You are on page 1of 10

KAJIAN TEKHNIS TOWER BERSAMA

1. Latar Belakang

220 juta jiwa penduduk Indonesia adalah pasar yang


sangat menggiurkan bagi para penyedia layanan
komunikasi. Tidak hanya berusaha untuk menarik
pelanggan baru, tapi (kemungkinan) melakukan ekspansi
merebut pelanggan operator lain juga terbuka. Wacana ini
cukup beralasan, tiap operator tidak hanya
mengedepankan tarif murah dan promosi, penguatan
jangkauan dan kualitas jaringan pun menjadi andalan.
Bahkan hingga ke daerah terpencil pun ’sinyal’ harus on.

Berkaitan dengan itulah investasi dalam penyediaan


infrastruktur menjadi penting bagi tiap operator. Jika
berbicara tentang infrastruktur maka tower BTS (Base
Transceiver System) menjadi keharusan untuk dimiliki
sebagai sarana komunikasi dan informatika.

Bertambahnya jumlah penyedia jasa komunikasi di


Indonesia ikut juga menambah menjamurnya BTS di
seluruh pelosok tanah air. Berdasarkan catatan yang
penulis terima jumlah operator telepon, baik seluler
maupun bergerak terbatas (fixed wireless access) dengan
teknologi GSM (Global System for Mobile communication)
dan CDMA (Code Division Multiple Access) hingga saat ini
ada lebih dari 10 operator.

Ide untuk menggunakan tower secara bersama-sama


diharapkan akan ada pengurangan jumlah tower yang

1
berdiri bukan hanya di kota besar, namun juga di pelosok
desa di seluruh Indonesia. Mekanisme pelaksanaan tower
bersama ini adalah dengan menggunakan sebuah tower
telekomunikasi oleh 2 atau lebih operator yang menggelar
jaringan yang berbeda. Hingga akhir 2007 terdapat 46.446
tower BTS telah menghiasi seluruh penjuru tanah air ini.
Bisa dibayangkan jika operator bertambah dan semakin
berusaha untuk meningkatkan kualitas layanan maka
sudah barang tentu tower akan memenuhi lingkungan kita.

2. Faktor Pendukung Penerapan Tower Bersama

Untuk penerapannya tentu diperlukan banyak faktor


pendukung agar pihak-pihak yang berhubungan dengan
tower bersama ini, baik pengguna maupun penyedia
layanan tidak ada yang dirugikan. Faktor-faktor pendukung
tersebut tidak hanya terbatas pada hal-hal yang harus ada
pada penyedia layanan namun saja, karena pemerintah
pun tidak boleh lepas tangan karena ini semua
berhubungan dengan para konsumen yang notabene
adalah masyarakat luas.

2.1 Peraturan Pemerintah

Menghadapi makin bertambahnya tower milik para


operator seluler, maka pemerintah melalui menteri
komunikasi dan infomasi (KOMINFO) mengeluarkan
kebijakan mengenai pembangunan menara melalui
peraturan terbaru Peraturan Menteri Kominfo No.
2/PER/M.KOMINFO/3/2008 tentang Pedoman Pembangunan
dan Penggunaan Menara Telekomunikasi. Berdasarkan
peraturan tersebut, terutama pada pasal 5 yang
menyebutkan bahwa kini tower BTS wajib digunakan

2
secara bersama tanpa mengganggu pertumbuhan industri
telekomunikasi. Hal ini menjadi landasan bahwa kini tower
wajib digunakan oleh minimal 2 operator.

Peraturan tersebut diperbaharui dengan peraturan


mengenai penggunaan menara bersama sebagai
implementasi Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri,
Menteri Pekerjaan Umum dan Menkominfo serta Kepala
BKPM Nomor 18 Tahun 2009, tentang Pedoman
Pembangunan dan Penggunaan Bersama Menara
Telekomunikasi.

