You are on page 1of 17

KONFLIK DALAM ORGANISASI

Untuk memenuhi tugas matakuliah


Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi
yang dibina oleh Bapak Drs. H. A. Suriansyah, M.Pd
dan Drs. H. Sulaiman, M.Pd

Oleh Kelompok I

Imam Gunawan A2A108049


Sulis A2A108108
Gusti Hadiatus S. A2A108028

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT


PROGRAM PASCASARJANA
2

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN


Maret 2009
A. Pendahuluan
Organisasi dalam mencapai tujuan tidak jarang terjadi perbedaan
persepsi diantara individu atau diantara kelompok individu dalam menerjemahkan
visi dan misi organisasi sehingga menimbulkan konflik. Pandangan lama
menganggap konflik dalam organisasi sebagai suatu hal yang negatif, menjurus
pada perpecahan organisasi, untuk itu harus dihilangkan karena menghambat
kinerja optimal. Perselisihan dianggap sebagai indikasi adanya sesuatu yang
salah dengan organisasi dan itu berarti aturan organisasi tidak dijalankan.
Pandangan lama selalu mengkhawatirkan keberadaan konflik, maka menjadi
tugas pimpinan untuk menghindarkan dan bila perlu menghilangkan sama sekali.
Sejumlah ahli manajemen saat ini beranggapan bahwa konflik di dalam
organisasi tidak dapat dihindari dan keberadaannya dapat meningkatkan prestasi
kerja sebagai akibat dari kompetisi kelompok. Gibson dkk (1996:436)
berpendapat bahwa konflik antarindividu maupun antarkelompok di dalam
organisasi tidak dapat dielakkan, kinerja organisasi yang optimal memerlukan
tingkat konflik yang sedang, dan mereka beranggapan bahwa tanpa konflik
berarti organisasi tidak ada perubahan. Hal senada juga dikemukakan oleh
Cummings (1980:41) bahwa konflik tidak selalu mengganggu, karena sejumlah
konflik tertentu diperlukan untuk membentuk kelompok dan memelihara
kehidupan kelompok kerja.
Konflik pada dasarnya selalu hadir pada setiap organisasi, baik organisasi
kecil maupun organisasi besar, konflik dapat berdampak positif dan negatif
terhadap kinerja organisasi, tergantung pada sifat konflik dan pengelolaannya.
Dengan demikian tidak ada alasan untuk menghilangkan semua bentuk konflik,
kecuali yang menghambat pencapaian tujuan organisasi. Tugas pemimpin
adalah mengelola konflik agar dapat bermanfaat guna mendorong perubahan
dan inovasi. Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa organisasi yang
dinamis selalu mengalami perubahan sebagai akibat perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Organisasi dituntut untuk dapat menyesuaikan diri
dengan keadaan dan berupaya mengantisipasi perubahan yang akan terjadi di
masa depan.
3

Masalah yang dihadapi organisasi pada umumnya juga terjadi pada


organisasi pendidikan. Tilaar berpendapat (1994:151) bahwa masalah
manajemen pendidikan merupakan salah satu masalah pokok yang
menimbulkan krisis dalam dunia pendidikan dewasa ini, dikarenakan ketiadaan
tenaga administrator pendidikan yang profesional. Sedangkan Sonhadji (1996:8)
menyatakan bahwa dalam pengelolaan organisasi pendidikan diperlukan kualitas
personil yang memadai, dalam arti penempatan orang yang sesuai dengan
kompetensi yang diperlukan untuk berkinerja secara efektif dan efisien. Dengan
demikian untuk mewujudkan tujuan pendidikan, manajemen merupakan faktor
penting, untuk itu pendidikan harus dikelola oleh administrator pendidikan yang
profesional, dalam arti mampu mendayagunakan sumber daya yang ada dan
dapat mengelola konflik serta tuntutan masyarakat yang selalu berkembang.
Berbagai situasi dan kondisi mewarnai cara pandang, perilaku, interaksi, dan
komunikasi para anggota dan pimpinan dalam penyelenggaraan satuan pendidikan.
Satuan pendidikan sebagai organisasi didukung oleh komponen sumber daya yang
heterogen, anggotanya memiliki latar belakang, kepentingan, dan bidang tugas yang
bervariasi. Keadaan tersebut dapat menimbulkan perbedaan dalam memandang
suatu masalah yang terjadi. Situasi dan kondisi demikian dapat menimbulkan konflik.
Konflik merupakan gejala yang wajar terjadi, kehadirannya tidak dapat dihindari dan
tidak perlu dihindari, dan konflik merupakan bagian dari penyelenggaraan satuan
pendidikan. Konflik perlu dikelola dengan baik untuk kepentingan kemajuan
organisasi di masa mendatang.

