMERIKSAAN TEMPORO MANDIBULAE
JOINT (TMJ)

30 ° Persiapan pasien : Pasien dianjurkan un-tuk


melepas perhiasan atau
benda-benda yang
mengandung logam di-
100 cm sekitar kepala.

Persiapan Alat/Bahan : Tidak ada.

Posisi pemeriksaan : Schullers (Open Mouth


dan Close Mouth serta
dilakukan foto perban-
dingan).

Gambar prosedur tetap pemeriksaan Prosedur pemeriksaan :


TMJ posisi Schullers
Pasien tidur tengkurup atau berdiri disamping
Bucky Stand, posisi tangan diatur dimana satu tangan
disamping kepala dan tangan yang lain diletakkan lurus
disamping tubuh.

TERBATAS
TERBATAS
46

Kepala pasien diatur dalam posisi true Lateral,


Acantio Meatal Line tepat diatas Transfer Axis dari
kaset. TMJ yang sakit menempel pada kaset,
setelah exposi dengan mulut tertutup, kemudian
pasien dilakukan exposi sekali lagi dengan posisi
mulut terbuka. Beri marker pada ujung kaset, saat
exposi pasien dalam keadaan tahan nafas.
Lakukan foto perbandingan kanan dan kiri.

- CR : 30° Caudally.
- CP : Perpotongan antara MSP
dangan Interpupilaria
Line diletakkan pada
titik tengah kaset.
- Kaset : (18 x 24) cm dengan
Lysolm (Grid).
- FFD : 100 cm.

PROSEDUR TETAP
PEMERIKSAAN OS NASAL

Persiapan pasien : Pasien dianjurkan Gambar TMJ posisi Schullers Close dan
untuk melepas perhiasan atau benda-benda yang Open Mouth.
mengandung logam disekitar kepala.

Persiapan Alat/Bahan : Tidak ada.

Posisi pemeriksaan : Lateral.

Prosedur pemeriksaan :

Pasien tidur tengkurup atau berdiri


disamping Bucky Stand, posisi tangan diatur 100 cm
dimana satu tangan disamping kepala dan tangan
yang lain diletakkan lurus disamping tubuh.
Kepala pasien diatur dalam posisi true Lateral,
Acantio Meatal Line tepat diatas Transfer Axis dari
kaset, Os Nasal yang sakit dipusatkan ditengah
kaset. Beri marker pada ujung kaset.
Gambar prosedur tetap pemeriksaan Os Nasal
- CR : Tegak lurus kaset posisi True Lateral
- CP : Os Nasl
- Kaset : (18 x 24) cm dengan
Lysolm (Grid).
- FFD : 100 cm.

Gambar Os Nasal posisi True Lateral

TERBATAS
TERBATAS
47

PROSEDUR TETAP
PEMERIKSAAN ABDOMEN 3 POSISI

Persiapan pasien :
100 cm
- Pemeriksaan Abdomen 3 posisi dilakukan bagi
pasien yang mengalami trauma (tumpul maupun tajam)
Abdomen.
Prosedur pemeriksaan : - Sebelum pelaksanaan pemeriksaan, pasien
mengganti pakaian dengan pakaian yang telah tersedia.
1. Posisi AP :
Persiapan Alat/Bahan : Tidak ada.
Pasien tidur posisi Supine diatas meja
pemeriksaan, MSP tegak lurus dengan garis tengahPosisi pemeriksaan : AP, ½ Duduk dan Left
meja pemeriksaan, kedua lengan pasien disamping Lateral Dicu-bitus
tubuh pasien. Batas luas lapangan penyinaran yaitu (LLD).
batas atas setinggi Processus Xipodeus dan batas
bawah mencakup Sympisis Pubis. Saat exposi
pasien dalam keadaan Expirasi dan tahan nafas. Beri
marker pada ujung kaset. 100 cm

- CR : Vertical tegak lurus kaset.


- CP : Umbilicus atau titik
perpotongan kedua Crista
Illiaca dengan MSP.
- Kaset : (30 x 40) cm dengan
Lysolm (Grid)
- FFD : 100 cm.

2. Posisi ½ Duduk :

100 cm
Pasien duduk diatas meja pemeriksaan
dengan posisi ½ duduk dan arah sinar AP. Untuk
pasien yang kondisinya sangat lemah dan tidak
kooperatif maka kaset dipegang salah satu
pendamping dengan menggunakan Apron. Buat
posisi pasien senyaman mungkin untuk menghindari
pergerakan yang tetap
Gambar prosedur tidak diinginkan. kedua lengan
pasien disamping
pemeriksaan tubuh pasien dengan posisi telapak
Abdomen
tangan menumpu
Polos posisi pada meja pemeriksaan untuk
AP, ½ Duduk
menahan
dan LLD berat badan. Batas luas lapangan
penyinaran yaitu batas atas setinggi Diagpragma dan
batas bawah mencakup Vert. Lumbalis I. Exposi
dilakukan setelah interval waktu 5 mt agar udara
dalam Abdomen naik keatas. Saat exposi pasien
dalam keadaan Expirasi dan tahan nafas. Beri
Gambarpada
marker Abdomen
ujung Polos
kaset.
posisi AP, ½ Duduk dan
LLD - CR : Tegak lurus kaset.
- CP : Pertengahan kaset.
- Kaset : (30 x 40) cm dengan
Lysolm (Grid)
- FFD : 100 cm.

3. Posisi LLD :

Pasien tidur miring dengan sisi kiri


menempel pada meja pemeriksaan, tangan diangkat
keatas kepala kemudian siku dirapatkan, punggug
menempel pada kaset dengan posisi melintang, luas
lapangan penyinaran batas atas setinggi Processus
Xipodeus dan batas bawah. perpotongan kedua
Crista Illiaca dengan MSP.
TERBATAS
TERBATAS
48
- CR : Horizontal tegak lurus
kaset.
- CP : Umbilicus atau titik
perpotongan kedua Crista
Illiaca dengan MSP.
- Kaset : (30 x 40) cm dengan
Lysolm (Grid).
- FFD : 100 cm.

