You are on page 1of 14

Jet Blue : Growing Pains

Case Synopsis:
JetBlue adalah maskapai penerbangan domestik berbiaya rendah di Amerika Serikat,
kombinasi yang menarik dari 'biaya rendah dan diferensiasi' sebagai strateginya. Sejak
awal berdirinya pada tahun 1998, maskapai ini tumbuh menjadi 11 pemain terbesar
dalam industri penerbangan dalam rentang singkat yaitu 6 tahun. Satu-satunya maskapai
penerbangan selain dari maskapai penerbangan Southwest, yang masih profit pasca
kejadian dari September 11, 2001, serangan terhadap World Trade Center, dan pada saat
seluruh industri penerbangan itu mengalami kerugian.
Inti strategi dari JetBlue adalah biaya rendah yang dicapai dari tenaga kerja yang sedikit
dan efektif; proses otomatisasi; penggunaan teknologi yang bagus; penggunaan model
pesawat baru yang satu merk sehingga mengurangi biaya pemeliharaan dan biaya
pelatihan pada waktu yang sama. Namun, perpindahan ke fase pertumbuhan, JetBlue
sedang mempertimbangkan pengenalan pesawat model baru, yaitu, EMBRAER, yang
lebih kecil daripada A320 yang mereka gunakan. Pesawat-pesawat ini akan digunakan
untuk menembus kota ukuran menengah dan juga selama off-peak pada rute yang ada.
Hal ini memiliki potensi implikasi untuk strategi berbiaya rendah. Selain itu, keberhasilan
JetBlue mengundang perhatian dari para pesaingnya. Diskon baru seperti yang
diperkenalkan oleh 'Song' diluncurkan yang mirip diferensiasi produk dari JetBlue's. Hal
ini menimbulkan pertanyaan untuk kelangsungan hidup JetBlue dalam hal keunggulan
kompetitif. Tambahan dalam hal ini, adalah kemungkinan yang akan datang JetBlue akan
beradu head-to-head dengan 'maskapai besar' dan 'diskon operator' dalam pencariannya
untuk berekspansi ke pasar geografis yang berbeda.
Dalam perjalanannya dari tahun 2002 sampai 2010, mengalami banyak persaingan dari
maskapai yang lain, dimulai dari tahun 2004-2005 yaitu dengan menjamurnya maskapai
besar menggunakan strategi Low Cost Carrier dibawah perlindungan undang-undang
kepailitan Chapter 11 (Efek dari 9/11). Kemudian yang terbesar yaitu pada saat Februari
2007, ada badai besar di NorthEast dan MidWest. Saat itu ribuan penumpang terlantar di
bandara karena Jetblue terlambat memberitahukan cancel flight. Jetblue saat itu meng-
cancel hampir 1200 penerbangan. Dan parahnya Jetblue tidak berhasil dalam disaster
recovery, hampir semua staff tidak berpengalaman dalam situasi darurat itu.
Di tahun 2006, Jetblue mengumukan rencana “Return to Profitability Plan”. Apakah
dengan rencana tersebut JetBlue bisa berjaya kembali ?
Data dari Laporan tahunan 2008, JetBlue sebuah maskapai penerbangan yang
memenangkan berbagai penghargaan layanan pelanggan terutama pada rute point-to-
point di harga kompetitif. Nilai kompetitif kami adalah efektifitas kegiatan operasional,
armada yang efisien bahan bakar dan lebih banyak ruang untuk kaki daripada maskapai
domestik lain, gratis hiburan dalam penerbangan, makanan kecil tak terbatas, dan satu-
satunya industri penerbangan yang menerapkan Costumer Bill of Rights. Pada 31
Desember 2008, kami melayani 52 tujuan di 19 negara bagian, Puerto Rico, dan lima
negara di Karibia dan Amerika Latin, dan mengoperasikan lebih dari 600 penerbangan
per hari dengan armada dari 107 Airbus A320 dan 35 pesawat EMBRAER 190.

Problem Identification :
Masalah yang menimpa JetBlue dari tahun 2004 – 2010 sehingga menyebabkan profit
dan harga saham yang terus turun. Terlihat dari gambar 1, yaitu harga saham JBLU dari
tahun 2004 – 2010 terus mengalami penurunan. Jetblue hanya berjaya di tahun 2003,
yaitu puncaknya harga saham BJLU. Kendala yang dihadapai Jet Blue berasal dari faktor
eksternal dan Internal.