B. Konsep Konflik
Konflik organisasi adalah perbedaan pendapat ataupun pertentangan
antara dua atau lebih anggota-anggota atau kelompok-kelompok atau unit-unit
kerja di dalam organisasi yang timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka
harus membagi sumber daya yang terbatas dalam kegiatan kerja dan karena
kenyataan mereka mempunyai perbedaan seperti kreativitas, tujuan,
kepentingan, nilai, dan persepsi. Fingk dalam Kartono (1991:213) mendefinisikan
konflik sebagai relasi psikologis yang antagonis, sikap emosional bermusuhan,
struktur nilai yang berbeda, berbentuk perlawanan halus, terkontrol, tersembunyi,
dan tidak langsung hingga pada bentuk perlawanan terbuka.
4

Owens (1987:244) berpendapat conflict is pervasive in all human


experience. Indeed, it can occur even within a single individual (so-called
intrapersonal conflict), the common situation in which the person feels torn
between the desire to achieve two goals that are incompatible. Konflik dapat
dialami dan menjadi pengalaman oleh semua manusia. Konflik dapat terjadi
dalam setiap individu (konflik interpersonal) dimana individu merasakan situasi
hal yang telah tercapai tidak sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Berdasarkan
uraian tersebut disimpulkan konflik merupakan situasi yang terjadi ketika ada
perbedaan pendapat atau perbedaan cara pandang diantara beberapa orang,
kelompok, atau organisasi. Sikap saling mempertahankan diri sekurang-
kurangnya diantara dua kelompok, yang memiliki tujuan dan pandangan
berbeda, dalam upaya mencapai satu tujuan sehingga mereka berada dalam
posisi oposisi, bukan kerja sama.
Kolman dkk dalam Soetopo dan Supriyanto (2003:168) berpendapat
konflik adalah suatu keadaan di dalamnya terdapat kecekcokan maksud antara
nilai atau tujuan berpacu menuju tujuan dengan cara yang tidak atau
kelihatannya kurang sejalan sehingga yang satu berhasil sementara yang lainnya
tidak. Mastenbroek (1987:122) mengemukakan konflik sebagai ketentuan yang
tak dapat dijalankan, pernyataan ketidakpuasan, dan proses pengambilan
keputusan yang tidak tepat. Konflik adalah satu fenomena yang akan selalu
mewarnai interaksi sosial dan menyertai kehidupan organisasi. Situasi dan
kondisi tertentu dapat menjadi pemicu konflik, mulai dari ketidakcocokan pribadi,
perbedaan sistem nilai, persaingan, ketidakjelasan batas wewenang dan
tanggung jawab, perbedaan fungsi, komunikasi yang tidak jelas, dan
pertentangan kepentingan. Semakin bertambah besar sebuah organisasi,
semakin banyak dan kompleks konflik yang akan dihadapi.
Berdasarkan uraian dapat disimpulkan konflik dinyatakan sebagai
keadaan dari seseorang atau kelompok orang dalam sistem sosial yang memiliki
perbedaan dalam memandang suatu hal dan diwujudkan dalam perilaku yang
tidak atau kurang sesuai dengan pihak lain yang terlibat di dalamnya ketika
mencapai tujuan tertentu. Unsur konflik meliputi 1) adanya ketidakcocokan,
ketidaksepakatan, atau perbedaan, 2) terjadi di tingkat perorangan, kelompok,
atau organisasi, dan 3) terdapat objek yang menjadi sasaran.
5

Robbins (2003:546-548) mengklasifikasikan pandangan konflik menjadi


tiga yaitu traditional view (pandangan tradisional), human relations View
(pandangan hubungan manusia), dan interactionist view (pandangan hubungan
interaksionis). Pandangan tradisional menyatakan bahwa semua konflik itu
buruk. Konflik dilihat sebagai sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus
dihindari. Untuk memperkuat konotasi negatif ini, konflik disinonimkan dengan
istilah violence (kekerasan), destruction (distruksi), dan irrationality (irasional).
Konflik dilihat sebagai suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk,
kurangnya kepercayaan dan keterbukaan di antara orang-orang, dan kegagalan
manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi.
Pandangan hubungan manusia berargumen bahwa konflik merupakan
peristiwa yang wajar terjadi dalam semua kelompok dan organisasi. Konflik
merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari, karena itu keberadaan konflik
harus diterima dan dirasionalisasikan sedemikian rupa sehingga bermanfaat
bagi peningkatan kinerja organisasi. Pandangan hubungan interaksionis
cenderung mendorong terjadinya konflik, atas dasar suatu asumsi bahwa
kelompok yang koperatif, tenang, damai, dan serasi, cenderung menjadi statis,
apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut aliran
pemikiran ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara
berkelanjutan, sehingga kelompok tetap bersemangat (viable), kritis-diri (self-
critical), dan kreatif.
Stoner dan Freeman (1989:392) membagi pandangan konflik menjadi
dua bagian yaitu pandangan tradisional (old view) dan pandangan modern
(current view). Perbedaan kedua pandangan tersebut seperti pada Tabel 1.

