You are on page 1of 10

GLOBALISASI

Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan


keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia dunia
melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi
yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi bias.

Kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Achmad
Suparman menyatakan Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau
perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah.
Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working
definition), sehingga tergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang
memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang
akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain,
mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan
menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.

Sejarah globalisasi

Banyak sejarawan yang menyebut globalisasi sebagai fenomena di abad ke-20 ini yang
dihubungkan dengan bangkitnya ekonomi internasional. Padahal interaksi dan globalisasi
dalam hubungan antarbangsa di dunia telah ada sejak berabad-abad yang lalu. Bila
ditelusuri, benih-benih globalisasi telah tumbuh ketika manusia mulai mengenal
perdagangan antarnegeri sekitar tahun 1000 dan 1500 M. Saat itu, para pedagang dari
Tiongkok dan India mulai menelusuri negeri lain baik melalui jalan darat (seperti
misalnya jalur sutera) maupun jalan laut untuk berdagang. Berkas:Mcdonalds oslo 2.jpg
Fenomena berkembangnya perusahaan McDonald di seluroh pelosok dunia menunjukkan
telah terjadinya [[Berkas:globalisasi

Fase selanjutnya ditandai dengan dominasi perdagangan kaum muslim di Asia dan
Afrika. Kaum muslim membentuk jaringan perdagangan yang antara lain meliputi
Jepang, Tiongkok, Vietnam, Indonesia, Malaka, India, Persia, pantai Afrika Timur, Laut
Tengah, Venesia, dan Genoa. Di samping membentuk jaringan dagang, kaum pedagang
muslim juga menyebarkan nilai-nilai agamanya, nama-nama, abjad, arsitek, nilai sosial
dan budaya Arab ke warga dunia.

Fase selanjutnya ditandai dengan eksplorasi dunia secara besar-besaran oleh bangsa
Eropa. Spanyol, Portugis, Inggris, dan Belanda adalah pelopor-pelopor eksplorasi ini. Hal
ini didukung pula dengan terjadinya revolusi industri yang meningkatkan keterkaitan
antarbangsa dunia. berbagai teknologi mulai ditemukan dan menjadi dasar perkembangan
teknologi saat ini, seperti komputer dan internet. Pada saat itu, berkembang pula
kolonialisasi di dunia yang membawa pengaruh besar terhadap difusi kebudayaan di
dunia.
Semakin berkembangnya industri dan kebutuhan akan bahan baku serta pasar juga
memunculkan berbagai perusahaan multinasional di dunia. Di Indinesia misalnya, sejak
politik pintu terbuka, perusahaan-perusahaan Eropa membuka berbagai cabangnya di
Indonesia. Freeport dan Exxon dari Amerika Serikat, Unilever dari Belanda, British
Petroleum dari Inggris adalah beberapa contohnya. Perusahaan multinasional seperti ini
tetap menjadi ikon globalisasi hingga saat ini.

Fase selanjutnya terus berjalan dan mendapat momentumnya ketika perang dingin
berakhir dan komunisme di dunia runtuh. Runtuhnya komunisme seakan memberi
pembenaran bahwa kapitalisme adalah jalan terbaik dalam mewujudkan kesejahteraan
dunia. Implikasinya, negara negara di dunia mulai menyediakan diri sebagai pasar yang
bebas. Hal ini didukung pula dengan perkembangan teknologi komunikasi dan
transportasi. Alhasil, sekat-sekat antarnegara pun mulai kabur.]]

Reaksi masyarakat
Gerakan pro-globalisasi

Pendukung globalisasi (sering juga disebut dengan pro-globalisasi) menganggap bahwa


globalisasi dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran ekonomi masyarakat
dunia. Mereka berpijak pada teori keunggulan komparatif yang dicetuskan oleh David
Ricardo. Teori ini menyatakan bahwa suatu negara dengan negara lain saling bergantung
dan dapat saling menguntungkan satu sama lainnya, dan salah satu bentuknya adalah
ketergantungan dalam bidang ekonomi. Kedua negara dapat melakukan transaksi
pertukaran sesuai dengan keunggulan komparatif yang dimilikinya. Misalnya, Jepang
memiliki keunggulan komparatif pada produk kamera digital (mampu mencetak lebih
efesien dan bermutu tinggi) sementara Indonesia memiliki keunggulan komparatif pada
produk kainnya. Dengan teori ini, Jepang dianjurkan untuk menghentikan produksi
kainnya dan mengalihkan faktor-faktor produksinya untuk memaksimalkan produksi
kamera digital, lalu menutupi kekurangan penawaran kain dengan membelinya dari
Indonesia, begitu juga sebaliknya.