Problem Solution :
Sebelum mengusulkan suatu strategi managerial, kita perlu analisa internal dan eksternal
suatu perusahaan. Langkah pertama adalah dengan menempatkan JetBlue sebagai Value-
Chain. Analisa Porter Corporate Value-Chain, dapat dilihat pada gambar 2. Penjabaran
analisa adalah sebagai berikut:
o Primary Activities :
o Inbound Logistic: JetBlue menggunakan Internet untuk pemesanan tiket
disamping agen tiket penerbangan, sehingga memberikan kontrol lebih besar atas
penjualan kursi dan menghilangkan hambatan ke pelanggan. Inbound Logistic
sangat bernilai dan jarang meskipun sedikit substitusinya namun bisa diimitasi.
o Operations: JetBlue tidak menggunakan tiket kertas (konventional).
Mereka juga hanya menggunakan dua jenis pesawat sehingga bisa menghemat
biaya operasional dan biaya training. Mereka melepas beberapa kursi di pesawat
sehingga menurunkan biaya operasional. Jetblue juga menghadirkan LiveTV di
kabin pesawatnya.
o Outbound logistics: JetBlue mengganti pesawat tuanya dengan yang lebih
baru sehingga menghemat biaya operasional.
o Marketing and Sales: JetBlue baru-baru ini bermitra dengan 20th Century
Fox’s Film “The Simpson Movie” dan menjadi “Official Airline of Springfield”.
JetBlue menggunakan internet sebagai marketing dan sales tools. Memberikan
paket liburan melalui one-stop online store.
o Service: JetBlue adalah satu-satunya yang memiliki “costumer bill of
right”. Kostumer support mereka berbasis di UTAH dan bekerja dari rumah,
sehingga murah dalam operasionalnya. JetBlue selalu mengkomunikasikan segala
perubahan jadwal ke kostumer melalui telpon atau email. Berinvestasi di service
training.
o Support Activities
o Procurement: Memiliki kontrak dengan dua perusahaan pabrikan
pesawat. Rencana pembelian pesawat terlampir pada Gambar 3.
o Technology development: Menggunakan otomatisasi sistem bagasi,
sistem penjualan tiket berbasis web, sistem kokpit yang paperless.
o Human resource mgt: Memberlakukan sistem non-serikat pekerja.
Memperlakukan staffnya sebagai anggota crew. Efektif dalam sistem reward,
profit sharing, dan stock option. Kebijakan rekrutment yang inovatif.
o Firm Infrastructure: Memiliki dewan direksi yang aktif yang bisa
menggantikan top management jika dibutuhkan. Hal ini memastikan bahwa
manajemen pada tingkat yang tinggi memiliki kemampuan dan dorongan untuk
menjaga koordinasi ke level dibawahnya.
Analisa Eksternal / PESTEL Analysis
o Political/Legal : Deregulasi industri penerbangan pada tahun 1978 memberikan
kesempatan kepada beberapa pemain untuk memasuki pasar. Diperbolehkan
segmen pasar baru seperti Low Cost Carrier, layanan point-to-point. Dengan
demikian mengubah lanskap industri. Selain itu, undang-undang kepailitan
memiliki peran yang penting bahkan pada saat mereka non-profitable mereka
tetap bisa beroperasi dibawah perlindungan undang-undang tersebut.
o Ekonomi: Industri penerbangan sangat bergantung kepada trend kenaikan atau
penurunan tingkat ekonomi. Ekonomi yang meningkat dan bisnis yang booming
artinya kebutuhan besar untuk penerbangan, dan juga sebaliknya. Ketersediaan
pemodalan dan sumber dana lainnya sangat mempengaruhi pendatang baru di
industri ini. Fluktuasi suku bunga juga memiliki dampak dari biaya operasional.
Serta harga Fuel yang fluktuatif juga sangat mempengaruhi beban operasional.
Besaran prosentasi Fuel terhadap total operating expense mencapai sebesar 41%.
Pada Gambar 4, menggambarkan kenaikan beban bahan bakar terhadap total
pengeluaran.
o Sosiocultural: Industri penerbangan sangat dipengaruhi oleh kejadian luar biasa
seperti serangan September 11,2001 terhadap WTC. Hal ini menciptakan
ketakutan terhadap keamanan penerbangan sehingga dampaknya terhadap industri
penerbangan cukup besar.
o Technological: Munculnya teknologi Internet dan terobosan teknologi lain telah
