You are on page 1of 29

SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG

MUATAN ETIKA DALAM PENGAJARAN AKUNTANSI KEUANGAN DAN


DAMPAKNYA TERHADAP PERSEPSI ETIKA MAHASISWA: STUDI
EKSPERIMEN SEMU

Wiwik Utami dan Fitri Indriawati


Universitas Mercu Buana

Abstract

Ethics education is more than studying the code of professional conduct, but
rather a process whereby individuals become more consciously involved in making
ethical decisions (Langenderfer and Rockness:1989). This study investigates whether
integrating ethical issues in financial accounting course will improve student’s ethics
perception. The research design was quasi experiment, posttest-only control group
design, and the subject were students who took intermediate accounting. The
hypotheses of this research were: (1) loading ethical issues in financial accounting
course influenced student’s ethics perception, and (2) interaction between ethical
issues in financial accounting course and student GPA (Grade Point Average)
influenced student’s ethics perception. The research hypotheses were tested using two
way ANOVA.
The result show that: (1) loading ethical issues in financial accounting course
not influenced student’s ethics perception, (2) interaction between loading ethical
issues in financial accounting course and student GPA significantly influenced the
student’s ethics perception. Considering the current climate of good corporate
governance, educators can no longer postpone in integrating ethics issues in
accounting curriculum.

Keywords: ethical perception, ethical issue, financial accounting

Padang, 23-26 Agustus 2006 K-PEAK 01 1


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG
1. Latar Belakang Penelitian

International Federation of Accountants (IFAC) pada tahun 2003 telah


menerbitkan 7 standar pendidikan internasional (International Education Standards/
IES). Dari tujuh standar tersebut, yaitu standar nomer 4 (IES 4) menyebutkan bahwa
program pendidikan akuntansi sebaiknya memberikan kerangka nilai, etika dan sikap
profesional untuk melatih judgement profesional calon akuntan sehingga dapat
bertindak secara etis ditengah kepentingan profesi dan masyarakat.
Di Indonesia, kode etik yang berlaku saat ini adalah kode etik IAI yang
disyahkan di Kongres IAI tahun 1998 dan menitik beratkan pada akuntan publik serta
akuntan yang bekerja di Kantor Akuntan Publik. Untuk profesi akuntan selain akuntan
publik sampai saat ini belum ada rumusan kode etiknya. Padahal kenyataannya, tidak
semua sarjana akuntansi memilih profesi sebagai akuntan publik atau bekerja di kantor
akuntan publik (lihat Tabel 1). Pada Tabel 1 dapat diketahui bahwa hanya sebagian
kecil (2% - 4%) sarjana akuntansi yang memilih profesi sebagai akuntan publik,
sedangkan yang terbanyak adalah berprofesi sebagai akuntan manajemen/perbankan.
Oleh karena itu muncul pertanyaan, bagaimana pembekalan etika untuk mahasiswa
akuntansi yang tidak berminat mengambil konsentrasi audit?
Tabel.1. Distribusi Bidang Pekerjaan Sarjana Akuntansi

No Jenis Pekerjaan Persentase


1 Akuntan publik 2-4%
2 Akuntan manajemen/perbankan 45-55%
3 Akuntan pendidik 20-30%
4 Akuntan sektor publik 20-35%
5 Bisnis mandiri/wira usaha 10-20%

(Sumber:Tjiptohadi Sawarjuwono. 2005)

Terbongkarnya kasus Enron Corp. (2001) dan kasus-kasus perusahaan besar


lainnya yang terlibat dalam praktik manajemen laba memberikan kesadaran tentang
pentingnya peran dunia pendidikan dalam menciptakan sumber daya manusia yang
cerdas dan bermoral. Prinsip-prinsip good corporate governance juga menyatakan
bahwa sikap independen, transparan, adil dan akuntabel harus dimiliki oleh semua
pengelola organisasi, baik swasta maupun pemerintah.

Padang, 23-26 Agustus 2006 K-PEAK 01 2


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG
Kurikulum akuntansi program sarjana (S1) memberikan muatan moral pada
mata kuliah pengembangan kepribadian (MKPK), yang pada umumnya mencakup:
mata kuliah agama, pancasila, kewarganegaraan, dan etika (2 SKS). Muatan etika pada
kurikulum MKPK tersebut masih dirasakan kurang.
Kurangnya muatan etika dalam kurikulum akuntansi juga diungkapkan oleh
Wulandari dan Sularso (2002) yang melakukan penelitian di Surakarta dengan sampel
mahasiswa dan akuntan pendidik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 84,38% (dari
192 responden) menyatakan kurikulum program studi akuntansi belum cukup
memberikan muatan etika untuk bekal mahasiswa terjun ke dunia kerja. Untuk
responden yang menyatakan tidak cukup muatan etikanya menyarankan agar: (1)
diperluas dengan mengintegrasikan ke mata kuliah tertentu (46,9%), (2) diperluas
dengan mengintegrasikan ke semua mata kuliah (29,01%), dan (3) ditambah sebagai
mata kuliah tersendiri (18,52%), dan (4) pendapat lain (5,56%). Hasil penelitian
Ludigdo dan Machfoedz (1999) juga mengungkapkan muatan etika dalam kurikulum
pendidikan akuntansi belum cukup dan sebagian besar responden menyarankan untuk
mengintegrasikan ke mata kuliah tertentu.
Berdasarkan pada hasil riset Wulandari dan Sularso (2002) serta Ludigdo dan
Machfoedz (1999) tersebut maka peneliti termotivasi untuk mengkaji aspek etika
yang diintegrasikan dalam materi perkuliahan akuntansi. Mata kuliah yang mempunyai
peluang besar untuk diberi muatan etika secara lebih mendalam adalah kelompok
akuntansi keuangan. Pentingnya muatan etika pada kelompok mata kuliah akuntansi
keuangan tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa masalah kecurangan akuntansi
(accounting fraud) banyak dilakukan oleh perusahaan, yang merupakan wadah dimana
sebagian besar para sarjana akuntansi bekerja.
Loebs (1989) mengungkapkan bahwa sebagian besar jurusan akuntansi
menyajikan materi pengajaran etika sebagai bagian dari setiap mata kuliah akuntansi,
bukan sebagai mata kuliah tersendiri atau terpisah. McNair and Milan (1993) juga
menyatakan bahwa dari 202 profesor yang menjadi respondennya, mayoritas mereka
cenderung untuk memasukkan materi etika dalam mata kuliah akuntansi pokok. Bahkan
lebih dari 77% dari mereka telah memasukkan materi etika tersebut dalam mata kuliah
yang diajarkannya.

Padang, 23-26 Agustus 2006 K-PEAK 01 3


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG
Molyneaux (2004) melakukan eksplorasi tentang pendekatan yang bisa
digunakan untuk mengenalkan etika pada jenjang undergratuate, mengungkapkan
bahwa pendekatan “capstone course” yang dipakai oleh Carroll (1998) dinilai menarik
dan inovatif. Capstone course adalah pendekatan yang mengintegrasikan isu etika pada
semua mata kuliah yang ada dalam kurikulum akuntansi (progressive integration
within existing parts of an established curriculum).
Di Indonesia, hampir semua mata kuliah akuntansi keuangan tidak
memasukkan secara eksplisit isu-isu etika dalam Satuan Acara Perkuliahan (SAP). Oleh
karena itu penelitian ini melakukan eksperimen untuk memperoleh bukti empirik
apakah pemberian muatan etika yang diintegrasikan dalam perkuliahan akuntansi
keuangan berpengaruh pada persepsi etika mahasiswa.