TERBATAS
TERBATAS
49
PROSEDUR TETAP
PEMERIKSAAN FROG POSITION / ATRESIANI
- CR : Vertical tegak lurus
Persiapan pasien : kaset.
- CP : Pertengahan Kaset
- Pemeriksaan Frog Position / Atresiani dengan arah sinar Trans
dilakukan untuk bayi yang didiagnosa tidak – Lateral (sinar dari
mempunyai dubur atau Anus. tepi yang satu ke tepi
- Pemeriksaan ini dianjurkan bayi didampingi yang lain)
perawat. - Kaset : (24 x 30) cm dengan
PROSEDUR TETAP
- Sebelum pemeriksaan dilakukan, beri tanda Lysolm (Grid)
PEMERIKSAAN BNO
berupa marker 2 buah diletakan pada ujung dubur dan - FFD : 100 cm.
dengan jarak 1 cm kedalam marker yang lainnya.
Persiapan pasien :
2. Posisi Frog (Kodok) :
Persiapan Alat/Bahan : Sediakan marker.
- Pemeriksaan BNO dilaksanakan dalam kondisi
Pasien posisi Prone dengan kedua kaki
pasien puasa.
Posisi pemeriksaan : AP, Frog Position. ditekuk seperti posisi kodok dengan salah satu sisi
- Satu hari sebelum pemeriksaan pasien makan bubur
badan pasien menempel Bucky. Untuk kenyaman
kecap + telor ) tanpa serat, makan terakhir pukul 19.00.
Prosedur pemeriksaan : dan keamanan pasien, bagian dada dan kedua kaki
- Pukul 20.00 minum garam Inggris atau Ducolax
yang ditekuk dipegang 2 orang perawat yang telah
dangan dosis yang telah ditentukan.
1. Posisi AP : menggunakan Apron. Exposi dilakukan setelah
- Dianjurkan banyak minum air putih sampai pukul
interval waktu ± 2 mt agar udara naik menuju
22.00, kemudian berhenti minum jika dalam keadaan haus
Usahakan bayi didampingi perawat yangbatas dubur yang tersumbat.
boleh minum sedikit saja. Untuk mendapatkan hasil foto
dilengkapi Apron. Pasien tidur posisi Supine diatas
BNO yang optimal pasien dilarang merokok dan banyak
meja pemeriksaan, MSP tegak lurus dengan garis - CR : Vertical tegak lurus
bicara.
tengah meja pemeriksaan, kedua lengan pasien kaset.
- Datang ke Radiologi esok harinya dalam keadaaan
disamping tubuh pasien. Batas luas lapangan - CP : Umbilicus atau titik
puasa dan selanjutnya dilaksanakan pemeriksaan BNO.
penyinaran yaitu batas atas setinggi Processus perpotongan kedua
- Sebelum pelaksanaan pemeriksaan, pasien
Xipodeus dan batas bawah mencakup Sympisis Pubis. Crista Illiaca dengan
mengganti pakaian dengan pakaian yang telah tersedia.
Saat exposi pasien dalam keadaan Expirasi. Beri MSP.
marker pada ujung kaset. - Kaset : (24 x 30) cm dengan
Persiapan Alat/Bahan : Tidak ada.
Lysolm (Grid)
Posisi pemeriksaan : AP.

Prosedur pemeriksaan :

Pasien tidur posisi Supine diatas meja pemeriksaan,


MSP tegak lurus dengan garis tengah meja pemeriksaan,
kedua lengan pasien disamping tubuh pasien. Batas luas
lapangan penyinaran yaitu batas atas setinggi Processus
Xipodeus dan batas bawah mencakup Sympisis Pubis. Saat
exposi pasien dalam keadaan Expirasi dan tahan nafas.
Beri marker pada ujung kaset.

- CR : Vertical tegak lurus kaset.


- CP : Umbilicus atau titik perpotongan
kedua Crista Illiaca dengan MSP.
- Kaset : (30 x 40) cm dengan Lysolm
(Grid)
- FFD : 100 cm.

PROSEDUR TETAP
PEMERIKSAAN ABDOMEN POLOS

Persiapan pasien :

- Pemeriksaan Abdomen Polos sama dengan


pemeriksaan BNO, hanya saja pada pemeriksaan Abdomen
Polos tidak dilakukan persiapan puasa.
- Sebelum pelaksanaan pemeriksaan, pasien
mengganti pakaian dengan pakaian yang telah tersedia.

Persiapan Alat/Bahan : Tidak ada.


TERBATAS
Posisi pemeriksaan : AP.

Prosedur pemeriksaan :
TERBATAS
50

PROSEDUR TETAP
PEMERIKSAAN BNO – IVP

Persiapan pasien :

- Pemeriksaan dari Tractus Urinaris secara Radiografi


mulai dari ginjal sampai ke Vesica Urinaria dengan
menggunakan kontras media yang diinjeksikan melalui Vena.
- Sebelum dilakukan pemeriksaan IVP, pasien terlebih
dahulu telah memeriksakan Ureum dan Creatinin.
- Sebelum pelaksanaan pemeriksaan, pasien mengganti
pakaian dengan pakaian yang telah tersedia.
- Sebelum dilaksanakan pemeriksaan RPG, pasien atau
salah satu keluarga kandung mengisi Formulir persetujuan Gambar BNO ; tampak gambaran
dalam penyuntikan kontras media. Abdomen yang terbebas dari feaces
dan udara di Colon.
Persiapan Alat/Bahan : - Kontras media (Omnipaque
300mg / Ultravist)
- Spuit 20 cc, spuit 5 cc,
kapas alcohol, stuwing, 2
buah bola kasti, kompresi
set, timer dan obat anti
Histamin.

Posisi pemeriksaan : AP dan PA.

Prosedur pemeriksaan :

1. Menit ke 5’ :

Pasien tidur posisi Supine diatas meja pemeriksaan,


pada menit ke lima pemeriksaan difokuskan pada kedua
ginjal, dengan batas luas lapangan penyinaran yaitu batas atas
setinggi Procesus Xipodeus dan batas bawah garis yang
ditarik kedua Crista Illiaca. Dilakukan pembendungan
jalannya kontras dengan cara mengkompresi pada daerah
distal Ureter setinggi Crista Illiaca dengan menggunakan
kedua bola kasti. Saat exposi pasien dalam keadaan Expirasi
dan tahan nafas. Beri marker pada ujung kaset.
Gambar Abdomen Polos dalam
- CR : Vertical tegak lurus kaset. posisi Supine dengan arah sina AP.
- CP : Pertengahan luas lapangan yang
akan diperiksa.
- Kaset : (24 x 30) cm dengan Lysolm (Grid)
- FFD : 100 cm.

2. Menit ke 10’ :

Setelah 10’ post injeksi dilakukan pemotretan dengan


posisi yang masih disertai dengan stuwing atau kompresi
dengan bola kasti. Setelah exposi stuwing dapat dibuka.
TERBATAS
TERBATAS
51

Gambar BNO ; tampak gambaran


Abdomen yang terbebas dari feaces
dan udara di Colon. Tampak ada batu
di bagian ginajal sebelah kanan.

Gambar IVP menit ke 5 ; tampak


kontras telah mengisi kedua ginjal.

