You are on page 1of 21

I.

REKAM MEDIS
A. Anamnesis Umum
1. Identifikasi
Nama : Nn. Sumini
Rekam medik/registrasi : 024473/59481
Umur : 46 tahun
Suku bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Swasta
Alamat :Jalan Danau TTawoti Gang Sakti No. 04
Kedaton Bandar Lampung
MRS : 09 Februari 2010 Pukul 05.00 WIB
2. Riwayat Perkawinan
Belum menikah
3. Riwayat Reproduksi
Menars : 18 tahun, Banyaknya : sedang
Siklus : 30 hari, Warna : merah
Lamanya : 10 hari , Bau : amis
Hari pertama hari terakhir (HPHT) : 20 Januari 2010
4. Riwayat kehamilan/melahirkan
Belum pernah hamil
5. Riwayat Penyakit Dahulu
Disangkal
6. Riwayat Gizi/Status Sosial Ekonomi
Sedang
2

B. Anamnesis Khusus
1. Keluhan Utama
Bekas luka operasi terbuka disertai keluarnya usus (operasi tanggal 29 - 01 - 2010)

2. Riwayat Perjalanan Penyakit


Lebih kurang 3 minggu yang lalu, os berobat ke poliklinik RSAM dengan keluhan
benjolan di perut bagian bawah selama 5 tahun dan dikatakan menderita tumor
rahim (mioma uterus). Kemudian os disarankan untuk operasi. Dua minggu yang
lalu, os MRS untuk dijadwalkan operasi pengangkatan rahim. Sepuluh hari yang
lalu, os menjalani operasi pengangkatan rahim, kemudian os dirawat di bangsal
ginekologi selama 3 hari dan kemudian diperbolehkan pulang dan disarankan untuk
control ke poliklinik satu minggu kemudian. Saat pulang, os mengeluhkan batuk
yang menyebabkan nyeri pada luka operasi.
Empat hari yang lalu, os berobat ke poliklinik untuk kontrol luka operasi
dengan keluhan luka operasi basah dan terbuka dan batuk. Os kemudian diberi obat
makan antibiotik, vitamin dan obat pereda batuk. Dua hari yang lalu, os
mengeluhkan batuk hebat dan luka operasi terbuka makin besar terutama saat
batuk. 1 hari yang lalu, os mengeluh batuk hebat dan luka operasi terbuka lebar
disertai keluar jaringan usus dari bekas luka operasi yang terbuka, os lalu berobat
ke UGD RSU Abdul Moeloek dan disarankan untuk dirawat inap. Os mengaku
selama di rumah, os berpantang makan ikan, daging dan telur dikarenakan saran
dari orang tua (untuk menghindari rasa gatal dan perih pada luka bekas operasi)

C. Pemeriksaan Fisik
1. Status Present
a. Keadaan umum: sakit berat Gizi : sedang
Kesadaran :composmentis Tekanan darah : 170/120 mmHg
Tipe badan : piknikus Nadi : 98 x/m
Berat badan : 65 kg Pernafasan : 28 x/m
Tinggi badan : 152 cm Suhu : 38,50C
3

b. Keadaan Khusus
Kepala : Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
Leher : Tekanan vena jugularis tidak meningkat, massa tidak ada
Thoraks : Jantung : murmur tidak ada, gallop tidak ada
Paru-paru : vesikuler normal, ronki dan wheezing tidak ada
Abdomen : Cembung, tegang, hepar dan lien sulit dinilai
Eksterimitas :Edema pretibial dan varises tidak ada, reflex fisiologis ada,
reflex patologis tidak ada
2. Pemeriksaan Ginekologi
Pada pemeriksaan ginekologi saat masuk rumah sakit tanggal 09 Februari 2010
Pukul 05.00 WIB didapatkan:
a. Pemeriksaan Luar
Abdomen cembung, tegang, asimetris, tampak luka operasi terbuka ukuran 10 x
10 cm dengan jaringan usus keluar melalui luka operasi, nyeri tekan ada, tanda
cairan bebas tidak ada.
b. Inspekulo
Tidak dilakukan
c. Colok Vagina
Tidak dilakukan
d. Colok Dubur
Tidak dilakukan

D. Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium : Masa pembekuan : 11 menit
Darah Lengkap Hitung jenis :
Hemoglobin : 9,5 gr/dl Basophil : 0%, Eosinophil: 0%
Hematokrit :31 % Batang : 0%, Segmen : 76%
LED : 35 mm/jam Limposit : 19%, Monosit : 6%
Leukosit : 31.900/ul
Trombosit : 195.000/ul
Masa perdarahan : 3 menit
4

Kimia Darah
Total protein : 6,1 g/dl Natrium : 135 mmo/L
Albumin : 2,7 g/dl Kalium : 4,5 mmo/L
Globulin : 3,4 g/dl Calsium : 8,6 mmo/L
Gula darah sewaktu : 170 mg/dl Clorida : 107 mmo/L