1.1. Perumusan Masalah


Sesuai dengan latar belakang yang telah diungkapkan, masalah penelitian
dirumuskan sebagai berikut:
1) Apakah muatan etika yang diintegrasikan dalam pengajaran akuntansi
keuangan berpengaruh terhadap persepsi etika mahasiswa.
2) Apakah terdapat pengaruh interaksi muatan etika dan prestasi mahasiswa
terhadap persepsi etika mahasiswa
1.2. Tujuan Penelitian
1) Untuk mengkaji apakah pemberian muatan etika dalam pengajaran akuntansi
keuangan berdampak signifikan terhadap persepsi etika mahasiswa.
2) Mengkaji lebih dalam apakah terdapat pengaruh interaksi muatan etika dan
prestasi mahasiswa terhadap persepsi etika.
1.3. Kegunaan Penelitian
1) Memberikan masukan yang berguna untuk penyempurnaan pendidikan
akuntansi, terutama berkaitan dengan pengintegrasian isu etika dalam
kurikulum akuntansi
2) Memberikan motivasi kepada dosen akuntansi untuk bersedia dan aktif
memberikan muatan etika dalam proses pengajaran akuntansi

Padang, 23-26 Agustus 2006 K-PEAK 01 4


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG
2. Tinjauan Pustaka dan Hipotesis
2.1. Etika
Pengertian moral sering disama artikan dengan etika. Moral berasal dari bahasa
Latin moralia, kata sifat dari mos (adat istiadat) dan mores (perilaku). Sedangkan etika
berasal dari kata Yunani ethikos, kata sifat dari ethos (perilaku). Makna kata etika dan
moral memang sinonim, namun menurut Siagian (1996) antara keduanya mempunyai
nuansa konsep yang berbeda. Moral atau moralitas biasanya dikaitkan dengan tindakan
seseorang yang benar atau salah. Sedangkan etika ialah studi tentang tindakan moral
atau sistem atau kode berprilaku yang mengikutinya. Etika sebagai bidang studi
menentukan standar untuk membedakan antara karakter yang baik dan tidak baik atau
dengan kata lain etika adalah merupakan studi normatif tentang berbagai prinsip yang
mendasari tipe-tipe tindakan manusia.
Menurut Siagian (1996) menyebutkan bahwa setidaknya ada 4 alasan mengapa
mempelajari etika sangat penting: (1) etika memandu manusia dalam memilih berbagai
keputusan yang dihadapi dalam kehidupan, (2) etika merupakan pola perilaku yang
didasarkan pada kesepakatan nilai-nilai sehingga kehidupan yang harmonis dapat
tercapai, (3) dinamika dalam kehidupan manusia menyebabkan perubahan nilai-nilai
moral sehingga perlu dilakukan analisa dan ditinjau ulang, (4) Etika mendorong
tumbuhnya naluri moralitas dan mengilhami manusia untuk sama-sama mencari,
menemukan dan menerapkan nilai-nilai hidup yang hakiki.
Menurut Rest (1986), proses perilaku etis meliputi tahap sebagai berikut:
1. The person must be able to identify alternative actions and how those
alternatives will effect the welfare of interested parties.
2. The person must be able to judge which course of action ought to be
undertaken in that situation because it is morally right (or fair or just
morally good)
3. The person must intend to do what is morally right by giving priority to
moral value above other personal values
4. The person must have sufficient perseverance, ego strenght and
implementation skills to be able to follow through on his/her intention to

Padang, 23-26 Agustus 2006 K-PEAK 01 5


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG
behave morally, to withstand fatigue and flagging will, and to overcome
obstacles

Empat hal tersebut berkaitan dengan moral perception, moral judgement, moral
intention, dan moral action. Moral perception dan moral judgement berkenaan dengan
bagaimana seseorang memikirkan isu-isu etika dan bagaimana kedua hal tersebut
menilai pengaruh eksternal dan internal terhadap pengambilan keputusan etis. Dengan
demikian moral perception dan moral judgement berkaitan erat dengan intelektual
(akal). Sedangkan dua hal yang terakhir yaitu moral intention dan moral action
merupakan unsur psikologis dari diri manusia untuk berkehendak berperilaku etis.
Dengan kata lain, seseorang yang hanya memiliki moral perception dan moral
judgement saja tidak dijamin untuk mampu berperilaku etis. Oleh karena itu harus
diikuti oleh moral intention yang kemudian diaktualisasikan menjadi moral action.
Menurut Herman S. (2001:180–183) dalam usaha mencari/menguasai ilmu,
manusia dikaruniai Tuhan dengan perangkat rasio (akal) dan rasa (kalbu). Kemampuan
rasio terletak pada membedakan (menyamakan), menggolongkan, menyatakan secara
secara kuantitatif/kualitatif, menyatakan hubungan-hubungan, dan mendeduksinya (atau
menginduksinya). Semua kemampuan rasio tersebut didasarkan pada ketentuan yang
sudah baku dan rinci sehingga rasio tidak akan berdusta. Kemampuan rasa (kalbu)
terletak pada kreativitas, yang merupakan kegaiban karena langsung berhubungan
dengan Tuhan. Kreativitas inilah yang merupakan awal dari segala bidang nalar, ilmu,
etika dan estetika. Etika dan estetika seluruhnya terletak pada rasa, sehingga jika
manusia tidak punya rasa maka tidak ada etika dan estetika.
Menurut Keraf (2001: 33-35), etika dibagi dalam etika umum dan etika khusus.
Etika khusus dibagi lagi menjadi 3 kelompok, yaitu: etika individual, etika lingkungan
hidup dan etika sosial. Etika sosial berbicara mengenai kewajiban dan hak, sikap dan
pola perilaku manusia sebagai makhluk sosial dalam interaksinya dengan sesama.
Karena etika sosial menyangkut hubungan antara manusia dengan manusia. Ia
menyangkut hubungan individual antara orang yang satu dengan orang yang lain, serta
menyangkut interaksi sosial secara bersama. Etika sosial mencakup etika profesi dan di
dalamnya terdapat etika bisnis. Etika profesi lebih menekankan kepada tuntutan

Padang, 23-26 Agustus 2006 K-PEAK 01 6


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG
terhadap profesi seseorang, dimana tuntutan itu menyangkut tidak saja dalam hal
keahlian, melainkan juga adanya komitmen moral : tanggung jawab, keseriusan,
disiplin, dan integritas moral

2.2. Persepsi
Persepsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 1995) adalah tanggapan
(penerimaan) langsung dari suatu proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui
panca inderanya. Sedangkan Matlin (1998) dalam Sudaryanti (2001) dan diadaptasi
oleh Frederich dan Lindawati (2004), mendefinisikan persepsi secara lebih luas, yaitu :
sebagai suatu proses yang melibatkan pengetahuan-pengetahuan sebelumnya dalam
memperoleh dan menginterpretasikan kombinasi faktor dunia luar (stimulus visual) dan
diri kita sendiri (pengetahuan-pengetahuan sebelumnya).

