You are on page 1of 1

Shefti L.

/ Kajian Media Universitas Paramadina


Analisis Rancangan Peraturan Menteri (RPM) tentang
Konten Multimedia
Rancangan Peraturan Menteri (RPM) tentang Konten Multimedia yang sempat membuat heboh beberapa
minggu lalu ternyata menyusut. Hal ini dikarenakan Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo),
Tifatul Sembiring, tidak jadi mengesahkan RPM Konten tersebut. Padahal, draft RPM Konten tersebut
sudah menyebarluas di internet, sehingga publik ramai memperbincangkannya.

RPM Konten mengalami kontroversi karena diantaranya, terdapat pasal-pasal aneh yang juga tidak bisa
dinalar. Misalnya pasal 8 tentang peran penyelenggara. Dalam pasal tersebut, penyelenggara wajib memantau
konten yang disebarkannya. Bagaimana bisa penyelenggara (provider) internet memantau pengguna
sebanyak itu dengan identitas yang tidak terdaftar pada catatan sipil? Mayoritas pengguna internet memakai
identitas samaran dalam berkomunikasi di dunia maya. Mengatasi hal ini, sangat sulit tentunya memonitor
kegiatan bertransaksi dan berinteraksi pengguna internet oleh provider.

Pasal yang dianggap memberatkan pengguna adalah pasal 9. Pengguna wajib memberikan data pribadi pada
penyelenggara. Nyatanya, literasi internet di Indonesia yang tidak setinggi di negara maju tidak dimung-
kinkan untuk melakukan hal itu, dan kalaupun ada pastilah hanya minoritas masyarakat yang memiliki
jaringan internet pribadi. Tentu saja hal ini, seperti yang pernah dikatakan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi
Mahfud MD, pendataan seperti ini berpotensi melanggar hak asasi dalam berkomunikasi di dunia maya.

Menurut hemat saya, pasal 22 juga merupakan pemborosan APBN, yakni pembentukan Tim Konten oleh
Menteri. Disaat gencar-gencarnya pembentukan panitia khusus (pansus), kenapa harus menghamburkan uang
negara lagi dengan adanya tenaga outsourcing semacam Tim Konten? Lebih-lebih, yang menjadi pergulatan
seru adalah pasal terakhir, pasal 30 tentang sanksi administratif. Penyelenggara dihadapkan pada denda
apabila menyalahi Peraturan Menteri tersebut. Selain denda, penyelenggara juga tidak terlepas dari tuntutan
pidana. Hal inilah yang kemudian menjadi gugatan banyak pihak karena selain merepotkan mereka dengan
monitoring dan penindakan atas konten-konten yang beredar, Rancangan Peraturan Menteri ini juga
berpotensi mematikan usaha provider. [ ]

You might also like