Tabel 1 Pandangan Tradisional dan Modern tentang Konflik

Aspek Pandangan Tradisional Pandangan Modern


Cara pandang Konflik dapat dihindari Konflik tidak dapat dihindari
Faktor penyebab Konflik disebabkan oleh Konflik disebabkan oleh
kesalahan manajemen banyak faktor seperti
dalam merancang dan struktur organisasi,
memimpin organisasi perbedaan tujuan, dan
persepsi
Pengaruh konflik terhadap Konflik mengacaukan Konflik mengurangi kinerja
kinerja organisasi dan mencegah dalam berbagai tingkatan
pencapaian tujuan yang
optimal
Fungsi manajemen Manajemen bertugas Manajemen bertugas
6

Aspek Pandangan Tradisional Pandangan Modern


mengeliminir konflik mengelola dan mengatasi
konflik sehingga tercapai
kinerja yang optimal
Perlakuan terhadap konflik Untuk mencapai kinerja Untuk mencapai kinerja
untuk mencapai kinerja yang optimal maka konflik yang optimal membutuhkan
optimal harus dihilangkan tingkat konflik yang moderat

Sumber: Stoner dan Freeman (1989:392).


C. Dinamika Konflik Organisasi
Pandangan tentang dinamika konflik menurut Owens (1987:255-257)
meliputi process view (pandangan proses), structural view (pandangan
terstruktur), dan open sytems view (pandangan sistem terbuka).
1. Pandangan proses
Konflik dipandang sebagai suatu proses, sehingga konflik ada karena
sesuatu hal. Konflik dalam pandangan proses merupakan suatu hal yang dinamis
dan bentuk perilaku organisasi berdasarkan kaidah stimulus dan respons.
Adanya proses konflik tersebut merupakan hasil dari interaksi yang dilakukan
oleh seluruh anggota organisasi. Proses terjadinya konflik menurut Owens
(1987:250-251) adalah frustration (frustrasi), conceptualizations (pemahaman),
behavior (perilaku), dan outcome (hasil). Thomas dalam Owens (1987:251)
menggambarkan proses konflik seperti Gambar 1.
Reaksi kpd org lain

frustrasi

pemahaman

perilaku
Reaksi kpd org lain

hasil

frustrasi

pemahaman

perilaku

hasil
7

Gambar 1 Proses Konflik Model Thomas

Konflik merupakan peristiwa yang berkelanjutan, suatu tindakan


kelompok akan mengakibatkan hal/peristiwa yang dimulai dengan kondisi
frustrasi, individu/kelompok tertentu merasa kecewa terhadap suatu hal dalam
organisasi. Rasa frustrasi ini akan mendorong individu/kelompok untuk
memahami sesungguhnya apa yang menjadi ganjalannya. Proses memahami
dengan mendefinisikan kejadian yang berhubungan dengan subjek kekecewaan.
Berdasarkan hasil pemahaman tersebut makan individu/kelompok akan
menentukan sikap dan perilaku yang akan dilakukan. Perilaku tersebut nantinya
akan mempengaruhi apakah individu/kelompok akan melakukan kompetisi atau
partisipasi. Sehingga akan menghasilkan suatu emosi yang tidak hanya setuju
atau tidak terhadap subjek konflik. Emosi ini lebih bersifat trust (kepercayaan)
yang merupakan efek dan potensi dalam jangka panjang akan mempengaruhi
proses konflik yang berikutnya.