berdampak pada maskapai cara melakukan bisnis mereka. Sebagai contoh,
Internet mengurangi ketergantungan pada agen tiket. Sebagian besar maskapai
penerbangan bertarif rendah menjual tiket melalui situs Web mereka. Costumer
Service bisa bekerja dari rumah mereka, menggunakan teknologi VOIP. Semua
ini memungkinkan untuk mengurangi biaya operasi sehingga menguntungkan
bagi maskapai penerbangan bertarif rendah untuk beroperasi. Selain itu, dengan
Internet, pelanggan dalam pencarian dapat membandingkan harga tiket pesawat
jauh lebih mudah daripada sebelumnya dan ini menekankan persaingan harga.
o Ecological: Tidak begitu mempengaruhi industri penerbangan
Analisa Resiko :
Resiko terhadap JetBlue :
o Jet Blue Beroperasi didalam industri yang sangat kompetitive
Industri penerbangan domestik digambarkan sebagai bisnis yang memiliki keuntungan
kecil, biaya yang tinggi dan kompetisi harga yang sengit. Kompetitor JetBlue merupakan
perusahaan besar dan memiliki sumber financial yang besar. Penurunan pendapatan
sebagai hasil dari perang harga akan berimbas kepada aspek financial dan
membahayakan bisnis JetBlue.
o Bisnis JetBlue sangat tergantung kepada harga dan ketersediaan Bahan
Bakar
Biaya bahan bakar yang meningkat terus di tahun 2007 dan 2008, mengambil porsi
terbesar dalam operating expense, hal ini menjadi terbesar sejak tahun 2005. Harga rata-
rata bahan bakar ditahun 2008, telah meningkat hambir dua kali lipat sejak tahun 2005.
Perjanjian jual beli bahan bakar tidak memproteksi JetBlue terhadap kenaikan bahan
bakar dan garansi ketersediaan bahan bakar.
o Jika JetBlue gagal mengimplementasikan strategi pertumbuhan, maka
bisnisnya terancam.
JetBlue terus meningkatkan frekuensi penerbangan ke market existing, melebarkan pasar
dan meningkatkan jumlah penerbangan. Meningkatkan pasar bergantung kepada
kemampuan JetBlue untuk mendapatkan lokasi airport yang sesuai dengan target
geografis yang sebanding dengan strategi biaya. Sebagai hasilnya tahun 2006, menjadwal
ulang pembelian pesawat baru, menjual pesawat lama dan menyewa beberapa pesawat.
o JetBlue kemungkinan bisa membuat serikat pekerja, pemecatan pegawai,
peningkatan beban gaji.
Bisnis ini sangat sensitif terhadap Labor Cost, dengan beban gaji sebesar ¼ dari total
operating expenses. Saat ini tidak ada serikat pekerja, namun jika ada protes dari
karyawan agar membuat serikat pekerja, maka hal ini bisa membahayakan bisnis JetBlue.
o JetBlue sangat bergantung kepada maintenance harian yang ketat, sehingga
menyebabkan kemungkinan besar delay penerbangan.
o Bisnis JetBlue sangat bergantung kepada pasar NewYork dan peningkatan
persaingan atau pengurangan permintaan penerbangan dari pasar ini, atau
pengurangan dari pemerintah terhadap kapasitas penerbangan, dapat
membahayakan bisnis ini.
o JetBlue sangat bergantung pada sistem automisasi, kegagalan sistem dapat
membahayakan bisnis ini.
o Dengan semakin tua pesawatnya, maka biaya perawatan meningkat
o Jika JetBlue kesulitan merekrut karyawan bagus yang sesuai dengan budaya
perusahaan, maka dapat membahayakan bisnis ini.
Resiko terhadap Industri Penerbangan
o Industri penerbangan sangat bergantung kepada perubahan kondisi
perekonomian
o Serangan teroris dapat membahayakan bisnis ini.
o Perubahan aturan pemerintah atau aturan tentang biaya asuransi dapat
meningkatkan beban operasional.
Perbandingan JetBlue terhadap pesaingnya dari tahun 2008 – 2009. Data diambil
dari FORTUNE 500, dapat dilihat pada Gambar 5. Dari grafik tersebut terlihat bahwa
posisi JetBlue memang sedang kesulitan menghadapi kompetitornya. Kerugian yang
dialami pada tahun 2008 sangat berpengaruh terhadap ranking FORTUNE.
Dari Laporang keuangan tahun 2004-2008, pada Gambar 6, terlihat bahwa JetBlue
mengalami kerugian terbesar ditahun 2008, akibat dari meningkanya beban operasional