Gambar IVP menit ke 7 ; tampak


kontras telah mengisi kedua ureter.

TERBATAS
TERBATAS
52
3. Menit ke 25’ :

Setelah 25’ post injeksi dilakukan pemotretan


dengan batas luas lapangan penyinaran yaitu batas atas
setinggi Processus Xipodeus dan batas bawah mencakup
Sympisis Pubis. Pemeriksaan sama dengan pemeriksaan
BNO, hanya saja pasien tidur tengkurup dalam posisi
Prone diatas meja pemeriksaan.

4. Full Blass :

Dilakukan pemeriksaan dengan kondisi pasien


Full Blass (pasien minum air putih semaksimal mungkin
sehingga diharapkan kondisi Blass / Vesica Urinaria
dalam keadaan penuh). Tehnik pemeriksaan sama
dengan pemeriksaan BNO posisi Supine.

5. Post Void : Gambar IVP menit ke 25 ; tampak


kontras telah mengisi seluruh
Bila pemeriksaan IVP dalam keadaan lancer, Tractus Urinarius. Posisi Prone.
maka pemeriksaan terakhir yaitu dilakukan pemotretan
dalam keadaan Blass kosong (Post Void). Posisi pasien
sama dengan posisi pada pemeriksaan BNO, hanya saja
luas lapangan penyinaran seluas Vesica Urinaria dengan
batas atas Crista Illiaca batas bawah Sympisis Pubis.

- CR : Vertical tegak lurus kaset.


- CP : Pertengahan luas lapangan yang
akan diperiksa.
- Kaset : (18 x 24) cm dengan Lysolm
(Grid)
- FFD : 100 cm.

6. Pemeriksaan tambahan :

Apabila terjadi perlambatan jalannya kontras


media masuk ke ginjal, maka dilakukan penambahan
waktu pemeriksaan dengan arahan atau petunjuk dari
Ahli Radiologi.
.
Gambar Full Blass tampak kontras
telah turun semuanya mengisi Blass.
Vesica Urinaria dalam keadaan penuh

Gambaran Post Void tampak Blass


dalam keadaan kosong.

TERBATAS
TERBATAS
53

PROSEDUR TETAP
PEMERIKSAAN OESOPHAGOGRAM

Persiapan pasien :

- Tidak dilakukan persiapan dengan puasa,


sebelum dilaksanakan pemeriksaan,
pasien terlebih dahulu mengganti pakaian
dan dianjurkan untuk melepas perhiasan
atau benda-benda yang mengandung
logam disekitar kepala.
- Sebelum dilaksanakan pemeriksaan
Oesophagogram, pasien atau salah satu keluarga
kandung mengisi Formulir persetujuan pemeriksaan
dengan kontras media.

Persiapan Alat/Bahan : - BaSO4 dicampur air


dengan perbandingan
1 : 1.
- Sprite (Adem sari)
sebagai kontras nega-
tive.
- Air putih.

Posisi pemeriksaan : AP, Lateral dan


Oblique.

Prosedur pemeriksaan :

Posisi pasien berdiri miring dan tegak, kedua


tangan diatas kepala. Kontras media diminumkan
sebanyak 2 sendok, pasien dianjurkan untuk menahan
kontras yang telah diminumkan terlebih dahulu
didalam mulut. Bila ada aba-aba telan, kontras
ditelan maksudnya Untuk melihat posisi dan kondisi
dari Oesophagus sampai Gaster. Setelah terlihat
Oesophagus sampai Gaster yang disertai Fluoroskopi,
barulah kontras ditelan. Perjalanan kontras akan
masuk mengisi Oesophagus sampai selanjutnya ke
usus halus. Pada daerah ini diambil pemotretan
dengan posisi AP, kemudian dilanjutkan dengan
posisi Lateral dan Oblique. Jika kontras telah habis,
maka kontras dapat ditambah lagi sebanyak 2 sendok
maka. Kaset yang digunakan ukuran (24 x 30) cm Pada daerah yang dicurigai adanya
dibuat 2 seri. kelainan biasanya diambil seri foto untuk
memberikan informasi yang lebih banyak dari
Bila pemeriksaan memerlukan double suatu kelainan.
kontras, maka pemeriksaan dilanjutkan dengan cara
minum Sprite / Adem sari (sebagai kontras negative). - CR : Vertical tegak lurus kaset.
Perjalanan kontras dari udara di dalam Oesophagus - CP : Menyesuaikan kelainan
sama dengan kontras BaSO4 dan pengambilan yang ditemukan.
Radiografi dilakukan sama seperti diatas. - Kaset : (24 x 30) cm dibuat 2 seri.
Keuntungan dari pemeriksaan dengan double kontras - FFD : 100 cm.
ini dapat mengetahui adanya kelainan pada mucosa
Oesophagus.

TERBATAS
TERBATAS
54

PROSEDUR TETAP
PEMERIKSAAN APPENDIKOGRAM

Persiapan pasien :

- Sehari sebelum pemeriksaan pasien boleh


makan seperti biasa.
- Pukul 21.00 pasien minum BaSO4 yang telah
dilarutkan dengan ½ gelas air putih (± 100 cc).
- Pukul 09.00 (setelah 24 jam) pasien datang ke
Klinik Radiologi untuk dilakukan pemeriksaan.
- Diusahakan pasien tidak buang air besar pada
pagi hari sampai pemeriksaan dilaksanakan.
- Sebelum dilaksanakan pemeriksaan, pasien
terlebih dahulu mengganti pakaian dan
dianjurkan untuk melepas perhiasan atau
benda-benda yang mengandung logam
disekitar leher.

Persiapan Alat/Bahan : BaSO4 yang telah


diserahkan kepada pasien
sehari sebelum peme-
riksaan.

Posisi pemeriksaan : AP

Prosedur pemeriksaan :

Pasien tidur posisi Supine diatas meja


pemeriksaan, MSP tegak lurus dengan garis tengah meja
pemeriksaan, kedua lengan pasien disamping tubuh
pasien. Batas luas lapangan penyinaran yaitu batas atas
setinggi Processus Xipodeus dan batas bawah mencakup
Sympisis Pubis. Saat exposi pasien dalam keadaan
Expirasi dan tahan nafas. Beri marker pada ujung
kaset. Kontras yang telah diminum selama 12 jam akan
terlihat jelas pada Appedix, bila kontras terlihat jelas
pada Apenddix maka tidak terjadi peradangan, bila
kontras tidak terlihat jelas maka kemungkinan akan
terjadi peradangan.

- CR : Vertical tegak lurus kaset.