E. Diagnosis Kerja
Post histerektomi totalis a.i mioma uteri (11 hari yang lalu) dengan burst abdomen

F. Prognosis
Dubia

G. Penatalaksanaan
 Perbaikan keadaan umum
 Observasi tanda vital ibu
 Injeksi Viccilin 3 x 1 gr IV (skin test)
 Perawatan luka operasi (kompres NaCl + Gentamysin 80 mg)
 Rencana Re-hecting
 Persiapan tindakan (alat, izin, obat, darah)

H. Follow Up
10/02/10 Keluhan Utama :
07.00 Luka operasi terbuka disertai keluarnya usus + batuk Penatalaksanaan
Status Present  Observasi tanda vital ibu
KU: sakit berat Sens : CM  Injeksi Viccilin 3 x 1 gr
TD : 140/90mmHg Nadi : 88 x/m  Perawatan luka operasi
RR : 24 x/m Suhu : 37,80C (kompres NaCl +
Pemeriksaan Ginekologi Gentamysin 80 mg)
Pemeriksaan Luar
 Nipedipin 3x10 mg
Abdomen cembung, tegang, asimetris, tampak luka
 OBH sirup 3x1
operasi terbuka ukuran 10 x 10 cm dengan jaringan
usus keluar melalui luka operasi, nyeri tekan ada,  Codein HCl tab 3x1
tanda cairan bebas tidak ada.  Laksadin sirup 3x1
Diagnosis Kerja  Rencana Re-hecting
Post histerektomi totalis a.i mioma uteri (12 hari  Persiapan tindakan (alat,
yang lalu dengan burst abdomen) izin, obat, darah)
5

Laporan Operasi Re-Hecting

Nama pasien : Nn. Sumini Jenis anestesi : anestesi umum


Operator : dr. Is Yulianto, SpOG Jenis tindakan : Re-Hecting
Asisten : dr. Chandra Mahyuddin Indikasi operasi : Burst abdomen
Instrument : Zr. Sundari Tanggal operasi : 9 Februari 2010
Anestesi : dr. Indra, SpAn

Pukul 12.00 Operasi dimulai


 Penderita dalam posisi terlentang dalam narkose umum.
 Dilakukan tindakan aseptic antiseptic pada lapangan operasi dan sekitarnya
 Daerah operasi dipersempit dengan doek steril
 Dilakukan irigasi dan pembersihan usus dengan NaCl 0,9% hangat, lalu dilakukan
pembebasan dari jaringan sekitar.
 Jaringan usus dimasukkan kembali ke dalam rongga abdomen
 Dilakukan pembersihan jaringan nekrotik
 Dilakukan penjahitan peritoneum, otot dan fascia dengan dexon1.0 secara terputus
satu-satu
 Dilakukan penjahitan subkutis dengan plain 2.0 secara terputus satu-satu
 Dilakukan penjahitan kutis dengan zide 0 terputus satu-satu
Pukul 13.00 Operasi selesai

10/02/10 Keluhan Utama : Penatalaksanaan


14.00 Habis operasi ulang + batuk  Observasi tanda vital ibu
Status Present  Cek Hb postoperasi,
KU: sakit berat Sens : CM transfusi jika Hb <10 g%
TD : 140/90mmHg Nadi : 82 x/m  IVFD RL + Orasic gtt
RR : 20 x/m Suhu : 36,60C xxv/m
Pemeriksaan Ginekologi  Kateter menetap
Pemeriksaan Luar  Mobilisasi bertahap
Abdomen datar, lemas, simetris, tampak luka  Diet bertahap
operasi tertutup hipafix, fundus uterus tak teraba,  Medikamentosa:
nyeri tekan ada, tanda cairan bebas tidak ada, bising Inj Viccilin 3 x 1 gr
usus tidak ada Inf Metronidazol 2x500mg
Diagnosis Kerja Inj Gentamisin 3x80mg
Post rehecting ai burst abdomen (1 jam) Inj Nonflamin 3x1 amp
6