Salah satu penghambat utama terjadinya kerjasama diatas adalah adanya larangan-
larangan dan kebijakan proteksi dari pemerintah suatu negara. Di satu sisi, kebijakan ini
dapat melindungi produksi dalam negeri, namun di sisi lain, hal ini akan meningkatkan
biaya produksi barang impor sehingga sulit menembus pasar negara yang dituju. Para
pro-globalisme tidak setuju akan adanya proteksi dan larangan tersebut, mereka
menginginkan dilakukannya kebijakan perdagangan bebas sehingga harga barang-barang
dapat ditekan, akibatnya permintaan akan meningkat. Karena permintaan meningkat,
kemakmuran akan meningkat dan begitu seterusnya.

Beberapa kelompok pro-globalisme juga mengkritik Bank Dunia dan IMF, mereka
berpendapat bahwa kedua badan tersebut hanya mengontrol dan mengalirkan dana
kepada suatu negara, bukan kepada suatu koperasi atau perusahan.
Pengaruh Globalisasi Terhadap Nilai-Nilai Nasionalisme

• Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak
mengenal batas wilayah.
• Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan,
kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada
suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa-
bangsa di seluruh dunia. (Menurut Edison A. Jamli dkk.Kewarganegaraan.2005)

Menurut pendapat Krsna (Pengaruh Globalisasi Terhadap Pluralisme Kebudayaan


Manusia di Negara Berkembang.internet.public jurnal.september 2005). Sebagai proses,
globalisasi berlangsung melalui dua dimensi dalam interaksi antar bangsa, yaitu dimensi
ruang dan waktu. Ruang makin dipersempit dan waktu makin dipersingkat dalam
interaksi dan komunikasi pada skala dunia. Globalisasi berlangsung di semua bidang
kehidupan seperti bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan
dan lain- lain. Teknologi informasi dan komunikasi adalah faktor pendukung utama
dalam globalisasi. Dewasa ini, perkembangan teknologi begitu cepat sehingga segala
informasi dengan berbagai bentuk dan kepentingan dapat tersebar luas ke seluruh
dunia.Oleh karena itu globalisasi tidak dapat kita hindari kehadirannya.

Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu negara


termasuk Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitu pengaruh positif dan
pengaruh negatif. Pengaruh globalisasi di berbagai bidang kehidupan seperti kehidupan
politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya dan lain- lain akan mempengaruhi nilai- nilai
nasionalisme terhadap bangsa.

• Pengaruh positif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme


1. Dilihat dari globalisasi politik, pemerintahan dijalankan secara terbuka
dan demokratis. Karena pemerintahan adalah bagian dari suatu negara,
jika pemerintahan djalankan secara jujur, bersih dan dinamis tentunya
akan mendapat tanggapan positif dari rakyat. Tanggapan positif tersebut
berupa rasa nasionalisme terhadap negara menjadi meningkat.

2. Dari aspek globalisasi ekonomi, terbukanya pasar internasional,


meningkatkan kesempatan kerja dan meningkatkan devisa negara. Dengan
adanya hal tersebut akan meningkatkan kehidupan ekonomi bangsa yang
menunjang kehidupan nasional bangsa.
3. Dari globalisasi sosial budaya kita dapat meniru pola berpikir yang baik
seperti etos kerja yang tinggi dan disiplin dan Iptek dari bangsa lain yang
sudah maju untuk meningkatkan kemajuan bangsa yang pada akhirnya
memajukan bangsa dan akan mempertebal rasa nasionalisme kita terhadap
bangsa.
• Pengaruh negatif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme
1. Globalisasi mampu meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa liberalisme
dapat membawa kemajuan dan kemakmuran. Sehingga tidak menutup
kemungkinan berubah arah dari ideologi Pancasila ke ideologi liberalisme.
Jika hal tesebut terjadi akibatnya rasa nasionalisme bangsa akan hilang
2. Dari globalisasi aspek ekonomi, hilangnya rasa cinta terhadap produk
dalam negeri karena banyaknya produk luar negeri (seperti Mc Donald,
Coca Cola, Pizza Hut,dll.) membanjiri di Indonesia. Dengan hilangnya
rasa cinta terhadap produk dalam negeri menunjukan gejala berkurangnya
rasa nasionalisme masyarakat kita terhadap bangsa Indonesia.
3. Mayarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas diri
sebagai bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung meniru
budaya barat yang oleh masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat.
4. Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara yang kaya
dan miskin, karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi.
Hal tersebut dapat menimbulkan pertentangan antara yang kaya dan
miskin yang dapat mengganggu kehidupan nasional bangsa.
5. Munculnya sikap individualisme yang menimbulkan ketidakpedulian
antarperilaku sesama warga. Dengan adanya individualisme maka orang
tidak akan peduli dengan kehidupan bangsa.