- CP : Umbilicus atau titik
perpotongan kedua Crista
Illiaca dengan MSP.
- Kaset : (30 x 40) cm dengan Lysolm
(Grid)
- FFD : 100 cm.

TERBATAS
TERBATAS
55

PROSEDUR TETAP
PEMERIKSAAN COLON IN LOOP / BARIUM
ENEMA

Persiapan pasien :

- Persiapan pasien sama dengan persiapan pada


pemeriksaan BNO.
- Sebelum dilaksanakan pemeriksaan, pasien
terlebih dahulu mengganti pakaian dan dianjurkan
untuk melepas perhiasan atau benda-benda yang
mengandung logam disekitar leher.
- Sebelum dilaksanakan pemeriksaan
Oesophagogram, pasien atau salah satu keluarga
kandung mengisi Formulir persetujuan pemeriksaan
dengan kontras media.

Persiapan Alat/Bahan : - BaSO4 dicampur air


dengan perbandingan
1 : 10.
- Irigator, Hand Blo-
wer dan vaselin.

Posisi pemeriksaan : AP + menyesuaikan


kelainan yang ada.

Prosedur pemeriksaan :

Pertama dibuatkan plain foto / BNO untuk


mengecek persiapan pasien dan penyesuaian factor
eksposi yang dilakukan berikutnya. Kemudian
dilakukan pemeriksaan dengan kontras BaSO4, pasien
tidur terlentang. Irigator digantungkan setinggi (1 –
1,5) m diatas meje pemeriksaan. Sebelum canule
dimasukkan kedalam anus, diadakan pengecekan dulu
apakah kontras sudah bias keluar atau belum. Ujung
canule diolesi dengan vaselin kemudian pasien tidur
miring dengan lutut ditekuk sehingga lubang anus
terlihat jelas. Canule dimasukkan dengan pelan-
pelan yang sebelumnya pasien diberitahu, setelah
canule masuk kedalam anus, pasien supine dengan
kaki lurus diusahakan slang irrigator jangan terjepit.
Klem canule dilepas oleh dokter Radiologi sehingga
kontras dapat masuk kedalam Colon dengan diikuti
Fluoroskopi. Pada saat kontras mengisi Rectum
dilakukan pemotretan untuk melihat keseluruhan
Rectum dengan posisi supine (factor kondisi sama
deperti diatas).

Perjalanan kontras selanjutnya menuju keatas


mengisi Colon Sigmoid, Iliaca Colon, Colon
Desendens dan Flexura Lienalis.

TERBATAS
TERBATAS
56

Perjalanan kontras selanjutnya menuju keatas mengisi


Colon Sigmoid, Iliaca Colon, Colon Desendens dan
Flexura Lienalis. Pada saat kontras sampai di Colon
Desendens dan Flexura Lienalis dilakukan pemotretan
dengan posisi Oblique (LAO dan RPO [30 – 40]°).
Kaset yang digunakan ukuran (24 x 30) cm. Kemudian
perjalanan kontras dilanjutkan ke ColonTransversum
dan terus ke Colon Asendens, pada daerah ini diambil
lagi pemotretan dengan posisi pasien RAO atau LPO
(30 – 40)° . Perjalanan kontras selanjutnya mengisi
penuh daerah Coecum dan Appendix Vernifornis.

Pada saat kontras mengisi penuh Coecum dan


Appendix Vermifornis dilakukan pemotretan untuk
melihat daerah ini tidak overlap dengan organ lain yang
menghalanginya. Bila kontras telah sampai di Coecum
dan mengisi sedikit Ilius Terminalis, maka pemeriksaan
dengan Fluoroskopi dianggap selesai serta diadakan
pemotretan secara keseluruhannya di daerah Colon (Full
Filling). Kaset yang digunakan ukuran (30 x 40) cm.

Setelah itu kontras distop dengan menggunakan


klem dan canule dicabut. Kemudian pasien diarahkan
ke Toilet untuk buang air besar guna mengeluarkan
kontras yang telah dimasukkanpada waktu pemeriksaan.
Setelah selesai buang air besar, pasien kembali tidur
supine diatas meja pemeriksaan untuk diperiksa kembali
dengan Fluoroskopi, bila kontras masih banyak, pasien
kembali lagi buang air besar ke Toilet, diharapkan
kontras hanya tertinggal sedikit. Selanjutnya pasien
kembali tidur supine dan dilakukan pemotretan Colon
secara keseluruhannya (Post Evacuasi). Kaset yang
digunakan ukuran (30 x 40)cm.

Bila pemeriksaan memerlukan double kontras


maka pemeriksaan dilanjutkan dengan memasukkan
kontras negative (udara) yang dihasilkan dengan alat
Hand Blower dengan cara memasukkan canule pada
anus pasien dan Hand Blower ditekan atau dipompakan
dengan tangan untuk menghasilkan udara. penuh mengisi daerah tersebut dan
pengambilan Radiografi setelah
Perjalanan kontras dari udara di dalam Colon pengisian BaSO4 di stop. Setelah itu
sama dengan kontras BaSO4 dan pengambilan pengisian BaSO4 diteruskan sampai
Radiografi dilakukan dengan secara Full Filling. mengisi daerah yang dilaluinya, setelah
Keuntungan dari pemeriksaan dengan double kontras ini penuh pengisian kemudian di stop
yaitu dapat melihat adanya kelainan pada mucosa sebelum dilakukan pemotretan, begitu
Colon, adanya kanker-kanker kecil. seterusnya sampai pemeriksaan Colon
In Loop dianggap selesai.
Daerah-daerah yang rutin diambil pada pemeriksaan 4. Pada daerah-daerah yang dicurigai
Colon In Loopd, yaitu : adanya kelianan biasanya diambil seri
foto untuk memberikan informasi yang
1. Daerah Rectum sampai dengan Sigmoid. lebih banyak dari suatu kelainan.
2. Daerah Flexura Lienalis dengan daerah 5. Setelah pemeriksaan selesai, pasien
Coecum, Appendix dan sebagian daerah Colon diarahkan membersihkan sisa-sisa
Transversum. BaSO4 pada tubuhnya (anus). Setelah
3. Pada saat pengambilan Radiografi daerah- semuanya bersih, pasien boleh pulang.
daerah tersebut, dimana keadaan kontras BaSO4
telah

TERBATAS
TERBATAS
57

PROSEDUR TETAP
PEMERIKSAAN HSG

Persiapan pasien :

- Pemeriksaan HSG dilakukan pada pasien untuk


melihat bentuk anatomi dan fungsi dari Uterus, Tuba Falopi
sampai ke Fimbrial dengan menggunakan bahan kontras.
- Terlebih dahulu ditanyakan pada pasien, kapan
Menstruasi terakhir.
- Buat perjanjian dengan memberikan keterangan
sebagai berikut :
- Datang pada hari ke 10 setelah Menstruasi
terakhir.
- Membawa alat pembalut wanita.
- Tidak berhubungan intim dengan suami mulai
dari bersih Menstruasi terakhir sampai
pemeriksaan dilakukan.
- Sebelum dilaksanakan pemeriksaan HSG, pasien atau
salah satu keluarga kandung mengisi Formulir persetujuan
pemeriksaan dengan kontras media.