11/02/10 Keluhan Utama : Penatalaksanaan


07.00 Habis operasi ulang  Observasi tanda vital ibu
Status Present  Hb post operasi 9,0g%
KU: sakit berat Sens : CM  IVFD RL + Orasic gtt
TD : 140/90mmHg Nadi : 82 x/m xxv/m
RR : 20 x/m Suhu : 36,60C  Kateter menetap
Pemeriksaan Ginekologi  Mobilisasi bertahap
Pemeriksaan Luar  Diet bertahap
Abdomen datar, lemas, simetris, tampak luka  Medikamentosa:
operasi tertutup hipafix, fundus uterus tak teraba, Inj Viccilin 3 x 1 gr
nyeri tekan ada, tanda cairan bebas tidak ada, bising Inf Metronidazol 2x500mg
usus ada Inj Gentamisin 3x80mg
Diagnosis Kerja Inj Nonflamin 3x1 amp
Post rehecting ai burst abdomen hari ke-1
 R/ terapi oral Pkl 14.00
Off infuse dan kateter
12/02/10 Keluhan Utama :
07.00 Habis operasi ulang + batuk Penatalaksanaan
Status Present  Observasi tanda vital ibu
KU: sakit sedang Sens : CM
 Mobilisasi
TD : 140/90mmHg Nadi : 82 x/m
 Diet biasa
RR : 20 x/m Suhu : 36,60C
Pemeriksaan Ginekologi  Medikamentosa:
Pemeriksaan Luar Ciprofloksasin 2x500mg
Abdomen datar, lemas, simetris, tampak luka As mefenamat 3x500mg
operasi tertutup hipafix, fundus uterus tak teraba, OBH sirup 3x1
nyeri tekan ada, tanda cairan bebas tidak ada, bising Codein HCl tab 3x1
usus ada Laxadin sirup 3x1
Diagnosis Kerja Vitamin B komplek 3x1
Post rehecting ai burst abdomen hari ke-2
13/02/10 Keluhan Utama :
07.00 Habis operasi ulang + batuk Penatalaksanaan
Status Present  Observasi tanda vital ibu
KU: sakit sedang Sens : CM
 Mobilisasi
TD : 140/90mmHg Nadi : 82 x/m
 Diet biasa
RR : 20 x/m Suhu : 36,60C
 Medikamentosa:
Ciprofloksasin 2x500mg
Pemeriksaan Ginekologi As mefenamat 3x500mg
Pemeriksaan Luar OBH sirup 3x1
Abdomen datar, lemas, simetris, tampak luka Codein HCl tab 3x1
operasi tertutup hipafix, fundus uterus tak teraba, Laxadin sirup 3x1
nyeri tekan ada, tanda cairan bebas tidak ada, bising Vitamin B komplek 3x1
usus ada
Diagnosis Kerja
Post rehecting ai burst abdomen hari ke-3
14/02/10 Keluhan Utama : Penatalaksanaan
07.00 Habis operasi ulang + batuk  Observasi tanda vital ibu
Status Present  Mobilisasi
KU: sakit sedang Sens : CM  Diet biasa
TD : 140/90mmHg Nadi : 82 x/m  Medikamentosa:
7

RR : 20 x/m Suhu : 36,60C


Pemeriksaan Ginekologi
Ciprofloksasin 2x500mg
Pemeriksaan Luar
As mefenamat 3x500mg
Abdomen datar, lemas, simetris, tampak luka
OBH sirup 3x1
operasi tertutup hipafix, fundus uterus tak teraba,
Codein HCl tab 3x1
nyeri tekan ada, tanda cairan bebas tidak ada, bising
Laxadin sirup 3x1
usus ada
Vitamin B komplek 3x1
Diagnosis Kerja
Post rehecting ai burst abdomen hari ke-4
15/02/10 Keluhan Utama :
07.00 Habis operasi ulang Penatalaksanaan
Status Present  Observasi tanda vital ibu
KU: sakit sedang Sens : CM  Mobilisasi
TD : 140/90mmHg Nadi : 82 x/m  Diet biasa
RR : 20 x/m Suhu : 36,60C  Ganti verband, perawatan
Pemeriksaan Ginekologi luka operasi
Pemeriksaan Luar  Medikamentosa:
Abdomen datar, lemas, simetris, tampak luka Ciprofloksasin 2x500mg
operasi tertutup hipafix, fundus uterus tak teraba, As mefenamat 3x500mg
nyeri tekan ada, tanda cairan bebas tidak ada, bising OBH sirup 3x1
usus ada Laxadin sirup 3x1
Diagnosis Kerja Vitamin B komplek 3x1
Post rehecting ai burst abdomen hari ke-5

16/02/10 Keluhan Utama :


07.00 Habis operasi ulang Penatalaksanaan
Status Present  Observasi tanda vital ibu
KU: sakit sedang Sens : CM
 Mobilisasi
TD : 140/90mmHg Nadi : 82 x/m
 Diet biasa
RR : 20 x/m Suhu : 36,60C
Pemeriksaan Ginekologi  Perawatan luka operasi
Pemeriksaan Luar  Medikamentosa:
Abdomen datar, lemas, simetris, tampak luka Ciprofloksasin 2x500mg
operasi tertutup hipafix, fundus uterus tak teraba, As mefenamat 3x500mg
nyeri tekan ada, tanda cairan bebas tidak ada, bising OBH sirup 3x1
usus ada Laxadin sirup 3x1
Diagnosis Kerja Vitamin B komplek 3x1
Post rehecting ai burst abdomen hari ke-6
17/02/10 Keluhan Utama : Penatalaksanaan
07.00 Habis operasi ulang  Observasi tanda vital ibu
Status Present  Mobilisasi
KU: sakit sedang Sens : CM  Diet biasa
TD : 140/90mmHg Nadi : 82 x/m  Perawatan luka operasi
RR : 20 x/m Suhu : 36,60C  Medikamentosa:
Pemeriksaan Ginekologi Ciprofloksasin 2x500mg
Pemeriksaan Luar As mefenamat 3x500mg
Abdomen datar, lemas, simetris, tampak luka OBH sirup 3x1
operasi tertutup hipafix, fundus uterus tak teraba, Laxadin sirup 3x1
nyeri tekan ada, tanda cairan bebas tidak ada, bising Vitamin B komplek 3x1
usus ada
Diagnosis Kerja
Post rehecting ai burst abdomen hari ke-7
8