Pengaruh- pengaruh di atas memang tidak secara langsung berpengaruh terhadap


nasionalisme. Akan tetapi secara keseluruhan dapat menimbulkan rasa nasionalisme
terhadap bangsa menjadi berkurang atau hilang. Sebab globalisasi mampu membuka
cakrawala masyarakat secara global. Apa yang di luar negeri dianggap baik memberi
aspirasi kepada masyarakat kita untuk diterapkan di negara kita. Jika terjadi maka akan
menimbulkan dilematis. Bila dipenuhi belum tentu sesuai di Indonesia. Bila tidak
dipenuhi akan dianggap tidak aspiratif dan dapat bertindak anarkis sehingga mengganggu
stabilitas nasional, ketahanan nasional bahkan persatuan dan kesatuan bangsa.

• Pengaruh Globalisasi Terhadap Nilai Nasionalisme di Kalangan Generasi


Muda

Arus globalisasi begitu cepat merasuk ke dalam masyarakat terutama di kalangan muda.
Pengaruh globalisasi terhadap anak muda juga begitu kuat. Pengaruh globalisasi tersebut
telah membuat banyak anak muda kita kehilangan kepribadian diri sebagai bangsa
Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan gejala- gejala yang muncul dalam kehidupan
sehari- hari anak muda sekarang.

Dari cara berpakaian banyak remaja- remaja kita yang berdandan seperti selebritis yang
cenderung ke budaya Barat. Mereka menggunakan pakaian yang minim bahan yang
memperlihatkan bagian tubuh yang seharusnya tidak kelihatan. Pada hal cara berpakaian
tersebut jelas- jelas tidak sesuai dengan kebudayaan kita. Tak ketinggalan gaya rambut
mereka dicat beraneka warna. Pendek kata orang lebih suka jika menjadi orang lain
dengan cara menutupi identitasnya. Tidak banyak remaja yang mau melestarikan budaya
bangsa dengan mengenakan pakaian yang sopan sesuai dengan kepribadian bangsa.

Teknologi internet merupakan teknologi yang memberikan informasi tanpa batas dan
dapat diakses oleh siapa saja. Apa lagi bagi anak muda internet sudah menjadi santapan
mereka sehari- hari. Jika digunakan secara semestinya tentu kita memperoleh manfaat
yang berguna. Tetapi jika tidak, kita akan mendapat kerugian. Dan sekarang ini, banyak
pelajar dan mahasiswa yang menggunakan tidak semestinya. Misal untuk membuka situs-
situs porno. Bukan hanya internet saja, ada lagi pegangan wajib mereka yaitu handphone.
Rasa sosial terhadap masyarakat menjadi tidak ada karena mereka lebih memilih sibuk
dengan menggunakan handphone.

Dilihat dari sikap, banyak anak muda yang tingkah lakunya tidak kenal sopan santun dan
cenderung cuek tidak ada rasa peduli terhadap lingkungan. Karena globalisasi menganut
kebebasan dan keterbukaan sehingga mereka bertindak sesuka hati mereka. Contoh
riilnya adanya geng motor anak muda yang melakukan tindakan kekerasan yang
menganggu ketentraman dan kenyamanan masyarakat.

Jika pengaruh-pengaruh di atas dibiarkan, mau apa jadinya genersi muda tersebut? Moral
generasi bangsa menjadi rusak, timbul tindakan anarkis antara golongan muda.
Hubungannya dengan nilai nasionalisme akan berkurang karena tidak ada rasa cinta
terhadap budaya bangsa sendiri dan rasa peduli terhadap masyarakat. Padahal generasi
muda adalah penerus masa depan bangsa. Apa akibatnya jika penerus bangsa tidak
memiliki rasa nasionalisme?