Persiapan Alat/Bahan : - Omnipaque atau Ultravist


- Aquabiden 20 cc.
- Folley cateter No. 8
(dengan mandarin)
- Kateter tip 50 cc.
- Spuit 10 cc.
- Speculum vagina.
- Sonde Uterus.
- Anti septic ex Betadin.
- Hand Scun.
- Marker.

Posisi pemeriksaan : AP dan Oblique.

Prosedur pemeriksaan :

Pasien tidur supine diatas meja pemeriksaan dengan


kaki lurus dan tangan disamping tubuh. Garis tengah tubuh
sejajar mid line table. Kaset diletakkan pada Caset Try
dengan memakai Bucky.

- CR : Vertical tegak lurus kaset.


- CP : Pertengahan SIAS kanan dan kiri.
- Kaset : (18 x 24) cm.
- FFD : 100 cm.

Sebelum dipasang kateter, pasien diposisikan


Litotomi, kemudian sekeliling kemaluan dibersihkan dengan
betadin. Daerah vagina dimasukkan Speculum agar dapat
terbuka, setelah itu dibersihkan dengan betadin sampai ke
mulut rahim.

TERBATAS
TERBATAS
58

Selanjutnya Folley Cateter dimasukkan via mulut rahim,


bila posisi kateter sudah tepat benang yang ada pada
kateter dicabut. Kemudian balon kateter dikembungkan
dangan menyuntikan Aquades sebanyak 3 cc melalui
kateter dengan maksud agar kateter tidak lepas dari
mulut rahim, selanjutnya pasien dianjurkan tidur
terlentang kembali.

Setelah posisi kateter fix, kemudian disuntikan


kontras disertai dengan Fluoroskopi sesuai dengan
perjalanan kontras menuju Uterus, Tuba Fallopi sampai
ke Fimbrial. Pada saat kontras mengisi organ-organ
tersebut, dilakukan pemotretan untuk melihat
keseluruhan dengan posisi AP dan Oblique (LPO dan
RPO [30 – 40]°). Kaset yang digunakan ukuran (18 x
24) cm.

Setelah itu kontras di stop, pemeriksaan selesai


bila kontras telah mengisi seluruh organ yang akan
diperiksa. Balon kateter dikempeskan kemudian kateter
dicabut. Pasien dianjurkan untuk tidur sejenak,
kemudian diarahkan ke Toilet untuk membersihkan sisa-
sisa betadin yang ada disekitar vagina dan memakai
pembalut wanita yang sudah disiapkan. Pasien boleh
pulang apabila keseluruhannya telah bersih.

TERBATAS
TERBATAS
59

BAB IV

Radiografi Intra Oral

Radigrafi Intra Oral terdiri dari :


1. Radiografi Periapikal bidang bagi
2. Radiografi Periapikal Paralleling
3. Radiografi Proximal atau Radiografi Bite Wing
4. Radiografi Oklusal Topografik = Oblique Oklusal
5. Radiografi True Occlusal = Cross Section

W. G. Morten : Orang pertama membuat Radiografi Intra Oral.


DR. H. Numela (1933) : Orang membuat Radiogram Extra Oral, namun
radiogram kurang kontras sehingga tidak mungkin
dipakai untuk radio diagnosa dalam pemeriksaan klinik.
Horst Herger : Menyempurnakan kemajuan teknik intra oral,
khususnya
teknik periapikal.
Saterlai : Membuat teknik periapikal bidang bagi.
Mc. Cormack : Membuat teknik periapikal paralleling.
DR. Gordon Fitzge’rald : Menyempurnakan teknik periapikal paralelling.

Petunjuk Umum dalam Intra Oral Radiografi

1. Terangkan kepada penderita tentang prosedur kerja pembuatan intra oral Ro.
2. Kenakan baju pelindung radiasi (apron) pada penderita
3. Latih penderita buka mulut dengan bernafas melalui hidung untuk menghidari
mual, menyesuaikan jar. mulut dan fixasi film.
4. Lepas barang-barang yang mengganggu penempatan film, misalnya: gigi
tiruan lepas, alat orthodontie, dan perhiasan tertentu.
5. Atur pengatur aliran listrik pada pesawat foto gigi : waktu, kilovolt, miliampere,
dan perlengkapan penunjang lainnya.
6. Atur sudut arah proyeksi sinar X kepada gigi.
7. Tentukan posisi arah proyeksi sinar X pada anatomi muka.
8. Atur sandaran kepala penderita.
9. Periksa posisi kepala penderita.
10. Masukkan film ke dalam mulut pada regio yang diperlukan. Kemudian, fiksasi
dengan: jari tangan, digigit, dan film holder.
11. Atur konus pesawat Ro gigi dengan teknik Radiografi yang dibutuhkan.
12. (Operator) kenakan apron.
13. (Operator) berdiri minimal 2 m di belakang konus pesawat Ro atau di sisi luar
dinding penyekat lapisan timah hitam.
14. (Operator) Posisikan jari pada tombol. Kemudian, tekan on agar terjadi
exposure.
15. Keluarkan film dari mulut penderita dan keringkan untuk mencegah terjadinya
kelembaban dan memudahkan pembukaan bungkus.
16. Proses film di dalam kamar gelap/ tanpa kamar gelap.
17. Gantung dan jepit film pada gantungan film, kemudian beri identitas.
18. Lepas apron.

Kegunaan Ro Foto pada Kedokteran Gigi


1. Membantu menegakkan diagnosa
2. Mengarahkan rencana perawatan
3. Mengevaluasi hasil perawatan
4. Prognosa
TERBATAS
TERBATAS
60

/ Mengetahui .....