8/02/10 Keluhan Utama :


07.00 Habis operasi ulang
Status Present Penatalaksanaan
KU: sakit sedang Sens : CM  Observasi tanda vital ibu
TD : 140/90mmHg Nadi : 82 x/m  Mobilisasi
RR : 20 x/m Suhu : 36,60C  Diet biasa
Pemeriksaan Ginekologi  Perawatan luka operasi
Pemeriksaan Luar  Medikamentosa:
Abdomen datar, lemas, simetris, tampak luka Ciprofloksasin 2x500mg
operasi tertutup hipafix, fundus uterus tak teraba, As mefenamat 3x500mg
nyeri tekan ada, tanda cairan bebas tidak ada, bising Vitamin B komplek 3x1
usus ada
Diagnosis Kerja
Post rehecting ai burst abdomen hari ke-8
19/02/10 Keluhan Utama :
07.00 Habis operasi ulang
Status Present Penatalaksanaan
KU: sakit sedang Sens : CM  Observasi tanda vital ibu
TD : 140/90mmHg Nadi : 82 x/m  Mobilisasi
RR : 20 x/m Suhu : 36,60C  Diet biasa
Pemeriksaan Ginekologi  Perawatan luka operasi
Pemeriksaan Luar  Medikamentosa:
Abdomen datar, lemas, simetris, tampak luka Ciprofloksasin 2x500mg
operasi tertutup hipafix, fundus uterus tak teraba, As mefenamat 3x500mg
nyeri tekan ada, tanda cairan bebas tidak ada, bising Vitamin B komplek 3x1
usus ada
Diagnosis Kerja
Post rehecting ai burst abdomen hari ke-9
20/02/10 Keluhan Utama : Penatalaksanaan
07.00 Habis operasi ulang  Observasi tanda vital ibu
Status Present  Mobilisasi
KU: sakit sedang Sens : CM  Diet biasa
TD : 140/90mmHg Nadi : 82 x/m  Perawatan luka operasi
RR : 20 x/m Suhu : 36,60C  Medikamentosa:
Pemeriksaan Ginekologi Ciprofloksasin 2x500mg
Pemeriksaan Luar As mefenamat 3x500mg
Abdomen datar, lemas, simetris, tampak luka Vitamin B komplek 3x1
operasi tertutup hipafix, fundus uterus tak teraba,  Boleh pulang
nyeri tekan ada, tanda cairan bebas tidak ada, bising  Saran: Kontrol ke
usus ada poliklinik 1 minggu
Diagnosis Kerja kemudian untuk
Post rehecting ai burst abdomen hari ke-10 perawatan luka operasi
dan angkat jahitan
9

II. PERMASALAHAN
A. Bagaimanakah komplikasi ini dapat terjadi dan bagaimana cara mencegahnya?
B. Apakah penatalaksanaan pasein ini sudah adekuat dan kapankah penjahitan kembali
dapat dilakukan?

III. ANALISIS KASUS


A. Bagaimanakah komplikasi ini dapat terjadi dan bagaimana cara mencegahnya?
Burst abdomen juga dikenal sebagai abdominal wound dehiscence atau luka operasi
terbuka, didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai terbukanya sebagian atau
seluruh luka operasi yang disertai protrusi atau keluarnya isi rongga abdomen. Keadaan
ini sebagai akibat kegagalan proses penyembuhan luka operasi. Wound dehiscence
merupakan komplikasi utama dari pembedahan abdominal. Insidensinya sekitar 0,2%-
0,6% dengan angka mortalitas cukup tinggi, mencapai 10%-40%, disebabkan
penyembuhan lukaoperasi yang inadekuat.1,2,3
Proses penyembuhan luka terdiri atas tiga fase:
1. Inflamasi
Beberapa hari pertama setelah luka, respon inflamasi menyebabkan pengeluaran
cairan dari jaringan dan menyebabkan akumulasi sel dan fibroblas serta
peningkatan suplai darah ke daerah luka. Leukosit dan sel lainnya memproduksi
enzim proteolitik yang akan menguraikan dan mengangkat jaringan yang rusak.
Proses ini berlangsung selama 3-7 hari. Faktor apapun yang mengganggu proses
ini akan memperlambat penyembuhan luka. Selama fase inflamasi akut, jaringan
tidak akan memperoleh kekuatan regangan yang cukup tetapi tergantung pada
pendekatan tepi luka.1,4,5
2. Proliferasi
a. Setelah proses debridement berjalan baik, fibroblas akan mulai membentuk
matriks kolagen pada luka yang disebut dengan jaringan granulasi. Kolagen
(substansi protein) adalah konstituen utama dari jaringan ikat. Pembentukan
10

