Professional Documents
Culture Documents
Makalah yang disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Metodologi Penelitian
Disusun Oleh:
Ugung Dwi Ario Wibowo (190220090001)
Barry Adhitya (190220090003)
Nyimas Dian (190220090004)
Muwaga Musa
Rosi Hernawati (190420090063)
Alda Imelda Istivani Kusmono (190420090064)
Eka Susanty (190420090068)
Januari 2010
ETIKA DALAM PENELITIAN PSIKOLOGI
Kajian terhadap Kode Etik Psikologi dari American Psychological
Association (APA)
dan Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi)
Kode etik tidak terlepas dari setiap aktivitas profesional. Penyusunan kode
etik bertujuan untuk menetapkan standar perilaku atau pedoman bagi para
profesional, khususnya dalam hal ini di bidang Psikologi, dalam menjalankan
fungsinya dengan mengacu pada kesejahteraan orang-orang yang terlibat dalam
aktivitas tersebut. Tidak terkecuali dalam aktivitas penelitian ilmiah, di mana
kegiatan penelitian tersebut hampir selalu melibatkan manusia sebagai
responden. Guna melindungi hak dan kesejahteraan responden, serta
melindungi peneliti dari hal-hal yang dapat mempengaruhi hasil penelitian dan
reputasinya sebagai seorang profesional, maka disusunlah kode etik yang
berfungsi sebagai safeguard (pelindung), dan mengatur responsibility dari
profesional yang bertindak sebagai peneliti.
Dalam melakukan pengambilan data sebagai salah satu bagian dari
kegiatan penelitian, Graziano (2000) mengatakan bahwa seorang peneliti tidak
hanya melakukan persiapan yang bersifat teknis seperti memilih partisipan,
kontrol, pengukuran, dan sebagainya, namun juga melakukan persiapan yang
berkaitan dengan etika penelitian. Etika penelitian, dalam hal ini berkaitan
dengan bagaimana seorang peneliti akan memperlakukan organisme, manusia
dan hewan, untuk tujuan penelitian. Pedoman etika penelitian meliputi penelitian
yang dilakukan terhadap manusia maupun hewan, yang menekankan pada
perlakuan yang manusiawi dan sensitif terhadap partisipan yang seringkali
menghadapi berbagai tingkat risiko dan ancaman dalam menjalani prosedur
penelitian. Sebelum meminta kesediaan partisipan, peneliti harus yakin bahwa
prosedur penelitiannya telah sesuai dengan nilai-nilai etis.
Dalam kode etik yang mengatur aktivitas penelitian, terdapat isu-isu yang
terkait dengan deception (penipuan), invasion of privacy (pelanggaran terhadap
rahasia pribadi), dan hak partisipan untuk memperoleh informasi yang terkait
dengan penelitian serta kebebasan memilih, yang umum diterapkan. Deception
atau ‘penipuan’ umum dilakukan dalam penelitian meski sifatnya ringan,
misalnya ketika peneliti tidak memberitahukan maksud sebenarnya dari
treatment yang diberikan kepada responden. Invasion of privacy potensial terjadi
dalam penelitian yang melibatkan area sensitif yang terkait dengan penyesuaian
psikologis seperti perilaku seksual, sikap atau pikiran tertentu terhadap
kelompok sosial tertentu yang mungkin berdampak pada rasa aman secara
sosial yang dialami oleh responden, atau hubungan dengan pasangan. Akses
peneliti terhadap data rekam medis pasien atau data perkembangan prestasi
belajar siswa yang bersifat rahasia, juga berpotensi terhadap terjadinya
pelanggaran tersebut. Hal lainnya yaitu hak partisipan untuk memperoleh
informasi yang terkait dengan penelitian, menuntut peneliti untuk memperoleh
persetujuan baik secara lisan maupun tertulis mengenai kesediaan partisipan
untuk berpartisipasi dalam penelitian. Dalam hal ini, peneliti tidak diperkenankan
untuk memaksa orang lain untuk berpartisipasi dalam kegiatan penelitian yang
dilakukan.