Berdasarkan definisi persepsi di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi setiap


orang atas suatu obyek atau peristiwa bisa berbeda-beda. Perbedaan tersebut disebabkan
dua faktor, faktor dalam diri orang tersebut (aspek kognitif) dan faktor dunia luar (aspek
stimulus visual). Singkatnya, persepsi seseorang dipengaruhi obyek yang diterima
panca indra orang tersebut dan oleh cara orang tersebut “menterjemahkan” obyek
tersebut.
Secara analitik, kemampuan manusia untuk mengetahui dapat diurai sebagai
berikut (Herman 2001: 186):
1. Kemampuan kognitif, ialah kemampuan untuk mengetahui (dalam arti
mengerti, memahami, menghayati) dan mengingat apa yang diketahuinya.
Landasan kognitif adalah rasio atau akal.
2. Kemampuan afektif, ialah kemampuan untuk merasakan tentang apa yang
diketahuinya, yaitu rasa cinta atau benci, rasa indah atau buruk. Dengan rasa
inilah manusia menjadi manusiawi atau bermoral. Di sini rasa tidak
mempunyai patokan yang pasti seperti rasio.
3. Kemampuan konatif, ialah kemampuan untuk mencapai apa yang dirasakan
itu. Konasi adalah will atau karsa (kemauan, keinginan, hasrat) ialah daya
dorong untuk mencapai (atau menjauhi) apa yang didiktekan oleh rasa.

Padang, 23-26 Agustus 2006 K-PEAK 01 7


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG
Jika tingkat pengetahuan manusia tersebut dikaitkan dengan konsep moral maka
kemampuan kognitif setingkat dengan moral perception, kemampuan afektif setingkat
dengan moral judgement dan kemampuan konatif setingkat dengan moral intention.
Kemampuan kognitif dan afektif dapat diasah melalui proses pembelajaran,
sedangkan kemampuan konatif tumbuh dari dirinya sendiri sesuai dengan tingkat
kesadaran dan kemauannya.

2.3. Muatan Etika dalam Pengajaran Akuntansi


Memasukkan aspek etika langsung pada mata kuliah akuntansi keuangan akan
sangat membantu mahasiswa untuk mempertajam moral perception dan moral
judgement dari topik-topik yang dibahas. Banyak contoh kasus etika yang disajikan
dalam text book dapat digunakan sebagai bahan diskusi, di samping itu juga dibahas
kasus dalam konteks Indonesia.
Loebs (1989) mengungkapkan bahwa sebagian besar jurusan akuntansi
menyajikan materi pengajaran etika sebagai bagian dari setiap mata kuliah akuntansi,
bukan sebagai mata kuliah tersendiri atau terpisah. Konsekuensi jika etika digabungkan
dalam mata kuliah akuntansi maka dosen dituntut untuk menguasai materi akuntansi
dan sekaligus materi etika.
Berdasarkan hasil survey Haas (2005) yang dilakukan untuk mengetahui
pemberian muatan etika pada mata kuliah pengantar akuntansi keuangan pada
Universitas negeri dan swasta di New York, yang meliputi 44 program studi akuntansi
mengungkapkan bahwa: (1) rata-rata waktu yang digunakan untuk membahas isu etika
adalah 3,7 jam per semester untuk 3 jam perkuliahan per minggu, (2) jumlah program
studi yang sudah memasukkan muatan etika dalam perkuliahan pengantar akuntansi
sebanyak 66%, (3) beberapa responden memasukkan isu etika pada mata kuliah
intermediate accounting, auditing, tax, cost accounting, dan advance accounting.
Masalah teknik pengajaran dihadapkan pada beberapa pilihan yaitu: (1)
diberikan tutorial dengan sistem satu arah, (2) kasus dan diskusi, dan (3) simulasi/ role
playing. Cara pertama pada umumnya dirasa kurang efektif, teknik yang dianggap
efektif adalah dengan diskusi dan simulasi. Untuk membahas kasus dengan teknik
diskusi diperlukan persiapan yang matang, dan pemilihan kasus yang relevan. Beberapa

Padang, 23-26 Agustus 2006 K-PEAK 01 8


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG
langkah yang dapat digunakan dalam mempersiapkan pengajaran kasus etika adalah
sebagai berikut (Langenderfer and Rockness 1989):
1) Select a case with an ethical dilemma that is relevant to the accounting
issues being discussed in class.
2) Distribute copies of short cases (one or two pages) at the start of discussion.
3) In discussing the case in the class, raise the following questions and issues,
(a) What are the fact of the case, (b) What are the ethics issues in the case
(c) What are the norms, principles, and value related to the case, (d)What
are alternative courses of action, (e) What is the best course of action that
consistent with the norms, principles, and value identified in (c), (f) What
are the concequences of each possible course of action, (g) What is decision.
4) Conclude the case by summarizing the different point of view.

Jika tahap tersebut di atas dapat direalisasikan maka tujuan pengajaran etika
diharapkan dapat tercapai.
Penelitian yang bertujuan untuk menguji persepsi para pengajar akuntansi
(dalam hal ini meliputi Professor, Associate Professor dan Assistant Profesor) terhadap
cakupan muatan etika dalam kurikulum akuntansi dilakukan oleh McNair and Milan
(1993) yang dikutip oleh Wulandari dan Sularso (2002), menunjukkan bahwa dari 202
profesor yang menjadi respondennya, mayoritas mereka cenderung untuk memasukkan
materi etika dalam mata kuliah akuntansi pokok. Bahkan lebih dari 77% dari mereka
telah memasukkan materi etika tersebut dalam mata kuliah yang diajarkannya.
Hiltebeitel and Jones (1992) melakukan penelitian dengan eksperimen tentang
penilaian instruksi etis dalam pendidikan akuntansi. Penelitian ini dilaksanakan selama
dua semester pada tahun ajaran 1989-1990, dengan menggunakan instrumen berupa 14
daftar prinsip-prinsip perilaku etis yang dikembangkan oleh Lewis (1988). Hasil
analisis dari pre-test dan post-test yang dilakukan menunjukkan bahwa pengambilan
keputusan etis dipengaruhi oleh pengintegrasian etika dalam mata kuliah yang
diajarkan.
Berdasarkan hasil survei Warth (2000) yang dikutip oleh Hass (2005)
mengungkapkan bahwa sebagian besar KAP mengandalkan para akademisi untuk
memberikan bekal materi perilaku etika yang diharapkan dapat diterapkan dalam
profesi. Clikeman dan Henning (2000) melakukan penelitian tentang sosialisasi etika
pada program studi akuntansi dan bisnis. Riset dilakukan dengan mengukur respon

Padang, 23-26 Agustus 2006 K-PEAK 01 9


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG
mahasiswa tentang praktik manajemen laba. Fokus utamanya adalah untuk mengetahui
kecenderungan mahasiswa apakah lebih mengutamakan pelaporan keuangan untuk
kepentingan manajemen (intern) atau kepentingan pemakai eksternal. Hasilnya
menunjukkan bahwa pada mahasiswa baru (yunior), baik akuntansi dan bisnis
cenderung mengutamakan pelaporan keuangan untuk kepentingan manajemen. Namun
kemudian setelah mahasiwa yang dijadikan sampel tersebut telah menjadi senior
ternyata terjadi perubahan, yaitu: (1) untuk mahasiswa akuntansi cenderung untuk
mengutamakan kepentingan pemakai eksternal, dan (2) untuk mahasiswa bisnis ternyata
semakin kuat untuk mengutamakan kepentingan manajemen. Mahasiswa akuntansi
senior menjadi lebih mempertimbangkan kepentingan pihak eksternal adalah
merupakan cerminan bahwa selama perkuliahan telah terjadi proses sosialisasi etika.

