You are on page 1of 17

ANALISIS

Modul 9
BENEFIT-COST RATIO

Konsep Dasar Analisis Benefit Cost Ratio


Keterbatasan anggaran pemerintah merupakan hal yang umum ditemui. Di sisi lain, pemerintah
dihadapkan pada berbagai alternatif program yang akan dilaksanakan. Hal tersebut
menyebabkan pemerintah harus jeli dalam menentukan program yang diprioritaskan. Pemilihan
prioritas suatu proyek tidak mudah. Dalam memutuskan kelayakan suatu proyek yang
berhubungan dengan sektor publik, pemerintah dihadapkan pada banyak pertimbangan dan
permasalahan. Dalam hal ini, prioritas yang dipilih harus mempertimbangkan kepentingan publik
atau masyarakat umum.
Terkait dengan proses pengambilan keputusan mengenai kelayakan suatu proyek atau program,
pemerintah memerlukan suatu alat analisis yang mampu digunakan dalam meminimalkan
kesalahan dalam pemilihan keputusan. Salah satu analisis yang dapat digunakan sebagai alat
untuk memilih program yang layak diprioritaskan adalah dengan menggunakan analisis Benefit
Cost Ratio (BCR) atau disebut juga analisis manfaat dan biaya.

Pengertian Analisis Benefit Cost Ratio


Analisis manfaat-biaya merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui besaran
keuntungan/kerugian serta kelayakan suatu proyek. Dalam perhitungannya, analisis ini
memperhitungkan biaya serta manfaat yang akan diperoleh dari pelaksanaan suatu program.
Dalam analisis benefit dan cost perhitungan manfaat serta biaya ini merupakan satu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan.
Analisis ini mempunyai banyak bidang penerapan. Salah satu bidang penerapan yang umum
menggunakan rasio ini adalah dalam bidang investasi. Sesuai dengan dengan makna
tekstualnya yaitu benefit cost (manfaat-biaya) maka analisis ini mempunyai penekanan dalam
perhitungan tingkat keuntungan/kerugian suatu program atau suatu rencana dengan
mempertimbangkan biaya yang akan dikeluarkan serta manfaat yang akan dicapai. Penerapan
analisis ini banyak digunakan oleh para investor dalam upaya mengembangkan bisnisnya.
Terkait dengan hal ini maka analisis manfaat dan biaya dalam pengembangan investasi hanya
didasarkan pada rasio tingkat keuntungan dan biaya yang akan dikeluarkan atau dalam kata lain
penekanan yang digunakan adalah pada rasio finansial atau keuangan.
Dibandingkan penerapannya dalam bidang investasi, penerapan Benefit Cost Ratio (BCR) telah
banyak mengalami perkembangan. Salah satu perkembangan analisis BCR antara lain yaitu
penerapannya dalam bidang pengembangan ekonomi daerah. Dalam bidang pengembangan
ekonomi daerah, analisis ini umum digunakan pemerintah daerah untuk menentukan kelayakan
pengembangan suatu proyek.
Relatif berbeda dengan penerapan BCR di bidang investasi, penerapan BCR dalam proses
pemilihan suatu proyek terkait upaya pengembangan ekonomi daerah relatif lebih sulit. Hal ini
dikarenakan aplikasi BCR dalam sektor publik harus mempertimbangkan beberapa aspek terkait
social benefit (social welfare function) dan lingkungan serta tak kalah penting adalah faktor
efisiensi. Faktor efisiensi mutlak menjadi perhatian menimbang terbatasnya dana dan
kemampuan pemerintah daerah sendiri.
Secara terinci aspek-aspek tersebut juga mempertimbangkan dampak penerapan suatu program
dalam masyarakat baik secara langsung (direct impact) maupun tidak langsung (indirect impact),

110
faktor eksternalitas, ketidakpastian (uncertainty), risiko (risk) serta shadow price. Terkait
perhitungan risiko dan ketidakpastian, hal ini dapat diatasi dengan menggunakan asuransi dan
melakukan lindung nilai (hedging).
Efisiensi ekonomi merupakan kontribusi murni suatu program dalam peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Sehingga yang menjadi perhatian utama dalam penerapan BCR dalam suatu proyek
pemerintah yang berkaitan dengan sektor publik adalah redistribusi sumber daya.

Manfaat Analisis Benefit Cost Ratio


Terkait dengan penerapan BCR dalam perekonomian suatu daerah, maka sesuai dengan
pedoman penyusunan anggaran berbasis kinerja, pemerintah harus menentukan target kinerja.
Target tersebut ditetapkan berdasarkan prioritas tertentu. Dalam hal ini, BCR tidak hanya
membantu pengambil kebijakan untuk memilih alternatif terbaik dari pilihan yang ada, yang dalam
hal ini pemilihan alternatif terbaik dilakukan berdasarkan alasan perbandingan antara life cycle’s
benefit dengan biaya yang dikeluarkan, melainkan juga dapat membandingkan alternatif-alternatif
tersebut.
Analisis BCR masih dapat diterapkan ketika suatu proyek telah diputuskan untuk dilakukan,
sehingga manfaat yang kedua dari dilakukannya analisis BCR adalah dapat mengontrol
perkembangan dari proyek yang bersangkutan pada tahun-tahun ke depan.
Manfaat ketiga dari penerapan BCR adalah BCR dapat digunakan untuk evaluasi suatu proyek
yang telah selesai dikerjakan. Tujuan dilakukannya evaluasi ini adalah untuk mengetahui kinerja
suatu proyek dan hasil analisis yang telah dilakukan dapat digunakan untuk perbaikan program
yang selanjutnya.
Berdasarkan hasil analisis ini, pemerintah dapat menentukan pilihan yang tepat dan anggaran
dapat dialokasikan secara efektif. Pemilihan alternatif dan penentuan prioritas ini berkontribusi
pada pencapaian anggaran berbasis kinerja, yang merupakan salah satu pilar reformasi
anggaran.
Telah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa landasan utama penetapan suatu proyek
dalam kapasitas pengembangan daerah tidak mutlak hanya dilakukan berdasarkan variabel
manfaat dan biaya. Dalam pengembangan ekonomi suatu wilayah, analisis utama yang harus
dikedepankan oleh pemerintah daerah adalah sejauh mana kontribusi suatu proyek dalam
komunitas dan ekonomi lokal suatu wilayah.
Secara umum, BCR dapat membantu penggunanya untuk:
1. membantu dalam proses pengambilan keputusan,
2. menambah alternatif atau pilihan, dan
3. mengurangi biaya alternatif yang tidak efektif.