Isu-isu tersebut di atas juga berkaitan dengan situasi-situasi dilematis
yang dihadapi peneliti dalam menjalankan kegiatan penelitian, di antaranya
adalah adanya konflik kepentingan. Di satu sisi, peneliti berupaya untuk
memenuhi tuntutan masyarakat akan solusi dari permasalahan yang terjadi,
namun di sisi lain, upaya yang ia lakukan untuk memperoleh solusi tersebut
dapat melanggar hak individu atas rahasia pribadi. Permasalahan moral (moral
2
problem) juga seringkali muncul, di mana dalam upaya memperoleh informasi
yang akurat, beberapa peneliti melakukan deception yang dapat membuat
partisipan merasa tidak nyaman. Selain itu, penelitian juga berpotensi
menyebabkan partisipan mengalami kerugian sebagai akibat dari partisipasinya
tersebut.
Untuk mengurangi kerugian yang mungkin akan dialami oleh partisipan,
maka disusunlah kode etik penelitian sebagai pedoman bagi peneliti untuk
meminimalisir dampak yang merugikan terhadap partisipan.
3
8.01 Institutional Approval
Bilamana persetujuan institusi dipersyaratkan, maka psikolog harus memberikan
informasi akurat mengenai proposal penelitian mereka dan memperoleh
persetujuan terlebih dahulu untuk melakukan penelitian. Penelitian dilakukan
dengan mengacu pada protokol penelitian yang telah disetujui.
8.08 Debriefing
1. Psikolog memberi kesempatan pada partisipan untuk memperoleh informasi
mengenai tujuan, hasil, dan kesimpulan dari penelitian, dan mengambil
langkah untuk mengoreksi kesalahpahaman partisipan.
2. Bilamana nilai-nilai ilmiah dan manusiawi membenarkan penundaan informasi,
psikolog mengambil tindakan untuk mengurangi risiko yang merugikan.
3. Bilamana psikolog menyadari bahwa prosedur penelitian telah membawa
kerugian bagi partisipan, maka psikolog mengambil langkah untuk
meminimalisir kerugian tersebut.
8.11 Plagiarism
Psikolog tidak mengajukan bagian dari hasil penelitian atau data pihak lain
sebagai data miliknya, meski sumber data atau hasil penelitian tersebut dikutip
sesekali.
8.15 Reviewers
Psikolog yang melakukan review terhadap materi yang diajukan untuk
presentasi, publikasi, hibah, atau usulan penelitian, menghormati kerahasiaan
dan hak kepemilikan informasi oleh pihak yang mengajukan materi tersebut.
Ilmuwan Psikologi dan Psikolog berusaha meyakinkan pihak terkait tentang garis
besar dan kerangka pelatihan agar bisa dipahami dengan jelas, tidak
disalahtafsirkan, terutama mengenai subyek yang akan dibahas. Pemikiran
tersebut harus dituangkan dalam formulasi yang memungkinkan dilakukannya
evaluasi karena ada data dasarnya, selain kesan yang diperoleh dari
pelaksanaan pengajaran, pelatihan, dan pendidikan tersebut.
Ilmuwan Psikologi dan Psikolog bertanggung jawab atas akurasi dan tujuan
pengajaran, pelatihan, pendidikan yang diselenggarakannya. Tingkat
obyektivitas yang logis dan realistis perlu diperhatikan. Dalam melakukan
kegiatan pengajaran, pelatihan, pendidikan tersebut Ilmuwan Psikologi dan
Psikolog menyadari bahwa kekuasaan yang dimilikinya atas peserta atau
supervisi yang dilakukannya adalah dalam hubungan profesional. Hal ini perlu
disadari untuk menghindarkan kemungkinan munculnya hubungan personal
dengan siswa atau orang yang dibimbingnya.