Berdasarkan analisa dan uraian di atas pengaruh negatif globalisasi lebih banyak daripada
pengaruh positifnya. Oleh karena itu diperlukan langkah untuk mengantisipasi pengaruh
negatif globalisasi terhadap nilai nasionalisme.

• Antisipasi Pengaruh Negatif Globalisasi Terhadap Nilai Nasionalisme

Langkah- langkah untuk mengantisipasi dampak negatif globalisasi terhadap nilai- nilai
nasionalisme antara lain yaitu :

1. Menumbuhkan semangat nasionalisme yang tangguh, misal semangat mencintai


produk dalam negeri.
2. Menanamkan dan mengamalkan nilai- nilai Pancasila dengan sebaik- baiknya.
3. Menanamkan dan melaksanakan ajaran agama dengan sebaik- baiknya.
4. Mewujudkan supremasi hukum, menerapkan dan menegakkan hukum dalam arti
sebenar- benarnya dan seadil- adilnya.
5. Selektif terhadap pengaruh globalisasi di bidang politik, ideologi, ekonomi, sosial
budaya bangsa.

Dengan adanya langkah- langkah antisipasi tersebut diharapkan mampu menangkis


pengaruh globalisasi yang dapat mengubah nilai nasionalisme terhadap bangsa. Sehingga
kita tidak akan kehilangan kepribadian bangsa.
Pengaruh Globalisasi Ekonomi dan Hukum Ekonomi Internasional dalam
Pembangunan Hukum Ekonomi di Indonesia.
Pembangunan hukum adalah suatu pekerjaan yang sama tuanya dengan pekerjaan
pembangunan negara dan bangsa.[13] Hadirnya undang-undang sebagai hukum tertulis
melalui perundang-undangan dan dalam proses peradilan sebagai yurisprudensi (judge
made law) juga telah lama dikenal dalam dunia hukum, demikian pula halnya dengan
bagian dari hukum Indonesia yang saat ini semakin penting dan berpengaruh, yaitu
hukum ekonomi Indonesia yang daya berlakunya di samping dalam lingkup nasional juga
internasional. Relevansi hukum ekonomi semakin menonjol sejak lintas niaga masuk
dalam dunia tanpa batas atau globalisasi ekonomi. Bagi Indonesia, tepatnya setelah
meratifikasi persetujuan internasional di bidang perdagangan dalam suatu organisasi
internasional yang dikenal dengan World Trade Organization (WTO), karena dengan
demikian Indonesia harus mematuhi segala ketentuan yang berlaku bagi semua negara
anggota WTO dengan segala konsekuensinya.

Realita ini menempatkan Indonesia untuk benar-benar dan bersungguh-sungguh


“mengikuti dan mengembangkan” hukum ekonomi internasional, terutama dalam
pelaksanaannya atau penegakkan hukumnya, dimana semua penegak hukum dan pelaku
hukum dalam lintas bisnis nasional dan internasional. Hal ini berarti kekeliruan dalam
pengelolaannya akan berakibat dirugikannya Indonesia dalam perdagangan internasional
atau perdagangan bebas, bahkan dampaknya tidak hanya menyangkut para pihak dalam
perjanjian bisnis internasional, melainkan juga rakyat Indonesia secara keseluruhan.

Menjawab dan mengantisipasi dampak perdagangan internasional abad XXI, tidak ada
jalan lain kecuali harus menempatkan “Manajemen Penegakkan Hukum Bisnis
Internasional” sebagai misi strategis dalam mewujudkan ketahanan ekonomi nasional di
tengah globalisasi ekonomi yang sudah dan sedang berlangsung akhir-akhir ini.[14]
Semakin baik dalam suatu negara hukum itu berfungsi, maka semakin tinggi tingkat
kepastian hukum nyata. Sebaliknya, bila suatu negara tidak memiliki sistem hukum yang
berfungsi secara otonom, maka semakin kecil pula tingkat kepastian hukumnya.[15]

Perkembangan dalam teknologi dan pola kegiatan ekonomi membuat masyarakat di dunia
semakin saling bersentuhan, saling membutuhkan, dan saling menentukan nasib satu
sama lain, tetapi juga saling bersaing. Hal ini secara dramatis terutama terlihat dalam
kegiatan perdagangan dunia, baik di bidang barang-barang (trade in goods), maupun di
bidang jasa (trade in services). Saling keterkaitan ini memerlukan adanya kesepakatan
mengenai aturan main yang berlaku. Aturan main yang diterapkan untuk perdagangan
internasional adalah aturan main yang berkembang dalam sistem GATT/WTO.[16]

Manakala ekonomi menjadi terintegrasi, harmonisasi hukum mengikutinya.