Penerapan Analisis Benefit Cost Ratio


Salah satu pengembangan dari model BCR di Indonesia adalah metode Analisis Kelayakan
Suatu Proyek. Metode ini umum digunakan dalam penilaian kelayakan suatu proyek. Analisis ini
merupakan suatu analisis yang dilakukan secara komprehensif dan menyeluruh terhadap suatu
kelayakan proyek yang mencakup analisis dari berbagai aspek yang harus dilakukan secara
terpadu. Pada prinsipnya analisis ini mencakup analisis aspek pemasaran, analisis aspek
keuangan, analisis aspek teknis dan operasi, analisis aspek sumber daya manusia, analisis
aspek hukum, aspek ekonomi dan sosial, serta analisis dampak lingkungan. Keseluruhan aspek
yang menjadi bahan pertimbangan dalam metode Analisis Kelayakan Proyek dapat dilihat pada
Gambar 1, Hirarki untuk Penilaian Kelayakan Proyek Investasi.

111
Gambar 1
Hirarki Penilaian Kelayakan Proyek Investasi

Sumber: Joesron, Tati S (2001).

Dalam Gambar 1 tersebut, analisis aspek pemasaran merupakan kunci utama dalam dalam
menentukan kelayakan suatu proyek. Pemahaman terhadap pasar menurut Kottler1 diawali
dengan identifikasi produk yang akan dipasarkan dan seberapa besar produk ini dibutuhkan oleh
konsumen. Salah satu persyaratan suatu proyek yang layak adalah keharusan dalam memiliki
prospek penguasaan pangsa pasar yang baik. Namun tidak cukup hanya itu, penting juga untuk
menganalisis kesinambungan performansi penguasaan pasar di masa depan. Hal inilah harus
dipersiapkan dalam penyusunan business plan dan road map proyek.
Analisis kedua yang harus dilakukan adalah analisis finansial. Dalam analisis ini dilakukan
pengukuran kelayakan suatu proyek secara finansial dimulai dari estimasi biaya dan pendapatan
yang dihasilkan dari proyek tersebut. Estimasi biaya menurut Petty. J.W.2 mencakup:
1. Estimasi biaya investasi awal
Estimasi ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran yang pasti mengenai keseluruhan biaya
yang dibutuhkan. Keseluruhan biaya ini meliputi biaya perolehan ijin usaha, biaya peralatan,
biaya instalasi, biaya engineering, biaya pelatihan, biaya pembelian tanah dan biaya lain
yang dikeluarkan pada awal investasi dilakukan.
2. Estimasi biaya operasi
Terdapat tiga macam biaya operasi. Pertama, biaya langsung, yaitu segala biaya yang
mempunyai keterkaitan langsung dengan proses produksi mencakup biaya bahan langsung
dan biaya tenaga kerja langsung. Kedua, biaya tidak langsung, yaitu biaya yang tidak terkait

112
langsung dengan proses produksi. Biaya ini mencakup biaya bahan tidak langsung, biaya
tenaga kerja tak langsung dan berbagai biaya tak langsung lainnya. Ketiga, biaya komersial.
Biaya komersial adalah biaya yang mencakup biaya pemasaran dan biaya administrasi.
3. Estimasi pendapatan
Biaya pendapatan dapat diestimasi dengan menggunakan proyeksi pendapatan yang akan
diperoleh per tahun. Estimasi per tahun dilakukan untuk mempermudah perhitungan
sehingga estimasi yang dilakukan cenderung lebih tepat. Perlu dicatat bahwa estimasi
pendapatan ini dilakukan berdasarkan cash flow yaitu aliran kas yang akan dihasilkan oleh
suatu proyek. Dasar evaluasi adalah menggunakan cash flow dan bukan menggunakan
pendapatan. Hal ini dilakukan karena perhitungan dividen maupun reinvestasi yang akan
dilakukan adalah menggunakan kas dan bukan menggunakan pendapatan.
Terdapat dua indikator finansial yang umum digunakan untuk menilai sehat atau tidaknya suatu
proyek secara finansial. Indikator-indikator ini juga biasa digunakan dalam perhitungan analisis
benefit cost (atau analisis benefit cost ratio). Indikator-indikator tersebut antara lain:
1. Internal Rate of Return (IRR)
IRR (Tingkat Pengembalian Internal) didefinisikan sebagai tingkat pengembalian investasi
yang dihasilkan suatu proyek yang diukur dengan membandingkan cash flow yang dihasilkan
proyek dengan investasi yang dikeluarkan untuk proyek tersebut. Untuk dapat digunakan
sebagai analisis pembanding dalam keputusan investasi maka nilai IRR harus dibandingkan
dengan nilai perhitungan Minimal Attractive Rate of Return (MARR). MARR merupakan suatu
tingkat pengembalian tertentu yang diperoleh relatif tanpa risiko misalnya dengan
membandingkan tingkat pengembalian dari investasi yang ditanamkan melalui deposito.
2. Net Present Value (NPV)
NPV didefinisikan sebagai nilai dari proyek yang bersangkutan yang diperoleh berdasarkan
selisih antara cash flow yang dihasilkan terhadap investasi yang dikeluarkan. NPV yang
dianggap layak adalah NPV yang bernilai positif. NPV bernilai positif mengindikasikan cash
flow yang dihasilkan melebihi jumlah yang diinvestasikan. Perhitungan NPV dapat diketahui
sebagai berikut.
B1 B2 Bn
NPV = B0 + + + ...... + atau
(1 + r ) (1 + r ) 2 (1 + r ) n
t =n Bt
NPV = ∑
t = 0 (1 + r ) t

