You are on page 1of 4

True Love

Angin berhembus membelai pipi Dimas yang dari tadi terus menatap panorama indah dari
jendela tempat duduk di kelasnya yang baru. Di kelas XI Dimas mendapat kelas di lantai 2. Jadi sekarang
kalau dia ingin melihat pemandangan indah, dia cukup menggeserkan pandangannya ke kiri.
Pemandangan yang begitu indah itu membuat Dimas terpaku. Sampai dia tidak sadar kalau kelas sudah
mulai kosong. Hari yang panas membuat Dimas menunda pulangnya.
“Sampai kapan kamu akan di kelas!?” Tanya Doni yang baru memasuki kelas. “Terlihat kesepian
sekali kamu ini.”
“Hm. Untuk apa cepat-cepat pulang. Kamu sendiri kenapa tidak pulang?”
“Aku masih ada kegiatan eskul.” Kata Doni sambil memandang ke luar jendela seperti yang
dilakukan Dimas.
“Ohh.” Sambil berdiri Dimas memakai tasnya, “Kalau begitu aku mau pulang duluan.” Dimas
melangkah meninggalkan Doni di kelas dan pulang ke rumah.
Sesampainya Dimas di rumah, setelah menaruh tas dan menggantung seragam sekolahnya, dia
langsung menjatuhkan tubuhnya di atas kasur. Pikiran kosong membuatnya mengantuk. Namun tiba-
tiba pikiran tentang Tiara terlintas di benaknya. Matanya yang tadi berat langsung terbuka.
“Ahk!!” teriak Dimas kesal karena pikiran tentang Tiara masih saja ada di dalam pikirannya. Dia
bangun dari tempat tidurnya dan pergi ke halaman samping rumahnya untuk melihat pemandangan di
atas langit. Namun, langit terlihat gelap. Warnanya yang biru tertutupi oleh awan hitam yang semakin
menebal. Tidak lama kemudian turunlah rintik hujan. Perlahan air hujan mulai membasahi bumi dan
tubuh Dimas. Dia bergegas masuk rumah dan memilih untuk melihat hujan dari balik jendela kaca.
Dimas begitu menikmati hujan. Tiap tetesnya yang membasahi bumi dan suaranya yang bisa
membuat hati Dimas tenang. Untuk sesaat pikiran Dimas teralihkan oleh hujan. Tapi itu tidak bertahan
lama. Tiba-tiba saja Dimas teringat kata-kata yang diucapkannya kepada Tiara dulu, “Aku sangat kagum
dengan hujan, karena hanya hujan yang bisa menyatukan langit dan bumi yang tidak akan pernah
bersatu. Dan hanya hujan yang bisa menyatukan hati dua insan yang telah terpisah lama.”
Dimas langsung tertunduk. Ternyata semakin dia mencoba melupakannya, semakin sulit memori
itu pergi dari pikirannya.
Keesokan harinya, saat di sekolah, Dimas masih saja memikirkan cara untuk melupakan Tiara.
Tapi percuma, kenangan tentang Tiara terlalu indah untuk dilupakan. Tersirat dipikiran Dimas untuk
tidak melupakannya dan menjadikannya kenangan manis yang bersemayam di hatinya.
Dimas memutuskan untuk menghabiskan waktu istirahatnya di perpustakaan. Saat melangkah
masuk, Dimas melihat Tiara yang juga sedang ada di perpustakaan bersama temannya. Sudah lama
sekali Dimas tidak melihat Tiara. Karena sekarang mereka berdua pisah kelas. Dimas langsung
mengalihkan pandangannya dari Tiara, mengambil buku, duduk, menaruh buku secara vertical di atas
meja agar menutupi wajahnya, dan berharap Tiara tidak menyadari kehadirannya. Dimas mendengar
ada yang duduk di depannya. Tapi Dimas tetap menutupi wajahnya dan tidak peduli dengan orang di
depannya.
“Hal aneh apa lagi yang kamu lakukan?” Tanya orang yang duduk di depannya. Dimas sangat
terkejut mendengarnya. Dengan perlahan, Dimas menurunkan buku yang menutupi wajahnya dan
melihat siapa orang yang duduk di depannya itu. Ternyata orang itu adalah Leni.
“Hah…” Dimas menghela nafas, “Ternyata kamu, Len.”
“Untuk apa kamu menutupi wajahmu begitu, dasar aneh.”
“Itu untuk…”
“Untuk menyembunyikan dirimu dari Tiara?”
“…” Dimas terkejut mendengar itu sampai tidak tahu harus menjawab apa.