Terbentuknya WTO (World Trade Organization) telah didahului oleh terbentuknya blok-
blok ekonomi regional seperti Masyarakat Eropah, NAFTA, AFTA dan APEC. Tidak ada
kontradiksi antara regionalisasi dan globalisasi perdagangan. Sebaliknya integrasi
ekonomi global mengharuskan terciptanya blok-blok perdagangan baru. Berdagang
dengan WTO dan kerjasama ekonomi regional berarti mengembangkan institusi yang
demokratis, memperbaharui mekanisme pasar, dan memfungsikan sistim hukum.
Perkembangan yang mandiri dari perusahaan multinasional kerap kali diramalkan sebagai
perkembangan suatu badan yang benar-benar tanpa kebangsaan, dan benar-benar
mandiri. Peradaban dunia yang kemudian menjadi hukum internasional turut
mempengaruhi pembangunan hukum nasional dan sistem perekonomian negara
berkembang. Globalisasi ekonomi sekarang ini adalah manifestasi yang baru dari
pembangunan kapitalisme sebagai sistem ekonomi internasional. Sebagai suatu ideologi,
globalism menawarkan seperangkat ide, konsep, keyakinan, norma dan tata nilai
mengenai tatanan masyarakat dunia yang dicita-citakan serta bagaimana cara untuk
mewujudkannya.[17]

Bagaimanapun karakteristik dan hambatannya, globalisasi ekonomi menimbulkan akibat


yang besar sekali pada bidang hukum, globalisasi ekonomi juga menyebabkan terjadinya
globalisasi hukum. Globalisasi hukum tersebut tidak hanya didasarkan kesepakatan
internasional antar bangsa, tetapi juga pemahaman tradisi hukum dan budaya antara barat
dan timur.

Globalisasi di bidang kontrak-kontrak bisnis internasional sudah lama terjadi, karena


negara-negara maju membawa transaksi baru ke negara berkembang, maka mitra kerja
mereka dari negara-negara berkembang akan menerima model-model kontrak bisnis
internasional tersebut, dapat disebabkan karena sebelumnya tidak mengenal model
tersebut, dapat juga karena posisi tawar (bargainig position) yang lemah. Oleh karena itu
tidak mengherankan, perjanjian patungan (joint venture), perjanjian waralaba (franchise),
perjanjian lisensi (license), perjanjian keagenan (agence), memiliki format dan substansi
yang hampir sama diberbagai negara. Konsultan hukum suatu negara dengan mudah
mengerjakan perjanjian-perjanjian semacam itu di negara-negara lain, persamaan
ketentuan-ketentuan hukum di berbagai negara bisa juga terjadi karena suatu negara
mengikuti model negara maju berkaitan dengan institusi-institusi hukum untuk
mendapatkan akumulasi modal. Undang-undang Perseroan Terbatas diberbagai negara,
baik dari negara-negara Civil Law maupun Common Law berisikan substansi yang
serupa. Begitu juga dengan peraturan pasar modal, dimana saja tidak berbeda, satu sama
lain. Hal ini terjadi karena dana yang mengalir ke pasar-pasar tersebut tidak lagi terikat
benar dengan waktu dan batas-batas negara. Tuntutan keterbukaan (transparency) yang
semakin besar, berkembangnya kejahatan internasional dalam pencucian uang (money
laundering) dan insider trading mendorong kerjasama internasional.

Dibalik usaha keras menciptakan globalisasi hukum, tidak ada jaminan bahwa hukum
tersebut akan memberikan hasil yang sama di semua tempat. Hal tersebut disebabkan
oleh perbedaan politik, ekonomi dan budaya. Hukum itu tidak sama dengan kuda, orang
tidak akan menamakan keledai atau zebra adalah kuda, walau bentuknya hampir sama,
kuda adalah kuda. Hukum tidak demikian, apa yang disebut hukum itu tergantung kepada
persepsi masyarakatnya.[18]

Friedman, menyatakan bahwa tegaknya peraturan-peraturan hukum tergantung kepada


budaya hukum masyarakatnya. Budaya hukum masyarakat tergantung kepada budaya
hukum anggota-anggotanya yang dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, lingkungan
budaya, posisi atau kedudukan, bahkan kepentingan-kepentingan.[19] Dalam
menghadapi hal yang demikian itu perlu “check and balance” dalam bernegara. “check
and balance” hanya bisa dicapai dengan parlemen yang kuat, pengadilan yang mandiri,
dan partisipasi masyarakat melalui lembaga-lembaganya. Dalam hal tersebut, khususnya
dalam masalah pengawasan dan Law Enforcement, dua hal yang merupakan komponen
yang tak terpisahkan dari sistim rule of law. Tidak akan ada law enforcement kalau tidak
ada sistim pengawasan dan tidak akan ada rule of law kalau tidak ada law enforcement
yang memadai.