2.2 Desain Menara Terpadu

Pada dasarnya infrastruktur yang dibutuhkan dalam


telekomunikasi selular ada dua, elektronik dan yang non
elektronik:

• Elektronik meliputi BTS, peralatan radio microwave,


switch, antenna, dan tranceiver proses sinyal dan
transmisi.

• Non Elektronik meliputi Tower, perlindungan, peralatan


untuk penyesuaian suhu, generator listrik disel, batere,
suplai listrik, dan perawatan tekhnis.

Bentuknya pun tidak jauh berbeda dengan BTS – BTS


pada umumnya. Hanya saja dibeberapa tempat menara
terpadu disamarkan atau dikamuflasekan dalam bentuk
lain, contoh: dibuat seperti pepohonan.

Yang berbeda dari menara terpadu tersebut adalah


adanya perangkat tambahan berupa duplexer dan sistem

3
yang multi frekuensi, agar dapat ditumpangi beberapa
operator seluler.

Gambar 1. Menara Terpadu

2.3 Antena Multisistem dan Duplexer

Antena multisistem atau biasa disebut MIMO


(multiple – out dan multiple – in) adalah penggunaan
beberapa antena baik pada pemancar dan maupun
penerima untuk meningkatkan kinerja komunikasi. Ini
adalah salah satu dari beberapa bentuk teknologi antena
pintar.

Teknologi MIMO telah menarik perhatian di bidang


komunikasi nirkabel, karena ia menawarkan peningkatan
yang signifikan dalam perpindahan data dan jangkauan
jaringan tanpa tambahan bandwith atau daya transmisi.

Dalam sistem MIMO, sebuah pemancar mengirimkan


beberapa stream oleh beberapa transmisi antena. Secara

4
matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

di mana y dan x masing – masing adalah vector penerima


dan pengirim, serta H dan n masing- masing adalah
matriks vector saluran dan noise.

Gambar 2. Pola matematis MIMO

Duplexer adalah alat yang memungkinkan


komunikasi bi-directional melalui satu saluran. Menjadi
penting dalam membangun menara terpadu agar
pembangunannya menjadi lebih ekonomis. Pemasangan
duplexer harus memperhatikan hal – hal sebagai berikut:

• Sebuah duplexer harus didesain untuk beroperasi di


band frekuensi yang digunakan oleh penerima dan
pemancar, dan harus mampu menangani output
daya dari pemancar.

• duplexer harus menyediakan pemancar yang


memadai penolakan terhadap noise yang terjadi di
frekuensi penerima, dan harus dirancang untuk

5
beroperasi pada, atau kurang dari, frekuensi
pemisahan antara pemancar dan penerima.

• duplexer harus menyediakan isolasi yang cukup


untuk mencegah penerima desensitisasi.

Gambar 3. Duplexer

3. Kebijakan Pemerintah di Daerah

Tetapi untuk membangun tower bersama


diperlukan hal lain selain hal-hal yang bersifat tekhnis
seperti diatas. Konsep menara bersama memerlukan
pembahasan seksama, sejumlah faktor menjadi
pertimbangan, faktor geografis akan menjadi faktor yang
amat dipertimbangkan dalam perencanaannya dan jika
kelak menerapkan zonanisasi maka harus mengacu pada
sistem administrasi.

Pemerintah Daerah pun tidak boleh lepas tangan


begitu saja. Dalam hal tekhnis pembangunan ada dua opsi
yang disiapkan, yang pertama memasukannya kedalam
izin mendirikan bangunan (IMB) dan yang kedua
mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) yang secara

6
khusus mengatur izin pendirian tower. Dari pihak operator
pun pasti menyambut baik hal tersebut tetapi perlu
dipikirkan agar penyelenggaraan telekomunikasi selular
dengan format menara bersama jangan sampai
menurunkan kualitas layanan.