2.4. Hipotesis
Berdasarkan masalah yang dirumuskan dan kajian teoritis maka hipotesis
penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut:
H1 : Pemberian muatan etika dalam pengajaran akuntansi keuangan berpengaruh
terhadap persepsi etika mahasiswa.
H2 : Terdapat pengaruh interaksi muatan etika dan prestasi mahasiswa terhadap
persepsi etika mahasiswa

3. Metode Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Alasan
peneliti menggunakan eksperimen karena tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui dampak dari suatu perlakuan (treatment) yaitu pemberian muatan etika
dalam pengajaran akuntansi pada sekelompok mahasiswa (kelompok treatment)
dibandingkan dengan sekelompok mahasiswa lain (kelompok kontrol) yang tidak
memperoleh perlakuan. Dengan eksperimen maka variabel lain, di luar variabel yang
diamati diasumsikan tidak berubah.
Eksperimen yang penelilti lakukan dapat dikelompokkan sebagai eksperimen
kuasi (semu) karena tidak dapat memenuhi salah satu kriteria eksperimen betulan (true
experiment) yaitu melakukan randomisasi subyek penelitian. Untuk meminimalkan

Padang, 23-26 Agustus 2006 K-PEAK 01 10


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG
pengaruh extraneous variable dilakukan metode pair-matching (Jogiyanto 2004: 99).
Adapun design eksperimen yang digunakan adalah Posttest-only control group design,
yaitu jenis eksperimen yang dilakukan pada dua kelompok, kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol dan tidak dilakukan tes awal terlebih dahulu.
3.1. Subyek Penelitian, Populasi dan Sample
Mata kuliah yang akan diberi muatan etika adalah akuntansi keuangan
menengah. Oleh karena itu subyek penelitian adalah mahasiswa yang sedang
menempuh mata kuliah akuntansi keuangan menengah pada semester ganjil tahun
akademik 2005/2006. Populasi penelitian adalah mahasiswa yang sedang menempuh
mata kuliah akuntansi keuangan menengah di Fakultas Ekonomi Universitas Mercu
Buana. Pada semester ganjil tahun 2005/2006 terdapat 4 kelas yang menempuh
Akuntansi Keuangan Menengah I. Sampel dipilih berdasarkan cluster, dalam hal ini
adalah kelas, yaitu seluruh mahasiswa yang menempuh mata kuliah akuntansi keuangan
pada satu kelas. Ada dua kelas yang dipilih, dimana satu kelas diberi perlakuan dengan
cara menambahkan muatan etika dalam pengajarannya, sedangkan kelas yang lain tidak
diberi perlakuan.
Kelas yang dipilih sebagai sampel adalah kelas pagi, yaitu jadwal jam 08.00-
10.30 dan jadwal jam 10.30-13.00. Pertimbangan untuk menggunakan kelas pagi
adalah: (1) kondisi kedua kelompok tersebut memiliki stamina yang relatif sama
mengingat bahwa kelas siang dimulai jam 14.00-16.30, (2) kedua kelas tersebut diasuh
oleh dosen yang sama, sehingga dapat diasumsikan mempunyai kondisi basic akuntansi
keuangan menengah yang sama.
Kelas pagi sesi I (jam 08.00-10.30) adalah sebagai kelompok eksperimen dan
kelompok mahasiswa yang mengambil mata kuliah Akuntansi Keuangan Menengah I
kelas pagi sesi II (jam 10:30-13.00) adalah sebagai kelompok kontrol, Mengingat
bahwa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tidak dipilih secara random, maka
untuk mengatasi dilakukan pair matching. Matching dilakukan berdasarkan nilai
pengantar akuntansi dua, alasannya adalah penguasaan materi pengantar akuntansi dua
sangat berperan dalam mendukung penguasaan materi akuntansi keuangan menengah
satu. Kelompok eksperimen terdiri dari 29 orang dan mempunyai nilai rata-rata
pengantar akuntansi dua sebesar 2,65 dan standar deviasi 0,82. Kelompok kontrol

Padang, 23-26 Agustus 2006 K-PEAK 01 11


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG
sebanyak 45 orang dan setelah dilakukan matching dengan kelompok eksperimen maka
kelompok kontrol yang akan digunakan hanya 31 orang dengan rata-rata nilai pengantar
akuntansi sebesar 2,61 dan standar deviasi sebesar 0,77.

3.2. Definisi Operasional Variabel


a. Muatan Etika dalam Pengajaran Akuntansi Keuangan
Muatan etika dalam akuntansi keuangan adalah materi akuntansi keuangan
menengah, yaitu topik piutang dan persediaan yang di dalamnya diberikan kasus
situasi atau masalah yang berkaitan dengan isu etika.
b. Persepsi Etika Mahasiswa
Persepsi etika mahasiswa merupakan cara pandang mahasiswa terhadap
suatu proses/kejadian atau tingkah laku manusia serta mempelajarinya
berdasarkan aturan-aturan moral yang ada dan standar tingkah laku antara yang
benar dan yang salah, antara yang baik dan yang buruk.
c. Prestasi Mahasiswa
Prestasi mahasiswa adalah prestasi akademik yang tercermin dari indeks
prestasi kumulatif (IPK).