E.C.W. Wade dan Godfrey Philips menyatakan tiga konsep mengenai “Rule of Law”
yaitu The Rule Of Law mendahulukan hukum dan ketertiban dalam masyarakat yang
dalam pandangan tradisi barat lahir dari alam demokrasi; The Rule of Law menunjukkan
suatu doktrin hukum bahwa pemerintahan harus dilaksanakan sesuai dengan hukum; The
Rule of Law menunjukkan suatu kerangka pikir politik yang harus diperinci oleh
peraturan-peraturan hukum baik substantif maupun hukum acara.[20] Berbagai unsur dari
pengertian Rule of Law tersebut haruslah dilaksanakan secara keseluruhan, bukan
sepotong-sepotong, dan dalam waktu bersamaan. Pengecualian dan penangguhan salah
satu unsurnya akan merusak keseluruhan sistim.

Pada tataran ide normatif dalam GBHN, hukum secara tegas diletakkan sebagai
pendorong pembangunan, khususnya terhadap pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan
amanat ini, maka hukum tentu sangat memerlukan dukungan yang terdiri dari personalia
yang profesional dan beretika, organisasi yang kapabel dan berdaya guna, serta peradilan
yang bebas dan berhasil guna. Semuanya ini adalah sebagian prasyarat konsepsional yang
paling di butuhkan dalam konteks kekinian Indonesia.[21] Sayangnya, ketika memasuki
tataran implementasi-sosiologis, selain tampak dengan jelas berbagai hal yang
menggembirakan, terlihat pula adanya “peminggiran” peran hukum dalam upaya
mencapai kemajuan bangsa yang telah dicanangkan. Dalam berbagai arena pergulatan
hidup masyarakat, terkadang dengan mudah dilihat atau dirasakan kemandulan peran dan
fungsi hukum

Situasi politik global tahun 2008 masih menunggu perkembangan terbaru khususnya
dalam pemilihan Presiden Amerika Serikat bulan November. Situasi dunia akan berubah
jika Hillary Clinton atau Barack Obama terpilih sebagai presiden.Timur Tengah masih
bergolak dimana situasi di Palestina dan Irak masih panas.

Iran masih menjadi kuda hitam dalam pertarungan dengan negara adidaya Amerika
Serikat. Isu nuklir akan tetap dominan dan dua negara yang menghadapi Amerika – Rusia
dan Cina – akan mewarnai percaturan politik dalam isu nuklir Iran.Di Asia Timur, Korea
Utara masih akan menjadi fokus perhatian karena perlucutan nuklir Pyongyang bisa saja
terganggu dengan berbagai kendala lainnya.Birma masih menjadi perhatian karena Aung
Sang Suu Kyi masih ditahan dan rejim militer tidak surut untuk mempertahankan diri.

Ekonomi dunia akan tetap rawan karena kredit bermasalah perumahan di Amerika tidak
akan selesai dalam waktu singkat. Lubang hitam kredit macet ini akan sangat besar jika
terungkap seluruhnya. Disinilah pasar saham akan terpengaruh besar seperti dirasakan
sekarang.
TEORI GLOBALISASI

• Cochrane dan Pain menegaskan bahwa dalam kaitannya dengan globalisasi,


terdapat tiga posisi teroritis yang dapat dilihat, yaitu:

• Para globalis percaya bahwa globalisasi adalah sebuah kenyataan yang memiliki
konsekuensi nyata terhadap bagaimana orang dan lembaga di seluruh dunia
berjalan. Mereka percaya bahwa negara-negara dan kebudayaan lokal akan hilang
diterpa kebudayaan dan ekonomi global yang homogen. meskipun demikian, para
globalis tidak memiliki pendapat sama mengenai konsekuensi terhadap proses
tersebut.