2. Pandangan terstruktur (bertingkat)


Stoner dan Wankel dalam Juanita (2009) mengemukakan lima tingkatan
konflik yaitu a) konflik intrapersonal, b) konflik interpersonal, c) konflik antar
individu dan kelompok, d) konflik antar kelompok, dan e) konflik antar organisasi.
a) Konflik intrapersonal
Konflik intrapersonal adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri.
Konflik terjadi bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan
yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus. Sebagaimana diketahui bahwa dalam diri
seseorang itu biasanya terdapat hal-hal sebagai berikut:
1) Sejumlah kebutuhan-kebutuhan dan
peranan-peranan yang bersaing,
2) Beraneka macam cara yang berbeda yang
mendorong peranan-peranan dan kebutuhan-kebutuhan itu terlahirkan,
3) Banyaknya bentuk halangan-halangan yang
bisa terjadi diantara dorongan dan tujuan,
4) Terdapatnya baik aspek yang positif
maupun negatif yang menghalangi tujuan-tujuan yang diinginkan.
8

Hal-hal di atas dalam proses adaptasi seseorang terhadap lingkungannya


terkadang menimbulkan konflik. Jika konflik dibiarkan maka akan menimbulkan
keadaan yang tidak menyenangkan. Jenis konflik intrapersonal adalah:
1) Konflik pendekatan-pendekatan, contohnya orang yang dihadapkan pada
dua pilihan yang sama-sama menarik,
2) Konflik pendekatan-penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan
pada dua pilihan yang sama menyulitkan,
3) Konflik penghindaran-penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan
pada satu hal yang mempunyai nilai positif dan negatif sekaligus.
b) Konflik interpersonal
Konflik Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang
lain karena pertentangan kepentingan atau keinginan. Hal ini biasanya sering terjadi
antara dua orang yang berbeda status, jabatan, dan bidang kerja. Konflik
interpersonal ini merupakan dinamika yang penting dalam perilaku organisasi.
Karena konflik semacam ini akan melibatkan beberapa peranan dari beberapa
anggota organisasi yang akan mempengaruhi proses pencapaian tujuan.
c) Konflik antar individu-individu dan
kelompok-kelompok
Hal ini sering kali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-
tekanan untuk mencapai konformitas, yang ditekankan kepada mereka oleh
kelompok kerja mereka. Sebagai contoh dapat dikatakan bahwa seseorang individu
dapat dihukum oleh kelompok kerjanya karena ia tidak dapat mencapai norma-
norma produktivitas kelompok dimana ia berada.
d) Konflik antara kelompok dalam
organisasi yang sama
Konflik ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam organisasi-
organisasi. Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja manajemen merupakan
dua macam bidang konflik antar kelompok.
e) Konflik antar organisasi
Contohnya seperti di bidang pendidikan dimana sekolah A yang bertaraf
internasional dianggap sebagai bentuk konflik, dan konflik ini biasanya disebut
dengan persaingan (kompetisi). Konflik ini dapat menyebabkan timbulnya
pengembangan produk, teknologi, dan pelayanan baru, media pembelajaran yang
berbasis e-learning, dan pemanfaatan sumber daya secara lebih efektif dan efisien.
9

3. Pandangan sistem terbuka


Konflik berkaitan dengan sistem organisasi yang bersifat terbuka.
Organisasi merupakan satu sistem yang terintegrasi dari berbagai struktur dan
fungsi yang saling tergantung. Organisasi beranggotakan pribadi dan
membentuk kelompok yang bekerja sama secara efektif, efisien, harmonis, saling
berkerja sama. Berdasarkan paradigma tersebut maka konflik dipengaruhi
dengan adanya sistem organisasi.
Suatu konflik pada bagian tertentu akan menjadi konflik pada bagian lain,
karena satu bagian mengalami konflik maka berakibat pada proses
penyelenggaraan organisasi. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Kasali
(2007:27) yang menyatakan sistem terbuka dalam konflik dapat membuat orang
akan berpikir terbuka sehingga anggota organisasi akan memiliki potensi untuk
berubah ke arah yang lebih baik dengan jujur dan santun.

D. Pendekatan Konflik Organisasi


Pendekatan penyelesaian konflik menurut Owens (1987:255-257)
dikategorikan menjadi tiga dimensi yaitu pendekatan kontingensi, pendekatan
win-lose (menang-kalah), dan diagnosa konflik.
1. Pendekatan kontingensi
Pendekatan kontingensi memprediksi konsep penyelesaian dengan
menganalisa situasi, dengan tujuan mengelola situasi konflik. Aspek yang
dipertimbangkan adalah merumuskan alternatif dan bermacam situasi yang ada
maka dipilih tiap alternatif yang efektif untuk menyelesaikan masalah. Penyelesaian
konflik berdasarkan pendekatan kontingensi meliputi competitive (kompetisi),
avoidant (penghindaran), accomodation (akomodasi), dan sharing orientation
(kompromi), dan collaborative (kolaborasi).
Kompetisi merupakan penyelesaian konflik yang menggambarkan satu
pihak mengalahkan atau mengorbankan yang lain sehingga ada pihak yang
kalah dan ada yang menang. Penghindaran menyangkut ketidakpedulian dari
kedua kelompok. Keadaan ini menggambarkan penarikan kepentingan atau
mengacuhkan kepentingan kelompok lain. Akomodasi merupakan penyelesaian
konflik yang menggambarkan kompetisi bayangan cermin yang memberikan
10