3.3. Pengukuran Variabel


a. Muatan Etika
Muatan etika merupakan variabel treatment yang diberikan kepada
mahasiswa kelompok eksperimen (experiment group). Treatment yang diberikan
berupa kasus isu etika yang terkait langsung dengan materi perkuliahan, yaitu
Piutang Dagang dan Persediaan, yang diambil dari text book akuntansi keuangan
, yang kemudian disederhanakan bahasanya sehingga mudah dimengerti oleh
mahasiswa. Kasus-kasus bermuatan etika tersebut didiskusikan di kelas selama
20 menit untuk setiap pertemuan (kasus etika lampiran 1). Jumlah tatap muka
untuk eksperimen sebanyak 4 kali dengan bobot setiap pertemuan 3 SKS.
b. Persepsi Etika Mahasiswa
Agar dapat mengukur variabel ini, responden yaitu kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol diberikan kuesioner yang berisisi isu etika dan diukur

Padang, 23-26 Agustus 2006 K-PEAK 01 12


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG
dengan menggunakan skala Likert 5 (Likert Scale), dari skor 1 sangat setuju
sampai dengan skor 5 sangat tidak setuju.
Jumlah pertanyaan yang diajukan ke responden sebanyak 20 buah, terdiri
dari 10 pertanyaan pertama digunakan untuk mengukur persepsi etika bisnis
mahasiswa dan 10 pertanyaan lainnya, digunakan untuk mengukur persepsi etika
yang terkait langsung dengan materi perkuliahan, yaitu isu etika yang
menyangkut piutang (receivables) dan persediaan (inventory).
c. Prestasi Mahasiswa
Prestasi mahasiswa adalah prestasi akademik mahasiswa yang diproksi
dengan indeks prestasi kumulatif (IPK). Pengukuran prestasi dilakukan dengan
skala nominal. Mahasiswa dengan IPK tiga atau lebih besar dari tiga diberi kode
kategori satu (1), sedangkan IPK lebih kecil dari 3 diberi kode kategori nol (0).

3.3. Metode Analisis


Berdasarkan pada hipotesis yang diajukan maka metode statistik yang
digunakan adalah two way Anova. Pertimbangan untuk menggunakan two way anova
adalah: (1) variabel dependen, yaitu persepsi etika diukur dengan skala interval, (2)
terdapat 2 variabel independen yaitu muatan etika dan prestasi mahasiswa yang diukur
dengan skala nominal, (3) menguji pengaruh interaksi muatan etika dan prestasi
mahasiswa terhadap persepsi etika.

4. Hasil dan Pembahasan


Sebelum dilakukan analisis hasil, terlebih dahulu dilakukan evaluasi terhadap
validitas internal. Beberapa faktor yang dapat menganggu validitas internal adalah
(Jogiyanto:2004): (1) history, (2) maturation, (3) testing, (4) instrumentation, (5)
selection, (6) regression, dan (7) experiment mortality. Hasil evaluasi menyimpulkan
bahwa tidak terdapat masalah yang mengganggu internal validity.

Padang, 23-26 Agustus 2006 K-PEAK 01 13


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG
4.1. Gambaran umum kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
Eksperimen dilakukan selama satu bulan, yaitu empat kali tatap muka dengan
bobot 3 SKS. Pada akhir minggu ke 4 mahasiswa diberi informasi bahwa pada
minggu berikut (minggu ke 5) akan diadakan kuis sehingga mahasiswa diharapkan
dapat hadir semua. Kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tidak mengetahui
bahwa mereka sedang menjadi subyek penelitian.
Berikut gambaran mengenai responden dari hasil kuesioner yang telah diolah :
a. Profil Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 2. Jenis Kelamin Responden


Penilaian Kel. Eksperimen Kel. Kontrol

Jml % Jml %
Laki-laki 6 21 7 24
Perempuan 23 79 24 76
Jumlah 29 100 31 100
Sumber : Data diolah (tahun 2006)

Berdasarkan Tabel 2, kelompok eksperimen dan kelompok kontrol


mempunyai komposisi jenis kelamin yang relatif sama, yaitu sebagian besar
adalah perempuan.
b. Profil Responden Berdasarkan Usia

Tabel 3. Usia Responden


Umur Kel. Eksperimen Kel. Kontrol
Jml % Jml %
< 20 tahun 11 38 10 32
20 – 21 tahun 18 62 21 68

Jumlah 29 100 31 100


Sumber : Data diolah (tahun 2006)

Padang, 23-26 Agustus 2006 K-PEAK 01 14


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG
Berdasarkan usia, dapat diketahui bahwa kedua kelompok mempunyai
karakteristik umur yang relatif sama, sebagian besar berumur sekitar 20-21
tahun.
c. Profil Responden Berdasarkan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK)

Tabel 4. Indeks Prestasi Kumulatif Responden

Indeks Prestasi Kel. Eksperimen Kel. Kontrol


Kumulatip Jml % Jml %
< 3,00 17 59 11 35
3,00 – 3,50 9 31 15 48
> 3,50 3 10 5 17
Jumlah 29 100 31 100

Berdasarkan Tabel 4 diperoleh gambaran bahwa kelompok kontrol


mempunyai kecenderungan prestasi (IPK) yang lebih baik dibandingkan
dengan kelompok eksperimen. Berhubung IPK kedua kelompok relatif
berbeda maka dalam pengujian pengaruh muatan etika terhadap persepsi
etika dilakukan interaksi antara muatan etika dan prestasi mahasiswa.
Tabel 5 berikut menyajikan statistik deskriptif skor persepsi etika kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol. Prestasi subyek penelitian dikelompokkan menjadi
dua: (1) kelompok kurang berprestasi yaitu mahasiswa dengan IPK dibawah 3, dan (2)
kelompok mahasiswa berprestasi yaitu mahasiswa dengan IPK 3 atau lebih besar dari 3.
Tabel 5. Statistik Deskriptif Kelompok Eksperimen dan Kontrol

Subyek Prestasi Mean Persepsi etika Standar Deviasi


Penelitian
Kel. Eksperimen Kurang Berprestasi 67,67 4,76
Berprestasi 73,50 6,43
Kel. Kontrol Kurang Berprestasi 70,09 4,11
Berprestasi 69,87 6,40

Berdasarkan Tabel 4 dapat diperoleh gambaran sebagai berikut: (1) kelompok


eksperimen yang berprestasi memiliki skor persepsi etika yang lebih tinggi
dibandingkan dengan mahasiswa yang kurang berprestasi, hal ini menunjukkan bahwa

Padang, 23-26 Agustus 2006 K-PEAK 01 15


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG
mereka yang berprestasi memiliki kecenderungan untuk lebih menolak (tidak setuju)
perilaku yang tidak etis, (2) pada kelompok kontrol menunjukkan kecenderungan
bahwa tidak ada perbedaan persepsi etika antara mahasiswa yang kurang berprestasi
dan yang berprestasi, hal ini mengindikasikan bahwa kelompok kontrol kurang sensitif
terhadap isu etika, dan (3) mean persepsi etika kelompok eksperimen kategori kurang
berprestasi lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol kategori kurang
berprestasi, skor yang lebih rendah mengindikasikan bahwa untuk dapat
mengidentifikasi kasus etika, mahasiswa perlu memahami standar akuntansi yang
terkait dengan kasus tersebut.
Untuk melakukan uji hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji asumsi untuk
ANOVA yaitu: homogeneity of variance. Berdasarkan Levene’s Test diperoleh nilai F
signifikan pada level 0,361 (lihat Lampiran 3), hal ini menunjukkan bahwa kelompok
kontrol dan kelompok eksperimen mempunyai variance yang sama, dan memenuhi
asumsi homogeneity of variance.
Hasil pengujian hipotesis disajikan pada Tabel 6 sebagai berikut:

Tabel 6. Hasil Test of Between- Subjects Effect

Source Mean Square F Sig


Muatan etika 6.300 0,195 0,660
Prestasi 108.123 3.354 0,072
Muatan Etika* Prestasi 136.633 4,238 0,044
Dependent variable : persepsi etika

Berdasarkan Tabel 6 dapat diperoleh penjelasan bahwa muatan etika tidak


berpengaruh terhadap persepsi etika mahasiswa karena nilai signifikan variabel muatan
etika lebih besar dari 0,05. Oleh karena itu hipotesis yang menyatakan muatan etika
berpengaruh terhadap persepsi etika mahasiswa ditolak atau hipotesis satu (H1) ditolak.
Apabila dilihat pada variabel prestasi, ternyata variabel prestasi berpengaruh
terhadap persepsi etika dengan tingkat signifikan 0,10. Hal ini bermakna bahwa untuk
dapat mendeteksi kemungkinan adanya perilaku tidak etis diperlukan pemahaman
terhadap standar dan teknik akuntansi. Semakin berprestasi, maka tingkat pemahaman
mahasiswa terhadap standar dan teknik akuntansi semakin baik, dan akibat selanjutnya
adalah lebih mampu mengidentifikasi perilaku tidak etis.