8
Ilmuwan Psikologi dan Psikolog bertanggung jawab dalam hal langkah-langkah
yang diperlukan untuk memberi perlindungan terhadap hak dan kesejahteraan
peserta penelitian, atau pihak lain yang mungkin terkena dampak pelaksanaan
riset, termasuk kesejahteraan hewan yang digunakan dalam penelitian. Ilmuwan
Psikologi dan Psikolog melakukan penelitian secara kompeten, sesuai
kemampuan dan kewenangannya, dan memperhatikan harkat martabat serta
kesejahteraan pihak-pihak yang dilbatkan dalam penelitiannya.
Ilmuwan Psikologi dan Psikolog bertanggung jawab atas etika ketika melakukan
penelitian yang dilakukannya atau yang dilakukan pihak lain di bawah
bimbingannya. Dalam hal penelitian tersebut dilakukan bersama rekan peneliti
dan asistennya, Ilmuwan Psikologi dan Psikolog menyadari bahwa izin untuk
melakukan kegiatan oleh rekan peneliti dan asisten harus sesuai dengan batas
kemampuan dan kewenangannya, berdasarkan yang telah dipelajarinya.
Konsultasi dengan kolega yang lebih ahli di bidang penelitian yang dilakukannya
merupakan bagian dari proses dalam impelementasi riset, terutama untuk hal-
hal yang sekiranya terpengaruh dengan wilayah penelitian yang sedang
dilakukannya.
Dalam melakukan riset, Ilmuwan Psikologi dan Psikolog harus memenuhi aturan
hukum dan ketentuan yang berlaku dalam hubungan sebagai warga negara, baik
dalam perencanaan maupun pelaksanaannya. Izin penelitian dari instansi terkait
dan dari wilayah yang menjadi lokasi penelitian harus diperoleh sesuai degan
aturan yang berlaku, sejalan dengan aturan profesional yang harus diikutinya,
terutama dalam kaitan dengan pelibatan orang atau hewan yang digunakan
dalam penelitian. Selain izin penelitian, persetujuan dari badan setempat untuk
melakukan riset juga harus diperoleh Ilmuwan Psikologi dan Psikolog, dengan
memberikan informasi akurat tentang riset yang tertuang dalam proposal dan
protokol penelitian.
Ilmuwan Psikologi dan Psikolog harus membuat perjanjian dengan pihak yang
dilibatkan, yang dilakukan sebelum riset, melalui penjelasan tentang macam
kegiatan riset dan tanggung jawab masing-masing pihak. Dikecualikan dari
ketentuan ini adalah macam penelitian yang tidak memerlukan identitas yang
jelas, seperti survei anonimous dan pengamatan alamiah. Keterusterangan
kepada pihak yang terlibat atau dilibatkan harus dilakukan. Ilmuwan Psikologi
dan Psikolog sama sekali tidak boleh menipu atau menutupi, yang kalau saja
calon/peserta itu tahu dapat mempengaruhi niatnya untuk ikut serta dalam
penelitian tersebut, misalnya kemungkinan mengalami cedera fisik, rasa tidak
menyenangkan, atau pengalaman emosional yang tidak disukai. Penjelasan
tersebut harus diberikan sedini mungkin, dalam bentuk uraian tentang maksud
dan tujuan riset, prosedur, proses yang akan dijalani, agar calon/peserta dapat
mengambil kesimpulan dari riset tersebut dan memahami kaitannya dengan
dirinya.
10
berbagai kemungkinan di masa mendatang, misalnya kemungkinan pemunculan
identitas atau hasil riset untuk berbagai kepentingan lainnya.
Penggunaan hewan dalam riset yang dilakukan harus disertai dengan upaya
untuk meminimalkan rasa tidak enak, sakit, infeksi, atau penyiksaan yang
menimpa hewan yang digunakan dalam penelitian. Diperlukan prosedur yang
jelas untuk dapat menangani seberapa jauh hewan itu “boleh” disakiti, atau
merasa tertekan, atau privasi untuk menghindarkan perlakuan semena-mena.
Perlakuan yang menyakiti itu hanya bisa diterima sejauh memang diperlukan
untuk pembuktian ilmiah yang diperlukan untuk tujuan perkembangan
pendidikan, pengembangan ilmu, atau terapan lainnya.