seperti yang terlihat pada Gambar 7 yang mengalami kenaikan sebesar 20% dari tahun
2007.
Perbandingan harga Saham JetBue terhadap Pesaingnya. Perbandingan dengan
AMR, United, Southwest, dapat dilihat pada Gambar 8. Terlihat bahwa harga saham dari
tahun 2008 – 2010. Harga saham JetBlue cenderung menurun dibandingkan
kompetitornya. Jika harga saham JetBlue dibandingkan terhadap rata-rata industri
penerbangan, seperti yang terlihat pada Gambar 9, maka harga saham jetblue cenderung
menurun mengikuti trend penurunan harga saham maskapai penerbengan.
Strategi Kompetitif Jet Blue
JetBlue memiliki dua strategi utama yaitu: “Cost Leadership” dan “Differentation”. Jet
Blue menggunakan value-chain untuk membantu Cost Leadership dengan menjadi lebih
efisien. JetBlue menggunakan pesawat baru untuk meminimalisasi biaya maintenance
dan biaya bahan bakar. Mereka menggunakan internet untuk lebih dari 80% pesan tiket
melalui Internet. Ditambah, kostumer support mereka yang bekerja dari dalam rumah,
sehingga mengeliminasi kebutuhan kantor. Hal ini bisa mengurangi biaya.
JetBlue juga berfokus kepada ”Differentaion”. JetBlue menambahkan jumlah snack,
memberikan hiburan LiveTV. JetBlue juga menyingkirkan beberapa kursi dari beberapa
pesawat untuk menambah kelegaan kaki.
JetBlue juga menerapkan Costumer Bill Of Right, sehingga kostumer meminta
kompensasi jika konsumen merasa tidak puas terhadap pelayanan.
Masalah dengan strategi differensiasi adalah bahwa fitur differensiasi dapat dengan
mudah ditiru. Perusahaan mungkin terjebak dalam terlalu banyak differensiasi, dimana
konsumen menilai tidak terlalu penting.
Perusahaan harus menerapkan kombinasi strategi yang memiliki kekuatan untuk bersaing
dengan kompetitor. Mereka dapat mencapai performansi superior dengan
mengintegrasikan operasional low-cost dengan differensiasi, mencegah gagalnya salah
satu strategi tersebut.
Perusahaan menginvestasikan kedalam teknologi untuk mengeffisienkan operasinal
sehingga dapat menyediakan pelayanan kualitas tinggi dengan biaya murah. Jet blue
mencapai cost-leadership dengan keunggulan efisiensi operasional. Pesawat baru
meminimalkan maintenance dan hemat BBM, pesawat lebih besar sehingga menigkatkan
pendapat per penerbangan, jarak tempuh yang jauh dibandingkan rata-rata pesawat
sejenis. Agen pemesanan tiket bahkan dapat bekerja dari Rumah sehingga menghemat
infrastruktur gedung dan mengurangi biaya overhead.
Perusahaan menekankan strategi low-cost pada semua lini, sehingga kemungkinan
terjebak dengan kemampuan differensiasi dengan kostumer. Keunggulan Low-Cost dapat
terkikis ketika informasi kompetitif harga menjadi mudah didapat. Strategi ini dapat
ditiru dengan mudah.
Komponen lain dari strategi JetBlue adalah differensiasi. Differensiasi dapat diperoleh
dari image yang kuat tentang brand, berbagai macam fitur seperti DirectTV di tiap tempat
duduk, ruang duduk yang lebih leluasa.
Kesimpulan dan Saran :
Strategi Low-Cost tidak selamanya berhasil, karena jika kompetitor sudah mengetahui
rahasia bagaimana mencapai low-cost tersebut, maka strategi itu mudah untuk ditiru.
Terlebih di era golbalisasi, maka segala informasi tentang pesaing bisnis mudah untuk
diperoleh.
Saran:
Jet Blue harus terus berinovasi dengan segala kemampuannya agar dapat berdifferensiasi
dengan kompetitornya.

Lesson Learned :
Lampiran :
Gambar 1. Saham BJLU dari tahun 2002 – 2010

Gambar 2. Porter’s Corporate Value-Chain Analysis

Gambar 3. Rencana pembelian pesawat


Gambar 4. Besaran konsumsi Bahan Bakar pesawat terhadap total
expenses

Gambar 5. Perbandingan JetBlue Terhadap kompetitornya (data dari


FORTUNE500)
Tahun 2008 :
Tahun 2009:
Gambar 6. laporan keuangan tahun 2004-2008
Gambar 7. Beban Operasional
Gambar 8. Perbandingan Harga saham JBLU dengan kompetiornya

Gambar 9. Perbandingan JBLU dengan usaha sejenis

You might also like