Padang, 23-26 Agustus 2006 K-PEAK 01 16


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG
Pada variabel interaksi muatan etika dan prestasi menunjukkan pengaruh yang
signifikan terhadap persepsi etika, pada tingkat signifikan 0,05. Dengan demikian
hipotesis dua (H2) diterima. Hal ini menunjukkan bahwa dampak pemberian muatan
etika sangat signifikan pada kelompok mahasiswa yang berprestasi dari pada pada
kelompok mahasiswa yang kurang berprestasi. Kondisi ini dapat diperjelas melalui
Gambar 1 berikut:

Estimated Marginal Means of skor persepsi etika


74

73

72
Estimated Marginal Means

71

70

69
prestasi

68 kurang berprestasi

67 berprestasi
ada muatan etika tdk ada muatan etika

muatan etika

Gambar 1. Grafik mean score persepsi etika

Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa mean score persepsi etika kelompok
mahasiswa yang berprestasi dan diberi muatan etika jauh lebih besar dibandingkan
dengan kelompok yang tidak diberi muatan etika. Sedangkan pada kelompok
mahasiswa yang kurang berprestasi menunjukkan skor persepsi etika kelompok kontrol
justru lebih tinggi dibandingkan kelompok eksperimen, hal ini sesuai dengan data
deskriptif IPK dimana rata-rata IPK kelompok kontrol lebih baik dibandingkan
kelompok eksperimen.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian muatan etika yang
diintegrasikan dalam satuan acara perkuliahan (SAP) cukup efektif dalam
meningkatkan kesadaran etis mahasiswa. Penggunaan waktu 20 menit per tatap muka
dengan bobot mata kuliah 3 SKS dinilai memadai. Jika perkuliahan dilaksanakan 14
kali tatap muka per semester, dan mungkin efektif 12 tatap muka setelah

Padang, 23-26 Agustus 2006 K-PEAK 01 17


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG
memperhitungkan libur dan halangan dosen, maka jumlah waktu yang digunakan untuk
membahas isu etika adalah 4 jam per semester. Jumlah waktu 4 jam tersebut hampir
sama dengan yang diungkapkan oleh Haas (2005), yaitu rata-rata 3,7 jam per semester.
Secara keseluruhan hasil penelitian ini mendukung temuan Hiltebeitel dan Jones
(1992), serta Clikeman dan Henning (2000)

5. Simpulan, Saran dan Implikasi Hasil Penelitian


5.1. Simpulan
1). Muatan etika tidak berpengaruh terhadap persepsi etika. Hal ini dikarenakan ada
faktor lain yang ikut mempengaruhi persepsi etika, yaitu prestasi mahasiswa.
2). Interaksi muatan etika dan prestasi mahasiswa berpengaruh signifikan terhadap
persepsi etika. Hal ini bermakna bahwa semakin tinggi prestasi mahasiswa maka
semakin besar pengaruh pemberian muatan terhadap persepsi etika. Persepsi
etika pada mahasiswa berprestasi lebih baik karena mahasiswa berprestasi
mempunyai pemahaman yang lebih baik tentang standar dan teknik akuntansi,
sehingga lebih mampu mengidentikasi perilaku etis dan tidak etis.
3). Pemberian muatan etika yang diintegrasikan dalam kurikulum dapat
meningkatkan sensitifitas mahasiswa terhadap isu-isu etika. Dampak pemberian
muatan etika akan semakin efektif jika mahasiswa juga dibekali dengan
penguasaan standar dan teknik akuntansi.

5.2. Saran
Eksperimen yang penulis lakukan hanya empat kali tatap muka dengan bobot 3
SKS per tatap muka. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian lebih lanjut untuk periode
yang lebih panjang (misal: satu semester) sehingga dapat diketahui efektivitas dampak
pemberian muatan etika yang diintegrasikan dalam kurikulum. Pemberian muatan etika
tidak hanya pada mata kuliah akuntansi keuangan menengah, tapi bisa diterapkan untuk
semua mata kuliah inti akuntansi.

Padang, 23-26 Agustus 2006 K-PEAK 01 18


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG
5.3. Implikasi Hasil Penelitian
Pemberian muatan etika yang diintegrasikan dalam kurikulum akuntansi
keuangan dapat meningkatkan sensitifitas mahasiswa terhadap isu-isu etika. Oleh
karena itu sudah waktunya pendidikan akuntansi di Indonesia mengintegrasikan isu
etika secara eksplisit dalam satuan acara perkuliahan (SAP) pada setiap mata kuliah inti
akuntansi.

Padang, 23-26 Agustus 2006 K-PEAK 01 19


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG
DAFTAR PUSTAKA

Bok, D. 1988. Can Higher Education Foster Higher Moral?, Business and Society
Review, Vol 66. hal 4 – 12

Carroll, R. 1998. A Model for Ethical Education in Accounting, dalam C Gowthorpe


dan J. Blake (eds), Ethical Issues in Accounting (Rouledge, London)

Clikeman, P.M dan Steven L. Henning.2000. The Socialization of Undergraduate


Accounting Students, Issues in Accounting Education, February.Vol.15, No.1

Hass, Amy. 2005. Now is the Time for Ethics in Education, CPA Journal, June,
Vol.75:66-68

Herman Soewardi. 2001. Roda Berputar Dunia Bergulir. Bakti Mandiri, Bandung

Hiltebeitel. Kenneth M., and S. K Jones. 1992. An Assesment of Ethics Instruction in


Accounting Education. Journal of Business Ethics 11: 37-46.

Fuad Mas’ud. 2004. Survey Diagnosis Organisasional: Konsep dan Aplikasi, Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.

Frederich O.L. dan Lindawati. 2004. Manajemen Laba dalam Persepsi Etis Akuntan di
Pulau Jawa. Jurnal Widya Manajemen dan Akuntansi,Vol. 4 no.1, Okt : 1-26.

Jogiyanto. 2004. Metodologi Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan Pengalaman-


Pengalaman, Edisi pertama, BPFE, Yogyakarta

Langendefer, H.Q dan Rockness.J.W. 1989.Integrating ethics into accounting


curriculum: Issues, Problem, and Solution. Issues Accounting Education, hal 58-80

Loeb, S.E. 1989. Teaching Students Accounting Ethics: Some crucial Issues:
Issues Accounting Education, hal 316 – 329.