serat kolagen menentukan kekuatan regangan dan kelenturan penyembuhan


luka. Ketika serat kolagen terisi dengan pembuluh darah baru, jaringan
granulasi akan menjadi terang dan merah. Bantalan kapiler tebal yang mengisi
matriks akan memberikan suplai nutrien dan oksigen yang dibutuhkan untuk
penyembuhan luka. Fase ini terjadi setelah hari ketiga.
b. Kolagen ini kemudian akan berada diantara luka dan akan memberikan tekanan
normal. Lamanya fase ini bervariasi berdasarkan tipe jaringan yang terlibat dan
tekanan atau tegangan yang diberikan luka selama periode ini.
c. Kontraksi luka juga terjadi selama fase ini. Kontraksi luka adalah proses yang
mendorong tepi luka bersama untuk penutupan luka. Hal ini akan mengurangi
area yang terbuka dan jika berhasil akan menghasilkan luka yang kecil.
Kontraksi luka akan sangat menguntungkan pada penutupan luka pada area-
area seperti glutea dan trokanter, tetapi akan membahayakan pada area seperti
tangan atau sekitar leher dan wajah dimana hal ini akan menyebabkan kelainan
bentuk dan jaringan parut berlebihan.
d. Luka operasi yang ditutup secara perprimum memiliki respon kontraksi yang
minimal. Graft kulit digunakan untuk menurunkan kontraksi pada lokasi yang
tidak diinginkan.3,4,6,7
11

G
ambar 1. Penyembuhan luka perprimum dan persekundum. Dikutip dari11
3. Remodelling
Ketika deposisi kolagen selesai, pembuluh darah pada luka akan berangsur-angsur
menurun dan permukaannya akan menjadi lebih pucat. Jumlah kolagen yang
terbentuk bergantung pada volume awal jaringan granulasi.2,7
12

Gambar 2. Proses penyembuhan luka. Dikutip dari4

Sejumlah komplikasi dapat terjadi selama proses penyembuhan luka. Komplikasi


tersebut dapat disebabkan oleh proses yang mendasari, penyakit konkomitan, kondisi
gizi dan kesalahan teknik operasi atau terapi yang tidak adekuat.8,9 Komplikasi yang
sering ditemukan pada proses penyembuhan luka adalah infeksi dan dehisensi luka
operasi. Beberapa komplikasi yang dapat ditemukan pada proses penyembuhan luka
antara lain adalah:
A. Infeksi
Angka kejadian infeksi pada proses penyembuhan luka tercatat 2.5-29.7%.10
Infeksi merupakan masalah yang paling serius yang sering mengenai penderita
luka operasi. Jika tetap dibiarkan akan terjadi penyakit yang makin memburuk
yang berakhir pada kematian. Tingkat infeksi yang terjadi pada luka operasi
berbeda-beda tergantung kepada jenis luka operasinya.9,11
B. Hematoma
Hematoma menyebabkan gangguan proses penyembuhan luka karena
13

menyediakan tempat perkembangbiakan kuman yang baik. Risiko terjadinya


hematoma akan meningkat pada luka dengan diseksi subkutis yang luas dan
perlengketan jaringan yang terjadi jelek. Hematoma pada luka biasanya disertai
dengan adanya rasa nyeri, tekanan dan pembengkakan disekitar luka.9
C. Seroma
Seroma adalah pengumpulan limfe yang disebabkan oleh robeknya pembuluh
limfe saat operasi. Pembuluh limfe akan membengkak disertai dengan rasa nyeri.
Seroma pada luka dapat diatasi dengan melakukan aspirasi dengan jarum, setelah
diyakini tidak ada tanda peradangan.9
D. Dehisensi luka operasi
Dehisensi luka operasi adalah terpisahnya semua lapisan jahitan dinding perut
yang meliputi kulit, jaringan subkutis, fascia sampai peritoneum. Bila isi perut
keluar dari luka operasi disebut dengan wound eviseration atau burst abdomen.
Bila tidak mengenai semua peritoneum disebut dengan incomplete wound
disruption.9,10,11
Berdasarkan waktu terjadinya dehisensi luka operasi dapat terjadi dini (<3
hari paska operasi), yang biasanya disebabkan oleh teknik atau cara penutupan
dinding perut yang tidak baik. Sedangkan dehisensi luka operasi lambat jika
terjadi >7-12 hari paska operasi. Pada keadaan ini biasanya dihubungkan dengan
usia, adanya infeksi, status gizi dan faktor lainnya. 9 Dehisensi luka seringkali
terjadi tanpa gejala khas, biasanya penderita sering merasa ada jaringan dari dalam
rongga abdomen yang bergerak keluar disertai keluarnya cairan serous berwarna
merah muda dari luka operasi (85% kasus).8,10,12
14