5. Mengetahui keadaan patologis


6. Mengetahui hubungan sinus dan gigi impaksi
7. Mengetahui keadaan gigi dan jaringan penyangga
8. Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan gigi
9. Melakukan forensik
10. Melakukan survei dan penelitian

Pengaruh Radiasi
Radiasi dapat menimbulkan:
Efek Lokal:
1. Erythema pada kulit tanpa keluhan
2. Erythema  gatal  dermatitis  bengkak  ulcer

Efek Sistemik:
1. Kelainan darah
2. Genetik  steril
3. Mata  katarak

Pembagian Film
• Film berdasarkan pemakaian terdiri dari Intra Oral film:
1. Periapikal film: - Film no 0 untuk anak-anak dan pasien sensitif (7/8 x 1 3/8
inch)
- Film no 1 untuk orang dewasa (1 ¼ x 1 5/8 inch)
2. Bite Wing Film:- No 0 untuk anak-anak
- No 1 gigi anterior
- No 2 seluruh gigi dewasa
Film periapikal (standard) digunakan untuk Bite Wing dengan melekatkan
sayap dari kertas pada sisi film.
3. Occlusal Film

• Film Extra Oral :


-Panoramic

/ Tujuh .....

Tujuh Faktor yang menentukan


hasil Radiografi
1. Jarak target – film
TERBATAS
TERBATAS
61
2. Voltage dan miliampere
3. Posisi kepala pasien
4. Cara meletakkan film
5. Waktu pemotretan
6. Angulasi sinar x
7. Developing / Processing

Radiografi Ideal
Radiografi yang ideal harus menghasilkan:
1. Bayangan yang kontras
2. Bayangan seperti objeknya
3. Bayangan yang ukurannya sama

Letak film: Pembungkus warna putih menghadap gigi yang akan difoto karena sisi
lainnya ada tin foil.

Cara Meletakkan Film


1. Gigi yang akan difoto harus diposisikan di tengah film.
2. Film diletakan sedekat mungkin dengan objek.
3. Pada gigi anterior, film diletakan vertikal. Sedangkan, pada gigi posterior, film
diletakkan horizontal.
4. Tepi film diletakkan 0,5 cm dari garis oklusi/ incisal.

M1 kanan bawah, posisi film horizontal I1 Ka atas, posisi film vertikal

Cara Fiksasi Film

Fiksasi salah terlalu tinggi Fiksasi di mahkota gingiva margin yang


benar

TERBATAS
TERBATAS
62

Fiksasi film salah terlalu rendah Fiksasi dimahkota gingiva margin yang
benar

* Fiksasi film dengan telunjuk atau jempol pasien

Atau bisa juga menggunakan alat pembantu: Plastik holder, kayu, dan metal.

A. Anterior XCP instrument A. Maxillary anterior teeth


B. Posterior XCP instrument B. Maxillary posterior teeth

Waktu Penyinaran/ Exposure Time


RA : Gigi anterior : 1 detik
Gigi P :1 ¼ detik – 1 ½ detik
Gigi M : 2 detik

RB : Gigi anterior : ½ detik – 1 detik


Gigi P : 1detik
Gigi M :1 ¼ detik -1 ½ detik

Menggunakan: 10 mA / 65kVP

RA lebih lama dari RB karena RA melalui beberapa tulang dan gigi RA lebih besar.

Indikasi Pembuatan Radiografi Periapikal


Radiograf Periapikal sangat memenuhi syarat dalam menunjang diagnosa klinis
dengan diagnosa radiografis khususnya karena mengenai 2 atau 3gigi serta jaringan
sekitarnya.

/ Radiograf .....
TERBATAS
TERBATAS
63

Radiograf memiliki detail gambar yang sangat


jelas:
1. Jaringan tulang
2. Jaringan ikat periodental
3. Jaringan Cement gigi
4. Jaringan pulpa, dentin, email
5. Karies gigi, saluran akar gigi
6. Apikal (kelainan)
7. Benih gigi susu

Indikasi Pembuatan Radiografi Paralleling


Dengan radiografi paralleling bisa diperoleh radiogram dengan gambaran yang lebih
handal dalam:
- Pengukuran panjang gigi
- Pengukuran panjang saluran akar gigi
- Adanya saluran tambahan dari saluran akar gigi
- Hubungan antara mahkota dengan akar gigi

Indikasi Radiografi Proximal (Bite Wing)


1. Kebutuhan pemeriksaan proximal RA dan RB yang terlihat dalam 1 film.
2. Gambaran Radio Opague jaringan email, dentin dari permukaan bukal, tebal
(kepadatan), Radiolucen: jaringan pulpa
- Caries proximalis
- Gambaran Radiolusen dari Resorbsi alveolar crest
- Gambaran radio opaaque calculus (karang gigi)
- Titik kontak
- Tambalan Overhanging
- Hasil perawatan
- Proses penulangan dari penyembuhan terapi transplantasi bone graf

Indikasi Radiografik Oklusal Topografik (Oblique Oklusal)


1. Melihat pandangan kasar dari panjang akar gigi.
2. Melihat daerah patologis yang luas.
3. Lokalisasi dan luas daerah fraktur.
4. Gigi impaksi dan gigi supernumeracy.
5. Pemeriksaan RA dan RB secara umum.

TERBATAS
TERBATAS
64
/ Indikasi .....

Indikasi Radiografik True Oklusal (Cross Section)


1. Melokalisasi akar gigi tertinggal, gigi impaksi, supernumeracy
2. Melokalisasi benda-benda asing
3. Melokalisasi batu-batu kelenjar dari mandibula
4. Lokalisasi hubungan bucco lingual keadaan patologis
5. fraktur RA atau RB

Pembuatan Periapikal Radiografi dengan Teknik Bidang Bagi/


Bisection

Pada teknik bidang bagi, proyeksi sinar X harus tegak lurus dengan bidang bagi
untuk memperoleh gambaran gigi pada film

Bidang bagi adalah bidang yang membagi 2 sama besar anatara bidang film dengan
bidang sumbu panjang gigi

Patokan menentukan atau memperkirakan bidang bagi dengan mengamati secara


extra oral.

Untuk gigi depan RA: ditarik garis lurus dari pupil ke incisal edge.
Gigi ki atas : ditarik dari pupil ka ke incisal edge gigi ki atas
Gigi ka atas : ditarik dari pupil ki ke incisal edge gigi ka atas

TERBATAS
TERBATAS
65

Untuk gigi belakang RA: ditarik garis dari titik interpupil ke buccal cups gigi yang
bersangkutan

Rahang Bawah :
Untuk gigi depan dan gigi belakang lebih mudah memperkirakan bidang bagi karena
sumbu panjang gigi dan letak film mudah dilihat kira-kira hampir tegak lurus.
Hubungan sumbu vertikal RB, bentuk anatomi RB, lengkung RB mudah meletakkan
film.