Keraf, Sony. 2001. Etika Bisnis – Tuntutan Dan Relevansinya, Cetakan Keempat,
Kanisius, Yogyakarta.

Molyneuaux, D. 2004. After Andersen: An Experience of Integrating Ethics into


Undergraduate Accountancy Education, Journal of Business Ethics 54: 385-398

Rest, J.R. 1986. Moral Development: Advances in Research and Theory, New York,
NY: Praegar

Robert J. Warth, yang dilaporkan dalam CPA Journal, Oktober 2005 ( “Ethics in
Accounting Profession : A Study” )

Padang, 23-26 Agustus 2006 K-PEAK 01 20


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG
Satyo,Wening, dan Elly Zarni. 2005. Menghasilkan Akuntan Profesional. Media
Akuntansi, Edisi 48/tahun XII/Agustus 2005.

Siagian . SP . 1996. Etika bisnis, Seri manajemen No 177, PT Pustaka Binaman


Pressindo.

Suseno, Franz Magnis.1997. Etika Dasar. Penerbit Kanisius, Yogyakarta

Tjiptohadi Sawarjuwono. 2005. Suatu Proses Antisipasi. Media Akuntansi, Edisi


49/TahunXII/September 2005.

Unti Ludigdo dan Mas’ud Machfoedz.. 1999. Persepsi Akuntansi dan Mahasiswa
tentang Etika Bisnis, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol.2, No 1, hal 1-19.

Wulandari dan Sularso. 2002. Persepsi Akuntan Pendidik dan Mahasiswa Akuntansi
terhadap Kode Etik Akuntan Indonesia : Studi Kasus di Surakarta, Perspektif. Vol.
7, No. 2, hal. 71-87

Padang, 23-26 Agustus 2006 K-PEAK 01 21


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG

LAMPIRAN 1.

KASUS ETIKA YANG DIBAHAS DALAM EKSPERIMEN

1. PT. Vista adalah perusahaan konsultan design seni grafis. Tuan Harjo adalah

manajer keuangan, telah menyiapkan neraca akhir tahun fiskal per 31 Maret 2004.

Neraca ini akan diserahkan bersama-sama dengan surat permohonan pinjaman PT.

Vista kepada Bank BNI. Tn Harjo menyajikan piutang sebesar Rp. 40.000.000

kepada Tn. Johny, presiden direktur PT. Vista sebagai piutang dagang. Tn. Johny

meminjam uang tersebut dari PT. Vista pada bulan Februari 2003 sebagai uang muka

pembelian rumah. Dia secara lisan menjanjikan kepada Tn. Harjo akan melunasi

pinjaman tersebut pada tahun mendatang. Pada neraca tahun sebelumnya, jumlah Rp.

40.000.000 tersebut juga dilaporkan sebagai piutang dagang. Beri pendapat Anda,

apakah tindakan Tn. Harjo bisa diterima?

2. PT. Roda merupakan anak perusahaan dari PT. Honda. Kontroler yakin bahwa

penyisihan tahunan untuk piutang tak tertagih PT. Honda harus sebesar 2% dari

penjualan kredit bersih. Presiden Direktur PT. Roda khawatir bahwa perusahaan induk

akan mengarapkan target pertumbuhan 10% terus dipertahankan. Oleh karena itu, ia

meminta kepada kontroler untuk menaikkan penyisihan piutang tak tertagih menjadi 3%

per tahun. Direktur PT. Roda berpikir bahwa laba bersih yang lebih rendah, yang

mencerminkan laju pertumbuhan 6%, akan menjadi laju pertumbuhan yang lebih dapat

dipertahankan untuk PT. Roda.

Padang, 23-26 Agustus 2006 K-PEAK 01 22


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG
a. Apakah kontroler harus mempertimbangkan pertumbuhan PT. Roda ketika

mengestimasi penyisihan piutang tak tertagih?

b. Apakah permintaan Direktur PT. Roda itu menghadirkan dilema etis bagi

kontroler?

3. PT. Bina adalah perusahaan yang menjual sabuk “conveyor” yang biasa digunakan

oleh pabrik-pabrik. Penjualan dilakukan dengan syarat FOB shipping point. Perusahaan

biasanya memperoleh order penjualan satu minggu sebelum barang tersebut dikirim.

Untuk order penjualan yang diterima pada bulan Desember, kapan keputusan untuk

mengapalkan panjualan berada di tangan pemilik, yaitu Bily dan Nina. Jika keuntungan

perusahaan tersebut lumayan tinggi, maka pengapalan order akan ditunda sampai bulan

Januari tahun berikutnya. Bila keuntungan tahun tersebut tidak memenuhi harapan,

maka order tersebut akan dikirim pada bulan Desember.

Setujukah anda dengan keputusan mengenai waktu pengiriman yang

ditentukan oleh Bily dan Nina ?

4. Tuan Tora, manajer dari sebuah Department Stores yang berada di Bekasi, bertugas

untuk mengelola bagian departemen pakaian lelaki. Tugasnya adalah untuk membeli

barang yang akan diperdagangkan, mencari tenaga penjual, menata toko dan

menghitung persediaan. Bonus Tahunan Tuan Tora bergantung dari laba operasi

departemen tersebut. Keluarga Tora merencanakan untuk melakukan libur akhir tahun

ke Singapura, dan Tuan Tora sangat mengandalkan pembiayaannya dari bonus yang

bakal ia peroleh. Penjualan tahun 2005 tidak terlalu tinggi dan Tuan Tora meninggikan

nilai persediaan akhir tahun.

Padang, 23-26 Agustus 2006 K-PEAK 01 23


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG
Apakah meninggikan nilai persediaan merupakan tindakan yang etis?

Siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan atas tindakan Tuan Tora ini ?

Padang, 23-26 Agustus 2006 K-PEAK 01 24


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG

LAMPIRAN 2

KUESIONER

Nama :…………………………………………….
NIM :…………………………………………….
Jenis Kelamin :…………………………………………….
Tanggal Lahir :…………………………………………….
IPK :…………………………………………….
Nilai Pengantar Akuntansi II:…………………………………..

Anda diminta memberikan pendapat tentang hal-hal yang terkait dengan isu ETIKA.
Penilaian anda diukur dengan menggunakan SKOR skala lima point sebagai berikut :

Sangat Tidak Kurang Sangat Tidak


Setuju Setuju Tahu Setuju Setuju
1----------------------2--------------------3--------------------4-------------------5

NO URAIAN SKOR
1. Menggunakan telepon kantor untuk melakukan percakapan
dengan keluarga di luar kota
2. Memberi tahu tentang informasi harga pokok produk per unit
kepada pihak internal
3. Memberikan hadiah atau bingkisan agar mendapat perlakuan
tertentu.
4. Tidak melaporkan pelanggaran yang dilakukan orang lain
terhadap peraturan atau kebijakan organisasi.
5. Menggunakan barang-barang relatif murah milik perusahaan,
misalnya alat tulis kantor (ATK) untuk keperluan pribadi.
6. Perusahaan melakukan kecurangan karena pesaingnya juga
diketahui melakukan hal yang sama.
7. Demi melindungi nama baik perusahaan, anda sebagai
keryawan mungkin perlu berbohong kepada pelanggan
mengenai alasan keterlambatan pengiriman barang.
8. Keuntungan lebih diutamakan daripada keamanan produk
(keselamatan pengguna produk).
9. Manajer bisnis tidak perlu untuk selalu memperhatikan moral.
10. Dalam dunia bisnis, kejujuran akan memberikan manfaat dalam
jangka panjang.
11. Untuk keperluan permohonan kredit bank, manajer anda
meminta anda untuk memasukkan piutang karyawan sebagai
piutang dagang.