keseluruhannya penyelesaian pada pihak lain tanpa ada usaha memperjuangkan


tujuannya sendiri. Proses akomodasi merupakan taktik perdamaian.
Kompromi merupakan pendekatan penyelesaian kompromistis antara
dominasi kelompok dan kelompok damai. Satu pihak memberi dan yang lain
menerima sesuatu, kelompok berpikiran moderat, tidak lengkap, tetapi
memuaskan. Kolaborasi merupakan usaha penyelesaian konflik yang
memuaskan kedua belah pihak. Usaha ini adalah pendekatan pemecahan
problem (problem solving approach) yang memerlukan integrasi (penggabungan
persepsi) dari kedua pihak.
Kelima gaya penyelesaian tersebut dipengaruhi oleh faktor perhatian
(empati) terhadap diri sendiri dan orang lain. Gaya penyelesaian tersebut
digambarkan oleh Thomas dan Kilman dalam Harris dan Hartman (2002:385)
seperti pada Gambar 2.
Perhatian terhadap orang lain

Tinggi
Akomodasi Kolaborasi
(peredaan) (integrasi)

Kompromi

Gambar 2 Gaya Penyelesaian Konflik Model Thomas dan Kilman

Penghindaran
Kompetisi masalah yang
Taktik penghindaran cocok digunakan untuk menyelesaikan
(mengabaikan) (dominasi)
sepele atau remeh, atau jika biaya yang harus dikeluarkan untuk konfrontasi lebih
besar daripada keuntungan yang diperoleh. Gaya ini tidak Tinggi
Rendah cocok untuk
Perhatian terhadap diri sendiri
menyelesaikan masalah yang sulit. Kekuatan dari strategi penghindaran adalah jika
11

menghadapi situasi yang membingungkan atau mendua (ambigu). Kelemahannya,


penyelesaian masalah hanya bersifat sementara dan tidak menyelesaikan pokok
masalah. Taktik akomodasi (peredaan) lebih memusatkan perhatian pada upaya
untuk memuaskan orang lain daripada diri sendiri. Gaya ini sering disebut
smoothing (melicinkan), karena upaya mengurangi perbedaan dan menekankan
pada persamaan atau kebersamaan diantara pihak yang terlibat. Kekuatan strategi
ini terletak pada upaya untuk mendorong terjadinya kerja sama. Kelemahannya,
penyelesaian konflik bersifat sementara (meredakan) dan tidak menyentuh masalah
pokok yang ingin diselesaikan.
Kompetisi yang memunculkan dominasi berorientasi pada diri sendiri yang
tinggi, dan rendahnya kepedulian terhadap kepentingan orang lain, mendorong
seseorang untuk menggunakan taktik “saya menang, saudara kalah”. Gaya ini
sering disebut juga memaksa (forcing) karena menggunakan legalitas formal dalam
menyelesaikan masalah. Gaya ini cocok digunakan jika cara-cara yang tidak populer
hendak diterapkan dalam penyelesaian masalah, masalah yang dipecahkan tidak
terlalu penting, dan waktu untuk mengambil keputusan sudah mendesak. Tetapi
tidak cocok untuk masalah yang menghendaki partisipasi dari mereka yang terlibat.
Kekuatan utamanya terletak pada minimalnya waktu yang diperlukan.
Kelemahannya, sering menimbulkan kejengkelan atau rasa berat hati untuk
menerima keputusan oleh mereka yang terlibat.
Kolaborasi yang memunculkan integrasi dimana pihak-pihak yang
berkepentingan secara bersama-sama mengidentifikasikan masalah yang dihadapi,
kemudian mencari, mempertimbangkan, dan memilih solusi alternatif pemecahan
masalah. Gaya ini cocok untuk memecahkan isu-isu kompleks yang disebabkan
oleh kesalahpahaman, tetapi tidak sesuai untuk memecahkan masalah yang
disebabkan sistem nilai yang berbeda. Kelemahan utamanya adalah memerlukan
waktu yang lama dalam penyelesaian masalah.
Taktik kompromi menempatkan seseorang pada posisi moderat, yang
secara seimbang memadukan antara kepentingan sendiri dan kepentingan orang
lain. Kompromi merupakan pendekatan saling memberi dan menerima dari pihak
yang terlibat. Cocok digunakan untuk menangani masalah yang melibatkan pihak-
pihak yang memiliki tujuan berbeda tetapi memiliki kekuatan yang sama. Kekuatan
utama adalah pada prosesnya yang demokratis dan tidak ada pihak yang merasa
12

dikalahkan. Tetapi, penyelesaian konflik kadang bersifat sementara dan mencegah


munculnya kreativitas dalam penyelesaian masalah.