Di mana,
B1 = cash flow tahun 1 dikurangi investasi pada tahun 1 (b1 - C1)
B2 = cash flow tahun 2 dikurangi investasi pada tahun 2 (b2 – C2)
Bt = (bt – Ct)
r = discount rate (tingkat diskonto)
3. Payback Period
Payback Period adalah periode waktu yang dibutuhkan agar cash flow yang dihasilkan sama
besar dengan investasi yang dikeluarkan. Terkait dengan hal ini, semakin singkat payback
period suatu investasi menunjukkan investasi tersebut lebih disukai oleh investor.
Dalam melakukan analisis baik dengan menggunakan IRR maupun NPV, terdapat dua faktor
yang perlu diperhatikan, yaitu periode evaluasi dan konsep nilai uang terhadap waktu (time value
1
Philip Kotler, “Marketing Management”, 2000
2
J. William Petty, ”Basic Financial Management”, 1996

113
of money). Dalam periode evaluasi, periode yang dipergunakan untuk melakukan evaluasi secara
finansial diestimasikan berdasarkan faktor tertentu, misalnya usia kepemilikan (ownership life).
Sementara itu, dalam konsep time value of money, uang didefinisikan mempunyai nilai terhadap
waktu dan besaran nilai tersebut sangat tergantung pada saat kapan uang tersebut diterima.
Konsep ini mengandung implikasi bahwa nilai uang sekarang tidak sama dengan nilai uang yang
sama pada masa lalu maupun masa yang akan datang.
Suatu proyek yang dapat dikatakan layak secara teknis dan operasi harus memperhitungakan
kelayakan dari beberapa aspek operasional. Menurut Heizer. J dan Render3, terdapat enam
aspek yang merupakan aspek operasional suatu proyek. Keenam aspek operasional tersebut
antara lain adalah perencanaan produk, perencanaan kapasitas, perencanaan proses dan
fasilitas produksi, perencanaan lokasi, perencanaan persediaan, dan perencanaan kualitas.
Dalam perencanaan lokasi, pemilihan lokasi ditentukan oleh tiga faktor antara lain adalah aspek
sumber faktor produksi (akses terhadap sumber faktor produksi berupa bahan baku, sumber
daya manusia, tanah, modal dan infrastruktur), aspek produk dan aspek lingkungan.
Terkait dengan analisis kelayakan suatu proyek dalam sektor publik, selain menekankan pada
analisis aspek keuangan atau finansial, analisis BCR juga menekankan pada analisis ekonomi
dan sosial serta lingkungan. Hal ini disebabkan penerapan BCR dalam pengembangan ekonomi
wilayah (sektor publik) tidak dapat lepas dari berbagai pertimbangan dengan memasukkan
berbagai variabel kualitatif selain variabel kuantitatif.
Salah satu pertimbangan dalam pengambilan keputusan sektor publik adalah proporsi kontribusi
sektor tersebut dalam masyarakat. Aspek sosial yang berkaitan dengan penerapan BCR dalam
sektor publik ini harus mempertimbangkan kriteria Social Cost and Benefit Analysis (SCBA).
Analisis ini memperhatikan eksternalitas, yaitu dampak eksternal yang ditimbulkan baik yang
menguntungkan atau merugikan bagi perekonomian daerah sekitar proyek), distribusi
penghasilan masyarakat, peningkatan saving yang diharapkan untuk meningkatkan investasi,
maupun pertimbangan manfaat pada masyarakat.
Aspek sosial ekonomi penting dilakukan agar pada masa depan suatu proyek investasi tidak
membebani daerah tersebut. Analisis ekonomi ini, menurut Suad Husnan dan Suwarsono4, harus
dilakukan mengingat adanya ketidaksempurnaan pasar, adanya pajak dan subsidi, dan
berlakunya konsep consumers surplus (berkaitan erat dengan konsep consumers willingness to
pay yang berguna untuk menghitung harga yang relevan dengan kemampuan konsumen) dan
producers surplus (berkaitan erat dengan konsep producers willingness to invest yang berguna
untuk menghitung biaya yang akan diinvestasikan).
Pada hakikatnya kegiatan pembangunan adalah upaya peningkatan taraf hidup masyarakat
dengan memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya. Namun, dampak negatif seringkali timbul
dan memberikan akibat hal-hal yang tidak diinginkan dimana kegiatan itu dilaksanakan, baik
terhadap lingkungan sosial, ekonomi, dan budaya.
Pada aspek lingkungan, analisis dampak lingkungan mencakup jumlah manusia yang terkena
dampak, luas wilayah penyebaran dampak, lamanya dampak berlangsung, dan intensitas
dampak. Kelayakan proyek sangat ditentukan oleh seberapa besar dampak yang ditimbulkan
dapat diminimalkan sampai dengan batas toleransinya. Biaya yang dikeluarkan untuk melakukan
upaya ini harus diperhitungkan dalam evaluasi risiko proyek investasi.