Padang, 23-26 Agustus 2006 K-PEAK 01 25


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG

12. Saldo akun penyisihan piutang tak tertagih PT. ABC dalam 3
tahun terakhir mengalami peningkatan, manajemen mengambil
kebijakan untuk menurunkan tarif estimasi piutang tak tertagih
semula 2% menjadi 0,5% dari penjualan kredit.
13. Manajemen dengan sengaja tidak melakukan penghapusan
piutang dagang yang telah berumur lebih dari dua tahun,
alasannya ia belum mendapatkan kepastian bahwa pelanggan
telah pailit.
14. PT. Jaya telah menjual (factoring) piutang dagangnya tanpa
tanggung renteng, oleh karena itu manajer keuangan PT. Jaya
meminta bagian akuntansi untuk tetap melaporkan piutang
factoring tersebut di neraca sebagai piutang dagang.
15. PT. Sukses menerima pemberitahuan dari pelanggan yang
menyatakan tidak sanggup melunasi kewajibannya sesuai
termin yang ditetapkan PT. Sukses. Oleh karena itu, pelanggan
menerbitkan wesel jangka waktu 2 bulan, bunga 10%. Atas
wesel tersebut, Boby staf bagian akuntansi diminta untuk
langsung mencatat piutang bunga.
16. Manajer penjualan merasa bahwa target penjualan tahun 2005
belum tercapai. Oleh karena itu, ia meminta stafnya untuk
segera mengirimkan barang dagangan ke calon pembeli
potensial. Pembeli diberi jaminan bahwa jika tidak puas dengan
produk, maka boleh di retur pada bulan Januari tahun 2006.
17. Akhir-akhir ini Indonesia mengalami inflasi yang relatif tinggi.
Untuk memperbaiki kinerja, maka rapat direksi memutuskan
untuk mengubah metode penilaian persediaan dari LIFO ke
FIFO.
18. Bagian gudang PT. Putra melaporkan bahwa jumlah persediaan
per 31 Desember sebesar 1000 unit. Manajer PT. Putra
memerintahkan anda sebagai staf dept. akuntansi untuk
mencatat persediaan akhir sebesar 1000 unit. Anda sendiri tahu
bahwa tgl 30 Desember terdapat pengiriman barang sebanyak
200 unit dengan syarat f.o.b destination. Padahal untuk barang
sampai tujuan dibutuhkan waktu 5 hari.
19. Pada tanggal 8 Oktober, PT. Pesona mengalami kebakaran dan
menghanguskan semua barang yang ada di gudang. Selama ini
PT. Pesona memakai metode pencatatan periodik (fisik).
Kebetulan penaksir klaim asuransi adalah teman pimpinan PT.
Pesona, oleh karena itu anda sebagai staf akuntansi diminta
untuk menyiapkan data-data yang diperlukan agar klaim
asuransi dapat lebih besar dari yang seharusnya.

Padang, 23-26 Agustus 2006 K-PEAK 01 26


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG

20. PT. Candra membeli barang elektronik dari PT. Tehno pada tgl
10 Agustus 2005 senilai RP. 10 juta dengan termin 3/10, n/30.
Pada tanggal 29 Agustus PT. Candra melakukan pembayaran.
Anda sebagai staf dept. penjualan PT. Tehno tetap memberikan
diskon sebesar 3% karena manajer PT. Candra adalah paman
anda.
Sumber: pertanyaan 1 sampai 10 mengacu pada kuesioner etika bisnis dari Fuad Mas’ud (2004)
Pertanyaan 11 sampai 20 dibuat oleh peneliti, dan sebelumnya telah diujicobakan kepada
mahasiswa yang tidak masuk dalam sampel penelitian

Padang, 23-26 Agustus 2006 K-PEAK 01 27


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG
LAMPIRAN 3

HASIL PENGOLAHAN DATA

Between-Subjects Factors

Value Label N
muatan 1.00
ada muatan
etika 29
etika

2.00 tdk ada


muatan 31
etika
prestasi .00 kurang
26
berprestasi
1.00 berprestasi 34

a
Levene's Test of Equality of Error Variances

Dependent Variable: skor persepsi


F df1 df2 Sig.
1.090 3 56 .361
Tests the null hypothesis that the error variance of the
dependent variable is equal across groups.
a. Design: Intercept+TREATMEN+PRESTASI+TREATMEN
* PRESTASI

Descriptive Statistics

Dependent Variable: skor persepsi etika


muatan etika prestasi Mean Std. Deviation N
ada muatan etika kurang berprestasi 67.6667 4.7759 15
berprestasi 73.5000 6.4301 14
Total 70.4828 6.2771 29
tdk ada muatan etika kurang berprestasi 70.0909 4.1099 11
berprestasi 69.7500 6.4062 20
Total 69.8710 5.6258 31
Total kurang berprestasi 68.6923 4.5849 26
berprestasi 71.2941 6.5898 34
Total 70.1667 5.9065 60

Padang, 23-26 Agustus 2006 K-PEAK 01 28


SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG
Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: skor persepsi etika


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 252.841a 3 84.280 2.614 .060
Intercept 283025.206 1 283025.206 8778.443 .000
ETIKA 6.300 1 6.300 .195 .660
PRESTASI 108.123 1 108.123 3.354 .072
ETIKA * PRESTASI 136.633 1 136.633 4.238 .044
Error 1805.492 56 32.241
Total 297460.000 60
Corrected Total 2058.333 59
a. R Squared = .123 (Adjusted R Squared = .076)

1. muatan etika

Dependent Variable: skor persepsi etika


95% Confidence Interval
muatan etika Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound
ada muatan etika 70.583 1.055 68.470 72.697
tdk ada muatan etika 69.920 1.066 67.786 72.055

2. prestasi

Dependent Variable: skor persepsi etika


95% Confidence Interval
prestasi Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound
kurang berprestasi 68.879 1.127 66.621 71.136
berprestasi 71.625 .989 69.643 73.607

3. muatan etika * prestasi

Dependent Variable: skor persepsi etika


95% Confidence Interval
muatan etika prestasi Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound
ada muatan etika kurang berprestasi 67.667 1.466 64.730 70.604
berprestasi 73.500 1.518 70.460 76.540
tdk ada muatan etika kurang berprestasi 70.091 1.712 66.661 73.520
berprestasi 69.750 1.270 67.207 72.293

Padang, 23-26 Agustus 2006 K-PEAK 01 29

You might also like