2. Pendekatan win-lose
Pendekatan win-lose (menang-kalah) terbagi menjadi empat interaksi yaitu
menang-menang (kolaborasi), menang-kalah (kompetisi), kalah-menang
(akomodasi), dan kalah-kalah (penghindaran). Interaksi berpikir menang-menang
merupakan sikap hidup, suatu kerangka berpikir yang menyatakan “saya dapat
menang dan demikian juga saudara, kita bisa menang”. Berpikir menang-
menang merupakan dasar untuk dapat hidup berdampingan dengan orang lain.
Fickry (2009) berpendapat berpikir menang-menang dimulai dengan
kepercayaan bahwa adanya kesetaraan, tidak ada yang di bawah ataupun di
atas orang lain. Hidup bukanlah kompetisi. Kehidupan merupakan relasi dengan
orang lain, berpikir menang-menang bukanlah berpikir tentang menang-kalah,
kalah-menang, atau kalah-kalah.
Menang-menang adalah kerangka pikiran dan hati yang terus menerus
mencari keuntungan bersama dalam semua interaksi. Menang-menang berarti
mengusahakan semua pihak merasa senang dan puas dengan pemecahan
masalah atau keputusan yang diambil. Paradigma ini memandang kehidupan
sebagai arena kerja sama bukan persaingan. Paradigma ini akan menimbulkan
kepuasan pada kedua belah pihak dan akan meningkatkan kerja sama kreatif.
Paradigma menang-kalah mengatakan jika “saya menang, saudara
kalah”. Gaya ini seseorang cenderung menggunakan kekuasaan, jabatan,
mandat, barang milik, atau kepribadian untuk mendapatkan apa yang diinginkan
dengan mengorbankan orang lain. Paradigma ini membuat seseorang akan
merasa berarti jika ia bisa menang dan orang lain kalah. Ia akan merasa
terancam dan iri jika orang lain menang sebab ia berpikir jika orang lain menang
pasti dirinya kalah. Jika menang pun sebenarnya ia diliputi rasa bersalah karena
ia menganggap kemenangannya pasti mengorbankan orang lain. Pihak yang
kalah pun akan menyimpan rasa kecewa, sakit hati, dan merasa diabaikan.
Sikap menang-kalah dapat muncul dalam bentuk a) menggunakan orang lain,
baik secara emosional atau pun fisik, untuk kepentingan diri, b) mencoba untuk
berada di atas orang lain, c) menjelek-jelekkan orang lain supaya diri sendiri
13

nampak baik, d) mencoba memaksakan kehendak tanpa memperhatikan


perasaan orang lain, dan e) iri dan dengki ketika orang lain berhasil.
Paradigma kalah-menang mencerminkan seseorang tidak mempunyai
tuntutan, visi, dan harapan. Ia cenderung cepat menyenangkan atau memenuhi
tuntutan orang lain. Mereka mencari kekuatan dari popularitas atau penerimaan.
Karena paradigma ini lebih mementingkan popularitas dan penerimaan maka
menang bukanlah yang utama. Akibatnya banyak perasaan yang terpendam dan
tidak terungkapkan sehingga akan menyebabkan penyakit psikosomatik seperti
sesak napas, saraf, gangguan sistem peredaran darah yang merupakan
perwujudan dari kekecewaan dan kemarahan yang mendalam.
Paradigma kalah-kalah biasanya terjadi jika orang yang bertemu sama-
sama mempunyai paradigma menang-kalah. Karena keduanya tidak bisa
bernegosiasi secara sehat, maka mereka berprinsip jika tidak ada yang menang,
lebih baik semuanya kalah. Mereka berpusat pada musuh, yang ada hanya
perasaan dendam tanpa menyadari jika orang lain kalah dan dirinya kalah sama
saja dengan bunuh diri.