Gambar 3. Penyembuhan luka paska operasi abdomen. Dikutip dari4

Faktor risiko terjadinya wound dehiscence, dibedakan atas faktor preoperasi


(berhubungan erat dengan kondisi dan karakteristik penderita), operasi
(berhubungan dengan jenis insisi dan tehnik penjahitan) dan pascaoperasi
(berhubungan dengan komplikasi pascaoperasi).6,12
Faktor risiko preoperasi meliputi jenis kelamin (laki-laki lebih rentan
dibandingkan wanita), usia lanjut (>50 tahun), operasi emergensi, obesitas,
diabetes mellitus, gagal ginjal, anemia, malnutrisi dan pemakaian preparat
kortikosteroid. Faktor risiko operasi antara lain jenis insisi (mediana lebih rentan
daripada transversal), cara penjahitan (lapis demi lapis lebih rentan daripada satu
lapis), tehnik penjahitan (terputus cenderung lebih aman daripada kontinyu) dan
pemilihan benang. Sedangkan faktor-faktor pascaoperasi yang dapat
meningkatkan terjadinya burst abdomen seperti peningkatan tekanan
intraabdomen (batuk, muntah, ileus dan retensio urin), infeksi pada luka,
perawatan pascaoperasi yang tidak optimal, nutrisi pascaoperasi, terapi radiasi dan
penggunaan obat antikanker.5,9,11,13
15

Faktor penyebab dehisensi luka operasi berdasarkan mekanisme kerjanya


dibedakan atas tiga yaitu:
1. Faktor mekanik. Adanya tekanan dapat menyebabkan jahitan jaringan
semakin meregang dan mempengaruhi penyembuhan luka operasi. Faktor
mekanik tersebut antara lain batuk-batuk yang berlebihan, ileus obstruktif dan
hematom serta teknik operasi yang kurang.9,11,14,15
2. Faktor metabolik. Hipoalbuminemia, diabetes mellitus, anemia, gangguan
keseimbangan elektrolit serta defisiensi vitamin dapat mempengaruhi proses
penyembuhan luka. 11,15
3. Faktor infeksi. Semua faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi luka
operasi akan meningkatkan terjadinya dehisensi luka operasi. Secara klinis
biasanya terjadi pada hari ke-6 atau 9 paska operasi dengan gejala suhu badan
yang meningkat disertai tanda peradangan disekitar luka.11,15,16
Pada penderita ini, burst abdomen atau luka operasi abdomen terbuka ditegakkan
16

berdasarkan temuan terbukanya atau terpisahnya kembali semua lapisan jahitan yang
ditandai dengan keluarnya jaringan granulasi dan jaringan usus melalui luka operasi
terbuka tersebut. Dehisensi luka operasi pada penderita ini digolongkan pada dehisensi
luka operasi lambat, yaitu terjadinya pada hari ketujuh. Pada penderita ini terdapat
beberapa faktor risiko terjadinya dehisensi luka operasi antara lain faktor intraoperasi
(jenis insisi mediana, tehnik penjahitan dinding abdomen secara lapis demi lapis dan
pemililhan benang chromic cat gut), dan faktor pascaoperasi (peningkatan tekanan
intraabdominal, infeksi pada luka, nutrisi yang inadekuat dan perawatan pascaoperasi
yang kurang optimal).

Gambar 5. Burst abdomen pascaoperasi abdomen. Dikutip dari13

Pada dehisensi luka operasi ini faktor risiko intraoperatif cukup berperan. Tehnik
insisi mediana diketahui lebih rentan untuk terbuka daripada transversal dikarenakan
arah insisinya yang nonanatomik, sehingga arah kontraksi otot-otot dinding perut
berlawanan dengan arah insisi sehingga akan mereganggkan jahitan operasi. Selain itu,
pemilihan tehnik penutupan dinding abdomen secara lapis demi lapis juga dapat
17

