You are on page 1of 6

APRESIASI

DESAIN GRAFIS
Dewasa ini, profesi desainer
grafis sedang naik daun. Ini
ditandai dengan banyaknya
lowongan kerja yang
membutuhkan profesi ini,
dengan besarnya minat orang
mengambil bidang studi desain
grafis dan dibukanya jurusan
desain grafis dipelbagai
perguruan tinggi di tanah air
kita. Namun, sayangnya popularitas ini
tidak dibarengi dengan gambaran yang utuh
tentang apa yang dikerjakan seorang
disainer grafis. Kerapkali desain grafis
dipahami atau disejajarkan sebagai
ketrampilan menggunakan komputer untuk
mendesain.

Dunia desain grafis dewasa ini memang


sangat terbantu teknologi komputer namun
ini tidak berarti sebaliknya, bahwa bisa
mendesain dengan komputer berarti Anda
seorang desainer grafis.
Pandangan ini keliru karena memutlakkan mahir
mendesain dengan komputer sebagai desain grafis.
Akibatnya, merasa telah menguasai corel orang lantas
menganggap diri sebagai desainer grafis. Mahasiswa
jurusan desain grafispun sering memiliki pandangan
serupa. Mereka masuk studio desain grafis dengan
harapan akan berurusan dengan komputer karena
desain grafis identik dengan menguasai komputer.
Mahasiswa bingung ketika menemui enyataan bahwa di
jurusan desain grafis mereka diajarkan psikologi sosial,
psikologi persepsi, drawing, marketing, sejarah desain,
mencampur warna, riset visual. Apa kaitan semua ini
dengan desain grafis? Bukankah desain grafis itu
menguasai komputer? Mengapa jadi rumit begini?

Tulisan ini bertujuan untuk memberi gambaran yang


lebih lengkap mengenai desain grafis kepada para
mahasiswa peserta DKV 4 Maranatha. Diharapkan,
melalui tulisan ini, masyarakat khususnya mahasiswa
terbebas dari pendapat sempit tentang desain grafis
diatas.
Ada 2 hal esensial tentang desain grafis. Kedua butir ini
tidak terpisahkan. Ia ibarat 2 sisi dari satu kepingan
uang logam.Bila satu sisi uang logam tak ada maka
uang dinyatakan tak sah. Demikan juga dengan dalam
desain grafis,
Poster karya Milton
Glaser: Desain
grafisnya tak sekadar
fungsional, tetapi juga
estetik. Pembaca
terpikat oleh form
baru yang
diciptakannya.

Pertama,
desainer grafis
sebagai form
giver.
Sebenarnya
secara umum
inilah tugas seni
rupa, apakah iu
seni lukis, seni keramik, desain produk, desain tekstil
dsbnya. Secara umum, semua jenis seni rupa
merupakan kegiatan memberi bentuk atau memberi
rupa. Demikian halnya dengan desain grafis, apapun
yang dikerjakan, apakah itu tipografi,poster, logo, web
site, game, sign system atau kemasan dll merupakan
kegiatan memberi bentuk/rupa . Dan ini dimulai sejak
awal peradaban.

Nenek moyang kita, desainer grafis pertama, berupaya


memberi bentuk kepada bunyi ucapan, hasil evolusinya
dapat dinikmati dalam bentuk huruf alfabet latin.

Demikian selanjutnya, pada dasarnya kegiatan desain


grafis dapat dilihat seperti ini:
desainer grafis memberi bentuk/rupa kepada apa
didengarnya (cover poster musik). Desainer memberi
bentuk kepada apa yang dirasakan lidahnya (contoh
kemasan coklat) Desainer grafis memberi bentuk pada
wangi harum yang dicium indera
penciumannya(kemasan minyak wangi, pengharum
pakaian, karbol)
Desainer grafis memberi bentuk kepada segala yang
dilihatnya dan di rabanya.
Desainer grafis memberi bentuk pada idea, pesan,
pikiran, suasana bahkan pada suatu semangat jaman
(graphic style).

Poster Polandia: Desain grafis dengan pendekatan


‘painting’. Desainer menggambar dengan
tangan,Polandia pernah menjadi Negara yang sangat
menekan
Rakyat dengan membatasi apa yang didengar, dibaca dan ditonton. Namun hal
ini tidak memadamkan kreativitas desainer/seniman. Penindasan justru
melahirkan kosa kata visual yang unik.

Pada satu sisi desainer grafis merupakan seorang


perupa. Ini yang menurut hemat penulis sering
dilupakan oleh para desainer grafis. Mereka begitu
asyik dengan data data marketing/hasil risetnya dan
akhirnya merasa puas setelah berhasil mendesain
berdasarkan data riset semata. Di sini desain
kehilangan gregetnya. Desain berhenti
menjadi aktivitas problem solving semata. Apa
masalahnya, buat riset dan temukan solusi visualnya,
selesai. Segmen ini suka membaca majalah A, B dan C.
Jika demikian gunakan ilustrasi seperti ini untuk
menjangkau mereka. Akibatnya desain menjadi kering.

Kita perlu kembali kepada inti dari pekerjaan kita


sebagai seni rupawan. Memang benar desain itu
problem solving, namun desain juga form giver.
Memberi bentuk yang kreatif. estetis
dan inovatif. Semua desainer grafis didunia umumnya
melakukan problem solving, namun desainer jangan
meluputkan memiliki sisi form giver. Mereka
menciptakan bentuk baru dan segar. Amati para
desainer/ilustrator seperti Marshall Arisman, Brad
Holland, Sigeo Fukuda, Milton Glaser, Seymor Chwast
dan sebagainya.

Bagaimana ujudnya. Int bentuk yang diolah desain


grafis adalah Gambar dan atau Huruf. Ada berbagai
media desain.Poster, koran, Iklan, Kaus, grafis
ligkungan, brosur, game design. Namun semua ini apat
kita peras ke dalam gambar dan huruf. Gambar dari
yang abstrak-non figuratif hingga realistik. Huruf, dari
jemis yang spontan ekspresif seperti graffiti, tulisan
tangan, kaligrafi, hingga huruf yang mekanis seperti
huruf stensil, cetak bahkan digital.

Uniknya, bentuk atau form dalam desain grafis singkat


sekali usianya. Ada yang usianya hanya beberapa jam
seperti koran, brosur. yang setelah habis dibaca
dibuang, ada yang beberapa minggu seperti majalah,
poster dan spanduk. Dan iklan. Disinilah sebenarnya
tantangandesainer grafis. Desain yang berhasil bukan
hanya sekedar diihat dari form nya yang bagus dan
menarik. Tidak berhenti pada kertas poster-logo. Desain
dianggap sukses apabila berhasil
menggugah,menggerakkan, membujuk pelihat. Artinya
bentuk yang diberikan desainer pada pesan atau
gagasan harus mampu menggetarkan, berbicara
kepada sasarannya. Seperti anak panah mampu
menembus hati.
Di sekolah desain kita belajar mengenal dan berlatih
dan bergaul dengan beragam bentuk/rupa.
Diharapkan kita menjadi fasih bentuk/ melek rupa.
Belajar Bentuk/rupa dapat diibaratkan dengan belajar
bahasa. Jika belajar bahasa diawali dengan abjad, kata,
kalimat dan belajar mengarang/bicara, demikian seni
rupa./desain grafis. Di tingkat dasar kita belajar
alphabet rupa, kosakata rupa, kemudian baru belajar
tata rupa.

Rene Arthur
Grafikologia.blogspot.com

You might also like