Periapikal Foto Menurut Bidang Bagi


A. Posisi pasien
- Pasien dalam keadaan duduk
- Posisi kepala diatur supaya:
-Bidang sagital tetap vertikal
-Bidang alanasi – tragus horizontal untuk RA
-Bidang sudut mulut – tragis horizontal untuk RB

TERBATAS
TERBATAS
66

B. Film: Bidang film diusahakan tetap datar atau merupakan 1 bidang datar
C. Konus: Konus pendek ukuran 8 inch (short cone)
D. Arah sinar X: Tegak lurus pada bidang bagi
RA: Arah sinar positif dari atas ke bawah
RB: Arah sinar negatif dari bawah ke atas

E. Fiksasi film: Film difiksasi dengan jati tangan atau menggunakan alat peganggan
film
(film holder)

Gigi:
21 12

• Film diletakkan vertikal kontak dengan mahkota gigi dan palatum


• 0,5 cm jarak dari incisal edge ke tepi film
• Fiksasi dengan ibu jari pasien dengan jari berlawanan dengan gigi difoto
• Sinar diarahkan ke tengah film
• Ujung cone diletakkan di ujung hidung
• Sudut vertikal +45o terhadap bidang horizontal
• Sudut horisontal tegak lurus film

TERBATAS
TERBATAS
67

Gigi:
3 3

1 ujung cone diletakkan di tepi hidung

TERBATAS
TERBATAS
68

Gigi:
5 4
4 5

• Sinar diarhkan di tengah fim


• Ujung cone di bawah pupil tegak lurus alanasi-tragus
• Sudut vertikal +40o terhadap bidang horizontal
• Sudut horizontal sejajar bidang interproksimal gigi

Gigi:
876 678

TERBATAS
TERBATAS
69

• Berkas sinar ke tengah film


• Ujung cone di bawah sudut mata tegak lurus dari alanasi – tragus
• Sudut vertikal + 30o terhadap bidang horizontal
• Sudut horizontal sejajar bidang interproximal dan tegak lurus film

Gigi:
321 123

Posisi kepala:
• Pasien didudukkan posisi bidang oklusal gigi RB sejajar lantai
• Midline / sagital plane tegak lurus lantai

Film:
• Diletakkan di lingual secara vertikal
• Sinar diarahkan ke arah tengah film pada dagu
• Sudut vertikal -20o terhadap bidang horizontal
• Sudut horizontal sejajar bidang interproximal gigidan tegak lurus film

TERBATAS
TERBATAS
70

Gigi:

5 4
4 5

Film:
• Diletakkan horizontal di sebelah lingual
• Sinar diarahkan ke arah tengah film
• Sudut vertikal -15o terhadap bidang horizontal
• Sudut horizontal sejajar bidang interproksimal dan tegak lurus film

TERBATAS
TERBATAS
71
Gigi:

876 678

Film:
• Diletakkan horizontal di lingual
• Ditekan dengan telunjuk
• Sudut vertikal -5o terhadap bidang horizontal
• Sudut horizontal sejajar bidang interproksimal dan tegak lurus film

Teknik paralel
Prinsip pendekatan paralel: sudut vertikal sinar x diarahkan tegak lurus sumbu gigi
dan sumbu film.

Untuk memudahkan kesejajaran sumbu film dengan sumbu gigi digunakan alat
bantu:
• Cotton roll
TERBATAS
TERBATAS
72
• Film holder kayu/plastik
• Cone indicator
• Hemostat

Gigi I dan C atas


Posisi kepala:
• Permukaan oklusal gigi RA sejajar lantai
• Sagital / midline tegak lurus lantai

Film:
• Diletakkan vertikal
• Diletakkan bagian palatal
• Sejajar sumbu gigi depan RA

Sinar:
• Tegak lurus film
• Sudut vertikal / sinar vertikal tegak lurus film

Menggunakan: film holder

Gigi P & M
Film:
• Diletakkan horizontal
• Diletakkan di sebelah palatal
• Mencangkup gigi
• Menggunakan film holder

TERBATAS
TERBATAS
73

Sinar: tegak lurus film

Sudut vertikal: sudut yang dibentuk sinar x dari target ke arah film terhadap bidang
horizontal

Sudut horizontal; sudut yang dibentuk berkas sinarx dari target ke arah film terhadap
bidang sagital / transversal

Arah penyinaran (besarnya sudut): untuk orang dewasa


Short cone Long cone
RA I1, I2, C +40o sp +45o +20o sp +25o
P1, P2, M1 +30o sp +35o +20o
M2, M3 +20o sp +25o +15o
RB I1, I2, C -15o sp -20o -15o sp -20o
P1, P2, M1 -10o -10o
M2, M3 +5o sp 0o 0o

Gigi I & C RB
Posisi kepala

/ Oklusal ......

• Oklusal plane gigi RB sejajar lantai


TERBATAS
TERBATAS
74
• Sagital / midline tegak lurus lantai

Film:
• Diletakkan vertikal
• Diletakkan di sebelah lingual
• Sumbu film sejajar sumbu gigi
• Menekan ke apikal
• Menggunakan film holder

Sinar: tegak lurus sumbu filmdan gigi

Gigi P & M RB
Posisi kepala: sama

Film:
• Diletakkan horizontal
• Sumbu gigi sejajar sumbu film

TERBATAS
TERBATAS
75

Sinar: tegak lurus sumbu film

Keuntungan Kerugian
Short cone • Mudah meletakkan film • Sering hasil kurang
dalam mulut akurat
• Tidak memerlukan alat • Mudah terjadi
bantu superimpose terhadap os
zygomaticum pada M
atas
Long cone • Gambaran radiogram • Sulit mendapat
akurat kesejajaran dengan
• Tidak terjadi super sumbu gigi
impose • Memerlukan alat bantu

Bite Wing
Posisi kepala: garis oklusi (alanasi-tragus) sejajar lantai

Proyeksi sinar:
• Film dimasukkan dalam mulut hingga film tidak bengkok mengikuti lengkung
rahang
• Pasien disuruh menggigit pada sayap (wing)
• Bidang oklusal RA horizontal sinar diarahkan dengan sudut 8-10 ke arah
bawah lurus ke tengah film

Waktu penyinaran: 1,75 detik – 65 kvp – 10mA


0,75 detik – 90kvp – 10mA

TERBATAS
TERBATAS
76

Teknik Occlusal
Prinsip arah sinar untuk topografik view: Arah sinar miring/ oblique dari sumbu
gigi dan film diletakkan dengan salah satu sisinya menghadap bidang oklusi gigi.

Regio Anterior Rahang Atas:


- Sandaran kepala RA sejajar lantai, Midline tegak lurus lantai
- Pasien menutup mulut dan menggigit film
- Ujung cone pada ujung hidung dengan sudut vertikal 65o dan sinar
diarahkan ke midline.