berperan dalam terjadinya komplikasi ini. Tehnik ini di satu sisi memiliki keuntungan
yaitu mengurangi kemungkinan perlengketan jaringan, namun di sisi lain mengurangi
efektifitas dan kekuatannya. Pemakaian benang chromic catgut juga dapat menjadi
suatu perhatian khusus, dikarenakan kecepatan penyerapannya oleh tubuh sering kali
tidak dapat diperkirakan.4,6,9,11
Adapun faktor pascaoperasi yang berperan pada penderita ini adalah adanya
peningkatan tekanan intraabdominal. Penderita mengeluh batuk hebat yang dimulai
sejak dua hari pasca operasi, berlanjut hingga penderita pulang dan mencapai
puncaknya dua hari sebelum penderita dirawat inap kembali, ditandai dengan
keluarnya jaringan usus dari luka bekas operasi. Tekanan intraabdominal yang tinggi
akan menekan otot-otot dinding abdomen sehingga akan teregang. Regangan otot
dinding abdomen iniah yang akan menyebabkan berkurangnya kekuatan jahitan bahkan
pada kasus yang berat akan menyebabkan putusnya benang pada jahitan luka operasi
dan keluarnya jaringan dalam rongga abdomen.
Faktor pascaoperasi lainnya yang diduga berperan adalah nutrisi. Dari anamnesis
didapatkan penderita membatasi konsumsi protein (telur, daging, ikan). Hal ini
menyebabkan asupan nutrisi terutama protein penderita menjadi inadekuat, hal ini
dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan laboratorium yaitu kadar albumin yang rendah.
Keadaan hipoalbuminemia ini akan mengurangi sintesa komponen
sulfasimukopolisarida dan kolagen yang merupakan bahan dasar penyembuhan luka.
Defisiensi tersebut akan mempengaruhi proses fibroblasi dan kolagenisasi yang
merupakan proses awal penyembuhan luka. Hal ini akan memperlambat proses
penyembuhan luka.8,9,10,13
Berdasarkan National Nosocomial Infection Surveilance System, Culver
membedakan luka jahitan menjadi bersih, bersih terkontaminasi, terkontaminasi dan
kotor. Infeksi luka jahitan yang terjadi dini ditandai dengan peningkatan temperatur
dan terjadinya selulitis dalam waktu 48 jam setelah penjahitan. Dehisensi luka operasi
akan segera terjadi jika infeksi tidak diatasi. Infeksi dini seringkali disebkan oleh A
streptococcus B haemolyticus yang rentan terhadap Penicillin. Sedangkan pada infeksi
18

lanjut seringkali tidak disertai peningkatan temperatur dan pembentukan pus, dan
terutama disebabkan oleh Streptococcuc aureus. Biasanya dehisensi luka operasi
didahului oleh infeksi yang secara klinis terjadi pada hari keempat hingga sembilan
pascaoperasi. Penderita datang dengan klinis febris, hasil pemeriksaan laboratorium
didapatkan jumlah leukosit yang sangat tinggi dan pemeriksaan jaringan di sekitar luka
operasi didapatkan reaksi radang berupa kemerahan, hangat, pembengkakan, nyeri,
fluktuasi dan pus. Oleh karenanya faktor infeksi juga diduga berperan pada dehisiensi
luka operasi penderita ini.
Pencegahan dehisensi pada luka operasi dapat dilakukan dengan cara mengenali
dengan baik dan sedini mungkin faktor-faktor risiko yang dimiliki penderita,
penggunaan tehnik operasi/penjahitan yang tepat, cara penjahitan dan perawatan luka
setelah penjahitan yang baik. Penanganan pada penderita dehisensi luka operasi adalah
dengan mengobati penyebab dari dehisensi yang terjadi. Prinsip dasarnya adalah
dengan melakukan perawatan luka dengan baik.9,11,15 Pengetahuan akan faktor
penyebab dehisensi luka (mekanik, metabolik dan infeksi) sangat berperan dalam
pencegahannya. Koreksi terhadap faktor penyebab tersebut akan sangat bermakna
dalam keberhasilan pencegahan dehisensi luka operasi. Pada kasus risiko tinggi,
pemberian antibiotik dapat diberikan sebelum tindakan dan diet tinggi kalori dan
protein dapat memberikan arti klinis yang sangat bermakna.

B. Apakah penatalaksanaan pasein ini sudah adekuat dan kapankah penjahitan kembali
dapat dilakukan?
Pada dehisensi luka operasi, tehnik jahitan ulangan tidak seluruhnya dilakukan. Dalam
perencanaan jahitan ulangan perlu dilakukan pemeriksaan yang baik seperti
laboratorium lengkap dan throraks foto. Penatalaksanaan penderita dengan luka operasi
terbuka tergantung atas keadaan umum penderita, dibedakan atas penganganan operatif
dan nonoperatif. Penatalaksanaan nonoperatif diberikan kepada penderita yang sangat
tidak stabil dan tidak mengalami eviserasi. Hal ini dilakukan dengan penderita
berbaring di tempat tidur dan menutup luka operasi dengan kassa steril atau pakaian
19