“Sampai kapan kamu akan menghindar dari Tiara!?” Leni menatap Dimas dengan tajam dari
balik kacamatanya, “Yang Perlu kamu katakana hanyalah ‘Tiara, sebenarnya aku masih cinta denganmu’,
mudahkan.”
“Tidak semudah itu.” Ucap Dimas dengan lembut.
“Kamu mempersulit keadaan.”
“…” Dimas menundukan kepalanya, “Semua itu ada waktunya.”
“Tapi ini sudah terlalu lama, Dimas!” selesai Leni mengatakan itu, bel masuk berbunyi. Dimas
langsung berdiri, memalingkan tubuhnya dari Leni, dan menuju kelasnya dengan langkah seribu.
Dimas terus saja memikirkan perkataan Leni. Sampai dia tidak lagi memperhatikan guru yang
menjelaskan pelajaran di depan kelas. Pikirannya sekarang benar-benar kacau dan melayang ke sana ke
mari.
Waktu pulangan tiba. Dimas memutuskan untuk pulang belakangan lagi, berusaha untuk tidak
bertemu Tiara dan Leni. Saat hampir semua anak SMA 19 pulang, Dimas mulai melangkahkan kakinya
menyusuri pinggiran jalan yang dulu pernah dilaluinya bersama Tiara. Saat sampai di halte, dia melihat
Tiara yang berdiri sendirian. Dimas terkejut melihat itu. Karena sejak tadi Dimas berjalan tidak melihat
ke depan, sampai dia tidak tahu kalau ada Tiara di halte tersebut, halte di mana hubungan mereka
berakhir. Dimas berniat kabur, tapi dia sudah dekat sekali dengan halte itu. Dimas meneguk liurnya dan
berdiri di samping Tiara yang sedang menunggu.
“Lama tidak bertemu, ya?” Sapa Tiara. Dimas terkejut mendengar itu.
“Ya.” Jawab Dimas singkat karena rasa gugup.
“Apa kabar?” Tanya Tiara lagi sambil menolehkan wajahnya ke arah Dimas.
“Baik.” Dimas tetap melihat ke depan tanpa memperdulikan tatapan Tiara. Mereka jadi
membisu, tidak tahu lagi mau berkata apa. Sampai akhirnya bis yang Tiara tunggu sudah tiba. Tiara
menyampaikan salam lalu menaiki bis tersebut dan Dimas sekarang tinggal sendiri.
Pikiran Dimas sekarang benar-benar kacau. Saat istirahat tiba Dimas memilih untuk merenungi
dirinya sambil memandangi pemandangan seperti biasa. Karena terlalu asik, Dimas sampai tidak sadar
berbicara sendiri, “Hidup dalam kebohongan, apa enaknya?”
“Dimas!” tegur seseorang. Dimas langsung menoleh ke samping kanannya dan melihat Bela yang
duduk di kursi sebelahnya. Bela adalah sahabat Tiara sejak SMP.
“A..ada apa?” Tanya Dimas bingung melihat Bela yang muncul begitu saja tanpa dia sadari..
“Aku sudah mendengar semua ceritamu dengan Tiara dari Leni.”
“Memang kenapa?”
“Teruslah berjuang untuk mendapatkan Tiara, kasihan Tiara menunggu.”
“Untuk apa dia menunggu orang yang sudah menyakitinya?”
“Memangnya kamu tahu perasaan Tiara selama ini!?” Tanya Bela dengan dengan tatapan tegas.
“Mungkin dia mempunyai sifat menyayangi walau pun pernah disakiti!”
“…” Dimas membisu mendengar itu dan mengalihkan pandangannya dari Bela. Dimas tidak
pernah memikirkan itu sebelumnya.
“Percuma, Bel.” Kata Leni yang baru saja datang. “Dia terlalu bodoh untuk mengerti itu.”
“Aku mengerti.” Kata Dimas singkat dengan nada rendah.
Bel masukkan berbunyi. Leni dan Bela kembali ke kelas mereka masing-masing meninggalkan
Dimas yang dipenuhi pikiran akan Tiara.
Saat pulang sekolah, Dimas berjalan sendiri menuju gerbang. Lalu ada Leni yang tiba-tiba saja
memanggilnya dari belakang, “Dimas tunggu!” Dimas menoleh ke belakang dan melihat Leni berjalan
cepat menuju ke arahnya.
“Dia benar-benar menunggumu lho...” Kata Leni begitu berjalan sejajar dengan Dimas.
“Siapa?” Tanya Dimas sambil memperhatikan Leni dengan wajah bingung.
“Tiara.”
“…?” Dimas semakin bingung.
“I’ll keep waiting. Begitu katanya.” Setelah mengatakan itu, Leni langsung berjalan cepat
meninggalkan Dimas. “Gunakan kesempatan ini sebaik mungkin.” Lanjutnya sembil berjalan.