Berikut contoh kasus pelanggaran kode etik dalam melakukan penelitian yang
melibatkan manusia sebagai partisipan :
11
1. Penelitian “When animals attack: The effects of mortality salience,
infrahumanization of violence, and authoritarianism on support for war” yang
dilakukan oleh Matt Motyl, Joshua Hart, dan Tom Pyszczynski dari University of
Colorado pada tahun 2009.
Latar Belakang Penelitian:
Penelitian dilakukan berdasarkan fakta sejarah yang terkait dengan genocide,
misalnya pembunuhan besar-besaran terhadap etnis Bosnia dalam Perang
Balkan, pemusnahan Bangsa Yahudi dalam holocaust, serta pemusnahan etnis
Tutsi dalam konflik Rwanda, di mana pelaku pembuhunan melihat korban
sebagai infrahuman (subhuman creature). Penelitian menemukan bahwa
terdapat berbagai cara manusia dalam melakukan infrahumanisasi terhadap
manusia lain, terutama yang digolongkan ke dalam out group member dan
bagaimana kecenderungannya ini berkaitan dengan mistreatment dan
perilaku negatif lainnya.
Terror Management Theory (TMT) menyebutkan bahwa manusia termotivasi
untuk memposisikan diri mereka lebih tinggi dibandingkan dengan hewan.
Berdasarkan hal ini, penelitian mengukur kekerasan yang terkait dengan
infrahumanisasi dengan menekankan pada persamaan dengan agresi hewani
yang diharapkan dapat mengurangi dukungan terhadap perang, khususnya
jika berdampak pada kematian. Dugaan ini muncul pada kelompok partisipan
dengan skor tinggi pada Right Wing Authoritarianism (RWA), yaitu pada
mereka yang rentan untuk melakukan infrahumanisasi terhadap mereka yang
berada dalam out group dan secara umum mendukung agresi militer yang
dilakukan terhadap out group. RWA dikaitkan dengan dukungan agresi
terhadap Iran, kecuali jika hal ini dikaitkan dengan pemahaman bahwa
kekerasan dan kematian merupakan perilaku yang menggambarkan
infrahuman. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa menggambarkan
kekerasan sebagai sifat instingtif maka diharapkan dapat mengurangi perilaku
kekerasan terhadap kelompok out group.
Partis
Penelitian ini melibatkan 136 orang mahasiswa yang berpartisipasi untuk
memperoleh extra credit dari universitas, di mana mahasiswa diberitahu bahwa
mereka akan menyelesaikan suatu studi mengenai “Personality and Social
Attitudes”. Partisipan diminta untuk mengisi kuesioner RWA yang terdiri dari 20
item yang masing-masing terdiri dari 9 skala. Partisipan lalu diberi 2 tugas yang
berbeda, masing-masing mengerjakan 1 dari 2 independen variabel yang
dimanipulasi. Pertama, terdiri dari 2 pertanyaan terbuka yang meminta
partisipan menuliskan perasaan yang dialami terkait dengan kematian, di mana
hal ini diyakini dapat mengungkapkan worldview yang terkait secara kultural.
Kedua, partisipan diminta untuk menuliskan paragraph yang menggambarkan
perilaku kekerasan manusia adalah sama atau berbeda dengan perilaku hewan.
Selanjutnya, partisipan diminta untuk melengkapi kuesioner Positive and
Negative Affect Schedule (PANAS) untuk menguji apakah perilaku yang
ditampilkan dipengaruhi oleh afek, dan terakhir, partisipan diminta untuk
mengisi kuesioner Rothschild (2008) yang terdiri dari 11 item untuk mengukur
kesediaan mereka untuk mendukung agresi militer terhadap pihak asing yang
mengancam keselamatan Amerika Serikat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
memandang kekerasan sebagai tindakan infrahuman dapat menurunkan
dukungan terhadap agresi militer AS terhadap Iran.
12
13