khusus steril. Penggunaan jahitan penguat abdominal dapat dipertimbangkan untuk


mengurangi perburukan luka operasi terbuka, namun jika keadaan umum penderita
membaik, dapat dilakukan operasi ulang secara elektif. Hernia abdominal merupakan
salah satu komplikasi tersering dari luka operasi terbuka.
Penanganan operatif dilakukan pada sebagian besar penderita luka operasi terbuka.
Tindakan awal yang dilakukan adalah eksplorasi melalui dehisensi luka jahitan secara
hati-hati dan memperlebar sayatan jahitan lalu mengidentifikasi sumber terjadinya
dehisensi jahitan. Tindakan eksplorasi dilakukan dalam 48 – 72 jam sejak diagnosis
dehisensi luka joperasi di tegakkan. Tehnik yang sering digunakan adalah dengan
melepas jahitan lama dan menjahit kembali luka operasi dengan cara satu lapisan
sekaligus. Pemberian antibiotik sebelum operasi dilakukan, membebaskan omentun
dan usus di sekitar luka. Penjahitan ulang luka operasi dilakukan secara dalam, yaitu
dengan menjahit seluruh lapisan abdomen menjadi satu lapis. Pastikan mengambil
jaringan cukup dalam dan hindari tekanan berlebihan pada luka. Tutup kulit secara erat
dan dapat dipertimbangkan penggunaan drain luka intraabdominal. Jika terdapat tanda-
tanda sepsis akibat luka, buka kembali jahitan luka operasi dan lakukan perawatan luka
operasi secara terbuka dan pastikan kelembaban jaringan terjaga.
Prinsip pemilihan benang untuk penjahitan ulang luka operasi terbuka adalah
benang monofilament nonabsorbable yang besar. Penjahitan dengan tehnik terputus
sekurangnya 3 cm dari tepi luka dan jarak maksimal antar jahitan 3 cm, baik pada
jahitan dalam ataupun pada kulit. Jahitan penguat dengan karet atau tabung plastik
lunak (5-6cm) dapat dipertimbangkan guna mengurangi erosi pada kulit. Jangan
mengikat terlalu erat. Jahitan penguat luar diangkat setidaknya setelah 3 minggu.
Pada penjahitan kembali dehisensi luka operas pada kasus ini telah sesuai dengan
prosedur di atas.
20

IV. KESIMPULAN DAN SARAN


Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Kasus ini merupakan kasu morbiditas dehisensi luka operasi. Komplikasi ini terjadi
akibat multifaktorial antara lain: faktor infeksi, mekanik (batuk), metabolic
(hipoprotein). Selain itu, faktor risiko yang turut berperan adalah jenis insisi (mediana)
tehnik penjahitan (lapis demi lapis) dan pemilihan benang ( chromic).
2. Diagnosis kasus ini ditegakkan bersasarkan keluarnya janringan granulasi dan jaringan
usus dari luka bekas operasi.
3. Penatalaksaan kasus ini suda adekuat, karena waktu dan tehnik penjahitan dilakukan
dengan tepat.
Perlu kiranya dilakukan pemeriksaan dan penatalaksanaan secara lebih mendalam dan
paripurna guna menemukan penyebab pasti komplikasi pada penderita ini dan memberikan
pengobatan yang optimal. Hal ini ditujukan untuk mencegah dan mengulangi terjadinya
kembali kasus yang sama di masa depan.

V. DAFTAR PUSTAKA
1. Anonymous, The suture in wound closure manual. Ethicon Inc. 1994; 4-12
2. Barnard B, Prevention of surgical site infection. Infection Control Today Magazine, Virgo
Publishing. 2003; 1-6. http://www.infectioncontroltoday.com
3. Baxter H, Management of surgical wound. Nur Time 99(13)2003;1-9
4. Braz FSV, Loss AB, Japiassi AM. Wound healing and sacrring sutures. The Federal
University of Rio de Janeiro. 2007; 1-5. http://www.medstudents.com.br/cirur/cirur.htm
5. Cockbill S, Wound healing process. School of Pharmacy University College Cardiff. 2002;
255-260
6. Collier M, Recognition and management of wound infection. Lincolnshire Hospital.
UK. http://www.worldwidewounds.com/2004/january/Collier/Management-of-Wound-
infections.html
7. Enoch S, Leaper DJ, Basic science of wound healing. Sur Ox 23(2)2005; 37-42
8. Fishman TD, Phases of wound healing. Wound Care Information Network. 1995; 1-2.
http://www.medicaledu.com/Advertise%20Here.htm
9. Gallup DG, Incision for gynecologic surgery. In: Rock JA, Thompson JD, eds. Te Linde’s
operative gynaecology. 8th ed. New York: Lippincott-Raven , 1997; 290-291
10. Helman G, Hayes K, Health care protocol: prevention of surgical site infection. Institute for
Clinical System Improvement. 2006; 1-49
11. Hiyama DT, Zinner MJ, Surgical complication. In: Schwartz SI, Shires GT, Spencer FC,
21

Husser WC, eds. Principles of surgery. 6th ed. New York: McGraw-Hill. 1994; 441-452
12. Lund LR, Romer J, Bugge TH, et.al, Functional overlap between two classes of
matrix-degrading proteases in wound healing. Embo J 18(17)1999; 4645-4656
13. Mercandetti M, Wound healing, healing and repair. 2005
http://as.emedicine.com/js.ng/Params.richmedia=yes&amp;amp;transactionID=81607799&am
p.
14. Molene B, Good practice in infection prevention and control. Roy Coll N 2005; 1-20
15. Naumann RW, Hauth JC, Owen J, Hodgkins PM, Subcutaneous tissue approximation in
relation to wound disruption after seccarian delivery in obese women. Obstet Gyneco 1995; 85:
412-416
16. Revaney L, Rowell KS, Improving surgical wound classification-why it matters.
AORN J 80(2004); 208-223

You might also like