Tahapan Penetapan BCR


Terdapat beberapa tahapan yang harus dilakukan sebelum menganalisis BCR.
1. Jenis proyek

114
Dalam meningkatkan pendapatan daerahnya berbagai macam proyek pengembangan usaha
unggulan dicanangkan oleh pemerintah daerah. Proyek pengembangan daerah tersebut
dapat berbagai macam jenis dan bidang yang berbeda. Jenis proyek sangat menentukan
dalam penentuan variabel-variabel yang akan digunakan dalam perhitungan BCR. Variabel
yang digunakan dalam proyek yang menghasilkan keuntungan atau pendapatan daerah
cenderung berbeda dengan variabel yang digunakan dalam proyek untuk mendukung
perekonomian masyarakat.
2. Estimasi biaya proyek
Terdapat tiga macam biaya proyek yang dimasukkan dalam perhitungan. Pertama, biaya
keseluruhan proyek (project cost) dalam hal ini adalah biaya keuangan atau finansial. Biaya
ini meliputi biaya tetap (fixed cost), biaya variabel (variabel cost), pajak (taxes),
pengembalian pinjaman (loan repayment), biaya bunga (interest). Terkait dengan
perhitungan biaya proyek, untuk mempermudah perhitungan maka sunken cost tidak
dimasukkan dalam perhitungan project cost. Sunken cost adalah biaya yang telah
dikeluarkan untuk proyek yang bersangkutan sebelum dilakukannya analisis BCR.
Kedua, biaya ekonomi dalam masyarakat (economic cost to the community). Jenis biaya
yang kedua tersebut cenderung sulit untuk dilakukan karena memasukkan keseluruhan
variabel yang mempengaruhi masyarakat akibat dari hadirnya (dilakukannya) proyek tersebut
di wilayah yang bersangkutan.
3. Estimasi keuntungan
Estimasi ini dilakukan per tahun sepanjang proyek terkait masih berlangsung. Perhitungan
keuntungan ini memasukkan revenue per tahun dan serta manfaat proyek tersebut dalam
masyarakat. Estimasi keuntungan yang memasukkan biaya kesejahteraan masyarakat sulit
dilakukan karena harus memperhatikan banyak faktor lain. Faktor-faktor yang mempersulit
perhitungan ini antara lain dapat dilihat pada Tabel 1. Untuk mempermudah perhitungan
estimasi keuntungan maka diterapkan perhitungan shadow pricing.
Dari Tabel 1 dapat dilihat beberapa variabel yang dapat digunakan sebagai proksi
perhitungan dampak suatu proyek dalam masyarakat. Variabel yang dapat digunakan
sebagai proksi untuk mengetahui dampak langsung suatu proyek antara lain adalah variabel
tenaga kerja, pendapatan atau gaji tenaga kerja serta pemanfaatan lahan disekitar lokasi
proyek. Sementara variabel proksi yang dapat digunakan untuk mengetahui dampak tidak
langsung suatu proyek antara lain efek multiplier dapa tenaga kerja, peningkatan nilai
properti serta biaya sosial lainnya. Sementara variabel dampak tidak langsung cenderung
lebih banyak dibanding dampak langsung.

3
Jay Heizer and Barry Render, “Principles of Operations Management”, 1997
4
Suad Husnan dan Suwarsono, “Studi Kelayakan Proyek”, 1994

115
Tabel 1
Perhitungan Dampak suatu Proyek

Dampak Langsung Dampak Tidak Langsung


Tenaga Kerja Tenaga kerja Pendapatan
• Konstruksi • Adanya multiplier • Multiplier effect
• Permanent effect dalam Fungsi Lahan
Pendapatan (income) membentuk lapangan • Pembangunan baru disekitar
• Upah dan Gaji Tenaga pekerjaan proyek seperti misalnya
Kerja • Terjadi pengurangan perumahan dan bisnis
• Kelompok masyarakat tenaga kerja pada • Meningkatnya nilai property
yang berpendapatan sektor lain. • Munculnya berbagai prayarat
rendah • Adanya peningkatan perumahan
• Laba/keuntungan dalam bidang Biaya sosial dan lingkungan
Fungsi lahan pendidikan dan • Kemacetan lalu lintas dan
• Perubahan pada Nilai pelatihan transportasi
Lahan Pemasukan (revenue) • Keramahan sosial
• Penjualan • Peningkatan polusi udara
• Pajak property • Bermunculannya program-
• Perijinan usaha program sosial
Biaya layanan
• Sanitasi
• Sekolah

4. Perhitungan benefit-cost ratio dan internal rate of return


Setelah melewati berbagai tahapan awal, maka tahap terakhir yang harus dilakukan adalah
melakukan perhitungan BCR dan internal rate of return. Perhitungan BCR dilakukan dengan
memperhatikan net present value (NPV). Rumus present value adalah
A
Pr esent Value =
(1 + r ) n
Keterangan:
A: variabel
n: jumlah tahun perhitungan discount rate
r: discount rate

Secara umum, konsep dasar dari analisis BCR adalah memanfaatkan model perhitungan
keuangan dari kegiatan yang sedang atau akan dilakukan. Dalam perkembangannya, terdapat
beberapa perbedaan dalam perhitungan BCR.
A. Konsep Time Value of Money
Dalam BCR, seluruh alternatif diukur dengan satuan mata uang tertentu. Rasio
keuntungan/kerugian yang ditanggung menjadi dasar dalam pengambilan keputusan
mengenai pilihan yang akan diambil.
Dalam melakukan BCR, keuntungan (benefit) dihitung dari kemauan seseorang untuk
membayar sejumlah tertentu untuk mendapatkan output tertentu. Benefit juga dapat diartikan
sebagai cash flow (aliran kas) yang termasuk laba setelah dikurangi pajak dan penyusutan,
dan ditambah dengan penjualan aktiva.