Regio Anterior Rahang Bawah:


- Posisi kepala digerakkan ke belakang membentuk sudut 25o terhadap
bidang vertikal
- Pasien menutup mulut dan menggigit film
- Ujung cone diletakkan 1 inch di bawah ujung dagu dengan sudut
vertikal -25o, berkas sinar diarahkan ke midline.

/ Prinsip .....
TERBATAS
TERBATAS
77

Prinsip arah sinar Cross Section View adalah sejajar sumbu gigi dan film
diletakkan dengan salah satu sisinya menghadap bidang oklusi gigi.

Regio Anterior Rahang Atas:


- Bidang oklusal sejajar lantai
- Midline tegak lurus lantai
- Pasien menutup mulut dan menggigit film
- Ujung cone diletakkan pada dahi dan sinar X tegak lurus film

Regio Anterior Rahang Bawah:


- Kepala pasien terangkat ke belakang dengan sudut 45o
- Ujung cone 1 inch di bawah ujung dagu dan berkas sinar X diarahakan
tegak lurus film

Kesalahan (Distorsi) pada Teknik Biseksi Pemotretan Intra Oral

1. Elongation:
Bayangan yang terbentuk pada X ray film terlihat lebih panjang dari gigi aslinya.
Terjadi karena: sudut vertikal lebih kecil dari normal. Misal: seharusnya 45o
digunakan sudut 30o.

/ 2. Shortening:

TERBATAS
TERBATAS
78

2. Shortening:
Bayangan yang terbentuk pada X ray film terlihat lebih pendek dari gigi aslinya.
Terjadi karena: sudut vertikal lebih besar dari normal. Misal: seharusnya 45o kita
gunakan 60o.

3. Horizontal overlapping:
Bayangan yang terbentuk pada X ray film terlihat tumpang tindih.
Terjadi karena berkas sinar X arahnya tidak sejajar dengan interaproximal space

4. Cone cutting:
Bayangan yang terbentuk hanya sebagian.
Terjadi karena: sebagian film tidak kena sinar.

5. Excessive bending:
Bayangan yang terbentuk mahkotanya normal tapi bagian akar memanjang.
Terjadi karena:
• Palatum dangkal film melengkung waktu difiksasi
• Menfiksasi film dengan posisi film melengkung
• Sering pada daerah Caninus

TERBATAS
TERBATAS
79

Metode Pencucian Film


1. Dalam kamar gelap (Teknik Visual / Manual)
Prosedurnya:
a. dalam larutan developer: terlihat bayangan dari obyek gigi dan jaringan
sekitarnya
b. pembilasan air: sisa-sisa developer pada film dibersihkan
c. pemrosesan dalam larutan fixir: garam perak halida yang tidak terkena
sinar x larut
d. pembilasan air bersih mengalir: menghilangkan sisa-sisa bahan kimia

2. Time temperature method


- ketepatan waktu
- ketepatan temperatur larutan
- >75o melunakkan gelatin film
- <60o menghambat proses pembentukan gambar

3. Monobath system
Film yang terexposure disuntik developer dan fixir yang bersifat alkalis

4. Memakai alat automatic (kamar gelap di dalam alat automatic):


- Full automatic: Film keluar dalam keadaan kering
- Semi automatic: Film keluar dalam keadaan basah

Kesalahan-Kesalahan yang Terjadi Waktu Pencucian

1. Roentgenogram yang terlalu terang karena:


- Under exposure
- Under developing
- Larutan developer terlalu dingin
2. Roentgenogram yang terlalu gelap karena:
- Over exposure
- Over developing
- Larutan developer terlalu panas
3. Roentgenogram dengan gambar kabur karena:
- Kerusakan gelatin karena udara panas
- Bergeraknya pasien/ film waktu penyinaran
4. Roentgenogram dengan bayangan sebagian karena:
- Film tertutup penjepit film
- Arah sinar tidak mengenai film
- Sebagai fil tidak mengenai larutan developer

TERBATAS
TERBATAS
80

/ Roentgenogram .....

5. Roentgenogram dengan bayangan benda asing pada film karena:


- Sidik jari operator
- Kaca mata pasien atau anting pasien terproyeksi
6. Roentgenogram memiliki goresan atau cacat pada film karena:
- Terkena larutan fixir
- Film sobek karena pembukaan pembungkus dengan tergesa-gesa
- Film yang masih basah tergore benda tajam, misalnya: kuku.

Kesimpulan:

Radiografi gigi adalah pertolongan diagnosa yang sangat berharga. Sebuah standar
teknik dari pengambilan / pengerjaan dan penafsirannya adalah sangat penting.
Walaupun diagnosis X ray yang diberikan untuk pasien gigi dan staf sangat kecil
tetapi mempunyai efek kumulatif. Dokter gigi harus berhati-hati terhadap bahaya-
bahayanya dan harus mengambil tindakan-tindakan yang memadai.

TERBATAS
TERBATAS
81
Radiologi adalah salah satu bagian terpenting yang diperlukan untuk mendiagnosa
perawatan dari penyakit / kelainan dalam mulut.Suatu pengetahuan teknik dan
menginterpretasikan radiografi adalah dasar dalam mendapatkan diagnosa yang
akurat.

Kursus ini bertujuan memberikan kepada operator suatu pengetahuan dasar dari
penyinaran, resiko / bahaya dari penggunaannya, efek biologis dan prosedur praktis
untuk mengurangi atau memperkecil akibatnya.

Sebaiknya dilengkapi pengetahuan analisa hubungan dari interpretasi radiografi


untuk mendiagnosa dan dasar dari keseharan radiologi dan konsep radiobiologik
yang berhubungan dengan ilmu kedokteran gigi.

Daftar pustaka:

1. Philp W. Ballinger, M.S., R.T. (R). Merrill’s Atlas Radiographic Positions


and Radiologic Procedures. 8 nd ed. Volume 1 and 2. The Ohio State
University, Columbus, Ohio, 1995.

TERBATAS
TERBATAS
82
2. Materi Kuliah APRO Dep Kes RI. Radiofotografi dan Proteksi Radiasi.
Jakarta.

3. Standrad Operasional Prosedur Klinik Radiologi Ruspau Antariksa, Prosedur


Tetap Pemeriksaan Radiologi. Jakarta.

4. Lincoln R, Hing M. Fundamental of Dental Radiography. 2nd ed.


Philadelphia: Lea & Febiger, 1985.

5. McCall, Wald. Clinical Dental Roentgenology. 4th ed. W.B. Saunders


Company.

6. O Brien. Dental Radiography. 4th ed. W.B. Saunders Company.

7. Wuehrmann, Hing M. Dental Radiology. 3rd ed. C.V. Mosby Company.

TERBATAS

You might also like