 Para globalis positif dan optimistis menanggapi


dengan baik perkembangan semacam itu dan
menyatakan bahwa globalisasi akan menghasilkan
masyarakat dunia yang toleran dan bertanggung
jawab.

 Para globalis pesimis berpendapat bahwa


globalisasi adalah sebuah fenomena negatif karena
hal tersebut sebenarnya adalah bentuk penjajahan
barat (terutama Amerika Serikat ) yang memaksa
sejumlah bentuk budaya dan konsumsi yang
homogen dan terlihat sebagai sesuatu yang benar
dipermukaan. Beberapa dari mereka kemudian
membentuk kelompok untuk menentang globalisasi
( antiglobalisasi )

• Para tradisionalis tidak percaya bahwa globalisasi tengah terjadi. Mereka


berpendapat bahwa fenomena ini adalah sebuah mitos sematau atau, jika memang
ada, terlalu dibesar-besarkan. Mereka merujuk bahwa kapitalisme telah menjadi
sebuah fenomena internasional selama ratusan tahun. Apa yang tengah kita alami
saat ini hanyalah merupakan tahap lanjutan, atau evolusi , dari produksi dan
perdagangan kapital.

• Para transformasionalis berada di antara para globalis dan tradisionalis. Mereka


setuju bahwa pengaruh globalisasi telah sangat dilebih-lebihkan oleh para
globalis. Namun, mereka juga berpendapat bahwa sangat bodoh jika kita
menyangkal keberadaan konsep ini. Posisi teoritis ini berpendapat bahwa
globalisasi seharusnya dipahami sebagai " seperangkat hubungan yang
saling berkaitan dengan murni melalui sebuah kekuatan, yang sebagian besar
tidak terjadi secara langsung ". Mereka menyatakan bahwa proses ini bisa
dibalik, terutama ketika hal tersebut negatif atau, setidaknya, dapat dikendalikan.
SEJARAH GLOBALISASI

• Banyak sejarawan yang menyebut globalisasi sebagai fenomena di abad ke-20 ini
yang dihubungkan dengan bangkitnya ekonomi internasional.

• Padahal interaksi dan globalisasi dalam hubungan antarbangsa di dunia telah ada
sejak berabad-abad yang lalu. Bila ditelusuri, benih-benih globalisasi telah
tumbuh ketika manusia mulai mengenal perdagangan antarnegeri sekitar tahun
1000 dan 1500 M.

• Saat itu, para pedagang dari Cina dan India mulai menelusuri negeri lain baik
melalui jalan darat (seperti misalnya jalur sutera ) maupun jalan laut untuk
berdagang.

• Fase selanjutnya ditandai dengan dominasi perdagangan kaum muslim di Asia


dan Afrika .

• Kaum muslim membentuk jaringan perdagangan yang antara lain meliputi Jepang
, Cina , Vietnam , Indonesia , Malaka , India , Persia , pantai Afrika Timur , Laut
Tengah , Venesia , dan Genoa .

• Di samping membentuk jaringan dagang, kaum pedagang muslim juga


menyebarkan nilai-nilai agamanya , nama-nama, abjad, arsitek, nilai sosial dan
budaya Arab ke warga dunia.

• Fase selanjutnya ditandai dengan eksplorasi dunia secara besar-besaran oleh


bangsa Eropa . Spanyol , Portugis , Inggris , dan Belanda adalah pelopor-pelopor
eksplorasi ini.

• Hal ini didukung pula dengan terjadinya revolusi industri yang meningkatkan
keterkaitan antarbangsa dunia. berbagai teknologi mulai ditemukan dan menjadi
dasar perkembangan teknologi saat ini, seperti komputer dan internet .

• Pada saat itu, berkembang pula kolonialisasi di dunia yang membawa pengaruh
besar terhadap difusi kebudayaan di dunia.

• ase selanjutnya terus berjalan dan mendapat momentumnya ketika perang dingin
berakhir dan komunisme di dunia runtuh.

• Runtuhnya komunisme seakan memberi pembenaran bahwa kapitalisme adalah


jalan terbaik dalam mewujudkan kesejahteraan dunia.
• Antiglobalisasi adalah suatu istilah yang umum digunakan untuk memaparkan
sikap politis orang-orang dan kelompok yang menentang perjanjian dagang global
dan lembaga-lembaga yang mengatur perdagangan antar negara seperti Organisasi
Perdagangan Dunia ( WTO ).

You might also like