116
Sementara itu, biaya dihitung berdasarkan jumlah yang harus dibayarkan sebagai bentuk
kompensasi yang diberikan karena adanya konsekuensi negatif dari suatu program. Dengan
kata lain, biaya mencerminkan jumlah penggunaan dana kecuali pembayaran pada
pemegang saham dikurangi penerimaan yang terkait dengan kewajiban dan utang.
Komponen yang termasuk dalam biaya antara lain biaya pengembangan, biaya pelaksanaan,
biaya tenaga kerja, biaya fasilitas, dan biaya material/bahan yang digunakan. Risiko yang
terdapat pada setiap pilihan juga perlu untuk diintegrasikan dalam komponen biaya.
Konsep lain yang harus dipahami dalam penggunaan analisis BCR ini antara lain, tangible
dan intangible benefit serta cost. Tangible benefit adalah keuntungan yang timbul dari suatu
pilihan namun dapat dinilai dan dipasarkan di pasar. Sebaliknya, intangible benefit
merupakan keuntungan yang tidak dapat dinilai dan dipasarkan di pasar. Sementara itu
tangible cost menunjukkan biaya yang dapat diukur dan berwujud, dan sebaliknya intangible
cost merupakan biaya-biaya yang pada dasarnya muncul tetapi tidak bisa dihitung.
Pemanfaatan BCR ini lazim menggunakan formula time value of money (nilai waktu uang).
Hal ini dilakukan dengan mengonversikan biaya dan keuntungan di masa datang ke dalam
nilai waktu sekarang. Sebagai contoh, prakiaran biaya yang akan dikeluarkan dalam lima
tahun mendatang adalah Rp1.000 yang nilainya sama dengan Rp1.500 saat ini.
Untuk menghitung nilai uang sekarang, pengambil keputusan dapat memanfaatkan
persamaan berikut.
P0 = Pt / (1 + i)t
Keterangan:
P0: Nilai uang sekarang
Pt: Nilai uang di masa datang
i: Tingkat diskonto (suku bunga)
t: Periode
Konsep time value of money ini memperhitungkan nilai uang yang dikorbankan untuk
dikonsumsi saat ini. Selain itu, aspek social opportunity cost juga perlu diperhatikan, yaitu
menyangkut biaya dan manfaat suatu program dalam penyerapan tenaga kerja dan devisa.
Beberapa masalah dalam memperhitungkan besarnya keuntungan yang akan diperoleh,
antara lain:
1. Penentuan hasil kegiatan/program
2. Hasil tidak langsung akibat dilaksanakannya suatu kegiatan/program
Kriteria yang digunakan dalam alat analisis ini adalah apabila rasio B/C > 1 akan berimplikasi
proyek tersebut layak di pilih. Sebaliknya, apabila rasio kotor B/C < 1, maka proyek tersebut
tidak layak dipilih dan dijalankan. Formula yang dipergunakan adalah sebagai berikut.


n
B t

t =1
(1 + i )t
B / C =

n
C t + K t

t =1
(1 + i )t

Keterangan:
Kt: Kapital yang digunakan pada awal periode
Bt: Penerimanan sampai tahun ke t
Ct: Pengeluaran sampai tahun ke t

117
i: Tingkat diskonto (suku bunga)
Sebelum menggunakan BCR dalam analisis , pemerintah sebelumnya harus mengidentifikasi
alternatif-alternatif yang mungkin dilakukan. Setelah alternatif-alternatif tersebut diidentifikasi,
langkah selanjutnya menghitung kebutuhan (biaya) dan keuntungan yang akan diperoleh dari
masing-masing pilihan. Dalam hal ini, pengambil keputusan dapat menghitung biaya yang
dikeluarkan untuk melaksanakan masing-masing pilihan dari tahap awal sampai pilihan
tersebut menghasilkan keuntungan. Di luar perhitungan ekonomis yang dilakukan, pengambil
keputusan harus memperhitungkan biaya sosial dan eksternalitas yang muncul dari masing-
masing pilihan.
Setelah melakukan perhitungan di atas, pengambil keputusan akan mengurutkan pilihan
tersebut dengan membuat pemeringkatan. Pemeringkatan ini dibuat dengan menggunakan
perhitungan Net Present Value (nilai waktu sekarang) dan Interest Rate of Return (tingkat
pengembalian bunga).
Selain mengetahui perhitungan BCR, pengambil keputusan juga perlu mengetahui prinsip
perhitungan Net Present Value (NPV) atau nilai uang sekarang. Perhitungan BCR dengan
menggunakan nilai waktu sekarang akan mempermudah pengambil keputusan untuk
menentukan pilihan mana yang akan diprioritaskan.
Untuk mempermudah pemahaman terhadap penjelasan tersebut, berikut disajikan contoh
perhitungannya.
Tabel 2
Contoh Perhitungan Benefit Cost Ratio

Tahun Modal (K) Biaya Keuntungan Tingkat Diskonto K+C NPV (K+C) NPV (B)
(C) (B) (Misal: i=10%)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
0 65 0 0 1 65 65 0
1 25 2 0 0,909 27 24,545 0
2 10 5 15 0,826 15 12,397 12,397
3 0 7 22 0,751 7 5,259 16,529
4 0 8 28 0,683 8 5,464 19,124
5 0 10 40 0,621 10 6,209 24,837
6 0 11 46 0,564 11 6,209 25,966
7 0 12 50 0,513 12 6,158 25,658
8 0 15 50 0,467 15 6,998 23,325
9 0 20 45 0,424 20 8,482 19,084
10 0 25 40 0,386 25 9,639 15,422
156,360 182,342

Penjelasan:
ƒ Rasio Kotor B/C
n
∑ B t
(1 + i )t
Rasio kotor B/C = t =1
n
∑ C t + K t
(1 + i )t
t =1

n
Bt
∑ (1 + i )
t =1
t
= 182,342 Æ kolom (8)

118
n
Ct + K t
∑ (1 + i )
t =1
t
= 156.360 Æ kolom (7)

Rasio kotor B/C = 182,342 = 1,166 Æ Rasio kotor B/C > 1


156,360

Dengan demikian, proyek tersebut layak di pilih.