***

Langit yang diselubungi awan hitam. Itulah suasana yang menghiasi perjalanan pulang Dimas.
Angin menghembus semakin kencang membuat tubuh Dimas sempoyongan. Daun-daun berguguran
terbawa angin. Perlahan Dimas merasakan tetesan air membasahi tubuhnya. Tetesan dari awan hitam
itu semakin lama semakin bertambah. Dimas berlari untuk mencari tempat teduh. Dimas sudah dekat
dengan halte bis tempat dia biasa menunggu dan berteduh. Dan lagi-lagi ada Tiara berdiri di sana
sendirian. Saat sampai di bawah halte tersebut hujan langsung turun dengan derasnya.
Tiara memperhatikan Dimas yang menggigil karena sedikit basah. Dimas juga memperhatikan
Tiara yang tidak basah sama sekali. Sekarang mereka berdua terjebak di bawah hujan. Dimas
memperhatikan sekitar, benar-benar tidak ada orang lain di halte tersebut kecuali dia dan Tiara. Jantung
Dimas langsung berdebar karena sekaranglah saat penentuannya. Dimas sudah membuat keputusan.
Tiara belum ada mengeluarkan suara. Akhirnya Dimas pun bicara.
“Sudah dari tadi, ya?” Tanya Dimas dengan tubuh bergetar.
“Ya, begitulah.” Jawab Tiara sambil memberikan senyuman kepada Dimas.
“Oh…” sekarang tubuh Dimas serasa membeku. Berbicara menjadi berat untuk Dimas, “Tiara…”
Tiara menoleh ke arah Dimas. Dimas juga menoleh ke arah Tiara dan melanjutkan bicaranya,
“Aku… Mm…” sekarang jantung Dimas benar-benar seperti ingin meledak. Dimas membatalkan
keputusannya disaat yang menentukan ini. “Ngak jadi.” Dimas langsung mengalihkan pandangannya dari
Tiara.
Ekspresi Tiara berubah marah saat mendengar itu dari Dimas, “Dimas, sampai kapan aku harus
menunggumu untuk bilang kalau kamu sayang sama aku?” tegas Tiara. Dimas mengangkat kepalanya
setelah mendengar perkataan Tiara barusan. Tiara berjalan mendekati Dimas, berdiri di depannya lalu
menatapnya, “Ayo bilang sekarang.”
Lidah Dimas terasa kelu saat Tiara ada di depannya, “Aku… Sayang Kamu.” Kata Dimas terbata-
bata karena mata Tiara terus mengawasinya. “Apa itu cukup?”
“Ya, cukup.” Tiara tetap tidak menjauhkan pandangannya dari Dimas. Ekspresi Tiara berubah
menjadi curiga dan melanjutkan perkataannya, “Tapi kamu bohong. Kamu ngak sayang sama aku.
Kenapa menunggu aku yang meminta?”
Mata Dimas melihat ke samping sekali lalu kembali menatap mata Tiara, “Aku bukan tipe orang
bisa mengungkapkan perasaanya secara langsung.”
“Aku mengerti.” Ucap Tiara singkat sambil melangkahkan kakinya menjauh dari Dimas dan
kembali menunggu busnya tanpa memperdulikan Dimas yang kebingungan.
“Jadi jawabannya?” Tanya Dimas agak gugup.
“Maunya apa?” Tanya balik Tiara dengan santainya.
“Jawab ‘tidak’ kalau kamu ingin mematahkan hatiku untuk pertama kalinya dalam hidupku.”
Kata Dimas sambil memandangi jalan. “Dan jawab ‘ya’ kalau kamu mau menjalaninya denganku.”
Saat Dimas selesai mengatakan itu, bis yang Tiara tunggu telah tiba dan berhenti di depan Tiara.
Dimas sangat berharap Tiara akan menjawabnya sebelum naik ke dalam bis tersebut.
Tiara yang terdiam sejenak sebelum menjawab,“Aku tidak mau menjawab ‘ya’.” Kata Tiara tanpa
melihat Dimas sedikit pun. Dimas sangat terkejut mendengarnya. Untuk sesaat Dimas sangat kecewa
mendengar itu. Tapi kemudian Tiara menoleh ke arah Dimas dan melanjutkan ucapannya, “Tapi aku mau
jawab, ‘Aku Sayang Dimas’.” Setelah mengatakan itu, Tiara langsung melangkah ke dalam bis.
Dimas yang mendengar itu langsung terdiam. Tubuhnya yang tadinya terasa dingin menjadi
hangat. Telinganya tidak bisa mendengar sekitar untuk sesaat. Hatinya senang sekali. Dimas
memejamkan matanya dan mengucapkan syukur di dalam hatinya.
Hujan perlahan mereda dan matahari mulai memperlihatkan cahayanya. Awan hitam berubah
menjadi putih kembali. Langit biru terlihat. Dimas merasakan kehangatan cahaya matahari merasuk ke
dalam tubuh yang tadinya membeku.

*1 New Text Massage*

<Dimas> Jinsei wa subarashii datte


Anata to deaeta kara.
(hidup ini terasa indah karena aku bertemu denganmu)
Isshoni anata to
futari eien no ai o
(Berdua bersamamu selamanya mencintai)
*Ten2Five – Eien no Ai

You might also like