3. Diagnosa konflik
Diagnosa konflik merupakan upaya untuk menentukan kualitas suatu konflik.
Soetopo dan Supriyanto (2003:176) menyatakan kualitas suatu konflik dapat
ditinjau dari dua segi yaitu intensitas dan keluasannya. Keduanya terkait satu
sama lain, atas dasar ini kualitas konflik dapat diklasifikasikan menjadi a) konflik
ringan/kecil (jika intensitas rendah dan keluasan kecil), konflik sedang (jika
intensitas dan keluasannya sedang), dan c) konflik besar/berat (jika intensitas
tinggi dan keluasannya besar).
Semua konflik dimaksud pada dasarnya perlu mendapat perhatian dan
dicarikan solusi penyelesaian secara baik sesuai dengan situasi dan kondisi
masing-masing. Diagnosa konflik bertujuan untuk menentukan taktik
penyelesaian, apakah menggunakan taktik competitive (kompetisi), avoidant
(penghindaran), accomodation (akomodasi), dan sharing orientation (kompromi),
atau collaborative (kolaborasi). Organisasi harus memperhatikan konflik
berdasarkan skala prioritas. Sehingga pengkajian terhadap suatu konflik perlu
diperhatikan dengan baik agar pencapaian tujuan organisasi dapat terlaksana
secara efektif dan efisien.
14

E. Pengendalian Konflik Organisasi


Kemampuan mengendalikan konflik diperlukan oleh semua pimpinan
organisasi termasuk kepala sekolah. Pengendalian konflik menurut Wahyudi
(2005) adalah pendekatan dan strategi yang dirancang oleh pimpinan organisasi
dalam mengoptimalkan konflik melalui proses identifikasi masalah, klasifikasi
masalah, analisis masalah, penentuan metode penyelesaian masalah, dan
penyelesaian masalah.
Soetopo dan Supriyanto (2003:176-177) mengemukakan langkah-
langkah dalam mengendalikan konflik, yaitu:
1. Perencanaan analisis konflik
Langkah ini dimaksudkan untuk mendefinisikan atau menentukan konflik apa
yang timbul dalam penyelenggaraan organisasi. Pimpinan dapat melakukan setiap
saat ketika ada indikasi konflik dan memperhatikan konflik yang nyata dan
tersembunyi. Konflik yang nyata akan mudah dikenali dan dianalisis, tetapi konflik
tersembunyi tidak demikian adanya. Konflik yang tersembunyi perlu dibuka melalui
pemberian stimulus yang terencana supaya menjadi terbuka dan jelas. Soetopo dan
Supriyanto (2003:176) berpendapat apabila kedua konflik tersebut di organisasi
tidak ada dan organisasi menunjukkan adanya kestatisan, pimpinan dapat
merangsang timbulnya konflik dengan suatu maksud, sekolah menjadi dinamis dan
ini diperlukan bagi terciptanya suasana yang kondusif bagi pencapaian tujuan
penyelenggaraan.
Pimpinan organisasi pada langkah ini harus dapat menentukan sumber
penyebabnya, faktor-faktor yang mempengaruhinya, jenis-jenisnya, dan keterlibatan
pihak-pihak yang berkonflik. Apabila hal tersebut semuanya jelas, akhirnya konflik
yang sesungguhnya dapat dirumuskan secara jelas dan tegas.
2. Evaluasi konflik
Evaluasi konflik adalah suatu upaya menentukan kualitas suatu konflik yang
telah dirumuskan. Pimpinan menentukan kualitas konflik berdasarkan intensitas dan
keluasannya. Kualitas konflik dapat diklasifikasikan menjadi a) konflik ringan/kecil
(jika intensitas rendah dan keluasan kecil), konflik sedang (jika intensitas dan
keluasannya sedang), dan c) konflik besar/berat (jika intensitas tinggi dan
keluasannya besar).
15

Semua konflik dimaksud pada dasarnya perlu diperhatikan pimpinan


organisasi dan dicarikan pemecahannya secara efektif sesuai dengan situasi dan
kondisi masing-masing. Pimpinan organisasi mempertimbangkan penyelesaian
konflik berdasarkan skala prioritas.
3. Pemilihan strategi konflik
Apabila konflik yang ada sudah jelas maka akan memudahkan pimpinan
dalam memilih strategi penyelesaian konflik secara tepat. Faktor yang harus
diperhatikan pimpinan organisasi dalam memilih strategi penyelesaian konflik
menurut Soetopo dan Supriyanto (2003:176-177) adalah a) memahami prinsip
pelaksanaan manajemen konflik, b) berdasarkan prinsip tersebut pimpinan memilih
strategi penyelesaian konflik, c) melaksanakan strategi penyelesaian konflik yang
dipilih, d) mengevaluasi pelaksanaan strategi penyelesaian konflik tersebut untuk
mengetahui tingkat keberhasilannya, dan e) strategi yang telah dipilih dapat
dipertahankan bila menunjukkan hasil yang baik, tetapi bila hasilnya tidak atau
kurang baik maka perlu dipilihkan strategi lain secara berkelanjutan.