Pada perhitungan baik BCR maupun NPV, diperlukan variabel tingkat diskonto. Penentuan
tingkat diskonto ini merupakan hal yang sangat menentukan akurasi hasil analisis. Tingkat
diskonto harus dapat mencerminkan biaya oportunitas penggunaan dana. Penentuan tingkat
diskonto mengacu pada tingkat bunga tabungan, deposito, atau bunga pinjaman bank.
Tidak ada perbedaan antara tingkat diskonto yang digunakan oleh pemerintah dan swasta.
Hal ini mengingat aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah juga harus
mencerminkan biaya penggunaan dana oleh sektor swasta.
B. Maksimalisasi Benefit – Cost
Maximize Benefit – Cost
kendala: a) Fungsi Produksi antara input dan output
b) Anggaran
c) Lainnya
Asumsi yang digunakan dalam metoda maksimalisasi benefit – cost ini adalah proyek
dinyatakan baik dan layak operasi bila benefit yang dihasilkan melebihi cost yang harus
ditanggung. Rumus umum yang dapat digunakan adalah
Max TB-TC s.t constraint of production function
j =s l =z
TB = ∑ f j ( x j ) TC = ∑ f t ( hl )
j =1 l =1

xj: jumlah barang/jasa

ht : jumlah input

Kelebihan Benefit Cost Ratio


BCR merupakan alat analisis yang sederhana, sehingga memudahkan pengambil keputusan
dalam menentukan prioritas. Selain itu BCR juga sangat membantu pengambil keputusan dalam
mengurutkan prioritas pilihan. Penentuan prioritas ini tentu saja akan meningkatkan efektifitas
penggunaan anggaran.
Apabila BCR atau alat lain tidak dimanfaatkan oleh pengambil keputusan, terdapat kemungkinan
bahwa pengambil keputusan tersebut telah membuang waktu, tenaga dan biaya untuk pilihan
program yang kurang esensial untuk dilakukan pada waktu tertentu. Sebaliknya, penggunaan
BCR dapat menjadi alat untuk membandingkan pilihan-pilihan yang tidak seragam dalam
kerangka waktunya.
Dalam laporan RPJMD tahun 2004 menyebutkan bahwa terdapat beberapa pendekatan yang
dapat diterapkan dalam rangka meningkatkan kemitraan pemerintah-swasta, namun tidak semua
jenis prasarana dan sarana dapat dilakukan kerja sama, ada bagian-bagian tertentu yang
memungkinkan dapat dilakukan. Pada kenyataannya, calon investor umumnya menilai kriteria
financial atau ekonomi, seperti Benefit Cost Ratio (BCR), Net Persent Value (NPV), Internal Rate
of Return (IRR), dan Pay Back Period. Untuk menunjang hal tersebut maka aparat pemerintah

119
daerah harus mampu meningkatkan kapabilitasnya agar mampu menjalin kemitraan dengan
berbagai pihak di bidang penyediaan pelayanan jasa bagi masyarakat.

Kekurangan Benefit Cost Ratio


Mengingat BCR menggunakan pendekatan peramalan nilai waktu uang, metode ini memiliki
masalah dalam hal akurasi. Peramalan biaya dan keuntungan tidak selamanya mendekati nilai riil
pada saat yang ditentukan. Selisih antara nilai prakiraan dan nilai riil dapat positif, dan sebaliknya
negatif. Meskipun demikian, ketidaksesuaian ini terkadang disebut sebagai risiko yang harus
dihadapi oleh pengambil keputusan.
Meskipun pada bagian sebelumnya telah disebutkan biaya yang perlu dimasukkan ke dalam
analisis BCR, pada praktiknya pengambil keputusan seringkali mengalami kesulitan untuk
mengidentifikasi pos biaya yang akan dianalisis. Hal ini tentu saja mempengaruhi akurasi hasil
BCR.
Terdapat beberapa sektor publik yang sulit dilakukan penerapan BCR dalam studi kelayakan
proyek. Proyek publik tersebut antara lain adalah air minum, jalan, kesehatan, pendidikan dan
pertahanan keamanan. Analisis BCR akan sangat sulit dilakukan dalam proyek-proyek tersebut
dikarenakan banyaknya pertimbangan dan kepentingan di dalamnya.
Dalam penggunaan BCR, aspek ketidakpastian menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan.
Untuk menyiasati ketidakpastian ini, pengambil keputusan dapat menggunakan salah satu dari
tiga metode di bawah ini:
1. Analisis nilai yang diekspektasi (expected value analysis)
Metode ini digunakan untuk melihat kemungkinan besarnya nilai variabel tertentu.
Sebagai contoh biaya listrik per kilowat/jam saat ini adalah Rp1.000. Selama 20 tahun ke
depan, kemungkinan harganya tetap adalah 50 persen, sedangkan kemungkinan
biayanya akan turun menjadi Rp700 adalah 25 persen. Sementara itu, kemungkinan
biaya listrik naik menjadi Rp1.500 adalah 75 persen. Berdasarkan kemungkinan-
kemungkinan tersebut, maka ekspektasi biaya listrik dalam 20 tahun ke depan adalah:
L(Harga Ekspektasi) = (0.5)(1000) + (0.25)(700) + (0.75)(1500)
= 500 + 175 + 1125
= 1.800
Dengan demikian, ekspektasi biaya listrik dalam 20 tahun mendatang adalah Rp1.800
per kilowat/jam.
2. Analisis sensitifitas (sensitivity analysis)
Analisis sensitifitas adalah metode yang menganalisis ketidakpastian dengan mengganti
variabel input dan melihat sensitifitas perubahannya. Dalam analisis BCR, analisis
sensitifitas dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa tingkat diskonto. Variasi nilai
BCR yang dihasilkan dapat menjadi rambu-rambu bagi pengambil keputusan untuk
memilih alternatif mana yang akan diprioritaskan.
Dalam memvariasikan perubahan variabel input ini, pengambil keputusan dapat memilih
untuk menggunakan skenario optimis dan sebaliknya, skenario pesimis. Pilihan lain yang
dapat diambil adalah mengambil nilai tengah dari kedua skenario tersebut.
3. Evaluasi pilihan (evaluating “option”)
Evaluasi pilihan ini pada dasarnya lebih mengarah pada langkah mencari alternatif lain
selain pilihan yang telah ada. Terdapat dua tipe analisis, yaitu sequential decision
analysis dan irreversible investment theory.
Pendekatan pertama adalah dengan membagi proses pelaksanaan program ke dalam
beberapa urutan/tahap, misalnya tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap pos-