Sebagai contoh pemerintah daerah Kabupaten


Badung, Provinsi Bali. Mereka membuat peraturan
tersendiri mengenai pembangunan menara telekomunikasi
terpadu. Dalam Perda 6 tahun 2008 tentang Penataan,
Pembangunan dan Pengoperasian Menara Telekomunikasi
Terpadu atau yang sering disebut Perda Tower Terpadu,
diatur segala hal yang berkenaan dengan pembangunan
menara telekomunikasi terpadu. Baik yang berkenaan
dengan izin pembangunan sampai dengan nilai estetika
yang harus dimiliki oleh menara terpadu tersebut.

Kebijakan semacam ini ternyata bukan hal baru di


dunia. Kota Berkeley, Amerika Serikat punya kebijakan
ketat untuk masalah pendirian tower BTS. Hal ini
diberlakukan pemerintah setempat sejak tahun 2001
dengan alasan kesehatan dan keindahan lingkungan.
Sementara dibeberapa negara lain muncul adanya BTS
Terpadu (Mobile Virtual Network Operation/MVNO).
Penerapan kebijakan semacam ini setidaknya memberi
manfaat, yaitu untuk mengurangi tingginya permintaan
lahan untuk pembangunan menara (menghindari “hutan
tower”), terjaganya keindahan dan estetika kota, hemat
biaya investasi/sewa, maka akan menekan biaya
operasionalisasi dimana akhirnya masyarakat pulalah yang
menikmati keuntungan (dari biaya operasional seluler yang
kompetitif ini).

7
4. Kendala – kendala Implementasi Tower Bersama

Namun demikian faktor teknologi yang dimanfaatkan


harus tetap dapat menjamin kualitas yang baik. Karena
tentunya dengan tower bersama ini, masing-masing
operator menginginkan kualitas yang bagus. Untuk itu,
harus ada teknologi tower yang sangat memadai.
Ditambah lagi dengan harus adanya kesepakatan bersama
antar operator yang memerlukan proses yang tidak
sederhana untuk mewujudkannya.

Hanya saja, memang implementasi menara bersama


tidak semudah membalikan telapak tangan. Ada dua
alasan. Pertama, keberadaan tower telekomunikasi sudah
sedemikian banyaknya dan masing-masing operator
mempunyai perencanaan jaringan sendiri-sendiri. Dan
kedua, tower-tower yang sudah ada, memang tidak
didesain untuk digunakan secara bersama sehingga beban
yang dapat ditampung di atas menara juga terbatas.

5. Kesimpulan dan Saran

Dengan menggunakan tower secara bersama-sama


diharapkan akan ada pengurangan jumlah tower yang
berdiri bukan hanya di kota besar, namun juga di pelosok

8
desa di seluruh Indonesia. Jika semua daerah menerapkan
aturan menggunakan BTS bersama, maka selain tercipta
penataan kota yang baik, biaya yang perlu dikeluarkan
operator juga akan berkurang secara signifikan.

Untuk menekan biaya pemasangan BTS yang cukup


mahal, maka para operator harus saling bekerja sama
dalam membangun tower bersama. Pemakaian satu BTS
untuk dimanfaatkan secara bersama-sama, baik dengan
operator GSM maupun CDMA akan lebih efisien. Sehingga
tidak akan banyak pohon tower berdiri. Dan tentunya
mengurangi polemik di tingkat masyarakat karena tata
letaknya yang tak beraturan.

9
DAFTAR PUSTAKA

• Bhairawa, Prakoso, 2009, Wajib Sharing Tower BTS,


Prakoso Bhairawa blog, 2008.

• Duplexer, Wikipedia.org, 2009.

• Erawan, Ngurah Indra, Tower Terpadu, Sebuah


Langkah Maju, Topik Khusus, 2009.

• MIMO, Wikipedia.org, 2010.

• Taba, Abdul S., Ketika Operator Berbagi Menara,


Suara Pembaruan, 2008.

10

You might also like