F. Penutup
Konflik terjadi apabila muncul interaksi pertentangan antagonistik antara
dua pihak atau lebih. Konflik merupakan bagian tak terhindarkan dalam
kehidupan organisasi modern, oleh sebab itu manajemen organisasi harus siap
hidup bersama konflik, berlatih mengatasi konflik dan memanfaatkan konflik
untuk mengakselerasi pencapaian tujuan organisasi. Konflik adalah satu
fenomena yang akan selalu mewarnai interaksi sosial dan menyertai kehidupan
organisasi. Situasi dan kondisi tertentu dapat menjadi pemicu konflik, mulai dari
ketidakcocokan pribadi, perbedaan sistem nilai, persaingan, ketidakjelasan batas
wewenang dan tanggung jawab, perbedaan fungsi, komunikasi yang tidak jelas,
dan pertentangan kepentingan.
Pandangan tentang dinamika konflik meliputi process view (pandangan
proses), structural view (pandangan terstruktur), dan open sytems view
(pandangan sistem terbuka). Penyelesaian konflik berdasarkan meliputi
competitive (kompetisi), avoidant (penghindaran), accomodation (akomodasi), dan
sharing orientation (kompromi), dan collaborative (kolaborasi). Langkah-langkah
dalam mengendalikan konflik adalah perencanaan analisis konflik, evaluasi konflik,
dan pemilihan strategi konflik.
16

Konflik merupakan gejala yang wajar terjadi, kehadirannya tidak dapat


dihindari dan tidak perlu dihindari, dan konflik merupakan bagian dari
penyelenggaraan satuan pendidikan. Konflik perlu dikelola dengan baik untuk
kepentingan kemajuan organisasi di masa mendatang.
17

DAFTAR RUJUKAN

Cummings, P. W. 1980. Open Management: Guides to Successful Practice.


New York: Amacom.

Fickry. 2009. Manajemen Konflik dalam Organisasi (online).


(http://defickry.wordpress.com, diakses 18 Maret 2009).

Gibson, J. L., Invancevich, J. M., dan Donnelly, J. H. 1996. Organisasi: Perilaku,


Struktur, dan Proses. Terjemahan oleh Nunuk Ardiani. Jakarta: Binarupa
Aksara.

Harris, J., dan Hartman, S. J. 2002. Organizational Behavior. New York: Best
Business Books An Imprint of The Haworth Press, Inc.

Juanita. 2009. Memanajemeni Konflik dalam suatu Organisasi (online).


(http://www.usu.ac.id, diakses 18 Maret 2009).

Kasali, R. 2007. Re Code Your Change DNA Membebaskan Belenggu-Belenggu


untuk Meraih Keberanian dan Keberhasilan dalam Pembaharuan. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.

Mastenbroek, W. F. G. 1987. Conflict Management and Organizatonal


Development. Chicester: John Wiley & Sons Ltd.

Owens, R. G. 1987. Organizational Behavior in Education. New Jersey: Printice


Hall Inc.

Robbins, S. P. 2003. Perilaku Organisasi. Terjemahan oleh Benyamin Molan.


2006. Tanpa Kota: Indeks.

Soetopo, H., dan Supriyanto, A. 2003. Manajemen Konflik. Dalam Imron, A.,
Maisyaroh, dan Burhanuddin (Eds.), Manajemen Pendidikan: Analisis
Substantif dan Aplikasinya dalam Institusi Pendidikan (hlm. 167-180).
Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang.

Sonhadji, A. K. H. 1996. Profesionalisme dalam Pengelolaan Pendidikan.


Makalah disajikan pada Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia III di
Ujung Pandang, Ujung Pandang 4-7 Maret 1996.

Stoner, J. A. F., dan Freeman, R. E. 1989. Management. New Jersey: Prentice


Hall International Editions.

Tilaar, H. A. R. 1994. Manajemen Pendidikan Nasional: Kajian Pendidikan Masa


Depan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Wahyudi. 2005. Manajemen Konflik dalam Meningkatkan Produktivitas


Organisasi Studi Kasus pada Pusat Pengembangan Penataran Guru
Teknologi/PPPGT di Malang Jawa Timur. Disertasi tidak diterbitkan.
Bandung: Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

You might also like