120
pelaksanaan. Dengan demikian, perhitungan manfaat dan biaya dalam BCR dilakukan
untuk setiap tahap program yang ditentukan. Hasil BCR dengan menggunakan metode
ini tentu saja menjadi lebih detil.
Sementara itu untuk pendekatan irreversible investment theory lebih memperhitungkan
apakah suatu program benar-benar akan dilaksanakan atau tidak. Pengambil keputusan
dapat melihat apakah dana yang disiapkan sebaiknya diinvestasikan sekarang atau
tidak.

Contoh Penerapan Benefit Cost Ratio Analysis


Dalam kerangka keuangan daerah, BCR dapat digunakan untuk menganalisis pilihan investasi
pemerintah yang menjanjikan. Selain itu analisis BCR juga membantu pemerintah dalam
mengevaluasi pengeluaran pemerintah.
Contoh Penggunaan Analisis BCR
Sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah, Pemerintah Daerah Kediri berencana untuk
membangun beberapa fasilitas publik, antara lain pembangunan pasar dan terminal. Dalam
sepuluh tahun ke depan, diharapkan ketiga fasilitas publik tersebut dapat terealisasi.
A. Pembangunan pasar
Tujuan:
Pembangunan pasar ditujukan untuk membantu pedagang kecil dalam berusaha.
Dengan lokalisasi ini tidak hanya pedagang yang dipermudah, melainkan juga konsumen
pasar. Bagi pemerintah, pembangunan pasar berpotensi mendatangkan penerimaan,
khususnya dari pos retribusi.
Pembangunan pasar ini diperkirakan memakan waktu tiga tahun dengan biaya sebesar
Rp400 juta. Penerimaan sewa dan retribusi baru akan diterima oleh pemerintah dalam
empat tahun mendatang. Besarnya penerimaan per tahun diasumsikan sebesar Rp50
juta. Sementara itu pasar diperkirakan akan dapat berfungsi dengan baik selama 15
tahun. Saat ini, tingkat bunga tabungan masyarakat nasional sebesar 10 persen per
tahun, tabungan masyarakat di Kediri sebesar 11 persen, dan tingkat bunga deposito
mencapai 13 persen per tahun.
Berdasarkan ilustrasi singkat di atas, perhitungan BCR dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut.
1. Pilih tingkat diskonto yang akan digunakan (misalnya 10 persen)

121
2. Masukkan data ke dalam excel dengan cara seperti terlihat dalam Gambar 3 berikut.
Gambar 3
Memasukkan Data ke Dalam Excel

122
3. Buatlah rumus dalam excel untuk menghitung tingkat diskonto
Gambar 4
Menentukan Tingkat Diskonto

Tuliskan dalam kolom tingkat diskonto: =(1+10%)^0. Rumus tersebut dapat dibaca “satu
ditambah sepuluh persen dipangkatkan dengan nol.” Pangkat ini akan berubah sesuai
dengan tahun yang dihitung.

4. Menghitung nilai sekarang untuk total biaya dan manfaat.


Total biaya yang dikeluarkan merupakan hasil penjumlahan kolom modal (K) dan
biaya (C). Jumlah biaya tersebut kemudian dihitung berdasarkan nilai waktu
sekarang. Rumus yang digunakan adalah:
Total C = (Kt+Ct)/(1+i)t
Demikian pula dengan perhitungan manfaat dapat diperoleh dari rumus:
Total B = Bt/(1+i)t
Dengan memasukkan rumus tersebut dalam excel, maka didapatkan perhitungan
sebagaimana terdapat dalam Gambar 5.

123
Gambar 5
Perhitungan Benefit Cost Ratio Pembangunan Pasar

Hasil perhitungan BCR dengan rumus yang terdapat pada bagian sebelumnya, diketahui
bahwa jumlah keuntungan yang diterima sebesar 294, sedangkan jumlah biaya yang
dikeluarkan sebesar 281. Dengan angka tersebut, nilai BCR didapatkan dari pembagian
294 oleh 281 dan menghasilkan rasio sebesar 1,039. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
kegiatan tersebut layak untuk dilakukan.
B. Pembangunan terminal
Tujuan
Pembangunan terminal ditujukan untuk mengurangi kemacetan lalu lintas akibat kurang
teraturnya pemberhentian kendaraan umum. Selain itu, kendaraan umum yang berhenti
di sembarang tempat juga memperburuk kualitas udara. Manfaat pembangunan terminal
juga meliputi penerimaan retribusi bagi pemerintah, baik yang berasal dari kendaraan
yang masuk maupun pedagang yang berusaha di dalamnya.
Biaya yang diperlukan untuk membangun sebuah terminal cukup besar, selain memakan
waktu yang tidak singkat. Untuk menyelesaikan bangunan lengkap diperlukan waktu
empat tahun. Pemerintah baru akan mendapatkan manfaat terminal pada tahun ke lima.
Setiap tahunnya, terminal diperkirakan dapat berkontribusi sebesar Rp60 juta.
Sementara itu, biaya yang harus dikeluarkan untuk mengadakan dan memelihara
terminal tersebut sebesar Rp250 juta. Dengan biaya tersebut, diperkirakan bangunan
tersebut dapat berfungsi selama 20 tahun. Tingkat diskonto yang dipilih mengikuti bunga
tabungan masyarakat Kediri, yaitu 11 persen.
Dengan melakukan proses perhitungan yang sama dengan contoh sebelumnya,
didapatkan hasil sebagaimana terdapat dalam Tabel 3.

124
Tabel 3
Perhitungan Benefit Cost Ratio Pembangunan Terminal
Keuntungan Tingkat Diskonto
Tahun Modal (K) Biaya (C) K+C NPV (K+C) NPV (B)
(B) ( i=11%)
1 2 3 4 5 6 7 8
0 150 5 0 1,000 155 155,00 0,00
1 0 7 0 1,110 7 6,31 0,00
2 0 8 0 1,232 8 6,49 0,00
3 0 4 40 1,368 4 2,92 29,25
4 0 8 40 1,518 8 5,27 26,35
5 0 7 40 1,685 7 4,15 23,74
6 0 9 40 1,870 9 4,81 21,39
7 0 7 40 2,076 7 3,37 19,27
8 0 5 40 2,305 5 2,17 17,36
9 0 5 40 2,558 5 1,95 15,64
10 0 10 40 2,839 10 3,52 14,09
11 0 10 40 3,152 10 3,17 12,69
12 0 15 40 3,498 15 4,29 11,43
13 0 11 40 4,310 11 2,55 9,28
14 0 15 40 4,310 15 3,48 9,28
15 0 16 40 4,785 16 3,34 8,36
16 0 12 40 5,311 12 2,26 7,53
17 0 10 40 5,895 10 1,70 6,79
18 0 13 40 6,544 13 1,99 6,11
19 0 13 40 7,263 13 1,79 5,51
20 0 10 40 8,062 10 1,24 4,96

Dengan angka dalam tabel, jumlah keuntungan yang diperoleh sebesar 249, sedangkan
total biaya yang dikeluarkan mencapai 222. Berdasarkan hasil perhitungan dalam rumus
BCR diperoleh ilai BCR yaitu sebesar 1,123. Sesuai dengan aturan umum BCR, proyek
ini pun layak untuk dilakukan. Sesuai dengan hasil perhitungan BCR, diketahui bahwa
kedua program pemerintah ini layak untuk dilaksanakan. Tugas pemerintah selanjutnya
adalah menentukan program mana yang akan diprioritaskan untuk dijalankan tahun
depan.
Dengan membandingkan nilai BCR, terlihat bahwa program yang perlu diprioritaskan
adalah program yang memiliki rasio lebih besar, yaitu pembangunan terminal. Apabila
dianalisis lebih lanjut, pembangunan terminal dapat menimbulkan intangible benefit yaitu
terserapnya tenaga kerja selama proses pembangunan dan semakin lancarnya distribusi
faktor-faktor produksi.
Dari keseluruhan pembahasan BCR dalam implikasinya di bidang perekonomian daerah dapat
disimpulkan bahwa kajian kelayakan terhadap suatu proyek harus dilakukan secara integral
terhadap setiap aspek dan merupakan suatu tanggung jawab yang harus dilaksanakan secara
sungguh-sungguh.

125
Daftar Pustaka
Bjornstad, Dave. “Benefit Cost Ratio.” National Center for Environmental Decision-Making
Research (NCEDR). www.ncedr.org
Dent, Geoffrey. 2001. Ex-post Evaluation of Kecamatan Development Program (KDP1)
Infrastrusture Projects
Handbook For The Economic Analysis Of Water Supply Projects. “Chapter 5: Financial Benefit-
Cost Analysis.”
Heizer, Jay dan Barry Render.1997. Principles of Operations Management
Isnor, Roland R. “Cost-Benefit Analysis and ROI: Essential Tools for Serious Managers”
J. William Petty. 1996. Basic Financial Management.
Joesron, Tati S. 2001. Investment Project Feasibility Dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi
Daerah. Makalah disampaikan pada Seminar Sosialisasi Badan Promosi dan
Penanaman Modal Daerah Jawa-Barat Fakultas Ekonomi - Universitas Padjadjaran
Kotler, Philip. 2000 .Marketing Management.
Portney, Paul R. “Benefit-Cost Analysis.” www.econlib.org
Suad Husnan dan Suwarsono.1994. Studi Kelayakan Proyek.
Sugiyono, Agus. 2001. “Analisis Manfaat dan Biaya Sosial.” Program Pascasarjana Magister
Sains dan Doktor Universitas Gadjah Mada
Washington County Mitigation Action Plan: Appendix C. 2000. “Economic Analysis of Natural
Hazard Mitigation Projects.” Federal Emergency Management Agency Publication 331,
Report on Costs and Benefits of Natural Hazard Mitigation.
William B. Werther, Jr. and Keith Davis, 1993.Human Resources and Personnel Management.
www.econlib.org
www.wikipedia.com

126

You might also like